Proses Keputusan Pembelian

Dalam pembelian, konsumen secara langsung terlibat dalam pengambilan
keputusan pembelian terhadap produk yang ditawarkan oleh penjual. Proses
pengambilan keputusan pembelian yang dilakukan konsumen melalui berbagai
proses yang rumit terhadap beragam alternatif pilihan yang dipengaruhi oleh
barbagai faktor. Faktor-faktor tersebut pun berbeda setiap konsumen. Menurut
Setiadi (2003:413), keputusan pembelian merupakan suatu keputusan yang
melibatkan pilihan diantara dua atau lebih alternatif untuk melakukan pembelian.
Jadi, dalam proses pengambilan keputusan pembelian haruslah tersedia beberapa
alternatif pilihan. Keputusan pembelian merupakan hasil suatu hubungan yang
saling mempengaruhi dan yang rumit antara faktor-faktor budaya, sosial, pribadi,
dan psikologis

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian


Menurut Kotler dan Keller (2009), perilaku pembelian konsumen
dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya/kebudayaan, faktor sosial, faktor
pribadi, dan faktor psikologis. Sebagian besar faktor tersebut tidak dapat
dikendalikan oleh pemasar, namun harus diperhitungkan. Faktor-faktor
tersebut yaitu:

  1. Faktor Budaya/Kebudayaan
    Kebudayaan adalah simbol dan fakta yang kompleks, yang
    diciptakan oleh manusia, diturunkan dari generasi ke generasi sebagai
    penentu dan pengatur perilaku manusia dalam masyarakat yang ada.
    (Stanton dalam Swastha dan Handoko, 2000:59).
    Budaya ada untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam suatu
    masyarakat. Budaya memberikan aturan arahan, dan pedoman di
    semua tahap pemecahan masalah manusia dengan memberikan metode
    “coba-dan-benar” untuk memuaskan kebutuhan psikologis, pribadi,
    dan masyarakat. (Schiffman dan Kanuk, 2008;357-358).
    Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa
    budaya merupakan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, aturan-aturan, dan
    norma-norma yang melingkupi suatu kelompok masyarakat yang akan
    mempengaruhi sikap dan tindakan individu dalam masyarakat tersebut.
    Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat dalam beberapa
    hal yang berkaitan dengan nilai, keyakinan aturan dan norma akan
    menimbulkan sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya,
    jika setiap individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan dan norma
    kelompok, maka sikap dan perilaku mereka akan cenderung seragam.
    Adapun beberapa bagian dari faktor budaya yaitu, budaya, sub-
    budaya, dan kelas sosial, yang mana merupakan hal yang memiliki
    peran penting dalam perilaku pembelian konsumen.
    a. Budaya
    Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling
    mendasar. Setiap kelompok atau masyarakat memiliki budaya, dan
    pengaruh budaya pada perilaku pembelian sangat beraneka ragam.
    b. Sub-budaya
    Menurut Kotler dan Keller (2009), subbudaya adalah sekelompok
    orang dengan sistem nilai bersama berdasarkan pengalaman dan
    situasi hidup yang sama. Subbudaya merupakan bagian dalam
    sebuah kebudayaan yang heterogen (Stanton dan Lamarto dalam
    Sangadji dan Sopiah, 2013:74). Subbudaya meliputi agama,
    kelompok ras, dan daerah geografis.
    c. Kelas sosial
    Kelas sosial merupakan bagian-bagian masyarakat yang relatif
    permanen dan tersusun rapi yang anggota-anggotanya mempunyai
    nilai-nilai, kepentingan, dan perilaku yang sama
  2. Faktor Sosial
    Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti
    kelompok, keluarga, peran dan status sosial konsumen. (Kotler dan
    Keller, 2009).
    a. Kelompok
    Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok. Kelompok
    yang secara langsung mempengaruhi dan dimiliki seseorang
    disebut kelompok keanggotaan. Beberapa diantaranya adalah
    kelompok primer seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan
    kerja. Beberapa diantaranya adalah kelompok sekunder seperti
    kelompok keagamaan, asosiasi profesional, dan serikat buruh.
    b. Keluarga
    Anggota keluarga dapat sangat mempengaruhi perilaku pembelian.
    Keluarga adalah organisasi pembelian kosumen yang paling
    penting dalam masyarakat, dan pengaruh tersebut telah diteliti
    secara ekstensif. Kita dapat membedakan antara dua keluarga
    dalam kehidupan pembelian.
    c. Peran dan Status
    Seseorang merupakan anggota berbagai kelompok-keluarga, klub,
    organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat
    ditetapkan baik lewat perannya maupun statusnya dalam organisasi
    tersebut. Setiap peran membawa status yang mencerminkan
    penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Seseorang seringkali
    memilih produk yang menunjukkan status mereka dalam
    masyarakat.
  3. Faktor Pribadi
    Menurut Kotler dan Keller (2009), keputusan seorang pembeli juga
    dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur pembeli dan tahap
    siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian
    dan konsep diri.
    a. Usia dan Tahap Siklus Hidup
    Seseorang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama
    hidup mereka. Selera terhadap makanan, pakaian, meubel, dan
    rekreasi seringkali berhubungan dengan usia. Pembelian juga
    dibentuk oleh tahap siklus hidup keluarga, tahap-tahap yang
    mungkin dilalui keluarga sesuai dengan kedewasaan anggotanya.
    Tahap-tahap siklus hidup keluarga tradisional meliputi orang-orang
    muda lajang, pasangan muda dengan anak, dan orang dewasa yang
    lebih tua tanpa anak yang tinggal dengannya.
    b. Pekerjaan dan Situasi Ekonomi
    Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang
    dibelinya. Pekerja kasar cenderung membeli pakaian kerja kasar,
    sedangkan pekerja kantoran membeli setelan bisnis. Orang
    pemasaran mencoba mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja
    yang memiliki minat yang rata-rata lebih tinggi pada produk dan
    jasa yang mereka hasilkan.
    Sama halnya seperti pekerjaan, situasi ekonomi seseorang juga
    akan mempengaruhi pilihan produknya. Pemasar barang yang peka
    terhadap pendapatan mengamati tren pendapatan, tabungan pribadi,
    dan tingkat bunga.
    c. Gaya Hidup
    Orang-orang yang berasal dari subkebudayaan, kelas sosial, dan
    pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang cukup
    berbeda. Gaya hidup adalah pola kehidupan seseorang. Gaya atau
    pola hidup seseorang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan
    opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang
    yang berinteraksi dengan lingkungannya. Para pemasar mencari
    hubungan antara produk mereka dengan kelompok gaya hidup.
    d. Kepribadian dan Konsep Diri
    Masing-masing orang memiliki kepribadian yang berbeda yang
    mempengaruhi perilaku pembeliannya. Menurut Kotler
    (2005:213), “Kepribadian adalah ciri bawaan psikologi manusia
    yang terberbedakan yang menghasilkan tanggapan yang relatif
    konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya”.
    Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri
    seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kehormatan,
    kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri, dan kemampuan
    beradaptasi. Hal yang berkaitan dengan kepribadian adalah konsep
    diri. Konsep diri merupakan sebuah konsep dimana seseorang
    memandang dirinya seperti apa. Konsep diri terdiri dari konsep diri
    aktual (memandang dirinya seperti apa), konsep diri ideal
    (memandang dirinya ingin seperti apa) dan konsep diri orang lain
    (menganggap orang lain memandang dirinya seperti apa).
    “Pemasar harus bisa mengembangkan citra merek yang sesuai
    dengan citra pribadi pasar sasarannya”. (Setiadi, 2003:46)
    Bagi pemasar, kepribadian ini bisa berguna untuk menganalisis
    perilaku konsumen atas suatu produk maupun pilihan merek.
    18
  4. Faktor Psikologis
    Menurut Lamb dalam Wibowo (2013:8) faktor psikologis
    merupakan cara yang digunakan untuk mengenali perasaan mereka,
    mengumpulkan dan menganalisis informasi, merumuskan pikiran dan
    pendapat dalam mengambil tindakan. Proses psikologis terdiri dari
    pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku.
    Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian
    konsumen seagai faktor yang turut mempengaruhi perilau konsumen
    dalam pegambilan keputusan pembelian. (Engel, Blackwell, dan
    Miniard dalam Saladin, 2003:19). Menurut Kotler dan Keller dalam
    faktor psikologis, pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat
    faktor psikologis utama, yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta
    keyakinan dan sikap.
    a. Motivasi
    Motivasi adalah kekuatan psikologis yang membentuk perilaku
    manusia sebagian besar dan tidak disadari dan bahwa seseorang
    tidak dapat memahami motivasi dirinya secara menyeluruh.
    Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu.
    Beberapa kebutuhan bersifat biogenis; kebutuhan tersebut muncuk
    dari tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman. Kebutuhan
    yang lain bersifat psikogenis; kebutuhan itu muncul dari tekanan
    psikologis seperti; keanggotan kelompok. Suatu kebutuhan akan
    menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai tingkat intensitas
    yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang cukup mendorong
    seseorang untuk bertindak, termasuk dalam perilaku keputusan
    pembelian.
    b. Persepsi
    Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu
    dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan
    informasi untuk membentuk suatu gambaran yang berarti mengenai
    dunia.
    c. Pembelajaran
    Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul
    dari pengalaman, sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari
    belajar. Ahli teori pembelajaran yakin bahwa pembelajaran
    dihasilkan melalui perpaduan kerja antara dorongan, rangsangan,
    petunjuk bertindak, tanggapan dan penguatan, yang saling
    mempengaruhi.
    d. Keyakinan dan Sikap
    Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan
    sikap. Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian
    mereka. Yang paling penting bagi para pemasar global adalah fakta
    bahwa pembeli sering mempertahankan keyakinan yang mudah
    dilihat tentang mereka atau produk berdasarkan negara asal
    mereka

Pengertian Perilaku Konsumen


Menurut Kotler dan Keller (2009:166), perilaku konsumen adalah studi
tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide atau pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller, Mowen
dan Minor dalam Sangadji dan Sopiah (2013:7) mengemukakan bahwa perilaku
konsumen adalah studi unit-unit dan proses pembuatan keputusan yang terlibat
dalam penerimaan, penggunaan dan pembelian, dan penentuan barang, jasa dan
ide.
Menurut Engel et.al. dalam Sangadji dan Sopiah (2013:7) , perilaku
konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam pemrolehan,
pengonsumsian, dan penghabisan produk atau jasa, termasuk proses yang
mendahului dan menyusul tindakan ini.
Sementara menurut Ariely dan Zauberman dalam Sangadji dan Sopiah
(2008), perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu, kelompok, atau organisasi yang berhubungan dengan proses
pengambilan keputusan untuk mendapatkan, menggunakan barang-barang, atau
jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan

Struktur Keputusan Pembelian


Keputusan untuk membeli suatu produk yang dilakukan oleh seseorang
sejatinya merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan yang telah diambil.
Keputusan pembelian selalu melibatkan pemikiran yang kompleks dalam proses
penetapannya. Kotler dan Armstrong (2008:179) menyatakan bahwa proses
pembelian dimulai jauh sebelum pembelian sesungguhnya dan berlanjut dalam
waktu yang lama setelah pembelian terjadi. Konsumen senantiasa berupaya untuk
menetapkan keputusan yang terbaik dalam melakukan pembelian terhadap suatu
produk. Setiap keputusan membeli mempunyai suatu struktur sebanyak tujuh
komponen. Menurut Swasta dan Irawan (2008:118), komponen tersebut adalah:
a. Keputusan tentang jenis produk
Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sejumlah
produk tertentu atau menggunakan uangnya untuk tujuan lain. Dalam
hal ini, konsumen dihadapkan pada keputusan awal untuk membeli
suatu produk atau tidak.
b. Keputusan tentang bentuk produk
Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli bentuk produk
tertentu. Keputusan tersebut menyangkut pula ukuran, mutu, corak dan
sebagainya. Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari penentuan
keputusan pembelian jenis produk.
c. Keputusan tentang merek
Konsumen harus mengambil keputusan tentang merek mana yang akan
dibeli. Setiap merek memiliki perbedaan tersendiri. Dalam hal ini
perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen akan memilih
sebuah merek.
d. Keputusan tentang penjualnya
Konsumen harus mengambil keputusan dimana produk tersebut akan
dibeli. Dalam hal ini, produsen, pedagang besar dan pengecer harus
mengetahui bagaimana konsumen memilih penjual. Namun tahap ini
tidak hanya fokus pada lokasi pembelian, namun dapat juga
berdasarkan pertimbangan bagaimana orang yang menjual produk
tersebut, serta pelayanan yang diberikan.
e. Keputusan tentang jumlah produk
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak
produk yang akan dibelinya pada suatu saat. Pembelian yang dilakukan
mungkin lebih dari satu unit.
f. Keputusan tentang waktu pembelian
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang kapan ia harus
melakukan pembelian. Masalah ini akan menyangkut tersedianya uang
untuk membeli produk tersebut. Hal ini dapat juga menyangkut tingkat
skala prioritas.
g. Keputusan tentang cara pembayaran
Konsumen harus mengambil keputusan tentang metode atau cara
pembayaran produk yang dibeli, apakah secara tunai atau dengan
cicilan. Keputusan tersebut akan mempengaruhi keputusan tentang
penjual dan jumlah pembeliannya.

Perilaku Pasca Pembelian

Pekerjaan pemasar tidak berakhir ketika produk telah dibeli (Kotler dan
Armstrong, 2008:181). Konsumen mungkin mengalami ketidaksesuaian karena
memperhatikan fitur-fitur tertentu yang mengganggu atau mendengar hal-hal yang
menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang
mendukung keputusannya. Kepuasan pembeli adalah fungsi dari seberapa
sesuainya harapan pembeli produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas
produk tersebut. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk yang dikonsumsi
akan memengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Kotler dan Keller (2009:243)
menyatakan bahwa konsumen membentuk harapan mereka berdasarkan pada
pesan yang diterima dari para penjual, teman dan sumber-sumber informasi yang
lain. Konsumen puas, maka konsumen akan menunjukkan kemungkinan yang
lebih tinggi untuk kembali membeli produk tersebut. Para pelanggan yang tidak
puas mungkin akan membuang atau mengembalikan produk tersebut. Konsumen
dapat mengambil tindakan publik seperti mengajukan keluhan ke perusahaan
tersebut. Tindakan pribadi dapat berupa memutuskan membeli produk tersebut
(pilihan untuk keluar) atau memperingatkan teman-teman (pilihan untuk
berbicara).

