Blockchain adalah struktur data yang terdiri atas rangkaian data atau disebut
juga sebagai block yang saling terhubung [6], dimana setiap block tersebut berisi
banyak data transaksi
Setiap block pada blockchain pasti memiliki hash dari dirinya sendiri dan
hash dari block sebelumnya. Hal tersebut yang membuat setiap block pada
blockchain dapat saling terhubung. Selain itu, hal ini juga menyebabkan
blockchain bersifat immutable atau tidak dapat diubah, karena jika data pada suatu
block diubah, maka hash dari block tersebut akan berubah dan hash yang disimpan
oleh block berikutnya akan menjadi tidak valid, sehingga akan menyebabkan rantai
dari block yang ada terputus.
Rangkaian block pada blockchain tidak disimpan hanya pada satu komputer
saja, melainkan didistribusikan ke seluruh komputer yang disebut sebagai node
pada jaringan blockchain tersebut. Maka dari itu, blockchain mengurangi risiko
terjadinya single point of failure [8]. Selain itu terdapat juga mekanisme konsesus
yang berfungsi untuk melakukan persetujuan terhadap kondisi data dalam
blockchain pada suatu waktu. Hal tersebut akan mencegah terjadinya manipulasi
data yang dilakukan oleh suatu pihak yang tidak bertanggung jawab
Supply Chain Management
“SCM (Supply chain management) adalah konsep atau mekanisme untuk
meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui
optimalisasi waktu, lokasi, dan aliran kuantitas bahan.” [5]. Supply chain
management terdiri atas organisasi, sumber daya manusia (SDM), aktivitas,
informasi, dan beberapa sumber daya lainnya. Pada SCM, seluruh sumber daya
tersebut saling terkait untuk memindahkan suatu produk mulai dari pemasok
hingga sampai kepada pelanggan.
Suppy chain management berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas dari proses supply chain untuk setiap stakeholder yang terlibat,
misalnya supplier, manufacturer, warehouse, dan stores. Tanpa adanya SCM,
koordinasi antara para stakeholder tersebut dapat menjadi tidak teratur dan
berpotensi menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi pihak-pihak yang
terlibat. Beberapa manfaat lainnya dari SCM adalah dapat meningkatkan
pendapatan stakeholder, menurunkan biaya, dan meningkatkan kepuasan
pelanggan
Sistem Jaminan Halal
Sistem jaminan halal adalah sebuah sistem yang berfungsi untuk menjamin
kehalalan suatu produk milik perusahaan pemegang sertifikat halal beserta dengan
proses produksi sesuai dengan ketentuan dari LPPOM MUI. Berdasarkan HAS
23000, sebuah sistem jaminan halal memiliki 11 kriteria [4], yaitu:
- Kebijakan Halal
Kebijakan halal merupakan hal-hal tertulis yang ditetapkan oleh pihak
manajemen puncak dan harus ditaati oleh seluruh stakeholder yang
bersangkutan agar dapat menghasilkan produk halal secara konsisten. - Tim Manajemen Halal
Tim manajemen halal merupakan sekelompok orang yang bertanggung
jawab atas sistem jaminan halal suatu perusahaan. Tim tersebut bertugas
untuk melakukan perencanaan, implementasi, evaluasi, dan perbaikan dari
SJH tersebut. - Pelatihan
Pelatihan merupakan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) pekerja yang terlibat
agar mencapai tingkat kompetensi yang diinginkan. Pelatihan harus
disampaikan oleh orang yang kompeten pada bidangnya dan dilaksanakan
setidaknya setahun sekali. - Bahan
Bahan-bahan yang terlibat dapat dikelompokkan menjadi bahan kritis dan
tidak kritis. Bahan kritis merupakan bahan yang berstatus tidak halal atau
haram. Bahan kritis harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang
cukup. - Fasilitas Produksi
Fasilitas produksi yang digunakan dalam proses menghasilkan produk,
seperti bangungan, ruangan, mesin, dan seluruh peralatan harus sesuai - engan ketentuan yang diberikan agar kehalalan terjamin. Terdapat
- ketentuan yang berbeda untuk berbagai fasilitas produksi, seperti untuk
- insdustri olahan pangan, obat-obatan, kosmetika, restoran, dan rumah potong
- hewan (RPH).
- Produk
Produk dapat berupa produk retail, non-retail, produk akhir, atau produk
antara. Produk tersebut harus mengikuti beberapa kriteria, diantaranya tidak
boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah pada produk
haram. Lalu bentuk, kemasan, atau label produk tidak boleh
menggambarkan sifat erotis, vulgar atau porno. - Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
Aktivitas kritis adalah proses yang dapat mempengaruhi kehalan dari suatu
produk, misalnya penggunaan bahan baru untuk produk yang sudah
disertifikasi, transportasi bahan, penyimpanan bahan, dan sebagainya.
Aktivitas tersebut dapat berbeda untuk setiap perusahaan, sehingga harus ada
SOP (Standard Operating Procedure) tertulis dalam mengatur aktivitas kritis. - Kemampuan Telusur
Produk harus dapat ditelusuri untuk memastikan bahan-bahan yang terlibat
telah disetujui oleh LPPOM MUI dan proses produksi dilakukan pada fasilitas
yang memenuhi kriteria. - Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
Produk yang tidak memenuhi kriteria tidak boleh diproses ulang, tetapi
harus dimusnahkan dan tidak boleh dijual ke konsumen yang membutuhkan
produk halal. Produk tidak memenuhi kriteria yang sudah terlanjur dijual
harus ditarik kembali dari pasar. Prosedur tertulis mengenai proses tersebut
harus dimiliki oleh perusahaan. - Audit Internal
Audit internal harus dilakukan oleh perusahaan untuk memastikan proses
seluruhnya berjalan sesuai kriteria. Audit internal harus dilakukan
setidaknya sekali dalam satu tahun. - Kaji Ulang Manajemen
Kaji ulang harus dilakukan oleh perusahaan setidaknya sekali dalam setahun
dan memiliki prosedur tertulis
Pengaruh Brand Image Terhadap Minat Beli Ulang
Brand Image ialah segala sesuatu yang berperan vital dan dijadikan fokus
utama bagi pembisnis. Pembeli cenderung menempatkan Brand Image sebagai
tolok ukur sebelum mereka membeli suatu produk. Brand Image yang baik tentu
bisa berdampak lebih baik terhadap pembeli. Bila merek bercita buruk, tentunya
konsumen pun tidak memiliki ketertarikan terhadap merek tersebut sehingga
keinginan untuk membeli pun berkurang (Patrichia, et al., 2023). Brand Image
merupakan seperangkat karakteristik berwujud dan tidak berwujud, seperti ide,
keyakinan, nilai, minat, dan sifat yang membuatnya unik (Lukitaningsih, et al.,
2023).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Fandiyanto dan Kurniawan
(2019) menunjukan bahwa Brand Image berpengaruh positif terhadap minat beli
ulang. Terdapat juga hasil penelitian Lukitaningsih, et al., (2023) yang menyatakan
bahwa Brand Image berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli ulang
Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Minat Beli Ulang
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 69 tahun 1999, label halal
tentang label halal dan iklan pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan
yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau atau bentuk lain yang
disertakan dalam pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada dan atau
merupakan bagian kemasan pangan. Menurut peraturan pemerintah Pasal 10 pasal
9, setiap orang yang memproduksi dan mengemas pangan yang dikemas keseluruh
wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut
halal bagi umat islam bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan
wajib mencancantumkan keterangan halal pada label (Izzuddin, 2018). Label halal
merupakan pemberian pernyataan halal pada produk sebagai tanda bahwa produk
tersebut telah memenuhi kriteria layak konsumsi menurut ajaran Islam (Aditi,
2019).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohadatul (2021)
menunjukan bahwa Label halal berpengaruh positif terhadap minat beli ulang.
Terdapat juga hasil penelitian Alinda & Adinugraha (2022) yang menyatakan
bahwa Label Halal berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli ulang
Indikator Brand Image
Menurut Aaker, (2013), ada beberapa indikator Brand Image, antara lain:
- Recognition (pengakuan), tingkat dikenalnya sebuah merek oleh konsumen.
Jika sebuah merek tidak dikenal, maka produk dengan merek tersebut harus
dijual dengan mengandalkan harga yang murah. - Reputation (reputasi), tingkat atau status yang cukup tinggi bagi sebuah merek
karena lebih terbukti memiliki track record yang baik. - Affinity (afinitas), Suatu emosional relationship yang timbul antara sebuah
merek dengan konsumennya. Produk dengan merek yang disukai oleh
konsumen akan lebih mudah dijual dan produk dengan memiliki persepsi
kualitas yang tinggi akan memiliki reputasi yang baik
Pengertian Brand Image
Brand Image adalah persepsi terhadap suatu merek yang dicerminkan oleh
asosiasi merek yang tersimpan dalam ingatan konsumen. Citra adalah konsep yang
mudah dipahami, tetapi karena abstrak, sulit untuk dijelaskan secara sistematis
(Prabowo, et al., 2020). Brand image menurut Aaker, (2013) merupakan
serangkaian asosiasi yang ada dalam benak konsumen terhadap suatu brand,
biasanya terorganisasi menjadi suatu makna. Hubungan terhadap suatu brand akan
semakin kuat jika didasarkan pada pengalaman dan menadapat banyak informasi.
Brand Image juga berperan sangat penting dan dijadikan fokus utama bagi
pembisnis. Pembeli cenderung menempatkan Brand Image sebagai tolak ukur
sebelum mereka membeli suatu produk. Brand Image yang baik/positif tentu bisa
berdampak lebih baik terhadap pembeli. Bila merek bercita buruk, tentunya
konsumen pun tidak memiliki ketertarikan terhadap merek tersebut sehingga
keinginan untuk membeli pun berkurang. Dampak lain yang sering terasa, yaitu
meningkat atau menurunnya rasa percaya pembeli terhadap merek. Kepercayaan
makin bertambah mampu menciptakan konsumen menjadi menyukai dan akan terus
mengonsumsi merek tersebut (Patrichia, et al., 2023)
Indikator Label Halal
Indikator label halal Aditi, (2019) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
- Terdapat Logo Halal pada kemasan, label halal pada produk makanan atau
minuman, bertujuan untuk membedakan antara produk halal dan tidak halal.
Label halal merupakan pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada
kemasan produk untuk menunjukan bahwa produk yang dimaksud berstatus
produk halal. - Terdapat label komposisi, Komposisi merupakan informasi yang terdiri dari
bahan baku yang digunakan dalam makanan atau minuman tersebut.
Terdapat label kandungan nutrisi, Label nutrisi merupakan informasi mengenai
nilai gizi yang terkandung di dalam suatu produk makanan atau minuman.
Nutrisi adalah zat-zat yang terkandung pada makanan yang diperuntukan bagi
hewan maupun tumbuhan
Pengertian Label Halal
Labelisasi halal adalah pecantuman tulisan atau pernyataan halal pada
kemasan atau produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus
sebagai produk halal. Menurut UU No.33 Tahun 2014 Pasal 1 tentang jaminan
produk halal, yang dimaksud produk halal adalah produk yang telah dinyatakan
halal sesuai dengan syariat Islam (Hidayat & Resticha, 2019). Adapun menurut
Hendradewi, et al., (2021) Pencantuman sertifikasi dan label halal merupakan
sarana komunikasi yang efektif bagi konsumen agar memudahkan dalam memilah
makanan halal dengan lebih mudah. Sertifikasi halal berlaku selama 2 tahun dan
harus diperpanjang bulan sebelum masa berlakunya habis. Sertifikat Halal yang
diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) merupakan
syarat untuk mendapatkan izin pencantuman label halal pada kemasan produk dari
instansi pemerintah yang berwenang. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
terdapat hubungan antara labelisasi halal dan minat beli ulang. Hal ini dibuktikan
Aditi, (2019); Rohadatul, (2021) menyatakan bahwa labelisasi halal berpengaruh
positif dan signifikan terhadap minat beli ulang
Pengertian Minat Beli Ulang
Minat beli ulang adalah sebuah perilaku konsumen dimana konsumen
mempunyai keinginan untuk membeli atau memilih suatu produk berdasarkan
pengalaman dalam memilih, menggunakan dan mengkonsumsi atau bahkan
menginginkan suatu produk (Lestari & Novitaningtyas, 2021). Hal ini selaras
dengan Hidayat & Resticha, (2019) yang menyatakan bahwa minat beli ulang
merupakan minat pembelian yang didasarkan atas pengalaman pembelian yang
telah dilakukan dimasa lalu oleh konsumen. Adapun menurut Zahroq & Asiyah
(2022) Minat beli ulang didefinisikan juga sebagai keinginan konsumen untuk
melakukan pembelian lagi sebagai akibat dari pembelian sebelumnya yang
memenuhi ekspektasinya. Sehingga bisa disimpulkan minat beli ulang yaitu
kehendak untuk melakukan pembelian ulang akan suatu barang yang telah
dikonsumsi sebelumnya.
b. Indikator Minat Beli Ulang
Lestari & Novitaningtyas (2021), menjelaskan bahwa minat beli ulang bisa
diidentifikasi oleh beberapa indikator sebagai berikut:
- Minat referensial yang merupakan minat seseorang untuk mereferensikan pada
orang lain, - Minat eksploratif yang merupakan minat seseorang mencari informasi pada
produk yang diinginkannya, - Minat transaksional yaitu kecenderungan untuk bertransaksi dan membeli
produk, - Minat preferensial yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang
memiliki preferensi utama pada produk tersebu
Indikator – indikator Minat Beli
Terdapat beberapa indikator yang menjadi tolak ukur dalam minat beli.
Berikut adalah indikator – indikator pengukuran minat beli menurut
pendapat Shiffman dan Kanuk (2010 : 470-471), yaitu :
a. Ingin Mengetahui Produk
Dalam tahap ini, konsumen belum melakukan tindakan apapun. Akan
tetapi, konsumen memberikan respon awal terhadap promosi yang
diluncurkan oleh suatu merek. Muncul sedikit rasa ingin tahu, namun
belum ada tindakan apapun.
b. Tertarik Untuk Mencari Informasi Mengenai Produk
Rasa ingin tahu yang telah muncul sebelumnya kemudian berubah
menjadi ketertarikan untuk mencari informasi mengenai produk.
Pencarian informasi dilakukan oleh konsumen melalui berbagai media,
baik melalui media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti
majalah yang memuat iklan maupun advertorial yang membahas produk
yang bersangkutan. Sedangkan media elektronik seperti iklan elektronik,
website produk yang bersangkutan, baik dari berbagai sumber lainnya.
Selain melalui media, pencarian informasi mengenai produk juga dapat
melalui referensi lain yaitu dengan bertanya kepada teman, keluarga, dan
lingkungan sekitar konsumen.
c. Tertarik Untuk Mencoba
Setelah mendapatkan informasi yang lengkap mengenai produk
melalui berbagai referensi, konsumen kemudian dapat menilai apakah
produk tersebut sesuai dengan kebutuhan. Jika konsumen merasa ada
kecocokan dengan produk tersebut, maka akan muncul rasa ketertarikan
untuk mencoba.
d. Mempertimbangkan untuk Membeli
Rasa ketertarikan tersebut akan membuat konsumen berpikir apakah
ia benar – benar akan membeli produk tersebut. Apakah produk tersebut
dibutuhkan, dan apakah produk tersebut benar – benar sesuai dan cocok
untuk dirinya.
Menurut Ferdinand (dalam Veronika 2016:24) minat beli dapat
diidentifikasi melalui indikator – indikator sebagai berikut :
1) Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli
produk.
2) Minat refrensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk
mereferensikan produk kepada orang lain.
3) Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku
seseorang yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut.
Prefrensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk
preferensinya.
4) Minat eksploratif, yaitu minat ini menggambarkan perilaku seseorang
yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan
mencari informasi untuk mendukung sifat – sifat positif dari produk
tersebut.
Menurut Winkel (dalam Arumni 2013:23) Faktor – faktor yang
mempengaruhi minat dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu :
a) Minat secara intrisik, yaitu minat yang berdasarkan sesuatu dorongan
yang secara mutlak timbul dari dalam individu sendiri tanpa ada
pengaruh dari luar, misalnya: sumber daya konsumen, pengetahuan,
sikap, dan gaya hidup.
b) Minat secara ekstrinsik, yaitu minat yang berdasarkan dorongan atau
pengaruh dari luar diri individu, misalnya: iklan, pendapat teman,
keluarga dan pengalaman.
Berdasarkan beberapa dari pengertian diatas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa minat beli adalah suatu proses pembelajaran dan
proses pemikiran yang membentuk suatu persepsi konsumen untuk
mendapatkan informasi secara lebih lengkap tentang produk tertentu lewat
kunjungan ke sumber produk tersebut sebelum bertindak melakukan
pembelian, atau sikap kecenderungan perilaku konsumen untuk membeli
produk yang dalam proses pembeliannya dari mencari informasi hingga
tindakan yang berhubungan dengan pembelian
Minat Beli
“Azjen (2005:99) state that intention is willingness that stored in human
memory and will lead to an action on perfect time. It is need a trigger to
change intention to an action. Intention remains in human memory until there
is a right time and chance to perform behavior. Behavior intention is one of
main factors that configure behavior. Intention defined as motivation that
affects behavior. The stronger intention leads to stronger behavior. Thus,
intention can be understood as an expression before perform an action.
Intention has dependently with time. Since there is a long distance time
between intention and action then the intention will weak. Azjen (2005)
measured intention with three indicators those are when, where and how
consumer will perform their future behavior”. (Dalam Diyah dan Ninuk,
2015:66)
Definisi minat beli menurut Thamrin dalam jurnal Sri Murti Pramudena
dan Nanda Setiawan (2013:142) merupakan bagian dari komponen perilaku
konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk
bertindak sebelum keputusan membeli benar – benar dilaksanakan.
Pengertian minat beli menurut Taurusia dalam jurnal Sri Murti Pramudena
dan Nanda Setiawan (2011:13) Komponen minat berisikan niat untuk
melakukan perilaku tertentu. Secara teoritis, terbentuknya minat tersebut
ditentukan oleh interaksi kedua komponen yang mendahuluinya yaitu sikap
terhadap perilaku dan norma subyektif tentang perilaku tersebut.
Menurut Assel dalam jurnal Sri Murti Pramudena dan Nanda Setiawan
(2012:23) “minat beli adalah kecenderungan konsumen untuk membeli suatu
merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang
diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian”.
Menurut Howard yang dikutip dalam Durianto dan Liana (2014:44)
pengertian minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana
konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk
yang dibutuhkan pada periode tertentu.
“Purchase intention is defined as customers’ basic decision-making based
on the motivation to purchase a certain brand (Shah et al., 2012). Mirabi et
al. (2015) characterized purchase intention as a circumstance wherein
customer tends to purchase a specific good in a particular condition.
Customer purchase decision is an extremely complex process. Purchase
intention is commonly identified and relevant to the behavior, perceptions,
and attitudes of buyers”. (Dalam Hanif dan Tubagus, 2017:2)
“Purchase intentions are significantly focused by the consumer‟s attitude
rather than the other tools like demographics or factors of economy (Ferrell
and McIntosh dalam Widarto Rachbini, 2018:30 )
Jenis – jenis Gaya Hidup
Menurut Mowen dan Minor, terdapat sembilan jenis gaya hidup yaitu
sebagai berikut (Sumarwan, 2011:45) :
a. Funcionalists, yaitu menghabiskan uang untuk hal – hal yang penting.
Pendidikan rata – rata, pendapatan rata – rata, kebanyakan pekerja
kasar (buruh). Berusia kurang dari 55 tahun dan telah menikah serta
memiliki anak.
b. Nurturers, yaitu muda dan berpendapatan rendah. Mereka berfokus
pada membesarkan anak, baru membangun rumah tangga dan nilai –
nilai keluarga. Pendidikan diatas rata – rata.
c. Aspisers, yaitu berfokus pada menikmati gaya hidup tinggi dengan
membelanjakan sejumlah uang diatas rata – rata untuk barang barang
berstatus, khususnya tempat tinggal. Memiliki karakteristik Yuppie
klasik. Pendidikan tinggi, pekerja kantor, menikah tanpa anak.
d. Experientials, yaitu membelanjakan jumlah diatas rata – rata terhadap
barang – barang hiburan, hobi, dan kesenangan (convenience).
Pendidikan rata – rata, tetapi pendapatannya diatas rata – rata karena
mereka adalah pekerja kantor.
e. Succeeders, yaitu rumah tangga yang mapan. Berusia setengah baya
dan berpendidikan tinggi. Pendapatan tertinggi dari ke sembilan
kelompok. Menghabiskan banyak waktu pada pendidikan dan
kemajuan diri. Mengahabiskan uang di atas rata – rata untuk hal – hal
yang berhubungan dengan pekerjaan.
f. Moral majority, yaitu pengeluaran yang besar untuk organisasi
pendidikan, masalah politik dan gereja. Berada pada tahap empty-nest.
Pendapatan tertinggi kedua. Pencari nafkah tunggal.
g. The golden years, yaitu kebanyakan adalah para pensiunan, tetapi
pendapatannya tertinggi ketiga. Melakukan pembelian tempat tinggal
kedua. Melakukan pengeluaran yang besar pada produk – produk
padat modal dan hiburan.
h. Sustainers, yaitu kelompok orang dewas dan tertua. Sudah pensiun.
Tingkat pendapatan terbesar dibelanjakan untuk kebutuhan sehari –
hari dan alkohol. Pendidikan rendah, pendapatan terendah kedua.
i. Subsisters, yaitu tingkat sosial ekonomi rendah. Presentase kehidupan
pada kesejahteraan di atas rata – rata. Kebanyakan merupakan
keluarga – keluarga dengan pencari nafkah dan orang tua tunggal
jumlahnya di atas rata – rata kelompok minoritas.
Berdasarkan pengertian dari beberapa pakar diatas maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang
dinyatakan dalam aktivitas, minat, dan pendapatnya dalam membelanjakan
uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu yang mereka miliki. Gaya
hidup mencerminkan keseluruhan pribadi dalam berinteraksi dengan
lingkungan serta kebiasaan yang dilakukan seseorang. Setiap individu tentu
memiliki perbedaan pandangan, kegemaran, ataupun kebiasaan yang dijalani
dalam kesehariannya
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup
Menurut Amstrong faktor – faktor yang mempengaruhi gaya hidup
seseorang adalah sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian,
konsep diri, motif, persepsi, kelompok referensi, keluarga, dan kelas sosial
(Nugraheni, 2003:15).
Adapun penjelasan untuk masing – masing faktor yang
mempengaruhi gaya hidup adalah sebagai berikut :
a. Sikap
Suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk
memberikan tanggapan terhadap suatu objek melalui pengalaman dan
mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut
sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan
sosialnya.
b. Pengalaman dan Pengamatan
Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam
tingkah laku, dapat diperoleh dari semua tindakan dimasa lalu dan dapat
dipelajari melalui belajar orang dapat memperoleh pengalaman.
c. Kepribadian
Konfigurasi karakteristik seseorang dan cara berperilaku yang
menentukan perbedaan perilaku dari setiap orang.
d. Konsep Diri
Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep
diri. Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas
untuk menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan
image merek. Bagaimana individu memandang dirinya akan
mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari
pola kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam
mengahadapi permasalahan hidupnya.
e. Motif
Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk
merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa
contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan
prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung
mengarah kepada gaya hidup hedonis.
f. Persepsi
Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan
menginterprestasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang
berarti mengenai dunia.
g. Kelompok Referensi
Kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak
langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang
memberikan pengaruh langsung adalah kelompok dimana seseorang
menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan kelompok yang
memberi pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana seseorang
tidak menjadi anggota didalam kelompok tersebut. Pengaruh tersebut
akan menghapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu.
h. Keluarga
Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam
pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini karena pola asuh
orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung
mempengaruhi pola hidupnya.
i. Kelas sosial
Sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam
sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan
para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah
laku yang sama
Pengukuran Gaya Hidup
Analisis psikografik juga diartikan sebagai suatu riset konsumen
yang menggambarkan segmen konsumen dalam hal kehidupan mereka,
pekerjaan dan aktivitas lainnya. Psikografik berarti menggambarkan
(graph) psikologis konsumen (psyco). Psikografik adalah pengukuran
kuantitatif gaya hidup, kepribadian dan demografik konsumen. Psikografik
sering diartikan sebagai pengukuran AIO (activity, interest, opinion), yaitu
pengukuran kegiatan, minat dan pendapat konsumen.
Psikografi (psychographics) adalah teknik utama yang digunakan
oleh peneliti konsumen sebagai ukuran operasional dari gaya hidup.
Psikografi memberikan pengukuran kuantitatif dengan sampel besar
berlawanan dengan teknik penelitian lunak atau kualitatif seperti
wawancara kelompok fokus atau wawancara mendalam. AIO, istilah yang
digunakan secara umum dan dapat dipertukarkan dengan psikografis,
mengacu pada pengukuran kegiatan, minat, dan opini.
Indikator – indikator Gaya Hidup
Menurut Edia Satria, terdapat tiga indikator gaya hidup seseorang
yaitu sebagai berikut (Silvya L Mandey, 2009:93) :
a. Kegiatan (Activity)
Activity atau aktivitas meminta kepada konsumen untuk
mengidentifikasikan apa yang mereka lakukan, apa yang mereka beli
dan bagaimana mereka menghabiskan waktu mereka. Activity
merupakan karakteristik konsumen dalam kehidupan sehari-harinya.
b. Minat (Interest)
Ketertarikan yang memfokuskan pada preferensi dan prioritas
konsumen. Interest merupakan faktor pribadi konsumen dalam
mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
c. Opini (Opinion)
Menyelidiki pandangan dan perasaan mengenai topik-topik
peristiwa dunia, lokal, moral ekonomi, dan sosial masyarakat, nilai-
nilai dan sikapnya, tahap pembangunan ekonomi, hukum dan
hubungannya. Opinion merupakan pendapat dari setiap konsumen
yang berasal dari pribadi mereka sendiri. Solomon (2011: 264)
mengatakan bahwa opini dapat terdiri dari konsumen itu sendiri, isu
sosial, isu politik, bisnis, ekonomi, pendidikan, produk, masa depan,
dan budaya
Gaya Hidup
Menurut Kotler dan Keller (2012:178) Gaya hidup adalah para konsumen
membuat keputusan mereka tidak dalam sebuah tempat yang terisolasi dari
lingkungan sekitar. Perilaku membeli mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor
kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologis. Dan dari faktor pribadi dan faktor
gaya hidup konsumen yang ikut mempengaruhi keputusannya dalam membeli
suatu produk.
Menurut Suwarman (2011:57) Gaya hidup sering digambarkan dengan
kegiatan, minat, dan opini dari seseorang (activities, interest, and opinions).
Gaya hidup seseorang biasanya tidak permanen atau cepat berubah.
Seseorang dengan cepat mengganti model dan merek pakaiannya karena
menyesuaikan pada perubahan hidupnya.
Gaya hidup menurut Setiadi (2010:148) sebagai cara di identifikasikan
oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa yang
mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang
mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya
(pendapat).
Menurut Engel, Blackwell and Miniard dalam Sumarwan (2011:45) gaya
hidup adalah konsep yang lebih baru dan lebih mudah terukur apabila
dibandingkan dengan kepribadian. Gaya hidup diartikan sebagai pola dimana
orang hidup dengan menggunakan uang dan waktunya.
“According to Kotler (2009) Lifestyle is a lifestyle that describes the
activities, interests and opinions of individuals who interact with the
environment and how to measure it by using psicografics. Psicograpics is an
instrument for measuring lifestyles, using qualitative and biased
measurements used to analyze very large data. Psychologists are typically
used to look at market segments: 1) Activity or activity; 2) Interest (Interest);
and 3) Opinion”. (Dalam Johannes, 2017:19)
Gaya hidup pada dasarnya merupakan suatu perilaku yang mencerminkan
masalah apa yang sebenarnya yang ada di dalam pikiran pelanggan yang
cenderung berbaur dengan berbagai hal yang terkait dengan masalah emosi
dan psikologis konsumen. Gaya hidup merupakan referensi yang dipakai
seseorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola
perilaku tertentu. Setiap orang memiliki pola perilaku, kebiasaan, karakter,
dan kebutuhan yang berbeda, sehingga atas dasar perbedaan tersebut
terbentuk klasifikasi jenis gaya hidup tertentu
Fungsi – fungsi Sikap
Menurut Daniel Katz dalam buku Wawan dan Dewi (2010:23)
mengusulkan empat fungsi – fungsi sikap sebagai berikut :
a. Fungsi Utilitarian
Fungsi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan
dan hukuman. Dalam hal ini menjelaskan beberapa sikap konsumen
yang berkembang terhadap suatu produk. Sikap konsumen yang
menyenangkan atau mengecewakan pada produk yang akan menjadi
perkembangan sikap. Jika konsumen merasakan obat sakit kepala
mampu menghilangkan rasa sakit dengan cepat, maka konsumen
akan mengembangkan sikap positif pada obat tersebut, dan
sebaliknya. Oleh karena itu, iklan pada suatu produk harus berisi
manfaat (utility) yang bisa diperoleh oleh konsumen.
b. Fungsi Pertahanan Ego
Sikap yang dikembangkan oleh konsumen cenderung untuk
melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal,
sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego. Ketika konsumen
merasakan bahwa dirinya kurang maskulin, maka konsumen akan
berusaha mencari produk atau merek produk yang mampu
meningkatkan rasa maskulinnya misalnya dengan menghisap rokok
atau minuman alkohol. Dengan begitu akan tantangan dari internal
tersebut terpenuhi.
c. Fungsi Ekspektasi Nilai
Sikap yang dikembangkan oleh konsumen terhadap suatu merek
produk yang didasarkan oleh kemampuan merek produk itu
mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya (self-concept).
Ketika konsumen membeli mobil mewah BMW, maka pusat
perhatian yang utama adalah gengsi kelas sosial bukan manfaat
produk itu.
d. Fungsi Pengetahuan
Sikap membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang
begitu banyak yang setiap hari dipaparkan pada dirinya. Dari seluruh
informasi itu, konsumen memilah-milah informasi yang relevan dan
tidak relevan dengan kebutuhannya. Fungsi pengetahuan juga bisa
membantu mengurangi ketidakpastian dan kebingungan.
Berdasarkan pengertian dari beberapa pakar diatas maka peneliti
menyimpulkan bahwa sikap adalah ungkapan perasaan konsumen mengenai
suatu objek apakah disukai atau tidak, serta sikap juga bisa menggambarkan
kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek
tersebut. Atau sebuah peristiwa yang keluar dari perasaan atau pikiran
seseorang
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Faktor – faktor yang mempengaruhi sikap menurut (Azwar S,
2011:30-38) sebagai berikut :
1) Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara
komoponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang
yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya
bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak
ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita
akan mempengaruhi pembentkan sikap kita terhadap sesuatu.
Contoh : Orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami
dan lain-lain.
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.
4) Media masa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya
33
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif
bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam arti
individu.
6) Faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi yang
berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego
Karakteristik Sikap
a. Sikap memiliki Objek
Di dalam konteks pemasaran, sikap konsumen harus terkait dengan
objek karena objek tersebut bisa terhubung dengan berbagai konsep
konsumsi dan pemasaran seperti produk, merek, iklan, harga,
kemasan, penggunaan media, dsb.
b. Konsitensi Sikap
Sikap adalah gambaran perasaan dari seorang konsumen, dan
perasaan tersebut akan direfleksikan oleh perilakunya. Karena itu,
sikap memiliki konsistensi dengan perilakunya.
c. Sikap Positif Negatif dan Netral
Sikap positif merupakan sikap yang mungkin dapat menerima atau
menyukai suatu hal, sedangkan sikap negatif merupakan sikap yang
tidak menyukai suatu hal, bersikap netral berarti tidak meiliki sikap
atas suatu hal.
d. Intensitas Sikap
Intensitas sikap adalah konsumen menyatakan derajat tingakat
kesukaan nya terhadap suatu produk.
e. Resistensi Sikap (Resistance)
Adalah seberapa besar sikap sesorang konsumen bisa berubah.
Pemasar perlu memahami resistensi konsumen agar bisa menerapkan
strategi pemasaran yang tepat.
f. Persistensi Sikap (Persistance)
Persistensi Sikap adalah karakteristik sikap yang menggambarkan
bahwa sikap akan berubah karena berlalunya waktu.
g. Keyakinan Sikap (Confidence)
Keyakinan adalah kepercayaan konsumen mengenai kebenaran
sikap yang dimilikinya
Indikator – indikator Sikap Konsumen
Ada tiga komponen sikap menurut Kotler dan Amstrong, dalam Azwar S
(2011:23), yaitu :
a. Komponen kognitif berkaitan dengan pikiran (otak) seseorang, apa
yang dipikirkan konsumen. Serta kepercayaan seseorang mengenai
apa yang berlaku. Kognitif bersifat rasional, masuk akal.
b. Komponen Afektif berkaitan dengan perasaan, jadi sifatnya
emosional. Wujudnya bisa berupa perasaan senang, sedih, ceria,
gembira, dan sebagainya. Secara umum, komponen ini disamakan
dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
c. Komponen Konatif (psikomotor/psychomotor) berkaitan dengan
tindakan. Wujudnya adalah keterampilan seseorang, misalnya terampil
menyetir, olahraga, memasak, dan lain – lain
Sikap Konsumen
Menurut Griffin dalam Sopiah dan Sangadji (2013:8) sikap konsumen
adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologi yang mendorong
tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan
mengevaluasi.
Shiffman dan Kanuk (2010:23) mendefinisikan sikap sebagai sikap
ekspresi perasaan batin bahwa seseorang itu baik atau tidak menguntungkan
bagi orang yang terpelajar terhadap beberapa objek.
Rangkuti (2010:92) dikutip dalam Engel, Blackwell, dan Miniard yang
mengatakan bahwa, “Sikap konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat
dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.”
Sikap adalah emosi dan perasaan seperti pernyataan sangat
menyenangkan atau tidak menyenangkan, sangat menarik atau tidak menarik,
suka atau tidak suka. Sikap dapat di ibaratkan evaluasi keseluruhan tentang
makanan yang dimakan konsumen dan merefleksikan respon konsumen
29
terhadap makanan yang dimakan tersebut. Oleh karena itu pemasar perlu
menciptakan aktivitas – aktivitas yang akan menumbuhkan sikap yang positif
terhadap produk. Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.
Wee, et al., 1995 (dalam Hendro Trisdiarto, 2012:13).
“Consumer attitudes is described as a favorable or unfavorable feeling
derived from the evaluation of an object, such as product or service offerings,
brands, prices, stores, etc. According to Schiffman and Kanuk (2007),
consumer attitude is an educated predisposition to behave consistently good
or unfavorable based on feelings and opinions resulting from the evaluation
of knowledge about the object. Consumer attitudes play an important role in
influencing consumer buying intentions. Chaniotakis et al. (2010) argued that
the ‘way of thinking’ influence consumers’ buying intentions”. (Dalam Hanif
dan Tubagus, 2017:2)
“Attitude is the evaluation of performing a particular behavior involving
the attitude object, such as buying the product (Blackwell et al., 2006). Alam
and Sayuti, (2011) found that there is a significant and positive relationship
between attitude and intentions to purchase Halal products. Attitude is
considered as an important element in influencing consumer intention in
purchasing Halal products because those with high positive attitudes
appeared to have greater intentions to intent to purchase Halal products”.
(Dalam Widarto Rachbini,2018:30)
Adanya sikap yang lebih positif dari konsumen terhadap barang maka
akan meningkatkan pembelian akan barang tersebut. Sebaliknya jika semakin
negatifnya sikap konsumen terhadap barang, maka akan kecil kemungkinan
bagi konsumen tersebut untuk melakukan pembelian
Proses Labelisasi Halal
Ada beberapa proses yang harus dilalui oleh para pemasar yang
ingin mendapatkan keterangan halal untuk produk yang diproduksinya.
Tetapi sebelum mendapatkan keterangan halal, sebuah produk yang
diproduksi oleh sebuah perusahaan harus terlebih dahulu memperoleh
sertifikat halal dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau sering disebut LPPOM MUI.
Ketentuannya adalah sebagai berikut :
a. Sebelum produsen mengajukan sertifikat halal terlebih dahulu harus
mempersiapkan Sistem Jaminan Halal. Penjelasan rinci tentang sistem
jaminan halal dapat menunjuk kepada Buku Panduan Penyusunan
Sistem Jaminan Halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI.
b. Berkewajiban mengangkat secara resmi seorang atau tim Auditor Halal
Internal (AHI) yang bertanggung jawab dalam menjamin pelaksanaan
produksi halal.
c. Berkewajiban menandatangani kesediaan untuk di inspeksi secara
mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya oleh LPPOM MUI.
Mendadak laporan berkala 6 bulan tentang pelaksanaan sistem jaminan
halal. Setelah semua ketentuan diatas telah dipenuhi, maka produsen dapat
lanjut ke proses prosedur sertifikat halal.
Adapun prosedur yang harus dijalani adalah sebagai berikut :
1) Pertama – tama produsen yang menginginkan sertifikat halal
mendaftarkan ke secretariat LPPOM MUI.
2) Setiap produsen yang mengajukan permohonan sertifikat halal bagi
produknya harus mengisi boring yang telah disediakan. Boring tersebut
berisi informasi tentang data perusahaan, jenis dan nama produk serta
bahan – bahan produk.
3) Boring yang sudah diisi beserta dokumen pendukungnya dikembalikan
ke sekretariat LPPOM MUI untuk diperiksa kelengkapan, dan bila
belum memadai perusahaan harus melengakapi sesuai dengan
ketentuan.
4) LPPOM MUI akan memberitahukan perusahaan mengenai jadwal
audit. Tim Auditor LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan/audit ke
lokasi produsen dan pada saat audit perusahaan harus dalam keadaan
memproduksi produk yang disertifikasi.
5) Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboraturium (bila diperlukan) di
evaluasi dalam Rapat Auditor LPPOM MUI. Hasil audit yang belum
memenuhi persyaratan diberitahukan kepada perusahaan melalui audit
memorandum. Jika telah memenuhi persyaratan, auditor akan membuat
laporan hasil audit guna diajukan pada Sidang Komisi Fatwa MUI
untuk diputuskan status kehalalannya.
6) Laporan hasil audit disampaikan oleh Pengurus LPPOM MUI dalam
Sidang Komisi Fatwa MUI pada waktu yang telah ditentukan.
7) Sidang Komisi Fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit jika
dianggap belum memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan,
dan hasilnya akan disampaikan kepada produsen pemohon sertifikasi
halal.
8) Sertifikasi halal dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia setelah
ditetapkan status kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI.
9) Sertifikasi halal berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan
fatwa.
10) Tiga bulan masa berlaku sertifikat halal berakhir, produsen harus
mengajukan perpanjangan sertifikat halal sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan LPPOM MUI.
Kemudian dilakukan tata cara pemeriksaan (audit) mulai dari
manajemen, bahan baku dan lain – lain. Pemeriksaan (audit) produk halal
mencakup :
a) Manajemen produsen dalam menjamin kehalalan produk (Sistem
Jaminan Halal).
b) Pemeriksaan dokumen – dokumen spesifikasi yang menjelaskan asal –
usul bahan, komposisi dan proses pembuatannya dan/atau sertifikat
halal pendukungnya, dokumen pengadaan dan penyimpanan bahan,
formula produksi serta dokumen pelaksanaan produksi halal secara
keseluruhan.
c) Observasi lapangan yang mencakup proses produksi pengemasan dan
penggudangan serta penyajian untuk restoran/catering/outlet.
d) Keabsahan dokumen dan kesesuaian secara fisik untuk setiap bahan
yang harus dipenuhi.
e) Pengambilan contoh dilakukan untuk bahan yang di nilai perlu.
Setelah semua proses dilalui dengan dinyatakan kehalalannya, maka
sertifikat halal dapat dikeluarkan. Proses selanjutnya adalah pencatuman label
halal di kemasan produk yang dinyatakan halal. Pencantuman label halal
inilah yang sering kita dengar dengan sebuah labelisasi halal. Bagi
perusahaan yang ingin mendaftarkan Sertifikat Halal ke LPPOM MUI, baik
industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH),
restoran/catering, maupun industri jasa (distributor, warehouse, transporter,
retailer) harus memenuhi Persyaratan Sertifikat Halal yang tertuang dalam
buku HAS 23000 (Kebijakan, Prosedur, Kriteria).
Berdasarkan pengertian dari beberapa pakar diatas maka peneliti
menyimpulkan bahwa labelisasi halal pada produk bertujuan memberikan
rasa nyaman pada konsumennya, karena dengan adanya label halal pada
sebuah produk berarti produk tersebut telah terhindar dari bahan-bahan yang
dilarang syariat Islam untuk dikonsumsi umat muslim terutama pada produk
kosmetik
Indikator – indikator Labelisasi Halal
Adapun indikator dari labelisasi halal, yaitu :
a. Proses Pembuatan
Proses pembuatan atau proses produksi suatu perusahaan yang sudah
menggunakan label halal hendaknya harus tetap menjaga hal-hal
sebagai berikut :
1) Bahan campuran yang digunakan dalam proses produksi tidak
terbuat dari barang-barang atau bahan yang haram dan turunannya.
2) Air yang digunakan untuk membersihkan bahan hendaklah air
mutlak atau bersih dan mengalir.
3) Dalam proses produksi tidak tercampur atau berdekatan dengan
barang atau bahan yang najis atau haram.
b. Bahan Baku Utama
Bahan baku produk adalah bahan utama yang digunakan dalam
kegiatan proses produksi, baik berupa bahan baku, bahan setengah jadi,
maupun jadi. Sedangkan bahan tambahan produk adalah bahan yang
tidak digunakan sebagai bahan utama yang ditambahkan dalam proses
teknologi produksi.
c. Bahan Pembantu
Bahan pembantu atau bahan penolong adalah bahan yang tidak
termasuk dalam kategori bahan baku ataupun bahan tambahan yang
berfungsi untuk membantu mempercepat atau memperlambat proses
produksi termasuk proses rekayasa. Efek pada umumnya, efek adalah
perubahan, hasil, atau konsekuensi langsung yang disebabkan oleh
suatu tindakan atau fenomena. Dalam hal ini produk tidak memiliki
efek samping yang merugikan tubuh sebagaimana yang telah dipelajari
dipercaya umat Islam. Kaidah dan kriteria makanan halal menurut Islam
seperti diterangkan diatas menunjukkan kemudahan syariat islam dalam
masalah ini. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghalalkan
semua makanan yang baik dan mengharamkan segala jenis makanan
yang tidak baik bagi tubuh dan diperoleh dari cara yang tidak benar.
Artinya unsur kehalalan makanan dalam Islam tidak hanya dilihat dari
aspek dzatnya yang baik dan halal. Tapi dilihat juga dari sisi proses dan
cara mendapatkannya. Semoga Allah menuntut hati kita untuk ridho
dengan rezekinya yang halal yang kita dapatkan melalui cara yang halal
pula.
Sertifikat produk halal adalah surat keputusan fatwa halal yang
dikeluarkan Dewan Pimpinan MUI dalam bentuk sertifikat. Sertifikat
produk halal ini merupakan syarat untuk mencantumkan label halal. Ini
artinya sebelum pengusaha memperoleh izin untuk mencantumkan label
halal atas produk pangannya, terlebih dahulu ia mengantongi sertifikat
produk halal yang diperoleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan
dan Kosmetika (LPPOM MUI). (Yuli Mutiah Rambe dan Syaad
Afifuddin)
d. Efek
Makanan halal tidak boleh terlepas dari tujuan syari’at Islam, yaitu
mengambil maslahat dan menolak madharat atau bahaya. Jika menurut
kesehatan, suatu jenis makanan dapat membahayakan jiwa, maka
makanan tersebut haram dikonsumsi.
Sertifikat dan labelisasi halal bertujuan untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan terhadap konsumen, serta meningkatkan daya
saing produk dalam negeri dalam rangka meningkatkan pendapatan
nasional. Tiga sasaran utama yang ingin dicapai adalah :
1) Menguntungkan konsumen dengan memberikan perlindungan dan
kepastian hukum.
2) Menguntungkan produsen dengan peningkatan daya saing dan omset
produksi dalam penjualan.
3) Menguntungkan pemerintah dengan mendapatkan tambahan
pemasukan terhadap kas Negara.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang label
halal dan iklan pangan menyebutkan label adalah setiap keterangan mengenai
pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk
lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan, atau
merupakan bagian kemasan pangan. Lembaga inilah yang sebenarnya
berwenang memberikan sertifikat halal kepada perusahaan yang akan
mencantumkan label hala
Labelisasi Halal
Label berkaitan erat dengan pengemasan. Label merupakan bagian dari
suatu produk yang memberikan informasi mengenai produk dan penjual.
Menurut Kotler (2012:478) “Label bisa hanya berupa tempelan sederhana
pada produk atau gambar yang dirancang dengan rumit yang merupakan satu
kesatuan dengan kemasan”. Label memberikan penjelasan tentang produk,
yaitu: asal produk, kandungan produk, fitur produk, harga produk, tanggal
kadaluarsa produk, informasi nutrisi, dampak positif dan negatif produk,
bagaimana menggunakannya, dan cara penyampaiannya. Label biasanya
diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu, label merek, label tingkatan kualitas,
dan label deskriptif.
“Label is some information on the product packaging. In general, the
minimum label must contain the name or trademark of products, raw
materials, auxiliary materials composition, nutritional information,
expiration date, product content, and legal information”.
(www.referensimakalah.com).
Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam
KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan
Pangan Halal adalah: “….. tidak mengandung unsur atau bahan haram yang
dilarang jika dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan
dengan syariat Islam”. Proses-proses yang menyertai dalam suatu produksi
makanan dan minuman, agar termasuk dalam klasifikasi halal adalah proses
yang sesuai dengan standard halal yang telah ditentukan oleh agama Islam.
Di antara strandard-standard itu (www.lpommui.or.id) adalah :
- Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi serta
tidak menggunakan alkohol sebagai ingredient yang sengaja ditambahkan. - Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih menurut
tata cara syariat Islam. - Semua bentuk minuman yang tidak beralkohol.
- Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengoalahan atau
barang tidak halal lainnya. Tempat tersebut harus terlebih dahulu
dibersihkan dengan tata cara yang menurut syariat Islam.
Menurut Rangkuti (2010:8) “Labelisasi Halal adalah pencantuman tulisan
atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menujukkan bahwa produk
yang dimaksud berstatus sebagai produk halal”.
Label Halal Windartatik (2013:49) Produk halal adalah produk pangan,
obat, kosmetika, dan produk lain yang tidak mengandung unsur atau barang
haram dalam proses pembuatannya serta dilarang untuk dikonsumsi umat
Islam baik yang menyangkut bahan baku, bahan tambahan, bahan pembantu
lainnya termasuk bahan produksi yang diolah melalui proses rekayasa
genetika dan iradiasi yang pengolahannya dilakukan sesuai dengan syariat
Islam serta memberikan manfaat yang lebih dari pada madharat (efek).
“The Halal of label is one of the important points in this study. The halal
of label is the inclusion of text or halal statement on the product packaging to
indicate that the product in question existed as halal (Rangkuti, 2010:8).
Halal label of a product can be included in a package if the product has been
certified halal by the MUI LPPOM”. (Dalam Henry Aspan, et.al, 2017:57)
Indikator Keputusan Pembelian
Menurut Firmansyah (2019:205-209) indikator keputusan pembelian sebagai
berikut:
a. Pengenalan Masalah (Problem Reconition)
b. Pencarian Informasi. (Information Search)
c. Evaluasi Alternatif. (Alternative Evaluation)
d. Keputusan Pembelian.(Purchase Decision)
e. Perilaku Pasca Pembelian. (Post-Purchase Behaviour)
Keputusan Pembelian
Menurut Engel dalam Firmanysah (2019:203) Pengambilan keputusan merupakan
sebuah proses yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian
informasi, evaluasi alternatif sebelum pembelian, pembelian, konsumsi, dan evaluasi
alternatif sesudah pembelian. Proses pengambilan keputusan membeli mengacu pada
tindakan konsisten dan cara bijaksana yang dapat dengan cepat dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan.
1) Pengertian Keputusan Pembelian
Menurut Awater dalam Firmansyah (2019:203) mendefinisikan bahwa
pengambilan keputusan sebagai kegiatan mengumpulkan informasi tentang alternatif
yang relevan dan membuat pilihan yang sesuai.
Sedangkan menurut Berkowitz dalam Firmansyah (2019:204) juga mengemukakan bahwa proses keputusan pembelian merupakan tahap-tahap yang dilalui pembeli
dalam menentukan pilihan tentang produk dan jasa yang hendak dibeli. Untuk barang
berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan
mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses
pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang.
2) Perilaku Konsumen
Menurut Firmansyah (2019:212) untuk dapat mengenal, menciptakan dan
mempertahankan pelanggan, maka studi tentang perilaku konsumen sebagai perwujudan
dari aktivitas jiwa manusia sangatlah penting. Pemahaman perilaku konsumen
diaplikasikan dalam beberapa hal,yaitu :
a. Untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, misalnya menentukan kapan
saat yang tepat perusahaan memberikan program pemasaran seperti diskon untuk
menarik pembeli.
b. Perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik.
Misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan
transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket
transportasi di hari raya tersebut.
c. Pemasaran sosial, yaitu penyebaran ide di antara konsumen.
3) Model Proses Keputusan Pembelian
Menurut Berkowitz dalam Firmansyah (2019:223) juga mengemukakan bahwa
proses keputusan pembelian merupakan tahap-tahap yang dilalui pembeli dalam
menentukan pilihan tentang produk dan jasa yang hendak dibeli. Dengan demikian model
proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen dapat digambarkan sebagai
berikut:
- Model Perilaku Pengambilan keputusan
a. Model Ekonomi yang dikemukakan oleh ahli ekonomi klasik dimana keputusan
orang itu rasional, yaitu berusaha mendapatkan keuntungan marginal sama
dengan biaya marginal atau untuk memperoleh keuntungan maksimum.
b. Model Manusia Administrasi Dikemukan oleh Herbert A. Simon dimana lebih
berprinsip orang tidak menginginkan maksimalisasi tetapi cukup keuntungan
yang memuaskan.
c. Model Manusia Mobicentrik Dikemukakan oleh Jennings, dimana perubahan
merupakan nilai utama sehingga orang harus selalu bergerak bebas mengambil
keputusan.
d. Model Manusia Organisasi Dikemukakan oleh W.F. Whyte, model ini lebih
mengedepankan sifat setia dan penuh kerjasama dalam pengambilan keputusan.
e. Model Pengusaha Baru Dikemukakan oleh Wright Mills menekankan pada sifat
kompetitif.
f. Model Sosial Dikemukakan oleh Freud Veblen dimana menurutnya orang sering
tidak rasional dalam mengambil keputusan diliputi perasaan emosi dan situsai
dibawah sadar. - Model Deskriptif dan Prespektif
a. Model Deskriptif
Dalam model ini kepuasan pelanggan dapat dicapai dengan penawaran
perusahaan sesuai atau berdasarkan pada realitas observasi.
b. Model Prespektif
Dalam model ini kepuasan pelanggan dapat dicapai dengan dua cara utama.
Pertama, mengubah penawaran perusahaan sesuai dengan ideal. Kedua, untuk
meyakinkan pelanggan atau konsumen yang ideal tidak selalu sesuai dengan
kenyataan.
Indikator Label Halal
Indikator label halal menurut Bulan et al. dalam Nurdin dan Setiani (2021:113),
adalah :
a. Gambar
Gambar merupakan hasil dari tiruan yang berupa bentuk atau pola (hewan, orang,
tumbuhan dan sebagainya).
b. Tulisan
Tulisan pada dasarnya merupakan suatu hasil dari menulis yang diharapkan bisa
untuk dibaca.
c. Kombinasi gambar dan tulisan
Kombinasi gambar dan tulisan merupakan suatu gabungan antara hasil gambar dan
hasil tulisan yang dijadikan menjadi satu bagian.
d. Menempel pada kemasan
Menempel pada kemasan dapat diartikan sebagai sesuatu yang melekat (dengan
sengaja atau tidak sengaja) pada kemasan (pelindung suatu produk).
Manfaat Labelisasi Halal
Menurut Warto dan Samsuri (2020:103-105) sertifikasi halal merupakan tanda
bukti bahwa produk yang diperjualbelikan telah memenuhi syarat kehalalan yang
ditetapkan oleh fatwa MUI. Meningkatnya populasi kelas menengah di Indonesia menjadi
salah satu potensi pemasaran yang sangat besar. Terutama kaum muslim yang mencapai
87% dari total penduduk dalam negeri. Secara bertahap, beberapa produsen barang mulai
mengarahkan pemasaran khusus menyasar muslim kelas menengah, dan tak segan
memberikan jaminan halal melalui sertifikasi halal. Dengan demikian, sertifikasi halal
memberikan manfaat yang besar bagi konsumen, produsen, maupun pemerintah.
Beberapa manfaat tersebut menurut Sulistiyo dalam Warto dan Samsuri
(2020:104) di antaranya sebagai berikut.
1) Sertifikat Halal Menjamin Keamanan Produk yang Dikonsumsi
Untuk mendapatkan sertifikat halal harus melalui tahapan yang ketat, dimulai dari
awal produk tersebut diproduksi hingga produk tersebut terjual, itu semua tidak
terlepas dari penilaian untuk sampai mendapatkan sertifikasi halal. Prosedur
sertifikasi halal yang ketat, membuat kita menyakini bahwa produk atau barang kita
terjamin kehalalannya dan untuk dikonsumsi atau dipakai. Dengan memiliki
sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh lembaga yang terpecaya, tentunya ini
meningkatkan keamanan dan kepercayaan masyarakat akan produk tersebut. Sistem
jaminan halal mempersyaratkan bahwa proses produksi harus menerapkan cara
produksi yang halal dan thayyib, artinya benar dan baik sejak dari penyediaan bahan
baku sampai siap dikonsumsi oleh konsumen. Untuk memastikan itu, maka bahan
baku harus aman dari cemaran biologis, kimiawi, fisikawi, dan bahan haram.
(Sulistiyo dalam Warto dan Samsuri,2020:103). Proses produksi harus menggunakan
alat dan tempat yang bersih dan higienis serta terhindar dari najis. Demikian juga
penggunaan bahan tambahan dan penolong dalam produksi harus sesuai dengan
ketentuan yang membolehkannya. Di industri besar implementasi Sistem Jaminan
Halal juga sering digabung dengan sistem HACCP dengan menambahkan item haram
sebagai komponen hazard yang harus diwaspadai. Dengan penerapan SJH, maka
produsen dipastikan hanya akan menghasilkan produk yang aman (halal dan thayyib)
untuk dikonsumsi oleh konsumen.
2) Sertifikat Halal Memiliki Unique Selling Point (USP)
Unique Selling Point atau Unique Selling Proposition merupakan salah satu konsep
pemasaran yang membedakan satu produk dengan produk lainnya Melalui sertifikasi
halal suatu produk memiliki USP yang tinggi. Dengan kata lain, produk bersertifikat
halal memiliki keuntungan kompetitif sehingga membuat produk menjadi lebih
bernilai di mata konsumen. Produk yang sudah memiliki logo halal pada kemasannya
memiliki Unique Selling Point sebagai strategi penjualan yang unik dan memiliki
citra positif di mata para konsumen.
3) Sertifikat Halal Memberikan Ketenteraman Batin Bagi Masyarakat
Sertifikasi halal memberikan ketenteraman dan keamanan lahir dan batin bagi
konsumen. Bagi masyarakat yang menyadari pentingnya produk halal akan merasa
waswas ketika menjumpai produk yang akan dibeli belum ada logo halal yang
disahkan MUI, karena mereka yakin bahwa tanda kehalalan merupakan hal penting
bagi suatu produk agar aman dikonsumsi atau digunakan. Dalam skala lokal, tidak
jarang kasus bakso yang menggunakan daging babi, celeng, kucing, tikus, dan
sebagainya bisa diredam dengan penerapan sistem jaminan halal (Prasetya dalam
Warto dan Samsuri,2020:104). Isu ini akan lebih berat jika pemilik usahanya adalah
nonmuslim. Banyak kejadian bahwa pemohon sertifikat halal yang nonmuslim akan
lebih bersungguh-sungguh dalam mengupayakan sistem jaminan halal (Sumarsongko
dalam Warto dan Samsuri,2020:104). Dengan fakta-fakta tersebut, sertifikasi halal
terbukti mampu membantu pemerintah menjaga kestabilan sosial ekonomi. Dengan
adanya sertifikasi halal konsumen tidak perlu khawatir lagi dengan makanan yang
mengandung sesuatu yang haram seperti mengandung babi atau hal haram lainnya
karena produk yang dikonsumsi sudah mengantongi sertifikasi halal sehingga sudah
pasti terjamin kehalalannya. Sertifikasi halal menjadi jaminan ketika konsumen akan
membeli suatu produk, baik itu makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan dan
lainnya. Semua produk yang melalui proses sertifikasi halal, telah melewati berbagai
standard yang didesain untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
4) Sertifikat Halal Memberi Keunggulan Komparatif
Meskipun istilah halal sekarang ini tidak lagi menjadi isu agama semata dan sudah
berkembang menjadi bahasa perdagangan global, namun nilai-nilai halal
sesungguhnya melingkupi makna yang suci, bersih, murni, etika kerja, tanggung
jawab, dan kejujuran. Produk halal bahkan telah memunculkan nilai memenuhi aspek
hukum syariah, aman, bergizi, sehat, perikemanusiaan, pantas, dan ramah lingkungan
(Evans dan Evans dalam Warto dan Samsuri, 2020:104). Fungsi utama label halal
adalah membantu konsumen memilih produk tanpa keraguan. Umumnya, setiap
muslim akan melihat produk dengan label halal adalah jaminan aman untuk
dikonsumsi. Dengan jaminan ini, maka pasar tidak hanya terbatas di dalam negeri,
namun pangsa pasar muslim di luar negeri yang sangat luas menjadi terbuka lebar.
Dengan kata lain halal dapat digunakan sebagai alat dan strategi pemasaran global
(Evans dan Evans dalam Warto dan Samsuri, 2020:104).
5) Sertifikat Halal Memberikan Perlindungan Terhadap Produk Dalam Negeri dari
Persaingan Global
Memasuki era pasar bebas, Indonesia dipastikan menjadi pasar yang paling
menjanjikan. Jumlah penduduk dan wilayah geografis yang membentang dari Sabang
sampai Merauke sudah pasti akan memerlukan berbagai kebutuhan konsumsi. Pasar
ini menjadi kekuatan luar biasa jika dapat dipenuhi oleh produk-produk lokal.
Namun, jika produk lokal tidak mampu memberikan jaminan kualitas maka produk
luar negeri yang sejenis akan segera mengambil alih pasar tersebut. Salah satu contoh
adalah produk daging ayam. Kewajiban sertifikasi halal produk asal hewan untuk
masuk Indonesia sedikit banyak dapat meredam banjirnya daging impor (Putra dalam
Warto dan Samsuri,2020:105). Kasus impor paha ayam dari Amerika yang tidak
dapat masuk ke Indonesia karena tidak disertai jaminan kehalalan sempat menjadi
alat pelindung bagi peternak ayam lokal. Dengan selisih harga yang sangat jauh, maka
impor paha ayam tersebut dapat mematikan ribuan usaha peternak ayam lokal.
6) Sertifikat halal menghadirkan sistem dokumentasi dan administrasi perusahaan yang
lebih baik
Kelemahan industri kecil dan menengah berbasis hasil pertanian terutama adalah
masalah administrasi dan manajemen usaha. Usaha yang bermula dari usaha
sampingan rumah tangga seringkali menerapkan pola pengelolaan rumah tangga yang
tidak tercatat rapi. Dengan kondisi ini seringkali tidak ada pengarsipan dan
ketertelusuran dokumen jika diperlukan. Penerapan sistem jaminan halal
mempersyaratkan adanya penerapan sistem dokumentasi sehingga pelaku usaha
dapat terbantu meningkatkan pengelolaan usaha dengan penerapan prinsip-prinsip
manajemen yang moderen (Sulistyo dalam Warto dan Samsuri, 2020:105).
7) Sertifikasi Halal Menjadi Tiket Untuk Mendapat Akses Pasar Global
Produk yang memiliki sertifikasi halal akan memiliki kesempatan untuk memasarkan
produknya di Negara muslim lainnya selain Indonesia, contohnya Malaysia. Selain
bersaing dengan produk dalam negeri, produk-produk halal Indonesia juga dapat
bersaing dengan produk luar negeri karena tidak semua produk luar negeri sudah
memiliki logo halal. Sebagai contoh coklat atau oleh-oleh dari luar negeri. Walaupun
tidak terindikasi memiliki kandungan babi atau hewan haram lainnya tetapi konsumen
muslim tidak tahu bagaimana cara pembuatan atau pengolahannya
Prosesi Label Halal
Untuk lebih lengkapnya, berikut adalah alur proses ketetapan halal MUI, yaitu :
1) Registrasi
Perusahaan melakukan registasi halal di BPJPH dengan melampirkan berbagai
dokumen administrasi, salah satunya Nomor Induk Berusaha (NIB) dan dokumen
persyaratan lainnya yang dikirimkan melalui email : sertifikasihalal@kemenag.go.id.
Informasi lebih lanjut dapat mengunjungi situs : www.halal.go.id
2) Registrasi Pemeriksaan Kehalalan Produk
Registrasi pemeriksaan ini dilakukan di LPPOM MUI sebagai salah LPH yang telah
berdiri selama 31 tahun melalui aplikasi sertifikasi halal online Cerol-SS23000.
Pendaftaran dapat dilakukan di www.halalmui.org. Pada tab pendaftaran sertifikasi
halal tersebut, perusahaan dapat memilih pendaftaran berdasarkan area distribusi
produk. Untuk untuk pelaku UMKM dengan distribusi produk pada cakupan wilayah
tertentu, dapat memilih pendaftaran sertifikasi halal provinsi. Adapun perusahaan
dengan cakupan distribusi nasional maupun ekspor, maka dapat dipilih pendaftaran
sertifikasi halal pusat.
3) Melakukan Sign up
Langkah selanjutnya adalah melakukan sign up di aplikasi sertifikasi halal online
Cerol-SS23000. Untuk pendaftaran sertifikasi halal provinsi, maka akan diarahkan ke
16
laman : regs.e-lppommui.org, sedangkan untuk pusat diarahkan ke : www.elppommui.org. Perusahaan wajib mengisi data profil lengkap termasuk narahubung
sebagai perwakilan perusahaan yang akan terus berkoordinasi dengan LPPOM MUI.
Untuk mempermudah proses di aplikasi ini, maka perusahaan perlu untuk mencermati
manual Cerol-SS23000 yang telah disediakan.
4) Upload Dokumen Halal
Setelah dilakukan sign up, maka perusahaan wajib melakukan aktivitasi akun agar
bisa melanjutkan ke Langkah selanjutnya yaitu upload dokumen halal. Pada
proses upload dokumen halal ini, perusahaan perlu melampirkan berbagai dokumen
terkait, diantaranya: manual Sistem Jaminan Halal (SJH), daftar produk, daftar bahan
baku, dan matriks bahan vs produk.
5) Memenuhi Akad Ketetapan Halal
Perusahaan dapat memenuhi akad ketetapan halal sebagaimana ditetapkan oleh
LPPOM MUI yang meliputi berbagai komponen, diantaranya: jasa professional
auditor halal, biaya pemeriksaan/pengujian, hingga administrasi penetapan halal.
6) Audit
Proses pemeriksaan/pengujian dilakukan dengan tiga tahap, yakni: pre audit, audit
dan post audit.
a. Pre audit dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen halal
apakah telah memenuhi persyaratan dan prosedur sertifikasi halal yang telah
ditetapkan atau belum. Apabila belum, maka perusahaan perlu untuk
melengkapinya agar dapat melangkah ke proses selanjutnya yaitu audit.
b. Audit dilakukan dengan pemeriksaan ke fasilitas produksi untuk melihat proses
produksi suatu produk. Hal ini untuk memastikan semua proses dari hilir hingga
proses kemasan dan distribusi produk terbebas dari kontaminasi bahan non halal
maupun najis.
c. Post audit dilakukan untuk memeriksa fakta dan data hasil audit yang telah
dilakukan. Apabila terdapat kekurangan atau kelemahan, maka LPPOM MUI
akan segera menginformasikan melalui aplikasi Cerol-SS23000 dan perusahaan
wajib melengkapinya.
7) Penetapan Kehalalan Produk
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh LPPOM MUI, maka akan diteruskan ke
Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalan produknya apakah sesuai
syariat Islam atau tidak.
8) Download Ketetapan Halal
Jika suatu produk telah diputuskan halal oleh Komisi Fatwa MUI, maka akan
diterbitkan Ketetapan Halal yang dapat di-download di aplikasi Cerol-SS 23000.
Adapun untuk dokumen fisiknya, perusahaan dapat mengambil di kantor LPPOM
MUI baik di pusat maupun di provinsi. (YS) (halamui.org).
Pengertian Label Halal
Menurut Koeswinarno (2020:16) secara denotatif regulasi JPH atau Jaminan
Produk Halal (UU No. 33 tahun 201), sebagaimana disebutkan dalam pasal 3, adalah
“memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk
Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk.” Selain itu,
penyelenggaraan JPH juga bertujuan “meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk
memproduksi dan menjual produk halal.” Dalam beberapa kesempatan wawancara,
regulasi tersebut sifatnya mandatory (wajib dilaksanakan).
Produk yang halal adalah produk yang sesuai syariah yaitu tidak menggunakan
bahan haram, eksploitasi tenaga kerja atau lingkungan, serta tidak berbahaya atau
dimaksud untuk penggunaan hal yang berbahaya (Ateeq-ur-Rehman & Shabbir dalam
Rozjiqin, 2022:64).
Indikator Harga
Menurut Bannet dalam Abubakar (2022:47) yang mengemukakan:
a. Tarif
b. Kesesuaian diskon
c. Promo harga
d. Harga sangat terjangkau untuk semua kalangan
e. Harga sangat sesuai kualitas
f. Harga sangat murah
Karakteristik Harga
Menurut Dharmmesta dalam Abubakar (2022:46) ada dua tujuan dalam penetapan
harga:
a. Mendapat laba maksimum harga ditentukan oleh penjual dan pembel. Makin besar
daya beli konsumen, semakin besar pula kemungkinan bagi si penjual untuk
menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi. Dengan demikian penjual mempunyai
harapan untuk mendapatkan keuntungan maksimum sesuai dengan kondisi yang ada.
b. Mendapatkan pengembalian investasi yang ditargetkan atau pengembalian pada
penjualan bersih. Dana yang dipakai untuk mengembalikan investasi hanya bisa
diambilkan dari laba perusahaan, dan laba hanya bisa diperoleh bilamana harga jauh
lebih besar dari jumlah biaya yang dikeluarkan.
Disisi lain pemikiran dari pakar lain seperti oleh Staton dalam Abubakar (2022:47)
karakteristik harga terdiri dari:
a. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar
b. Produk yang dihasilkan dari waktu ke waktu adalah sama
c. Kegiatan produksi dimulai dengan di terbitkannya perintah produksi yang berisi
rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu
Penetapan Harga
Menurut Fandy dalam Abubakar (2022:43) secara umum penetapan harga sebagai
berikut:
a. Tujuan berorientasi pada laba. Dalam hal ini, ada dua jenis target laba yang biasa
digunakan, yaitu target marjin dan return on investment. Target marjin merupakan
target laba suatu produk yang dinyatakan sebagai presentase yang mencerminkan
rasio laba terhadap penjualan Sedangkan target return on investment merupakan
target laba suatu produk yang dinyatakan sebagai rasio laba terhadap investasi total
yang dilakukan perusahaan dalam, fasilitas produksi dan aset yang mendukung
produk tersebut.
b. Tujuan berorientasi pada volume penjualan. Dalam hal ini, harga ditetapkan
sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan.
c. Tujuan berorientasi pada citra. Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui
strategi penetapan harga. Perusahaan menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau
mempertahankan citra prestisius. Sedangkan harga rendah digunakan untuk
membentuk citra nilai tertentu.
d. Tujuan stabilisasi harga. Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap
harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus
menurunkan pula harga mereka. Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan
menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu
perusahaan dan harga pemimpin industry.
e. Tujuan-tujuan lainnya. Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah
masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan
ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah.
Sedangkan menurut Kotler dalam Abubakar (2022:43) tujuan perusahaan melalui
penetapan harganya: kelangsungan hidup, laba sekarang maksimum, pangsa pasar
maksimum, menyaring pasar maksimum, kepemimpinan kualitas produk.
Definisi Harga
Pembentukan harga adalah merupakan hasil kesepakatan antara penjual dan
pembeli dalam menilai suatu produk. Dengan demikian harga merupakan aspel pertama
yang diperhatikan oleh penjual dalam usahanya untuk memasarkan produknya. Dari segi
pembeli, harga merupakan salah satu aspek yang ikut menentukan pilihan untuk
memuaskan kebutuhannya (Abubakar, 2022:20). Menurut Macrae dalam Abubakar
(2022:40) pembeli baik yang baru maupun yang lama menggunakan harga sebagai suatu
seleksi terhadap citra kualitas suatu merek
Jenis Produk
Secara garis besar jenis-jenis produk bisa kita perinci menjadi dua jenis, yaitu
produk konsumsi dan produk industri. Produk konsumsi (consumer products) adalah
barang yang dipergunakan oleh konsumen akhir atau rumah tangga dengan maksud tidak
untuk dibisniskan atau dijual lagi. Barang-barang yang termasuk jenis produk konsumsi
ini antara lain sebagai berikut:
1) Barang kebutuhan sehari-hari (convenience goods), yaitu barang yang umumnya
sering kali dibeli, segera dan memerlukan usaha yang sangat kecil untuk memilikinya,
misalnya barang kelontong, baterai, dan sebagainya.
2) Barang belanja (shopping goods), yaitu barang yang dalam proses pembelian dibeli
oleh konsumen dengan cara membandingkan berdasarkan kesesuaian mutu, harga,
dan model, misalnya pakaian, sepatu, sabun, dan lain sebagainya.
3) Barang khusus (speaciality goods), yaitu barang yang memiliki ciri-ciri unik atau
merk kas dimana kelompok konsumen berusaha untuk memiliki atau membelinya,
misalnya mobil, kamera, dan lain sebagainya.
Produk industri (business products), adalah barang yang akan menjadi begitu luas
dipergunakan dalam program pengembangan pemasaran. Barang industri juga dapat
dirinci lebih lanjut jenisnya antara lain sebagai berikut.
1) Bahan mentah, yaitu barang yang akan menjadi bahan baku secara fisik untuk
memproduksi produk lain, seperti hasil hutan, gandum, dan lain sebagainya.
2) Bahan baku dan suku cadang pabrik, yaitu barang industri yang digunakan untuk suku
cadang yang aktual bagi produk lain, misalnya mesin, pasir, dan lain sebagainya.
3) Perbekalan operasional, yaitu barang kebutuhan sehari-hari bagi sektor industri,
misalnya alat-alat kantor, dan lain-lain (Firmansyah, 2019:2-3)
Dimensi Kualitas Produk
Menurut Mullins, Orville, Larreche, dan Boy dalam Firmansyah (2019:15) apabila
perusahaan ingin mempertahankan keunggulan kompetitifnya dalam pasar, perusahaan
harus mengerti aspek dimensi apa saja yang digunakan oleh konsumen untuk
membedakan produk yang dijual perusahaan tersebut dengan produk pesaing. Dimensi
kualitas produk tersebut terdiri dari :
1) Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari sebuah
produk
2) Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang
bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin besar
frekuensi pemakaian konsumen maka semakin besar pula daya tahan produk.
3) Conformance to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh mana
karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari
konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk.
4) Features (fitur), adalah karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan
fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk.
5) Reliabilty (reliabilitas), adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan
memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan
terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan.
6) Aesthetics (estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan produk bisa dilihat
dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk.
7) Perceived quality (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil dari penggunaan
pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat kemungkinan
bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas produk yang
bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen terhadap produk didapat dari harga, merek,
periklanan, reputasi, dan Negara asal.
Tingkatan Produk
Menurut Fandy dalam Razak (2019:36) ada lima tingkatan produk:
1) Core benefit atau produk utama yang merupakan tingkatan paling dasar, yaitu
manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli pelanggan. Dalam kaitanna dengan produk,
maka pembeli memberikan manfaat.
2) Basic product, dalam hal imi pemasar harus merubah manfaat utama itu menjadi
produk generic, yaitu versi dasar dari produk diliha dari fungsionalnya.
3) Expected produce, yaitu sekumpulan atribut produk dan persyaratannya yang
biasanya diharapkan dan disetujui memiliki kekayaan.
4) Augmented product, yaitu berbagai atribut produk yang ditambahi berbagai manfaat
atau layanan dan memiliki kelayakan, sehingga dapat memberikan tambahan
kepuasan dan bisa dibedakan dengan produk pesaing
Pengertian Kualitas Produk
Menurut Kambhu dalam Razak (2019:3) mendefiniskan kualitas sebagai
deskripsi atas teknik (technical) dan pisik (physical); pendekatan berbasis pabrikan
mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian standar dan spesifikasi (specification).
Menurut Kotler dan Amstrong dalam Razak (2019:3) mendefinisikan produk
adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada suatu pasar untuk diperhatikan,
akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang mungkin memenuhi keinginan atau kebutuhan.
Sedangkan menurut Kusuma, et al dalam Razak (2019:3) produk adalah semua yang dapat
ditawarkan di pasar untuk mendapatkan perhatian, permintaan, penggunaan atau
konsumsi yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen.
Berikut menurut Razak (2019:4) kualitas produk merupakan keunggulan produk
yang ditawarkan perusahaan berdasarkan kecocokan dengan selera pelanggan atau adanya
kesesuaian dengan kebutuhan dan persyaratan pelanggan. Dengan demikian, terpenuhi
atau tidak terpenuhi harapan pelanggan, tergantung kepada kemampuan perusahaan
didalam menawarkan kualitas produk yang dirasakan pelanggan.
Indikator Citra Merek
Menurut Keller dalam Syarifudin (2019:12) mengatakan bahwa citra merek
merupakan persepsi konsumen tentang suatu merek sebagai refleksi dari asosiasi merek
yang ada pada pikiran konsumen. Menurut Keller, terdapat tiga dimensi citra merek, yaitu:
1) Brand strength, merupakan seberapa sering seseorang terpikir tentang informasi suatu
brand, ataupun kualitas dalam memproses segala informasi yang diterima konsumen.
Adapun indikator dari dimensi brand strengh ini yaitu: kemudahan mengucapkan
nama, kemudahan mengingat logo, penyampaian produk dan layanan sesuai dengan
informasi pemasaran di brosur dan konsistensi implementasi penyampaian layanan.
2) Brand favorable, yaitu suatu kesukaan terhadap merek brand, kepercayaan dan
perasaan bersahabat dengan suatu brand. Indikator-indikator dari dimensi brand
favorable yaitu: fasilitas yang ada dapat berfunsi dengan baik, pelayanan yang
profesional dari karyawan, kamar yang nyaman dan akses yang mudah.
3) Brand uniqueness yaitu membuat kesan unik dan perbedaan yasng berarti di antara
brand lain serta membuat konsumen tidak mempunyai alasan untuk tidak memilih
brand tersebut. Indikator-indikator dari brand uniqueness yaitu tema yang berbeda di
setiap kamar, mengutamakan privasi setiap tamu yang menginap
Dimensi Citra merek
Menurut Rangkuti dalam Syarifudin (2019:11) brand image adalah sekumpulan
asosiasi yang terbentuk dibenak konsumen. Lalu menurut Syarifudin (2019:12) citra
merek yang terdiri dari tiga dimensi brand strength (kekuatan merek), brand favorable
dan brand uniqueness. Membangun citra merek yang positif dapat dicapai dengan
mengembangkan programprogram pemasaran yang kuat, unik dan memiliki kelebihan
yang membedakannya dengan barang atau jasa lain yang ditawarkan oleh pesaing. Citra
merek dijadikan pedoman bagi konsumen dalam mengkonsumsi produk atau jasa yang
ditawarkan oleh perusahaan, dengan pengalaman yang dimilikian dan informasi positif
tentang suatu produk atau jasa akan menjadikan seorang konsumen loyal pada suatu merek
tertentu.
Pengertian Citra Merek
Asosiasi merek memiliki tingkat kekuatan tertentu dan semakin kuat seiring
dengan bertambahnya pengalaman konsumen atau penggalian informasi. Citra merek
dapat berdampak positif atau negatif bergantung bagaimana konsumen menafsirkan
asosiasi tersebut. Asosiasi merek dan citra merek merupakan persepsi konsumen yang
mungkin atau tidak mungkin merefleksikan realitas secara objektif. Seberapa kuat peranan
citra merek dapat tercermin dari dimensi citra merek yang akan diuraikan pada sub bagian
berikut (Syarifudin, 2019:10)
Pengertian Manajemen Pemasaran
Menurut Stanton pemasaran (marketing) adalah suatu sistem total dari kegiatan
bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan
mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan barang dan jasa
kepada para konsumen pada saat ini maupun konsumen potensial. Menurut Kotler dan
Armstrong mengemukakan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial
yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka buthkan dan
inginkan, lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain
(Abubakar, 2022:3).
Pengertian Pemasaran
Menurut Kotler dalam Abubakar (2022:2), pemasaran pada umumnya dipandang
sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan, dan menyerahkan barang dan jasa
kepada konsumen dan perusahaan. Sesungguhnya, orang-orang pemasaran melakukan
pemasaran dari 10 jenis wujud yang berbeda: barang, jasa, pengayaan pengalaman,
peristiwa, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi dan gagasan.
Menurut Gitosudarmo proses pemasaran adalah tentang bagaimana pengusaha
dapat mempengaruhi konsumen agar para konsumen tersebut menjadi tahu, senang lalu
membeli produk yang ditawarkannya dan akhirnya konsumen menjadi puas sehingga
mereka akan selalu membeli produk perusahaan itu (Abubakar, 2022:2)
Usaha Kecil Sebagai Harapan Pemulihan Eknomi Indonesia DanPersoalan-Persoalannya
Sejak krisis ekonomi menghantam Indonesia ada pertengaan 1997,
perhatian kepada kelompok usaha kecil dan menengah meningkat karena
berbagai studi tentang dampak krisis terhadap usaha kecil membuktikan
bahwa sektor ini mampu bertahan. Krisi ekonomi dipandang telah
menunjukan kekuatan dan potensi sesungguhnya dari kelompok usaha
kecil dalam hal daya tahan menghadapi guncangan maupun dalam hal
peranannya sebagai salah satu motor penggerak ekonomi yang penting.
Terdapat beberapa alasan yang memperkuat argumen untuk mendukung
upaya pemulihan ekonomi melalui usaha kecil.
Pertama, banyak usaha kecil-mikro terbukti lebih tahan banting dalam
menghadapi krisis ketimbang banyak usaha besar. Hal ini terbukti ketika
krisis melanda Indonesia pada pertengahan 1998 yang lalu. Meskipun
sejumlah usaha kecil mati, jumlah mereka yang dapat bertahan dan
berkembang sampai sekarang banyak.6 Sementara di pihak lain banyak
usaha besar dan konglomerat yang sampai sekarang masih terpuruk dan
masih menggerogoti fasilitas dari pemerintah.
Kedua, unit usaha kecil lebih mampu menjadi sarana pemerataan
kesejahteraan rakyat, dengan jumlah yang besar dan pada umumnya
sifatnya yang padat karya usaha-usaha kecil menyerap tenaga kerja yang
besar. Ukuran unit kecil akan tetapi dalam jumlah banyak ini juga
memungkinkan lebih banyak orang terlibat guna menarik manfaat darinya,
baik sebagian dari input maupun dari bagian penerima jasanya yang
murah.
Ketiga, dalam kondisi krisis usaha dan investasi yang masih berjalan
dengan baik adalah investasi pada usaha-usaha yang berskala kecil.
Perluasan produk pasar ekspor yang mungkin dilakukan seperti pada
komoditas garmen, agribisnis, serta pengolahan hutang, meruapakan
produk-produk yang pengerjaannya banyak melibatkan dan dilakukan oleh
pelaku usaha kecil.
Pilihan untuk mengandalkan usaha kecil dalam upaya pemulihan
ekonomi di Indonesia dengan sendirinya berimplikai pada kebutjan untuk
membangun strategi dan penguatan usaha kecil yang komprehensif.
Didalam beberapa dokumen rencana dan arahan pembangunan Indonesia
sebenernya telah tercantum secara eksplisit upaya-upaya penguatan usaha
kecil. Secara spesifik, upaya pengembangan usaha kecil yang tercantum
dalam dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut:7
a. GBHN menyebutkan tiga aspek penting bagi pengembangan
usaha kecil. Pertama, pengembangan ekonomi kerakyatan yang
bertumpu pada mekanisme pasar yang adil, persaingan sehat yang
berkelanjutan dan mencegah distorsi pasar. Kedua,
mengembangkan perekonomian yang berorientasi global dengan
membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan
komparatif yang dimiliki Indonesia. Ketiga, memberdayakan
usaha kecil menengah (UKM) agar lebih efisien, produktif, dan
berdaya saing tinggi.
b. Propenas menyebutkan dua aspek yang tinggi bagi
pengembangan UKM di sector industry dan perdagangan.
Pertama, mengembnagkan usaha kecil mikro, kecil, menengah,
dan koperasi melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif,
peningkatan akses kepada sumber daya produktif, pengembangan
kewirausahaan dan pengusaha kecil menengah dan koperasi
berkeunggulan kompetitif. Kedua, memacu peningkatan daya
saing melalui pengembangan ekspor, pengembangan industri
kompetitif, penguatan institusi pasar, dan peningkatan
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Dalam buku RIP-IKM juga menyebutkan adanya program
Revitalisasi dan pengembangan Industri perdagangan yang
bertujuan menggerakan sektor riil dalam periode jangka pendek
yang terfokus pada lima aspek. Pertama, revitalisasi industri pada
cabang-cabang industri tekstil dan produk tekstil, elektronika, alas
kaki, pengolahan kayu, pulp, dan kertas. Kedua, pengembangan
industri pada cabang-cabang industri kulit dan produk kulit
Pemberian Sertifikat Halal
Pemberian sertifikat halal harus mmeperhatikan unsur-unsur yang
telah ditetapkan berdasakan beberapa hal yang telah di teliti oleh tim
peneliti. Adapun pemberian sertifikat halal harus memnuhi tahap
berikut:5
a. Hasil pemeriksaan (audit) di lokasi produsen serta hasil analisis
laboratorium diserahkan kepada MUI untuk dikeluarkan fatwa
halalnya
b. Setelah mendapatkan fatwa halal dari MUI, sertifikat halal
dikeluarkan oleh LPPOM-MUI
c. Produsen yang mendapatkan sertifikat halal dapat mengambil
sertifikatnya di LPPOM-MUI setelah membayar seluruh biaya
sertifikasi yang telah ditentukan sebelumnya
Tata Cara Pemeriksaan (Audit) di Lokasi Produsen
Tata cara pemeriksaan (audit) di lokasi produsen dalam penentuan
produk halal, maka harus memenuhi urutan sebagai berikut:
a. Pada waktu yang sudah ditetapkan, tim LPPOM-MUI yang dilengkapi
dengan surat tugas dan identitas diri, akan mengadakan pemeriksaan
(audit) berlangsung, produsen diminta bantuannya untuk memberikan
informasi yang jujur dan jelas
b. Tim pemeriksa (audit) akan mengambil contoh secara acak untuk
kemudian diuji dilaboratorium
c. Jika diperlukan, pemeriksa (audit) dapat dilakukan sewaktu-waktu
secara tiba-tiba
Masa Berlakunya Sertifikat Halal
Menurut LPPOM-MUI sertifikat halal yang telah diurus memiliki
masa berlaku sesuai yang tekah dintentukan. Adapun masa berlaku
sertifikat halal adalah:4
a. Sertifikat halal berlaku satu tahun, kecuali untuk daging impor
sertifikasi halal hanya berlaku untuk setiap kali pengapalan
b. Dua bulan sebelm berakhr masa berlakunya sertifikat, LPPOM-MUI
akan mengirim surat pemberitahuan kepada produsen yang
bersangkutan
c. Satu bulan sebelum masa akhir berlakunya sertifikat halal, produsen
harus mendaftar kembali untuk mendapatkan tahun berikutnya
d. Produsen yang tidak memperbaruhi sertifikat halal, maka untuk
tahun itu produsen tidak diijinkan lagi untuk menggunakan label
halal berdasarkan sertifikat yang tidak berlaku dan akan diumumkan
di berita berkala LPPOM-MUI
e. Pada saat berakhir masa berlakunya sertifikat, produsen harus segera
mengembalikan sertifikat halal yang dipegangnya kepada LPPOM-
MUI
Proses Sertifikasi Halal
Proses sertifikasi halal adalah serangkaian tata cara untuk memperoleh
sertifikat halal bagi produk yang akan di pasarkan. Dalam hal ini proses
dalam pencapaian sertifikat halal harus memenuhi seperti pada ketentuan
antara lain:3
a. Setiap produsen yang mengajukan sertifikasi halal bagi produknya,
pertama-tama diharuskan mengisi formulir yang telah disedikan oleh
LPPOM-MUI. Ada tiga macam formulir yang dapat digunakan
dalam pengajuan ini, masing-masing untuk makanan dan minuman
olahan, usaha restoran, dan hewan potong
b. Surat pengajuan sertifikais halal yang disampaikan oleh LPPOM-
MUI harus dilampiri dengan sistem mutu, termasuk panduan mutu
dan proses baku pelaksanaannya yang telah disiapkan produsen
sebelumya.
c. Pada saat pengajuan sertifikasi halal, produsen harus
menandatangani pernyataannya untuk menerima tim pemeriksa
(audit) dari LPPOM-MUI dan memberikan contoh termasuk produk
bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan produk untuk
dapat diperiksa oleh LPPOM-MUI
d. Semua dokumen yang dapat dijadikan jaminan atas kehalalan produk
yang diajukan sertifikais halalnya harus diperlihatkan aslinya,
sedangkan foto kopiannya diserahkan kepada LPPOM-MUI
e. Surat oengajuan sertifikai halal dan formulir yang sudah diisi dengan
cermass beserta seluruh lampirannya dikembalikan kepada LPPOM-
MUI
f. LPPOM-MUI akan memeriksa semua dokumen yang dilampirkan
bersama surat penajuan sertifikasi halal. Jika tidak lengkap LPPOM-
MUI akan mengembalikan seluruh berkas pengajuan untuk dapat
dilengkapi oleh produsen pengusul
g. Pemeriksaan audit ke lokasi produsen akan dilakukan oleh LPPOM-
MUI segera setelah surat pengajuan sertifikasi halal serta lampiran-
lampirannya dianggap sudah memenuhi syarat.
h. Setelah hasil pemeriksaan (audit) dievaluasi dan memenuhi syarat
halal, maka produsen yang bersangkutan selanjutnya akan di proses
sertifikasi halalnya.
i. Jika ada perubahan dalam penggunaan bahan baku, bahan penolong,
dan bahan tambahan dalam proses produksinya, produsen
diwajibkan segera melapor ke LPPOM-MUI
Pengertian Sertifikat Halal
Pengertian Sertifikat Halal dalam buku tata cara mengurus ijin usaha
adalah sebagai berikut:2
a. Sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh LPPOM-MUI menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat islam
b. Yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi
syarat kehalalan sesuai syariat islam yaitu:
- Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari
babi serta tidak mneggunakan alcohol sebagai ingredient yang
sengaja ditambahkan - Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih
menurut tata cara syariat islam - Semua bentuk minuman yang tidak beralkohol
- Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan,
tempat pengelolaam dan tempat transportasi tidak digunakan
untuk babi atau barang tidak halal lainnya, tempat tersebut harus
terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut
syariat islam
c. Sertifikat halal dapat digunakan untuk pembuatan label bagi produk
yang bersangkutan. Penempelan label halal harus mnegikuti
peraturan dari Departemen Kesehatan
d. Pemegang sertifikat halal dari LPPOM-MUI bertanggungjawab
memlihara kehalalan produk yang diprodukisnya, dan sertifikat
tersebut tidak dapat dipindah tangankan
e. Sertifikat yang sudah berakhir masa berlakunya termasuk
fotokopinya tidak boleh dipergunakan kembali atau dipasang untuk
maksud-maksud tertentu
f. Jika sertifikat hilang, emegang sertifikat harus segera melaporkan ke
LPPOM-MUI
g. Sertifikat halal yang dikeluarkan LPPOM-MUI adalah milik
LPPOM-MUI . oleh sebab itu, jika karena sesuatu hal diminta
kembali oleh LPPOM-MUI maka pemegang sertifikat wajib
menyerahkannya.
h. Keputusan LPPOM-MUI yang didasarkan atas fatwa MUI tidak
dapat diganggu guga
Pengertian Sertifikat Halal
Fatwa tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan
kehalalan suatu Produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat halal MUI
merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada
kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. Sertifikat halal
MUI pada produk pangan, obat-obatan, kosmetik, dan produk lainnya
dilakukan untuk memberikan kepastian status kehalalan, sehingga dapat
menentramkan batin konsumen dalam mengkonsumsinya. Kesinambungan
proses produksi halal dijamin oleh produsen dengan cara menerapkan
Sistem Jaminan Halal.1 Sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI
berdasarkan permohonan pihak produsen yang telah dilakukan audit dan
dinyatakan halal produknya oleh komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia,
yang memiliki masa berlaku selama 2 (dua) tahun. Apabila masa berlaku
sudah habis maka tidak boleh dipergunakan kembali atau dipasang untuk
maksud-maksud tertentu
Tinjauan Mengenai Makanan Berlabel Halal dan Relasi Sertifikasi Halaldengan Labelisasi Halal
Ketidaktahuan dan mengikuti selera merupakan salah satu faktor
yang membuat sebagian masyarakat tidak selektif dalam memilih makanan
halal. Perkembangan teknologi dibidang pengolahan pangan tidak selalu
menghasilkan suatu produk yang baik dan sehat untuk di konsumsi.
Kriteria makanan halal yang ditetapkan oleh para ahli dalam
konteks ini di Indonesia oleh BPJPH lebih bersifat umum dan sangat
berkaitan dengan persoalan teknis pemeriksaan. Memeriksa suatu
makanan, senantiasa berdasar pada standar, mulai dari bahan baku yang
digunakan, bahan tambahan, bahan penolong, proses produksi, dan jenis
kemasannya.
Sertifikasi halal adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh
MUI Pusat atau Provinsi tentang halalnya suatu produk makanan,
minuman, obat-obatan dan kosmetika yang diproduksi oleh perusahaan
setelah diteliti dan dinyatakan halal oleh LP POM-MUI. 14
Tetapi dalam konteks sekarang ini, kewenangan untuk menetapkan
sertifikasi halal sudah diambil alih oleh BPJPH Kemenag terhitung sejak
17 Oktober 2019. Tetapi dalam proses transisi LP POM – MUI juga ikut
andil untuk menetapkan sertifikat halal bersama BPJPH.
Hal-hal yang perlu diperbaiki menyangkut sertifikasi halal nasional
adalah standarisasi proses sertifikasi dengan alat ukurnya, sistem
sertifikasi, prinsip pengaturan untuk tujuan apa sertifikasi harus
dilaksanakan dan lembaga sertifikasi, perlengkapan teknologi, dan lain
sebagainya serta jangka waktu berlakunya sertifikat halal.
Sertifikasi produk halal diberlakukan tidak hanya terhadap produk
dalam negeri tetapi juga produk luar negeri. Tetapi produk bersertifikasi
halal yang berasal dari luar negeri perlu diperhatikan, karena standar
sertifikasi halal dari luar negeri dan Indonesia berbeda, karena Indonesia
merupakan negara dengan batasan halal yang paling ketat.
Tinjauan Mengenai Perlindungan Konsumen Muslim
Kaitannya dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama
Islam, maka atas dasar kenyataan tersebut mayoritas konsumen terbesar
adalah konsumen muslim. Di sisi lain, masih banyak aspek yang tidak
tercakup dalam sistem perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan hukum bagi konsumen muslim, khususnya perlindungan dari
makanan yang haram.
Islam melihat sebuah perlindungan konsumen bukan sebagai
hubungan keperdataan semata melainkan menyangkut kepentingan publik
secara luas, bahkan menyangkut hubungan antara manusia dengan Allah
SWT. Dalam konsep hukum Islam perlindungan atas tubuh berkait dengan
hubungan vertikal (Manusia dengan Allah) dan horizontal (sesama
manusia). Dalam Islam melindungi manusia dan juga masyarakat sudah
merupakan kewajiban negara sehingga melindungi konsumen atas barang-
barang yang sesuai dengan kaidah Islam harus diperhatikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka masyarakat Islam (konsumen
muslim) harus mendapatkan perlindungan atas kualitas mutu barang dan
jasa serta tingkat kehalalan suatu barang dan jasa yang ditawarkan oleh
pelaku usaha. Perlindungan konsumen merupakan hak warga negara yang
pada sisi lain merupakan kewajiban negara untuk melindungi warga
negaranya khususnya atas produk yang halal dan baik, yaitu bagi konsumen
muslim. Perintah Allah untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik
(Thoyyib) telah terdapat dalam Al-Quran:
a. Surat Al Baqarah (2) ayat 168, ayat 172 dan ayat 173
Ayat 168:
“Wahai manusia makanlah dari makanan yang halal dan baik
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syetan. Sungguh setan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.
Ayat 172:
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya
kepada-Nya kamu menyembah”.
Ayat 173:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
19
(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
b. Surat Al Maa-idah (5) ayat 3
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang tertekam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefisikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus
asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Kusemprnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepada
ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka
barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lahi Maha Penyayang”.
20
Ayat 88:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada kamu yang
beriman kepada-Nya”.
c. Surat Al An’aam (6) ayat 121 dan ayat 145
Ayat 121:
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak
disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan
yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu
membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu,
dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi
orang-orang yang musyrik”.
Ayat 145:
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepada-Ku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi-karena sesungguhnya semua itu kotor-atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam
keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
21
d. Surat Al A’Raaf (7) ayat 31:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan”.
Definisi dari ”sertifikasi halal” adalah pemeriksaan yang rinci
terhadap kehalalan produk yang selanjutnya diputuskan kehalalannya
dalam bentuk fatwa MUI, sedangkan ”labelisasi halal” merupakan
perizinan pemasangan kata halal pada kemasan produk dari suatu
perusahaan oleh Departemen Kesehatan.
Ketentuan pangan halal dalam hukum positif yang mengatur khusus
mengenai sertifikasi halal dan labelisasi halal belum ada. Peraturan-
peraturan yang menjadi dasar hukum perlindungan konsumen adalah
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Keputusan Menteri
Agama (Kepmen) Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara
Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal. Pasal-pasal yang relevan dengan
masalah halal adalah sebagai berikut:
22
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pasal 8 ayat (1) huruf h menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang
memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang
tidak memenuhi ketentuan produksi secara halal sebagaimana
pernyataan halal yang dicantumkan dalam label
Tinjauan Mengenai Label Halal
Kata halal berasal dari bahasa Arab yang berarti “melepaskan” dan
tidak terikat. Secara etimologi halal berarti hal – hal yang boleh dan dapat
dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang
melarangnya.
Makanan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau
bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat islam baik yang
menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, serta bahan
penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui rekayasa
genetik dan iridasi pangan, dan pengolahannya dilakukan sesuai dengan
ketentuan hukum Islam.
Pemberian sertifikasi label halal dalam produk pangan, obat-obatan
dan kosmetik sangat penting dan dibutuhkan oleh konsumen maupun para
pelaku usaha untuk memastikan produk halal sesuai dengan hukum Islam,
namun tidak sedikit pula pelaku usaha yang tidak memberikan kepastian
dan perlindungan hukum bagi konsumen tentang kehalalan produk yang
dihasilkan serta kebenaran pencantuman label halal sendiri.
Dengan adanya Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH)
setidaknya memberikan kepastian hukum bagi konsumen terhadap produk
makanan dan barang yang dikonsumsinya. Penyelenggara JPH adalah
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berdasarkan fatwa
halal yang diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). BPJPH,
berada di bawah dan bertanggung jawab pada Menteri Agama. 12
Pengaturan penggunaan produk halal di Indonesia, memiliki dua
hal yang saling terkait, yaitu sertifikasi dan labelisasi. Undang-Undang No.
33 Tahun 2014 mengatur prosedur dan aplikasi sertifikasi halal membawa
perubahan terhadap sistem pelabelan. Tahap demi tahap, perubahan ini
akan diterapkan pada produk makanan, minuman, kosmetik, obat, bahan
kimia, bahan biologis, dan lainnya; semua barang ini harus ber-sertifikasi
halal atau ber-label non-halal.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH)
Sukoso mengatakan, kewajiban sertifikasi halal untuk seluruh produk akan
dimulai 17 Oktober 2019. Kewajiban sertifikasi halal akan dilakukan
secara bertahap. Menurut dia, pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal ini
sebagai realisasi Undang Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal yang menegaskan produk yang masuk, beredar, dan
diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikasi
halal. “Kewajiban sertifikasi halal akan dilakukan secara bertahap
Pengaruh Harga Terhadap Minat Beli Konsumen
Harga menjadi salah satu pertimbangan konsumen dalam membeli suatu
produk atau jasa.Hal ini didukung oleh penelitian Arief Adi Satria (2017) yang
menyatakan bahwa harga, promosi dan kualitas produk berpengaruh secara
simultan terhadap minat beli. Variabel harga, promosi dan kualitas produk juga
memiliki pengaruh secara parsial terhadap keputusan pembelian
Pengaruh Label Halal Terhadap Minat Beli
Sebagian besar penduduk Indonesia adalah muslim. Maka pencantuman
label halal pada makanan sangat penting dan mempengaruhi minat beli konsumen
karena makanan yang tidak memiliki label halal dikhawatirkan mengandung bahan-
bahan yang diharamkan. Hal ini didukung oleh penelitian Anisa Livia Windiana,
dan Desiana Nuriza Putri (2021) yang menyatakan bahwa logo halal di UMM
Bakery berpengaruh positif terhadap sikap konsumen
Pengaruh Daya Tarik Terhadap Minat Beli
Daya tarik iklan memiliki peran penting dalam kesuksesan komunikasi
dengan konsumen.Suatu iklan dengan daya tarik iklan yang tinggi mampu
menciptakan minat beli konsumen terhadap suatu produk. Hal ini di di dukung oleh
penelitian Suhailah Alkatiri (2017) yang menyatakan bahwa daya tarik iklan dan
potongan harga ditemukan berpengaruh baik secara simultan maupun secara parsial
terhadap minat beli konsumen pada Matahari Departement Store Mantos
Indikator Minat Beli
Menurut Ferdinand (2014:8), minat beli dapat diidentifikasi melalui
indikator-indikator sebagai berikut:
- Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli
produk. - Minat refrensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan atau
merekomendasikan produk kepada orang lain.
20 - Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang memiliki prefrensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya
dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk prefrensinya. - Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang
selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari
informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut
Minat Beli
Minat beli merupakan bagian dari komponen perilaku dalam Perilaku
mengkonsumsi. Kotler dalam bukunya “Marketing for Hospitality and Tourism”
(2014) mengungkapkan bahwa minat beli timbul setelah adanya proses
menganalisis alternatif yang dalam proses analisisnya seseorang akan membuat
suatu rangkaian pilihan mengenai produk yang akan dibeli atas dasar merek
maupun minat.
Schiffman dan Kanuk (Hidayati, Suharyono & Fanani, 2013) menyatakan
bahwa minat menjadi salah satu aspek psikologis yang memiliki pengaruh cukup
besar terhadap sikap perilaku. Minat beli diartikan sebagai sikap senang atau
tertarik terhadap objek yang membuat seseorang berusaha untuk mendapatkannya
dengan cara membayar atau pengorbanan lainnya. Selain itu, minat membeli juga
diartikan sebagai rencana untuk membeli sebuah produk dalam waktu tertentu.
Minat beli adalah keinginan untuk memiliki produk dan akan timbul apabila
seorang konsumen sudah terpengaruh oleh informasi mengenai mutu dan kualitas
suatu produk, dapat juga terjadi karena adanya pengaruh dari orang lain (Durianto,
2013:58).
Berdasarkan penjelasan di atas, minat beli yang muncul ini menciptakan
rangsangan bahwa konsumen harus memenuhi kebutuhannya yang akan terus
terekam di dalam benak konsumen meskipun pembelian itu belum tentu akan
dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa minat beli adalah suatu proses awal mengenai
perasaan yang timbul setelah menerima stimulus dari suatu produk atau jasa yang
dilihatnya, kemudian stimulus tersebut menimbulkan perasaan juga keinginan
untuk memiliki sehingga tertarik untuk membeli produk atau jasa tersebut pada
waktu tertentu.
Kotler dan Keller (2012;256) menyatakan bahwa perilaku membeli
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
1) Budaya (culture, sub culture, dan social classes)
a. Budaya adalah kumpulan nilai dasar, persepsi, keinginan,
dan tingkah laku yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari
keluarga serta lembaga lainnya. Dalam hal ini, pergeseran budaya
serta nilai-nilai dalam keluarga masuk dalam budaya.
b. Sub budaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai
terpisah berdasarkan pengalaman serta situasi kehidupan yang
umum. Sub budaya mencakup nasionalisme, agama, kelompok ras,
serta wilayah geografis.
c. Kelas sosial adalah divisi masyarakat yang relatif permanen
serta teratur dengan para anggotanya yang menganut nilai, minat,
serta tingkah laku serupa
2) Sosial (kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status)
a. Kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi guna
mencapai sasaran individu atau bersama. Ada beberapa kelompok
primer yang punya interaksi reguler tapi sifatnya informal, seperti
keluarga, teman, tetangga, serta rekan kerja. Ada pula kelompok
sekunder yang punya interaksi kurang reguler tapi bersifat formal,
seperti organisasi keagamaan, asosiasi profesional, serta serikat
pekerja.
b. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling
penting dalam masyarakat. Karena suami, istri, dan anak sama-sama
berpengaruh pada proses pembelian produk dan jasa.
c. Peran dan status. Peran merupakan aktivitas yang diharapkan
dilakukan seseorang menurut orang-orang yang ada di sekitarnya. Tiap
peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang
diberikan masyarakat. Sering kali individu memilih produk yang dapat
menunjukkan statusnya kepada masyarakat
3) Pribadi (usia dan tahapan daur hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi,
kepribadian dan konsep diri, serta gaya hidup dan nilai)
a. Umur dan tahap daur hidup Beberapa hal seperti selera akan
makanan, pakaian, perabot, tempat rekreasi, dan pembelian barang
memengaruhi daur hidup seseorang. Pemasar sering kali menentukan
sasaran pasar dalam bentuk tahap daur hidup serta mengembangkan
produk yang sesuai dengannya.
b. Pekerjaan artinya pekerjaan seseorang berpengaruh pada
barang dan jasa yang dibelinya. Pemasar akan berusaha mengenali
kelompok pekerjaan yang punya minat di atas rata-rata terhadap
produk serta jasanya.
c. Keadaan ekonomi berpengaruh pada pemilihan produk. Dalam
hal ini, pemasar harus peka terhadap pendapatan masyarakat serta
indikator ekonomi.
d. Gaya hidup adalah pola kehidupan seseorang yang diwujudkan
lewat beberapa aktivitas, seperti pekerjaan, hobi, belanja, olahraga,
kegiatan sosial, serta minat terhadap suatu hal.
e. Kepribadian dan konsep diri. Kepribadian mengacu pada
karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respons yang relatif
19
konsisten serta tahan lama terhadap lingkungan dirinya sendiri.
Kepribadian bermanfaat untuk menganalisis tingkah laku konsumen
dalam memilih produk atau merek tertentu.
4) Psikologis (motivasi, persepsi, pembelajaran, emotions, memory)
a. Motivasi yang kuat akan mendorong konsumen untuk memilih
serta membeli barang yang dibutuhkannya. Adanya motif dan
dorongan dapat membantu seseorang bertindak, terutama dalam hal
membeli produk atau jasa.
b. Persepsi seseorang yang termotivasi pastinya akan bertindak.
Karena persepsi memengaruhi motivasi dan tindakan seseorang dalam
situasi tertentu.
c. Pengetahuan menggambarkan perubahan perilaku individu
yang didasarkan pada pengalaman. Karena saat orang bertindak,
mereka belajar dan mendapat pengalaman serta pengetahuan.
d. Keyakinan dan sikap, lewat tindakan dan belajar, seseorang
akan mendapat keyakinan serta sikap. Dua faktor inilah yang
memengaruhi perilaku pembelian produk dan jasa. Keyakinan akan
membentuk citra produk dan merek. Bila ternyata keyakinan ini keliru
dan menghambat pembelian, pemasar akan meluncurkan kampanye
untuk mengoreksi keyakinan tersebut
Indikator Harga
Menurut Kotler dan Amstrong (2012:278), terdapat 4 indikator yang
mencirikan harga:
- Keterjangkauan harga
Keterjangkauan harga adalah aspek penetapan harga yang
dilakukan oleh produsen atau penjual yang sesuai dengan kemampuan
beli pelanggan. - Kesesuaian harga dengan kualitas produk
Aspek penetapan harga yang dilakukan oleh produsen atau
penjual yang sesuai dengan kualitas produk yang dapat diperoleh
pelanggan. - Daya saing harga
Penawaran harga yang diberikan oleh produsen atau penjual
berbeda dan bersaing dengan yang di berikan oleh produsen lain, pada
satu jenis produk yang sama. - Kesesuaian harga dengan manfaat produk
Aspek penetapan harga yang dilakukan oleh produsen atau
penjual yang sesuai dengan manfaat yang dapat di peroleh pelanggan
dari produk yang dibeli
Proses penetapan harga
Kotler dan keller (2012: 411) mengemukakan prosedur 6(enam) langkah
untuk menetapkan harga, yaitu:
- Memilih tujuan penetapan harga.
Setiap perusahaan harus memutuskan apa yang ingin dicapainya
dari produk tersebut. Jika perusahaan telah memilih posisi pasarnya dengan
cermat, maka strategi bauran pemasarannya termasuk harga akan otomatis
sejalan dengannya. Perusahaan dapat mengharapkan salah satu dari tujuan
utama melalui penetapan harga, yakni: - Bertahan hidup
- Memaksimumkan laba
- Memaksimumkan pendapatan
- Memaksimumkan pertumbuhan penjualan
- Menentukan permintaan.
Permintaan pelanggan mempengaruhi semua fase bisnis. Secara
umum para pelanggan menginginkan barang-barang dan jasa yang
berkualitas tinggi dan harga rendah. Jika semua barang itu sama, para
pelanggan akan membeli barang yang harganya lebih murah, sedikit yang
akan membeli harga yang lebih tinggi. - Memperkirakan biaya.
Permintaan menentukan batas harga tertinggi yang dapat dikenakan
perusahaan atas Produknya. Sedangkan biaya perusahaan menentukan
batas terendahnya. Perusahaan ingin menetapkan harga yang dapat
menutup biaya produksi, distribusi, dan penjualan produk, termasuk tingkat
pengembalian investasi yang memadai atas usaha dan resiko yang
dilakukannya. - Menganalisis biaya, harga, dan tawaran pesaing.
Dalam rentang kemungkinan harga yang ditentukan oleh
permintaan pasar dan biaya perusahaan, perusahaan harus
memperhitungkan biaya pesaing, harga pesaing dan kemungkinan reaksi
harga oleh pesaing. Jika tawaran perusahaan serupa dengan tawaran
pesaing utamanya, maka perusahaan harus menetapkan harga yang dekat
dengan harga pesaing atau ia akan kehilangan penjualan. Jika tawaran
perusahaan lebih rendah mutunya, perusahaan tidak dapat menetapkan
harga yang lebih tinggi dari pada pesaing. Jika penawaran perusahaan lebih
tinggi mutunya, perusahaan dapat menetapkan harga yang lebih tinggi dari
pesaing. Akan tetapi, perusahaan harus menyadari bahwa pesaing dapt
mengubah harganya sebagai tanggapan atas harga perusahaan. - Memilih metode penetapan harga.
Dalam penetapan harga jual tentunya harus menggunakan metode
tertentu. Metode yang digunakan seharusnya tidak berganti-ganti. Dalam
penetapan harga jual perusahaan harus mempertimbangkan harga pasaran,
perusahaan jangan sampai mengambil laba terlalu tinggi maupun terlalu
rendah. Jadi perusahaan harus mengambil harga tengah sehingga dapat
dijangkau konsumen dan perusahaan masih mendapat profit yang aman. - Memilih harga akhir.
Untuk tahap terakhir manajemen perusahaan memilih harga akhir,
yaitu menentukan harga jual yang sesuai dengan barang yang dipasarkan.
Dalam memilih harga akhir harus benar-benar di pertimbangkan untuk
mendaptkan provit bagi perusahaan dan sekaligus harga dapat dijangkau
para konsumen
Proses penetapan harga
Kotler dan keller (2012: 411) mengemukakan prosedur 6(enam) langkah
untuk menetapkan harga, yaitu:
- Memilih tujuan penetapan harga.
Setiap perusahaan harus memutuskan apa yang ingin dicapainya
dari produk tersebut. Jika perusahaan telah memilih posisi pasarnya dengan
cermat, maka strategi bauran pemasarannya termasuk harga akan otomatis
sejalan dengannya. Perusahaan dapat mengharapkan salah satu dari tujuan
utama melalui penetapan harga, yakni: - Bertahan hidup
- Memaksimumkan laba
- Memaksimumkan pendapatan
- Memaksimumkan pertumbuhan penjualan
- Menentukan permintaan.
Permintaan pelanggan mempengaruhi semua fase bisnis. Secara
umum para pelanggan menginginkan barang-barang dan jasa yang
berkualitas tinggi dan harga rendah. Jika semua barang itu sama, para
pelanggan akan membeli barang yang harganya lebih murah, sedikit yang
akan membeli harga yang lebih tinggi. - Memperkirakan biaya.
Permintaan menentukan batas harga tertinggi yang dapat dikenakan
perusahaan atas Produknya. Sedangkan biaya perusahaan menentukan
batas terendahnya. Perusahaan ingin menetapkan harga yang dapat
menutup biaya produksi, distribusi, dan penjualan produk, termasuk tingkat
pengembalian investasi yang memadai atas usaha dan resiko yang
dilakukannya. - Menganalisis biaya, harga, dan tawaran pesaing.
Dalam rentang kemungkinan harga yang ditentukan oleh
permintaan pasar dan biaya perusahaan, perusahaan harus
memperhitungkan biaya pesaing, harga pesaing dan kemungkinan reaksi
harga oleh pesaing. Jika tawaran perusahaan serupa dengan tawaran
pesaing utamanya, maka perusahaan harus menetapkan harga yang dekat
dengan harga pesaing atau ia akan kehilangan penjualan. Jika tawaran
perusahaan lebih rendah mutunya, perusahaan tidak dapat menetapkan
harga yang lebih tinggi dari pada pesaing. Jika penawaran perusahaan lebih
tinggi mutunya, perusahaan dapat menetapkan harga yang lebih tinggi dari
pesaing. Akan tetapi, perusahaan harus menyadari bahwa pesaing dapt
mengubah harganya sebagai tanggapan atas harga perusahaan. - Memilih metode penetapan harga.
Dalam penetapan harga jual tentunya harus menggunakan metode
tertentu. Metode yang digunakan seharusnya tidak berganti-ganti. Dalam
penetapan harga jual perusahaan harus mempertimbangkan harga pasaran,
perusahaan jangan sampai mengambil laba terlalu tinggi maupun terlalu
rendah. Jadi perusahaan harus mengambil harga tengah sehingga dapat
dijangkau konsumen dan perusahaan masih mendapat profit yang aman. - Memilih harga akhir.
Untuk tahap terakhir manajemen perusahaan memilih harga akhir,
yaitu menentukan harga jual yang sesuai dengan barang yang dipasarkan.
Dalam memilih harga akhir harus benar-benar di pertimbangkan untuk
mendaptkan provit bagi perusahaan dan sekaligus harga dapat dijangkau
para konsumen
Harga
Harga merupakan salah satu dari variabel bauran pemasaran yang sangat
penting dalam manajemen pemasaran. Adapun pengertian harga menurut para ahli:
- Kotler dan Keller (2012:25) menyatakan bahwa harga merupakan jumlah
yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa. - Menurut Andi (2015:128) harga menjadi faktor utama yang dapat
mempengaruhi pilihan seorang pembeli dan cukup berperan dalam
keputusan pembelian konsumen. - Buchari Alma (2014:169) menyatakan bahwa harga merupakan nilai suatu
barang yang dinyatakan dengan uang - Assauri (2014:223) menyatakan bahwa harga merupakan satu-satunya
unsur bauran pemasaran (marketing mix) yang menghasilkan penerimaan
penjualan, sedangkan unsur lainnya hanya unsur biaya saja.
Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga
adalah sejumlah uang yang dibayarkan konsumen atas suatu produk untuk
memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa
yang menjadi faktor utama dan beperan penting dalam keputusan pembelian
konsumen. Oleh karena itu, sebelum menetapkan suatu harga, sebaiknya
perusahaan melihat beberapa referensi harga suatu produk yang dinilai
penjualannya cukup tinggi dalam perusahaan
Indikator Label Halal
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 69 tahun 1999 tentang label dan
iklan pangan disebutkan bahwa label dengan setiap keterangan mengenai pangan
yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang
disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan
bagian kemasan pangan (Tengku, 2017). Dengan demikian label pangan sekurang-
kurangnya memuat keterangan:
1) Gambar, merupakan tiruan barang (hewan, orang, tumbuhan dan
sebagainya) yang dibuat dengan coretan pensil pada media kertas.
2) Tulisan, merupakan sebuah hasil dari kegiatan menulis yang diharapkan
bisa untuk dibaca.
3) Kombinasi gambar dan tulisan, merupakan sebuah gabungan antara gambar
dan tulisan yang dijadikan menjadi satu bagian utuh.
4) Menempel pada kemasan, yaitu sesuatu yang melekat pada sebuah kemasan
(wadah suatu produk). Pencantuman Label Halal harus mudah dilihat dan
dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak.
Untuk menjamin kehalalan suatu produk yang telah mendapat sertifikat
halal, MUI menetapkan dan menekankan bahwa jika sewaktu-waktu ternyata
diketahui produk tersebut mengandung unsur-unsur bahan haram (najis), MUI
berhak mencabut sertifikat halal produk bersangkutan. Di samping itu, setiap
produk yang telah mendapat sertifikat halal diharuskan pula memperhatikan atau
memperpanjang sertifikat halalnya setiap dua tahun, dengan prosedur dan
mekanisme yang sama.
MUI menetapkan bahwa jika sewaktu-waktu ternyata diketahui produk
tersebut mengandung unsur-unsur bahan haram, MUI berhak mencabut sertifikat
halal produk yang bersangkutan untuk menjamin kehalalan suatu produk yang telah
mendapat sertifikat halal.Dan perusahaan tidak lagi berhak atas sertifikat halal jika
perusahaan yang bersangkutkan tidak mengajukan permohonan perpanjangan
setelah dua tahun terhitung sejak berlakunya setifikat halal.Bagi masyarakat yang
ingin mendapat informasi tenta ng produk (perusahaan) yang telah mendapat
sertifikat halal MUI dan masa keberlakuannya, LPPOM MUI telah menerbitkan
Jurnal Halal.
Proses penetapan label halal
Setiap perusahaan yang telah mencantumkan label halal pada setiap
kemasan produknya harus telah memiliki sertifikat halal dari LPPOM MUI. Namun
sebelum sertifikat halal diberikan kepada perusahaan, ada beberapa proses yang
harus dilalui agar sertifikat halal dapat diberikan. Bagi perusahaan yang ingin
memperoleh sertifikat halal LPPOM MUI, baik industri pengolahan (pangan, obat,
kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH), dan restoran/katering/dapur, harus
melakukan pendaftaran sertifikasi halal dan memenuhi persyaratan sertifikasi halal.
Berikut ini adalah tahapan yang dilewati perusahaan yang akan mendaftar proses
sertifikasi halal
1) Memahami persyaratan sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan SJH.
Perusahaan harus memahami persyaratan sertifikasi halal yang tercantum
dalam HAS 23000. Selain itu, perusahaan juga harus mengikuti pelatihan
SJH (Sistem Jaminan Halal) yang diadakan LPPOM MUI, baik berupa
pelatihan reguler maupun pelatihan online (e-training).
2) Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH).
Perusahaan harus menerapkan SJH sebelum melakukan pendaftaran
sertifikasi halal, antara lain: penetapan kebijakan halal, penetapan Tim
Manajemen Halal, pembuatan Manual SJH, pelaksanaan pelatihan,
penyiapan prosedur terkait SJH, pelaksanaan internal audit dan kaji ulang
manajemen.
3) Menyiapkan dokumen sertifikasi halal.
Perusahaan harus menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk
sertifikasi halal, antara lain: daftar produk, daftar bahan dan dokumen
bahan, daftar penyembelih (khusus RPH), matriks produk, Manual SJH,
diagram alir proses, daftar alamat asilitas produksi, bukti sosialisasi
kebijakan halal, bukti pelatihan internal dan bukti audit internal.
4) Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data).
Pendaftaran sertifikasi halal dilakukan secara online di sistem Cerol
(Certification Online) melalui website www.e-lppommui.org.
Perusahaan harus membaca user manual Cerol terlebih dahulu untuk
memahami prosedur sertifikasi halal. Perusahaan harus melakukan
upload data sertifikasi sampai selesai, baru dapat diproses oleh LPPOM
MUI.
5) Melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi.
Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan
monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi. Monitoring pre
audit disarankan dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya
ketidaksesuaian pada hasil pre audit.Pembayaran akad sertifikasi
dilakukan dengan mengunduh akad di Cerol, membayar biaya akad dan
menandatangani akad, untuk kemudian melakukan pembayaran di Cerol
dan disetujui oleh Bendahara LPPOM MUI.
6) Pelaksanaan audit.
Audit dapat dilaksanakan apabila perusahaan sudah lolos pre audit dan
akad sudah disetujui. Audit dilaksanakan di semua fasilitas yang
berkaitan dengan produk yang disertifikasi.
7) Melakukan monitoring pasca audit.
Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan
monitoring pasca audit. Monitoring pasca audit disarankan dilakukan
setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil audit,
dan jika terdapat ketidaksesuaian agar dilakukan perbaikan.
8) Memperoleh Sertifikat halal.
Perusahaan dapat mengunduh Sertifikat halal dalam bentuk softcopy di
Cerol. Sertifikat halal yang asli dapat diambil di kantor LPPOM MUI
Jakarta dan dapat juga dikirim ke alamat perusahaan. Sertifikat halal
berlaku selama 2 (dua) tahun.
Dalam rentang waktu tersebut, produsen harus bisa menjamin kehalalan
produknya. Proses penjaminannya dengan cara pengangkatan Auditor Halal
Internal untuk memeriksa dan mengevaluasi Sistem Jaminan Halal (Halal
Assurance System) di dalam perusahaan. Auditor Halal tersebut disyaratkan harus
beragama Islam dan berasal dari bagian terkait dengan produksi halal. Hasil audit
oleh auditor ini dilaporkan kepada LPPOM MUI secara periodik (enam bulan sekali)
dan bila diperlukan LPPOM MUI melakukan inspeksi mendadak dengan membawa
surat tugas (Tengku, 2017)
Pentingnya label halal bagi konsumen dan perusahaan
Semua makanan dan minuman yang tidak mengundang khamar. Berkaitan
dengan label, konsumen perlu memperoleh informasi yang benar, jelas dan lengkap
mengenai kuantitas, isi dari produk (mengandung bahan halal atau haram), dan
kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukan menganai produk yang beredar di
pasaran. Informasi pada label sangat diperlukan bagi konsumen supaya dapat secara
tepat menentukan pilihan sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk. Oleh
karena itu, informasi halal atau tidaknya suatu produk wajib diberikan oleh
produsen
Label Halal
Label halal merupakan pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada
kemasan produk dengan tulisan Halal dalam huruf Arab, huruf lain dan nomor kode
dari Menteri untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai
produk yang halal dan berfungsi sebagai jaminan yang sah bahwa produk yang
dimaksud adalah halal dikonsumsi serta digunakan oleh masyarakat sesuai dengan
ketentuan syariah (Febriyani, 2018).
Label halal diperoleh setelah mendapatkan sertifikat halal. Sertifikat halal
adalah suatu fatwa tertulis dari Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam. Sertifikat halal ini merupakan
syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada kemasan produk dari
instansi pemerintah yang berwenang (Sari, 2019).
Adapun yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi
syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam. Syarat kehalalan suatu produk
diantaranya:
1) Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
2) Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan yang
berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran dan lain sebagainya.
3) Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut
tata cara syariat islam.
4) Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat
pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika
pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya
terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut
syariat islam
Indikator Daya Tarik Iklan
Menurut Kotler dan Amstrong (2012:484) indikator-indikator daya tarik
iklan adalah:
- Bermakna (meaningfull), yaitu iklan harus menunjukkan manfaat yang
membuat produk lebih menarik atau lebih diinginkan bagi konsumen. - Terpercaya (believable), yaitu pesan iklan harus dapat dipercaya.
Membuat konsumen percaya bahwa produk tersebut akan memberikan
manfaat seperti yang dijanjikan dalam pesan iklan. - Khusus (distinctive), yaitu pesan iklan harus lebih baik dibanding iklan
yang ditampilkan oleh pesaing.
Tahapan merancang iklan
Kotler dan Keller (2013:526) mengemukakan bahwa terdapat lima
keputusan utama dalam membuat program periklanan yang biasa disebut 5M,
antara lain:
- Misi (mission), yaitu menetapkan tujuan iklan.
- Anggaran (money), yaitu menetapkan besarnya anggaran iklan.
- Pesan (message), yaitu mengembangkan kampanye iklan.
- Media (media), yaitu menetapkan media yang akan digunakan dan
mengukur efektifitas. - Pengukuran (measurement), yaitu mengevaluasi efektifitas iklan
Manfaat Iklan
Menurut Terence A. Shimp dalam Anang (2019:102), secara umum
periklanan mempunyai fungsi komunikasi yaitu: Informing (memberi informasi)
membuat konsumen sadar (aware) akan merek-merek baru, serta memfasilitasi
penciptaan citra merek yang positif.
- Memberi Informasi (informing)
Membuat konsumen sadar (aware) akan merek-merek baru, serta
memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif. - Mempersuasi (persuading)
iklan yang efektif akan mampu membujuk pelanggan untuk mencoba
produk atau jasa yang diiklankan. - Mengingatkan (reminding)
Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para
konsumen. Periklanan yang efektif juga meningkatkan minat konsumen
terhadap merek yang sudah ada dan pembelian sebuah merek yang
mungkin tidak akan dipilihnya. - Memberikan nilai tambah (adding value)
Memberikan nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi persepsi
konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan merek dipandang lebih
elegan, bergaya, bergengsi dan lebih unggul dari tawaran pesaing.
. - Mendampingi (assisting)
Peran utama periklanan adalah sebagai pendamping yang memfasilitasi
upaya-upaya lain dari perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran
Iklan
Iklan (advertising) merupakan sub-variabel dari bauran pemasaran
(marketing mix). Iklan didefinisikan sebagai semua bentuk presentasi dan promosi
nonpersonal yang dibayar oleh sponsor untuk menampilkan gagasan, barang atau
jasa. (Kolter dan Amstrong: 2012:432).
Menurut Anang (2019:60), iklan adalah penyajian informasi non-personal
tentang produk, merek, perusahaan atau gerai yang didanai sponsor (perusahaan).
Iklan bertujuan mempengaruhi citra, keyakinan, dan sikap konsumen terhadap
produk dan merek, serta perilaku konsumen.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa iklan adalah
penyajian informasi non-personal yang didanai oleh perusahaan untuk
mempresentasikan gagasan, barang atau jasa melalui media cetak, media audio,
media jaringan, dan media elektronik yang bertujuan untuk mempengaruhi citra,
keyakinan, dan sikap konsumen terhadap produk dan merek, serta perilaku
konsumen
Proses Terbitnya Sertifikat Halal
Sertifikasi halal MUI adalah proses untuk menerbitkan sertifikat
halal melalui pelaksanaan tahapan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan LPPOM MUI.
Sertifikasi halal adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat halal ini
merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada
kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.54
Dalam upaya memenuhi harapan masyarakat muslim khususnya
terhadap kepastian kehalalan produk makanan, maka LP POM MUI
mengeluarkan rekomendasi sertifikat halal bagi setiap produsen yang
berniat mencantumkan label halal pada kemasan produknya.
Untuk mendapatkan suatu label halal suatu produk harus
mengalami beberapa proses.di Indonesia proses ini dilakukan oleh
Lembaga Pengajian Pangan obat-obatan dan kosmetika majelis ulama
Indonesia atau yang biasa disingkat menjadi LPPOM MUI. Untuk
mendapatkan label halal LPPOM MUI memberikan beberapa ketentuan
bagi perusahaan,yaitu:
a. Sebelum produsen mengajukan sertifikat halal terlebih dahulu harus
mempersiapkan Sistem Jaminan Halal. Penjelasan rinci tentang
Sistem Jaminan Halal dapat merujuk kepada Buku Panduan
Penyusunan Sistem Jaminan Halal yang dikeluarkan oleh LPPOM
MUI.
b. Berkewajiban mengangkat secara resmi seorang atau tim Auditor
Halal Internal (AHI) yang bertanggung jawab dalam menjamin
pelaksanaan produksi halal.
c. Berkewajiban menandatangani kesediaan untuk diinspeksi secara
mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya oleh LPPOM MUI.
d. Membuat laporan berkala setiap 6 bulan tentang pelaksanaan Sistem
Jaminan Halal. Setelah semua ketentuan di atas telah dipenuhi, maka
produsen dapat lanjut ke proses prosedur sertifikasi halal.
Adapun prosedur Sertifikasi Halal adalah sebagai berikut:
a. Setiap produsen mendaftarkan seluruh produknya yang diproduksi
dalam satu lokasi dan mendaftarkan seluruh pabrik pada lokasi yang
berbeda yang menghasilkan produk dengan merk yang sama.
b. Setiap produsen yang mengajukan Sertifikasi Halal produknya harus
mengisi formulir yang telah disediakan dengan melampirkan.
Formulir tersebut:
1) Spesifikasi yang menjelaskann asal-usul bahan komposisi,dan alur
proses pembuatannya dan atau sertifikat halal bahan baku, bahan
tambahan dan bahan penolong, daftar bahan baku dan matrik
produk versus bahan serta bagan alur pembuatan produk ,
sertifikat halal bagi bahan impor harus berasal dari istitusi
penerbit sertifikat halal yang diakui oleh LPPOM MUI.
2) Sertifikat halal atau surat keterangan Halal dari MUI daerah
(produk daerah) atau sertifikat halal dari Lembaga Islam yang
telah diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal
dari hewan dan turunannya serta produk komplek lainnya.
3) Dokumen sistem jaminan halal yang diuraikan dalam panduan
halal beserta prosedur baku pelaksanaannnya.
c. Tim auditor LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan atau audit ke
lokasi produsen setelah formulir beserta lampiran-lampirannya
dikembalikan ke LPPOM MUI dan diperiksa kelengkapannya.
d. Hasil pemeriksaan atau audit dan hasil laboraturium dievaluasi dalam
rapat auditor LPPOM MUI. Jika telah memenuhi persyaratan, maka
dibuat laporan hasil audit untuk diajukan kepada Sidang Komisi
Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya.
e. Sidang Komisi Fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit jika
dianggap belum memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
f. Sertifikat halal dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia setelah
ditetapkan status kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI.
g. Sertifikat halal berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkan
dan harus mengikuti prosedur perpanjangan sertifikat halal untuk
mendapatkan sertifikat yang baru.55
h. Tiga bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir, produsen
harus mengajukan perpanjangan sertifikat halal sesuai dengan aturan
yang telah ditetapkan LPPOM MUI.
Untuk sementara masyarakat jadi lebih tentram dengan jaminan
kehalalan yang dikeluarkan oleh MUI dalam bentuk sertifikasi halal.
Sebab masyarakat juga sadar bahwa MUI melakukan secara
sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab, baik kepada Allah yang
Maha Kuasa maupun kepada masyarakat. Dalam menganalisa kehalalan
suatu produk LPPOM MUI telah menerjunkan 45 ahli di bidang makanan
sebagai auditor dan pakar fiqih yang tergabung dalam komisi fatwa MUI
dalam bentuk sertifikat
Pengertian Sertifikat Halal
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
Tentang Jaminan Produk Halal, tanda kehalalan suatu produk berdasarkan
sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI (Lembaga Pemeriksa
Pangan, Obat-Obatan dan Makanan Majelis Ulama Indonesia). Sertifikat
Halal adalah fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh MUI yang menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat Halal ini
merupakan syarat untuk mencantumkan label halal.
Pemberian tanda halal dalam bentuk label halal merupakan upaya
perlindungan konsumen muslim yang merupakan konsumen terbesar di
Indonesia. Untuk itu, kewajiban pencatuman label halal dapat sangat
membantu konsumen muslim untuk dapat memilih produk yang akan
dikonsumsinya. Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa pencantuman
label halal baru dapat dilakukan oleh perusahaan manakala produk yang
dimilikinya telah mendapatkan Sertifikat Halal dari MUI. Selain itu,
bentuk logo halal yang khas dan seragam sangat di dambakan konsumen
mengingat saat ini belum ada keseragaman logo halal sehingga dapat
47
membingungkan mana logo halal yang didukung oleh Sertifikat Halal dan
mana yang tidak.
Proses penerbitan Sertifikat Halal:
a. Sertifikat Halal hanya boleh diterbitkan setelah dilakukan proses
auditing atau pemeriksaan oleh lembaga pemeriksa yang memiliki
kompetensi dan ditetapkan oleh pemerintah. Hasil auditing atau
pemeriksaan dari lembaga pemeriksa halal disampaikan kepada
lembaga/majelis yang berwenang untuk ditetapkan status hukumnya.
b. Sertifikat Halal yang telah ditetapkan dan disepakati oleh
masing-masing negara boleh diterima pakai di negara-negara
ASEAN.53
Dalam era global ini permasalahan halal telah menjadi kompleks
akibat perkembangan teknologi yang begitu pesat. Oleh karena itu, dalam
penentuan fatwa para ahli fiqih harus bekerja sama, baik antar ahli fiqih
dari berbagai mahzab maupun dengan para ilmuwan dari berbagai disiplin
ilmu, apabila tidak, maka tidak tertutup kemungkinan terjadinya fatwa
yang kurang proporsional dan menyulitkan implementasi di dunia
industri.
MUI merupakan satu-satunya lembaga Sertifikasi Halal,
sedangkan LPPOM (Lembaga Pemeriksa Pangan, Obat-Obatan dan
Makanan) sebagai perangkat lembaga sertifikasi berperan sebagai
lembaga pemeriksa yang terdiri dari para ahli di bidang pangan, kimia
biokimia, dan lain-lain. Komisi fatwa, sebagai perangkat MUI yang
terdiri dari para ahli fiqih berperan memberikan fatwa terhadap produk
hasil pemeriksaan dan penelitian LPPOM yang bekerja sama antara
ulama dan ilmuwan dalam tubuh MUI merupakan satu kekuatan
tersendiri dalam penentuan kehalalan suatu produk, sehingga akan
semakin menguatkan posisinya
Asas-Asas Hukum Islam
a. Asas keadilan merupakan asas yang sangat penting dalam hukum
Islam. Demikian pentingnya, sehingga ia dapat disebut sebagai asas
semua asas hukum Islam. Di dalam Al-Qur’an, keadilan disebut lebih
dari 1000 (seribu) kali, terbanyak setelah Allah dan ilmu
pengetahuan;
b. Asas kepastian hukum menyatakan bahwa tidak ada satu perbuatan
pun dapat dihukum kecuali atas kekuatan dan ketentuan hukum atau
peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk perbuatan
itu. Asas ini sangat penting dalam ajaran hukum Islam;
c. Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi asas keadilan dan
kepastian hukum. Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastian
hukum, seyogianya dipertimbangkan asas kemanfaatannya, baik bagi
yang bersangkutan sendiri maupun bagi kepentingan masyarakat
Labelisasi Halal
Labelisasi halal merupakan salah satu poin penting di dalam
penelitian ini. Labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau
pernyataan halal pada kemasan atau produk untuk menunjukkan bahwa
produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal.
Label halal sebuah produk dapat dicantumkan pada sebuah
kemasan apabila produk tersebut telah mendapatkan sertifikat halal oleh
BPPOM MUI. Sertifikasi dan labelisasi halal bertujuan untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap konsumen,
serta meningkatkan daya saing produk dalam negeri dalam rangka
meningkatkan pendapatan Nasional. Tiga sasaran utama yang ingin
dicapai adalah: 45
a. Menguntungkan konsumen dengan memberikan perlindungan dan
kepastian hukum;
b. Menguntungkan produsen dengan peningkatan daya saing dan omset
produksi dalam penjualan;
c. Menguntungkan pemerintah dengan mendapatkan tambahan
pemasukan terhadap kas Negara.
Indikator labelisasi halal menurut Mahwiyah ada tiga, yaitu
pengetahuan, kepercayaan, dan penilaian terhadap labelisasi halal.
Berikut ini adalah arti dari masing-masing indikator diatas berdasarkan
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dan wikipedia :
a. Pengetahuan, merupakan informasi atau maklumat yang diketahui
atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan adalah informasi yang
telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk
menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang;
b. Kepercayaan, merupakan suatu keadaan psikologis pada saat
seseorang menganggap suatu premis benar. Atau dapat juga berarti
anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar
atau nyata;
c. Penilaian terhadap labelisasi halal, merupakan proses, cara, perbuatan
menilai; pemberian nilai yang diberikan terhadap labelisasi halal
Pengertian Halal
Kata halal berasal dari bahasa arab “halla” yang artinya “lepas”
atau “tidak terikat”42, secara Etimologi kata halal berarti hal-hal yang
boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan
ketentuan yang melarangnya. Sedangkan secara Terminologi atau istilah,
halal diartikan sebagai segala sesuatu yang apabila dilakukan tidak
mendapat hukuman atau dosa. Dengan kata lain halal dapat diartikan
sebagai perbuatan atau segala sesuatu yang diperbolehkan dalam syariah
agama Islam.43 Syarat kehalalan produk tersebut meliputi:44
a. Tidak mengandung babi dan bahan bahan yang berasal dari babi;
b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan
yang berasal dari organ manusia,darah, dan kotoran-kotoran;
c. Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan
syariat Islam;
d. Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan
transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi; jika pernah
Pengertian Label Pada Umumnya
Label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang
membawa informasi verbal tentang produk atau penjualnya.38 Menurut
Tjiptono label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan
informasi mengenai produk dan penjual. Sebuah label biasa merupakan
bagian dari kemasan, atau bisa pula merupakan etiket (tanda pengenal)
yang dicantelkan pada produk. Sedangkan Kotler menyatakan bahwa
label adalah tampilan sederhana pada produk atau gambar yang dirancang
dengan rumit yang merupakan satu kesatuan dengan kemasan. Label bisa
hanya mencantumkan merek atau informasi.39
Di samping itu ada beberapa macam label secara spesifik yang
mempunyai pengertian berbeda antara lain:
a. Label produk (product label) adalah bagian dari pengemasan sebuah
produk yang mengandung informasi mengenai produk atau penjualan
produk;
b. Label merek (brand label) adalah nama merek yang diletakkan pada
pengemasan produk
Label tingkat (grade label) mengidentifikasi mutu produk, label ini
bisa terdiri dari huruf, angka atau metode lainya untuk menunjukkan
tingkat kualitas dari produk itu sendiri;
d. Label diskriptif (descriptive label) mendaftar isi, menggambarkan
pemakaian dan mendaftar ciri-ciri produk yang lainya. Pemberian
label (labeling) merupakan elemen produk yang sangat penting yang
patut memperoleh perhatian seksama dengan tujuan untuk menarik
para konsumen.
Secara umum label dapat didefinisikan atas beberapa bagian,
yaitu :
a. Brand label adalah label yang semata-mata sebagai brand. Misalnya
pada kain atau tekstil, kita dapat mencari tulisan berbunyi:
“sanforized, berkolin, tetoron”, dan sebagainya. Nama-nama tersebut
digunakan oleh semua perusahaan yang memproduksinya. Selain
brand label ini, masingmasing perusahaan juga mencantumkan merk
yang dimilikinya pada tekstil yang diproduksi;
b. Grade label adalah label yang menunjukkan tingkat kualitas tertentu
dari suatu barang. Label ini dinyatakan dengan suatu tulisan atau
kata-kata;
c. Label Descriptif (Descriptive Label) adalah merupakan informasi
obyektif tentang penggunaaan, kontruksi, pemeliharaan penampilan
dan ciri-ciri lain dari produk.40
40 Angipora, Marinus, Loc.cit
36
Menurut Kotler, fungsi label adalah:
a. Label mengidentifikasi produk atau merek;
b. Label menentukan kelas produk;
c. Label menggambarkan beberapa hal mengenai produk (siapa
pembuatnya, dimana dibuat, kapan dibuat, apa isinya, bagaimana
menggunakannya, dan bagaimana menggunakan secara aman)
d. Label mempromosikan produk lewat aneka gambar yang menarik.
Pemberian label dipengaruhi oleh penetapan, yaitu:
1) Harga unit (unit princing); menyatakan harga per unit dari ukuran
standar;
2) Tanggal kadaluarsa (open dating); menyatakan berapa lama
produk layak dikonsumsi;
3) Label keterangan gizi (nutritional labeling); menyatakan nilai gizi
dalam produk.41
Tujuan Pelabelan:
- Memberi informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus
membuka kemasan. - Berfungsi sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumen
tentang hal-hal yang perlu diketahui oleh konsumen tentang produk
tersebut, terutama hal-hal yang kasat mata atau tak diketahui secara
fisik. - Memberi petunjuk yang tepat pada konsumen hingga diperoleh
fungsi produk yang optimum. - Sarana periklanan bagi produsen.
- Memberi “rasa aman” bagi konsumen
Pengertian Produk
Pengertian produk dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
barang atau jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau nilainya dalam
proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi itu.34
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan
suatu kebutuhan dan keinginan. Pelanggan memuaskan kebutuhan dan
keinginannya lewat produk. Istilah lain dari produk adalah penawaran
atau pemecahan. Produk dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu barang
fisik, jasa dan gagasan.35 Produk juga mempunyai arti kata barang-barang
fisik maupun jasa yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen.36
Strategi produk menggambarkan tindakan yang digunakan oleh
komponen produk dari bauran pemasaran untuk mencapai tujuan sebuah
perusahaan. Sebuah item produk adalah sebuah pemasaran yang paling
rendah/ dasar dalam bauran produk ini adalah item tersendiri. Sebuah lini
produk adalah jumlah item produk tersendiri yang terkait. Hubungan ini
biasanya secara umum. Sebuah bauran produk adalah kumpulan dari lini
produk dalam kekuasaan dan kepemilikan perusahaan. Konsistensi bauran
produk menunjuk pada kedekatan atau kemiripan lini produk. Dalam
bisnis besar komitmen atau seluruh departemen diciptakan untuk tujuan
Pengertian Penjualan
Penjualan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan
perusahaan untuk mempertahankan bisnisnya untuk berkembang dan
untuk mendapatkan laba atau keuntungan yang diinginkan.30 Penjualan
adalah bagian dari promosi dan promosi adalah salah satu bagian dari
keseluruhan sistem pemasaran31 serta proses sosial manaherial dimana
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan, menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang
bernilai dengan pihak lain.32 Penjualan juga berarti proses kegiatan
menjual, yaitu dari kegiatan penetapan harga jual sampai produk
didistribusikan ke tangan konsumen (pembeli).33
Kegiatan penjualan merupakan kegiatan pelengkap atau
suplemen dari pembelian, untuk memungkinkan terjadinya transaksi. Jadi
kegiatan pembelian dan penjualan merupakan satu kesatuan untuk dapat
terlaksananya transfer hak atau transaksi. Oleh karena itu, kegiatan
penjualan terdiri dari serangkaian kegiatan yang meliputi penciptaan
permintaan, menemukan si pembeli, negosiasi harga, dan syarat-syarat
Pengertian Penjualan Produk
Penjualan produk adalah hasil penjualan yang berhasil dicapai oleh
suatu perusahaan melalui jumlah produk atau merek suatu perusahaan yang
terjual dalam jangka waktu tertentu. Tingkat penjualan juga merupakan hasil
akhir yang dicapai perusahaan dari hasil penjualan produk yang dihasilkan
oleh perusahaan tersebut. Tingkat penjualan tidak memisahkan secara tunai
maupun kredit tetapi dihitung secara keseluruhan dari total yang dicapai.
Seandainya volume penjualan meningkat dan biaya distribusi menurun maka
tingkat pencapaian laba perusahaan meningkat tetapi sebaliknya jika volume
penjualan menurun maka pencapaian laba perusahaan juga menurun. Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan menanamkan
dapat sebagian dari dananya dalam modal kerja karena modal kerja
diperlukan untuk menunjang kegiatan operasional yang bertumpu pada
penjualan.
Aktivitas penjualan memegang peranan yang sangat penting, karena
jika penjualan berhasil maka tujuan perusahaan untuk mencapai penjualan
yang maksimal juga otomatis tercapai. Dalam kegiatan pemasaran yang
sangat komplek dan saling berkaitan yang satu dengan yang lainnya, seperti
promosi dan penjualan hendaknya dikelola dengan baik untuk mencapai
tujuan perusahaan, yaitu laba. Promosi berfungsi untuk meningkatkan
volume penjualan juga sebagai strategi untuk menjangkau pembeli untuk
melakukan pertukaran. Sedangkan penjualan adalah pemindahan barang dan
jasa yang dilakukan oleh penjual. Pada umumnya perusahaan yang ingin
mempercepat proses peningkatan volume penjualan akan melakukan untuk
mengadakan kegiatan promosi melalui iklan, personal selling, dan publisitas.
Penjualan merupakan sumber hidup suatu perusahaan, karena dari penjualan
dapat diperoleh laba serta suatu usaha memikat konsumen yang diusahakan
untuk mengetahui daya tarik konsumen sehingga dapat mengetahui hasil
produk yang dihasikan. Menurut Kotler dan Kevin Keller (2012) volume
penjualan adalah barang yang terjual dalam bentuk uang untuk jangka waktu
tertentu dan didalamnya mempunyai strategi pelayanan yang baik. Ada
beberapa usaha untuk meningkatkan volume penjualan, diantaranya adalah:
1) Kualitas produk. Kualitas produk sering sekali diperhatikan oleh para
konsumen, tidak jarang konsumen lebih memilih mengeluarkan uang
lebih demi mendapatkan barang dengan kualitas baik.
2) Harga. Harga merupakan hal pertama yang diperhatikan konsumen
selain kualitas produk. Harga sangat berperan dalam meningkatkan
volume penjualan.
3) Promosi. Adanya promosi seperti memberikan potongan harga
seringkali mengundang para konsumen untuk membeli produk yang
member promo tersebut. Tidak bisa dipungkiri barang yang
memberikan promosi seperti pemotongan harga atau promo yang
gencar lainnya lebih menarik perhatian pembeli.
4) Distribusi. Distribsi atau memperlancar dan mempermudah
penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen tentu sangat
mempengaruhi peningkatan volume penjualan, dibutuhkan distribusi
yang cepat dan tepat agar konsumen bisa membeli barang yang
diinginkannya dari produsen.
5) Kualitas Sumber Daya Manusia (Pendidikan dan Pelatihan). Dalam
rekruitmen pegawai, harus ditetapkan kriteria khusus seperti kemauan
untuk bekerja keras, memiliki komitmen untuk memajukan usaha dan
menjunjung tinggi profesional kerja. Dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia tentunya membutuhkan pendidikan dan
pelatihan.
Media promosi yang dilakukan produk barang gunaan adalah dengan
memberikan sosialisasi informasi melalui media sosial, reklame, poster,
media elektronik, dan media promosi lainnya bahwa produk gunaan sudah
mendapatkan sertifikat halal dengan salah bukti adalah mencantumkan logo
halal pada produk barang gunaan, sehingga dapat meyakinkan pelanggan
dalam membeli produk. Selain menjalankan strategi pemasaran 4P pada
produk barang gunaan dalam melakukan pemasaran juga mengedapankan
sifat-sifat yang sesuai dengan pemasaran yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW yaitu (Dahlan, 1996):
- Shidiq (benar dan jujur). Kejujuran yang dimaksut dalam penjualan
produk barang gunaan yang disertifikasi halal adalah berupa tampilan
dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan (mujahadah dan itqan).
Tampilannya dapat berupa: ketepatan waktu, janji, pelayanan,
pelaporan, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup tutupi),
melakukan perbaikan secara terus-menerus, menjauhkan diri dari
kebohongan dan menipu (baik kepada diri sendiri, teman sejawat,
perusahaan maupun mitra kerja, termasuk informasi melalui iklan-iklan
di media tulis dan elektronik) - Amanah (dapat dipercaya). Kepercayaan menjadi kunci dasar dalam
proses pemasaran agar terbentuk integritas dengan pihak konsumen
bahwa produk barang gunaan memang sudah tersertifikasi halal dan
dengan adanya komitmen untuk menjaga produk konsisten dalam
penerapan sertifikasi halal, sehingga penjualan dengan konsep yang
saling percaya dapat meningkatkan daya beli produk barang gunaan
yang sudah tersertifikasi halal. - Fathanah (cerdas). Dengan diterapkannya sifat fathonah dalam
pemasaran produk barang gunaan yang bersertifikasi halal maka akan
menumbuhkan kreatififitas dan inovatif dalam melakukan proses
pemasaran sehingga dapat bersaing secara sehat dan mampu
meningkatkan penjualan. - Tabligh (menyampaikan/komunikatif). Pada saat melakukan proses
penjualan harus mampu menyampaikan keunggulan-keunggulan
produk barang gunaan dengan jujur dan tidak berbohong tentang
kekurangan produknya (tidak menipu pelanggan). Seorang yang
melakukan proses penjulan harus menjadi seorang komunikator yang
baik yang bisa berbicara dengan benar dan bi al- hikmah (bijaksana dan
tepat sasaran) kepada mitra bisnisnya. Kata-kata yang di ucapan harus
berbobot dan tidak menyinggung. Dalam al-Qur’an disebut dengan
istilah qaulan sadidan (pembicaraan yang benar dan berbobot).
Strategi pemasaran yang berdasarkan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW
bertujuan untuk memberikan rasa aman, nyaman, keyakinan, kepercayaan
bahwa produk barang gunaan yang telah diproduksi sudah sesuai dengan
syariat islam.
Dari kedua kombinasi strategi pemasaran produk barang gunaan yaitu
strategi marketing mix antara lain Produk (Product), Harga (Price), Tempat
(Place), Promosi (Promotion) dan pemasaran produk barang gunaan yang
mempunyai sifat-sifat sesuai dengan ajaran islam dimana telah diajarkan oleh
Nabi Muhammad SAW yaitu pemasaran yang bersifat Shidiq, Amanah,
Tabligh dan Fathonah dapat memberikan keyakinan dan daya minat produk
barang gunaan yang bersertifikasi halal sehingga produsen produk barang
gunaan yang bersertifkai halal mengalami peningkatan dalam penjualan
produk barang gunaan yang telah bersertifikasi halal
Sertifikasi Produk Halal Self Declare
Lahirnya Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2014 tentang jaminan
Produk Halal (UU JPH), membawa beberapa perubahan, khususnya terkait
kelembagaan penyelenggaraan sertifikasi halal. Dalam pelaksanaan UU
tersebut, maka dibentuklah BPJPH yang bekerjasama dengan lembaga lain
seperti Kementerian, LPH dan MUI. Sejak tahun 2014, beberapaproduk
regulasi terkait jaminan halal, di antaranya adalah:
Produk regulasi terkait sertifikasi halal dari tahun 2014 yang dalam
pelaksanannya terdapat beberapa isu penting yang menjadi perhatian
masyarakat, salah satunya adalah kewajiban sertifikasi halal yang didasarkan
oleh deklarasi secara mandiri oleh pelaku UMK, sehingga dalam hal ini
pelaku usaha mengacu pada standar yang ditetapkan BPJPH.
Terkait halal self declare sebagaiman tercantum pada UU Ciptaker
Pasal 48 terkait adanya perubahan pada UU JPH, yaitu disisipkannya Pasal
4A di antara Pasal 4 dan Pasal 5 bahwa adanya kewajiban sertifikasi halal
khusus pelaku UMK didasari oleh deklarasi mandiripelaku UMK tersebut
dengan mengacu pada standar halal dari BPJPH. Sehingga dapat dijelaskan
bahwa dalam pelaksanaan Pasal tersebut, halal self declare harus mengacu
pada standar yang ditetapkan BPJPH, sehingga dengan demikian masyarakat
khususnya masyarakat muslim dapat mempercayakan jaminan ketatnya
sertifikasi halal sebagaimana yang telah diatur sebelumnya yang membuat
masyarakat tetap merasa aman. Adapun pengaturan lebih mendetail terkait
hal tersebut, terdapat pada pengaturan turunannya, yaitu Pasal 79 Ayat (2)
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Bidang Jaminan Produk Halal, sebagai berikut:
“(2) Pelaku Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana dimaksud Ayat (1)
merupakan usaha produktif yang memiliki kekayaan bersih atau memiliki
hasil penjualan tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dengan kriteria:
a. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan
kehalalannya; dan
b. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana
Kemudian di ayat ke (3) Pasal tersebut dijelaskan bahwa pernyataan
pelaku usaha tersebut didasari atau merujuk kepada standar halal yang
ditetapkan oleh BPJPH. Adapun standar halal yang dimaksud adalah paling
sedikit terdiri dari:
a. Pernyataan pelaku usaha berupa akad atau ikrar yang mencakup
kehalalan produk dan bahan yang digunakan, serta adanya PPH (Proses
Produk Halal); dan
b. Terdapat pendampingan PPH, yang pada ketentuannya, pendamping
PPH dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam atau
lembaga keuangan Islam yang berbadan hukum dan/atau perguruan
tinggi. Ketika pelaku UMK mengajukan self declare (berupa pengajuan
ikrar/akad), tugas pendamping adalah sebagai pemberi jaminan atau
sebagai saksi yang dapat memperkuat bahwa pernyataan pelaku UMK
tersebut telah benar dan memenuhi persyaratan.
Dalam kebijakan halal self declare bagi UMK memang lebih
berorientasi pada kemudahan berbisnis bagi pelaku UMK, sedangkan
pemerintah mengambil peran dalam melindungi masyarakat yang
membutuhkan kejelasan kehalalan produk. di Indonesia dalam aturan tersebut
tidak digambarkan dengan jelas meskipun ada aturan turunan lainnya bahwa
deklarasi halal tersebut tidak serta merta dapat dilaksanakan tanpa adanya
pengawasan dari lembaga terkait, sehingga hal inilah yang dalam pendekatan
maṣlahah sejalan dengan tujuan syar’i yang lima dan dalam rangka mencapai
kemaslahatan dan menghilangkan/menolak kemudharatan, maka dalam
penerapannya peran produsen dalam rangka melindungi umat
Sertifikasi Produk Halal Self Declare
Produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan
syariat Islam. Selanjutnya, proses produk halal adalah rangkaian kegiatan
untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan,
penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian
produk. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2019
Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
Tentang Jaminan Produk Halal dijelaskan bahwa, “produk Halal adalah
produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.”
Pada Pasal 1 Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001
tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan pangan
Nasional, sebagaimana dikutip oleh Sofyan Hasan (2014), dijelaskan bahwa
produk halal adalah produk yang tidak mengandung unsur atau bahan yang
haram untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan
dengan syariat Islam.
Menurut definisi LPPOM MUI sebagaimana dikutip oleh Sofyan
Hasan, produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai
syariat Islam. Produk itu tidak mengandung babi atau produk-produk yang
berasal dari babi, serta tidak menggunakan alkohol sebagai ingridient yang
sengaja ditambahkan. Untuk daging sebagai bahan baku, juga yang
digunakan harus berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara
syariat Islam.
Secara umum ada tiga kategori makanan yang dikonsumsi manusia,
yaitu nabati, hewani dan produk olahan, dengan uraian sebagai berikut:
a. Makanan dengan bahan nabati secara keseluruhan adalah halal, maka
dapat dikonsumsi kecuali yang mengandung racun, bernajis, dan/atau
memabukkan.
b. Makan dengan bahan hewani terbagi menjadi dua, yaitu yang pertama
adalah hewan laut yang secara keseluruhan boleh dikonsumsi,
sedangkan yang kedua adalah hewan darat yang hanya sebagian kecil
tidak boleh dikonsumsi.
c. Makanan dari produk olahan dengan kehalalan atau keharaman
makanan tergantung dari bahan baku, tambahan, dan/atau penolong
serta proses produksinya.
Produk makanan halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan
sesuai dengan syari’at Islam, yakni:
a. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-
bahan yang berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran.
c. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut
tata cara syariat Islam.
d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan,
dan transportasi tidak boleh digunakan untuk babi dan/atau barang
tidak halal lainnya. jika pernah digunakan untuk babi dan/atau barang
yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata
cara syariat Islam.
e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung unsur khamar.
Secara umum makanan dan minuman yang haram terdiri dari binatang,
tumbuh-tumbuhan adalah sebagai berikut:
a. Binatang : bangkai, darah, babi, dan hewan yang disembelih dengan
nama selain Allah. Hewan yang dihalalkan akan berubah statusnya
menjadi haram apabila mati karena tercekik, terbentur, jatuh tertanduk,
diterkam binatang buas dan yang disembelih untuk berhala, kecuali
ikan dan belalang boleh dikonsumsi tanpa disembelih. Binatang yang
dipandang jijik atau kotor menurut naluri manusia. Binatang dan
burung buas yang bertaring dan memiliki cakar, binatang-binatang
yang oleh ajaran Islam diperintahkan membunuhnya seperti ular,
gagak, tikus, anjing galak, dan burung elang dan sejenisnya, binatang-
binatang yang dilarang membunuhnya seperti semut, lebah, burung
hudhud, belatuk, hewan yang hidup di dua jenis alam seperti kodok,
penyu dan buaya.
b. Tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran, dan buah-buahan boleh dimakan
kecuali yang mendatangkan bahaya atau memabukan baik secara
langsung maupun melalui proses. Maka semua jenis tumbuh-
tumbuhan yang mengandung racun atau yang memabukan haram
dimakan.
c. Semua jenis minuman adalah halal kecuali minuman yang memabukan
seperti arak dan yang dicampur dengan benda- benda najis, baik sedikit
maupun banyak.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor Tahun 2021 Pasal 6,
tentang Penyelenggaraan bidang jaminan produk halal antara lain
menyebutkan (1) Lokasi, tempat, dan alat proses produk haalal PPH wajib
dipisahkan dengan lokasi, tempat, dan alat proses Produk tidak halal. (2)
Lokasi, tempat, dan alat PPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. dijaga kebersihan dan higienitasnya;
b. bebas dari najis; dan
c. bebas dari bahan tidak halal.
(3) Lokasi yang wajib dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni
lokasi penyembelihan. (4) Tempat dan alat PPH yang wajib dipisahkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tempat dan alat:
a. penyembelihan;
b. pengolahan;
c. penyimpanan;
d. pengemasan;
e. pendistribusian;
f. penjualan; dan
g. penyajian.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa kriteria produk halal
pada intinya meliputi makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetikyang
tidak mengandung unsur yang diharamkan dalam agama Islam seperti
bangkai, darah, babi, hewan yang disembelih dengan nama selain Allah,
maupun arak yang dicampur dengan benda-benda najis
Pengertian Sertifikasi Halal
Sertifikasi halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang
dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh
Majelis Ulama Indonesia. Kedudukan sertifikasi halal dalam sistem hukum
Nasional di Indonesia mempunyai kedudukan yang sentral karena sudah
menjadi regulasi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia
khsusunya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk
Halal. Selain itu, Fatwa halal yang dihasilkan oleh MUI ditaati dan dipatuhi
oleh pemerintah dan umat Islam. Pemerintah mematuhinya seperti tercermin
dalam peraturan perundang-undangan yang ada.
Sertifikasi Halal adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia(MUI)
yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam.
Sertifikat Halal ini merupakan syarat untuk mencantumkan label halal pada
kemasan produk. Menurut Hasan (2002) mengemukakan sertifikasi halal
adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh MUI Pusat atau Provinsi
tentang halalnya suatu produk makanan, minuman, obat-obatan, dan
kosmetika yang diproduksi oleh perusahaan setelah diteliti dan dinyatakan
halal oleh LPPOM MUI. Sertifikasi halal dibutuhkan untuk mengetahui
validitas produk yang diolah, dikemas, dan diproduksi. Konsumen mungkin
membutuhkan produk yang mengandung unsur tertentu, atau menghindari
produk dengan unsur tertentu pula.
Sertifikasi Halal MUI pada produk pangan, obat-obat, kosmetik, dan
produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status kehalalan
sehingga dapat menenteramkan batin konsumen dalam mengonsumsinya.
Kesinambungan proses produksi halal dijamin oleh produsen dengan cara
menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH). Jadi, proses legalitas halal tidak
hanya sampai pada mendapatkan sertifikat halal. Proses produksi yang
berjalan juga mesti sesuai dengan ketentuan dari MUI. Pengusaha juga wajib
memperpanjang sertifikasi jika sudah habis masa berlakunya.
Sertifikasi halal dibutuhkan untuk mengetahui validitas produk yang
diolah, dikemas, dan diproduksi. Konsumen mungkin membutuhkan produk
yang mengandung unsur tertentu, atau menghindari produk dengan unsur
tertentu pula.
Manfaat sertifikasi halal bagi konsumen antara lain sebagai berikut:
a. Terlindunginya konsumen muslim dari mengonsumsi pangan,obat-
obatan, dan kosmetika yang tidak halal
b. Secara kejiwaan perasaan hati dan batin konsumen akan tentang
c. Mempertahankan jiwa dan raga dari keterpurukan akibat produk
haram
d. Sertifikasi halal juga akan memberikan kepastian dan perlindungan
hukum terhadap konsumen
Sedangkan bagi pelaku usaha, sertifikat halal mempunyai peran
penting, yakni:
a. Sebagai pertanggungjawaban produsen kepada konsumen muslim,
mengingat masalah halal merupakan bagian dari prinsip hidup
muslim
b. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen
c. Meningkatkan citra dan daya saing perusahaan
d. Sebagai alat pemasaran serta untuk memperluas area jaringan
pemasaran
e. Memberi keuntungan pada produsen dengan meningkatkan daya
saing dan omzet produksi dan penjualan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami sertifikasi halal adalah
sertifikat yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat
Islam yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia. Sertifikasi halal
berlaku selama 4 tahun, dikeluarkan MUI dengan pengesahan Kementerian
Agama
Religiusitas
Religiusitas seringkali diidentikkan dengan keberagamaan.
Religiusitas diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan, seberapa
kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah dan seberapa
dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang Muslim,
religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan,
pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam (Nashori, 2002).
Rakhmat (2004) menyatakan bahwa religiusitas dapat didefinisikan
sebagai suatu keadaan yang ada dalam diri individu yang mendorongnya
untuk berperilaku sesuai dengan ketaatannya terhadap agama. Menurut
Delener dalam (Jusmaliani dan Nasution, 2009) menyatakan bahwa
religiusitas merupakan salah satu aspek budaya terpenting yang
mempengaruhi perilaku konsumen. Maka dari itu religiusitas seseorang
akan mempengaruhi perilaku sesorang dalam membeli dan
mengonsumsi produk makanan halal
Persepsi Kontrol Perilaku
Persepsi kontrol perilaku (perceived behavioral control)
didefinisikan oleh Ajzen (1991) sebagai kemudahan atau kesulitan
persepsian untuk melakukan perilaku. persepsi kontrol perilaku ini
merefleksikan pengalaman masa lalu dan mengantisipasi halangan-
halangan yang ada sehingga semakin menarik sikap dan norma
subjektif terhadap perilaku, semakin besar persepsi kontrol perilaku,
semakin kuat pula niat seseorang untuk melakukan perilaku yang
sedang dipertimbangkan.
Semakin individu merasakan banyak faktor pendukung dan sedikit
faktor penghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka lebih
besar kontrol yang mereka rasakan atas perilaku tersebut dan begitu
juga sebaliknya, semakin sedikit individu merasakan faktor pendukung
dan banyak faktor penghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku,
maka individu akan cenderung mempersepsikan diri sulit untuk
melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Komponen pertama
merefleksikan ketersediaan sumber yang diperlukan untuk
mewujudkan perilaku, seperti akses terhadap uang, waktu dan
sebagainya. Komponen kedua mencerminkan keyakinan responden
terhadap kemampuannya sendiri untuk melakukan sesuatu
Norma Subjektif
Ajzen (2005) mengatakan norma subjektif merupakan fungsi yang
didasarkan oleh belief yang disebut normative belief, yaitu belief
mengenai kesetujuan dan atau ketidaksetujuan yang berasal dari orang
dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others)
seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya
terhadap suatu perilaku. Norma subjektif merupakan persepsi individu
tentang tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku
suatu perilaku (Ajzen, 2005).
Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif
(normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to
comply). Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang
berasal dari orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu
(significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan
kerja atau lainnya.
Norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh orang dan kelompok
yang berpengaruh bagi individu, tetapi juga ditentukan oleh motivation
to comply. Secara umum individu yang yakin bahwa kebanyakanakan
orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu menyetujui
dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk
mengikuti perilaku tertentu akan merasakan tekanan sosial untuk
melakukannya. Sebaliknya individu yang yakin bahwa kebanyakan
orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu akan tidak
menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan tidak adanya
motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Jadi norma
subjektif terbentuk sebagai akibat dari adanya persepsi individu
terhadap tekanan sosial yang ada untuk mewujudkan atau tidak suatu
perilaku
Sikap
Sikap termasuk area studi yang penting dalam bidang psikologi
karena dianggap berpengaruh dan bahkan sebagai faktor utama
penentu dalam perilaku individu terhadap objek ataupun konsep (Omar
et al, 2008). Definisi sikap sendiri sebagai evaluasi secara menyeluruh
yang dilakukan seseorang atas suatu konsep (Peter dan Olson, 2013),
sehingga sikap bersifat privasi dan situasional tergantung bagaimana
konsumen mengevaluasi konsep dan situasi lingkungan di sekitar
konsumen yang bisa jadi mendorong sebuah sikap. Sikap seseorang
akan berbeda dengan orang lain sesuai dengan sudut pandang dan
perspektif seseorang terhadap situasi dan lingkungan yang dihadapi
Pengertian halal
Halal didefinisikan sebagai sesuatu yang boleh dikerjakan, syariat
membenarkan dan pelaku tidak terkena sanksi dari Allah SWT,
sementara itu antonimnya yakni haram artinya segala sesuatu atau
perkara yang dilarang oleh hukum Islam yang jika ditinggalkan akan
memperoleh pahala dan jika dilakukan akan menimbulkan dosa
(Qardhawi, 1997).
Ajaran Islam memiliki tuntutan agama untuk mengonsumsi
makanan yang halal dan baik (thayyib), seperti yang tertuang dalam
Al-Quran pada ayat-ayat berikut:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (thayyib)
dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al Baqarah: 168)
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayyib) dari apa
yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada
Allah dan kamu beriman kepada-Nya.” (Q.S. Al Maidah: 88).
Sebagai negara dengan mayoritas muslim, Indonesia memiliki
lembaga tersendiri untuk melindungi kebutuhan konsumen muslim
dalam mengonsumsi produk halal yaitu, Lembaga Pengkajian Pangan
Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau yang
disingkat LPPOM MUI. Berada dibawah Majelis Ulama Indonesia,
LPPOM MUI bertugas untuk memutuskan apakah produk-produk
konsumsi baik pangan maupun non pangan seperti kosmetik dan obat-
obatan halal atau boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat Muslim
di Indonesia. LPPOM MUI memiliki misi menetapkan dan
mengembangkan standar halal dan standar audit halal, melakukan
sertifikasi produk pangan, obat dan kosmetika yang beredar dan
dikonsumsi masyarakat, melakukan edukasi halal dan menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk senantiasa mengonsumsi produk halal,
seta menyediakan informasi tentang kehalalan produk dari berbagai
aspek secara menyeluruh.
Persyaratan dan proses sertifikasi halal menuntut karakteristik
produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang
mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram
berdasarkan fatwa MUI. Merk/nama produk yang didaftarkan untuk
disertifikasi tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada
sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah
Islam. Produk pangan eceran (retail) dengan merk sama yang beredar
di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi, tidak boleh
jika hanya didaftarkan sebagian. LPPOM MUI menyatakan seluruh
produk yang belum bersertifikasi halal belum tentu haram, tapi MUI
tidak menjamin kehalalalannya
Dimensi dan Indikator Keputusan Pembelian Konsumen
Aris Marwanto dalam buku berjudul Marketing Sukses
dan Marius P Angipora dalam bukunya yang berjudul Dasar
Dasar Pemasaran keduanya sepakat menyebut empat faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya keputusan pembelian
yang mana oleh peneliti keempat faktor tersebut nantinya
akan dijadikan sebagai indikator instrumen penelitian.
Keempat faktor tersebut antara lain:38
a. Faktor Sosial
1) Family Influence (Pengaruh Keluarga)
Pengaruh keluarga miliki intensi paling kuat dalam
menentukan putusan pembelian konsumen lantaran
miliki intimasi (kedekatan) dan ikatan perasaan
yang terjalin kuat di antara keduanya. Terlebih bila
salah satu anggota keluarga juga pernah gunakan
produk tersebut sebelumnya, maka trust
(kepercayaan) dan bonding (ikatan) di antara
mereka akan makin kuat.
2) Role & Status (Peran & Status)
Peran dan status seseorang lebih mempengaruhi
kriteria dan pilihan produk apa yang hendak
dibelinya sehingga ini sangat menentukan keputusan
pembelian yang akan dilakukannya.
3) Community (Group)
Perilaku seseorang dalam membeli lekat
dipengaruhi oleh referensi orang-orang di
sekitarnya, sehingga manakala ia telah mengetahui
informasi kehandalan suatu produk tertentu dari
teman sepergaulannya atau masyarakat di
sekelilingnya, niscaya ia akan lebih percaya atas
kehandalan produk itu.
b. Faktor Pribadi/Personal
1) Lifestyle (Pola dan Gaya Hidup)
Gaya hidup seseorang akan berpengaruh langsung
terhadap putusan pembelian suatu produk.
Seseorang yang cenderung gemar berbelanja, miliki
gaya hidup mewah serta didukung dengan
kesenangan mengkonsumsi suatu hal yang praktis,
lazimnya ia akan berkecenderungan suka dan mudah
memutuskan untuk membeli barang dibanding tipe
personal defence (hemat). Tak heran bila gaya hidup
seseorang akan sangat pengaruhi minatnya untuk
membeli suatu barang.
2) Environment (Lingkungan)
Lingkungan berpengaruh besar pada perilaku dan
sikap individu dalam menentukan berbagai hal
seputar keputusan pembelian.
3) Occupational (Pekerjaan)
Jenis pekerjaan dan besaran upah/pendapatan yang
dihasilkan seseorang sudah barang tentu akan
menentukan tingginya tingkat pembelian suatu
barang oleh konsumen. Seseorang dengan
kemampuan finansial yang baik/mapan tak sungkan
untuk membeli suatu barang manakala barang
tersebut dipandang akan dapat memuaskan
kebutuhannya dan sesuai dengan selera pilihannya.
4) Age and Life Cycle Stage (Usia)
Perilaku berbelanja generasi tua dan generasi
milenial jelas miliki preferensi pembelian yang
berbeda. Golongan tua lebih suka membeli barang
yang benar-benar dibutuhkan saja, sementara kaum
milenial lebih cenderung sporadis (boros) dengan
membeli semua jenis kategori barang selama dapat
mendukung penampilan, status serta memuaskan
kebutuhannya.
5) Economic Situation (Situasi Ekonomi)
Situasi ekonomi yang terjadi pada suatu negara
secara tidak langsung akan sangat pengaruhi daya
minat beserta daya beli konsumen di dalamnya.
Negara dengan ekonomi yang baik akan miliki taraf
hidup yang baik pula sehingga masyarakatnya miliki
kemampuan daya beli kuat dalam membeli suatu
41
barang dibanding negara yang sedang kesulitan
ekonomi.
6) Personality & Self Concept (Karakter)
Karakter seseorang meski tak dapat dilihat secara
kasat mata namun justru miliki peran terbesar dalam
terjadinya suatu putusan pembelian. Tipikal
konsumen dengan kognisi rendah akan miliki
perbedaan karakter dengan konsumen
berlatarbelakang pendidikan tinggi. Karakater
dengan sendirinya ikut mendorong terciptanya
putusan pembelian.
c. Faktor Budaya
1) Social Class (Kelas Sosial)
Kelas sosial seseorang ikut mempengaruhi
terjadinya suatu putusan pembelian di mana pada
orang dengan status sosial yang tinggi atau dari
keluarga berada biasanya akan lebih mudah dalam
memutuskan membeli barang yang akan dibelinya
ataupun setidaknya barang yang dibelinya tersebut
dapat menggambarkan kelas status sosial
penggunanya.
2) Subculture (Kesamaan Sistem Nilai)
Konsumen dalam memutuskan membeli suatu
produk selalu didasarkan atas kedekatan/kesamaan
persepsi yang telah dibangun sebelumnya menurut
apa yang ia yakini, semisal pilihan membeli produk
halal yang sesuai syariah dibanding produk yang
sudah terkenal namun belum jelas kehalalannya.
d. Faktor Psikologis:
1) Perception (Persepsi)
Persepsi miliki peranan kuat dalam pengaruhi
seseorang untuk memutuskan kemudian melakukan
tindakan pembelian lantaran persepsi sendiri
dibangun melalui berbagai pertimbangan logis pada
suatu alur proses yang begitu lama (tidak instan)
sehingga terpatri dalam memori jangka panjang di
benak konsumen.
2) Motivation (Motivasi)
Konsumen yang telah miliki persepsi kuat dan minat
beli sebelumnya lalu terdorong untuk memiliki
barang yang diinginkannya tersebut, di mana pada
tahap ini proses internal yang dilalui konsumen
sudah naik statusnya menjadi niat beli, sehingga
yang awalnya hanya sekedar minat lalu hendak
diwujudkan dalam bentuk aksi nyata (aksi
pembelian).
3) Belief & Attitudes (Keyakinan & Sikap)
Kombinasi dari persepsi konsumen, dorongan sikap
dan adanya tingkat kebutuhan akan suatu produk
secara otomatis akan menaikkan tingkat impulsi
seseorang untuk melakukan keputusan pembelian.
Makin baik suatu produk di mata konsumen dari
pengalaman mengkonsumsinya di masa lalu, makin
perbesar keyakinan serta sikap mereka untuk beli
produk yang sama di kemudian hari manakala
membutuhkannya. Hal ini lantaran konsumen telah
miliki suatu persepsi, tingkat kepuasan dan
kesesuaian atas ekspektasi yang telah diterima
sesaat setelah mengonsumsi produk tersebut di masa
lalu.
4) Learning (Pembelajaran)
Pembelajaran akan aspek pembelian selalu
melibatkan kombinasi tiga hal yang meliputi kognisi
(pengetahuan atas informasi), afeksi (sikap dan
persepsi pada suatu produk) berikut dengan sensasi
bahwa produk yang dibelinya tersebut diyakini
miliki kemampuan lebih seperti yang
diekspektasikannya
Subjek Penentu Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian produk tak terjadi begitu saja.
Setidaknya terdapat lima subjek penentu peran yang terlibat
dalam keputusan pembelian, yaitu:37
a. Pemrakarsa (initiator): orang yang pertama kali
menyarankan ide untuk membeli suatu barang atau jasa.
b. Pembawa pengaruh (influencer): orang yang memiliki
pandangan atau nasihat yang dapat pengaruhi keputusan
pembelian
Pengambil keputusan (decider), ialah orang yang
menentukan keputusan pembelian.
d. Pembeli (buyer): orang yang melakukan pembelian
secara nyata.
e. Pemakai (user): orang yang mengkonsumsi dan
menggunakan barang/jasa yang dibeli
Tahapan Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Kotler dalam Sumarni menjelaskan, keputusan
pembelian merupakan tahapan ujung dalam proses
pengambilan keputusan di mana konsumen sudah benar-benar
akan membeli. Adapun urutan tahapan dalam proses
pengambilan putusan pembelian tersebut yaitu
Penjelasan rinci atas urutan tahapan proses keputusan
pembelian konsumen di atas disajikan dalam paparan berikut:
a. Pengenalan masalah
Tahapan paling awal dalam proses keputusan pembelian
biasanya diawali dengan munculnya faktor stimulan
berupa masalah ataupun kebutuhan akan suatu produk
yang dapat menjawab solusi atas permasalahannya
tersebut. Faktor stimulan ini dapat muncul baik dari sisi
internal dan eksternal.
b. Pencarian informasi
Tahapan kedua konsumen akan tergerak secara aktif
untuk mencari lebih banyak informasi seputar produk
yang diinginkannya. Makin banyak informasi diperoleh,
maka kesadaran dan pengetahuan konsumen tentang
barang atau jasa akan makin meningkat. Bauran sumber
informasi yang biasa digunakan calon pembeli berasal
dari:
Sumber pribadi: keluarga, teman, saudara, tetangga
Sumber komersial: wiraniaga, iklan, penyalur, pajangan
Sumber publik: media massa, lembaga konsumen.
Sumber pengalaman: pemakaian pribadi, pemeriksaan,
testimoni.
c. Penilaian alternatif
Konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi
merek-merek alternatif yang lain sebagai bahan
komparasi dalam himpunan pikiran kognitifnya.
d. Keputusan pembelian
Keputusan konsumen untuk mengubah, menangguhkan,
atau membatalkan keputusan membeli yang banyak
dipengaruhi oleh pandangan risiko atas apa yang telah
dipersepsikannya. Besar kecilnya risiko sendiri
tergantung pada besaran uang yang dibelanjakan dan
tingkat kepercayaan diri konsumen itu sendiri.
Konsumen juga senantiasa mengembangkan pola
Pengenalan
Masalah
Pencarian
Informasi
Penilaian
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku
Pembelian
38
kebiasaan tertentu dalam mengurangi tingkat risiko
tersebut, di antaranya melalui: pembatalan pembelian,
menghimpun informasi lebih dalam dari teman, memilih
produk dengan kisaran harga yang sangat terjangkau, dan
memilih produk yang miliki jaminan. Dua alasan yang
menjadi faktor terjadinya minat pembelian dan keputusan
pembelian oleh konsumen, yaitu:
1) Sikap orang lain
Sikap orang lain ini dapat diinterpretasikan pada dua
hal, intensitas sikap negatif orang terhadap pilihan
konsumen atau motivasi konsumen untuk menuruti
keinginan orang lain.
2) Faktor situasi
Faktor situasi yang dapat mengubah niat dan
keputusan pembelian seperti pendapatan, keluarga,
harga, dan tingkat keuntungan dari produk tersebut.
e. Perilaku pasca pembelian
Perilaku pasca pembelian merujuk pada stigma
konsumen yang didapat setelah melakukan pembelian
suatu produk berdasarkan tingkat kepuasan tertentu.
Konsumen akan merasa puas jika produk yang dibelinya
ternyata memang sesuai harapan mereka. Begitupun jika
kesan yang ditimbulkan ternyata melebihi harapan, maka
konsumen akan merasa sangat puas, dan begitupun
sebaliknya. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen
terhadap produk yang mereka beli akan sangat
mempengaruhi perilaku konsumen berikutnya. Bila
konsumen merasa puas, ia akan menunjukkan minat yang
lebih tinggi untuk kembali membeli produk itu lagi
secara berulang
Definisi Keputusan Pembelian (Buying Decision)
Kotler dan Amstrong memberikan definisi keputusan
pembelian sebagai tahapan proses pengambilan keputusan
oleh konsumen dalam melakukan aktivitas pembelian suatu
produk barang atau jasa melalui berbagai pertimbangan
tertentu setelah dirasa miliki kemantapan tekad untuk serta
merta membeli produk tersebut menurut tingkat
kebutuhannya.32
Keputusan pembelian menurut Sumarwan setidaknya
memiliki beberapa relevansi implisit atas segala sesuatu hal
yang berkaitan dengan: 1). Pelanggan, pemakai, pengguna,
pembeli, dan pengambil keputusan; 2). Barang, jasa, merk,
harga, kemasan, kualitas, kredit, toko, layanan purna jual. 3).
Menawar, mencari informasi, membandingkan merek. 4).
Persepsi, preferensi, sikap, loyalitas, kepuasan, motivasi, dan
gaya hidup.33
Keputusan pembelian suatu produk pada pendapat
Swastha juga miliki tujuh struktur komponen berupa:
keputusan tentang jenis produk, bentuk produk, kaitan merek,
penjualnya, jumlah kebutuhan produk, waktu pembelian dan
cara pembayarannya.34
Menelaah hasil tinjauan ketiga pendapat di atas, maka
peneliti pada akhirnya menyimpulkan bahwasannya
keputusan pembelian (buying decision) konsumen dapat
dimaknai sebagai komitmen kuat dari sisi internal konsumen
yang terbentuk secara perseptual akibat diperolehnya berbagai
input informasi yang didapat seiring berjalannya waktu dalam
menganalisa suatu merek produk barang/jasa tertentu yang
mana hasilnya nanti akan sangat mempengaruhi sikap serta
membentuk perilaku konsumen pada aktivitas pembelian
suatu objek merek di kemudian waktu.
Keputusan pembelian (buying decision) oleh konsumen
sangatlah berbeda dengan niat beli (buying interest)
konsumen. Niat beli selalu muncul lebih dahulu sebelum
timbulnya keputusan pembelian oleh konsumen. Kaitan
proses terjadinya pembelian oleh konsumen secara berurutan
biasanya akan diawali dengan minat beli terlebih dahulu yang
muncul berdasarkan pandangan sekilas tentang produk yang
diinginkannya (gambaran produk secara umum). Bilamana
ternyata konsumen miliki minat beli yang tinggi terhadap
produk tersebut, maka ia akan melakukan upaya eksploratif
Dimensi dan Indikator Pengukuran Citra Merek (BrandImage)
Kotler dan Keller dalam Erna berpendapat,
pengukuran citra sifatnya subjektif sehingga tak ada batasan
baku dan sangat bergantung yang menilai. Dimensi
pengukuran citra merek diukur melalui aspek:29
a. Brand Positioning, yakni persepsi konsumen berkenaan
dengan kualitas produk suatu merek yang digunakan
untuk mengevaluasi berbagai pilihan merek yang ada
melalui tiga indikatornya, yakni:
1) Strengthness (Kekuatan)
Kekuatan atribut fisik suatu merek yang tidak
ditemukan pada merek lain, seperti: fisik produk,
keberfungsian produk, harga, bahkan hingga
penampilan fasilitas pendukung dari produk itu.
2) Uniqueness (Keunikan)
Kekhasan yang membedakan suatu merek dengan
merek lain pada atribut produk sehingga menjadi
faktor diferensiasi seperti variasi layanan yang
diberikan, variasi harga, tampilan fisik.
3) Favorable (Kesukaan)
Mengacu pada kehandalan merek untuk lebih disukai
konsumen seperti kaitan untuk: kemudahan
engucapannya, mudah diingat, maupun ketepatan
merealisasikan kesan konsumen dengan citra merek
yang dibangunnya.
b. Brand Association, aktifitas konsumen dalam
mengasosiasikan merek berdasarkan pemahaman kognisi
mereka baik yang bersifat faktual, pengalaman ataupun
emosi melalui dua aspek penginderaan:
1) Attributes: seluruh atribut yang melekat pada suatu
merek;
2) Benefit: kegunaan langsung dan tak langsung suatu
merk.
c. Brand Values, persepsi konsumen akan karakteristik
nilai-nilai suatu merek yang mereka yakin
Hierarki Citra Merek
Citra merek secara umum dapat dijelaskan dalam lima
aspek yang membentuk hierarki/tingkatan terendah hingga
tertinggi:28
a. Awareness (Timbulnya Kesadaran)
Daya ingat konsumen pada merek dari yang awalnya
hanya mengenal hingga sangat mengingat nama merek
tersebut
b. Association (Proses Menghubungkan)
Asosiasi konsumen dalam menghubungkan dirinya
dengan merek baik secara tangible ataupun intangible.
c. Attitude (Sikap)
Sikap dari yang awalnya sekedar mengetahui merek
tersebut hingga dirinya tertarik membeli merek tersebut.
d. Attachment (Tingkat Kedekatan)
Jangkauan kedekatan pada merek dari yang awalnya
sekedar tahu hingga menjadi loyal dan bergantung
dengan merek terrsebut.
e. Activity (Aktivitas)
Meliputi durasi pembelian dan konsumsi, tingkat
keterlibatan pada program pemasaran produk suatu
entitas, dan word of mouth
Manfaat Citra Merek (Brand Image Benefit)
Perusahaan dengan citra merek (brand image) unggul
akan lebih punyai kelebihan dikenal mereknya di pasaran
dibanding pesaingnya sehingga berpengaruh besar pada
profitabilitas yang didapat. Arti penting citra merek dalam
pandangan bidang pemasaran dapat diketahui sebagai:
a. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur maupun atribut
dari kekhasan fungsionalitas produk. Pemilik merek
dalam hal ini bisa mengajukan paten untuk perlindungan
properti intelektual atas merek yang didaftarkannya.
Nama sebuah merek dapat diproteksi menurut merek
agang terdaftar (registered trademarks), sementara
proses manufakturnya dapat dilindungi oleh hak paten,
dan desain dari kemasan ataupun merek bisa dilindungi
dengan hak cipta (copyrights). Hak-hak properti
intelektual tersebut tentu akan memberi jaminan
kenyamanan bagi entitas dalam berusaha melalui
previllige aset bernilainya (merek) tersebut;
b. Sinyal informasi tersirat akan kepuasan pelanggan dari
kualitas produk yang dihasilkan sehingga mereka bisa
membelinya kembali lain waktu. Kesetiaan konsumen
terhadap merek sudah pasti akan mendukung tingkat
predictability dan security demand (permintaan) akan
berlanjut bagi entitas bersangkutan dan menjadikan
barrier bagi masuknya entitas lain dalam pemasaran
produk yang sama,
c. Sumber keunggulan kompetitif melalui perlindungan
hukum, kesetiaan konsumen, berikut citra unik yang
terbentuk dalam benak konsumen,
d. Alat identifikasi dalam memudahkan proses penanganan,
pengiriman, dan pelacakan produk suatu entitas,
utamanya dalam fungsi manajemen yang berkait dengan
pengorganisasian, persediaan/inventory, dan pencatatan
akuntansi;
e. Sarana membangun asosiasi (makna) unik yang
membedakan dengan produk kompetitor,
f. Sumber financial returns pada pendapatan hasil
penjualan di masa mendatang
Definisi Citra Merek (Brand Image)
Citra dapat dinyatakan sebagai kesan/persepsi individu
dalam melihat arti penting suatu objek secara aktual. Merek
30
(brand) sendiri dapat diartikan sebagai sebentuk tanda dengan
bercirikan gambar, nama, kata, huruf, angka atau kombinasi
dari beberapa yang disusun dengan menggunakan susunan
warna tertentu sebagai maksud untuk menjadi ciri pembeda
dalam suatu kegiatan perdagangan barang atau jasa.22 Adapun
citra merk (brand image) dapat dimaknai sebagai suatu kesan
mendalam akan sebuah gambaran atribut merk yang muncul
dalam benak konsumen. Merek yang miliki citra positif akan
dihargai lebih oleh konsumen dibanding merek yang punyai
citra negatif yang hanya sekedar diingat dalam memori namun
tak dapat pengaruhi besarnya faktor pembelian konsumen.23
Citra merk (brand image) menurut Keller
diinterpretasikan sebagai sekumpulan persepsi individu
terhadap suatu merek yang diasosiasikan dalam benak ingatan
konsumen. Proses asosiasi ini meliputi keterkenalan suatu
merek, kualitas produk yang dihasilkan dari merek tersebut,
reputasi perusahaan pemilik merek, serta kesesuaian bentuk
harga dan apa yang dijanjikan pada konsumen.24 Ini
menandakan citra merk (brand image) sebagai konsep
pemahaman akan merek yang diciptakan konsumen itu sendiri
berdasarkan latar belakang subjektif menurut emosi pribadi.
Anung Pramudyo pun berpendapat hal sama, di mana citra
merek selalu merepresentasikan sejumlah asosiasi yang
diaktifkan dalam memori konsumen ketika berfikir merek
tertentu.25
Citra merek besar pengaruhnya terhadap perilaku
konsumen berbelanja. Itulah alasan produsen perlu menaikkan
citra merek usahanya agar dapat merebut pangsa pasar yang
besar.
Dimensi dan Indikator Kualitas Pelayanan (QualityService)
Dimensi pelayanan sebenarnya terdapat sepuluh kriteria
yang oleh Parasuraman, Zeithamal dan Berry lalu disarikan
menjadi lima dimensi pokok dengan kompetensi, kesopanan,
kredibilitas, dan keamanan disatukan dalam satu dimensi
jaminan (assurance) dan akses, komunikasi, kemampuan
memahami pelanggan disatukan jadi satu dalam dimensi
empati (empathy) hingga akhirnya terdapat lima dimensi
utama saja yang disusun berdasar urutan tingkat kepentingan
relatifitasnya. Fitzsimmons brothers lalu gunakan kelima
dimensi itu sebagai parameter pengukuran tingkat kualitas
layanan suatu entitas usaha pada konsumennya:19
a. Reliabilitas (Reliability), yang berkaitan dengan
kemampuan entitas dalam berikan suatu layanan secara
pasti (akurat), cepat, tepat dan tanggap sebagaimana
bentuk dan jenis layanan yang telah dijanjikan pada
konsumen tanpa membuat suatu kesalahan apapun sesuai
dengan waktu dan jenis pelayanan yang disepakati.
b. Responsif (Responsiveness), yang berkaitan dengan
bentuk kesediaan dengan penuh kesadaran tinggi serta
kemampuan dari produsen untuk mampu bertindak
secara spontan dalam merespons berbagai keluhan dan
permintaan konsumen secara tepat waktu sebagaimana
yang mereka kehendaki.
c. Kepastian/jaminan (Assurance), yaitu suatu bentuk
jaminan kepastian akan layanan dari produsen yang akan
diberikan pada konsumen saat ia membeli produknya
berdasarkan standar mutu layanan yang telah digariskan
sebelumnya sehingga ini dapat menumbuhkan
kepercayaan konsumen/pelanggan terhadap entitas.
Dimensi assurance ini bercirikan miliki: kompetensi
dalam memberikan pelayanan, kesopanan, kredibilitas
dan pemberian faktor jaminan keamanan bagi pelanggan
Empati (Empathy), yaitu suatu bentuk perhatian lebih
dan khusus secara pribadi dalam memahami masalah
para pelanggan dan bertindak demi kepentingan
pelanggan. Dimensi empathy miliki ciri-ciri: kemauan
melakukan pendekatan, memberikan perlindungan dan
usaha untuk mengerti keinginan, kebutuhan dan perasaan
konsumen.
e. Nyata (Tangibles), yaitu sesuatu yang terlihat secara
nyata dengan ciri-ciri: penampilan pemberi layanan, fisik
fasilitas pendukung, peralatan dan perlengkapan
penunjang pelayanan konsumen
Karakteristik Pelayanan
Kotler, Bowen dan Makens dalam Kurniasari
menjelaskan, paling tidak terdapat empat karakteristik
pelayanan yang meliputi:18
a. Tidak berwujud (intangibility)
Wujud layanan tak bisa dijangkau panca indera secara
langsung karena bentuknya bukan fisik yang berwujud,
akan tetapi lebih ditujukan untuk menyasar unsur
intrinsik konsumen dengan sifatnya yang tak kasat mata.
Konsumen biasanya akan berusaha mencari tahu lebih
banyak sehubungan informasi maupun bukti yang dapat
memberi keyakinan lebih bagi mereka akan kepastian
standar pelayanan yang akan mereka terima sesaat
setelah menentukan keputusan pembelian barang atau
jasa yang akan mereka gunakan.
b. Tidak dapat dipisahkan (inseparability)
Service inseparability di sini mengandung arti bahwa
konsumen adalah bagian yang tak terpisahkan dari
produk itu sendiri karena tujuan akhir dari suatu usaha
tentunya ditujukan untuk memperoleh laba dan
pendapatan yang sebanyak-banyaknya bagi perusahaan
yang memproduksi barang/jasa tersebut melalui transaksi
yang terjadi. Di situlah produsen melakukan berbagai
upaya bagaimana agar hasil produksi yang dihasilkan
mampu terjual di pasar. Salah satu upayanya dilakukan
produsen dengan memberikan suatu bentuk paket
pelayanan terpadu atas karakteristik produk yang
dihasilkannya tersebut.
c. Berubah-ubah (variability)
Wujud layanan sifatnya dinamis bergantung siapa
menyediakan, kapan dan di mana serta bagaimana
layanan disediakan
Tidak tahan lama (perishability)
Wujud layanan hanya akan dapat dirasakan konsumen
saat ia membeli produk dan tak dapat disimpan serta
tidak akan bertahan dalam jangka waktu lama
Pengertian Kualitas Pelayanan
Perubahan perilaku konsumen dan preferensi pasar di
era modern telah bertransformasi begitu cepat dan dinamis.
Salah satu ciri tuntutan konsumen milenial dewasa ini
terdapat pada aspek kualitas layanan yang diberikan produsen
bagi konsumen. Kualitas pelayanan kini jadi satu faktor kunci
dan miliki peranan sentral bagi suatu usaha bila tak ingin
kalah dari pesaing. Aspek kualitas pelayanan juga akan
mampu berikan nilai tambah lebih bagi pelanggan sebagai
upaya produsen untuk mendapatkan banyak kepercayaan dari
calon konsumen baru. Gaya hidup serta pola belanja
konsumen yang telah berubah di masa kini dibanding dulu,
sudah tak relevan lagi jika produsen hanya mengedepankan
pola pemasaran yang biasa saja. Untuk itulah perusahaan
dituntut harus mampu mengedepankan pelayanan prima lagi
berkualitas bagi pelanggannya sehingga paling tidak produsen
akan mampu mempertahankan retensi konsumen serta ceruk
pasar yang dimiliki.
Pelayanan menjadi satu parameter penting dalam
menggambarkan perilaku produsen untuk memenuhi segala
kebutuhan dan keinginan konsumen demi terciptanya
kepuasan konsumen. Pelayanan yang baik merupakan suatu
kebutuhan intrinsik baik langsung maupun tak langsung yang
akan dirasakan konsumen dan memberi peluang besar bagi
produsen agar mampu membuat bisnisnya bertahan dan
berkembang. Pelayanan bentuk langsung dapat berupa harga,
kualittas produk, promosi dan sebagainya, sementara
pelayanan tak langsung dapat berupa kenyamanan pelanggan
saat berbelanja, kebersihan gerai, kelayakan tampilan visual
produk yang dijual, keamanan gerai, serta fasilitas lain yang
dapat dirasakan oleh pelanggan namun tidak terlihat.
Pengertian kualitas pelayanan menurut Anwar adalah
mutu suatu layanan yang diberikan pada pelanggan internal
maupun eksternal berdasarkan standar prosedur pelayanan
yang berlaku.16
Kotler menyebut, kualitas pelayanan merupakan
totalitas dari bentuk karakteristik barang dan jasa yang
menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan
pelanggan, baik yang nampak jelas maupun yang samar.
Terlebih bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa,
pemberian pelayanan yang berkualitas pada pelanggan
merupakan hal mutlak yang harus diwujudkan dalam
perusahaan mencapai suatu keberhasilan.17
Ini dapat dinyatakan bahwasanya definisi kualitas
pelayanan dapat dimaknai sebagai suatu ukuran mutu layanan
ang diberikan produsen bagi konsumen/pelanggan baik
secara intrinsik maupun ekstrinsik berdasarkan standarisasi
prosedur pelayanan yang berlaku di perusahaan tersebu
Dimensi dan Indikator Sertifikasi Label Halal
Dimensi sertifikasi label halal mengacu pada ketentuan
yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen Pasal 8 ayat (1) huruf h yang
menyebutkan, “pelaku usaha dilarang memproduksi dan
memperdagangkan barang yang tidak mengikuti ketentuan
berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang
dicantumkan dalam label”.
Dimensi lain kaitan seputar pencantuman label suatu
produk dapat dirunut melalui pendapat dari Philip Kotler dan
Kevin Lane Keller dalam tinjauan manajemen pemasaran
mengemukakan bahwasanya fungsi pencantuman label sendiri
antara lain sebagai: 1). Media identifikasi produk (identifies),
2). Penjelasan seputar pembuatan, tempat dibuat, kapan dibuat,
kandungan, cara penggunaan produk (describe), 3). Nilai atau
status kelas suatu produk (grades), 4). Media promosi suatu
produk (promote), 5). Kesesuaian dengan kriteria subjketif
konsumen (suitability)