Kepuasan Kerja


Menurut Edy Sutrisno (2019, P.74) Kepuasan Kerja adalah suatu sikap karyawan
terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar
karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut
faktor fisik dan psikologis. Menurut Wibowo (2016, P. 415) Setiap orang yang
bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Kepuasan
Kerja akan mempengaruhi produktivitas yang sangat diharapkan manajer. Untuk
itu, manajer perlu memahami apa yang harus dilakukan untuk menciptakan
Kepuasan Kerja karyawannya. Terdapat beberapa pengertian menurut para ahli
yaitu sebagai berikut:

  1. Robbins (wibowo, 2016, P.415) Kepuasan Kerja adalah sikap umum
    terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukan perbedaan antara jumlah
    penghargaan yang diterima bekerja dan jumlah yang mereka yakini
    seharusnya mereka terima.
  2. Greenbeg dan Baron (wibowo, 2016, P.415) mendeskripsikan Kepuasan
    Kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individual terhadap
    pekerjaan mereka. Sementara itu, vecchino (wibowo, 2016, P.415)
    menyatakan Kepuasan Kerja sebagai pemikiran, perasaan, dan
    kecenderungan tindakan seseorang, yang merupakan sikap seseorang
    terhadap pekerjaan.
  3. Kreitner dan Kinicki (wibowo, 2016, P.415) Kepuasan Kerja merupakan
    respons affective atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang.
    Definisi ini menunjukan bahwa job satisfaction bukan merupakan konsep
    tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan
    tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya.
  4. Handoko (Edy Sutrisno, 2019, P.75) Kepuasan Kerja adalah keadaan
    emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para
    karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan Kerja mencerminkan
    perasaan seseorang terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi
    di lingkungan kerjanya.
  5. Nurhayati (2016) mengemukakan bahwa Kepuasan Kerja adalah ungkapan
    kepuasan karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan
    manfaat bagi organisasi, yang berarti bahwa apa yang diperoleh dalam
    bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting.
  6. Sari (2016) Kepuasan Kerja adalah variabel sikap yang mencerminkan
    bagaimana orang merasa mengenai pekerjaan mereka secara keseluruhan
    serta berbagai aspek didalamnya.
  7. Prayogo (2019) Kepuasan Kerja merupakan sikap emosional yang
    menyenangkan serta mencintai pekerjaanya. Kepuasan Kerja karyawan
    harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, dan
    kedisiplinan karyawan dapat meningkat.
    Bagi organisasi, suatu pembahasan tentang Kepuasan Kerja akan menyangkut
    usaha-usaha untuk meningkatkan efektifitas organisasi dengan cara membuat
    efektif perilaku karyawan dalam bekerja. Perilaku karyawan yang menopang
    pencapaian tujuan organisasi adalah merupakan sisi lain yang harus diperhatikan,
    disamping penggunaan mesin-mesin modern sebagai hasil kemajuan bidang
    teknologi. Ketidakpuasan karyawan dalam kerja akan mengakibatkan suatu situasi
    yang tidak menguntungkan baik secara organisasi maupun individual.
    Ketidakpuasan dalam kerja akan dapat menimbulkan perilaku agresif, atau
    sebaliknya akan menunjukan sikap menarik diri dari kontak dengan lingkungan
    sosialnya. Misalnya, dengan mengambil sikap berhenti dari perusahaan, suka
    bolos, dan perilaku lain yang cenderung bersifat menghindari dari aktivitas
    organisasi. Bentuk perilaku agresif, misalnya melakukan sabotase, sengaja
    membuat kesalahan dalam kerja, menentang atasan, atau sampai pada aktivitas
    pemogokan.

Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja Pegawai


Sumber daya manusia dan lingkungan kerja yang menyenangkan juga penting
untuk mencapai hasil kerja sebaik mungkin. Manusia pada umumnya dan mereka
yang memiliki tingkat kenyamanan yang berbeda-beda akan selalu mencari
slingkungan kerja yang menyenangkan, diawali dengan rasa aman, ruang kerja
yang cukup, hubungan staf yang positif, dan variabel pendukung lainnya (Ismail,
2020). Elemen tambahan ini sangat penting untuk suatu aktivitas dan lingkungan
kerja itu sendiri. Misalnya, ketika seseorang ingin memulai suatu aktivitas kerja, ia
akan mempersiapkannya dengan membersihkan ruang kerjanya, meletakkan
peralatan dan perlengkapannya pada tempatnya, dan tidak terganggu untuk
menyambut rekan kerja atau menjunjung tinggi hubungan kerja yang baik.
Seseorang yang melakukan pekerjaan untuk pemberi kerja atau agen berdasarkan
perjanjian tertulis, kontrak kerja, atau perjanjian tertulis lainnya tetapi tanpa kontrak
tertulis juga disebut sebagai karyawan (Pangestu et al., 2017). Oleh karena itu,
sangat penting untuk memperhatikan bagaimana kinerja tenaga kerja atau karyawan
sesuai dengan harapan agensi. Ini akan memastikan bahwa karyawan tidak hanya
mengikuti aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh agensi, tetapi juga memiliki
akses ke lingkungan kerja yang menyenangkan dan produktif, yang akan
meningkatkan kepuasan kerja. dan dari sini, kita dapat menyimpulkan seberapa
besar kontribusi tempat kerja terhadap kebahagiaan kerja (Wibowo dan Widiyanto,
2019).

Dimensi dan Indikator Stres Kerja


Manajemen sumber daya manusia harus menggunakan instrumen dari
dimensi saat ini untuk mengukur tingkat stres karyawan guna menentukan tingkat
stres yang sedang dialami. Spielbreg dalam Lijan Poltak Sinambela (2018)
membagi stres terkait pekerjaan menjadi stres individu dan organisasi.

  1. Stres Individu
    Meliputi: konflik peran, beban karir, hubungan dalam pekerjaan
  2. Stres Organisasi
    Meliputi struktur organisasi, kepemimpinan

Gejala Stres Kerja


Hamali (2018) merekomendasikan tanda-tanda stres di tempat kerja sebagai
berikut:

  1. Tanda dan gejala stres tingkat individu meliputi:
    a. Respons fisiologis seperti sakit punggung, kekebalan yang melemah,
    sakit maag, dan masalah jantung, serta hipertensi.
    b. Respons emosional, seperti tidur yang terganggu, kesedihan,
    permusuhan dan lekas marah, hipokondria, kelelahan, masalah rumah
    tangga, dan rasa keterasingan.
    c. Reaksi kognitif, seperti kesulitan fokus, mengingat detail, mengambil
    informasi baru, dan membuat keputusan.
    d. Reaksi Perilaku, termasuk ancaman narkoba, penggunaan alkohol dan
    rokok, dan perilaku destruktif.
  2. Gejala Organisasi Terkait Stres
    Terdiri dari pergantian staf yang tinggi, masalah disiplin, kesalahan
    penjadwalan, intimidasi, produktivitas rendah, kesalahan dan kecelakaan kerja,
    biaya kompensasi, atau biaya pengobatan

Sifat Dasar Stres


Sifat stres menurut Ivanko dalam Hamali (2018) dapat dirinci lebih lanjut
menjadi 4 bagian, yaitu:

  1. Stres dapat dirasakan oleh karyawan baik karena adanya peluang maupun
    ancaman. Peluang adalah segala sesuatu yang mungkin mengancam
    seseorang, tetapi peluang bisa menjadi sesuatu yang membantu mereka.
    Peluang dapat datang dalam bentuk memperoleh keterampilan baru atau
    mendapatkan pekerjaan baru, yang dapat menimbulkan tekanan saat
    karyawan kehilangan ketenangan dan khawatir kinerja mereka tidak akan
    sesuai harapan. Karyawan akan mengalami stres dalam organisasi yang
    menurunkan kekuatan mereka karena terdapat risiko terhadap stabilitas
    keuangan, kesehatan mental, dan kemajuan karier mereka.
  2. Aspek alami dan penting dari stres yang datang dalam bentuk ancaman atau
    peluang. Bahaya atau kemungkinan ini penting karena memiliki kekuatan
    untuk memengaruhi kesejahteraan seseorang, yang dapat mengarah pada
    kebahagiaan, kesehatan, dan kemakmuran.
  3. Karakteristik akting yang berhubungan dengan stres. Peluang atau ancaman
    yang signifikan sering membuat orang tidak jelas tentang cara
    menghadapinya, tetapi mereka jarang merasa stres karenanya.
  4. Persepsi faktor yang berhubungan dengan stres. Tingkat stres yang dirasakan
    seseorang bergantung pada bagaimana mereka menafsirkan peluang,
    ancaman, dan keterampilan yang menyertainya. Perubahan posisi atau
    promosi dapat dilihat sebagai peluang untuk belajar dan kemajuan karir oleh
    satu individu, sementara itu dapat dilihat sebagai bahaya oleh orang lain
    karena dapat mengakibatkan kegagalan.

Jenis Stres Kerja


Stres kerja menurut Cooper dan Quick (2017) ada 2 yaitu:

  1. Stres Positif (Eustress)
    Eustress adalah hasil dari reaksi stres yang seimbang, bermanfaat dan
    produktif. Ini terdiri dari pertumbuhan, fleksibilitas, adaptasi, dan kinerja
    tingkat tinggi yang terkait dengan kesejahteraan manusia dan organisasi.
  2. Stres Negatif (Distress)
    Reaksi negatif, berbahaya, dan merusak terhadap stres menyebabkan
    penderitaan (destruktif). Konsekuensinya termasuk penyakit kardiovaskular
    dan ketidakhadiran yang tinggi, yang terkait dengan penyakit, penurunan, dan
    kematian. Ini berdampak pada individu dan organisasi.

Faktor-faktor Stres Kerja


Faktor-faktor stres kerja menurut Cooper dan Quick (2017), yaitu:

  1. Keadaan kerja
    Lingkungan kerja, beban kerja yang berlebihan baik kualitas maupun
    kuantitas, penilaian yang dibuat oleh orang lain, risiko fisik, dan jadwal kerja
    merupakan faktor-faktor tersebut.
  2. Tekanan dari posisi
    Stres yang disebabkan oleh peran pekerjaan yang membingungkan dan
    kurangnya pemahaman tentang ekspektasi manajemen. Dalam banyak kasus,
    hal ini menyebabkan ketidakbahagiaan kerja. sampai kebutuhan untuk
    meninggalkan kantor akhirnya muncul, ketegangan dan kinerja menurun.
    Dibandingkan dengan pria, wanita yang bekerja lebih stres. Perempuan
    pekerja, misalnya, harus menyeimbangkan tanggung jawabnya sebagai istri
    dan perempuan profesional.
  3. Karakteristik pribadi
    Faktor interaksi interpersonal, kolaborasi teman, dan hubungan dengan figur
    otoritas. Hasil kerja yang buruk dan jaringan dukungan sosial sebagai akibat
    dari pengabaian manajemen terhadap pekerja.
  4. Pengembangan karir
    Ketika seseorang mulai bekerja untuk sebuah perusahaan atau organisasi,
    mereka semua memiliki ekspektasi. Peningkatan karir meliputi rasa aman,
    ambisi berlebihan yang menyebabkan frustasi, dan promosi jabatan yang
    lebih besar dari kemampuannya.
  5. Desain organisasi
    Struktur organisasi yang kaku dan bermusuhan, pengawasan dan pelatihan
    yang tidak seimbang, dan karyawan yang tidak tertarik dalam pengambilan
    keputusan menentukan reputasi perusahaan.
  6. Moderasi konflik interpersonal dan profesional
    menggabungkan masalah pribadi dan profesional, tidak menerima bantuan
    dari pasangan, pernikahan yang tidak bahagia, dan tekanan bekerja dua
    pekerjaan

Stres Kerja


Stres adalah kondisi dimana seseorang mengalami hal ketika mereka
dihadapkan pada peluang, keterbatasan, atau tuntutan yang terkait dengan apa yang
benar-benar mereka inginkan dan yang hasilnya terlihat tidak diketahui tetapi
penting. Lebih khusus lagi, tuntutan dan batasan terkait dengan stres. Sementara
ketegangan adalah hilangnya sesuatu yang benar-benar diinginkan orang, kendala
adalah rintangan yang menghentikan orang melakukan apa yang benar-benar
mereka inginkan (Robbins, 2017). Tuntutan eksternal, seperti objek di lingkungan
atau rangsangan yang terbukti merusak, adalah contoh stres kerja. Tekanan,
ketegangan, atau gangguan tidak menyenangkan yang berasal dari seseorang adalah
definisi lebih lanjut dari stres (Rivai, 2017).
Stres di tempat kerja menurut Mangkunegara (2016), adalah ketegangan yang
dialami karyawan ketika mereka berusaha untuk mengelola beban kerja mereka.
Stres dicirikan sebagai reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada suatu
tujuan di mana individu menghadapi kesulitan yang tidak dapat diatasi. Dari
definisi-definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah situasi
internal yang mengakibatkan meningkatnya tuntutan kerja dan ketidaksesuaian
antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sebenarnya. Stres kerja, di sisi lain,
didefinisikan oleh Indriani (2016) sebagai suatu keadaan tegang atau ketegangan
emosional yang dirasakan oleh seseorang yang dihadapkan pada tuntutan di tempat
kerja, kesulitan, dan adanya peluang yang sangat penting yang dapat mempengaruhi
emosi, pikiran, dan kondisi fisik karyawan

Indikator Lingkungan Kerja


Menurut Siagian (2014), ada beberapa ide yang menawarkan variabel yang
dapat mengindikasikan lingkungan kerja. Indikator tersebut meliputi:
a. Hubungan rekan kerja setingkat
Koneksi rekan kerja yang bersahabat dan bebas dari transaksi curang antara
rekan kerja adalah indikator dari hubungan ini. Adanya lingkungan yang
akrab dan kekeluargaan merupakan salah satu aspek yang dapat menjaga
karyawan tetap berada dalam suatu perusahaan.
b. Hubungan atasan dengan karyawan
Rasa hormat harus dibalas antara atasan dan bawahan atau karyawannya agar
rasa hormat berkembang di antara setiap orang. Rasa hormat ini harus dijaga
dengan baik antara atasan dan bawahan.
c. Kerjasama antar karyawan
Kolaborasi karyawan perlu dipertahankan secara efektif karena akan
berdampak pada pekerjaan yang mereka lakukan. Karyawan dapat melakukan
pekerjaannya dengan sukses dan efisien jika ada kerjasama karyawan yang
baik.
Menurut Diah Indriani Suwondo & Sutanto (2015), terdapat dua macam
dimensi lingkungan kerja. Yang pertama adalah tempat kerja, termasuk aspek
fisiknya. Kedua, panca indera tidak mampu menangkap lingkungan kerja ditinjau
dari aspek psikologis. Para ahli kemudian menerjemahkan atribut ini menjadi
indikasi yang dapat digunakan untuk mengukur tempat kerja.

Jenis-Jenis Lingkungan Kerja


Sedarmayanti dalam Mappasomba (2017) mengklasifikasikan jenis
lingkungan kerja menjadi dua kategori.

  1. Lingkungan kerja fisik
    Lingkungan kerja fisik didefinisikan sebagai setiap elemen fisik di sekitar
    tempat kerja yang dapat secara langsung atau tidak langsung memengaruhi
    perasaan karyawan. Ada dua kelompok.:
    a. Lingkungan kerja fisik, yang meliputi perabotan seperti meja, kursi, dan
    meja yang berhubungan langsung dengan pekerja.
    b. Lingkungan kerja yang juga disebut sebagai lingkungan perantara atau
    lingkungan umum, yang meliputi faktor-faktor antara lain peralatan,
    kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran
    mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain yang berdampak pada
    kesehatan manusia.
  2. Lingkungan Kerja Non Fisik,
    Tempat kerja non-fisik terdiri dari semua keadaan yang berkaitan dengan
    hubungan interpersonal di tempat kerja, termasuk hubungan dengan atasan,
    rekan kerja, dan bawahan

Lingkungan Kerja


Nitisemito dalam Susanty (2017), mengatakan bahwa lingkungan tempat
kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan dan berpotensi
mempengaruhi seberapa baik mereka menyelesaikan tanggung jawab yang
diberikan. Menurut Mulyah (2020), lingkungan kerja seorang pekerja mencakup
segala sesuatu yang dapat menghalangi mereka untuk menyelesaikan kegiatan yang
telah dialokasikan untuk mereka. Dalam Susanty (2017), Nitisemito menjelaskan
bahwa lingkungan tempat kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan
dan dapat berdampak pada seberapa baik mereka menyelesaikan tanggung jawab
yang diberikan. Lingkungan kerja fisik menurut Erawan & Sukartha (2018) terdiri
dari hal-hal yang dapat diamati secara fisik, seperti penataan gedung atau tata letak
ruang kerja, pencahayaan, suhu, kebersihan, kebisingan suara, naungan halaman,
warna dinding, dan elemen lainnya. . Lingkungan kerja non fisik, di sisi lain, terdiri
dari interaksi dengan rekan kerja, hubungan dengan pemimpin organisasi,
hubungan dengan pelanggan, dan hubungan dengan klien.
Menurut berbagai perspektif dari para ahli tersebut, para peneliti
mendefinisikan lingkungan kerja sebagai segala sesuatu yang mengelilingi
karyawan di tempat kerja, baik secara fisik maupun virtual, secara langsung
maupun tidak langsung, dan dapat mempengaruhi individu dan pekerjaan mereka
saat mereka bekerja.

Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja


Sekelompok informasi yang dikenal sebagai indikator membuat dimensi.
Indikator adalah faktor yang dapat digunakan untuk menilai situasi atau potensi
untuk mengukur perubahan dari waktu ke waktu. Dimensi dan indikator yang sering
digunakan untuk mengukur kepuasan kerja karyawan menurut Stephen P. Robbins
(2017), yaitu :

  1. Pekerjaan itu sendiri (work it self), ini adalah alasan utama kebahagiaan dan
    ketika pekerjaan menawarkan tugas yang menarik, pekerjaan yang menarik,
    kesempatan untuk belajar, kesempatan untuk mengambil tanggung jawab,
    dan prospek kemajuan karyawan. Mereka yang mengukur dimensi ini antara
    lain:
    a. Kepuasan pegawai terhadap kesesuaian pekerjaan dengan kemampuan
    yang dimiliki.
    b. Kepuasan pegawai terhadap tanggung jawab yang diberikan dalam
    pekerjaan.
    c. Kepuasan pegawai terhadap pekerjaan agar lebih kreatif.
    d. Kepuasan pegawai untuk mendapat kesempatan belajar .
  2. Gaji/upah, hal ini mempengaruhi kepuasan kerja dalam berbagai cara.
    Evaluasi kebahagiaan karyawan didasarkan pada take-home pay mereka,
    yang dipandang sesuai dan pantas. Mereka yang mengukur dimensi ini antara
    lain:
    a. Kepuasan atas kesesuaian gaji dengan pekerjaan.
    b. Kepuasan atas tunjangan yang diberikan.
    c. Kepuasan atas sistem dan prosedur pembayaran gaji.
    d. Kepuasan atas pemberian insentif.
  3. Promosi (promotion), kemampuan untuk meningkatkan secara profesional
    dan memperluas keahlian seseorang, yaitu, membentuk landasan dari masalah
    penting untuk bekerja dengan baik. Mereka yang mengukur dimensi ini antara
    lain:
    a. Kepuasan atas peluang promosi sesuai keinginan pegawai.
    b. Kepuasan antara promosi yang diberikan dengan gaji yang diterima.
  4. Supervisi, khususnya kapasitas pemimpin untuk menawarkan dukungan
    teknis dan perilaku. Yang pertama adalah ukuran tenaga kerja, yang
    ditentukan oleh seberapa banyak pemimpin menunjukkan minat dan
    kepedulian yang tulus terhadap para pekerja. Faktor kedua adalah budaya
    pengambilan keputusan, yang dapat berdampak pada seberapa baik kinerja
    karyawan. Tanda-tanda dimensi ini meliputi:
    a. Kepuasan atas bantuan teknis yang diberikan atasan.
    b. Kepuasan atas dukungan moril yang diberikan atasan.
    c. Kepuasan pengawasan yang dilakukan oleh atasan.
  5. Rekan kerja, cara termudah untuk menemukan kesenangan kerja adalah
    melalui interaksi rekan kerja yang kooperatif. Kelompok tempat kerja,
    khususnya tim yang kohesif, berfungsi sebagai sumber dukungan,
    penghiburan, bimbingan, dan bantuan bagi anggota individu kelompok.
    Karyawan akan lebih bersemangat tentang pekerjaan mereka ketika mereka
    puas dengan kelompok tempat mereka bekerja. Mereka yang mengukur
    dimensi ini antara lain:
    a. Kepuasan atas kerjasama dalam tim.
    b. Kepuasan atas lingkungan sosial dalam pekerjaan.
    c. Kepuasan dalam bersaing secara sportif.

Faktor-faktor Kepuasan Kerja


Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Hasibuan (2018) adalah:

  1. Penghargaan yang adil dan pantas.
  2. Penempatan yang tepat berdasarkan keahlian.
  3. Beban usaha yang ringan
  4. Lingkungan dan kondisi kerja.
  5. Peralatan yang membantu pelaksanaan pekerjaan.
  6. Pola pikir pemimpin yang berkaitan dengan kepemimpinannya.
  7. Pekerjaannya monoton atau tidak

Faktor-faktor Kepuasan Kerja


Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Hasibuan (2018) adalah:

  1. Penghargaan yang adil dan pantas.
  2. Penempatan yang tepat berdasarkan keahlian.
  3. Beban usaha yang ringan
  4. Lingkungan dan kondisi kerja.
  5. Peralatan yang membantu pelaksanaan pekerjaan.
  6. Pola pikir pemimpin yang berkaitan dengan kepemimpinannya.
  7. Pekerjaannya monoton atau tidak

Kepuasan Kerja


Perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang dihasilkan dari penilaian
kualitasnya disebut kepuasan kerja (Robbins, 2017: 49) Sikap dan sudut pandang
seorang pekerja saat melakukan tugasnya merupakan indikator kepuasan kerja.
Kebahagiaan di tempat kerja bersifat individual (Bhastary, 2020). Berbagai pekerja
akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang berbeda-beda, dan hal ini akan
berdampak pada pekerjaan yang dihasilkan oleh orang-orang tersebut. Menurut
Kesawa (2019), perilaku seseorang terhadap pekerjaannya menunjukkan adanya
kesenjangan antara penghargaan yang diterima karyawan tersebut dengan apa yang
diharapkannya, itulah yang dimaksud dengan kepuasan kerja. Ali & Wardoyo
(2021) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai energi positif yang diberikan
pemberi kerja kepada stafnya sebagai hasil dari evaluasi pekerjaan. Sedangkan
Abdullah (2020) menegaskan bahwa kepuasan kerja merupakan sentimen atau
emosi yang ditunjukkan oleh seorang karyawan dalam pekerjaannya.
Menurut Wilson (2017), mengklaim bahwa menentukan apakah suatu
pekerjaan menyenangkan atau menyenangkan untuk dilakukan merupakan faktor
kunci yang menentukan kepuasan kerja. Menurut Hasibuan (2018), kepuasan kerja
merupakan yang benar-benar menikmati pekerjaannya, kepuasan kerja merupakan
sikap emosional yang baik. Kerja moral, disiplin, dan prestasi kerja semuanya
mencerminkan mentalitas ini. Menikmati pekerjaan seseorang sambil juga
melakukan hal-hal lain di luarnya memberikan rasa kepuasan. Menurut Gustini
(2019), kepuasan kerja mengacu pada sikap dan sentimen karyawan tentang bagian
menyenangkan dan negatif dari pekerjaan mereka (Gustini, 2019). Kepuasan kerja
dapat didefinisikan sebagai emosi dan sikap seseorang terhadap pekerjaannya,
dimana sikap ini berkaitan dengan bagaimana orang tersebut menanggapi harapan
yang diberikan kepadanya.

Job Demands-ResourcesTheory


Bakker dan Demerouti (2007) mendirikan teori job demands-resources.
Menurut job demand-resources theory, setiap pekerjaan memiliki faktor risiko stres
kerja yang unik yang dapat dipecah menjadi dua kategori: faktor permintaan (work
demand) dan resources (sumber daya untuk melakukan tugas) (Satrya, 2022). Dua
aspek penting yang mempengaruhi kebijakan hasil organisasi adalah tuntutan kerja
dan sumber daya. Sumber daya dan tuntutan kerja berkorelasi terbalik, artinya
sumber daya yang melimpah dapat menurunkan tuntutan kerja. Tuntutan beban
kerja yang tinggi dapat menyebabkan lebih banyak stres, tetapi ketersediaan sumber
daya yang tinggi dapat menguranginya (Akbar, 2018). Produktivitas karyawan
dapat dipengaruhi secara negatif oleh stres yang tinggi, tetapi dapat dipengaruhi
secara positif oleh stres yang rendah. Misalnya, tekanan pekerjaan yang intens,
pengaturan yang tidak nyaman, dan kemungkinan ketegangan emosional karena
berurusan dengan klien di tempat kerja (Zulkarnaen, 2018). Meskipun tanggung
jawab di tempat kerja tidak selalu dianggap negatif, hal itu dapat menjadi stres
ketika membutuhkan banyak usaha dari pekerja yang tidak dalam keadaan sehat.
Selain itu, ditekankan bahwa meskipun seorang karyawan memiliki beban kerja
yang berat, mereka masih dapat merasa kurang stres jika pemberi kerja
menyediakan sumber daya yang memadai. Akibatnya, tuntutan pekerjaan yang
tidak realistis dapat menyebabkan stres dan kelelahan, serta menurunnya
keterikatan kerja dan meningkatnya kebosanan karena kurangnya sumber daya di
tempat kerja (Abasilim, 2022).
Job demands yang tinggi, upaya yang lebih besar harus dilakukan untuk
mencapai tujuan kerja dan mencegah penurunan keterlibatan kerja. Ekspektasi
pekerjaan tidak selalu menghasilkan hasil negatif, tetapi ketika melampaui
kapasitas individu, karyawan tersebut merasa lelah dan mengembangkan berbagai
masalah kesehatan. Tekanan kerja mengakibatkan kelelahan psikologis. Faktor
stres kerja dan beban kerja dipengaruhi oleh tuntutan pekerjaan (Nugraha, 2018).
Stres adalah keadaan dinamis individu dalam menanggapi masalah. Stres di tempat
kerja bukanlah kejadian baru-baru ini, tetapi menimbulkan risiko serius bagi
9
kesehatan dan kesejahteraan karyawan dalam jangka panjang. Selain itu, ketika
beban kerja bertambah, tingkat stres kerja juga meningkat (Sanjiwani, 2022).
Dampak stres kerja terhadap kepuasan kerja terkait dengan penerapan teori sumber
daya permintaan pekerjaan

Faktor-Faktor Kepuasan Kerja


Terdapat banyak hal yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja dari
pekerja. Faktor tersebut sangat bergantung pada masing-masing individu.
Menurut Mangkunegara (2015), terdapat 2 (dua) faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :
a. Faktor yang ada pada diri pegawai
yaitu : tingkat kecerdasan (IQ), kondisi fisik, usia, jenis kelamin,
kecakapan khusus, tingkat pendidikan yang dimiliki, lamanya
kerja, kepribadian, tingkatan emosi, persepsi, dan sikap pegawai
dalam bekerja.
b. Faktor pekerjaan
yaitu: jenis pekerjaan, kedudukan, pangkat (golongan), struktur
organisasi dan tata kerja, mutu dan pengawasan, jaminan
keuangan/finansial, jenjang karir, interaksi sosial serta hubungan
kerja. Di tempat kerja, karyawan biasanya lebih cocok untuk
pekerjaan yang memungkinkan mereka menggunakan keterampilan
dan bakat mereka untuk memberikan berbagai tugas, kebebasan,
dan umpan balik tentang seberapa baik mereka melakukannya.

Indikator Kepuasan Kerja


Menurut Luthans (2006), indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur kepuasan kerja adalah :
a. Kepuasan terhadap finansial/gaji.
Gaji adalah balas jasa yang diterima oleh seorang karyawan dari
perusahaan tempat nya bekerja, yang diterima secara berkala dan
disesuaikan dengan posisi dan jabatannya.
b. Kepuasan terhadap Promosi.
Mengacu pada ruang lingkup pergerakan atau kemampuan untuk
maju di antara berbagai tingkat organisasi. Hasrat untuk promosi
mencakup hasrat untuk memperoleh gaji yang lebih tinggi dari
sebelumnya, pengakuan sosial, pertumbuhan spiritual dan hasrat
akan keadilan.
c. Kepuasan terhadap Pengawasan
Atasan langsung menunjukkan sejauh mana perhatian dan
dorongan asisten teknis diarahkan kepada bawahan. Manajer yang
memiliki hubungan pribadi yang baik dengan bawahan dan
bersedia memahami kepentingan bawahan berpengaruh positif
terhadap kepuasan karyawan, dan partisipasi bawahan dalam
pengambilan keputusan berpengaruh positif terhadap kepuasan
karyawan.
d. Kepuasan terhadap Hubungan Sesama Rekan Kerja
Interaksi sosial yang baik dengan rekan kerja dapat meningkatkan
kepuasan kerja seseorang. Karena, bagi beberapa orang, kerja
merupakan cara untuk beriteraksi social.
e. Kepuasan terhadap Pekerjaan Itu Sendiri
Kepuasan kerja dicapai ketika karyawan mencapai tiga posisi
psikologis kritis. Posisi psikologis adalah yang pertama, karyawan
menganggap pekerjaan itu penting dan bermanfaat. Kedua,
karyawan mengalami perasaan bertanggung jawab atas pekerjaan
dan hasil mereka sendiri. Ketiga, karyawan dapat mengetahui
apakah hasil yang dicapai memuaskan atau tidak

Dampak Kepuasan Kerja


Menurut Robbins (2015), dampak kepuasan kerja pegawai akan
berefek dan kembali kepada pegawai maupun perusahaan tempatnya
bekerja. Dampak dari kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
a. Kepuasan kerja dan produktivitas
Data menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat kepuasan
karyawan yang lebih tinggi cenderung lebih efisien daripada
perusahaan dengan tingkat kepuasan karyawan yang lebih rendah.
Karyawan yang senang dengan pekerjaannya cenderung menjadi
karyawan yang lebih produktif. Produktifitas tersebut pada
akhirnya akan berdampak pada peningkatan produksi perusahaan.
b. Kepuasan kerja dan prilaku organisasi.
Kepuasan kerja merupakan faktor penting dalam perilaku karyawan
dalam suatu organisas. Karyawan yang senang dengan
pekerjaannya berbicara lebih positif tentang membantu sesame
rekan kerja dan memiliki harapan yang baik tentang pekerjaan
mereka. Situasi ini mungkin karena mereka ingin menciptakan
kembali pengalaman kepuasan positif yang mereka terima di
tempat kerja.
c. Kepuasan kerja dan pengunduran diri.
Karyawan yang puas membuat retensi karyawan perusahaan tempat
dia bekerja. Karyawan yang merasa puas dengan perusahaan
tempat dia bekerja merasa nyaman dan tidak mau berganti
pekerjaan karena harus beradaptasi dengan lokasi baru

Mengukur Kepuasan Kerja


Wibowo (2013) menyatakan bahwa pendapat beberapa ahli mengenai
hal-hal yang dapat dijadikan indikator untuk menunjukkan bahwa seorang
pegawai memiliki kepuasan kerja yaitu antara lain menurut Pandangan
Schermerhorn, Jr., John R., James G. Hunt, Richard N. Osborn, and Mary
Uhl- Bien. Para ahli menunjukkan bahwa kepuasan kerja diketahui dengan
mengamati dan menginterpretasikan apa yang dikatakan dan dilakukan
orang saat melakukan pekerjaannya.
Variabel penentu kepuasan pegawai ada dua kategori yaitu variable
organisasi dan variable pribadi. Pela (2020) Variabel pribadi yang
mempengaruhi ada 5 (lima) variable yaitu faktor usia, faktor jenis kelamin,
faktor tingkat pendidikan, faktor harapan dan faktor kepribadian. Variabel
organisasi yang ikut menentukan tingkat kepuasan pegawai, yaitu :
a. Faktor pengembangan organisasi;
b. Faktor kebijakan kompensasi dan tunjangan;
c. Faktor promosi dan pengembangan karier;
d. Faktor kepuasan terhadap pekerjaan;
e. Faktor rasa aman dalam bekerja;
f. Faktor lingkungan kerja;
g. Faktor hubungan dengan atasan;
h. Faktor hubungan dengan rekan kerja;
i. Faktor gaya kepemimpinan;
j. Faktor-faktor lain.
Menurut Pela (2020) pengakuan terhadap kerja keras pegawai perlu
untuk menumbuhkan rasa puasnya terhadap tempat kerja. Mengizinkan
pegawai terlibat dalam proses pengambilan keputusan memberi pegawai
tersebut suatu perasaan bahwa pendapat mereka dihargai dan bahwa
mereka memegang posisi penting dalam perusahaan. Gaji menjadi
motivator utama bagi banyak orang, mengaitkan penghasilan dengan
kinerja memotivasi pegawai untuk lebih produktif dan bekerja ekstra,
Begitu pula dengan memberikan perhatian pribadi kepada pegawai.
Biarkan mereka tahu bahwa pekerjaan yang mereka kerjakan, hidup yang
mereka jalani juga bermanfaat bagi perusahaan.

Pengertian Kepuasan Kerja


Pegawai yang puas dan terikat bekerja secara ikhlas dan sukarela
melebihi aturan standar. Sebaliknya pegawai yang tidak puas bekerja
dengan rasa terpaksa dan hasilnya minimalis. Kesuksesan perusahaan
berkaitan erat dengan kepuasan pegawai yang bergabung dalam organisasi
maupun perusahaan, karena kemampuan mempertahankan pegawai
berkinerja baik sangat penting bagi kesuksesan semua organisasi.
Kepuasan pegawai berbanding lurus dengan motivasi, keterlibatan
kerja dan gairahnya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, perilaku
kewargaan pegawai, atau kontribusi seseorang yang melebihi tuntutan
yang dipersyaratkan di tempat kerja, komitmen terhadap organisi,
kepuasan hidup, kesehatan mental serta prestasi kerja (Pela.2020).
Menurut Wijono (2014) didasarkan pada pendapat Locke, kepuasan
kerja merupakan tingkat emosional yang positif dan dapat menyenangkan
individu.

Tingkatan Stres

Stres yang dialami oleh seseorang tidak akan sama antara satu orang
dengan orang yang lain, walaupun penyebabnya mungkin sama. Seseorang
dapat mengalami stress, mulai dari yang tingkat paling ringan sampai
dengan tingkatan yang paling berat. Hal yang sangat berpengaruh adalah
kedewasaan seseorang, kematangan emosi, kematangan mental serta
kemampuan mengelola dan merespon stres.
Menurut Amberg, stres dapat dikategorikan dalam beberapa
tingkatan. Tingkatan stress diantaranya adalah sebegai berikut :
a. Stres Tingkat 1
Tingkatan stress yang paling rendah dan ringan. Pada tingkatan ini
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Semangat yang besar, meluap-luap;
2) Penglihatan yang tajam dan tidak seperti biasa;
3) Energi berlebihan;
4) Gugup berlebihan;
5) Seolah olah memiliki kekuatan untuk menyelesaikan pekerjaan
lebih dari biasanya.
b. Stres Tingkat 2
Tingkatan stress ini, gejala yang sering terjadi biasanya ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Merasa letih saat bangun;
2) Terkadang gangguan usus, perut kembung;
3) Jantung terasa berdebar;
4) Sakit dan tegang pada tengkuk leher.
c. Stres Tingkat 3
Stres pada tingkatan ini didominasi dengan kelelahan atau keletihan
dengan gejala sebagai berikut :
1) Tegang otot yang sangat terasa meningkat;
2) Gangguan tidur (sering terbangun, atau terbangun pagi-pagi);
3) Badan terasa sempoyongan dan terasa hampir pingsan,
meskipun tidak mengakibatkan kejatuhan.
d. Stres Tingkat 4
Stres pada tingkatan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih
buruk. Gejala yang muncul pada stress tingkatan ini adalah :
1) Susah tidur, selalu dihantui dengan mimpi-mimpi yang
menegangkan;
2) Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit;
3) Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi sosial,
dimana pergaulan dengan lingkungan sekitar semakin sulit;
4) Selalu muncul perasaan negative thinking;
5) Menurunnya konsentrasi secara tajam;
6) Perasaan takut, tanpa ada penyebab pasti.
e. Stres Tingkat 5
Tingkatan stress ini adalah tingkatan maupun keadan yang lebih
buruk dari tingkatan sebelumnya. Ditandai dengan timbulnya gejala
sebagai berikut :
1) Kelelahan yang amat sangat;
2) Gangguan system pencernaan.
f. Stres Tingkat 6
Tingkatan stress 6 adalah tingkatan teritnggi dimana tingkatan ini
sudah berada pada tingkatan yang darurat serta membahayakan.
Gejala yang timbul pada tingkatan ini antara lain:
1) Jantung berdetak sangat keras.
2) Sesak nafas.
3) Sekujur tubuh merasa gemetar.
4) Tidak mempunyai tenaga lagi meskipun untuk melakukan
aktivitas fisik yang ringan

Faktor Penyebab Stres Kerja


Menurut Hery (2019) Stres bisa diakibatkan oleh berbagai sebab,
termasuk ketika organisasi tidak bisa, atau tidak akan, menyediakan sarana
yang diperlukan untuk bekerja dengan cara yang lebih efisien. Hal ini
menimbulkan tingkat stress lebih berat karena para pegawai ini diharapkan
untuk menunjukkan kinerja tertentu, tetapi mereka tidak sanggup untuk
mewujudkannya.
Menurut Robbins (2015) penyebab stres ada 3 (tiga) faktor yaitu:
a. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mendukung terjadinya stres, yaitu: 1).
Situasi ekonomi global yang tidak menentu. Penurunan ekonomi
menciptakan ketidakpastian dan kecemasan dari orang tentang
mata pencahariannya yang berakibat pada kesejahteraan mereka.
2). Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak memnetu,
adanya demonstrasi menuntut pemerintahan yang sah, yang disertai
tindakan anarkis seperti yang terjadi di system perpolitikan
Indonesia, mogok massal, penutupan jalan dan lainnya membuat
sebagian besar orang menjadi tidak nyaman dan tidak aman. 3).
Kemajuan teknologi. Dengan perkembangan teknologi yang pesat
membuat perusahaan berlomba-lomba untuk membuat system dan
mekanisme kerja yang baru, hal tersebut mau tidak mau memaksa
karyawan untuk mempelajari lagi serta membuat karyawan harus
mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan itu. 4).
Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang
semakin meningkat adalah terorisme. Peristiwa 9/11 WTC, Bom
Bali 1 dan 2, menyebabkan orang- orang merasa terancam
keamanannya dan merasa stress.
b. Faktor Organisasi.
Terdapat banyak hal di dalam organisasi yang dapat menjadi faktor
munculnya stres. Tekanan akan deadline pekerjaan, tekanan untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna beban kerja yang tidak
sesuai kemampuan, atasan yang kurang peka dan tuntutan yang
besar, serta rekan kerja yang tidak harmonis. Kategori tersebut
antara lain : 1) Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait
dengan tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu
dan sempurna. 2) Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan
yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi jabatannya dalam
suatu organisasi tersebut. Konflik peran menimbulkan ekspektasi
yang mungkin mustahil untuk dapat diwujudkan. Kelebihan peran
terjadi apabila karyawan dipaksanakan untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan waktu yang tidak masuk akal. 3) Tuntutan antar
pribadi adalah tekanan tercipta sebagai interaksi dengan karyawan
lain. TIdak harmonisnya hubungan kerja dari rekan-rekan dan
hubungan antar pribadi yang tidak baik dapat menciptakan stres
yang cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang
memiliki kebutuhan sosial yang tinggi. 4) Struktur Organisasi
menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan
dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang
berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi
sumber stress.
c. Faktor Individu.
Faktor ini terdiri dari masalah yang terkait dengan kehidupan
pribadi dari seorang karyawan, misal masalah ekonomi pribadi,
persoalan keluarga, dan karakteristik kepribadian bawaan.
1) Masalah Ekonomi.
Tercipta karena ketidakmampuan untuk melakukan pengelolaan
yang baik terhadap keuangan mereka merupakan satu contoh
masalah yang berakibat timbulnya stres bagi karyawan dan
membuat karyawan kehilangan konsentrasi dalam bekerja.
2) Faktor persoalan keluarga.
hubungan pribadi dan keluarga merupakan suatu hal yang sangat
istimewa. Apabila persoalan keluarga tersebut tidak dapat
tertangani akan berakibat timbulnya stress.
3) Karakteristik kepribadian bawaan.
Stres ternyata dapat berasal dari kodrat bawaan manusia.
Artinya gejala stres kerja pada dasarnya bersumber dari
kepribadian seseorang. Namun sering kali orang tidak sadar
bahwa hal tersebut berasal dari karakteristik pribadi mereka.
Menurut Irmawan (2018) beberapa kondisi kerja yang dapat
menimbulkan stres bagi karyawan dinyatakan sebagai penyebab stres “on
the job“ antara lain:
a. Tugas dan tanggungjawab kerja yang melebihi kemampuan;
b. Tekanan waktu;
c. Umpan balik dari kinerja pegawai yang tidak sesuai harapan;
d. Kewenangan yang tidak cukup kuat untuk menjalankan tugas dan
tanggung jawab yang dibebankan;
e. Konflik sosial, antar pribadi atau kelompok;
f. Perbedaan yang terjadi antara nilai- nilai yang dianut oleh
perusahaan dengan pegawai

Pengertian Stres Kerja


Stres adalah respon tubuh terhadap situasi tekanan yang dihadapi.
Situasi atau peristiwa kehidupan yang berbeda dapat menyebabkan stres.
Stres sering dipicu ketika seseorang mengalami (1) hal yang baru, tidak
terduga atau yang mengancam, atau (2) ketika seseorang merasa memiliki
sedikit kendali atas suatu situasi. Stres merupakan respon tubuh (fisik,
mental, sosial, spiritual) yang tidak spesifik terhadap setiap tuntutan
perubahan. Artinya, setiap faktor internal atau eksternal, positif atau
negatif, yang mengganggu keseimbangan dapat dianggap sebagai “stres.”
Meskipun stres tidak dapat dihindari, stres tidak sepenuhnya bersifat
negatif atau sesuatu yang harus dihindari secara sepihak