Keputusan Pembelian


Konsumen akan melakukan keputusan pembelian setelah selesai
mengevaluasi alternatif-alternatif pilihan dan mendapatkan yang terbaik. Dua
faktor berikut dapat berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian.
Kotler dan Keller (2009:242) menyatakan bahwa faktor pertama adalah sikap
orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai
seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu intensitas sikap negatif orang lain
terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk
menuruti keinginan orang lain. Kotler dan Keller (2009:242) lebih lanjut
menyatakan bahwa faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang
dapat muncul dan mengubah niat pembelian. Faktor ini biasanya berupa
rangsangan dari lingkungan yang membelokkan minat dan pandangan seseorang
terhadap suatu produk. Para pemasar harus memahami faktor-faktor yang
menimbulkan perasaan dalam diri konsumen akan adanya resiko dan memberikan
informasi, serta dukungan untuk mengurangi resiko yang dipikirkannya

Peran Konsumen dalam Pembelian


Keterlibatan konsumen dapat didefinisikan dari segi tingkat keterlibatan
dan pengolahan aktif yang dilakukan konsumen dalam menanggapi rangsangan
pemasaran, misalnya dari melihat iklan atau mengevaluasi satu produk atau jasa
(Kotler dan Keller, 2009:245). Hasan (2009:138) menyatakan bahwa terdapat
lima peran yang dapat dijalankan oleh seseorang dalam mempengaruhi pembelian
yaitu:
a. Initiator (pemrakarsa) adalah orang yang pertama kali menyadari
adanya kebutuhan yang belum terpenuhi dan berinisiatif mengusulkan
untuk membeli produk tertentu.
b. Influencer (pemberi pengaruh) adalah orang yang sering berperan
sebagai pemberi pengaruh yang karena pandangan, nasihat atau
pendapatnya mempengaruhi keputusan pembelian.
c. Decider (pengambil keputusan) adalah orang yang berperan sebagai
pengambil keputusan dalam menentukan apakah produk jadi dibeli,
produk apa yang akan dibeli, bagaimana cara membeli, dan dimana
produk itu dibeli.
d. Buyer (pembeli) adalah orang yang melakukan pembelian aktual.
e. User (pemakai) adalah orang yang mengkonsumsi atau menggunakan
produk yang dibeli sesuai juga cenderung lebih individualis dan
menuntut sesuatu hal yang lebih bersifat pribadi.
Lima peran konsumen yang terjadi dalam proses pembelian tersebut, terkadang
dipegang oleh satu orang, akan tetapi seringkali peranan ini juga dijalankan oleh
beberapa orang yang berbeda. Masing-masing orang menjalankan satu atau
beberapa fungsi peranan tersebut. Pemahaman produsen terhadap peranan
konsumen sangat berguna bagi perusahaan dalam rangka memahami keinginan
konsumen yang berakhir pada pemenuhan kebutuhan dan kepuasan konsumen

Pengertian Keputusan Pembelian


Tujuan utama dari serangkaian proses pemasaran adalah aktivitas
pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Konsumen sebagai pelaku utama
dalam proses pembelian selalu menjadi perhatian produsen. Produsen kini banyak
yang memberikan perhatian khusus kepada konsumen, terutama dalam
mempelajari perilaku konsumen dalam proses pembelian yang bersifat dinamis.
Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai suatu proses penilaian dan
pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertentu
dengan menetapkan suatu pilihan yang dianggap paling menguntungkan
(Amirullah, 2002:62). Proses pengambilan keputusan untuk membeli pada setiap
diri konsumen adalah sama, hanya saja seluruh proses tersebut tidak selalu dipakai
oleh setiap orang tersebut. Schiffman dan Kanuk (2008:485) berpendapat bahwa
sebuah keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih.
Tindakan membeli dari konsumen itu terdiri dari membeli untuk pertama kali atau
mencoba dan pembelian untuk pengulangan, maka dari itu apabila seseorang
mengambil keputusan akan terdapat dua atau lebih alternatif pilihan. Griffin dan
Ebert dalam Rulistiani (2011:36) menyatakan bahwa:
Buy decision are based on rational motives, emotional motives or both. Rational
motives involve the logical evaluation of product attribute: cost, quality and
usefulness. Emotional motives involve non objective factors and include
sociability, imitation of others and aesthetics. Keputusan pembelian didasarkan
pada motif rasional, motof emosional, atau keduanya. Motif rasional melibatkan
penilaian logis atas atribut produk, kualitas biaya, dan kegunaan

Pengertian dan Konsep Gaya Hidup


Kelangsungan hidup perusahaan sangat ditentukan oleh pelanggan.
Perusahaan akan sukses, jika mampu meraih banyak pelanggan dan berhasil
mempertahankannya. Program pemasaran mulai dari merancang produk,
mengkomunikasikannya kepada konsumen dan mendistribusikannya kepada
pemakai akhir, dapat mengunakan faktor gaya hidup. Faktor-faktor gaya hidup
tersebut sangat penting untuk dipelajari oleh perusahaan. Kasali (2005:225)
menyatakan bahwa gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang
menghabiskan waktu dan uangnya. Gaya hidup dapat dipahami sebagai sebuah
karakteristik seseorang secara kasat mata, yang menandai sistem nilai, serta sikap
terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Gaya hidup merupakan kombinasi dan
totalitas cara, kebiasaan, pilihan, serta objek-objek yang mendukungnya dan
dalam pelaksanaannya dilandasi oleh sistem nilai atau sistem kepercayaan
tertentu. Pendekatan gaya hidup sangat berguna untuk digunakan sebagai referensi
dalam mencari kecenderungan perilaku konsumen.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen


Perilaku pembelian yang dilakukan oleh konsumen tidak dapat terjadi
dengan sendirinya, dalam memutuskan untuk melakukan kegiatan pembelian
konsumen akan dipengaruhi oleh banyak faktor. Kotler dan Keller (2009:214)
mengungkapkan bahwa perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-
faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor pribadi dalam perilaku
konsumen memiliki beberapa karakteristik salah satunya adalah gaya hidup
konsumen. Gaya hidup membentuk pola perilaku tertentu termasuk dalam
perilaku pembelian konsumen. Kotler dan Armstrong (2008:169) menyatakan
bahwa keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia
dan tahap siklus hidup pembeli, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta
kepribadian dan konsep diri. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri
seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya. Para pemasar mencari
hubungan antara produk yang mereka tawarkan dan perilaku konsumen yang
dipengaruhi oleh gaya hidup, oleh karena itu pemasar selalu menyiapkan trend
baru dalam gaya hidup konsumen. Konsep gaya hidup yang diterapkan secara
cermat dapat membantu pemasar memahami perilaku konsumen yang berubah
dan bagaimana gaya hidup mempengaruhi perilaku pembelian.
Hasan (2009: 131) mengatakan bahwa
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen salah satunya
adalah gaya hidup. Faktor gaya hidup tersebut sangat penting dipelajari
oleh perusahaan. Kegagalan program pemasaran banyak ditentukan oleh
ketidakmampuan menerjemahkan faktor tersebut ke dalam desain produk,
penentuan harga, positioning dan program komunikasi pemasaran.

Perilaku Konsumen


Perilaku konsumen muncul akibat dorongan faktor belum terpenuhinya
needs, wants, dan desire seseorang yang menimbulkan tension, dan tension ini
yang menjadi faktor pemicu individu untuk berperilaku dalam mencapai goals
yang diinginkan (Widjaja, 2009:29). Perusahaan harus mengerti dan memahami
pelanggan untuk meyakinkan pelanggan bahwa perusahaan benar-benar berusaha
memperhatikan kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Langkah ini diambil
dengan tujuan untuk mendapatkan respon positif dari konsumen terhadap
perusahaan. Suryani (2008:1-2) menyatakan bahwa syarat yang harus dipenuhi
oleh suatu perusahaan agar sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai
tujuan dengan mempertahankan dan meningkatkan pelanggan. Perubahan
lingkungan secara terus-menerus dan berkesinambungan akan mempengaruhi
persaingan yang terjadi di pasar, baik itu pada pemasaran maupun perilaku
konsumen. Perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan solusi cerdas dan akurat
untuk memenangkan persaingan. Kotler dan Keller (2009:214) menyatakan
bahwa pemasar harus sepenuhnya memahami teori maupun realitas perilaku
konsumen. Perilaku konsumen merupakan respon psikologis yang kompleks.
Respon konsumen muncul dalam bentuk perilaku dan tindakan yang khas secara
perorangan yang langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan
produk, serta menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan
pembelian produk termasuk dalam pembelian ulang. Sciffman dan Kanuk
(2008:6) menyatakan bahwa study perilaku konsumen terpusat pada cara individu
mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia
(waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan
konsumsi. Istilah perilaku konsumen seringkali digunakan atau dipakai untuk
menjelaskan perilaku dari masyarakat yang membeli dan menggunakan produk
atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.

Proses keputusan pembelian


Kotler dan Keller (2012) menyatakan terdapat enam tahap pentinh keputusan
pembelian dilakukan oleh konsumen pelanggan yaitu:
a. Pemilihan Produk, konsumen mengambil keputusan untuk membeli sebuah
produk atau menggunakan uangnya untuk tujuan yang lain. Dalam hal ini
perusahaan harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang
berminat membeli produknya.
b. Pemilihan Merek, konsumen harus mengambil keputusan tentang merek
mana yang akan dibeli. Setiap merek mempunyai perbedaan tersendiri.
Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen memilih
sebuah merek.
c. Pemilihan Saluran Pembelian, konsumen harus mengambil keputusan tentang
penyalur mana yang akan dikunjungi. Setipa konsumen berbeda-beda dalam
hal menentukan penyalur biasanya dikarenakan faktor lokasi yang dekat,
harga yang murah, persediaan barang yang lengkap, kenyamanan belanja,
keluasan tempat dan sebagainya.
d. Jumlah Pembelian, konsumen dapat mengambil keputusan seberapa banyak
produk yang akan dibelinya. Dalam hal ini perusahaan harus mempersiapkan
banyaknya produk sesuai dengan kebutuhan konsumen.
e. Waktu Pembelian, keputusan konsumen dalam waktu pembelian bisa
berbedabeda, misalnya ada yang membeli setiap hari, seminggu sekali, dua
minggu sekali, bahkan satu bulan sekali tergantung kebutuhannya.
Nurhayati (sebagaimana dikutip dalam Muhammad Ifan dkk, 2019) Terdapat
lima peran individu dalam sebuah keputusan membeli yaitu :
a. Pengambilan inisiatif (Initiator)
Individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu atau yang
mempunyai kebutuhan atau keinginan tetapi tidak mempunyai wewenang
untuk melakukan sendiri.
b. Orang yang mempengaruhi (Influencer)
Individu yang mempengaruhi keputusan untuk membeli baik secara sengaja
maupun tidak sengaja.
c. Pembuat keputusan (Decider)
Individu yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan
dibeli, bagaimana membelinya, kapan dan dimana membelinya.
d. Pembeli (Buyer) Individu yang melakukan pembelian yang sebenarnya.
e. Pemakai (User)
Individu yang menikmati atau memakai produk atau jasa yang dibeli.Sebuah
perusahaan perlu mengenai peranan tersebut karena semua peranan
mengandung implikasi guna merancang produk, menentukan pesan dan
mengalokasikan biaya anggaran promosi serta membuat program pemasaran
yang sesuai dengan pembeli

Teori Keputusan Pembelian


Menurut Kotler (2012) ,keputusan pembelian adalah tahap dalam proses
pengambilan keputusan dimana konsumen benar-benar membeli. Keputusan
pembelian sebagai sebuah proses dimanan konsumen mengenal masalahnya,
mencari informasi mengenai produk atau merek tertentu dan mengevaluasi
seberapa baik masing-masing akternatif tersebut memecahkan masalahnya yang
kemudian mengarah kepada keputusan pembelian ( Kotler dan Armstrong,2008).
Indikator dalam keputusan pembelian adalah :
a. Tujuan dalam membelii sebuah produk
b. Pemrosesan informasi untuk sampai ke pemilihan merek
c. Kemantapan pada sebuah produk
d. Memberikan rekomendasi kepada orang lain
e. Melakukan pembelian ulang
Menurut Nitosusatro ( sebagaimana dikutip dalam Ni Made Rani Yulianti,
2019) keputusan membeli atau tidak membeli adalah bagian dari unsur yang
terdapat pada diri individu konsumen, dimana hal tersebut merujuk kepada
tindakan nyata yang dapat dilihat serta diukur oleh orang lain.

Perilaku konsumen


Menurut Swasta dan Handoko (dalam Adnan,2019), perilaku konsumen
adalah sebagai kegiatan individu yang secara langsung telibat dalam mendapatkan
dan menggunakan barang-barang dan jasa termasuk di dalamnya proses
pengambilan keputusan dan persiapan penentu kegiatan-kegiatan tersebut.
The American Marketing Association dalam Peter dan Olson (2013)
mendefinisikan perilaku konsumen sebagai dinamika interaksi antara pengaruh
dan kesadaran perilaku dan lingkungan tempat manusia melakukan pertukaran
aspek- aspek kehidupan. Sedangkan perilaku konsumen menurut Engel (2010)
perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses mendahului
dan menyusul tindakan ini.
Dari pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa perilaku konsumen juga
dapat diartikan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan konsumen perorangan,
kelompok maupun organisasi untuk menilai, memperoleh dan menggunakan
barang-barang serta jasa melalui proses pertukaran atau pembelian yang di awali
proses pengambilan keputusan yang menentukan tindakan- tindakan tersebut.
Menurut Kotler dan Keller (2012), faktor – faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumen yaitu sebagai berikut :
a. Faktor Kebudayaan, kebudayaan merupakan susunan nilai-nilai dasar,
presepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat
dari keluarga dan institusi penting. Kelompok pertama yang penting atas
faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen adalah faktor
budaya
b. Faktor Sosial, kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi
juga sebagai indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan dan tempat tinggal.
Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah
orang yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat. Kelas
sosial menunjukkan adanya kelompok-kelompok yang secara umum
mempunyai perbedaan dalam hal pendapatan, gaya hidup dan kecenderungan
konsumsi.
c. Faktor Psikologi, selanjutnya pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh
empat faktor psikologis utama:
1) Motivasi
Seseorang senantiasa mempunyai banyak kebutuhan. Salah satunya
adalah kebutuhan biologis, timbul dari golongan tertentu seperti rasa
lapar, haus dan rasa ketidaknyamanan. Motif atau dorongan
kebutuhan dengan tekanan kuat yang mendorong seseorang untuk
mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut.
9
2) Persepsi
Persepsi (perception) adalah proses dimana orang memilih, mengatur
dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia
yang berarti.
3) Pembelajaran
Ketika orang bertindak, mereka belajar. Pembelajaran
menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul
dari pengalaman.
4) Keyakinan dan sikap
Melalui pelaksanaan dan pembelajaran, seseorang mendapatkan
keyakinan dan sikap. Pada akhirnya, keyakinan ini mempangaruhik
perilaku pembelian mereka.
d. Faktor Pribadi, karakter pribadi yang mempengaruhi keputusan pembelian,
meliputi umur maupun masa dalam siklus hidup, pekerjaan ataupun
lingkungan ekonomi dan kepribadian konsep diri, gaya hidup, serta nilai-
nilai

Loyalitas Pelanggan


Loyalitas pelanggan memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan,
memepertahankan mereka berarti meningkatkan kinerja keuangan dan
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, hal ini menjadi alasan utama
bagi sebuah perusahaan untuk menarik dan mempertahankan mereka. Menurut
Espejel et al., (2007) loyalitas pelanggan sebagai sebuah perasaan yang dimiliki
pelanggan mengenai sebuah merek. Loyalitas pelanggan adalah sesuatu yang
dapat dipamerkan oleh konsumen kepada merek, layanan, toko, kategori
produk, dan aktivitas, dimana istilah loyalitas pelanggan sebagai lawan loyalitas
merek; ini untuk menekankan bahwa kesetiaan adalah fitur orang, bukan
sesuatu yang melekat pada merek (Uncles et al., 2003). Loyalitas pelanggan
telah dianggap sebagai konsep perilaku yang melibatkan pembelian berulang
produk atau layanan yang diukur sebagai seri atau bagian pembelian, rujukan,
besarnya hubungan atau semua hal di atas yang disatukan.(Alok & Srivastava,
2013). Loyalitas adalah respons yang bias terhadap suatu merek atau produk
yang diekspresikan selama periode waktu tertentu dan ditentukan oleh pola
pembelian unit pengambilan keputusan yang dapat berupa individu, rumah
tangga atau perusahaan (Dekimpe et al., 1996).
Oliver (1999) mendefinisikan loyalitas sebagai “komitmen yang dipegang
teguh untuk membangun kembali dan menggolongkan kembali produk atau
layanan yang disukai di masa depan meskipun ada pengaruh situasional dan
upaya pemasaran yang berpotensi menyebabkan perilaku berpindah.” Loyalitas
pelanggan dipandang sebagai kekuatan hubungan antara sikap relatif individu
dan patronase ulang. Meskipun kepuasan pelanggan adalah bagian penting dari
bisnis, kepuasan saja tidak dapat membawa bisnis ke tingkat atas. Kepuasan
pelanggan menghasilkan hasil keuangan yang positif, terutama dalam
pembelian reguler. Pasar hari ini yang tak kenal ampun di mana menciptakan
dan mempertahankan loyalitas pelanggan lebih kompleks daripada dulu di
tahun-tahun terakhir. Ini karena terobosan teknologi dan meluasnya
penggunaan internet

E-commerce


E-commerce merupakan suatu istilah yang sering digunakan atau didengar
saat ini yang berhubungan dengan internet, dimana tidak seorangpun yang
mengetahui jelas pengertian dari e-commerce tersebut. Berikut akan dipaparkan
pengertian e-commerce menurut para ahli :

  1. Menurut Mcleod (2008).Perdagangan elektronik atau yang disebut
    juga e-commerce, adalah penggunaan jaringan komunikasi dan komputer
    untuk melaksanakan proses bisnis. Pandangan populer dari e-commerce
    adalah penggunaan internet dan komputer dengan browser web untuk
    membeli dan menjual produk.
  2. Menurut Shely Cashman (2007) E-commerce atau kependekan dari
    electronic commerce (perdagangan secara elektronik), merupakan transaksi
    bisnis yang terjadi dalam jaringan elektronik, seperti internet. Siapapun
    yang dapat mengakses komputer, memiliki sambungan ke internet, dan
    memiliki cara untuk membayar barang-barang atau jasa yang mereka beli,
    dapat berpartisipasi dalam e-commerce.
  3. Menurut Jony Wong (2010) pengertian dari electronic commerce adalah
    pembelian, penjualan dan pemasaran barang serta jasa melalui sistem
    elektronik. Seperti radio, televisi dan jaringan komputer atau internet.

Perilaku Konsumen


Mengetahui perilaku konsumen dapat menjadi dasar bagi manajer
pemasaran dalam membuat kebijaksanaan yang tepat. Studi perilaku konsumen
adalah mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan dan
mengalokasikan sumber daya yang tersedia (Schiffman & Kanuk, 2008). Perilaku
konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik yang dilakukan
oleh individu-individu dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau
menghabiskan barang dan jasa (Ness et al., 1980). Perilaku konsumen adalah
tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan konsumsi dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahuuli dan menyusuli
tindakan ini (Blackwell et al., 2001). Ada dua elemen penting dari pengertian
perilaku konsumen diatas, yaitu proses pengambilan keputusan dan kegiatas fisik,
yang meilibatkan proses menilai, mendapatkan dan menggunakan produk.
Pengetahuan tentang adanya alasan mengapa konsumen membeli produk
tertentu atau membeli pada penjual tertentu merupakan faktor yang sangat penting
bagi perusahaan dalam menentukan program bauran pemasarannya, seperti
menentukan program promosi yang efektif, desam produk, harga, saluran ditibusi
yang efektif, dan beberapa aspek lain dan program pemasaran perusahaan. Untuk
mengetahui dan memahami alasan yang mendasar dan mengarahkan perilaku
konsumen dalam melakukan pembelian, ada beberapa teori perilaku konsumen
yang telah dikembangkan untuk menjelaskannya (Dharmmesta & Handoko, 2008).
Teori Ekonomi Mikro
Teori ini pada awalnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi klasik,
yang menyatakan bahwa keputusan untuk membeli merupakan hasil
perhitungan ekonomis rasional yang sadar, dimana pembeli individual
berusaha menggunakan barang-barang yang akan memberikan kegunaan
(kepuasan) paling banyak sesuai dengan selera dan harga-harga relatif.
Kemudian teori ini disempurnakan oleh para ahli ekonomi neoklasik yang
dikenal dengan teori kepuasan marginal. Menurut teori kepuasan marginal
ini, setiap konsumen akan berusaha mendapatkan kepuasan maksimal, dan
konsumen akan meneruskan pembelianya terhadap suatu produk untuk
jangka waktu yang lama, bila ia telah mendapatkan kepuasan dari produk
yang sama yang telah dikonsumsinya. Dalam hal ini, kepuasan yang didapat
sebanding atau lebih besar dengan kepuasan marjinal yang diturunkan dan
pengeluaran yang sama untuk beberapa produk lain, melalui suatu
perhitungan yang cermat terhadap konsekuensi dari setiap pembelian.
Ada beberapa asumsi yang mendasan teori ekonomi mikro ini, yaitu:
a. Bahwa konsumen selalu mencoba untuk memaksimumkan
kepuasannya dalam batas-batas kemampuan finansialnya.
b. Bahwa la mempunyai pengetahuan tentang beberapa alternatif sumber
untuk memuaskan kebutuhannya.
c. Bahwa ia selalu bertindak dengan rasional.
Teori Psikologis
Teori psikologis ini merupakan penerapan dan teori-teori bidang
psikologi dalam menganalisa penlaku konsumen dan mendasarkan diri
pada faktor-faktor psikologis individu yang selalu dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan lingkungan. Manusia selalu didorong oleh kebutuhan-
kebutuhan dasarnya, yang ada sebagai bagian dan pengaruh lingkungan
dimana dia tinggal dan hidup, serta nampak pada kegiatannya di waktu
sekarang, tanpa mengabaikan penganih di waktu yang lampau atau
antisipasinya untuk waktu yang akan datang.
Ada beberapa teori yang termasuk dalam teori psikologis, yaitu:
a. Teori Belajar
Teori belajar menekankan pada tindakan penafsiran dan
peramalan yang mempatkan kunci untuk mengetahui tingkah laku
pembeli. Teori ini terus berkembang sampai sekarang dan
didasarkan atas empat komponen pokok, yaitu dorongan (drive),
petunjuk (cue), tanggapan (response), dan penguatan
(reinforcement).
Dorongan yang juga sering disebut kebutuhan atau motif adalah
stimuli atau rangsangan kuat dalam diri seseorang yang
memaksanya untuk bertindak. Dorongan dapat, dibedakan dalam
dorongan yang bersifat fisiologis (lapar, haus, seks) dan dorongan
yang bersifat hasil dari proses belajar yaitu rasa takut, keinginan
untuk memiliki, dan sebagainya.
Petunjuk merupakan stimuli atau rangsangan yang lebih lemah,
yang akan menentukan kapan, dimana, dan bagaimana tanggapan
subyek. Tanggapan merupakan reaksi seseorang terhadap suatu
kombinasi petunjuk. Dalam hal. ini tanggapan akan tergantung dari
petunjuk. Penguatan terjadi bila perilaku individu terbukti dapat
mempeoleh kepuasan. Ini berarti perilaku individu yang sama akan
berulang bila penguatan positif dan tidak akan mengulang jika
negatif.
b. Teori Psikhoanalitis
Menurut teori ini perilaku manusia dipengaruhi oleh adanya
keinginan yang terpaksa dan adanya motif yang tersembunyi.
Perilaku tersebut selalu merupakan hasil interaksi dari tiga aspek
dalam struktur kepribadian manusia, yaitu id, ego dan super ego. Id
merupakan aspek biologis dan sebagai aspek yang orisinil di dalam
kepribadian manusia. Ego merupakan aspek psikologis dari
kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk
berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi pusat
perencaan untuk menemukan jalan keluar bagi dorongan-dorongan
id nya. Super ego merupakan aspek sosilogis dan kepribadian dan
bisa dianggap sebagai aspek moral dan kepirbadian yang
menyalurkan dorongan-dorongan naulirah kedalam tindakan yang
tidak bertentangan dengan norma-norma sosial dan ada kebiasaan
masyarakat.
Teori Sosiologis
Teori ini lebih menitikberatkan pada hubungan dan pengaruh antar
individu yang dikaitkan dengan perilaku mereka. Jadi lebih
mengutamakan perilaku kelompok, bukannya perilaku individu. Manusia
dipandang selalu menyesuaikan diri dengan bentuk dan norma umum dan
lingkungan kurlurnya dan lingkungan hidupnya. Oleh karena itu analisa
perilaku lebih, diarahkan pada kegiatan-kegiatan kelompok, seperti
keluara, teman, rekan kerja, dan organisasi
Teori Antropoligis
Teori antropologis juga menekankan perilaku pembelian dan suatu
kelompok masyarakat, namun, kelompok-kompok masyarakat yang
diutamakan bukannya kelompok kecil, tetapi kelompok besar atau
kelompok yang ruang lingkupnya luas, seperti kebudayaan (kultur),
subkultur, dan kelas-kelas sosial. Asumsinya adalah bahwa faktor-faktor
tersebut, memaikan peranan penting dalam pembentukan sikap, dan
merupakan petunjuk penting mengenai nilai-nilai yang akan dianut oleh
seorang konsumen

Pengambilan Keputusan


Berbagai macam keputusan harus dilakukan setiap harinya oleh setiap konsumen,
namun terkadang konsumen tidak menyadari bahwa ia telah melakukan suatu
pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan konsumen berbeda–beda,
bergantung pada keputusan pembelian. Pengambilan keputusan dapat meliputi
bagaimana memilih, membeli, menggunakan, dan mengevaluasi barang atau jasa.
Dalam penelitian ini pengambilan keputusan pembelian ulang difokuskan untuk
menggunakan atau mengkonsumsi barang. Jenis–jenis perilaku pengambilan
keputusan pembelian tersebut sangat tergantung kepada jenis barang yang akan di
beli dan mahal tidaknya barang tersebut dibeli secara rutin atau tidak. Sehingga
keputusan yang lebih rumit mungkin melibatkan partisipasi yang lebih banyak dan
kebebasan pembeli yang lebih besar. Pengambilan keputusan konsumen berbeda-
beda bergantung pada keputusan pembelian. Pengambilan keputusan dapat meliputi
bagaimana memilih, membeli, menggunakan dan mengevauasi barang atau jasa.
Menurut Peter dan Olson (1999: 163) Pengambilan keputusan adalah proses
pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau
lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses
pengintegrasian ini suatu pilihan yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan
berperilaku. Menurut Howard dan Sheth dalam buku Angipora (1999: 142), ada 3
(tiga) jenis perilaku pembelian yang terdiri dari:
1.Perilaku tanggapan rutin
Jenis perilaku pembelian yang paling sederhana diketemukan pada pembelian
barang murah dan pada umumnya barang yang sering dibeli.
Contoh: barang–barang kebutuhan sehari–hari
2.Pemecahan masalah yang terbatas
Keberadaan produk baru dipasar yang tidak dikenal secara baik dalam suatu
golongan produk akan mendapat tantangan keras dalam pembelian oleh konsumen
untuk suatu golongan produk yang telah dikenal baik.
3.Pemecahan masalah yang ekstensif
Tingkat pembelian akan mencapai suatu jumlah yang sangat tinggi apabila
konsumen dihadapkan pada suatu barang yang belum dikenal dan tidak memiliki
tolak ukur apa yang harus digunakan, namun produk tersebut dapat menarik minat
dan dapat memenuhi kebutuhan

Tahap–Tahap Proses Keputusan Pembelian


Pengambilan keputusan konsumen berbeda-beda, bergantung pada keputusan
pembelian. Pengambilan keputusan dapat meliputi bagaimana memilih, membeli,
menggunakan dan mengevaluasi barang atau jasa. Dalam penelitian ini pengambilan
keputusan difokuskan untuk pembelian dan menggunakan barang atau produk.
Menurut Sumarwan (2003: 292) pengambilan keputusan terdapat berbagai macam
tipe yang disesuaikan dengan situasi pembelian. Adapun tipe tersebut adalah;
1.Pemecahan masalah yang diperluas.
Pada tipe ini konsumen membutuhkan banyak informasi untuk menetapkan kriteria
dalam memilih merek produk yang akan dibeli (mempertimbangkan).
2.Pemecahan masalah yang terbatas.
Pada tipe ini konsumen telah memiliki kriteria dasar untuk mengevaluasi kategori
produk dan berbagai merek, konsumen hanya membutuhkan informasi untuk
membedakan berbagai merek yang ada. Tingkat keterlibatan konsumen dalam
proses keputusan cukup tnggi dan melakukan pembelian dengan cepat terutama
untuk produk-produk yang dinilai mempunyai harga yang sesuai.
3.Pemecahan masalah rutin.
Pada tipe ini konsumen telah memiliki pengalaman terhadap produk yang akan
dibelinya. Konsumen hanya mengingat-ingat apa yang diketahuinya, disini
konsumen mempunyai tingkat keterlibatan yang sangat rendah karena pengambilan
keputusan yang dilakukan konsumen terhadap merek lebih kepada kebiasaan bukan
loyalitas merek.

Citra merek


Menurut kutipan http://ririnringgarnayuliyanti.blogspot.com, citra adalah :“Image is
the impression, feeling, the conception which the public has of a company, a
conditionally created impression of an object, person or organization”. artinya citra
adalah kesan, impresi, perasaan atau konsepsi yang ada pada publik mengenai
perusahaan, mengenai suatu obyek, orang atau lembaga. Jadi, citra ini dibentuk
berdasarkan impresi atau pengalaman yang dialami oleh seseorang terhadap sesuatu,
sehingga pada akhirnya membangun suatu sikap mental. Sikap mental ini nantinya
akan dipakai sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan karena citra
dianggap mewakili totalitas pengetahuan seseorang terhadap sesuatu. Sedangkan
menurut kutipan dari http://en.wikipedia.org/wiki/Brand, citra merek adalah: “Citra
merek adalah bagian dari pengetahuan akan merek yang kemudian bersama dengan
kesadaran merek akan membentuk ekuitas merek.”
Pengertian citra merek menurut Rangkuti (2002: 44) adalah:
“Apabila para konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik
berbeda dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara terus-
menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu, yang
disebut dengan loyalitas merek. Asosiasi merek tersebut memiliki lima
keuntungan yaitu dapat membantu proses penyusunan informasi, perbedaan,
alasan untuk membeli, penciptaan sikap atau perasaan positif, dan landasan
untuk perluasan”.
Citra merek diartikan sebagai “The set of beliefs consumers hold about a particular
brand”, maksudnya citra merek adalah sejumlah kepercayaan yang dipegang
konsumen yang berkaitan dengan merek. Pelanggan dapat mengembangkan
serangkaian kepercayaan merek mengenai dimana posisi setiap merek menurut
masing-masing atribut. Kepercayaan merek membentuk citra merek, yang setiap
pelanggan memiliki sudut pandang berbeda-beda terhadap merek, kesan dapat timbul
setelah calon pelanggan melihat, mendengar, membaca, atau merasakan sendiri
merek suatu produk, baik melalui TV, radio, maupun media-media lainnya. Merek
yang sejati adalah merek yang memiliki ekuitas merek yang kuat. Suatu produk yang
memiliki ekuitas merek yang kuat dapat membentuk landasan merek yang kuat pula
dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam persaingan apapun
dalam jangka panjang. Citra merek adalah: “Jenis asosiasi yang muncul di benak
konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Citra merek merupakan salah satu
komponen yang mempengaruhi loyalitas konsumen.”

Merek


Merek merupakan sebuah nama atau simbol (seperti: logo, merek dagang, desain
kemasan, dll) yang dibuat untuk membedakan satu produk dengan produk lainnya.
Merek dapat juga dijadikan ciri untuk membedakan suatu produk dengan produk
pesaing, selain itu merek yang telah dipatenkan dapat membuat produk tersebut
menjadi lebih terlindungi dari upaya pemalsuan dan pembajakan. Peranan merek
dalam era globalisasi menjadi sangat penting karena pembedaan suatu produk dari
produk lainnya sangat tergantung pada merek yang ditampilkan, merek dapat
digunakan sebagai alat untuk mengembangkan produk berdasarkan diferensiasi serta
merupakan sarana dalam melakukan riset pemasaran.
Merek memegang peranan penting dalam pemasaran. Ada perbedaan yang cukup
besar antara produk dan merek. Produk hanyalah sesuatu yang dihasilkan pabrik.
Sedangkan merek merupakan sesuatu yang dibeli konsumen. Bila produk bisa
dengan mudah ditiru pesaing, maka merek selalu memiliki keunikan yang relatif
sukar disamakan.
Menurut Tjiptono ( 1995: 104 ) Merek adalah :
“Nama, istilah, tanda, simbol/lambang, desain, warna, gerak, atau kombinasi
atribut–atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas
dan diferensiasi terhadap produk pesaing, yang pada dasarnya suatu merek
juga merupakan janji penjual untuk secara konsisten menyampaikan
serangkaian ciri–ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada para pembeli, dan
merek yang baik juga menyampaikan jaminan tambahan berupa jaminan
kualitas.”

Model Perilaku Konsumen


Para pemasar harus mempelajari keinginan, persepsi, preferensi, dan perilaku
berbelanja serta perilaku pembelian pelanggan sasaran mereka. Dengan tujuan
memberikan petunjuk untuk mengembangkan produk–produk baru, karakteristik atau
ciri–ciri produk, harga, saluran distribusi, pesan. Para pemasar dapat memahami para
konsumen melalui pengalaman penjualan sehari–hari kepada mereka. Model
menggambarkan tahap–tahap yang dilalui seseorang konsumen untuk melakukan
pembelian. Tahap–tahap tersebut diawali dengan adanya stimulus dari pemasaran
yang terdiri dari produk, harga, tempat, dan promosi (marketing mix). Dalam gambar
dibawah ini menunjukkan penekanan pada interaksi antara pemasar dan konsumen.
Komponen sentral dari model adalah pengambilan keputusan konsumen, yaitu
pemahaman dan evaluasi informasi merek, bagaimana pertimbangan alternatif merek
disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, dan keputusan untuk merek.

Pengertian Perilaku Konsumen


Istilah perilaku erat hubungannya dengan objek yang studinya diarahkan pada
permasalahan manusia. Di bidang studi pemasaran, konsep perilaku konsumen
secara terus menerus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Menurut Setiadi
(2003: 3), mendefinisikan perilaku konsumen yaitu: “Perilaku konsumen adalah
tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan
menghabiskan, produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan
meyusuli tindakan ini.”
Untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat kita
harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi), dan mereka rasakan
(pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan apa serta dimana (kejadian
disekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan
dilakukan konsumen. Definisi menurut The American Marketing Association yang
dikutip Nugroho (2003: 3) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai: “Perilaku
konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan
lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran”.
Menurut Louden and Bitta dalam buku Angipora (1999: 119), mendefinisikan
pengertian dari perilaku konsumen, yaitu: “Proses pengambilan keputusan dan
kegiatan fisik individu dalam upaya memperoleh dan menggunakan barang dan jasa
(evaluasi, memperoleh, menggunakan atau menentukan barang atau jasa)”. Dari
definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa mempelajari perilaku konsumen maka
pemasar dapat mengetahui secara jelas proses pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh konsumen dan pengaruh–pengaruh yang dihadapi dalam usaha memperoleh
barang dan jasa yang dibutuhkan. Ada empat (4) istilah-istilah yang perlu diketahui
untuk memahami perilaku konsumen antara lain: (1) Customer adalah orang yang
membeli pada sebuah toko atau perusahaan tertentu, (2) konsumen mempunyai arti
yang lebih luas yaitu pembeli atau pemakai produk tertentu (barang dan jasa) yang
tidak terbatas pada toko atau perusahaan tertentu saja, (3) konsumen akhir adalah
individu–individu yang melakukan pembelian untuk tujuan pribadi atau untuk
konsumsi rumah tangganya, (4) pembeli individu adalah individu yang melakukan
pembelian untuk memenuhi kebutuhan pribadi dengan sedikit atau bahkan tanpa
pengaruh orang lain.
Menurut Angipora (1999: 119) Dalam situasi seperti ini, dapat saja seseorang
berperan sebagai pencetus ide, pembeli dan pemakai sekaligus. Tetapi tidak dalam
setiap keadaan seseorang dapat berperan demikian, karena kadang–kadang seseorang
mungkin hanya memegang salah satu peran saja seperti: influencer (pemberi
pengaruh), initiator (pemrakarsa), buyer (pembeli), dan user (pemakai), decider
(pengambilan keputusan).

Merek


Pada dasarnya pengertian merek adalah nama, istilah, tanda, lambang, atau
desain atau kombinasi dari semua ini yang memperlihatkan identitas produk atau
jasa dari satu penjual atau sekelompok penjual dan membedakan produk itu dari
produk pesaing (Kotler dan Amstrong, 2010 lihat Laksmono, 2015)
Menurut Tjiptono (1997) merek merupakan logo, instrument legal (hak
kepemilikan), perusahaan, shorthand notation, risk reducer, positioning,
kepribadian, rangkaian nilai, visi, penambah nilai, identitas, citra, relasi dan
evolving entity.
Merek yang dimiliki suatu produk akan membedakan produk tersebut
dengan produk lain. Untuk mempengaruhi konsumen, produsen akan
menciptakan merek yang dapat menimbulkan kesan positif, dan merek sebagai
jaminan mutu dari produk tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa merek pada dasarnya memiliki dua fungsi
yaitu:

  1. Memberikan identifikasi pada suatu produk, sehingga para konsumen
    mengenal merek dagang yang berbeda dengan produk lain.
  2. Untuk menarik calon pembeli atau konsumen.
    Merek yang jelas dan langsung dapat diketahui akan lebih cepat dikenal
    setelah produk dengan merek tertentu dilempar ke pasaran, sehingga akan timbul
    reaksi dari konsumen dan mengambil keputusan untuk membeli. (Nittisemito,
    1986 lihat Harjanti, 1999)

Persepsi Harga


Harga merupakan salah satu atribut paling penting yang dievaluasi oleh
konsumen, dan manajer perlu benar-benar menyadari peran harga tersebut dalam
pembentukan sikap konsumen (Mowen & Minor, 2002 lihat Batubara, 2016).
Dalam arti yang paling sempit, harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas
suatu produk atau jasa. Dari sudut pandang produsen harga merupakan komponen
yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan dalam artian merupakan
pendapatan. Sementara itu, dari sudut pandang konsumen harga sering kali
digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan
manfaat yang dirasakan atas suatu produk atau dalam arti kata harga merupakan
pengorbanan bagi konsumen dalam mendapatkan suatu produk..
Menurut Swasta (2000, lihat Batubara, 2016) harga sering dijadikan
indikator kualitas bagi pelanggan dimana orang sering memilih harga yang lebih
murah. Dalam hal ini, yang dimaksud murah adalah kesesuaian dengan kualitas
jasa pelayanan dengan harga yang harus dibayarkan. Selain itu dapat juga
diartikan harga termurah untuk kualitas jasa yang terbaik,sehingga dengan harga
murah memiliki asosiasi antara kualitas yang diperoleh baik dengan kepuasan
pelanggan yang baik atas jasa tersebut.
Bagi konsumen harga bukanlah sekedar nilai tukar bagi suatu produk,
tetapi harga menyangkut pula berbagai macam manfaat lain yang dapat diperoleh
berkenaan dengan pembelian,sehingga harga menjadi salah satu pertimbangan
utama bagi konsumen dalam melakukan pembelian. Konsumen tidak akan
memilih harga tinggi tanpa disertai kelebihan dari barang tersebut jika
dibandingkan dengan barang sejenis lainnya (Kotler, 2001 lihat Harjanti, 1999).
Menurut Boediono (1982), penjelasan mengenai perilaku konsumen yang
paling sederhana terdapat dalam hukum permintaan, yang menyatakan bahwa
apabila harga barang tinggi, ceteris paribus, maka jumlah barang yang diminta
akan menurun, dan akan terjadi sebaliknya apabila harga barang tersebut rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Loyalitas Konsumen


Bicara mengenai loyalitas konsumen, tidak lepas dari yang namanya minat
konsumen. Minat merupakan salah satu aspek psikologis yang mempunyai
pengaruh cukup besar terhadap perilaku dan minat juga merupakan sumber
motivasi yang akan mengarahkan seseorang dalam melakukan apa yang mereka
lakukan. Minat beli merupakan bagian dari komponen perilaku dalam sikap
mengkonsumsi.
Minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak
sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Sedangkan minat
pembelian ulang merupakan minat pembelian yang didasarkan atas pengalaman
pembelian yang telah dilakukan di masa lalu (Thamrin, 2003)
Ketika seseorang sudah memiliki minat untuk membeli, pada akhirnya
akan berumuara pada keputusan pembelian (pilihan membeli atau tidak). Pilihan
seseorang untuk membeli dipengaruhi oleh empat faktor utama antara lain:
1) Motivasi merupakan alasan yang mendasari seseorang untuk melakukan suatu
tindakan.
2) Persepsi adalah proses bagaimana individu memilih, mengorganisasikan, dan
menginterpretasikan masukan serta informasi untuk menciptakan gambaran
dunia yang memiliki arti.
3) Pengetahuan. Belajar menggambarkan perubahan perilaku seseorang individu,
perubahan yang bersumber dari pengalaman.
4) Keyakinan dan sikap. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif tentang suatu hal
yang dianut oleh seseorang. Sedangkan sikap adalah evaluasi, perasaan
emosional, dan kecenderungan tindakan atas beberapa objek atau gagasan
(Rangkuti, 2002).
Keputusan membeli adalah rangkaian proses yang dialami konsumen
untuk mengambil keputusan membeli suatu produk. (Basu Swasta dan Handoko,
2000)

Loyalitas Konsumen


Swastha (2009, lihat Wijayanto dkk., 2013), mendefinisikan loyalitas
pelanggan adalah kesetiaan konsumen untuk terus menggunakan produk yang
sama dari suatu perusahaan. Loyalitas menggambarkan perilaku yang diharapkan
sehubungan dengan produk atau jasa. Loyalitas konsumen akan tinggi apabila
suatu produk dinilai mampu memberi kepuasan tertinggi sehingga pelanggan
enggan untuk beralih ke merek lain. Adapun ciri-ciri konsumen yang loyal
terhadap barang atau jasa menurut Griffin (2002, lihat Wijayanto dkk., 2013),
adalah sebagai berikut: (a)melakukan pembelian berulang secara teratur;
(b)membeli antar lini produk atau jasa; (c)mereferensikan kepada orang lain;
(d)menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing.
Loyalitas merupakan komitmen yang mendalam untuk membeli kembali
atau berlangganan suatu produk atau jasa secara konsisten di masa yang akan
datang, sehingga dapat menyebabkan pengulangan pembelian yang sama
walaupun ada pengaruh situasi dan berbagai usaha pemasaran yang berpotensi
untuk menyebabkan tindakan perpindahan (Delgado dan Munuera, 2001 lihat
Riski, 2009).
Perusahaan yang mempertahankan loyalitas pelanggan berarti
mengeluarkan biaya lebih sedikit daripada harus memperoleh satu pelanggan yang
baru. Loyalitas akan memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan, termasuk
didalamnya perulangan pembelian dan rekomendasi mengenai merek tersebut
kepada teman dan kenalan (Lau dan Lee, 1999 lihat Riski, 2009).
Dari beberapa definisi loyalitas konsumen diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa loyalitas konsumen adalah kesetiaan dari konsumen, kemauan untuk
membeli kembali, dan terus menggunakan produk yang sama. Konsumen yang

Perilaku Konsumen


Menurut Engel dkk (2006, lihat Etta dan Sopiah, 2013) perilaku konsumen
adalah tindakan yang langsung terlibat dalam pemerolehan, pengonsumsian, dan
penghabisan produk/jasa termasuk proses yang mendahului dan menyusul
tindakan ini.
Schiffman dan Kanuk (2002, lihat Etta dan Sopiah, 2013) mendefiniskan
perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen untuk mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang
mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Pada kenyatannya, dalam hidup ini manusia sering dihadapkan pada
berbagai pilihan guna memenuhi kebutuhannya. Pilihan-pilihan ini terpaksa
dilakukan karena kebutuhan manusia tidak terbatas. Banyak faktor dan alasan
yang mendorong manusia untuk melakukan suatu pembelian. Pemahaman
tentang perilaku mereka sangat penting karena dapat dijadikan modal penting bagi
perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Menurut Ariely dan Zauberman (2006, lihat Etta dan Sopiah, 2013),
perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu,
kelompok, atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan
keputusan untuk mendapatkan, menggunakan barang-barang, atau jasa ekonomis
yang dapat dipengaruhi lingkungan

Hubungan Emotional Value, Social value, Quality/performance value,dan Price/value of money terhadap Kepuasan Konsumen.


Menurut Kotler dan Keller (2009:138), konsumen akan merasa puas apabila
harapan konsumen terhadap suatu produk sesuai dengan kenyataan yang diterima
oleh konsumen. Kepuasan juga tergantung pada kulaitas produk dan jasa. Kualitas
adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Kualitas produk dan jasa, kepuasan pelanggan dan profitabilitas perusahaan
adalah tiga hal yang terkait erat. Semakin tinggi kualitas, semakin tinggi pula
tingkat kepuasan konsumen yang dihasilkan. Kualitas merupakan kunci untuk
menciptakan kepuasan konsumen. (Kotler dan Keller, 2009:143-144). Menurut
Kotler dan Keller (2009:136), konsumen cenderung memaksimalkan nilai,
didalam batasan biaya pencarian serta pengetahuan, mobilitas dan pendapatan.
Konsumen dalam mendapatkan kepuasan yaitu konsumen mendapatkan manfaat
dari biaya yang dikeluarkan.

Hubungan Price/Value Of Money dengan Kepuasan Konsumen


Penelitian Pramudita dan Japarianto (2013), bahwa price/value of money tidak
memberikan pengaruh yang besar terhadap kepuasan konsumen. Karena tidak
adanya fasilitas transaksi yang lengkap. Namun dalam penelitian Irgianto (2011),
price/value of money memberikan pengaruh yang besar terhadap kepuasan
konsumen karena faktor harga yang terjangkau. Menurut Kotler dan Keller
(2009:136), konsumen cenderung memaksimalkan nilai, didalam batasan biaya
pencarian serta pengetahuan, mobilitas dan pendapatan. Konsumen dalam
mendapatkan kepuasan yaitu konsumen mendapatkan manfaat dari biaya yang
dikeluarkan

Hubungan Social Value dengan Kepuasan Konsumen.


Penelitian yang dilakukan oleh Pramudita dan Japarianto (2013), social value
memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap kepuasan konsumen. Dimensi
ini berhubungan dengan interaksi personal konsumen dan karyawan. Menurut
Hasan (2013:195), hal ini terjadi karena nilai sosial sendiri adalah persepsi utilitas
yang diperoleh dari asosiasi dengan satu atau lebih kelompok sosial tertentu
melalui hubungan dengan positif atau negatif baik secara demografis, sosial
ekonomi dan budaya atau etnis kelompok yang diukur dari profil citra pilihan.
Citra sosial yang mengacu pada semua referensi kelompok yang relevan baik
primer maupun skunder yang mendukung konsumsi produk.

Hubungan Quality/Performance Value dengan Kepuasan Konsumen


Penelitian yang dilakukan Pramudita dan Japarianto (2013), menunjukkan bahwa
quality/performance value berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen.
Dalam penelitian Irgianto (2011), quality/performance value juga berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan konsumen. Dari penelitian keduanya dapat
disimpulkan bahwa quality/performance value memiliki hubungan yang
signifikan terhadap kepuasan konsumen. Kepuasan juga tergantung pada kulaitas
produk dan jasa. Kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa
yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau tersirat. Kualitas produk dan jasa, kepuasan pelanggan dan
profitabilitas perusahaan adalah tiga hal yang terkait erat. Semakin tinggi kualitas,
semakin tinggi pula tingkat kepuasan konsumen yang dihasilkan. Kualitas
merupakan kunci untuk menciptakan kepuasan konsumen. (Kotler dan Keller,
2009:143-144)

Hubungan Emotional Value Dengan Kepuasan Konsumen


Hasil penelitian yang dilakukan Pramudita dan Japarianto (2013), emotional value
memberikan pengaruh paling besar terhadap kepuasan konsumen. Dimana
dimensi tersebut berhubungan dengan harapan konsumen terhadap aspek fisik dan
lingkungan sekitar. Dan penelitian yang dilakukn Irgianto (2011), emotional value
merupakan variabel yang sangat dominan terhadap kepuasan konsumen. Hal ini
karena emotional value memberikan perasaan atau emosi positif yang ditimbulkan
dari menggunakan produk dan produk memenuhi harapan konsumen. Menurut
Kotler dan Keller (2009:138), konsumen akan merasa puas apabila harapan
konsumen terhadap suatu produk sesuai dengan kenyataan yang diterima oleh
konsumen.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen


Menurut Kotler (2002:176) mengemukakan bahwa ada tiga faktor utama kepuasan
konsumen, yaitu:

  1. Harga
    Produk yang berkualitas sama, tetapi harganya relatif murah akan memberikan
    nilai lebih tinggi ke pelanggan. Untuk konsumen yang sensitif biasanya harga
    murah adalah sumber kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan
    value money yang tinggi. Namun komponen harga ini relatif tidak penting bagi
    mereka yang tidak sensitif terhadap harga. Kualitas produk dan harga seringkali
    tidak mampu menciptakan keunggulan bersaing dalam hal kepuasan konsumen.
    Kedua aspek ini relatif mudah ditiru.
  2. Kualitas Pelayanan
    Kualitas pelayanan sangat tergantung pada tiga hal, yaitu sistem, teknologi, dan
    manusia. Faktor manusia memberikan kontribusi sekitar 70% terhadap kualitas
    pelayanan. Tidak mengherankan, kepuasan terhadap kualitas pelayanan biasanya
    sulit untuk ditiru. Pembentukkan attitude dan perilaku yang seiring dengan
    keinginan perusahaan bukanlah pekerjaan mudah. Pembenahan harus dilakukan
    mulai dari proses pengambilan tenaga kerja, training budaya kerja dan hasilnya
    akan terlihat selama 3 tahun. Konsumen akan merasa puas apabila mereka
    memperoleh pelayanan yang baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
  3. Faktor Emosional
    Konsumen yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap dia
    bila menggunakan produk bermerek tertentu, cenderung memiliki tingkat
    kepuasan lebih tinggi. Kepuasannya bukan karena kualitas produk, tetapi harga
    diri atau nilai sosial yang menjadikan pelanggan puas terhadap merek produk
    tertentu. Rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, bagian dari kelompok
    orang penting dan sebagainya adalah contoh-contoh emotional value yang
    mendasari kepuasan konsumen

Strategi Kepuasan Konsumen


Menurut Rangkuti dalam Sunyoto (2012:229), tujuan dari strategi kepuasan
konsumen adalah untuk membuat agar konsumen tidak mudah pindah ke pesaing.
Strategi-strategi yang dapat digunakan antara lain:

  1. Strategi hubungan pemasaran (relationship marketing)
    Dalam strategi ini transaksi antara pembeli dan penjual berlanjut setelah
    penjual selesai. Dengan kata lain, perusahaan menjalin suatu kemitraan
    dengan konsumen secara terus menerus yang pada akhirnya akan
    menimbulkan loyalitas konsumen.
  2. Strategi jaminan layanan tanpa syarat (unconditional service guarantee)
    Strategi yang memberikan garansi atau jaminan istimewa secara mutlak yang
    dirancang untuk meringankan risiko atau kerugian di pihak konsumen.
  3. Strategi layanan pelanggan unggul (superior customer service)
    Strategi yang menawarkan pelayanan yang baik dibandingkan dengan yang
    ditawarkan oleh pesaing.
  4. Strategi penanganan keluhan yang efektif
    Strategi untuk menangani keluhan konsumen dengan cepat dan tepat, dimana
    perusahaan harus menunjukkan perhatian, keprihatinan, dan penyesalannya
    atas kekecewaan konsumen agar konsumen tersebut dapat kembali menjadi
    konsumen yang puas dan kembali menggunakan produk tersebut.
  5. Strategi peningkatan kinerja perusahaan
    Strategi ini dijalankan dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada
    karyawan agar dapat meningkatkan kinerja pelayanannya.

Harapan, Kinerja, dan Kepuasan.


Kinerja produk yang rendah, kemungkinan hasilnya bukan ketidakpuasan,
konsumen tidak merasa kecewa dan tidak melakukan komplain, tetapi sangat
mungkin konsumen mencari alternatif produk atau penyedia jasa yang lebih baik
bila kebutuhan atau masalah yang sama muncul kembali. Harapan atas kinerja
produk berlaku sebagai standar perbandinga terhadap kinerja aktual produk.
Konsep harapan pra pembelian terdiri dari:
1) Equitable Performance yaitu penilaian normatif atas kinerja yang seharusnya
diterima konsumen berbanding biaya dan usaha yang telah dicurahkan untuk
membeli dan mengkonsumsi produk.
2) Ideal Performance yaitu tingkat kinerja optimum yang diharapkan oleh
seorang konsumen.
3) Expected Performance yaitu tingkat kinerja yang diperkirakan atau yang
paling diharapkan dan disukai konsumen.
Harapan pelanggan akan terus berkembang sesuai perubahan lingkungan yang
member informasi dan bertambahnya pengalaman pelanggan yang akan
berpengaruh terhadap tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan. Harapan
pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas
produk dan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara
penentuan kualitas dan kepuasan pelanggan.

Pengertian Kepuasan Konsumen


Menurut Kotler dan Keller (2009:138) kepuasan (satisfaction) adalah perasaan
senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang
dipersepsikan produk atau hasil terhadap ekspektasi mereka. Kepuasan konsumen
diartikan sebagai suatu keadaan dimana harapan konsumen terhadap suatu produk
sesuai dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen. Jika produk tersebut jauh
dibawah harapan, konsumen akan kecewa. Sebaliknya, jika produk tersebut
memenuhi harapan, konsumen akan puas. Harapan konsumen dapat diketahui dari
pengalaman mereka sendiri saat menggunakan produk tersebut, informasi dari
orang lain, dan informasi yang diperoleh dari iklan atau promosi yang lain (Kotler
dalam Sopiah dan Sangadji, 2013:181)
Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah
setelah membandingkan persepsi atau kesan dengan kinerja suatu produk dan
harapan-harapannya (Kotler, 2005:181). Kepuasan konsumen merupakan evaluasi
purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau
melampaui harapan konsumen.
Menurut Kivetzdan Simoson dalam Sopiah dan Sangadji (2013: 182), kepuasan
konsumen bisa menjalin hubungan yang harmonis antara produsen dan konsumen,
menciptakan dasar yang baik bagi pembelian ulang serta terciptanya loyalitas
konsumen, membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut yang dapat
menguntungkan perusahaan

Teori Kepuasan Konsumen


Berikut adalah teori-teori yang membahas kepuasan konsumen:

  1. Teori Kepuasan ( the expectancy disconfirmation model )
    Teori kepuasan mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen
    merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum
    pembelian dengan kinerja produk yang sesungguhnya. Ketika membeli suatu
    produk, konsumen memilki harapan tentang bagaimana kinerja produk tersebut
    (product performance):
    a. Produk berkinerja lebih baik dari yang diharapkan. Inilah yang disebut
    diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Jika ini terjadi, konsumen
    akan merasa puas.
    b. Produk berkinerja seperti yang diharapkan. Inilah yang disebut konfirmasi
    sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan rasa
    puas, tetapi juga tidak mengecewakan konsumen. Konsumen akan memilki
    perasaan netral.
    c. Produk berkinerja lebih buruk dari yang diharapkan. Inilah yang disebut
    diskonfirmasi negative (negative disconfirmation). Produk yang berkinerja
    buruk, tidak sesuai dengan harapan konsumen, akan menyebabkan
    kekecewaan sehingga konsumen merasa tidak puas.
  2. Teori Perasaan Afektif Eksperiental (experientially affective feeling theory)
    Menurut Jones dalam Sopiah dan Sangadji (2013:183), teori ini beranggapan
    bahwa kepuasan konsumen dipengaruhi oleh perasaan positif dan negatif yang
    diasosiasikan konsumen dengan produk yang sudah dibeli dan dikonsumsi.
  3. Attribution Theory
    Attribution Theory mengidentifikasi proses yang dilakukan seseorang dalam
    menentukan penyebab tindakannya, orang lain, dan objek tertentu. Atribusi yang
    dilakukan oleh seseorang akan memengaruhi kepuasan purnabelinya dalam
    produk tertentu, karena atribusi memoderasi perasaan puas atau tidak puas.
    Atribusi sangat besar pengaruhnya terhadap kepuasan atau ketidakpuasan
    pelanggan apabila keterlibatan, pengalaman dan pengetahuan pelanggan terhadap
    produk relatif tinggi. (Hasan, 2013:101)

Price/Value Of Money


Price / value of money adalah harga yang adil dan biaya-biaya finansial lainnya
yang berkaitan dengan mendapatkan produk atau jasa. Menurut Kotler dalam
setiawati, (2012 : 13), nilai harga adalah suatu utilitas yang diperoleh dari persepsi
kinerja yang diharapkan dari suatu produk. Nilai harga merupakan salah satu
pertimbangan yang muncul ketika seorang konsumen akan membeli suatu produk.
Konsumen akan lebih meninjau dari segi apakah harga yang ditawarkan oleh
produk tersebut sesuai dengan nilai-nilai lainnya ditinjau dari segi kualitas produk
dan juga pelayanan yang diberikan (Kotler dan Keller, 2009 ).
Penetapan harga yang diberikan oleh perusahaan dipertimbangkan melalui nilai
apa yang sanggup berikan oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan
konsumen. Semakin rendah harga yang diberikan kepada konsumen, semakin
tinggi nilai yang akan dipikirkan oleh konsumen. Sebaliknya, perusahaan yang
berani memberikan harga yang tinggi terhadap produk mereka, harus siap untuk
memberikan kelebihan yang dimiliki oleh perusahaan dari segi nilai-nilai lainnya

Quality/Performance Value


Quality/Performance value adalah kualitas hasil fisik dari penggunaan suatu
produk atau jasa dengan kata lain tipe nilai ini mencerminkan kemampuan produk
atau jasa melaksanakan fungsi fisik utamanya secara konsisten. Performance
value terletak dan berasal dari komponen fisik dan design

Social Value


Social value adalah manfaat produk atau jasa yang bertujuan untuk memuaskan
keinginan seseorang dalam mendapatkan pengakuan atau kebanggaan sosial,
pelanggan yang mengutamakan social value akan memilih produk atau jasa yang
mengkomunikasikan citra yang selaras dengan teman-temannya atau
menyampaikan citra sosial yang ingin ditampilkannya

Emotional Value


Menurut Barlow dan Maul yang dikutip oleh Tjiptono (2007:294) emotional value
adalah nilai ekonomis dari perasaan pelanggan ketika mereka merasakan
pengalaman yang positif setelah menggunakan produk dan jasa perusahaan.
Sedangkan menurut Sweeney dan Soutar yang dikutip oleh Tjiptono (2007:298)
definisi emotional value adalah utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif atau
emosi positif yang ditimbulkan dari menggunakan produk. Berdasarkan definisi-
definisi yang dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa emotional
value merupakan perasaan yang dirasakan atau dialami oleh pelanggan atas
perasaan yang diharapkan pada saat mereka bertransaksi dengan sebuah organisasi
dan para karyawannya. Perasaan-perasaan ini akan menciptakan keinginan mereka
untuk membeli kembali produk itu atau tidak. Keputusan pembelian suatu produk
yang dilakukan oleh konsumen tidak hanya mempertimbangkan perangkat produk
dan harganya (rational value) saja, tetapi juga mempertimbangkan nilai (value)
apakah yang dapat mereka peroleh dari mengkonsumsi produk atau jasa tersebut.

Tipe-Tipe Nilai Pelanggan


Menurut Sheth & Mittal dalam Setiawati (2012:14), tipe-tipe nilai pelanggan
dikelompokkan dalam 9 kategori yaitu:

  1. Performance value adalah kualitas hasil fisik dari pengguna suatu produk
    atau jasa. Dengan kata lain, tipe nilai ini mencerminkan kemampuan produk
    atau jasa melaksanakan fungsi fisik utamanya secara konsisten. Performance
    value terletak pada komponen fisik keinginan seseorang dan jasa.
  2. Social value adalah manfaat produk atau jasa yang bertujuan untuk
    memuaskan dalam mendapatkan pengakuan dan kebanggan sosial. Pelanggan
    yang mengutamakan social value akan memilih produk atau jasa yang
    mengkomunikasikan citra yang selaras dengan teman-temannya atau
    menampaikan citra sosial yang ditampilkan.
  3. Emotional value adalah kesenangan dan kepuasan emosional yang didapatkan
    dari produk atau jasa.
  4. Price value adalah harga dan biaya-biaya financial lainnya berkaitan dengan
    upaya mendapatkan produk atau jasa.
  5. Credit value berupa situasi terbebas dari keharusan membayar kas pada saat
    pembelian atau membayar dalam waktu dekat. Pada prinsipnya, nilai ini
    menawarkan kenyamanan berkenaan dengan pembayaran.
  6. Financial value penawaran syarat dan financial schedule pembayaran yang
    lebih longgar dan terjangkau. Financial value lebih menekankan pada aspek
    keterjangkauan.
  7. Service value berupa bantuan yang diharapkan pelanggan berkaitan
    pembelian produk atau jasa.
  8. Convenience value berupa penghematan waktu dan usaha yang dibutuhkan
    untuk memperoleh produk atau jasa.
  9. Personalization value yang meliputi : menerima produk atau jasa disesuaikan
    dengan kondisi pelanggan dan memberikan pengalaman positif dari
    pelanggan

Kerja Nilai Pelanggan


Menurut Kotler dalam Setiawati (2012:131) faktor-faktor yang membentuk
kerangka kerja nilai pelanggan yaitu:

  1. Nilai produk (product value)
    Nilai produk terdiri ciri, mutu kerja, mutu kesesuaian, ketahanan, kehandalan,
    mudah diperbaiki, gaya, dan desain.
  2. Nilai Pelayanan (service value)
    Nilai pelayanan adalah sebagai berikut : pengantaran, instalasi, pelatihan
    pelanggan, jasa konsultasi, dan perbaikan.
  3. Nilai Personal (personal value)
    Nilai personal terdiri dari kompetensi, sopan, kredibilitas, dapat diandalkan,
    responsif, dan komunikan.
  4. Price/value of money
    Utilitas yang diperoleh dari persepsi kinerja yang diharapkan dari suatu
    produk atau jasa.
  5. Nilai citra (image value)
    Nilai citra terdiri dari symbol, media, atmosfer, dan acara

Dimensi Nilai Pelanggan


Dimensi Nilai Pelanggan menurut Sweeney and Soutar dalam Tjiptono
(2005:298), dimensi nilai terdiri dari empat yaitu:

  1. Emotional value adalah utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif dan
    emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk.
  2. Social value adalah utilitas yang didapat dari kemampuan produk untuk
    konsep diri sosial pelanggan.
  3. Quality/performance value adalah utilitas yang didapat dari produk karena
    reduksi biaya jangka pendek dan jangka panjang.
  4. Price/value of money adalah utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap
    kinerja yang diharapkan dari produk atau jasa

Hierarki Nilai Pelanggan


Menurut Woodruff dalam Setiawati (2012:11) hierarki nilai pelanggan (customer
value) terdiri dari tiga tingkatan yaitu:

  1. Atribut Produk atau Jasa (product attribute), dasar hierarki yaitu pelanggan
    belajar berfikir mengenai produk atau jasa sebagai rangkaian dari atribut dan
    kinerja atribut.
  2. Konsekuensi Produk atau Jasa (product qonsequences), konsekuensi yang
    diinginkan oleh pelanggan ketika informan membeli dan menggunakan
    produk dan jasa.
  3. Maksud dan Tujuan Pelanggan (customer’s goal n purpose), maksud dan
    tujuan pelanggan yang dicapai melalui konsekuensi tertentu dari penggunaan
    produk atau jasa.
    Inti dari hierarki nilai pelanggan adalah pelanggan belajar berpikir mengenai
    produk atau jasa serta konsekuensinya dalam membentuk konsekuensi dari tujuan
    penggunaan produk/jasa tersebut.

Nilai yang Dipersepsikan Pelanggan


Nilai yang dipersepsikan pelanggan (Customer Perceived Value) adalah selisih
antara penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya dari suatu
penawaran terhadap alternatifnya. Total manfaat pelanggan (total customer
benefit) adalah nilai moneter kumpulan manfaat ekonomi, fungsional, dan
psikologis yang diharapkan pelanggan dari suatu penawaran pasar yang
disebabkan oleh produk, jasa, personel, dan citra yang terlibat.
Total biaya pelanggan (total customer cost) adalah kumpulan biaya yang
dipersepsikan yang diharapkan pelanggan untuk dikeluarkan dalam mengevaluasi,
mendapatkan, menggunakan, dan menyingkirkan suatu penawaran pasar,
termasuk biaya moneter, biaya waktu, biaya energi, dan biaya psikologis.
Menurut Kotler dan Keller (2009: 136), Terdapat tiga nilai yang dipikirkan
pelanggan yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1) Nilai yang dipikirkan pelanggan (customer perceived value)
Adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat serta
semua biaya tawaran tertentu dan alternatif-alternatif lain yang dipikirkan.
2) Nilai pelanggan total (total customer value)
Adalah nilai moneter yang dipikirkan atas sekumpulan manfaat
ekonomis,fungsional dan psikologi, yang diharapkan oleh pelanggan atas
tawaran pasar tertentu.
3) Biaya pelanggan total (total customer cost)
Adalah sekumpulan biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk
mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan, dan membuang tawaran pasar
tertentu termasuk biaya moneter, biaya waktu, biaya energi, dan biaya
psikologi

Pengertian Nilai Konsumen


Nilai konsumen adalah perbedaan antara total nilai konsumen dengan total biaya
yang dikeluarkan konsumen dari pemasarann produk. Perusahaan harus menjadi
pusat konsumen dan memberikan nilai yang tinggi pada pasar sasaran. Jumlah
nilai bagi konsumen atau pelanggan merupakan akumulasi dari nilai produk, nilai
pelayanan, nilai karyawan, dan nilai citra (Sopiah dan Sangadji, 2013: 180).
Kotler dan Keller (2009: 14) menyatakan bahwa nilai pelanggan merupakan
kombinasi kualitas, pelayanan, harga dari suatu penawaran produk . Nilai
terhantar pada pelanggan adalah selisih antara jumlah nilai bagi pelanggan dan
jumlah biaya dari pelanggan, dan jumlah nilai bagi pelanggan adalah sekelompok
keuntungan yang diharapkan pelanggan dari barang atau jasa tertentu.
Menurut Best dalam (Sumarwan, dkk; 2010: 30), nilai pelanggan merupakan
benefit yang diperoleh pelanggan dikurangi biaya pembelian. Berdasarkan konsep
ini, nilai pelanggan bersumber dari benefit ekonomi, benefit pelanggan, dan
benefit emosional. Benefit ekonomi bersumber dari keunggulan harga dan biaya
selain harga pembelian seperti biaya akuisisi, penggunaan kepemilikan,
pemeliharaan, dan perbaikan serta biaya pembuangan. Benefit pelanggan
bersumber dari penampilan produk, layanan dan reputasi. Benefit emosional
adalah keunggulan produk dalam memenuhi kebutuhan emosional pelanggan
yang terkait dengan kebutuhan psikologis, tipe – tipe kepribadian pelanggan, dan
nilai personal pelanggan.
Tjiptono (2005:296) juga mendefenisikan nilai pelanggan adalah ikatan emosional
yang terjalin antara pelanggan dan produsen setelah pelanggan menggunakan
produk dan jasa dari perusahaan dan mendapati bahwa produk atau jasa tersebut
memberi nilai tambah

Pengertian Perilaku Konsumen


Menurut Engel et al dalam Sopiah dan Sangadji (2013:7), perilaku konsumen
adalah tindakan yang langsung terlibat dalam pemerolehan, pengonsumsian, dan
penghabisan produk atau jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul
tindakan tersebut.
Menurut Griffin dalam Sopiah dan Sangadji (2013:8), perilaku konsumen adalah
semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologi yang mendorong tindakan
tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan
mengevaluasi.
Menurut Hasan (2013:161), perilaku konsumen adalah studi proses yang terlibat
ketika individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau mengatur
produk, jasa, idea atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen.
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan dkk (2012:186) mendefinisikan
perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengonsumsi dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului dan mengikuti tindakan ini
Menurut Kotler dan Keller (2009:166) Perilaku konsumen adalah studi tentang
bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan,
dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan
dan keinginan mereka.
Menurut Sunyoto (2012:251) Perilaku konsumen (consumer behavior) dapat
didefinisikan kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam
mendapatkan dan mempergunakan barang-barang atau jasa termasuk didalamnya
proses pengambilan keputusan pada persiapan dalam penentuan kegiatan-kegiatan
tersebut. Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus bagi orang yang
dengan berbagai alasan berhasrat untuk mempengaruhi atau mengubah perilaku
tersebut,termasuk orang yang kepentingan utamanya adalah pemasaran. Tidak
mengherankan jika studi tentang perilaku konsumen ini memiliki akar utama
dalam bidang ekonomi terlebih lagi dalam pemasaran.
Menurut Sopiah dan Sangadji (2013:9) menyimpulkan bahwa perilaku konsumen
adalah:

  1. Disiplin ilmu yang mempelajari perilaku individu, kelompok atau organisasi
    dan proses-proses yang digunakan konsumen untuk menyeleksi,
    menggunakan produk, pelayanan, pengalaman (ide) untuk memuaskan
    kebutuhan dan keinginan konsumen, dan dampak dari proses-proses tersebut
    pada konsumen dan masyarakat.
  2. Tindakan yang dilakukan oleh konsumen guna mencapai dan memenuhi
    kebutuhannya baik dalam penggunaan, pengonsumsian, dan penghabisan
    barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan yang
    menyusul.
  3. Tindakan atau perilaku yang dilakukan konsumen yang dimulai dengan
    merasakan adanya kebutuhan dan keinginan, kemudian berusaha
    mendapatkan produk yang diinginkan,mengonsumsi produk tersebut, dan
    berakhir dengan tindakan-tindakan pasca pembelian, yaitu perasaan puas atau
    tidak puas

Indikator Persepsi Harga


Pada intinya, persepsi harga memiliki arti yang kompleks dan bisa
memainkan berbagai macam peran bagi konsumen. Produsen perlu memahami
semua persepsi harga yang dimiliki konsumen. Menurut Ike Kusdiyah (2012), di
dalam variabel persepsi harga diukur dengan indikator sebagai berikut:
a. Keterjangkauan Harga.
b. Kesesuaian Harga dengan Kualitas Produk.
c. Kesesuaian Harga dengan Manfaat.
d. Lebih Murah dari Pesaing.

Tujuan Penetapan Harga


Menurut Kotler dan Keller yang dialih bahasakan oleh Bob Sabran (2011)
tujuan penetapan harga pada dasarnya terdapat lima tujuan utama dalam
menetapan harga, yaitu:
a. Kemampuan Bertahan
Perusahaan mengejar kemampuan bertahan sebagai tujuan utama mereka
jika mengalami kelebihan kapasitas, persaingan ketat, atau keinginan
konsumen yang berubah. Selama harga menutup biaya variabel dan biaya
tetap maka perusahaan tetap berada dalam bisnis.
b. Laba Saat Ini Maksimum
Banyak perusahaan berusaha menetapkan harga yang akan
memaksimalkan laba saat ini. Perusahaan memperkirakan permintaan dan
biaya yang berasosiasi dengan harga alternatif dan memilih harga yang
menghasilkan laba saat ini, arus kas, atau tingkat pengambilan atas
investasi maksimum.
c. Pangsa Pasar Maksimum
Perusahaan percaya bahwa semakin tinggi volume penjualan, biaya unit
akan semakin rendah dan laba jangka panjang semakin tinggi. Perusahaan
menetapkan harga terendah dikarenakan mengasumsikan pasar sensitif
terhadap harga.
d. Market Skimming Pricing
Perusahaan mengungkapkan teknologi baru yang menetapkan harga tinggi
untuk memaksimalkan memerah pasar dimana pada mulanya harga
ditetapkan tinggi dan secara perlahan turun seiring waktu.
e. Kepemimpinan kualitas produk
Banyak merek berusaha menjadi “kemewahan terjangkau” produk atau
jasa yang ditentukan karakternya oleh tingkat kualitas anggapan, selera
dan status yang tinggi dengan harga yang cukup tinggi hal ini dikarenakan
agar tidak berada diluar jangkauan konsumen.

Dimensi Persepsi Harga


Sering kali konsumen beranggapan bahwa harga yang ditetapkan untuk
sebuah produk merupakan ciri dari produk itu sendiri. Konsumen membandingkan
harga yang ditawarkan dengan merek lain dalam suatu kelas produk yang sama,
hasil dari proses ini kemudian membentuk sikap terhadap berbagai alternatif
merek yang ada.
Menurut Freddy Rangkuti dalam Leonardo dan Erwan (2012) dalam
persepsi mengenai harga, diukur berdasarkan persepsi pelanggan yaitu dengan
cara menanyakan kepada pelanggan variabel-variabel apa saja yang menurut
mereka paling penting dalam memilih sebuah produk. Persepsi harga dibentuk
oleh dua dimensi utama, yaitu:

  1. Persepsi Kualitas
    Konsumen cenderung lebih menyukai produk yang mempunyai harga
    lebih tinggi dari produk sejenis ketika informasi yang di dapat hanya harga
    dari produk itu. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk dipengaruhi
    persepsi mereka terhadap nama, merek, nama toko, lamanya garansi yang
    diberikan, serta dari mana asal produk tersebut.
  2. Persepsi Biaya yang Dikeluarkan
    Secara umum konsumen beranggapan bahwa harga merupakan biaya
    (cost) yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan sebuah produk. Namun
    konsumen mempunyai persepsi yang berbeda terhadap biaya yang
    dikeluarkan meskipun untuk produk sejenis, hal ini didasarkan kepada
    situasi dan kondisi yang dialami konsumen saat itu

Persepsi Harga


Harga merupakan salah satu dari konsep bauran pemasaran yang memiliki
sifat fleksibel dimana dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu dan juga
tempat. Harga bukan hanya sekedar angka nominal yang tertera pada label di
suatu produk ataupun toko, namun harga itu sendiri mempunyai banyak bentuk
dan melaksanakan banyak fungsi. Menurut Kotlet dan Armstrong (2013), Harga
adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah
dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat karena memiliki atau menggunakan
produk atau jasa tersebut.
Menurut Kotler dan Keller (2009) Persepsi adalah proses yang digunakan
oleh individu untuk memilih, mengorganisasi dan mengintreprestasikan masukan
informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi
merupakan proses yang dilakukan individu untuk memilih, memilih, mengatur,
dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai
dunia (Schiffman dan Kanuk, 2007).
Campbell pada Cockril dan Goode (2010) menyatakan bahwa persepsi
harga merupakan faktor psikologis dari berbagai segi yang mempunyai pengaruh
yang penting dalam reaksi konsumen kepada harga. Karena itulah persepsi harga
menjadi alasan mengapa seseorang membuat keputusan untuk membeli. Xia et al.
pada Lee dan Lawson-Body (2011) mengemukakan bahwa persepsi harga
merupakan penilaian konsumen dan bentuk emosional yang terasosiasi mengenai
apakah harga yang ditawarkan oleh penjual dan harga yang dibandingkan dengan
pihak lain masuk diakal, dapat diterima atau dapat dijustifikasi.
Persepsi harga menjadi sebuah penilaian konsumen tentang perbandingan
besarnya pengorbanan dengan apa yang akan didapatkan dari produk dan jasa
(Zeithaml dalam Kusdyah, 2012). Chan dan Wildt dalam Kaura (2012)
mendefinisikan persepsi harga sebagai representasi persepsi konsumen atau
persepsi subjektif terhadap harga objektif produk. Menurut Amryyanti et al.
(2013) mendefiniskan persepsi kawajaran harga sebagai penilaian bagi suatu hasil
dan bagaimana suatu proses nantinya mendapatkan suatu hasil yang dapat
diterima dan pastinya dalam suatu kewajaran dalam arti lain masuk akal.

Indikator Promosi


Indikator Promosi Menurut Diana Yunita sari dkk (2018), sebagai berikut:

  1. Potongan Harga.
  2. Kualitas Penyampaian Pesan di media Promosi.
  3. Hubungan Masyarakat.
  4. Adanya SPG pelayanan Konsumen.

Tujuan Promosi


Menurut Rangkuti (2009), perusahaan melakukan kegiatan promosi
dengan tujuan utamanya yaitu untuk mencari laba. Pada umumnya kegiatan
promosi yang dilakukan oleh perusahaan harus mendasarkan kepada tujuan
sebagai berikut:
a. Modifikasi Tingkah Laku. Pasar merupakan suatu tempat pertemuan
orang-orang yang hendak melakukan suatu pertukaran dimana orang-orang
terdiri atas berbagai macam tingkah laku yang berbeda. Demikian juga
pendapat mereka mengenai suatu barang dan jasa, selera, keinginan,
motivasi, dan kesetiannya terhadap barang dan jasa tersebut saling
berbeda. Dengan demikian, tujuan dari promosi ini adalah berusaha untuk
mengubah tingkah laku dan pendapat individu tersebut, dari tidak
menerima suatu produk menjadi setia terhadap suatu produk.
b. Memberitahu. Kegiatan promosi yang ditujukan untuk memberitahu
informasi kepada pasar yang dituju tentang perusahaan, mengenai produk
tersebut berkaitan dengan harga, kualitas, syarat pembelian, kegunaan, dan
lain sebagainya. Promosi yang bersifat informasi ini dapat membantu
konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli.
c. Membujuk. Promosi ditujukan yaitu untuk membujuk calon konsumen
agar mau membeli barang atau jasa yang ditawarkan. Namun membujuk
dengan berlebihan akan menyebabkan kesan yang negatif pada calon
konsumen sehingga keputusan yang diambil mungkin justru keputusan
yang negatif.
d. Mengingatkan. Promosi yang bersifat mengingatkan dilakukan terutama
untuk mempertahankan merek produk kepada masyarakat dan perlu
dilakukan selama tahap kedewasaan didalam siklus kehidupan produk. Hal
ini berarti perusahaan berusaha untuk paling tidak mempertahankan
pembeli yang ada sebab pembeli tidak hanya sekali saja melakukan
transaksi, melainkan harus berlangsung secara terus-menerus

Bauran Promosi (Promotion Mix)


Dalam mengkomunikasikan produknya, perusahaan dapat melakukan
melalui beberapa alat promosi yang dikenal dengan bauran promosi (promotion
mix). Bauran promosi adalah seperangkat alat yang digunakan oleh perusahaan
untuk mengkomunikasikan produknya kepada konsumen.
Menurut Kotler dan Keller (2016) menyatakan bahwa terdapat beberapa
perangkat promosi (bauran promosi) yaitu:
a. Periklanan (advertising) yaitu bentuk promosi non personal dengan
menggunakan berbagai media yang ditujukan untuk merangsang
pembelian dalam bentu gagasan, barang, atau jasa.
b. Penjualan Tatap Muka (personal selling) yaitu bentuk promosi secara
personal dengan persentasi lisan dalam suatu percakapan dengan calon
pembeli yang ditujukan untuk merangsang pembelian dari suatu produk
atau jasa secara insentif berjangka pendek.
c. Publisitas (publisity) yaitu suatu bentuk promosi non personal mengenai,
pelayanan atau kesatuan usaha tertentu dengan mengulas informasi/berita
tentang perusahaan tersebut. Publisitas dapat dikatakan sebagai Hubungan
Publik, hal ini dapat dikatakan sebagai cara membangun hubungan yang
baik dengan berbagai publik perusahaan. Hal ini dicapai dengan cara
memperoleh publisitas yang menguntungkan, membangun “citra koperasi”
dan mengatasi rumor, cerita dan kegiatan-kegiatan yang tidak
menguntungkan.
d. Penjualan Personal (personal selling) yaitu suatu bentuk presentasi pribadi
oleh para wiraniaga perusahaan dalam rangka mensukseskan penjualan
dan membangun hubungan dengan pelanggan.
e. Pemasaran Langsung (direct marketing) yaitu suatu bentuk komunikasi
langsung dengan konsumen perorangan yang mejadi sasaran untuk
memperoleh tanggapan segera yang akan merangsang pembelian

Promosi


Promosi merupakan salah satu kegiatan pemasaran yang penting bagi
perusahaan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan serta
meningkatkan kualitas penjualan untuk meningkatkan kegiatan pemasaran dalam
hal memasarkan barang atau jasa dari suatu perusahaan. Kegiatan promosi bukan
saja berfungsi sebagai alat komunikasi antara perusahaan dengan konsumen,
melainkan juga sebagai alat untuk memengaruhi konsumen dalam kegiatan
pembelian atau penggunaan jasa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Menurut
Kotler dan Amstrong (2012) dalam jurnal (Khoirullah, 2016), menyatakan
promosi merupakan alat komunikasi dan penyampaian pesan yang dilakukan baik
oleh perusahaan maupun perantara dengan tujuan memberikan informasi
mengenai produk, harga, dan tempat.
Pengertian promosi penjualan menurut American Marketing Association
(AMA) yang dikutip dari buku milik Sustina adalah : “Sales promotion is media
and non media marketing pressure applied for a predetermined, limited period of
time in order to stimulate trial, increase consumer demand, or improve product
quality”. Definisi diatas menunjukan bahwa promosi adalah upaya pemasaran
yang bersifat media dan non media untuk merangsang coba-coba dari konsumen,
meningkatkan permintaan dari konsumen atau untuk memperbaiki kualitas
produk.
Kotler dan Amstrong (2014) mendefinisikan pengertian promosi adalah
sebagai berikut, “promotion refers to activities that communicate to merits of the
product and persuade target customers to buy it”. Definisi tersebut menyatakan
bahwa promosi mengacu pada kegiatan atau berkomunikasi dua Merek produk
dan membujuk pelanggan sasaran untuk membeli.
Menurut Daryanto (2011), promosi adalah kegiatan terakhir dari marketing
mix yang sangat penting karena kebanyakan pasar lebih banyak bersifat pada
pembeli dimana keputusan terakhir terjadinya transaksi jual beli sangat diperlukan
oleh konsumen. Berbeda halnya dengan pengertian promosi menurut Ginting
(2012) promosi adalah semua kegiatan perusahaan produsen untuk meningkatkan
mutu produknya dan membujuk/merayu konsumen agar membeli produknya

Indikator Kualitas Produk


Indikator kualitas produk menurut Gerung dkk (2017), sebagai berikut :

  1. Kemampuan Produk.
  2. Fungsi Produk.
  3. Kelebihan Produk.
  4. Daya Tahan Produk.
  5. Nilai Produk.

Tolak Ukur Kualitas Produk


Menurut Bob Sabran dalam Kotler dan Keller (2013), terdiri dari :

  1. Performance (kinerja), yaitu karakteristik operasi suatu produk utama,
    seperti kemudahan kenyamanan.
  2. Durability (daya tahan), yaitu berkaitan dengan berapa lama produk
    tersebut dapat digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun
    umur ekonomis penggunaan produk.
  3. Conformance to specification (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh
    mana karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi
    tertentu dari konsumen atau tidak ditentukannya cacat pada produk.
  4. Features (fitur), yaitu karakteristik produk yang dirancang untuk
    menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen
    terhadap produk.
  5. Realibility (reliabilitas), yaitu probabilitas bahwa produk akan bekerja
    dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin
    kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat
    diandalkan.
  6. Estethic (estetika), yaitu daya tarik produk terhadap panca indra, misalkan
    model atau desain yang artistik.
  7. Perceived quality (persepsi kualitas), yaitu citra dan reputasi produk serta
    tanggung jawab perusahaan terhadapnya

Kualitas Produk


Produk adalah alat bauran pemsaran yang paling mendasar, dimana
konsumen memiliki harapan akan pemenuhan kebutuhan dan keinginan melalui
suatu produk. kualitas dalam pandangan konsumen memiliki karakteristik yang
berbeda-beda antara satu konsumen dengan konsumen lainnya. Kotler dan keller
(2009) Kualitas produk adalah keseluruhan ciri serta dari suatu produk atau
pelayanan pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
tersirat. Menurut Kotler dan Amnstrong (2012) mendefinisikan kualitas produk
adalah karakteristik suatu produk atau jasa yang menunjang kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan pelanggan. Berbeda dengan definisi American Society
dalam Kotler dan Keller (2016) mendefinisikan sebagai berikut “Quality is the
totality of features and chacarteristic of a product orservice that bear on its
ability to satisfy stated or implied needs, definisi ini dapat diartikan bahwa
kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik dari produk atau layanan yang
menangung pada kemampuannya untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan.
Tjiptono (2012) mengemukakan bahwa kualitas sebagai berikut Definisi
konvensional dari kualitas adalah sebagai gambaran langsung dari suatu produk
seperti kinerja, keandalan, mudah dalam penggunaan, estetika dan sabagainya

Indikator Keputusan Pembelian


Indikator keputusan pembelian menurut Gerung et, all., (2017) sebagai
berikut:

  1. Keinginan suatu produk
  2. Mengevaluasi sebelum membeli
  3. Hasil dari keputusan pembelian
  4. Kepuasan konsumen
  5. Loyal terhadap produk

Jenis-jenis Perilaku Pembelian


Menurut Assael dalam Abdullah dan Tantri (2018), terdapat empat jenis
perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan
tingkat perbedaan antara berbagai merek :

  1. Perilaku Pembelian Komplek. Konsumen mempunyai perilaku kompleks jika
    mereka sangat terlibat dalam suatu pembelian dan menyadari adanya
    perbedaan signifikan antara berbagai merek. Konsumen sangat terlibat bila
    suatu produk mahal, jarang dibeli, berisiko, dan mempunyai ekspresi pribadi
    yang tinggi.
  2. Perilaku Pembelian Mengurangi Ketidaksesuaian. Kadang-kadang konsumen
    sangat terlibat dalam suatu pembelian, tetapi tidak melihat banak perbedaan
    dalam merek. Keterlibatan yang tinggi ini sekali lagi berdasarkan kenyataan
    bahwa pembelian tersebut bersifat mahal, jarang dilakukan, dan berisiko.
  3. Perilaku Pembelian Menurut Kebiasaan. Banyak produk yang dibeli dengan
    keterlibatan konsumen yang rendah dan tidak ada perbedaan merek yang
    signifikan.
  4. Perilaku Pembelian Mencari Variasi. Beberapa situasi pembelian ditandai
    dengan keterlibatan konsumen yang rendah, tetapi perbedaan mereknya
    signifikan

Proses keputusan Pembelian


Keputusan untuk membeli suatu produk baik barang maupun jasa timbul
karena adanya dorongan emosional dari dalam diri maupun pengaruh dari luar.
Proses keputusan pembelian merupakan proses psikologis dasar yang memainkan
peranan penting dalam memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat
keputusan pembelian mereka. Proses keputusan pembelian model lima tahap
menurut Kotler (2014) adalah sebagai berikut:

  1. Pengenalan Masalah
    Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari suatu masalah atau
    kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal.
  2. Pencarian infirmasi
    a. Pribadi, teman, tetangga, rekan.
    b. Komersial, iklan, web, wiraniaga, penyalur, kemasan, tampilan.
    c. Publik, media massa, organisasi konsumen.
    d. Eksperimental, penaganan, pemeriksaan, penggunaan produk
  3. Evaluasi Alternatif
    Beberapa konsep dasar yang akan membantu kita memahami proses
    evaluasi. pertama, konsumen berusaha memuaskan sebuah kebutuhan.
    kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. ketiga,
    konsumen melihat masing-masing produk sebagai sekelompok atribut
    dengan berbagai kemampuan untuk menghantarkan manfaat yang
    diperlukan untuk memuaskan kebutuhan ini.
  4. Keputusan Pembelian
    Dalam tahap ini evaluasi, konsumen memebentuk preferensi antar merek
    dalam kumpulan pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk maksud
    untuk membeli merek yaang paling disukai. Dalam melaksanakan maksud
    pembelian, konsumen dapat membentuk lima sub keputusan: merek,
    penyalur, kualitas, waktu dan metode pembayaran.
  5. Perilaku pasca pembelian
    Setelah melakukan pembelian konsumen mungkin mengalami konflik
    dikarenakan melihat fitur mengkhawatirkan tertentu tertentu atau
    mendengar hal-hal menyenangkan tentang merek lain dan waspada
    terhadap informasi yang mendukung keputusannya

Keputusan Pembelian


Keputusan pembelian merupakan salah satu tahapan dalam proses
keputusan pembelian sebelum perilaku pasca pembelian. Dalam memasuki tahap
keputusan pembelian sebelumnya konsumen sudah dihadapkan pada beberapa
pilihan alternatif sehingga pada tahap ini konsumen akan melakukan aksi untuk
memutuskan membeli produk berdasarkan pilihan yang ditentukan. Berikut ini
merupakan beberapa definisi keputusan pembelian menurut para ahli. Menurut
Sumawarman (2013) mengemukakan bahwa keputusan pembelian adalah
bagaimana konsumen memutuskan alternatif pilihan yang akan dipilih, serta
meliputi keputusan mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan
membeli, dimana membeli dan bagaimana cara membayarnya.
Menurut Kotler dan Armstrong (2012) Keputusan pembelian adalah tahap
dalam proses pengambilan keputusan dimana konsumen benar-benar membeli.
Keputusan pembelian tidak terpisahkan dari bagaimana sifat seorang konsumen
(consumen behaviour) sehingga masing-masing konsumen memiliki kebiasaan
yang berbeda dalam melakukan pembelian, Kotler dan Amnstrong (2012)
mengemukakan keputusan pembelian memiliki dimensi sebagai berikut:

  1. Pilihan Produk
    Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk atau
    menggunakan uangnya untuk tujuan yang lain. Dalam hal ini perusahaan
    harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang berminat membeli
    sebuah produk serta alternatif yang mereka pertimabangkan.
  2. Pilihan Merek
    Konsumen harus mengambil keputusan tentang merek nama yang akan dibeli
    setiap merek memiliki perbedaan tersendiri. Dalam hal ini perusahan harus
    mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merek.
  3. Pilihan Penyalur
    Konsumen harus mengambil keputusan tentang penyalur mana yang mana
    akan dikunjungi. setiap konsumen berbeda-beda dalam hal menetukan
    penyalur bisa dikarenakan faktor lokasi yang dekat, harga yang murah,
    persediaan barang yang lengkap, kenyamanan dalam belanja, keluasan tempat
    dan lain-lain.
  4. Jumlah Pembelian
    Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak produk yang
    akan dibelanjakan pada suatu saat. Pembelian yang dilakukan mungkin akan
    lebih dari satu. Dalam hal ini perusahaan harus mempersiapkan banyaknya
    produk sesuai dengan keinginan yang berbeda-beda.
  5. Waktu Pembelian
    Keputusan konsumen dalam pemilihan waktu pembelian bisa berbeda-beda
    misalnya ada yang membeli setiap hari, satu minggu sekali, dan lain
    sebagainya

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

  1. Faktor Kebudayaan (cultural factor)
    Faktor-Faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling luas dan
    mendalam terhadap perilaku konsumen sebagai berikut:
    a. Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari
    keinginan dan perilaku seseorang. Bila makhluk-makhluk lainnya
    berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari.
    b. Sub-Budaya, Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya yang lebih
    kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik
    untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat
    jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras,
    area geografis.
  2. Faktor Sosial
    Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial
    seperti kelompok acuan, keluarga serta peran dan status.
    a. Kelompok Acuan
    Kelompok acuan seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang
    mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap
    atau perilaku seseorang. Kelompok yang memberi pengaruh langsung
    kepada seseorang disebut kelompok keanggotaan, yakni dimana
    seseorang menjadi anggotanya dan saling berinteraksi.
    b. Keluarga
    Keluarga mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkah laku
    pembelian konsumen dan merupakan target utama bagi pemasaran
    produk dan berbagai jasa. Secara tradisional keluarga didefinisikan
    sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian darah,
    perkawinan atau adopsi yang memiliki tempat tinggal bersama. Dan
    secara dinamis, individu yang membentuk sebuah keluarga dapat
    digambarkan sebagai anggota masyarakat yang paling dasar yang
    tinggal bersama dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan individu
    maupun antar individu mereka.
    c. Peran dan Status
    Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya,
    keluarga, klub, organinisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok
    dapat diidentifikasi dalam peran dan status.
  3. Faktor Pribadi
    Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi.
    Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahapan dalam siklus hidup,
    pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.
    a. Usia dan Tahapan dalam siklus hidup
    Konsumen seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga.
    Beberapa penelitian telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam
    siklus hidup psikologis. Orang-orang dewasa biasanya mengalami
    perubahan atau tranformasi tertentu pada saat mereka menjalani
    hidupnya.
    b. Pekerjaan
    Pada pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja
    yang memiliki minat diatas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.
    c. Kondisi Ekonomi
    Yang dimaksud dengan kondisi ekonomi seseorang adalah terdiri dari
    pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan
    polanya, tabungan dan hartanya termasuk presentase yang mudah
    dijadikan uang), kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap
    mengeluarkan lawan menabung.
    d. Gaya Hidup
    Gaya Hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan
    oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang secara keseluruhan yang
    berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan
    sesuatu dibalik kelas sosial seseorang.
    e. Kepribadian dan Konsep Diri
    Yang dimaksud dengan kepribadian adalah karakteristik psikologis
    yang berbeda dari setiap orang yang memandang responnya terhadap
    lingkungan yang relative konsisten. Kepribadian dapat merupakan suatu
    variabel yang sangat berguna dalam menganalisa perilaku konsumen.
  4. Faktor Psikologis
    Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi pula oleh empat faktor psikologis
    utama sebagai berikut :
    a. Motivasi
    Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu-waktu tertentu,
    beberapa dari kebutuhan tersebut ada yang muncul dari tekanan
    biologis seperti lapar, haus, dan rasa ketidaknyamanan. Sedangkan
    beberapa kebutuhan yang lainnya dapat bersifat psikogenesis yaitu
    kebutuhan yang berasal dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan
    pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Ketika
    seseorang mengamati sebuah merek ia akan bereaksi tidak hanya pada
    kemampuan nyata yang terlihat pada merek tersebut, melainkan juga
    melihat petunjuk lain yang samar seperti wujud, ukuran, berat, bahan,
    warna dan nama merek tersebut yang memacu arah pemikiran dan
    emosi tertentu.
    b. Persepsi
    Seseorang yang termotivasi siap untuk segera melakukan bagaimana
    tindakan seseorang yang termotivasi akan dipengaruhi oleh persepsinya
    terhadap situasi tertentu. Persepsi dapat diartikan sebagai sebuah proses
    yang digunakan individu untuk memilih, mengorganisasi dan
    menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan sebuah
    gambaran. Persepsi tidak hanya beruntung pada rangsangan fisik tetapi
    juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan
    keadaan individu yang bersangkutan.
    c. Perhatian Selektif
    Orang cenderung lebih memperhatikan stimuli yang berhubungan
    dengan kebutuhannya saat ini dan lebih memeperhatikan stimuli yang
    telah mereka antisipasi.
    d. Keyakinan dan Sikap
    Keyakinan adalah pikiran deskriptif yang dianut seseorang mengenai
    suatu hal, sedangkan sikap menjelaskan tentang evaluasi kognitif,
    perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan seseorang yang suka
    atau tidak suka terhadap objek atau ide tertentu.

Perilaku Konsumen


Perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan,
mengkonsumsi serta menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan
yang mendahului dan menggunakan tindakan tersebut (Engel et al,1994).
Sedangkan Umar (2003), menjelaskan bahwa perilaku konsumen terbagi atas dua
bagian, yang pertama adalah perilaku yang tampak dimana variabel-variabel yang
termasuk didalamnya adalah jumlah pembelian, waktu, karena siapa, dengan
siapa, dan bagaimana konsumen melakukan pembelian. Hal yang kedua adalah
perilaku yang tak tampak dimana variabel-variabel antara lain adalah persepsi
(pandangan) konsumen, ingatan terhadap informasi dan perasaan kepemilikan
oleh konsumen.
Persepsi konsumen didefinisikan sebagai suatu proses, dimana seseorang
menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus kedalam
gambaran yang lebih berarti dan menyeluruh. Stimulus adalah setiap input yang
ditangkap oleh panca indera. Stimulus dapat berasal dari lingkungan sekitar atau
dari dalam individu itu sendiri. Kombinasi keduanya akan memberikan gambaran
persepsi yang bersifat pribadi (Simamora, 2002).
Terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen,
yaitu faktor sosial budaya, pribadi dan psikologi konsumen. Faktor sosial budaya
terdiri atas kebudayaan, budaya khusus, kelas sosial, kelompok sosial dan
referensi keluarga. Faktor pribadi terdiri dari usia, pekerjaan, keadaan ekonomi
dan gaya hidup. Faktor lain adalah faktor psikologi yang terdiri dari motivasi,
persepsi, proses belajar, kepercayaan, dan sikap. Selanjutnya perilaku konsumen
tadi sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan membeli yang
tahapnya dimulai dari pengenalan masalah, yaitu berupa desakan yang
membangkitkan tindakan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya
(Setiadi, 2003)

Hubungan Kualitas layanan terhadap keputusan penggunaan yang dimediasi kepercayaan


Kualitas layanan berperan penting dalam membentuk persepsi kepercayaan
pengguna terhadap suatu teknologi atau layanan. Kualitas layanan yang tinggi
akan meningkatkan tingkat kepercayaan pengguna bahwa kebutuhan dan
harapan mereka terpenuhi secara baik. Kepercayaan ini kemudian
mempengaruhi keputusan pengguna untuk mengadopsi, menggunakan secara
teratur, dan merekomendasikan teknologi atau layanan tersebut kepada orang
lain. Dengan demikian, kualitas layanan tidak hanya menjadi prasyarat untuk
membangun kepercayaan, tetapi juga berperan sebagai pondasi krusial dalam
proses pengambilan keputusan penggunaan yang akhirnya memengaruhi adopsi
produk atau layanan.

Hubungan kepercayan dengan keputusan penggunaan


Hubungan antara kepercayaan dan keputusan penggunaan dalam konteks
teknologi dan layanan sangat penting. Kepercayaan pengguna terhadap suatu
produk atau layanan mempengaruhi apakah mereka akan mengadopsinya,
menggunakan secara teratur, dan merekomendasikan kepada orang lain. Ketika
pengguna merasa yakin bahwa suatu teknologi atau layanan dapat dipercaya
dalam hal keamanan, privasi, kinerja, dan keandalan, mereka cenderung lebih
cenderung untuk menggunakannya. Kepercayaan yang terbangun juga dapat
mengurangi kekhawatiran pengguna terhadap risiko atau kerentanan yang terkait
dengan teknologi tersebut. Oleh karena itu, dalam pengambilan keputusan
penggunaan, penting bagi penyedia layanan atau pengembang teknologi untuk
membangun dan mempertahankan kepercayaan pengguna dengan
memperhatikan aspek-aspek kritis seperti keamanan data, transparansi, dan
responsibilitas dalam pengelolaan informasi pengguna. Didukung dari Hasil
penelitian yang dilakukan Yendra et al., (2017) yang menunjukan bahwa
kepercayaan kepercayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat
menggunakan internet banking.

Hubungan kualitas layanan dengan keputusan penggunaan


Hubungan kualitas layanan dengan keputusan penggunaan saling terkait erat
dalam konteks teknologi dan informasi. Pengguna cenderung memilih teknologi
atau layanan yang menawarkan kualitas layanan yang tinggi, karena hal ini
memengaruhi kepuasan, kepercayaan, dan loyalitas mereka terhadap sistem
yang digunakan. Kualitas layanan yang baik tidak hanya meningkatkan
pengalaman pengguna tetapi juga memastikan bahwa kebutuhan dan harapan
mereka terpenuhi secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, faktor kualitas
layanan menjadi pertimbangan krusial dalam pengambilan keputusan
penggunaan teknologi, yang mempengaruhi adopsi, kinerja sistem, dan persepsi
terhadap merek atau organisasi yang menyediakan layanan tersebut.

