Green SCOR


Model Green SCOR merupakan pengembangan berdasarkan model yang
sudah ada sebelumnya yaitu model SCOR. Model ini dimodifikasi dari model
SCOR yang menambahkan aspek lingkungan ke dalam rantai pasok sehingga
model ini dijadikan alat untuk mengelola dampak lingkungan dari suatu rantai
pasok. Model SCOR merupakan model yang tercipta dari proses operasi supply
chain, Model SCOR juga mengintegrasikan tiga unsur utama manajemen, yaitu,
Business process Reengineering(BPR), Benchmarking, dan Best Practice Analysis
(BPA) kedalam kerangka lintas fungsi supply chain (Dheeraj & Vishal, 2012).
Terdapat 5 komponen utama dalam model Green SCOR yang digunakan dalam
penelitian ini, diantaranya (Kusrini, dkk., 2019):
a. Plan merupakan segala aktivitas yang berkaitan dengan produksi. Proses
plan melibatkan berbagai pihak. Plan yang digunakan yaitu terkait dengan
penggunaan sumber daya seperti air dan energi listrik pada setiap proses
produksinya.
b. Source merupakan kegiatan yang meliputi pengadaan bahan baku dan bahan
lain yang dibutuhkan dalam proses bisnis dan akan berkaitan dengan
pemasok.
c. Make merupakan kegiatan yang meliputi pemberian nilai tambah produk
yang ditawarkan kepada konsumen.
d. Delivery merupakan kegiatan yang meliputi proses pendistribusian produk
atau jasa yang ditawarkan kepada pelanggan.
e. Return merupakan kegiatan yang meliputi proses pengembalian produk baik
dengan kondisi apapun sebagai upaya meningkatkan produk .
f. Enable merupakan proses yang mendukung realisasi dan tata kelola
perencanaan dan pelaksanaan proses rantai pasokan.

Green Supply Chain Management (GSCM)


Green Supply Chain Management (GSCM) merupakan perluasan dari supply
chain tradisional dengan melibatkan kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi
dampak terhadap lingkungan hidup dari keseluruhan siklus produk, termasuk
diantaranya green design, pengurangan pengunaan sumber daya dan material
berbahaya serta daur ulang. GSCM menuntut banyak perusahaan untuk terus
menerus memperbaiki kinerja produksi perusahaannya dengan memenuhi
peraturan lingkungan. Bukan hanya itu, GSCM juga mewajibkan pembelian dari
pemasok memiliki sertifikat ISO-14000 atau yang memiliki komitmen eco-
efficiency (Qorri, 2018). GSCM memiliki tiga ruang lingkup yang penting dalam
teori teknologi modern dan juga penting bagi manajemen lingkungan serta
keberlangsungan secara umum. Pertama, penyertaan bagi manajemen lingkungan
dalam rantai manajemen yang terintegrasi. Kedua, integrasi dari inovasi teknologi
yang hasilnya bermanfaat bagi lingkungan melalui supply chain industri dengan
tujuan akhir yaitu penguatan kapasitas tata kelola lingkungan (Djunaidi, dkk.,
2018).
Green Supply Chain Management (GSCM) juga dipercaya dapat
mengurangi dampak negatif dari polusi tanah, polusi air dan polusi udara serta
limbah yang sisa energi, bahan hingga produk dari aktivitas industri (GAPKI,
2020). Penerapan GSCM juga dapat meningkatkan efisiensi industri dalam rantai
pasokan. Penerapkan GSCM yang berorientasi pada lingkungan, maka dapat
diketahui indikator – indikator performansi dari lingkungan, sehingga dapat
dilakukan tindakan perbaikan ataupun pencegahan. Perusahaan yang akan
menerapkan GSCM dan dapat mengidentifikasi bahwa GSCM dapat memberkan
hasil sehingga meningkatkan keuntungan finansial dan operasional (Heriyanto,
dkk., 2017).
Penerapakan konsep GSCM yang mengintegrasikan input yang ramah
lingkungan serta mendapatkan output yang dapat digunakan kembali pada akhir
siklus dan menciptakan supply chain yang berkelanjutan. Selain itu, GSCM juga
menjanjikan efisiensi antara rekan bisnis dan perusahaan korporat, membantu
meningkatkan performansi lingkungan, meminimasi limbah dan menghemat biaya
yang muncul (Siahaan, 2016).

Extended supply chain


Tingkat kompleksitas kegiatan supply chain yang terus meningkat sehingga
mengalami pengembangan. Tujuan dari pengembangan tersebut untuk
memberikan pertimbangan lingkungan pada seluruh kegiatan terkait proses
pengambilan bahan baku hingga proses pembuangan. Pada awalnya, perusahaan
memisahkan kinerja lingkungan dari kinerja operasional. Tetapi, seiring dengan
pengembangan maka pandangan terhadap lingkungan dianggap penting.
Perusahaan yang mengintegrasikan lingkungan berpotensi mendapat manfaat.
Secara spesifik manajemen lingkungan yang efektif akan menghindarkan biaya-
biaya sebagaiberikut (Mustaniroh, dkk., 2019).
a. Menghindarkan biaya pengadaan bahan yang berpotensi berbahaya serta
menyebabkan hubungan antara biaya internal dengan pencemaran
lingkungan.
b. Menghindarikan peningkatan biaya penyimpanan, pengaturan dan proses
pengolahan limbah terutama pada pengolahan limbah yang memiliki biaya
yang besar.
c. Menghindarkan biaya akibat penolakan pasar terhadap produk berbahaya
terhadap lingkungan.
d. Menghindarkan biaya akibat sikap pertentangan masyarakat dan peraturan
terhadap perusahan yang berbahaya bagi lingkungan.
e. Mereduksi risiko lingkungan dan kesehatan.

Direct supply chain


Direct supply chain atau rantai pasok langsung pada umumnya terdiri dari
sebuah perusahaan, pemasok, dan pelanggan yang terlbita dalam aliran hulu adan
hilir dari produk, jasa, keuangan, serta informasi. Pada awalnya, desain dari
supply chain terfokus pada pengoptimalan pengadaan bahan baku dari pemasok
dan pengiriman produk ke end-customer (Beamon, 1998):
a. Penjadwalan proses produksi dan ditribusi.
b. Tingkat persediaan, menentuntukan jumlah dan lokasi dari setiap
bahanbaku, sub-assembly, dan gudang final assembly.
c. jumlah tingkatan, yaitu penentuan jumlah tingkatan (Number of stages
atau eselon) yang membentuk supply chain.
d. Pusat distribusi, penentuan distribusi yang mana yang akan melayani
pelanggan.
e. Hubungan pembeli-supplier, yaitu penentuan dan pengembangan aspek
kritis antara pembeli-supplier.
f. Tahap spesifikasi pada diferensiasi produk, yaitu penentuan tahap
prosesproduk manufaktur yang telah dilakukan diferensiasi (spesialis).
g. Jumlah tipe produk yang telah disimpan, yaitu penentuan jumlah jenis
produkyang akan disimpan sebagai finished good inventory.

Supply Chain Management


Supply Chain (rantai pasok) merupakan suatu kegiatan yang terdiri dari
jaringan – jaringan perusahaan (supplier, distributor, toko atau ritel) yang saling
berhubungan dengan aliran atau proses guna menciptakan dan mengantarkan
suatu produk ke konsumen akhir. Proses Supply Chain Management (SCM) yaitu
proses saat produk masih berbahan mentah, produk setengah jadi dan produk jadi
dan diubah serta dijual melalui berbagai fasilitas yang berhubungan dengan rantai
sepanjang arus produk dan material. Sehingga dapat disimpulkan bahwa supply
chain merupakan suatu pendekatan pada perusahaan yang melibatkan seluruh
kegiatan dari hulu ke hilir untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang di dalamnya
memiliki aliran dan transformasi suatu barang yang dimulai dari bahan baku hingga
ke pelanggan akhir dan serta terdapat aliran informasi dan uang (Nyoman, 2005).
Tujuan SCM yaitu dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan dari
pelanggan, memastikan persediaan produk, hingga mendapatkan keuntungan.
Selain itu dengan adanya SCM juga dapat mengendalikan aliran informasi yang
berkaitan dengan produk dan modal, agar tetap dapat bersaing secara kompetitif
(Hartati, 2018). SCM bukan hanya berfokus terhadap pengelolaan secara internal,
tetapi juga berfokus secara eksternal perusahaan yang berhubungan dengan
perusahaan partner. Supply chain management juga memiliki manfaat bagi suatu
industri atau organisasi. Manfaat SCM yaitu, dapat mengendalikan inventory,
menjamin kelancaran dari aliran barang dari pemasok hingga ke konsumen, kualitas
terjamin dan dapat memperbanyak supplier atau partnership (Sutawijaya, 2016).
Pada proses supply chain yang sempurna akan berfokus pada proses bisnis
yangberhubung dengan tujuan yang operasional. Manajemen rantai pasokan yang
lengkap memerlukan ratusan proses untuk diimplementasikan dengan secara
struktur, sehinggafokus dari proses bisnis yang kecil dapat memberikan manfaat
operasional dan finansial yang besar. Kemampuan proses bisnis mencakup proses
cross-functional, proses extended atau interenterprise, penggunaan dari optimasi
pengambilan keputusan, penggunaan pengambilan keputusan dan penggunaan dari
manajemen resiko. Berdasarkan tingkat kompleksitasitasnya, supply chain
dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu, direct supply chain, extended supply chain
dan ultimate supply chain (Febrianti, dkk., 2018).

Langkah dan Prosedur Metode Analytical Hierarcy Process (AHP)


Untuk memecahkan suatu maslah dengan menggunakan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :

  1. Mendefinisikan permasalahan dan menetukan tujuan.
  2. Menyusun masalah kedalam satu struktur hierarki sehingga permasalahan yang
    kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur.
  3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah
  4. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang
    didapatkan pada tiap tingkat hirarki

Tahapan Metode Analytical Hierarcy Process (AHP)


Menurut Kadarsyah Suryadi dan Ali Ramdhani (1998), metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

  1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan
    Dalam tahap ini terlebih dahulu menentukan masalah yang akan dipecahkan
    secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kemudian tentukan
    solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin
    berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya dikembangkan lebih lanjut dalam
    tahap berikutnya.
  2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan utama
    Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki
    yang berada dibawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk menilai alternatif
    yang diberikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai
    intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin
    diperlukan).
  3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi
    relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat
    diatasnya.
    Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk
    kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan
    semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas
    secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks
    mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi.
    Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari pengambil keputusan dengan
    menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk
    memulai proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling
    atas hirarki misalnya K dan kemudian dari level di bawahnya diambil elemen yang
    akan dibandingkan misalnya A1, A2, A3, A4, A5, An.
  4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian
    seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen
    kriteria yang dibandingkan

Kriteria Sukses Supply Chain Management (SCM)


Andi Ilham (2006) memaparkan kriteria sukses Supply Chain Management
terdapat empat yaitu : sesuai dengan strategi bisnis, mampu memenuhi keinginan
konsumen, mampu memahami posisinya dalam jaringan, dan adaptif.

  1. Sesuai dengan Stretegi Bisnis
    Banyak perusahaan gagal dalam Supply Chain Management (SCM), karena
    memandang Supply Chain Management (SCM) sebagai masalah operasional saja
    yang cukup ditangani oleh bagian logistik saja. Tanpa disadari bahwa dampak dari
    Supply Chain Management (SCM) sangat strategis karena bisa langsung
    mempengaruhi target strategis perusahaan.
    Strategi bisnis biasanya dinyatakan dalam visi menjawab pertanyaan strategi
    seperti : apa sasaran strategik organisasi, nilai apa yag diberikan ke konsumen, dan
    apa keunikan perusahaan dibanding pesaing. Supply Chain Management (SCM) yang
    sukses haruslah mendukung tercapainya visi tersebut, yang berarti pula Supply Chain
    Management (SCM) haruslah dirancang mengikutinya. Visi sendiri ditetapkan setelah
    mempertimbangkan faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi : kompetisi
    isi perusahaan, kebijakan bisnis dan sasaran keuangan. Sedangkan faktor eksternal
    meliputi ukuran pasar, peta persaingan, dan kebutuhan konsumen. Menurut Cohen
    dan Roussel (2005), terdapat empat strategi Supply Chain Management (SCM) yang
    utama yaitu biaya, inovasi, pelayanan, dan kualitas
  2. Comparative Judgement
    Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen
    pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan kriteria di atasnya. Penilaian ini
    merupakan inti dari Analytical Hierarchy Process (AHP), karena ia akan berpengaruh
    dalam menetukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan
    keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan
    matriks perbandingan berpasangan (pairwase comparison)
  3. Synthesis of Priority
    Dari setiap matriks pairwase comparison (perbandingan berpasangan)
    kemudian dicari eigenvector dari setiap matriks perbandingan berpasangan untuk
    mendapatkan local priority karena matriks perbandingan berpasangan terdapat pada
    setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di
    antara local priority. Prosedur melakukan sintesis berdeda menurut hirarki.
    Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis
    dinamakan priority setting. Global priority adalah prioritas/bobot subkriteria maupun
    alternatif terhadap tujuan hirarki secara keseluruhan/level tertinggi dalam hirarki.
    Cara mendapatkan global priority ini dengan cara mengalikan local priority
    subkriteria maupun alternatif dengan prioritas dari parent criterion (kriteria level di
    atasnya)
  4. Logical Conistency
    Konsitensi memiliki dua makna. Pertama adalah objek-objek yang serupa dapat
    dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Contohnya, anggur dan
    kelereng dapat dikelompokkan sesuai dengan himpunan yang seragam jika “bulat”
    merupakan kriterianya. Tetapi tidak dapat jika “rasa” sebagai kriterianya. Arti kedua
    adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada
    kriteria tertentu. Contohnya jika manis merupakan kriteria dan madu dinilai 5 kali
    lebih manis dibanding gula, dan gula 2 kali lebih manis dibanding sirup, maka
    seharusnya madu dinilai 10 kali lebih manis dibanding sirup. Jika madu dinilai 4 kali
    manisnya dibanding sirup, maka penilaian tidak konsisten dan proses harus diulang
    jika ingin memperoleh penilaian yang lebih tepat

Aktivitas / fungsi Supply Chain Management (SCM)


Supply Chain Management (SCM) ialah pendekatan antar-fungsi (cross
functional) untuk mengatur pergerakan material mentah kedalam sebuah organisasi
dan pergerakan dari barang jadi keluar organisasi menuju konsumen akhir (Pujawan,
2005). Sebagaimana korporasi lebih lebih fokus dalam kompetensi inti dan lebih
fleksibel, mereka harus mengurangi kepemilikan mereka atas sumber material mentah
dan kanal distribusi. Fungsi ini meningkat menjadi kekurangan sumber ke perusahaan
lain yang terlibat dalam memuaskan permintaan konsumen, sementara mengurangi
kontrol manajemen dari logistik harian. Pengendalian lebih sedikit dan partner rantai
suplai menuju ke pembuatan konsep rantai suplai. Tujuan dari Supply Chain
Management (SCM) ialah meningkatkan kepercayaan dan kolaborasi diantara
rekanan rantai suplai, dan meningkatkan inventaris dalam kejelasannya dan
meningkatkan percepatan inventori.
Secara garis besar, fungsi menejemen ini bisa dibagi tiga, yaitu distribusi,
jejaring dan perencanaan kapasitas, dan pengembangan rantai suplai. Beberapa model
telah diajukan untuk memamhami aktivitas yang dibutuhkan untuk mengatur
penggunaan material di organisasi dan batasan fungsional. skor adalah model Supply
Chain Management (SCM) yang dipromosikan oleh majelis Supply Chain
Management (SCM). Model lain adalah Supply Chain Management (SCM) yang
diajukan oleh Global Cupply Chain Forum (GSCF). Aktivitas suplai rantai bisa
dikelompokkan ke tingkat strategi, taktis dan operasional.

  1. Startegi Supply Chain Management (SCM)
    a. Optimalisasi jaringan strategis, termasuk jumlah, lokasi, dan ukuran gudang,
    pusat distribusi dan fasilitas.
    b. Rakanan strategis dengan pemasok suplai, distributor, dan pelanggan,
    membuat jalur komunikasi untuk informasi amat penting dan peningkatan
    operasional seperti cross doking, pengapalan langsung, dan logistik orang
    ketiga.
    c. Rancangan produk yang terkoordinasi, jadi produk yang baru ada bisa
    diintregasikan secara optimal ke rantai suplai, manajemen muatan.
    d. Rancangan produk yang terkoordinasi, jadi produk yang baru ada bisa
    diintregasikan secara optimal ke rantai suplai, manajemen rantai.
    e. Keputusan dimana membuat dan apa yang dibuat atau beli.
    f. Menghubungkan strategi organisasi secara keseluruhan dengan strategi
    pasokan/suplai.
  2. Taktis
    a. Kontrak pengadaan dan keputusan pengeluaran lainnya.
    b. Pengambilan keputuan produksi, termasuk pengontrakan, lokasi dan
    kualitas.
    c. Pengambilan keputusan inventaris, termasuk jumlah, lokasi, penjadwalan,
    dan definisi proses perencanaan
    d. Benchmarking atau pencarian jalan terbaik atas semua operasi melawan
    kompetitor dan implementasi dari cara terbaik di seluruh perusahaan
    e. Gaji berdasarkan pencapaian
  3. Operasional
    a. Produksi harian dan perencaan distribusi, termasuk semua hal di rantai suplai
    b. Perencanaan produksi untuk setiap fasilitas manufaktur di rantai suplai
    (menit ke menit)
    c. Perencanaan permintaan dan prediksi, mengkoordinasikan prediksi
    permintaan dari semua konsumen dan membagi prediksi dengan semua
    pemasok
    d. Perencanaan pengadaan termasuk yang ada sekarang dan prediksi
    permintaan, dalam kolaborasi dengan semua pemasok
    e. Operasi inbound, termasuk konsumsi material dan aliran barang jadi
    (finished goods)
    f. Operasi outbond, termasuk semua aktivitas pemenuhan dan transportasi ke
    pelanggan
    g. Pemastian perintah, penghitungan ke semua hal yang berhubungan dengan
    rantai suplai, termasuk semua pemasok, fasilitas manufaktur, pusat
    distribusi, dan pelanggan lain
  4. Strukturisasi
    Jika dilihat lebih dekat pada apa yang terjadi di dalam kenyataannya,
    istilah rantai pasokan mewakili sebuah serial sederhana dari hubungan antara
    komoditas dasar dan produk akhir. Produk akhir membutuhkan material
    tambahan kedalam proses manukfaktur

Keuntungan Supply Chain Management (SCM)


Berdasarkan pendapat Indrajit dan Djokopurwanto (2002), menyatakan bahwa
ada beberapa keuntungan Supply Chain Management (SCM), antara lain :

  1. Mengurangi inventory dengan berbagai cara
    Inventory merupakan bagian paling besar dari asal perusahaan yang berkisar
    antara 30% – 40%. Sedangkan biaya penyimpanan barang (inventory carrying cost)
    berkisar 20% – 40% dari nilai barang yang disimpan. Oleh karena itu, usaha dan cara
    harus dikembangkan untuk menekan penimbunan barang dalam gudang agar biaya
    dapat ditekan menjadi sedikit mungkin.
  2. Menjamin kelancaran penyediaan barang
    Kelancaran barang yang perlu dijamin adalah mulai dari barang asli (pabrik
    pembuat), supplier, perusahaan sendiri, wholesaler, retailer, sampai kepada final
    customer. Jadi, rangkaian perjalanan dari bahan baku sampai menjadi barang jadi dan
    diterima oleh pemakai atau pelanggan merupakan suatu mata rantai yang panjang
    yang perlu dikelola dengan baik.
  3. Menjamin mutu
    Mutu barang jadi (finished product) ditentukan tidak hanya proses produksi
    barang tersebut, tetapi juga oleh mutu dan bahan mentahnya dan mutu keamanan
    dalam pengirimannya. Jaminan mutu juga merupakan serangkaian mata rantai
    panjang yang harus dikelola dengan baik

Permasalahan Supply Chain Management (SCM)


Menurut Turban, Rainer, Porter (2004) Supply Chain Management harus
memasukkan problem di bawah :

  1. Distribusi konfigurasi jaringan : jumlah dan lokasi supplier, fasilitas, produksi,
    pusat distribusi (distribution centre/D.C), gudang dan pelanggan.
  2. Startegi diatribusi : sentralisasi atau desentralisasi, pengapalan langsung, berlabuh
    silang, strategi menarik atau mendorong, logistik orang ketiga.
  3. Informasi : sistem terintregasi dan proses melalui rantai suplai untuk membagi
    informasi berharga, termasuk permintaan, perkiraan, inventaris dan transportasi.
  4. Manajemen Inventaris : kuantitas dan lokasi dari inventaris termasuk barang
    mentah, proses kerja, dan barang jadi.
  5. Aliran dana : Mengatur syarat pembayaran dan metodologi untuk menukar dana
    melewati entintas di dalam rantai suplai.
    Eksekusi rantai suplai ialah mengatur dari koordinasi pergerakan material,
    informasi dan dana diantara rantai suplai tersebut. Alurnya sendiri dua arah

Komponen Supply Chain Management (SCM)


Menurut Turban et al. (2004), terdapat 3 (tiga) macam komponen Supply Chain
Management (SCM), yaitu :

  1. Rantai Suplai Hulu/Upstream supply chain
    Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan
    manufaktur dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler,
    atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada para penyalur mereka (para penyalur
    second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua
    jalan dari asal material ( contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam
    upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
  2. Manajemen Internal Suplai Rantai (Internal Supply Chain Management)
    Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke
    gudang yang digunakan dalam menstrarformasikan masukan dari para penyalur ke
    dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam
    organisasi. Perhatian yang utama dalam rantai supplai internal adalah manajemen
    produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
  3. Segmen Rantai Suplai Hilir/ Downstream Supply Chain Management
    Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang
    melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply
    chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-
    service.

Tujuan Supply Chain Management (SCM)


Render dan Heizer (2010), menyatakan bahwa tujuan dari manajemen rantai
pasokan adalah membangun sebuah rantai pemasok yang memusatkan perhatian
untuk memaksimalkan nilai bagi perusahaan. Chopra dan Meindl (2004), berpendapat
bahwa tujuan dari Supply Chain Management (SCM) adalah untuk memaksimalkan
nilai keseluruhan yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan
pelanggan. Di sisi lain, tujuannya adalah untuk meminimalkan biaya keseluruhan
(biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya bahan baku, biaya transportasi, dan
lain-lain).
Sedangkan menurut Miranda (2001), mengungkapkan bahwa tujuan dari Supply
Chain Management (SCM) adalah memaksimalkan persaingan dan keuntungan
perusahan beserta seluruh anggotanya, termasuk pelanggannya

Supply Chain Management (SCM)


Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management) adalah integrasi
aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi
dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup
aktivitas pembelian dan pengalihdayaan (outsorching), ditambah fungsi lain yang
penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor (Barry Render dan Jay
Heizer, 2010).
Supply Chain Management (SCM) adalah sebuah “proses paying” dimana
produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Sebuah
supply chain (rantai pasokan) merujuk pada jaringan yang rumit dari hubungan yang
mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber
produksi dalam menyampaikan kepada konsumen (Kalaikota, 2000).
Supply Chain Management (SCM) merupakan suatu metode atau pendekatan
integrative untuk mengelola aliran produk, informasi dan uang secara terintegrasi
yang melibatkan pihak-pihak mulai dari hulu ke hilir yang terdiri dari supplier,
pabrik, jaringan distribusi maupun jasa-jasa logistik (I Nyoman Pujawan, 2005).
Christina Widya Utami (2006), menyatakan bahwa Supply Chain Management
(SCM), merupakan proses penyatuan bisnis dari pengguna akhir melalui para
penyalur asli yang menyediakan produk , jasa pelayanan, dan informasi untuk
menambah nilai pelanggan.
Supply Chain Management (SCM) adalah sebuah supply chain terdiri dari
perlibatan setiap mata rantai persediaan, baik itu secara langsung maupun tidak
langsung untuk memenuhi permintaan pelanggan (Copra dan Meidhl, 2004).
Yolanda M Siagian (2005) mengemukakan bahwa Supply Chain Management
(SCM) adalah interaksi antar fungsi pemasaran, produksi pada suatu perusahaan.
Memanfaatkan kesempatan untuk meningkatkan pelayanan dan penurunan biaya
dapat dilakukan melalui koordinasi dan kerjasama antara pengadaan bahan baku dan
pendistribusiannya.
Supply Chain Management (SCM) adalah koordinasi dari bahan, informasi dan
arus keuangan anatara perusahaan yang berpartisipasi. Supplay Chain Management
(SCM) bisa juga berarti seluruh jenis kegiatan komoditas dasar hingga penjualan
produk akhir ke konsumen untuk mendaur ulang produk yang sudah dipakai.

  1. Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen
    melalui rantai, sama halnya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur
    ulang dan pembuangan.
  2. Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status
    pesanan, arus ini berjalan dua arah antara konsumen akhir dan penyedia material
    mentah.
  3. Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal
    pembayaran dalam penetapan kepemilikan dan pengiriman (Kalaikota, 2000).
    Supply Chain Management (SCM) dipopulerkan pertama kali pada tahun 1982
    sebagai pendekatan manajemen persediaan yang menekankan pada pasokan bahan
    baku. Pada tahun 1990-an, isu manajemen rantai pasok telah menjadi agenda para
    manajemen senior sebagai kebijakan strategis perusahaan. Para manajer senior
    menyadari bahwa keunggulan daya saing perlu didukung oleh aliran barang dari hulu
    dalam hal ini pemasok hingga hilir dalam hal ini pengguna akhir secara efisien dan
    efektif. Tentunya secara bersamaan akan mengalir pula informasi (Setiawan., 2009).

Tantangan dalam Mengelola Supply Chain


Menurut I Nyoman Pujawan (2005) terdapat dua tantangan terbesar dalam
mengelola supply chain, yakni :
a. Tantangan 1 : Kompleksitas struktur supply chain
Kompleksitas dapat melibatkan internal perusahaan maupun eksternal
perusahaan. Pada interal perusahaan misalkan, antara bagian marketing dengan
produksi, marketing seringkali mambuat kesepakatan dengan pelanggan tanpa
melakukan pengecekan secara baik mengenai kemampuan produksi sehingga terjadi
perubahan jadwal produksi secara mendadak, disisi lain bagian produksi sering
merasa resistant terhadap adanya perubahan jadwal secara dadakan.
b. Tantangan 2 : Ketidakpastian
Ketidakpastian menimbulakn ketidakpercayadirian terhadap rencana yang
dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan pengaman di sepanjang
supply chain. Pengaman ini bisa berupa safety stock, safety time, atau kapasitas
produksi maupun transportasi.
Sumber ketidak pasatian yaitu :

  1. Ketidak pastian pembeli
  2. Ketidak pastian dari supplier yaitu terkait dengan pengiriman, harga, kualitas
    maupun kuantitas.
  3. Ketidak pastian internal yang bisa disebabkan oleh kerusakan mesin, kinerja mesin
    yang tidak sempurna, tenaga kerja serta waktu maupun kualitas produksi

Kelembagaan Supply Chain


Kelembagaan rantai pasok adalah hubungan manajemen atau sistem kerja yang
sistematis dan saling mendukung di antara beberapa lembaga kemitraan rantai pasok
suatu komoditas. Kelembagaan tersebut mencapai satu atau lebih tujuan yang
menguntungkan semua pihak yang ada di dalam dan di luar kelembagaan tersebut.
Komponen kelembagaan kemitraan rantai pasok mencakup pelaku dari seluruh rantai
pasok, mekanisme yang berlaku, pola interaksi antarpelaku, serta dampaknya bagi
pengembangan usaha suatu komoditas maupun bagi peningkatan kesejahteraan
pelaku pada rantai pasok tersebut (Marimin dan Maghfiroh, 2011).
Bentuk kelembagaan rantai pasok pertanian pada saat ini terdiri dari dua pola,
yaitu pola perdagangan umum dan pola kemitraan. Pola perdagangan umum
melibatkan berbagai pelaku tataniaga yang umum ditemukan di banyak lokasi, antara
lain petani baik secara individu ataupun kelompok dan pedagang. Pola kemitraan
rantai pasok adalah hubungan kerja diantara beberapa pelaku rantai pasok yang
menggunakan mekanisme perjanjian atau kontrak tertulis dalam jangka waktu
tertentu.
Menurut Marimin dan Magfiroh (2011), pola kemitraan rantai pasok pertanian
umum dilakukan oleh petani, antara lain kemitraan petani dengan KUD atau asosiasi
tani dan petani dengan manufaktur atau pengolah. Gambaran kesepakatan kemitraan
rantai pasok yang umumnya terjadi adalah antara petani secara individu dengan KUD
atau asosiasi tani, kemitraan juga terjadi antara manufaktur dengan distributor.
Distributor di sini selaku supplier untuk retail modern seperti supermarket, supplier
untuk konsumen institusional seperti hotel, restoran, rumah sakit, supplier untuk
konsumen luar negeri atau supplier untuk industri pengolahan.
Keberhasilan kelembagaan rantai pasok komoditas pertanian tergantung sejauh
mana pihak-pihak yang terlibat mampu menerapkan kunci sukses (key success factor)
yang melandasi setiap aktivitas di dalam kelembagaan tersebut. Menurut Marimin
dan Maghfiroh (2011) kunci sukses ini teridentifikasi melalui penelusuran yang detail
dari setiap aktivitas di dalam rantai pasokan. Kunci sukses tersebut adalah :

  1. Trust Building
    Kepercayaan yang terbangun di antara anggota rantai pasokan mampu
    mendukung kelancaraan aktivitas rantai pasokan, seperti kelancaran pada transaksi
    penjualan, distribusi produk, dan distribusi informasi pasar.
  2. Koordinasi dan Kerja sama
    Koordinasi di antara anggota rantai pasokan sangat penting guna mewujudkan
    rantai pasokan, ketepatan pasokan mulai dari produsen hingga retail dan tercapainya
    tujuan rantai pasokan.
  3. Kemudahan Akses Pembiayaan
    Akses pembiayaan yang mudah disertai dengan bentuk administratif yang tidak
    rumit akan memudahkan pihak-pihak di dalam rantai pasokan dalam
    mengembangkan usahanya. Dengan mudahnya akses pembiayaan tersebut, maka
    diharapkan pengembangan usaha di bidang agribinis ini dapat berkembang dengan
    baik.
  4. Dukungan Pemerintah
    Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan motivator sangat penting
    dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif dan struktur rantai pasokan yang
    mapan. Distribusi informasi pasar yang disediakan oleh pemerintah, kebijakan-
    kebijakan yang mengatur rantai pasok komoditas pertanian, penyediaan infrastruktur
    yang memadai, pendampingan dan pembiayaan oleh PPL serta pengadaan pameran
    atau ekshibisi produk pertanian dapat meningkatkan daya saing rantai pasokannya

Mekanisme Supply Chain


Pada hakikatnya, mekanime rantai pasok produk pertanian secara alami
dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri. Pada negara berkembang seperti
Indonesia, mekanisme rantai pasok produk pertanian dicirikan dengan lemahnya
produk pertanian dan komposisi pasar. Adanya kelemahan-kelemahan produk
pertanian, misalnya mudah rusak, musiman, jumlah yang banyak dengan nilai yang
relatif kecil, tidak seragam, dan lain-lain akan mempengaruhi mekanisme pemasaran,
seringkali menyebabkan fluktuasi harga yang akan merugikan pihak petani selaku
produsen (Marimin dan Maghfiroh, 2011).
Mekanisme rantai pasok produk pertanian dapat bersifat tradisional ataupun
modern. Mekanisme tradisional adalah petani menjual produknya langsung ke pasar
atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan
pasar swalayan. Pada rantai pasok modern, petani sebagai produsen dan pemasok
pertama produk pertanian membentuk kemitraan berdasarkan perjanjian atau kontrak
antara petani dan mitra berdampak baik untuk keduanya. Petani mendapatkan
kepastian pembelian hasil panennya dengan harga yang telah disepakati, dan mitra
mendapatkan produk pertanian yang memiliki spesifikasi mutu yang telah disepakati
juga. Mekanisme ini tidak hanya memacu petani untuk terus meningkatkan mutu
hasil pertaniannya, tapi juga memacu pelaku rantai pasok yang lain seperti
manufaktur, distributor, dan retail untuk menjamin kualitas produk yang diinginkan
oleh pasar, sehingga produk dapat diterima oleh konsumen lokal maupun
mancanegara (Marimin dan Maghfiroh, 2011).

Supply Chain


Menurut Pujawan (2005:2) supply chain adalah suatu jaringan perusahaan
(supplier, pabrik, distributor, took atau ritel, serta perusahaan pendukung seperti
penyedia jasa logistik) yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan konsumen. Pada supply chain biasanya
terdapat tiga macam yaitu aliran barang yang mengalir dari hulu atau upstream
menuju ke hilir atau yang disebut downstream. Contohnya adalah bahan baku yang
dikirim kepada distributor, kepengecer dan akhirmya ke konsumen akhir. Aliran
kedua yaitu aliran uang dari hilir ke hulu. Aliran ketiga yaitu aliran informasi yang
terjadi dari hilir ke hulu atau dari hulu atau dari hulu ke hilir

Fungsi-Fungsi Manajemen


Proses kegiatan-kegiatan manejemen tersebut terdiri dari :

  1. Perencanaan (Planning)
    Para manajer memikirkan kegiatan-kegiatan mereka sebelum dilaksanakan.
    Berbagai kegiatan ini biasanya pada berbagai metode, rencana atau logika, bukan
    hanya atas dasar dugaan atau firasat.
  2. Pengorganisasian (Organizing)
    Para manajer mengkoordinasikan sumber daya, sumber daya manusia dan
    material organisasi. Semakin terkoordinasi dan terintegrasi kerja organisasi, semakin
    efektif pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pengkoordinasian merupakan bagian
    vital pekerjaan manajer.
  3. Pengarahan (Directing)
    Para manajer mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi bawahan. Manajer
    tidak melakukan semua kegiatan sendiri, tetapi menyelesaikan tugas-tugas melalui
    orang-orang lain. Mereka juga tidak sekedar memberikan perintah, tetapi
    menciptakan iklim yang dapat membantu para bawahan melakukan pekerjaan secara
    paling baik.
  4. Pengawasan (Controlling)
    Para manajer berupaya untuk menjamin bahwa organisasi bergerak kearah
    tujuan-tujuannya. Bila beberapa bagian organisasi ada pada jalur yang salah, manajer
    harus membetulkannya.
    Semua fungsi-fungsi ini dilakukan pada semua fungsi-fungsi operasi yang ada
    dalam perusahaan, seperti fungsi produksi, pemasaran, keuangan dan tentunya
    personalia agar keseluruhan fungsi tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien
    dalam pencapaian tujuan perusahaan.
    Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
    a. Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni.
    b. Manajemen merupakan proses yang sistematis, terkoordinasi, kooperatif, dan
    terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya (men, money, methods,
    materials, machines and market, yang disingkat 6M).
    c. Manajemen terdiri dari beberapa fungsi, yaitu perencanaan (planning),
    pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), dan pengendalian
    (controlling).
    d. Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan

Pengertian Manajemen


Manajemen bukan merupakan istilah asing pada masa sekarang. Istilah
manajemen berasal dari Bahasa Inggris yaitu “To Manage” yang berarti memimpin
atau mengelola suatu aktivitas sekelompok manusia untuk mencapai sasaran yang
sebenarnya sudah ditetapkan secara menyeluruh. Oleh karena itu bila dilihat dari segi
perusahaan, sukses atau tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya, sangat
tergantung kepada pelaksanaan dan pengelolaan manajemen perusahaan tersebut.
Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan,
dan masyarakat. Dengan manajemen diharapkan unsur-unsur manajemen akan dapat
ditingkatkan.
Terdapat banyak pengertian mengenai manajemen seperti yang ditulis oleh
beberapa ahli manajemen, dimana didalamnya memberikan rincian yang berbeda,
tetapi pada dasarnya memiliki kesimpulan yang serupa.
Menurut James A.F. Stoner dalam buku Handoko (2009 : 8) :
“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan”.
Menurut Marry Parker Follet dalam buku Handoko (2009 : 8) :
“Manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”.
Menurut Hasibuan (2007 : 2) :
“Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumberdaya
manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan tertentu”.
Sedangkan menurut Bernardine R. Wirjana (2007:11) definisi manajemen
sebagai berikut :
“Manajemen adalah suatu proses dimana orang-orang yang bertanggung jawab
dalam suatu organisasi, menyelesaikan tugas-tugas melalui upaya-upaya orang
lain dalam kegiatan kelompok”

Tipe-Tipe Strategi


Pada dasarnya akan memiliki tiga pokok bahasan, yaitu: (1) Strategi Generik
Porter, (2) Strategi Generik Glueck, (3) Strategi Utama.
1.Strategi Generik Porter
Dalam analisanya tentang strategi bersaing (competitive strategy atau disebut
juga Porter’s Five Forces) suatu perusahaan, Michael A. Porter mengintrodusir 3
jenis strategi generik, yaitu: Keunggulan Biaya (Cost Leadership), Pembedaan
Produk (Differentiation), dan Focus.
a. Strategi Biaya Rendah (cost leadership)
Strategi Biaya Rendah (cost leadership) menekankan pada upaya
memproduksi produk standar (sama dalam segala aspek) dengan biaya per unit
yang sangat rendah. Untuk dapat menjalankan strategi biaya rendah, sebuah
perusahaan harus mampu memenuhi persyaratan di dua bidang, yaitu: sumber
daya (resources) dan organisasi. Strategi ini hanya mungkin dijalankan jika
dimiliki beberapa keunggulan di bidang sumber daya perusahaan, yaitu: kuat akan
modal, trampil pada rekayasa proses (process engineering), pengawasan yang
ketat, mudah diproduksi, serta biaya distribusi dan promosi rendah. Sedangkan
dari bidang organisasi, perusahaan harus memiliki: kemampuan mengendalikan
biaya dengan ketat, informasi pengendalian yang baik, insentif berdasarkan target
(alokasi insentif berbasis hasil). (Umar, 1999).
b. Strategi Pembedaan Produk (differentiation)
Secara umum, terdapat dua bidang syarat yang harus dipenuhi ketika
perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan strategi ini, yaitu: bidang sumber
daya (resources) dan bidang organisasi. Dari sisi sumber daya perusahaan, maka
untuk menerapkan strategi ini dibutuhkan kekuatan-kekuatan yang tinggi dalam
hal: pemasaran produk, kreativitas dan bakat, perekayasaan produk (product
engineering), riset pasar, reputasi perusahaan, distribusi, dan ketrampilan kerja.
Sedangkan dari sisi organisasi, perusahaan harus kuat dan mampu untuk
melakukan: koordinasi antar fungsi manajemen yang terkait, merekrut tenaga
yang berkemampuan tinggi, dan mengukur insentif yang subyektif di samping
yang obyektif. (Umar, 1999).
c. Strategi Fokus (focus)
Syarat bagi penerapan strategi ini adalah adanya besaran pasar yang cukup
(market size), terdapat potensi pertumbuhan yang baik, dan tidak terlalu
diperhatikan oleh pesaing dalam rangka mencapai keberhasilannya (pesaing tidak
tertarik untuk bergerak pada ceruk tersebut). Strategi ini akan menjadi lebih
efektif jika konsumen membutuhkan suatu kekhasan tertentu yang tidak diminati
oleh perusahaan pesaing. Biasanya perusahaan yang bergerak dengan strategi ini
lebih berkonsentrasi pada suatu kelompok pasar tertentu (niche market), wilayah
geografis tertentu, atau produk barang atau jasa tertentu dengan kemampuan
memenuhi kebutuhan konsumen secara baik.
2.Strategi Generik Glueck
a. Strategi Stabilitas (stability)
Pada prinsipnya, strategi ini menekankan pada tidak bertambahnya produk,
pasar dan fungsi-fungsi perusahaan karena berusaha untuk meningkatkan efisiensi
di segala bidang dalam rangka meningkatkan kinerja dan keuntungan. Strategi ini
relatif rendah resiko dan biasanya dilakukan untuk produk yang tengah berada
pada posisi matang/dewasa (maturity).
b. Strategi Ekspansi (expansion)
Strategi ekspansi menekankan pada penambahan atau perluasan produk, pasar
dan fungsi dalam perusahaan sehingga aktivitas perusahaan meningkat. Tetapi
selain keuntungan yang ingin diraih lebih besar, strategi ini juga mengandung
resiko kegagalan yang tidak kecil.
c. Strategi Penciutan (retrenchment)
Strategi penciutan dimaksudkan untuk melakukan pengurangan atas pasar
maupun fungsi-fungsi dalam perusahaan yang memiliki aliran keuangan (cash-
flow) negatif. Biasanya strategi ini diterapkan pada perusahaan yang berada pada
tahap menurun (decline).
d.Strategi Kombinasi (combination)
Oleh karena berbagai perubahan eksternal seringkali hadir secara tidak
seragam (dan bahkan terkadang sulit diduga) terhadap berbagai lini produk
(product line) yang dihasilkan suatu perusahaan seperti daur hidup produk
(product life cycle) yang tidak seragam, maka perusahaan tersebut dapat saja
melakukan kombinasi atas ketiga jenis strategi di atas secara bersama.
3.Strategi Utama
Secara garis besar, terdapat 4 kelompok strategi utama dengan 14 tipe
turunannya. Keempatbelas tipe strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1.Integration Strategies
a.Forward Integration
Integrasi ke hilir melibatkan upaya untuk memperoleh kepemilikan (saham
perusahaan) lebih besar atau meningkatkan kontrol terhadap para distributor dan
peritel. Salah satu bentuk/cara efektif untuk melakukan strategi ini adalah
waralaba (franchising). Begitu banyak perusahaan berminat di bidang ini sebagai
upaya untuk mendistribusikan produknya (barang maupun jasa). Salah satu alasan
terbesar hadirnya bentuk waralaba ini adalah realita bahwa model ini sebetulnya
merupakan upaya untuk membagi biaya dan peluang kepada banyak pihak.
b.Backward Integration
Integrasi ke hulu merupakan suatu strategi yang mengupayakan kepemilikan
atau meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pemasok. Hal ini dibutuhkan
karena baik produsen maupun peritel selalu membeli bahan baku dari perusahaan
pemasok. Strategi ini menjadi menarik terutama ketika perusahaan pemasok yang
saat ini ada ternyata tidak dapat diandalkan (unreliable), terlalu mahal, atau tidak
dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Langkah ini dapat disebut sebagai upaya
“mengamankan” jalur pasokan perusahaan terhadap kebutuhan dalam rangka
proses produksinya.
c.Horizontal Integration
Strategi integrasi ke samping merupakan strategi yang dilakukan dalam
bentuk membeli atau meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pesaing. Salah
satu kecenderungan paling signifikan dalam kompetisi perusahaan saat ini adalah
meningkatnya upaya untuk melakukan integrasi ke samping sebagai suatu strategi
pertumbuhan. Merjer, akusisi, dan pengambilalihan perusahaan yang sedang
bersaing memberikan peluang terjadinya skala ekonomi (economies of scale) serta
mendorong terjadinya transfer sumber daya dan kompetensi perusahaan. Dalam
artikelnya, Kenneth Davidson (Davidson, 1987) mengungkap bahwa merjer di
antara perusahaan yang tidak bergerak di bidang yang sama merupakan suatu
kesalahan. Tetapi merjer yang terjadi pada perusahaan yang sedang bersaing
langsung (direct competitors) memberikan peluang yang besar untuk menyatukan
potensi agar menjadi lebih efektif, efisien, dan kompetitif.
2.Intensive Strategies
Kelompok strategi ini disebut sebagai intensive strategies, karena
mensyaratkan berbagai upaya yang intensif untuk meningkatkan posisi kompetitif
perusahaan dengan produk yang ada. Kelompok strategi ini meliputi tiga strategi,
yaitu:
a. Market Penetration
Strategi penetrasi pasar berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar untuk
produk atau layanan yang ada saat ini di dalam pasar yang ada saat ini melalui
upaya-upaya pemasaran yang lebih besar. Strategi ini umum diterapkan baik
sendiri maupun sebagai kombinasi dengan strategi lainnya. Termasuk di dalam
penetrasi pasar adalah meningkatan jumlah tenaga penjualan, peningkatan
pembelanjaan iklan, penawaran barang-barang promosi secara ekstensif (besar-
besaran), atau peningkatan upaya-upaya publisitas.
b. Market Development
Pengembangan pasar melibatkan upaya-upaya untuk mengenalkan produk
atau layanan yang ada saat ini kepada berbagai wilayah geografis baru.
Globalisasi dan iklim perkembangan pasar internasional semakin kondusif untuk
strategi ini. Hal ini dibutuhkan karena tidak jarang persaingan yang demikian
ketat pada suatu pasar tertentu menyebabkan pengalihan perhatian kepada pasar
yang baru merupakan solusi agar perusahaan tidak tersingkir dari arena bisnisnya.
c. Product Development
Pengembangan produk yang berusaha meningkatkan penjualan melalui
perbaikan atau modifikasi produk atau layanan yang ada saat ini. Biasanya strategi
pengembangan produk tercermin pada biaya penelitan dan pengembangan
(Research and Development) yang besar.
14

  1. Diversification Strategies
    Dari waktu ke waktu semakin sedikit perusahaan yang melakukan
    diversifikasi usaha, justru karena kompleksitas persoalan yang dimunculkan oleh
    strategi ini. Suatu kelompok usaha yang bergerak pada sektor yang beragam
    tentunya sangatlah sulit dikelola. Pada dekade 1960-an dan 1970-an, strategi
    diversifikasi menjadi populer karena setiap perusahaan berusaha semaksimal
    mungkin agar tidak tergantung hanya pada satu jenis usaha saja. Tetapi konsep
    pemikiran tersebut mulai surut sejak dekade 1980-an. Pada prinsipnya
    kecenderungan baru tersebut dimotori oleh keinginan untuk menjadi lebih baik
    dan tidak bergerak terlalu jauh dari basis kompetensi utama (core competence)
    setiap perusahaan.
    a. Concentric Diversification
    Diversifikasi terkonsentrasi merupakan suatu strategi yang menghasilkan
    produk atau layanan baru tetapi berhubungan/terkait dengan yang telah ada.
    b. Horizontal Diversification
    Jika suatu perusahaan menerapkan strategi yang menambah produk atau
    layanan baru yang tidak berhubungan/terkait dengan yang telah ada, tetapi
    ditujukan kepada pasar/ konsumen yang telah ada disebut sebagai diversifikasi
    horizontal.
    c. Conglomerate Diversification
    Ketika suatu perusahaan menambah suatu produk atau layanan baru yang
    tidak terkait/ berhubungan dengan yang sekarang ada, maka strategi tersebut
    disebut sebagai diversifikasi konglomerat. Pada beberapa kasus terjadi bahwa
    strategi ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan melalui
    aktivitas memecah perusahaan yang telah dibeli atau menjual kembali salah satu
    atau lebih devisinya.
    15
  2. Defensive Strategies
    Pada prinsipnya, strategi defensif ditujukan untuk mempertahankan eksistensi
    perusahaan dari semakin ketatnya persaingan bisnis dan berbagai ketidakpastian
    eksternal yang sulit (terkadang tidak mungkin) dikontrol dan diprediksi. Strategi
    defensif seringpula dikenal sebagai survival strategy, yang cenderung terjadi
    dalam suasana krisis ekonomi.
    a. Joint Venture
    Joint Venture, biasa disingkat JV, merupakan strategi yang sangat populer.
    Strategi ini muncul ketika dua atau lebih perusahaan membentuk suatu kerjasama
    atau konsorsium dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada secara bersama-
    sama. Strategi ini masuk dalam kategori strategi defensif karena perusahaan yang
    melakukan JV tidak berminat untuk bekerja/ mengambil resiko sendiri. Tidak
    jarang, pihak-pihak yang bermaksud melakukan kerjasama tersebut membentuk
    suatu perusahaan baru dengan tujuan menjalankan kerjasama yang dimaksud. JV
    bisa terjadi dalam berbagai bentuk seperti R&D, jaringan dan sistem distribusi,
    kesepakatan linsensi, kesepakatan produksi, juga upaya untuk mengajukan
    penawaran bersama agar dapat memenangkan suatu tender.
    b. Retrenchment
    Strategi penciutan dilakukan ketika organisasi mengelompok kembali
    melalui reduksi biaya dan aset dalam upaya membalikkan proses penurunan
    penjualan dan laba perusahaan. Strategi ini terkadang dikenal sebagai strategi
    turnaround atau reorganizational. Tujuan dari strategi ini adalah untuk
    memperkokoh keunggulan yang membedakan (distinctive competences) yang
    dimiliki perusahaan. Pada masa strategi ini dijalankan, operasi perusahaan
    berjalan dengan sumber daya (terutama dana) yang terbatas dan akan berada pada
    kondisi penuh tekanan dari berbagai pihak seperti pemilik saham, pegawai, dan
    media.
    16
    c. Divestiture
    Menjual sebuah divisi usaha atau bagian dari organisasi perusahaan disebut
    sebagai strategi divestasi. Seringkali strategi divestasi dilakukan dalam rangka
    memperoleh dana segar bagi kepentingan investasi atau akuisisi strategik lebih
    lanjut atau di bidang lain yang lebih prospektif. Divestasi bisa pula merupakan
    bagian dari keseluruhan strategi penciutan untuk membersihkan/menyingkirkan
    berbagai bisnis yang tidak menguntungkan, yang membutuhkan terlalu banyak
    modal, atau bagian yang tidak sepenuhnya sesuai dengan aktivitas perusahaan.
    d. Liquidation
    Strategi likuidasi dapat diidentifikasi ketika perusahaan melakukan penjualan
    seluruh asetnya secara bagian per bagian untuk menghasilkan dana tunai.
    Likuidasi biasanya dipahami sebagai pengakuan atas kekalahan dan cenderung
    secara emosional sulit dijalani. Namun demikian, bisa dimengerti bahwa lebih
    baik menghentikan operasi daripada mengalami kerugian yang lebih besar.
    e. Combination
    Strategi kombinasi adalah perpaduan antara dua atau lebih strategi yang
    dijalankan secara simultan. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa strategi
    kombinasi harus dioperasikan secara sangat hati-hati karena jika terlalu dalam
    dalam membawa resiko yang lebih besar. Tidak ada perusahaan yang dapat
    menerapkan semua strategi secara bersamaan meskipun semuanya ditujukan
    utnuk memberikan keuntungan pada perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang
    sangat terdiversifikasi, strategi kombinasi seringkali diterapkan ketika divisi-divisi
    yang ada menerapkan strategi berbeda. Demikian juga perusahaan yang sedang
    berusaha untuk mempertahankan operasinya (struggle for survival) biasanya
    menerapkan strategi kombinasi dari beberapa strategi defensif secara simultan

Manajemen Strategi


Manajemen strategis adalah seni dan ilmu untuk pembuatan (formulating),
penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) keputusan–keputusan
strategis antar fungsi yang memungkinkan sebuah perusahaan mencapai tujuan di
masa yang akan datang (Umar, 2001:7). Namun untuk saat ini konsep strategi
mengalami perkembangan, menurut (Andrew dan Chaffe diacu dalam (Umar
2001:9) strategi merupakan kekuatan motivasi untuk stakeholder baik secara
langsung maupun tidak langsung menerima keuntungan atau biaya yang
ditimbulkan oleh semua tindakan yang dilakukan. Proses manajemen strategis
berusaha mengorganisasikan informasi kuantitatif dengan cara yang
memungkinkan keputusan efektif diambil dalam kondisi tidak menentu.
Menurut David (2009:5), manajemen strategis merupakan seni dan
pengetahuan untuk menformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi
keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai tujuannya.
Manajemen strategis akan membantu perusahaan dalam melihat ancaman dan
peluang di masa yang akan datang, sehingga memungkinkan organisasi untuk
dapat mengantisipasi kondisi yang selalu berubah. Selain itu, manajemen strategis
juga menyediakan sasaran serta arah yang jelas bagi masa depan perusahaan,
sehingga perusahaan yang mengembangkan sistem manajemen strategis
mempunyai kemungkinan tingkat keberhasilan lebih besar daripada yang tidak
menggunakan sistem ini.
Menurut Aviantoro (2009) Manajemen Strategi sebagai suatu kerangka
kerja (Frame Work) Untuk menyelesaikan setiap masalah strategis didalam
perusahaan, terutama yang berkaitan dengan persaingan, maka para manajer
diajak untuk berpikir lebih banyak alternative yang dibangun dari suatu analisa
yang lebih teliti akan lebih menjajnjikan suatu hasil yang menguntungkan.
Ada beberapa manfaat yang diperoleh organisasi jika mereka menerapkan
manajemen Strategik, yaitu:
a.Memberikan arah jangka panjang yang akan dituju.
b.Membantu organisasi beradaptasi pada perubahan-perubahan yang terjadi.
c.Membuat suatu organisasi menjadi lebih efektif.
d.Mengidentifikasi keunggulan komparatif suatu organisasi dalam lingkugan
yang semakin beresiko.
e.Aktivitas pembuatan strategi akan mempertinggi kemampuan perusahaan
untuk mencegah munculnya masalah dimasa datang.
f.Keterlibatan karyawan dalam pembuatan strategi akan lebih memotivasi
mereka pada tahap pelaksanaannya.
g.Aktivitas yang tumpang tindih akan dikurangi.
h.keengganan untuk berubah dari karyawan lama dapat dikurangi

Fungsi Supply Chain Dalam Bisnis


Adapun fungsi dari Supply Chain dalam sebagai berikut:
a.Perencanaan (Planning), Fungsi ini bermakna pembuatan rangkaian rencana
demi meraih tujuan dari suatu perusahaan.
b.Pengaturan (Organize), Artinya perusahaan harus mengorganisasi hal-hal
teknis dan nonteknis untuk mencapai tujuan.
c.Sumber daya manusia (Staff), Perusahaan memerlukan staf atau tenaga
kerja untuk menjalankan rencana yang sudah dibuat. Dengan begitu tujuan
perusahaan akan tercapai.
d.Instruksi (Directing), Perusahaan menghadirkan pedoman atau instruksi
yang ditaati oleh semua staf yang berperan mewujudkan rencana atau tujuan suatu
bisnis.
e.Pengawasan (Controlling), Fungsi pengawasan untuk memastikan bahwa
standar operasional dan instruksi yang diberikan selaras dengan tujuan dan
rencana perusahaan. Harapannya proses produksi berlangsung secara maksimal.

Generic Supply Chain (Rantai Pasokan Generik)


Rantai pasokan generik dimulai dengan pengadaan dan ekstraksi bahan
mentah. Bahan baku tersebut kemudian dibawa oleh penyedia logistik ke pemasok
yang bertindak sebagai pedagang grosir. Bahan-bahan tersebut dibawa ke
produsen, atau mungkin ke berbagai produsen yang menyempurnakan dan
memprosesnya menjadi produk jadi.
Setelah itu, ia pergi ke distributor yang menjual produk jadi, yang selanjutnya
dikirim ke pengecer. Pengecer menjual produk di toko kepada konsumen. Begitu
konsumen membelinya, ini menyelesaikan siklus, tetapi permintaanlah yang
kemudian kembali dan mendorong produksi lebih banyak bahan mentah, dan
siklus itu terus berlanjut.

Fungsi Supply Chain Dalam Bisnis


Adapun fungsi dari Supply Chain dalam sebagai berikut:
a.Perencanaan (Planning), Fungsi ini bermakna pembuatan rangkaian rencana
demi meraih tujuan dari suatu perusahaan.
b.Pengaturan (Organize), Artinya perusahaan harus mengorganisasi hal-hal
teknis dan nonteknis untuk mencapai tujuan.
c.Sumber daya manusia (Staff), Perusahaan memerlukan staf atau tenaga
kerja untuk menjalankan rencana yang sudah dibuat. Dengan begitu tujuan
perusahaan akan tercapai.
d.Instruksi (Directing), Perusahaan menghadirkan pedoman atau instruksi
yang ditaati oleh semua staf yang berperan mewujudkan rencana atau tujuan suatu
bisnis.
e.Pengawasan (Controlling), Fungsi pengawasan untuk memastikan bahwa
standar operasional dan instruksi yang diberikan selaras dengan tujuan dan
rencana perusahaan. Harapannya proses produksi berlangsung secara maksimal.

Supply chain


Rantai pasokan adalah rangkaian aliran bahan dan informasi yang terjadi di
dalam perusahaan dari pemasok bahan baku hingga konsumen dari produk akhir.
Ini adalah konsep yang menghubungkan perusahaan ke pemasok mereka, serta
memiliki di antara aktivitasnya pengendalian logistik aktivitas dan tanggung
jawab menganalisis pembelian. Rantai pasokan merupakan salah satu bidang
dengan investasi terbesar di perusahaan yang sukses karena telah menjadi alat
strategis dengan karakter multidisiplin dan transversal yang mempengaruhi semua
tingkatan strategis perusahaan. Ini mempengaruhi sektor dan pasar di mana
perusahaan akan bersaing, ditentukan oleh strategi perusahaan, bagaimana ia akan
bersaing, ditentukan oleh strategi bersaing dan tentu saja setiap area yang
terpengaruh dalam perusahaan, ditentukan oleh strategi fungsional (Porter, M.
2006)
Menurut Lambert & Cooper (1998) mendefenisikan rantai pasok sebagai
integrasi bisnis proses utama dari pengguna akhir melalui pemasok asli yang
menyediakan produk, layanan dan informasi yang menambah nilai bagi pelanggan
dan pemangku kepentingan lainnya. Defenisi ini juga dan sekaligus digunakan
oleh Global Supply Chain Forum (GSCF) pada tahun 2000. Dalam pemahaman
yang secara sederhana, rantai pasok merupakan rangkaian aliran barang/fisik,
informasi dan proses yang digunakan untuk mengirim produk atau jasa dari lokasi
sumber (pemasok) ke lokasi tujuan (pelanggan atau pembeli).
Rantai pasokan adalah seluruh sistem memproduksi dan memberikan produk
atau layanan, dari tahap awal sumber bahan baku hingga pengiriman akhir produk
atau layanan kepada pengguna akhir. Rantai pasokan menjabarkan semua aspek
dari proses produksi, termasuk kegiatan yang terlibat pada setiap tahap, informasi
yang sedang dikomunikasikan, sumber daya alam yang diubah menjadi bahan
yang berguna, sumber daya manusia, dan komponen lain yang masuk ke produk
atau layanan jadi. Supply chain adalah kunci dari perbaikan di galangan kapal
(Pena. dkk, 2019)
Memetakan rantai pasokan adalah salah satu langkah penting dalam analisis
eksternal dalam proses perencanaan strategis. Pentingnya meletakkan rantai
pasokan dengan jelas adalah membantu perusahaan mendefinisikan pasarnya
sendiri dan memutuskan di mana ia ingin berada di masa depan. Dalam
mengembangkan strategi tingkat perusahaan, perusahaan sering perlu membuat
keputusan apakah akan mengoperasikan satu lini bisnis atau masuk ke industri
terkait atau yang tidak terkait lainnya

Tahapan Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja Green Supply Chain


Tahapan perancangan sistem pengukuran kinerja Green Supply Chain pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :

  1. Tahap Penentuan Tujuan Strategis
    Tahap pertama dalam merancang sistem pengukuran kinerja Green Supply Chain adalah
    menentukan tujuan strategis. Tujuan strategis ditentukan berdasarkan atribut kinerja green SCOR
    (reliability, responsiveness, flexibility, cost, asset) yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan.
  2. Tahap Penentuan Key Performance Indicator (KPI)
    Setelah menentukan tujuan strategis tahap selanjutnya adalah menentukan indikator-
    indikator yang berpengaruh pada kinerja Supply Chain dimana indikator-indikator tersebut
    ditentukan berdasarkan tujuan strategis yang sudah ditentukan sebelumnya.
  3. Tahap Verifikasi KPI
    Tahap ketiga dalam perancangan sistem pengukuran kinerja Green Supply Chain adalah
    verifikasi KPI yang sudah ditentukan sebelumnya. Jika indikator-indikator tersebut sudah sesuai
    dengan perusahaan maka indikator tersebut bisa digunakan dalam perancangan sistem
    pengukuran kinerja green supply chain, jika tidak sesuai maka indikator tersebut dihapus dan
    kembali ketahap 2.
  4. Tahap Pembobotan KPI dengan Metode AHP
    Tahap terakhir dalam perancangan sistem pengukuran kinerja adalah pembobotan KPI
    yang sudah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Pembobotan ini dilakukan dengan menggunakan
    metode AHP dengan menggunakan software expert choice.

Komponen Utama dalam Model Green SCOR


Menurut Ulfa (2018), terdapat 5 komponen utama dalam model Green SCOR yang
digunakan dalam penelitian ini, diantaranya :

  1. Plan, merupakan tahapan awal yang dilakukan di dalam seluruh rangkaian rantai pasok.
    Dalam model Green SCOR termasuk didalamnya perencanaan untuk meminimalkan
    konsumsi energi, penanganan dan penyimpanan bahan berbahaya, pembuangan limbah biasa
    dan berbahaya.
  2. Source, berfokus pada proses pengadaan bahan baku. Termasuk didalamnya pemilihan
    pemasok yang ramah lingkungan, packaging yang ramah lingkungan, bahan lolos quality
    control.
  3. Make, proses pembuatan produk dengan mempertimbangkan efeknya terhadap lingkungan.
    Indikatornya adalah produk berkualitas, bebas zat berbahaya, lebih cepat dari target dan
    efisien bahan.
  4. Deliver, merupakan proses untuk memenuhi permintaan pelanggan, meliputi pengelolaan
    pesanan, transportasi dan distribusi. Untuk deliver indikatornya adalah pengiriman di atas
    target, distribusi skala besar dan desain kemasan fleksibel.
  5. Return, merupakan kegiatan pengembalian produk karena berbagai alasan. Indikator dari
    return adalah memperbaharui produk dan minim pengembalian.
  6. Enable, proses yang memungkinkan untuk mendukung realisasi dan tata kelola perencanaan
    dan pelaksanaan proses rantai pasokan

Pengertian Model Green SCOR


Model Supply Chain Operation Reference (SCOR) dikembangkan oleh kelompok
perusahaan yang bergabung dalam Supply Chain Council (SCC). SCOR merupakan kerangka
untuk menggambarkan aktivitas bisnis antar komponen rantai pasok mulai dari suppliers sampai
ke customer. Konsep ini mengintegrasikan antara tiga elemen pokok dalam manajemen yaitu
business process reengineering, benchmarking, dan process measurement ke dalam kerangka
fungsi dalam supply chain (Ulfah, 2018).
Model Green SCOR merupakan hasil pengembangan dari model SCOR yang telah ada.
Model Green SCOR ini menambahkan beberapa pertimbangan yang terkait dengan lingkungan
didalamnya. Dengan begitu model ini dijadikan alat untuk mengelola dampak lingkungan dari
suatu rantai pasok. Tujuannya untuk menciptakan suatu analisis yang nantinya memberikan
gambaran akan hubungan dari fungsi rantai pasokan dengan aspek lingkungan agar tercipta
peningkatan kinerja manajemen diantara keduanya (Taylor, 2003)
Kesadaran akan pentingnya peran dari semua pihak untuk menciptakan produk yang
murah, berkualitas dan cepat inilah yang awalnya melahirkan sebuah konsep baru di tahun 1990-
an yaitu mengenai Supply chain. Menurut Harrison (2008) Supply chain adalah jaringan mitra
yang secara kolektif mengubah komoditas dasar (dihulu) kedalam produk jadi (dihilir) yang
bernilai bagi pelanggan akhir dan yang mengelola kembali dimasing-masing tahap.
Menurut Pujawan (2010) Supply chain merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang
secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan
pemakai akhir

Aktivitas Green Supply Chain Management


Kinerja merupakan kemampuan kerja yang diperlihatkan oleh hasil kerja. Kinerja
perusahaan adalah sesuatu yang dihasilkan perusahaan dalam masa periode tertentu dengan
merujuk pada standar yang telah ditentukan. Kinerja usaha merujuk pada seberapa banyak
perusahaan berorientasi pada pasar serta tujuan keuntungan (Rahadi, 2012). Kemudian dijelaskan
pula oleh (Pujawan dan Mahendrawathi, 2010) Supply chain merupakan jaringan perusahaan-
perusahaan yang secara bersama-sama untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke
tangan pemakai akhir.
Adapun aktivitas-aktivitas yang tercakup dalam sebuah rantai pasokan: Ninlawan (2010)
menjelaskan terdapat beberapa fungsi operasional dan aktivitas-aktivitas dalam GSCM
diantaranya:
a. Pengadaan hijau (Green Procurement) Pengadaan hijau berkaitan dengan keadaan
lingkungan pembelian yang terdiri dari keterlibatan dalam kegiatan pengurangan pembelian,
pemakaian ulang dan daur ulang bahan pada proses pembelian. Pengadaan hijau adalah salah
suatu solusi untuk lingkungan dan ekonomi konservatif bisnis dan konsep memperoleh
pilihan produk dan jasa yang meminimalkan dampak lingkungan. Adapun kegiatan-kegiatan
dalam pengadaan hijau antara lain :

  1. Pemilihan supplier. Dalam sistem pengadaan hijau, pemasok tempat pembelian bahan
    hanya dari “mitra hijau” yang memiliki standar mutu lingkungan dan lulus proses audit
    serta mempertimbangkan pemasok yang mendapatkan ISO dan sertifikat terkait prestasi
    dalam konsep green.
  2. Mempromosikan kegiatan daur ulang dalam usaha meningkatkan kesadaran lingkungan
    dan mengurangi penggunaan bahan yang berbahaya bagi lingkungan.
    Sedangkan menurut Salam (2008) Green Procurement didefinisikan sebagai pembelian
    lingkungan yang terdiri dari keterlibatan dalam kegiatan yang meliputi pengurangan,
    penggunaan kembali dan daur ulang bahan dalam proses pembelian. Selain pengadaan hijau
    merupakan solusi untuk bisnis yang peduli lingkungan dan 14 ekonomi konservatif, dan konsep
    memperoleh pilihan produk dan layanan yang meminimalkan dampak lingkungan. Temuan
    dalam kegiatan green procurement disajikan: pemilihan Supplier:
  3. Bahan pembelian yang memenuhi standar kualitas lingkungan mitra hijau dan lulus
    proses audit dalam mengikuti peraturan untuk zat yang berhubungan dengan lingkungan.
  4. Mempertimbangkan pemasok yang memperoleh ISO14000, OHSAS18000 dan / atau
    RoHS arahan.
  5. Memilih pemasok yang mengontrol zat berbahaya dalam daftar standar perusahaan dan
    memperoleh prestasi sertifikat hijau.
    b. Manufaktur hijau (Green Manufacturing) Manufaktur hijau merupakan proses produksi yang
    menggunakan input dengan dampak lingkungan yang rendah, sangat efisien dan
    menghasilkan sedikit bahkan tidak adanya limbah atau polusi. Manfaat dari penerapan
    manufaktur hijau yaitu dapat menurunkan biaya bahan baku, keuntungan efisiensi produksi
    dan meningkatkan citra perusahaan.
    Sementara itu Ginmine (2015) menjelaskan Green Manufacturing adalah sistem yang
    mengintegrasikan produk dan masalah desain proses dengan masalah manufaktur, perencanaan
    dan pengendalian sedemikian rupa untuk mengidentifikasi, mengukur, menilai dan mengelola
    aliran limbah lingkungan dengan tujuan mengurangi dan akhirnya mengurangi lingkungan
    dampak sementara juga mencoba untuk memaksimalkan sumber daya efisiensi temuan dalam
    kegiatan manufaktur hijau dari produsen adalah :
  6. Pengontrolan penggunaan zat berbahaya, pemeliharaan kualitas air dan kontrol kualitas
    input sebelum pengolahan.
  7. Teknologi efisiensi energi yaitu dengan mengurangi daya konsumsi dalam produk,
    meningkatkan masa hidup produk untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas,
    meningkatkan kapasitas mesin,desain produk, dan lain-lain.
  8. Mempromosikan penggunaan kembali/ daur ulang, meningkatkan kesadaran lingkungan
    dan mengurangi penggunaan bahan yang berbahaya bagi lingkungan.
    c. Distribusi hijau (Green Distribution) Kegiatan dalam distribusi hijau yaitu kemasan hijau dan
    logistik hijau.
  9. Kemasan hijau, meliputi hemat kemasan, menggunakan bahan yang ramah lingkungan,
    bekerja sama dengan vendor untuk standarisasi kemasan, meminimalkan penggunaan
    bahan dan waktu untuk membongkar dan mempromosikan program daur ulang.
  10. Logistik hijau, meliputi pengiriman langsung ke pengguna situs, penggunaan kendaraan
    bahan bakar alternatif dan mendistribusikan produk dalam batch besar.
    d. Logistik balik (Reverse Logistic) Logistik balik merupakan proses mengambil produk dari
    konsumen akhir untuk tujuan meningkatkan nilai dan pembuangan yang tepat. Kegiatan-
    kegiatan dalam logistik balik antara lain pengumpulan, gabungan inspeksi/ pemilihan/
    penyortiran, pemulihan, redistribusi dan pembuangan

Evolusi Green Supply Chain Management


Supply chain juga bisa didefinisikan sebagai suatu jaringan organisasi yang menyangkut
hubungan antara upstreams dan downstreams dalam proses dan kegiatan yang berbeda yang
menghasilkan nilai yang terwujud dalam barang dan jasa di tangan ultimate user (Indrajit dan
Djoko Pranoto, 2002). Supply chain management dapat mengintegrasikan praktek pengelolaan
lingkungan ke dalam seluruh manajemen rantai pasokan dalam rangka mencapai Green Supply
Chain management dan mempertahankan keunggulan yang kompetitif dan juga untuk
meningkatkan keuntungan bisnis dan tujuan pangsa pasar.
Menurut Seman., et al (2012) mendefinisikan Green Supply Chain Management sebagai
pengelolaan yang berkisar dari green purchasing hingga rantai pasokan yang terintegrasi mulai
dari pemasok, ke pabrik, ke pelanggan dan reverse logistics, yang “menutup loop”. Pendapat ahli
lain juga mengungkapkan, Green Supply Chain Management adalah suatu pengintegrasian
pemikiran lingkungan ke dalam manajemen rantai pasokan, termasuk desain produk, bahan
sumber dan seleksi, proses manufaktur, pengiriman final produk kepada konsumen serta
manajemen end-of-life produk setelah masa pemanfaatannya (Srivastava, 2017). Green Supply
Chain Management sebagai proses menggunakan input yang ramah lingkungan dan mengubah
input tersebut menjadi keluaran yang dapat digunakan kembali pada akhir siklus hidupnya
sehingga menciptakan Rantai Pasok yang berkelanjutan (Penfield et al, 2017)

Hakikat Green Supply Chain Management (GSCM)


Green Supply Chain Management dikenal sebagai konsep yang lebih baru daripada
Supply Chain Management. Green Supply Chain Management adalah pembangunan
berkelanjutan bagi perusahaan yang telah muncul sebagai pendekatan SCM inovatif baru yang
penting bagi setiap organisasi untuk mencapai manfaat secara bersamaan keuangan dan manfaat
lingkungan dalam rangka mengurangi dampak negatif dan resiko dalam lingkungan.
Green supply chain management (GSCM) sebagai sebuah konsep untuk
mengintegrasikan manajemen rantai pasokan dengan berfikir lingkungan yang memiliki tujuan
untuk mengurangi limbah, emisi, energi dan limbah padat. terutama, manajemen rantai pasokan
hijau melibatkan “fase penghijauan” dengan kegiatan rantai pasokan (Wisner et al., 2012),
sebagai definisi dari manajemen rantai pasokan yang mencakup semua pihak yang terlibat seperti
pemasok, produsen, distributor, grosir, pengecer, dan sebagainya, yang menambahkan “hijau” di
SCM mencakup serangkaian kegiatan hijau di semua kegiatan SCM mereka.
Supply chain management dapat mengintegrasikan praktek pengelolaan lingkungan ke
dalam seluruh manajemen rantai pasokan dalam rangka mencapai Greener Supply Chain
Management dan mempertahankan keunggulan yang kompetitif dan juga untuk meningkatkan
keuntungan bisnis dan tujuan pangsa pasar. (Seman et al, 2012).
Zhu dan Sarkis mendefinisikan Green Supply Chain Management sebagai pengelolaan
yang berkisar dari Green Purchasing hingga rantai pasokan yang terintegrasi mulai dari
pemasok, ke pabrik, ke pelanggan dan reverse logistics, yang”menutup loop”.
Sedangkan menurut pendapat lain, Green Supply Chain Management adalah suatu
pengintegrasian pemikiran lingkungan ke dalam manajemen rantai pasokan, termasuk desain
produk, bahan sumber dan seleksi, proses manufaktur, pengiriman final produk kepada
konsumen serta manajemen end-of-life produk setelah masa pemanfaatannya. (Srivastava, 2017)
Green Supply Chain Management meningkatkan operasional pekerjaan dengan
menggunakan solusi yang memperhatikan lingkungan:
a. Meningkatkan kelincahan: GSCM membantu untuk mengurangi risiko dan mempercepat
inovasi
b. Meningkatkan adaptasi: analisis GSCM sering menghasilkan proses yang inovatif dan
perbaikan terus menerus
c. Mempromosikan keselarasan: GSCM melibatkan kebijakan negosiasi dengan pemasok dan
pelanggan, yang menghasilkan keselarasan yang lebih baik dari proses bisnis

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Menggunakan Model SCOR


Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model merupakan suatu model
konseptual yang dikembangkan oleh Supply Chain Council (SCC), sebuah
organisasi non-profit independent dengan kerangka kerja, perbaikan metodologi,
dan benchmarking tools untuk membantu anggota organisasi dan melakukan
perbaikan dalam kinerja rantai pasok. Keanggotaan terbuka untuk semua
perusahaan dan organisasi yang tertarik untuk mendaftar dan memajukan sistem
SCM. Model SCOR menyediakan kerangka kerja unik yang menghubungkan
proses bisnis, metrik, praktik terbaik dan fitur teknologi menjadi sebuah kesatuan
struktur untuk mendukung komunikasi#di antara mitra rantai pasok untuk
meningkatkan efektivitas manajemen rantai pasokan yang terkait dalam kegiatan
perbaikan rantai pasokan Supply Chain Council (2010). SCC didirikan pada tahun
1996 dan diprakarsai oleh beberapa organisasi/perusahaan seperti Bayer, Compaq,
Procter & Gamble, Lockheed Martin, Nortel, Rockwell Semiconductor, Texas
Instruments, 3M, Cargill, Pittglio, Rabin, Todd,&McGrath (PRTM), dan AMR
(Advanced Manufacturing Research) yang beranggotakan 69 orang sukarelawan
terdiri dari para praktisi dunia industri dan para peneliti Bolstorff (2003).
Kelebihan SCOR Model sebagai Process Reference Model (PRM) adalah
kemampuannya#untuk mengintegrasikan Business Process Reengineering (BPR),
benchmarking dan Best Practice Analyze (BPA) ke dalam kerangka kerja rantai
pasok Supply Chain Council (2010)

Pengukuran Kinerja Supply Chain


Pengukuran kinerja rantai pasok tidak hanya berkaitan dengan satu
departemen atau satu fungsional saja, akan tetapi harus mengintegrasikan seluruh
area yang relavan yaitu melibatkan R&D, produksi, marketing, logistik dan jasa
pelayanan. Integrasi rantai pasok dibutuhkan untuk mengatur dan mengontrol
aliran atau flow sistem operasisional lantai produksi dan jasa pelayanan.
Jika melihat secara keseluruhan dalam perspektif supply chain dimana tujuan
akhir dari pengukuran kinerja tidak hanya kesuksesan dari satu internal business
saja melainkan kesuksesan keseluruhan rantai pasoknya. Kemampuan untuk
mengukur kinerja dalam operasional penting untuk melakukan perbaikan dan
organisasi atau perusahaan memiliki kemampuan dan usaha yang kers untuk
menambah kapasitas dari sistem pengukuran performance dari tahun-tahun
sebelumnya. Menurut Pujawan (2010) salah satu aspek fundamental dalam supply
chain management adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan.
Untuk menciptakan manajemen kinerja yang efektif diperlukan sistem
pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja supply chain secara holistik.
Sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk:
a. Melakukan monitoring dan pengendalian
b. Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada supply chain
c. Mengetahui di mana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun
terhadap tujuan yang hendak dicapai
d. Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.

Pengukuran Kinerja


Istilah kinerja digunakan sebagai penilaian terhadap prestasi atau tingkat
keberhasilan individu atau kelompok didalam sebuah organisasi atas kinerja dan
pencapaiannya. Kinerja adalah hasil dari fungsi dalam suatu pekerjaan dan
kegiatan individu didalam organisasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor untuk
mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Keberhasilan individu,
kelompok atau Organisasi dalam mewujudkan sasaran strategi yang sudah
ditetapkan sebelumnya dengan perilaku yang sesuai.
Menurut Mahmudi (2010), pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian
kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan,
termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan
produk ata jasa, kualitas produk atau jasa, perbandingan hasil kerja dengan target
yang ditetapkan dan efektivitas suatu tindakan untuk mencapai tujuan.

Supply Chain Management (SCM)


Supply chain atau rantai pasok terdiri dari semua pihak yang terlibat, baik
langsung maupun tidak tidak langsung dalam memenuhi permintaan pelanggan,
rantai pasok tidak hanya produsen dan pemasok tetapi juga melibatkan produsen,
pemasok, pengangkutan, pergudangan, pengecer dan pelanggan, semua saling
berhubungan. Supply chain memilki sifat yang dinamis namun melibatkan tiga
aliran yang konstan, yaitu aliran informasi, produk, dan uang. Beberapa aliran ini
berjalan di kedua arah dalam rantai pasok dan merupakan aliran yang
berhubungan. Menurut Pujawan & Mahendrawathi (2017), supply chain adalah
suatu jaringan yang terintegrasi untuk menciptakan produk dan mengantarkan
produk ke pengguna akhir.
Di dalam suatu jaringan supply chain terdapat tiga macam aliran yang harus
dikelola, pertama aliran material atau bahan, kedua aliran uang yang ketiga aliran
informasi. SCM merupakan pendekatan#sebuah sistem untuk menerapkan secara
total pengelolaan aliran informasi, bahan dan layanan dari bahan mentah melalui
pabrik dan gudang hingga ke pengguna akhir (Chase & Robert, 2018). SCM
berhubungan dengan penanganan jenis aliran tersebut (Chopra & Meindl 2013).
Menurut Heizer & Munson (2015), SCM adalah integrasi aktivitas rantai pasokan
dimulai dengan bahan baku, bahan setengah jadi dan produk akhir, serta
pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup pemasok, distributor dan
mengirimkan produk atau layanan ke pada pengguna akhir.

Supply Chain Operations Reference


Menurut Pujawan (2005) Supply Chain Operation Reference (SCOR)
merupakan suatu model acuan dari operasi rantai pasok. SCOR ini biasanya
digunakan untuk pengukuran kinerja rantai pasok dalam perusahaan,
meningkkatkan kinerjanya dan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang ada
di dalamnya. Selain itu SCOR juga merupakan alat manajemen yang di dalamnya
mencakup mulai dari pemasok hingga konsumen akhir. SCOR merupakan metode
sistematis yang mengkombinasikan elemen-elemen seperti teknik bisnis,
benchmarking dan praktek terbaik untuk diterapkan dalam rantai pasok yang
nantinya diwujudkan dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif untuk
digunakan sebagai referensi dalam meningkatkan kinerja rantai pasok dalam suatu
perusahaan (Marimin dan Maghfiroh, 2010).
Menurut Stevenson (2014) di dalam model SCOR disediakan suatu
kerangka kerja yang digunakan untuk menghubungkan proses, metrik, praktik
terbaik serta teknologi untuk memberikan fasilitas komunikasi antar anggota rantai
pasok berdasarkan tiga tingkatan detail. Berikut ini penjelasan tiga tingkatan
tersebut:

  1. Tingkat 1, mendefinisikan mengenai cakupan dan isi dengan menentukaan target
    kinerja rantai pasok.
  2. Tingkat 2, pada tingkat ini rantai pasok dikonfigurasikan menggunakan
    “kategori proses” inti yang didefinisikan dalam SCOR. Konfigurasi tersebut
    kemudian akan mewakili strategi dari operasi rantai pasok.
  3. Tingkat 3, mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk bersaing dengan
    memeriksa detail elemen proses, masukan serta hasil proses, indikator kerja dan
    praktik terbaik

Kinerja Manajemen Rantai Pasok


Menurut Djaali dan Muljono (2007) pengukuran merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan untuk mengukur dalam artian memberi angka atau nilai terhadap
sesuatu yang disebut obyek pengukuran atau obyek ukur. Mengukur pada
hakikatnya merupakan pemasangan atau korespondensi 1-1 antara angka yang
diberikan dengan fakta yang diberi angka. Menurut Hertz (2009) istilah kinerja atau
performance mengacu pada hasil output dan sesuatu yang dihasilkan dari proses
produksi dan pelanggan yang dapat dievaluasi serta dibandingkan secara relatif
dengan tujuan, standar, hasil masa lalu dan organisasi lainnya.
Pengukuran kinerja adalah membandingkan antara hasil yang diperoleh
dengan yang direncanakan. Sasaran yang sudah dipilih harus diteliti satu per satu,
mana yang telah dicapai sepenuhnya (100%), mana yang di atas standar (target) dan
mana yang di bawah target atau tidak tercapai penuh (Ruky, 2001).
Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian suatu tugas di
dalam suatu organisasi dalam upaya mewujudkan tujuan, visi, misi dan sasaran dari
organisasi tersebut. Menurut Sutrisno (2010) kinerja merupakan kualitas, kuantitas
serta waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas. Kinerja yang baik
merupakan kinerja yang sesuai dengan tata cara serta mengikuti prosedur sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan, namun di dalam kinerja tersebut harus
memiliki beberapa kriteria agar mampu meningkatkan produktivitas sehingga apa
yang diharapkan mampu berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Meningkatkan
kinerja yang baik harus mampu mengintropeksi diri demi tercapainya kinerja yang
lebih baik ke depannya, bekerja sesuai dengan porsi dan posisinya, serta sesuai
dengan job-nya masing-masing. Kinerja berhubungan erat dengan masalah
produktivitas karena merupakan indikator yang digunakan dalam menentukan
usaha dalam mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.
Upaya dalam mengendalikan penilaian terhadap kinerja di dalam suatu organisasi
merupakan hal yang sangat penting. Menurut Siahaya (2015) di dalam mengukur
kinerja, aktivitas yang dapat digunakan sebagai tolak ukur di dalam supply chain
management adalah sebagai berikut :

  1. Biaya
    Biaya yang muncu di dalam pelaksanaan aktivitas aliran barang, yaitu meliputi
    biaya bahan baku, tenaga kerja, produksi, penyimpanan, transportasi serta
    distribusi. Kinerja biaya ini diukur serta dibandingkan berdasarkan nilai (biaya)
    acuan.
  2. Waktu
    Waktu yang digunakan dalam pelaksanaan aktivitas aliran barang. Kecepatan
    proses serta suplai ditentukan berdasarkan waktu yang dialokasikan oleh
    beberapa elemen supply chain. Waktu yang disebutkan mencakup pengadaan,
    produksi, distribusi serta pengembangan produk baru. Kinerja waktu diukur
    serta dibandingkan berdasarkan standar waktu yang telah ditentukan.
  3. Kapasitas
    Kapasitas merupakan ukuran seberapa besar volume pekerjaan yang mampu
    dilakukan oleh suatu sistem atau unit dari supply chain dalam periode tertentu.
    Kapasitas digunakan untuk perencanaan produksi serta pengiriman kepada
    pelanggan. Kinerja kapasitas berdasarkan perbandingan antara volume
    pekerjaan dengan rencana awal.
  4. Kapabilitas
    Kapabilitas adalah kemampuan agregat dalam melaksanakan aktivitas aliran
    barang. Kinerja dalam kapabilitas supply chain meliputi kehandalan mesin
    produksi, fleksibilitas serta ketersediaan bahan baku dan barang jadi.
  5. Produktivitas
    Sejauh mana sumber daya yang ada dalam supply chain mampu digunakan
    secara efektif dalam mengubah input menjadi output. Kinerja dalam
    produktivitas diukur berdasarkan ratio antara keluaran yang efektif terhadap
    keseluruhan input yang terdiri dari modal, bahan baku, energi serta tenaga kerja.
  6. Utilitas
    Merupakan tingkat pemakaian sumber daya dalam kegiatan supply chain
    terhadap kemampuan unit yang bersangkutan. Kinerja dalam utilitas meliputi
    pabrik, gudang dan mesin.
  7. Outcome
    Merupakan hasil serta proses atau aktivitas dalam aliran barang. Pada proses
    produksi, outcome bisa berupa nilai tambah yang diberikan pada produk yang
    dihasilkan

Manfaat Manajemen Rantai Pasok


Manajemen rantai pasok dalam pelaksanaannya memiliki beberapa manfaat
yang dapat dirasakan bagi pihak yang berada di dalamnya. Manfaat manajemen
rantai pasok yaitu :

  1. Meminimalkan inventori
  2. Mengurangi biaya
  3. Mengurangi lead time
  4. Meningkatkan pendapatan
  5. Ketepatan waktu penyerahan
  6. Menjamin kelancaran aliran barang
  7. Menjamin kualitas
  8. Menghindari kehabisan persediaan
  9. Meningkatkan akurasi peramalan kebutuhan
  10. Kepuasan pelanggan
  11. Mengurangi pemasok
  12. Mengembangkan kemitraan
  13. Meningkatkan kompetensi SDM
  14. Perusahaan semakin berkembang
  15. Meningkatkan daya saing

Aktivitas Supply Chain Management


Aktivitas dalam manajemen rantai pasok meliputi :

  1. Rantai Suplai Hulu (Upstream Supply Chain) yaitu meliputi perusahaan
    manufaktur dan pemasok
  2. Rantai Suplai Internal (Internal Supply Chain) yaitu meliputi gudang dan proses
    produksi
  3. Rantai Suplai Hilir (Downstream Supply Chain) yaitu meliputi distributor dan
    konsumen
    Aktivitas fisik manajemen rantai pasok meliputi :
  4. Sourcing, mencari sumber dan memilih pemasok
  5. Produksi, melakukan proses produksi
  6. Penyimpanan, mengontrol ketersediaan bahan bbaku serta produk jadi yang siap
    disalurkan
  7. Transportasi dan distribusi, mengangkut, menyalurkan bahan baku dan bahan
    jadi
  8. Pengembalian, mengelola produk yang dikembalikan (retour) dari konsumen
    karena rusak atau cacat
    Aktivitas mediasi manajemen rantai pasok meliputi :
  9. Riset serta survei pasar dalam menentukan segmentasi konsumen
  10. Pengembangan produk, meningkatkan kualitas dan memodifikasi produk serta
    memperluas jaringan pemasaran
  11. Pelayanan purna jual, memberikan layanan fisik produk maupun informasi
    kepada konsumen
    Aktivitas manajemen rantai pasok berdasarkan tingkatan pelaksanaan meliputi :
  12. Strategis
    a. Optimalisasi jaringan strategis yang meliputi jumlah, lokasi serta ukuran
    gudang serta pusat distribusi
    b. Pemasok, distributor dan pelanggan strategis yang membentuk jalur
    komunikasi untuk meningkatkan pelayanan, kecepatan serta ketepatan waktu
    suplai
    c. Merancang produk yang terkoordinasi
  13. Taktis
    a. Kontrak pengadaan
    b. Keputusan penjadwalan dan proses produksi
    c. Keputusan tersedianya inventori
    d. Kesiapan transportasi
  14. Operasional
    a. Kesiapan fasilitas dan pelaksanaan produksi
    b. Prediksi kebutuhan bahan baku dan konsumen
    c. Kebutuhan material pendukung

Ruang Lingkup Manajemen Rantai Pasok


Manajemen rantai pasok dalam pelaksanaannya mencakup kegiatan aliran
barang yang di dalamnya terdapat perencanaan, pengadaan, produksi,
penyimpanan, transportasi dan distribusi yang dimulai dari bahan baku (hulu)
sampai ke titik akhir (hilir). Ruang lingkup SCM sangat luas, meliputi pengelolaan
pengadaan bahan baku, pemilihan supplier, proses produksi, pengangkutan,
penyimpanan dan distribusi yang didukung oleh elemen-elemen manajemen yang
terkait untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan prinsip QCD (Quality, Cost,
Delivery), tepat kualitas, harga bersaing dan tepat waktu

Manajemen Rantai Pasok


Manajemen Rantai Pasok pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber
pada tahun 1982 (cf. Oliver dan Weber, 1982; Lambert et al. 1998) merupakan suatu
metode, alat atau pendekatan dalam pengelolaannya. Namun perlu ditekankan
kembali bahwa SCM menghendaki pendekatan serta metode yang terintergrasi
dalam dasar semangat kolaborasi. Dengan demikian SCM tidak berorientasi pada
urusan internal dalam perusahaan, namun juga urusan eksternal yang menyangkut
hubungan dengan perusahaan-perusahaan yang bekerja sama.
Menurut Heizer dan Render (2005) manajemen rantai pasokan (SCM)
merupakan pengintegrasian aktivitas mengenai pengadaan bahan dan pelayanan,
pengubahan bahan menjadi barang setengah jadi, produk akhir, serta proses
pengiriman ke pelanggan. Menurut Hanna and Newman (2001) SCM didefinisikan
sebagai konfigurasi, koordinasi serta peningkatan dari sebuah gabungan rangkaian
operasi yang saling terkait. Menurut Vrijhoef and Koskela (1999) SCM merupakan
suatu konsep sistem pasokan yang dipelopori oleh Toyota dalam mengkoordinasi
serta mengatur pemasok untuk mengurangi pemborosan dalam produksinya. SCM
tidak jauh berbeda dari pengertian lean supply, Just in Time (JIT) dan manajemen
logistik.
Menurut Tampubolon (2014) manajemen rantai pasok merupakan
seperangkat pendekatan yang efisien untuk digunakan serta mampu
mengintergrasikan pemasok, produsen, bahkan gudang sekalipun diintergrasikan
dengan toko-toko sehingga barang yang diproduksi mampu didistribusikan ke
lokasi dengan tepat, waktu yang tepat serta mampu meminimalisasi waktu yang
tepa dan jangkauan sistem dengan biaya yang sesuai dengan persyaratan tingkat
pelayanan. Manajemen rantai pasok merupakan pengawasan bagi bahan, informasi,
keuangan sebagai pergerakan suatu proses dari pemasok ke produsen ke grosir ke
pengecer kepada konsumen, serta mengintergrasikan arus baik di dalam dan
diantara perusahaan

Kelebihan dan Kelemahan Analytical Hierarchy Process (AHP)


Menurut Akbar (2014) sebagaimana yang telah dikutip oleh Sitio (2017)
metode AHP sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan memiliki
keuntungan sebagai berikut:
a. Kesatuan (Unity)
AHP menjadikan permasalahan yang umum dan tidak terstruktur menjadi
suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami.
b. Kompleksitas (Complexity)
AHP dapat menyelesaikan permasalahan yang kompleks menggunakan
pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif.
c. Saling ketergantungan (Inter Dependence)
AHP dapat difungsikan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan
tidak membutuhkan hubungan linier.
d. Struktur hirarki (Hierarchy Structuring)
AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen
sistem ke level- level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen
yang serupa (kriteria dan sub kriteria).
e. Pengukuran (Measurement)
AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan
prioritas.
f. Konsistensi (Consistency)
AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan
untuk menentukan prioritas.
g. Sintesis (Synthesis)
AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa
diinginkannya masing-masing alternatif.
h. Tawar menawar (Trade Off)
AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor- faktor pada sistem sehingga
orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
i. Penilaian dan konsensus (Judgement and Consensus)
AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil
penilaian yang berbeda.
j. Pengulangan proses (Process Repetition)
AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan
mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses
pengulangan

Analytical Hierarchy Process (AHP)


Menurut Tadeusz (2013) seperti yang dikutip oleh Ramdani (2018) Analytical
Hierarchy Process (AHP) adalah suatu metode pengambilan keputusan dengan
beberapa kriteria serta memberikan peringkat atau ranking pada alternatif yang
tersedia. Secara teori metode AHP akan menata alternatif yang tersedia beserta
bobotnya dalam suatu susunan hierarki, lalu memberi nilai numerik berdasarkan
pertimbangan yang subjektif mengenai tingkat kepentingan tiap variabel kriteria
maupun sub-kriteria dari tiap alternatif. Setelah itu hasil pembobotan kemudian
akan disusun berdasarkan ranking prioritas tertinggi.
Berikut langkah-langkah metode AHP seperti yang diungkapkan oleh
Mukherjee (2017):
a. Mendefinisikan serta memahami permasalahan dengan cara membuat bagan
hierarki yang terdiri dari tujuan, kriteria, sub-kriteria dan alternatif yang ada.
b. Membuat matriks perbandingan berpasangan. Perbandingan yang dilakukan
sepenuhnya merupakan pilihan dari pembuat keputusan yang dianggap paling
memahami mengenai permasalahan dan kondisi di lapangan. Perbandingan
ini dilakukan untuk menilai tingkat kepentingan kriteria serta sub-kriteria
masing-masing. Pada umumnya yang digunakan adalah skala likert.

Metode Pemilihan Supplier


Secara umum, metode adalah cara yang digunakan untuk menjalankan
rencana yang telah disusun dalam suatu kegiatan yang nyata sehingga tujuan yang
telah disusun dapat tercapai secara optimal. Metode seleksi supplier merupakan
suatu model yang digunakan dalam melaksanakan proses pemilihan supplier.
Penentuan metode yang tepat adalah hal yang sangat penting karena akan
berpengaruh terhadap hasil pemilihan. Maka dari itu pemahaman suatu metode,
kebutuhan perusahaan, dan kondisi suatu permasalahan adalah hal yang mutlak
(Sanjaya, 2019)

Menilai Kinerja Supplier


Evaluasi supplier memiliki peranan penting dalam mengembangkan supply
chain management yang efektif dn efisien dalam sistem manajemen pengadaan.
Evaluasi kinerja supplier yang dilakukan secara berkala nantinya akan dapat
dijadikan masukan bagi supplier agar meningkatkan kinerjanya apabila kerja sama
yang dijalin tetap berlangsung. Selain itu evaluasi kinerja supplier juga bermanfaat
bagi para pengambil keputusan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan apakah kerja sama dengan suatu supplier akan dilanjutkan atau memilih
supplier baru. Penggunaan hasil evaluasi juga bermanfaat ketika berada dalam
situasi dimana dalam satu perusahaan terdapat beberapa supplier yang menyuplai
satu item tertentu. Sehingga hasil evaluasi akan digunakan sebagai dasar dalam
melakukan alokasi pemesanan pada beberapa supplier tersebut (Yazdani dkk,
2020)

Teknik Pemilihan Supplier


Dalam pemilihan supplier terdapat berbagai metode yang dapat digunakan,
salah satu metode yang cukup popular dalam pemilihan supplier adalah metode
Analytical Hierarcy Process (AHP). Menurut Sutrisno (2017) metode AHP sering
digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibandingkan dengan metode lain
karena alasan-alasan sebagai berikut:

  1. Struktur yang berhierarki, sebagai pengaruh dari kriteria yang dipilih, sampai
    pada sub-kriteria yang paling dalam.
  2. Memperhitungkan tingkat kevalidan sampai dengan batas toleransi
    inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil
    keputusan.
  3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan
    keputusan.
    Untuk proses pemilihan supplier sendiri dapat dipersingkat sebagai berikut:
    a. Tentukan kriteria dan sub-kriteria pemilihan supplier.
    b. Tentukan bobot masing-masing kriteria dan sub-kriteria supplier.
    c. Identifikasi alternatif yang nantinya akan dievaluasi.
    d. Evaluasi masing-masing alternatif dengan kriteria dan sub-kriteria yang telah
    ditentukan
    e. Hitung nilai bobot masing-masing supplier.
    f. Urutkan supplier berdasarkan nilai berbobot tersebut.

Kriteria Pemilihan Supplier


Pemilihan supplier merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam
kegiatan produksi, terutama ketika perusahaan memerlukan supplier untuk
memasok item yang akan digunakan untuk jangka panjang. Kriteria dalam
pemilihan supplier adalah salah satu hal yang penting. Kriteria yang digunakan
harus dapat merepresentasikan strategi rantai pasok maupun karakteristik dari
bahan baku yang akan dipasok (Abdillah, 2021).

Pemilihan Supplier


Pemilihan supplier adalah keputusan strategis yang dapat dilihat dari berbagai
macam faktor seperti faktor keberlanjutan dan faktor risiko. Pemilihan kriteria
supplier sangatlah subyektif dan memerlukan penilaian dalam pembuat keputusan.
Karena supplier lah yang akan menjadi penyedia bahan maupun jasa yang akan
digunakan oleh perusahaan untuk melakukan operasinya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sehingga supplier yang baik tentu akan mempengaruhi
performa perusahaan dalam melaksanakan operasinya. Diantara sekian banyak
divisi yang ada pada perusahaan, divisi pengadaan adalah yang bertugas untuk
melakukan pemilihan supplier.
Dalam memilih supplier yang tepat bagian pengadaan harus memastikan
bahwa setiap kebutuhan perusahaan akan dapat terpenuhi. Oleh karena itu bagian
pengadaan juga harus memiliki dasar pegangan untuk melakukan seleksi supplier.
Dasar pegangan tersebut dapat diperoleh dari kriteria serta sub-kriteria mengenai
syarat-syarat yang harus dimiliki oleh supplier untuk menjalin kerjasama dengan
perusahaan. Penggunaan pegangan berupa kriteria dan sub-kriteria pemilihan
supplier tersebut juga bermanfaat supaya perusahaan tidak hanya mementingkan
harga dan kualitas yang ditawarkan oleh supplier. Sehingga diharapkan dengan
penggunaan dasar pegangan tersebut maka perusahaan akan dapat memilih supplier
yang benar-benar tepat dan terbaik bagi perusahaan. Kriteria serta sub-kriteria yang
dibutuhkan perusahaan sendiri sering kali berbeda dengan perusahaan lain, oleh
karena itu bagian pengadaan juga harus benar-benar memahami mengenai
kebutuhan perusahaan supaya dapat memilih supplier yang terbaik bagi perusahaan
(Alikhani dkk, 2018).

Supplier


Pujawan (2017) seperti yang dikutip (Cakra dan Baihaqi, 2020) menjelaskan
bahwa supplier atau pemasok merupakan pihak yang berkepentingan dalam
keberhasilan operasi bisnis perusahaan. Supplier secara intensif mendukung
keberhasilan dalam proses operasi perusahaan. Dukungan tersebut dapat dilihat dari
supplier yang menyediakan input untuk kebutuhan perusahaan seperti bahan baku,
jasa, dan tenaga kerja. Produk jadi yang dihasilkan oleh perusahaan dapat menilai
kualitas supplier sebagai pemasok bahan baku perusahaan.
Sering kali dalam satu perusahaan, terdapat lebih dari satu supplier yang
menyuplai suatu barang maupun jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan. Penentuan
jumlah supplier yang dibutuhkan tergantung dari proses analisis kebutuhan serta
biaya yang digunakan untuk proses pengadaan baik bahan baku, komponen ataupun
jasa yang dibutuhkan perusahaan. Keputusan mengenai jumlah supplier juga turut
mempertimbangkan aspek positif dan negatif dalam penetapan jumlah supplier
yang akan dipergunakan tersebut (Rinaldo, 2016)

Tugas Bagian Pengadaan


Menurut Achlaq (2011) seperti yang dikutip oleh Putri (2017) secara umum,
tugas utama bagian pengadaan adalah menyediakan barang serta jasa yang
dibutuhkan oleh perusahaan. Namun, secara lebih luas bagian pengadaan
mempunyai tugas sebagai berikut:

  1. Merancang hubungan yang tepat dengan supplier. Dalam merancang dan
    menciptakan hubungan dengan supplier bagian pengadaan harus dapat
    menentukan apakah kerja sama yang dilakukan akan bersifat kemitraan
    jangka panjang ataukah hubungan kemitraan jangka pendek (hanya saat
    transaksi saat itu juga).
  2. Memilih supplier terbaik. Pemilihan supplier harus dilaksanakan oleh bagian
    pengadaan karena bagian pengadaan lah yang berhubungan langsung dengan
    supplier yang bersangkutan. Selain itu bagian pengadaan juga bersifat sebagai
    penghubung antara perusahaan (terutama bagian produksi) dengan supplier
    sehingga bagian bengadaan akan menyampaikan informasi dari kedua belah
    pihak dan sebaliknya.
  3. Bagian pengadaan juga bertugas untuk menyimpan dan mengarsipkan data
    lengkap mengenai barang dan layanan yang dibutuhkan perusahaan serta
    supplier yang menawarkannya. Data mengenai supplier yang dibutuhkan
    seperti nama dan alamat supplier, item apa yang mereka pasok, harga per unit,
    pengiriman, kinerja masa lalu, serta kualifikasi supplier dan lain-lain. Selain
    itu, bagian pengadaan akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam
    perusahaan untuk mengetahui mengenai spesifikasi serta kebutuhan barang
    maupun jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan
  4. Bagian pengadaan akan melakukan proses pembelian barang maupun jasa
    yang dibutuhkan oleh perusahaan setelah melewati masa seleksi dan
    melakukan pemilihan supplier. Dimana bagian pengadaan yang akan
    bertanggung jawab penuh dalam proses pembelian tersebut. Proses pembelian
    dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pembelian secara rutin dan pembelian
    secara lelang (tender) melakukan proses pembelian.
  5. Evaluasi kinerja supplier juga merupakan salah satu tugas dari bagian
    pengadaan. Dimana hasil evaluasi kinerja supplier ini yang akan menjadi
    acuan untuk memberikan masukan kepada pihak supplier maupun menjadi
    penentu dari kelangsungan kerja sama antara pihak perusahaan dan pihak
    supplier. Selain itu hasil evaluasi kinerja supplier juga dapat menjadi dasar
    pertimbangan untuk melakukan pemilihan supplier pengganti apabila dirasa
    supplier sebelumnya kurang memuaskan dilihat dari evaluasi kinerjanya

Bagian Pengadaan


Umumnya bagian pengadaan pada sebuah industri manufaktur mempunyai
tugas utama untuk memastikan pasokan bahan baku yang dibutuhkan untuk proses
produksi harus selalu siap sedia ketika dibutuhkan. Namun, selain itu bagian
pengadaan juga memiliki tugas lain. Tugas lain dari bagian pengadaan yaitu
(Pujawan, 2017):
a. Menyediakan komponen untuk kebutuhan produksi.
b. Menyediakan peralatan produksi yang akan digunakan.
c. Menyediakan suku cadang untuk mesin dan peralatan yang digunakan.
Dalam proses pengadaan sendiri bagian pengadaan akan melibatkan supplier
secara langsung ke perusahaan. Keterlibatan supplier tersebut sangat penting
karena demi tercapainya kesepahaman antara pihak perusahaan yang biasanya
diwakili oleh manajer produksi dan manajer bagian pengadaan dengan pihak
supplier mengenai barang atau jasa yang akan dibeli. Kesepahaman yang dimaksud
adalah mengenai kualitas, spesifikasi, serta harga yang ditawarkan oleh supplier
agar dapat memenuhi kebutuhan serta permintaan perusahaan. Selain itu,
keterlibatan supplier dengan perusahaan adalah untuk memberikan informasi
mengenai ketersediaan barang serta jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan

Manajemen Pengadaan


Manajemen pengadaan sangatlah penting dalam pengambilan keputusan yang
berkualitas mengenai perencanaan bisnis, supply chain management, dan
penjadwalan (Osang, 2021). Menurut Siahaya (2013) seperti yang dikutip oleh
Fachrial (2018), Manajemen Pengadaan adalah sebuah bagian yang memproses
pengadaan barang serta jasa bagi perusahaan dengan mempertimbangkan mutu,
jumlah, harga, waktu, sumber dan tempat, untuk memenuhi kebutuhan perusahaan
agar kemudian dapat melaksanakan proses produksi. Tugas utama dari manajemen
pengadaan sendiri adalah untuk menyajikan input yang dibutuhkan perusahaan baik
berupa barang atau produk maupun jasa yang akan digunakan untuk kegiatan
produksi atau kegiatan lain dalam perusahaan.

Sistem Pendukung Keputusan


Sistem pendukung keputusan adalah sebuah sistem yang dapat membantu
dalam pengambilan keputusan guna memecahkan suatu permasalahan dengan
menggunakan model dan data tertentu (Putra dkk, 2020). Menurut Haryani (2016)
Decision Support System data digambarkan sebagai sistem berbasis komputer yang
dapat menunjang proses pengambilan keputusan dengan menggabungkan data dan
informasi yang diperoleh serta model yang dapat mendukung pengambilan
keputusan yang tidak terstruktur.
Sebagai sebuah sistem, SPK (Sistem Pendukung Keputusan) memiliki
komponen yang berbeda dengan Sistem Informasi Akuntansi (SIA) dan Sistem
Informasi Manajemen (SIM). Komponen pembangun sistem pendukung keputusan
pada prinsipnya adalah sebagai berikut (Haryani, 2016):
a. Database merupakan data yang berasal dari sumber internal (perusahaan) dan
dari sumber eksternal (luar perusahaan).
b. Model base merupakan pemahaman tentang masalah dan keputusan yang
harus diambil.
c. Berbagai perangkat analisis untuk mencari keputusan terbaik.
(Karim, 2021) menjelaskan bahwa terdapat tujuan-tujuan dari konsep
Decision Support System terkait tiga prinsip dasar yaitu struktur permasalahan,
pendukung keputusan, dan efektivitas keputusan, antara lain:

  1. Membantu proses pengambilan keputusan dalam memecahkan permasalahan
    semi-terstruktur yang terjadi.
  2. Memberikan penilaian alternatif dan bahan pertimbangan bagi manajer dalam
    pengambilan keputusan.
  3. Meningkatkan keefektifitasan dalam pengambilan keputusan manajer

Tujuan Pengelolaan Supply Chain Management


Menurut Anwar (2016) tujuan utama dalam pengelolaan supply chain
management adalah sebagai berikut:

  1. Pengiriman produk atau bahan baku yang tepat waktu agar produksi dapat
    berjalan semestinya dan dapat memuaskan konsumen.
  2. Mengurangi biaya yang dibutuhkan.
  3. Meningkatkan hasil yang diperoleh oleh setiap pihak yang turut berperan
    dalam jaringan supply chain.
  4. Mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam siklus produksi perusahaan.
  5. Memusatkan dan memudahkan kegiatan perencanaan dan distribusi.

Area Cakupan Supply Chain Management


Menurut Pujawan (2017) Semua aliran yang ada dalam jaringan supply chain
baik aliran material, uang hingga aliran informasi merupakan kegiatan yang masuk
ke dalam cakupan supply chain management. Apabila mengacu pada perusahaan
manufaktur, maka kegiatan yang termasuk dalam klasifikasi utama supply chain
management adalah sebagai berikut:

  1. Kegiatan merancang produk baru (Product development).
  2. Kegiatan mendapatkan bahan baku (Procurement, Purchasing, and Supply).
  3. Kegiatan perencanaan produksi dan persediaan (Planning and Control).
  4. Kegiatan melakukan produksi (Production).
  5. Kegiatan melakukan pengiriman atau distribusi (Distribution).

Supply Chain Management


Supply chain management adalah kegiatan mengoordinasikan rantai pasokan
dari perusahaan-perusahaan yang saling berrhubungan dengan tujuan untuk
memaksimalkan keunggulan yang kompetitif dan bermanfaat bagi konsumen akhir.
Supply chain management merupakan aktivitas yang berhubungan dengan
pengadaan bahan baku dan pelayanan, mengubah bahan baku menjadi bahan
setengah jadi dan barang jadi serta mengirimkan produk tersebut kedalam sistem
distribusi (Heizer dan Render, 2014). Peran supply chain juga penting guna
menjaga hubungan dengan para stakeholder perusahaan. Stakeholders merupakan
individu maupun organisasi yang dipengaruhi, baik secara langsung maupun tidak
langsung, oleh tindakan perusahaan. Dalam supply chain sendiri secara horizontal
terdapat lima pihak yang berperan yaitu: supplier (pemasok), manufacturer (pabrik
pembuat barang), distributor (pedagang besar), retailer (pengecer) dan customer
(pelanggan). Sedangkan apabila dilihat secara vertikal ada beberapa pihak yang
berperan yaitu: buyer (pembeli), transporter (pengangkut), warehouse
(penyimpanan), dan seller (Jacobs dan Chase, 2014).
Menurut Pujawan (2017), dalam rantai pasok atau yang biasa disebut dengan
supply chain terdapat tiga macam aliran, yaitu:

  1. Aliran barang. Aliran barang merupakan aktivitas yang mengalir dari hulu
    (upstream) menuju ke hilir (downstream). Contoh aliran barang adalah mate-
    rial plywood yang dikirim dari supplier menuju pabrik pengolahan meuble.
    Setelah meuble selesai diproduksi selanjutnya dikirimkan ke distributor untuk
    diteruskan ke ritel atau pengecer, dan akan digunakan oleh pemakai akhir.
  2. Aliran uang. Aliran uang ini kebalikan dari aliran barang yaitu aktivitas yang
    mengalir dari hilir (downstream) menuju ke hulu (upstream). Contoh aliran
    uang adalah pembayaran yang dikeluarkan oleh pemakai akhir dan
    dibayarkan kepada pihak ritel atau pengecer. Pihak ritel ini nantinya akan
    membeli pasokan barang dari pabrik kemudian pabrik akan membayarkannya
    kepada supplier untuk pembelian bahan baku agar dapat digunakan untuk
    produksi barang kembali.
  3. Aliran informasi. Aliran informasi dapat mengalir dari dua arah yaitu dari
    hilir (downstream) ke hulu (upstream) maupun dari hulu (upstream) ke hilir
    (downstream). Contoh aliran informasi adalah informasi pemesanan material
    produksi dari pabrik (hilir) ke supplier (hulu), dan sebaliknya informasi
    ketersediaan barang dari pabrik (hulu) ke ritel atau pengecer (hilir).

Strategi Manajemen Rantai Pasokan


1) Banyak Supplier
Perusahaan menjalin hubungan dengan banyak supplier dan
memilih supplier yang memenuhi spesifiksi.
2) Sedikit Supplier
Menjaga hubungan jangka panjang dengan supplier dengan cara
menjaga komitmen dengan memberikan produk.
3) Integrasi Vertikal
Mengembangkan kemampuan untuk memproduksi barang atau
jasa yang sebelumnya dibeli dari pemasok atau distributor.
Integrasi vertikal berbentuk:
(a) Integrasi ke depan: memproduksi sendiri komponen akhir.
(b) Integrasi ke belakang: memproduksi sendiri bahan yang
tadinya dibeli kepada supplier.
4) Jaringan Keiretsu
Merupakan langkah-langkah gabungan dari kolaborasi, pembelian
dari sedikit supplier serta integrasi vertikal.
5) Ventura Bersama
Perjanjian kontraktual dimana dua atau lebih pihak yang
bekerjasama untuk meningkatkan produk atau keahlian teknologi
masing-masing pihak.
6) Perusahaan Virtual
Perusahaan yang membina hubungan dengan berbagai supplier
untuk memberikan pelayanan pada permintaan.

Pemain Utama Manajemen Rantai Pasokan


Ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan yang
mempunyai kepentingan yang sama (Indrajit dan Djokopranoto, 2016),
yaitu:
1) Chain 1: Supplier
Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber yang
menyediakan bahan pertama, dimana rantai penyaluran baru akan
mulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan
mentah, bahan penolong, barang dagangan, suku cadang dan lain-
lain.
2) Chain 1-2: Supplier-Manufactures
Manufaktur atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat,
mempabrikasi, mengasembling, merakit dan mengkonveksikan,
atau pun menyelesaikan (finishing). Hubungan kedua rantai
tersebut sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan.
Penghematan dapat diperoleh dari inventories bahan baku, bahan
setengah jadi dan bahan jadi yang berada di pihak supplier,
manufacturer dan tempat transit merupkan target untuk
penghematan ini.
3) Chain 1-2-3: Supplier-Manufactures-Distribution
Barang yang sudah dihasilkan oleh manufactures sudah mulai
harus disalurkan kepada pelanggan. Walaupun sudah tersedia
banyak cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan, yang
umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh
sebagian besar supply chain.
4) Chain 1-2-3-4: Supplier-Manufactures-Distribution-Retail Outlet
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau
dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk
menyimpan barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer.
Disini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam
bentuk jumlah inventoris dan biaya gudang dengan cara melakukan
desain kembali pola pengiriman barang baik dari gudang
manufacture maupun ke toko pengecer.
5) Chain 1-2-3-4-5: Supplier-Manufactures-Distribution-Retail
Outlet-Customer
Para pengecer atau retailer menawarkan barang langsung kepada
para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut

Definisi Manajemen Rantai Pasokan


Supply Chain Management (SCM) adalah gambaran koordinasi
dari keseluruham rantai pasokan, dimulai dari bahan baku dan diakhiri
dengan pelanggan yang puas. Dengan demikian rantai pasokan
mencakup pemasok, perusahaan manufaktur/penyedia jasa, dan
perusahaan distributor, grosir/pengecer yang mengatarkan produk atau
jasa ke konsumen akhir (Heizer dan Render, 2015). Tidak jauh berbeda
dengan Schroeder (2007), manajemen rantai pasokan atau Supply Chain
Management merupakan perencanaan desain dan kontrol aliran
informasi dan material dalam rantai pasokan untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan secara efisien sekarang dan di masa yang akan datang.
Menurut Heikkilä, J. (2002) “SCM is a set of practices aimed at
managing and co-ordinating the supply chain from raw material
suppliers to the ultimate customer. The objective of SCM is to improve
the entire process rather than focusing on local optimization of
particular business units”. Tujuan dari manajemen rantai pasokan adalah
mengkoordinasikan kegiatan dalam rantai pasokan untuk
memaksimalkan keunggulan kompetitif dan manfaat dari rantai pasokan
bagi konsumen akhir.
Supply Chain Management sebagai pengelolaan dari berbagai
jaringan fasilitas dan orang-orang yang mendapatkan bahan baku dari
luar organisasi dan mengubahnya menjadi produk lalu
mendistribusikannya ke konsumen (Bateman, Thomas dan Snell, 2008).
Sedangkan menurut Cahyono (2005) supply chain management
merupakan mekanisme atau konsep untuk meningkatkan produktivitas
total perusahaan dalam rantai pasokan melalui optimalisasi lokasi, waktu
dan aliran kuantitas. Penerapan manajemen rantai pasokan dimasa
sekarang ini sangat cocok diterapkan, karena sistem ini memiliki
kelebihan dimana mampu memanage aliran barang atau produk dalam
suatu rantai pasokan (Paoki, dkk. 2016).
Menurut Stock dan Lambert (2001) proses bisnis supply chain
management memerlukan aktifitas utama meliputi: manajemen
hubungan dengan konsumen, manajemen pelayanan konsumen,
manajemen permintaan, pemenuhan order, manajemen aliran
manufaktur, pembelian, pengembangan dan komersialisasi produk, dan
tingat pengembalian. Berdasarkan definisi yang dipaparkan oleh pakar,
Manajemen Rantai Pasokan merupakan jaringan kerja dalam pengadaan
dan penyaluran bahan baku dari pemasok hingga sampe ke tangan
konsumen akhir dengan mengkordinasikan arus informasi, arus barang
dan arus modal antar rantai. Tujuan dari manajemen rantai pasokan yang
telah dipaparkan oleh para ahli adalah untuk menciptakan efektifitas dan
efisiensi mulai dari supplier, manufacture, warehouse dan store.
Supply Chain Management berfokus pada mengintegrasikan dan
mengelola aliran barang, jasa, dan informasi melalui rantai suplai untuk
membuatnya responsif terhadap kebutuhan pelanggan sambil
menurunkan total biaya dan manajemen rantai pasokan juga berfokus
pada manajemen proses di dalam dan di luar batas-batas organisasi
(Chopora, Shweta, dkk. 2017). Jika tidak ada koordinasi antara pihak-
pihak yang terlibat akan mengakibatkan kerugian, sehingga dibutuhkan
keterbukaan antar rantai agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Definisi Rantai Pasokan


Rantai pasokan (supply chain) adalah sebuah jaringan global
organisasi dan aktivitas yang memasok sebuah perusahaan dengan
barang atau jasa (Heizer dan Render, 2015). Hal ini tidak jauh beda
dengan Schroeder (2007), rantai pasokan merupakan sebuah proses
bisnis dan informasi berulang yang menyediakan produk atau layanan
dari pemasok melalui proses pembuatan dan pendistribusian kepada
konsumen. Di dalam rantai pasokan terdapat berbagai informasi
mengenai apa saja yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu barang
atau jasa dan bagaimana proses yang dilalui.
Sedangkan menurut Pujawan (2005) rantai pasokan merupakan
jaringan supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel serta perusahaan
pendukung seperti perusahaan logistik yang berkerjasama menciptakan
dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Jadi
disimpulkan bahwa rantai pasok (supply chain) adalah aktivitas
pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah
jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggang dengan tujuannya
untuk memaksimalkan nilai pada pelanggan (Runtuwene, E.C., 2015).

Keuntungan Penerapan Supply Chain Management


Keuntungan penerapan supply chain management, antara lain sebagai berikut

  1. Mengurangi persediaan barang, sehingga bisa mengurangi biaya inventory,
    biaya penyimpanan, biaya kerusakan, dan kehilangan akibat penyimpanan.
  2. Menjamin kelancaran penyediaan barang karena kerjasama yang
    dilakukan antara pihak perusahaan jasa konstruksi dan vendor.
  3. Menjamin mutu material yang disuplai sesuai dengan kondisi yang
    diinginkan dan harga yang lebih kompetitif

Strategi Supply Chain Management


Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan supply chain adalah dengan
menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara
jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan
efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pengguna akhir.
Perkembangan terakhir dari konsep yang digunakan dan dikembangkan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pergerakan barang atau material adalah
sebagai berikut :

  1. Mengurangi jumlah supplier, hal ini dilakukan untuk mengurangi
    ketidakseragaman, biaya-biaya negosiasi, dan pelacakan (tracking).
    Konsep ini adalah awal kecenderungan dari konsep multiple supplier ke
    single supplier.
  2. Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance. Konsep ini
    menganggap bahwa hanya dengan supplier partnership, key supplier
    untuk material tertentu merupakan strategic sources yang dapat
    diandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan material dalam
    supply chain.
    Keputusan-keputusan dalam manajemen rantai pasokan ada tiga :
  3. Tingkat strategis, yakni suatu keputusan jangka panjang yang berkaitan
    dengan lokasi (keadaan geografis lokasi), produksi (menentukan produk
    apa yang dibuat, dimana pembuatannya, pemasok mana yang dipakai, dari
    pabrik mana distribusi dipasok), persediaan (cara mengatur persediaan
    seluruh rantai pasokan), dan transportasi (mode transportasi).
  4. Tingkat tastis, yakni suatu keputusan jangka menengah yang perkiraan
    besarnya kebutuhan bulanan, mingguan, pembuatan MRP, rencana
    distribusi dan transportasi, serta rencana produksi.
  5. Tingkat operasional, yakni suatu keputusan mengenai aktifitas operasional
    dari sehari-hari.

Manfaat Pengukuran Kinerja Supply Chain Management


Tujuan pengukuran kinerja supply chain management adalah :

  1. Untuk menciptakan proses delivery secara fisik (barang mengalir dengan
    lancar dan inventory tidak terlalu tinggi).
  2. Melakukan stream lining information flow (adanya aliran informasi
    diantara tiap channel).
  3. Cash flow yang baik pada setiap channel dari supply chain.
    Menurut Handfield dan Nichols, Jr. (2000) sistem pengkuran kinerja supply
    chain yang efektif dapat :
  4. Memberikan dasar untuk memahami sistem itu
  5. Mempengaruhi perilaku seluruh sistem
  6. Memberikan informasi mengenai hasil kerja sistem kepada setiap unit baik
    yang terlibat maupun yang tidak terlibat secara langsung di dalam supply
    chain.

Pengukuran Kinerja Supply Chain Management


Kinerja supply chain management adalah semua aktivitas pemenuhan
permintaan customer yang dinyatakan secara kuantitatif. Hasil yang akan
diperoleh dalam bentuk angka atau prosentase dari aktivitas pemenuhan
permintaan perusahaan kepada customer-nya.
Kriteria pengukuran kinerja suatu supply chain management, yaitu :

  1. Sumber daya. Tujuan dari kriteria ini adalah mencapai tingkat efisiensi
    yang setinggi-tingginya. Bentuk nyata yang dapat diukur dalam kriteria ini
    antara lain total biaya, biaya distribusi, biaya produksi, biaya inventory,
    dan lain sebagainya.
  2. Keluaran. Tujuan dari kriteria ini adalah mencapai tingkat kepuasan
    pelanggan yang setinggi-tingginya. Bentuk nyata yang dapat diukur dalam
    kriteria ini antara lain volume produksi, jumlah penjualan, jumlah pesanan
    yang dapat dipenuhi tepat waktu, dan lain sebagainya.
  3. Fleksibilitas. Tujuan dari kriteria ini adalah untuk menciptakan
    kemampuan yang tinggi dalam merespon perubahan yang terjadi di
    lingkungannya. Bentuk nyata yang dapat dukur dalam kriteria ini antara
    lain pengurangan jumlah backorder, pengurangan jumlah lost sales,
    kemampuan merespon variasi permintaan dan lain sebagainya.
    Menurut Felix (2001), beberapa permasalahan yang terjadi dalam sistem
    pengukuran kinerja supply chain management,antara lain :
  4. Tidak adanya pendekatan yang seimbang dalam mengintegrasikan ukuran
    non keuangan dan keuangan.
  5. Tidak adanya berpikir sistem, dimana suatu supply chain harus dipandang
    sebagai satu kesatuan pengukuran yang utuh dari keseluruhan sistem
    supply chain tersebut.
  6. Hilangnya konteks supply chain management.
    F. Dimensi dan Ukuran Kinerja Supply Chain Management
    Menurut Tucker dan Taylor (1990), ukuran kinerja terdiri dari empat
    komponen yaitu satuan metrik yang digunakan (kesesuaian, efisiensi,
    efektivitas, biaya, dan reaksi), suatu skala (rupiah, jam), suatu rumusan
    (persentase a terhadap b dan rata-rata waktu antara kegagalan), dan suatu
    kondisi saat pengukuran dilakukan.
    Ukuran kinerja adalah suatu evaluasi kuantitatif dari suatu proses atau produk.
    Suatu ukuran umumnya terdiri dari suatu angka dan satuannya. Angka
    tersebut menunjukkan besarnya dan satuan menunjukkan suatu arti dan
    maksud. Metrik (standar penilaian seperti frekuensi, persentase, dan lain
    sebagainya) digunakan untuk merefleksikan perkembangan suatu produk dan
    untuk menentukan apakah sesuai atau tidak dengan progres yang diharapkan.
    Pengelolaan, analisis, dan perbaikan supply chain menjadi hal yang penting
    saat ini. Model supply chain yang ada lebih menekankan pada dua ukuran
    kinerja yang berbeda (Beamon, 1999) :
  7. Biaya
  8. Kombinasi antara biaya dan kemampuan reaksi pelanggan
    Biaya-biaya tersebut meliputi biaya persediaan dan biaya operasional.
    Sedangkan kemampuan reaksi pelanggan meliputi lead time, kemungkinan
    stock out, dan tingkat pemenuhan. Pada kenyataannya, masih banyak ukuran
    kinerja lain yang berkaitan dengan analisis supply chain yang belum
    digunakan dalam penelitian supply chain. Walaupun ukuran ini mungkin
    merupakan karakteristik penting dalam suatu supply chain merupakan suatu
    tantangan, karena aspek kualitatif dari masing-masing ukuran sulit untuk
    digabungkan ke dalam model kuntitatif. Misalnya ukuran kepuasan konsumen
    (Christopher, 1994), aliran informasi (Nicoll, 1994), kinerja pemasok (Davis,
    1993), dan manajemen resiko (John dan Randolph, 1995).

Bidang Fokus dan Aturan Supply Chain Management pada Konstruksi


Aturan dalam supply chain management yang dapat diterapkan pada proyek
konstruksi adalah :

  1. Fokus yang menjadi tujuan utama yang berdampak pada aktifitas di
    proyek adalah pengurangan biaya dan jangka waktu aktifitas. Yang
    menjadi pertimbangannya adalah pihak kontraktor harus dapat
    memastikan aliran material utama proyek dan tenaga kerja ke lapangan
    untuk menghindari gangguan jadwal pekerjaan. Hal ini bisa dicapai denan
    memfokuskan pada hubungan yang baik antara lapangan dengan direct
    supliers.
  2. Pihak vendor atau supplier yakni mengurangi biaya-biaya khususnya yang
    berhubungan dengan logistik, lead time, dan inventory.
  3. Mentransfer informasi mengenai aktivitas pekerjaan dari site ke anggota
    supply chain pertama, sehingga akan terjadi sinkronisasi kegiatan untuk
    menghindari koordinasi yang kurang baik di lapangan.
  4. Mengintegrasikan manajemen dan meningkatkan kinerja kegiatan supply
    chain management dengan pekerjaan di lapangan

Pelaku – Pelaku Supply Chain Management Konstruksi


Berdasarkan beberapa model yang dikembangkan di supply chain
management konstruksi dapat disimpulkan beberapa komponen utama dalam
suatu supply chain management konstruksi, yaitu :

  1. Owner (Pelaku Hilir)
    Dalam proses produksi konstruksi bila produk yang dibuat berdasarkan
    permintaan owner, maka peran owner sangat tinggi. Proses supply chain
    management dimulai dari inisiatif owner yang memprakarsai dibuatnya
    produk konstruksi bangunan dan berakhir pada owner ketika produk
    tersebut selesai diproduksi (Vrijhoef, 1999:138).
    Peran owner ada dalam setiap tahapan, sejak tahap feasibility study,
    perencanaan, pengadaan, pelaksanaan, operasi, dan pemeliharaan. Bahkan
    dalam tahapan proses produksi owner dapat menunjuk langsung pihak
    yang terlibat untuk pelaksanaan nominated subcontractor/nominated
    supplier.
  2. Kontraktor (Pelaku Utama)
    Kontraktor adalah suatu organisasi konstruksi yang memberikan layanan
    pekerjaan pelaksanaan konstruksi berdasarkan perencanaan teknis dan
    spesifikasi yang telah ditetapkan. Sekarang ini berkembang berbagai
    organisasi yang berperan sebagai kontraktor, mulai dari perusahaan
    individu hingga perusahaan besar dengan jumlah pekerja yang banyak.
    Begitu pula dengan ruang lingkup pekerjaan kontraktor dalam suatu
    proyek, terdapat spektrum yang sangat beragam, mulai dari lingkup
    pekerjaan yang sangat sempit, hingga lingkup keseluruhan pekerjaan
    dalam suatu proyek konstruksi.
  3. Subkontraktor, Supplier, dan Mandor (pelaku di hulu)
    a. Subkontraktor dan Spesialis
    Subkontraktor adalah perusahaan konstruksi yang berkontrak dengan
    kontraktor utama untuk melaksanakan beberapa bagian pekerjaan
    kontraktor utama. Terminologi subkontraktor dalam konteks
    tradisional terdapat satu kontraktor yang memiliki hubungan kontrak
    dengan owner yaitu kontraktor utama sehingga menempatkan
    kontraktor lainnya yang tidak memiliki hubungan langsung dengan
    owner sebagai subordinan dari kontraktor utama tersebut. Hirarki
    dalam hubungan kontrak ini menimbulkan istilah kontraktor utama,
    subkontraktor, bahkan sub-subkontraktor.
    Penggolongan sub kontraktor berdasarkan jenis aktivitas terdiri dari :
    subkontraktor pada aktivitas dasar, subkontraktor pada pekerjaan yang
    membutuhkan teknik khusus, serta subkontraktor pada pekerjaan
    khusus dan yang berkaitan dengan material khusus. Sedangkan
    penggolongan subkontraktor berdasarkan sumber daya yang diberikan
    terdiri dari:subkontraktor yang memberikan jasa pelaksanaan saja
    (labor-only subcontractor), subkontraktor yang memberikan sumber
    daya berupa pekerja dan material, subkontraktor yang memberikan
    sumber daya berupa pekerja, material, dan perencanaan (design), serta
    subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja, material,
    dan perencanaan (design), dan jasa pemeliharaan. Sedangkan specialist
    trade contractor adalah suatu perusahaan yang memberikan design,
    manufacture, purchase, assembly, installation, testing, dan commission
    dari item-item yang diperlukan dalam suatu proyek konstruksi
    bangunan. Specialist trade contractor dapat dibedakan menjadi dua,
    yaitu specialist contractor yang memberikan jasa perencanaan (design
    service) bagi item yang diproduksi serta dipasang pada konstruksi
    bangunan dan trade contractor yang melaksanakan pekerjaan dengan
    skill tertentu dalam konstruksi bangunan tanpa melakukan
    perencanaan.
    b. Subkontraktor tenaga kerja
    Industri konstruksi merupakan entry point yang relatif mudah dalam
    memasuki dunia kerja sehingga muncul suatu kelompok pekerja
    dengan skill yang rendah. Kelompok ini memiliki pemimpin yang
    disebut dengan mandor.Mandor bertindak sebagai penghubung antara
    kontraktor dengan pekerja. Mandor memberikan jasa kepada
    kontraktor sebagai pemasok tenaga kerja (labor only subcontractor)
    berbagai keahlian yang spesifik (misalnya: tukang gali, tukang batu,
    dan tukang kayu) dan tingkatan keahlian yang berbeda-beda (misalnya:
    pekerja terampil, pekerja setengah terampil, dan tukang). Dengan
    proses produksi pada industri konstruksi yang umumnya memiliki
    karakteristik penggunaan teknologi yang relatif rendah serta tingginya
    intensitas penggunaan pekerja maka keberadaan mandor sebagai
    pemasok tenaga kerja yang menyediakan jasa kepada kontraktor untuk
    mengkonversikan material menjadi intermediate product sangat
    diperlukan.
    c. Supplier dan manufaktur konstruksi
    Dilihat dari jenis material yang diperlukan dalam suatu proyek
    konstruksi bangunan, terdiri dari material alam seperti pasir, kerikil,
    batu alam, dan material hasil produksi manfaktur seperti besi beton,
    keramik, panel beton precast. Dengan demikian terdapat dua jenis
    pelaku yang terlibat dalam aliran material-material yang dibutuhkan
    dalam proyek konstruksi bangunan :
  • Manufaktur konstruksi memproduksi material-material konstruksi
    dengan mengolah material-material alam hingga menghasilkan
    komponen bangunan tertentu.
  • Supplier mendistribusikan material yang diperoleh kepada
    pengguna. Dari jenis material yang didistribusikan maka supplier
    ini dapat dibedakan menjadi supplier material alam dan supplier
    komponen bangunan.
    Material alam terlebih dahulu mengalami proses di dalam suatu
    manufaktur sebelum memasuki lokasi konstruksi hal ini menunjukkan
    adanya hubungan antar industri konstruksi dan industri manufaktur
    yang memproduksi komponen bangunan. Industri manufaktur
    khususnya yang memproduksi komponen konstruksi telah mendukung
    industri konstruksi. Adanya manufaktur konstruksi sebagai pihak yang
    melakukan produksi di luar lokasi konstruksi (off site production),
    memiliki kontribusi besar bagi konstruksi untuk lebih mengefisienkan
    proses konstruksi yang terjadi dalam lokasi konstruksi.

Definisi Supply Chain Management


Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain :

  1. Levi, et.al (2000) mendefinisikan Supply Chain Management (Manajemen
    Rantai Pasokan) sebagai suatu pendekatan yang digunakan untuk
    mencapai pengintegrasian yang efisien dari supplier, manufacturer,
    distributor, retailer, dan customer. Artinya barang diproduksi dalam
    jumlah yang tepat, pada saat yang tepat, dan pada tempat yang tepat
    dengan tujuan mencapai suatu biaya dari sistem secara keseluruhan yang
    minimum dan juga mencapai service level yang diinginkan.
  2. Pires, et.al. (2001) mengartikan Supply Chain Management (Manajemen
    Rantai Pasokan) sebagai sebuah jaringan supplier, manufaktur, perakitan,
    distribusi, dan fasilitas logistik yang membentuk fungsi pembelian dari
    material, transformasi material menjadi barang setengah jadi maupun
    produk jadi, dan proses distribusi dari produk-produk tersebut ke
    konsumen.
  3. Heizer & Rander (2004), mendefinisikan Supply Chain Management
    (Manajemen Rantai Pasokan) sebagai kegiatan pengelolaan kegiatan-
    kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah menjadi barang dalam
    proses atau barang setengah jadi dan barang jadi kemudian mengirimkan
    produk tersebut ke konsumen melalui sistem distribusi. Kegiatan-kegiatan
    ini mencangkup fungsi pembelian tradisional ditambah kegiatan penting
    lainnya yang berhubungan antara pemasok dengan distributor.
  4. Chow et.al. (2006) mengartikan Supply Chain Management (Manajemen
    Rantai Pasokan) sebagai pendekatan yang holistik dan strategis dalam hal
    permintaan, operasional, pembelian, dan manajemen proses logistik

Area Cakupan Supply Chain Management (SCM)


Menurut I Nyoman Pujawan dan Mahendrawathi, kegiatan-kegiatan utama
yang masuk dalam klasifikasi SCM adalah sebagai berikut.

  1. Kegiatan merancang produk baru (product development)
  2. Kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement, purchasing atau control)
  3. Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (planning & control)
  4. Kegiatan melakukan produksi (production)
  5. Kegiatan melakukan pengiriman / distribusi (distribution)
  6. Kegiatan pengelolaan pengembalian produk / barang (return)
    Keenam klasifikasi tersebut biasanya tercermin dalam bentuk pembagian
    department atau divisi dengan kegiatan – kegiatan yang biasanya dilakukan. Bentuk
    pembagian dan kegiatan yang biasanya ada pada perusahaan menufaktur dapat
    dilihat pada tabel berikut

Komponen Supply Chain Management (SCM)


Komponen dari supply chain management menurut Turban (2004) terdiri
dari tiga komponen utama, yaitu:

  1. Upstream Supply Chain
    Keseluruhan kegiatan perusahaan manufaktur dengan pendistribusiannya atau
    hubungan distributor dapat diperluas menjadi kepada beberapa tingkatan.
    Kegiatan utama dalam Upstream Supply Chain ini adalah pengadaan barang.
  2. Internal Supply Chain
    Internal Supply Chain ini merupakan proses pengiriman barang ke gudang.
    Kegiatan utama dalam Internal Supply Chain adalah manajemen produksi,
    pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
  3. Downstream Supply Chain
    Kegiatan di dalam Downstream Supply Chain ini melibatkan proses pengiriman
    kepada konsumen akhir. Kegiatan utama dalam Downstream Supply Chain ini
    adalah distribusi barang, gudang, transportasi.

Supply Chain Management (SCM)


Menurut David Jacoby “SCM adalah koordinasi dari satuan kegiatan, yang
termasuk dalam kegiatan tersebut adalah memindahkan barang atau produk dari
jasa supplier akhir, sampai ke pelanggan akhir, dengan berusaha memaksimalkan
nilai tambah ekonomisnya.”
Menurut Martin Christopher “SCM adalah manajemen hubungan antara
aliran dari mulai hulu sampai menuju hilir, dengan melibatkan para pemasok dan
para pelanggan dalm rangka menyerahkan nilai unggul pelanggan (superior
customer value) secara murah kedalam keseluruhan sistem rantai pasokan.”
Menurut I Nyoman Pujawan dan Mahendrawathi “Supply chain management
(SCM) adalah metode atau pendekatan integrative mengelola aliran produk,
informasi, dan uang secara integritas yang melibatkan pihak-pihak mulai dari hulu
ke hilir yang terdiri dari supplier, pabrik, jaringan distribusi maupun jasa-jasa
logistik”.
Supply chain management adalah metode atau pendekatan integrative untuk
mengelola aliran produk, informasi, dan uang secara terintegrasi yang melibatkan
pihak-pihak mulai dari hulu ke hilir. Prinsip penting dalam SCM adalah transparasi
informasi dan kolaborasi, baik antar fungsi di internal perusahaan maupun dengan
pihak-pihak diluar perusahaan disepanjang supply chain.
Pada suatu supply chain biasanya ada tiga macam aliran yang harus
dikelola. Tiga macam aliran yang harus dikelola adalah sebagai berikut:

  1. Pertama, aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir
    (downstream).
  2. Kedua, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu.
  3. Ketiga, aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun
    sebaliknya.

Fuzzy Logic


Sebelumnya munculnya Teori logika fuzzy (fuzzy logic) dikenal sebuah logika
tegas (Crisp Logic) yang memiliki nilai benar atau salah secara tegas. Saat logika
klasik menyatakan bahwa segala hal dapat diekspresikan dalam istilah biner (0
atau 1, hitam atau putih, ya atau tidak), Logika Fuzzy memungkinkan nilai
keanggotaan antara 0 dan 1, tingkat keabuan dan juga hitam dan putih, dan dalam
bentuk linguistik, konsep tidak pasti seperti “sedikit”, “lumayan”, dan “sangat”.
Logika ini berhubungan dengan set fuzzy dan teori kemungkinan (Puji 2018).
Fuzzy Logic pertama kali diperkenalkan oleh Zadeh pada tahun 1965. Dasar
fuzzy logic adalah teori himpunan fuzzy. Pada teori himpunan fuzzy, peranan
derajat keanggotaan sebagai penentu keberadaan elemen dalam suatu himpunan
sangatlah penting. Nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan atau membership
function menjadi ciri utama dari penalaran dengan fuzzy logic tersebut
(Kusumadewi dan Purnomo, 2010).
Menurut Kusumadewi (2003) berikut ini alasan mengapa orang menggunakan
logika fuzzy :

  1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang
    mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.
  2. Logika fuzzy sangat fleksibel.
  3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.
  4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinier yang sangat
    kompleks. 5.
  5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan
    pengalamanpengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui
    proses pelatihan.
  6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara
    konvensional.
  7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.
    Sementara itu, dalam pengaplikasiannya, logika fuzzy juga memiliki beberapa
    kelebihan, antara lain sebagai berikut.
  8. Daya gunanya dianggap lebih baik daripada teknik kendali yang pernah
    ada.
  9. Pengendali fuzzy terkenal karena keandalannya.
  10. Mudah diperbaiki.
  11. Pengendali fuzzy memberikan pengendalian yang sangat baik
    dibandingkan teknik lain.
  12. Usaha dan dana yang dibutuhkan kecil.

Definisi House of Risk


Nurlela dan Suprapto (2014) menejelaskan bahwasanya, Metode House Of
Risk (HOR) adalah metode untuk memanage risiko secara proaktif, dimana
risk agent yang teridentifikasi sebagai penyebab risk event dapat dikelola
dengan cara memberikan urutan berdasarkan besarnya dampak yang mungkin
ditimbulkan. Berdasarkan urutan tersebut dapat ditentukan pula langkah
proaktif yang efektif untuk dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
Resiko. Hal sama yang didefinisikan Tampubolon Dkk (2013) Model House
Of Risk (HOR) berdasarkan gagasan supply chain risk management yang
berfokus pada tindakan pencegahan, mengurangi kemungkinan terjadinya
suatu risk agent terjadi. Mengurangi terjadinya risk agent biasanya akan
mencegah terjadinya suatu risiko (risk event) juga. Biasanya suatu risk agent
menyebabkan lebih dari satu Resiko. Saepullah (2017) menjelaskan lebih
rinci, HOR merupakan model terintegrasi dengan menggabungkan dua model
yaitu metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan House of
Quality (HOQ). Pada metode HOR ini, FMEA akan digunakan untuk
menghitung tingkat resiko yang diperoleh dari perhitungan Risk Potential
Number (RPN). Untuk menghitung nilai RPN pada metode FMEA ini
ditentukan oleh tiga faktor yaitu probabilitas terjadinya resiko (occurrence),
tingkat keparahan dampak (severity) dan probabilitas penemuan resiko
(detection) yang masing-masing faktor tersebut memiliki skala penilaian
tersendiri. Sedangkan metode HOQ yang diambil dari metode Quality
Function Deployment (QFD) akan digunakan untuk membantu dalam proses
perancangan strategi sehingga dapat digunakan untuk mengurangi atau
mengeliminasi penyebab resiko yang telah teridentifikasi

Jenis Supply Chain Risk Management


Handayani (2014) mengatakan bahwasanya SCRM memiliki beberapa
jenis, beikut ini jenis – jenis SCRM dan penjelasannya :

  1. Operational risk adalah Resiko-Resiko yang berhubungan dengan
    operasional organisasi perusahaan.
  2. Financial risk adalah Resiko yang berdampak pada kinerja
    perusahaan.
  3. Hazard risk adalah Resiko kecelakaan fisik, seperti kejadian
    Resiko sebagai akibat bencana alam, berbagai kejadian/kerusakan
    yang menimpa harta perusahaan, dan adanya ancaman pengerusakan.
  4. Strategic risk mencakup kejadian Resiko yang berhubungan dengan
    strategi perusahaan, politik ekonomi, peraturan dan perundangan,
    pasar bebas, Resiko yang berkaitan dengan reputasi perusahaan,
    kepemimpinan, dan termasuk perubahan keinginan pelanggan.

Klasifikasi Supply Chain Risk Managment


Sherlywati (2016) mengatakan, SCRM memiliki beberapa klasifikasi,
berikut ini klasifikasi dan penjelasannya :

  1. Resiko internal perusahaan: Resiko proses dan Resiko kontrol –
    muncul dari dalam perusahaan, Resiko yang melekat pada proses
    operasi dan Resiko yang muncul dari keputusan pihak manajemen.
  2. Resiko eksternal supply chain : Resiko demand dan supply – Resiko
    yang muncul dari luar organisasi tetapi masih di dalam supply chain,
    terjadi akibat interaksi antar mata rantai pasok, terutama Resiko yang
    berasal dari supplier (realibility, ketersediaan bahan baku, lead time,
    permasalahan pengiriman, industrial action, dll) dan Resiko yang
    berasal dari konsumen (variabel demand, payments, customized
    requirements, dll).
  3. Resiko eksternal perusahaan: Resiko lingkungan – Resiko yang timbul
    dari interaksi dengan lingkungan.

Definisi SCRM


Risqiyah & Santoso (2017) mengemukakan bahwa manajemen risiko
rantai pasok fokus pada bagaimana memahami dan menanggulangi pengaruh
berantai ketika risiko kecil atau besar terjadi dalam jaringan rantai pasok.
Selanjutnya, memastikan bahwa ketika risiko itu terjadi, pelaku rantai pasok
mempunyai kemampuan untuk kembali pada keadaan normal dan
melanjutkan bisnisnya. Manajemen rantai pasok terdiri dari identifikasi
risiko, analisi risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko.
Manajemen risiko supply chain merupakan kegiatan yang terkoordinasi
diantara seluruh pelaku rantai pasok dan menyangkut isu risiko
penyimpangan potensial yang terjadi pada seluruh rangkaian proses produksi
dan manajemen mitigasinya seperti manajemen pasokan, manajemen
permintaan, mnajemen produksi, manajemen informasi dan manajemen
keselamatan (Risqiyah & Santoso, 2017).

Alternatif dalam Manajemen Risiko


Beberapa alternatif bisa dipilih untuk mengelola risiko yang dihadapi,
yaitu (Hanafi, 2016) :

  1. Penghindaran Risiko (Risk Avoidance).
    Jika memungkinkan, risiko yang tidak perlu, risiko yang bisa
    dihilangkan tanpa ada pengaruh negatif terhadap pencapaian tujuan, bisa
    dihindari. Misalkan saja perusahaan mempunyai dua pilihan untuk
    gudangnya, satu di daerah rawan banjir, yang lainnya di daerah aman
    banjir. Jika segala sesuatunya sama (misal harga sewanya sama),
    perusahaan seharusnya memilih gudang yang di daerah aman banjir.
    Dalam kebanyakan situasi, risiko tidak bisa dihindari. Perusahaan secara
    sengaja melakukan aktivitas bisnis tertentu untuk memperoleh
    keuntungan. Dalam melakukan aktivitas bisnis tersebut, perusahaan
    menghadapi risiko yang berkaitan dengan aktivitas tersebut. Karena itu
    risiko semacam itu tidak bisa dihindari.
  2. Pengendalian Risiko (Risk Cintrol).
    Untuk risiko yang tidak bisa dihindari, organisasi perlu melakukan
    pengendalian risiko. Dengan menggunakan dua dimensi, probabilitas dan
    severity, pengedalian risiko bertujuan untuk mengurangi probabilitas
    munculnya kejadian, mengurangi tingkat keseriusan (severity), atau
    keduanya. Agar bisa mengendalian risiko lebih baik, pemahaman
    terhadap karakteristik risiko diperlukan.
  3. Penanggungan atau Penahanan Risiko (Risk Retention).
    Alternatif lain dari manajemen risiko adalah perusahaan menanggung
    sendiri risiko yang muncul (menahan risiko tersebut atau risk retention).
    Jika risiko benar – benar terjadi, perusahaan tersebut harus menyediaakan
    dana untuk menanggung risiko tersebut.
  4. Pengalihan Risiko (Risk Transfer).
    Alternatif lain dari manajemen risiko adalah memindahkan risiko ke
    pihak lain (mentransfer risiko ke pihak lain). Pihak lain tersebut biasanya
    mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk mengendalikan risiko,
    baik karena skala ekonomi yang lebih baik sehingga bisa
    mendiversifikasikan risiko lebih baik, atau karena mempunyai keahlian
    untuk melakukan manajemen risiko lebih baik.

Definisi Manajemen Risiko


Manajemen risiko adalah aktivitas yang luas dari perencanaan dan
pengambilan keputusan yang dirancang untuk menangani terjadinya hazard
atau risiko (Bahauddin dkk., 2015). Sedangkan menurut Sofyan (2005)
manajemen risiko diartikan sebagai kemampuan seorang manajer untuk
menata kemungkinan variabilitas pendapatan dengan menekan sekecil
mungkin tingkat kerugian yang diakibatkan oleh keputusan yang diambil
dalam menggarap situasi yang tidak pasti. Manajemen resiko merupakan
pendekatan ilmiah untuk menangani resiko dengan melakukan langkah
antisipasi kemungkinan terjadinya kerugian, serta mendesain dan
mengimplementasikan prosedur-prosedur yang dapat meminimalkan
terjadinya kerugian finansial (Saepullah, 2017).
Manajemen resiko merupakan serangkaian aktivitas dalam menganalisis
resiko. Resiko tersebut diidentifikasi, dinililai, dan selanjutnya disusun
langkah strategis yang dapat digunakan dalam mengatasi resiko tersebut.
Proses pelaksanaan manajemen resiko, ketika memasuki tahapan penanganan
atau aksi apa yang harus diambil, maka terdapat empat pilihan penanganan
terhadap risiko potensial tersebut, yaitu take (terima), treat (kurangi),
terminate (hindari), transfer (Dessy dkk., 2014)
Darmawi (2014) berpendapat bahwa program manajemen risiko pertama –
tama bertugas mengidentifikasikan risiko – risiko yang dihadapi sesudah itu
mengukur atau menentukan besarnya risiko itu dan kemudian barulah dapat
dicarikan jalan untuk menghadapi atau menangani risiko itu. Ini berarti orang
harus menyusun strategi untuk memperkecil ataupun mengendalikannya.

Jenis – Jenis Risiko


Risiko sering muncul pada permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan
suatu investasi. Secara garis besar risiko dapat dikelompokkan menjadi dua
(Sofyan, 2005), yaitu :

  1. Kelompok risiko nonsistematis : kelompok risiko yang dapat
    dihilangkan atau dikurangi melalui suatu diversifikasi.
  2. Kelompok risiko sistematis : kelompok risiko yang tidak dapat
    dihilangkan atau dikurangi melalui diversifikasi, biasanya risiko yang
    selalu berhubungan dengan pasar atau kejadian – kejadian yang dapat
    secara sistematis akan memengaruhi posisi pasar. Posisi pasar sangat
    ditentukan oleh adanya perubahaan dari sisi penawaran ataupun dari
    sisi permintaannya secara sistematis akan mempengaruhi
    keseimbangan pasar

Sumber – Sumber Risiko


Sumber penyebab kerugian (risiko) dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Darmawi, 2014) :

  1. Risiko Sosial.
    Sumber utama risiko adalah masyarakat, artinya tindakan orang –
    orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan yang
    merugikan dari harapan kita. Sulit jika tidak mungkin untuk
    mendaftarkan segala penyebab kerugian yang bersifat sosial ini, tetapi
    beberapa contoh dapat menggambarkan sifat dan peranan sumber risiko
    ini. dengan berkembangnya toko – toko swalayan, maka tokowan
    menghadapi risiko besarnya pencurian (shopliffting). Akan tetapi, tidak
    semua pencuri itu adalah orang luar melainkan juga penggelapan dan
    penyalahgunaan oleh pegawainya sendiri.
    Vandalisme (perusakan) merupakan sumber risiko bagi pemilik
    gedung. Rumah – rumah yang pemiliknya pergi berlibur dan mobil –
    mobil yang di parkir di jalan merupakan sasaran empuk para perusak ini.
    ribuan rumah terbakar karena arson (membakar rumah sendiri untuk
    menagih asuransi) setiap tahun. Huru – hara (riot) semakin menjdi – jadi
    akhir – akhir ini. para perusuh itu merampas toko – toko dan merusak
    segala macam harta. Pemogokan kadang – kadang menjurus ke
    kekerasan yang menimbulkan banyak kerusakan harta dan juga cidera
    badan atau kematian. Pemogokan juga menyebabkan kerugian produksi
    sampai jutaan dollar. Pemogokan yang lama dapat menyebabkan
    kerugian besar dan bahkan menyebabkan bangkrutnya perusahaan.
    Orang – orang dapat menyebabkan kecelakaan yang menciderai diri
    mereka sendiri dan/atau orang lain sehingga menyebabkan kerusakan
    harta dan jiwa yang besar.
  2. Risiko Fisik.
    Ada banyak sumber risiko fisik yang sebagainya adalah fenomena
    alam, sedangkan lainnya disebabkan kesalahan manusia. Banyak risiko
    yang kompleks sumbernya tetapi termasuk terutama kategori fisik,
    contohnya antara lain,
    Kebakaran, kebakaran adalah penyebab utama cidera, kematian dan
    kerusakan harta. Kebakaran besar dapat disebabkan oleh alam seperti
    petir, atau oleh penyebab fisik seperti kabel yang cacat, atau karena
    keteledoran manusia.
    Cuaca, iklim adalah risiko yang serius. Kadang – kadang hujan terlalu
    banyak sehingga panen kena banjir dan sungai meluap. Banjir terjadi
    setiap tahun. Yang berubah hanyalah lokasinya, malahan kadang –
    kadang berulang pada lokasi yang sama. Banjir menimbulkan kerugian
    jiwa dan jutaan dollar kerusakan harta. Sebaliknya kekeringan juga
    menyebabkan kerugian besar karena kerusakan panen dan juga rusaknya
    tanah bila disertai angin. Badai salju juga menghancurkan panen dan
    kerusakan harta yang serius.
    Petir, menyebabkan kebakaran yang selanjutnya meusakkan harta,
    membunuh atau menciderai orang.
    Tanah longsor, telah umum menjadi sumber kerusakan harta. Semakin
    padatnya daerah kota maka semakin banyak rumah dibangun di atas
    tanah yang labil. Dengan bergesernya tanah maka rumah – rumah pun
    rusak dan hancur. Salah satu sumber malapetaka yang mengerikan yang
    mendatangkan kerusakan harta dan kerugian jiwa adalah gempa bumi.
  3. Risiko Ekonomi.
    Banyak risiko yang dihadapi perusahaan itu bersifat ekonomi. Contoh
    – contoh risiko ekonomi adalah inflasi, fluktuasi lokal, dan
    ketidakstabilan perusahaan individu, dan sebagainya.
    Selama periode inflasi, daya beli uang merosot dan para pensiunan serta
    mereka yang berpenghasilan tetap tidak mungkin lagi mempertahankan
    tingkat hidup yang biasa.
    Bahkan dalam periode ekonomi yang relatif stabil, daerah – daerah
    tertentu mungkin mengalami boom atau resesi. Keadaan ini
    menempatkan orang – orang dan pengusaha pada risiko yang sama
    dengan risiko pada fluktuasi umum kegiatan ekonomi.
    Keadaan masing – masing perusahaan itu tidak stabil. Ada yang
    sukses dan ada yang gagal. Para pemilik perusahaan kehilangan sebagian
    dan seluruh investasinya dan para pekerja terancam pengangguran bila
    perusahaan pailit

Definisi Risiko


Vaughan (1978) dalam Darmawi (2014) mengemukakan beberapa definisi
risiko sebagaimana dapat kita lihat berikut ini :

  1. Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian).
    Chance of loss biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu
    keadaan dimana terdapat suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian
    atau suatu kemungkinan kerugian. Sebaliknya jika disesuaikan dengan
    istilah yang dipakai dalam statistik, maka “chance” sering dipergunakan
    untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu.
    Misalnya kalau kita melemparkan uang logam Rp. 100,- maka
    probabilitas muncul gambar adat dibagian atas setelah uang itu tiba di
    lantai adalah 0,5.
  2. Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian).
    Istilah “possibility” berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa
    berada diantara nol dan satu. Definisi ini barangkali sangat mendekati
    dengan pengertian risiko yang dipakai sehari – hari. Akan tetapi definisi
    ini agak longgar, tidak cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
  3. Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian).
    Tampaknya ada kesepakatan bahwa risiko berhubungan dengan
    ketidakpastian (uncertainty) yaitu adanya risiko, karena adanya
    ketidakpastian. Karena itulah ada penulis yang mengatakan bahwa risiko
    itu sama artinya dengan ketidakpastian. Tetapi istilah “uncertainty” itu
    sendiri mempunyai berbagai arti, dan selalu tidak segera bisa ditangkap
    arti mana yang dimaksudkan. Untuk ringkasnya dapat dikatakan, bahwa
    uncertainty ada yang bersifat subyektif dan yang bersifat obyektif.
    Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi
    risiko. Hal ini didasarkan atas pengetahuan dan sikap orang yang memandang
    situasi itu. Ketidakpastian itu merupakan ilusi yang diciptakan oleh orang
    karena ketidaksempurnaan pengetahuannya dibidang itu. Misalnya dilaporkan
    oleh dinas pengamat cuaca, bahwa besok “mungkin akan” hujan. Tidak ada
    ketidakpastian dalam alam. Semua sudah diatur berdasarkan hukum alam.
    Hujan pasti atau tidak pasti akan datang. Pengetahuan peramal cuacalah yang
    tidak sempurna untuk dapat memastikannya. Jadi ketidakpastian seperti ini
    bersifat subyektif dan inilah yang menimbulkan risiko dalam pengambilan
    keputusan.
    Risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk
    (kerugian) yang tak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain
    “Kemungkinan” itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian.
    Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko.
    Dan jika kita kaji lebih lanjut “kondisi yang tidak pasti” itu timbul karena
    berbagai sebab, antara lain (Darmawi, 2014) :
  4. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu
    berakhir. Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.
  5. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.
  6. Keterbatasan pengetahuan/keterampilan/teknik mengambil keputusan.
  7. Dan sebagainya.
    Geraldin dkk. (2015) menyatakan bahwa terdapat berbagai definisi risiko
    yang dikembangkan oleh berbagai peneliti, diantaranya Alijoyo (2006)
    memberikan definisi risiko berdasarkan dua sudut pandang :
  8. Sudut pandang hasil atau output.
    Risiko adalah “sebuah hasil atau output yang tidak dapat
    diprediksikan dengan pasti, yang tidak disukai karena akan menjadi
    kontra produktif”.
  9. Sudut pandang proses.
    Risiko adalah “faktor – faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian
    tujuan, sehingga terjadi konsekuensi yang tidak diinginkan”.

SCOR (Supply Chain Operation Reference)


Pada tahun 1996 sebanyak 69 perusahaan praktisi membentuk organisasi
mandiri, nirlaba, yang berlingkup global dengan anggota terbuka (dengan
persyaratan) untuk semua perusahaan dan organisasi yang tertarik untuk
mengaplikasikan dan memajukan ilmu yang terkini dalam sistem dan praktek
manajemen rantai pasok. Organisasi ini bernama Supply Chain Council (SCC)
yang mengeluarkan model Supply Chain Operations Reference (SCOR) (Thaha,
2016). Sedangkan menurut Natalia dan Astuario (2015) SCOR adalah suatu
kerangka untuk menggambarkan aktivitas bisnis antar komponen rantai pasok
mulai dari hulu (suppliers) hingga ke hilir (customers) untuk memenuhi
permintaan pelanggan dan tujuan dari rantai pasok. Pujawan & Mahendrawathi
(2010) menambahkan SCOR adalah suatu model acuan dari operasi supply chain.
Seperti halnya kerangka yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, SCOR pada
dasarnya juga merupakan model yang berdasarkan proses

Tantangan Dalam Mengelola Supply Chain


Menurut Pujawan & Mahendrawathi (2010) dalam tantangan mengelola
supply chain ada dua, yakni :

  1. Kompleksitas struktur upply chain.
    Suatu supply chain biasanya sangat kompleks, melibatkan banyak
    pihak di dalam maupun di luar perusahaan. Pihak – pihak tersebut sering
    kali memiliki kepentingan yang berbeda – beda, bahkan tidak jarang
    bertentangan (conflicting) anatar satu dengan yang lainnya. Di dalam
    perusahaan sendiri pun perbedaan kepentingan ini sering muncul.
    Sebagai contoh, bagian pemasaran ingin memuaskan pelanggan sehingga
    sering membuat kesepakatan dengan pelanggan tanpa mengecek secara
    baik kemampuan bagian produksi. Perubahan jadwal produksi secara tiba
    – tiba sering harus terjadi karena bagian pemasaran menyepakati
    perubahan order (pesanan) dari pelanggan. Disisi lain, bagian produksi
    biasanya cukup resistant terhadap perubahan – perubahan mendadak
    seperti itu karena akan berakibat pada rendahnya utilitas mesin dan
    seringnya pengadaan bahan baku harus dimajukan atau diubah. Ini akan
    membuat kinerja bagian produksi kelihatan kurang bagus. Konflik antar
    bagian ini merupakan satu tantangan besar dalam mengelola sebuah
    supply chain.
    Konflik kepentingan juga sangat jelas terjadi antar perusahaan yang
    ada pada supply chain. Supplier menginginkan pembeli untuk memesan
    produk jauh – jauh hari sebelum waktu pengiriman dan sedapat mungkin
    pesanan tersebut tidak berubah. Supplier juga akan semakin senang bila
    pengiriman bisa dilakukan segera setelah produksi selesai. Di sisi lain,
    perusahaan pembeli menghendaki fleksibilitas yang tinggi. mereka akan
    lebih mudah dalam kegiatan operasinya apabila supplier memberikan
    keleluasan untuk mengubah jumlah, spesifikasi, maupun jadwal
    pengiriman bahan baku yang dipesan. Pembeli juga menginginkan
    supplier bisa mengirim tepat waktu dengan kuantitas pengiriman kecil
    (mengikuti model just in time) sehingga pembeli tidak perlu menumpuk
    persediaan dengan jumlah besar di gudang mereka. Konflik kepentingan
    juga muncul dalam kaitannya dengan term pembayaran. Supplier
    menginginkan agar pembeli cepat membayar, sementara pembeli
    menginginkan term pembayaran yang panjang.
    Kompleksitas suatu supply chain juga dipengaruhi oleh perbedaan
    bahasa, zone waktu, dan budaya antar satu perusahaan dengan
    perusahaan lain. Tentu akan sulit kalau sebuah perusahaan manufaktur di
    Indonesia harus membeli bahan baku dari Eropa karena perbedaan
    kepentingan antara mereka lebih sulit dicari titik temunya akibat
    perbedaan tiga hal tadi.
  2. Ketidakpastian
    Ketidakpastian merupakan sumber kesulitan pengelolaan suatu supply
    chain. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap
    rencana yang sudah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering
    menciptakan pengaman di sepanjang supply chain. Pengaman ini bisa
    berupa persediaan (safety stock), waktu (safety time), ataupun kapasitas
    produksi tidak bisa terpenuhi. Dengan kata lain, customer service level
    akan lebih rendah pada situasi dimana ketidakpastian cukup tinggi.
    berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi utama ketidakpastian pada
    supply chain. Pertama adalah ketidakpastian permintaan. Sebuah toko
    atau supermarket tidak akan pernah bisa memiliki informasi yang pasti
    berapa suatu produk x akan terjual pada minggu atau hari tertentu.
    Mereka hanya bisa meramalkan dan kita semua sadar bahwa ramalan
    hampir selalu tidak benar. Pesanan dari sebuah supermarket ke
    distributor juga tidak pernah pasti karena berbagai faktor, termasuk
    adanya kesalahan administrasipersediaan, adanya syarat jumlah
    pengiriman minimum dari pabrik, dan keharusan supermarket untuk
    mengakomodasikan ketidakpastian pelanggan mereka. Demikian juga
    halnya dengan distributor karena berbagai sebab – sebab tadi. Bahka
    semakin ke hulu ketidakpastian permintaan ini biasanya semakin
    meningkat. Peningkatan ketidakpastian atau variasi permintaan dari hilir
    ke hulu pada suatu supply chain dinamakan bullwhip effect.
    Ketidakpastian kedua berasal dari arah supplier. Ini bisa berupa
    ketidakpastian pada lead time pengiriman, harga bahan baku atau
    komponen, ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang dikirim.
    Sedangkan sumber yang ketiga adalah ketidakpastian internal yang bisa
    diakibatkan oleh kerusakan mesin, kinerja mesinyang tidak sempurna,
    ketidak hadiran tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu maupun kualitas
    produksi. Besarnya ketidakpastian yang dihadapi tiap – tiap supply chain
    berbeda – beda. Pada kebanyakan kasus, permintaan pelanggan dianggap
    mendominasi keidakpastian supply chain, namun tentu banyak juga kasus
    dimana ketidakpastian pasokan bahan baku atau komponen menjadi isu
    yang lebih dominan

Pengertian Supply Chain Management


Supply Chain Management adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk
mengintegrasikan supplier, manufacturer, warehouse, dan store secara efisien
sehingga barang yang diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang
tepat, ke lokasi yang tepat dan pada waktu yang tepat, dalam rangka
meminimalkan biaya systemwide dengan memperhatikan tingkat pelayanan
untuk memuaskan pelanggan (Bahauddin dkk., 2015). Menurut Anatan &
Ellitan (2008) manajemen rantai pasokan merupakan strategi alternatif yang
memberikan solusi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan untuk
mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi dan
perbaikan pelayanan konsumen dan kepuasan konsumen. Manajemen rantai
pasokan menawarkan suatu mekanisme yang mengatur proses bisnis,
meningkatkan produktivitas, dan mengurangi biaya operasional perusahaan.
Fungsi supply chain management tidak hanya terbatas pada kegiatan fisik
seperti memproduksi dan mengangkut barang dari sutu tempat ke tempat lain,
namun juga fungsi – fungsi non-fisik seperti membuat perencanaan,
melakukan riset pasar, dan sebagainya (Pujawan & Mahendrawathi, 2010).
Marshal Fisher, seorang professor di Wharton School, the University Of
Pennsylvania, membuat klasifikasi kegiatan pada supply chain menjadi dua
yakni kegiatan mediasi pasar dan kegiatan fisik.

Pengertian Supply Chain


Supply chian adalah suatu sistem melalui mana suatu organisasi itu
menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai
ini juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling
berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama yaitu sebaik mungkin
menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Kata
penyaluran mungkin kurang tepat karena dalam istilah supply termasuk juga
proses perubahan barang tersebut jadi misalnya dari bahan mentah menjadi
barang jadi (Bahauddin dkk., 2015). Menurut Darojat dan Yunitasari (2017)
Supply chian adalah terintegrasinya suatu proses dimana sejumlah entity
bekerja bersama demi mendapatkan raw material, mengubah raw material
menjadi produk jadi, dan mengirimkannya ke retailer dan customer. Selain
sebagai kesatuan dari Supplier, Manufacturing, Customer, dan Delivery
Process, supply chain juga merupakan suatu sistem tempat organisasi
menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya.
Supply chain adalah sekumpulan aktivitas terkait jaringan fasilitas dan
pilihan distribusi yang mencakup keseluruhan interkasi antara pemasok,
perusahaan, manufaktur, distributor, dan konsumen yang menjalankan fungsi
dari pengadaan material, pengolahan material tersebut menjadi barang
setengah jadi maupun barang jadi, dan pendistribusian barang jadi tersebut
kepada pelanggan (Anitawati, 2016). Pujawan & Mahendrawathi (2010)
menyatakan bahwa supply chain adalah jaringan perusahaan – perusahaan
yang secara bersama – sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan
suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan – perusahaan tersebut
biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta
perusahaan – perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.

Supply Chain Management


Supply Chain Management adalah koordinasi dan pengelolaan dari
awal hingga akhir dalam proses produksi dan distribusi, dimulai dari bahan
mentah hingga produk jadi yang disampaikan kepada konsumen. Ini
melibatkan kerjasama antara pemasok, produsen, dan pengecer untuk
memastikan kelancaran dan efisiensi dalam operasi bisnis. Supply Chain
memiliki tujuan yaitu memaksimalkan nilai konsumen serta dapat unggul
dalam persaingan pasar.
Dalam penggunaan Supply Chain Management, terdapat beberapa
tujuan antara lain yaitu penyelarasan permintaan dengan pasok yang ada.
Namun, berbagai tantangan muncul dalam mengoperasikan alur pasokan,
termasuk pengelolaan pembelian barang, hubungan dengan pemasok,
interaksi dengan pelanggan, pengenalan dan penanganan masalah,
pengaturan risiko, dan aspek lainnya. (Maret Wijaya et al., 2021)
Rencana dalam Supply Chain Management terdiri dari enam aspek.
Yang pertama adalah tahap perencanaan. Tujuan dari perencanaan dalam
manajemen rantai pasok adalah untuk menjawab pertanyaan tentang apa,
kapan, dan bagaimana. Ini terbagi menjadi tiga tahap: strategis, taktis, dan
operasional. Perbedaan utama antara tingkatan tersebut ditentukan oleh waktu
perencanaan. Perencanaan strategis termasuk dalam kategori rencana logistik
jangka panjang yang memerlukan waktu lebih dari satu tahun. Rencana ini
seringkali terkait dengan kebijakan perusahaan dalam operasionalnya.
Perencanaan taktis adalah strategi logistik yang terfokus pada periode
menengah, umumnya berlaku untuk kurun waktu yang singkat, yaitu kurang
dari satu tahun. Perencanaan operasional fokus pada aktivitas logistik yang
terjadi setiap hari, dengan jangka waktu yang sangat singkat, bahkan bisa
direncanakan setiap hari atau setiap jam. Topik berikutnya membahas tentang
seberapa besar wilayah yang tercakup dalam perencanaan. Dalam kegiatan
logistik, ada empat keputusan utama yang harus dipertimbangkan, termasuk
tingkat pelayanan kepada pelanggan dan penentuan lokasi fasilitas logistik.
Hal ini penting untuk memastikan strategi logistik berjalan lancar dan
memastikan ketersediaan stok yang memadai; Keputusan mengenai
pengelolaan persediaan termasuk penilaian atas jumlah barang yang tersedia
dan kecukupan stoknya, serta keputusan terkait transportasi yang mencakup
pemilihan jenis transportasi yang akan digunakan. Pada topik ketiga, yaitu
tujuan pelayanan konsumen, faktor-faktor yang memengaruhinya sangat
beragam dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, upaya
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan konsumen memerlukan strategi yang
cermat dan tepat.
Dalam situasi di mana layanan jasa rendah, pengelolaan persediaan
bisa terpusat di beberapa lokasi, yang pada akhirnya meningkatkan biaya.
Namun, pada bisnis dengan layanan jasa yang tinggi, hal tersebut akan
berbalik arah. Topik keempat membahas strategi fasilitas lokasi, yang sangat
bergantung pada letak geografis dari tempat penyimpanan dan sumber daya.
Menentukan jumlah, lokasi, ukuran fasilitas, serta pasar yang akan dituju
adalah langkah penting dalam menetapkan produk yang cocok untuk
dipasarkan. Sementara itu, tujuan dari perencanaan strategi fasilitas lokasi
adalah untuk mencapai biaya yang rendah atau memperoleh keuntungan
maksimal. Topik keempat membahas strategi fasilitas lokasi, yang sangat
bergantung pada letak geografis dari tempat penyimpanan dan sumber daya.
Menentukan jumlah, lokasi, ukuran fasilitas, serta pasar yang akan dituju
adalah langkah penting dalam menetapkan produk yang cocok untuk
dipasarkan. Sementara itu, tujuan dari perencanaan strategi fasilitas lokasi
adalah untuk mencapai biaya yang rendah atau memperoleh keuntungan
maksimal. (Wulandari et al., 2016)
Ada beberapa macam komponen yang harus dipahami oleh
perusahaan jika ingin merancang metode Supply Chain Management yang
baik antara lain (Adhairani Nasution & Aslami, 2022):
a) Upstream Supply Chain: merujuk pada interaksi perusahaan dengan
entitas di luar organisasi dalam proses distribusi barang. Produk yang
dihasilkan tidak langsung disalurkan kepada konsumen akhir, melainkan
dialirkan melalui pihak luar atau perantara sebelum mencapai tangan
konsumen.
b) Downstream Supply Chain: merujuk pada koneksi antara perusahaan
dengan entitas lain di luar perusahaan tersebut. Ini mencakup proses
pengiriman barang langsung dari perusahaan kepada konsumen tanpa
melibatkan pihak tambahan. Perusahaan yang menggunakan
Downstream Supply Chain biasanya membuat produk secara langsung
sesuai dengan kebutuhan spesifik konsumen.
c) Internal Supply Chain: merujuk pada proses masuknya barang di dalam
perusahaan. Ini mencakup berbagai kegiatan seperti pengelolaan
produksi, kontrol kualitas, dan pengaturan ketersediaan bahan baku.

Pengertian Kompetesi Kewirausahaan


Kompetensi kewirausahaan adalah segala sesuatu hal yang dapat
menunjang keberhasilan bisnis atau biasa disebut sebagai atribut kewirausahaan
yang meliputi kepribadian, kemampuan, perilaku, keterampilan, pengetahuan,
sikap, dan keyakinan. Kompetensi merupakan suatu variabel yang melintasi
tingkat analisis – motif dan sifat, tindakan mandiri yang diarahkan, kinerja
kelompok dan organisasi. Kompetensi juga melintasi disiplin manajemen bisnis
dan sama-sama menarik bagi mereka yang fokusnya adalah strategi, pemasaran,
pengorganisasian, psikologi, dan perilaku. Kompetensi kewirausahaan yang
dimiliki seseorang akan mampu mengidentifikasi bagaimana pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan individu yang dimilikinya sehingga menjadi
modal. Terdapat enam indikator yang dapat dijadikan alat ukur kompetensi
kewirausahaan yaitu terdiri dari:

  1. Kompetensi peluang (Opportunity Competencies)
    Kompetensi peluang adalah salah satu kompetensi yang paling
    berbeda bagi pelaku usaha. Peran penting dari pelaku usaha adalah
    kemampuan untuk mengenali peluang bisnis untuk memperoleh
    suatu kesempatan. Kategori dari kompetensi ini meliputi kegiatan
    dalam memperoleh keuntungan, aktif dalam mencari peluang bisnis,
    dan mengembangkan peluang bisnis.
  2. Kompetensi hubungan (Relationship Competencies)
    Kompetensi ini berkaitan erat dengan hubungan interaksi antar
    individu dengan individu yang lainnya. Selain itu, kompetensi ini
    juga meliputi bagaimana membangun kerja sama dan kepercayaan
    dengan rekan bisnis, berkomunikasi dengan baik untuk kepentingan
    bisnis, dan kemampuan untuk mengajak.
  3. Kompetensi Konseptual (Conceptual Competencies)
    Kategori kompetensi ini tidak mudah diidentifikasi sebagai suatu
    perilaku, tetapi lebih sering dipertimbangkan sebagai kunci sukses
    dari seorang pelaku usaha. Kompetensi konseptual ini meliputi
    kemampuan dalam menciptakan pemikiran kognitif dan analitikal,
    belajar, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, dan
    inovasi.
  4. Kompetensi Mengorganisasi (Organizing Competencies)
    Kompetensi mengorganisasi serupa dengan kompetensi mengelola.
    Kompetensi ini meliputi kemampuan untuk memimpin perusahaan,
    mengendalikan perusahaan, memantau kegiatan, mengorganisasi
    sumber daya, dan mengembangkan sumber daya eksternal dan
    internal.
  5. Kompetensi Strategis (Strategic Competencies)
    Sebagai pemilik dari suatu usaha, seorang pengusaha harus
    menentukan arah seluruh perusahaan. Kategori kompetensi ini
    mendorong pelaku usaha agar memiliki visi atau gambaran umum
    atas bisnis mereka. Pelaku usaha harus menyusun rencana strategis
    agar tujuan bisnisnya dapat tercapai. Lebih lanjut, kategori
    kompetensi strategis berkaitan dengan bagaimana mengatur,
    mengevaluasi, dan mengimplementasikan strategi perusahaan untuk
    mencapai tujuan bisnisnya.
  6. Kompetensi Komitmen (Commitment Competencies)
    Seorang pelaku usaha yang sukses sering dikategorikan sebagai
    pelaku usaha yang rajin dan tidak mementingkan waktu istirahat.
    Dengan kata lain, mereka memiliki kompetensi yang kuat dalam
    berkomitmen, menentukan dan mendedikasikan, serta mengambil
    tindakan proaktif terhadap tanggung jawab dan tugas mereka.
    (Sugandi dan Suhaeni, 2020)

Pengertian Kinerja Perusahaan


Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu progam kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi
dan moso organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu
organisasi. Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu kepada standar yang
ditetapkan. Pengukuran aktivitas kinerja perisahaan dirancang untuk menaksir
bagaimana kinerja aktivitas dan hasil akhir yang dicapai.
Kinerja perusahaan adalah sebuah hasil yang dibuat oleh pihak
manajemen secara terus menerus. Dalam hal ini, hasil yang dimaksud
merupakan hasil dari keputusan banyak individu. Tujuan kinerja perusahaan
adalah untuk memotivasi personel mencapai sasaran organisasi dan mematuhi
standar perilaku yang telah diterapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan
dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. (Putri dan Endiana, 2020).

Kegiatan Orientasi Pasar

  1. Memperoleh informasi dari pelanggan
    Pada tahap memperoleh informasi, perusahaan yang berorientasi
    pada pelanggan memperoleh infromasi yang benar dan jelas terkait
    pelanggan. Informasi tersebut digunakan untuk memahami
    kebutuhan pelanggan dan nilai-nilai yang menjadi harapan
    pelanggan.
  2. Penyebaran informasi
    Penyebaran informasi diharapkan infomasi yang diperoleh
    disebarkan kepada seluruh devisi pada perusahaan. Penyebaran
    infomasi dimaksudkan agar semua devisipada perusahaan
    memahami kebutuan yang diinginkan oleh pelanggan.
  3. Implementasi
    Pada tahap ini tindak lanjut dari penyebaran informasi. Tahap
    implementasi perusahaan mengkaji ulang produk-produknya dengan
    melakukan perbaikan kualitas sesuai dengan konsumen. (Juliana,
    2017).

Kompenen Supplay Chain Management


Adapun kompenen utama dalam supplay chain management yaitu:

  1. Upstream
    Supply Chain Upstream supply chain management merupakan
    aktivitas perusahaan dengan pemaksoknya baik dalam hal
    memproduksi barang, merakit dan juga memberikan pelayanan.
  2. Management
    Pada rantai pasok internal ini, meliputi semua proses pemasukan
    barang ke gudang yang mengubah input yang masuk menjadi output
    yang dikalukan dalam suatu perusahaan yang berfokus pada
    manajemen produksi dan manufaktur.
  3. Downstream
    Pada bagian ini merupakan bagian akhir yang dilakukan oleh
    perusahaan untuk mendistribusikan produk ke tangan pelanggan.
    Bagian utama pada bagian ini yaitu distribusi, pergudangan,
    transportasi, dan juga pelayanan terhadap konsumen. (Qadri,
    Cuandra, Alexander, Ester, lim, Candra, Kurniawan, 2022).

Pengertian Orientasi Pasar


Orientasi pasar adalah serangkaian tindakan untuk memperoleh,
melakukan analisis dan menerapkan informasi tentang pelanggan saat ini dan
pelanggan baru dan pesaing yang ada. Orientasi pasar merupakan suatu filosofi
dalam strategi pemasaran yang menganggap bahwa pennjualan produk tidak
tergantung pada strategi penjualan tetapi lebih pada keputusan konsumen dalam
membeli produk. Oleh karena itu, membutuhkan perhatian secara tepat pada
orientasi pelangggan dan orientasi pesaing dalam rangka menyediakan
kebutuhan dan keinginan konsumen dengan memberi nilai terbaik. Upaya ini
dapat dicapai melalui proses pencarian informasi tentang pelanggan. (Endrik,
2019.)
Dengan adanya informasi tersebut maka perusahaan penjual (seller)
akan memahami siapa saja pelanggan potensialnya,baik pada saat ini maupun
pada masa yang akan datang dan apa yang mereka inginkan untuk saat ini dan
saat mendatang. Orientasi pasar merupakan sesuatu yang penting bagi
kelangsungan perusahaan, sejalan dengan meningkatnya persaingan global dan
perubahan dalam kebutuhan pelanggan dimana perusahaan menyadari bahwa
mereka harus selalu dekat dengan pasarnya/ konsumen. Perusahaan yang
berorientasi pada pasar adalah perusahaan yang menjadikan pelanggan sebagai
kiblat bagi perusahaan untuk menjalankan bisnisnya. Orientasi pasar sebagai
pengumpulan intelijen pasar untuk memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini dan
mendatang. Penyebaran informasi pasar pada seluruh kompenen organisasi
pasar diharapkan akan menghasilkan orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan
koordinasi antar fungsi yang mengarah pada dua kriteria keptusan yaitu fokus
jangka panjang dan profitabilitas. (Chakti, 2018).

Fungsi Supplay Chain Management


Supply Chain Management (SCM) berfungsi sebagai mediasi pasar, yaitu
memastikan apa yang dipasok oleh rantai suplai mencerminkan aspirasi
pelanggan atau konsumen akhir tersebut. Dalam hal ini fungsi pemasaran yang
akan berperan. Melalui pelaksanaan SCM, pemasaran dapat mengidentifikasi
produk dengan karakteristik yang diminati konsumen. Selanjutnya fungsi ini
harus mampu mengidentifikasi seluruh atribut produk yang diharapkan
konsumen tersebut dan mengkomunikasikan kepada perancang produk. Apabila
seleksi rancangan produk sudah dilakukan dan dilakukan pengujian maka
produk dapat diproduksi. Berikut fungsi utama SCM:

  1. Planning (Perencanaan)
    Perencanaan merupakan proses pendefinisian tujuan organisasi,
    pembuatan strategi untuk mencapai tujuan, serta pengembangan
    rencana aktivitas organisasi. Tahap perencanaan sangat penting dan
    tidak boleh dilewatkan.
  2. Organizing (Pengorganisasian)
    Pengorganisasian adalah proses penyusunan atau penentuan sumber

Proses-proses Dalam Supplay Chain Management


Tujuan dari manajemen rantai pasok sendiri adalah unruk
memaksimalkan nilai pelanggan dan mendapatkan keunggulan kompetitif di
pasar. Unruk mencapainya, dibutuhkan berbagai upaya, baik strategi bisnis dan
perangkat lunak khusus. Proses-proses dalam supplay chain management yaitu:

  1. Perencanaan
    Ada beberapa aktivitas yang dilibatkan dalam tahap perencanaan,
    mulai dari perkiraan permintaan konsumen, perencanaan pembelian,
    dan perencanaan produksi, hingga persiapan tenaga kerja hingga
    transportasi.
  2. Pembelian atau penggandaan
    Proses pengadaan biasanya melibatkan beberapa tahap, yakni
    pengajuan pembelian, penilaian pengajuan, persetujuan pembelian,
    dan pemesanan ke pemasok. Admin bertanggung jawab untuk
    memeriksa dan mencatat apa saja yang harus dibeli dan kemudian
    mengajukannya kepada manajer pembelian.
  3. Produksi
    Proses produksi merupakan proses di mana seluruh bahan baku akan
    diolah menjadi produk jadi. Proses ini biasanya tidak hanya
    melibatkan tenaga kerja manusia tetapi juga mesin.
  4. Pengelolaan Gudang
    Setelah barang selesai diproduksi, selanjutnya barang harus di
    simpan di gudang. Pengelolaan gudang terdiri dari proses
    memasukkan (inbound) dan mengeluarkan (outbound) barang,
    pengambilan dan pengepakan, cross-docking, dan stock opname.
    Setiap barang yang masuk dan keluar harus selalu dicatat. Stock
    opname juga harus dilakukan secara berkala agar tidak ada perbedaan
    antara jumlah fisik barang yang sebenarnya dan jumlah barang yang
    tercatat dalam pembukuan. Seluruh aktivitas di gudang yang
    memakan waktu ini dapat diotomatiskan dengan bantuan warehouse
    management software.
  5. Pengiriman Pesanan
    Setelah barang pesanan diambil dari gudang dan dikemas, maka
    langkah selanjutnya adalah mengirimnya ke pelanggan. Kurir dan
    transportasi harus dipersiapkan terlebih dahulu agar barang dapat
    segera dikirim.
  6. Pengembalian Pesanan
    Pengembalian pesanan biasanya terjadi ketika konsumen
    mengajukan pengembalian dikarenakan rusak, kekeliruan atau
    keterlambatan. Proses ini melibatkan beberapa aktivitas seperti
    pemeriksaan produk, otoritas pengembalian, penggantian produk,
    dan penjadwalan pengiriman, pengembalian uang. (Wijaya,
    Deswantoro, dan Hidayat, 2021).

Pengertian Supplay Chain Management


Supply chain management adalah pengelolaan dan pengawasan rantai
siklus mulai dari material atau barang mentah, pembayaran, informasi dari
pemasok ke produsen, pedagang grosir pengecek sampai dengan konsumen.
Suplly chain management merupakan usaha yang luas dan kompleks yang
bergantung pada setiap mitra dari pemasok hingga produsen dan seterusnya
supanya berjalan dengan baik. Supply chain management juga suatu sistem
jaringan di suatu perusahaan yang terhubung, saling bergantung dan saling
menguntungkan dalam organisasi yang bekerjasama untuk mengendalikan,
mengatur dan mengembangkan arus material, produk, jasa, dan informasi dari
suplier, perusahaan, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan
pendukung seperti perusahaan jasa logistik hingga ke pelanggan. ( Wijaya,
Deswantoro, dan Hidayat, 2021).
Pengelolaan rantai pasok amat diperlukan pada sebuah industri sebab bisa
membantu pada teknik perkembangan selanjutnya. Manajemen rantai pasok
merupakan teknik penentuan pemasok, perencanaan atau penentuan logistik dan
penyaluran pasokan sampai kepada pelanggan akhir. Dalam menentukan
pemasok salah satu faktor keberhasilan bagi suatu corporate. Penentuan
pemasok yang tepat dan cepat sasaran akan memberikan jaminan kecepatan
dalam memasok aliran barang dan jasa yang spesifik untuk bahan baku dalam
mengatur kelangsungan proses produksi. Penentuan pemasok merupakan suatu
aktivitas yang sangat urgen pada bagian penyediaan untuk memperoleh
kompetiti fadvantage. (Jamaludi, 2022).

Pemasok (Supllier)


Pemasok atau supplier merupakan salah satu bagian dari rantai
pasokan yang sangat penting dan mempunyai pengaruh terhadap
kelangsungan hidup suatu perusahaan. Pemasok atau supplier menjadi
pihak yang memasok bahan mentah bagi perusahaan. Apabila pemasok
kurang bertanggung jawab dalam merespon terhadap pemenuhan
permintaan bahan mentah maka akan menimbulkan masalah-masalah yang
cukup serius. Untuk itu perusahaan yang memiliki banyak pemasok harus
lebih selektif dalam memilih pemasoknya (Suciadi, 2013).
Pemasok merupakan aktivitas penting pada bagian pengadaan bahan
baku untuk mencapai keunggulan bersaing dengan perusahaan lain.
Pemilihan pemasok yang tepat pada sebuah perusahaan dapat menjamin
ketersediaan bahan baku untuk menjaga lintasan produksi (Puspitasari &
Yancadianti, 2016). Pemilihan pemasok haruslah dengan hati-hati karena
mereka dapat menjadikan dampak yang sangat positif bagi perusahaan dan
sebaliknya bisa berdampak negatif dan mendatangkan kerugian bagi
perusahaan. Maka dari itu perusahaan harus mempunyai kerja sama yang
baik dengan pemasok. Kriteria yang digunakan untuk memilih pemasok
adalah seperti kualitas, ketepatan waktu pengiriman barang atau bahan baku,
fleksibilitas, dan harga yang ditawarkan oleh pemasok tidak terlalu tinggi
sesuai dengan jangkauan perusahaan

Stakeholders Theory


Stakeholders merupakan semua pihak baik internal maupun eksternal
yang mempunyai hubungan yang bersifat mempengaruhi maupun
dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan.
Batasan stakeholders tersebut mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya
memperhatikan stakeholders, karena mereka adalah pihak yang dipengaruhi
dan memengaruhi baik langsung maupun tidak langsung atas aktivitas serta
kebijakan yang diambil oleh perusahaan. Jika perusahaan tidak
memerhatikan stakeholders bukan tidak mungkin akan menuai protes dan
dapat mengeliminasi stakeholders (Adam C. H, 2002).
Menurut teori stakeholders, manajemen organisasi diharapkan
melakukan kegiatan yang dianggap penting oleh stakeholders. Teori ini
mengatakan bahwa seluruh stakeholders mempunyai hak untuk disediakan
informasi tentang bagaimana kegiatan organisasi memengaruhi mereka,
bahkan mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut,
mereka tidak bisa secara langsung melakukan peran konstruktif dalam
kelangsungan hidup organisasi (Deegan, 2004).
Membantu manajemen perusahaan berarti harus mengerti
lingkungan stakeholders mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih
efisien diantara keberadaan hubungan-hubungan lingkungan perusahaan.
Akan tetapi tujuan yang lebih luas stakeholders adalah untuk membantu
manajemen perusahaan dalam memaksimalkan nilai dari dampak aktivitas-
aktivitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholders.
Diharapkan melalui stakeholders theory pihak manajemen
perusahaan akan memasukkan nilai-nilai moralitas dalam setiap
perencanaan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas
usahanya. Berdasarkan penjelasan tersebut, semakin jelas bahwa
stakeholders theory adalah suatu pendekatan yang didasarkan atas
bagaimana mengamati, mengidentifikasi, dan menjelaskan secara analitis
tentang berbagai unsur yang dijadikan dasar dalam mengambil suatu
keputusan dan tindakan dalam menjalankan aktivitas usaha. Kemudian
dilakukan pemetaan terhadap hubungan-hubungan yang terjalin dalam
kegiatan bisnis.

Saluran Distribusi


Saluran distribusi adalah suatu aspek dari pemasaran. Saluran
distribusi ini juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang memperlancar dan
mempermudah penyampaian suatu barang dan jasa dari produsen sampai ke
tangan konsumen. Seseorang atau sebuah perusahaan distributor adalah
perantara yang menyalurkan produk dari pabrikan (manufacturer) ke
pengecer (retailer). Setelah suatu produk dihasilkan oleh pabrik, produk
tersebut dikirimkan dan biasanya juga sekaligus dijual ke suatu distributor.
Distributor tersebut kemudian menjual produk ke pengecer atau pelanggan.
Saluran distribusi yang berjalan dengan lancar dan optimal akan membuat
sebuah perusahaan itu berkembang dengan baik dan cepat karena
perusahaan tersebut dapat menyesuaikan waktu, proses distribusi, dan
lingkungan yang ada (Wahani &Wullur, 2017).
Menurut Bowersox dan Donald J (2006) American Marketing
Association atau asosiasi pemasaran Amerika mendefinisikan saluran
distribusi sebagai struktur organisasi antar perusahaan dan agen-agen,
grosir, dan eceran, melalui nama komoditi produk atau jasa-jasa dipasarkan.
Saluran distribusi merupakan suatu kelompok perantara yang berhubungan
erat satu sama lain dan yang menyalurkan produk-produk kepada pembeli.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa saluran distribusi
merupakan suatu kegiatan perpindahan barang dari produsen ke konsumen
secara efektif dan efisien, dimana proses penyaluran barang tersebut bisa
melewati berbagai kerjasama antara produsen, agen, pedagang besar, dan
pedagang kecil bahkan produsen bisa juga memotong jalur rantai pasok
untuk menjual langsung kepada konsumen

Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management)


Pengertian manajemen rantai pasokan menurut Heizer & Render
(2015) adalah suatu proses yang menggambarkan koordinasi dari
keseluruhan kegiatan rantai pasokan dimulai dari bahan baku dan diakhiri
dengan konsumen atau pelanggan puas. Tujuan dari manajemen rantai
pasokan adalah mengkoordinasi kegiatan dalam rantai pasokan untuk
memaksimalkan keunggulan kompetitif dan manfaat dari rantai pasokan
bagi konsumen akhir. Fitur utama dari rantai pasokan adalah peran dari
anggota- anggotanya demi kepentingan timnya (rantai pasokan).
Manajemen rantai pasokan adalah pengintregasian aktivitas
pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi
dan produk akhir, serta pengiriman kepada konsumen atau pelanggan.
Tujuan utama dari manajemen rantai pasokan ini adalah penyerahan atau
pengiriman produk secara tepat waktu demi kepuasan konsumen,
mengurangi waktu, mengurangi biaya, meningkatkan segala hasil dari
supply chain, memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi. Penerapan
manajemen rantai pasokan dimasa sekarang ini sangat cocok diterapkan,
karena sistem ini memiliki kelebihan dimana mampu memanage aliran
barang atau produk dalam suatu rantai pasokan (Paoki, dkk.2016).
Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management) merupakan
suatu proses yang dimulai dari pengembangan produk, pengadaan,
perencanaan atau pengendalian, operasi, dan distribusi dimana semua
cakupan yang ada saling berhubungan satu dengan yang lainnya sehingga
menghasilkan suatu produk yang berkualitas dan memudahkan produk
tersebut sampai pada pengguna akhir (konsumen) secara efektif dan efisien.
Lebih singkatnya manajemen rantai pasokan ini merupakan sistem yang
melibatkan dari proses produksi, pengiriman, penyimpanan, distribusi, dan
penjualan produk dalam memenuhi permintaan dalam proses produksi pada
sebuah perusahaan (Wuwung,dkk. 2013)

Rantai Pasokan


Rantai pasokan atau supply chain merupakan suatu konsep dimana
sistem pengaturan yang berkaitan dengan aliran produk, aliran informasi,
maupun aliran keuangan. Pengaturan ini sangat penting untuk dilakukan
terkait banyaknya mata rantai yang sering terlibat dalam proses rantai
pasokan bahan baku (Emhar.dkk, 2014). Menurut Pujawan (2005)
menjelaskan pada rantai pasokan biasanya ada 3 macam aliran yang harus
dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream)
ke hilir (down stream). Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang
mengalir dari hilir ke hulu. Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi
dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Suatu proses bisnis dan informasi
menyediakan produk atau layanan dari pemasok melalui proses pembuatan
dan pendistribusian kepada konsumen.
Menurut Furqon (2014) rantai pasokan secara umum berkaitan
dengan aliran dan transformasi barang atau jasa yang dimulai dari tahap
penyediaan bahan baku hingga produk akhir bisa sampai ke tangan
konsumen, yang melibatkan proses produksi, pengiriman, penyimpanan,
distribusi, dan penjualan produk untuk memenuhi permintaan. Oleh karena
itu, jika sebuah perusahaan akan meningkatkan daya saing melalui
penyesuaian produk, mutu tinggi, penggurangan biaya, dan kecepatan dalam
distribusi maka perusahaan itu harus selalu memperhatikan rantai
pasokannya. Menurut Hsu, C.-W & Hu, A. H. (2009) risiko dalam sebuah
rantai pasokan dapat dikurangi secara substansial dengan cara
memanajemen pemasok, termasuk meminta pemasok untuk menyampaikan
laporan pengujian produk, pernyataan kepatuhan, dokumen deklarasi, dan
audit di tempat