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja


Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja seperti yang dijelaskan
oleh Manuaba Tarwaka (2011) mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi beban kerja adalah sebagai berikut :
a. Faktor eksternal
yaitu faktor yang berasal dari luar diri dari pekerja. Faktor-faktor
eksternal tersebut seperti :
1) Tugas fisik seperti tata letak, tempat kerja, alat dan fasilitas kerja,
kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas mental seperti tingkat
kerumitan dan kesulitan pekerjaan yang harus diselesaikan,
tanggungjawab pekerjaan yang harus diselesaikan.
2) Organisasi kerja seperti jumlah jam kerja dalam 1 (satu) minggu, jam
istirahat yang diberikan, system kerja shift dan adanya shift malam,
sistem penggajian, struktur organisasi perusahaan, pelimpahan tugas,
tanggungjawab dan wewenang dari atasan.
3) Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik pekerja, lingkungan
kerja biologis, lingkungan kimiawi, dan lingkungan kerja psikologis.
b. Faktor Internal
yaitu faktor yang berasal dari dalam sebagai akibat umpan balik beban
kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut stres, dan tingkat keparahan stres
dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Faktor internal
meliputi faktor somatik (jenis kelamin, usia, ukuran tubuh, status gizi,
status kesehatan), faktor psikologis (motivasi, persepsi, kepercayaan,
keinginan dan kepuasan). Penilaian objektif melalui perubahan respons
fisiologis, sedangkan penilaian subjektif dapat melalui respons
psikologis dan perubahan perilaku. Oleh karena itu, secara subyektif,
stres berkaitan erat dengan harapan, keinginan, kepuasan, dan evaluasi
subyektif lainnya

Pengertian Beban Kerja


Penelitian Buanawati (2019) Beban kerja dapat diartikan sebagai
keseluruhan susunan pekerjaan yang dialami seseorang dari pekerjaan
dihari itu termasuk organisasi, lingkungan, pribadi (fisik dan psikologis)
dan faktor situasional.
Beban kerja merupakan aspek yang harus diperhatikan oleh setiap
perusahaan karena beban kerja dapat meningkatkan kinerja karyawan
(Sitepu.2013). Menurut Irmawan (2018) Teknik analisis beban kerja
menggunakan rasio atau kebijakan kepegawaian standar untuk
menentukan kebutuhan kepegawaian. Analisis beban kerja
mengidentifikasi jumlah karyawan dan jenis staf yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan organisasi.
Irmawan (2018) menyatakan bahwa beban kerja adalah volume
pekerjaan yang mempengaruhi tenaga kerja baik secara fisik maupun
psikis dan menjadi tanggung jawabnya. Di tempat kerja, karyawan
dibebani oleh aktivitas fisik yang dilakukan. Pekerjaan itu secara alami
membuat stres dan membutuhkan istirahat yang sering dan jam kerja yang
pendek. Penambahan waktu melebihi kemampuan tenaga kerja dan dapat
menimbulkan kelelahan. Beban kerja karyawan harus didistribusikan
secara merata untuk menghindari karyawan dengan beban kerja terlalu
banyak atau terlalu sedikit. Namun beban kerja yang seragam ini tidak
berarti bahwa setiap pegawai dalam organisasi harus memiliki beban kerja
yang sama.
Munandar (2001) mengkategorikan beban kerja kedalam faktor-faktor
intrinsik dalam pekerjaan sebagai berikut :
a. Tuntutan fisik
Kondisi kerja tertentu dapat menimbulkan prestasi kerja yang
optimal, kondisi fisik tidak hanya mempengaruhi kinerja pegawai,
tetapi juga kesehatan mental tenaga kerja. Kondisi fisik karyawan
mempengaruhi kondisi fisiologis dan psikologis seseorang. Dalam
hal ini, kesehatan pekerja harus dijaga selama bekerja, selain
istirahat yang cukup, didukung dengan fasilitas tempat kerja yang
nyaman dan memadai.
b. Tuntutan tugas
Kerja shift/kerja malam sering menimbulkan kelelahan pada
pegawai karena kelebihan beban. Terlalu banyak pekerjaan dan
terlalu sedikit pekerjaan dapat mempengaruhi kinerja dari
karyawan perusahaan. Beban kerja dapat dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu :
1) Beban kerja terlalu banyak/sedikit yang bersifat “kuantitatif”
dikarenakan pekerjaan yang terlalu banyak/sedikit yang
diberikan kepada tenaga kerja pada waktu tertentu.
2) Beban kerja berlebihan/terlalu sedikit “kualitatif” yaitu jika
Orang merasa tidak mampu menyelesaikan tugas atau
menyelesaikan tugas tanpa menggunakan keterampilan dan/atau
potensi tenaga kerja yang dimiliki oleh tenaga tenaga kerja
tersebut. Beban kerja yang terlalu ringan dapat menyebabkan
kurangnya semangat, menyebabkan rendahnya semangat dan
motivasi kerja, karena karyawan merasa tidak maju dan merasa
tidak berdaya untuk menunjukkan bakat dan keterampilannya

Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja diartikan sebagai proses di mana pekerjaan anggota
organisasi dievaluasi menggunakan alat evaluasi pekerjaan. Penilaian
kinerja pada hakekatnya adalah evaluasi prestasi kerja staf dibandingkan
dengan standar kinerja standar. Proses ini menolong staf dalam
pengambilan keputusan dan memberikan umpan balik yang baik kepada
staf tentang kinerja pekerjaan mereka (Ilyas, 2001).
Hall dalam Ilyas (2001), Penilaian kinerja adalah proses berkelanjutan
yang mengevaluasi pekerjaan staf dan upaya untuk meningkatkan kinerja
staf dalam organisasi. Sedangkan Certo dalam Ilyas (2001) evaluasi
kinerja adalah proses memantau aktivitas pribadi staf pada saat tertentu
dan mengevaluasi hasil pekerjaan untuk mencapai tujuan sistem
manajemen. Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memberikan penilaian
terhadap hasil kinerja organisasi, kelompok atau individu. Penilaian ini
memberikan umpan balik tentang tujuan dan sasaran kerja, proses
perencanaan dan evaluasi, evaluasi dan pengukuran kinerja. Berdasarkan
evaluasi kinerja, dapat diambil tindakan untuk meningkatkan kinerja di
masa yang akan datang.
Menurut Ilyas (2001) penilaian kinerja meliputi hal-hal sebagai
berikut :
a. Observasi adalah proses mengevaluasi dan mengamati tingkah laku
yang ditentukan oleh sistem kerja.
b. Ukuran, digunakan untuk mengukur kinerja staf terhadap deskripsi
pekerjaan yang ditetapkan untuk staf tersebut.
c. Pengembangan, tujuannya adalah untuk mendorong staf mengatasi
kekurangan mereka dan mendorong mereka untuk lebih
mengembangkan keterampilan dan kinerja mereka.
Robbins dalam Wibowo (2007) berpendapat terdapat beberapa
metode untuk mengevaluasi kinerja karyawan, diantaranya adalah :
a. Written Essays. cara ini memberikan evaluasi atas kinerja dari karyawan
dengan menggambarkan evaluasi kinerja individu, kelompok, dan
organisasi;
b. Critical Incident.s cara penilaian perilaku adalah kunci untuk membuat
perbedaan antara bekerja secara efisien dan efektif.
c. Graphic Rating Scales. cara ini menggunakan teknik penilaian/evaluasi
dimana evaluator meningkatkan faktor kinerja dalam skala tambahan.
d. Behaviorally Anchored Rating Scales. cara ini merupakan pendekatan
yang memadukan elemen utama dari critical incident dan grapic rating
scale.
e. Group Order Ranking Cara ini menggunakan teknik penilaian/evaluasi
yang mengklasifikasikan karyawan ke dalam kategori tertentu.
f. Individual Ranking. Cara melakukan evaluasi dengan mengkategorikan
pekerja dari terbaik ke terburuk.
g. Paired Comparison. cara ini dilakukan dengan membandingkan setiap
karyawan dengan karyawan lain dan memberi peringkat sesuai dengan
nilai keseluruhan yang dicapai oleh karyawan tersebut.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja


Menurut Hery (2019) Kinerja dalam suatu organisasi dilaksanakan
oleh seluruh elemen sumber daya manusia, baik level manajer maupun
staf/pekerja. Banyak faktor yang berpengaruh dalam menjalankan kinerja
sumber daya manusia. Terdapat faktor yang berasal dari dalam diri
maupun dari luar dari organisasi. Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan
dalam organisasi sangat mempengaruhi kinerja karyawan.
Armstrong dan Baron (1998) menyebutkan faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja , yaitu :
a. Personal factor, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi
yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu
b. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan
dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader
c. Team factor, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan
oleh rekan kerja
d. Sistem factor, ditunjukkan oleh adanya system kerja dan fasilitas
yang diberikan organisasi
e. Contextual/Situasional factor, ditunjukkan oleh tingginya tingkat
tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Bernadi dan Russel (1993) berpendapat bahwa Kinerja dipengaruhi
oleh kemampuan dan masukan kerja individu serta kesempatan kerja yang
diterima pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Mangkunegara
(2001) menyebutkan kinerja dari seorang pegawai dipengaruhi hal-hal
sebagai berikut : 1). Faktor Kemampuan, yang terdiri dari 2 (dua) yaitu
kemampuan untuk mencapai prestasi (IQ) dan kemampuan reality
(knowledge dan skill). 2). Faktor Motivasi, motivasi dapat tercipta dari
sikap seorang pegawai pada saat dihadapkan pada situasi kerja.
Sophiah (2008) dalam Natsir (2015), hal-hal yang berpengaruh
terhadap kinerja dari individu adalah :
a. Usaha (effort)
Usaha seseorang yang diwujudkan dalam bentuk motivasi.
Motivasi adalah kekuatan yang dimiliki seseorang, dan kekuatan
menciptakan intensitas dan ketekunan yang dilakukan seseorang
secara sukarela. Semua upaya individu ditujukan untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisien. Intensitas adalah jumlah upaya
untuk menunjukkan tujuan, atau beberapa upaya untuk mencapai
tujuan. Motivasi dibedakan menjadi 2 (dua) macam : 1) Motivasi
yang berasal dari dalam diri: keinginan besar yang timbul dari
dalam diri individu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam hidup. 2). Motivasi yang berasal dari luar diri : Motivasi dari
luar diri, yang menjadi kekuatan individu untuk mencapai tujuan
hidupnya, motivasi dari luar diri tersebut dapat berasal dari
lingkungan sekitarnya seperti atasan, rekan kerja, keluarga, dll.
b. Kemampuan (ability)
Keterampilan individu bermanifestasi sebagai kompensasi. Orang
yang kompeten memiliki pengetahuan dan pengalaman. Tuhan
memberi setiap orang bakat dan kemampuan sejak lahir. Bakat
adalah kecerdasan alami bawaan, kemampuan adalah kecerdasan
individu yang diperoleh melalui pembelajaran Situasi lingkungan
Lingkungan dapat memiliki efek positif atau negatif. Situasi yang
menguntungkan, misal dukungan dari supervisor, kolega, tempat
dan infrastruktur yang memadai, dll. Situasi negatif, misal suasana
kerja yang tidak menyenangkan karena tempat dan infrastruktur
yang tidak memadai, kurangnya dukungan dari supervisor, rekan
kerja, dll. Kinerja seorang karyawan dapat meningkat atau menurun
tergantung pada beberapa faktor. Memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja penting untuk mengetahui faktor mana yang
diperlukan dalam keadaan tertentu. T. Hani Handoko (2008)
menyatakan bahwa kinerja seorang pegawai baik tidaknya
tergantung dari motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik
kerja, sistem kompensasi, perencanaan kerja, aspek keuangan dan
teknis serta pola perilaku lainnya

Indikator Kinerja Karyawan


Menurut Mangkunegara (2011: 75) mengemukakan, menyebutkan bahwa
indikator kinerja sebagai berikut yaitu :

  1. Kualitas: adalah seberapa baik seorang karyawan mengerjakan apa yang
    seharusnya dikerjakan.
  2. Kuantitas: adalah seberapa lama seorang karyawan bekerja dalan satu harinya.
    Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja dari masing-masing
    karyawan.
  3. Pelaksanaan tugas: adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan
    pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.
  4. Tanggung jawab: terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban
    karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan

Penilaian Kinerja Karyawan


Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang dilakukan kepada pihak
manajemen perusahaan baik para karyawan maupun manajer yang selama ini
telah melakukan pekerjaannya. Menurut Mathis dan Jackson dalam Irham
(2016:203) “Penilaian Kinerja merupakan proses mengevaluasi seberapa baik
karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set
standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut”. Penilaian
tersebut nantinya akan menjadi bahan masukan yang berarti dalam menilai kinerja
yang dilakukan dan selanjutnya dapat dilakukan perbaikan, atau yang biasa
disebut perbaikan yang berkelanjutan.
Menurut Wibowo dalam Irham (2016:204) ada lima faktor dalam
penilaian kinerja yang populer, yaitu:

  1. Prestasi pekerjaan, meliputi: akurasi, ketelitian, keterampilan, dan penerimaan
    keluar.
  2. Kuantitas pekerjaan, meliputi: volume keluaran dan kontribusi.
  3. Kepemimpinan yang diperlukan, meliputi: membutuhkan saran, arahan atau
    perbaikan.
  4. Kedisiplinan, meliputi: kehadiran, sanksi, warkat, regulasi, dapat dipercaya/
    diandalkan dan ketepatan waktu.
  5. Komunikasi, meliputi: hubungan antar karyawan maupun dengan pimpinan,
    media komunikasi

Faktor Yang Memengaruhi Pencapaian Kinerja.


Menurut Amstrong (2018: 352) kinerja tidak terjadi dengan sendirinya.
Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kinerja. Faktor-
faktor tersebut meliputi:

  1. Personal factors (faktor individual). Faktor individu berkaitan dengan
    keahlian, motivasi, komitmen, dan lain-lain.
  2. Leadership factors (faktor kepemimpinan). Faktor kepemimpinan berkaitan
    dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan pimpinan, manajer,
    atau ketua kelompok kerja.
  3. Team factors (faktor kelompok/rekan kerja). Faktor kelompok/ rekan kerja
    berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
  4. System factors (faktor sistem). Faktor sistem berkaitan dengan sistem metode
    kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
  5. Contextuallsituational factors (faktor situasi). Faktor situasi berkaitan dengan
    tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun
    eksternal

Pengertian Kinerja


Menurut Mangkunegara (2018: 350) mendefinisikan kineja sebagai “hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya”. Kualitas yang dimaksud di sini adalah dilihat dari kehalusan,
kebersihan, dan ketelitian dalam pekerjaan, sedangkan kuantitas dilihat dari
jumlah atau banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan karyawan.
Adapun menurut Michael Amstrong (2016: 190) kinerja adalah hasil dari
suatu proses yang mengacu dan diukur selama periode waktu tertentu berdasarkan
ketentuan atau kesepakatan yang telah di tetapkan sebelumnya.
Sedangkan menurut Tika dalam Mangkunegara (2018: 350) kinerja
sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan seseorang yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Menurut
Lawler dan Porter (2019: 150) menyatakan job performance (kinerja) adalah
“successful role achievement” yang diperoleh seseorang dari perbuatan-
perbuatannya

Kinerja Karyawan


Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang
berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang.
Dalam aktivitas sebuah perusahaan atau organisasi, kinerja pegawai sangatlah
penting sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan
pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan.

Indikator Kepuasan Kerja


Menurut Herzberg dalam (Ida Sanjaya Dewi 2015: 19-20) indikator
kepuasan kerja sebagai berikut:

  1. The work it self (pekerjaan itu sendiri)
    Dimana suatu pekerjaan-pekerjaan dapat menyediakan tugas-tugas yang
    menarik bagi individual itu sendiri. Hal yang menarik dari individu terhadap
    pekerjaan-pekerjaannya merupakan sumber utama dari kepuasan kerja.
  2. Pay (gaji)
    Gaji atau upah merupakan suatu balas jasa yang diterima dalam bentuk
    financial atas pekerjannya yang telah mereka lakukan.
  3. Promotion opportunity (kesempatan promosi)
    Kesempatan promosi merupakan peluang untuk mengalami peningkatan
    dalam hierarki. Kesempatan promosi memiliki bentuk-bentuk yang berbeda,
    didampingi dengan imbalan-imbalan yang mendampinginya.
  4. Suvervision (atasan)
    Supervisor merupakan hal yang cukup mempengaruhi dari kepuasan kerja.
    Kemampuan dari supervisor untuk menyediakan bantuan teknik dan
    dukungan. Hal tersebut dapat berupa adanya pengawan yang langsung
    dilakukan oleh seorang atasan terhadap bawahannya.
  5. Co-worker (rekan kerja)
    Pada dasarnya kelompok kerja akan memilik efek terhadap kepuasan kerja.
    Keramahan dari teman kerja yang kooperatif merupakan sumber yang
    sederhana terhadap kepuasan kerja untuk satu individu karyawan.
  6. Working condition (kondisi kerja)
    Kondisi kerja yang memiliki efek yang sederhana terhadap kepuasan kerja.
    Jika kondisi kerjanya baik (bersih dan memiliki lingkungan yang menarik),
    maka para karyawan akan menemukan bahwa sangat mudah untuk
    melakukan pekerjaan mereka, tetapi kondisi kerja yang buruk (panas,
    lingkungan yang berisik) maka para karyawan akan merasakan sangat sulit
    untuk melakukan pekerjaannya.

Pengukuran Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja menurut Robbins (2017: 48), dapat diukur melalui beberpa
pendekatan, yaitu Single global rating method (SGRM) yang mengukur sikap
kerja seseorang terhadap pekerjaannya, dan Summation score method (SCM) yang
mengukur tentang pengenalan tugas kerja dan beban kerja, lingkungan kerja,
hubungan supervisi, kesempatan promosi karier, dan hubungan dengan relasi
kerja. Instrumen dari Wood, Wallace and Zeffani (dalam Yusuf, 2010), bahwa
pengukuran kepuasan kerja dapat menggunakan metode NSQ (Need Satidfaction
Questonaire) yang telah dimodifikasi penulis dengan indikator sebagai berikut:
27

  1. Hubungan baik di lingkungan akademik, yaitu adanya hubungan supervisi,
    hubungan sosial di antara dosen dengan pihak manajemen fakultas, dan
    kemampuan beradaptasi dengan sarana pekerjaan.
  2. Kemampuan utilitas, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan sikap dosen
    terhadap kebijakan kepemimpinan perguruan tinggi, kebijakan peraturan jam
    kerja, kesempatan untuk berkreasi, dan peluang promosi karier.
  3. Kebijakan kesejahteraan, yaitu kebijakan yang menimbulkan efek kepuasan
    dosen, yaitu pada sistem pengupahan, pemberian tunjangan/kompensasi, dan
    insentif

Dimensi Kepuasan Kerja


Luthans (2017: 46) menyatakan bahwa kepuasan kerja meliputi 6 (enam)
dimensi yakni gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi, pengawasan, kelompok kerja,
dan kondisi kerja. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Gaji. Berkaitan dengan kompensasi yang diperoleh pegawai atas pekerjaan
    yang dilakukan. Uang yang diperoleh pegawai tidak hanya untuk memenuhi
    kebutuhan dasar pegawai namun juga untuk kebutuhan yang lebih tinggi.
    Oleh karena itu gaji yang diterima pegawai haruslah memenuhi kebutuhan
    nominal, bersifat mengikat, menimbulkan semangat, diberikan secara adil,
    dan bersifat dinamis.
  2. Pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan harus menarik bagi pegawai, memberikan
    kesempatan belajar, dan kesempatan menerima tanggung jawab. Pekerjaan
    yang terlalu mudah memberikan rasa jenuh, akan tetapi pekerjaan terlalu
    berat membuat pegawai tertekan.
  3. Promosi. Merupakan proses pemindahan dari satu jabatan ke jabatan lainnya
    yang lebih tinggi di dalam organisasi. Promosi diikuti oleh tugas, tanggung
    jawab, dan wewenang yang baru yang lebih tinggi dari jabatan sebelumnya.
    Kesempatan promosi ini memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap
    kepuasan kerja pegawai dalam organisasi.
    26
  4. Kelompok kerja. Teman kerja yang ramah dan mudah diajak kerjasama
    memberikan kepuasan kerja bagi pegawai lainnya. Teman kerja seperti ini
    jika terjadi secara merata diantara kelompok kerja akan membuat pekerjaan
    menjadi mudah dilakukan dan akibatnya pegawai mendapat kepuasan kerja.
  5. Pengawasan. Gaya atasan dalam menjalankan pengawasan terhadap pegawai
    dapat berupa memberikan perhatian dan partisipasi pegawai. Pengawasan
    yang memberikan perhatian terhadap kepentingan pegawai dan mengajak
    pegawai berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap pekerjaan
    pegawai sendiri akan sulit dilupakan pegawai
  6. Kelompok Kerja. Di dalam organisasi pegawai masuk ke dalam kelompok
    kerja. Kelompok kerja yang kondusif akan memberikan kemudahan pegawai
    bekerja dan pada akhimya memberikan kepuasan pegawai

Faktor Kepuasan Kerja


Banyak faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja karyawan.
Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada
karyawan bergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Menurut Gilmer
dalam Edy Sutrisno (2019: 77) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
adalah:

  1. Kesempatan untuk maju.
    Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan
    peningkatan kemampuan selama kerja.
  2. Keamanan kerja
    Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan.
    Keadaan yang aman sangat memengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
  3. Gaji
    Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang
    mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang
    diperolehnya.
  4. Perusahaam dan Manajemen
    Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan
    situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini menentukan kepuasan kerja
    karyawan.
  5. Pengawasan
    Sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn
    over.
  6. Faktor intrinsik dari pekerjaan
    Atribut yag ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar
    dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau
    mengurangi kepuasan.
  7. Kondisi Kerja
    Termasuk di sini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran, kantin, dan tempat
    parkir.
  8. Aspek Sosial dalam pekerjaan
    Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai
    faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
  9. Komunikasi
    Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak
    dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan
    pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat
    ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas
    terhadap kerja.
  10. Fasilitas
    Fasilitas rumah sakit, cuti, dan pensiun, atau perumahan merupakan standar
    suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas

Teori Kepuasan Kerja


Sharma dan Chandra (2017: 42) menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat
diterangkan oleh teori need fulfillment, teori equity, teori discrepancy, teori
motivasi two factor, dan teori social reference group. Kelima teori tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:

  1. Teori need fulfillment
    Teori ini menyatakan bahwa kepuasan kerja diukur melalui penghargaan yang
    diterima pegawai atau tingkat kebutuhan yang terpuaskan. Pegawai akan puas
    jika mereka mendapatkan sesuatu yang dibutuhkannya. Semakin besar
    kebutuhan pegawai yang terpenuhi semakin puas pegawai tersebut atau
    sebaliknya. Ada hubungan langsung yang positif antara kepuasan kerja dan
    kepuasan aktual terhadap kebutuhan yang diharapkan.
  2. Teori Equity
    Prinsipnya teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas sepanjang
    mereka ada keadilan (equity), perasaan equity dan inequity diperoleh dengan
    membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun di
    tempat lain. Teori ini mengindentifikasi equity dalam tiga bagian yakni:
    a. Input, adalah sesuatu yang berharga dirasakan oleh pegawai sebagai
    masukan untuk menunjang pekerjaannya seperti pendidikan, pelatihan, alat
    kerja, dan Iain-lain.
    b. Out comes, adalah segala sesuatu yang berharga dirasakan pegawai sebagai
    dari hasil pekerjaannya seperti gaji, status, pengakuan atas prestasi, dan lain-
    lain.
    c. Comparisons person adalah perbandingan antara input dan out come yang
    diperolehnya. Menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai merupakan
    hasil dari perbandingan input output dirinya dan input output pegawai lain
    (comparisons person). Jika perbandingan tersebut adil maka pegawai puas
    demikian sebaliknya.
  3. Teori Discrepancy
    Teori ini menyatakan untuk mengukur kepuasan kerja seseorang dilakukan
    dorongan menghitung selisih antara apa yang diharapkan dari pekerjaan
    dengan kenyataan yang dirasakan. Kepuasan kerja tergantung pada
    discrepancy antara expectation, needs, atau values dengan apa yang menurut
    perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan.
    Sikap pegawai terhadap pekerjaannya tergantung ketidaksesuaian yang
    dirasakan.
  4. Teori motives; two factor
    a. Faktor maintenance atau dissatisfaction factors, adalah faktor- faktor
    pemeliharaan yang berhubungan dengan hakekat manusia yang ingin
    memperoleh ketentraman badaniah meliputi gaji, kualitas supervisi,
    kebijakan organisasi, kualitas hubungan interpersonal diantara rekan kerja,
    dengan atasan dan bawahan, keamanan bekerja, status, dan kondisi kerja.
    b. Faktor motivator atau satisfaction factors menyangkut kebutuhan psikologis
    pegawai. Faktor ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi
    pegawai yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan seperti prestasi,
    pengakuan, pekerjaan itu sendiri.
  5. Teori social reference-group
    Teori ini hampir menyerupai teori need fulfilment, namun perbedaanya adalah
    bahwa dalam teori ini, harapan, keinginan, serta kepentingan adalah milik
    individu dalam kelompok dan bukan sebagai individu yang independen.
    Menurut teori ini, jika pekerjaan sesuai dengan kepentingan, harapan, dan
    tuntutan individu dalam kelompok, maka seseorang akan merasa puas
    terhadap pekerjaannya, dan sebaliknya. Pada kenyataannya individu tidak
    selamanya mengikuti apa yang diputuskan kelompok, adakalanya bersikap
    independen

Pengertian Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual.
Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan
dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya
terhadap kegiatan tersebut. Jadi secara garis besar kepuasan kerja dapat diartikan
sebagai hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang mana pegawai
memandang pekerjaannya.
Menuru Edy Sutrsino (2014: 73) kepuasan kerja menjadi masalah yang
cukup menarik dan penting, karena terbukti besar manfaatnya bagi kepentingan
individu, industri dan masyarakat. Bagi individu, penelitian tentang sebab-sebab
dari sumber-sumber kepuasan kepuasan kerja memungkingan timbulnya usaha-
usaha peningkatan kebahagian hidup mereka. Bagi industri, penelitian mengenai
kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha peningkatan produksi dan pengaruh
biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawannya. Selanjutnya
masyarakat tentu akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari industri serta
naiknya nilai manusia di dalam konteks pekerjaan.
Adapun yang dinyatakan oleh Luthan (2013: 106) bahwa kepuasan kerja
adalah emosi yang menyenangkan atau positif yang merupakan hasil dari prestasi
kerja atau pengalaman.
Sedangkan menurut Dost (2017: 39) juga menjelaskan bahwa kepuasan
kerja melibatkan aspek upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan antara
pengajar dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi menjadi
landasan pencapaian kinerja perguruan tinggi.
Menurut Siagian (2013: 295) kepuasan kerja merupakan suatu cara
pandang seseorang baik yang positif maupun negative tentang pekerjaannya

Indikator Lingkungan Kerja


Menurut Sedarmayanti (2011: 26) indikator yang mempengaruhi
lingkungan kerja sebagai berikut:

  1. Cahaya Matahari
    Cahaya matahari yang masuk ke tempat kerja, menjadikan lingkungan kerja
    segar dan sehat, yang berdampak pada kenyamanan untuk bekerja.
  2. Penerangan lampu
    Penerangan lampu yang masuk di tempat kerja terdiri dari penerangan listrik
    dan cahaya matahari, kedua-duanya sangat mempengaruhi lingkungan kerja,
    tempat kerja yang cukup penerangannya akan menambah semangat untuk
    bekerja.
  3. Sirkulasi udara
    Sirkulasi udara yang cukup di tempat kerja akan terasa segar dan sirkulasi
    udara ini sangat mempengaruhi lingkungan kerja.
  4. Suhu udara
    Udara yang panas atau terlalu dingin di tempat kerja, mengakibatkan
    lingkungan kerja yang tidak nyaman, pegawai tidak akan betah lama tinggal
    di ruang kerja, yang berdampak pada prestasi kerja dan produktifitas tidak
    akan tercapai, sehingga target produktifitas perusahaan mengalami kesulitan
    untuk tercapainya hasil yang optimal.
  5. Kebisingan
    Lingkungan kerja yang terlalu ramai yang mengakibatkan tingkat
    kebisingannya tinggi, akan berdampak pada ketidaknyamanan pegawai, yang
    pada akhirnya pegawai malas bekerja.
  6. Warna dinding
    Warna yang sejuk sesuai dengan kondisi pekerjaan, yang ada disekitar tempat
    kerja, membantu kesejukan dalam bekerja.
  7. Luas ruang kerja
    Lingkungan kerja dengan ruangan yang cukup luas, akan membuat
    lingkungan kerja menjadi tertib dan teratur, sehingga pegawai akan betah di
    tempat kerja.
  8. Hubungan karyawan
    Hubungan antar karyawan dengan karyawan, atau antara pegawai dengan
    atasan yang harmonis akan berdampak pada lingkungan kerja yang kondusif.
  9. Keamanan di tempat kerja
    Keamanan di tempat kerja merupakan faktor yang sangat penting, baik bagi
    perusahaan maupun bagi karyawan, keamanan yang terdapat di lingkungan
    kerja bertujuan untuk pengamanan pegawai, peralatan perusahaan dan
    pengamanan keseluruhan yang ada di lingkungan perusahaan.
    Sedangkan, Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi
    yang berkaitan dengan hubungan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan
    bawahan. Sedarmayanti (2011:26) Hubungan kerja dibagi menjadi dua:
  10. Hubungan kerja antar pegawai
    Hubungan kerja antar pegawai sangat diperlukan dalam melakukan pekerjaan,
    terutama bagi pegawai yang bekerja secara berkelompok, apabila terjadi
    konflik yang timbul dapat memperkeruh suasana kerja dan akan menurunkan
    semangat kerja pegawai. Hubungan kerja yang baik antara yang satu dengan
    yang lain dapat meningkatkan semangat kerja bagi pegawai, di mana mereka
    saling bekerja sama atau saling membantu dalam menyelesaikan suatu
    pekerjaan.
  11. Hubungan kerja antar pegawai dengan pimpinan
    Sikap atasan terhadap bawahan memberikan pengaruh bagi pegawai dalam
    melaksanakan aktivitas. Sikap yang bersahabat, saling menghormati perlu
    dalam hubungan antar atasan dengan bawahan untuk kerjasama dalam
    mencapai tujuan perusahaan. Sikap bersahabat yang diciptakan atasan akan
    menjadikan pegawai lebih betah untuk bekerja dan dapat menimbulkan
    semangat kerja bagi pegawai. Pada perusahaan sikap pemimpin antara
    pegawainya saling menghormati agar dapat memajukan perusahaan.


Menurut Ishak dan Tanjung dalam Abdul, dkk (2014: 5) manfaat
lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas dan
prestasi kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
tepat. Yang artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam
skala waktu yang ditentukan. Prestasi kerjanya akan dipantau oleh individu yang
bersangkutan, dan tidak akan menimbulkan terlalu banyak pengawasan serta
semangat juangnya tinggi.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Lingkungan Kerja


Setiap perusahaan tentunya mempunyai cara akan suatu faktor yang
mendukung keberhasilan dan kemajuan perusahaan. Ada beberapa faktor yang
berkaitan dengan lingkungan organisasi, sebagai berikut:
Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sunyoto (2012:44) yang dapat
mempengaruhi lingkungan organisasi:

  1. Hubungan karyawan
    Dalam hubungan karyawan ini terdapat dua hubungan yaitu hubungan
    sebagai individu dan hubungan sebagai kelompok. Hubungan sebagai individu,
    motivasi yang diperoleh seorang karyawan datangnya dari rekan-rekan sejerha
    maupun atasan. Menjadi sebuah motivasi, jika hubungan karyawan dengan
    rekan sekerja maupun atasannya berlangsung harmonis. Begitu juga dengan
    sebaliknya, jika hubungan diantara mereka tidak harmonis, maka akan
    mengakibatkan kurangnya atau tidak ada motivasi di dalam karyawan bekerja.
    Sedangkan untuk hubungan sebagai kelompok, maka seseorang karyawan akan
    berhubungan dengan banyak orang, baik secara individu maupun secara
    kelompok. Dalam hubungan ini ada beberapa yang mendapatkan perhatian agar
    keberadaan kelompok ini menjadi lebih produktif yaitu :
    a. Kepemimpinan yang baik
    Gaya kepemimpinan seseorang akan sangat berpengaruh pada baik dan
    tidaknya dalam pengembangan sumber daya manusia untuk waktu yang
    akan datang. Seorang pemimpin yang baik harus benar-benar mengerti
    lingkungan sekitarnya, termasuk di dalamnya apa yang diperlukan oleh
    para karyawan, agar mereka termotivasi untuk lebih giat bekerja.
    b. Distribusi informasi yang baik
    Distribusi dan pendistribusian informasi yang baik akan dapat
    memperlancar arus informasi yang diperlukan oleh organisasi atau
    perusahaan. Kecepatan melakukan tindakan akan tergantung dari informasi
    yang cepat dipahami ataukah tidak. Semakin baik informasi yang
    diperoleh, maka akan semakin cepat pula dilakukan tindakan dan bahkan
    mempercepat pengambilan keputusan.
    c. Kondisi kerja yang baik
    Kondisi kerja yang baik adalah kondisi yang dapat mendukung dalam
    penyelesaian pekerjaan oleh karyawan. Segenap fasilitias yang diperlukan
    dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaan bagi karyawan
    merupakan suatu hal yang harus dipenuhi oleh perusaan atau organisasi.
    Tentu saja dengan harapan semakin lengkap fasilitas yang dimiliki, akan
    semakin baik dan produktivitasnya mengalami peningkatan yang berarti.
    d. Sistem pengupahan yang jelas
    Seluruh karyawan mengerti dan jelas berapa upah yang bakal diterima.
    Para karyawan dapat menghitung sendiri jumlah upah yang akan diterima
    dengan mudah. Sehingga ini akan menambah tingkat keyakinan para
    karyawan terhadap pihak perusahaan, dengan demikian akan dapat
    menimbulkan saling percaya di antara mereka.
  2. Tingkat kebisingan lingkungan kerja
    Lingkungan kerja yang tidak tenang atau bising akan dapat menimbulkan
    pengaruh yang kurang baik yaitu adanya ketidaktenangan dalam bekerja.
    Bagi para karyawan tentu saja ketenangan lingkungan kerja sangat membantu
    dalam penyelesaian pekerjaan dan ini dapat meningkatkan produktivitas
    kerja.
  3. Peraturan kerja
    Peraturan kerja yang baik dan jelas dapat memberikan pengaruh yang baik
    terhadap kepuasan dan kinerja para karyawan untuk pengembangan karier di
    perusahaan tersebut. Dengan perangkat peraturan tersebut karyawan akan
    dituntut untuk menjalankan aktivitasnya guna mencapai tujuan perusahaan
    maupun tujuan individu dengan pasti. Disamping itu karyawan akan lebih
    termotivasi untuk bekerja lebih baik.
  4. Penerangan
    Dalam hal ini, penerangan bukanlah terbatas pada penerangan listrik, tetapi
    termasuk juga penerangan matahari. Hal ini sering kali karyawan
    memerlukan penerangan yang cukup, apalagi jika pekerjaan yang dilakukan
    menuntut ketelitian. Untuk melaksanakan penghematan biaya maka dalam
    usaha penerangan hendaknya diusahakan dengan sinar matahari. Jika satu
    ruangan memerlukan penerangan lampu, maka ada dua hal yang harus
    diperhatikan yaitu biaya dan pengaruh lampu tersebut terhadap karyawan
    yang sedang bekerja.
  5. Sirkulasi udara
    Sirkulasi udara atau pertukaran udara yang cukup maka pertama yang harus
    dilakukan pengadaan ventilasi. Ventilasi harus cukup lebar terutama pada
    ruangan-ruangan yang dianggap terlalu panas. Bagi perusahaan yang merasa
    pertukaran udaranya kurang atau kepengapan masih dirasakan, dapat
    mengusahakan.
  6. Keamanan
    Lingkungan kerja dengan rasa aman akan menimbulkan ketenangan dan
    kenyamanan, di mana hal ini akan dapat memberikan dorongan semangat
    untuk bekerja. Keamanan yang dimasukkan ke dalam lingkungan kerja adalah
    keamanan terhadap milik pribadi karyawan

Jenis Lingkungan Kerja


Lingkungan kerja sangat memengaruhi terhadap produktivitas kerja.
Berbagai usaha dalam mengelola lingkungan kerja agar pegawai betah dan
bersemangat dalam bekerja. Menurut Sedarmayanti (2011: 26), lingkungan kerja
terdiri dari:

  1. Lingkungan Kerja Fisik
    Yaitu seluruh keadaan yang berbentuk fisik yang berada disekitar tempat
    kerja yang dapat mempengaruhi pegawai, baik langsung maupun tidak
    langsung. Lingkungan fisik terdiri dari:
    a. Lingkungan kerja langsung, berhubungan dengan pegawai, misalnya:
    pusat kerja, peralatan kerja, dan lain-lain.
    b. Lingkungan kerja tidak langsung, misalnya: lingkungan kerja perantara
    yang mempengaruhi kondisi pegawai, antara lain: kebisingan, getaran,
    warna dan lain-lain.
  2. Lingkungan kerja non fisik
    Yaitu semua yang terjadi berkaitan dengan hubungan kerja, misalnya:
    hubungan antar pegawai, karyawan dengan atasan. Lingkungan kerja non
    fisik ini, hendaknya jangan diabaikan, sebab akan berpengaruh terhadap
    hubungan antara karyawan

Pengertian Lingkungan Kerja


Menurut Sedarmayanti dalam Nurul Ikhsan Sahlan (2015: 54)
mengemukakan lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada disekitar para pekerja
dan yang mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan.
Adapun menurut Sedarmayanti dalam Quinerita Stevani Aruan dan
Mahenda Fakhri (2015: 144) adalah seorang karyawan mampu melaksanakan
kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila
ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan kerja yang sesuai. Suatu kondisi
lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan
kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.
Sedangkan menurut Nitisimeto dalam Ida Sanjaya Dewi (2015: 21)
lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang
dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalan tugas-tugas yang dibebankan.
Misalnya, kebersihan, musik, dll

Lingkungan Kerja


Menurut Sunyoto (2012: 43) lingkungan kerja merupakan bagian
komponen yang sangat penting di dalam karyawan melakukan aktivitas bekerja.
Dengan memerhatikan lingkungan kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja
yang mampu memberikan motivasi untuk bekerja, maka akan membawa pengaruh
terhadap kegairahan atau semangat karyawan bekerja. Pengertian lingkungan
kerja di sini adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat
memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya
kebersihan, musik, penerangan dan lain-lain. Mendasarkan pada pengertian di
atas, ruang lingkup lingkungan kerja:

  1. Bahwa lingkungan organisasi tertentu tercermin pada karyawan. Gaya
    kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin yang demokratis akan
    berpengaruh pula terhadap karyawan.
  2. Lingkungan kerja yang timbul dalam organisasi merupakan faktor yang
    menentukan perilaku karyawan.

Motivasi Kerja


Menurut Sardiman, (2005: 73), motivasi berasal dari kata “motive” atau
“motion” yang berasal dari bahasa Inggris yang dapat diartikan sebagai
daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu demi mencapai suatu tujuan. Menurut Dalyono, (2009: 57),
motivasi adalah daya penggerak atau dorongan untuk melakukan sesuatu
pekerjaan. Sedangkan menurut Sumiati, (2007: 236), mengatakan bahwa
motivasi adalah dorongan yang muncul dari dalam diri sendiri untuk
bertingkah laku. Dorongan itu pada umumnya diarahkan untuk mencapai
sesuatu tujuan. Sehingga motivasi dapat memberikan semangat yang luar
biasa terhadap seseorang untuk berperilaku dan dapat memberikan arah
dalam bekerja.
Menurut Rivai dan Sagala, (2009: 837), motivasi adalah serangkaian sikap
dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang
spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan
suatu yang insible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu
bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut terdiri dari dua
komponen, yaitu: arah prilaku (kerja untuk mencapai tujuan), dan
kekuatan prilaku (seberapa kuat usaha individu dalam bekerja).
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas bahwasannya motivasi
merupakan suatu daya penggerak dan dorongan yang muncul dari dalam
diri individu untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang didalamnya terdapat
sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal
yang spesifik sesuai dengan tujuan individu hal ini akan mengacu pada
arah perilaku individu (kerja untuk mencapai tujuan), dan kekuatan
perilaku individu (seberapa kuat usaha individu dalam bekerja).
Lebih lanjut menurut Rivai dan Sagala, (2009: 850-851), menjelaskan
mengenai motivasi bersifat positif, sebagai berikut.

  1. Penghargaan terhadap pekerjaan
    Berdiam diri saja tidak cukup, terutama apabila pekerjaan baik
    dihargai tanpa komentar, sementara pekerjaan jelek selalu diberikan
    teguran. Pimpinan tentu saja tidak bisa memberikan pujian untuk siapa
    saja dan pekerjaan apa saja. Bagaimanapun penghargaan terhadap
    pekerjaan yang terselesaikan dengan baik akan menyenangkan
    perasaan karyawan tersebut.
  2. Komunikasi dan informasi
    Pemberian informasi yang jelas juga akan sangat membantu karyawan
    untuk memperoleh rasa ingin tahunya akan informasi, pemberian
    informasi tentang mengapa suatu tindakan atau perintah diberikan bisa
    merupakan motivasi karena karyawan dianggap menjadi bagian
    penting atas pekerjaan tersebut
  3. Persaingan, partisipasi dan kebanggaan
    Pemberian hadiah untuk yang mencapai target kinerjanya merupakan
    bentuk motivasi positif dalam persaingan antar karyawan. Partisipasi
    yang dimaksud disini adalah, yang digunakan sebagai democratic
    manajement. Kebanggaan disini sebagai alat motivasi karyawan.
    Motivasi pada dasarnya merupakan keinginan yang ingin dipenuhi, maka
    ia akan timbul jika ada rangsangan, baik karena adanya kebutuhan maupun
    minat terhadap sesuatu. Berdasarkan penjelasan dari tokoh di atas
    motivasi merupakan serangkaian perilaku yang mengarahkan seseorang
    untuk melakukan sesuatu yang harus dikerjakan secara sukarela dan baik.
    Sedangkan motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat
    atau dorongan kerja. Motivasi kerja juga dapat diartikan kondisi yang
    berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku
    yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
    Menurut Rivai dan Sagala, (2009: 840-848), menjelaskan beberapa teori
    motivasi yang dikenal, yaitu.
  4. Heararki Teori Kebutuhan (Hierarchical of Needs Thry)
  5. McClelland Theory of Needs
  6. Theory X and Theory Y
  7. Teori ERG
  8. Pola Dasar Pemikiran Content Theory
  9. Pola Dasar Pemikiran Process Theori
  10. Pola Dasar Pemikiran Reinforcement Theory
  11. Pola Dasar Pemikiran Expectancy Theory

Kepuasan Kerja Karyawan


Menurut Handoko, (2000: 193), kepuasan kerja adalah emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan
memandang pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Hasibuan, (2000:
199), tolak ukur tingkat kepuasan kerja yang mutlak tidak ada karena
setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator
kepuasan kerja hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turn
over kecil maka secara relatif kepuasan kerja karyawan baik. Sebaliknya
jika kedisiplinan, moral kerja, dan turn over besar maka kepuasan kerja
karyawan di perusahaan kurang.
Berdasarkan kedua tokoh di atas maka kepuasan kerja merupakan suatu
perasaan senang atau tidak senang atas hasil pekerjaan mereka yang tidak
dapat diukur tingkat kepuasannya. Dalam hal ini sesuai dengan yang
disebutkan oleh Hasibuan di atas bahwa setiap individu karyawan berbeda
standar kepuasannya, sehingga dalam pengumpulan data melalui
wawancara maupun angket juga setiap karyawan akan memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda.
Salah satu teori tentang kepuasan kerja yaitu teori pemenuhan kebutuhan
(Need Fulfilment Theory) menyatakan bahwa kepuasan kerja pegawai
bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai
akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin
besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut.
Begitu pula sebaliknya, apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi,
pegawai itu akan merasa tidak puas (Hasibuan, 2000: 121).
Menurut Hasibuan, (2000: 200), kepuasan kerja karyawan dipengaruhi
oleh faktor-faktor sebagai berikut.

  1. Balas jasa yang adil dan layak
  2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian
  3. Berat ringannya pekerjaan
  4. Suasana dan lingkungan pekerjaan
  5. Peralatan yang menunjukan pelaksanaan pekerjaan
  6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya
  7. Sifat pekerjaan monoton
    Berdasarkan penjelasan Hasibuan di atas kepuasan kerja bergantung pada
    terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai, hal ini masih berhubungan
    dengan pernyataan sebelumnya bahwa setiap individu karyawan memiliki
    tingkat kepuasan berbeda-beda ini karena setiap individu karyawan
    memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karenanya Hasibuan
    menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang
    mungkin dalam penelitian ini faktor tersebut menjadi salah satu
    terpenuhinya kepuasan kerja karyawan.
    Menurut Rivai dan Sagala, (2009: 858), dalam dunia kerja kepuasan itu
    salah satunya bisa mengacu pada kompensasi yang diberikan oleh
    pengusaha, termasuk gaji atau imbalan dan fasilitas kerja lainnya seperti,

Pengendalian Turnover Karyawan


Menurut Dessler (2016) manajer sebaiknya memahami bahwa
mempertahankan karyawan merupakan kemampuan manajemen. Karyawan yang
tidak tertarik pada pekerjaan akan merasa tidak cocok dengan pekerjaannya atau
merasa kurang dalam hal kompensasi cenderung memilih untuk pergi. Perusahaan
dapat mengatasi masalah tersebut dengan mengkoordinasikan manajemen bakat
yang komprehensif seperti rekrutmen, seleksi, pelatihan, penilaian dan
kompensasi. Hal tersebut dilakukan mengingat turnover sering dimulai dengan
keputusan seleksi yang buruk, pelatihan yang tidak memadai, penilaian tidak
sensitif, dan upah yang dirasa kurang adil.
Adapun cara yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi masalah.
Kemudian melakukan wawancara keluar secara efektif untuk memberikan
wawasan yang menjadi area masalah potensial selanjutnya menganalisis situasi
mengarah ke solusi sederhana. Misalnya, Wallmart menemukan secara signifikan
mengurangi turnover sukarela dengan memberikan pratinjau realistis yang agresif
tentang tuntutan pekerjaan dan jam kerja.
Sebuah perusahaan konsultan Development Dimensions International
(DDI) dan perusahaan keternagakerjaan Robert Half International dalam Dessler
(2016) menyarankan program komprehensif dimulai dari langkah :

  1. Seleksi
    Retensi dimulai dari pemilihan dan perekrutan hak karyawan. Seleksi tidak
    hanya mengacu pada pekerja tetapi juga memilih pengawas yang tepat.
  2. Pengembangan profesional
    Karir dan prospek pengembangan profesional yang tidak memadai
    membuat banyak karyawan memilih pergi. Sedangkan pelatihan serta
    program pengembangan karir dapat memberikan insentif yang kuat untuk
    tetap bekerja di perusahaan. Profesional yang merasa perusahaannya
    peduli tentang perkembangan dan kemajuan mereka besar kemungkinan
    untuk bertahan.
  3. Pemberian arahan karir
    Diskusi secara berkala mengenai preferensi karir karyawan dan
    prospeknya dalam organisasi serta membantu karyawan menjabarkan
    perencanaan karir yang potensial.
  4. Pekerjaan yang bermakna dan tujuan kepemilikan
    Karyawan tidak dapat melakukan sebuah pekerjaan jika mereka tidak
    mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa tujuannya. Bagian yang
    penting dalam mempertahankan karyawan dengan cara memperjelas
    harapan organisasi terhadap kinerja karyawan dan tanggung jawab yang
    diberikan.
  5. Pengakuan dan penghargaan
    Selain pemberian upah, karyawan membutuhkan pengakuan penghargaan
    atas pekerjaan yang telah dilakukan dengan baik. Ketika karyawan merasa
    kurang dihargai mereka akan cenderung memilih pergi. Survey
    menunjukkan bahwa sering memberikan pengakuan pencapaian adalah
    hadiah non materi yang efektif.
  6. Budaya dan lingkungan
    Perusahaan yang budayanya tegang dan politis dapat mendorong karyawan
    untuk pergi, sementara perusahaan yang membuat karyawan merasa
    nyaman mendorong mereka untuk tetap tinggal.
  7. Mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja
    Pekerja mengidentifikasi peraturan kerja yang fleksibel dan telecommuting
    sebagai dua manfaat utama yang akan mendorong mereka memilih satu
    pekerjaan atau yang lain.
  8. Kompensasi
    Bayaran yang rendah terutama bagi pekerja yang berkinerja tinggi sering
    kali menjadi jawaban mengapa karyawan keluar dari perusahaan. Pekerja
    yang memiliki kinerja tinggi atau pegawai kunci, pembayaran tinggi
    menjadi sebuah alat untuk mengendalikan turnover bagi para pemberi
    kerja.

Dampak Turnover Karyawan


Mathis et al (2017) memaparkan dampak dari segi biaya turnover
karyawan sebagai berikut. Pertama yaitu biaya perekrutan : meliputi beban
perekrutan, iklan, upah pewawancara, biaya pengujian pekerjaan, dan biaya
pemeriksaan medis sebelum pekerjaan. Kedua, biaya pelatihan : meliputi waktu
orientasi yang dibayar, gaji staf dan materi pelatihan, biaya operasonal pelatihan.
Ketiga, biaya produktivitas : meliputi penurunan produktivitas karena waktunya
digunakan untuk melatih karyawan baru, biaya pengulangan produksi karena
kesalahan yang dilakukan karyawan baru. Keempat, biaya pemberhentian :
meliputi gaji dan waktu staf serta supervisor untuk mencegah pemberhentian,
wawancara keluar kerja.
Sedangkan menurut Dessler (2016) akibat dari turnover yang tinggi akan
berimplikasi pada biaya tak berwujud yaitu biaya hilangnya produktivitas untuk
karyawan baru karena kurang produktif dari pekerja sebelumnya, biaya
pengerjaan ulang untuk kesalahan yang dibuat oleh karyawan baru serta biaya
pengawasan dan pembinaan karyawan baru. Adapun menurut Kasemsap (2017)
pergantian karyawan yang berlebihan mengurangi efisiensi perusahaan secara
keseluruhan dikarenakan peningkatan biaya yang harus dikeluarkan. Setiap kali
seorang karyawan resign, ada biaya terkait dengan proses hilangnya karyawan
tersebut dan mempekerjakan serta melatih karyawan baru untuk
menggantikannya. Mengganti karyawan dapat mempengaruhi produktivitas,
pengaluaran, dan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Faktor Pendorong Turnover Intention


Faktor pendorong karyawan tinggal atau pergi (stay or leave) menurut
Mathis et al (2017) pertama komponen organisasional, meliputi nilai dan
kepuasan kerja, strategi dan peluang, dikelola dengan baik dan terorientasi pada
hasil, kontinuitas dan kenyamanan kerja. Kedua peluang karier, meliputi
kontinuitas pelatihan, pengembangan dan bimbingan, dan perencanaan karir.
Ketiga penghargaan, meliputi gaji dan tunjangan yang kompetitif, perbedaan
penghargaan kinerja, pengakuan, dan bonus spesial. Keempat rancangan tugas dan
pekerjaan, meliputi tanggung jawab dan otonomi kerja, fleksibilias kerja, kondisi
kerja, dan keseimbangan kerja/kehidupan. Terakhir hubungan karyawan, meliputi
perlakuan yang adil atau tidak diskriminatif, dukungan dari manajemen dan
hubungan dengan sesama rekan kerja.
Faktor pendorong turnover intention lainnya dikemukakan oleh Mobley et
al (1984) yang dibedakan menjadi faktor organisasional dan faktor individual.
Faktor organisasional meliputi pertama, kategori jabatan : turnover karyawan
banyak terjadi pada karyawan tenaga kerja kasar dengan keterampilan rendah
daripada tenaga manajerial. Kedua, ukuran organisasi yaitu semakin besar
organisasi maka kesempatan perpindahan pekerja semakin tinggi dibandingkan
organisasi kecil. Ketiga, besar kecilnya unit kerja yaitu keberagaman anggota
kelompok, kepribadian anggota dan komunikasi sesama anggota kelompok.
Keempat, upah yaitu biasanya turnover karyawan banyak terjadi pada karyawan
dengan tingkat gaji yang rendah. Kelima, beban kerja yang berhubungan dengan
rutinitas pekerjaan dan tanggung jawab yang dibebankan pada pekerja.
Faktor individual terdiri dari beberapa hal, pertama, usia yaitu karyawan
berusia muda lebih sering berganti-ganti pekerjaan karena memiliki kesempatan
yang lebih banyak untuk mendapatkan pekerjaan lain. Kedua, masa kerja
berkaitan dengan turnover yang banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja
yang cenderung singkat. Ketiga, jenis kelamin yaitu berkaitan dengan tanggung
jawab dan posisi karyawan dalam keluarga. Keempat, pendidikan yang berkaitan
dengan perbedaan jenjang pendidikan para karyawan. Kelima, data biografik yang
dapat bermanfaat untuk memprediksi pergantian karyawan. Keenam, kepribadian
atau sifat yang meliputi prestasi, kemandirian dan kepercayaan diri mempengaruhi
keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Terakhir, minat dan bakat
yaitu adanya kemiripan minat dan bakat dengan pekerjaan membuat pergantian
karyawan semakin rendah.
Mobley et al (1984) menyarankan model ketidakpuasan menjadi pemicu
adanya turnover intention. Ketidakpuasan kerja merangsang pikiran karyawan
untuk mempertimbangkan agar berhenti dari pekerjaan. Pada akhirnya karyawan
akan melakukan evaluasi pada pekerjaan saat ini dan diharapkan untuk mencari
alternatif pekerjaan lain. Jika pencarian pekerjaan itu berhasil maka karyawan
akan membandingkan pekerjaan saat ini dengan alternatif pekerjaan lain. Jika
perbandingannya mendukung, karyawan akan memutuskan untuk mengundurkan
diri dan meninggalkan pekerjaan. Mobley et al (1984) mengemukakan faktor
untuk mengukur turnover intention yaitu thoughts of quitting, intent to search dan
intent to quit. Jika dikorelasikan maka ketiga berhubungan, yaitu pemikiran untuk
berhenti diprediksi berdampak langsung pada niat untuk mencari, pada akhirnya
diperkirakan secara langsung mempengaruhi niat untuk keluar atau berhenti

Pengertian Turnover Intention


Wen et al (2018) mendefinisikan niat turnover digunakan untuk mengukur
niat orang yang ingin mengundurkan diri dari pekerjaan saat ini dan mencari
pekerjaan lain, hingga memutuskan untuk keluar atau resign. Turnover intention
sebagai angka yang lebih menggambarkan turnover, karena niat adalah anteseden
pengunduran diri dan memiliki kemampuan memprediksi yang lebih baik.
Sedangkan Khan et al (2014) menjelaskan bahwa intention to leave sebagai
perilaku seseorang untuk meninggalkan institusi. Adapun menurut Reukauf
(2017) intensi turnover adalah probabilitas bahwa seorang karyawan akan
memilih untuk meninggalkan perusahaan atau organisasi yang diidentifikasi oleh
periode waktu tertentu.
Saputra (2016) berpendapat bahwa turnover intention dalam dunia kerja
dicirikan dengan adanya keinginan karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya
dan dari perusahaannya. Menurut Moorhead dan Griffin dalam Mujiati dan Dewi
(2016), intensi (intention) merupakan komponen sikap yang memandu perilaku
seseorang. Namun intensi tidak selalu berwujud dalam tindakan nyata dan hanya
merupakan niat atau keinginan. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan
dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap
tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang
bersangkutan, disebut norma subjektif. Adapun pengertian turnover intention
menurut Mujiati dan Dewi (2016) adalah kecenderungan niat karyawan untuk
berhenti bekerja dari pekerjaannya.
Sedangkan menurut Frian dan Mulyani (2018), turnover intention
merupakan keinginan atau usaha untuk meninggalkan tempat kerja saat ini tanpa
adanya paksaaan. Turnover intention menggambarkan pemikiran karyawan yang
mencoba untuk keluar dari pekerjaan saat ini. Turnover intention yang tinggi
akan meningkatkan frekuensi karyawan yang keluar dari pekerjaan dan
memberikan dampak negatif bagi perusahaan. Selanjutnya menurut Gyensare
(2013) intensi turnover menangkap persepsi individu dan evaluasi alternatif
pekerjaan, kemudian intensi turnover bersifat prediktif terhadap aktualisasi
turnover. Niat karyawan untuk terlibat dalam tipe perilaku tertentu, seperti intensi
turnover adalah prediktor signifikan terhadap perilaku masa depan karyawan
tersebut. Sedangkan turnover atau perputaran menurut Mathis et al (2017) adalah
proses ketika karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Teori
mengenai turnover intention dikembangkan oleh Mobley pada 1977, terdapat tiga
hal untuk mengukur turnover intention yaitu thoughts of quitting, intention to
seacrch dan intention to quit (Zhang et al, 2018)

Turnover Intention Karyawan


Sumber daya manusia menjadi faktor penting dalam kegiatan organisasi.
Jika karyawan tidak dapat dipertahankan akan mengakibatkan tingkat turnover
yang tinggi. Turnover intention menjadi alat untuk memprediksi turnover
karyawan sehingga sangat penting bagi perusahaan mengetahui bagaimana
turnover intention agar mampu mengendalikan turnover karyawan. Penelitian ini
menggunakan turnover intention karyawan sebagai variabel terikat (dependent
variable). Berikut ini adalah pemaparan mengenai turnover intention karyawan

Perilaku atas Kepuasan Kerja


Menurut Robbins dan Judge (2017) perilaku yang dihasilkan dari
kepuasan kerja adalah kinerja karyawan, organizational citizenship behavior
(OCB), customer satisfaction, dan life satisfaction. Sementara perilaku atas
ketidakpuasan adalah perilaku kontraproduktif yang berkaitan dengan absensi dan
turnover karyawan. Organisasi dengan karyawan yang puas pada pekerjaan pada
umumya akan bekerja lebih baik dan lebih efektif dari sebelumnya. Adapun
perilaku kewargaan atau OCB termasuk diantaranya mengatakan hal-hal positif
mengenai organisasi, membantu sesama karyawan serta bekerja dengan harapan
yang normal mengenai pekerjaannya.
Pelayanan organisasi fokus pada membuat pelanggan merasa senang,
karenanya masuk akal ketika kepuasan kerja karyawan berpengaruh pada
kepuasan pelanggan secara positif. Kepuasan kerja juga berpengaruh pada
kepuasan hidup. Kepuasan akan hidup akan menurun ketika seseorang menjadi
pengangguran. Hal tersebut dikarenakan orang berpikir bahwa bekerja adalah
bagian penting dalam hidup, sehingga kebahagiaan tergantung pada besar atau
kecilnya kebahagiaan pada pekerjaan (kepuasan kerja).
Sedangkan Kinicki dan Fugate (2016) menjelaskan kepuasan kerja
memiliki hubungan positif dengan dua hasil perilaku konstrusktif yaitu kinerja
karyawan dan perilaku kewargaan organisasi. Sementara hubungan negatif dengan
dua hasil perilaku kontraproduktif yaitu perilaku kerja dan turnover

Teori Motivator Hygiene Herzberg


Menurut Frederick Herzberg faktor yang menyebabkan kepuasan dan
ketidakpuasan kerja mengarah pada teori motivator-hygiene. Kepuasan mengarah
pada teori motivasi, sedangkan ketidakpuasan mengarah pada teori hygiene.
Adapun yang termasuk teori hygiene adalah kebijakan perusahaan, pengawasan
teknis, gaji, hubungan interpersonal dengan pengawas dan kondisi kerja yang
menyebabkan karyawan berpindah dari tidak ada kepuasan menjadi adanya
kepuasan. Sementara faktor motivasi terdiri dari prestasi, pengakuan, karakteristik
pekerjaan, tanggungjawab, dan pengembangan yang menyebabkan karyawan dari
keadaan tidak puas menjadi puas.

Five Predominant Model


Kinicki dan Fugate (2016) menjelaskan model kepuasan kerja dominan,
terdiri dari lima model yaitu need fulfillment, met expectations, value attainment,
equity, dan dispotional/genetic components. Model need fulfillment mengusulkan
bahwa kepuasan ditentukan dari sejauh mana karakteristik pekerjaan seseorang
dapat memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu manajer perlu belajar tentang
kebutuhan karyawan jika ingin meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Model met expectation mengusulkan bahwa kepuasan adalah hasil dari
pemenuhan harapan. Umumnya karyawan berharap dari pekerjaannya seperti
upah yang baik dan peluang promosi. Ketika harapan lebih besar dari yang
diterima orang akan merasa tidak puas. Model ini memprediksi bahwa seorang
individu akan puas ketika ia mencapai hasil melampaui harapannya.
Selanjutnya model value attainment mendasari kepuasan dihasilkan dari
persepsi bahwa suatu pekerjaan memungkinkan pemenuhan nilai dari pencapaian
individu. Dengan demikian manajer dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan
menyusun lingkungan kerja dan penghargaan serta pengakuan untuk memperkuat
nilai-nilai karyawan. Model equity dibangun atas gagasan bahwa kepuasan terkait
dengan bagaimana keadilan seseorang dilakukan di tempat kerja. Dengan
demikian manajer didorong untuk memantau persepsi keadilan karyawan dan
berinteraksi dengan karyawan sehingga mereka merasa diperlakukan secara adil.

Teori Kepuasan Kerja


Teori kepuasan kerja sangat berkaitan dengan teori motivasi. Hal tersebut
dikarenakan teori motivasi berfokus pada identifikasi kebutuhan dan kepuasan
yang dapat memberi pengaruh kuat pada motivasi kerja karyawan. Berikut
beberapa teori yang membahas mengenai hal-hal berkaitan erat dengan kepuasan
kerja karyawan

Faktor Penentu Kepuasan Kerja

Robbins dan Judge (2017) menyebutkan aspek untuk tingkat kepuasan
kerja sangat bervariasi. Namun terdapat lima faktor penting yang biasanya
karyawan menjadi lebih puas dengan pekerjaan itu sendiri, pengawasan, peluang
promosi, rekan kerja, dan upah. Work itself mengindikasikan sejauh mana tugas
atau pekerjaan dianggap menarik dan memberikan peluang untuk belajar dan
menerima tangung jawab. Promotion opportunities mengindikasikan peluang
untuk maju ke tingkat yang lebih tinggi dari jabatannya. Supervision atau
pengawas mengindikasikan kemampuan pengawas untuk menunjukkan minat dan
kepeduliannya kepada para karyawan.
Co-workers atau rekan kerja mengindikasikan sejauh mana rekan kerja itu
ramah, kompeten dan mendukung pekerjaan satu sama lain. Terakhir, pay atau
gaji mengindikasikan jumlah yang diterima dan ekuitas yang dirasakan dari
pembayaran. Roy et al (2017) menambahkan work itself adalah atribut kunci yang
mempengaruhi kepuasan kerja dan pergantian atau retensi. Sebagian besar orang
menginginkan promosi yang biasanya berarti lebih dari segi gaji, tanggung jawab
dan kepuasan kerja (Dessler, 2016).
Menurut Khan et al (2014) bahwa kepuasan atau ketidakpuasan kerja
tergantung pada banyak aspek. Secara umum kepuasan kerja mencakup deskripsi
tentang aspek yang dirasakan oleh karyawan. Kepuasan kerja mengacu pada aspek
luas dari individu yang meliputi beberapa hal berikut. Pertama, kompensasi yang
merupakan faktor utama kepuasan kerja, berkaitan dengan jumlah yang
diharapkan pekerja. Kedua, supervision yang berkaitan dengan arahan pengawas
dan memimpin pekerjan untuk mencapai tujuan. Ketiga, promosi yang dapat
memotivasi karyawan dan berdedikasi untuk pekerjaannya sehingga karyawan
merasa puas dengan kesempatan promosi yang tersedia bagi karyawan. Keempat,
lingkungan kerja yang tsangat baik seperti bersih dan menarik akan memudahkan
pekerja untuk melakukan pekerjaan sehingga memiliki dampak pada kepuasan
kerja. Kelima, pekerjaan itu sendiri, karyawan menyukai pekerjaan yang memberi
kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan mereka serta
umpan balik tentang seberapa baik pekerjaan yang mereka lakukan.
Robbins dan Judge (2017) menambahkan bahwa pada umumnya pekerjaan
yang menarik adalah pekerjaan yang menyediakan pelatihan, kemandirian dan
kontrol. Saling ketergantungan, umpan balik, dukungan sosial dan interaksi
dengan rekan kerja sangat terkait dengan kepuasan. Manajer juga memainkan
peran besar dalam kepuasan kerja karyawan. Karyawan yang merasa
diberdayakan oleh pemimpinnya mengalami kepuasan kerja yang lebih tinggi

Pengertian Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja menurut Gibson et al (2009) adalah sikap yang dimiliki
pekerja mengenai pekerjaan mereka atau persepsi karyawan tentang pekerjaan.
Kinicki dan Fugate (2016) mengemukakan kepuasan kerja adalah respon afektif
atau emosional untuk menangkal berbagai segi dari suatu pekerjaan. Sedangkan
Robbins dan Judge (2017) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif
tentang pekerjaan yang dihasilkan dari evaluasi karakteristiknya.
Adapun Mathis et al (2017) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah
keadaan emosi positif yang dihasilkan dari mengevaluasi pengalaman kerja
seseorang. Ketidakpuasan terjadi ketika harapan seseorang tidak terpenuhi. Selain
itu, Amstrong (2014) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap dan perasaan
orang terhadap pekerjaan mereka. Sikap positif terhadap pekerjaan
mengindikasikan kepuasan kerja. sikap negatif dan tidak menguntungkan terhadap
pekerjaan mengindikasikan ketidakpuasan kerja.

Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja sangat penting untuk efisiensi dan efektivits fungsional
organisasi secara keseluruhan. Karyawan yang kompeten dan loyal dapat
dipertahankan melalui kepuasan kerjanya. Kepuasan kerja yang tinggi dapat
menurunkan turnover intention diantara karyawan sehingga organisasi akan
berjalan dengan efektif dan efisien. Penelitian ini menggunakan kepuasan kerja
sebagai variabel bebas (independent variable) dan turnover intention sebagai
variable terikat (dependent variable) Berikut ini adalah pemaparan mengenai
kepuasan kerja

Pengaruh lingkungan kerja fisik dan beban kerja terhadap kepuasan kerja


Beban kerja yang dirasakan karyawan terhadap pekerjaan maupun
lingkungan kerjanya akan memberikan dampak pada kepuasan kerja. Jika
beban kerja rendah maka akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Beban kerja yang dirasakan karyawan juga tidak terlepas dari faktor
kepuasan kerja yang dirasakan karyawan. Selain beban kerja sebagai faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja, lingkungan kerja juga dapat
mempengaruhi kepuasan kerja. Ini berarti, jika seorang karyawan
mendapatkan lingkungan kerja yang baik maka akan menunjukkan
kepuasan kerja, karyawan yang mendapatkan lingkungan kerja yang baik
pasti akan memberikan hasil kerja yang optimal terhadap perusahaan, dan
akan melakukan semua tugas yang diberikan dengan hasil yang terbaik
untuk organisasi atau perusahaan

Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kepuasan Kerja


Beban kerja yang bersifat fisik, mental dan pikiran yang berjangka
panjang, dari beban kerja sangat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
Akan tetapi beban kerja pada karyawan bukan hanya satu hal yang
berdampak buruk bagi karyawan tersebut, beban kerja juga bisa
memberikan dampak positif pada karyawan untuk mendapatkan sesuatu
dengan kemauan dan semangat yang dimiliki dalam menjalankan suatu
pekerjaan.
Kondisi dari beban kerja yang diterima karyawan dalam melakukan
pekerjaan secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan
dampak terhadap kepuasan kerja karyawan. Yusuf dalam Hamdani, et al.,
(2021) berpendapat bahwa beban kerja adalah kondisi kerja yang dijelaskan
tugasnya dan harus diselesaikan dalam batas waktu tertentu. Beban kerja
dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja berlebihan atau terlalu
sedikit kuantitatif, yaitu yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang
terlalu banyak atau sedikit diberikan kepada karyawan untuk diselesaikan
dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebihan atau terlalu sedikit
kualitatif, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu
tugas, atau mengerjakan tugas tidak memakai keterampilan atau potensi dari
karyawan. Dalam penelitian yang dilakukan Cornelia & Andi, (2022) pada
pegawai Diskretariat Daerah Kab. Enrekang., penelitian yang dilakukan
oleh Fatinah, (2023) pada karyawan DIVA Swalayan Kraksaan Kabupaten
Probolinggo menjelaskan tentang adanya pengaruh positif antara beban
kerja dengan kepuasan kerja

Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik terhadap Kepuasan Kerja Karyawan


Lingkungan kerja fisik dalam perusahaan atau organisasi dapat
mempengaruhi kinerja dan produktivitas kerja karyawan. Semakin banyak
aspek di dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan karyawan, maka
akan semakin besar tingkat kenyamanan yang dirasakan. Lingkungan kerja
sebagai segala hal yang ada di sekitar karyawan dan yang mempengaruhi
mereka dalam bekerja dan menjalankan tugas.
Lingkungan kerja fisik adalah keseluruhan atau aspek yang ada
disekitas para pegawai yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, seperti penerangan, suhu udara,
ruang gerak, kemanan, musik dan lain sebaginya Alex dalam Rusdiana &
Zaqiyah, (2022). Menurut penelitian yang dilakukan Raditya & Indrawati
(2016) bagian tukang jahit di Yara Garmen, penelitian yang dilakukan Iroth
et al., (2018) pada beberapa karyawan restoran di Manado menjelaskan
tentang adanya pengaruh positif antara lingkungan kerja fisik dengan
kepuasan kerja

Indikator Beban Kerja


Menurut Tarwaka dalam Hamdani, (2021:18) yang menjadi indikator
dari beban kerja adalah sebagai berikut :
1) Tuntutan tugas
Argumen tentang faktor ini adalah beban kerja dapat ditentukan dengan
menganalisis tugas yang dilakukan oleh karyawan. Namun, perbedaan
setiap individu harus selalu diperhitungkan.
2) Kemampuan
Kecakapan atau keahlian setiap individu untuk menyelesaikan
pekerjaannya atau menguasai hal-hal yang ingin dikerjakan dalam suatu
pekerjaan.
3) Performansi
Merupakan pencapaian hasil kerja yang dilakukan oleh karyawan.
Penilaian terhadap performance atau disebut juga kinerja merupakan
suatu kegiatan yang sangat penting. Penilaian dimaksud bisa dibuat
sebagai masukan guna mengadakan perbaikan untuk peningkatan
kinerja organisasi pada waktu berikutnya
4) Pembagian tugas
Yaitu memberikan penugasan kepada karyawan yang harus
dipertanggung jawabkan untuk memperdalam pengetahuan dan
pengembangan diri guna mencapai tujuan organisasi.
Menurut Ibid dalam Fajarullaili, (2018:18) indikator beban kerja terdiri
dari:
1) Kondisi Pekerjaan
Kondisi pekerjaan yang dimaksud yakni bagaimana cara karyawan
dapat memahami suatu pekerjaannya dengan baik yang sesuai dengan
bidangnya yang didukung dengan adanya SOP (Standart Operating
Procedure) yang sudah ditentukan oleh perusahaan. Karyawan dapat
memahami adanya SOP tersebut baik dari segi tugas, jam kerja dan
sebagainya. SOP juga memudahkan karyawan dalam mengoperasikan
pekerjaan yang sudah ditentukan, meminimalisir kesalahan dalam
mengerjakan tugas.
2) Penggunaan Waktu
Penggunaan waktu yang tepat dan sesuai dengan ketentuan perusahaan
tentunya akan meminimalisir beban kerja karyawan. Tetapi apabila
suatu organisasi tidak mempunyai ketentuan waktu kerja bahkan tidak
konsisten dengan ketentuan waktu yang sudah ditetukan maka akan
menjadikan penyempitan pada penggunaan waktu kerja karyawan.
Seperti dalam suatu perusahaan untuk perharinya sudah ditargetkan
seberapa banyak tugas yang harus diselesaikan, tetapi faktanya pekerja
tidak dapat memenuhi target yang sudah ditetapkan, dikarenakan kurang
seimbangnya antara beban kerja dan kemampuan karyawan. Karena
proses penyelesaian tugas tentunya membutuhkan energi, baik fisik
maupun psikis yang baik. Atau, misalnya dalam suatu perusahaan yang
memberikan pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam setengah hari,
maka sisa waktu tersebut yang menjadikan karyawan lebih merasa
bosan. Alangkah baiknya paerusahaan memperhatikan hal ini guna
untuk kebikan perusahaan dan karyawan yang bekerja didalamnya.
3) Target yang harus dicapai
Ketetapan target yang dibuat oleh karyawan akan mempengaruhi beban
kerja yang didapat oleh karyawan. Semakin sedikit waktu yang didapat
oleh karyawan

Dampak kelebihan beban kerja


Menurut pendapat Irawati & Carollina (2017) beban kerja yang
berlebihan dapat memberikan dampak yang tidak baik, yaitu bisa
mengakibatkan timbulnya rasa lelah baik secara fisik maupun mental dan
reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan
mudah marah. Sedangkan beban kerja yang terlalu sedikit disebabkan
karena pengurangan gerak dalam bekerja akan menimbulkan kebosanan.
Rasa bosan dalam melakukan pekerjaan yang sedikit mengakibatkan
kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial dapat
membahayakan karyawan.
Manuaba dalam Irawati, Rusda dan Carolina, Dini A. (2017:53)
Beban kerja dapat menimbulkan dampak negatif bagi karyawan, dampak
negatif tersebut dapat berupa :
1) Kualitas kerja menurun
Beban kerja yang terlalu berat tidak diimbangi dengan kemampuan
tenaga kerja, kelebihan beban kerja akan mengakibatkan menurunnya
kualitas kerja akibat dari kelelahan fisik dan turunnya konsentrasi,
pengawasan diri, akurasi kerja sehingga kerja tidak sesuai dengan
standar.
2) Keluhan pelanggan
Keluhan pelanggan timbul karena hasil kerja yaitu karena pelayanan
yang diterima tidak sesuai dengan harapan. Seperti harus menunggu
lama, hasil layanan yang tidak memuaskan.
3) Kenaikan tingkat absensi
Beban kerja yang terlalu banyak bisa juga mengakibatkan pegawai
terlalu lelah atau sakit. Hal ini berakibat buruk bagi kelancaran kerja
organisasi karena tingkat absensi terlalu tinggi, sehingga dapat
mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan

Definisi Beban Kerja


Kelansungan aktivitas sebuah perusahaan sedikit banyaknya
bergantung pada seberapa banyak jumlah pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh pegawai atau karyawan pada sebuah perusahaan.
Pekerjaan memegang peranan terpenting dalam komponen organisasi. Hal
ini, disebabkan karena pekerjaan merupakan bukti konkrit dari keberadaan
suatu organisasi. Disamping itu pekerjaan juga merupakan alat atau media
mewujudkan suatu tujuan organisasi.
Sebelum menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepada setiap
karyawan diperlukan perhitungan beban kerja yang diharapkan mampu
memberikan keterangan mengenai pelaksanaan pekerjaan. Beban kerja
diartikan sebagai sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus
diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan.
Yusuf dalam Hamdani, et al., (2021:15) berpendapat bahwa beban
kerja adalah kondisi kerja yang dijelaskan tugasnya dan harus diselesaikan
dalam batas waktu tertentu. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke
dalam beban kerja berlebihan atau terlalu sedikit kuantitatif, yaitu yang
timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak atau sedikit
diberikan kepada karyawan untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan
beban kerja berlebihan atau terlalu sedikit kualitatif, yaitu jika orang
merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau mengerjakan tugas
tidak memakai keterampilan atau potensi dari karyawan.
Menurut Nabawi, (2019) Beban kerja adalah proses penyelesaian
tugas-tugas suatu pekerjaan atau kelompok jabatan yang dilakukan oleh
seseorang dalam keadaan normal dan jangka waktu tertentu yang semuanya
berhubungan dengan indikatornya.
Beban kerja yang terlalu berlebihan akan dapat menimbulkan
kelelahan (baik fisik maupun mental) dan reaksi-reaksi emosional seperti
sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan beban
kerja yang terlalu sedikit akan menimbulkan kebosanan dan rasa monoton.
Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang
terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan
sehingga secara potensial juga membahayakan pekerja Manuaba dalam
Wijaya (2018:280)

Indikator Lingkungan Kerja Fisik


Menurut Sedarmayanti dalam Silitonga (2020:70) yang menjadi
indikator lingkungan kerja adalah sebagai berikut :
1) Penerangan, cahaya atau pencahayaan memiliki manfaat yang sangat
besar bagi karyawan demi mendapat keselamatan kerja. Sebab itu perlu
perhatian adanya cahaya yang terang tapi tidak menyilaukan. Cahaya
yang kurang jelas dapat menyebabkan penglihatan menjadi kurang
jelas, sehingga membuat pekerjaan akan menjadi lambat dan banyak
mengalami kesalahan yang pada akhirnya akan menghasilkan efisiensi
yang kurang pada saat melakukan.
2) Suhu udara di ruang kerja, adanya aroma yang kurang sedap di
sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena bisa
mengganggu konsentrasi kerja, jika hal tersebut terjdi secara terus-
menerus maka akan mempengaruhi kepekaan penciuman. Penggunaan
Air Condition (AC) yang benar dapat menjadi salah satu cara yang bisa
digunakan untuk menghilangkan aroma yang mengganggu di sekitar
tempat kerja.
3) Suara Bising, bunyi atau suara yang timbul dan tidak diinginkan oleh
telinga. Kebisingan di lingkungan kerja dapat disebabkan oleh suara
mesin/alat dan suara orang yang berisik. Dalam menyelesaikan
pekerjaan karyawan memerlukan konsentrasi, maka dari itu suara
bising seharusnya dihindari agar pelaksanaan pekerjaan bisa dilakukan
dengan efisien sehingga meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
4) Penggunaan warna, dekorasi berkaitan dengan tata warna yang baik,
karena dekorasi tidak hanya berhubungan dengan hasil ruang kerja tapi
juga dengan mengatur tata letak, warna, perlengkapan dan yang lainnya
untuk bekerja.
5) Ruang Gerak, Tata ruang kerja yang baik adalah tata ruang kerja yang
dapat mencegah timbulnya gangguan keamanan dan keselamatan kerja
bagi semua karyawan yang bekerja didalamnya. Barang-barang yang
diperlakukan dalam ruangan kerja harus ditempatkan sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap para karyawan. Ruang
kerja hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga memberikan kesan
nyaman bagi para karyawan. Dengan adanya tempat kerja yang nyaman
maka karyawan akan lebih meningkatkan kinerja pada suatu
perusahaan.
6) Keamanan, untuk melindungi tempat dan kondisi lingkungan kerja
agar tetap dalam keadaan aman, perlu diperhatikan adanya keamanan
dalam bekerja. Oleh sebab itu faktor keamanan keberadaannya perlu
direalisasikan.
Menurut Puspa (2021:16) Indikator di dalam lingkungan kerja fisik
meliputi sebagai berikut:
1) Penerangan
Penerangan yang cukup akan sangat mempengaruhi kinerja pegawai,
karena mereka dapat lebih cepat menyelesaikan 17 tugas-tugasnya,
matanya tidak mudah lelah karena cahaya yang terang dan kesalahan-
kesalahan dapat dihindari.
2) Warna
Warna tidak hanya mempercantik lingkungan fisik tempat kerja tetapi
juga memperbaiki kondisikondisi di dalam mana pekerjaan kantor itu
dilakukan.
3) Udara
Pertukaran udara yang cukup dalam ruangan menyebabkan kesegaran
fisik pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sebaliknya
pertukaran udara yang kurang akan dapat menimbulkan rasa pengap
sehingga mudah menimbulkan kelelahan dari pegawai.
4) Suara
Suara bising yang keras, tajam dan tidak terduga adalah penyebab
gangguan yang kerap dialami pekerja tulis menulis. Gangguan ini
seringkali didiamkan saja walaupun tindakan perbaikan yang perbaikan
yang sederhana dapat dilakukan apabila waktu dan pikiran diluangkan
untuk masalah itu.
5) Musik
Musik dipergunakan untuk membantu pekerjaan, karena musik
mempunyai kekuatan psikologis untuk menghasilkan pola tingkah laku
yang baik

Definisi Lingkungan Kerja Fisik


Lingkungan kerja fisik adalah keseluruhan atau aspek yang ada
disekitar para pegawai yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, seperti penerangan, suhu udara,
ruang gerak, kemanan, musik dan lain sebaginya, Alex dalam Rusdiana &
Zaqiyah, (2022:103).
Menurut pendapat Sedarmayanti dalam Rahmawati (2014)
lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat
disekitar tempat kerja dimana bisa mempengaruhi kinerja karyawan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik juga dapa
mempengaruhi pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan dan
dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia, biologis, fisiologis, mental, dan soail
ekonomi. Lingkungan kerja fisik yang bisa membuat karyawan merasa
nyaman dalam bekerja. Rasa nyaman itu bisa meningkatkan kinerja dalam
diri karyawan tersebut Nitisemito dalam Nuryasin, (2016).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan
kerja fisik merupakan segala sesuatu yang berada di lingkungan kerja
perusahaan. Lingkungan kerja fisik sangat berperan penting bagi karyawan
dalam suatu perusahaan. Apabila lingkungan kerja fisik yang ada di sekitar
karyawan baik, maka kinerja karyawan akan meningkat. Tetapi, apabila
lingkungan kerja fisik yang ada di sekeliling karyawan buruk maka akan
menyebabkan kinerja karyawan akan menurun dan produktivitas
perusahaan akan berkurang.
Pentingnya lingkungan kerja fisik dapat mempengaruhi kesehatan
pegawai. Pengaruhnya terhadap efisiensi kantor yang buruk akan
mengakibatkan kesalahan-kesalahan, pemanasan dan ventilasi yang jelek
dapat mengakibatkan kekacauan. Moekjizat dalam Rusdiana & Zaqiyah,
(2022:104)

Indikator kepuasan kerja


Pengukuran kepuasan kerja haruslah dilakukan secara objektif melalui
analisis dan pengenalan gejala konkret yang menjadi indikasi adanya
kepuasan itu sendiri. Menurut Edy Sutrisno (2016:83) mengatakan bahwa
yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kepuasan kerja dikaitkan
dengan pekerjaannya adalah :
1) Kesempatan Untuk Maju
Dalam hal ini, ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh
pengalaman dan peningkatan kemampuan selama bekerja.
2) Keamanan Kerja
Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi
karyawan. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan
karyawan selama bekerja.
3) Gaji
Gaji lebih banyak menyeba bkan ketidakpuasan, dan jarang orang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang
diperoleh.
4) Perusahaan dan Manajemen
Perusahaan dan Manajemen yang baik adalah yang mampu
memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil.
5) Pengawasan
Sekaligus atasannya, supervise yang buruk dapat berakibat absensi dan
turnover.
6) Faktor Intristik dari Pekerjaan
Atribut yang ada dalam pekerjaan masyarakat keterampilan tertentu.
Sukar dan mudahnya serta kebanggan akan tugas dapat meningkatkan
atau mengurangi kepuasan.
7) Kondisi Kerja
Termasuk kondisi kerja tempat, ventilasi, penyiaran, kantin dan tempat
parkir.
8) Aspek Sosial dalam Pekerjaan
Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang
sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam bekerja.
9) Komunikasi
Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen
banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini
adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan
mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan
dalam menimbulkan rasa puas terhadap pekerjaan.
10) Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, dan pension atau rumah merupakan standar
suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa
puas.Kondisi pekerjaan

Teori kepuasan kerja


Teori kepuasan kerja berupaya mengungkapkan apa yang membuat
sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa yang
lain. Teori ini pula mencari landasan tentang proses perasaan orang
terhadap kepuasan kerja. Terdapat beberapa teori tentang kepuasan kerja
yaitu :
1) Teori Keseimbangan
Menurut teori ini, puas atau tidaknya karyawan merupakan hasil dari
membandingkan antara input-outcome. Jadi, jika perbandingan
tersebut dirasakan seimbang maka karyawan tersebut akan merasa
puas.
2) Teori Perbedaaan
Apabila yang didapat karyawan ternyata lebih besar daripada apa yang
diharapkan maka karywana tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila
yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan
menyebabkan karyawan tidak puas.
3) Teori Pemenuhan Kebutuhan
Menurut teori ini, kepuasan karyawan tergantung pada terpenuhi
ataupun tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas
apabila dia memperoleh apa yang dibutuhkannya.
4) Teori Pandangan Kelompok
Menurut teori ini, kepuasan karyawan tidaklah tergantung pada
pemenuhan kebutuhan saja, namun sangat tergantung pada pemikiran
serta pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap selaku
kelompok acuan.
5) Teori Dua Faktor dari Herzberg
Prinsip teori dua faktor ini kepuasan kerja dan ketidak puasan kerja
merupakan dua hal yang berbeda, kepuasan kerja dan tidak kepuasan
kerja terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinyu. Dua
faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas
menurut Herzberg yaitu faktor pemeliharaan dan faktor motivasi.
Faktor motivasi adalah faktor-faktro atau situasi yang dibutuhkan
sebagai sumber kepuasan yang terdiri dari pekerjaan yang menarik,
penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan untuk
memperoleh penghargaan dan promosi jabatan
6) Teori Pengharapan
Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan
yang diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa
keputusan karyawan yang memungkinkan mencapai suatu hasil dapat
menuntun hasil lainnya, ini merupakan pendapat dari Syafrina, (2018)

Faktor-faktor kepuasan kerja


Menurut Sinambela, dalam Purnamasari & Ardhyani, (2021:132)
berpendapat bahwa terdapat enam faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja, yaitu:
1) Faktor psikologis, faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai
yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja,
bakat dan keterampilan
2) Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi
sosial baik antara sesama pgawai, dengan atasannya, maupun pegawai
yang berbeda jenis pekerjaannya.
3) Faktor fisik, berhubungan dengan fisik lingkungan kerja dan kondisi
fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, dan
waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu,
penerangan, pertukaran udara, kondisi Kesehatan pegawai, dan
sebagainya.
4) Faktor finansial, berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan
pegawai, yang meliputi sisitem dan besarnya gaji, jaminan sosial,
macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya
5) Mutu pengawasan, kepuasan pegawai dapat ditingkatkan melalui
perhatian dan hubungan yang baik dari pi,pinan dengan bawahan,
sehingga pegawai akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang
penting dari organisasi kerja.
6) Faktor hubungan antar pegawai, antara lain terlihat dari hubungan antar
manajer dengan pegawai, factor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial
diantar pegawai, sugesti dari teman sekerja, emosi dan situasi kerja

Definisi kepuasan kerja


Kepuasan kerja didefinisikan selaku suasana penuh emosi yang
membangkitkan rasa senang hati dari seorang karyawan, mengenai situasi
kerja, tugas kerja, dan organisasi secara keseluruhan, Andriani & Disman
dalam Andriani et al., (2020:35).
Menurut Priansa dalam Aruan & Fakhri (2015:142) Kepuasan kerja
merupakan sekumpulan perasaan pegawai terhadap pekerjaanya, apakah
senang/suka atau tidak senang/tidak suka sebagai hasil interaksi pegawai
dengan lingkungan pekerjaanya atau sebagai hasil penilaian pegawai
terhadap pekerjaanya.
Menurut Harahap & Khair (2019), kepuasan kerja ialah perasaan
emosional yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan yang dialami
karyawan dalam pekerjaannya yang dapat menciptakan suatu yang
memenuhi kebutuhan, kemauan, harapan serta tekad pribadinya sehingga
membuatnya sangat puas secara lahir batin.
Kepuasan kerja merupakan perasaan yang berhubungan dengan
pekerjaan, yang diciptakan dari mengevaluasi karakteristik karyawan.
Karyawan biasanya merasa senang terkait dengan pekerjaannya juga
dengan pimpinan dan rekan kerja mereka, dibandingkan dengan
pendapatan/gaji dan dengn kesempatan promosi jabatan. Sampai saat ini
masih tidak diketaui apa penyebabnya, meskipun kepuasan kerja terlihat
relevan diseluruh budaya, tapi sebenarnya terdapat perbedaan kepuasan
kerja karyawan pada kultur Barat yang mempunyai tingkat kepuasan kerja
yang melebihi kultur Timur menurut Robbins & Judge dalam Andriani et
al., (2020:36)
Menurut definisi diatas menunjukkan jika kepuasan kerja pada
dasarnya ialah suatu ungkapan perasaan emosional karyawan yang bersifat
baik ataupun yang tidak baik dalam memandang pekerjaannya ataupun
keadaan lingkungan kerja. Kepuasan kerja merupakan perilaku yang
ditujukan oleh seorang karyawan terhadap sesuatu yang disukai yang
bersifat relatif, aspek kepuasan kerja yang pekerjaannya ataupun keadaan
dirinya, perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan mengaitkan aspek-
aspek upah ataupun gaji yang diterima, peluang mengembangkan karir,
hubungan dengan pegawai yang lain, penempatan kerja, jenis pekerjaan,
struktur organisasi perusahaan kualitas pengawasan, sebaliknya perasaan
yang berhubungan dengan dirinya, antara lain usia, keadaan kesehatan,
keahlian, pendidikan. Sedangkan ahli lain, berkata kalau kepuasan kerja
selaku hasil keseluruhan dari derajat rasa suka ataupun tidak sukanya
tenaga kerja terhadap bermacam aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain
kepuasan kerja mencerminkan perilaku tenaga kerja terhadap
pekerjaannya

Ukuran Dewan Komisaris dan Corporate Social Responsibility (CSR)


Dewan komisaris berfungsi untuk mengendalikan dan mengawasi
serta memberikan saran kepada direksi dalam pengelolaan perusahaan.
Ukuran dewan komisaris yang besar dalam suatu perusahaan akan
meningkatkan pengawasan kinerja direksi dalam mengelola perusahaan.
Dengan wewenang yang dimiliki dewan komisaris dapat memberikan
pengaruh yang kuat untuk menekan manajemen melakukan pengungkapan
Corporate Social Responsibility (Fahrizqi, 2010). Sehingga semakin besar
ukuran dewan komisaris suatu perusahaan maka akan semakin banyak
melakukan pengungkapan CSR, hal tersebut disebabkan semakin banyak
jumlah anggota dewan komisaris maka dapat dengan mudah
mengendalikan CEO untuk melakukan pengungkapan CSR.
Penelitian yang dilakukan Wijaya (2012), Trisnawati (2014), dan Sha
(2014) menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh
terhadap pengungkapan CSR. Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pradnyani dan Sisdyani (2015) dan penelitian yang
dilakukan Amalia (2013) menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris
berpengaruh positif terhadap pengungkapan Tanggung Jawab Sosial.

Pertumbuhan Perusahaan dan Corporate Social Responsibility (CSR)


Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba. Perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi akan
mendapat banyak sorotan sehingga diprediksi perusahaan yang
mempunyai kesempatan pertumbuhan yang lebih tinggi cenderung lebih
banyak melakukan Corporate Social Responsibility Disclosure untuk
menarik minat investor.
Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2014) dan penelitian yang
dilakukan oleh Sari dan Mimba (2015) yang menunjukkan bahwa
pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal tersebut berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2014), Nuraeni (2015) serta
Munsaidah dkk (2016) menunjukan bahwa pertumbuhan perusahaan
berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan CSR

Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan


Ery (2019) Kepuasan kerja karyawan merupakan motivasi moral karyawan,
kedisiplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan
yang ingin diraih sebuah perusahaan. Kepuasan kerja sebagai kondisi situasional
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dan bagaimana para karyawan
memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja karyawan mencerminkan sikap
seseorang terhadap pekerjaannya. Penelitian yang dilakukan oleh Derry (2020)
menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
karyawan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rahadian dan Tony Nawawi (2020) yang menyatakan adanya pengaruh positif
signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan

Profitabilitas dan Corporate Social Responsibility (CSR)


Profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam mengahasilkan laba. Perusahaan tidak
hanya mementingkan aspek ekonomi seperti keuntungan saja, namun juga
memperhatikan aspek lingkungan sosial yang berkaitan dengan dampak
positif dan negatif dari aktivitas perusahaan.
Profitabilitas yang tinggi akan diikuti dengan pengungkapan CSR
yang tinggi, hal ini disebagai timbal balik dari kegiatan yang dilakukan
perusahaan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan baik perusahaan,
investor maupun masyarakat lingkungan tempat beroperasi, karena dengan
melakukan pengungkapan CSR maka akan dapat memperbaiki citra dan
reputasi perusahaan di masa yang akan datang, karena profitabilitas
menunjukkan apakah suatu perusahaan mempunyai prospek yang baik
atau tidak dimasa datang.
Penelitian yang dilakukan oleh Ariftyarini,dkk (2014) dan Indraswari
dan Astika (2015), Worontikan (2015), Jandra (2015) menunjukkan bahwa
profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR. Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2014) yang
menunjukkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap
pegungkapan CSR.

Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan


Stres kerja dapat memengaruhi kepuasan dalam bekerja, dimana karyawan
yang bekerja dalam tekanan akan merasakan ketidaknyamanan dalam mejalankan
pekerjaan ini dapat memengaruhi tingkat kepuasan karyawan dalam bekerja, beban
kerja misalnya target yang terlalu besar. Usaha untuk meningkatkan kinerja
karyawan, diantaranya dengan memperhatikan tingkat stres kerja karyawan, tingkat
stres kerja yang tinggi maupun rendah jika berlangsung terus menerus dalam jangka
waktu yang lama dapat menurunkan kinerja karyawan dikarenakan ada rasa
tertekan dalam melaksanakan pekerjaan (Wirya, Andiani, Telagawathi, 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh Saiful (2019) menyatakan bahwa ada pengaruh
positif signifikan antara stres kerja terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian
tersebut juga didukung oleh penelitian Wartono (2019) yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh positif dan signifikan antara stres kerja terhadap kinerja
karyawan.

Umur Perusahaan dan Corporate Social Responsibility (CSR)


Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan bersaing
dalam dunia bisnis. Secara umum perusahaan yang sudah lama beroperasi
akan semakin banyak menggungkapkan informasi sosial. Sehingga,
semakin lama perusahaan berdiri maka akan semakin banyak belajar untuk
menunjang reputasi perusahaan di hadapan publik. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa semakin lama suatu perusahaan berdiri maka akan
semakin banyak melakukan pengungkapan tanggungjawab sosial hal ini
disebabkan karena perusahaan yang telah lama berdiri dapat diartikan
perusahaan tersebut mampu bersaing dengan perusahaan lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasir (2013) dan Herawati (2015)
menunjukkan bahwa umur perusahaan berpengaruh tehadap pengungkapan
informasi pertanggungjawaban sosial. Hal tersebut berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Santiono (2012), Dewi dan Keni (2013) dan
Fatoni, dkk (2016) yang menunjukkan bahwa umur perusahaan tidak
memiliki pengaruh terhadap pengungkapan CSR.

Ukuran Perusahaan (size) dan Corporate Social Responsibility (CSR)


Ukuran perusahaan merupakan salah satu indikasi tingkat
keberhasilan suatu perusahaan, ukuran perusahaan dapat diukur dengan
menggunakan jumlah karyawan, nilai total aset (total aktiva), dan volume
penjualan. Dalam penelitian ukuran perusahaan diukur dengan total aktiva
yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin berhasil suatu perusahaan dalam
mengelola bisnisnya maka akan semakin dapat menunjukkan pertumbuhan
dalam bisnisnya sehingga akan lebih banyak mendorong untuk melakukan
CSR. Hal tersebut dikarenakan bahwa perusahaan yang berskala besar
akan menjadi pusat perhatian baik bagi investor maupun masyarakat luas.
Sehingga semakin besar ukuran perusahaan maka akan semakin banyak
melakukan pengungkapan CSR.
Penelitian yang dilakukan oleh wijaya (2012), Dewi dan Priyadi
(2013), Septiana dan Fitria (2014), dan penlitian yang dilakukan
Indraswari dan Astika (2015) menunjukkan bahwa ukuran perusahan
berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR. Hal tersebut berbeda
dengan penelitian yang dilakukan Kurnianingsih (2013) yang
menunjukkan bahwa Ukuran peusahaan tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan CSR.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan


Dalam menggapai kesuksesan suatu perusahaan, ada banyak faktor yang
harus diperhatikan. Salah satu hal yang menjadi kunci adalah kinerja karyawan.
Karyawan selalu dituntut untuk selalu bekerja produktif untuk mencapai goal
perusahaan. Tidak jarang perusahaan terlalu mengeksploitasi kinerja karyawan
sehingga kurang memperhatikan apa saja yang menjadi kebutuhan karyawan,
sehingga kinerja karyawan menjadi menurun. Perlu diketahui bahwa karyawan
menjadi salah satu aset berharga perusahaan yang perlu diperhatikan. Safrida
(2019) Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, sebagai berikut:
21

  1. Faktor kemampuan
    Secara psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi
    (IQ) dan kemampuan (knowledge skill) oleh karena itu karyawan perlu
    ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
  2. Faktor motivasi
    Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi
    kerja. Motivasi merupakan kondisi dimana yang menggerakkan diri
    karyawan yang telah ter-arah untuk mencapai tujuan organisasi atau tujuan
    kerja.
  3. Faktor kepemimpinan
    Kepemimpinan merupakan kemampuan dan keterampilan sesorang yang
    menduduki jabatan sebagai pimpinan dalam suatu pekerjaan untuk
    memepengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya supaya berpikir
    dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku positif ini
    memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi

Ukuran Dewan Komisaris


Ukuran dewan komisaris yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Dewan
komisarin memiliki hak untuk mengendalikan serta mengawasi
pengelolaan perusahaan dengan memberikan petunjuk kepada manajemen
untuk melakukan pengungkapan CSR.
Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris merupakan mekanisme
pengendali intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memelihat
tindakan manajemen puncak. Individu yang bekerja sebagai anggota
dewan komisaris merupakan hal penting dalam memperhatikan aktivitas
manajemen secara efektif (Sembiring dalam Trisnawati,2014).
Dengan demikian, proporsi dewan komisaris cukup menentukan
pengaruh pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sehingga
dapat dikatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris
dalam suatu perusahaan maka akan semakin mudah dalam melaksanakan
pengawasan atau pengendalian terhadap pengungkapan CSR. Sehingga,
banyaknya jumlah anggota dewan komisaris maka akan semakin mudah
untuk mengendalikan CEO dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial
perusahaan

Pertumbuhan Perusahaan (Growth)


Pertumbuhan perusahaan adalah dampak atas arus dana perusahaan
dari perubahan operasional yang disebabkan oleh pertumbuhan atau
peningkatan volume usaha (Helfert dalam Hastuti 2014). Growth
merupakan tingkat pertumbuhan perusahaan yang diukur dengan
pertumbuhan penjualan perusahaan.
Perusahaan yang memiliki kesempatan tumbuh yang tinggi
diharapkan akan dapat memberikan profitabilitas yang tinggi di masa
depan, diharapkan laba lebih meningkat, sehingga investor akan tertarik
untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Perusahaan dengan
pertumbuhan tinggi akan mendapat banyak sorotan sehingga diprediksi
perusahaan yang mempunyai kesempatan pertumbuhan yang lebih tinggi
cenderung lebih banyak melakukan Corporate Social Responsibility
Disclosure untuk menarik minat investor (Sari,2012)

Indikator Kinerja Karyawan


Perusahaan yang berkembang merupakan keinginan setiap individu yang
ada dalam perusahaan, sehingga mendorong perusahaan untuk bersaing dan
mengikuti perkembangan zaman. Kemajuan perusahaan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya kinerja karyawan. Kinerja karyawan adalah prestasi yang
dicapai seseorang atau kelompok berdasarkan wewenang dan tanggung jawabnya
selaras dengan tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Daniel (2021)
menjelaskan terdapat lima indikator kinerja karyawan, meliputi:

  1. Kualitas
    Kualitas kerja diukur dari persepsi pimpinan berasal dari karyawan terhadap
    kualitas pekerjaan.
  2. Kuantitas
    Jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah
    siklus aktivitas yang diselesaikan.
  3. Ketepatan waktu
    Tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan dilihat dari
    sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang
    tersedia untuk aktivitas lain.
  4. Efektivitas
    Tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi,
    bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap
    unit dalam penggunaan sumber daya.
  5. Kemandirian
    Tingkat seorang karyawan yang dapat menjalankan fungsi kerjanya,
    komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab terhadap organisasi

Profitabilitas


Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk
menghasilkan laba (keuntungan) dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
Profitabilitas sering digunakan oleh untuk melihat sejauh mana perusahaan
mampu menghasilkan laba dalam menjalan kegiatan bisnisnya,
profitabilitas juga mempengaruhi investor untuk berinvestasi guna
menperluas usahanya pada perusahaan terkait. Sebaliknya apabila tingkat
profitabilitasnya rendah maka menyebabkan tidak berminatnya investor
untuk berinvestasi.
Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang,
karena profitabilitas menunjukkan prospek yang baik dimasa datang,
dengan demikian setiap badan usahan akan selalu meningkatkan
profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu
perusahaan maka akan semakin terjamin kelangsungan hidup suatu
perusahaan (Fahmi, 2015).
Menurut Heinze dalam Dewi dan Keni (2013) profitabilitas
merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel
untuk mengungkapkan pertanggung jawaban sosial (CSR) kepada
pemegang saham, sehingga dapat dijelaskan bahwa profitabilitas
merupakan kemampuan entitas untuk menghasilkan laba demi
meningkatkan nilai pemegang saham.
Hubungan antara profitabilitas perusahaan dengan pengungkapan
tanggungjawab sosial perusahaan telah menjadi anggapan dasar untuk
mencerminkan pandangan bahwa reaksi sosial memerlukan gaya
manajerial. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat profitabilitas
perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosialnya
(Hackston dan Milne dalam Kunianingsih 2013). Hal tersebut di sebabkan
karena perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan menjadi
pusat perhatian baik bagi para investor maupun masyarakat luas

Kinerja Karyawan


Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan
tujuan strategis perusahaan yang akan dikelola. Kinerja suatu perusahaan sangat
ditentukan oleh sumber daya manusia yang berada didalamnya. Apabila sumber
daya manusianya memiliki motivasi tinggi, kreatif, dan mampu mengembangkan
inovasi, kinerjanya akan semakin baik. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya
untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.
Kelvin, Edalmen (2022) Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan
seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksankan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau
sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama. Kinerja karyawan merupakan salah satu tolak ukur dalam menilai
performa para karyawan yang bekerja di suatu perusahaan.
Abdul, Bagas, Sadam, Ahmad (2023) Menyatakan kinerja adalah hasil
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum, dan sesuai dengan modal maupun etik.
Bambang (2019) Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa
banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi antara lain termasuk
kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja
dan sikap kooperatif

Umur Perusahaan


Umur perusahaan merupakan jangka waktu perusahaan perusahaan
terdaftar di daftar efek syariah. Menurut Untari (2010) umur perusahaan
juga merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan dalam
mengungkapkan tanggungjawab sosialnya. Umur perusahaan
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam berkompetensi dan bersaing.
Disamping itu umur perusahaan dapat menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam mengatasi kesulitan perusahaan yang mengancam
pertumbuhan perusahaan serta kemampuan perusahaan dalam mengambil
kesempatan dalam lingkungan tempat beroperasi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa semakin lama suatu perusahaan berdiri, maka perusahaan
tersebut semakin dapat menunjukkan eksistensi dalam lingkungannya dan
semakin bisa meningkatkan kepercayaan investor

Ukuran Perusahaan ( size )


Ukuran perusahaan merupakan salah satu ukuran tingkat keberhasilan
perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Semakin berhasil
perusahaan mengelola bisnisnya maka perusahaan tersebut akan
mengalami pertumbuhan dalam bisnisnya. Ukuran perusahaan juga
merupakan suatu skala yang berfungsi untuk mengklasifikasi besar
kecilnya entitas bisnis. Skala ukuran perusahaan dapat juga mempengaruhi
luasnya pengungkapan informasi dalam laporan keuangan mereka.
Ukuran perusahaan juga merupakan variabel penentu atau penduga
yang paling banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan sosial
yang dilakukan oleh perusahaan. Biasanya perusahaan yang berukuran
besar akan lebih sering melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial
apabila dibandingkan dengan perusahaan kecil, hal tersebut dikarenakan
sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan tersebut terhadap lingkungan
masyarakat dan sebagai sarana untuk menarik minat investor serta
meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Perusahan yang memiliki ukuran yang besar maka akan dapat
memberikan informasi yang luas serta dapat diakses dengan mudah oleh
publik, sehingga mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui
laporan keuangan, maka perusahaan dalam jangka panjang akan terhindar
dari biaya yang sangat besar akibat tuntutan dari masyarakat

Daftar Efek Syariah (DES)


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran
Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan
Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan Efek. Berdasarkan definisi tersebut pasar modal syariah dapat di
artikan sebagai kegiatan dalam pasar modal yang diatur dalam UUPM
yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip atau yang tidak melanggar
syariah.
Pasar Modal Syariah merupakan pasar modal yang sesuai dengan
ajaran Islam atau instrumen yang digunakan tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah dan mekanisme yang di gunakan berdasarkan
prinsip syariah yaitu tidak mengandung riba, maisir dan gharar.
Pasar Modal Syariah adalah Pasar Modal yang didalamnya
ditransaksikan instrumen keuangan sesuai dengan syariat Islam dan
dengan cara yang berlandaskan syariah yaitu tidak mengandung suatu
ketidakjelasan dan istrumen yang diperjualbelikan harus memenuhi
kriteria halal. Namun pasar modal syariah bukanlah sistem yang terpisah
dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan dalam
pasar modal syariah tidak jauh berbeda dengan kegiatan dipasar modal
konvensional, dalam pasar modal syariah penerapan prinsip dasar syariah
bersumber dari Al-Qur’an dan hadist dan dalam pasar modal syariah
terdapat beberapa karakteristik yaitu produk dan mekanisme transaksinya
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah atau tidak melanggar
syariah.
Dasar hukum Pasar Modal Syariah tertuang didalam QS. Al-Baqarah :
275 yang artinya : “Allah telah menghalalkan jualbeli dan mengharamkan
riba”.
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama
Indonesia (MUI) No.40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal,
mendefinisikan saham syariah merupakan bukti kepemilikan atas suatu
perusahaan yang memenuhi kriteria tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip atau yang tidak melanggar Syariah.
Daftar Efek Syariah atau biasa disebut dengan DES merupakan suatu
kumpulan efek yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah atau kumpulan
efek perusahaan yang tidak melanggar syariah di pasar modal, yang
ditetapkan oleh Bapepam-LK atau pihak yang disetujui Bapepam-LK.
Perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah merupakan kumpulan
perusahaan yang tidak melanggar aturan syariah. Daftar Efek Syariah
menerbitkan laporan keuangnya dua kali dalam satu tahun yakni pada
setiap bulan mei dan november. Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan
antara saham syariah dengan saham non syariah, saham yang sesuai
syariah yaitu saham perusahaan yang dalam kegiatan usahanya bergerak
dibidang yang tidak melanggar syariah (halal)

Teori-Teori Kepuasan Kerja


Menurut Syafrina (2018), mengemukakan teori-teori Kepuasan Kerja,
yaitu:

  1. Teori Keseimbangan
    Menurut teori ini, puas atau tidaknya karyawan merupakan hasil dari
    membandingkan antara input-outcome. Jadi, jika perbandingan tersebut
    dirasakan seimbang maka karyawan tersebut akan merasa puas.
    Apabila yang didapat karyawan ternyata lebih besar daripada apa yang
    diharapkan maka karywana tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang
    didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan
    menyebabkan karyawan tidak puas.
  2. Teori Pemenuhan Kebutuhan
    Menurut teori ini, kepuasan karyawan bergantung pada terpenuhi atau
    tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas apabila ia
    mendapatkan apa yang dibutuhkannya
  3. Teori Pandangan Kelompok
    Menurut teori ini, kepuasan karyawan bukanlah bergantung pada
    pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan
    pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok
    acuan.
  4. Teori Dua Faktor dari Herzberg
    Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas
    menurut Herzberg yaitu faktor pemeliharaan dan faktoe pemotivasian
  5. Teori Pengharapan
    Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang
    diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan
    karyawan yang memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil
    lainnya

Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Islam


Islam telah memberikan panutan bagi umatnya untuk beradaptasi dan
berkembang sesuai dengan zamannya. Konsep CSR yang dikembangkan
dunia barat berbeda dengan konsep CSR yang terdapat di dalam Islam. Hal
ini disebabkan CSR di dalam Islam dibangun atas dasar tasawuf
(paradigm) dan epistimologi yang berbeda dengan CSR yang
dikembangkan di barat.
Landasan hukum perusahaan yang melaksanakann CSR sesuai dengan
ajara Islam adalah didasarkan atas Al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan di
barat didasarkan pada pandangan dan budaya barat. sebagaimana Firman
Allah dalam Al-Qur’an :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. “(QS Ali Imran : 104)
Dalam ajaran Islam telah mengajarkan bagaimana hubungan manusia
dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia. Oleh sebab itu
pada dasarnya manusia bertanggung jawab kepada Allah dalam
melaksanakan aktivitasnya untuk menggapai Ridho-Nya sehingga
tanggung jawab antara manusia dengan Allah akan melahirkan kontak
religius bukan hanya sekedar kontak sosial belaka.
Dengan demikian, pada dasarnya jelas bahwa Islam menganjurkan
kepada Individu atau Organisasi (Perusahaan) untuk menjadi orang yang
beruntung yaitu mereka yang menjalani kebaikan serta mencegah
terjadinya keburukan dengan demikian sejalan dengan konsep
dilaksanakannya CSR

Pengungkapan CSR (Corporate Social Responsiility)


Pengungkapan secara sederhana dapat diartikan sebagai penyampaian
informasi yang ditunjukkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan
dari pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility disclosure) adalah supaya perusahaan dapat menyampaikan
tanggung jawab sosial yang telah dilaksanakan perusahaan dalam periode
tertentu. Penerapan corporate social responsibility dapat diungkapkan
perusahaan dalam bentuk media laporan tahunan (Annual Report)
perusahaan yang berisi laporan corporate social responsibility selama
kurun waktu satu tahun berjalan (septiana & Fitria, 2014).
Pengungkapan dilakukan guna untuk mempengaruhi pihak investor
dalam pengambilan keputusan investasi. Berkaitan dengan keputusan
investasi investor tidak hanya memerlukan informasi keuagan saja
melainkan juga berkaitan dengan informasi non-keuangan yang dilakukan
oleh perusahaan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Banyak faktor yang memengaruhi Kepuasan Kerja karyawan. Faktor-faktor
itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung
kepada pribadi masing-masing karyawan. Menurut Edy Sutrisno (2019, P.77),
faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja adalah:

  1. Kesempatan untuk maju
    Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman
    dan peningkatan kemampuan selama kerja.
  2. Keamanan kerja
    Faktor ini disebut sebagai penunjang Kepuasan Kerja, baik bagi
    karyawan. keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan
    karyawan saat kerja.
  3. Gaji
    Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang
    mengekspresikan Kepuasan Kerjanya dengan sejumlah uang ynag
    diperolehnya.
  4. Perusahaan dan Manajemen
    Perusahaan dan Manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan
    situasi dan kondisi kerja yang stabil, faktor ini yang menentukan
    Kepuasan Kerja karyawan.
  5. Pengawasan
    Sekaligus atasanya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan
    Turn Over.
  6. Faktor instrisik dari pekerjaan
    Atribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu.
    Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan
    atau mengurangi kepuasan
  7. Kondisi kerja
    Termasuk disini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran, kantin dan tempat
    parkir.
  8. Aspek sosial dalam pekerjaan
    Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang
    sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas atau tidak puas
    dalam bekerja.
  9. Komunikasi
    Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen
    banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya
    kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan
    mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan
    dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
  10. Fasilitas
    Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan
    standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa
    puas

Pengertian CSR (Corporate Social Responsibility)


Definisi CSR adalah suatu tindakan yang dilakukan perusahaan
sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap sosial dan
lingkungan disekitar tempat beroperasi (Aini, 2015). CSR juga
dimaksudkan untuk meminimalisir dampak yang di timbulkan perusahaan
selama menjalankan aktivitas bisnisnya (Pradnyani dan Sisdyani, 2015).
WBSD (The Word Business Council for Sustainable Development)
memaknai CSR sebagai komitmen bisnis untuk berperilaku etis, beroperasi
secara legal, dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang
sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, serta
masyarakat lokal dan masyarakat pada umumnya (Rudito dalam
Hastuti,2014).
Menurut Prastowo dan Huda dalam Saraswati (2014), menyatakan
bahwa CSR merupakan suatu upaya/mekanisme alamiah perusahaan untuk
membersihkan keuntungan-keuntungan besar yang diperoleh perusahaan.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa perusahaan dalam memperoleh
keuntungan terkadang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain baik
dalam kegiatan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dikatakan sebagai
upaya alamiah CSR adalah konsekuensi dari dampak yang ditimbulkan
dalam menjalankan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan
dapat merugikan masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan berkewajiban
untuk mengembalikan keadaan masyarakat yang mengalami dampak yang
telah ditimbulkan oleh kegiatan yang telah dilakukan oleh perusahaan
menjadi lebih baik.
CSR juga merupakan bentuk kepedulian suatu usaha terhadap
lingkungan, baik lingkungan dalam kegiatan usaha maupun lingkungan
diluar kegiatan usaha. Contoh bentuk tanggung jawab sosial yang
dilakukan perusahaan dapat bermacam-macam mulai dari melakukan
kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemberian
beasiswa pendidikan, sumbangan untuk fasilitas masyarakat yang bersifat
sosial dan berguna bagi masyarakat banyak khususnya masyarakat
ditempat beroperasi (Septiana & Fitria, 2014)

Indikator Kepuasan Kerja


Pengukuran kepuasan kerja haruslah dilakukan secara objektif melalui
analisis dan pengenalan gejala konkret yang menjadi indikasi adanya kepuasan itu
sendiri. Wirya, Andiani, Talagawathi (2020) Terdapat 5 indikator kepuasan kerja,
sebagai berikut:

  1. Gaji
    Karyawan mendapatkan system gaji yang adil sesuai dengan pekerjaan yang
    dia kerjakan.
  2. Pekerjaan itu sendiri
    Karyawan menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan untuk
    keterampilannya.
  3. Rekan Kerja
    Dalam pelaksanaan promosi, kegiatan perusahaan rekan kerja harus dapat
    saling mendukung dalam lingkungan kerja.
  4. Promosi
    Peluang karyawan dalam hal pengembangan karir di perusahaan agar
    karyawan termotivasi dalam bekerja.
  5. Supervisi
    kemampuan atasan memberikan pengaruh positif terhadap pekerjaan yang
    karyawan lakukan.

Teori Stakeholder


Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas
yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus
memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Definisi stakeholder yang
dilontarkan (Rhenald Kasali dalam Purnasiswi, 2011) adalah setiap
kelompok orang baik yang berada didalam perusahaan maupun diluar
perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan
perusahaan.
Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi
oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan
tersebut sehingga keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh
dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut
(Fatoni dkk, 2016). Pada dasarnya tanggung jawab perusahaan tidaknya
terbatas pada memaksimalkan laba demi kepentingan pemegang saham
namun lebih luas lagi yakni menciptakan kesejahteraan bagi kepentingan
stakeholder, yaitu semua pihak mempunyai keterkaitan terhadap
perusahaan.
Adanya teori stakeholder ini suatu perusahaan diharapkan dapat
memberi manfaat bagi stakeholder. Manfaat tersebut dapat diberikan
dengan cara menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR), dengan
adanya program tersebut perusahaan diharapakan akan dapat
meningkatkan kesejahteraan karyawan, pelanggan dan masyarakat lokal.
Sehingga akan dapat terjalin hubungan yang baik antara perusahaan
dengan lingkungan sekitar tempat beroperasi

Pengertian Kepuasan Kerja


Menurut Edy Sutrisno (2019) Kepuasan Kerja adalah suatu sikap karyawan
terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar
karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor
fisik dan psikologis. Sikap tersebut dapat berupa sikap positif yang berarti karyawan
atau anggota organisasi puas atau justru negatif yang berarti ia tidak puas terhadap
segala aspek pekerjaan baik itu dari situasi kerja, beban tugas, imbalan, risiko, dan
sebagainya.
Menurut Handoko (2020) kepuasan kerja adalah pendapat karyawan yang
menyenangkan atau tidak mengenai pekerjaannya, perasaan itu terlihat dari perilaku
baik karyawan terhadap pekerjaan dan semua hal yang dialami lingkungan kerja.
Dengan demikian kepuasan kerja juga berhubungan dengan rasa memiliki dan
loyalitas karyawan karena merupakan pandangan afeksi atau perasaan mereka
mengenai organisasi atau perusahaan.
Menurut Prayogo (2019) Kepuasan Kerja merupakan sikap emosional yang
menyenangkan serta mencintai pekerjaanya. Kepuasan Kerja karyawan harus
diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, dan kedisiplinan karyawan
dapat meningkat.
Menurut Edy Sutrisno (2019) Kepuasan Kerja adalah keadaan emosional
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang
pekerjaan mereka. Kepuasan Kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Sunarta (2019) Kepuasan kerja adalah selisih antara tujuan individu dalam
bekerja dengan kenyataan yang dirasakan. Menggunakan kata yang berbeda, dapat
dinyatakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja seorang pegawai dipengaruhi
oleh selisih (discrappancy) antara apa yang telah didapatkan dengan apa yang
diinginkan.
Cahyani, Sundari, & Dongoran (2019) Kepuasan kerja didefinisikan sebagai
suatu sikap positif terhadap hasil pekerjaan seseorang dan merupakan hal yang
bersifat individual. Individual yang memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi
akan memiliki nilai positif terhadap pekerjaan tersebut, sedangkan individu yang
memiliki tingkat kepuasan yang rendah atau tidak puas akan memiliki nilai negatif
terhadap pekerjaan

Teori Legitimasi


Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak
dengan masyarakat (Fatoni dkk, 2016). Dalam teori legitimasi tersebut
perusahaan berusaha untuk menyesuaikan keadaan dengan peraturan-
peraturan yang berlaku dimasyarakat sehingga dapat diterima
dilingkungan eksternal karena dalam teori legitimasi menyatakan bahwa
suatu organisasi hanya bisa bertahan jika masyarakat sekitar merasa bahwa
organisasi beroperasi berdasarkan sistem nilai yang sepadan dengan sistem
nilai yang dimiliki oleh masyarakat (Sari, 2013). Legitimasi organisasi
dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada
perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari
masyarakat.
Adanya teori legitimasi ini akan memberikan landasan bahwa
perusahaan harus mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku di
masyarakat berkaitan dengan kegiatan usaha yang dilaksanakan
perusahaan sehingga dapat berjalan dengan baik tanpa adanya konflik
dimasyarakat maupun dilingkungan tempat beroperasi. Oleh sebab itu
perusahaan perlu mengembangkan program Corporate Social
Responsibility (CSR), dengan adanya Corporate Social Responsibility
(CSR) diharapkan akan memberikan kontribusi yang positif bagi
masyarakat sehingga masyarakat sekitar tempat beroperasi dapat
menerima keberadaan perusahaan dengan baik dan tidak
mempermasalahkan keberadaan perusahaan tersebut

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja


Sumber stres yang diasosiasikan sebagai faktor yang menjadi alasan
penyebab seorang individu yaitu karyawan mengalami perasaan stres. Dari faktor-
faktor stres memunculkan sebuah reaksi oleh individu dan melakukan penilaian
atau persepsi terhadap hal tersebut dan terjadilah perasaan stres, namun reaksi atau
penilaian individu terhadap sumber stres memiliki perbedaan dengan individu
lainnya tergantung dari potensi individu yang dimiliki masing-masing. Menurut
Nusran (2019 : 77) adanya dua faktor penyebab munculnya stres kerja, yaitu faktor
lingkungan dan faktor personal. Faktor lingkungan meliputi kondisi fisik, hubungan
dalam lingkungan pekerjaan, sedang faktor personal yaitu tipikal kepribadian,
peristiwa pribadi maupun kondisi individu. Penjelasan Dwiyanti tersebut lebih luas,
yakni:

  1. Tidak adanya dukungan dari lingkungan
    Tidak adanya dukungan dari lingkungan yang berarti stres cenderung
    mudah muncul pada individu yang tidak mendapatkan dukungan dari
    lingkungan. Dukungan ini bisa berupa dukungan dari lingkungan kerja yaitu
    rekan kerja, atasan, pemimpin. Dukungan dari lingkungan keluarga yaitu
    orangtua, menantu, mertua, anak, saudara. Dukungan dari luar yaitu teman
    bermain atau tetangga.
  2. Tidak berkesempatan berperan
    Tidak berkesempatan dan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di
    kantor meskipun memiliki kewenangan tersebut menjadi salah satu faktor
    penyebab terjadinya stres kerja karena merasa tidak dianggap dan merasa
    dikucilkan.
  3. Pelecehan seksual Pelecehan seksual yakni kontak atau komunikasi yang
    berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak
    diinginkan, menyentuh bagian tubuh yang paling sensitif, merayu, pujian
    bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya.
  4. Kondisi lingkungan kerja
    Kondisi lingkungan kerja berupa suhu panas di lingkungan kerja, terlalu
    dingin, kurang cahaya atau terlalu terang, sesak secara sirkulasi udara atau
    sempit yang menyebabkan berkurangnya kenyamanan kerja sehingga
    memunculkan stres kerja.
  5. Manajemen yang tidak sehat
    Manajemen tidak sehat yaitu cara pemimpin memperlakukan karyawan
    seperti pemimpin yang terlalu sensitif, terlalu agresif, atau terlalu ambisius.
  6. Tipe kepribadian seseorang
    Jenis kepribadian individu menjadi salahsatu faktor penyebab stres karena
    kepribadian yang kurang sabar dan kurang telaten lebih rawan terkena stres
    kerja dibanding dengan individu yang memiliki tipe kepribadian sabar dan
    telaten.
  7. Pengalaman pribadi
    Pengalaman pribadi yaitu peristiwa yang pernah dialami karyawan
    berimbas kepada cara individu dalam menerima tekanan dalam kerja seperti
    peristiwa menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit
    atau gagal, kehamilan yang tidak diinginkan, peristiwa traumatis dalam
    menghadapi masalah (pelanggaran) hukum

Dimensi dan Indikator Stres Kerja


Sinambela (2019) tolak ukur konkrit yang dapat digunakan untuk mengukur
serta mengamati stres kerja untuk penelitian maupun evaluasi perusahaan dapat
dikelompokkan menjadi dua dimensi dan indikator-indikator sebagai berikut:
a) Stres Individu
merupakan stres yang berhubungan dengan pekerjaan atau tugas yang
dilakukan karena berhubungan dengan keadaan lingkungan kerja, dengan
indikator yang meliputi: a) konflik peran; b) beban karier; dan c) hubungan
dalam pekerjaan.
b) Stres Organisasi
merupakan stres yang berhubungan dengan semua aktivitas yang ada dalam
organisasi yang di mana aktivitas itu berpengaruh terhadap pekerjaan
individu yang indikatornya meliputi: a) struktur organisasi; b) beban kerja;
dan c) kepemimpinan.
Sedangkan menurut Qoyyimah, Abrianto & Chamidah (2019) indikator dari
stres kerja adalah sebagai berikut.
12

  1. Tuntutan Tugas
    Tuntutan tugas yang berat dan berlebihan akan dapat menimbulkan Stres
    kerja, untuk itu dalam menghadapi pekerjaannya, seseorang harus dapat
    mengelola kondisi stres kerjanya dengan sebaik mungkin.
  2. Tuntutan Peran
    Yaitu berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai
    suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam suatu organisasi.
  3. Tuntutan Antar Pribadi
    Merupakan tekanan yang diciptakan oleh pegawai lain.
  4. Struktur Organisasi
    Gambaran instansi yang diwarnai dengan struktur organisasi yang tidak
    jelas, kurangnya kejelasan mengenai jabatan, peran, wewenang, dan
    tanggung jawab.
  5. Kepemimpinan Organisasi
    Memberikan gaya manajemen pada organisasi. Beberapa pihak di dalamnya
    dapat membuat iklim organisasi yang melibatkan ketegangan, ketakutan dan
    kecemasan

Pengaruh gender dalam keragaman ruang dewan terhadapEnvironmental, Social and Governance Disclosure


Dampak pengungkapan ESG biasanya terjadi pada perusahaan yang
lebih peka terhadap isu lingkungan dimana perusahaan ini biasanya
beroperasi dalam suatu kontak sosial yang lebih dapat dijangkau. Selain itu,
pengungkapan akan ESG secara keseluruhan dapat memberikan penilaian

yang lebih signifikan apabila suatu perusahaan ini terkena adanya masalah
lingkungan sehingga persayaratan ESG pun lebih tinggi dan industri yang
lebih sensitif tersebut akan lebih berfokus pada penanganan berkelanjutan
menggunakan penerapan ESG sebagai standar baku perusahaan dalam
mengatasi polemik lingkungan (Miralles-Quirós et al., 2018).
Galbreath (2011) menyatakan bahwa women on boards mampu
mempromosikan mengenai proyek keberlanjutan dalam jangka panjang
dengan melaporkan investasi dalam pertanggungjawaban sosial perusahaan.
Selain itu pada penelitian lainnya memberikan hasil yang positif serta
signifikan dalam keragaman dewan terhadap pengungkapan ESG. Dimana
hal ini akan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Wasiuzzaman
et al., (2019); Arayssi, Dah Jizi (2016); Bravo dan Alvardo (2017) serta
penelitian lainnya.
Oleh karena itu, keragaman dewan pada realitanya pun memberikan
manfaat bagi lingkungan, sosial serta tata kelola perusahaan dimana
hubungan antara kehadiran perempuan dalam dewan serta efesiensi
pengungkapan ESG bukan merupakan hubungan linier yang sederhana
tetapi terrdapat banyak tingkatan keanekaragaman. Sehingga keragaman
gender dalam ruang dewan dapat memberikan hipotesis keragaman gender
dalam ruang dewan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ESG

Pengertian Stres Kerja


Stres merupakan sebuah hal yang umum dialami oleh setiap orang diseluruh
penjuru dunia. Menurut Nusran (2019 : 72) definisi stres adalah suatu keadaan yang
bersifat internal karena oleh tuntutan fisik (badan), lingkungan, dan situasi sosial
yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Keadaan ini dapat menghambat
kegiatan aktivitas sehari-hari termasuk saat bekerja
Tekanan-tekanan yang didapatkan dalam pekerjaan dan keluarga
menimbulkan peristiwa yang merupakan luapan emosi yaitu stres kerja. Teori-teori
para ahli menurut Safitri & Astutik, (2019 : 15), Robbins menyatakan bahwa stres
kerja adalah kondisi ketegangan yang memengaruhi emosi, jalan pikiran, dan
kondisi fisik seseorang. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Safitri & Astutik (2019
: 15) mengatakan jika stres kerja menciptakan ketidakseimbangan antara fisik dan
psikis yang berpengaruh pada emosi, proses berfikir, dan kondisi seseorang.
Definisi stres kerja menurut Vanchapo (2020 : 37) adalah keadaan
emosional yang timbul karena adanya ketidaksesuaian beban kerja dengan
kemampuan individu untuk menghadapi tekanan tekanan yang dihadapinya. Stres
juga bisa diartikan sebagi suatu kondisi ketengan yang menciptakan adanya
ketidakseimbangan fisik dan psikis yang memengaruhi emosi, proses berfikir, dan
kondisi seorang pegawai.
Sinambela (2019) mengungkapkan bahwa stres kerja adalah tuntutan-
tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam
lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Selain itu,
stres secara umum juga dapat diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan-
gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang