Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer
dan pemegang saham mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut
agency conflict. Konflik kepentingan yang sangat potensial ini
menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan yang berguna
untuk melindungi kepentingan pemegang saham (Jesen and Meckling
dalam jurnal Wiranata dan Nugrahanti, 2013). Kepemilikan asing
merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh
perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang
berstatus luar negeri. Atau perorangan, badan hukum, pemerintah yang
bukan berasal Indonesia.
Dengan semakin banyaknya pihak asing yang menanamkan
sahamnya diperusahaan maka akan meningkatkan kinerja dari perusahaan
yang diinvestasikan sahamnya, hal ini terjadi karena pihak asing yang
menanamnkan modalnya memiliki system manajemen, teknologi dan
inovasi, keahlian dan pemasaran yang cukup baikyang bias membawa
pengaruh positif bagi perusahaan.
Sesuai dengan teori keagenan bahwa masalah yang terjadi yang
menyebabkan kinerja perusahaan menjadi turun adalah hubungan yang
tidak baik antara pemegang saham dengan manajer tetapi ketika hubungan
antara pemegang saham dengan manajer bias dikendalikan maka kinerja
perusahaan dapat menjadi lebih baik. Semakin tinggi kepemilikan asing,
maka pihak asing sebagai pemegang saham mayoritas akan menunjuk
orang asing untuk menjabat sebagai dewan komisaris atau dewan direksi,
dengan demikian keselarasan antara tujuan ingin memaksimalkan kinerja
perusahaan akan tercapai karena persamaan prinsip antara pemegang
saham asing dengan manajemen yang juga ditempati pihak asing sebagai
bagian dari manajemen perusahaan.
Kepemilikan asing merupakan presentase kepemilikan saham
perusahaan oleh investor asing (Sissandhy, 2014). Menurut Undang-
undang No. 25 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 6 kepemilikan asing adalah
perseorangan warga Negara asing, badan usaha asing, dan pemerintah
asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Republik Indonesia.
Perusahaan yang dimiliki oleh asing cenderung lebih ketat dalam
pengawasan operasional perusahaannya. Hal ini dikarenakan investor
asing menuntut kerja keras agar investasi yang mereka lakukan dapat
memberikan mengembalian yang besar pula. Pemilik asing mungkin
memiliki informasi yang lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan internal
perusahaannya. Hal ini dapat mendorong para manajer untuk dapat lebih
meningkatkan kepentingan para pemegang sahamnya.
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham yang dimiliki
oleh pemerintah, perusahaan asuransi, investor luar negeri atau bank
kecuali kepemilikan individual investor (Dewi dan Jati, 2014).
Kepemilikan institusional merupakan jumlah saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi atau organisasi. Kepemilikan institusional termasuk
faktor yang mempengaruhi kinerja sebuah perusahaan karna berfungsi
dalam monitoring, fungsi monitoring yang dilakukan institusional
membuat perusahaan lebih efisien dalam melakukan pengawasan oleh
pemilik perusahaan dilakukan dari luar perusahaan sehingga dapat
menghindarkan perusahaan dari kesalahaan pemilihan strategi yang dapat
menyebabkan kerugian perusahaan.
Meningkatnya aktivitas institusional ownership dalam melakukan
monitoring disebabkan oleh kenyataan bahwa adanya kepemilikan saham
yang signifikan oleh institusional ownership telah meningkatkan
kemampuan mereka untuk bertindak secara kolektif. Dalam waktu yang
sama, biaya untuk keluar dari investasi yang mereka lakukan menjadi
semakin mahal karena adanya resiko saham akan terjual pada harga
diskon. Kondisi ini akan memotivasi institusionalownership lebih serius
dalam mengawasi maupun mengoreksi semua perilaku manajer dan
memperpanjang jangka waktu investasi (Deviacita, 2012). Jika
kepemilikan institusional dalam perusahaan itu besar, maka keadaan
tersebut akan mendorong pengawasan yang lebih efektif dan akan semakin
besar kepemilikan oleh institusi untuk mengawasi manajemen sehingga
kinerja perusahaan semakin baik dan meningkat.
Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan
sahamoleh institusi seperti LSM, perusahaan swasta,perusahaan efek,
danapensiun, perusahaan asuransi, bankdan perusahaan-perusahaan
investasi.
Kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan rasio antara
jumlah lembar saham yang dimiliki oleh institusi terhadap jumlah lembar
saham perusahaan yang beredar secara keseluruhan
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh
manajemen yang mengelola perusahaan. Kepemilikan saham yang dimiliki
manajer dalam perusahaan membuat manajer menjalankan perusahaan
sebagai pemilik perusahaan dan merangkap sebagai pengelola perusahaan.
Sehingga perusahaan yang biasanya hanya diawasi oleh pemilik
perusahaan ikut turun dalam mengelola perusahaan hingga membuat
laporan keuangan sendiri (Mutiara Sakti, 2018) Kepemilikan manajerial
adalah kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan diukur dengan
persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen.
Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan didalam
manajemen perusahaan baik sebagai kreditor maupun sebagai dewan
komisaris disebut sebagai kepemilikan manajerial. Adanya kepemilikan
saham oleh manajemen akan menimbulkan suatu pengawasan terhadap
kebijakankebijakan yang diambil oleh manjaemen perusahaan.
Kepemilikan manajerial juga diartikan sebagai presentase saham yang
dimiliki oleh manajer dan direktur perusahaan pada akhir tahun untuk
masing-masing periode pengamatan (Deviacita, 2012). Pemilik sebagai
pengelola menjalankan perusahaan tersebut dengan sebaik mungkin agar
dapat meningkatkan keefektifan perusahaan sekaligus mengurangi
kecurangan kerja dari manajemen perusahaan yang dapat menimbulkan
kerugian bagi perusahaan.
Kepemilikan manajerial adalah saham yang dimiliki oleh pihak
manajemen perusahaan secara pribadi atau saham yang dimiliki oleh anak
cabang perusahaan serta afiliasinya (Susiana dan Herawati, 2007 dalam
Harnanik Prastiti 2018). Pihak manajemen perusahaan dimungkinkan
mempunyai saham atau kepemilikan atas perusahaan yang dikelolanya
Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan merupakan bentuk komitmen dari para pemegang
saham untuk mendelegasikan pengendalian dengan tingkat tertentu kepada
para manajer. Struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa
variable-variabel yang penting didalam struktur modal tidak hanya ditentukan
oleh jumlah utang dan equity tetapi juga boleh presentase kepemilikan oleh
manajer, institusional maupun asing. Struktur kepemilikan akan memiliki
motivasi yang berbeda dalam memonitor perusahaan serta manajemen dan
dewan direksinya. Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency problem dapat dikurangi dengan
adanya struktur kepemilikan. Strukur kepemilikan merupakan suatu
mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang
saham (Pujiningsih, 2011).
Tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan,
struktur pemilik dan kreditur corporate governance dalam proses insentif
yang membentuk motivasi manajer. Pemilik akan berusaha membuat
berbagai strategi untuk mencapai tujuan perusahaan. Kesemua tahapan
tersebut tidak terlepas dari peran pemilik dapat dikatakan bahwa peran
pemilik sangat penting dalam menentukan keberlangsungan perusahaan.
Teori Keagenan
Teori agensi merupakan hubungan kontrak antara principal dan agent,
dimana principal adalah pihak yang memperkerjakan agent agar melakukan
tugas untuk kepentingan principal, sedangkan agent adalah pihak yang
menjalankan kepentingan principal (Mutiara Sakti, 2018) . Principal dan
agent bekerja sama dalam pengelolaan perusahaan. Principal atau pemegang
saham perusahaan memberikan instruksi kepada agent untuk mengelola
perusahaan sesuai dengan yang diinginkan untuk keberhasilan perusahaan.
Sedangkan manajemen sebagai agent kadang melakukan tindakan sesuai
keinginannya sendiri tidak sesuai dengan yang diperintahkan oleh principal,
yang lebih dipentingkan agent adalah untuk pencapaian hasil yang lebih baik
dari pada mentaati perintah yang diberikan principal.
Teori keagenan, hubungan agent muncul ketika satu orang atau lebih
memperkerjakan orang lain untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut.
Baik principal maupun agent merupakan pemaksimuman kesejahteraan diri
sendiri, sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak demi
kepentingan terbaik principal (Mutiara Sakti, 2018). Inti dari hubungan
keagenan adalah terdapat pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan
perusahaan. Pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk
memperkecil asimetris informasi dan untuk memastikan bahwa pengelolaan
dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan
yang berlaku. Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency cost
yaitu biaya yang mencakup pengeluaran untuk pengawasaan oleh pemegang
saham dan biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan
laporan yang transparan Mutiara Sakti (2018).
Dalam sebuah perusahaan, adanya kelebihan arus kas cenderung
diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama
perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan kepentingan
karena pemegang saham ingin investasi dengan return yang tinggi tentunya
dengan risiko yang harus dipikul juga tinggi sementara pihak manajerial
memilih investasi dengan return yang rendah. Daher (2010) menyatakan
bahwa manajer lebih memilih untuk mengumpulkan kas tanpa adanya
peluang investasi daripada membayarkannya kepada para pemegang saham.
Dapat disimpulkan bahwa teori keagenan muncul karena adanya
konflik kepentingan didalam perusahaan antara principal dan agent untuk
menguntungkan diri sendiri, konflik dapat terjadi karna asimetri informasi
yaitu hanya satu pihak saja yang lebih banyak mengetahui tentang informasi
yang ada dalam perusahaan. Untuk mengurangi terjadinya masalah keagenan
dapat diatasi dengan menerapkan good corporate governance sehingga tidak
terjadi masalah yang berkelanjutan
Program atau Modul Psikoedukasi
Program psikoedukasi merupakan suatu rangkaian kegiatan
psikoedukasi untuk membantu kelompok klien sasaran/partisipan
mengembangkan satu atau serangkaian keterampilan hidup tertentu
(Supratiknya, 2011). Program psikoedukasi dapat dikembangkan
menggunakan modul psikoedukasi yang tersusun atas komponen:
1) Topik
Topik menjelaskan jenis keterampilan hidup yang hendak
diberikan dalam modul psikoedukasi dan biasanya digunakan
sebagai judul.
2) Tujuan
Tujuan menjelaskan secara spesifik jenis-jenis keterampilan
hidup yang akan menjadi tujuan modul serta hasil yang
diharapkan akan dicapai oleh peserta psikoedukasi pada akhir
kegiatan.
3) Waktu
Menjelaskan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan modul
dari kegiatan dari awal hingga evaluasi, biasanya dituliskan jam
atau menit
4) Tata ruang
Menjelaskan pengaturan isi ruangan, kondisi ruangan, peralatan
dan perlengkapan dalam pelaksanaan modul psikoedukasi.
5) Materi
Menjelaskan secara konseptual jenis-jenis keterampilan hidup
yang menjadi tujuan pada modul yang dapat disajikan melalui
handouts, booklet, rekaman pidato, video, atau media lain yang
disertai penjelasan lisan oleh fasilitator.
6) Prosedur
Menjelaskan langkah-langkah kegiatan psikoedukasi yang harus
dilakukan oleh peserta dan fasilitator untuk mencapai tujuan
yang diharapkan.
7) Media
Media dalam psikoedukasi dapat berupa:
a) Handouts atau booklet yang berisi materi yang disampaikan
b) Lembar kerja pribadi maupun kelompok
c) Slides-film, rekaman audio seperti pidato, musik, dan
sebagainya
d) Gambar, koran bekas, majalah bekas, dan lain-lain
e) Laptop, komputer, dan reviewer
f) Alat tulis
8) Evaluasi
Komponen ini terdiri dari dua macam evaluasi, yaitu evaluasi
hasil dan evaluasi kinerja. Evaluasi hasil
mempertanggungjawabkan hasil penyelenggaraan modul
psikoedukasi yang telah dilaksanakan, sedangkan evaluasi
kinerja mempertanggungjawabkan proses pelaksanaan modul
psikoedukasi yang telah dilaksanakan terkait kinerja fasilitator.
9) Sumber
Memuat berbagai sumber pustaka yang digunakan sebagai acuan
dalam penyusunan modul.
Pengertian Psikoedukasi
Psikoedukasi adalah pendidikan kesehatan pada pasien baik
yang mengalami penyakit fisik maupun gangguan jiwa yang
bertujuan untuk mengatasi masalah psikologis yang dialami pasien
(Suryani, 2016). Psikoedukasi dapat dilaksanakan secara individual
maupun kelompok/grup dan dapat diberikan dalam satu sesi atau
lebih.
Psikoedukasi dapat dilaksanakan di berbagai tempat pada
berbagai kelompok atau rumah tangga. Tindakan psikoedukasi
memiliki media berupa catatan seperti poster, booklet, leaflet, video,
dan beberapa eksplorasi yang diperlukan. Perawat dapat
membangun hubungan saling percaya agar dapat melakukan
pengkajian yang tepat dan memberikan pengertian terhadap
keluarga bagaimana psikoedukasi memberikan keuntungan pada
mereka, dapat mengatasi dan mencegah terjadinya gangguan
emosional dengan strategi koping yang efektif (Supratiknya, 2011).
Terapi psikoedukasi ini bisa dilakukan secara pasif berupa
pemberian informasi dengan leaflet atau melalui email atau website
dan juga dilakukan secara aktif berupa konseling atau pemberian
pendidikan kesehatan secara individu atau kelompok (Suryani,
2016).
Klasifikasi Stroke
Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan
stroke meliputi (LeMone et al., 2016):
- Stroke hemoragik
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak pada daerah otak tertentu dan pada umumnya
kesadaran klien menurun (Muttaqin, 2008). Terdapat dua jenis
stroke hemoragik yaitu hemoragi intraserebral dan hemoragi
subarakhnoid.
a) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah dikarenakan hipertensi yang
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak.
b) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan yang berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid
menyebabkan TIK meningkat secara mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasopasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global yaitu
nyeri kepala, penurunan kesadaran maupun disfungsi otak
fokal yaitu hemiparesis, gangguan hemisensorik, afasia, dan
lainnya. - Stroke Nonhemoragik
Stroke yang berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral
yang biasanya terjadi saat setelah lama istirahat, baru bangun
tidur, atau di pagi hari. Stroke nonhemoragik ini tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan edema sekunder
Faktor Risiko Stroke
Faktor risiko stroke diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Faktor
yang dapat dimodifikasi dapat diubah dengan prevensi (LeMone et
al., 2016). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi terdiri dari
usia, jenis kelamin, ras, dan hereditas, sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi terdiri dari hipertensi, penyakit jantung, kolesterol
tinggi, obesitas, diabetes, merokok, penyalahgunaan zat dan alkohol
(Muttaqin, 2008). Faktor risiko lain meliputi stroke sebelumnya atau
serangan iskemia transien (TIA), dan faktor khusus untuk wanita
adalah kontrasepsi oral (khususnya disertai hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi) (LeMone et al., 2016).
Etiologi Stroke
Menurut Muttaqin (2008) beberapa keadaan di bawah ini dapat
menyebabkan stroke:
1) Trombosis serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
penyumbatan sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak
yang dapat menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur
atau bangun tidur, dikarenakan penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia
serebral. Trombosis serebral dapat disebabkan oleh
aterosklerosis, hiperkoagulasi dan arteritis.
2) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara.
3) Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral meliputi perdarahan di
dalam ruang subarakhnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan,
sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan
sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
4) Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah:
a) Hipertensi yang parah,
b) Henti jantung paru,
c) Curah jantung turun akibat aritmia.
5) Hipoksia lokal
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia lokal
adalah:
a) Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarakhnoid
b) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren
Pengertian Stroke
Stroke atau cedera vaskular serebral adalah kondisi
kedaruratan ketika terjadi defisit neurologis akibat dari penurunan
tiba-tiba aliran darah ke area otak yang terlokalisasi (LeMone et al.,
2016). Defisit neurologis ini disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah di otak dan/atau terjadinya trombosis dan emboli (Batticaca,
2008). Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke
merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kecacatan
berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir,
daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat
gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008)
Alat Ukur Efikasi Diri
Beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur
efikasi diri, antara lain:
1) General Self-Efficacy Scale
General Self-Efficacy Scale merupakan instrumen pengukuran
yang bersifat unidimensional, atau hanya mengukur satu faktor
yaitu general self-efficacy. General Self-Efficacy Scale awalnya
dikembangkan oleh Matthias Jerusalem dan Ralf Schwarzer
pada tahun 1979 yang terdiri dari 20 item. General Self-Efficacy
Scale telah diterjemahkan ke dalam 32 bahasa dan digunakan
dalam penelitian di berbagai negara. Setiap item dalam
instrumen memiliki 4 pilihan jawaban, yaitu: “sangat tidak
sesuai” hingga “sangat sesuai”. Rentang nilai instrumen ini yaitu
1 sampai 4, sehingga rentang jumlah skor antara 10 sampai 40,
dengan skor semakin tinggi maka efikasi diri semakin tinggi pula.
General Self-Efficacy Scale sudah diuji validitas dan reliabilitas
dengan hasil yang sangat reliabel, stabil, dan valid (Novrianto et
al., 2019).
2) Daily Living Self-Efficacy Scale
Daily Living Self-Efficacy scale merupakan instrumen yang
dapat digunakan untuk menilai efikasi diri penderita stroke
dalam dua domain kehidupan sehari-hari yaitu aspek psikologis
dan aktivitas sehari-hari terlepas dari sifat dan tingkat kecacatan
fisik pasien. Kuesioner ini terdiri dari 12 item pertanyaan yang
mencakup dua sub domain yaitu efikasi diri untuk fungsi
psikososial dan efikasi diri untuk fungsi aktivitas sehari-hari
(Maujean et al., 2014).
3) The Stroke Self-Efficacy Questionnaire (SSEQ)
The Stroke Self-Efficacy Questionnaire (SSEQ) merupakan
instrumen untuk menilai efikasi diri yang dirasakan oleh
penderita stroke dalam fungsi tertentu misalnya perawatan diri,
aktivitas dan mobilitas, dan tugas yang terkait dengan
manajemen diri (Maujean et al., 2014). Kuesioner ini digunakan
untuk mengukur efikasi diri individu dalam kinerja fungsional
dan manajemen diri yang relevan dengan individu pasca stroke.
Pengembangan kuesioner ini dilakukan selama tahun 2004
hingga 2006 dengan menjalani 3 kali studi. Kuesioner ini telah
diujicobakan kepada 112 penderita stroke antara 2 sampai 24
minggu pasca stroke. The Stroke Self-Efficacy Questionnaire
(SSEQ) terdiri dari 13 item pertanyaan dengan hasil uji
cronbach’s α 0,90 dan nilai uji validitas r = 0,803 dan p < 0,001
(Jones et al., 2008).
Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Proses Dalam Diri Manusia
Menurut Bandura dalam Kristiyani (2020) terdapat empat
proses besar psikologis dalam proses efikasi diri dalam
mempengaruhi fungsi manusia:
1) Proses Kognitif
Dampak efikasi diri terhadap proses kognitif seseorang berbeda
antara satu dengan lainnya. Sebagian besar perilaku akan
berubah sesuai dengan pemikiran untuk mewujudkan tujuan.
Semakin kuat persepsi efikasi diri seseorang, semakin tinggi
tujuan-tujuan yang dibuat bagi dirinya dan lebih mengokohkan
komitmen mereka. Semua tindakan dimulai dalam pikiran.
Fungsi utama dari pemikiran adalah untuk memungkinkan
seseorang memprediksi kejadian dan menentukan langkah serta
mengembangkan cara untuk mengontrol hal-hal yang
mempengaruhi hidup mereka. Ketika seseorang dihadapkan
pada sebuah masalah yang sulit akan timbul keraguan diri
mengenai keberhasilan yang dapat dicapai dalam pemikirannya,
sehingga tujuan dan kualitas prestasi menurun.
2) Proses Motivasional
Efikasi diri berperan penting dalam regulasi motivasi diri.
Kebanyakan motivasi dihasilkan secara kognitif. Orang
memotivasi dirinya sendiri dan mengarahkan tindakan melalui
pemikiran sebelumnya. Efikasi diri mempengaruhi pola pikir
seseorang sehingga mereka membentuk keyakinan mengenai
apa yang dapat mereka lakukan. Mereka menetapkan tujuan bagi
dirinya sendiri dan merencanakan tindakan untuk merealisasikan
tujuan yang telah dibuat. Tujuan yang menantang akan
meningkatkan dan mempertahankan motivasi seseorang.
3) Proses Afektif
Efikasi diri seseorang mengenai kemampuannya untuk
menghadapi masalah mempengaruhi seberapa besar tingkat
motivasi, stres, dan depresi yang dialami dalam menghadapi
situasi yang sulit atau mengancam. Seseorang yang percaya
bahwa mereka mampu mengatasi masalah yang ada akan
merubah pola pikirnya yang mengganggu sehingga mereka
menjadi lebih tangguh dalam menghadapi permasalahan.
Setelah seseorang mengembangkan rasa tangguh yang dimiliki,
seseorang dapat menahan kesulitan yang datang. Sebaliknya
orang yang memiliki kepercayaan yang rendah terhadap
kemampuan dirinya akan merasa sangat cemas dan melihat
berbagai hal sebagai bahaya. Efikasi diri dapat mengatur emosi
seseorang melalui beberapa cara, yaitu seseorang yang percaya
bahwa mereka mampu mengelola ancaman tidak akan mudah
tertekan oleh diri sendiri, sebaliknya jika efikasi diri rendah
seseorang cenderung memperbesar risiko, dan dapat mendorong
munculnya depresi (Manuntung, 2019).
4) Proses Seleksi
Efikasi diri seseorang dapat membentuk kehidupan dengan
mempengaruhi jenis aktivitas dan lingkungan yang akan dipilih.
Seseorang akan menghindari aktivitas dan situasi yang mereka
yakini berada diluar kemampuannya. Tetapi mereka akan
bersiap begitu menghadapi suatu masalah dan memilih situasi
yang kemungkinan dapat ditangani.
Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri
Menurut Bandura dalam Anwar (2009) tinggi atau rendahnya
efikasi diri seseorang sangatlah bervariasi. Ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi, diantaranya yaitu:
1) Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin juga berpengaruh terhadap efikasi diri.
Penelitian Bandura dalam Anwar (2009) menyatakan wanita
cenderung memiliki efikasi diri yang tinggi daripada pria yang
bekerja, terutama wanita yang memiliki peran selain sebagai ibu
rumah tangga, juga sebagai wanita karir.
2) Budaya
Budaya mempengaruhi efikasi diri melalui nilai, kepercayaan,
dan proses pengaturan diri yang berfungsi sebagai sumber
penilaian efikasi diri.
3) Usia
Salah satu faktor yang mempengaruhi efikasi diri adalah usia
(Ismatika & Soleha, 2018). Individu yang lebih tua pada
umumnya lebih berpengalaman dalam mengatasi masalah yang
dihadapi dibanding individu yang lebih muda yang kurang
pengalaman menghadapi masalah dalam hidup. Hal ini berkaitan
dengan pengalaman individu yang dimiliki selama rentang
hidupnya.
4) Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan komponen yang sangat penting untuk
seorang individu. Efikasi diri umumnya terbentuk dari proses
belajar seseorang melalui pendidikan formal. Individu dengan
tingkat pendidikan yang tinggi umumnya memiliki efikasi diri
yang tinggi pula karena banyak menerima proses pembelajaran
dan berbagai persoalan yang dihadapi ketika masa pendidikan.
5) Sifat dari tugas yang dihadapi
Tingkat kesulitan tugas yang dihadapi oleh seseorang akan
mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap kemampuan
dirinya sendiri. Semakin kompleks suatu tugas yang dihadapi
oleh individu maka akan semakin rendah individu tersebut
menilai kemampuannya. Sebaliknya, jika individu dihadapkan
pada tugas yang mudah dan sederhana maka akan semakin tinggi
individu tersebut menilai kemampuannya.
6) Pengalaman
Efikasi diri dibentuk dari sebuah pengalaman atau proses
adaptasi dan pembelajaran yang telah dialami individu di
lingkungannya, tetapi hal ini bergantung pada bagaimana
individu tersebut menghadapi keberhasilan atau kegagalan
dalam menghadapi masalah.
7) Status atau peran individu dalam lingkungan
Individu yang memiliki status lebih tinggi akan memperoleh
tingkat kontrol yang lebih besar sehingga efikasi diri yang
dimilikinya juga tinggi. Sedangkan individu yang memiliki
status yang lebih rendah akan memiliki kontrol yang lebih kecil
sehingga efikasi diri yang dimiliki juga rendah.
8) Informasi tentang kemampuan diri
Individu akan memiliki efikasi diri tinggi, jika memperoleh
informasi positif mengenai dirinya, sementara individu akan
memiliki efikasi diri yang rendah jika memperoleh informasi
negatif mengenai dirinya
Sumber-Sumber Efikasi Diri
Efikasi diri dipengaruhi oleh empat sumber informasi penting
(Lenz & Shortridge-Baggett, 2002):
1) Performance accomplishment: berlatih dan pengalaman
sebelumnya.
Berlatih adalah sumber efikasi diri yang paling penting karena
didasarkan pada pengalaman seseorang sendiri. Pengalaman
individu terkait keberhasilan akan meningkatkan efikasi diri,
sedangkan kegagalan dapat menurunkan efikasi diri, terutama
jika kegagalan terjadi di awal proses pembelajaran. Hal ini
membuktikan bahwa pengalaman individu mempunyai
pengaruh yang besar terhadap efikasi diri.
Seseorang yang berhasil menemukan solusi untuk permasalahan
yang dihadapi dan dapat menuntun bangkit dari keterpurukan
maka efikasi diri orang tersebut secara otomatis akan meningkat
dibandingkan sebelumnya. Menguasai sesuatu hal yang baru
relatif sederhana, yang diperlukan yaitu latihan dan
membiasakannya. Efikasi diri perlu dikembangkan dengan cara
mencoba menyelesaikan tugas yang sulit dan melewati kendala-
kendala yang ditemui.
2) Vicarious experience: pengamatan orang lain.
Efikasi diri juga bisa dibentuk dengan melihat orang lain yang
sukses yang dianggap memiliki suatu kemiripan dengan orang
yang mengamatinya. Orang lain dapat menjadi contoh atau role
model dan memberikan informasi tentang tingkat kesulitan dari
jenis perilaku tertentu. Orang-orang yang berperan sebagai
panutan, bagaimanapun harus menunjukkan kesamaan dengan
pengamat dalam karakteristik yang relevan dengan masalah
tersebut, artinya dengan mengamati orang lain yang dianggap
senasib atau mengalami hal yang sama, sang pengamat dapat
membentuk sugesti positif terhadap dirinya bahwa ia mampu
melakukan hal serupa seperti model yang diamatinya. Hal ini
sangat penting bagi mereka yang kurang mempunyai keyakinan
dalam menghadapi permasalahan yang terjadi.
