Definisi Pengembangan Karir

Pengembangan karir adalah suatu usaha untuk meningkatkan
kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan pelatihan. Individu yang
ingin karirnya berkembang harus bekerja semaksimal mungkin, yaitu dengan
menunjukkan kinerja yang baik (Hasibuan, 2012). Sementara itu manajer sebagai
pihak yang memfasilitasi pengembangan karir pegawai seharusnya bisa
memberikan jalur pengembangan karir yang guna mencapai tujuan organisasi dan
kegiatan pengembangan karir pegawai.
Menurut Handoko (2008) pengembangan karir adalah peningkatanpeningkatan individu yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana
karir. Pengembangan karir mempunyai eksistensi di masa yang akan dating,
tergantung pada kualitas dan kinerja sumber daya manusianya, karenanya
organisasi harus melakukan pembinaan karir pada pekerja yang dilaksanakan
secara berencana dan berkelanjutan.
Menurut Mangkunegara (2011) mengemukakan bahwa pengembangan
karir adalah aktivitas kepegawaian yang membantu pegawai-pegawai
merencanakan karir masa depan mereka di perusahaan agar perusahaan dan
pegawai yang bersangkutan dapat mengembangkan diri secara maksimum.
Seberapa baiknya suatu rencana karir yang telah direncanakan oleh seorang
karyawan disertai oleh suatu tujuan karier yang wajar dan realistik, rencana
tersebut tidak akan menjadi kenyataan tanpa adanya pengembangan karir yang
sistematis dan terprogram (Siagian, 2008).
Rivai (2003) berpendapat bahwa pengembangan karir ialah serangkaian
proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai guna mencapai karir
yang diinginkan yang bertujuan menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan
karyawan dengan kesempatan karir yang tersedia di perusahaan saat ini dan di
masa depan. Setiap karyawan menginginkan adanya pengembangan karir dalam
organisasi tempat kerjanya. Pengembangan karir pada dasarnya sangat diperlukan
bagi perusahaan swasta maupun pemerintahan dikarenakan pengembangan karir
berorientasi pada tantangan bisnis di masa yang akan datang dalam menghadapi
pesaing

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Kompensasi

Faktor-Faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi menurut
Hasibuan (2012) , antara lain :
1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja
Jika pencari kerja lebih tinggi daripada lowongan pekerjaan yang ada maka
kompensasi relatif kecil.
2. Kemampuan dan kesediaan perusahaan
Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin
bagus maka tingkat kompensasi akan semakin tinggi.
3. Serikat buruh
Apabila serikat buruhnya kuat dan memiliki pengaruh maka tingkat
kompensasi semakin tinggi.
4. Produktifitas kerja karyawan
Jika produktivitas kerja karyawan baik maka jumlah kompensasi akan
semakin besar.
5. Pemerintah dengan undang undang & keppres
Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan besarnya batas
upah atau balas jasa minimum. Pemerintah berkewajiban melindungi rakyat
dari tindakan otoriter perusahaan dalam menetapkan besar kecilnya
kompensasi.
6. Biaya hidup
Apabila biaya hidup di daerah itu tergolong mahal maka tingkat kompensasi
akan mengikuti.
7. Posisi jabatan karyawan
Karyawan yang menjabat jabatan lebih tinggi akan menerima gaji atau
kompensasi lebih besar. Hal ini wajar karena karyawan yang mendapat
kewenangan dan tanggung jawab lebih besar harus mendapatkan gaji atau
kompensasi yang lebih besar pula.
8. Pendidikan dan pengalaman kerja
Jika tingkat pendidikan karyawan tinggi dan pengalaman kerjanya lama maka
gaji atau kompensasi juga semakin tinggi, karena kecakapan dan
keterampilannya lebih baik.
9. Kondisi perekonomian nasional
Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju maka tingkat
kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full
employment.
10. Jenis dan sifat pekerjaan
Jika jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan memiliki risiko yang tinggi maka
tingkat kompensasi semakin tinggi, karena membutuhkan kecakapan dan
ketelitian dalam pengerjaannya

Tujuan Pemberian Kompensasi

Menurut Rachmawati (2008) tujuan perusahaan memberikan kompensasi
pada karyawannya:
1. Mendapat karyawan yang berkualitas
Perusahaan berkompetisi untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas dan
memenuhi standar yang diminta perusahaan.
2. Mempertahankan karyawan yang sudah ada
Dengan adanya persaingan kompensasi, perusahaan bisa mempertahankan
karyawan yang memiliki potensi dan berkualitas agar tetap bekerja pada
perusahaan. Hal ini untuk mencegah turnover karyawan yang tinggi dan kasus
pembajakan karyawan oleh perusahaan lain dengan iming-iming gaji yang
lebih tinggi.
3. Adanya keadilan
Perusahaan harus mempertimbangkan pemberian kompensasi yang adil.
Adanya administrasi kompensasi menjamin tercapainya rasa keadilan pada
hubungan antara manajemen dan pekerja.
4. Perubahan sikap dan perilaku
Kompensasi yang layak serta adil untuk karyawan hendaknya bisa
memperbaiki sikap dan perilaku yang merugikan serta mempengaruhi
produktivitas kerja.
5. Efisiensi biaya
Program kompensasi yang rasional membantu perusahaan untuk mendapatkan
dan mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat biaya yang
diinginkan. Sehingga dengan upah yang kompetitif, perusahaan dapat
mendapatkan keseimbangan dari retensi karyawan karyawan yang meningkat.
6. Administrasi legalitas
Pemberian kompensasi harus mengikuti peraturan pemerintah yang diatur
dalam undang-undang. Sehingga pemberian kompensasi di setiap perusahaan
merata, sesuai dengan peraturan pemerintah

Indikator Kompensasi

Ada empat indikator untuk menilai kompensasi menurut Simamora
(2004) :
1. Gaji dan upah yang adil
Gaji umumnya berlaku untuk tarif mingguan, bulanan dan tahunan.
Sedangkan upah biasanya berlaku untuk tarif per jam.
2. Insentif yang sesuai dengan pengorbanan
Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang
diberikan oleh organisasi.
3. Tunjangan yang sesuai harapan
Pembayaran-pembayaran dan jasa-jasa yang memprotect serta melengkapi gaji
pokok dan perusahaan bisa membayar semua atau sebagian dari tunjangan
tersebut.
4. Fasilitas yang memadai
Sarana penunjang bagi karyawan guna melakukan pekerjaan yang diberikan
kepadanya

Strategi Retensi Karyawan

Ada 5 jenis strategi retensi karyawan, yaitu kompensasi, pemenuhan
harapan, induksi, praktik SDM yang memperhatikan keluarga karyawan, serta
pelatihan dan pengembangan. Kelima hal itu tidak semata-mata bisa
meningkatkan retensi karyawan. Ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan,
yang berhubungan dengan strategi retensi karyawan (Torrington, 2003).
1. Strategi Retensi Kompensasi
Kompensasi termasuk sebagai strategi retensi yang utama, karena hal ini
sering kali dianggap sebagai alasan puas atau tidak puasnya karyawan yang
pada akhirnya memicu ketiadaan retensi. Bila mereka merasa tidak puas,
mereka mungkin tidak bekerja seperti semestinya, dan pada akhirnya,
perusahaan sulit mengharapkan retensi mereka. Tetapi apabila kompensasi
yang didapatkan sudah sesuai dengan kebutuhan, maka yang terjadi hanyalah
pemeliharaan tingkat kepuasan, bukan kepuasan yang meningkat signifikan.
2. Strategi Retensi Pemenuhan Harapan
Karyawan masuk ke dalam perusahaan dengan berbagai harapan, yakni
harapan bisa mendapatkan promosi, harapan untuk bekerja dengan tenang,
harapan untuk mendapat kesesuaian imbalan dengan tenaga yang telah
diberikan. Pemenuhan harapan karyawan sesungguhnya termasuk di dalam
kontrak psikologis.
3. Strategi Induksi
Induksi terkait dengan masa pengenalan karyawan baru. Ada beberapa tujuan
induksi, yakni membantu karyawan baru untuk menyesuaikan emosinya
dengan tempat kerja baru, menjadi wadah untuk menyampaikan informasi
dasar tentang organisasi, dan menyampaikan aspek budaya yang dimiliki
perusahaan, seperti kebiasaan yang ada di perusahaan itu.
4. Strategi Retensi Praktik SDM
Praktik SDM dengan memerhatikan keluarga karyawan. Contoh, ketika
seorang karyawan telah berkeluarga akan dipindahkan, pihak perusahaan
harus mempertimbangkan nasib keluarga inti karyawan tersebut. Satu solusi
yang bagus ialah, ketika menugaskan karyawan telah berkeluarga ke luar kota,
pihak perusahaan harus mempertimbangkan akomodasi bagi keluarga
karyawan tersebut, setidaknya membantu mencarikan akomodasi bagi
keluarga karyawan itu.
5. Strategi Retensi Bidang Pelatihan Dan Pengembangan Karyawan
Penugasan untuk berpartisipasi dalam pelatihan dan pengembangan yang tidak
adil pun dapat menurunkan retensi karyawan. Perusahaan harus menmberikan
alasan yang logis dan transparan saat akan mengirim karyawan mengikuti
pelatihan dan pengembangan. Tanpa transparansi, akan timbul kecurigaan.
Rasa curiga dapat menimbulkan konflik, menghasilkan situasi kerja yang tidak
sehat, dan pada akhirnya mengurangi retensi karyawan.

Indikator Retensi Karyawan

Menurut Mathis & Jackson (2006) menyatakan terdapat tiga indikator di
dalam retensi karyawan, dimana diharapkan karyawan akan bertahan di tempat
kerja jika ketiga unsur ini dipenuhi. Ketiga indikator ini digunakan untuk
mengukur tingkat retensi karyawan, antara lain:
1. Peluang Karir Organisasi
Dimana organisasi menyediakan peluang karir yang sama bagi setiap
karyawan yang nantinya akan dapat meningkatkan perkembangan masa depan
para karyawan.
2. Penghargaan Yang Diberikan
Dimana perusahaan selalu memberikan reward atas kinerja karyawan.
3. Hubungan Karyawan
Dimana rekan kerja tidak pernah bertindak diskriminatif dan saling
menghargai satu sama lain.

Definisi Retensi Karyawan

Banyak perusahaan saat ini mengkhawatirkan pasar tenaga kerja yang
kompetitif dan merupakan sebuah tantangan bagi perusahaan untuk menemukan
serta mempertahankan karyawan yang memiliki kinerja yang baik. Agar karyawan
tetap mempunyai kinerja yang maksimal dan tetap bertahan di perusahaan,
bukanlah suatu hal gampang, mengingat karyawan mempunyai dinamika dan
kebutuhan yang bervariasi. Mathis & Jackson (2006) mendefenisikan retensi
karyawan merupakan upaya untuk mempertahankan karyawan di dalam
organisasi. Retensi karyawan mengacu pada berbagai kebijakan dan praktik yang
mengarahkan karyawan agar bertahan di perusahaan untuk jangka waktu yang
cukup lama. Oleh karena itu segala bentuk sikap, keadaan, dan kondisi
kerjakaryawan harus terjaga dengan harapan kinerja karyawan dapat bertahan
dengan baik bahkan meningkat. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk
memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengan hak karyawan.
Menurut Jennifer (2005) retensi karyawan adalah suatu cara yang
dipakai olah manajemen untuk mempertahankan karyawan yang kompeten agar
tetap bertahan dalam perusahaan dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Jika
ingin memaksimalkan retensi, seharusnya perusahaan harus memaksimalkan
jumlah karyawan yang tetap dalam perusahaan karena memang karyawan tersebut
ingin tetap dalam perusahaan, bukan karena paksaan dari perusahaan. Retensi juga
melibatkan meminimalisasi karyawan yang berkinerja rendah untuk meningkatkan
ruang lapang dan sumber daya lebih bagi karyawan yang berkinerja baik.
Menurut Ragupathi (2014) retensi karyawan adalah proses dimana
karyawan didorong untuk tetap berada dalam suatu organisasi sampai proyeknya
selesai atau dalam periode maksimum. Apabila program retensi berjalan dengan
baik dalam memperhatikan pendekatan yang efektif untuk memotivasi karyawan
melalui pendekatan penghargaan yang inovatif, maka akan memicu gairah dan
semangat kerja karyawan, serta meningkatnya moral dan kepuasan kerja
karyawan, meningkatkan produktivitas kerja karyawan, mempertahankan retensi
dan kestabilan karyawan perusahaan, meningkatkan kedisiplinan serta
mengurangi tingkat karyawan yang absen, mengefektifkan pengadaan karyawan,
menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik, meningkatkan kreativitas,
dan partisipasi karyawan dalam kegiatan (Hasibuan, 2014).
Menurut Karthi (2012) retensi karyawan adalah suatu proses dimana
karyawan didorong untuk tetap berada dalam suatu perusahaan sampai proyeknya
telah berakhir atau periode maksimum. Jika retensi karyawan dapat dilaksanakan
dengan baik oleh perusahaan maka pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan akan
efektif dan efisien. Retensi karyawan dapat membantu meminimalisasi
pemborosan dalam hal tenaga, waktu dan biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk mempekerjakan dan melatih karyawan baru.
Heathfield, (2008) mendefinisikan retensi karyawan sebagai segala
sesuatu yang dilakukan pemberi kerja untuk mendorong karyawan yang
memenuhi syarat dan produktif untuk terus bekerja untuk organisasi. Jadi, sangat
penting bagi perusahaan agar tidak kehilangan karyawan, yang dapat
mengakibatkan kerugian dalam pekerjaan perushaan. Sehingga perlu langkah
antisipasi agar perusahaan dapat mempertahankan aset sumber daya manusianya

Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Retensi Karyawan 

Komitmen organisasional adalah keadaan di mana seseorang karyawan
memihak suatu organisasi dengan tujuan-tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Komitmen dari
karyawan kepada perusahaan dipandang sangat penting dalam dunia bisnis.
Karyawan yang loyal akan bersedia untuk memprioritaskan kepentingan
perusahaan daripada kepentingan pribadi mereka (Robbins, 2015). Sedangkan
menurut Luthans (2011), komitmen sebagai sikap seseorang yang kuat untuk tetap
berada dalam organisasi tertentu, kesediaan untuk mengerahkan seluruh usaha
dalam mencapai tujuan organisasi. Komitmen organisasional dipengaruhi oleh tiga
komponen utama, yaitu komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen
normatif (Meyer & Allen, 1991). Kadek Elsa Osiana Dewi dan I Gede Riana (2019)
menjelaskan hasil penelitiannya bahwa Komitmen organisasional berpengaruh
positif dan signifikan terhadap retensi karyawan Pada bintang kuta hotel dan Ni
Komang Astri Pramita Darmika dan Anak Agung Ayu Sriathi (2019) menjelaskan
hasil penelitiannya bahwa Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan
signifikan terhadap retensi karyawan,

Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Retensi Karyawan 

Motivasi kerja adalah kemampuan untuk mengubah perilaku seseorang, di
mana motivasi merupakan dorongan untuk bertindak, karena perilaku manusia
diarahkan menuju tujuan yang sama (Güngör, 2011). Sedangkan menurut Robbins
(2015), motivasi merupakan suatu proses penjelasan terhadap intensitas, arah, dan
ketekunan seseorang dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu motivasi kerja
secara umum berkaitan dengan upaya menuju tujuan organisasi dalam penelitian
ini adalah tujuan kerja. Adanya beberapa penelitian mengenai hubungan antara
motivasi kerja dan retensi karyawan yakni, Mak & Sockel (20001), Claes &
Heymans (2008), dan Samuel (2009) yang mana menghasilkan bahwa adanya
pengaruh positif dan signifikan antara motivasi kerja terhadap retensi karyawan,
Parenda Rizkya Permata, Edy Rahardja (2016) menjelaskan hasil penelitiannya
bahwa Motivasi kerja berpengaruh positif signifikan terhadap retensi karyawan PT
Primayudha Mandirijaya,

Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Retensi Karyawan  

Lingkungan kerja menjadi salah satu faktor penting yang menentukan
tingkat keterlibatan seorang karyawan. Keterlibatan karyawan merupakan hasil dari
berbagai aspek tempat kerja. Deci dan Ryan menetapkan bahwa manajemen yang
menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung biasanya menunjukkan
kepedulian terhadap kebutuhan dan perasaan karyawan, memberikan umpan balik
positif, dan mendorong mereka untuk menyuarakan keprihatinan mereka, untuk
mengembangkan ketrampilan baru dan untuk memecahkan masalah yang berkaitan
dengan pekerjaan (Suryaningrum, 2018)
Edwin (2012), menunjukkan bahwa lingkungan kerja dapat menjadi lebih
efektif dari faktor lainnya dalam hal menjaga retensi karena jika karyawan merasa
lebih puas dan komit terhadap perusahaan dan apabila ia mempunyai pengalaman
positif dari lingkungan kerja, karyawan tersebut akan lebih lama bertahan di
perusahaan tersebut, Ida Bagus Gede Swambawa Putra dan Agoes Ganesha
Rahyuda (2016) menjelaskan bahwa dalam penelitiannya menunjukkan
Lingkungan Kerja berpengaruh positif terhadap retensi karyawan di Green Villas
Hotel Tuban Bali,

Indikator Komitmen Organisasi

Komitmen Organisasi, adapun indikatornya (Meyer & Allen,1996)
dalam jurnal (Parenda Rizkya Permata, Edy Rahardja,2016):
1. Komitmen afektif:
a. Terikat secara emosional terhadap perusahaan
b. Perusahaan memiliki arti yang besar bagi karyawan
c. Merasa menjadi bagian keluarga dalam perusahaan
2. Komitmen berkelanjutan:
a. Keluar dari perusahaan merupakan tindakan yang merugikan
b. Merasa khawatir apabila keluar dari perusahaan
3. Komitmen normatif:
a. Tetap bekerja di perusahaan merupakan kebutuhan.
b. Merasa loyal terhadap perusahaan
c. Menghabiskan sisa karier di perusahaan ini

Pengertian Komitmen Organisasi

.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2003) berpendapat bahwa komitmen
organisasi adalah fungsi dan kontribusi karyawan untuk menjalankan tujuan
perusahaan agar dapat tercapai sesuai dengan yang ditargetkan. Dalam
meningkatkan komitmen karyawan perusahaan harus berusaha memenuhi
hak-hak dari karyawan supaya karyawan mempunyai loyalitas dan komitmen
yang tinggi terhadap perusahaan. Keterikatan dan keterlibatan dapat
digunakan sebagai acuan untuk melihat seberapa besar komitmen karyawan
terhadap perusahaan. Menurut (Allen dan Meyer, 1990) mendefinisikan
komitmen organisasional sebagai keistimewaan hubungan antara karyawan
dengan perusahaannya dan memiliki keterlibatan kepada keputusan karyawan
untuk meneruskan sebagai karyawan dalam perusahaan. Menurut Tobing
(2009) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai tingkat keterlibatan
karyawan terhadap perusahaan yang dapat digunakan sebagai jaminan untuk
menjaga keberlangsungan suatu perusahaan.
Menurut (Allen dan Meyer, 1990) terdapat tiga dimensi dalam
komitmen organisasional, yaitu:
1. Komitmen Afektif
Komitmen afektif berhubungan dengan sikap anggota terhadap
perusahaan, pengenalan dengan perusahaan dan partisipasi individu
dengan kegiatan perusahaan. Individu dengan komitmen afektif yang
tinggi akan memiliki keinginan untuk menjadi anggota dalam perusahaan
dalam waktu tertentu atau dengan kata lain perasaan suka individu pada
perusahaan yang menunjukan keinginan karyawan untuk tetap tinggal
pada perusahaan.
2. Komitmen Berkelanjutan
Komitmen berkelanjutan berhubungan dengan kesadaran dari
karyawan perusahaan bahwa jika keluar dari perusahaan, maka akan
mengalami kerugian. Karyawan perusahaan yang memiliki komitmen
berkelanjutan yang tinggi akan terus menjadi bagian dalam perusahaan
karena mereka mempunyai keinginan untuk menjadi karyawan pada
perusahaan tersebut.
3. Komitmen Normatif
Komitmen normatif menjelaskan tentang keterlibatan karyawan
untuk tetap berada dalam perushaan. Karyawan perusahaan yang memiliki
komitmen normatif tinggi akan tetap menjadi karyawan dalam perusahaan
karena merasa dirinya berada dalam perusahaan tersebut. Selain itu
karyawan yang tetap berada dalam perusahaan diwajibkan untuk
bertanggung jawab kepada perusahaan yang dilandasi atas pertimbangan
norma, nilai dan kemampuan karyawan.
Menurut Steers (1985) mengemukakan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasional, antara lain:
1. Faktor organisasi, faktor yang akan membentuk atau memunculkan
tanggung jawab.
2. Faktor personal, faktor yang akan membentuk komitmen awal.
3. Faktor non organisasional, faktor yang bukan berasal dari dalam
organisasi, contoh ada tidaknya alternatif pekerjaan yang lain.
Komitmen karyawan yang tinggi maupun rendah akan berdampak pada
karyawan itu sendiri, misalnya terhadap perkembangan karir karyawan di
perusahaan, selanjutnya akan berdampak pada perusahaan, karyawan yang
memiliki komitmen tinggi pada perusahaan akan menimbulkan kinerja
perusahaan tinggi, loyalitas karyawan

Indikator Motivasi Kerja

Motivasi Kerja, adapun indikatornya (Robbins, 2015; dan Windy 2012)
adalah sebagai berikut;
1. Fisiologis, gaji yang diterima dapat memenuhi kebutuhan.
2. Rasa aman, pelaksanaan jaminan keselamatan kerja yang baik.
3. Sosial, hubungan dengan rekan kerja.
4. Penghargaan, penghargaan bagi karyawan yang berprestasi akan meningkatkan
motivasi kerja.
5. Aktualisasi diri, berpeluang dalam pengembangan ketrampilan kerja.

Pengertian Motivasi Kerja

Menurut Robbins (2015), motivasi merupakan suatu proses penjelasan
terhadap intensitas, arah, dan ketekunan seseorang dalam mencapai tujuannya. Oleh
karena itu motivasi kerja secara umum berkaitan dengan upaya menuju tujuan
organisasi dalam penelitian ini adalah tujuan kerja, sedangkan menurut Sulistiyani
(2011), motivasi adalah proses pemberian dorongan kepada anak buah agar anak
buah dapat bekerja sejalan dengan batasan yang diberikan guna mencapai tujuan
organisasi secara optimal Menurut Siagian (2009), menyatakan bahwa motivasi
merupakan daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar
mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya.
Berbeda lagi dengan pendapat Edwin B. Flippo (2012), motivasi adalah
suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja
secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus
tercapai.
Menurut Samsudin (2010) motivasi adalah proses mempengaruhi atau
mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau
melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian pendapat dari para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
motivasi adalah dorongan atau perangsang yang membuat seseorang melakukan
pekerjaan yang diinginkannya dengan rela tanpa merasa terpaksa sehingga
pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik atau menghasilkan sesuatu
yang memuaskan.

Indikator Lingkungan Kerja

Lingkungan Kerja, adapun indikatornya Sofyan (2013) dalam jurnal (Ida
Bagus Gede Swambawa Putra dan Agoes Ganesha Rahyuda, 2016)
1. Penerangan ditempat kerja, dimana dengan suatu penerangan yang sangat
baik dan jelas nantinya karyawan diharapkan akan mampu melaksanakan
semua tugasnya dengan lebih baik dan teliti, sehingga kesalahan yang
dilakukan karyawan di dalam bekerja dapat diperkecil,
2. Suhu udara, dimana suhu ruangan kerja haruslah kondusif yang nantinya
membantu dalam menunjang aktivitas,
3. Suara bising, dimana tingkat kebisingan yang rendah akan membantu
karyawan berkonsentrasi di dalam melakukan pekerjaan,
4. Ruang gerak, dimana ruang gerak yang baik akan mendukung karyawan
dalam bekerja secara maksimal,
5. Keamanan kerja, dimana kondisi kerja yang nyaman, aman dan baik akan
membantu aktivitas karyawan agar tenang di dalam hal melakukan
pekerjaan sehingga mampu meningkatkan produktivitas dari karyawan

Jenis-jenis Lingkungan Kerja

Secara umum lingkungan kerja terdiri dari lingkungan kerja fisik dan
lingkungan kerja psikis:
1. Lingkungan kerja fisik
Faktor lingkungan fisik adalah lingkungan yang berbeda disekitar pekerjaan itu
sendiri. Kondisi di lingkungan kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan yang meliputi:
a. Rencana ruang kerja
Meliputi kesesuain pengaturan dan tata letak peralatan kerja, hal ini
berpengaruh besar terhadap kenyamanan dan tampilan kerja karyawan.
b. Rancangan pekerjaan
Meliputi peralatan kerja dan prosedur kerja atau metode kerja, peralatan
kerja yang tidak sesuai dengan pekerjaannya akan mempengaruhi kesehatan
hasil kerja karyawan.
c. Kondisi lingkungan kerja
Penerangan dan kebisingan sangat berhubungan dengan kenyaman para
pekerja dalam bekerja. Sirkulasi udara, suhu ruangan, dan penerangan yang
sesuai sangat mempengaruhi kondisi seseorang dalam menjalankan
tugasnya.
d. Tingkat visual privacy dan acoustical privacy
Dalam tingkat pekerjaan tertentu membutuhkan tempat kerja yang dapat
memberi privasi bagi karyawannya. Yang dimaksud privacy disini adalah
sebagai keleluasaan pribadi terhadap hal-hal yang menyangkut dirinya dan
kelompoknya. Sedangkan acoustical privacy berhubungan dengan
pendengaran.
2. Lingkungan kerja psikis
Faktor lingkungan kerja psikis adalah hal-hal yang menyangkut
dengan hubungan sosial dan keorganisasian. Kondisi psikis yang
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah:
a. Pekerjaan yang berlebih
Pekerjaan yang berlebih dengan waktu yang terbatas atau mendesak dalam
penyelesain suatu pekerjan akan menimbulkan penekanan dan ketegangan
terhadap karyawan, sehingga hasil yang didapat kurang maksimal.
b. Sistem pengawasan yang buruk
Sistem pengawasan yang buruk dan tidak efisien dapat menimbulkan ketidak
puasan lainnya, seperti ketidak stabilan suasana politk dan kurangnya umpan
balik pretasi kerja.
c. Frustasi
Frustasi dapat berdampak pada terhambatnya usaha pencapain tujuan,
misalnya harapan perusahaan tidak sesuai dengan harapan karyawan, apabila
hal itu berlangsung terus menerus akan menimbulkan frustasi bagi karyawan.
d. Perubahan perubahan dalam segala bentuk
Perubahan yang terjadi pada pekerjaan akan mempengaruhi cara orang-orang
dalam melakukan pekerjaannya, misalnya perubahan lingkungan kerja
seperti perubahan jenis pekerjaan, perubahan organisasi, dan pergantian
pimpinan perusahaan.
e. Perselisihan antara pribadi dan kelompok
Hal ini terjadi apabila kedua belah pihak mempunyai tujuan yang sama dan
bersaing untuk mencapai tujuan tersebut. Perselisihan ini dapat berdampak
negatif yaitu terjadinya perselisihan dalam berkomunikasi, kurangnya
kekompakan dan kerjasama. Sedangkan dampak positifnya adalah adanya
usaha positif untuk mengatasi perselisihan di tempat kerja, diantaranya:
persaingan, masalah status dan perbedaan antara individu.
Lingkungan kerja fisk maupun psikis keduanya sama penting dalam sebuah
organisasi, kedua lingkungan kerja ini tidak bisa dipisahka. Apabila sebuah
perusahaan hanya mengutamakan satu jenis lingkungan kerja saja, tidak akan
tercipta lingkungan kerja yang baik, dan lingkungan kerja yang kurang baik dapat
menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung
diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien dan akan menyebabkan
perusahaan tersebut mengalami penurunan produktivitas kerja.

Pengertian Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah suatu tempat atau kondisi dimana karyawan
melakukan aktivitas secara baik, jika lingkungan tersebut terasa nyaman, aman dan
bersih dapat menentukan keberhasilan suatu perusahaan Pratiwi & Sriathi, (2017).
Menurut Pandi afandi (2018:65) menyatakan bahwa Lingkungan kerja adalah
segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dalam
menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya misalnya dengan adanya air
conditioner (AC), penerangan yang memadai dan sebagainya. Lingkungan kerja
yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat
bekerja optimal. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja,
maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitasnya
sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif.
Lingkungan kerja merupakan keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik
maupun non fisik yang dapat memberikan kesan menyenangkan, mengamankan,
menentramkan dan kesan betah bekerja dan lain sebagainya (Maya, Mandey, &
Tumade, 2015).
Lingkungan kerja fisik yang kondusif akan menjamin kesejahteraan
karyawan dan membuat karyawan merasa nyaman dalam melaksanakan tugas
sehingga produktivitas akan meningkat. (Sudiarta & Indrawati, 2015)
Lingkungan kerja fisik yang baik akan sangat besar pengaruhnya terhadap
produktivitas kerja karyawan. Aspek yang berpengaruh terhadap lingkungan kerja
fisik antara lain pengaturan penerangan, tingkat kerja, kebisingan dan sirkulasi
udara. Lingkungan kerja fisik mempengaruhi bagaimana karyawan berinteraksi
dalam sebuah organisasi dan melakukan tugas-tugas yang diberikan atasannya.
Oleh karena itu lingkungan kerja fisik sangat perlu diperhatikan agar produktivitas
meningkat (Sudiarta & Indrawati, 2015)
Lingkungan kerja yaitu keadaan atau sesuatu yang berada disekitar
karyawan dan yang nantinya mempengaruhi karyawan tersebut di dalam
menjalankan sebuah tugas yang diberikan Putra dan Rahyuda, (2016;813)

Indikator Retensi Karyawan

Retensi Karyawan, adapun indikatornya (Kyndt, 2009) dalam jurnal
(Parenda Rizkya Permata, Edy Rahardja,2016):
1. Keinginan untuk terus bekerja pada perusahaan ini selama 5 tahun ke depan.
2. Rencana kerja di perusahaan lain.
3. Mencintai pekerjaan yang dilakukan saat ini.
4. Tidak masalah untuk ditempatkan bekerja diposisi mana pun.
5. Tidak akan menerima penawaran pekerjaan yang lebih menarik.
6. Pekerjaan yang dilakukan saat ini terasa sangat penting.

Pengertian Retensi Karyawan

Retensi karyawan merupakan upaya dari perusahaan untuk
mempertahankan karyawannya yang memiliki potensi bahkan karyawan yang
memiliki prestasi yang bagus dalam bekerja yang dipengaruhi oleh komponen
organisasi, peluang karier, penghargaan, rancangan tugas, dan hubungan karyawan
(Mathis, 2011).
Retensi karyawan merupakan kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan karyawan yang berpotensi dengan komitmen terus bekerja,
rencana kerja, kecintaan, penempatan, penawaran kerja dari karyawan dan
pentingnya tugas dari karyawan (Kyndt, E., Dochy, F., Michielsen, M., &
Moeyaert, B., 2009).
Retensi merupakan proses di mana karyawan terdorong untuk tetap bersama
organisasi (Mathis dan Jackson, 2009). Retensi adalah elemen penting dari
pendekatan organisasi untuk manajemen bakat yang lebih umum, didefinisikan
sebagai “pelaksanaan strategi terintegrasi atau sistem yang dirancang untuk
meningkatkan produktivitas kerja dengan mengembangkan proses-proses untuk
menarik, mengembangkan, mempertahankan, dan memanfaatkan orang-orang
dengan keterampilan dan bakat yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan bisnis
saat ini dan masa depan” (Lockwood, 2009).
Upaya untuk mempertahankan karyawan telah menjadi persoalan utama
dalam banyak organisasi. Oleh karena itu sangatlah penting organisasi mengakui
bahwa retensi karyawan merupakan perhatian SDM yang berkelanjutan dan
tanggung jawab signifikan bagi semua supervisor dan manajer. Perputaran secara
sukarela atau karyawan meninggalkan lembaga karena keinginannya sendiri dapat
disebabkan oleh banyak faktor, termasuk peluang karier, gaji, pengawasan,
geografi, dan alasan keluarga/pribadi.
Menurut Rayadi (2012) secara luas retensi karyawan adalah seberapa besar
karyawan sebuah perusahaan tetap berada di perusahaan tersebut dalam suatu
jangka waktu tertentu. Menurut Lockhead & Stephen (2009) Retensi adalah
Kebijakan kerja yang meningkatkan komitmen dan loyalitas karyawan. Menurut
Ragupathi (2014), Retensi karyawan adalah salah satu teknik yang digunakan oleh
pihak manjaemen untuk membuat karyawan tetap beraa dalam suatu organisasi
dalam jangka waktu yang cukup lama.
Menurut Ragupathi (2014), Retensi karyawan adalah proses dimana
karyawan didorong untuk tetap berada dalam suatu organisasi sampai proyeknya
selesai atau dalam periode maksimum. Retensi merupakan upanya untuk
mempertahankan karyawan agar tetap berada dalam organisasi guna mencapai
tujuan organisasi tersebut Mathis & Jackson (2011). Menurut Putra dan Rahyuda
(2016), retensi karyawan adalah suatu cara yang dipakai oleh manajemen untuk
mempertahankan karyawan yang berkompeten agar tetap bertahan dalam
perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Pratiwi dan Sriathi (2017)
menyatakan bahwa retensi karyawan adalah upaya perusahaan Faktor penentu
retensi karyawan baik para pemberi kerja maupun karyawan telah mengetahui
bahwa beberapa bidang umum mempengaruhi retensi karyawan. Apabila
komponen organisional tertentu diberikan, faktor-faktor yang lain mempengarhi
retensi karyawan. Survei terhadap karyawan terus- menerus menunjukkan bahwa
peluang karir dan penghargaan merupakan dua faktor penentu retensi karyawan
yang paling penting. Terakhir, rancangan tugas/faktor kerja serta hubungan
karyawan yang adil dan suportif dengan orang lain dalam organisasi tersebut
memberi kontribusi untuk retensi karyawan. Mathis&Jackson (2011).
1. Komponen organisasi
Beberapa komponen oragnisasional mempengaruhi karyawan dalam
memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan mereka.
Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif dan berbeda mengalami
perputaran karyawan yang rendah.
2. Peluang karir organisasional
Survei terhadap karyawan di semua jenis pekerjaan tetap menunjukkan bahwa
usaha pengembangan karir organisaional dapat mempengaruhi tingkat retensi
karyawan secara signifikan. Survei yang diadakan setiap tahun oleh AON
Consulting menemuka bahwa peluang untuk perkembangan pribadi
memuculkan alasan individu mengambil pekerjaannya.
3. Penghargaan dan retensi karyawan
Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja dalam bentuk gaji,
insentif, dan tujuan tunjangan. Banyak survei dan pengalaman para profesional
SDM menunjukkan bahwa satu hal yang penting terhadap retensi karyawan
adalah mempunyai praktik kompensasi kompetitif. Banyak manajer yakin
bahwa uang merupakan faktor retensi karyawan yang utama. Sekitar 89%
responden dalam sebuah survei dan sebagian besar karyawan menyebutkan gaji
yang lebih baik atau kompensasi yang lebih tinggi sebagai alasan untuk
berpindah kerja. Akan tetapi kenyataannya sedikit rumit.
4. Rancangan tugas dan pekerjaan
Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas
dan pekerjaan yang dilakukan. Pertama, retensi karyawan dipengaruhi oleh
proses seleksi. Beberapa organisasi menemukan bahwa angka perputaran
karyawan yang tinggi dalam beberapa bulan lamanya pekerjaan seringkali
dihubungkan dengan usaha penyaringan yang kurang memadai.
5. Hubungan karyawan
Kumpulan faktor terakhir yang diketahui mempengaruhi retensi karyawan
didasarkan pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi.
Bidang- bidang seperti kelayakan dari kebijakan SDM, keadilan dari tindakan
disipliner, dan cara yang digunakan untuk memutuskan pemberian kerja dan
peluang kerja, semuanya mempengaruhi retensi karyawan. Persoalan lain yang
mempengaruhi retensi karyawan adalah dukungan supervisior atau manajemen
dan hubungan dengan rekan kerja. Banyak individu membangun hubungan
individu yang akrab dengan rekan kerja.
Retensi karyawan ditujukan agar karyawan bertahan lebih lama untuk
bekerja di perusahaanya. Ini disebabkan karena perusahaan sudah melakukan
investasi uang maupun waktu dalam proses rekrutmen karyawan. Oleh karena itu,
perusahaan menginginkan karyawannya bertahan lebih lama dalam bekerja.

Pengertian pengendalian persediaan

Pengendalian adalah aktivitas manajerial untuk memonitor implementasi
rencana dan melakukan perbaikan sesuai kebutuhan. (Hansen/mowen, 2009:8)
Sedangkan pengendalian persediaan itu sendiri menurut Herjanto, (2007:237)
adalah serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat
persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus
dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan.
Sedangkan menurut Assauri (2008:247), pengertian pengendalian
persediaan adalah suatu kegiatan yang ditujukan agar persediaan atau stock yang
ada tidak akan mengalami kekurangan dan dapat dijaga tingkat yang optimal
sehingga biaya persediaan dapat minimal.

Tujuan Pengelolaan Persediaan

Menurut Agus Ristono (dalam Lestari & Retno 2015:2) tujuan
pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut, yaitu:
1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan
cepat (memuaskan konsumen).
2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan
tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan
terhentinya proses produksi
3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan
dan laba perusahaan.
4. Menjaga agar pembeliaan secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena
dapat mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar.
5. Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak besarbesaran, karena akan mengakibatkan biaya menjadi besa

Pengaruh Keteguhan dan Keterikatan Kerja

Hodge et al. (2018) mengungkap peran keteguhan dalam keterikatan
secara umum. Individu dengan skor keteguhan yang tinggi lebih tekun
berupaya dalam lebih konsisten terhadap minatnya, sehingga dampaknya
akan lebih mengalami keterikatan. Pada penelitian tersebut juga ditemukan
bahwa keteguhan secara langsung juga memberi pengaruh positif pada
produktivitas. Produktivitas tinggi muncul karena pengaruh hadirnya
ketekunan upaya dan konsistensi dalam konstruk keteguhan, pada diri
individu. Temuan lain mengungkap bahwa ketekunan upaya dalam
konstruk keteguhan, berpengaruh positif terhadap keterikatan. Keterikatan
juga dipengaruhi oleh well-being secara langsung, maupun yang telah
dimediasi oleh ketekunan upaya dalam keteguhan (Zheng et al., 2019).
Secara khusus, ketekunan yang hadir pada proses pencapaian, memunculkan
penguasaan dalam bidang yang pada awalnya sering melibatkan kegagalankegagalan awal, yang dialami individu,

Fungsi Persediaan

Persediaan berfungsi untuk menghubungkan operasi perusahaan dengan
pembelian bahan baku untuk selanjutnya diolah untuk dijadikan barang atau jasa
yang kemudian diarahkan pada konsumen. Dengan demikian adanya persediaan
memungkinkan terlaksananya operasi produksi bagi perusahaan.
Menurut Herjanto (2007:238), terdapat beberapa fungsi penting yang
dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan sebagai
berikut:
1. Untuk menghilangkan risiko keterlambatan pengiriman bahan baku
atau barang yang dibutuhkan perusahaan
2. Untuk menghilangkan risiko jika material yang dipesan tidak baik
sehingga harus dikembalikan
3. Untuk menghilangkan risiko terhadap kenaikan harga barang atau
inflasi
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman
sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia
di pasaran
5. Untuk mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan diskon
kuantitas
6. Untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya
barang yang diperlukan

Dampak Positif Dukungan Organisasional yang Dirasakan

Murthy (2017) menemukan bahwa dukungan organisasional yang
dirasakan menjadi prediktor keterikatan kerja pada karyawan. Temuan
tersebut didukung pada penelitian yang dilakukan oleh Al-Omar, Arafah,
Barakat, Almutairi, Khurshid, dan Alsultan (2019), yang menyatakan
bahwa karyawan yang secara positif merasakan dukungan organisasional,
akan terikat dalam pekerjaannya meskipun berada pada situasi kerja yang
kompetitif dan penuh tekanan. Beberapa hasil penelitian tersebut
mendukung temuan Eisenberger dan Stinglhamber (2011) yang
mengungkap bahwa karyawan dengan skor tinggi untuk konstruk
dukungan organisasional yang dirasakan, lebih terikat dengan pekerjaan,
berkomitmen, puas dan kinerja meningkat, serta rendah stres.

Pengukuran Dukungan Organisasional yang Dirasakan

Dukungan organisasional yang dirasakan dapat diukur menggunakan
17 item pertanyaan oleh Eisenberger et al. (1986), namun dapat
digunakan juga lebih sedikit item dari skala aslinya, dan tidak ditemukan
masalah terkait jumlah item tersebut. Rhoades dan Eisenberger (2002)
mengukur persepsi terhadap dukungan organisasi menggunakan delapan
item pernyataan dari Eisenberg, Cummings, Armeli, dan Lynch (1997),
yang mengungkap persepsi karyawan terhadap penghargaan organisasi
atas kontribusi, respon organisasi terhadap keluhan, kepedulian
organisasi terhadap kesejahteraan karyawan, dan kebanggaan organisasi
terhadap karyawan

Jenis-Jenis Persediaan

Menurut Assauri (2008:240), persediaan dikelompokkan menjadi:
1. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock)
Persediaan bahan baku adalah persediaan dari barang-barang
berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang mana dapat
diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau
perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang
menggunakannya. Contoh benang diolah menjadi kain atau kaos, kapas
dipintal menjadi benang dan kulit diolah menjadi sepatu.
2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchased
parts/components stock)
Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli adalah persediaan
barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain,
yang dapat secara langsung di assembling dengan parts lain, tanpa melalui
proses produk sebelumnya. Misalnya pabrik mobil, dimana dalam hal ini
bagian-bagian (parts) dari mobil tersebut tidak diproduksi dalam pabrik
mobil, tetapi diproduksi oleh perusahaan lain, dan kemudian diasembling
menjadi barang jadi yakni mobil.
3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan
(supplies stock)
Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan
yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam
proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang
dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan
bagian atau komponen dari barang jadi, misalnya minyak solar dan minyak
pelumas adalah hanya merupakan bahan pembantu.
4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in
process/progress stock)
Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses yaitu
persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu
pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi
lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods stock)
Persediaan barang jadi yaitu persediaan barang barang yang telah
selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada
pelanggan atau perusahaan lain

Pengertian Dukungan Organisasional yang Dirasakan

Dukungan organisasional yang dirasakan merupakan persepsi atas
dukungan yang diberikan organisasi melalui tiga bentuk yaitu, keadilan
prosedural, dukungan dari atasan, serta imbalan dari organisasi terkait
pekerjaan (Eisenberger dan Aselage, 2009). Karyawan profesional
memiliki kecenderungan mengimbangi dukungan organisasional yang
dirasakan melaui kinerja. Dukungan organisasional yang dirasakan
memiliki dampak positif terhadap keterikatan dan kinerja pekerja
profesional. Ketika karyawan menerima dukungan finansial atau
nonfinansial dari perusahaan, mereka merasa wajib untuk membayar
kembali dengan tingkat keterikatan kerja yang lebih tinggi (Dabke dan
Patole, 2014).

Pengertian Persedian

Persedian merupakan salah satu asset yang sangat penting bagi suatu
entitas baik bagi perusahaan ritel, manufaktur, jasa, maupun entitas lainnya.
PSAK 14 (revisi 2008) mendefinisikan persedian sebagai asset yang; (i) tersedia
untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa; (ii) dalam proses produksi untuk
penjualan tersebut; (iii) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan
dalam proses produksi atau pemberian jasa. (Neson lam, peter lau, 2014:257)
Sedangkan menurut Herjanto (2007:237). Persediaan adalah bahan atau
barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu,
misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual
kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin

Konsep Awal Dukungan Organisasional yang Dirasakan

Organizational Support Theory (OST) atau teori dukungan
organisasional muncul pertama kali pada tahun 1986 oleh Eisenberger,
Huntington, Hutchinson, dan Sowa, yang menyatakan bahwa untuk
memenuhi kebutuhan sosial-emosional dan untuk menilai manfaat dari
peningkatan kinerja, organisasi berkontribusi dan peduli terhadap
kesejahteraan karyawan (Kurtessis, Eisenberger, Ford, Buffardi, Stewart,
dan Adis, 2015). Hal ini mendukung teori yang sebelumnya muncul, yaitu
teori Social Exchange (pertukaran sosial) oleh Homans dan Blau (1964),
yang mengungkap pekerjaan sebagai pertukaran usaha dan loyalitas untuk
manfaat nyata dan penghargaan sosial. Ketika seseorang diperlakukan
baik, maka timbal balik yang diberikan harus menguntungkan
(Eisenberger dan Stinglhamber, 2011). Karyawan selanjutnya membentuk
persepsi umum mengenai sejauh mana organisasi mewujudkan hal itu,
dengan cara menilai kontribusi, pemberian dukungan dan kepedulian dari
organisasi terhadap kesejahteraan karyawan (Eisenberger dan
Stinglhamber, 2011), yang disebut dengan Perceived Organizational
Support (POS) atau dukungan organisasional yang dirasakan

Fungsi dan operasi

Berikut ini fungsi terpenting dalam produksi dan operasi:
1. Proses pengolahan, merupakan metode atau teknik yang digunakan
untuk pengolahan masukan
2. Jasa penunjang, merupakan sarana berupa pengorganisasian yang
perlu untuk tekni dan metode yang akan dijalankan, sehingga
pengolahan dapat dilaksanakna secara efektif dan efisien.
3. Perencanaan, merupakan penetapan keterkaitan dan pengorganisasian
dari kegiatan produksi dan operasi yang akan dilakukan dalam suatu
dasar waktu atau periode tertentu.
4. Pengendalian dan pengawasan, merupakan fungsi untuk menjamin
terlaksananya kegiatan yang sesuai rencana, sehingga maksud dan
tujuan penggunaan dan pengolahan masukan dapat dilaksanakan. (M.
fuad, 2006; 146)

Dampak Positif Keteguhan

Penelitian Duckworth mengungkap temuan bahwa yang lebih
berperan pada kesuksesan akademik bukan bakat, melainkan keteguhan.
Individu dengan skor keteguhan tinggi memiliki ketertarikan terhadap
sesuatu, dan hasrat dipertahankan dalam jangka panjang sehingga
menimbulkan suatu konsistensi (Duckworth et al., 2007). Keteguhan
ditemukan berperan dalam meraih berbagai kesuksesan, seperti dalam
prediksi prestasi akademik (Reraki, Celik, dan Saricam, 2015),
memungkinkan kinerja lebih baik pada penempatan pertama, berperan
positif dalam latihan mengeja, berperan dalam keberhasilan pelatihan
militer yang keras, dan memberikan prediksi kesuksesan lebih baik
daripada efek IQ, hardiness, kontrol diri dan sifat kehati-hatian
(Duckworth, 2007). Bersama dengan keterlibatan kerja, keteguhan telah
diselidiki ketika keduanya bersama memoderasi pengaruh ketidaksopanan
di tempat kerja, dan kemampuan kerja yang dirasakan (Kabbat-Farr,
Walsh, dan McGonagle, 2017), ketekunan menjadi prediktor keterikatan
kerja (Zeng et al., 2019), dan keterikatan secara umum, memediasi
pengaruh keteguhan terhadap produktivitas (Hodge et al., 2018)

Ruang lingkup manajemen produksi

Manajemen produksi merupakan kegiatan yang cakupannya cukup luas,
dimulai dari ananlisis dan penetapan keputusan sebelum dimulainya kegiatan
produksi. Keputusan-keputusannya bisa jangka panjang seperti keputusankeputusan pada waktu penyimpanan. Atau bisa juga berupa keputusan
pelaksanaan kegiatan produksi serta pengoperasian yang pada umumnya berupa
jangka pendek.

Pengertian Keteguhan

Pentingnya bakat intelektual untuk prestasi di seluruh domain
profesional sudah diuji dalam banyak penelitian. Namun perbedaan
nonkognitif individu juga dapat menjadi prediktor keberhasilan. Salah
satu sifat nonkognitif tersebut adalah keteguhan, yang tidak berhubungan
positif dengan kecerdasan intelektual, tetapi sangat berkorelasi dengan
lima faktor kepribadian utama, khususnya conscientiousness. Keteguhan
menunjukkan validitas prediktif tambahan dari ukuran-ukuran
keberhasilan, melampaui kecerdasan intelektual dan kesadaran. Temuan
ini menunjukkan bahwa pencapaian bukan hanya ditentukan oleh bakat
tetapi juga penerapan bakat yang berkelanjutan dan terfokus dari waktu ke
waktu (Duckworth et al., 2007).
Duckworth (2016) mendefinisikan keteguhan sebagai ketekunan dan
keinginan besar untuk mencapai tujuan jangka panjang dalam waktu yang
lama, meskipun menghadapi berbagai tantangan. Keteguhan ditemukan
memiliki kemiripan dengan beberapa konstruk lain, namun secara
mendasar berbeda. Individu yang memiliki keteguhan tinggi tidak hanya
menyelesaikan tugas yang dihadapi tetapi juga mengejar tujuan tertentu
selama bertahun-tahun. Lalu perbedaan keteguhan dengan ketergantungan
aspek kesadaran dan termasuk kontrol diri, adalah adanya spesifikasi
tujuan dan minat yang konsisten. Selanjutnya keteguhan juga berbeda
dari kebutuhan untuk berprestasi, karena kebutuhan akan pencapaian
menurut definisi adalah non-sadar yang mendorong untuk kegiatan
bermanfaat secara implisit, oleh karena itu tidak dapat digunakan metode
self-report seperti pengukuran yang dilakukan pada konstruk keteguhan
(Duckworth et al., 2007).

Pengertian Manajemen Produksi

Manajemen produksi merupakan kegiatan untuk mengatur dan
mengkoordinasikan penggunaan sumber-sumber daya berupa sumber daya
manusia, sumber daya alat, dan sumber daya dana serta bahan secara efektif dan
efisien, untuk menciptakan dan menambah kegunaan (utility) suatu barang atau
jasa. Banyak upaya yang dilakukan dalam manajemen produksi terkait dengan
tujuan untuk meningkatkan prokdutivitas. (M. fuad, 2006:139)
Adapun menurut Assauri, (2008:18) menjelaskan bahwa produksi
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan dan
menambah kegunaan atau utilitas suatu barang dan jasa. Sedangkan manajemen
produksi menurut Assauri (2008:19) Manajemen Produksi merupakan kegiatan
untuk mengatur dan mengoordinasikan penggunaan sumber-sumber daya yang
berupa sumber daya manusia, sumber daya alat, dan menambah kegunaan
(utility) sesuatu barang atau jasa.

Dimensi dan Pengukuran Keteguhan

Keteguhan terdiri atas dua dimensi yaitu perseverance of effort
(ketekunan upaya) dan consistency of interest (konsistentsi minat).
Keteguhan merupakan salah satu sifat kepribadian yang memunculkan
kesadaran, dan ditemukan yang memiliki kesamaan karakteristik dengan
salah satu dari lima kepribadian utama, yaitu conscientiousness yang
berarti kehati-hatian dengan kesungguhan (Rimfeld, Kovas, Dale, dan
Plomin, 2016). Keduanya dianggap berkontribusi positif pada
kesuksesan. Meskipun beberapa peneliti meneliti ketekunan dan
konsistensi minat sebagai dua konstruk terpisah, namun sebagian besar
penelitian menghadirkan tentang laporan keteguhan dengan tingkat skor
keteguhan keseluruhan (Credé, Tynan, dan Harms, 2016).
Keteguhan diukur dengan menggunakan skala Likert untuk
menjawab 12 pernyataan dalam keseluruhan pengukuran keteguhan.
Enam pernyataan mengukur ketekunan, dan enam lainnya mengukur
konsistensi minat. Kedua belas item pengukuran pelaporan diri ini
disebut Grit-O (Duckworth et al., 2016). Sedangkan skala pengukuran
yang lebih singkat namun dapat digunakan sama baiknya, diungkap oleh
Duckworth dan Quinn (2009) dalam delapan item pernyataan yang
masing – masing terdiri atas empat pernyataan untuk dimensi ketekunan
dan konsistensi minat.

Tujuan Administrasi

Dalam sebuah administrasi ada sebuah tujuan untuk mencapai tujuan yang
telah dibentuk sebelumnya. Menurut Rahmat (2013:64) pelaksanaan administrasi
bertujuan sebagai berikut :
• Agar seorang usaha bisa membantu suatu kegiatan administrasi
perusahaannya.
• Agar pengelola usaha bisa menilai kegiatan-kegiatan yang ada dalam
pengorganisasian perusahaan.
• Agar seorang pengelola usaha bisa menyusun suatu program pengembangan
usaha dan suatu kegiatan pengorganisasian.
• Agar seorang pengelola usaha bisa mengamankan suatu kegiatan-kegiatan
usaha dan organisasi perusahaan.
• Menyediakan data dan informasi secara lengkap kepada pihak-pihak yang
membutuhkan untuk pelaksanaan tugas organisasi secara efektif dan efisien.

Konsep Awal Keteguhan

James (1907) mengungkap bahwa yang memengaruhi individu
dalam mencapai hasil, lebih dari individu lain dengan kecerdasan setara
yang baru sebagian kecil digunakan, bukan hanya kemampuan, namun
adalah kemampuan yang dikombinasikan dengan semangat dan kerja
keras (Duckworth, Peterson, Matthews, dan Kelly, 2007). Menurut
Gottfredson et al. (1997) dalam Duckworth et al. (2007), inteligensi
adalah prediktor pencapaian terbaik yang terdokumentasi, valid untuk
mendokumentasikan berbagai hasil pencapaian. Namun, dalam studi
longitudinal Terman dalam Duckworth et al. (2007) diungkap bahwa
kecerdasan tidak selalu diterjemahkan pencapaian, tetapi dalam
pencapaian dibutuhkan juga ketekunan. Selain itu, ada praktik disengaja
yang dilakukan terus menerus, yang dipengaruhi perbedaan faktor-faktor
yang ada pada individu untuk terlibat pada keadaan tersebut (Duckworth
et al., 2007).
The Big Five personality traits (Lima Sifat Kepribadian Utama) oleh
Cattell, yang juga dikenal sebagai the five-factor model (FFM) dan
the OCEAN model, telah menyediakan kerangka kerja deskriptif untuk
banyak karya empiris kontemporer tentang ciri-ciri prediktor kesuksesan
(Duckworth et al., 2007). Kelima faktor kepribadian utama tersebut
adalah Openness to experience, Conscientiousness, Extraversion,
Agreeableness, dan Neuroticism. Meta-analisis Barrick dan Mount dalam
Duckworth et al., (2007) menyimpulkan bahwa Big Five khususnya
Conscientiousness yang bermakna kehati-hatian dengan kesungguhan,
terkait lebih kuat dengan kinerja pekerjaan dari pada empat tipe lain pada
lima faktor kepribadian utama. Studi penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa dalam meta-analisis, studi konfirmasi ukuran kepribadian sebagai
prediktor pekerjaan, diperoleh temuan bahwa aspek yang didefinisikan
dari faktor lima faktor kepribadian utama dapat memrediksi hasil
pencapaian tertentu (Paunonen dan Ashton, 2011, dalam Duckworth et
al., 2007), namun memungkinkan ada ciri-ciri kepribadian penting yang
tidak terwakili oleh lima kepribadian utama, dan jika dimensi seperti itu
bukan merupakan bagian dari lima faktor kepribadian utama, maka
dimensi tersebut perlu dipertimbangkan secara terpisah dalam deskripsi
komprehensif tentang penentu kebiasaan manusia.

Fungsi Administrasi 

Dalam penerapan administrasi, terdapat beberapa fungsi yang saling
berkaitan satu sama lain. Fungsi-fungsi tersebut biasa disebut fungsi administrasi.
Fungsi administrasi meliputi :
• Perencanaan (Planning)
Dalam penerapan ini, ditetapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi. Pada umumnya menyangkut
pada sebuah keputusan dalam memperkirakan dan menentukan keputusan
yang diambil.
• Pengorganisasian (Organizing)
Fungsi ini berkaitan dengan usaha mengembangkan hubungan kerja dan
pembagiannya dalam suatu organisasi. Dapat juga dikatakan sebagai proses
pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab; penempatan personil;
penentuan hubungan antarpersonil kaitannya dengan siapa personil yang
harus dan tidak harus melakukan hubungan kerja sama; untuk melaksanakan
kegiatan secara efesien guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
• Penggerakan (Actuating)
Fungsi ini merupakan proses menggerakan segenap sumber daya dalam
organisasi untuk mencapai tujuan. Actuating merupakan implementasi
rencana.
• Pengawasan (Controlling)
Controlling merupakan pengawasan atau pengendalian yang dilakukan
secara terus menerus untuk memastikan bahwa pelaksanaan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan dan mengadakan revisi bila dibutuhkan

Dampak Positif dan Prediktor Keterikatan Kerja

Perhatian pada keterikatan kerja meningkat seiring dengan
kemunculan psikologi positif yang berfokus pada studi ilmiah tentang
fungsi manusia secara optimal serta faktor-faktor yang memungkinkan
individu, organisasi, dan masyarakat untuk berkembang (Schaufeli, 2013).
Penelitian–penelitian sebelumnya telah mengungkap peran positif
keterikatan kerja pada kualitas perawatan, kinerja peran dan kepuasan
kerja (Zhu, Liu, Guo, dan Zhao, 2015). Lebih lanjut Bargagliotti (2012)
dalam Keyko et al. (2016) menjelaskan pentingnya peningkatan
pengetahuan tentang keterikatan kerja di ruang perawatan, karena
perawatan pasien yang aman membutuhkan perawat terlibat dalam
pekerjaan.
Keyko et al. (2016) menunjukkan terdapat beberapa dampak dari
keterikatan kerja, yang dari 17 dampak tersebut, dikategorikan ke dalam
tiga tema yaitu, kinerja dan hasil perawatan, hasil profesional, dan hasil
pribadi, hasil positif organisasi seperti kinerja, produktivitas, manfaat
finansial, serta komitmen (Keyko et al., 2016). Hal itu mendukung
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hakanen pada tahun 2010
yang menunjukkan bahwa keterikatan kerja memiliki konsekuensi positif,
seperti komitmen organisasi, perilaku proaktif, dan produktivitas
(Chevalier et al., 2018). Karyawan yang memiliki keterikatan kerja tinggi,
lebih termotivasi dan produktif dalam pekerjaan, dan memiliki hubungan
negatif dengan turnover (Zheng et al., 2019).
Selain memiliki pengaruh positif terhadap beberapa hal, keterikatan
kerja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lalu dikategorikan ke dalam
enam tema, yaitu iklim organisasi, sumber daya pekerjaan, sumber daya
profesional, sumber daya personal/ pribadi, tuntutan pekerjaan, dan
variabel demografis (Keyko et al., 2016). Sebagai salah satu prediktor
utama, sumber daya personal merupakan evaluasi diri positif atas
kemampuan individu untuk mengontrol dan memberikan dampak terhadap
lingkungan. Sumber daya personal terdiri atas efikasi diri, harga diri
berdasarkan organisasi, optimisme, fleksibilitas, berorientasi pada tujuan,
dan perkembangan diri (Keyko et al., 2016). Salah satu sumber daya
personal, yang merupakan konstruk psikologi positif, serta ditemukan
mempengaruhi keterikatan kerja adalah grit.

Unsur-Unsur Administrasi

Seperti telah kita ketahui bersama bahwa administrasi merupakan proses
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sekelompok orang secara bekerja sama
untuk mencapai tujuan. Apapun tujuan dan jenis kegiatannya, administrasi
memiliki unsur-unsur umum, antara lain :
• Organisasi
Organisasi merupakan wadah untuk menyusun kerangka kerja dari jalinan
hubungan kerja sama diantara para pekerja dalam satu wadah bagi segenap
usaha dalam mencapai tujuan tertentu.
• Manajemen
Merupakan kegiatan yang berfungsi untuk merencanakan,
mengorganisasikan, membina, membimbing, menggerakan dan mengawasi
sekelompok orang, serta mengerahkan segenap fasilitas kerja agar tujuan
usaha kerja sama yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik.
• Komunikasi
Merupakan salah satu dari delapan rangkaian kegiatan administrasi yang
berfungsi untuk menyampaikan informasi/berita dari kedua belah pihak agar
terjalin proses kerja sama dengan menggunakan berbagai macam media.
• Informasi
Rangkaian kegiatan menghimpun, mencatat, mengolah, menggadakan,
mengirim, dan meniyimpan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam
usaha kerja sama.
• Personalia
Merupakan rangkaian kegiatan yang berfungsi untuk mengatur dan
mengurus masalah tenaga kerja yang diperlukan dalam usaha kerja sama.
• Keuangan
Rangkaian kegiatan mengelola sumber dana dan penggunaan dana dalam
usaha kerja sama.
• Perbekalan
Merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi mengadakan, mendaftar,
mengatur, memakai, memelihara sampai dengan menghapus seluruh
perlengkapan yang sudah tidak dibutuhkan lagi dalam sebuah kantor.
• Hubungan masyarakat
Salah satu rangkain kegiatan yang berfungsi untuk membina hubungan baik
dan berusaha untuk memperoleh banyak dukungan dari masyarakat sekitar
tempat usaha/perusahaan dan hubungan yang dilaksanakan antara lembaga.

Dimensi dan Pengukuran Keterikatan Kerja

Keterikatan kerja sebagai kondisi afektif-kognitif aktif dan positif
karyawan terkait dengan pekerjaan, ditandai dengan semangat, dedikasi,
dan penyerapan/ fokus mendalam (Schaufeli, 2013). Semangat ditandai
dengan tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja,
kemauan untuk mencurahkan usaha serta ketekunan dalam menghadapi
kesulitan dalam bekerja. Dedikasi ditandai dengan kesungguhan untuk
melibatkan diri dalam pekerjaan, yang diikuti rasa berkmakna, antusiasme,
inspirasi, kebanggaan dan tantangan. Penyerapan ditandai dengan keadaan
sepenuhnya terkonsentrasi dan secara senang hati menikmati pekerjaannya
sehingga waktu berlalu dengan cepat dan akan kesulitan memisahkan diri
dari pekerjaan (Schaufeli, 2013).
Salah satu skala untuk mengukur keterlibatan kerja adalah dari
Utrecht, yaitu Utrecht Scale Work Engagement (UWES), yang merupakan
self-report, didasarkan pada definisi keterlibatan kerja sebagai kombinasi
dari semangat, dedikasi, dan penyerapan (Schaufeli, 2013). Pada awalnya
UWES terdiri atas 24 item, kemudian dieliminasi menjadi 17 item setelah
ditemukan kesalahan pada tujuh item yang selanjutnya dihapus, dan
dengan tujuan mengurangi kemungkinan ketidaknyamanan yang
dirasakan responden, dipersingkat kembali, sehingga muncul hasil skor
Short UWES dengan sembilan item, yang mengukur tiga aspek
keterlibatan kerja yaitu, semangat, dedikasi, dan penyerapan, dengan
masing-masing dimensi terdiri atas tiga item (Schaufeli, Bakker dan
Salanova, 2006). Penelitian selanjutnya juga mengungkap hadirnya Ultra
Short UWES yang terdiri atas tiga item untuk total skor (Schaufeli,
Shimazu, Hakanen, Salanova, dan De White, 2017).
Menurut Debruin dan Henn (2013), dengan kehadiran tiga subdimensi skor pada UWES–9 dapat ditafsirkan pada dua tingkat, yaitu pada
tingkat skala total (keterikatan kerja) dan pada tingkat sub-skala
(semangat, dedikasi, dan penyerapan). Namun interpretasi untuk skor total
lebih disarankan dari pada skor untuk sub-skala, karena kurangnya
validitas diskriminatif dari semangat, dedikasi, dan penyerapan.
Kulikowski (2017) mengungkap temuan yang berbeda di Polandia.
Penelitian validitas konstruk untuk skor UWES-9, menunjukkan
penggunaan dua faktor yaitu dimensi semangat dan dedikasi lebih cocok
digunakan dari pada tiga faktor yang menyertakan dimensi penyerapan di
dalamnya. Untuk versi yang lebih singkat, Schaufeli et al. (2017),
mengungkap bahwa skor UWES-3, sama baiknya dengan versi 9 item,
serta dapat digunakan sebagai indikator kerja yang reliabel dan valid.

Pengertian Administrasi

Secara etimologi, administrasi berasal dari Bahasa Belanda yakni dari kata
asministratie, yang artinya kegiatan yang mencangkup ketatausahaan dan
manajemen sumber daya. Ada pula yang menyatakan bahwa administrasi berasal
dari Bahasa Inggris, yakni administration yang bermakna kegiatan dalam setiap
usaha kerja sama untuk mencapai tujuan. Berbeda pula konsep administrasi dalam
Bahasa Latin yakni Ad dan ministrate, dimana kata Ad berarti kepada dan
ministrate berarti melayani atau mengabdi. Sedangkan pengertian administrasi
menurut beberapa ahli, diantaranya :
1. Sondang P. Siagian (2012) Administrasi merupakan keseluruhan proses
kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas
rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.
2. Van der Schoeff ( dalam Dewi ,2011) Administrasi merupakan seluruh
himpunan catatan-catatan mengenai perusahaan dan peristiwa-peristiwa
perusahaan untuk keperluan pimpinan dan penyelenggaraan perusahaan.
3. Menurut Joseph Sabarija Poerwadarminta, di dalam KBBI ( Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2017 ) adalah usaha dan kegiatan yang meliputi
penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaraan pembinaan
organisasi.

Pengertian Keterikatan Kerja

Setelah topik keterikatan secara umum menjadi pembahasan,
konstruk keterikatan dalam dunia kerja juga menjadi perhatian.
Keterikatan kerja merupakan salah satu bentuk keterlibatan yang mengacu
pada hubungan karyawan dengan pekerjaannya. Keterikatan secara umum
mengacu pada komitmen, semangat, antusiasme, penyerapan, upaya
terfokus, semangat, dedikasi, dan energi (Schaufeli, 2013)

Manfaat Manajemen Logistik

Menerapkan kegiatan manajemen logistik yang baik secara
berkesinambungan akan memberikan manfaat yang besar bagi suatu organisasi.
Adapun beberapa manfaat dari manajemen logistik adalah sebagi berikut :
• Persediaan
Dengan adanya manajemen logistik yang baik maka ketersediaan barang
akan dapat dijamin sehingga kegiatan oprasional perusahaan dapat
berjalanan dengan lancar.
• Transportasi
Kegiatan logistik tentunya membutuhkan alat transportasi sehingga
organisasi yang memiliki manajemen logistik yang baik akan memastikan
ketersediaan transportasi untuk distribusi barang.
• Fasilitas
Selain alat transportasi, ada berbagai fasilitas logistik yang dibutuhkan agar
kegiatan logistik dapat berjalan dengan baik. Dengan adanya manajemen
logistik maka organisasi dapat mengetahui fasilitas yang dibutuhkan
untuk mendukung kegiatannya.
• Layanan
Memberikan layanan yang baik kepada pelanggan merupakan hal yang
sangat penting bagi setiap perusahaan. Pelayanan tersebut tidak hanya
kepada konsumen tapi juga pada stakeholder lainnya, misalnya supplier.
• Manajemen dan Administrasi
Setiap proses manajemen selalu didukung oleh kegiatan administrasi.
Tujuannya adalah untuk memastikan setiap kegiatan tercatat dengan baik
dan teratur sehingga informasi kegiatan logistik dapat ditemukan dengan
mudah ketika diperlukan.
• Inbound Transportasi
Kegiatan ini bertujuan untuk menangani distribusi barang dan bahan baku
dari supplier ke perusahaan. Dengan manajemen persediaan yang baik maka
perusahaan lebih berpeluang bekerjasama dengan supplier yang memiliki
kualitas barang yang baik dan ketersediaan yang memadai.
• Outbound Transportasi
Kegiatan ini menangani distribusi dari perusahaan ke konsumen dan
memastikan pengantaran barang dapat berjalan dengan baik.
• Pemecahan Masalah
Di dalam proses penyediaan barang pasti akan ada masalah yang mungkin
terjadi. Dengan adanya manajemen logistik yang baik maka permasalahan
dapat diantisipasi dan diatasi dengan tepat, cepat, dan akurat.
• Informasi Kepada Konsumen
Pada umumnya konsumen melakukan tracking terhadap pengeriman barang
yang dipesan. Dengan adanya logistics management yang baik maka
penyampaian informasi terkait distribusi barang dapat dilakukan lebih
terorganisir.
• Kepercayaan dari Konsumen
Pelayanan terbaik kepada konsumen, baik itu pemberian informasi,
ketepatan distribusi, dan pelayanan yang baik, pada akhirnya akan
menghasilkan tingkat kepercayaan konsumen yang lebih besar kepada
perusahaan.

Konsep Awal Keterikatan Kerja

Konsep keterikatan secara umum dan sejumlah dimensi utama yang
terkait seperti reaksi emosional orang terhadap fenomena, sifat objektif
pekerjaan, dan pengalaman manusia tentang keunggulan diri, pertama kali
dijelaskan oleh Kahn (1990). Kondisi psikologis umum juga diidentifikasi
untuk memperoleh gambaran pemahaman tentang ciri situasi saat
keterikatan terjadi. Perbedaan individu terkait dengan pengalaman
psikologis yang bermakna, dan kemampuan menghadapi situasi tertentu,
membentuk kecenderungan keterikatan berbeda-beda (Schaufeli, 2013).

Tugas Manajemen Logistik

Sejatinya tugas utama manajemen logistik adalah untuk memastikan
keseimbangan antara pendapatan dan biaya untuk menghasilkan keuntungan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa tugas penting lainnya yang harus
dilakukan, diantarannya adalah :
• Menentukan sistem logistics management yang dipakai.
• Menentukan pemakaian logistik secara privat atau agen.
• Menentukan moda transportasi yang akan dipakai.
• Membuat rancangan organisasi logistik.
• Menentukan lokasi pergudangan pada lokasi terbaik.
• Menentukan kegiatan oprasional gudang.
• Membuat rancangan bauran logistik.

Tujuan Manajemen Logistik

Sesuai dengan beberapa fungsi manajemen logistik yang telah disebutkan
diatas, berikut ini adalah tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaanya:
• Tujuan Umum Pada dasarnya tujuan khusus dari kegiatan manajemen
logistik adalah fokus pada pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan
efisien.
• Tujuan Khusus Ada tiga tujuan khusus yang ingin dicapai dalam kegiatan
manajemen logistik, yaitu :
1. Tujuan Operasional, yaitu agar persediaan barang dapat dilakukan
dengan jumlah dan kualitas yang tepat.
2. Tujuan Keuangan, yaitu agar pengeluaran untuk pengadaan barang dapat
dilakukan secara efesien.
3. Tujuan Pengamanan, yaitu untuk menjaga dan mendukung efesiensi dan
efektivitas dalam upaya pencapaian tujuan organisasi

Fungsi Manajemen Logistik

Dalam pelaksanaanya, logistics management memiliki beberapa fungsi
penting yang saling terkait satu dengan lainnya. Adapun fungsi manajemen
logistik adalah sebagai berikut :
• Fungsi Perencanaan dan Pemenuhan Kebutuhan
Logistics management berfungsi sebagai perancangan dan penentu
kebutuhan dari setiap program organisasi. Hal ini mencangkup kegiatan
analisis terkait produk yang akan dipakai, ketersediaan, dan skala prioritas.
Kegiatan perencanaan ini harus memperhatikan budget yang dimiliki oleh
organisasi, aspek ketersediaan, dan juga kemudahan akses untuk
mendapatkan barang.
• Fungsi Penganggaran
Fungsi ini bertujuan untuk memastikan bahwa keperluan pengadaan barang
sesuai dengan budget yang dimiliki. Jika biaya penganggaran logistik
ternyata tidak sesuai dengan budget, maka diperlukan perubahan pada
perencanaan.
• Fungsi Pengadaan
Pada dasarnya logistics management lebih fokus pada pengadaan barang
dan merupakan hal yang wajib. Ketika terjadi ketidakcocokan anggaran dan
sulit mengubah perencanaan maka manajer logistik harus melakukan
improvisasi untuk mengelola kegiatan logistik dengan anggaran terbatas.
• Fungsi Penyimpanan dan Penyaluran
Ini merupakan proses dimana barang yang didapatkan disimpan di tempat
yang seharusnya. Selanjutnya, barang tersebut kemudian disalurkan kepada
pihak lain yang kepentingan sesuai dengan standar oprasional prosedur.
• Fungsi Pemeliharaan
Di dalam proses manajemen logistik juga mencangkup pemeliharaan
barang. Secara umum, tujuan pemeliharaan barang logistik untuk
memastikan barang yang disimpan tidak cepat rusak.
• Fungsi Penghapusan
Di dalam kegiatan logistics management juga terdapat kegiatan
penghapusan. Dal hal ini fungsi penghapusan adalah untuk memisahkan
barang yang rusak, memerbaiki barang yang rusak, dan mengganti barang
yang rusak dengan yang sesuai.
• Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian dilakukan oleh seorang manajer logistik dengan
tahapan sesuai dengan fungsi yang disebutkan diatas. Tujuan pengendaliaan
ini adalah untuk memastikan setiap fungsi manajemen logistik dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Pengertian Manajemen Logistik

Secara umum, pengertian manajemen logistik adalah suatu penerapan
prinsip-prinsip manajemen dalam kegiatan logistik dengan tujuan agar pergerakan
personal dan barang dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Manajemen
logistik juga dapat diartikan sebagai bagian dari proses supply chain management
yang memiliki fungsi penting dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
efektivitas dan efisiensi penyimpanan dan aliran barang, pelayanan dan informasi,
hingga ketitik konsumsi untuk memenuhi keperluan konsumen. Manajemen
logistik menurut para ahli sebagai berikut :
1. Garcia, Hernandez, & Hernandez (2013)
Manajemen Logistik adalah bagian dari manajemen rantai pasokan yang
merencanakan, mengimplementasikan dan mengendalikan aliran dan
penyimpanan yang efisien dan efektif dari aliran dan penyimpanan barang,
jasa, dan informasi terkait antara titik asal dan titik konsumsi untuk
memenuhi persyaratan pelanggan.
2. Siahaya (2012)
Siahaya mengatakan bahwa manajemen logistik adalah bagian dari Supply
Chain Management (Manajemen Rantai Pasok). Yang merencanakan,
melaksanakan, dan mengendalikan aliran barang secara efektif dan efisien,
meliputi transportasi, penyimpanan, distribusi, dan jasa layanan serta
informasi terkait mulai dari tempat asal ketempat konsumsi untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan.
3. Ricky Martono (2015: 2)
Manajemen logistik adalah system terintegrasi yang mengkoordinasikan
keseluruhan proses di organisasi / perusahaan dalam mempersiapkan dan
menyampaikan produk / jasa kepada konsumen

Pengertian Manajemen

Manajemen berasal dari kata Bahasa Inggris “ management “ dengan kata
kerja “ to manage “ yang secara umum berarti mengurusi, mengemudikan,
mengelola, menjalankan, membina, atau memimpin; kata benda “ management “,
dan “ manage “ berarti orang yang melakukan kegiatan manajemen. Pakar
berpandangan bahwa kata manajemen berasal dari bahasa latin “ mano” yang
berarti tangan, menjadi “ manus” , yang artinya bekerja berhati-hati dengan
menggunakan tangan dan “ agere “ artinya melakukan sesuatu, sehingga menjadi
“ managiare “ yang berarti melakukan sesuatu berkali-kali dengan
mempergunakan tangan. Maksudnya dalam mengerjakan sesuatu, pimpinan tidak
hanya kerja sendiri tetapi melalui kegiatan orang lain (pegawai) yang merupakan
tangan-tangan pembantu dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut sampai tuntas.
Menurut beberapa ahli manajemen didefinisikan sebagai berikut :
1. Manajemen menurut Kristiawan dkk (2017) manajemen merupakan ilmu
dan seni dalam mengatur, mengendalikan, mengkomunikasikan, dan
memanfaatkan semua sumber daya yang ada dalam organisasi dengan
memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen (Planing, Organizing, Actuating,
Controling ) agar organisasi dapat mencapai tujuan secara efektif dan
efesien.
2. Rudani (2020) mendefinisikan manajemen sebagai ilmu pengetahuan yang
terdiri dari konsep, prinsip, fungsi, dan proses. Pengetahuan yang digunakan
untuk mencapai tujuan organisasi dengan pemanfaatan sumber daya yang
efektif dan segala usaha manusia yang terkoordinasi. Akhirnya, istilah
tersebut dapat didefinisikan sebagai : manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, penempatan staff, pengarahan, dan
pengendalian dari upaya manusia untuk mencapai tujuan organisasi secara
efektif.
3. Lebih lanjut lagi, menurut Athoillah (2017) manajemen beerasal dari kata
“to manage” yang mempunyai arti mengatur, mengurus, atau mengelola.
Sehingga secara substantif, maka manajemen mengandung unsur-unsur
kegiatan yang bersifat pengelolaan. Manajemen berhubungan dengan proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian, yang
didalamnya terdapat upaya anggota organisasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan oleh organisasi tersebut

Fungsi-Fungsi Manajemen

Meurut Terry (2010: 9), fungsi manajemen dapat dibagi menjadi
empat bagian, yakni planning (perencanaan), organizing
(pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), controlling (pengawasan).
a. Planning (perencanaan)
Planning (perencanaan) adalah penetapan pekerjaan yang harus
dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan.
Planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan, karena
termasuk dalam pemilihan alternatif-alternatif keputusan. Diperlukan
kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke depan guna
merumuskan suatu pola himpunan tindakan untuk masa mendatang.
b. Organizing (pengorganisasian)
Organizing berasal dari kata arganon dalam bahasa Yunani yang
berarti alat, yaitu proses pengelompokan kegiatan-kegiatan untuk
13
mencapai ujuan-tujuan dan penguasaan setiap kelompok kepada
seorang maanjer (Terry & Rue, 2010: 82). Pengorganisasian dilakukan
untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber yang
diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang dikehendaki
dapat dilaksanakan dengan berhasil.
c. Actuating (oelaksanaaan)
Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota
kelompok sedemikian rupa, hingga mereka berkeinginan dan berusaha
untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan bersama, Terry (1993:
62)
d. Controlling (pengendalian, pengawasan, pengecekan)
Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara
dan alat untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai
dengan rencaan yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan.

Manajemen

Manajemen dibutuhkan untuk semua organisasi baik manajemen
didarat maupun diatas kapal kaena tanpa manajemen semua usaha akan
sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit. Ada tiga alasan utama
diperlukannya manajemen: (1) Untuk mencapai tujuan, (2) Untuk menjaga
keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, (3) untuk
mencapai efisien dan efektifitas.
Definisi manajemen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia-Balai
Pustaka Depdiknas (2000:623), adalah penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran, dan pimpinan yang bertanggung jawab
atas jalannya perusahaan dan organisasi. Lebih lanjut, menurut Herujito
(2001: 4) manajemen adalah suatu proses yang berbeda terdiri dari
perencanaan (planning), pengorganisasian (organization), pelaksanaan
(actuatig), dan pengendalian (controlling) yang dilakukan untuk mencapai
tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber daya
lainnya. Dalam pengetian lain, menurut Terry management is a distinct
proses consisting of planning, organizing, actuating and controling
performance to determine amd acomplish state objective by the use of
human being and other resources (manajemen merupakan suatu proses
yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisasian, penggiatan, dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lain.

Hubungan antara Keterlibatan Kerja dan Keterikatan Kerja

Keterlibatan kerja menurut Mitchell dan Lee (2001) memiliki total enam
aspek yaitu hubungan, kesesuaian dan pengorbanan baik pada perusahaan maupun
komunitas. Aspek-aspek tersebut memiliki pengaruh yang menyebabkan timbulnya
rasa keterikatan kerja pada karyawan. Lebih lanjut kaitan antara aspek-aspek
tersebut akan dijelaskan di bawah ini.
Aspek pertama yaitu hubungan di dalam perusahaan, sebuah hubungan sosial
yang terjalin dengan atasan maupun dengan sesama rekan kerja dalam bentuk
formal maupun informal. Hubungan sosial tersebut dapat dikategorikan ke dalam
salah satu faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja yaitu modal sosial jaringan
dan timbal balik. Hubungan tersebut membuat karyawan tidak segan untuk bertanya
mengenai kesulitan yang dialami saat mengerjakan tugasnya. Proses kerjasama
tersebut membantu memunculkan peluang penemuan inovasi dan tugas yang
mampu dikerjakan dengan optimal.
Dukungan dari manager berupa feedback juga membantu karyawan dalam
menyelesaikan dan mengevaluasi tugasnya. Manager dianggap dapat menjadi
sumber informasi, nasehat dan dukungan emosional bagi karyawan. Dukungan dari
rekan kerja dan manajer tersebut mampu mengurangi tuntutan kerja yang dirasakan
oleh karyawan. Berkurangnya tuntutan kerja membuat karyawan semakin nyaman
dalam mengerjakan pekerjaannya. Tidak ada tekanan negatif yang membuat
karyawan merasa stres, melainkan tekanan yang memotivasi semangat untuk
menyelesaikan pekerjaannya (Mitchell & Lee, 2001).
Dukungan yang diberikan oleh atasan dan organisasi juga mampu membuat
tuntutan pekerjaan menjadi lebih ringan dan lebih mudah untuk ditangani. Tetap
terjaganya hubungan ini akan meningkatkan sumber daya pekerjaan bagi karyawan.
Dukungan-dukungan ini akan membuat karyawan semakin terikat dengan
pekerjaannya (Lestari & Zamralita, 2017).
Pernyataan tersebut didukung oleh sebuah penelitian yang menyatakan bahwa
kepribadian proaktif dan persepsi dukungan dari perusahaan menjadi faktor
munculnya sikap keterlibatan kerja. Hal tersebut nantinya akan berpengaruh secara
signifikan terhadap keterikatan kerja. Dukungan dari atasan dan rekan kerja ini akan
membuat karyawan menjadi tidak segan untuk bertanya bila terjadi masalah atau
mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugasnya. Sehingga karyawan mampu
bekerja dengan lebih produktif (Aryaningtyas dan Suharti, 2013).
Aspek kedua yaitu hubungan di dalam komunitas. Sama halnya dengan
hubungan perusahaan, hubungan yang karyawan jalin dengan orang-orang di luar
lingkungan kerja juga mempengaruhi keterikatan kerja. Salah satunya dapat dilihat
dalam hubungan yang karyawan jalin dengan keluarganya. Semakin banyak
hubungan yang terjalin diasumsikan membuat karyawan memilih untuk tetap
melakukan pekerjaannya. Dukungan keluarga ini dapat diasusmsikan dalam salah
satu faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja yaitu modal sosial jaringan dan
timbal balik. Dukungan keluarga mampu memberikan kekuatan dan mampu
mengurangi resiko kesehatan mental anggotanya. Dukungan tersebut dapat berupa
dukungan konkret, emosional, nasihat dan penghargaan. Dukungan keluarga
tersebut mampu membuat karyawan merasa dihargai keberadaannya (Canavan,
Dolan & Pinkerton, 2000).
Dukungan keluarga juga mampu meningkatkan motivasi dalam bekerja pada
karyawan. Hal ini dikarenakan karyawan memperoleh perasaan bangga ketika
memiliki prestasi dalam bekerja dan merasa diakui oleh keluarganya. Karyawan
memperoleh aktualisasi diri dengan adanya dukungan positif dari keluarga.
Perasaan tersebut yang membuat karyawan semakin semangat dan berdedikasi pada
pekerjaannya (Santrock, 2010).
Hal tersebut mampu membantu karyawan meningkatkan kekuatan dalam
menangani kondisi yang tidak menyenangkan di dalam tempat kerja. Hal tersebut
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Prihatsanti (2014) bahwa semakin
tinggi dukungan keluarga maka akan semakin tinggi kekuatan dalam menangani
kondisi yang tidak menyenangkan. Selanjutnya, dengan karyawan mampu
menangani kondisi yang tidak menyenangkan akan membuatnya lebih terikat
dengan pekerjaannya. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Suharianto dan Effendy (2015). Hasil penelitain tersebut menyatakan bahwa
apabila karyawan memiliki kekuatan dalam mengahapi kondisi yang tidak
menyenangkan di dalam lingkungan kerja akan meningkatkan keterikatan kerjanya.
Selanjutnya aspek ketiga yaitu kesesuaian di dalam perusahaan. Kesesuaian
yang dimaksud yaitu kesesuaian antara nilai, budaya perusahaan, tujuan karir,
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dianut oleh perusahaan sejalan dengan
karyawan. Kesesuaian nilai dan budaya perusahaan ini mutlak dibutuhkan oleh
perusahaan dan karyawan agar memiliki satu ritme dalam bekerja. Hal tersebut
merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi rasa nyaman dan memunculkan
perasaan diterima. Implikasi dari hal tersebut akan membuat karyawan bersemangat
dan berdedikasi untuk memberikan kinerja yang lebih baik lagi. Kesesuaian ini
diasumsikan sejalan dengan pemahaman modal sosial norma yang merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan
Suhaeni (2015) yang menyatakan bahwa aspek budaya perusahaan termasuk
didalamnya nilai dan tujuan karir memiliki pengaruh dalam meningkatkan
keterikatan kerja sebesar 45,4%. Sejalan dengan hal tersebut Tanuwibowo dan
Susanto (2014) menyatakan budaya dalam suatu perusahaan memiliki andil penting
untuk meningkatkan kinerja karyawan. Para karyawan akan merasa bahwa dirinya
termasuk bagian dari perusahaan tersebut.
Melihat dari sisi kesesuaian pengetahuan dan keterampilan, membuat
karyawan mampu bekerja dengan optimal. Pasalnya kesesuaian tersebut yang
membuat karyawan dengan mudah memahami pekerjaannya. Hal tersebut membuat
karyawan mampu berkonsentrasi secara penuh dalam mengerjakan pekerjaannya.
Karyawan juga menjadi nyaman dan mendedikasikan dirinya pada pekerjaan.
Selain itu, kesesuaian ini memunculkan perasaan berguna pada diri karyawan yang
secara otomatis mendorong dirinya tetap terikat dengan pekerjaannya.
Kesesuaian antara karyawan dengan lingkungan kerja. Terdapat kesamaan
seperti nilai dan tujuan akan membuat karyawan merasa puas dan juga terikat
dengan pekerjaannya. Hal tersebut dikarenakan karyawan merasa berguna dan
mampu mengaplikasikan potensi yang dimilikinya. Selanjutnya karyawan memiliki
keinginan untuk mengembangkan perusahaan di mana karyawan tersebut bekerja
(Khan, Aziz, Afsar & Latif, 2018).
Aspek keempat yaitu kesesuaian yang terjalin antara karyawan dengan
komunitasnya yang juga membuat karyawan semakin terikat dengan pekerjaannya.
Sama halnya dengan kesesuaian perusahaan, karyawan yang merasa sesuai dengan
nilai dan budaya masyarakatnya akan merasa nyaman tinggal di tempat tersebut.
Tersedianya fasilitas bagi karyawan untuk melakukan kegiatan sosial yang disukai
dan menyalurkan hobinya juga membuat karyawan memilih tetap tingal di
lingkungan tersebut. Tersedianya fasilitas yang disukai tersebut membuat karyawan
tetap merasa positif dan semangat untuk esok harinya kembali bekerja. Pada saat
karyawan mengerjakan pekerjaannya di lingkungan komunitas suasana nyaman
yang ada membuat karyawan mampu mengekplorasi proses berpikirnya dan
memunculkan ide-ide yang inovatif (Brummelhuis dan Bakker, 2012).
Kesesuaian yang terjalin antara karyawan dan lingkungan tempat tinggalnya
dapat di kategorikan dalam modal sosial norma faktor yang mempengaruhi
keterikatan kerja (Yunli, Ren, Fodchuk & Saffer, 2018). Kesesuaian yang dirasakan
oleh karyawan terhadap lingkungan tempat tinggalnya akan menjauhkannya dari
masalah. Menjauhkanya dari tekanan yang lingkungan tempat tinggal dapat
sebabkan. Menurut Cohen (1995) karyawan yang dapat beradaptasi dengan tekanan
yang ada di kehidupan lingkungan tempat tinggal akan lebih berkomitmen dengan
pekerjaannya daripada karyawan yang kurang mampu menghadapi tekanan di
lingkungan tempat tinggalnya. Hal tersebut akan mempermudah karyawan untuk
lebih terikat denan pekerjaannya. Menimbang tidak ada masalah lain yang
mengganggunya untuk fokus terikat dengan pekerjaannya.
Aspek kelima merupakan pengorbanan perusahaan. Persepsi dimana
karyawan akan merasa kehilangan secara material maupun secara psikologis bila
meninggalkan perusahaan. Karyawan akan dihadapkan pada kenyataan bahwa,
memilih untuk meninggalkan perusahaan membuat karyawan tersebut harus rela
kehilangan semua keuntungan yang telah didapatkan sebelumnya. Baik keuntungan
secara meterial seperti gaji, pengetahuan dan fasilitas dari perusahaan maupun
secara hubungan sosial (Mitchell & Lee, 2001).
Karyawan tersebut juga dihadapkan pada kenyataan lain bahwa ia harus
mencari kembali dari awal segala yang telah dilepaskan karena meninggalkan
perusahaan tersebut. Hal tersebut diyakini bukanlah perkara yang mudah. Selain
itu, karyawan yang meninggalkan perusahaan akan kehilangan pemasukan untuk
menghidupi komunitasnya. Pengorbanan ini akan sangat mempengaruhi karyawan
untuk melakukan turnover menimbang kerugian dan keuntungan yang akan
diterima dikemudian hari (Mitchell & Lee, 2001).
Aspek keenam yaitu pengorbanan komunitas. Karyawan yang memilih
untuk meninggalkan komunitas yang cocok dengannya akan kehilangan tempat
nyaman untuk tinggal serta fasilitas yang telah di dapatkan di komunitas tersebut.
Fasilitas yang dimaksud misalnya kemudahan karyawan dalam menyalurkan
hobinya. Karyawan juga akan kehilangan hubungan sosial yang telah terjalin
dengan tetangga di lingkungan tersebut.
Karyawan yang memiliki hubungan sosial dan pekerjaan yang sesuai serta
membuatnya nyaman akan semakin sulit untuk melepaskan modal sosial tersebut.
Hal tersebut didukung oleh teori conservation of resources (COR), karyawan akan
mendapatkan, mempertahankan dan melindungi modal sosial yang berharga bagi
pribadi. Karyawan akan mengerahkan segala kemampuannya untuk tetap
mempertahankan apa yang telah dimilikinya. Hal tersebut akan membuat karyawan
tetap tinggal dan lebih terikat dengan pekerjaannya (Hobfoll 1989).

Aspek-aspek Keterlibatan Kerja

Menurut Mitchell dan Lee (2001) keterlibatan kerja terbagi ke dalam
enam aspek, yaitu:
a. Hubungan perusahaan (organizational link)
Hubungan formal dan informal yang terjalin antara semua karyawan
yang bekerja dalam perusahaan yang sama. Misalnya hubungan antar
karyawan dan karyawan dengan atasannya. Hubungan ini akan membuat
karyawan merasa dihargai dan merasa dianggap. Bentuk dan jumlah
hubungan individu dianggap mampu mempengaruhi keputusannya untuk
tetap tinggal atau memilih pergi dari perusahaan. Semakin banyak
hubungan baik yang terjalin membuat karyawan semakin terikat dengan
perusahaan. Contohnya karyawan pada posisi administrasi kredit bila
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya atau tidak paham
mengenai tugasnya akan dengan leluasa bertanya kepada rekan kerja yang
paham tanpa merasa sungkan. Rekan kerja tersebut selanjutnnya juga
memberikan pemahaman, kritik dan saran yang membangun pada
karyawan tersebut.
b. Hubungan komunitas (community links)
Hubungan formal maupun informal yang terjalin antara karyawan
dengan orang-orang dalam komunitasnya. Misalnya hubungan antara
karyawan dengan keluarga, teman, dan kelompok sosial. Sama halnya
dengan hubungan perusahaan, semakin banyak hubungan baik yang
terjalin akan membuat karyawan tetap berada di perusahaan. Cotohnya
karyawan administrasi kredit mampu leluasa menceritakan kesulitan yang
dialami saat bekerja pada keluarganya dan mendapatkan dukungan dari
keluarga seperti peberian nasihat untuk menjalani situasi sulit terebut.
c. Kesesuaian perusahaan (Organizational Fit)
Kesamaan dalam hal nilai, budaya perusahaan, tujuan karir dan KSA
(knowledge, skills, attitude) yang dianut oleh perusahaan dan karyawan
sejalan. Kesesuaian ini akan membantu kedua belah pihak dalam
memenuhi serta melaksanakan kewajiban dan haknya. Kesesuaian ini juga
membuat karyawan mampu mengaplikasikan KSAnya sehingga dapat
berkembang. Hal tersebut juga mampu membuat karyawan mencapai
tujuan profesionalnya. Contohnya karyawan yang memiliki kemampuan
dalam bidang akuntansi akan cocok masuk ke perusahaan perbankan
karena kemampuannya akan beguna atau dibutuhkan.
d. Kesesuaian komunitas (Community Fit)
Kesesuaian dalam hal nilai, budaya umum yang berlaku, kegiatan
agama, fasilitas hiburan, lingkungan bahkan iklim dimana karyawan
tersebut tinggal. Kesesuaian ini membuat karyawan merasa nyaman
berada di lingkungan komunitasnya. Rasa nyaman ini yang akan membuat
karyawan semakin terikat dan enggan meninggalkan komunitasnya.
Contohnya karyawan yang senang melakukan kegiatan bersih-bersih di
sekitar lingkungan tempat tinggal apabila lingkungannya memiliki
program tersebut maka karyawan tetap memilih tinggal.
e. Pengorbanan perusahaan (Organizational Sacrifice)
Persepsi dimana karyawan akan merasa kehilangan secara material
maupun secara psikologis bila meninggalkan perusahaan yang dirasa
sesuai dengan dirinya. Kehilangan yang akan dialami akan menjadi
pertimbangan bagi karyawan untuk mengambil keputusan. Contoh
kehilangan yang akan di alami oleh karyawan yaitu kehilangan
keuntungan yang sebelumnya didapatkan saat masih bekerja di perusahaan
seperti kebebasan mengejar tujuan, kesempatan mendapatkan promosi,
kompensasi, hubungan antar teman kerja, dan segala fasilitas yang
diberikan oleh perusahaan.
f. Pengorbanan komunitas (Community Sacrifice)
Persepsi dimana karyawan akan kehilangan bila meninggalkan
lingkungan yang nyaman dan sesuai dengan dirinya. Misalnya mungkin
karyawan akan kehilangan kegiatan sosial yang dilakukan di lingkungan
tersebut atau kehilangan kemudahan dalam mengakses fasilitas untuk
menyalurkan hobinya. Rasa kehilangan ini juga akan membuat karyawan
semakin berusaha keras untuk bekerja dengan baik demi pekerjaannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterlibatan kerja milik
Mitchell dan Lee (2001) memiliki enam aspek yaitu hubungan komunitas,
hubungan perusahaan, kesesuaian komunitas, kesesuaian perusahaan, pengorbanan
komunitas, dan pengorbanan perusahaan. Masing-masing aspek mempengaruhi
karyawan untuk tetap bertahan di perusahaannya.

Unsur Pokok Manajemen

Menurut M. Anang Firmansyah dan Budi W. Mahardhika (2018)
dalam bukunya yang berjudul Pengantar Manajemen, menyatakan bahwa
ada sejumlah unsur pokok manajemen yang membentuk kegiatan
manajemen, yaitu: unsur man, money, material, machine, method, dan
market. Keenam unsur ini memiliki fungsi masing-masing dan saling
berinteraksi dalam mencapai tujuan organisasi terutama proses
pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Unsur manajemen tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Man, adalah sumber daya manusia yang melakukan kegiatan
manajemen dan produksi. Adanya faktor SDM, kegiatan manajemen
dan produksi dapat berjalan, karena pada dasarnya faktor SDM sangat
berperan penting dalam kegiatan manajemen dan produksi.
b. Money, adalah faktor pendanaan atau keuangan, tanpa ada keuangan
yang memadai kegiatan perusahaan atau organisasi takkan berjalan
sebagaimana mestinya, karena pada dasarnya keuangan ialah darah
dari perusahaan atau organisasi. Hal keuangan ini berhubungan
dengan masalah anggaran (budget), upah karyawan (gaji), dan
pendapatan perusahaan atau organisasi.
c. Material, berhubungan dengan barang mentah yang akan diolah
menjadi barang jadi. Adanya barang mentah, maka dapat disajikan
suatu barang yang bernilai sehingga dapat mendatangkan
keuntungan.
d. Machine, adalah mesin pengolah atau teknologi yang dipakai dalam
mengolah barang mentah menjadi barang jadi. Adanya mesin
pengolah, maka kegiatan produksi akan lebih efisien dan
menguntungkan.
e. Method, adalah tata cara melakukan kegiatan manajemen secara
efektif dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan kepada
sasaran agar mencapai suatu tujuan akan dituju.
f. Market, adalah tempat untuk memasarkan produk yang telah
dihasilkan (Firmansyah dan Mahardhika, 2018).

Pengertian Keterlibatan Kerja

Menurut Mitchell dan Lee (2001) keterlibatan kerja merupakan sejauh
mana karyawan merasa cocok dengan perusahannya. Keterlibatan kerja
mencangkup aspek situasional dari ruang kehidupan karyawan yang
mempengaruhi keputusannya untuk tetap bertahan di perusahaan. Aspek
situasional ini mencangkup pekerjaan dan hubungan sosial. Terbagi lagi
menjadi dua setting lingkungan yaitu lingkungan tempat bekerja (on the job)
dan lingkungan komunitas (off the job). Keterlibatan kerja membuat karyawan
memilih untuk tetap bertahan pada perusahaannya.
Menurut Ng dan Feldman (2010), keterlibatan kerja merupakan
keseluruhan dari karyawan yang sesuai dengan perusahaan. Keterlibatan kerja
mengarah pada perkembangan human capital dan social capital karena dua
alasan. Pertama, karyawan yang sangat terlibat memiliki kesesuaian antara
pengetahuan dan keterampilan dengan persyaratan perusahaan. Hal tersebut
memberi kesempatan karyawan untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan tambahan. Kedua, karyawan yang sangat terlibat memiliki
banyak hubungan yang membantu mengembangkan social capital.
Menurut Yao, Lee, Mitchell, Burton, dan Sablynski (2004), keterlibatan
kerja merupakan hubungan antara pengaruh psikologis, sosial dan finansial
yang luas. Hubungan tersebut membuat karyawan enggan meninggalkan
perusahaan. Menurut Holtom dan O’Neill (2004), keterlibatan kerja
merupakan satu set faktor yang berpengaruh baik di lingkungan kerja dan di
luar lingkungan kerja. Faktor tersebut yang membuat karyawan memutuskan
untuk tetap tinggal dalam perusahaan atau tidak.
Berdasarkan pemaparan definisi keterlibatan kerja dari para ahli, dapat
ditarik kesimpulan bahwa keterlibatan kerja merupakan perasaan cocok dari
karyawan kepada perusahaan yang dipengaruhi oleh aspek situasional dari
pekerjaan dan sosial karyawan. Hal tersebut yang mempengaruhi keputusan
karyawan untuk tetap bertahan di perusahaan

Tujuan Manajemen

Menurut Hasibuan (2015), tujuan-tujuan manajemen dapat dikaji
dari beberapa sudut dan dibedakan sebagai berikut:
a. Menurut tipe-tipenya:
1) Profit objectives, bertujuan untuk mendapatkan laba bagi
pemiliknya.
2) Service objectives, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang
baik bagi konsumen dengan mempertinggi nilai barang dan jasa
yang ditawarkan kepada konsumen.
3) Social objectives, bertujuan meningkatkan nilai guna yang
diciptakan perusahaan untuk kesejahteraan masyarakat.
4) Personal objectives, bertujuan agar para karyawan secara individual
economic, social psychological mendapatkan kepuasan di bidang
pekerjaannya dalam perusahaan.
b. Menurut prioritasnya:
1) Tujuan primer.
2) Tujuan sekunder.
3) Tujuan individual, dan
4) Tujuan sosial.
c. Menurut jangka waktunya:
1) Tujuan jangka panjang.
2) Tujuan jangka menengah, dan
3) Tujuan jangka pendek.
d. Menurut sifatnya:
1) Management objectives, tujuan dari segi efektif yang harus
ditimbulkan oleh manajer.
2) Managerial objectives, tujuan yang harus dicapai daya upaya atau
kreativitas-kreativitas yang bersifat manajerial.
3) Administrative objectives, tujuan-tujuan yang pencapaiannya
memerlukan administrasi.
4) Economic objectives, tujuan-tujuan yang bermaksud memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan memerlukan efisiensi untuk
pencapaiannya.
5) Social objectives, tujuan suatu tanggung jawab, terutama tanggung
jawab moral.
6) Technical objectives, tujuan berupa detail teknis, detail kerja, dan
detail karya.
7) Work objectives, yaitu tujuan-tujuan yang merupakan kondisi
kerampungan suatu pekerjaan.
e. Menurut tingkatnya:
1) Overall enterprise objectives, adalah tujuan semesta (generalis)
yang harus dicapai oleh badan usaha secara keseluruhan.
2) Divisional objectives, adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap
divisi.
3) Departemental objective, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai
oleh masing-masing bagian.
4) Sectional objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh
setiap seksi.
5) Group objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh
setiap kelompok urusan.
6) Individual objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh
masing-masing individu.
f. Menurut bidangnya:
1) Top level objectives, adalah tujuan-tujuan umum, menyeluruh, dan
menyangkut berbagai bidang sekaligus.
2) Finance objectives, adalah tujuan-tujuan tentang modal.
3) Production objectives, adalah tujuan-tujuan tentang produksi.
4) Marketing objectives, adalah tujuan-tujuan mengenai bidang
pemasaran barang dan jasa-jasa.
5) Office objectives, adalah tujuan-tujuan mengenai bidang
ketatausahaan dan administrasinya.
g. Menurut motifnya:
1) Public objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai
berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang negara.
2) Organizational objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai
berdasarkan ketentuan-ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga, dan statuta organisasi yang bersifat zakelijk dan
impersonal (tidak boleh berdasarkan pertimbangan perasaan atau
selera pribadi) dalam upaya pencapaiannya.
3) Personal objectives, adalah tujuan pribadi/individual (walaupun
mungkin berhubungan dengan organisasi) yang dalam usaha
pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh selera ataupun pandangan
pribadi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterikatan Kerja

Membicarakan mengenai keterikatan kerja, tidak akan terlepas dari
faktor yang mempengaruhinya. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi
keterikatan kerja, yaitu:
a) Tuntutan pekerjaan (job demands)
Tuntutan pekerjaan dapat dikategorikan sebagai segala hal yang
membutuhkan usaha atau biaya secara fisik, psikologis, sosial dan
organisasional yang dikeluarkan oleh karyawan dalam melakukan
kegiatan yang mempengaruhi kondisi fisik, psikologis, sosial dan
perusahaan. Tutuntan pekerjaan ini mampu memberikan dampak negatif
pada keterikatan kerja bila disertai dengan kegiatan yang membutuhkan
usaha besar.
Salah satu contoh tuntutan kerja yaitu bekerja secara non stop dalam
jangka waktu yang lama, pekerjaan yang telalu banyak dan waktu yang
diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan sangat sedikit. Tuntutan tersebut
akan memberikan efek kelelahan, depresi, stres, bahkan melakukan
burnout pada karyawan (Demerouti, Bakker, Nachreiner, & Schaufeli,
2001). Hasil penelitian menunjukan bila karyawan mengalami kelelahan
secara fisik, psikologis, sosial dan perusahaan akan menurunkan tingkat
keterikatan kerja. Sebaliknya, bila karyawan secara fisik, psikologis, sosial
dan organisasional baik, maka keterikatan kerja juga meningkat Ayu,
Maarif, dan Sukmawati (2015).
b) Sumber daya pribadi (personal resources)
Menurut Bakker (2011) sumber daya pribadi merupakan evaluasi
diri yang positif mengacu pada ketahanan dan kemampuan individu untuk
mengontrol diri serta memberikan dampak baik bagi lingkungannya.
Semakin tinggi sumber daya pribadi yang dimiliki seseorang membuatnya
semakin menghargai diri sendiri. Selain itu karyawan akan semakin
berusaha mencapai sasaran diri sendiri (self-cocordance). Karayawan
yang memiliki sasaran diri sendiri ini akan memicu peningkatan kinerja
dan mencapai kepuasan yang lebih tinggi.
Sumber daya pribadi terdiri dari tiga dimensi yaitu kepercayaan diri
untuk melakukan perencanaan penyelesaian kerja (self efficacy), rasa
dihargai (self esteem) dan optimisme. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu,
Maarif dan Sukmawati (2015) menyatakan bahwa karyawan yang mampu
mengontrol dan memberikan dampak pada lingkungan sesuai keinginanya
dan kemampuannya akan meningkatkan keterikatan kerja. Lebih lanjut
dijelaskan bila karyawan memiliki sumber daya pribadi akan efektif
menghindarkan diri dari perilaku negatif akibat tuntutan kerja.
c) Sumber daya pekerjaan (job resources)
Aspek fisik, sosial, psikologis, atau emosional dari pekerjaan yang
mampu membuat karyawan mencapai tujuan kerja, mampu mengurangi
tuntutan pekerjaan, dan menstimulasi pertumbuhan serta perkembangan
pribadi. Sumber daya ini dapat terbagi menjadi dua kategori yaitu internal
(fitur kognitif dan pola aksi) dan eksternal (organisasional dan sosial).
Sumber daya eksternal meliputi kontrol pekerjaan, variasi tugas,
kesempatan untuk kenaikan pangkat dan partisipasi dalam mengambil
keputusan. Sedangkan sumber daya sosial meliputi dukungan rekan kerja,
keluarga dan teman sebaya (Demerouti, Bakker, Nachreiner, & Schaufeli,
2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Dwitasari, Ilhamuddin, dan
Widyasari (2015) menyatakan bahwa dukungan sosial dari atasan, rekan
kerja dan perusahaan akan membuat karyawan semakin terikat dengan
perusahaan. Lebih lanjut dari penelitian tersebut juga ditemukan bahwa
dukungan perusahaan dalam bentuk pemberian kesempatan untuk naik
jabatan serta mendengarkan kritik dan saran dari karyawan membuat
karyawan semakin terikat.
d) Modal Sosial (Social Capital)
Menurut Putnam (1993) modal sosial merupakan fitur sosial
organisasi yang terdiri dari kepercayaan, norma, sikap timbal balik dan
jaringan. Mampu meningkatkan efisiensi dari masyarakat dengan tindakan
yang terkordinasi. Kepercayaan merupakan penilaian mengenai individu
berdasarkan riwayat interaksi yang sudah berjalan sebelumnya. Informasi
tersebut akan digunakan untuk melihat pola perilaku dari individu. Norma
merupakan standar sosial yang digunakan untuk memandu individu di
dalam kelompok. Sikap timbal balik merupakan konsep pertukaran sosial
dimana individu akan mendapatkan keuntungan baik sekarang atau di
masa yang akan datang. Jaringan memungkinkan adanya pemecahan
masalah bersama, belajar, berinovasi dan beradaptasi dengan kelompok.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ko, Choi, Rhee dan
Moon (2018) menyatakan bahwa modal sosial ini memberikan pengaruh
terhadap keterikatan kerja pada karyawan. Modal sosial ini mampu
memberikan karyawan perasaan positif dalam bekerja mengingat modal
sosial ini memberikan hubungan dan situasi yang nyaman. Misalnya
terbukanya keleluasaan untuk bertanya mengenai pekerjaan dan dukungan
dari keluarga untuk tetap termotivasi dalam bekerja. Penggunaan potensi
yang karyawan miliki sesuai dengan yang dibutuhkan oraganisasi. Hal
tersebut akan meningkatkan kesejahteraan kayawan dan memunculkan
sikap keteikatan kerja.
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa terdapat
empat faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja yaitu tuntutan kerja,
sumber daya pribadi, sumber daya pekerjaan dan modal sosial. Pada
penelitian ini faktor yang dirasa memiliki hubungan yang erat dengan
keterlibatan kerja yaitu modal sosial

Manajemen

Ilmu pengetahuan manajemen dapat diterapkan dalam semua
organisasi manusia seperti perusahaan, pemerintahan, pendidikan, sosial,
keagamaan, dan sebagainya (Herlambang & Murwani, 2012). Para ahli
memiliki pengertian sendiri mengenai manajemen, yaitu menurut Malayu S.P
Hasibuan dalam buku manajemen dasar, pengertian dan masalah,
manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut G.R. Terry (dalam Hasibuan, 2015),
menyebutkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri
dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaransasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber-sumber lainnya, sedangkan menurut Harold Koontz dan Cyril
O’Donnel’ mengatakan bahwa manajemen adalah usaha mencapai suatu
tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain (Hasibuan, 2015).

Aspek-aspek Keterikatan Kerja

Adapun aspek dari keterikatan kerja menurut Scahaufeli, Salanova,
Gonzalez-Roma, dan Bakker (2002) dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Semangat (vigor)
Semangat merupakan satu paket energi dan resiliensi mental yang
digunakan selama bekerja. Adanya kemauan untuk mengerahkan semua
usahanya dalam menyelesaikan masalah dan ketekunan dalam
menghadapi kesulitan kerja. Semangat yang muncul mampu memberikan
tambahan energi untuk membantu karyawan melakukan segala tugas yang
diberikan tanpa mengeluh. Energi tersebut juga membantu karyawan agar
merasa tidak mudah lelah. Contohnya karyawan administrasi kredit akan
tetap mengerjakan pekerjaannya dengan sungguh sungguh walaupun
terhalang masalah seperti lambatnya divisi lain dalam memberikan bukti
atau laporan keuangan. Karyawan juga selalu bersemangat berangkat ke
tempat kerja sehingga jarang terlambat.
b) Dedikasi (dedication)
Dedikasi merupakan perasaan terlibat secara penuh pada saat
mengerjakan pekerjaannya. Ditandai dengan adanya perasaan antusias,
berarti, penuh inspirasi, bangga, dan menyukai tantangan. Perasaan
dimana karyawan berada pada kondisi mood yang baik untuk mengerjakan
pekerjaan. Hal tersebut akan berkorelasi dengan datangnya inspirasi dan
ide untuk menyelesaikan pekerjaannya. Contohnya karyawan administrasi
kredit akan berkontribusi secara langsung dengan pekerjaannya. Rela
meluangkan waktunya untuk membantu rekan kerja dalam mengumpulkan
laporan keuangan. Dilakukan dengan menanyakan atau mendatangi divisi
yang bertanggung jawab mengumpulkan laporan keuangan nasabah bila
dirasa hal tersebut membantu menyelesaikan pekerjaan dengan lebih
optimal. Hal tersebut dapat dilakukan dengan karyawan karena merasa hal
tersebut bagian dari pekerjaannya.
c) Penghayatan (absortion)
Penghayatan merupakan kegiatan dimana karyawan merasa penuh
konsentrasi dan serius dalam mengerjakan pekerjaannya. Karyawan juga
merasa senang dengan pekerjaannya. Hal tersebut membuat karyawan
merasa bahwa waktu berjalan sangat cepat saat bekerja dan kesulitan untuk
memisahkan diri dengan pekerjaan. Karyawan akan merasa tenggelam
dengan pekerjaannya. Keuntungan yang didapatkan berupa kualitas
pekerjaan yang baik. Contohnya karyawan administrasi kredit yang senang
dengan pekerjaannya akan nyaman untuk bekerja dalam jangka waktu
yang lama. Karyawan tidak keberatan bila harus lembur dalam
mengerjakan tugasnya.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menggunakan aspek yang digunakan
oleh Scahaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, dan Bakker (2002). Keterikatan
kerja memiliki tiga aspek yaitu semangat, dedikasi, dan penghayatan.

Pengertian Keterikatan Kerja

Menurut Scahaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, dan Bakker (2002),
keterikatan kerja merupakan kegiatan penuh semangat bekerja yang ditandai
dengan karakteristik semangat, dedikasi, dan juga absorbsi pada pekerjaan.
Semangat mengacu pada energi, ketahanan dan usaha dalam melaksanakan
pekerjaan. Dedikasi merujuk pada rasa bangga, antusias, dan rasa bermakna.
Absorbsi mengacu pada keterlarutan yang ditandai dengan konsentrasi penuh
dalam bekerja dan merasa bahwa waktu berjalan lebih cepat.
Sedangkan menurut Robbins (2008), keterikatan kerja juga merupakan
tingkat sejauh mana karyawan memihak pekerjaannya dan secara aktif
berpartisipasi di dalamnya dan menganggap bahwa pekerjaan tersebut penting
bagi dirinya. Karyawan dengan keterikatan kerja yang tinggi tidak akan
mengeluh dengan beban kerja yang diberikan oleh perusahaan.
Menurut pernyataan dari Blau dan Boal (dalam Setyorini, Maghfiroh &
Farida, 2012), keterikatan kerja merupakan suatu tindakan dan pernyataan
positif dari keterikatan pekerjaan dengan diri individu sendiri. Karyawan
memahami bahwa pekerjaan yang sedang diambil ini memiliki andil dalam
membangun kredibilitasnya. Karyawan akan memberikan performa terbaiknya
pada perusahaan untuk mencapai hal tersebut.
Menurut Morrison dan Phelps (1999) keterikatan kerja merupakan
motivasi dasar intrinsik yang meningkatkan perilaku kerja proaktif karyawan.
Memperkuat keteguhan dalam mencapai tujuan dengan semangat yang tinggi,
rasa antusiasme, dan rasa bangga pada pekerjaannya.Berdasarkan beberapa
paparan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keterikatan kerja merupakan
perasaan positif seperti semangat dan tenggelam dalam pekerjaannya serta
menganggap pekerjaan tersebut penting bagi dirinya.

Hubungan antara Kesejahteraan Psikologis dan Keterikatan Kerja Pada Karyawan Perusahaan

Kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1989) lebih menekankan kepada
tingkat realisasi diri, ekspresi personal, dan bagaimana cara untuk
mengaktualisasikan diri. Individu yang memiliki kesejahteraan psikologis yang
baik merupakan individu yang memiliki respon positif terhadap aspek-aspek dari
kesejahteraan psikologis itu sedndiri, serta memiliki kepuasan terhadap hidupnya,
pekerjaan, dan keluarga (Ryff & Singer, 1996).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Robertson dan Cooper
(2010) dengan judul “Full engagement : the integration of employee engagement
and psychological well-being”, menunjukkan hasil bahwa karyawan yang
memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi akan memiliki keterikatan dengan
pekerjaannya dengan tinggi pula. Hal ini didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Gallup (2013) bahwa ketika karyawan memiliki keterikatan dan
produktif di tempat kerja, maka keseluruhan kehidupan mereka dapat dinilai lebih
tinggi daripada karyawan yang tidak engaged atau dibiarkan secara aktif.
Jika karyawan memiliki aspek penerimaan yang baik, maka mampu untuk
bersikap posistif atas dirinya dengan apa adanya, baik dalam kualitas yang buruk
sekalipun. Selain itu, karyawan yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik
pun mampu untuk membangun hubungan yang positif dengan orang lain,
termasuk di dalamnya adalah relasi dengan rekan kerja dan atasan. Melalui
penerimaan diri yang baik dan relasi yang positif kepada rekan kerja maka akan
menimbulkan semangat yang tinggi dan ketahanan mental selama bekerja.
Semangat tersebut disebut oleh Schaufeli, dkk (2002) sebagai salah satu aspek
dari keterikatan kerja.
Karyawan yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik akan memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan, kebulatan tekad, dan mandiri.
Karyawan juga akan memiliki tujuan hidup yang berarah, selain itu juga memiliki
keyakinan, terbuka akan pengalaman baru, dan kemampuan untuk
mengembangkan potensi dalam diri. Jika diaplikasikan dalam kehidupan bekerja,
maka akan muncul perasaan antusiasme bahwa pekerjaan yang dimiliki adalah
penting dan merupakan tantangan yang ingin dihadapi. Hal ini disebut dengan
dedikasi dan mengacu pada keterlibatan yang sangat kuat (Schaufeli, dkk, 2002).
Aspek penguasaan lingkungan juga menjadi satu komponen penting dalam
kesejahteraan psikologis. Dimana pada aspek ini, individu memiliki kemampuan
untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dengan nilai-nilai pribadi (Schaufeli,
dkk, 2010). Karyawan yang memiliki aspek ini mampu untuk memngembangkan
diri secara kreatif melalui aktifitas fisik. Aspek ini akan memicu karyawan untuk
berkonsentrasi penuh dan memunculkan perasaan menyenangkan atas pekerjaan
yang dimiliki. Secara tidak langsung, hal ini dapat berupa keadaan karyawan yang
terlarut dan sulit terlepas dari pekerjaannya atau disebut juga dengan aspek
penghayatan dalam keterikatan kerja.
Penjabaran tersebut didukung oelh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Robertson dan Cooper (2010) dengan judul “Full engagement :the integration of
employee engagement and psychological well-being”, menunjukan hasil bahwa
kesejahteraan psikologis yang bertindak sebagai sumber daya personal (personal
resources) yang mendukung persepsi, identifikasi dan promosi sumber daya
pekerjaan memiliki hubungan dengan keterikatan kerja dengan sumber daya
pekerjaan (job resources) sebagai mediasinya. Kesejahteraan psikologis yang
dimiliki oleh karyawan akan memunculkan keadaan karyawan yang memiliki rasa
keterikatan terhadap pekerjaaanya.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui
bagaimana hubungan keterikatan kerja dengan kesejahteraan psikologis pada
karyawan. Dimana kesejahteraan psikologis dapat meningkatkan keterikatan kerja
yang dimiliki oleh karyawannya, dan penting bagi perusahaan untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis dengan memperhatikan hal-hal yang
diperlukan karyawan guna menunjang pekerjaannya.

Pengertian Kesejahteraan Psikologis

.
Ryff dan Keyes (1995) menjelaskan bahwa psychological well-being adalah
pencapaian penuh dari potensi psikologis individu serta keadaan individu untuk
dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup,
mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang
mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, serta dapat terus tumbuh secara
personal. Barger (2010) kemudian mengaitkan kesejahteraan psikologis dengan
dunia kerja, dimana kesejahteraan psikologis di tempat kerja merupakan keadaan
dimana individu memiliki motivasi, mersasa dilibatkan dalam pekerjaanya,
memiliki energi positif, menikmati semua kegiatan pekerjaan, dan mampu
bertahan lama dalam pekerjaannya.
Ryff (2014) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis terdiri dari beberapa
dimensi, yaitu sejauh mana individu merasa hidup mereka bermakna serta
memiliki tujuan dan arahan, apakah individu memandang dirinya hidup sesuai
dengan keyakinan pribadi mereka sendiri, sejauh mana individu menggunakan
bakat dan potensi pribadi mereka, seberapa baik individu mengelola situasi
kehidupannya, kedalaman koneksi yang individu miliki dalam hubungannya
dengan orang lain yang signifikan, serta pengetahuan dan penerimaan yang
dimiliki, termasuk kesadaran dan keterbatasan pribadi.
Pengertian mengenai kesejahteraan psikologis pada penelitian ini mengacu
pada pendapat Ryff dan Keyes (1995). Hal ini karena penjelasan kesejahteraan
psikologis menurut Ryff dan Keyes (1995) dianggap paling sesuai dan mencakup
segala aspek mengenai kesejahteraan psikologis. Berdasarkan penjelasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah kedaan individu yang
memiliki motivasi, energi positif, mampu melakukan pencapaian penuh atas
potensi psikologisnya, serta mampu untuk memenuhi aspek-aspek dari
kesejahteraan psikologis itu sendiri

Pengertian Kesejahteraan Psikologis

.Ryff dan Keyes (1995) menjelaskan bahwa psychological well-being adalah
pencapaian penuh dari potensi psikologis individu serta keadaan individu untuk
dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup,
mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang
mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, serta dapat terus tumbuh secara
personal. Barger (2010) kemudian mengaitkan kesejahteraan psikologis dengan
dunia kerja, dimana kesejahteraan psikologis di tempat kerja merupakan keadaan
dimana individu memiliki motivasi, mersasa dilibatkan dalam pekerjaanya,
memiliki energi positif, menikmati semua kegiatan pekerjaan, dan mampu
bertahan lama dalam pekerjaannya.
Ryff (2014) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis terdiri dari beberapa
dimensi, yaitu sejauh mana individu merasa hidup mereka bermakna serta
memiliki tujuan dan arahan, apakah individu memandang dirinya hidup sesuai
dengan keyakinan pribadi mereka sendiri, sejauh mana individu menggunakan
bakat dan potensi pribadi mereka, seberapa baik individu mengelola situasi
kehidupannya, kedalaman koneksi yang individu miliki dalam hubungannya
dengan orang lain yang signifikan, serta pengetahuan dan penerimaan yang
dimiliki, termasuk kesadaran dan keterbatasan pribadi.
Pengertian mengenai kesejahteraan psikologis pada penelitian ini mengacu
pada pendapat Ryff dan Keyes (1995). Hal ini karena penjelasan kesejahteraan
psikologis menurut Ryff dan Keyes (1995) dianggap paling sesuai dan mencakup
segala aspek mengenai kesejahteraan psikologis. Berdasarkan penjelasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah kedaan individu yang
memiliki motivasi, energi positif, mampu melakukan pencapaian penuh atas
potensi psikologisnya, serta mampu untuk memenuhi aspek-aspek dari
kesejahteraan psikologis itu sendiri

Faktor Keterikatan Kerja

Menurut Demerouti (Puspita, 2012) faktor yang mempengaruhi keterikatan
kerja antara lain:
a. Job Demands (Tuntutan Kerja) merupakan aspek-aspek fisik, sosial, maupun
organisasi dari pekerjaan yang membutuhkan usaha terus-menerus baik secara
fisik maupun psikologis demi mencapai atau mempertahankannya. Tuntutan
kerja memiliki empat faktor yaotu :1) Beban kerja yang berlebihan (work
overload), 2) Tuntutan emosi (emotional demands), 3) Ketidaksesuaian emosi
(emotional dissonance), 4) Perubahan terkait organisasi (organizational
changes).
b. Job Resources (Sumber Daya Pekerjaan) yaitu aspek-aspek fisik, sosial,
maupun organisasi yang berfungsi sebagai media untuk mencapai tujuan
pekerjaan, mengurangi tuntutan pekerjaan dan harga, baik secara fisologis
maupun psikologis yang harus dikeluarkan, serta menstimulasi pertumbuhan
dan perkembangan personal individu. Sumber daya pekerjaan meliputi empat
faktor yaitu: otonomi (autonomy), dukungan sosial (social support),
bimbingan dari atasan (supervisory coaching), dan kesempatan untuk
berkembang secara profesional (opportunities for professional development).
c. Personal Resources (Sumber Daya Pribadi) adalah evaluasi diri yang positif
terkait dengan ketahanan dan merujuk kepada individu yang memiliki
kemampuan untuk mengontrol dan memberikan dampak yang baik pada
lingkungan mereka.
Robertson dan Cooper (2010) menjelaskan berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis yang
dimiliki individu merupakan bagian dari sumber daya personal. Robertson dan
Cooper (2010) juga mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja. Interaksi antara
psychological well-being dan engagement pada karyawan dapat mengarah
terciptanya kondisi full engagement, sehingga kondisi psikologis karyawan
yang sehat sekaligus tingkat engagement tinggi yang dapat berlangsung lama.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
kesejahteraan psikologis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keterikatan kerja. Kesejahteraan psikologis sebagai bagian dari sumber daya
personal jika dimiliki karyawan dalam tingkat yang tinggi maka keterikatan
kerja yang dimiliki pun akan tinggi

Aspek-aspek Keterikatan Kerja

Secara ringkas Schaufali, Bakker dan Salanova (2006) menjelaskan mengenai
aspek-aspek yang terdapat dalam work engagement, yaitu:
a. Vigor (Semangat)
Vigor dicirikan oleh tingkat energi yang tinggi dan ketahanan mental
selama kerja, kesediaan untuk menginvestasikan usaha dalam pekerjaan yang
dimiliki, dan ketekunan hingga kemampuan dalam menghadapi kesulitan
yang dihadapi atas pekerjaan yang dimiliki.
b. Dedication (Dedikasi)
Merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan mengalami rasa
kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan, inspirasi, dan tantangan. Contohnya
apabila karyawan mendapatkan tugas baru dalampekerjaan maka karyawan
tersebut akan merasa antusias terhadap pekerjaan tersebut, karena hal baru
yang didapat oleh karyawan tersebut merupakan tantangan bagi karyawan.
Dengan demikian, bila karyawan tersebut mampu menyelesaikan dengan baik
pekerjaan baru tersebut maka akan timbul rasa bangga dalam diri karyawan
tersebut karena merasa memiliki kekampuan baru yang didapat dalam
melakukan pekerjaannya.
c. Absorption (Penghayatan)
Dalam bekerja karyawan selalu penuh konsentrasi dan serius terhadap
suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat dan
menemukan kesulitan dalam dalam memisahkan diri dengan pekerjaan.
Contohnya apabila karyawan tersebut akan berkonsentrasi penuh terhadap
semua pekerjaan yang dilakukan, terkadang pekerjaan tersebut menjadikan
karyawan sulit memisahkan diri dengan pekerjaanya karena karyawan merasa
nyaman dengan pekerjaan yang dilakukan. Terkadang karyawan memilih
untul lembur agar bisa menyelesaikan pekerjaannya saat itu juga.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aspekaspek yang mempengaruhi keterikatan kerja antara lain Vigor (Semangat),
Dedication (Dedikasi), dan Absroption (Penghayatan).

Pengertian Keterikatan Kerja

Keterikatan kerja menurut Khan (1990) adalah pemanfaatan anggota
organisasi atau peran pekerjaannya. Selain itu keterikatan kerja diartikan sebagai
karyawan yang bekerja dengan perhatian dan usaha yang besar dan
mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional terhadap peran
pekerjaannya tersebut. Karyawan dengan keterikatan kerja yang tinggi dengan
kuat memihak pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan benar-benar peduli
dengan jenis kerja itu. Saks (2006) mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai
employee engagement, yaitu seberapa besar karyawan secara sungguh-sungguh
meghayati peran kerjanya.
Schaufeli, dkk (2006) mendefinisikan keterikatan sebagai suatu hal yang
positif, memuaskan, sikap pandang yang berkaitan dengan pekerjaan yang
ditandai oleh vigor, dedication, dan absoption. Sementara itu, Bakker, Schaufeli,
Leiter dan Taris (2006) mengistilahkan keterikatan kerja yang dimiliki oleh
karyawan sebagai work engagement, yaitu suatu keadaan efektif-motivasional
yang positif tentang kesejahteraan terkait pekerjaan yang dimiliki ditandai dengan
semangat (vigor), dedikasi (dedication), dan penghayatan (absorption).
Robinson, dkk (Rachmawati, 2013) mendefinisikan employee engagement
sebagai sikap positif yang dimiliki karyawan terhadap organisasi tempat ia
bekerja serta nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Menurut Bekker
(Putri, 2014) keterikatan kerja adalah kesetiaan dan identifikasi seseorang dengan
organisasi tempat karyawan bekerja. Luthans (Putri, 2014) mendefinisikan
keterikatan adalah suatu sikap yang merefleksikan kesetiaan karyawan terhadap
organisasinya dan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dimana anggotaanggota organisasi mengekspresikan kepedulian mereka terhadap organisasi yang
berlanjut pada pencapaian kesuksesan serta kesejahteraan.
Penggunaan istilah keterikatan kerja sebagai employee engagement atau work
engagement pada dasarnya adalah sama sebagai gambaran atas engagement atau
keterikatan yang dimiliki oleh karyawan, akan tetapi istilah work engagement
dianggap lebih spesifik (Schaufeli & Bakker, 2010). Keterikatan kerja (work
engagement) mengacu pada hubungan antara karyawan dengan pekerjaan,
sementara keterikatankaryawan (employee engagement) mengacu pada hubungan
antar karyawan organisasi (Schaufali & Bakker, 2010).
Berdasarkan definisi-definisi diatas, teori yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada pendapat Bakker, dkk (2006). Hal ini karena pendapat yang di
kemukakan oleh Bakker, dkk (2006) di anggap lebih spesifik dalam menjelaskan
keterikatan yang di miliki oleh karyawan terhadap pekerjaan yang di milikinya,
bukan terhadap organisasinya. Dengan demikian, dapat di simpulkan bahwa
keterikatan kerja merupakan suatu sikap kesetiaan yang ditujukan oleh karyawan
terhadap organisasi atau perusahaan tempat bekerja, sehingga kesetiaan yang
dirasakan oleh karyawan tersebut mendorong kinerja dan motivasi karyawan
untuk menghasilkan hasil kerja yang lebih baik untuk mencapai tujuan organisasi.

Pengertian Merek (Brand)

Merek (Brand) merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu
produk. Merek dapat menjadi suatu nilai tambah bagi produk, baik itu produk
yang berupa barang atau jasa. Merek menjadi salah satu kata yang sangat populer
yang sering digunakan dalam hal mempublikasikan produk baik itu melalui media
massa seperti di surat kabar, majalah, dan tabloid maupun melalui media
elektronik seperti televisi, radio dan lain-lain. Seiring dengan semakin pesatnya
persaingan dalam dunia perdagangan barang dan jasa ahkir-akhir ini, maka tidak
heran jika merek memiliki peranan yang sangat signifikan untuk dikenali sebagai
tanda suatu produk tertentu di kalangan masyarakat dan juga memilki kekuatan
serta manfaat apabila dikelola dengan baik.
Menurut Kotler & Keller (2009:172), bahwa:
“Merek adalah nama, istilah, lambang, desain atau kombinasinya
yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari
salah satu kelompok penjual dan mendiferensiasikanya dari para
pesaing.”
Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1, mendefinisikan
merek sebagai berikut:
“Merek adalah Tanda yang berupa gambar, nama, kata, hurufhuruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsurunsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa.”
Sedangkan menurut Alma (2007:147) bahwa merek adalah :
“Suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang
atau jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar, atau
kombinasi keduanya.”

Pengertian Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

Bauran pemasaran adalah titik sentral dari semua aktivitas pemasaran.
Tanpa adanya bauran pemasaran, maka segala aktivitas yang berkaitan dengan
pemasaran tidak dapat dijalankan. Dengan kata lain, bauran pemasaran atau
marketing mix merupakan sebuah komponen yang sangat penting di dalam bidang
ilmu pemasaran dan manajemen pemasaran. Sehingga segala aktivitas pemasaran
tidak dapat terlepas dari bauran pemasaran.
Kotler (2006:17) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai berikut:
“Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang
digunakan perusahaan untuk terus-menerus untuk mencapai
tujuannya di pasar sasaran.”

Pengertian Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran adalah suatu proses yang berkaitan dengan analisa,
perencanaan, serta kontrol yang mencakup ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa.
Menurut Kotler (2006:11) bahwa:
“Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu untuk memilih pasar
sasaran serta mendapatkan, mempertahankan, dan menambah
jumlah pelanggan melalui penciptaan, penyampaian, dan
pengkomunikasian nilai-nilai pelanggan yang unggul.”
Menurut Swashtha dan Irawan (2000:7), bahwa:
“Manajemen pemasaran adalah penganalisaan, perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang ditujukan
untuk mengadakan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan
maksud untuk mencapai tujuan organisasi dalam memenuhi
kebutuhan dan keinginan pasar tersebut, serta menentukan harga,
mengadakan komunikasi dan distribusi yang efektif untuk
memberitahu, mendorong serta melayani pasar.”
Sedangkan pengertian manajemen pemasaran menurut Alma (2001:130)
ialah:
“Manajemen pemasaran ialah kegiatan menganalisa,
merencanakan, mengimplementasikan, dan mengawasi segala
kegiatan (program), guna memperoleh tingkat kegiatan yang
menguntungkan dengan pembeli sasaran dalam rangka mencapai
tujuan organisasi.”

Kepemilikan manajerial

Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap financial distress.
Arieany dan Tarmizi (2012) membuktikan bahwa semakin besar prosentase
kepemilikan saham oleh dewan direksi dan dewan komisaris dapat
mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami kondisi financial distress.
Kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan memberikan insentif
tambahan kepada manajemen dalam melakukan pengawasan terhadap
kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Dengan adanya insentif tambahan
tersebut maka akan mengurangi perilaku-perikalu oportunistik manajemen
dan dapat menyelaraskan kepentingan dengan pemegang saham lainnya. Dian
dan Fuad (2013) membuktikan bahwa investor yang mengetahui sebagian
saham perusahaan dimiliki oleh manajer, maka investor akan beranggapan
bahwa nilai dari perusahaan tersebut akan meningkat seiring dengan adanya
kepemilikan oleh manajer. Jika pengelola perusahaan memiliki sebagian dari
saham perusahaan, berarti masalah keagenan antara pemilik perusahaan
dengan pengelola perusahaan dapat teratasi, dan pengelola perusahaan akan
memaksimalkan nilai perusahaan. Jika nilai perusahaan maksimal
kemungkinan perusahaan mengalami financial distress semakin kecil.

Pengertian Manajemen

Manajemen merupakan suatu proses dimana sebuah perusahaan atau
organisasi dalam melakukan suatu usaha harus mempunyai prinsip-prinsip
manajemen dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan
dalam mencapai tujuan perusahaan. Menurut Glover (2001:130):
”Manajemen ialah sebagai suatu kepandaian manusia dalam
menganalisa, merencanakan, memotivasi, menilai dan mengawasi
penggunaan secara efektif sumber-sumber manusia dan bahan yang
digunakan untuk tujuan tertentu.”
Pengertian manajemen menurut Hasibuan (2003:1):
“Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif
dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.”
Sedangakan menurut Manullang (2004:5), manajemen adalah:
“Manajemen adalah seni ilmu perencanaan, pengorganisasian,
penyusanan, pengarahan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.”

Proporsi komisaris independen dengan financial distress

Komisaris Independen merupakan komisaris yang tidak ada hubungan
keluarga atau hubungan bisnis dengan direksi maupun pemegang saham.
Pada dasarnya dewan komisaris terdiri dari pihak yang berasal dari luar
perusahaan yang dikenal sebagai komisaris independen dan komisaris yang
terafiliasi, dalam pengertian independen disini adalah mereka diharapkan
mampu melaksanakan tugas-tugasnya secara independen, semata-mata demi
kepentingan perusahaan, dan terlepas dari pengaruh berbagai pihak yang
memiliki kepentingan yang dapat berbenturan dengan kepentingan
perusahaan (Antonius Alijoyo dan Zaini Subarto, 2004: 49).
Arieany dan Tarmizi (2012) menemukan bukti bahwa semakin besar proporsi
komisaris independen maka kemungkinan perusahaan mengalami kondisi
financial distress akan semakin kecil. Fungsi dari komisaris independen
adalah bertanggung jawab atas upaya perusahaan untuk menghasilkan
pelaporan keuangan yang handal, yaitu dengan memastikan bahwa
perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilainilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya. Apabila
perusahaan memiliki pelaporan keuangan yang handal serta mematuhi segala
aturan hukum, maka kemungkinan perusahaan mengalami financial distress
akan semakin kecil.

Job Performance

Menurut Levinson dalam Surajiyo et al., (2020), job performance atau
kinerja merupakan pencapaian atau hasil yang diraih oleh karyawan dalam
menjalankan tugas – tugas yang diberikan kepadanya. Adapun pengertian job
performance atau kinerja menurut Erni dan Donni (2018) dalam Surajiyo et al.,
(2020), adalah tingkat kesuksesan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya. Karyawan dinilai sukses apabila mampu
menyelesaikan pekerjaan yang diberikan dengan baik dan hasil kerja karyawan
tersebut sesuai dengan harapan perusahaan.
Menurut Sedarmayanti (2018) dalam Surajiyo et al., (2020), job
performance atau kinerja adalah upaya – upaya yang dilakukan oleh karyawan
dalam mencapai tujuan perusahaan dan berpengaruh terhadap meningkatnya
prestasi perusahaan. Adapun pengertian Zainal et al., (2015) dalam Sinaga et al.,
(2020), kinerja adalah seluruh aktivitas yang dilakukan karyawan dalam organisasi
selama periode waktu tertentu. Aktivitas – aktivitas tersebut dilakukan dengan rasa
tanggung jawab dan efisiensi untuk mencapai tujuan organisasi

Pengaruh Ukuran dewan komisaris dengan financial distress

Ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap financial distress.
Christina dan Fajar (2008), dan Ratna (2006) menjelaskan bahwa semakin
besar jumlah dewan komisaris kemungkinan perusahaan mengalami kondisi
financial distress semakin kecil. Dewan komisaris yang besar mampu
mengawasi kinerja dewan direksi, sehingga tingkat kecurangan terhadap
kinerja perusahaan semakin rendah. Apabila kinerja perusahaan baik, maka
kondisi keuangan perusahaan jauh dari financial distress.
Tri bodroastuti (2009), Lutfi, Meliza Silvy, Rr. Iramani (2014) menyatakan
bahwa jumlah dewan komisaris yang besar justru mempertinggi kemungkinan
perusahaan berada pada kondisi financial distres. Jumlah dewan komisaris
yang besar menjadi tidak efektif dalam menjalankan fungsi monitoringnya
sehingga kinerja dewan direksi akan menurun, yang berakibat pada
meningkatnya kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Selain
itu, semakin besar ukuran dewan komisaris akan menyebabkan sulitnya
berkomunikasi antar dewan komisaris dan penggunaan waktu yang lebih
lama dalam pengambilan keputusan

Pengaruh Ukuran dewan direksi dengan financial distress

Dian dan Fuad (2013) melakukan peneitian yang membuktikan bahwa ukuran
dewan direksi berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress.
Jumlah dewan direksi yang besar dapat memonitor proses pelaporan
keuangan dengan lebih efektif dibandingkan dengan jumlah dewan direksi
yang sedikit. Dewan direksi yang besar dapat memberikan kontribusi
terhadap nilai perusahaan melalui aktivitas evaluasi dan keputusan strategik.
Informasi yang diberikan diharapkan mampu menjadi guidance bagi
manajemen dalam menjalankan perusahaan, sehingga potensi salah arus (miss
management) yang berakibat pada kesulitan keuangan dapat diminimalkan.
Namun, penelitian yang dilakukan oleh Ndaruningpuri Wulandari (2006)
serta Iqbal Bukhori dan Raharja (2012) menyatakan bahwa semakin besar
jumlah dewan direksi juga akan meningkatkan permasalahan dalam hal
komunikasi dan koordinasi. Selain itu, jumlah dewan direksi yang besar juga
membuat pengawasan yang dilakukan akan semakin sulit, sehingga
menimbulkan permasalahan agensi yang muncul dari pemisahan antara
manajemen dan control. Semakin besar jumlah dewan direksi juga akan
berpengaruh pada peningkatan biaya agensi. Apabila terjadi permasalahan
dalam komunikasi, koordinasi, pengawasan dan peningkatan pada biaya
agensi maka perusahaan akan cenderung mengalami financial distress.

 Operating Conditions

Menurut Rino (2020), operating conditions atau beban kerja adalah
sejumlah tugas berkaitan dengan perusahaan yang harus diselesaikan oleh
karyawan dalam jangka waktu tertentu. Apabila karyawan tidak berhasil
menyelesaikan tugas tersebut, maka tugas tersebut akan menjadi beban. Sementara
menurut Saane et al., (2003) dalam Valei dan Jiroudi (2016), operating conditions
(operating procedures) adalah beban kerja, yang berkaitan dengan jumlah dokumen
atau pekerjaan lain dalam suatu organisasi atau perusahaan yang harus diselesaikan.
Menurut Fitriana (2018), operating conditions atau beban kerja adalah
pekerjaan sehari – hari yang dilakukan seorang karyawan di dalam organisasi.
Beban kerja berkaitan dengan tanggung jawab yang harus diselesaikan karyawan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Beban kerja yang berlebih akan terasa
memberatkan karyawan, hal ini berdampak pada kinerja karyawan tersebut

Financial distress

Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress merupakan suatu
kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau sedang
krisis. Dengan kata lain financial distress merupakan suatu kondisi dimana
perusahaan mengalami kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajibankewajibannya.
Sedangkan kesulitan keuangan merupakan kesulitan likuiditas sehingga
perusahaan tidak mampu menjalankan kegiatan operasinya dengan baik (Trijadi,
1999). Kesulitan keuangan dapat diartikan dalam beberapa kategori yaitu sebagai
berikut :
1. Economic Failure, yaitu kegagalan ekonomi yang berarti bahwa pendapatan
perusahaan tidak dapat menutup biayanya sendiri. Ini berarti tingkat labanya
lebih kecil dari biaya modal.
2. Bussines Failure, didefenisikan sebagai usaha yang menghentikan operasinya
dengan akibat kerugian bagi kreditur, dan kemudian dikatakan dengan akibat
kerugian bagi kreditur, dan kemudian dikatakan gagal meskipun tidak melalui
kebangkrutan secara normal.
3. Technical insolvency, sebuah perusahaan dapat dinilai mengalami kesulitan
keuangan apabila tidak memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo. Technical
insolvency ini menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara
dimana pada suatu waktu perusahaan dapat mengumpulkan uang untuk
memenuhi kewajibannya dan tetap beroperasi.
4. Insolvency in bankcrupy, sebuah perusahaan dapat dikatakan mengalami
kesulitan keuangan bilamana nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai
pasar dari asset perusahaan.
5. Legal Bankcrupy, sebuah perusahaan dikatakan sebagai bangkrut secara
hukum, kecuali diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.
Indikasi terjadinya kesulitan keuangan atau financial distress dapat
diketahui dari kinerja keuangan suatu perusahaan. Kinerja keuangan dapat
diperoleh dari informasi akuntansi yang berasal dari laporan keuangan. Laporan
keuangan merupakan laporan mengenai posisi kemampuan dan kinerja keuangan
perusahaan serta infromasi lainnya yang diperlukan oleh pemakai informasi
akuntansi. Menurut standar akuntansi keuangan (2007) laporan keuangan
merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang
lengkap terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan,
catatan dan laporan lain yang berkaitan dengan laporan tersebut.
Berbagai pihak dapat menggunakan laporan keuangan sebagai dasar
pengambilan keputusan untuk melakukan aktifitas investasi dan pendanaan, baik
pihak internal maupun eksternal perusahaan. Pihak-pihak eksternal perusahaan
biasanya bereaksi terhadap sinyal distress seperti penundaan pengiriman barang,
masalah kualitas produk, tagihan dari bank dan lain sebagainya yang
menyebabkan perubahan terhadap biaya operasi sehingga perusahaan tidak
mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Luciana dan Emanuel (2003), dan Luciana dan Meliza (2003) dalam
Luciana (2006) melakukan penelitian dengan menggunakan perusahaan yang
mengalami kondisi financial distress terlihat pada kondisi laporan keuangan yang
menunjukkan laba bersih (net income) negatif. Penggunaan laba bersih (net
income) sesuai dengan kategori economic failur. Laba bersih (net income) dapat
digunakan sebagai pencegahan dini terhadap financial distress. Apabila
perusahaan memiliki laba bersih (net income) negatif selama beberapa tahun maka
perusahaan akan mengalami kesulitan dalam membayar hutang-hutangnya, karena
hutang lebih besar dari total hutang. Apabila perusahaan tetap mengalami laba
bersih (net income) negatif tidak menutup kemungkinan perusahaan akan
menghentikan kegiatan operasionalnya, dan apabila perusahaan sampai pada tahap
penghentian kegiatan operasional maka perusahaan dapat dinyatakan financial
distress. Namun, apa bila dalam keadaan penghentian operasional tersebut
perusahaan belum mampu membayar hutang-hutangnya maka perusahaan akan
diajukan ke pengadilan untuk tindak lanjut dalam pengembalian hutang-hutang
tersebut dan dinyatakan bangkrut secara hukum.
Financial distress diukur dengan menggunakan variabel dummy dengan
ukuran binomial, yaitu nilai satu (1) apabila perusahaan laba bersih (net income)
negatif termasuk dalam kategori financial distress. Nilai nol (0) apabila
perusahaan memiliki laba bersih (net income) positif selama periode penelitian
yang termasuk dalam kategori non-financial distress.

Supervision

Menurut Adiyati (2019), supervision berperan untuk mengawasi pekerjaan
karyawan di dalam perusahaan, memberikan informasi kepada top manajer
berkaitan dengan karyawan, serta memberi saran yang berguna untuk karyawan
dalam meningkatan kinerjanya. Dalam melakukan penilaian supervisor harus
objektif, transparan, dan bersikap adil. Pada dasarnya supervisor adalah mitra kerja
karyawan, dimana supervisor dan karyawan saling membutuhkan komunikasi
secara efektif.
Menurut Koswara dan Komariah (2011) dalam Setiyadi (2020), supervision
merupakan seseorang yang memiliki kedudukan di dalam perusahaan yang
berwenang melakukan pengawasan, penilaian, dan pembinaan secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Sementara menurut Jin et al., (2016)
dalam Valei dan Jiroudi (2016), mengungkapkan bahwa jika dukungan supervisor
yang dirasakan tinggi, maka karyawan memiliki tingkat kebahagiaan kerja yang
lebih tinggi, yang mana hal tersebut berpengaruh terhadap meningkatnya kinerja
karyawan

Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Marjuni (2015), manajemen sumber daya manusia merupakan
serangkaian aktivitas dalam membuat rencana, mengadakan pengembangan, dan
pemeliharaan terhadap sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Dengan adanya manajemen sumber daya manusia dapat membantu anggota
organisasi untuk bekerja dengan optimal. Sedangkan menurut Saihudin (2019),
manajemen sumber daya manusia merupakan proses melatih, menilai, dan
membina anggota organisasi agar dapat mewujudkan tujuan organisasi, dimana
organisasi harus memperhatikan hal – hal berkaitan dengan keselamatan, kesehatan,
dan kesehjateraan anggotanya.
Menurut Nyoto (2019), manajemen sumber daya manusia adalah suatu
proses dalam mengelola hubungan ketenagakerjaan, mulai dari calon karyawan
sampai menjadi karyawan. Pengelolaan karyawan meliputi proses rekrutmen,
seleksi, pelatihan, penempatan karyawan, dan pengembangan karir, yang mana hal
tersebut bertujuan agar karyawan mampu memberi kontribusi maksimal untuk
organisasi. Adapaun pengertian lain menurut Amrullah (2021), manajemen sumber
daya manusia adalah cara – cara yang dilakukan untuk mengelola hubungan anggota
organisasi secara efektif dan efisien, serta mengatur peran dari masing – masing
anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan rasio yang mengukur seberapa besar
efektivitas manajemen atau eksekutif perusahaan yang dibuktikan dalam
kemampuan menciptakan keuntungan (Hendra, 2009:199). Perusahaan yang
memiliki profitabilitas yang tinggi berarti memiliki laba yang besar.
Indikator yang dapat digunakan sebagai pengukur profitabilitas perusahaan
adalah return on asset (ROA) merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak
atau laba bersih dengan total asset (Slamet Sugiri, 2009: 231).

Mekanisme corporate governance

Prilaku manipulasi laporan keuangan oleh manajer dan berawal dari konflik
kepentingan ini dapat diminimumkan melalui mekanisme yang bertujuan untuk
menyelaraskan berbagai kepentingan tersebut, salah satunya adalah mekanisme
corporate governance (Arya Pradipta, 2011). Unsur-unsur mekanisme corporate
governance dari penelitian ini, meliputi :
1. Ukuran dewan direksi
Mulyadi (2002: 184) mendefinisikan dewan direksi merupakan dewan yang
berguna untuk membentuk suatu kewajiban, larangan, dan sangsi yang harus
dipatuhi oleh setiap pegawai sehingga dapat menjadi pedoman bagi seluruh
pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang
akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun
jangka panjang. Peningkatan ukuran dewan direksi akan memberikan manfaat
bagi perusahaan karena tercipta network dengan pihak luar perusahaan dan
menjamin ketersediaan sumberdaya
2. Ukuran dewan komisaris
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) Pasal 1, definisi dewan komisaris (dewan
pengawas) adalah organ perusahaan yang menjalankan tugas pengawasan
secara umum atau khusus sesuai dengan anggaran dasar yang telah ditetapkan
perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi. Menurut Mulyadi
(2002: 185), dewan komisaris adalah wakil pemegang saham dalam
perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas.
3. Proporsi komisaris independen
Komisaris Independen merupakan komisaris yang tidak ada hubungan
keluarga atau hubungan bisnis dengan direksi maupun pemegang saham.
Pada dasarnya dewan komisaris terdiri dari pihak yang berasal dari luar
perusahaan yang dikenal sebagai komisaris independen dan komisaris yang
terafiliasi, dalam pengertian independen disini adalah mereka diharapkan
mampu melaksanakan tugas-tugasnya secara independen, semata-mata demi
kepentingan perusahaan, dan terlepas dari pengaruh berbagai pihak yang
memiliki kepentingan yang dapat berbenturan dengan kepentingan
perusahaan (Antonius Alijoyo dan Zaini Subarto, 2004: 49).
4. Kepemilikan manajerial
Rustiarini (2008) mendefinisikan kepemilikan manajerial sebagai kondisi
yang menunjukkan bahwa manajer perusahaan memiliki sebagian saham dari
perusahaan. Pihak-pihak yang termasuk kepemilikan manajerial perusahaan
adalah para dewan direksi dan dewan komisaris di perusahaan. Kepemilikan
saham oleh pihak manajemen akan menimbulkan suatu pengawasan yang
lebih fokus terhadap kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh manajemen.
Kepemilikan manajerial dapat diukur dengan cara:

Proses Manajemen

Menurut Schermerhorn (2017) dalam Foster dan Sidharta (2019), proses
manajemen dimulai dari membentuk visi dan misi yang berfungsi untuk
menentukan tujuan organisasi. Setelah terbentuk visi dan misi langkah selanjutnya
adalah menyusun strategi untuk menentukan bagaimana cara mencapai tujuan
organisasi. Setelah menyusun strategi langkah selanjutnya adalah melakukan
implementasi, yaitu mengimpelemntasikan strategi yang telah disusun secara rinci
dengan mengalokasikan sumber daya organisasi.
Adapun pengertian lain menurut Sucahyowati (2017), proses manajemen
terdiri dari lima bagian. Bagian pertama adalah perencanaan, berfungsi untuk
menyusun rencana guna mencapai tujuan organisasi. Kedua adalah
pengorganisasian, berfungsi untuk mengembangkan organisasi dengan berbagai
strategi yang telah disusun. Ketiga adalah kepegawaian, berfungsi untuk merekrut
dan mengembangkan sumber daya organisasi agar mampu bekerja secara optimal.
Keempat adalah pengarahan, berfungsi untuk memberi arahan dan bimbingan
kepada anggota organisasi agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Kelima
adalah pengawasan, berfungsi untuk mengawasi, menilai, dan melakukan koreksi
terhadap anggota organisasi agar dapat bekerja dengan baik.
Sarinah dan Mardalena (2017), menjelaskan proses manajemen terdiri dari
empat langkah. Langkah pertama adalah perencanaan, yaitu serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk membuat strategi yang tepat dalam upaya mewujudkan
tujuan organisasi. Langkah kedua adalah pengorganisasian, yaitu mengintegrasikan
seluruh rencana dan strategi yang telah disusun ke dalam lingkungan organisasi,
dan memastikan seluruh anggota organisasi bekerja secara efektif dan efisien.
Langkah ketiga adalah pengarahan, yaitu implementasi dari rencana dan strategi
yang telah disusun untuk dijalankan seluruh anggota organisasi dengan tanggung
jawab, serta memotivasi anggota organisasi agar dapat bekerja dengan baik.
Langkah keempat adalah pengendalian, yaitu cara yang dilakukan untuk
memastikan seluruh anggota bekerja sesuai dengan rencana yang telah dibuat dan
mampu mencapai target yang telah ditetapkan.

Manajemen

Menurut Sucahyowati (2017), manajemen adalah rangkaian kegiatan
berkaitan dengan perencanaan, kepegawaian, pengorganisasian, dan pengawasan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Rangkaian kegiatan tersebut
dilakukan dengan menggerakkan seluruh sumber daya organisasi. Sedangkan
menurut Abdullah (2014) dalam Muliana et al., (2020), manajemen merupakan
aktivitas dalam menjalankan pekerjaan berkaitan dengan organisasi secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi melalui fungsi perencanaan,
pengarahan, pengorganisasian, dan pengawasan.
Menurut Nurdiansyah dan Saepul (2019), mendefinisikan manajemen
sebagai serangkaian aktivitas yang terdiri dari perencanaan, pengawasan,
pengendalian, dan pelaksanaan dengan memanfaatkan sumber daya perusahaan
untuk mencapai tujuan perusahaan. Sedangkan menurut Naim dan Asma (2019),
manajemen adalah kegiatan yang dilakukan berhubungan dengan membuat
rencana, mengorganisasikan, dan mengendalikan sumber daya organisasi untuk
mewujudkan tujuan organisasi. Adanya pengendalian bertujuan untuk mengawasi
kinerja karyawan di dalam organisai.

Bentuk – Bentuk Investasi

Menurut Fahmi dan Hadi (2009: 7) dalam aktivitasnya
investasi pada umumnya dikenal ada dua bentuk, yaitu :
a. Real Investment (Investasi Nyata)
Investasi nyata (real investment) secara umum melibatkan
asset berwujud seperti tanah, mesin – mesin atau pabrik.
b. Financial Investment (Investasi Keuangan)
Investasi keuangan (financial investment) melibatkan
kontrak tertulis, seperti saham biasa (common stock) dan obligasi
(bond).
Menurut Gunawan (2007:41), ada 6 (enam) macam
bentuk kegiatan investasi antara lain : pendirian usaha baru,
melakukan perluasan usaha atau perluasan keuangan,
merehabilitasi mesin yang telah menurun efisiensinya, membangun
kembali mesin – mesin (rebuilding), mengubah saluran distribusi,
dari distribusi lewat perantara menjadi distribusi melalui
agen/cabang milik perusahaan sendiri, melakukan penelitian –
penelitian untuk : menemukan proses yang lebih efisien,
menciptakan produk – produk baru, dan memperbaiki sistem
informasi manajemen

Tujuan Investasi

Dalam bidang investasi kita perlu menetapkan tujuan yang
hendak dicapai. Menurut Fahmi dan Hadi (2009;6) tujuan investasi
yaitu :
a. Terciptanya keberlanjutan (continuity) dalam investasi tersebut,
b. Terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan yang
diharapkan (profit actual),
c. Terciptanya kemakmuran bagi para pemegang saham,
d. Turut memberikan andil bagi pembangunan bangsa

Pengertian Investasi

Pengertian investasi menurut Tandellin (2010;2) investasi
adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana lainnya yang
dilakukan saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan
di masa datang.
Sedangkan menurut Jogiyanto (2007;5) investasi adalah
penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan didalam produksi
yang efisien selama periode waktu yang ditentukan.

Fungsi – Fungsi Manajemen Keuangan

Fungsi manajemen keuangan menurut Suad Husnan dan
Enny Pudjiastuti (2012:4) dalam bukunya Dasar – Dasar Manajemen
Keuangan mengatakan manajemen keuangan menyangkut kegiatan
perencanaan, analisis dan pengendalian keuangan. Mereka yang
melaksanakan kegiatan tersebut sering disebut manajer keuangan.
Menurut Martono dan Harjito (2008) ada 3 fungsi utama
dalam manajemen keuangan, antara lain sebagai berikut :
a. Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan menyangkut tentang sumber –
sumber dana yang berada di sisi aktiva. Ada beberapa hal
mengenai keputusan pendanaan, yaitu keputusan mengenai
penetapan sumber dana yang diperlukan untuk membiayai
investasi, dan penetapan tentang perimbangan pembelanjaan yang
terbaikatau sering disebut struktur modal yang optimum.
b. Keputusan Pengelolaan Aktiva
Apabila asset telah diperoleh dengan pendanaan yang tepat,
maka asset – asset tersebut memerlukan pengelolaan secara efisien.
Manajer keuangan bersama manajer – manajer lain di perusahaan
bertanggung jawab terhadap berbagai tingkatan dari asset – asset
yang ada. Tanggung jawab tersebut menuntut manajer keuangan
lebih memperhatikan pengelolaan aktiva lancar daripada aktiva
tetap. Manajer keuangan yang konservatif akan mengalokasikan
dananya sesuai dengan jangka waktu asset yang didanai.
c. Keputusan Investasi
Keputusan investasi merupakan keputusan terhadap aktiva
apa yang akan dikelola oleh perusahaan. Keputusan investasi
merupakan keputusan yang paling penting karena keputusan
investasi ini berpengaruh secara langsung terhadap besarnya laba
investasi dan aliran kas perusahaan untuk sewaktu – waktu yang
akan datang

Manajemen Keuangan

Pengertian manajemen keuangan menurut James C.Van
Horne dan John M. Wachawicz Jr (2012;2) manajemen keuangan
(Financial Management) berkaitan dengan perolehan asset,
pendanaan, dan manajemen asset dengan didasari beberapa tujuan
umum. Jadi fungsi keputusan dalam manajemen keuangan dapat
dibagi menjadi tiga utama yaitu investasi, pendanaan, dan manajemen
asset.
Sedangkan menurut Suad Husnan dan Pudjiastuti (2012;4)
manajemen keuangan dapar diartikan membahas tentang investasi,
pembelanjaan dan pengelolaan asset-asset dengan beberapa tujuan
menyeluruh yang direncanakan. Jadi, fungsi keputusan dari
manajemen keuangan dapat dipisahkan kedalam tiga bidang pokok
yaitu keputusan investasi, keputusan pembelanjaan, dan keputusan
manajemen asset.
Dan menurut Irham Fahmi (2013;2) mengemukakan bahwa
manajemen keuangan merupakan penggabungan dari ilmu dan seni
yang membahas, mengkaji, dan menganalisis tentang bagaimana
seorang manajer keuangan dapat mempergunakan seluruh sumber
daya perusahaan untuk mencari dana, mengelola dana, dan membagi
dana dengan tujuan memberi profit atau kemakmuran bagi para
pemegang saham dan suistainability (keberlanjutan) usaha bagi
perusahaan.

Fungsi – Fungsi Manajemen

Adapun fungsi – fungsi manajemen yang dikemukakan oleh
para ahli diantaranya :
menurut G.R. Terry dalam bukunya Principles of
Management(Sukarna,2011:10), membagi empat fungsi dasar
manajememen, yaitu:
a. Planning (perencanaan)
Perencanaan adalah pemilih fakta dan penghubungan fakta – fakta
serta pembuatan dan penggunaan perkiraan – perkiraan atau asumsi
– asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan – kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
b. Organizing (pengorganisasian)
Pengorganisasian ialah penentuan, pengelompokan, dan
penyusunan macam – macam kegiatan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan, penempatan orang – orang (pegawai), terhadap
kegiatan – kegiatan ini, penyediaan faktor – faktor fisik yang cocok
bagi keperluan kerja dan penunjukan hubungan wewenang, yang
dilimpahkan terhadap setiap orang dalam hubungannya dengan
pelaksanaan setiap orang dalam hubungannya dengan pelaksanaan
setiap kegiatan yang diharapkan.
c. Actuating (pelaksanaan)
Penggerakan adalah membangkitkan dan mendorong semua
anggota kelompok agar supaya berkehendak dan berusaha dengan
keras untuk mencapai tujuan dengan ikhlas serta serasi dengan
perencanaan dan usaha – usaha pengorganisasian dari pihak
pimpinan.
d. Controlling (pengawasan)
Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang
harus dicapai yaitu standard, apa yang sedang dilakukan yaitu
pelaksanaan, menilai pelaksanaan, dan bilamana perlu melakukan
perbaikan – perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan
rencana, yaitu selaras dengan standard (ukuran).
Sedangkan menurut Handoko (2009;23), fungsi manajemen
terdiri dari planning, organizing, staffing, leading, dan controlling.Dan
menurut Henry Frayol (2010;179), manajer menjalankan fungsi
manajemen, yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengoordinasi, dan
mengendalikan. Dan biasa juga dengan: perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian

Pengertian Manajemen

Menurut G.R. Terry (2010;16) menjelaskan bahwa
manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri atas tindakan –
tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengendalian untuk mennetukan serta mencapai tujuan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Handoko (2009:8) mendefinisikan manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha –
usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya – sumber
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.
Sedangkan menurut Hasibuan (2013;1), manajemen adalah
ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien.

Keterkaitan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai

Motivasi dapat dipahami juga sebagai suatu motif, setiap individu yang
bekerja tentu memiliki suatu motif yang ingin ia raih untuk memenuhi kebutuhan
ataupun keinginannya. Dalam suatu perusahaan kebutuhan pegawai merupakan hal
pokok yang harus terpenuhi guna tercapainya kegiatan perusahaan yang berjalan
dengan baik sesuai dengan harapan perusahaan. Dengan terpenuhinya kebutuhan para
pegawai maka akan timbul suatu dorongan yang menyebabkan para pegawai tersebut
meningkatkan kualitas kinerjanya demi meraih motif yang diharapkannya.
Adapun hubungan motivasi terhadap kinerja yang dikemukakan oleh Henry
Simamora (dalam Mangkunegara, 2005;14) menyatakan bahwa :
Terdapat hubungan antara motivasi kerja terhadap kinerja.
Faktor yang mempengaruhi kinerja diantaranya yaitu
motivasi kerja. Hal ini dilihat dari pernyataan Henry
Simamora mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja, diantaranya faktor psikologis, dalam faktor ini
terdapat variabel motivasi kerja terhadap pekerjaannya
sendiri.

Corporate governance

Keputusan menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002,
mendefinisikan corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organisasi BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. FCGI (Forum
Corporate Governance for Indonesia) mendefinisikan corporate governance
dalam publikasi pertamanya yang diambil dari Cadbury Committee of United
Kingdom sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Disamping itu FCGI juga
menjelaskan, bahwa tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan
nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development ) menguraikan ada
empat unsur penting dalam Corporate Governance, yaitu:
1. Fairness (Keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham,
termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham
asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
2. Transparency (Transparansi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang
terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang
menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan
perusahaan.
3. Accountability (Akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta
mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen
dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris
(dalam Two Tiers System).
4. Responsibility (Pertanggungjawaban). Memastikan dipatuhinya peraturan
serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai
sosial.(OECD Business Sector Advisory Group on Corporate Governance,
1998)
Prinsip-prinsip Corporate governance dari OECD menyangkut hal-hal
sebagai berikut:
1. Hak-hak para Pemegang Saham;
2. Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham;
3. Peranan semua pihak yang berkepentingan (stekeholders) dalam Corporate
Governance;
4. Transparansi dan Penjelasan;
5. Peranan Dewan Komisaris.
Indrayani dan Nurkholis (2001) memberikan tiga model yang dikenal
dalam good corporate gavernance, diantaranya adalah :
1. Principal agent model (agency theory), yaitu korporasi dikelola untuk
memberikan win-win solution bagi pemegang saham sebagai pemilik di
suatu pihak dan manajer sebagai agen di lain pihak. Dalam model ini,
diasumsikan bahwa kondisi corporate governance suatu perusahaan yang
akan direfleksikan secara baik dalam bentuk sentimen pasar (yaitu: pasar
modal, pasar produk, pasar input).
2. The myopic market model, masih memfokuskan perhatian pada
kepentingankepentingan pemegang saham dan manajer, yaitu sentimen
pasar lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar corporate
governance.
3. Stakeholder model, yang memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang
terkait dengan korporasi secara luas, artinya dalam mencapai tingkat
pengembalian yang menguntungkan bagi pemegang saham, manajer harus
memperhatikan adanya batasan-batasan yang timbul dalam lingkungan
dimana mereka beroperasi, diantaranya : masalah etika dan moral, hukum,
kebijakan pemerintah, lingkungan hidup, sosial, budaya, politik, dan
ekonomi.

Manfaat Penilaian Kinerja

Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber
daya manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan bagian penting dari seluruh
proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal ini penting juga bagi perusahaan
dimana karyawan tersebut bekerja. Bagi karyawan, penilaian tersebut berperan
sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan,
dan potensi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana
dan pengembangan karir.
Bagi organisasi atau perusahaan sendiri, hasil penilaian tersebut sangat
penting artinya dan peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal,
seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekruitment, seleksi,
program pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain
dari proses dari manajemen sumber daya manusia secara efektif.
Adapun Andrew E. Sikula (1981;205) menjelaskan yang dikutip oleh A. A.
Anwar Prabu Mangkunegara (2001;69) sebagai berikut:
Employee appraising is the systematic evaluation of a worker’s
job performance and potential for development. Appraising is
the process of estimating or judging the value, excellence,
qualities, or status of some object, person, or thing.(Penilaian
pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan
pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian
adalah proses penaksiran atau penentuan nilai, kualitas atau
status dari beberapa objek, orang ataupun sesuatu).

Agency theory

Agency theory menjelaskan tentang hubungan kontraktual antara pihak
yang mendelegasikan pengambilan keputusan tertentu (principal/pemilik/
pemegang saham) dengan pihak yang menerima pendelegasian tersebut
(agent/direksi/manajemen). Agency theory memfokuskan pada penentuan kontrak
yang paling efisien yang mempengaruhi hubungan principal dan agen (Antonius
Alijoyo dan Zaini Subarto, 2004: 6). Elyanto (2013) menjelaskan hubungan yang
terjadi antara principal dan agent, dimana pemilik dan pemegang saham
perusahaan sebagai principal sedangkan pihak manajemen sebagai agent.
Teori keagenan menekankan pada pentingnya pendelegasian wewenang
dari principal kepada agent, dimana agent mempunyai kewajiban untuk
mengelola perusahaan sesuai dengan kepentingan principal. Dengan adanya
pendelegasian wewenang dari principal kepada agent, maka berarti bahwa agent
yang mempunyai kekuasaan dan pemegang kendali suatu perusahaan dalam
kelangsungan hidupnya, karena itulah agent dituntut agar bisa selalu transparan
dalam kegiatan pengelolaannya atas suatu perusahaan. Untuk itu, melalui laporan
keuangan agent dapat menunjukkan salah satu bentuk pertanggungjawabannya
atas kinerja yang telah dilakukannya terhadap perusahaan.
Agent ditunjuk oleh principal untuk mengelola perusahaan dimana di
dalamnya juga terkandung pendelegasian wewenang dari principal terhadap agent
dalam pengambilan keputusan perusahaan atas nama pemilik. Dengan demikian,
agent akan mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan
principal. Ketimpangan informasi ini lebih sering disebut sebagai asimetri
informasi (Pembayun, 2012). Asimetri informasi adalah informasi yang tidak
seimbang dimana disebabkan adanya distribusi informasi yang tidak sama antara
principal dan agent yang berakibat pada timbulnya dua permasalahan yang
disebabkan adanya kesulitan principal untuk memonitor dan melakukan kontrol
terhadap tindakan-tindakan agent (Emirzon, 2006).
Konflik kepentingan terjadi tidak hanya antara investor dan manajer,
tetapi juga antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas.
Controlling shareholders biasanya mengendalikan keputusan manajemen dan
cenderung mengabaikan kepentingan minority shareholders. Keleluasaan
manajemen dalam mengelola dana guna mencapai hasil yang maksimal bagi
perusahaan bisa mengarah pada memaksimalkan tambahan ekonomis bagi
kepentingan pribadi (kepentingan para agent ) dengan beban dan biaya yang harus
ditanggung oleh perusahaan, sehingga dalam menyajikan laporan atas penggunaan
dan pengelolaan dana oleh para agent tidak melaporkan informasi keuangan
perusahaan sesuai dengan yang sebenarnya (Ernawan, 2011). Dengan kata lain,
para agent merekayasa laporan keuangan perusahaan guna menghindari resiko
ditemukannya fraud yang dilakukan. Disamping itu, kinerja manajemen yang
diukur dari keberhasilannya dalam memaksimalkan laba perusahaan, mendorong
para agent untuk melakukan earnings management dalam penyusunan laporan
keuangan, dimana agent merekayasa laba perusahaan agar kinerja dalam
mengelola perusahaan dinilai baik oleh para pemegang saham.
Konsep GCG timbul berkaitan dengan principal-agency theory, yaitu
untuk menghindari konflik antara principal dan agent-nya (www.bpkp.go.id,
2012). Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola
dengan baik sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak. Teori agensi
menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan
pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga ahli (agent) yang lebih mengerti
dalam menjalankan pengelolaan perusahaan (Sutedi, 2011). Sedangkan, teori
agensi tersebut mendorong munculnya konsep GCG dalam pengelola bisnis
perusahaan, dimana GCG diharapkan dapat meminimumkan hal-hal tersebut
melalui pengawasan terhadap kinerja para agent. GCG memberikan jaminan
kepada para pemegang saham bahwa dana yang diinvestasikan dikelola dengan
baik dan para agent bekerja sesuai dengan fungsi, tanggung jawab dan untuk
kepentingan perusahaan.

Unsur-unsur Kinerja

Unsur-unsur kinerja yang dinilai untuk seorang pegawai menurut Malayu S.P
Hasibuan (2012;95) adalah sebagai berikut:
1. Kesetiaan
Penilai mengukur kesetiaan karyawan terhadap
pekerjaannya, jabatannya, dan organisasi. Kesetiaan ini
dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan
membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan
dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab.
2. Prestasi Kerja
Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun
kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan tersebut dari
uraian pekerjaannya.
3. Kejujuran
Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugastugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri
maupun terhadap orang lain seperti kepada para
bawahannya.
4. Kedisiplinan
Penilai menilai disiplin karyawan dalam memenuhi
peraturan-peraturan yang ada dan melakukan
pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan
kepadanya.
5. Kreativitas
Penilai menilai kemampuan karyawan dalam
mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaikan
pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan
berhasil guna.
6. Kerjasama
Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan
bekerjasama dengan karyawan lainnya secara vertical
atau horizontal di dalam maupun di luar pekerjaan
sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.
7. Kepemimpinan
Penilai menilai kemampuan untuk memimpin,
berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati,
berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau
bawahannya untuk bekerja secara efektif.
8. Kepribadian
Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku,
kesopanan, periang, disukai, memberi kesan
menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta
berpenampilan simpatik dan wajar.
9. Prakarsa
Penilai menilai kemampuan berpikir yang orisinal dan
berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis,
menilai, menciptakan, memberikan alasan,
mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan
penyelesaian masalah yang dihadapinya.
10. Kecakapan
Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyetukan
dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang
semuanya terlibat di dalam penyusunan kebijaksanaan
dan di dalam situasi manajemen.
11. Tanggung Jawab
Penilai menilai kesediaan karyawan dalam
mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya,
pekerjaan, dan hasil kerjanya, sarana dan prasa

Penerapan Prinsip Good Governance dan Kinerja Keuangan Perusahaan

FCGI (2000) menyebutkan bahwa dengan melaksanakan good
governance, salah satu manfaat yang bisa dipetik adalah meningkatkan
kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan
yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta
lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. Mekanisme good
corporate governance yang baik akan memberikan perlindungan kepada
para pemegang saham dan direktur untuk memperoleh kembali atas
investasi dengan wajar, tepat dan seefisien mungkin, serta memastikan
bahwa manajemen bertindak sebaik yang dapat dilakukan untuk
kepentingan perusahaan. Walaupun banyak yang menyadari pentingnya
prinsip good corporate governance, banyak pihak yang melaporkan
masih rendahnya perusahaan-perusahaan di Indonesia yang menerapkan
prinsip tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukan Sulistyanto dan Nugraheri (2002)
yang menguji apakah penerapan prinsip goodcorporate governance dapat
menekan manipulasi laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI.
Hasilnya menunjukan tidak ada perbedaan manipulasi sebelum dan
sesudah adanya kewajiban untuk menerapkan prinsip tersebut. Hal ini
mengindikasikan masih banyak perusahaan di Indonesia yang belum
menerapkan prinsip goodcorporate governance

Kriteria Pengukuran Kinerja

Setelah diuraikannya definisi kinerja di atas, disini peneliti akan
mengemukakan pengukuran kinerja yang dikutip oleh Donni Juni Priansa
(2014;271) sebagai berikut:
1. Kuantitas pekerjaan (Quantity of Work)
Kuantitas pekerjaan berhubungan dengan volume
pekerjaan dan produktivitas kerja yang dihasilkan oleh
pegawai dalam kurung waktu tertentu.
2. Kualitas Pekerjaan (Quality of Work)
Kualitas pekerjaan berhubungan dengan pertimbangan
ketelitian, presisi, kerapian, dan kelengkapan di dalam
menangani tugas-tugas yang ada di dalam organisasi.
3. Kemandirian (Dependability)
Kemandirian berkenaan dengan pertimbangan derajat
kemampuan pegawai untuk bekerja dan mengemban tugas
secara mandiri dengan meminimalisir bantuan orang lain.
Kemandirian juga menggambarkan kedalam komitmen
yang dimiliki oleh pegawai.
4. Inisiatif (Initiative)
Inisiatif berkenaan dengan pertimbangan kemandirian,
fleksibilitas berfikir, dan kesedian untuk menerima
tanggung jawab.
5. Adaptabilitas (Adaptavility)
Adaptabilitas berkenaan dengan kemampuan untuk
beradaptasi, mempertimbangkan kemampuan untuk
bereaksi terhadap mengubah kebutuhan dan kondisikondisi.
6. Kerjasama (Cooperation)
Kerjasama berkaitan dengan pertimbangan kemampuan
untuk bekerjasama dengan orang lain. Apakah
assignements, mencangkup lembur dengan sepenuh hati.

Pengaruh Kepemilikan Institusional dan Kinerja Keuangan Perusahaan

Kepemilikan institusional merupakan suatu kepemilikan saham
oleh perusahaan yang dimiliki oleh lembaga atau institusi lain seperti
bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi
lainnya.
Secara teoritis bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional
maka semakin kuat kontrol terhadap perusahaan, kinerja/nilai perusahaan
akan naik apabila pemilik perusahaan bisa mengendalikan perilaku
manajemen agar bertindak sesuai dengan tujuan perusahaan (Darwis,
2009). Hasil penelitian Wulandari (2006) dan Hapsoro (2008)
menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh
terhadap kinerja keuangan perusahaan. Namun menurut Widyati (2013)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan institusional
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Semakin besar nilai kepemilikan institusional maka semakin kuat
kontrol terhadap perusahaan sehingga pemilik perusahaan bisa
mengendalikan perilaku manajemen agar bertindak sesuai dengan tujuan
perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan

Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai pegawai dalam mengemban tugas
dan pekerjaan yang berasal dari organisasi. Kinerja sangatlah penting peranannya
dalam kelangsungan hidup suatu organisasi.
Pada umumnya kinerja dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan,
pengalaman, kemampuan belajar, dan kesungguhan pegawai itu sendiri. Adapun
pengertian kinerja yang dikutip oleh Donni Juni Priansa (2014;269) yaitu:
Kinerja dalam bahasa Inggris disebut dengan job performance
atau actual performance atau level of performace, yang
merupakan tingkat keberhasilan pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Kinerja bukan merupakan
karakteristik individu, seperti bakat atau kemampuan, namun
merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu
sendiri. Kinerja merupakan perwujudan dari kemampuan
dalam bentuk karya nyata. Kinerja merupakan hasil kerja
yang dicapai pegawai dalam mengemban tugas dan pekerjaan
yang berasal dari organisasi.
Kemudian adapun pengertian kinerja menurut A. A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2001;67) yaitu “Pengertian Kinerja (Prestasi Kerja) adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”
Selain itu Levinson mendefinisikan kinerja yang dikutip oleh Marwansyah
(2014;229) bahwa “Kinerja atau unjuk kerja adalah pencapaian atau prestasi
seseorang berkenaan dengan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya”