Faktor Yang Mempengaruhi Keterikatan Kerja (skripsi dan tesis)

 

Menurut Saks (2006) faktor-faktor pendorong keterikatan karyawan, yaitu:

  1. Job Characteristics (Karakteristik Pekerjaan) yaitu kebermaknaan psikologis dapat dicapai dari karakteristik tugas yang menyediakan pekerjaan yang menantang, bervariasi, menggunakan keterampilan berbeda, serta karyawan memiliki kesempatan untuk membuat kontribusi dalam bekerja. Khan (dalam Saks 2016) menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan yang tinggi menyebabkan individu bekerja dengan sunguh-sungguh sehingga karyawan menjadi terikat dengan pekerjaanya.
  2. Reward and Recognition (Penghargaan dan Pengakuan)

Menurut Maslach, dkk., (2011) kurangnya penghargaan dan pengakuan dapat menyebabkan kelelahan, pengakuan dan penghargaan merupakan hal yang penting untuk membentuk keterikatan. Ketika karyawan menerima penghargaan dan pengakuan dalam organisasinya, maka karyawan akan berkontribusi penuh serta merasa memiliki kewajiban yang tinggi dalam bekerja.

  1. Perceived Organizational and Supervisor Support (Persepsi Dukungan Organisasi dan Dukungan Atasan)

Pemahaman di atas mengacu organisasi dan atasan dapat menghargai kontribusi karyawan, serta organisasi dan atasan ada disaat karyawan membutuhkan. Jika karyawan telah mendapatkan dukungan dari organisasi dan atasan maka karyawan akan berkontribusi secara penuh ketika bekerja sehingga dapat membantu organisasi dalam mencapi tujuan (Rhoades, dkk., 2001). Hal ini sejalan dengan pendapat Kahn (dalam Saks, 2006) bahwa suatu anggota merasa aman dengan lingkungan kerja menunjukkan keterbukaan serta berani dalam mencoba hal-hal yang baru. Menurut Schaufeli dan Bakker (2012) menemukan bahwa dukungan dari rekan-rekan diprediksi dapat membentuk keterikatan pada karyawan.

  1. Distributive and Procedural Justice (Penyaluran Keadilan dan Prosedur) Menurut Colquiit, dkk., (2001) dalam penelitiannya tentang keadilan organisai bahwa persepsi keadilan berkaitan dengan hasil organisasi seperti kepuasan kerja dan komitmen. Kurangnya keadilan dapat menyebabkan kelelahan pada karyawan dan sementara persepsi positif dari keadilan dapat meningkatkan keterikatan pada karyawan (Maslach, dkk., 2001). Keadilan distributif berkaitan dengan persepsi seseorang tentang keadilan dari hasil keputusan. Selain itu keadilan prosedural mengacu pada keadilan yang dirasakan dari sarana dan proses yang digunakan untuk menentukan jumlah dan distribusi sumber daya manusia (Colquitt dan Rhoades dkk, 2001).

Menurut Bakker dan Schaufeli (2018), terdapat tiga faktor yang mempengruhi keterikatan karyawan yaitu:

  1. Job Resources merujuk pada aspek fisik, sosial, maupun organisasional dari pekerjaan yang mungkinkan individu untuk mengurangi tuntutan pekerjaan dan biaya psikologi maupun fisiologi yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut, mencapai target pekerjaan, menstimulusi pertumbuhan, dan perkembangan individu
  2. Salience of job resources faktor ini merujuk pada seberapa penting atau bergunanya sumber daya pekerjaan yang dimiliki oleh individu.
  3. Personal resousrces merujuk pada karakteristik yang dimiliki oleh karyawan seperti kepribadian, sifat, usia. Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan diatas, peneliti menyimpulkan faktor- faktor yang mempengaruhi keterikatan karyawan yaitu karakteristik pekerjaan, persepsi dukungan organisasi, persepsi dukungan pimpinan, reward dan pengakuan, keadilan prosedur, dan penyaluran keadilan, Job resource, Salience of job resoaurce, dan Personal resource merupakan faktor–faktor yang dapat mempengaruhi keterikatan karyawan.

Top Management Involvement (skripsi dan tesis)

Pentingnya dukungan dari Top Management dalam mengalokasikan sumber daya
dan membina kepercayaan dan komitmen telah ditekankan dalam studi manajemen.
Karena Top Management merupakan pihak yang biasanya paling menyadari keharusan
strategis perusahaan untuk tetap kompetitif di pasar, mereka memiliki pemahaman yang
lebih baik tentang kebutuhan SCRM (Chen & Paulraj, 2004). Zu et al. (2008) menemukan
bahwa Top Management perlu mencurahkan waktu, tenaga dan sumber daya keuangan
untuk mendukung pengembangan hubungan dengan pemasok. Salah satu tugas utama Top
Management adalah untuk mempengaruhi budaya manajemen untuk mendorong
kolaborasi dan mencapai kinerja strategis yang berkelanjutan. Literatur terdahulu telah
mencatat bahwa Top Management harus menyadari manfaat kompetitif yang dapat berasal
dari hubungan antar-organisasi dan integrasi eksternal.
Universitas Kristen Petra
Menurut Guesalaga (2014), Top Management Involvement dapat terjadi dalam
beberapa kategori, antara lain;
1. Pengambilan keputusan strategis : Sejauh mana Top Management membuat
keputusan sangat penting untuk bisnis, dengan efek jangka panjang; misalnya,
membangun investasi jangka panjang dengan pemasok, dan menentukan apakah
hubungan dengan pemasok harus diubah.
2. Pengambilan keputusan taktis : Sejauh mana Top Management membuat keputusan
yang relevan dengan bisnis dan operasi sehari-hari, dengan efek jangka pendek;
misalnya, memutuskan tindakan pemasaran harus dilaksanakan dengan pemasok,
dan bagaimana seharusnya perusahaan mengelola keluhan pemasok.
3. Keselarasan organisasi : Sejauh mana Top Management memiliki peran aktif dalam
mempromosikan kolaborasi di antara orang-orang dari bidang fungsional yang
berbeda yang terlibat dalam SCRM.
4. Landasan organisasi : Campur tangan Top Managementdalam menentukan
landasan organisasi sangat penting bagi kinerja organisasi.

Supplier Trust (skripsi dan tesis)

Kepercayaan didefinisikan sebagai kemauan untuk mengambil risiko dan
bergantung pada mitra (Kwon & Suh 2005; Bonte 2008). Dalam banyak kasus,
kepercayaan diberlakukan dalam organisasi sebagai mekanismecontrol, alternatif untuk
sebuah kontrak (Dyer & Chu 2000). Perusahaan yang memutuskan untuk menerima risiko
inimendapatkan akses ke dalam beberapa keuntungan sosial dan ekonomi yang
mempengaruhi daya saing mereka (Irelandia &Webb, 2007). Fenomena ini memiliki
kepentingan besar dalam mendeteksi, membangun dan memperkuat hubungan antara mitra.
Ada tidaknya kepercayaan dalam hubungan antara perusahaan dengan pemasoknya
dapat dilihat dari beberapa hal seperti kesudian pemasok berbagi informasi rahasia dan
lamanya hubungan.
Berbagi informasi rahasia. Berbagi informasi rahasia melibatkan sejauh mana
pemasok berbagi informasi pribadi dengan pelanggan mereka. Sejauh mana pemasok
berbagi informasi rahasia dengan pembeli memberikan sinyal itikad baik dan kepercayaan
dari pemasok kepada perusahaan pembeli (Doney & Cannon, 1997).
Lama hubungan. Kebanyakan peneliti setuju bahwa waktu diperlukan untuk
membangun dan mengembangkan kepercayaan.Lamanya waktu merupakan investasi dari
kedua belah pihak dalam hubungan yang dijalin. Terlebih lagi, ketika hubungan pertukaran
memiliki sejarah, hasil dari interaksi bisnis sebelumnya memberikan kerangka untuk
interaksi selanjutnya. Dengan meningkatnya pengalaman, perusahaan lebih cenderung
untuk berhasil melewati kritis dalam hubungan mereka (Dwyer, Schurr, & Oh 1987;
Scanzoni 1979) dan memperoleh pemahaman yang lebih besar terhadap satu sama lain
(Williamson 1985).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kepercayaan dalam pengaturan antar
organisasi ditentukan oleh : (1) hubungan sosial, (2) proses atau rutinitas yang cukup untuk
berurusan dengan organisasi mitra, atau (3) penyelarasan insentif ekonomi (Dyer & Chu,
2000). Untuk melihat apakah Supplier Trust ada antara subjek penelitian dan pemasok
mereka, ada beberapa indikator yang harus dilihat:
(1) Hubungan sosial; Menurut perspektif sosiologis, kepercayaan muncul melalui
interaksi sosial antara mitra kerja.Hubungan social ini lebuh dari peraturan kelembagaan
atau moralitas umum.Yang terpenting adalah tanggung jawab atas produksi adalah
kepercayaan dalam kehidupan ekonomi.
Universitas Kristen Petra
(2) Lamanya hubungan;Tingkat kepercayaan yang lebih tinggi diyakini
berkembang saat kesenjangan informasi rendah dan terdapat sedikit saja ketidakpastian
perilaku. Selanjutnya, memperoleh pengetahuan sosial melalui interaksi jangka panjang
yang memberikan wawasan tentang karakter moral mitra, sehingga memungkinkan pelaku
mitra yang jujur.
(3) Proses dan rutinitas; proses dan rutinitas secara efektif adalam mengembangkan
priadi mitra dalam hubungan suppy chain. Dengan menyediakan komunikasi dan interaksi
social, serta memberikan informasi yang lebih baik untuk membantu perkembangan
mantra.
(4) Komitmen yang kredibel; komitmen menjadi bagian yang paling penting dalam
tingkat kepercayaan, ketika hubungan social terjalin dalam jangka panjang melalui proses
dan rutinis supply chain.
Menurut perspektif sosiologis, trust muncul melalui interaksi sosial antara mitra
pertukaran (Powell, 1990). Jika transaksi tertanam dalam hubungan sosial timbal balik
yang lebih luas, maka pelaku transaksi dapat mengandalkan sanksi sosial untuk
melindungi kepentingan mereka. Berbagai jenis sanksi sosial dapat mengontrol
oportunisme: penarikan cinta, hormat, prestise, dan / atau (terburuk dari semua) pengusiran
dari komunitas sosial. Seiring meningkatnya durasi dan intensitas interaksi antara pelaku
transaksi, akan semakin besarlah tuntutan obligasi tarik dan sanksi sosial menjadi lebih
mujarab.
Trust butuh waktu untuk dikembangkan dan hanya dapat dibangun perlahan-lahan
dari waktu ke waktu (Dyer & Chu, 2000). Ketika pelaku transaksi melakukan hubungan
pertukaran jangka panjang, mereka mengembangkan sejarah bersama-sama. Kebanyakan
individu cenderung bergantung orang-orang dengan siapa mereka telah memiliki relasi
masa lalu yang panjang dan stabil (misalnya, anggota keluarga, teman, dll). Orang-orang
ini dapat menjatuhkan sanksi sosial pada individu tersebut. Semakin lama durasi sejak
pertahubungan yang terjalin antara pemasok dan pembeli, semakin tinggi Supplier Trust
pemasok terhadap pembeli. Berdasarkan pada perspektif process-based yang mengakui
bahwa kepercayaan antarorganisasi dapat dibangun di atas proses impersonal dan rutinitas
yang menciptakan konteks yang stabil untuk pertukaran. Individu dapat datang dan pergi
di dua organisasi tetapi orientasi kepercayaan tidak akan terpengaruh karena kepercayaan
tidak didasarkan pada hubungan individu. Salah satu proses yang akan dilihat adalah
proses pemilihan supplier (Dyer & Chu, 2000), yakni proses yang digunakan pembeli
Universitas Kristen Petra
untuk memilih pemasok. Dalam beberapa kasus, pembeli menggunakan proses tender yang
kompetitif dimana pemain lama tidak diberikan keuntungan, terlepas dari kinerja masa lalu.
Dalam kasus lain, pembeli dapat memilih pemasok berdasarkan bukti kinerja mereka di
masa lalu dan memberikan kesempatan pertama bagi pemain lama untuk mendapatkan
bisnis baru. Dalam kasus lain, pemasok lama terus kembali memenangkan “kontrak” dari
tahun ke tahun karena proses seleksi yang mendukung pemain lama. Dengan demikian,
terdapat kontinuitas dalam tingkat tinggi sifat rutinitas pemilihan pemasok. Supplier Trust
lebih tinggi bila pembeli memiliki transaksi yang dilakukan berulang-ulang dengan
pemasok (Gulati, 1995). Pelaku transaksi juga dapat berperilaku dengan cara yang dapat
dipercaya karena “komitmen kredibel” yang telah mereka lakukan dengan mitra dagang.
Misalnya, mitra dagang mungkin saja telah menanam modal dalam suatu area yang
sengaja dirancang untuk menyelaraskan nasib ekonomi mereka. Pengaturan ini sering
disebut sebagai komitmen kredibel. Dalam banyak kasus, komitmen kredibel berlaku
sebagai simbol hubungan, sehingga mendorong individu untuk mengembangkan orientasi
kepercayaan terhadap organisasi mitra (Gerlach, 1992). Ekuitas bersama dapat
menciptakan kondisi bagi kepercayaan informal untuk berkembang. Dengan demikian,
kepemilikan parsial dapat membangun kepercayaan dengan baik menyelaraskan insentif
mitra dagang. Semakin besar kepemilikan pembeli saham pemasok, semakin tinggi tingkat
Supplier Trust si pemasok terhadap pembeli

Buyer-Supplier Relationship (skripsi dan tesis)

Supply Chain Management berhubungan dengan buyer supplier. Buyer supplier
relationship merupakan salah satu aktivitas yang penting dalam menunjang strategi
perusahaan.Oleh karena itu perusahaan sangat perlu menjaga hubungan baik antara buyer
dan supplier.Sejalan dengan pernyataan tersebut, Hollensen (2013) menjelaskan hubungan
yang baik antara buyer supplier merupakan bagian penting dari perusahaan yang selalu
berhubungan dalam membangun perusahaan.
Menurut Giunipero et al, (2008) dalam Gebert (2012) ada tiga prespektif buyer
supplier relationship, yaitu: 1). Dyadic downstream merupakan hubungan antara buyer
supplier yang berdasarkan pendapat buyer, 2). Dyadic Upstream merupakan kebalikan
dari dyadic downstream, hubungan antara buyer supplier yang berdasarkan pendapat
supplier, dan yang terakhir 3). Dyadic both merupakan gabungan antar keduanya,
hubungan ini berdasarkan pendapat buyer dan supplier.
Keuntungan dengan dilakukannya hubungan antara buyer dan supplier akan
berdampak pada level operasional dan level strategi dengan meningkatnya kulitas produksi
dan inovasi, serta dapat mengurangi biaya dan dapat meningkatkan keunggulan bersaing
(Kannan & Tan, 2006). Damlin et al, 2012 juga menambahkan bahwa keuntungan
hubungan ini juga berpengaruh pada level strategic dalam membantu perusahaan mencapai
tujuan jangka panjang dan profit.
Menurut Hollensen, (2003) ada empat factor utama dalam menjaga hubungan baik
antara buyer dan supplier yaitu:
1. Kepercayaan adalah keyakinan antara buyer supplier untuk menepati janji
sesuai kesepakatan tanpa merugikan salah satu pihak.
2. Empati adalah suatu usaha untuk memahami apa yang diinginkan oleh
buyer supplier.
3. Timbal-Balik adalah dimana buyer supplier saling memberikan dukungan
atau keputusan yang saling menguntungkan.

Supply Chain Risk Management (skripsi dan tesis)

Istilah “Supply Chain Risk Management”, yang akan disingkat menjadi SCRM
dalam penelitian ini, masih relatif baru. Istilah ini pertama muncul dalam literatur pada
tahun 1982.Ini pada awalnya digunakan dalam konteks logistik, danmenekankan
pengurangan persediaan dalam organisasi. Konsep ini, secara umum, masih baru, dan
belum diketahui banyak perusahaan (Blos et al. 2009). SCRM adalah multidisiplin yang
sangat luas, dandalam banyak hal masih dalam proses pendefinisian dalam literatur ilmiah
(Smith dan Buddress, 2005). Tujuan SCRM adalah untuk mengidentifikasi potensi sumber
risiko dan mengambil tindakan yang tepat untuk menghindari atau membendung
kerentanan rantai pasokan (Narasimhan dan Talluri, 2009).
Dalam rangka memperkuat struktur rantai pasokan, proses, dan jaringan, potensi
yang memadai untuk manajemen risiko perlu dibangun dan dimanfaatkan (Hollstein &
Himpel, 2013). Bencanaalam-, seperti kasus Fukushima, menggambarkan betapa
pentingnya manajemen risiko. Titik tolak penting terletak pada fleksibilitas proses.
Penyediaan jaringan yang lebih baik dan pemantauan melalui infrastruktur teknologi dan
komunikasi akan semakin diperlukan.Dalam hal perbaikan SCRM, standardisasi,
fleksibilitas, dan redundansi biasanya harus seimbang (Hollstein & Himpel, 2013).
Sedangkan menurut Mark Strom, et. al. (2017) ada tiga hal yang perlu diperhatikan
dalam menerapkan SCRM antara lain;
1. Perencanaan; Memposisioningbuffer redundansi secara umum, berdasarkan
rencana lintas fungsional yang umum. Melakukan Proses tata kelola risiko yang
mendasar. Adanya visibilitas terhadap perubahan dan pola yang muncul di luar
domain perusahaan.
2. Proaktif; Secara proaktif merespons mekanisme yang digunakan. Merencanakan
kesinambungan bisnis, melakukan manajemen resiko secara kuantitatif.
Universitas Kristen Petra
3. Fleksibel; adanya fleksibilitas dalam investasi (proses, produk dan kapasitas).
Mengelola tekanan dari mitra kerja yang lemah dalam supply chain. Melakukan
risk strategy segmentation.

Supply Chain Management (skripsi dan tesis)

Dalam lingkungan yang kompetitif sekarang ini, keberhasilan bisnis tunggal akan
tergantung pada kemampuan manajemen untuk mengintegrasikan jaringan rumit
perusahaan dalam hubungan bisnis (Lambert & Cooper, 2000). Membangun jaringan
hubungan antara organisasi, serta seluruh unit bisnis, adalah komponen lain dari tema
kegiatan yang diidentifikasi dalam definisi SCM. Definisi SCM mengutip jaringan
hubungan sebagai aspek kunci dimana hubungan yang dimaksud merujuk kepada
hubungan baik dengan organisasi eksternal contohnya supplier dan internal dengan semua
unit bisnis, atau kombinasi keduanya (Stock, Boyer & Harmon, 2010). SCM menawarkan
kesempatan untuk menangkap sinergi. Dalam hal ini, SCM berhubungan dengan
keseluruhan proses bisnis dan merupakan cara baru dalam mengelola bisnis dan hubungan
dengan anggota lain dari rantai pasokan.
Sebuah penelitian oleh Lambert & Cooper (2000) menunjukkan bahwa mengelola
rantai pasokan melibatkan tiga unsur terkait erat: struktur 1) jaringan rantai pasokan; 2)
proses bisnis rantai pasokan; dan 3) komponen manajemen. Penelitian ini yangkita lakukan
di sini akan fokus pada komponen manajemen.
Sebuah rantai pasokan yang benar-benar terintegrasi membutuhkan komitmen
besar-besaran oleh semua anggota rantai tersebut (Tan, Lyman & Wisner, 2002). Pembeli
mungkin harus merombak proses pembelian dan mengintegrasikan tim pemasok dan
desainer produk langsung ke dalam proses pengambilan keputusan mereka sendiri. Kinerja
pemasok yang buruk bukan satu-satunya risiko; perusahaan perlu khawatir tentang
kemungkinan pemasok membagikan rahasia dagang kepada pesaing atau berkeliaran
sebagai pesaing.
Banyak produsen dan pedagang telah menganut konsep manajemen rantai pasokan
untuk meningkatkan tujuan pengembangan produk, kualitas dan pengiriman, dan untuk
menghilangkan limbah (Tan, Lyman & Wisner, 2002). Ini telah memungkinkan
perusahaan untuk mengeksploitasi kekuatan pemasok dan teknologi untuk mendukung
upaya pengembangan produk baru (Morgan &Monczka, 1995), dan mulus
mengintegrasikan fungsi-fungsi logistik dengan mitra transportasi.
Universitas Kristen Petra
Produsen cerdas sering melibatkan pemasok secara strategis dalam upaya
pengembangan produk baru mereka. Dengan melibatkan pemasok awal dalam tahap desain,
produsen mampu mengembangkan solusi konseptual alternatif, pilih komponen terbaik
dan teknologi, dan membantu dalam penilaian desain (Burt & Soukup, 1985). Manajemen
rantai pasokan berupaya meningkatkan kinerja melalui penghapusan limbah dan
penggunaan yang lebih baik dari kemampuan pemasok internal dan eksternal dan
teknologi (Morgan & Monczka, 1996).

Peran Rekam Medis dalam Manajemen Risiko (skripsi dan tesis)

Menurut R.Hatta (2013:319) pendokumentasian rekam medis yang
lengkap dan akurat menjadi landasan yang efektif dalam manajemen
risiko. Hal ini disebabkan karena rekam medis merupakan sumber
informasi yang paling baik untuk menunjukan apakah pelayanan yang
diberikan sudah sesuai dengan standar pelayanan klinis / kesehatan. Para
manajer informasi kesehatan harus memperhatikan teknik manajemen
risiko. Misalnya, penyaringa terhadap berbagai kejadian (occurence
screening) dengan cara menelaah rekam medis saat ini dan data pasien
pulang untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kejadian yang
memerlukan ganti rugi. Untuk itu bagian manajemen informasi
kesehatan perlu menegakkan pedoman pendokumentasian yang
mencakup unsur kerahasiaan dan keamanan serta lengkap, akurat dan
bisa dibaca. Dokumentasi ini akan berguna sebagai alat untuk
memperoleh keluaran pelayanan kesehatan yang positif, oleh karena
pendokumentasian yang tidak lengkapdapat menghasilkan kesalahan
medis (medical eror), keterlambatan pengobatan dan kerugian pasien.
Menurut Siswati (2017:112) kesehatan dan keselamatan kerja tidak
hanya penting bagi petugas rekam medis tetapi juga dapat menunjang
produktivitas kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja petugas rekam
medis yang baik akan berdampak positif terhadap produktivitas kerja
petugas rekam medis sehingga akan meningkatkan pelayanan kesehatan
dan menguntungkan bagi rumah sakit. Risiko kecelakaan kerja dapat
menimbulkan turunnya produktivitas kerja, sehingga perlu dilakukan
usaha untuk meminimalisasi terjadinya dampak risiko kecelakaan kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja dimaksudkan untuk mencegah,
mengurangi, melindungi bahkan menghilangkan risiko kecelakaan kerja
(zero accident). Perilaku petugas rekam medis bagian filing dalam
bekerja merupakan salah satu penyebab risiko terjadinya kecelakaan
kerja, yaitu unsafe action dan unsafe condition.
Menurut Keiger dalam Skurka (2003:212) manajemen risiko adalah
proses mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengeliminasi atau
mengelola risiko yang menunjukkan ancaman keamanan kepada pasien
atau ancaman finansial pada fasilitas kesehatan. Program manajemen
risiko pada faskes harus berhubungan dekat pada program manajemen
kualitas (quality management/ QM). Beberapa faskes membuat
departemen manajemen risiko secara terpisah; sisanya memasukkan
kegiatan manajemen risiko ke tugas pihak lain, seperti departemen
manajemen informasi kesehatan. Di manajemen risiko, pendekatan
finansial dan statistik digunakan untuk memfokuskan pada pasien,
perawat, dokter, profesional pelayanan kesehatan lainnya, serta pegawai
tambahan. Faskes sering mempekerjakan seorang manajer manajemen
risiko yang mengevaluasi interaksi komponen risiko dan mengasesmen
risiko pada faskes.
Menurut Keiger dalam Skurka (2003:212) program manajemen
risiko yang sukses bergantung pada komitmen dengan administrasi
faskes. Hanya dengan dukungan administrasi tingkat tinggi manajer MR
bisa terlibat pada seluruh area faskes yang mungkin mengandung atau
menghasilkan risiko. Manajer MR juga harus punya akses ke laporan
insiden, data insiden pegawai, dan seterusnya.
Menurut Keiger dalam Skurka (2003:212) profesional manajemen
informasi kesehatan membantu manajer MR dalam mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan mengeliminasi atau mengelola risiko. Rekam
kesehatan merupakan alat skrining yang penting untuk mengidentifikasi
informasi yang berhubungan dengan risiko pada faskes. Faskes bisa
memilih antara skrining secara umum/ generic screening atau skrining
saat kejadian/occurrence screening untuk mengidentifikasi risiko.
Skirining saat kejadian melibatkan identifikasi konkuren atau
retrospektif pada dokter serta adanya kerugian pasien yang berhubungan
dengan faskes. Istilah skirining secara umum/ generic screening kadang
digunakan karena kriteria yang digunakan diterapkan pada seluruh
pasien dan tidak terikat pada satu diagnosa/ prosedur. Contohnya,
ketidakcocokan reaksi saat pengobatan, transfusi, dan anestesi dapat
direview.
Tiap-tiap rumah sakit mengharuskan untuk menetapkan standar
kode diagnosis, kode prosedur/tindakan, simbol, singkatan, dan artinya
yang telah ditetapkan di SNARS edisi satu di bagian MIRM 12. Maksud
dan Tujuan MIRM 12 adalah dengan menggolongkan terminologi, arti,
kamus, serta nomenklatur memudahkan untuk membandingkan data dan
informasi di dalam rumah sakit dan membandingkan antar rumah sakit.
Standardisasi berguna untuk mencegah terjadi salah komunikasi dan
potensi kesalahan. Penggunaan singkatan yang digunakan rumah sakit
secara seragam kode diagnosis dan prosedur memudahkan
pengumpulan data serta analisisnya sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Singkatan dapat menjadi masalah dan mungkin berbahaya, terutama
berkaitan dengan penulisan resep obat. Sebagai tambahan, jika satu
singkatan dipakai untuk bermacam- macam istilah medik akan terjadi
kebingungan dan dapat menghasilkan kesalahan medik. Singkatan dan
simbol juga digunakan termasuk daftar “jangan digunakan” (do-notuse). Ketentuan ini harus sesuai dengan standar lokal dan nasional yang
diakui.
Elemen Penilaian MIRM 12 adalah terdapat regulasi standardisasi
kode diagnosis, kode prosedur/tindakan, definisi, simbol yang
digunakan dan yang tidak boleh digunakan, singkatan yang digunakan
dan yang tidak boleh digunakan, serta dimonitor pelaksanaannya.
Ketentuan tersebut dilaksanakan dan dievaluasi agar mutu manajemen
informasi rekam medis terlaksana khususnya dalam mengkode
diagnosis penyakit di berkas rekam medis.

Rekam Medis (skripsi dan tesis)

Menurut Permenkes RI No. 269/MENKES/PER/III/2008 rekam
medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien.
Menurut Huffman (1994) rekam medis adalah rekaman atau catatan
mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana dan bagaimana pelayanan
yang diberikan kepada pasien selama perawatan, yang memuat
pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperoleh serta
memuat informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien,
membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.
Menurut Wijono (1999) rekam medis diartikan sebagai keterangan
baik yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamnese,
penentuan fisik laboratorium, diagnosis segala pelayanan dan tindakan
medis yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang rawat
inap, rawat jalan, maupun yang didapatkan di rawat darurat.
Menurut Budi (2011) rekam medis memiliki arti yang cukup luas,
tidak hanya sebatas berkas yang digunakan untuk menuliskan data
pasien tetapi juga dapat berupa rekaman dalam bentuk sistem informasi
(pemanfaatan sistem rekam medis elektronik) yang dapat digunakan
untuk segala informasi pasien terkait pelayanan yang diberikan di
fasilitas pelayanan kesehatan sehingga dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan, seperti pengambilan keputusan pengobatan kepada pasien,
bukti legal pelayanan yang diberikan, dan dapat juga sebagai bukti
tentang kinerja sumber daya manusia di fasilitas pelayanan kesehatan.
Tujuan dari rekam medis dapat dilihat dari berbagai aspek, antara
lain :
1) Aspek Administrasi
Rekam medis memiliki nilai administrasi karena isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung
jawab dari tenaga kesehatan dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
2) Aspek Medis
Rekam medis memiliki nilai medis karena isi yang terkandung
didalamnya dapat dipergunakan sebagai dasar atas untuk
merencanakan pengobatan atau perawatan seorang pasien.
3) Aspek Hukum
Rekam medis memiliki nilai hukum karena berisi jaminan
kepastian hukum atas dasar keadilan dan sebagai bahan bukti
untuk menegakkan keadilan.
4) Aspek Keuangan
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai uang, karena
isinya menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan
sebagai aspek keuangan.
5) Aspek Penelitian
Suatu dokumen .rekam medis mempunyai nilai penelitian,
karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat
dipergunakan sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang kesehatan.
6) Aspek Pendidikan
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai pendidikan,
karena isinya menyangkut data/informasi tentang
perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medis yang
diberikan kepada pasien, informasi tersebut dipergunakan
sebagai bahan referensi pengajaran bidang profesi pemakai.
7) Aspek Dokumentasi
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai dokumentasi,
karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus
didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan rumah sakit.

Buku Saku (skripsi dan tesis)

Buku saku adalah buku berukuran kecil yang mudah dibawa dan
dapat dimasukkan ke dalam saku (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2018). Pengertian lainnya menurut Imas Kurniasih (2014:90) adalah
suatu buku yang ukurannya 18 cm x 10 cm yang bisa dimasukkan
kedalam saku yang berisi informasi mengenai satu tema tertentu.
Menurut Sulistyani (Dalam Asyhari, 2016) mengatakan beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan buku saku, antara lain:
1) Konsistensi penggunaan simbol dan istilah pada buku saku,
2) Penulisan materi secara singkat dan jelas pada buku saku,
3) Penyusunan teks materi pada buku saku sedemikian rupa
sehingga mudah dipahami,
4) Memberikan kotak atau label khusus pada rumus,
penekanan materi dan contoh soal,
5) Memberikan warna dan desain yang menarik pada pocket
book,
6) Ukuran font standar isi adalah 9-10 point, jenis font
menyesuaikan isinya
7) Jumlah halamannya kelipatan dari 4 misalnya 12 halaman,
16 halaman, 20 halaman, 24 halaman, dan seterusnya. Hal
ini dikarenakan untuk menghindari kelebihan atau
kekurangan beberapa halaman kosong.
Manfaat dari buku saku antara lain :
1) Media panduan singkat
2) Informasi mengenai suatu hal tertentu
3) Mudah dibawa
4) Tidak dalam kemasan yang besar
Buku saku biasanya dibuat untuk memenuhi kebutuhan informasi
secara ringkas, cepat, fleksibel dan tidak memakan banyak tempat.
Dalam menentukan ukuran halaman, yang penting adalah
prinsip proporsionalitas. Proporsionalitas adalah perbandingan
panjang dan lebar seimbang (kecuali untuk tujuan tertentu kita bisa
menggunakan ukuran yang tidak umum). Prinsip kedua adalah
kemudahan, bagaimana agar buku itu mudah dibawa. Ketiga,
hubungannya dengan tebal buku atau panjang naskah. Jika naskah
kita tebal, mungkin ukuran halaman bisa menggunakan format
standart. Tapi jika naskah kita terlalu tipis, kita bisa pilih ukuran
buku yang lebih kecil agar tebal buku masih memadai untuk
kebutuhan penjilidan (binding).
Browne dan Wildavsky (dalam Haryati, 2015) mengemukakan
bahwa implementasi buku saku adalah perluasan aktivitas yang
saling menyesuaikan. Pengertian implementasi sebagai aktivitas
yang saling menyesuaikan. Setelah buku saku yang telah dibuat,
buku saku tersebut harus diimplementasikan sebagai sumber
pembelajaran dalam penerapan kerja, dan pelihara agar dapat
dipelajari dengan baik. Proses implementasi dalam bagian ini adalah
kelanjutan dari tahap observasi, analisa pretest, dan desain siklus
pengembangan buku saku yang dibahas. Implementasi adalah
langkah yang vital dalam pengembangan buku saku untuk
mendukung petugas dan pihak pihak yang berkepentingan lainnya.

Ranah Kognitif dalam Taksonomi Bloom (skripsi dan tesis)

Menurut Pusat Pengembangan Pendidikan dan Aktivitas
Instruksional Politeknik Negeri Sriwijaya (2018) ranah ini meliputi
kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah
dipelajari, yang berkenaan dengan kemampuan berpikir, kompetensi
memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi,
penentuan dan penalaran. Tujuan pembelajaran dalam ranah kognitif
(intelektual) atau yang menurut Bloom merupakan segala aktivitas yang
menyangkut otak dibagi menjadi 6 tingkatan sesuai dengan jenjang
terendah sampai tertinggi yang dilambangkan dengan C (Cognitive)
(Dalam buku yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives.
Handbook 1 : Cognitive Domain yang diterbitkan oleh McKey New
York. Benyamin Bloom pada tahun 1956) yaitu:
a. C1 (Pengetahuan/Knowledge)
Pada jenjang ini menekankan pada kemampuan dalam
mengingat kembali materi yang telah dipelajari, seperti
pengetahuan tentang istilah, fakta khusus, konvensi,
kecenderungan dan urutan, klasifikasi dan kategori, kriteria
serta metodologi. Tingkatan atau jenjang ini merupakan
tingkatan terendah namun menjadi prasyarat bagi tingkatan
selanjutnya. Di jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan
berdasarkan dengan hapalan saja.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini
adalah : mengutip, menyebutkan, menjelaskan,
menggambarkan, membilang, mengidentifikasi, mendaftar,
menunjukkan, memberi label, memberi indeks, memasangkan,
menamai, menandai, membaca, menyadari, menghafal, meniru,
mencatat, mengulang, mereproduksi, meninjau, memilih,
menyatakan, mempelajari, mentabulasi, memberi kode,
menelusuri, dam menulis.
b. C2 (Pemahaman/Comprehension)
Pada jenjang ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan
dalam memahami materi tertentu yang dipelajari. Kemampuankemampuan tersebut yaitu :
1) Translasi (kemampuan mengubah simbol dari satu
bentuk ke bentuk lain)
2) Interpretasi (kemampuan menjelaskan materi)
3) Ekstrapolasi (kemampuan memperluas arti).
Di jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan dengan
kata-katanya sendiri dan dengan memberikan contoh baik
prinsip maupun konsep.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini
adalah : memperkirakan, menjelaskan, mengkategorikan,
mencirikan, merinci, mengasosiasikan, membandingkan,
menghitung, mengkontraskan, mengubah, mempertahankan,
menguraikan, menjalin, membedakan, mendiskusikan,
menggali, mencontohkan, menerangkan, mengemukakan,
mempolakan, memperluas, menyimpulkan, meramalkan,
merangkum, dan menjabarkan.
c. C3 (Penerapan/Application)
Pada jenjang ini, aplikasi diartikan sebagai kemampuan
menerapkan informasi pada situasi nyata, dimana peserta didik
mampu menerapkan pemahamannya dengan cara
menggunakannya secara nyata. Di jenjang ini, peserta didik
dituntut untuk dapat menerapkan konsep dan prinsip yang ia
miliki pada situasi baru yang belum pernah diberikan
sebelumnya.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini
adalah : menugaskan, mengurutkan, menentukan, menerapakan,
menyesuaikan, mengkalkulasi, memodifikasi, mengklasifikasi,
menghitung, membangun, membiasakan, mencegah,
menggunakan, menilai, melatih, menggali, mengemukakan,
mengadaptasi, menyelidiki, mengoperasikan, mempersoalkan,
mengkonsepkan, melaksanakan, meramalkan, memproduksi,
memproses, mengaitkan, menyusun, mensimulasikan,
memecahkan, melakukan, dan mentabulasi.
d. C4 (Analisis/Analysis)
Pada jenjang ini, dapat dikatakan bahwa analisis adalah
kemampuan menguraikan suatu materi menjadi komponenkomponen yang lebih jelas. Kemampuan ini dapat berupa :
1) Analisis elemen/unsur (analisis bagian-bagian materi)
2) Analisis hubungan ( identifikasi hubungan)
3) Analisis pengorganisasian prinsip/prinsip-prinsip
organisasi (identifikasi organisasi)
Di jenjang ini, peserta didik diminta untuk menguraikan
informasi ke dalam beberapa bagian menemukan asumsi, dan
membedakan pendapat dan fakta serta menemukan hubungan
sebab akibat.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini
adalah : menganalisis, mengaudit, memecahkan, menegaskan,
mendeteksi, mendiagnosis, menyeleksi, memerinci,
menominasikan, mendiagramkan, mengkorelasikan,
merasionalkan, menguji, mencerahkan, menjelajah,
membagankan, menyimpulkan, menemukan, menelaah,
memaksimalkan, memerintahkan, mengedit, mengaitkan,
memilih, mengukur, melatih, dan mentransfer.
e. C5 (Sintesis/Synthesis)
Pada jenjang ini, sintesis dimaknai sebagai kemampuan
memproduksi dan mengkombinasikan elemen-elemen untuk
membentuk sebuah struktur yang unik. Kemampuan ini dapat
berupa memproduksi komunikasi yang unik, rencana atau
kegiatan yang utuh, dan seperangkat hubungan abstrak. Di
jenjang ini, peserta didik dituntut menghasilkan hipotesis atau
teorinya sendiri dengan memadukan berbagai ilmu dan
pengetahuan.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini
adalah : mengabstraksi, mengatur, menganimasi,
mengumpulkan, mengkategorikan, mengkode,
mengkombinasikan, menyusun, mengarang, membangun,
menanggulangi, menghubungkan, menciptakan,
mengkreasikan, mengoreksi, merancang, merencanakan,
mendikte, meningkatkan, memperjelas, memfasilitasi,
membentuk, merumuskan, menggeneralisasi, menggabungkan,
memadukan, membatas, mereparasi, menampilkan,
menyiapkan, memproduksi, merangkum, dan merekonstruksi.
f. C6 (Evaluasi/Evaluation)
Pada jenjang ini, evaluasi diartikan sebagai kemampuan
menilai manfaat suatu hal untuk tujuan tertentu berdasarkan
kriteria yang jelas. Kegiatan ini berkenaan dengan nilai suatu
ide, kreasi, cara atau metode. Pada jenjang ini seseorang
dipandu untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman
yang lebih baik, penerapan baru serta cara baru yang unik dalam
analisis dan sintesis. Menurut Bloom paling tidak ada 2 jenis
evaluasi yaitu :
1) Evaluasi berdasarkan bukti internal
2) Evaluasi berdasarkan bukti eksternal
Di jenjang ini, peserta didik mengevaluasi informasi
termasuk di dalamnya melakukan pembuatan keputusan dan
kebijakan.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini
adalah : membandingkan,menyimpulkan, menilai,
mengarahkan, mengkritik, menimbang, memutuskan,
memisahkan,memprediksi, memperjelas, menugaskan,
menafsirkan, mempertahankan, memerinci, mengukur,
merangkum, membuktikan, memvalidasi, mengetes,
mendukung, memilih, dan memproyeksikan.

Manajemen Risiko (skripsi dan tesis)

Menurut KBBI risiko adalah akibat yang tidak menyenangkan dimana dapat
memberi kerugian atau membahayakan. Risiko berasal dari kata Italia “risicare”
yang mana artinya suatu pilihan dalam kondisi yang tidak pasti atau risiko
merupakan suatu ketidakpastian yang dapat mempengaruhi organisasi. Risiko dapat
mempengaruhi secara negatif dalam mencapai tujuan suatu organisasi. Manajemen
risiko dianggap sebagai lapisan tengah pada struktur sebuah tata kelola. Tujuan dari
manajemen risiko ialah untuk melakukan identifikasi dan meminimalisir sebuah
risiko yang dapat memberi pengaruh dalam mencapai keberhasilan organisasi
(Anderson dkk, 2017).
Pengertian manajemen risiko berdasarkan dari Institute Risk Management
(IRM) yaitu proses yang memberikan bantuan kepada organisasi agar dapat
memahami, melakukan evaluasi dan juga melakukan pengambilan tindakan dari
risiko yang muncul. Organisasi melakukan hal ini agar dapat menaikkan
kemungkinan keberhasilan dan mengurangi kemungkinan dari kegagalan
organisasi (Hopkin, 2010).
Pengertian manajemen risiko berdasarkan dari Business Cotinuity Insitute
yaitu budaya, proses dan struktur yang diimplementasikan oleh organisasi secara
efektif untuk mengelola pelung dan menghindari kegagalan yang mungkin dapat
terjadi pada organisasi (Hopkin, 2010)

Aset Informasi (skripsi dan tesis)

Aset ialah suatu sumber daya yang berperan penting dan dimiliki oleh sebuah
perusahaan atau organisasi. Aset memberikan dukungan pada organisasi dalam
mencapai tujuannya ( Dewi, dkk., 2016). Aset informasi merupakan kumpulan dari
informasi-informasi yang didefinisikan dan dikelola menjadi satu sehingga dapat
dengan mudah untuk dipahami, dibagikan, dilindungi dan dimanfaatkan secara
efektif. aset informasi memiliki nilai, risiko, konten dan siklus hidup yang dapat
dengan mudah diatur dan dikenali (Digital Continuity Project, 2011).
Pada penelitian ini aset informasi mengarah pada penjelasan mengenai
elemen suatu sistem informasi. Elemen sistem informasi disusun dari elemenelemen pendukung yaitu perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software),
manusia (people), data, dan jaringan (network). Elemen tersebut memiliki
keterikatan satu dengan yang lain untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan. Setiap komponen akan dijelaskan sebagai berikut (Rachmawan, 2017).
1. Perangkat Keras (Hardware)
Perangkat keras (hardware) ialah sebuah alat yang memiliki peranan penting
sebagai tempat sistem operasi digunakan untuk mengolah atau memproses
suatu informasi. Hardware bekerja berdasarkan dari perintah yang telah
ditentukan. Hardware misalnya komputer, server, printer, dan monitor.
2. Perangkat Lunak (Software)
Perangkat lunak (software ) ialah beberapa perintah yang telah ditentukan dan
dijalankan oleh mesin komputer dalam melaksanakan tugasnya. Tujuan dari
software adalah untuk pengolahan data agar menghasilkan informasi yang
dapat digunakan.
3. Manusia (People)
Manusia (people) merupakan suatu faktor penting yang tidak dapat
dilepaskan dari bagian suatu organisasi. Manusia memiliki peran dalam
menentukan perkembangan suatu organisasi karena manusia juga merupakan
aset yang dimiliki oleh organisasi. Adapun yang harus diperhatikan dalam
aset manusia yaitu keahlian teknis, pengetahuan bisnis, dan orientasi dalam
memecahkan permasalahanan.
4. Data
Data merupakan kumpulan dari kejadian nyata atau fakta yang memberi
sebuah gambaran yang luas tentang suatu keadaan. Dalam teknologi
informasi data berada pada database. Pada database inilah data disimpan
dengan tujuan sebagai informasi yang dapat digunakan dalam mendukung
organisasi untuk kegiatan operasional.
5. Jaringan (network)
Jaringan komputer merupakan hubungan antara beberapa komputer satu
dengan yang lainnya agar dapat saling berbagi data dan informasi,
mempermudah komunikasi dan membantu dalam memberikan akses
informasi dengan cepat.

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Komunikasi dan Informatika (skripsi dan tesis)

Dinas Komunikasi dan Informatika memiliki tugas yaitu melaksanakan
kegiatan di pemerintahan bidang komunikasi dan informatika. Tugas pokok dan
DISKOMINFO dibagi menjadi tugas pokok dan fungsi kepala dinas, dan masing-
masing bidang yang ada di Dinas Komunikasi dan Informatika Penajam Paser Utara
(Perbud, 2017).
1. Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Dinas
Dinas Komunikasi dan informatika dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang
mempunyai tugas pokok yaitu untuk dapat memimpin, mengatur,
mengkoordinasikan dan bertanggung jawab dalam melaksaakan tugas di
pemerintahan daerah. Kepala Dinas dalam melaksanakan tugasnya untuk
menyelenggarakan fungsi :
– Perumusan dan penetapan Rencana Strategis Organisasi berdasarkan RPJMD
pemerintah Daerah, tugas, permasalahan dan kebijakan
– Perumusahan upaya dalam meningkatkan dan mengembangkan
kebijaksanaan pada DISKOMINFO
– Perumusan pedoman kerja sebagai arah dalam melaksanakan tugas
– Pendistribusian tugas kepada sekretariat dan kepala di masing-masing bidang
2. Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Aplikasi Informasi dan Persandian
Bidang aplikasi informasi dan persandian memiliki tugas pokok yaitu
mengadakan pengkajian terkait material kebijakan teknis dan fasilitias aplikasi
informasi dan persandian. Adapun fungsi dalam melaksanakan tugas Bidang
Aplikasi Informatika dan Persandian dibawah ini :
– Menjadi pengarah dalam menyusun rencana kegiatan di bidang aplikasi
informasi dan persandian
– Penyusunan rencana program perumusan renstra organisasi pada
DISKOMINFO
– Perumusan peningkatan dan pengembangan program bidang aplikasi
informasi dan persandian
– Pendistribusian tugas ke kepala seksi pada bidang aplikasi informasi dan
persandian
3. Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Informasi, Komunikasi Publik dan
Kehumasan
Bidang informasi, komunikasi pubik dan kehumasan memiliki tugas
melaksanakan penyusunan kebijakan teknis dan fasilitasi informasi, komunikasi
dan kehumasan. Dalam menjalankan tugasnya bidang ini pengadakan fungsi:
– Sebagai arahan dalam penyusunan rencana kegiatan yang berdasarkan
penugasan, permasalahan, dan kebijakan
– Penyusunan rencana berdasarkan usulan sebagai bahan perumusan Renstra
Organisasi Perangkat Daerah
– Pendistribusian tugas ke masing-masing kepala seksi berdasarkan peraturan
Bupati
– Sebagai pengendali dalam pelaksanaan tugas admistratif dan teknis
operasional
4. Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Sumberdaya TIK dan Statistik
Bidang Sumberdaya TIK dan Statistik memiliki tugas pokok sebagai
pengendali dalam perencanaan program pembangunan pengembangan sumber daya
dan ekosistim TIK serta monitoring,evaluasi dan statistik. Bidang ini
menyelenggarakan fungsi :
– Memberi arahan dalam Menyusun rencana kegiatan yang didasarkan oleh
tugas, permasalahan dan kebijakan
– Penyusunan rencana program untuk perumusan Renstra Organisasi Perangkat
Daerah Dinas Komunikasi dan Informatika
– Melakuakan perumusan sebagai upaya dalam peningkatan dan
pengembangan program bidang sumberdaya TIK dan statistic

Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Kabupaten Penajam Paser Utara (skripsi dan tesis)

Dinas Komunikasi dan Informatika (DISKOMINFO) Kabupaten Penajam
Paser Utara dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati Penajam Paser Utara nomor 43
Tahun 2017 Tanggal 30 Oktober 2017 tentang Susunan Organisasi, Tata Kerja,
Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Komunikasi dan Informatika Penajam Paser Utara
(Perbud, 2017).
Adapun visi dan misi dari Diskominfo Penajam Paser Utara yaitu (Dinas
Komunikasi dan Informatika ) :
A. Visi
Mewujudkan Pelayanan Prima dengan Berbasis Pada Teknologi Informasi.
B. Misi
1. Meningkatkan Pelayanan Berbasis E-Gov
2. Meningkatkan Sistem Informasi Daerah
3. Meningkatkan Sistem Keamanan Informasi Daerah
4. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Data dan Statistik
5. Mewujudkan Media Layanan Publik di Kecamatan

Implementasi Manajemen Risiko Pembiayaan (skripsi dan tesis)

Salah satu aspek penting dalam perbankan syariah adalah proses
pembiayaan yang sehat. Menurut Suhardjono, operasional pembiayaan
meliputi pemasaran pembiayaan, prosedur pemberian pembiayaan,
dokumentasi dan administrasi pembiayaan, pengawasan dan pembinaan
pembiayaan, pengelolaan pembiayaan bermasalah dan penyelesaian
pembiayaan bermasalah.

Pengertian Manajemen Risiko (skripsi dan tesis)

Risiko bisa didefinisikan sebagai kejadian yang merugikan.
Definisi lain yang sering dipakai untuk analisis investasi, adalah
kemungkinan hasil yang sering dipakai untuk analisis investasi, adalah
kemampuan hasil yang diperoleh menyimpang dari yang diharapkan.1
Manajemen risiko menurut bank Indonesia adalah serangkaian
prosedur dan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari
kegiatan usaha bank.2
Widigdo Sukarman mengidentiffikasi manajemen risiko sebagai
keseluruhan system pengelolaan dan pengendalian risiko yang dihadapi
oleh bank yang terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses manajemen
dan organisasi yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas
dan tingkat kesehatan bank yang ditetapkan dalam corporate
plan.3Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
manajemen risiko merupakan system yang digunakan untuk mengelola
risiko yang dihadapi dan mengendalikan risiko tersebut agar tidak
merugikan.
Jenis-jenis risiko bank syariah diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Risiko modal
Risiko modal berkaitan dengan kualitas asset.Bank yang
menggunakan sebagian besar dananya untuk mendanai asset

yang berisiko perlu memiliki modal penyangga yang besar
untuk sandaran bila kinerja asset-aset itu tidak baik.4
b. Risiko likuiditas
Risiko antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi
kewajiban yang telah jatuh tempo. Bank memiliki dua
sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu asset dan liabilitas.5
c. Risiko kredit/pembiayaan
Risiko kredit muncul jika bank tidak bisa memperoleh
kembali cicilan pokok dan atau bunga dari pinjaman yang
diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Hal
ini terjadi sebagai akibat terlalu mudahnya bank memberikan
pinjaman atau melakukan investasi karena dituntut untuk
memanfaatkan kelebihan likuiditasnya sehingga penilaian
kredit menjadi kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai
kemungkinan resiko untuk usaha yang dibiayainya.
d. Risiko pasar
Risiko pasar adalah resiko kerugian yang dapat dialami
bank melalui portofolio yang dimilikinya sebagai akibat
pergerakan variabel pasar yang tidak menguntungkan.
e. Risiko operasional
Resiko operasional adalah resiko akibat kurangnya system
informasi atau system pengawasan internal yang akan
mengahsilkan kerugian yang tidak diharapkan. Resiko ini
mencakup kesalahan manusia (human error), kegagalan
system, dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol yang akan
berpengaruh pada operasional bank.

f. Risiko hukum
Risiko hukum adalah terkait dengan resiko bank yang
menanggung kerugian sebagai akibat adanya tuntutan
hokum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis.6
g. Resiko reputasi
Resiko reputasi adalah resiko yang timbul akibat adanya
publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank
atau karena adanya persepsi negatif terhadap bank.7

Jembatan (skripsi dan tesis)

Jembatan adalah sebuah bangunan yang memungkinkan suatu jalan
menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilangi jalan lain yang tinggi
permukaanya tidak sebidang. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan
sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis
dan estetikaarsitektural yang meliputi: aspek teknis, aspek lalu lintas dan aspek
estetika (Supriyadi dan Muntohar, 2007)
Menurut Supriyadi dan Muntohar (2009), jembatan terbagi menjadi 3
bagian, yaitu:
1. Balok lantai jembatan, berfungsi sebagai lantai untuk lalu lintas, merupakan
balok yang disusun sedemikian sehingga mampu mendukung beban.
Biasanya dipasang dalam arah melintang jembatan, di atas gelagar (rasuk).
2. Gelagar (rasuk), berfungsi sebagai pendukung semua beban yang bekerja
pada jembatan. Bahan gelagar berupa bahan kayu dan atau profil baja berupa
profil kalan, profil H atau I. Bila menggunakan bahan baja, gelagar akan
memberikan kekuatan struktur yang lebih baik dibandingkan bahan kayu
yang berupa balok tunggal dan atau balok susun.
3. Tiang sandaran dan trotoar, berfungsi untuk keselamatan sekaligus untuk
membuat struktur lebih kaku. Sedangkan struktur dapat berdiri sendiri tanpa
bantuan sokongan lain

Keterlambatan Proyek (skripsi dan tesis)

Menurut Niazai (dalam Aziz dkk, 2016) keterlambatan proyek merupakan
waktu pengerjaan proyek yang tidak sesuai dengan schedule yang direncanakan
dan faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan proyek yaitu manajemen situs
yang kurang baik.
Keterlambatan proyek kontruksi merupakan bertambahnya waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan yang sudah direncanakan. Pekerjaan yang tidak dapat
selesai dalam waktu yang direncanakan akan mengalami tambahan biaya
overhead selama proyek masih berlangsung. Sehingga keterlambatan proyek akan
membawa dampak kerugian karena penundaan pengoperasian fasilitas (Hassan
dkk., 2016)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi waktu pelaksanaan konstruksi
terdiri dari 9 kategori adalah:
1. Bahan (Materials)
a. Pengiriman barang
b. Ketersediaan bahan
c. Kerusakan bahan
d. Kualitas bahan
e. Waktu pemesanan yang tidak tepat
2. Tenaga Kerja (Labors)
a. Keahlian tenaga kerja
b. Ketersediaan tenaga kerja
c. Kedisiplinan tenaga kerja
d. Komunikasi antara tenaga kerja dan badan pembimbing
3. Peralatan (Equipment)
a. Kualitas peralatan
b. Kekurangan peralatan
c. Manajaman peralatan yang salah
d. Ketersediaan peralatan
e. Operator yang kurang berpengalaman
4. Keuangan (financial)
a. Fluktuasi nilai rupiah
b. Pembayaran oleh pemilik
c. Ketersediaan keuangan selama proyek beroperasi
d. Harga material
5. Lingkungan (Environment)
a. Cuaca
b. Lokasi proyek
c. Akses ke lokasi proyek
d. Kebutuhan ruang kerja
e. Keamanan lingkungan
6. Perubahan (Change)
a. Perubahan Desain
b. Keadaan geologi
7. Hubungan dengan pemerintah (Geoverment Reletion)
a. Perijinan
b. Birokrasi
8. Kontrak (Contractual)
a. Kurangnya komunikasi
b. Jadwal penyelesaian proyek yang berbeda
c. Kurangnya kerja sama antara Owner dan kontraktor
9. Waktu dan kontrol (Schedulling and controlling)
a. Tenaga kerja yang kurang terlatih
b. Melanggar perencanaan awal proyek
c. Revisi jadwal kerja yang mendadak

Manajaemen Risiko (skripsi dan tesis)

Menurut Loosemore (dalam Setiawan dkk, 2014) Manajemen risiko adalah
penilaian proyek yang meliputi dua aspek yaitu aspek teknik dan aspek non
teknik. Aspek teknik merupakan penilaian proyek yang berhubungan dengan item
pekerjaan, sedangkan aspek non teknik merupakan penilaian hubungan antara
proyek dengan lingkungan daerah, ketua dengan anggota dan sebagainya. Adapun
tujuan dari manajemen risiko adalah sebgai berikut ini:
1. Meminimalisir kerugian yang terjadi dalam pembangunan proyek.
2. Perbaikan risiko yang terjadi pada proyek.
3. Memulihkan risiko yang terjadi pada proyek sehingga kinerja organisasi
dapat di optimalkan kembali.
Menurut Smith dan Ningrum Ratna (dalam Noferi , 2015) Manajemen risiko
dapat melibatkan proses peralatan, teknologi dan teknik yang membantu manajer
proyek untuk membuat suatu keputusan yang tepat sehingga dapat
memaksimalkan konsekuensi positif dan meminimalkan konsekuensi negatif dari
suatu kejadian. Tahapan proses manajemen risiko, yaitu:
1. Identifikasi risiko merupakan proses yang dilakukan secara terus menerus
untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya kerugian. Identifikasi risiko
dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan teknik.
2. Penilaian risiko merupakan proses yang dilakukan dengan menggunakan dua
teknik yaitu teknik penilaian risiko kualitatif dan penilaian risiko kuantitatif.
Penilaian risiko kualitatif yaitu penilaian yang dilihat dari dampak kejadian
yang dapat mengganggu pencapaian dari proyek. Penilaian risiko kuantitatif
yaitu penilaian yang menganalisis dampak risiko dari proyek yang
teridentifikasi secara menyeluruh.
3. Pengelolaan risiko merupakan tahap akhir untuk memformulasikan
pengelolaan risiko yang telah dianalisa dan diidentifikasikan.
Menurut Wideman (dalam Senduk dkk, 2016) Manajemen risiko yaitu
sesuatu ciri khas atau imu pengetahuan untuk mengidentifikasi, menilai, dan
merespon dari risiko proyek yang dilaksanakan serta hal yang esensial untuk
tujuan proyek.
Manajemen risiko (risk management) diartikan sebagai ilmu untuk
mengidentifikasi dan menilai potensi risiko yang terjadi dalam proyek.
Manajemen risiko dibentuk untuk merencakan, menyusun, mengkoordinasi,
mengawasi dan mengorganisir program kerja dalam proyek. Manajemen risiko
dapat digunakan untuk menghadapi masalah dalam perusahaan, masyarakat dan
keluarga. (Listianti dkk dalam Djojosoedarso., 2017)
Menurut Xia (2018), proses manajemen resiko yaitu pengumpulan
dokumen, identifikasi resiko, menganalisis resiko, merespon resiko, dan
mengontrol resiko.
Di dalam proses manajemen pelaksanaan pekerjaan proyek, faktor yang
akan bertanggung jawab atas kegagalan proyek yaitu pilihan yang salah dalam
manajer proyek, berhentinya proyek yang tidak direncanakan, dan manajemen
proyek yang tidak mendukung. (Avots dalam Fadun, 2019)

Jenis Standar Tenaga Kerja (skripsi dan tesis)

Menurutt Heizer dan Render (2009:629) manajemen operasi yang efektif
membutuhkan standar yang dapat membantu perusahaan untuk menentukan hal
berikut antara lain :
1. Muatan pekerja dari setiap barang produksi (biaya pekerja)
2. Kebutuhan staf (berapa orang yang dibutuhkan untuk memproduksi
barang yang dibutuhkan)
3. Perkiraan biaya dan waktu sebelum produksi dilaksnakan (untuk
membantu mengambil beragam keputusan dari perkiraan biaya hingga
ke keputusan untuk membuat sendiri atau membeli
4. Jumlah kru dan keseimbangan pekerjaan (siapa yang mengerjakan apa
dalam suatu aktifitas kelompok atau pada satu lini produksi
5. Tingkat produksi yang diharapkan (jadi, baik manajer maupun pekerja
tahu apa yang termasuk dalam satu hari kerja normal
6. Dasar perencanaan insentif pekerja ( apa yang menjadi acuan untuk
memberikan insentif yang tepat
7. Dasar perencanaan dan pengawasan (sebuah stabdar diperlukan untuk
mengetahui apa yang digunakan dalam penentuan efisiensi)
Standar tenaga kerja menurut Heizer dan Rende (2009:629), yang
ditetapkan secara benar mewakili waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja
rata-rata untuk melaksanakan akrifitas tertentu di bawah kondisi kerja normal.
Standar tenaga kerja ditetapkan dengan empat cara antara lain :
1. Pengalaman masa lalu (historical experience)
Standar tenaga kerja dapat diperkirakan berdasarkan pengalaman
historis, yakni berapa jam yang dibutuhkan pekerja untuk melakukan
suatu pekerjaan. Standar historis mempunyai kelebihan karena untuk
memperolehnya relatif mudah dan murah. Standar ini biasanya
diperoleh dari kartu waktu pekerja atau data produksi. Walaupun
demikian, standar ini tidak objektif dan kita tidak mengetahui
akurasinya, ini mencerminkan kecepatan kerja yang layak atau buruk,
dan apakah kejadian yang tidak biasa terjadi telah disertakan dalam
perhitungan. Karena variabel ini tidak diketahui, penggunaan teknik ini
tidak dianjurkan. Sebagai penggantinya studi waktu, standar waktu
yang telah ditentukan, dan pengambilan sempel tenaga lebih
dianjurkan.
2. Studi waktu (time studies)
Pengambilan waktu dengan menggunakan stopwatch atau studi waktu
yang pada awalnya diperkenalkan oleh Fredick W. Taylor ditahun
1881, menjadi metode yang paling banyak digunakan hingga sekarang,
prosedur studi waktu mencakup menghitung waktu conroh sampel
tenaga kinerja seorang pekerja dan menggunakannya sebagai standar.
Seorang pekerja yang terlatih dan berpengalaman dapat menerapkan
standar dengan delapan langkah berikut :
a. Definisikan pekerjaan yang akan diamati (setelah analisis metode
dilakukan).
b. Bagi pekerjaan menjadi elemen yang tepat (bagian dari pekerjaan
yang sering membutuhkan tidak lebih dari beberapa detik).
c. Tentukan berapa kali akan dilakukan pengamatan (jumlah siklus
atau sample yang dibutuhkan).
d. Hitung waktu dan catat waktu elemen serta tingkat kinerja.
e. Hitung waktu siklus rata-rata. Waktu siklus pengamatan ratarata (average observed cycle time) merupakan rata-rata aritmetika
dari waktu setiap elemen yang diukur, yang disesuaikan dari
pengaruh yang tidak biasa untuk setiap elemen :
a). Waktu siklus pengamatan rata-rata = (jumlah waktu yang
dicatat untuk melaksanakan setiap system)
f. Tentukan tingkat kinerja (kecepatan kerja), kemudian hitung waktu
normal total (normal time) untuk setiap unsur.
Waktu normal total = (waktu pengamatan rata-rata)
x ( faktor tingkat kinerja)
f. Tambahkan waktu normal untuk setiap unsur pekerjaan untuk
mendapatkan waktu normal total waktu pekerjaan tersebut.
g. Hitunglah waktu standar. Penyelesaian ke waktu normal total
memberikan kelonggaran, seperti kebutuhan pribadi, keterlambatan
yang dihindarkan dan kelelahan.
3. Pengambilan sampel kerja (work sampling).
Memperkirakan persentase waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja
paa beragam pekerjaannya. Kegunaan utama dari work sampling adalah untuk
mengetahui ratio kelambatan, yang menggambarkan persentase dari waktu tenaga
kerja atau mesin terlambat atau nganggur dan untuk menganalisa pekerjaan yang
tugasnya bukan repetitive. Prosedur pengambilan sampel kerja dapat diringkas
menjadi lima langkah antara lain :
a. Ambil sampel awal untuk mendapatkan sebuah perkiraan nilai
parameter (seperti perhitungan persentase waktu sibuk seorang
pekerja).
b. Hitung ukuran sampel yang dibutuhkan.
c. Buat jadwal untuk mengamati pekerjaan pada waktu yang layak.
d. Lakukan pengamatan dan catat aktivitas pekerja.
e. Tentukan bagaimana pekerja menghabiskan waktu mereka
(biasanya dalam persentase).
Pengambilan sampel kerja menawarkan beberapa kelebihan dibandingkan
metode studi waktu. Pertama, pengambilan sampel kerja menawarkan beberapa
kelebihan dibandingkan metode studi wakrtu. Kedua, Pengamat tidak
membutuhkan pelatihan yang khusus dan tidak diperlukan dapat ditunda kapan
saja dengan menghasilkan sedikit dampak pada hasil. Ketiga, Penelitian sampel
kerja dengan menghasilkan sedikit dampak pada hasil. Keempat, prosedur yang
ada hanya sedikit mengganggu dan karenanya tidak menyebabkan pekerjaan.
Kelemahan dari pengambilan sampel kerja adalah (1) tidak membagi
elemen kerjaselengkap studi waktu, (2) pengambilan sampel kerja dapat
menghasilkan hasil yang biasa atau tidak benar, jika pengamat tidak mengikuti
rute perjalanan dan pengamatan yang acak, dan (3) karena tidak mengganggu,
pengambilan sampel kerja cenderung kurang akurat, terutama saat pekerjaan yang
diamati meiliki waktu siklus pendek.
Standar pekerja dibutuhkan untuk sebuah sistem operasi yang efisien.
standar pekerja dibutuhkan bagi perencanaan produksi, perncanaan pekerjaan,
pembuatan anggaran, dan mengevaluasi kinerja. Standar pekerja juga dapat
digunakan sebagai dasar sistem insentif.
4. Data Historis
Untuk melaksanakan study waktu dengan stopwatch ada beberapa kendala
antara lain, tenaga kerja yang sering tidak suka dijadikan subjek dari study dan
sering menunjukkan sikap yang tidak kooperatif serta sulitnya melakukan
pembobotan pekerjaan. Namun demikian, penggunaan waktu historis mempunyai
beberapa kelemahan antara lain sulit untuk menggunakan waktu historis ini untuk
membuat waktu standar secara abstrak tanpa melakukan study waktu.
1. Data standar atau data waktu standar yang ditetapkan sebelumnya.
Suatu pembagian pekerjaan manual menjadi elemen dasar kecil yang
waktunya telah ditetapkan dan dapat diterima secara luas. Beberapa perusahaan
menggunakan sebuah perpaduan dari penelitian menggunakan stopwatch dan
standar waktu yang telah ditentukan, terutama di saat mereka bertujuan untuk
menguji hasil yang didapatkan.

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) (skripsi dan tesis)

Suatu kegiatan yang menunjukkan rasa kepeduliannya terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitar yang akan memberi dampak positif yang mana kegiatan tersebut
itu merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh perusahaan karena
kegiatannya dan sering disebut dengan Corporate Social Responsibility
(CSR)(Sari, 2012).
Corporate Social Responsibility atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
yaitu suatu tindakan yang diadakan oleh perusahaan dengan sukarela untuk
meningkatkan perhatian perusahaan terhadap masalah yang terjadi baik di
lingkungan dan sosial dalam kegiatan bisnisnya dan juga merupakan sebagai bentuk
interaksi atau komunikasi perusahaan dengan para stakeholdernya (Yovana &
Kadir, 2020). Pengertian lain dari Corporate Social Responsibility (CSR) menurut
Untung (2008;1) adalah komitmen yang dibuat oleh perusahaan yang menunjukkan
keikutsertaan terhadap pengembangan ekonomi yang berkelanjutan, yang mana hal
tersebut dilakukan dengan melakukan tanggungjawab sosial perusahaan dengan
memperhatikan aspek sekitar seperti aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Menurut Gray et al., (2001) dalam penelitian Oktalia (2014) menjelaskan
pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu proses yang
dilakukan perusahaan untuk menyediakan informasi yang dirancang guna untuk
mengutarakan masalah seputar social accountability, yang mana tindakan tersebut
dapat dipertanggung jawabkanbaik laporan tahunan maupun dalam bentuk iklan
sosial.
CSR (Corporate Social Responsibility) yang dilakukan oleh perusahaan
tidak lagi single bottom line saja, namun saat ini berganti menjadi triple bottom
lines Mandaika dan Salim (2015) dalam penelitian (Yovana & Kadir, 2020).
Terdapat 3 point penting dalam CSR dengan menggunakan konsep triple bottom
line, yaitu:
1. Tanggung jawab perusahaan terhadap profit, yang maksudnya perusahaan
harus meningkatkan pendapatan perusahaan.
2. Tanggung jawab perusahaan terhadap people, yang maksudnya perusahaan
harus memberikan kesejahteraan bagi semua karyawan dan masyarakat.
3. Tanggung jawab perusahaan terhadap planet, yang maksudnya perusahaan
harus tetap menjaga kelestarian alam yang ada disekitar perusahaan yang
sedang beroperasi atau melakukan kegiatan perindustrian.
Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) harus diberitahukan kepada
stakeholder karena hal tersebut sebagai bentuk adanya pertanggung jawaban
kepada sosial dan lingkungan. Cara yang tepat melakukan Corporate Social
Responsibility (CSR) yaitu dengan melakukan sebuah pengungkapan yang
merupakan sebuah upaya perusahaan untuk menginformasikan kegiatan CSRnya
kepada stakeholdernya dengan cara diungkapkan melalui laporan tahunan
perusahaan. Perusahaan melakukan pengungkapan CSR melalui laporan tahunna
perusahan dengan tujuan agar stakeholder mengetahui adanya kegiatan CSR
diperusahaan dan dengan pengungkapan tersebut juga diharapkan perusahaan akan
mendapat dukungan dari masyarakat sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan.
CSR diungkapkan dengan menggunakan pedoman yang ada di Global Reporting
Initiative (GRI). GRI adalah suatu organisasi nonpemerintah yang bertujuan untuk
mendukung pelaporan atas kegiatan sosial, lingkungan, dan tata kelola (Indriyani
& Yuliandhari, 2020).

Agency Theory (skripsi dan tesis)

Dalam sebuah perusahaan pasti akan muncul masalah yang disebabkan oleh agen
yang mana masalah tersebut muncul karena adanya ketidaksamaan antara agen
dengan principal. Seorang agen hanya berorientasi untuk mendapatkan bonus dari
perusahaan akan tetapi berbeda dengan principal yang lebih berorientasi pada profit
perusahaan. Dari sudut teori keagenan menyatakan bahwa informasi yang
diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan dapat digunakan oleh para
stakeholder dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh
manajer perusahaan. Tingginya tingkat pengungkapan CSR yang dilakukan oleh
perusahaan maka masalah yang muncul antara agen dan principal dapat
diminimalisir karena principal akan lebih mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh
agennya sehingga tidak akan terjadi ketimpangan informasi antara keduanya
melalui pengungkapan CSR tersebut (Hasnia & Rofingatun, 2017).
Informasi yang ada dalam laporan keuangan perusahaan yang
mengungkapkan pertanggungjawaban sosialnya dapat mendapatkan perhatian
masyarakat. Dengan melakukan pengungkapan pertanggungjawaban sosial
diharapkan dapat memberikan informasi tambahan kepada para investor ketika
melakukan pengambilan keputusan, sehingga investor tidak mengacu terhadap
informasi keuntungan saja.