Mengamati orang lain adalah sumber efikasi diri yang lebih
lemah daripada pengalaman langsung, tetapi dapat berkontribusi
pada penilaian seseorang terhadap efikasi dirinya sendiri.
Seberapa besar dampak vicarious experience terhadap efikasi
diri seseorang bergantung pada seberapa mirip seseorang dengan
model dalam pemikiran seseorang (Kristiyani, 2020). Semakin
mirip seorang model dimata seseorang dengan dirinya maka
akan semakin besar pengaruh pengalaman sukses atau
pengalaman gagal model terhadap efikasi diri seseorang.
3) Verbal Persuation: Persuasi verbal
Persuasi verbal merupakan sumber efikasi diri yang paling
sering digunakan karena mudah digunakan. Profesional
kesehatan dapat memberikan instruksi, saran dan nasihat,
mencoba meyakinkan orang bahwa mereka dapat berhasil dalam
mengerjakan tugas yang sulit, yang paling penting adalah
kredibilitas, keahlian, kepercayaan, dan prestise orang yang
melakukan persuasi. Persuasi verbal untuk meyakinkan orang
bahwa mereka memiliki kemampuan untuk melakukan suatu
perilaku lebih lemah daripada dua sumber sebelumnya karena
mereka tidak memperhatikan pengalaman atau contoh mereka
sendiri. Namun, persuasi verbal bisa menjadi pendukung yang
baik untuk sumber efikasi diri yang lain. Jika seseorang yakin
dengan kemampuan mereka, mereka akan lebih cenderung untuk
bertahan dan tidak akan mudah menyerah.
4) Physiological information: evaluasi diri dari keadaan fisiologis
dan emosional.
Informasi tentang tubuh manusia juga dapat mempengaruhi
penilaian seseorang terhadap kemampuan untuk menunjukkan
perilaku tertentu. Dalam menilai kapasitas mereka sendiri, orang
menggunakan informasi tentang keadaan fisiologis dan
emosional mereka. Ketegangan, kecemasan, dan depresi
ditafsirkan sebagai tanda defisiensi personal yang dapat
berdampak negatif terhadap efikasi diri seseorang. Apa yang
orang percaya tentang penyakit mereka dan bagaimana mereka
menafsirkan gejala mereka mempengaruhi efikasi diri mereka
untuk menghadapi penyakit
Pengertian Efikasi diri
Efikasi diri adalah keyakinan individu untuk mengelola
perilaku-perilaku tertentu untuk mencapai kesembuhan (Makhfudli
et al., 2020). Efikasi diri merupakan suatu proses kognitif terkait
kenyamanan individu dalam melakukan suatu hal yang dapat
mempengaruhi motivasi, proses berpikir, kondisi emosional serta
lingkungan sosial yang menunjukkan suatu kebiasaan yang spesifik
(Hasanah, 2018).
Menurut Bandura dalam Kristiyani (2020), efikasi diri
menentukan bagaimana seseorang merasa, berpikir, memotivasi diri
sendiri, dan berperilaku. Efikasi diri merupakan dasar dari motivasi,
kesejahteraan, serta berprestasi. Hal ini disebabkan karena jika
seseorang tidak percaya bahwa tindakan mereka dapat
menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan, mereka
mendapat sedikit dorongan untuk bertahan ketika dihadapkan
kesulitan. Sebaliknya, jika mereka yakin bahwa mereka dapat
mencapai sesuatu, maka mereka menjadi lebih bersemangat dalam
mencapai sesuatu tersebut Pada umumnya orang dengan efikasi diri
yang baik akan lebih cepat bangkit dari kegagalan atau kemunduran
yang dialami serta memiliki komitmen yang tinggi untuk dapat
mencapai sesuatu.
Aspek-aspek kemampuan Empati
Menurut Eisenberg, 1987; Batson, 1991; Davis, 1996; Fesbach, 1997;
Hpffman, 2000 dalam Taufik (2012) bahwa proses individu berempati
melibatkan aspek afektif dan kognitif.
a. Aspek afektif, merupakan kemampuan menselaraskan pengalaman
emosional pada orang lain atau suatu kondisi dimana pengalaman emosi
seseorang sama dengan pengalaman emosi yang sedang dirasakan oleh
orang lain atau perasaan mengalami bersama dengan orang lain yaitu ikut
merasakan ketika orang lain merasa sedih, menangis, terluka, menderita
bahkan disakiti.
b. Aspek kognitif merupakan perwujudan dari multiple dimensions seperti
kemampuan untuk mengingat jejak-jejak intelektual dan verbal tentang
orang lain, dan kemampuan untuk membedakan atau menselaraskan
kondisi emosional dirinya dengan orang lain. Aspek kognitif sangat
berperan penting dalam kemampuan empati. Tanpa kemampuan kognitif
yang memadai seseorang akan selalu meleset dalam memahami kondisi
orang lain. misalnya membayangkan perasaan orang lain ketika marah,
kecewa, senang, memahami keadaan orang lain dari cara berbicara, dari
raut wajah, cara pandang dalam berpendapat
Dengan kata lain seorang guru harus mempunyai kemampuan yang
melibatkan aspek-aspek kognitif dan afektif untuk menempatkan diri dalam
mengenali, memahamai, mengerti dan menerima dengan sepenuh hati akan
adanya perasaan, pikiran, pandangan dan pengalaman positif maupun negatif
dari orang lain sehingga timbul perasaan toleransi, menghargai perasaan
orang lain, mengendalikan diri, ramah dan humanis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi kemampuan Empati
Menurut Sharoon (1999) menyebutkan bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi kemampuan empati, yaitu:
a. Kematangan kognitif berpengaruh terhadap kemampuan berempati,
sebab dalam mehami penderitaan orang lain diperlukan bukan hanya
sekedar proses berfikir, akan tetapi juga kematangan kognisi, sehingga
bisa ikut memahami penderitaan orang lain tanpa harus benar-benar
mengalaminya.
b. Kesadaran akan keberadaan orang lain, dengan menyadari bahwa orang
lain itu ada, seseorang tidak dapat hidup tanpa orang-orang sekelilingnya,
maka diharapkan akan timbul sikap peduli terhadap orang lain, yang
merupakan sikap dasar empati.
Pengertian Kemampuan Empati
Menururut Surya ( 2013 ) kemampuan empati mempunyai makna
sebagai suatu kesediaan untuk memahami orang lain secara paripurna baik
yang nampak maupun yang terkandung khususnya pada aspek perasaan,
pikiran dan keinginan siswa sedekat mungkin, dengan demikian guru tidak
hanya memahami perasaan siswa akan tetapi mampu menghayati bagaimana
perasaan dirinya apabila berada dalam situasi siswa. Secara psikologis
kemampuan empati dapat menunjang berkembangnya suasana hubungan
yang didasari atas saling pengertian, suasana rasa diterima, dipahami dan
kesamaan diri.
Taufik (2012) menyatakan kemampuan empati merupakan suatu
aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang
lain, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh yang bersangkutan terhadap
kondisi yang dialami oleh orang lain, tanpa yang bersangkutan kehilangan
control dirinya.
Menurut Watson (2011) kemampuan empati adalah kemampuan
fantasi atau kecenderungan untuk mengubah pola diri secara imajinatif ke
dalam pikiran, perasaan dan tindakan dari karakter-karakter khayalan pada
buku, film dan permainan. Aspek ini melihat kecenderungan individu
menempatkan diri dan hanyut dalam perasaan dan tindakan orang lain atau
kemampuan seseorang untuk mengenal dan memahami emosi, pikiran, serta
sifat orang lain.
Salah satu kemampuan seseorang agar berhasil berinteraksi dengan
orang lain adalah kemampuan empati. Sari (2003) mengatakan bahwa tanpa
kemampuan empati orang dapat terasing, salah satu menafsirkan perasaan
sehingga mati rasa atau tumpulnya perasaan yang berakibat rusaknya
hubungan. Selanjutnya dikatakan salah satu wujud kurangnya kemampuan
empati adalah ketika seseorang cenderung menyamaratakan orang lain
dengan dirinya, bukan memandang sebagai individu yang unik. Menurut
Gunarasa (2000) kemampuan empati dianggap sebagai salah satu cara yang
efektif dalam usaha mengenali, memahami dan mengevaluasi orang lain
Fungsi Efikasi Diri
Efikasi diri yang telah terbentuk akan mempengaruhi dan memberi
fungsi pada aktivitas individu. Bandura (1997) menjelaskan tentang pengaruh
dan fungsi tersebut yaitu:
a. Pilihan Perilaku
Adanya efikasi diri yang dimiliki, individu akan menetapkan tindakan
apa yang akan ia lakukan dalam menghadapi suatu tugas untuk
mencapai tujuan yang diinginkannya.
b. Pilihan Karir
Efikasi diri merupakan mediator yang cukup berpengaruh terhadap
pemilihan karir seseorang. Bila seseorang merasa mampu melaksanakan
tugas-tugas dalam karir tertentu maka biasanya ia akan memilih karir
tesebut.
c. Kuantitas usaha dan keinginan untuk bertahan pada suatu tugas
Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi biasanya akan berusaha
keras untuk menghadapi kesulitan dan bertahan dalam mengerjakan
suatu tugas bila mereka telah mempunyai keterampilan prasyarat.
Sedangkan individu yang mempunyai efikasi diri yang rendah akan
terganggu oleh keraguan terhadap kemampuan diri dan mudah
menyerah bila menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas.
d. Kualitas Usaha
Penggunaan strategi dalam memproses suatu tugas secara lebih
mendalam dan keterlibatan kognitif dalam belajar memiliki hubungan
yang erat dengan efikasi diri yang tinggi. Siswa yang memiliki efikasi
diri tinggi cenderung akan memperlihatkan penggunaan kognitif dan
strategi belajar yang lebih bervariasi.
Efikasi diri memberikan banyak fungsi untuk memudahkan individu
dalam memperoleh atau mencapai sesuatu hal dalam hidup, untuk itu individu
perlu mengetahui stategi apa yang digunakan untuk dapat meningkatkan
efikasi diri yang akan dijelaskan pada sub selanjutnya
Aspek-aspek Efikasi Diri
Menurut Bandura (1997) efikasi diri terdiri dari tiga aspek yaitu :
a. Tingkatan (level), berkaitan dengan individu merasa mampu
menyelesaikan tugas dari yang ringan hingga yang berat.
b. Kekuatan (strength), berkaitan tingkat kekuatan dari keyakinan mengenai
kemampuannya.
c. Generalisasi (generality), individu merasa yakin akan kemampuannya
pada setiap situasi yang berbeda.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari
efikasi diri adalah tingkatan (level), kekuatan (strength), dan generalisasi
(generality)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri
Bandura (1997) menyatakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi
efikasi diri pada diri individu yaitu:
a. Pengalaman menguasai sesuatu
Sumber yang paling berpengaruh dari efikasi diri adalah pengalaman
menguasai sesuatu, yaitu performa masa lalu, secara umum performa
yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan,
dan hal ini mempunyai enam dampak yaitu: meningkatkan efikasi diri
secara proporsional, tugas dapat di selesaikan dengan baik, menurunya
kegagalan, kegagalan tidak menimbulkan emosi, kegagalan
mengukuhkan rasa menguasai diri, kegagalan yang terjadi mempunyai
dampak sedikit.
b. Modeling social
Modeling sosial yaitu vicarious experiences, secara umum dampak
dari modeling sosial tidak sekuat dampak yang di berikan oleh
performa pribadi dalam meningkatkan level efikasi diri, tetapi
mempunyai dampak yang kuat saat memperhatikan penurunan efikasi
diri.
c. Persuasi social
Dampak dari sumber ini cukup terbatas, tetapi di bawah kondisi yang
tepat, persuasi diri orang lain dapat meningkatkan atau menurunkan
efikasi diri.
d. Kondisi fisik dan emosianal
Emosi yang kuat biasanya akan mengurangi performa saat orang
mengalami ketakutan yang kuat dan kecemasan atau tingkat stres
yang tinggi, kemungkinan akan mempunyai ekspektasi efikasi yang
rendah.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa factor-faktor
yang mempengaruhi efikasi diri adalah pengalaman menguasai sesuatu,
modeling sosial, persuasi sosial dan kondisi fisik dan emosional
Pengertian Efikasi Diri
Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam
teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap
kemampuan dirinya untuk mencapai hasil. Bandura (1997) menggambarkan
keyakinan diri sebagai kepercayaan terhadap diri sendiri dalam melakukan
suatu tindakan guna menghadapi suatu situasi sehingga dapat memperoleh
hasil seperti yang diharapkan. Keyakinan diri adalah bagian dari diri yang
dapat mempengaruhi jenis aktivitas yang dipilih, besarnya usaha yang akan
dilakukan oleh individu dan kesabaran dalam menghadapi kesulitan. Efikasi
akan menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam menampilkan suatu
perilaku dan selanjutnya akan mempengaruhi efikasi diri seseorang. Jika
seseorang mengalami keberhasilan maka efikasi dirinya akan meningkat, dan
tingginya efikasi diri akan memotivasi individu secara kognitif untuk
bertindak secara lebih tekun dan terutama bila tujuan yang hendak dicapai
sudah jelas. Baron dan Byrne (2003) mengungkapkan bahwa efikasi diri
merupakan evaluasi seseorang mengenai kemampuannya atau kompetensi
dirinya untuk melakukan tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa efikasi diri merupakan sikap atau perasaan yakin atas kemapuan diri
sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam
tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang
disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan
dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang
lain, memiliki dorongan untuk berprestasi serta mengenal kelebihan dan
kekurangannya.
Sumber-sumber Dukungan Sosial
Menurut Khan dan Antonoucci (Orford, 1992) dukungan sosial yang kita
terima bersumber dari berbagai pihak, sumber-sumber tersebut, yaitu:
a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari orang-orang yang selalu ada
disepanjang hidupnya, yang selalu mendukung dan bersamanya, seperti:
suami atau istri, sahabat.
b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit
berperan dalam hidupnya dan cenderung mengalami perubahan sesuai
dengan waktu, seperti: teman kerja, sanak keluarga, teman sepergaulan.
c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat
jarang memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat
berubah. Seperti: dokter atau tenaga ahli profesional, keluarga jauh
Aspek Dukungan Sosial
Menurut Sarafino dan Smith (2011) dukungan sosial memiliki beberapa
aspek, yaitu:
a. Dukungan Emosional
Dukungan ini seperti perhatian, empati, dan turut perihatin terhadap
seseorang. Dukungan ini akan membuat penerima dukungan merasa
nyaman, kembali tentram, merasa dimiliki dan dicintai ketika individu
tersebut mengalami stres, memberi bantuan seperti semangat dan cinta
b. Dukungan penghargaan
Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan
positif kepada orang yang sedang stres, atau persetujuan terhadap ide
ataupun perasaan individu. Dukungan ini dapat menyebabkan individu
yang menerima dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya
diri, dan merasa bernilai. Dukungan jenis ini akan sangat berguna ketika
individu mengalami stres karena tuntutan tugas yang lebih besar
daripada kemampuan yang dimilikinya.
c. Dukungan instrumental
Dukungan ini melibatkan dukungan secara langsung, seperti
seseorang memberi atau meminjamkan uang, atau membantu tugas-
tugas disaat stres.
d. Dukungan informasi
Dukungan informasi terdiri dari nasehat, arahan, saran ataupun
penilaian tentang bagaimana individu melakukan sesuatu. Misalnya
orang-orang disekitar individu akan memberikan dukungan dengan cara
menyarankan beberapa pilihan yang dapat dilakukan individu dalam
mengatasi masalah yang membuatnya stres.
e. Dukungan kelompok
Merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa
bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dimana anggota
anggotanya dapat saling berbagi.
Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan sosial ada dalam membantu individu untuk menghadapi situasi
yang penuh tekanan. Menurut Uchino (Sarafino & Smith, 2011) dukungan sosial
adalah kenyamanan, kepedulian, penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk
lainnya yang diterima individu dari orang lain ataupun kelompok. Dukungan
sosial mengacu pada berbagai sumber daya yang disediakan oleh hubungan antar
pribadi seseorang. Dukungan sosial memiliki efek yang positif pada kesehatan,
yang mungkin terlihat bahkan ketika tidak berada dibawah tekanan yang besar.
Dukungan sosial menurut Ganster, Fusilier dan mayes (Apollo & Cahyadi,
2012) adalah tersedianya hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai
khusus bagi individu yang menerimanya. Sumber-sumber yang disediakan orang
lain terhadap individu yang dapat mempengaruhi kesejah teraan individu yang
bersangkutan.
Dukungan sosial dapat diartikan sebagai informasi yang diperoleh dari
orang lain bahwa individu dicintai, diperhatikan, dihargai, dan dipandang sebagai
hubungan dalam komunikasi dan saling bertanggungjawab. Pierce (Andarini &
Fatma, 2013) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional,
informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang- orang disekitar
individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-
hari dalam kehidupan.
Sarafino dan Smith (2011) menyatakan bahwa dukungan sosial tidak hanya
mengacu kepada tindakan yang diberikan tetapi juga mengacu kepada persepsi
orang bahwa kenyamanan, dan bantuan yang tersedia dapat dirasakan
dukungannya. Lebih lanjut lagi dukungan sosial didefinisikan sebagai dukungan
yang terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan non-verbal, bantuan nyata, atau
tindakan yang diberikan oleh keakraban atau didapatkan karena kehadiran orang
lain dan hal ini memiliki manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak
penerima.
Sedangkan menurut Jacob (Orford, 1992), dukungan sosial adalah suatu
bentuk tingkah laku yang menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu
percaya bahwa individu dihormati, dihargai, dicintai, dan bahwa orang lain
bersedia memberikan perhatian dan kemanan. Menurut Orford (1992), dukungan
sosial bekerja dengan tujuan untuk memperkecil tekanan-tekanan atau stres yang
dialami individu. Dengan kata lain jika tidak ada tekanan atau stres maka
dukungan sosial tidak berpengaruh. Selanjutnya Orford (1992) menyatakan bahwa
bentuk dukungan sosial yang diperlukan individu dengan penerimaan diri yang
rendah, membutuhkan dukungan sosial yang bersifat emosional dan kelompok
sosial.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
dukungan sosial hubungan yang bersifat menolong, adanya kenyamanan,
kepedulian, penghargaan dan mempunyai nilai bagi individu yang menerimanya
baik diterima dari orang lain ataupun kelompok. Dukungan sosial juga bertujuan
untuk mengurangi tekanan atau stres yang diterima individu
Efikasi Diri Mempengaruhi Perilaku dan Kognisi
Tingkat efikasi diri yang dimiliki seseorang mampu mempengaruhi perilaku
dan kognisi seseorang. Ormrod (2008) menyebutkan terdapat empat hal yang
dapat dipengaruhi oleh efikasi, yaitu:
a. Pilihan aktivitas
Seseorang lebih untuk memilih tugas dan aktivitas yang mereka yakin
akan berhasil dan menghindari tugas dan aktivitas yang mereka yakin akan
gagal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya efiksi
diri seseorang dapat mempengaruhi aktivitas maupun tugas yang akan
mereka ambil.
b. Tujuan
Seseorang lebih menetapkan tujuan yang lebih tinggi bagi diri mereka
sendiri ketika mereka memiliki efikasi diri yang tinggi dalam bidang
tertentu. Jadi, seseorang dengan efikasi diri yang tinggi pada suatu bidang
tertentu akan mampu menentukan tujuan yang lebih tinggi bagi diri mereka
sendiri di bidang tersebut.
c. Usaha dan persistensi
Seseorang dengan tingkat efikasi diri yang tinggi lebih mugkin
mengerahkan segenap tenaga ketika mencoba suatu tugas baru, mereka juga
lebih gigih dan tidak mudah menyerah. Sebaliknya, seseorang yang
memiliki efiksi diri yang rendah akan cenderung bersikap setengah hati
pada suatu tugas dan mudah menyerah menghadapi kesulitan.
d. Pembelajaran dan prestasi
Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi cenderung lebih banyak
belajar dan berprestasi daripada seseorang yang memiliki efikasi diri yang
rendah. Dengan kata lain, ketika beberapa individu memiliki kemampuan
yang sama, mereka yang yakin dapat melakukan suatu tugas lebih mungkin
menyelesaikan tugas tersebut secara sukses dari pada mereka yang tidak
yakin mampu mencapai keberhasilan
Fungsi Efikasi Diri
Menurut Bandura (1997) pada dasarnya efikasi diri memiliki empat fungsi
yang mempengaruhi individu, yaitu:
a. Fungsi Kognitif
Bandura menyebutkan bahwa pengaruh dari efikasi diri pada kognitif
seseorang sangat bervariasi. Proses kognitif merupakan proses berfikir,
didalamnya termasuk pemerolehan, pengorganisasian, dan penggunaan
informasi. Kebanyakan tindakan manusia bermula dari sesuatu yang
difikirkan terlebih dahulu. Individu yang memiliki efikasi yang tinggi lebih
senang membayangkan tentang kesuksesan. Sebaliknya individu yang
efikasi dirinya rendah lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal
yang dapat menghambat tercapainya kesuksesan.
b. Fungsi Motivasi
Efikasi diri memainkan peranan penting dalam mengatur motivasi
diri. Kebanyakan motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif. Individu
memberi motivasi bagi diri mereka sendiri dan mengarahkan tindakan
melalui pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kepercayaan akan kemampuan
diri dapat mempengaruhi motivasi dalam beberapa hal, yakni menentukan
tujuan yang telah ditentukan, seberapa besar usaha yang dilakukan, seberapa
tahan mereka dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan ketahanan mereka
menghadapi kegagalan.
c. Fungsi Afeksi
Proses afeksi merupakan proses pengaturan kondisi emosi dan reaksi
emosional. Efikasi diri akan mempunyai kemampuan coping individu
dalam mengatasi besarnya stres dan depresi yang individu alami pada situasi
yang sulit dan menekan, dan juga akan mempengaruhi tingkat motivasi
individu tersebut. Efikasi diri memegang peran penting dalam kecemasan,
yaitu untuk mengontrol stres yang terjadi. Penjelasan tersebut sesuai dengan
pernyataan bandura bahwa efikasi diri mengatur perilaku untuk menghindari
suatu kecemasan. Semakin kuat efikasi diri, individu semakin berani
bertindak menghadapi situasi yang menekan dan mengancam. Individu yang
yakin pada dirinya sendiri dapat menggunakan kontrol pada situasi yang
mengancam, tidak membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Sedangkan
bagi individu yang tidak bisa mengatur situasi mengancam akan mengalami
kecemasan yang tinggi.
d. Fungsi Selektif
Fungsi selektif akan mempengaruhi pemilikan aktivitas atau tujuan
yang akan diambil oleh individu. Individu menghindari aktivitas dan situasi
yang mereka percaya telah melampaui batas kemampuan dalam dirinya,
namun individu tersebut telah siap melakukan aktivitas-aktivitas yang
menantang dan memilih situasi yang dinilai mampu untuk diatasi. Perilaku
yag individu buat ini akan memperkuat kemampuan, minat-minat dan
jaringan sosial yang mempengaruhi kehidupan, dan akhirnya akan
mempengaruhi arah perkembangan personal. Hal ini karena pengaruh sosial
berperan dalam pemilihan lingkungan, berlanjut untuk meningkatkan
kompetensi, nilai-nilai dan minat-minat tersebut dalam waktu yang lama
setelah faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan keyakinan telah
memberikan pengaruh awal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri
Menurut Bandura (Feist & Feist, 2013) efikasi diri terdiri dari empat hal,
yaitu:
a. Pengalaman
Menurut Bandura (Feist & Feist, 2013) pengalaman menguasai sesuatu
adalah faktor yang paling mempengaruhi efikasi diri pada diri seseorang.
Keberhasilan akan mampu meningkatkan ekspektasi tentang kemampuan,
sedangkan kegagalan cenderung menurunkan hal tersebut. Pernyataan
tersebut memberikan enam dampak.
1) Keberhasilan akan mampu meningkatkan efikasi diri secara
proposional dengan kesulitan dari tugas.
2) Tugas yang mampu diselesaikan oleh diri sendiri akan lebih efektif
diselesaikan oleh diri sendiri daripada diselesaikan dengan bantuan
orang lain.
3) Kegagalan dapat menurunkan efikasi diri ketika seseorang merasa
sudah memberikan usaha yang terbaik.
4) Kegagalan yang terjadi ketika tekanan emosi yang tinggi tidak terlalu
berpengaruh daripada kegagalan dalam kondisi maksimal.
5) Kegagalan sebelum memperoleh pengalaman lebih berdampak pada
efikasi diri daripada kegagalan setelah memperoleh pengalaman.
6) Kegagalan akan berdampak sedikit pada efikasi diri seseorang
terutama pada mereka yang memiliki ekspektasi kesuksesan yang
tinggi.
b. Modeling Sosial
Mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar
individu. Melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat, terutama
jika ia merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih
baik dari pada orang yang menjadi subyek belajarnya. Ia akan mempunyai
kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Meningkatnya
efikasi diri individu ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu
prestasi. Peningkatan efikasi diri ini akan menjadi efektif jika subjek yang
menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara
individu dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi
dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model. Proses
modeling atau belajar dari pengalaman orang lain akan memengaruhi efikasi
diri. Efikasi diri individu akan berubah dengan dipengaruhi model yang
relevan. Pengalaman yang dimiliki oleh orang lain menentukan persepsi
akan keberhasilan atau kegagalan individu.
c. Persuasi Sosial
Dampak dari persuasi sosial terhadap meningkatnya atau menurunnya
efikasi diri cukup terbatas, dan harus pada kondisi yang tepat. Kondisi
tersebut adalah bahwa seseorang haruslah mempercayai pihak yang
melakukan persuasi karena kata-kata dari pihak yang terpercaya lebih
efektif daripada kata-kata dari pihak yang tidak terpercaya. Persuasi sosial
paling efektif ketika dikombinasikan dengan performa yang sukses. Persuasi
mampu meyakinkan seseorang untuk berusaha jika performa yang
dilakukan terbukti sukses.
d. Kondisi fisik dan emosional
Ketika seseorang mengalami ketakutan, kecemasan yang kuat dan
stres yang tinggi memungkinkan seseorang akan memiliki efikasi diri yang
rendah, sehingga emosi yang kuat cenderung untuk mengurangi performa
seseorang
Aspek-aspek Efikasi Diri
Bandura (1997) menyebutkan bahwa efikasi diri terdiri dari tiga aspek,
antara lain yaitu:
a. Magnitude
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas. Tingkat
kesulitan tugas yang beragam, individu lebih cenderung untuk memilih
tingkat kesulitan tugas yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Individu dengan efikasi diri tinggi akan mempunyai keyakinan yang tinggi
tentang kemampuan dalam melaksanakan suatu tugas, sebaliknya individu
yang memiliki efikasi diri yang rendah akan memiliki keyakinan yang
rendah pula tentang kemampuannya.
b. strength
Aspek ini menunjuk pada seberapa yakin individu dalam
menggunakannya pada pengerjaan tugas. Hal ini berkaitan dengan perilaku
yang dibutuhkan dalam mencapai penyelesaian tugas yang muncul pada saat
dibutuhkan. Dengan efikasi diri kekuatan untuk usaha yang lebih besar
mampu didapat. Individu yang memiliki keyakinan yang kurang kuat untuk
menggunakan kemampuan yang dimilikinya dapat dengan mudah menyerah
apabila menghadapi hambatan dalam menyelesaikan suatu tugas.
Sebaliknya, individu yang memiliki keyakinan yang kuat akan
kemampuannya akan terus berusaha meskipun menghadapi satu hambatan
dalam menyelesaikan suatu tugas. Semakin kuat efikasi diri seseorang,
maka semakin lama yang bersangkutan dapat bertahan dalam tugas tersebut.
c. generality
generality menjelaskan keyakinan individu untuk menyelesaikan
tugas-tugas tertentu dengan tuntas dan baik. Disini setiap individu memiliki
keyakinan yang berbeda-beda sesuai dengan tugas-tugas yang berbeda pula.
Ruang lingkup tugas-tugas yang dilakukan bisa berbeda dan tergantung dari
persamaan derajat aktivitas, kemampuan yang diekspresikan dalam hal
tingkah laku, pemikiran dan emosi, kualitas dari situasi yang ditampilkan
dan sifat individu dalam tingkah laku secara langsung ketika menyelesaikan
tagas. Individu yang memiliki efikasi diri rendah akan mudah menyerah,
megeluh ketika dihadapkan pada banyak tugas secara bersama-sama
ataupun pada kondisi yang berbeda dari biasanya. Sedangkan individu yang
memiliki keyakinan yang tinggi akan menjadikan ancaman sebagai
tantangan dan sedikit menampakkan keragu-raguan. Individu tersebut akan
senanng mencari situasi baru.
Pengertian Efikasi Diri
Menurut Bandura efikasi diri adalah evaluasi seseorang terhadap
kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan,
atau mengatasi hambatan (Baron & Byrne, 2004). Bandura juga menambahkan
bahwa Efikasi diri merupakan hasil dari proses kognitif yang terjadi pada diri
individu. Efikasi diri adalah evaluasi individu tentang kemampuan atau
kompetensinya untuk mengerjakan tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi
tantangan.
Menurut Alwisol (2010) “Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat
melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa
mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan”. Alwisol juga mengemukakan
bahwa cara individu berperilaku dalam situasi tertentu tergantung pada hubungan
antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang
berkaitan dengan keyakinannya bahwa dirinya mampu atau tidak mampu
memunculkan perilaku yang sesuai dengan harapan, keyakinan ini dikenal dengan
istilah efikasi diri
Bandura mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan seseorang dalam
kemampuannya untuk sesuatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu
sendiri dan kejadian dalam lingkuangan. Bandura beranggapan bahwa keyakinan
atas efikasi seseorang adalah landasan dari manusia. Manusia yang yakin bahwa
mereka dapat melakukan sesuatu yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah
kejadian di lingkungannya, akan lebih mungkin untuk bertindak lebih mungkin
menjadi sukses dari pada manusia yang mempunyai efikasi diri yang rendah
( Feist & Feist, 2013).
Efikasi diri adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang
baik atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang di
isyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita) karena cita-cita
menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dapat dicapai, sedangkan
efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri (Alwisol, 2010)
Efikasi diri juga merupakan asumsi dasar teori kognitif sosial, Albert
Bandura yang menyoroti pertemuan yang kebetulan dan kejadian tak terduga
dengan serius meskipun tahu bahwa pertemuan dan peristiwa ini tidak serta merta
mengubah jalan hidup manusia. Cara manusia beraksi, terhadap pertemuan atau
kejadian yang diharapkan itulah yang biasa lebih kuat daripada peristiwanya
sendiri. Teori kognitif sosial yang menggunakan perspektif keagenan,menjelaskan
bahwa manusia memiliki kapasitas untuk melatih pengontrolan atas alam dan
kualitas hidup mereka sendiri. Manusia adalah produsen sekaligus produk sistem
sosial. Performa manusia umumnya berkembang, ketika mereka memiliki
kepercayaan diri yang tinggi,yaitu keyakinan bahwa mereka dapat menampilkan
perilaku yang akan menghasilkan perilaku yang diinginkan dalam situasi tertentu
(Feist & Feist, 2013).
Tingginya efikasi diri yang dipersepsikan akan memotivasi individu secara
kognitif untuk bertindak lebih tepat arah, terutama apabila tujuan yang hendak
dicapai merupakan tujuan yang jelas. Bandura (1997) mengistilahkan keyakinan
seseorang bahwa dirinya akan mampu melaksanakan tingkah laku yang
dibutuhkan dalam suatu tugas. Pikiran individu terhadap efikasi diri menentukan
seberapa besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap
bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak
menyenangkan.
Efikasi mengacu pada keyakinan sejauh mana seseorang mampu
memperkirakan kemampuannya dalam melaksanakan atau menjalankan tugas
yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Keyakinan akan seluruh
kemampuan ini meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri,
kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh
tekanan. Efikasi diri akan berkembang berangsur-angsur secara terus menerus
seiring meningkatnya kemampuan dan bertambahnya pengalaman-pengalaman
yang berkaitan bandura (Ormrod, 2008).
Baron dan Byrne (2004) membagi efikasi diri kedalam tiga dimensi yaitu
efikasi diri sosial, efikasi pengaturan diri, dan efikasi diri akademik. Baron dan
Byrne (2004) mengatakan bahwa Efikasi diri akademik dapat diartikan sebagai
keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu untuk melakukan tugas akademik
yang diberikan dan menandakan level kemampuan dirinya. Efikasi diri sangat
penting bagi pelajar untuk mengontrol motivasi mencapai harapan-harapan
akademik. Efikasi diri akademik jika disertai dengan tujuan-tujuan yang spesifik
dan pemahaman mengenai prestasi akademik, maka akan menjadi penentu
suksesnya perilaku akademik di masa yang akan datang. Pemahaman ini
menggambarkan bahwa efikasi diri akademik dapat menjadi suatu sumber daya
yang sangat penting bagi pengembangan diri melalui pilihan aktivitas mahasiswa.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
efikasi diri merupakan keyakinan seseorang atas kemampuan diri dalam mencapai
tujuan dan mengatasi hambatan untuk mencapai suatu hasil dalam situasi tertentu.
Efikasi tinggi yang dimiliki individu juga mampu memberikan motivasi secara
kognitif untuk bertindak lebih baik dalam tujuan yang hendak dicapai oleh
individu tersebut
Terdapat pengaruh positif Human Capital Efficiency (HCE) terhadap kinerja keuangan
Perusahaan yang bersifat intellectual intensive, perusahaan-
perusahaan dituntut mampu memanfaatkan dan mengelola sumber
intelektual yang mereka miliki Intellectual Capital secara efektif dan efisien
agar dapat memperoleh laba maksimal. Perusahaan dinilai mampu
mencapai hal tersebut, karena dapat menghasilkan nilai tambah dan
berkontribusi atas peningkatan laba yang dicapai oleh perusahaan. HCE
yang bernilai positif menunjukkan bahwa perusahaan perbankan di
Indonesia semakin menyadari pentingnya pengelolaan modal manusia yang
mereka miliki dalam meningkatkan laba perusahaan, sehingga mereka
bersedia mengeluarkan dana yang lebih besar untuk mendapatkan karyawan
yang sesuai yang dibutuhkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ting (2009) di Malaysia, yang menyatakan bahwa
Value Added Human Capital/ Human Capital Efficiency (HCE) memiliki
pengaruh yang signifikan positif terhadap kinerja keuangan dengan
menggunakan indicator ROA.
Terdapat pengaruh positif Structural Capital Efficiency (SCE) terhadap kinerja keuangan
Pada penelitian ini, nilai SCE yang positif menunjukkan bahwa
perusahaan ini telah mampu memanfaatkan keberadaan aset yang mereka
miliki secara optimal untuk menciptakan laba. Karena dengan adanya
struktur perusahaan, sistem, prosedur, regulasi dan data base yang baik,
perusahaan akan mampu meminimalisasi adanya kecurangan, resiko kredit
macet serta meningkatkan kepuasan konsumen. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Bontis (2000) di Malaysia, Firer dan
William (2003) di Afrika Selatan, Chen (2005) di Taiwan dan Ting (2009)
di Malaysia yang menyatakan bahwa Value Added Structural Capital/
Structural Capital Efficiency (SCE) memiliki pengaruh yang signifikan
positif terhadap kinerja keuangan.
Terdapat pengaruh positif Capital Employed Efficiency (CEE) terhadap kinerja keuangan
CEE juga memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap
profitabilitas perusahaan perbankan. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan
yang baik antara perusahaan dan customer, seperti bagaimana perusahaan
memberikan pelayanan kepada customer, serta merespon kritik atau saran
yang disamapaikan customer mampu meningkatkan profitabilitas
perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Firer dan William (2003) di Afrika Selatan, yang menyatakan bahwa
CEE merupakan satu-satunya komponen intellectual capital yang
mempunyai pengaruh signifikan terhadap peningkatan laba, selain itu hasil
penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chu et al
(2011) di China, serta Ting dan Lean (2009) di Malaysia yang menyatakan
bahwa Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh signifikan positif
terhadap profitabilitas.
Hubungan Intellectual Capital (IC) dengan Kinerja Keuangan
Hubungan intellectual capital dengan kinerja keuangan
perusahaan telah dibuktikan secara empiris oleh beberapa peneliti
dalam berbagai pendekatan di beberapa negara. Bontis (1998)
mengawali penelitian tentang IC dengan melakukan eksplorasi
hubungan diantara komponen-komponen IC (human capital, customer
capital, dan structural capital). Penelitian tersebut menggunakan
instrumen kuesioner dan mengelompokkan industri dalam kategori jasa
dan non-jasa. Kebanyakan penelitian tentang IC menggunakan data
sekunder berupa laporan keuangan (tahunan). Beberapa peneliti
menggunakan VAIC, baik untuk mengukur kinerja IC itu sendiri
maupununtuk melihat hubungan antara IC dengan kinerja keuangan
perusahaan.
Intellectual Capital dan kinerja keuangan tersebut diperkuat
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ulum (2008) dan Ting (2009)
yang menunjukkan bahwa modal intelektual (IC) berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dalam penelitian ini, kinerja
keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan indikator Return on
Asets (ROA)
Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan menurut pendapat Weston dan Copeland
(2001: 237) menyatakan bahwa kinerja keuangan dapat diukur dengan
menggunakan rasio profitabilitas (profitability ratio), rasio
pertumbuhan (growth ratio) dan ukuran penilaian (valuation
measurement). Menurut Brigham dan Houston (2001: 89), rasio
profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menjelaskan pengaruh
gabungan dari likuidasi, manajemen, aktiva dan hutang terhadap hasil
operasi.
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum
dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1997 dalam
Wahdikorin 2010). Dalam pengukuran kinerja keuangan yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain:
Return on Assets (ROA)
ROA adalah profitabilitas kunci yang mengukur jumlah profit
yang diperoleh tiap aset yang dimiliki perusahaan. ROA
memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam melakukan efisiensi
penggunaan total aset untuk operasional perusahaan. Mereflesikan
keuntungan bisnis dan efisiensi perusahaan dalam pemanfaatan total
aset perusahaan.
Value Added Intellectual Coefficient (VAIC)
Metode VAIC, dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk
menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset
berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets)
yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan
perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value added adalah
indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value
creation) (Pulic, 1998). VA dihitung sebagai selisih antara output dan
input (Pulic, 1999). Tan et al. (2007) menyatakan bahwa output (OUT)
merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang
dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang
digunakan dalam memperoleh revenue. Menurut Tan et al. (2007), hal
penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour
expenses) tidak termasuk dalam IN. Karena peran aktifnya dalam proses
value creation, intellectual potential tidak dihitung sebagai biaya dan
tidak masuk dalam komponen IN (Pulic, 1999). Karena itu, aspek kunci
dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas
penciptaan nilai (Tan et al., 2007). VA dipengaruhi oleh efisiensi dari
Human Capital (HC) dan Structural Capital (SC). Hubungan lainnya
dari VA adalah capital employed (CE).
17
Lebih lanjut lagi untuk komponen utama Value Added
Intellectual Coefficient (VAIC) antara lain:
Human Capital Efficiency (HCE)
Human Capital Efficiency adalah suatu indikator nilai tambah
Human Capital atau Modal Manusia dalam bahasa Indonesia yang
merupakan salah satu komponen modal intelektual. Hubungan antara
HCE dengan HC menunjukan bahwa modal manusia memiliki
kemampuan untuk membuat nilai pada suatu perusahaan. HCE juga
berarti sebagai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan nilai
tambah setiap rupiah yang dikeluarkan pada modal manusia.
Structural Capital Efficiency (SCE)
Structural Capital Efficiency (SCE) adalah suatu indikator
efisiensi terhadap nilai tambah Structural Capital atau Modal Struktural
dalam bahasa Indonesia yang seperti halnya Human Capital, juga
merupakan salah satu komponen modal intelektual. SCE adalah indikasi
yang dipakai untuk melihat bagaimana keberhasilan SC dalam
penciptaan nilai.
Capital Employed Efficiency (CEE)
Capital Employed Efficiency (CEE) adalah suatu indikator
efisiensi terhadap nilai tambah Capital Employed atau Modal yang
dipakai dalam bahasa Indonesia. CEE memberikan gambaran tentang
18
nilai tambah perusahaan berdasarkan modal yang digunakan. CEE
adalah bentuk kalkulasi dari kemampuan mengelola perusahaan.
Ketiga sistem ini memiliki satu kesamaan yang menjadi dasar
pengukurannya. Kesamaan tersebut adalah semuanya merupakan rasio
dari bidangnya masing-masing terhadap Value Added (VA).
Modal Intellectual Capital
Modal intelektual memiliki konsep yang sangat kompleks dan
rumit sehingga para ahli yang meneliti hal ini tidak memiliki definisi
yang benar-benar pasti untuk menjelaskan apa itu modal intelektual
pada masyarakat umum. Beberapa definisi modal intelektual yang
diterima oleh masyarakat adalah; “Modal intelektual adalah informasi
dan pengetahuan yang diaplikasikan ke dalam pekerjaan untuk
menciptakan nilai.
Istilah lainnya, yaitu Disclosure atau Penyingkapan dalam
bahasa Indonesia yang merupakan tambang uang bagi perusahaan dan
investor apabila dikaitkan dengan modal intelektual. Namun sayangnya,
adanya kelemahan publikasi dari disclosure ini atas modal intelektual
membuat para ahli di bidang akuntansi sulit menyelidiki hubungan yang
dimiliki oleh modal intelektual dengan kinerja keuangan perusahaan.
Belum lagi, modal intelektual seringkali meleset saat memperkirakan
harga pasar dan biaya yang diperlukan untuk membuatnya juga
seringkali tidak diketahui. Disclosure adalah harapan para peneliti
untuk menginvestigasi hubungan yang dimiliki antara modal intelektual
dengan kinerja keuangan perusahaan.
Banyak para praktisi yang menyatakan bahwa intellectual
capital terdiri dari tiga elemen utama (Stewart 1998, Sveiby 1997,
Bontis 2000 dalam Sawarjuwono 2003) yaitu:
Human capital (HC)
Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah
sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen yang
sulit untuk diukur. Human capital juga merupakan tempat
bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan
kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital
mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan
solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang
yang ada dalam perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat
jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh
karyawannya.
Structural capital (SC)
Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan
dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang
mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual
yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan.
Customer capital (CC)
Menurut Bontis, et al (2000) customer capital adalah pengetahuan yang
melekat dalam marketing chanels dan customer relationship. Elemen
ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai
secara nyata. Relational capital merupakan hubungan yang
harmonis/association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan
para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang handal dan
berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan
pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan
perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar.
Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan
perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut
(Sawarjuwono 2003).
Keterbatasan dalam Pengukuran Intellectual Capital Saat ini,
uang merupakan hal paling mudah yang dapat digunakan untuk
mengukur suatu kinerja, namun Sveiby (2001) menyatakan bahwa
ukuran uang bukan segalanya. Kesulitan dalam mengukur aset tidak
berwujud dipandang sebagai suatu masalah, karena menyebabkan
manajemen tidak dapat efisien dalam mengelola intangible aset.
Intellectual capital berperan penting dalam kegiatan bisnis
perusahaan, hal tersebut dikarenakan intellectual capital memiliki
beberapa kelebihan (Sangkala: 2006:16), yaitu: (1) memberikan
pandangan menyeluruh mengenai perusahaan, karena tujuan utamanya
adalah menciptakan suatu kerangka kerja yang dapat menjelaskan
seluruh sumber daya perusahaan dan bagaimana sumber daya tersebut
berinteraksi untuk menciptakan nilai, (2) memberi dasar pengembangan
pemahaman akan sifat dasar sumber daya dalam tindakan. Intellectual
capital merupakan sumber daya yang memiliki perbedaan karakteristik
bila dibandingkan dengan sumber daya fisik, yang menyebabkan
adanya perbedaan dalam proses penciptaan nilai, (3) menyediakan suatu
bahasa yang sama mengenai intangible asser, memfasilitasi
pemahaman mengenai sumbangannnya terhadap penciptaan nilai di
dalam dan antar perusahaan serta pada stakeholders, (4) berfokus pada
nilai, bukan pada biaya. Perspektif intellectual capital memiliki potensi
untuk menciptakan nilai bagi perusahaan atau melakukan transformasi
sebagai suatu tujuan, tanpa memperdulikan asal atau sumber daya
tersebut, sehingga perspektif ini melengkapi kerangka kerja akuntansi,
(5) lebih bersifat praktek daripada konseptual. Intellectual capital
memberikan dukungan berupa konsep, alat-alat dan kerangka kerja
yang telah dikembangkan dalam suatu proses iterative antara
masyarakat praktisi dan akademisi
Knowledge Based View (KBV)
Knowledge Based View (KBV) atau Pandangan Berbasis
Pengetahuan dalam bahasa Indonesia ini pertama kali diketahui dengan
Resource Based View (RBV) sebagai dasarnya. Teori ini bersifat
sebagai pelengkap dari teori sebelumnya (Resource Based View). Apa
yang ditunjukan teori KBV berkaitan sangat erat dengan teori RBV,
yaitu pentingnya pengetahuan dalam berbagai bentuknya terhadap
sumber daya. Pandangan berbasis pengetahuan ini menunjukan bahwa
kumpulan sumber daya dalam perusahaan bukanlah satu-satunya faktor
yang bisa memberikan keunggulan kompetitif pada perusahaan. Faktor
lain yang tidak kalah pentingnya adalah faktor pengetahuan dan
informasi yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut pandangan ini,
tersedianya pengetahuan dan informasi yang memadai akan
memberikan keunggulan jangka panjang yang sifatnya berkelanjutan.
Resource Based Theory atau Resource Based View (RBV)
Teori Resource Based Theory atau Resource Based View
(RBV) dikenal sebagai Pandangan Berbasis Sumber Daya dalam bahasa
Indonesia dan pertama kali dipelopori oleh Penrose pada tahun 1959.
Penrose yakin bahwa sumber daya perusahaan adalah heterogen dan
bukan homogen seperti pendapat orang-orang pada masa itu. Teori
RBV ini menonjolkan perusahaan sebagai kumpulan sumber daya dan
kemampuan. Ditambah lagi, peteraf juga berpendapat bahwa perbedaan
ini dapat memberikan keunggulan kompetitif pada beberapa
perusahaan
Strategi Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Pemasaran merupakan salah satu kegiatan-kegiatan pokok yang
dilakukan oleh para pengusaha untuk mempertahankan kelangsungan
perkembangan dari perusahaannya untuk mendapatkan laba. Demi mewujudkan
tujuan perusahaan yang maksimal kinerja dari pemasaran harus bekerja secara
maksimal untuk meraih laba dalam jangka yang panjang. Bauran pemasaran
merupakan seperangkat alat yang dapat di gunakan pemasar untuk membentuk
karakteristik barang atau jasa yang di tawaran kepada pelanggan.
Lina (2005) merumuskan bauran pemasaran menjadi 4 P (product,
price, promotion, dan place). Adapun bauran pemasaran tersebut adalah:
- Produk (Product)
Produk merupakan semua yang ditawarkan ke pasar untuk
diperhatikan, diperoleh dan digunakan atau dikonsumsi untuk dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan yang berupa fisik, jasa, orang, organisasi dan ide.
Dalam mengambil keputusan tentang produk yang dilakukan antara lain :
perencanaan pokok, pengembangan dan pengujian produk, bungkus, merk, dan
kualitas merk. - Harga (Price)
Harga adalah “ jumlah uang (ditambah beberapa barang kalu mungkin)
yang dibutuhkan untuk menetapkan sejumlah kombinasi dari barang beserta
pelayanannya” (Swastha dan Irawan, 1990 : 240). Harga menggambarkan
besarnya rupiah yang harus dikeluarkan seorang konsumen untuk memperoleh
satu buah produk dan hendaknya harga akan dapat terjangkau oleh konsumen.
Faktor-faktor yang mmpengaruhi tingkat harga baik itu faktor intern
maupun faktor ekstern, yaitu : keadaan faktor perekonomian, faktor penawaran
dan permintaan barang, elastisitas permintaan, persaingan, biaya produksi.
Ada 5 prosedur penetapan harga, yaitu: mengestimasikan permintaan
untuk barang tersebut, mengetahui reaksi dalam persaingan, menentukan market
share, memilih strategi harga untuk mencapai target pasar, dan
mempertimbangkan politik perusahaan.
Metode penetapan harga yang di pakai perusahaan guna menentukan
harga yang layak dan sesuai dengan kondisi perusahaan ada beberapa macam
antara lain: harga yang di dasarkan pada biaya, harga yang di dasarkan
permintaan, harga yang di dasarkan pada persaingan, dan penetapan harga secara
geografis. - Promosi (Promotion)
Bauran promosi meliputi berbagai metode, yaitu Iklan, Promosi
Penjualan, Penjualan Tatap Muka dan Hubungan Masyarakat. Menggambarkan
berbagai macam cara yang ditempuh perusahaan dalam rangka menjual produk
ke konsumen. - Tempat (Place)
Distribusi Merupakan keputusan distribusi menyangkut kemudahan
akses terhadap jasa bagi para pelanggan. Tempat dimana produk tersedia dalam
sejumlah saluran distribusi dan outlet yang memungkinkan konsumen dapat
dengan mudah memperoleh suatu produk.
Menurut suryana (2014) bauran pemasaran (marketing mix) meliputi 5P yaitu :
a. Probe/ Search (Penelitian Dan Pengembangan Pasar)
Langkah pertama dalam kegiatan pemasaran adalah meneliti kebutuhan
dan keinginan konsumen. Meliputi orientasi konsumen, kualitas, kenyaman dan
kesenangan, inovasi, kecepatan, pelayanann dan kepuasan pelanggan.
b. Product (Produk)
Perlu di ingat bahwa produk selalu mengalami jalur hidup (product life
cycle) yang terdiri atas tahap pengembangan, tahap pengenalan, tahap
pertumbuhan penjualan, tahap kematangan, tahap kejenuhan dan penurunan.
c. Place (Tempat)
Tempat yang menarik bagi konsumen adalan tempat yang paling
strategis, menyenangakan, dan efisien.
d. Price (Harga)
Harga yang tepat adalah harga yang terjangkau dan paling efisien bagi
konsumen. Wirausahawan bisa menciptakan harga yang paling efisien dengan
inovasi dan kreatifitasnya. Menentukan harga yang tepat memerlukann banyak
pilihan tidak saja berdasarkan intuisi , perasaan , tetapi juga harus berdasarkan
pada informasi , fakta dan analisis lapangan.
e. Promotion (Promosi)
Promosi adalah cara mengkomunikasikan barang dan jasa yang di
tawarkan supaya konsumen mengenal dan membeli. Tujuan promosi adalah
untuk memperkenalkanm barang dan jasa agar di ketahui, di butuhkan, dan
diminta oleh konsumen
Perspektif Kualitas
Garvin (dalam Lovelock, 1994, pp. 98-99; Ross, 1993, pp. 97-98)
dalam Tjiptono (2003), Nasution (2015) mengidentifikasikan adanya lima
alternatif persepektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
- Tanscendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit
di definisikan dan di oprasionalkan. - Product – Base Approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut
yang dapat di kuantifikasikan dan dapat di ukur. - User – Based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantunga
pada orang yang memandangnhya, dan produk yang paling memuaskan
preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang
berkualitas tinggi. Perspektif yang subyektif dan demand – oriented ini juga
menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama
dengan kepuasan yang maksimum yang dirasakan. - Manufacturing – Based Approach
Perspektif ini bersifat supply – based dan terutama memperhatikan
praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan
kualitas sebagai sama dengan persyaratannya (confermance to requirements).
Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan
secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan
produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah
standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang
menggunakannya. - Value – Based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangan trade – off antara kinerja dan harga, kualitas di definisikan
sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif,
sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk
yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa
yang paling tepat dibeli (best – buy).
Tjiptono (2003) menyatakan bahwa kualitas dan kepuasan pelanggan
berkaitan sangat erat. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan
untuk menjalin ikatan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang
ikatan seperti ini memungkinkan suatu perusahaan untuk memahami dengan
seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikian
perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana perusahaan
memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan
meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang
menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan
kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kualitas
yang memuaskan
Dimensi Kualitas
Dalam Tjiptono (2003), Nasution (2015) mengemukakan ada delapan
dimensi kualitas yang di kembangakan Garvin dan dapat digunakan sebagai
kerangka perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk produk manufaktur.
Dimensi-dimensi tersebut adalah:
- Kinerja (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan
merupakan karakteristik utama yang di pertimbangan pelanggan ketika ingin
membeli suatu produk. - Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (featurs), merupakan aspek kedua yang
menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilhan dan
pengembangannya. - Kehandalan (reliatibility), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal dipakai. - Konformansi, merefleksikan derajat dimana karakteristik desain produk dan
karakteristik oprasi memenuhi standar yang telah ditetapkan, serta sering di
definisikan sebagai konformansi terhadap kebutuhan (conformance to
requirement) dalam Tjiptono (2003) dijelaskan sebagai kesesuaian dengan
spesifikasi (conformance to specifikations), yaitu sejauh mana karakteristik
desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan
sebelumnya. - Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa produk tersebut dapat terus
digunakan. - Kemampuan pelayanan (serviceability), meliputi kecepatan, kompetensi,
kenyamanan, mudah direparasi, penangan keluhan yang memuaskan. - Estetika (aesthetics), yaitu daya tarik terhadap panca indera.
- Kualitas yang di persepsikan (percived quality), yaitu citra dan reputasi
produk serta tanggungjawab perusahaan terhadapnya.
Sementara itu Parasuraman et al (1985) dalam Tjiptono (2002)
mengevaluasi jasa yang bersifat intangible , konsumen umumnya menggunakan
beberapa atribut atau faktir berikut: - Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai,
dan sarana komunikasi. - Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. - Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf dan karyawan untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. - Jaminan (assurance), mencangkup pengetahuan, kemampuan,kesopanan, dan
sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari dari
bahaya,resiko atau keragu-raguan. - Empati,\ meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang
baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan
Kualitas
Menurut Juran (Hunt, 1993) dalam Nasution (2015) menyatakan
kualiatas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.kecocokan penggunaan itu di
dasarkan atas lima ciri utama berikut :
a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan
b. Psikologis, yaitu cita rasa atau status
c. Waktu, kehandalan
d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan
e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur
Feignbaum (1986) dalam Nasution (2015) menyatakan, bahwa kualitas
adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full custumer satisfaction). Sedangkan
menurut Goetsch dan Davis (1994) dalam Tjiptono (2003) kualitas merupakan
suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses,
26
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihin harapan. Menurut Kotler dan
Keller (2009) kualitas adalah total fitur dan karakteristik produk atau jasa
berdasarkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
tersirat.
Menurut Nasution (2015) menyatakan dari semua definisi terdapat
persamaan dalam hal elemen-elemen yang terdapat pada kualitas sebagai
berikut:
- Kualitas mencangkup usaha memenuhi atau melibihi harapan pelanggan
- Kualitaas mencangkup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan.
- Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merukan kualitas saat ini mungkin di anggap kurang berkualitas
pada masa mendatang).
Keberhasilan Usaha
Kewirausahaan Menurut Eddy Soeryanto Soegoto (2009:3)
kewirausahaan adalah usaha kreatif yang dibangun berdasarkan inovasi untuk
menghasilkan sesuatu yang baru, memiliki nilai tambah, memberi manfaat,
menciptakan lapangan kerja dan hasilnya berguna bagi orang lain.
Entrepreneurship mengandung makna wiraswasta atau wirausaha yaitu cabang
ilmu ekonomi yang mengajarkan bagaimana kita bisa mandiri dalam memulai
suatu usaha dalam rangka mencapai profit serta mengembangkan seluruh potensi
ekonomi yang dimiliki. Keberhasilan usaha menurut suryana (2003:285) adalah
keberhasilan dari bisnis dalam mencapai tujuanya.
Menurut Suryana (2006:3) seorang yang memiliki jiwa kewirausahaan
haruslah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Penuh percaya diri Indikatornya adalah penuh keyakinan, optimis,
berkomitmen, disiplin, bertanggung jawab. - Memiliki inisiatif Indikatornya adalah penuh energi, cekatan dalam bertindak,
dan aktif. - Memiliki motif berprestasi indikatornya adalah terdiri dari orientasi pada hasil
dan wawasan ke depan. - Memiliki jiwa kepemimpinan.Indikatornya adalah berani tampil beda, dapat
dipercaya, dan tangguh dalam bertindak. - Berani mengambil risiko Indikatornya adalah penuh perhitungan, dan oleh
karena itu menyukai tantangan.
Menrut suryana (2009) faktor penyebab keberhasilan berwirausaha
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: - Kemampuan dan kemauan. Orang yang tidak memiliki kemampuan tetapi
memiliki banyak kemauan dan orang yang memiliki kemauan tetapi tidak
memiliki kemampuan, keduanya tidak akan menjadi wirausaha yang sukses. - Tekad yang kuat dan kerja keras
- Mengenal peluang yang ada dan berusaha meraihnya ketika ada kesempatan.
Menurut suryana (2009) faktor penyebab kegagalan berwirausaha
ditentukan oleh beberapa faktor: - tidak kompeten dalam hal menejerial
- kurang berpengalaman
3.kurang dapat mendalikan keuangan - gagal dalam perencanaan
- lokasi yang kurang memadai
- Kurangnya pengawasan peralatan
- sikap yang kurang sungguh-sungguh
- ketidakmampuan dalam melakukan peralihan kewirausahaan
Kewirausahaan mempelajari tentang nilai kemampuan dan perilaku
seseorang dalam berkreasi dan berinovasi sedangkan obyek study kewirausaan
adalah kemampuan yang merumuskan tujuan hidup, kemampuan memotivasi
diri, kemampuan berinisiatif, kemampuan membentuk modal, kemampuan
mengatur waktu dan kemampuan membiasakan diri untuk belajar dari
pengalaman (Suryana, 2013)
Kreativitas dan Inovasi
Peter F Drocker yang dikenal sebagai pakar bidang manajemen
berpendapat bahwa dalam sebuah kegiatan usaha, tujuan utama yang harus
dicapai adalah menciptakan pelanggan. Oleh karena itu, menciptakan pelanggan
menjadi tujuan utama setiap usaha, maka fungsi utama yang harus dijalankan
oleh setiap bisnis adalah pemasaran dan inovasi (Drocker & Machiariello, 2008).
Faktor kreatifitas dan inovasi memegang peran penting agar sebuah
usaha dapat bertahan dipasar, termasuk bagi pelaku usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM). Salah satu kelemahan pelaku usaha yang ada di Indonesia
adalah masih rendahnya kreatifitas dan pemanfataan inovasi dalam kegiatan
usaha. Diperlukan dukungan dari pihak untuk dapat meningkatkan kreatifitas
dan inovasi sebagai unsur pentimg dalam kewirausahaan.
Kreatifitas adalah kemampuan seseorang untuk dapat memikirkan dan
mengembangkan ide baru, cara baru dalam melihat masalah dan peluang,
sehingga muncul solusi kreatif. Inovasi adalah keampuan untuk
mengimplementasi ide kreatif tersebut terhadap permasalahan dan peluang yang
ada untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan orang. Dalam hal ini
inovasi haruslah dapat diterima oleh pasar (Frankie Slamet, Heti Karunia
Tunjungsari & Mei Le Dalam Buku Dasar- Dasar Kewirausahaan Edisi 3).
Definisi Kreatifitas menurut suryana (2003:2) “Kemampuan untuk
mengembangkan ide-ide baru dan cara-cara baru dalam pemecahan maslah dan
menemukan peluang. Jadi kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan
sesuatu yang baru dan berbeda”. Kreativitas menurut Alma (2008:69) adalah
“kemampuan untuk membuat kombinasikombinasi baru atau melihat hubungan-
hubungn baru antara unsur variabel data variabel yang sudah ada sebelumnya”
adapun menurut Supriadi (Alma,2008:70), “Kereativitas merupakan
kemampuan seorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan
maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada
sebelumnya”.
Menurut Levitt (suryana,2003:23) “kereativitas adalah berfikir sesuatu
yang baru “sedangkan Menurut Raka (Helmi:2004:8)” Kreativitas adalah
penciptan ide-ide yang baru, ide-ide tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga
menghasilkan produk, jasa, atau cara pengolahan yang baru yang mempunyai
nilai kemanfaatan sosial/ekonomi” adapun menurut Zimmerer (Suryana,
2003:10) “Kereativitas diartikan sebagai kemampuan untuk mengembangkan
ide-ide baru dan untuk menemukan cara-cara baru dalam memecahkan persoalan
dan menghadapi peluang. “Menurut Suryana (2006:42) indicator Kreativitas
sebagai berikut:
- Ingin tau
- Optimis
- Flexibel
- Mencari Solusi Dari masalah
- Orisinil
- Suka Berimajinasi
Rhenald Kasali, (2018:34) dalam bukunya berjudul Disruption
mengatakan disruption atau disrupsi adalah sebuah inovasi. Inilah inovasi yang
akan menggantikan seluruh sistem yang lama dengan cara-cara yang baru.
Disruption innovation ini berpotensi menggantikan pemain-pemain yang lama
dengan pemain-pemain yang baru. Disruption innovation tersebut lahir untuk
menggantikan teknologi lama yang serba fisik dengan teknologi digital dan
teknologi robotik yang menghasilkan sesuatu yang baru, lebih efisien, lebih
murah, serta lebih bermanfaat. Disruption menurut Christon, (1997) dikutip
Rhenald Kasali, (2018:35) adalah menggantikan “pasar lama” industri yang
lama, dan teknologi yang lama, dengan teknologi baru yang menghasilkan suatu
kebaruan yang lebih efisien dan menyeluruh. Teknologi baru ini bersifat
destruktive dan creative. Dalam konteks ini, penulis menilai bahwa desrupsi
inovasi (perubahan) mampu menciptakan pasar baru, yang sifatnya
mengganggu, atau merusak pasar yang lama dan yang sudah ada bertahun-tahun
dan akhirnya digantikan dengan teknologi baru.
Kasali, (2018:35) mengatakan inovasi sejatinya destruktif sekaligus
kreatif. Olehkarena itulah selalu ada yang hilang, memudar, lalu mati. Semua ini
menakutkan, bisa membuat kita membentengi diri secara berlebihan. Disisi lain,
ada hal baru yang hidup, meski ada lapangan kerja yang hilang, selalu ada yang
menggantikannya, yang membutuhkan kreativitas, semangat kewirausahaan,
dan cara-cara baru. Kasali, (2018:35) mengatakan, siklus disruption di mulai
dari Iteration adalah membuat hal yang sama (doing the same thing), berubah ke
innovation dengan membuat hal-hal baru (doing the new thing), kemudian
berubah ke disruption yakni membuat banyak hal baru, sehingga yang lama
menjadi ketinggalan zaman, kuno dan tidak terpakai lagi (doing things
diferently, so others will be absolute). Perubahan ini disebut disrupsi inovasi,
seiring dengan perkembangan revolusi industri 4.0.
Faktor Harapan Pelanggan
Tjiptono (2008) mengungkapkan bahwa harapan pelanggan terhadap
kualitas jasa terbentuk oleh beberapa faktor berikut :
- Dorongan Layanan Intensif (Enduring service Intensive) faktor ini merupakan
faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan
sesitivitasnya terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang disebabkan oleh
orang lain dan filosofi pribadi seseorang tentang jasa. Faktor ini merupakan
faktor tebesar pembentuk harapan pelanggan, karena informasi akan produk
seseorang yang kita kenal, lebih besar mempengaruhi harapan kkta
dibandingkan dengan informasi dari produsen. - Kebutuhan Pribadi (Personal Needs) kebutuhan yang dirasakan seseorang
mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya.
Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, social, dan psikologis. - Peningkatan Sensitivitas Layanan (Transsitiry service Intinsifer) Faktor ini
merupakan faktor individual yang sementara yang meningkatkan
sensitivitasnya pelanggan terhadap jasa. - Persepsi Alternatif Layanan (Perceived service Alternative) persepsi
pelanggan terhadap tingkat atau derajat pelayanan perusahaan lain yang
sejenis. - Persepsi Pribadi Terhadap Peran Layanan (Self-preceived Servive Roles)
Persepsi pelanggan tentang tingkat ata derajat keterlibatannya, dalam
mempengaruhi jasa yang didalamnya. - Faktor Situasional (Situasional Factor) Faktor yang tecipta dan
mempengaruhi kinerja, diluar kendali penyedia jasa. - Janji Layanan Secara Eksplisit ( Explicit Servuce Promise) pernyataan
(Personal atau non personal ) oleh organisasi kepada pelanggan. - Janji Layanan Secara Implisit (Implicit Servise Promise ) Faktor yang tercipta
dari diri pelanggan yang disimpulkan oleh pelanggan berdasarkan petunjuk
yang di gambarkan oleh pelanggan. - Rekomendasi Dari Mulut Ke Mulut (Word Of Mouth) merupakan pernyataan
(secara personal maupun non personal) yang disampaikan o;eh oranglain
selain organisasi (service provider) kepada pelanggan. Word of Mouth ini
biasanya cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikan
informasi adalah mereka yang dapat dipercayainya seperti keluarga, teman
dan publikasi media massa. - Pengalaman Masa Lalu (Past Experience) pengalaman masa lampau
meliputi hal – hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang
pernah diterimanya di masa lalu
Teori Harapan (Expectation Theory)
Menurut Robbins (2002) pada dasarnya teori ekspektasi menyatakan
bahwa kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu
tergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan
diikuti dengan hasil tertentu serta pada daya Tarik tersebut bagi individu.
Menurut Victor Vroom, dikenal sebagai Teori Nilai Pengharapan Vroom, yang
berbunyi orang termotivasi untuk bekerja apabila usaha yang di tingkatkan atau
yang di dikerjakan akan mengarah ke balas jasa tertentu dan menilai dari balas
jasa tersebut merupakan hasil dari usaha mereka dalam bekerja (Handoko, 2003)
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan
seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi
bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik
(Victor Vroom dalam Robbin, 2003). Teori ini di kemukakan oleh Victor
H.Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk
bekerja giat dalam mengerjakan pengerjakaannya tergantung dari hubungan
timbal balik antara apa yang diinginkan dan di butuhkan dari hasil pekerjaan itu.
Teori harapan ini didasarkan atas :
a. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang di berikan akan
terjadi karena perilaku.
b. Nilai (Valence), adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai /
martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang
bersangkutan.
c. Pertautan (Instrumentality) adalah perepsi dari individu bahwa hsil
tingkat pertama akan di hubungkan dengan hasil tingkat kedua.
Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang
berkisar antara (-1) yang menunjukan persepsi bahwa tercapainya tingkat ke dua
adalah pasti tanpa hasil tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan
tercapainya hasil tingkat pertama dan positif satu (+1) yang menunjukan bahwa
hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke
dua.
Menurut Robbins dan Judge (2008) teori ini terbukti memberikan
sebuah penjelasan yang relative kuat mengenai produktivitas karyawan,
ketidakhadiran, dan perputaran karyawan. Tetapi, teori harapan mengasumsikan
bahwa karyawan memiliki sedikit batasan keleluasaan keputusan mereka. Teori
ini membuat banyak asumsi yang sama dengan yang dibuat oleh model rasional
tentang pembuatan keputusan individual.
Menurut Olson dan Dover dalam Kotler (2005), menyatakan harapan
pelanggan sebagai “kepercayaan sebelum mencoba suatu produk yang kemudian
hal itu dijadikan sebgai standart untuk mengevaluasi produk atau pengalaman-
pengalaman yang akan datang
Teori RBV (Resourches Based View Theory)
Sumber daya dapat dianggap sebagai input yang memungkinkan
perusahaan untuk melakukan kegiatan mereka. Sumber daya dan kemampuan
internal menentukan pilihan-pilihan strategis yang dibuat oleh perusahaan saat
berkompetisi dalam lingkungan bisnis eksternal mereka. Kemampuan
perusahaan juga memungkinkan beberapa perusahaan untuk menambah nilai
dalam customer value chain, mengembangkan produk baru atau
mengembangkan kedalam pasar yang baru.
Barney (1991) menjelaskan bahwa sumber daya merupakan
sekumpulan faktor yang dimiliki atau dikontrol oleh perusahaan yang terdiri dari
tangible assets (seperti mesin dan peralatan) maupun intangible assets (seperti
hubungan kerjasama dan informasi). Adapun Grant (1991) menekankan bahwa
setiap organisasi adalah berbeda secara fundamental karena memiliki
seperangkat sumber daya dan kompetensi yang khas. Pencapaian keunggulan
bersaing yang paling efektif adalah dengan menggunakan kapabilitas organisasi.
Sedangkan Amit dan Schoemaker (1993) membedakan pengertian sumber daya
dan kapabilitas. Sumber daya dapat diperdagangkan dan tidak spesifik bagi
perusahaan, namun kapabilitas adalah khas bagi suatu perusahaan dan
dipergunakan untuk memanfaatkan sumber daya.
Berdasarkan penjelasan tentang pandangan berbasis sumber daya
(Resource Based View) dapat diketahui dan dipahami adanya hubungan antara
sumber daya yang dimiliki perusahaan dan kapabilitas dalam mengelola sumber
daya untuk mencapai kinerja unggul. Resource Based View merupakan
pendekatan dalam menganalisis keunggulan bersaing suatu organisasi
berdasarkan pada sumber daya dan kapabilitas suatu organisasi. Bahwa
Resource Based View merupakan salah satu teori yang dapat menjelaskan
bagaimana kapabilitas sumber daya dan perusahaan merupakan bagian penting
untuk mencapai kinerja perusahaan yang unggul.
Teori RBV memandanga perusahaan sebagai kumpulan sumber daya
dan kemampuan yang dimiliki perusahaan. Perbedaan sumber daya dan
kemampuan perusahaan dengan perusahaan pesaing akan memberikan
keuntungan kompetetif bagi perusahaan. Asumsu RBV yaitu bagaimana
perusahaan itu dapat bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan
keunggulan kompetetif dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya sesuai
dengan kemampuan perusahaan. Sumber daya harus memenuhi kriteria, “VRIN”
agar dapat memberikan keunggulan kompetetif dan kinerja yang berkelanjutan.
Kriteria VRIN adalah sebagai berikut :
a) Valueable (V) : sumber daya akan menjadi berharga jika dapat memberikan
nilai strategis pada perusahaan.
b) Langka (Rare) (R) : sumber daya yang sulit ditemukan diantara para pesaing
dan menjadi potensi perusahaan.
c) Imperfect Imitability (I) : sumber daya dapat menjadi sumber keunggulan
kompetetif yang berkelanjutan hanya jika perusahaan yang tidak memegang
sumber daya ini tidak bisa mendapatkan mereka atau tidak dapat meniru
sumber daya tersebut.
d) Non-subtitution (N) : Non-subtitution berarti bahwa sumber daya tidak dapat
disubtitusikan oleh sumber daya alternatif lainnya
Hubungan Variabel Orientasi Kewirausahaan Terhadap Keunggulan Bersaing
Ismawanti dalam Erni dan Brillyanes (2018:151) menyatakan bahwa
perusahaan dengan orientasi kewirausahaan dapat mencapai target pasar dan berada
di posisi pasar yang lebih depan dibandingkan dengan pesaing mereka
Terdapat keterkaitan antara variabel orientasi kewirausahaan, inovasi, dan
kewirausahaan (new entry), keterkaitan ini disebut dengan “triadic connect”.
Menurut Ndubisi dalam Elisabeth dan Susilo (2017:2). Orientasi kewirausahaan
mendukung inovasi di dalam organisasi dan inovasi mendorong munculnya new
entry. Kewirausahaan dan inovasi merupakan konsep yang sering dihubungkan
dengan peningkatan kinerja perusahaan sebagai sumber daya dalam keunggulan
bersaing
Menurut Drucker dalam Muliasari et al (2018), Penguatan
kewirausahaan, sebagai orientasi utama, menjadi tujuan penting bagi perusahaan
yang ingin meningkatkan daya tanggapnya terhadap lingkungan yang global dan
berubah. Perusahaan saat ini tidak akan terus bisa bertahan pada saat mutasi dan
menghadapi inovasi yang cepat jika mereka tidak mempertahankan kemampuan
wirausaha
Peranan berusaha juga sangat penting dalam kemampuan pimpinan, selain
tingkat pendidikan dan kemampuan pengambilan risiko, karena dengan
pengalaman berusaha yang tinggi maka kemampuan pimpinan untuk melihat
keinginan konsumen pada suatu produk juga sangat tinggi Hadjimanolis dalam
Nitya (2013:136)). Sikap berwirausaha dan konsekuensi dari perilaku kepada
inovasi sangat dipengaruhi oleh latar belakang pimpinannya yang menyangkut
pengalaman berusaha pimpinannya. Kemampuan pimpinan akan sangat
mempengaruhi sikap perusahaan dalam mempengaruhi sikap perusahaan dalam
memperhatikan perusahaan pasar, menjadi responsif terhadap perusahaan,
kebutuhan pasar, seringkali memerlukan dirancangnya produk baru untuk
menyesuaikan dengan perubahan dan eksploitasi konsumen,sehingga tercipta
keunggulan bersaing perusahaan
Terdapat pengaruh yang signifikan antara Orientasi Kewirausahaan dan
Keunggulan Bersaing di dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Renita
dkk. (2015)
Hubungan antar variabel ini di perkuat oleh Ardiani et al. (2018) dalam
penelitian terdahulu yang menyatakan adanya pengaruh signifikan antara Orientasi
Kewirausahaan terhadap Keunggulan Bersaing
Hubungan Variabel Pandangan Berbasis Sumber Daya (RBV)Terhadap Keunggulan Bersaing
Menurut Pankaj (2010:4)
“Resource Based View (RBV) analyzes and interprets resources of the
organizations to understand how organizations achieve sustainable competitive
advantage”
(Resource Based View (RBV) menganalisis dan menafsirkan sumber daya
organisasi untuk memahami bagaimana organisasi mencapai keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan).
Menurut Ferreira et al. dalam Ardianus dan Petrus (2016:216),
keberhasilan perusahaan amat ditentukan oleh sumberdaya yang dimilikinya dan
kapabilitas perusahaan yang mampu mengubah sumberdaya itu menjadi sebuah
economic benefit. Sumberdaya perusahaan (Firm Resource) bisa berwujud
(misalnya: pabrik, tanah, kendaraan, bahan baku dan mesin) maupun tidak
berwujud (misal: merk, reputasi dan keahlian, budaya perusahaan, struktur, persepsi
dan proses yang dimiliki).
Keunikan sumber daya, efisiensi yang dapat memberikan margin optimal,
menurut Penrose dalam H Ating Sukma (2018:78) merupakan daya dukung yang
kuat untuk menghadapi pesaing.
Dalam menghasilkan keunggulan bersaing yang berkelanjutan menurut
Powell dalam H Ating Sukma (2018: 77-78) harus mampu memberikan nilai
ekonomis yang tinggi, yang sulit untuk ditiru atau digantikan. Pendapat ini banyak
diikuti oleh pemikir-pemikir lainnya, karena jika sumber daya sulit tergantikan
maka nilai ekonomis dari sumber daya akan bernilai ekonomis yang tinggi.9
Bates dan Flynn dalam H Ating Sukma (2018:78) menekankan bahwa
sumberdaya akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan juga menyatakan sesuatu
yang langka, sulit ditiru oleh yang lain mendorong timbulnya keunggulan bersaing.
Hubungan ini juga di perkuat oleh Defin dan Atin dalam penelitian
terdahulu yang menyatakan bahwa Pandangan Berbasis Sumber Daya (RBV)
berpengaruh signifikan terhadap Keunggulan Bersaing
Faktor Yang Mengancam Keunggulan Bersaing
Menurut Porter dan Millar dalam Siamak Azadi (2011:59), Ada
beberapa faktor yang dapat mengancam dalam keunggulan dalam bersaing yaitu:
- Ancaman Pendatang Baru (The Threat of New Entrants)
- Persaingan Di Antara Perusahaan Yang Ada Dalam Suatu Industry
(Rivalry Among Existing Firms Within an Industry) - Ancaman produk / jasa pengganti (The Threat of Substitute
Products/Services) - Daya tawar pemasok (The Bargaining Power of Suppliers)
- Daya tawar pembeli (The Bargaining Power of Buyers)
Konsep Keunggulan Bersaing
Konsep keunggulan bersaing (competitive advantage), menurut Porter
dalam Yuni Istanto (2010:125), tidak dapat dipahami dengan cara memandang
sebuah perusahaan sebagai suatu keseluruhan, tetapi harus dari asal keunggulan
bersaing itu yaitu berbagai aktivitas berlainan yang dilakukan oleh perusahaan
dalam mendesain, memproduksi, memasarkan, menyerahkan dan mendukung
produknya. Analisis rantai nilai lebih tepat untuk meneliti keunggulan bersaing
daripada nilai tambah (harga jual dikurangi biaya pembelian bahan baku), karena
analisis ini dapat mengetahui nilai-nilai yang dimiliki semua aktivitas, sehingga
dapat diketahui asal atau sumber dari keunggulan bersaing itu.
Dengan menggunakan analisis rantai ini, manajemen dapat melakukan
aktivitas berikut :
- Memahani perilaku biaya
- Megidentifikasi apa yang menciptkanan nilai bagi pembeli
- Memilih strategi teknologi yang mencerminkan signifikansi teknologi
perusahaan untuk keunggulan bersaing - Integrasi hubungan strategic antar unit usaha yang ada, untuk mencapai
kinerja yang lebih baik.
Konsep keunggulan bersaing (competitive advantage) menurut Day dan
Wensley dalam Yuni Istanto (2010 : 125) diartikan sebagai kompetisi yang
berbeda dalam keunggulan keahlian dan sumber daya. Secara luas menunjukkan
apa yang diteliti di pasar yaitu keunggulan posisional berdasarkan adanya customer
value yang unggul atau pencapaian biaya relatif yang lebih rendah dan
menghasilkan pangsa pasar dan kinerja yang menguntungkan.
Cravens dalam Yuni Istanto (2010 : 125) mengemukakan bahwa
keunggulan bersaing seharusnya dipandang sebagai suatu proses dinamis bukan
sekedar dilihat sebagai hasil akhir. Keunggulan bersaing memiliki tahapan proses
yang terdiri atas sumber keunggulan, keunggulan posisi dan prestasi hasil akhir
serta investasi laba untuk mempertahankan Keunggulan dipertahankan dengan
berjuang sekuat tenaga untuk melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap
nilai yang diberikan pada para pembeli dan atau mengurangi biaya dalam
menyediakan produk atau jasa.
Sedangkan menurut Keegan dalam Yuni Istanto (2010 : 125), keunggulan
bersaing ada kalau terdapat keserasian antara kompetensi yang membedakan dari
sebuah perusahaan dan faktor-faktor kritis untuk meraih sukses dalam industri yang
menyebabkan perusahaan tadi mempunyai prestasi yang jauh lebih baik dari pada
pesaingnya
Pengertian Keunggulan Bersaing
Keunggulan bersaing adalah kemampuan perusahaan untuk menciptakan
nilai unggul dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimilikinya
menurut Markland et. al dalam Renita Helia et. al (2015:5).
Menurut Day dan Wensley dalam Lucky Radi et. al (2016:106)
Keunggulan bersaing didapat ketika perusahaan memiliki orientasi pada pelanggan
selain internal perusahaan dan pesaing.
Sedangkan menurut Hunt dan Morgan dalam Lucky Radi et. al
(2016:106) Konsep keunggulan bersaing merupakan perubahan dari keunggulan
komparatif dalam sumber daya dan keunggulan bersaing tersebut mengenai pasar
dan kinerja keuangan yang superior.
Menurut Porter dalam Orga (2018:614) Competitive advantage grows
fundamentally out of value a firm is able to create for its buyers that exceeds the
firm’s cost of creating it.”
(Keunggulan kompetitif tumbuh secara fundamental di luar nilai yang
mampu diciptakan perusahaan untuk pembelinya yang melebihi biaya perusahaan
untuk menciptakannya).
Menurut Orga (2018:615) “in general, only two possible competitive
advantages a Firm may possess, a cost advantage or a differentiation advantage”
(Menegaskan bahwa, secara umum, hanya dua keunggulan kompetitif yang
mungkin dimiliki oleh suatu Perusahaan, keunggulan biaya atau keunggulan
diferensiasi).
Sedangkan menurut Bharadwaj dalam Raeni Dwi Santy et al (2013:4)
Competitive advantage is the result of the implementation of strategies that utilize
a variety of resources owned by the company.
(Keunggulan kompetitif adalah hasilnya dari implementasi dari strategi
memanfaatkan itu berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan).
Sebuah perusahaan dikatakan unggul dalam bersaing yaitu perusahaan yang
mampu menerapkan visi – misi perusahaan dalam bekerja, menerapkan strategi
yang baik, berorientasi pada pangsa serta menciptakan sesuatu yang di inginkan
pembeli baik produk maupun jasa
Indikator Orientasi Kewirausahaan
Frishammar dan Horte dalam jurnal Renita Helia et. al (2015:4)
menyarankan orientasi kewirausahaan terdiri dari tiga dimensi, yaitu :
- Keinovasian, bagaimana sikap seorang wirausaha untuk terlibat secara
kreatif dalam percobaan terhadap ide baru yang dapat menghasilkan
metode produksi baru atau menghasilkan produk dan jasa baru.
28 - Pengambilan Risiko, bagaimana keberanian dari seorang wirausaha
dalam menghadapi tantangan dan membuat keputusan dengan sumber
daya yang dimilikinya dalam pembuatan strategi bisnis yang hasilnya
penuh dengan ketidakpastian. - Proaktif, mengambarkan bagaimana sikap seorang wirausaha dalam
mengantisiapsi datangnya pesaing dan dalam memperkenalkan
produknya
Karakteristik Orientasi Kewirausahaan
Menurut M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer dalam Suryana
(2014:23) terdapat tujuh karakterisitik kewirausahaan yang meliputi hal-hal sebagai
berikut :
- Rasa tanggung jawab (desire for responsibility), memiliki rasa tanggung
jawab atas usaha yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki rasa
tanggung jawab akan selalu berkomitmen dan wawas diri. - Memilih risiko yang moderat (prefer for moderate risk), lebih memilih
risiko yang moderat, yang artinya wirausahawan selalu menghindari
risiko, baik yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi. - Percaya diri terhadap kemampuan sendiri (confidence in their ability to
success), memiliki kepercayaan diri atas kemampuan yang dimilikinya
untuk memperoleh kesuksesan. - Menghendaki umpan balik segera (desire for immediate feedback), selalu
menghendaki adanya umpan balik dengan segera, ingin cepat berhasil. - Semangat dan kerja keras (high level of energy), memiliki semangat dan
kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang
lebih baik. - Berorientasi kedepan (future orientation), berorientasi masa depan dan
memiliki perspektif dan wawasan jauh kedepan. - Memiliki keterampilan berorganisasi (skill at organizing), memiliki
keterampilan dan mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan
nilai tambah
Faktor-Faktor dalam Kewirausahaan
Menurut Eddy Soeryanto Seoegoto (2014:35) terdapat faktor-faktor yang
harus ada dalam diri seorang entrepreneur, yaitu :
- The Creativity, kreatif menghasilkan sesuatu yang baru dengan
menambahkan nilainya. Pertambahan nilai ini tidak hanya diakui oleh
wirausahawan semata, namun juga oleh audiens yang akan menggunakan
hasil kreasi tersebut. - The Commitment, memiliki komitmen yang tinggi terhadap apa yang
ingin dicapai dan dihasilka dari waktu dan usaha yang ada. - The Risk, siap menghadapi risiko yang mungkin timbul, baik risiko
keuangan, fisik, dan risiko sosial. - The Reward, penghargaan yang utama adalah independensi atau
kebebasan yang diikuti dengan kepuasan pribadi. Sedangkan reward
berupa uang biasanya dianggap sebagai suatu bentuk derajat kesuksesan
usahanya.
Pengertian Orientasi Kewirausahaan
Makna dari orientasi kewirausahaan menurut Aprisa et. al (2017:31) adalah
bagaimana seorang pengusaha melakukan peninjauan terhadap prinsip-prinsip
kewirausahaan untuk menentukan sikap dalam menjalankan usahanya.
Kaur dan Mantok (2015) dalam Aprisa et. al (2017:30) menyatakan
bahwa “seorang pengusaha harus memiliki orientasi kewirausahaan untuk
menghadapi persaingan dan tekan pasar terus meningkat”.
Menurut Eddy Soeryanto Soegoto (2014:26) menyebutkan bahwa
kewirausahaan adalah usaha yang dibangun berdasarkan inovasi dan kreatifitas
untuk menciptakan sesuatu yang baru, memiliki nilai tambah, memberi manfaat,
menciptakan lapangan kerja dan hasil dari usaha yang dibangun berguna bagi
oranglain.
Siswanto Sudomo dalam Eddy Soeryanto Soegoto (2014:27)
mengatakan bahwa kewirausahaan atau entrepreneurship merupakan segala
sesuatu yang penting mengenai seorang wirausaha, yakni orang yang memiliki sifat
bekerja keras dan berkorban, memusatkan segala daya dan berani mengambil resiko
untuk mewujudkan gagasannya.
Green et al. dalam Adrie (2019:10) mengatakan bahwa
“Prior research considered Entrepreneurial Orientation as a strategic
approach in decision making and as a tool to explain an establishment’s
performance.”
(Penelitian sebelumnya menganggap Orientasi Kewirausahaan sebagai
pendekatan strategis dalam pengambilan keputusan dan sebagai alat untuk
menjelaskan kinerja suatu perusahaan).
Berdasarkan pengertian menurut para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
orientasi kewirausahaan adalah bagaimana peninjauan atau rancangan pemikiran
dan sifat seseorang atau perusahaan yang berkeinginan keras dan mampu membuat
keputusan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan memiliki kemauan keras
dalam mewujudkannya serta merancang strategi bisnisnya
Indikator Pandangan Berbasis Sumber Daya (RBV)
Dengan pandangan Resource-Based View, Grant dalam Leonardus (2015:6)
melihat sumberdaya dan kapabilitas memiliki empat karakteristik dalam hubungannnya
dengan keuntungan kompetitif yaitu durability, transparency, transferability dan
replicability yang berarti sebagai berikut :
- Durability, yaitu ketahan dari sebuah produk yang diproduksi oleh
perusahaan yang diukur dari kualitas dan ketahanan produk setelah
diproduksi. - Transparency, yaitu keterbukaan dari setiap sumberdaya yang terlibat
dala, perusahaan, mencakup jenis bahan baku yang digunakan. - Transferability, yaitu mengkomunikasikan segala hal yang bersangkutan
dalam proses produksi hingga ke tangan konsumen
Karakteristik Firm Resources
Agar perusahaan mampu memenangkan persaingan dalam artian mampu
menciptakan competitive advantage, maka menurut Barney dalam Fransisca
(2013:73-74), sumber daya perlu memiliki beberapa karakteristik yang dikenal
dengan akronim VRIO :
- Valuable, resource yang valuable akan mendatangkan return yang lebih
kepada perusahaan. Tetapi resources yang valuable belum tentu
mendatangkan competitive advantage. Jika hanya bersifat valuable,
maka resources ini hanya akan memunculkan competitive parity. - Rareness, rare resources menurut Bareney merupakan pertanda
didapatkannya competitive advantage temporer (sementara). - Inimitability, agar perusahaan mendapatkan competitive advantage,
maka valuable dan rare resource-nya perlu ditambah dengan sifat
inimitability, yaitu resources yang sulit untuk ditiru perusahaan dalam
jangka panjang. - Organizational Focus. Agar perusahaan mampu mendapatkan
sustainable competitive advantage melalui resources-nya, maka aktivitas
perusahaan seperti rutinitas, leadership, proses formal dan fungsi-fungsi
manajemen dapat memungkinkan perusahaan melindungi asetnya
melalui praktek bisnisnya
Strategi Kebertahanan (Resilience Strategy)
Konsep ketahanan dalam beberapa dokumen memiliki istilah yang luas dan
tidak mengacu kepada objek analisis tertetu seperti aset/fasilitas kritis, komunitas,
ataupun wilayah. Karena itu, dalam menggambarkan komponen atau penentu
ketahanan ada ketidakpastian yang jelas untuk didefinisikan. Maka konsep ini lebih
difokuskan kepada peristiwa apa yang terjadi (peristiwa buruk alami atau buatan)
termasuk perlawanan, perlindungan, antisipasi dan kesiapsiagaan (Mulyadi dan
Hendrayati, 2021).
Dalam Bahasa Inggris, kebertahanan disebut juga dengan resilience. Kebertahanan yang dimaksudkan adalah bagaimana cara seseorang atau kelompok usaha dalam mempertahankan aktivitas budayanya dan bagaimana kebiasaan sehari- harinya. Hal ini difokuskan pada proses produksi, dan jalinan hubungan dengan orang lain, termasuk pada para karyawan dan pelanggan. Ketahanan terkait dengan kemungkinan untuk mengelola krisis, untuk meningkatkan kapasitas dari kesepakatan serta menghindari efek dramatis, yang tidak dapat diubah, atau bahkan pemulihan dan konsekuensi dari krisis atas pertahanan yang sudah ada dan sistem keamanan pada level strategi (Chifu, 2021). Menurut Damis (2018), strategi bertahan diterapkan agar perusahaan dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan serta mempunyai kecepatan secara tekad. Bisnis yang dimiliki oleh industri kecil memiliki sifat bisnis dimanajemeni langsung oleh para pemiliknya sehingga fleksibel. Ketahanan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat dilihat dari kegiatan produksi yang dilakukan. Kunci keberlangsungan UMKM di tengah pandemi adalah dengan ide-ide kreatif dan inovatif (Utomo et al. 2021). Dalam era yang cepat mengalami perubahan, UMKM berada di dalam kondisi yang dinamis dan penuh ketidakpastian. UMKM perlu menerapkan strategi yang tepat agar perusahaan mampu mempertahankan usahanya, yaitu dengan memanfaatkan dan mengeksploitasi peluang yang tersedia dalam dinamika lingkungannya. UMKM memiliki keandalan bertahan dalam situasi perekonomian yang sulit seperti yang melanda Indonesia tahun 1998. Untuk itu dalam upaya strategi kebertahan UMKM, perlu adanya keunggulan kompetitif dan kesadaran daya saing terhadap perubahan (Lestari, 2019). 35
Pada umumnya, para peneliti berpendapat bahwa ketahanan membutuhkan
pemikiran yang adaptif pada bisnis. Pemikiran ini adalah pola pikir dimana bisnis dapat
dan mampu membentuk perilaku mereka dan melatih fleksibilitas sesuai dengan
perubahan yang terjadi pada lingkungan eksternal. Salah satu darana penting untuk
bisnis dapat bertahan dalam menghadapi gangguan eksternal adalah dengan inovasi.
Tuntutan konsumen dan perubahan permintaan pelanggan dapat diatasi dengan
kebijakan yang inovataif sehingga daya saing dan ketahanan terjaga (Li et al., 2021).
Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy)
Strategi bertahan hidup (survival strategy) merupakan kemampuan seseorang
untuk menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai masalah yang
melingkupi hidupnya (Febriani, 2017). Strategi bertahan hidup adalah keadaan dimana
perusahaan fokus pada knowledge yang dimiliki saat ini (existing knowledge) untuk
mempertahankan tingkat keberhasilan dan kinerjanya. Perusahaan dalam strategi
bertahan hidup akan berupaya untuk mengamankan profitabilitasnya dengan
mengandalkan kekuatan saat ini dan meminimalkan kelemahan yang ada saat ini.
(Lestari, 2019).
Menurut Suharto (2009), strategi bertahan dalam mengatasi goncangan serta
tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Strategi bertahan hidup
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu strategi aktif, strategi pasif, dan
strategi jaringan.
Strategi aktif merupakan strategi yang dioptimalkan oleh keluarga
berpenghasilan rendah melalui memaksimalkan potensi keluarga seperti meningkatkan
jam kerja dan melakukan aktivitas mereka untuk menambah pendapatan (Nadyan et
al., 2021). Menurut Suharto (2009), strategi pasif adalah strategi bertahan yang
dilakukan dengan mengurangi pengeluaran keluarga seperti biaya pakaian, makanan,
dan sebagainya. Dengan melakukan penghematan dalam gaya hidup, maka UMKM
dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Strategi bertahan hidup yang dilakukan
dengan menjalin hubungan baik dengan formal maupun lingkungan sosial merupakan
strategi jaringan. Dalam kehidupan sosial di masyarakat, jejaring sosial dapat
membantu keluarga berpenghasilan rendah yang memerlukan uang.
Menurut Kotler dan Armstrong (2004), perusahaan menetapkan tujuan utama
mereka untuk bertahan hidup apabila mereka bermasalah pada kapasitas, persaingan
yang sulit, atau perubahan dari keinginan konsumen. Untuk menjaga agar dapat
bertahan hidup, perusahaan dapat menetapkan harga yang rendah dengan harapan dapat
meningkatkan permintaan. Dalam jangka panjang, perusahaan juga harus menambah
nilai pada produknya agar tidak terjadi kepunahan.
Menurut Kesa (2020), salah satu cara bagaimana usaha dapat bertahan hidup
adalah dengan meningkatkan brand awareness terhadap bisnis dan usaha yang
dijalankan. Brand awareness ini diberikan melalui sosial media yang dimanfaatkan
sebagai strategi pemasaran. Dengan adanya pemasaran melalui media digital dan
pemasaran lainnya, hal ini akan meningkatkan brand awareness dan loyalitas pada
konsumen.
Untuk survive dalam mengelola UMKM, pengusaha dituntut untuk terus aktif
dan kreatif agar tidak tertinggal jauh oleh para pesaing. Strategi yang dijalankan untuk
dapat survive adalah dengan mengikuti perkembangan zaman. Seorang wirausaha
dituntut untuk update dan juga mengerti apa yang diinginkan oleh konsumen. Strategi
lainnya adalah dengan melalui branding agar konsumen mengenal dan mengingat
produk yang dijual sehingga produk yang menjadi unik dan berbeda agar dapat survive
dalam bisnis. Selain itu sebuah usaha juga memerlukan perencanaan usaha yang baik
sebagai pedoman dalam menjalankan bisnis (Romero, 2019)
Manajemen Strategi (Strategic Management)
Secara umum, strategi didefinisikan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan.
Menurut David (2011), manajemen strategi merupakan seni dan pengetahuan dalam
merumuskan, mengimplementasikan, dan evaluasi keputusan lintas fungsi yang
membantu organisasi untuk mencapai tujuannya. Dalam manajemen strategi terdapat
empat tahapan yaitu:
- Perumusan strategi merupakan kegiatan untuk mengembangkan organisasi
dalam visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal
organisasi, menentukan kekuatan serta kelemahan internal organisasi,
menetapkan tujuan jangka panjang organisasi, membuat sejumlah strategi
alternatif untuk organisasi, dan memilih strategi tertentu untuk digunakan. - Pelaksanaan strategi merupakan kegiatan untuk perusahaan untuk menentukan
sasaran tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, serta
mengalokasikan sumber daya agar dapat melaksanakan perumusan strategi. - Implementasi strategi meliputi dukungan strategi dalam pengembangan
budaya, penciptaan struktur organisasi yang efektif, mengarahkan kembali
usaha pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan dan pemanfaatan sistem
informasi, serta hubungan kinerja organisasi dengan kompensasi karyawan. - Evaluasi strategi mengkaji ulang faktor-faktor internal dan eksternal yang
dijadikan landasan perumusan strategi. Setelah itu mengukur kinerja dan
mengkoreksi tindakan yang dilakukan
Aspek yang Mempengaruhi Kinerja UMKM
Aspek Keuangan disebut juga modal kerja menjadi salah satu faktor penunjang
keberhasilan sektor UMKM. Dana merupakan kebutuhan penting untuk modal awal
dan kelangsungan hidup usaha agar dapat menguntungkan usaha. Modal yang dimiliki
oleh UMKM biasanya diperoleh dari tabungan sendiri atau pinjaman keluarga maupun
sumber keuangan lainnya (Rosita et al., 2018).
Menurut Kotler (2009), manajemen pemasaran adalah seni serta ilmu memilih
pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga dan menumbuhkan pelanggan dengan
menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.
Aspek pemasaran ini dapat diukur dengan penawaran barang dari pelanggan, harga,
ketersediaan barang dan kegiatan promosi dalam pasar.`
Selain itu, aspek sumber daya manusia juga memeran peranan penting dalam
keberhasilan kinerja UMKM. Sumber daya manusia yang handal merupakan aset
dalam pembangunan (Hasan dan Azis, 2018). Indikator yang digunakan untuk
mengukur aspek sumber daya manusia adalah, jiwa kepemimpinan, pengalaman dalam
dunia usaha, keahlian dan keterampilan tenaga kerja, umur pekerja dan tingkat
produktifitas (Rosita et al., 2018)
UMKM di Indonesia
UMKM memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena
memberikan sumbangan signifikan khususnya dalam pembentukan produk domestik
bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja. UMKM juga dijadikan penopang bagi
stabilitas sistem keuangan dan perekonomian karena dipercaya memiliki ketahanan
ekonomi yang tinggi. Maka dari itu, pemberdayaan UMKM sangat penting dan
strategis dalam mengantisipasi perekonomian kedepan untuk memperkuat struktur
perekonomian nasional.
Pemerintah Indonesia juga memandang penting keberadaan UMKM. UMKM
bersama dengan Koperasi memiliki wadah secara khusus yang diberikan pemerintah
sebagai wujud penyangga ekonomi rakyat kecil (Azzahra dan Wibawa, 2021). Ada tiga
peran UMKM dalam kehidupan masyarakat kecil:
- Sebagai sarana pengetas kemiskinan, karena tingginya angka penyerapan
tenaga kerja oleh UMKM. Menurut Kementerian Koperasi dan UMKM, lebih
dari 57,8 juta unit UMKM mampu menyerap 114 juta orang. - Sebagai sarana untuk meratakan tingkat perekonomian masyarakat kecil,
karena UMKM berlokasi di berbagai tempat sehingga mampu menjangkau
daerah terpencil sekalipun. - Memberikan pemasukan devisa bagi negara, karena pangsa pasarnya yang
mencakup nasional dan internasional.
UMKM
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, pengertian UMKM adalah sebagai berikut:
- Pertama, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana
diatur dalam Undang- Undang ini. Memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp50.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki
hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000. - Kedua, Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha
Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000
sampai paling banyak Rp500.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha - Ketiga, Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000
sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp2.500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000
Teori Pola Pikir Wirausaha (Entrepreneurial Mindset)
Entrepreneurial mindset merupakan kemampuan untuk merasakan dengan
cepat, bertindak, serta memobilisasi, bahkan pada kondisi yang tidak pasti. Seseorang
yang memiliki pemikiran yang berorientasi pada entrepreneurial akan memilih untuk
menghadapi sesuatu ketika bertemu dengan hal-hal yang tidak pasti (Artha dan
Wahyudi, 2019). Menurut McGrath dan Macmillan (2000), individu yang memiliki
entrepreneurial mindset akan melihat sesuatu dengan cara yang lebih sederhana serta
berani mengambil risiko. Entrepreneurial mindset merupakan salah satu fitur penting
dalam keberhasilan dan kegagalan UMKM. Ada tiga keunggulan dari entrepreneurial
mindset, yaitu:
- Kesuksesan dari wirausaha disebabkan orientasi pada tindakan (action-
oriented) yang berada dalam kerangka berpikir wirausaha. Ide-ide yang timbul
biasanya segera diterapkan oleh wirausaha walaupun berada di situasi yang
tidak menentu. - Konsep entrepreneurial mindset yang mudah diterapkan pada wirausaha
sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya diri. - Konsep ini dimaksudkan untuk tumbuh bersama diawali dari yang sederhana
diiringi peningkatan petualangan seseorang.
Pada umumnya, terdapat lima karakteristik entrepreneurial mindset: - Penuh semangat dan mencari peluang baru, wirausaha selalu waspada dan
mencari kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari perubahan dan
hambatan yang terjadi pada bisnisnya. - Mengejar peluang dengan sangat disiplin, tidak hanya bersiap untuk peluang
yang kecil tetapi dengan mengambil tindakan terhadap peluang yang belum
tergali. Peluang yang diambil sudah dipersiapkan dengan matang dengan
mengkaju ulang koleksi ide yang ada dan juga merealisasikannya. - Mengejar peluang yang terbaik, dengan membatasi jumlah proyek yang hendak
diraih. Wirausaha mengikuti portofolio dari peluang dengan kendali yang ketat
dan mengikat kuat strategi mereka terhadap proyek yang telah mereka pilih. - Fokus pada eksekusi, khususnya yang bersifat adaptif dengan melaksanakan
apa yang telah wirausaha tetapkan. Melakukan adaptasi dengan mengubah arah
kerja sesuai dengan peluang yang nyata dan mengambil langkah terbaik untuk
merealisasikan itu. - Melibatkan energi setiap orang di lingkungan mereka. Wirausaha memilih
membuat dan menyebarkan jaringan kerja daripada bekerja sendiri agar dapat
meraih tujuan mereka dengan maksimal dengan memberdayakan berbagai
potensi intelektual dan sumber daya manusia
Teori Pandangan Berbasis Sumber Daya (Resource-BasedView)
Konsep resource-based view (RBV) perusahaan dikembangkan dari literatur
ekonomi dan strategi pada tahun 1950-an. Dalam teori resource-based view (RBV)
dikatakan bahwa keunggulan kompetitif sebuah perusahaan berasal dari sumber daya
serta kemampuan perusahaan untuk bersaing di pasar. Sebuah perusahaan merupakan
kumpulan dari sumber daya atau resource dimana resource adalah sesuatu yang
bernilai dan langka (Penrose, 1959).
Barney (1991) menyatakan bahwa pengembangan suatu perusahaan
membutuhkan dan memanfaatkan resource semaksimal mungkin dengan kinerja yang
efektif dan efisien untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan. Menurut Mahoney
dan Pandian (1992), hal terpenting dalam RBV adalah perolehan margin dan kombinasi
sumber daya yang tidak mudah tergantikan. Margin dari sumber daya yang langka ini
mempunyai nilai yang tinggi sehingga menghasilkan keunggulan bersaing.
Resource-based View (RBV) dikenal sebagai suatu pandangan yang melihat
keunggulan kompetitif dari sudut pandang kapabilitas (capabilities) dan sumber daya
(resource). Kedua sudut pandang ini dikombinasikan dengan pengelolaan yang baik
serta pemilihan untuk menjalankan cost atau differentiation advantage sehingga
menghasilkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan.
Cost advantage yang dimaksudkan adalah bagaimana sebuah perusahaan dapat
menghasilkan produk yang sama dengan pesaingnya dengan biaya yang lebih rendah.
Sedangkan differentiation advantage adalah ketika perusahaan mampu menghasilkan
produk yang berbeda dan lebih baik dari pesaingnya (Sutanto, 2014).
A. Pearce dan Robinson (2014) mengatakan sumber daya utama dalam
organisasi terfokus dan dapat mengukur kemampuan RBV untuk analisis internal
organisasi apabila dipisahkan menjadi 3 sumber:
- Aset berwujud (tangible), aset yang berbentuk fisik dan keuangan untuk
menyediakan nilai bagi pelanggan seperti modal, akses terhadap modal dan
lokasi - Aset tak berwujud (intangible), aset yang tidak dapat dilihat dan disentuh yang
juga penting dalam menciptakan keunggulan kompetitif seperti pengetahuan
dan keterampilan karyawan, image perusahaan, sumber teknologi serta
kemampuan manajerial. - Kapabilitas, adalah kemampuan atau kapasitas serangkaian sumber daya untuk
melakukan berbagai tugas dan aktivitas secara integratif.
Dalam teori RBV, kepemilikan terhadap sumber daya tidak berwujud
(intangible) merupakan faktor penting dalam keberhasilan perusahaan dan
berkontribusi lebih besar daripada aset berwujud. Sumber daya tak berwujud dapat
mendukung intensitas kegiatan organisasi yang lebih besar seperti intellectual capital
yang mampu menciptakan value bagi organisasi (Lestari, 2019).
26`
Menurut Barney (1991), teori RBV mengungkapkan bahwa suatu resource
harus memiliki empat atribut agar mampu memberikan keunggulan kompetitif: - Bernilai/berharga (valuable), artinya resource dapat menetralkan ancaman dan
mengeksploitasi peluang dalam lingkungan perusahaan. Value sumber daya
harus dapat dirasakan oleh pelanggan secara langsung maupun tidak langsung. - Langka (rare), diantara pesaing memiliki potensi dan tidak dimiliki oleh para
pesaing perusahaan. Sumber daya yang benar-benar melekat/menyatu biasanya
merupakan sumber daya yang langka. - Tidak dapat ditiru (in-imitable), fisiknya yang unik serta terdapat
ketergantungan jalur dan ketidakjelasan sebab-akibat sehingga pesaing tidak
mudah untuk meniru inovasi suatu perusahaan. - Tidak dapat disubstitusikan (non substitutable), sumber daya dan kapabilitas
strategik tidak sama sehingga memungkinkan perusahaan untuk
mempertahakan keunggulan yang dimiliki.
Inti dari konsep RBV adalah untuk mencari dan mengidentifikasi karakteristik
sumber daya yang dapat dipergunakan dalam mengembangkan keunggulan bersaing.
Perusahaan harus mengembangkan keterampilan, sumber daya serta proses yang dapat
meningkatkan nilai (value) bagi pelanggan agar dapat memelihara keunggulan bersaing
(Barney dan Clark, 2007), seperti: - Menggunakan sumber daya dengan mengkombinasikan sumber daya yang ada
dengan sumber daya yang lain sehingga menjadi sumber daya yang efektif. - Mengelola manusia dan sumber daya manajerial sebagai hal yang sangat
penting. - Menciptakan kohesivitas dari masing-masing bagian sehingga dapat membantu
menciptakan pengetahuan. - Memanfaatkan lingkungan eksternal yang dijadikan sebagai citra dalam benak
wirausahawan dengan mengatur aktivitas dengan kesempatan untuk produktif. - Menciptakan wirausaha sebagai upaya untuk mencari keuntungan dan
meningkatkan total long-term profit melalui investasi. - Menciptakan profitabilitas, pertumbuhan dan kemampuan perusahaan agar
dapat bertahan yang tergantung pada adaptasi perusahaan terhadap perubahan
dan kompetisi.
Bagi UMKM, teori RBV dapat digunakan dalam pengelolaan usaha karena
menjadi alternatif strategi yang mampu menciptakan kompetensi dan menjadi pilihan
manajemen strategis dalam meraih keunggulan kompetitif berkelanjutan.
Pengertian Pandangan Berbasis Sumber Daya (RBV)
Asumsi dasar Resource-Based View-RBV adalah bahwa sumberdaya dalam
perusahaan bergabung menjadi satu (bundles) dan kemampuan yang mendasari
produksi tidak sama satu dengan lainnya. Esensi kombinasi sumberdaya dan
kapabilitas tersebut sebagai ”apa” yang membuat suatu organisasi unik dalam hal
kemampuannya menawarkan nilai kepada pelanggannya Purwohandoko dalam
Stellmaris (2013:13).
Pengelolaan usaha berbasis sumber daya (resources-based) merupakan
salah satu alternatif solusi bagi UKM, karena melalui pengelolaan tersebut mampu
menciptakan kompetensi khusus dan memberikan pilihan strategis untuk meraih
keunggulan kompetitif berkelanjutan menurut Grant dalam Defin dan Atim
(2013:393)
Menurut Fahy dalam Ardianus (2016:216), teori RBV menjelaskan
mengenai sumberdaya internal yang dimiliki oleh perusahaan. Sukses atau tidaknya
sebuah perusahaan akan sangat ditentukan oleh kekuatan dan kelemahan yang ada
dalam internal perusahaan.
Barney dalam Djoko et. al (2013:152)
“The substance of the resource based view considers the placement as well as the
proper use of the resources and capabilities to create a competitive advantage,
which in turn affect company’s performance”
(Hakekat dari Pandangan Berbasis Sumber Daya adalah
mempertimbangkan penempatan serta penggunaan sumberdaya dan kapabilitas
yang tepat guna menciptakan keunggulan kompetitif, yang selanjutnya
mempengaruhi kinerja perusahaan).
Leonardus mengutip dari Barney (2015:2-3) mengemukakan bahwa
looking inside for competitive advantage adalah pusat slogan dari resource-based
view serta pertanyaan berupa why are firms different and how do firms achieve and
sustain competitive advantage? Konsep ini membuat ketergantungan suatu
organisasi untuk mengoptimalkan keseluruhan sumberdaya yang dimiliki
dibandingkan dengan para pesaing. Organisasi akan dianggap memiliki
keberhasilan dan mampu mempertahankan eksistensi, jika organisasi mampu
memiliki sumberdaya yang unik dan melebihi dengan apa yang dimiliki oleh
pesaing.
Menurut Barney dan Grant dalam Defin dan Atim (2013:393),
Pengelolaan usaha berbasis sumber daya (resource-based) merupakan salah satu
alternatif solusi bagi UKM, karena melalui pengelolaan tersebut, mampu
menciptakan kompetensi khusus dan memberikan pilihan strategis untuk meraih
keunggulan kompetitif berkelanjutan.
Berdasarkan pengertian-pengertian menurut para ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa pengertian dari Pengertian Pandangan Berbasis Sumber Daya
(RBV) adalah membahas mengenai sumber daya dan kemampuan internal
perusahaan serta hubungannya dengan pengambilan keputusan strategis serta apa
yang membuat suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya demi
mencapai keunggulan bersaing
BerAKHLAK
BerAKHLAK merupakan akronim dari 7 (Tujuh) nilai dasar yang
menjadi nilai dasar bagi seluruh ASN di Indonesia sebagai buah hasil
kristalisasi nilai-nilai organisasional pada instansi pemerintah. Tujuh nilai
dasar tersebut adalah Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif. Nilai dasar tersebut
dideklarasikan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo pada
tanggal 27 Juli 2021 dan dipertegas dengan Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun
2021 tertanggal 26 Agustus 2021 tentang Implementasi Core Valuesdan
Employer Branding Aparatur Sipil Negara.
Menteri PANRB Tjahjo Kumolo menyampaikan bahwa Core Values
BerAKHLAK merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan
pemerintahan yang dinamis (dynamic government) melalui percepatan
reformasi birokrasi. Berikutnya pedoman perilaku Core Values
BerAKHLAK dapat dilihat dalam tabel 2.3 sebagai berikut:
Tabel 2. 3 Pedoman Perilaku BerAKHLAK
NO NILAI
DASAR PEDOMAN PERILAKU
1 Berorientasi
Pelayanan
Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat
Ramah, cekatan, solutif dan dapat diandalkan
Melakukan perbaikan tiada henti
2 Akuntabel Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab,
cermat, disiplin dan berintegritas tinggi
Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif dan efisien
Tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan
3 Kompeten Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan
yang selalu berubah
Membantu orang lain belajar
Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik
4 Harmonis Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya
Suka menolong orang lain
Membangun lingkungan kerja yang kondusif
5 Loyal Memegang teguh ideologi Pancasila dan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan pemerintahan
yang sah
Menjaga nama baik sesama ASN, Pimpinan, Instansi dan
Negara,
Menjaga rahasia jabatan dan negara
6 Adaptif Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan
Terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas
Bertindak proaktif
7 Kolaboratif Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk
berkontribusi
Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai
tambah
Menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk
tujuan bersama
Nilai-nilai inti (Core Values) Budaya Organisasi
Dalam elemen pokok budaya organisasi yang bersifat idealistik menurut
Collins dan Porras (1994) Nilai-nilai inti (core values) adalah keyakinan
dasar atau doktrin perusahaan bagi seluruh orang yang terlibat dalam
perusahaan sebagai pedoman dasar melaksanakan tugas dan kinerjanya.
Bahkan pihak di luar perusahaan diharapkan dapat menghormatikeyakinan
dasar atau doktrin tersebut.
Core Values dalam penelitian (Inam, 2023) didefinisikan sebagai
rangkaian cita-cita, keyakinan atau praktik mendasar yang memuat
informasi bagaimana seorang individu menjalani kehidupan secara individu
maupun secara profesional.
Definisi Budaya Organisasi
Dalam (Matondang, 2018) menurut Kroeber & Kluckholn (1952:181)
kebudayaan adalah perilaku yang diwarisi dan disebarkan melalui
lambing-lambang sebagai kebulatan prestasi dari kelompok orang yang
diwujudkan melalui pola-pola terungkap maupun tersirat. Perwujudan
kebudayaan berbentuk benda-benda, meliputi gagasan-gagasan
tradisional, serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sistem
kebudayaan dipandang sebagai unsur yang menjadi kerangka acuan
untuk Tindakan berikutnya, sedangkan di salah satu pihak dipandang
sebagai buah hasil dari Tindakan. Selanjutnya dijelaskan oleh Robbins
(1983) bahwa budaya organisasi sebagai pembeda organisasi dengan
organisasi lain yang mengacu pada suatu sistem makna bersama yang
dibentuk oleh anggota-anggota organisasi.
Lebih jauh lagi Turnstall (1983:15) mendefinisikan budaya organisasi
adalah cara yang unik dari organisasi untuk menjadi pola dalam
melakukan tindakan dan kegiatan dalam organisasi melalui penyatuan
dari keyakinan-keyakinan, kebiasaan-kebiasaan,nilai-nilai, norma-norma
dan perilaku dalam organisasi.
Level budaya yang
paling dalam (inti) adalah nilai-nilai (value), kemudian elemen ritual,
heroik dan yang paling dapat dilihat adalah simbol-simbol.
2) Fungsi Budaya Organisasi
Dalam (Matondang, 2018)fungsi budaya organisasi dijabarkan
dibawah ini:
Ciri khas atau identitas suatu masyarakat, dimana identitas tersebut
terbentuk dari karakteristik geografis, sejarah, system social-politik,
serta perubahan nilai dalam masyarakat.
Faktor pengikat yang kuat bagi masyarakat adalah kebersamaan
(sharing)
Sumber inspirasi, kebanggan dan sumberdaya.
Sebagai kekuatan penggerak, budaya bersifat dinamis, resilient dan
tidak statis atau tidak kaku karena terbentuk melalui proses belajar
mengajar (learning process).
Sebagai kekuatan untuk mewujudkan nilai tambah, budaya terkait
dengan manajemen guna membentuk nilai tambah pada
performance, kekuatan organisasional, keunggulan bisnis.
Sebagai pola perilaku, budaya menggariskan batas-batas toleransi
sosial dan berisi norma tingkah laku.
Sebagai warisan, dimana budaya diajarkan dan disosialisasikan pada
generasi berikutnya.
Sebagai pengganti (subtitusi) formalisasi, dimana pelaksanaan tugas
secara otomatis tanpa diperintah..
Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan, sehingga salah
satu bentuk dari budaya adalah pembangunan.
Sebagai proses yang membentuk nation-state untuk menjadikan
bangsa kongruen dengan negara.
Selanjutnya menurut Sutanto (1997) budaya organisasi memiliki dua
fungsi, yaitu berperan dalam melaksanakan tugas bidang SDM dan tolok
ukur dalam penyusunan perencanaan positioning organisasi
Pentingnya Pelayanan Prima
Dalam (Suparman et al., 2020) diuraikan beberapa alasan pentingnya
pelayanan prima atau service excellent sebagai berikut:
“No Service No Business”
Dalam sebuah perusahaan produksi barang atau jasa pelanggan
merupakan tujuan bisnis perusahaan, dan untuk mencapainya
perusahaan perlu memberikan perhatian kepada tujuan yang akan
dicapai atau pelanggan, sehingga hasil yang diharapkan dapat
optimal. Sebaliknya, jika pelayanan kepada konsumen kurang baik
maka penawaran atas barang atau jasa dari perusahaan akan hambar
dan tidak menarik dan tidak akan dibeli oleh konsumen. Sehingga
kegiatan bisnis terhambat karena tidak ada konsumen.
Pelanggan tidak tergantung pada perusahaan
Pelanggan yang memiliki uang untuk membeli produk barang atau
jasa dari perusahaan, pelanggan berhak mendapatkan produk terbaik.
Jika pelanggan tidak mendapatkan barang/jasa dan/atau pelayanan
yang sesuai maka akan dengan mudah pelanggan beralih kepada
perusahaan lain.
Unsur – Unsur Pelayanan Prima
Menurut Barata (2004) unsur pokok pelayanan prima (service
excellent) adalah sebagai berikut:
Kemampuan (Ability)
Kemampuan minimal yang harus dimiliki seseorang berkaitan
dengan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan
pelayanan.
Sikap (Attitude)
Melayani pelanggan dengan sikap menghargai serta berfikiran positif
dan logis.
Penampilan (Appearance)
Berpenampilan sopan dan rapi di depan pelanggan.
Perhatian (Attention)
Perhatian dapat dilaksanakan dengan mengamati dan menghargai
setiap perilaku pelanggan serta memahami kebutuhan pelanggan.
Tindakan (Action)
Tindakan yang dilakukan dapat dimulai dengan mencatat segala
kebutuhan pelanggan, memastikan kembali kebutuhan pelanggan
dan mewujudkan kebutuhan pelanggan.
Tanggung jawab (Accountability)
Diperlukan tanggung jawab maksimal dari setiap pegawai dalam
melaksanakan pelayanan prima
Pengertian Pelayanan Prima
Dalam (Semil, 2018) pelayanan prima menurut Lovelock (1994)
adalah hal yang luar biasa atau hasil olah pikir yang luar biasa atau dapat
dikenal sebagai pelayanan yang memuaskan. Kementerian Dalam
Negeri (Depdagri, 2004: 8) mendefinisikan pelayanan prima sebagai
pelayanan yang bermutu, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi dalam Peraturan Menteri PAN dan
Reformasi Birokrasi No. 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Penilaian
Kinerja Unit Pelayanan Publik menyebut pelayanan prima sebagai
pelayanan yang “terbaik”
Jenis – jenis pelatihan
Dalam (Normi, 2018)pelatihan dapat dibedakan menjadi dua jenis
berdasarkan tempat pelaksanaannya, yaitu:
On Job Training
On Job Training atau dapat disebut juga pelatihan yang dilaksanakan
di tempat kerja. Dalam pelaksanaan pelatihan di tempat kerja
umumnya menggunakan metode demonstrasi atau pemberian materi
dengan praktik secara langsung sehingga demonstrasi
memungkinkan peningkatan skill pegawai.
Praktik langsung, metode yang biasa digunakan dalam pelatihan
yang bersifat manajerial dan beberapa pekerjaan yang
membutuhkan profesionalitas.
Rotasi kerja, metode yang dilaksanakan untuk meningkatkan
wawasan pegawai terhadap bidang tugas lain di perusahaan dan
mengurangikejenuhan pegawai terhadap pekerjaan yang
dilaksanakan secara terus-menerus dan monoton.
Off the job training
Pelatihan yang dilaksanakan di luar tempat kerja, beberapa
metode yang dalam metode ini diantaranya:
Role play atau permainan peran, pelatihan dengan simulasi
pekerjaan yang memainkan pelaku-pelaku dalam perusahaan.
Diskusi kelompok, pemberian materi pelatihan dengan kegiatan
diskusi kelompok sehingga peserta pelatihan turut aktif dalam
berkomunikasi dengan peserta lain.
Pusat pengembangan, pelatihan dengan menggunakan program
pelatihan yang telah dirancang oleh pusat pengembangan.
Ceramah, metode pelatihan dimana materi disampaikan secara
satu arah oleh pemateri kepada peserta pelatihan atau pegawai
Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Dalam (Priansa, 2017), Sikula (2001) tujuan pelatihan dijelaskan
sebagai berikut:
Produktivitas (productivity)
Pelatihan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan
serta diiringi dengan peningkatan pengetahuan, keterampilan
kemampuan dan perubahan perilaku.
Kualitas (quality)
Dengan pelatihan kualitas hasil pekerjaan pegawai dalam
melaksanakan tugasnya dapat tetap terjaga, seiring dengan
perbaikan kualitas pegawai. Serta pelatihan dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahan pegawai dalam melaksanakan
pekerjaan.
Perencanaan kepegawaian (human resource planning)
Perencanaan SDM terkait kualitas dan kuantitas dalam pengadaan
pegawai yang sesuai dengan yang diarahkan dapat terwujud dengan
dilaksanakannya pelatihan.
Moral (morale)
Pelatihan dapat meningkatkan tanggung jawab pegawai dalam
melaksanakan tugas yang diemban serta peningkatan prestasi kerja
untuk mendapatkan peningkatan upah dari perusahaan.
Kompensasi tidak langsung (indirect compensation)
Pelatihan dapat memberikan kesempatan dan balas jasa bagi
pegawai yang berprestasi, karena dengan berpartisipasi dalam
pelatihan pegawai tersebut berkesempatan untuk mengembangkan
diri.
Keselamatan dan Kesehatan (health and safety)
Pelatihan akan mewujudkan lingkungan kerja yang aman, tenang
serta menjaga stabilitas sikap mental pegawai, dan pelatihan dapat
mencegah dan/atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja.
Pencegahan kedaluwarsa (obsolescence prevention)
Pelatihan merupakan langkah yang tepat untuk mewujudkan
pegawai yang dapat beradaptasi dengan perkembangan situasi dan
kondisi, pelatihan dapatmemantik inisiatif dan kreativitas pegawai
sehingga terhindar dari sifat kedaluwarsa.
Perkembangan pribadi (personal growth)
Pelatihan dapat menunjang perkembangan pribadi pegawai dengan
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Dalam (Suwatno & Priansa, 2018) menurut William B. Werther dan
Keith (1996:282 pelatihan berfanfaatdalam meningkatkan jenjang karir
pegawai dan membantu pengembangan diri untuk penyelesaian
tanggungjawabnya di masa yang akan datang
Pengertian Pelatihan
Dalam (Sinambela, 2016) diuraikan pengertian pelatihan menurut
beberapa ahli sebagai berikut:
Menurut Rivai dan Sagala (2009), pelatihan adalah serangkaian
proses untuk mencapai tujuan organisasi yang dilaksanakan dengan
teratur untuk melakukan perubahan tingkah laku yang berhubungan
dengan kemampuan dan keahlian pegawai untuk melaksanakan
tugas dalam bidang kerjanya.
Menurut Simamora (2001), pelatihan adalah rangkaian kegiatan
yang yang berperan dalam peningkatan pengetahuan, kemampuan,
pengalaman serta perubahan sikap seseorang.
Pelatihan adalah kegiatan yang terstruktur ditujukan untuk
mempersiapkan kebutuhan para pegawai dalam meningkatkan
pengetahuan serta keterampilan yang dalammelaksanakan kinerja
mereka saat ini. (Mondy, Robert M. Noe, 2005)
Indikator Kinerja Pegawai
Dalam (Sudja & Gama, 2020) menurut (Robbins 2006:260) terdapat
enam indikator untuk mengukur kinerja pegawai, diuraikan sebagai berikut:
1) Kualitas, kualitas kerja pegawai yang diukur dari kemampuan pegawai,
kesempurnaan pelaksanaan tugas, keterampilan serta pandangan
pegawai terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan.
2) Kuantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan dari kinerja
pegawai, dapat dinyatakan dengan jumlah unit atau banyaknya aktivitas
yang dituntaskan pegawai.
3) Ketepatan waktu, merupakan tingkat aktivitas pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaannya padajam mulai bekerja yang ditetapkan,
dan dinilai dari segi koordinasi dengan hasil pekerjaan serta penggunaan
waktu yang disediakan untuk kegiatan lain.
4) Efektivitas dilihat dari tingkat penggunaan sumber daya organisasi untuk
meningkatkan hasil dari setiap unit dengan memaksimalkan tenaga,
uang, teknologi dan bahan baku.
5) Kemandirian, kondisi dimana pegawai secara individu dapat
melaksanakan fungsi kerja di bidang tugasnya.
6) Komitmen kerja, kondisidimana pegawai yang memiliki tanggung jawab
terhadap organisasi dan mempunyai komitmen kerja terhadap institusi.
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Dalam (Priansa, 2017) menurut Mathis dan Jackson (2012) kinerja
pegawai dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
1) Kemampuan individual
Kemampuan individual yang dimaksud terdiri dari bakat, minat,
kepribadian dan keterampilan berupa pengetahuan, pemahaman,
keterampilan interpersonal, kemampuan, danketerampilan teknis.
2) Usaha yang dicurahkan
Tingkat usaha yang diusahakan oleh pegawai menggambarkan motivasi
yang ditampilkan oleh pegawai dalammenghasilkan pekerjaan terbaik.
Usaha tersebut dapat berupa kehadiran, usaha saat bekerja serta
motivasi yang dimiliki pegawai.
3) Lingkungan organisasional
Lingkungan organisasional dalam hal ini berupafasilitas perusahaan
dengan dilaksanakannya pelatihan serta pengembangan bagi pegawai,
dilengkapi dengan teknologi, peralatan dan manajemen.
Menurut Keith Davis (Mangkunegara, 2006) kemampuan (ability) dan
motivasi (motivation) menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja dengan
penjabaran sebagai berikut :
1) Human performance = ability + motivation
2) Motivation = attitude + situation
3) Ability = knowledge + skill
Faktor motivasi dibentukdengan sikap pegawai dalam menghadapi situasi
tertentu. Dalam hal ini pegawai perlu memahami tujuan dan target kerja
yang akan dicapai, memperkuat sikap mental dan sikap fisik, dandapat
memanfaatkan sertamewujudkan situasi kerja.
Selanjutnya, kompetensi pribadi karyawan meliputi kompetensi laten dan
aktual. Dapat dipahami bahwa pegawai/pegawai akan lebih mudah
mencapai prestasi kerja yang diharapkan bila mereka memiliki pendidikan
yang sesuai dan memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaannya
Pengertian Kinerja Pegawai
Dalam (Fattah, 2018), dijelaskan bahwa kinerja berasal dari kata Inggris
“performan-ce”. Menurut (Ivancevich dkk, 2008) kinerja adalah hasil yang
timbul dari perilaku, dan hasil kerja dari pegawai dalam melaksanakan
pekerjaannya dapat disebut kinerja. Sedangkan menurut (Aguinis, 2009)
kinerja diartikan sebagai hal yang dilakukan pegawai dan bukan sesuatu
yang dihasilkan dari pekerjaan. Dan dijelaskan lebih lanjut bahwa
keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan sangat ditentukan oleh
kinerjanya, dan pengelola organisasi perlu memperhatikan variabel kinerja
untuk menghasilkan kerja yang optimal.
Berikutnya Mathis dan Jackson (2012) dalam (Priansa, 2017)
menguraikan bahwa hal yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh
pegawai dapat disebut dengan kinerja. Harsuko (2011) menyatakan
bahwakonsep yang mencakup sikap (attitude), kemampuan (ability), dan
prestasi (accomplishment) secara multidimensional disebut dengan kinerja.
Sehingga dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa kinerja merupakan wujud dari pekerjaan yang dilakukan oleh
pegawai dan sesuatu yang telah dihasilkan oleh pegawai. Setiap hasil kinerja
tersebut tercatat sehingga dapat dilakukan evaluasi dengan baik
Metode Pengembangan Sumber Daya Manusia
Dalam (Priansa, 2017) umumnya pengembangan SDM menggunakan
metode pendidikan (education) dan pelatihan (training) karena kedua metode
tersebut dianggap sebagai investasi perusahaan dalam pengembangan SDM,
dimana pada umumnya Pendidikan diberikan kepada pegawai dalam level
manajerial dan pelatihan diberikan kepada pegawai level operasional.
1) Metode Pendidikan (education)
Pendidikan pada suatu perusahaan hakikatnya bertujuan untuk mengubah
perilaku pegawai, dimana output atau hasil dari pendidikan dapat dinilai
dari perubahan tingkah laku pegawai setelah menerima serangkaian
pendidikan. Hasil pendidikan tersebut menjadi rumusan dalam tujuan
pendidikan yang menguraikan penjelasan dari pengetahuan,
tindakan,sikap, penampilan, serta hal lain yang memiliki target dalam
periode waktu tertentu.
2) Metode Pelatihan (training)
Pelaksanaan pelatihan didasarkan pada analisis kebutuhan perusahaan dan
pegawai dengan lingkup yang lebih kecil dibandingkan dengan
pendidikan. Pelatihan difokuskan pada penerapan kecakapan serta
keterampilan kerja yang dilaksanakan secara terusmenerus dan
disesuaikan dengan ruang lingkup pekerjaan
Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan SDM dalam sebuah organisasi merupakan serangkaian
proses yang diperuntukkan membantu para pegawai secara berkelanjutan
dan terencana
Digambarkan bahwa pengembangan sumber
daya manusia dilaksanakan untuk :
1) Memperoleh atau meningkatkan kemampuan yang diperlukan dalam
saat ini maupun dalam masa depan untuk melaksanakan berbagai
fungsi dan peran di organisasi;
2) Mengembangkan kemampuan personal, menemukan dan
memanfaatkan potensi batin untuk tujuan pengembangan organisasi
maupun diri sendiri;
3) Mengembangkan budaya organisasi untuk turut andil pada
kesejahteraan profesional, motivasi dan kebanggaan pegawai dengan
memperkuat hubungan atasan – bawahan, kerja sama tim, dan
kolaborasi antara bagian dalam organisasi
Pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia
Dalam (Wirawan, 2015), Pengembangan Sumber Daya Manusia atau
Human Resource Development (HRD) adalah istilah yang diciptakan oleh
Leonard Nadler pada tahun 1969. PSDM merupakan program pembelajaran
yang dilaksanakan secara sengaja dalamkurun waktu tertentu dengan tujuan
akhir untukmengembangkan kinerja SDM dan kinerja organisasi, dan tujuan
lebih spesifiknya untuk mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman,kompetensi, sikap,motivasi serta perilaku SDM dalam suatu
organisasi.
Dalam (Sudja & Gama, 2020) Leonard Nadler (1969) mengungkapkan
bahwa pengembangan sumber daya manusia adalah serangkaian proses
aktivitas yang dirancang untuk menghasilkan perubahan perilaku,
dilaksanakan dalam waktu khusus dan dengan sistem yang terorganisir.
Menurut Komisi Pasifik Selatan (2011), PSDM adalah upaya untuk
mewujudkan kehidupan yang sehat dan memuaskan bagi karyawan dengan
melengkapi keterampilan yang relevan. Berikutnya, American Society for
Training and Development (2014) menjelaskan bahwa PSDMmerupakan
proses pengembangan kapasitas dengan penambahan nilai kepada individu,
tim atau organisasi sebagai sistem yang manusiawi.
PSDM adalah bagian paling esensial dari manajemen SDM dalam
mencapai tujuan organisasi dengan tercapainya relasi yang lebih baik
dengan pengembangan, implementasi, evaluasi, prosedur/aturan dan
program pengembangan lainnya. Dan dapat disimpulkan bahwa
Pengembangan Sumber Daya Manusiamerupakan fungsi organisasi dalam
memberikan arahan bagi individu dalam organisasi tentang pengelolaan
SDM yang terfokus pada kebijakan-kebijakan dan sistem sehingga
memberikan dampak pada kinerja organisasi yang efektif sehingga dapat
tercapainya tujuan organisasi
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut (Sadili, 2010) dalam (Karlina & Rosento, 2020) manajemen
sumber daya manusia merupakan upaya yang bertanggung jawab secara
sosial, etis dan strategis yang bertujuan sebagai peningkatan andil dan
produktivitas tenaga kerja terhadap organisasi atau perusahaan. Terdapat
empat tujuan manajemen sumber daya manusia, sebagai berikut:
1) Tujuan Sosial
Usaha – usaha yang bertanggung jawab secara sosial dan etis untuk
meminimalisir dampak negatif dari tantangan serta kebutuhan
masyarakat.
2) Tujuan Organisasional
Membantu organisasi untuk mencapai tujuannya berdasarkan sasaran –
sasaran formal organisasi atau perusahaan.
3) Tujuan Fungsional
Guna mempertahankan peran bidang MSDM pada tingkat manajemen
dengan disesuaikan pada kebutuhan organisasi atau perusahaan.
4) Tujuan Individual
Mencapai tujuan tiap individu bagian dari organisasi maupun perusahaan
dalam melaksanakan aktivitasnya dalam organisasi atau perusahaan.
c. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam (Irianto, 2016), secara umum fungsi MSDM harus dilaksanakan
secara tepat dari segi operasional dengan mengedepankan prinsip – prinsip
pengelolaan yang baik. Fungsi manajemen sumber daya manusia dapat
dilihat dalam 4 (empat) bidang utama, diantaranya perencanaan, pengadaan
atau staffing, serta penghargaan dan pengembangan.
Bidang perencanaan mencakup fungsi :
1) Perencanaan SDM (Human Resource Planning)
2) Sistem Informasi SDM (Human Resource Information System)
Bidang perencanaan SDM berperan penting dalam memastikan jumlah
pegawai mencukupi bagi organisasi untuk mencapai tujuan. Hakikat utama
fungsi perencanaan SDM adalah melakukan penghitungan jumlah pegawai
yang ada dan perhitungan kebutuhan pegawai. Sistem informasi SDM juga
memiliki fungsi strategis dalam pengelolaan data untuk menghasilkan
informasi yang faktual sehingga perusahaan dapat mengambil langkah –
langkah yang tepat dan cepat dalam hal pengelolaan SDM.
Bidang pengadaan atau staffing meliputi fungsi :
1) Analisis Jabatan (Job Analysis)
2) Rekrutmen (Recruitment)
3) Seleksi (Selection)
Dalam melaksanakan fungsi pengadaan dan staffing, bidang terkait
diharapkan dapat bersikap objektif dan konsisten. Setiap proses
dilaksanakan berdasar pada perhitungan ketersediaan dan kebutuhan
pegawai sehingga menghasilkan hasil pengadaan yang tepat. Sebelum
melaksanakan rekrutmen, manajemen dapat menyusun naskah analisis
jabatan guna menghasilkan informasi berupa uraian pekerjaan dilengkapi
dengan spesifikasi calon pegawai yang sesuai dengan pekerjaan yang
dibutuhkan.
Bidang penghargaan mencakup fungsi manajemen penggajian
(Remuneration Management), guna mencapai tujuan, organisasi dalam
fungsi ini dapat memastikan efektivitas dengan memberikan upah/gaji yang
menjadi hak pegawai dengan adil sehingga pegawai dapat memberikan
kontribusi maksimal sesuai dengan bidang tugasnya.
Selanjutnya bidang pengembangan meliputi fungsi :
1) Penilaian Kinerja (Performance Assessment)
2) Pelatihan dan Pengembangan (Training and Development)
3) Manajemen dan Pengembangan Karir (Career Management and
Development)
Bidang pengembangan adalah bagian paling esensial dari organisasi
maupun pegawai. Dalam periode tertentu data kinerja yang disusun oleh
fungsi penilaian kerja dapat menjadikan dasar bagi organisasi dalam
menghasilkan keputusan perkembangan pegawai. Selanjutnya pelatihan dan
pengembangan pegawai berfungsi dalam mengatasu kesenjangan
kemampuan antar pegawai sehingga setiap tugas dan pekerjaan dapat
terselesaikan dengan efektif dan efisien. Sehingga dari serangkain pelatihan
dan pengembangan pegawai tersebut organisasi dapat melakukan penilaian
kerja dalam menentukan pengembanga karir pegawai.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Kata “manajemen” berasal dari bahasa inggris “to manage” yang
berarti mengatur atau mengurusi. Pada dasarnya manajemen adalah seni
untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien yang dilakukan oleh
seseorang dalam upaya untuk mengatur atau mengurus sebuah institusi atau
sebuah organisasi.
Sering dipahami oleh khalayak bahwa manajemen merupakan
penerapan fungsi POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling).
Secara lebih detail, fungsi tersebut dikembangkan menjadi 5 kombinasi.
Diantaranya adalah yang pertama POAC, dimulai dari planning atau
perencanaan, organizing yang berarti pengorganisasian, actuating yang
berarti aktualisasi atau pelaksanaan, dan controlling yang berarti
pengendalian. Yang kedua adalah POMC,yaitu planning atau perencanaan,
organizing ataudisebut pengorganisasian, motivating atau memberi
motivasi, dan controlling atau pengendalian. Selanjutnya kombinasi yang
ketiga merupakan gabungan dari perencanaan, pengorganisasian dan
staffing, pemberian arahan, selanjutnya diakhiri dengan pengawasan.
Kombinasi yang keempat merupakan kombinasi yang lebih kompleks dari
beberapa kombinasi sebelumnya,dimulai dari
perencanaan,pengorganisasian, dilanjutkan staffing dan pemberian arahan,
dan ada fungsi pengawasan atau pengendalian dengan dilengkapi inovasi.
Dan kombinasi yang terakhir dimulai dengan perencanaan, pengorganisasian
dan staffing, selanjutnya terdapat fungsi pemberian arahan, pengawasan,
inovasi, serta pemberian peran. (Andriani et al., 2022)
Sedangkan sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu antara
daya fisik juga daya pikir dari satu individu, dimana keturunan dan
lingkungan mempengaruhi perilaku dan sifatnya, dan keinginan untuk
memenuhi kepuasan dapat memotivasi prestasi kinerja dari individu tersebut
(Febrian et al., 2022).
Dalam (Karlina & Rosento, 2020) Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM) adalah bagian dari manajemen umum yang terdapat di dalam
sektor produksi, pemasaran, keuangan serta kepegawaian dalam suatu
perusahaan dan terdiri dari upaya perencanaan, pengorganisasian serta
upaya pengendalian.
Menurut (Amstrong, 1991:1) dalam (Kaswan & Sadikin Akhyadi,
2015) manajemen sumber daya manusia didefinisikan dalam empat prinsip
dasar. Pertama, aset terpenting yang dimiliki oleh organisasi merupakan
sumber daya manusia, kunci bagi keberhasilan organisasi adalah manajemen
10
yang efektif. Kedua, kebijakan dan aturan yang berhubungan dengan
manusia untuk saling terhubung dan berkontribusi terhadap usaha – usaha
untuk mencapai tujuan organisasi,maka kesuksesan akan sangat mungkin
untuk dicapai. Ketiga, budaya organisasi, nilai, suasana dan perilaku
manajerial dapat mempengaruhi pencapaian terbaik, Keempat, manajemen
sumber daya manusia sangat berhubungan dengan integrasi, dimana guna
mencapai tujuan bersama perlu keterlibatan semua anggota organisasi.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengorganisir setiap
upaya pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.
Klasifikasi Sumber Daya dan Kapabilitas
Sumber daya perusahaan dalam RBV diuraikan dapat berupa sumber daya yang
berwujud (tangible) atau sumber daya tidak berwujud (intangible) dengan
penjelasan sebagai berikut:
- Sumber daya berwujud (tangible) meliputi : aset fisik perusahaan seperti
mesin,pabrik,real estate, bahan baku, inventaris, paten dan merek dagang,
termasuk sumber daya keuangan dan sumber daya manusia. - Sumber daya tak berwujud (intangible) dalam perusahaan berupa
pengetahuan, budaya, reputasi, hubungan dengan pelanggan, serta hubungan
dengan pemangku kebijakan lainnya.
Dalam pandangan berbasis sumber daya, keduanya sangat berharga karena
dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan untuk menggunakan sumber
daya. Pandangan terkait sumber daya terbagi atas dua asumsi penting :
a. Heterogen: asumsi ini berpandangan bahwa setiap perusahaan memiliki
keterampilan, kemampuan, struktur dan sumber daya yang berbeda dengan
perusahaan lain. Perbedaan karakteristik tersebut yang membuat setiap
perusahaan dapat menggunakan strategi yang berbeda pula untuk
mewujudkan keunggulan kompetitif.
b. Tidak bergerak (immobile): Asumsi ini didasarkan pada sumber daya yang
dimiliki suatu organisasi tidak dapat bergerak, dalamartian sumber daya
tersebut dalam jangka waktu pendek tidak dapat berpindah ke perusahaan
lain dikarenakan sumber daya tersebut memiliki nilai penting bagi
perusahaan.
Menurut Barney, RBV menganggap organisasi sebagai gabungan sumber
daya fisik, sumber daya manusia dan sumber daya organisasi. Sumber daya
yang dimaksud adalah yang berharga, langka, tidak tidak dapat ditiru dengan
sempurna dan tidak dapat digantikan dengan sumber daya lain sehingga dapat
menunjang perusahaan untuk mewujudkan keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan dengan kriteria sebagai berikut.
a. Valuable (V)
Sumber daya akan bernilai ketika dapat memberikan nilai strategis dalam
membantu mengurangi ancaman pasar dengan memanfaatkan peluang pasar.
b. Rare (R)
Sumber daya harus unik atau langka sehingga sulit ditemukan di antara para
pesaing atau perusahaan lain sehingga dapat melaksanakan strategi bisnis
yang memberikan keunggulan kompetitif.
c. Imperfect Imitability (I)
Setiap peniruan terhadap sumber daya tidak akan layak atau sempurna.
Dengan hambatan imitabilitas yang dimaksud diantaranya kesulitan untuk
mendapatkan sumber daya, hingga kompleksitas sumber daya.
d. Non-Substitutability (N)
Sumber daya tidak dapat diganti dengan alternatif lain, sehingga pesaing
tidak dapat mendapatkan pencapaian yang sama dengan menggunakan
sumber daya alternatif lain.
Barney menekankan bahwa sumber daya akan berharga ketika perusahaan
memungkinkan untuk memahami dan menerapkan langkah – langkah strategis
yang sesuai guna meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya. Manajer
perusahaan akan terbantu dengan adanya RBV untuk memahami bahwa
kompetensi merupakan suatu hal yang terpenting, juga dapat menghargai upaya
peningkatan kinerja bisnis dengan penggunaan asset – asset tersebut
Resource Based View (RBV)
Dalam (Ghozali, 2020), dijelaskan bahwa Resource Based View (RBV)
adalah kerangka kerja manajerial perusahaan yang digunakan untuk mencapai
keunggulan kompetitif dengan memanfaatkan sumber daya strategis perusahaan,
teori ini dikembangkan oleh Jay B. Barney (1991). RBV berfokus pada
manajerial sumber daya internal perusahaan guna mengidentifikasi aset,
kapabilitas, dan kompetensi yang memiliki potensi untuk memberikan
keunggulan kompetitif yang unggul. RBV merupakan pendekatan interdisipliner
dengan sudut pandang berbasis sumber daya yang dikembangkan dalam
disiplin ilmu ekonomi, manajemen, etika, hukum, manajemen rantai pasokan
serta bisnis umum.
Fokus perhatian RBV tertuju pada sumber daya internal organisasi sebagai
alat pengatur proses dan untuk memperoleh keunggulan kompetitif. Untuk
mewujudkan sumber daya berpotensi sebagai sumber daya unggul dan
berkelanjutan, setiap sumber daya harus berharga, langka, tidak dapat ditiru
dengan sempurna dan tidak dapat digantikan keberadaannya. Guna
mengungguli pesaing yang berbeda, RBV menyarankan bahwa setiap organisasi
perlu mengembangkan kompetensi inti yang unik dan spesifik dengan
melakukan hal – hal baru dan berbeda. Perlu dipahami oleh manajemen bahwa
sumber daya yang ada di suatu perusahan merupakan sumber daya homogen
dan tidak bergerak sempurna, maka dari itu perlu adanya pengelolaan sumber
daya untuk keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
Pandangan berbasis sumber daya memunculkan kunci utama dimana tidak
semua sumber daya sama pentingnya dan tidak semua sumber daya berpotensi
sebagai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Maka dari itu Barney
menunjukkan bahwa perusahaan perlu melakukan banyak upaya dalam
melakukan identifikasi, proses pemahaman serta melakukan klasifikasi
kompetensi inti. Investasi yang perlu dilakukan adalah pembelajaran organisasi
untuk mengembangkan dan memelihara sumber daya dan kompetensi utama.
RBV ini jauh lebih fleksibel daripada pendekatan perspektif Porter untuk
perumusan strategi pengelolaan sumber daya, sehingga dapat diadopsi oleh
organisasi dalam memilih strategi yang paling baik dalam memaksimalkan
pengelolaan sumber daya serta kemampuan internal terhadap peluang eksternal.
Dimana peran penting sumber daya dalam hal berkontribusi menunjukkan
keunggulan kompetitif, literatur pemasaran dan manajemen dengan cermat
mendefinisikan dan mengklasifikasikan sumber daya dan kemampuan
Dampak Penerapan Digitalisasi Laporan Keuangan terhadap Kinerja UMKM
Penerapan digitalisasi laporan keuangan memberikan dampak yang besar
dalam penyusunan laporan keuangan sebuah usaha. Dengan adanya laporan
keuangan yang baik, maka sebuah usaha dapat menganalisa bagaimana kondisi dan
kinerja usahanya saat ini dan manajemen dapat mengambil keputusan yang tepat
untuk usaha tersebut kedepannya. Manfaat penerapan digitalisasi laporan keuangan
adalah laporan keuangan bisa lebih transparan dan dikelola secara baik,
penyimpanan laporan keuangan akan semakin efisien dan tersimpan lebih aman,
memudahkan memonitor laporan keuangan, lebih hemat dan mudah dalam
penyimpanan laporan keuangan, mempercepat dalam proses penemuan kembali
berkas laporan keuangan, dan lebih mudah dalam penyebaran informasi laporan
keuangan (Dewi et al., 2017; Adenia dan Husaini, 2019).
Penelitian serupa juga dijalankan oleh Ria (2018). Dalam penelitian tersebut
dapat dilihat bahwa ada 2 kelompok UMKM yang melakukan pencatatan secara
konvensional, atau bahkan tidak melakukan pencatatan sama sekali dan kelompok
UMKM yang melakukan pencatatan dengan menggunakan smartphone.
Berdasarkan perbandingan kedua kelompok UMKM tersebut diperoleh gambaran
tentang cara kerja dalam pembuatan laporan keuangan bahwa terdapat kelompok
yang menggunakan sistem pencatatan manual akan menghasilkan laporan
keuangan yang kurang akurat dan tidak sesuai standar pelaporan keuangan.
Sedangkan setelah diterapkannya membuat laporan keuangan menggunakan
aplikasi keuangan berbasis android yang dapat digunakan dari smartphone yang
dimiliki terbukti menghasilkan laporan keuangan yang mulai baik dan akurat,
mudah digunakan setiap saat serta dapat dijadikan dokumen yang dapat
dilampirkan pada saat melakukan permohonan modal di perbankan.
Penelitian yang dilakukan oleh Pan dan Lee (2020), menyimpulkan bahwa
penerapan digitalisasi dalam pengelolaan sebuah usaha memberikan dampak yang
positif terhadap kinerja sebuah usaha. Dengan adanyanya digitalisasi dapat
memperluas dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki sebuah usaha dalam
mencapai hasil kinerja yang maksimal
Dampak Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap Kinerja UMKM
Pemerintah memiliki peranan yang sangat besar dalam perkembangan
UMKM. Dari penjelasan sebelumnya dapat dilihat bahwa pemerintah berperan
sebagai fasilitator, regulator, dan katalisator (Rita, Nugrahanti dan Kristanto, 2021).
Dengan demikian diharapkan pemerintah dapat bekerja dengan maksimal untuk
dapat mendorong kinerja UMKM agar terus dapat berkembang dan nantinya
memberikan pengaruh yang baik bagi perekonomian Indonesia.
Kumarasinghe & Haleem (2020) dalam penelitiannya telah menganalisis
bagaimana dampak digitalisasi pengelolaan keuangan dan peran pemerintah
terhadap kinerja kinerja UMKM yang ada di Sri Lanka, dengan temuan bahwa
peran pemerintah memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja UMKM.
Peran pemerintah terhadap UMKM harus ditingkatkan di Sri Lanka dengan
menyediakan kebutuhan keuangan untuk melanjutkan kegiatan bisnis dengan
sukses serta untuk menjaga hubungan bisnis. Selanjutnya penelitian lainnya juga
dilakukan oleh Khotimah dan Budi (2020) juga menunjukkan bahwa dukungan
pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja UMKM. Dukungan pemerintah
cenderung berdampak langsung terhadap UMKM, seperti pemberian pelatihan,
membuka akses permodalan, hingga penyediaan infrastruktur pendukung usaha.
Penelitan yang telah dilakukan oleh Mokodompit, Syarifuddin, dan Mutia
(2019) juga menunjukkan bahwa faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah,
aspek sosial dan ekonomi, serta aspek peranan Lembaga terkait berpengaruh
signifikan terhadap kinerja UMKM, karena adanya kegiatan pembinaan dan
pelatihan yang diberikan melalui dinas atau lembaga terkait, serta adanya
kemudahan untuk akses ijin usaha
Penyediaan Dana Darurat
Dengan adanya pandemi COVID-19, hal yang dapat dipelajari adanya
pelaku usaha diharapkan dapat menyediakan ketersediaan dana darurat. Konsep
dana darurat hampir sama dengan dana cadangan yang selama ini sering ada di
sebuah usaha. Dana cadangan adalah dana yang dicadangkan oleh sebuah usaha
untuk memenuhi kebutuhan sebuah usaha, demikian juga dana darurat, dana darurat
adalah dana yang dicadangkan oleh pelaku usaha untuk mengantisipasi kondisi
darurat yang dialami oleh sebuah usaha. Johnson dan Widdows (1985)
mendefinisikan dana darurat harus dapat memenuhi semua pengeluaran di masa
sulit tanpa secara drastis mengubah standar operasional sebuah usaha.
Sejalan dengan pengertian sebelumnya, Linawati dan Francisca (2017)
Mendefinisikan dana darurat adalah sejumlah uang yang disisihkan untuk menutupi
kebutuhan keuangan yang bersifat mendadak atau munculnya secara tak terduga
dan akan menimbulkan stres dan biaya yang mahal, jika belum dipersiapkan dalam
jumlah yang memadai. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa untuk
menjaga keberlangsungan usaha, perlu dipersiapkan atau dicadangkan sejumlah
uang untuk menghadapi masa yang tidak terduga.
Berdasarkan likuiditasnya ada 3 tingkatan dana darurat yaitu : a) Monetary
emergency fund, terdiri atas tabungan tunai dan simpanan lainnya yang dapat
dicairkan sewaktu-waktu. b) Intermediate emergency fund, terdiri atas tabungan
tunai dan simpanan lainnya yang dapat dicairkan sewaktu-waktu, ditambah dengan
deposito dan sertifikat tabungan lainnya. c) Comprehensive emergency fund, terdiri
atas tabungan tunai, simpanan lainnya yang dapat di cairkan sewaktu-waktu,
deposito dan sertifikat tabungan lainnya di tambah dengan saham dan obligasi (Bi
dan Montalto, 2018). Instrumernt dana darurat hampir sama dengan dana darurat
yang ada pada personal finance. Yang membedakan adalah pengalokasian dan
manfaat yang digunakan.
Menurut Kumajas and Wuryaningrat (2021), standar kecukupan dana
darurat tidak pernah didefinisikan dengan pasti harus dialokasikan untuk kurun
waktu jangka waktu tertentu, walaupun dalam berbagai kajian di sebutkan dana
darurat harus mampu memenuhi kebutuhan 3 sampai 6 bulan masa sulit (Kumajas
dan Wuryaningrat, 2021). Standar kecukupan dana darurat ini tergantung seberapa
besar kebutuhan sebuah usaha, dengan adanya laporan keuangan yang tersusun
diharapkan dapat menggambarkan seberapa besar kebutuhan UMKM dan seberapa
besar dana darurat yang mereka butuhkan. Dengan pengalokasian dana darurat,
berarti pelaku usaha harus menyisihkan sebagian labanya untuk ditabung sebagai
dana darurat, itu berarti akan mengurangi laba yang diperoleh dari sebuah usaha.
Dengan demikian bukan berarti kinerja UMKM mengalami penurunan, namun
UMKM melakukan perubahan untuk mempersiapkan usahanya menjadi lebih baik
kedepannya
Penerapan Digitalisasi Laporan Keuangan
Digitalisasi laporan keuangan pada UMKM adalah suatu proses konversi
ringkasan dari transaksi keuangan milik unit usaha produktif dalam bentuk tercetak
yang terjadi selama periode tertentu ke dalam penyajian bentuk digital (Adenia dan
Husaini, 2019). Sejalan dengan yang dikemukakan sebelumnya, Kumarasinghe &
Haleem (2020) juga menjelaskan bahwa digitalisasi laporan keuangan merupakan
proses perubahan dari penyusunan laporan keuangan secara manual menjadi
pencatatan secara digital.
Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang menyediakan
informasi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan di dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan Keuangan
terdiri dari lima macam, yaitu laporan laba/rugi, neraca, perubahan modal, arus kas,
serta catatan atas laporan keuangan. Tujuan laporan keuangan adalah untuk
menyediakan informasi posisi keuangan dan kinerja suatu entitas yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh
siapapun yang tidak dalam posisi dapat meminta laporan keuangan khusus untuk
memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Pengguna tersebut meliputi penyedia
sumber daya bagi entitas, seperti kreditor maupun investor. Dalam memenuhi
tujuannya, laporan keuangan juga menunjukkan pertanggungjawaban manajemen
atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya (Ikatan Akuntan Indonesia, 2016).
Penyajian laporan keuangan mensyaratkan entitas untuk menyajikan
informasi yang relevan, representative, tepat, keterbandingan, dan keterpahaman.
Entitas menyajikan secara lengkap laporan keuangan pada akhir setiap periode
pelaporan. Laporan keuangan minimal terdiri dari laporan posisi keuangan pada
akhir periode, laporan laba rugi selama periode, catatan atas laporan keuangan yang
berisi tambahan dan rincian pos-pos tertentu yang relevan. Laporan posisi keuangan
entitas mencakup pos-pos berikut : kas dan setara kas, piutang, persediaan, aset
tetap, utang usaha, utang bank dan ekuitas. Laporan laba rugi entitas mencakup pos-
pos berikut: pendapatan, beban keuangan, beban pajak (Dewi et al., 2017).
Sedangkan catatan atas laporan keuangan memuat : suatu pernyataan bahwa
laporan keuangan telah disusun sesuai SAK EMKM, Ikhtisar kebijakan akuntansi,
Informasi tambahan dan rincian pos tertentu yang menjelaskan transaksi penting
dan material sehingga bermanfaat bagi pengguna untuk memahami laporan
keuangan (Ningtyas, 2018). Seiring perkembangan teknologi, digitalisasi laporan
keuangan kemudahan bagi UMKM untuk dapat melakukan pencatatan laporan
keuangan. Dengan kemudahan ini, diharapkan UMKM dapat lebih mudah dalam
melakukan evaluasi kinerja usahanya, dan terus mengalami perbaikan secara
berkelanjutan
Kinerja UMKM
Kinerja UMKM adalah hasil yang diperoleh dari aktivitas usaha baik secara
finansial dan non-finansial. Indikator finansial dapat berupa evaluasi terhadap
pengelolaan keuangan dan modal usaha. Sedangkan indikator non-finansial berupa
analisa terhadap tingkat kepuasan customer, tingkat pendidikan dan keberlanjutan
usaha. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa kinerja UMKM merupakan
evaluasi yang dapat dilakukan untuk menilai apakah usaha tersebut mengalami
peningkatan atau justru mengalami penurunan. Dengan adanya evaluasi ini
diharapkan UMKM dapat menganalisa dan melakukan perbaikan bagi
perkembangan selanjutnya (Kumalasari dan Asandimitra, 2019).
Kinerja UMKM adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kinerja juga
didefinisikan sebagai keberhasilan personal dalam mewujudkan sasaran strategis di
empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses serta pembelajaran dan
pertumbuhan. Sehingga dapat disimpulkan kinerja adalah hasil kerja individu atau
kelompok yang sesuai keputusan manajemen untuk mencapai suatu tujuan secara
efektif dan efisien (Syarifah, Mawardi, dan Iqbal, 2020)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Islami, Kunafi, dan Gunawan (2017),
menyatakan bahwa pengukuran kinerja UMKM adalah bagaimana top management
memberikan bobot pada penilaian kinerja yang bersifat finansial dan non
finansial. Secara umum, UMKM menggunakan pengukuran kinerja finansial
sebagai penilaian terhadap kinerja UMKM, dan pengukuran kinerja non finansial
sebagai pelengkap kinerja UMKM. UMKM dapat mengukur kinerja finansial
melalui keuntungan, posisi arus kas, dan budget vs actual. Sedangkan untuk
pengukuran non finansial dapat menggunakan penilaian kepuasan pelanggan
(Islami et al., 2017).
Pemanfaatan Dukungan Pemerintah
Dukungan pemerintah terhadap UMKM tercermin melalui peran
pemerintah yang ada dalam masyarakat. Peran pemerintah merupakan tindakan
yang dilakukan lembaga atau instansi dalam rangka menjalankan kewajiban
sebagai pelayan publik yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat
(Prastika, 2012). Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa
pemanfaatan dukungan pemerintah adalah kemampuan UMKM untuk dapat
memanfaatkan tindakan yang dilakukan lembaga atau instansi dalam rangka
menjalankan kewajiban sebagai pelayan publik yang bertujuan untuk
mensejahterakan masyarakat.
Dengan adanya dukungan pemerintah terhadap UMKM maka akan
memperlancar jalannya suatu usaha, sehingga akan mempengaruhi pada jumlah
pendapatan yang didapat (Rahmah, Kaukab, dan Yuwono, 2020). Dukungan
pemerintah sangat penting untuk mendukung kinerja usaha kecil; jika ada tanpa
dukungan modal dari pemerintah, kinerja usaha kecil tidak akan tercapai. Selain itu,
kinerja bisnis tidak akan berjalan jika tidak ada bantuan pemerintah dalam
memberikan dukungan permodalan. (Effendi et al., 2013)
Dukungan pemerintah terhadap UMKM sangat diperlukan agar UMKM
tetap mampu bertahan, bahkan berkembang dalam kondisi pandemi. Peran
pemerintah yang efektif dan optimal diwujudkan sebagai fasilitator, regulator dan
katalisator. Sebagai fasilitator, pemerintah berperan memfasilitasi UMKM untuk
mencapai tujuan pengembangan usaha. Sebagai contoh, memfasilitasi pelatihan
produksi, akses pendanaan, akses pasar, dan lain sebagainya. Peran pemerintah
sebagai regulator adalah membuat kebijakan sehingga mempermudah UMKM
dalam mengembangkan usahanya. Pemerintah berperan untuk menjaga kondisi
lingkungan usaha tetap kondusif untuk melakukan investasi yang dilakukan dengan
mengatur suku bunga Bank Indonesia dan membuat kebijakan tentang aturan
persaingan usaha. Sebagai katalisator, pemerintah melakukan intervensi maupun
insentif seperti pemberdayaan komunitas kreatif untuk produktif bukan konsumtif,
penghargaan terhadap UMKM, prasarana intelektual bagi UMKM (perlindungan
hak kekayaan intelektual) dan permodalan termasuk modal ventura atau modal
bergulir (Rita, Nugrahanti dan Kristanto, 2021)
Resource-Based View (RBV) Theory
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Wernerfelt (1984) yang
menjelaskan bahwa sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan membantu
perusahaan meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan. Selanjutnya
yaitu keunggulan kompetitif bersaing dapat dipahami dengan menanamkan
pemahaman bahwa perusahaan terdiri dari elemen yang heterogen dan tak bergerak.
Langkah untuk memaksimalkan keunggulan kompetitif bersaing, perusahaan harus
memenuhi empat kriteria, yaitu valuable, rareness, inimitability dan non-
substitutability (Dionysus dan Arifin, 2020).
Resource-Based View (RBV) adalah teori yang menggambarkan bahwa
perusahaan dapat meningkatkan keunggulan bersaing dengan mengembangkan
sumber daya sehingga mampu mengarahkan perusahaan untuk bertahan secara
jangka panjang. Kunci dari pendekatan RBV adalah pada strategi memahami
hubungan antara sumber daya, kapabilitas, keunggulan bersaing, dan profitabilitas
khususnya dapat memahami mekanisme dengan mempertahankan keunggulan
bersaing dari waktu ke waktu (Zulkarnain dan Rifai, 2021). Dari pengertian
tersebut, sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya internal yang dimiliki
oleh perusahaan.
Sejalan dengan teori tersebut, banyak sumber daya yang dapat
mempengaruhi upaya peningkatan kinerja UMKM, beberapa diantaranya adalah
kemampuan UMKM untuk pemanfaatan dukungan pemerintah, penerapan
digitalisasi laporan keuangan, dan penyediaan dana darurat. Dukungan pemerintah
pemerintah adalah salah satu sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan.
Dukungan pemerintah sebenarnya faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja
UMKM, dan semua UMKM memperoleh dampak dari kebijakan yang pemerintah
lakukan. Namun, kemampuan setiap UMKM untuk memanfaatkan dukungan
pemerintah yang ada pasti berbeda-beda, oleh sebab itu dukungan pemerintah dapat
menjadi sebuah sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kemampuan masing-
masing usaha untuk memanfaatkan dukungan pemerintah. Nilai tambah yang dapat
diperoleh perusahaan dari dukungan/program pemerintah dapat berbentuk
penguatan dan peningkatan kualitas, peningkatan kompetensi atau pelatihan terkait
penyelesaian masalah pelanggan (Mulyono, 2013).
Dukungan pemerintah dapat digolongkan menjadi dua hal, yaitu finansial
dan non-finansial. Finansial berkaitan dengan bagaimana perusahaan memperoleh
dana ataupun bantuan dari pemerintah. Sedangkan non-finansial berkaitan dengan
bagaimana pemerintah memberikan pelatihan, membuat regulasi, dan memberi
dukungan kepada UMKM untuk dapat berkembang (Kumalasari dan Asandimitra,
2019).
Selain kemampuan untuk memanfaatkan dukungan pemerintah, penerapan
digitalisasi laporan keuangan juga merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki
oleh perusahaan. Tidak semua perusahaan menggunakan digitalisasi dalam
melakukan pencatan keuangan di usahanya. Hal ini menjadi keunikan dan sumber
daya yang dapat dikembangkan untuk menjadi nilai tambah bagi sebuah usaha.
Digitalisasi laporan keuangan berkembang dengan adanya perkembangan teknologi
saat ini. Digitalisasi laporan keuangan membantu UMKM untuk dapat menyusun
laporan keuangan dengan proses yang lebih mudah, cepat, dan efektif. Dengan
adanya laporan keuangan yang tersusun dengan baik, dapat memudahkan pelaku
usaha untuk menilai dan mengevaluasi kinerja usahanya. Hasil evaluasi yang
muncul diharapkan dapat memberikan inovasi bagaimana sebuah usaha untuk dapat
terus berkembang dan menjadi lebih baik (Adenia dan Husaini, 2019).
Sumber daya lainnya yang dimiliki oleh UMKM adalah dana cadangan.
Dana cadangan yang perlu diperhatikan saat ini adalah dana yang perlu
dicadangkan untuk menghadapi kondisi darurat, atau sering disebut dengan dana
darurat. Dengan adanya dana darurat, diharapkan UMKM dapat bertahan dalam
kondisi darurat, seperti pandemi COVID-19 saat ini (Kumajas dan Wuryaningrat,
2021). Penyediaan dana darurat pasti akan berpengaruh bagi kinerja UMKM, salah
satunya adalah alokasi dana yang akan bertambah. Namun, diharapkan pelaku
usaha dapat mengelola penyediaan dana darurat yang dimiliki agar UMKM dapat
terus berjalan dengan optimal.
Manfaat Knowledge management Pada Perusahaan
Manfaat-manfaat yang dapat diperoleh tersebut dapat dibagi
menjadi dua perspektif, yaitu manfaat yang dapat diperoleh oleh individu
dan juga oleh perusahaan, Suparto (2013). Manfaat dari penerapan
knowledge management untuk individu diuraikan sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan individu dalam pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan.
Hal ini terjadi dikarenakan dengan adanya knowledge management,
karena setiap pengetahuan yang ada di dalam perusahaan telah dikelola
dengan baik sehingga pengetahuan lebih mudah didapatkan dan digunakan
untuk analisis atas masalah yang terjadi yang dapat digunakan untuk
menentukan keputusan terbaik yang perlu diambil dalam mengatasi hal
tersebut. Sebagai contohnya, masalah dalam hal penentuan daerah distribusi
untuk suatu produk yang memiliki potensi penjualan tinggi dalam suatu
perusahaan. Dengan adanya knowledge management, manajemen tingkat
atas dapat mengambil keputusan dengan memanfaatkan data dan informasi
yang sudah ada, Davenport & Prussak (1998).
b. Meningkatkan hubungan yang erat antar individu.
Interaksi atau komunikasi antar individu merupakan hal yang sangat
penting karena individu dalam perusahaan lebih banyak bekerja sebagai tim
daripada secara personal, Rahmat (2019). Selain itu, dengan adanya
interaksi juga dapat menjaga keharmonisan dalam perusahaan. Dengan
adanya knowledge sharing, yang merupakan salah satu tahapan dari
knowledge management, hubungan antar individu dapat dipererat karena
pada proses knowledge sharing ini, pengetahuan yang dimiliki satu individu
dapat disebarkan kepada individu lainnya untuk kemudian dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya bagi perusahaan.
c. Membantu individu untuk berinovasi.
Nonaka & Takeuchi (1995) dengan knowledge management, setiap
individu dapat memperoleh dan mengelola informasi yang diinginkannya
dengan lebih mudah karena informasi telah terstruktur dengan baik. Selain
itu, setiap individu dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya
pengetahuan yang didapatkan dari knowledge sharing. Dari hal-hal tersebut,
tentunya dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan inovasi
seseorang untuk dapat berkontribusi dalam perusahaan mengingat
banyaknya informasi dan pengetahuan yang diperoleh.
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh oleh perusahaan, antara
lain:
a Pengetahuan yang ada dalam perusahaan tidak hilang.
Pengetahuan pada dasarnya tidak terletak di dalam database dari
perusahaan. Groff & Jones (2003) pengetahuan pada kenyataannya terletak
pada pikiran aset manusia yang terdapat dalam perusahaan. Untuk itu,
permasalahan yang dapat timbul dari aset manusia yakni ikut terbawanya
pengetahuan yang dimiliki selama bekerja ketika mereka berhenti dari
perusahaan. Pada kondisi seperti itu lah, peran knowledge management
dapat mengatasi hal tersebut dengan melakukan pengelolaan dan
penyebaran yang baik terhadap pengetahuan-pengetahuan yang terdapat di
dalam perusahaan sehingga pengetahuan tetap berada di dalam perusahaan
dan dapat diwariskan ke aset manusia baru yang mulai bekerja di perusahaan
tersebut.
b. Membantu perusahaan dalam persaingan yang kompetitif.
Pengetahuan memainkan peran unik dalam membangun serta
menyimpan kompetensi inti dalam perusahaan. Untuk itu, penggunaan
pengetahuan pada perusahaan memiliki peran yang penting. Pengetahuan-
pengetahuan yang terdapat pada perusahaan yang menerapkan knowledge
management dapat dimanfaatkan dengan efektif dan sebaik mungkin untuk
membantu perusahaan agar lebih unggul dari pesaingnya khususnya
perusahaan yang tidak menerapkan knowledge management, Gerke &
Menkhoff (2010).
c. Masalah yang ada dapat diselesaikan lebih cepat.
Masalah merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan
untuk dapat bertahan di tengah persaingan bisnis yang tinggi saat ini. Untuk
itu,setiap masalah yang timbul harus diselesaikan secepat mungkin untuk
mengurangi resiko kerugian yang dapat dialami oleh perusahaan, Rahmat
(2019). Dengan adanya knowledge management dalam perusahaan, masalah
dapat lebih cepat ditangani. Hal itu dikarenakan dengan knowledge
management, pengetahuan di dalam perusahaan telah dikelola dengan baik
sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu. Selain itu, masalah juga dapat
lebih cepat diselesaikan dengan adanya kontribusi dari setiap individu yang
memanfaatkan pengetahuan dari proses knowledge sharing.
d.Efisiensi biaya dalam perusahaan.
Setiap perusahaan pastinya akan melakukan efisiensi dalam
penggunaan biaya agar keuntungan yang diperoleh lebih maksimal.
Knowledge management dapat membantu dalam pencapaian hal tersebut.
Dengan adanya penerapan knowledge management, pengetahuan yang ada
telah dikelola dengan baik sehingga lebih mudah untuk ditemukan. Hal ini
dapat berpengaruh pada efisiensi waktu dan juga secara tidak langsung akan
mempengaruhi efisiensi biaya yang digunakan oleh perusahaan. Jika untuk
mencari informasi tertentu untuk memecahkan suatu masalah memakan
waktu yang lama, akan banyak kerugian yang dapat dialami oleh perusahaan
tersebut karena lamanya proses pencarian informasi yang dibutuhkan.
e. Membantu menentukan strategi yang akan diambil oleh perusahaan.
Knowledge management dapat membantu menentukan strategi
perusahaan dengan cara memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan yang ada
pada perusahaan itu dengan sebaik-baiknya, Nonaka & Takeuchi (1995).
Pengetahuan-pengetahuan yang ada tersebut dapat dianalisis untuk
menentukan strategi apa yang perlu dan sesuai untuk dilakukan dalam
meningkatkan keuntungan dari perusahaan tersebut.
f. Meningkatkan kinerja perusahaan.
Dengan adanya pengetahuan yang telah dikelola dengan baik oleh
perusahaan tersebut dengan menerapkan knowledge management,
pengetahuan-pengetahuan tersebut nantinya dapat dimanfaatkan dengan
seoptimal mungkin sehingga kinerja perusahaan pun ikut mengalami
peningkatan pula. Dengan demikian, hal tersebut dapat membantu
pencapaian tujuan dari perusahaan. Maksud dari kinerja perusahaan ini
antara lain seberapa sukses perusahaan mengatasi masalah yang tengah
dihadapi, bagaimana kegiatan-kegiatan yang terjadi di dalam perusahaan,
dan lain sebagainya, Salo (2011)
Knowledge Management Process
Knowledge management process merupakan proses dari awal
pengumpulan sampai dengan pemanfaatan dari knowledge tersebut pada
organisasi. Terdapat beberapa proses atau mekanisme Knowledge
management yang terdiri dari knowledge discovery, knowledge capture,
knowledge sharing, dan knowledge application, Becerra Fernandes (2010).
a. Knowledge Discovery
Knowledge Discovery merupakan proses pengubahan pengetahuan
tacit menjadi explicit baru dari data atau informasi pengetahuan yang sudah
ada dan diketahui tentang bagaimana mendapatkan pengetahuan, Becerra
Fernandes (2010). Tahap selanjutnya knowledge discovery adalah
identifikasi infrastruktur yang ada, diperlukannya melihat infrastruktur apa
yang telah ada, misalnya perpustakaan, internet, media komunikasi internal,
email, forum diskusi, digital library dan lain-lain. Infrastruktur ini
merupakan explicit yang digunakan untuk membangun sistem mengelolah
pengetahuan. Dari informasi-informasi tersebut akan diperoleh gambaran
mengenai proses knowledge discovery pada Knowledge management yang
ada, dan infrastruktur apa yang bisa digunakan untuk membangun
knowledge discovery.
b. Knowlege Capture
Becerra Fernandes (2010), Knowledge Capture merupakan proses
pengambilan keputusan dengan menggunakan knowledge baik dengan
explicit ataupun tacit yang berada pada diri individu atrau grup. Dalam
prosesnya knowledge capture terjadi pembentukan new knowledge dari
knowledge-knowledge sebelumnya dalam konteks knowledge management
yang menitik beratkan kepada pemenuhan kebutuhan dan sudut pandang
pada pengambilan keputusan.
c. Knowledge Sharing
Knowledge Sharing merupakan proses yang sudah dapat
mengkomunikasikan explicit yang didapatkan dari tacit kepada individu
lainnya ke orang lain dari ilmu tacit yang sudah di explicit-kan, inti dari
knowledge sharing adalah berbagi ide dari satu individu kepada individu
lain proses ini biasanya tercipta dengan sendirinya dalam lingkup kerja
group, Rusuli (2011).
d. Knowledge Application
Knowledge Application adalah suatu kegiatan yang mendukung
dalam proses pengambilan keputusan, dan mendukung perencanaan di
berbagai fungsi organisasi, Becerra Fernandes (2010). Proses knowledge
application terbagi atas dua hal yaitu direction dan routines, pada proses
directions memperoses knowledge dengan tindakan tanpa proses transfer
knowledge. Pada proses routines adalah proses yang melibatkan
pemanfaatan dari Knowledge management yang ada pada prosedur, aturan,
dan norma yang ada
Pengertian Knowledge Management
Knowledge atau pengetahuan adalah penggunaan informasi dan data
secara penuh yang dilengkapi dengan potensi keterampilan, kompetensi,
ide, intuisi, komitmen, dan motivasi orang-orang yang terlibat, Kusumadmo
(2013). Pengetahuan merupakan rangkaian informasi dengan pengambilan
keputusan dan tindakan yang mengarah pada kegunaan dan tujuan,
Fernandez (2010). Knowledge atau pengetahuan adalah campuran dari
pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan intuisi mendasar yang
memberikan suatu lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi,
menyatukan pengalaman baru dengan informasi, Devenport & Prusak
(2010). Organisasi memerlukan knowledge yang tersimpan sebagai
dokumen repositori, rutinitas, praktek, dan norma organisasi. Menurut
Dalkir (2011) Knowledge dibagi menjadi dua jenis yaitu explicit knowledge
dan tacit knowledge, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Explicit Knowledge
Explicit Knowledge adalah sesuatu yang dapat diekspresikan dengan
kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dengan bentuk ilmiah.
Knowledge jenis ini dapat segera diteruskan dari satu individu ke individu
lainnya secara formal dan sistematis, Dalkir (2011). Explicit knowledge
juga dapat dijelaskan sebagai suatu proses, metode, mendapatkan
pengetahuan yang bersifat formal, sistematis dan mudah untuk dipelajari
dan ditransfer atau dibagikan ke orang lain dalam bentuk dokumentasi
karena umumnya pengetahuan yang bersifat teori dimana memudahkan para
ahli untuk membagi pengetahuannya kepada orang lain melalui buku,
artikel dan jurnal tanpa harus datang langsung untuk mengajari orang
tersebut. - Tacit Knowledge
Dalkir (2011) Tacit knowledge bersifat sangat personal dan sulit
dirumuskan sehingga sangat sulit untuk dikomunikasikan atau disampaikan
kepada orang lain karena berbentuk perasaan pribadi, intuisi, bahasa tubuh,
pengalaman fisik serta petunjuk praktis. Menurut Antaiwan (2017) kedua
jenis pengetahuan tersebut dibagi menjadi empat model konversi untuk
menghasilkan pengetahuan baru yaitu model socialization, externalization,
combination, internalization yang biasa dikenal sebagai model SECI, yaitu:
a. Socialization
Merupakan proses berbagi knowledge antar anggota perusahaan
untuk menciptakan knowledge yang baru, Devenport & Prusak (2010).
Sharing dan penciptaan tacit knowledge melalui interaksi dan pengalaman
langsung. Tacit knowledge akan disampaikan melalui proses sosialisasi tim
kerja (coaching).
b. Externalization
Merupakan konversi tacit knowledge menjadi explicit knowledge
melalui proses dialog dan refleksi. Dengan kata lain, menerima dan
membagikan knowledge yang dimiliki seorang individu kepada orang lain
agar menjadi explicit, Devenport & Prusak (2010).. Konsep atau ide yang
dimiliki dan dicoba dioperasionalkan, melalui proses learning by doing,
untuk menghasilkan technical know-how yang baru. Contohnya karyawan
atau staff yang membuat dokumentasi pengalaman kerjanya dalam bentuk
modul atau buku pada bidang spesialisasinya sebelum masa pensiun, atau
mendokumentasikan sebuah sesi curah gagasan atau brainstorming.
c. Combination
Combination merupakan proses konversi dari explicit knowledge
menjadi explicit knowledge yang baru diketahui, Devenport & Prusak
(2010). Pada proses combination explicit knowledge yang dimiliki para
individu-individu dengan cara menyortir, menambahkan atau
mengkombinasikan beberapa explicit knowledge, menjadi explicit
knowledge yang baru. Hal ini terjadi misalnya seorang karyawan
membaca dokumen-dokumen yang dimiliki perusahaan untuk
kemudian dibuat dokumen baru yang lebih baik.
d. Internalization
Merupakan proses pembelajaran dan akuisisi knowledge yang
dilakukan oleh semua anggota organisasi terhadap explicit knowledge yang
disebarkan ke seluruh organisasi melalui pengalaman sendiri sehingga
menjadi tacit knowledge bagi anggota organisasi, Devenport & Prusak
(2010). Pada akhirnya, knowledge yang bersifat explicit tersebut dapat
dipelajari, dipahami dan dikembangkan sesuai dengan kemampuan masing-
masing individu. Sebagai contohnya yaitu belajar dari sebuah laporan dan
membuat gagasan atau ide baru.
Berdasarkan dengan pengertian knowledge di atas maka dapat
ditarik suatu pengertian langsung tentang knowledge management, yaitu
proses yang berhubungan dengan penciptaan, penyebaran, dan kegunaan
pengetahuan untuk mewujudkan tujuan dari perusahaan itu (Samsir, 2017).
Knowledge management adalah suatu tindakan merencanakan,
mengumpulkan dan mengorganisir, memimpin dan mengendalikan data dan
informasi yang telah digabung dengan berbagai bentuk pemikiran dan
analisis dari macam – macam sumber yang kompeten (Akbar, 2018). Arti
lain dari knowledge management adalah sistem yang memungkinkan
perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman, dan kreatifitas para
staffnya untuk perbaikan kinerja perusahaan (Putra, 2015). Knowledge
management adalah strategi manajemen dalam hal menemukan,
menangkap, berbagi, dan menerapkan pengetahuan dengan tujuan untuk
mendukung organisasi dalam menciptakan struktur yang mampu
mempertahankan, menciptakan dan menerapkan pengetahuan yang tidak
hanya untuk pemecahan masalah tetapi juga untuk mencapai tujuan
organisasi (Mukhlasin & Budi, 2017). Knowlеdgе managеmеnt adalah
bagaimana mеngеksplor knowlеdgе yang ada pada tiap-tiap individu yang
nilainya bеrbеda-bеda (Chidambranathan & Swarooprani, 2015).
Merujuk pada Wijayanti (2016) menjelaskan bahwa indikator untuk
mengukur knowledge management karyawan sebagai berikut :
1) Aspek Manusia
Pengetahuan yang diperoleh karyawan berupa pengalaman baik dari
kejadian sehari-hari ataupun dari sumber lainnya. Pengetahuan karyawan
dibentuk dari pengalaman kerja minimal 1 tahun di bidangnya.
2) Aspek Proses Kerja Tanggung jawab
Tugas yang harus dijalankan oleh karyawan berdasarkan Standard
Operation Procedure (SOP) yang ada dan sifatnya formal.
3) Aspek Teknologi
Kemampuan karyawan dalam menggunakan suatu sistem informasi
kerja, dan menjadikan teknologi sebagai media penyebaran informasi yang
digunakan untuk mendukung tiap kegiatan kerja di dalam perusahaan.
Pengelolaan suatu knowledge atau pengetahuan adalah suatu usaha
untuk meningkatkan pengetahuan agar berguna dalam suatu organisasi yang
diantaranya membiasakan budaya berkomunikasi antar individu personal,
memberikan kesempatan untuk belajar, dan menggalakkan saling berbagi
pengetahuan. Dengan kata lain, pengelolaan pengetahuan atau knowledge
management merupakan seni yang menghasilkan value dari asset tidak
berwujud (intangible assets) yang dimiliki. Menurut Fontana (2011),
keberhasilan dalam pelaksanaan knowledge management dalam sebuah
organisasi ditentukan oleh pilar-pilar kepimpinan, organisasi, pembelajaran,
dan teknologi yang tepat sehingga peran teknologi itu sebagai pendukung
dalam proses penciptaan, pentransferan, dan penggunaan knowledge dalam
organisasi dan antar organisasi, dalam unit organisasi dan antar unit dalam
organisasi atau lintas organisasi.
Konsep knowledge management ini meliputi pengelolaan sumber
daya manusia (SDM) dan teknologi informasi (TI) yang digunakan untuk
mencapai tujuan organisasi. Perkembangan teknologi informasi memainkan
peranan yang penting dalam konsep knowledge management, Fong & Lee
(2009). Teknologi-teknologi yang dibutuhkan dalam knowledge
management antara lain: hardware atau perangkat keras seperti komputer,
hard disk, dan lain sebagainya, lalu software atau perangkat lunak seperti
sistem Realta, serta network atau jaringan yang dibutuhkan oleh perusahaan
seperti internet dan intranet, Suparto (2013)
Knowledge Management
Setiap pengetahuan merepresentasikan dirinya dalam bentuk
informasi. Tugas perusahaan adalah untuk menciptakan dan mentransfer
pengetahuan ini agar dapat menciptakan keunggulan kompetitif. Akan tetapi,
pengetahuan mampu menghasilkan pengetahuan yang berharga jika terdapat
prinsip-prinsip pengorganisasian yang mendasari penciptaan pengetahuan
yang dapat menyediakan sumber daya penghasil pengetahuan yang
berkualitas. Melihat hal tersebut perlu adanya pengelolaan pengetahuan agar
pengetahuan tersebut dapat menjadi pengetahuan yang dapat dimanfaatkan
oleh organisasi, F. Islamy & Nurjaman (2018). Knowledge management hadir
untuk dapat mengelola pengetahuan serta merubah tacit knowledge
(pengetahuan yang masih dalam pikiran) menjadi explicit knowledge
(pengetahuan yang terdokumentasi), F. Islamy & Nurjaman (2018)
Pengertian KBV (Knowledge Based View)
Asumsi dasar Knowledge Based View (KBV) berasal dari teori
Resources Based View (RBV) yang menggambarkan bahwa pengetahuan
merupakan salah satu aspek penting untuk sumber daya, Fahmi &
Nurjaman (2018). Pendekatan Knowledge Based View (KBV) pada dasarnya
menitikberatkan pada pentingnya sebuah pengetahuan dan keterampilan
untuk dilibatkan pada sumber daya manusia dalam kegiatan rutin perusahaan.
Peran Knowledge Based View (KBV) adalah untuk mengembangkan sumber
daya manusia dengan pengetahuan yang dimiliki perusahaan sehingga dapat
memudahkan perusahaan untuk lebih efektif dan efisien dalam membuat
sebuah keputusan, Ali (2018). Selain itu, dengan adanya Knowledge Based
View (KBV) diharapkan perusahaan untuk lebih adaptif terhadap perubahan
dikarenakan dalam era persaingan yang ada saat ini perusahaan telah bersaing
dengan mengembangkan pengetahuan baru yang lebih cepat daripada pesaing
mereka
Pengertian RBV (Resources Based View)
Resource Based View (RBV) dipelopori oleh Penrose (1959) yang
mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan adalah heterogen, tidak
homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumber daya perusahaan
yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan. Resource Based
View (RBV) merupakan teori yang menekankan pemanfaatan dan
pemberdayan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, Keith (1997).
Sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya fisik yang digunakan
sebagai aset yang berkaitan erat dengan segala bentuk aset perusahaan, seperti
tanah, gedung, peralatan, kendaraan, pembukuan atau data, dan sebagainya,
maupun social resources berupa tenaga kerja atau seluruh perangkat manusia
dari jenjang paling rendah hingga yang paling tinggi. Semua aset tersebut
menjadi modal utama bagi sebuah perusahaan dalam mengambil keputusan,
mengembangkan usaha dan juga berkompetisi dalam dunia usaha. Asumsi
Resource Based View (RBV) yaitu bagaimana perusahaan dapat bersaing
dengan perusahaan lain untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dengan
mengelola sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kemampuan
perusahaan, Ali (2018)