Jenis-jenis Financial Technology


Bank Indonesia memberikan penjelasan mengenai klasifikasi fintech
diantaranya adalah crowdfunding dan peer to peer lending, market
aggregator, risk and investment management, dan payment, settlement, dan
clearing (Bank Indonesia, 2020).
a. Crowdfunding dan Peer to Peer (P2P) Lending
Crowdfunding adalah sebuah proses penggalangan dana kepada masyarakat
umum yang bertujuan untuk mendanai sebuah projek atau usaha (Steinberg,
2012). Peer to peer (P2P) Lending adalah saluran pembiayaan baru berbasis
elektronik bisnis dan kredit perdagangan elektronik.
b. Market Aggregator
Market Aggregator adalah fintech yang memberikan data finansial yang
dapat digunakan sebagai perbandingan untuk menentukan produk keuangan
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan.
c. Risk and Investment Management
Risk and investment management adalah sebuah proses mengelola resiko
yang ada dalam investasi. Platform Fintech ini memberi kemudahan bagi
pengguna untuk membuat perencanaan keuangan dalam bentuk digital
sesuai dengan kondisi dan persyaratan pengguna.
d. Payment, Settlement, and Clearing
Payment, settlement, and clearing merupakan model bisnis yang berbasis
pada cashles

Pengertian Financial Technology


Fintech berasal dari kata “Financial” dan “Technology” yang
diartikan sebagai inovasi atau pembaruan dari teknologi di dalam jasa
keuangan (Wahyuningsih 2019). Schueffel (2016) mendefinisikan financial
technology (fintech) sebagai “sebuah inovasi di sektor keuangan yang
menggunakan teknologi informasi untuk meningkatkan atau
mengotomatisasi proses keuangan. Financial technology menurut Bank
Indonesia merupakan gabungan jasa keuangan dan teknologi yang
membuat model bisnis konvensional menjadi moderat, yang semula
dalam melakukan pembayaran harus bertemu dan membawa uang tunai,
sekarang bisa melakukan pembayaran jarak jauh dalam waktu hitungan
detik saja. Fintech memiliki tujuan untuk menarik konsumen menggunakan
layanan dan produk yang lebih user-friendly, efisien, transparan, dan
otomatis jika dibandingkan dengan yang tersedia saat ini (Harahap et al.,
2017)

Indikator Kepercayaan


Menurut Mowen (2012), indikator kepercayaan dapat diukur melalui
beberapa aspek:
a. Konsisten dalam Kualitas: Kepercayaan terbentuk ketika jasa yang
diberikan selalu konsisten dalam kualitasnya dari waktu ke waktu.
b. Mengerti Keinginan Konsumen: Penyedia jasa yang memahami dan
merespons kebutuhan konsumen membangun kepercayaan.
c. Komposisi Informasi dengan Kualitas Jasa: Kepercayaan terbentuk melalui
informasi yang akurat dan transparan mengenai kualitas jasa.
d. Kepercayaan Konsumen: adalah seberapa besar konsumen mempercayai
sebuah merek atau jasa berdasarkan pengalaman mereka.
e. Produk/Jasa yang Handal: Kehandalan adalah faktor kunci dalam
membangun kepercayaan, konsumen cenderung akan lebih percaya dengan
produk atau jasa yang handal dalam memenuhi kebutuhann dan harapan
konsumen

Dimensi Kepercayaan


Menurut (McKnight, Kacmar, dan Choudry, 2002) kepercayaan
dibangun antara pihak-pihak yang belum saling mengenal baik dalam
interaksi maupun proses transkasi. (McKnight, 2002) menyatakan bahwa
ada dua dimensi kepercayaan konsumen, yaitu:

  1. Trusting Belief
    Trusting belief adalah sejauh mana seseorang percaya dan merasa
    yakin terhadap orang lain dalam suatu situasi. Trusting belief adalah
    persepsi pihak yang percaya (konsumen) terhadap pihak yang dipercaya
    yang mana penjual memiliki karakteristik yang akan menguntungkan
    konsumen. (McKnight, 2002) menyatakan bahwa ada tiga elemen yang
    membangun trusting belief, yaitu benevolence, integrity, competence.
    a) Benevolence
    Benevolance (niat baik) berarti seberapa besar seseorang percaya kepada
    penjual untuk berperilaku baik kepada konsumen.Benevolence merupakan
    kesediaan penjual untuk melayani kepentingan.Integrity konsumen.
    b) Integrity
    Integrity (integritas) adalah seberapa besar keyakinan seseorang
    terhadapkejujuran penjual untuk menjaga dan memenuhi kesepakatan yang
    telah dibuat kepada konsumen.
    c) Competence
    Competence (kompetensi) adalah keyakinan seseorang terhadap
    kemampuan yang dimiliki penjual untuk membantu konsumen dalam
    melakukan sesuatu sesuai dengan yang dibutuhkan konsumen tersebut.
    Esensi dari kompetensi adalah seberapa besar keberhasilan penjual untuk
    menghasilkan hal yang diinginkan oleh konsumen. Inti dari kompetensi
    adalah kemampuan penjualuntuk memenuhi kebutuhan konsumen.
  2. Trusting Intention
    Trusting intention adalah suatu hal yang disengaja dimana seseorang
    siap bergantung pada orang lain dalam suatu situasi, ini terjadi secara pribadi
    dan mengarah langsung kepada orang lain. Trusting intention didasarkan
    pada kepercayaan kognitif seseorang kepada orang lain. (McKnight, 2002)
    menyatakan bahwa ada dua elemen yang membangun trusting
    intentionyaitu willingness to depend dan subjectiveprobability of depending.
    a) Willingness to depend
    Willingness to depend adalah kesediaan konsumen untuk bergantung kepada
    penjual berupa penerimaan risiko atau konsekuensi negatif yang mungkin
    terjadi.
    2) Subjective probability of depending
    Subjective probability of depending adalah kesediaan konsumen secara
    subjektif berupa pemberian informasi pribadi kepada penjual, melakukan
    transaksi, serta bersedia untuk mengikuti saran atau permintaan dari penjual

Pengertian Kepercayaan


Kepercayaan adalah keyakinan atau kepercayaan yang diberikan
kepada seseorang, kelompok, atau institusi bahwa mereka akan bertindak
dengan cara yang dapat diandalkan dan sesuai dengan harapan. Trust telah
dipertimbangkan sebagai katalis dalam berbagai transaksi antara penjual
dan pembeli agar kepuasan konsumen dapat terwujud sesuai dengan yang
diharapkan (Yousafzai, et al. 2003).
Menurut Peppers and Rogers (2004), kepercayaan adalah keyakinan
satu pihak pada reliabilitas, durabilitas, dan integritas pihak lain dalam
relationship dan keyakinan bahwa tindakannya merupakan kepentingan
yang paling baik dan akan menghasilkan hasil positif bagi pihak yang
dipercaya. Menurut (McKnight, 2002) kepercayaan dibangun antara pihak-
pihak yang belum saling mengenal baik dalam interaksi maupun proses
transaksi.
Menurut Pramono (2012), kepercayaan merupakan salah satu aspek
psikologis konsumen yang memiliki pengaruh besar terhadap sikap dan
keputusan yang diambil. Kepercayaan menjadi sumber motivasi yang
mengarahkan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu. Sari (2020)
menambahkan bahwa kepercayaan yang muncul dalam proses penggunaan
dapat menciptakan motivasi yang terus terrekam dalam benak konsumen,
menjadi dorongan kuat yang akhirnya mengaktualisasi apa yang ada dalam
pikirannya. Kesimpulannya, kepercayaan adalah aspek psikologis
konsumen yang berpengaruh besar, menciptakan motivasi yang mendalam,
dan mendorong konsumen untuk mewujudkan keinginan atau keputusan
yang telah terbentuk di benaknya

Indikator kualitas layanan


Menurut Gronroos (1984) ada beberapa indikator kualitas layanan
sebagai berikut:
a. Kualitas Teknis (Technical Quality) : Keandalan produk atau jasa, hasil
akhir layanan.
b. Kualitas Fungsional (Functional Quality): Sikap staf, interaksi dengan
pelanggan, kecepatan layanan.
Menurut Lehtinen (1991) ada beberapa indikator kualitas layanan
sebagai berikut:
a. Kualitas Interaksi (Interaction Quality): Kesopanan, perhatian, kompetensi
staf.
b. Kualitas Fisik (Physical Quality): Kebersihan, tata letak, kenyamanan
fasilitas.
c. Kualitas Korporat (Corporate Quality): Citra merek, kepercayaan terhadap
perusahaan, persepsi publik.
Menurut Rust & Oliver (1994) ada beberapa indikator kualitas
layanan sebagai berikut:
a. Service Product: Kinerja, keandalan, konsistensi produk atau jasa.
b. Service Delivery: Proses interaksi, kecepatan, kualitas komunikasi.
c. Service Environment: Suasana fisik, kebersihan, desain fasilitas

Dimensi Kualitas layanan


Kualitas layanan dapat diukur melalui dimensi-dimensi kualitas
layanan. berikut pengertian dimensi kualitas layanan (Tjiptono, 2017):

  1. Jaminan (Assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanann,
    dan sifat yang dapat di percaya yang dimiliki suatu layanan jasa, bebas dari
    bahaya, resiko atau keraguan. Merupakan dimensi terpenting dari suatu
    pelayanan dimana para konsumen harus bebas dari bahaya dan resiko yang
    tinggi atau bebas dari keraguan dan ketidakpastian.
  2. Empati (Empathy), mencakup kemudahan dalam melakukan komunikasi
    yang baik, professional dalam memberikan perhatian terhadap apa yang
    dibutuhkan konsumen. Hal terpenting dari empati adalah cara penyampaian
    yang baik secara personal, serta para pelanggan dianggap sebagai orang
    yang penting dan khusus.
  3. Bukti langsung (Tangible), meliputi fisik pegawai, perlengkapan pegawai,
    dan sarana komunikasi. Tangible sering digunakan oleh perusahaan yang
    bergerak dalam bidang jasa untuk meningkatkan kualitas perusahaan di
    mata konsumen.
  4. Daya tanggap (Responsiveness), merupakan cara perusahaan untuk
    membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap, dengan
    memberikan pelayanan yang dijanjikan oleh perusahaan mengenai
    penyampaian jasa, prosedur pelayanan, serta pemecahan masalah.
  5. Keandalan (Reliability), merupakan kemampuan perusahaan untuk
    memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
    Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan
    waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap
    yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi

Definisi kualitas layanan


Kualitas layanan adalah metode yang terbukti untuk menentukan
standarisasi dan pengakuan di antara layanan yang diberikan kepada
pelanggan. Pada dasarnya kualitas layanan berfokus pada cara untuk
melengkapi kebutuhan dan harapan pengguna, tekad untuk memberikan
layanan yang sebanding dengan harapan mereka. Kualitas layanan dapat
dinilai sebagai alat ukur seberapa baik tingkat layanan yang diberikan untuk
pemenuhan harapan konsumen (Tjiptono, 2019). Kualitas merupakan sifat
24
dan penampilan produk atau kinerja dari bagian utama strategi perusahaan
dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan.
Menurut Parasuraman (2002), kualitas layanan didefinisikan sebagai
tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Menurut
Tjiptono (2019) kualitas pelayanan merupakan tingkat ukuran terhadap
layanan yang diberikan oleh perusahaan untuk mampu memenuhi ekspetasi
pelanggan. Menurut Gunawan (2019) menyatakan bahwa kualitas layanan
sebagai suatu ukuran untuk menilai apakah layanan sudah mempunyai nilai
guna sesuai yang dikehendaki atau dengan kata lain, suatu barang dapat
dikatakan memiliki kualitas apabila nilai guna atau fungsinya sudah sesuai
dengan yang diinginkan. Berdasarkan berbagai pendapat ahli, kualitas
layanan dapat disimpulkan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan
dikendalikan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Indikator keputusan


Menurut Kotler (dalam Dian & Suryono, 2018), indikator keputusan
penggunaan layanan adalah sebagai berikut:
a. Kemantapan pada layanan: kualitas layanan yang baik akan membangun
kepercayaan pengguna sehingga nantinya bisa menjadi penunjang dalam
kepuasan pengguna terhadap layanan itu sendiri.
b. Kebiasaan dalam menggunakan layanan: pengulangan secara terus-menerus
dalam menggunakan layanan yang sama dalam kurun waktu tertentu.
c. Merekomendasikan kepada orang lain: merekomendasikan di sini dapat
diartikan sebagai menyarankan, mengajak, atau menganjurkan penggunaan
layanan tersebut kepada orang lain.
d. Melakukan penggunaan berulang: seseorang akan melakukan penggunaan
ulang layanan yang ia gunakan karena merasa puas dengan kualitas layanan
tersebut sehingga memutuskan untuk menggunakan kembali.
Muharam dan Soliha (2017) menyatakan bahwa indikator yang
dapat mengukur keputusan penggunaan adalah sebagai berikut:
a. Pemilihan produk: Konsumen menentukan keputusan untuk membeli suatu
barang atau jasa maupun memakai uangnya untuk keperluan lain.
b. Pemilihan merek: Konsumen harus mampu menentukan merek apa yang
hendak digunakannya.
c. Pemilihan penyalur: Konsumen harus bisa menetapkan penyedia jasa yang
hendak didatanginya.
d. Waktu penggunaan: Keputusan konsumen dalam menentukan kapan akan
dilakukan penggunaan.
e. Jumlah pembelian: Keputusan konsumen mengenai jumlah barang atau jasa
yang hendak dibelinya.

Tingkatan dalam pengambilan keputusan


Menurut Schiffman dan Kanuk (2010) terdapat tiga tingkatan dalam
pengambilan keputusan yaitu:
a. Pemecahan masalah secara luas (Extensive problem solving)
Ketika konsumen telah ada dibentuk kriteria untuk mengevaluasi kategori
produk atau merek tertentu dalam kategori tersebut atau belum
mempersempit jumlah merek yang mereka akan mempertimbangkan untuk
kecil, bagian dikelola ada pengambilan keputusan upaya dapat
diklasifikasikan sebagai masalah yang luas pemecahannya.
b. Pemecahan masalah terbatas (Limited problem solving)
Pada tingkat pemecahan masalah, konsumen sudah berdiri, kriteria dasar
untuk mengevaluasi kategori produk dan berbagai merek dalam kategori
tersebut.
c. Tanggapan berdasarkan rutinitas kelakuan (Routinized response behavior)
Pada tingkatan ini, konsumen memiliki pengalaman dengan kategori produk
dan kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi merek yang mereka
pertimbangkan

Tahapan pengambilan keputusan


Indikator keputusan penggunaan menurut Kotler dan Keller (2016):
a. Pengenalan masalah
Pengenalan masalah diawali dari kesadaraan penggunaan dengan adanya
suatu masalah terhadap kebutuhan. Kebutuhan seseorang dapat dipicu dari
berbagai faktor internal dan eksternal, adanya faktor pemicu tersebut dapat
menjadi sebuah dorongan dalam mencari objek yang dapat memenuhi
kebutuhannya.
b. Pencarian Informasi
Adanya pemenuhan kebutuhan dapat mendorong konsumen untuk mencari
suatu informasi untuk memudahkan apa yang dibutuhkan dalam
penggunaan suatu produk yang memiliki daya saing.
c. Evaluasi Alternatif
Tahapan evaluasi alternatif ini digunakan sebagai pengevaluasian suatu
produk yang akan digunakan oleh konsumen. Konsep yang mendasari
evaluasi alternatif yaitu dengan pemenuhan kebutuhan, pencarian suatu
manfaat dari produk yang digunakan dan pemberian penilaian pada produk
satu dengan yang lainnya tergantung dari suatu manfaat produk yang akan
digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan.
d. Keputusan penggunaan
Tahapan sebelum keputusan penggunaan yakni proses evaluasi yang
digunakan untuk membandingkan suatu produk yang akan dipilih
konsumen. Konsumen biasanya akan memilih produk yang disukai dan
sesuai dengan kebutuhannya. Dalam berbagai kasus, konsumen biasanya
mengambil keputusan tidak formal dalam mengevaluasi suatu produk yang
akan digunakan contohnya seperti faktor yang tidak dapat diduga yang
dapag mempengaruhi keputusan akhir konsumen.
e. Perilaku setelah menggunakan
Konsumen yang sudah menggunakan suatu produk akan mengalami
berbagai tingkatan kepuasan atau ketidakpuasaan dalam penggunaan
produk pada pemenuhan kebutuhannya. Peran produsen harus memberikan
keyakinan dan pengevaluasian suatu produk yang dapat menarik konsumen
dalam penggunaan suatu produk

Pengertian Keputusan Penggunaan


Keputusan penggunaan adalah suatu proses pengambilan keputusan
konsumen akan penggunaan yang mengkombinasikan pengetahuan untuk
memilih dua atau lebih alternatif produk atau layanan yang tersedia
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas, harga, lokasi,
promosi, kemudahan, pelayanan dan lain-lain. Keputusan dalam
menggunakan merupakan suatu proses kogntif yang menyatukan pemikiran,
memori, dan pemrosesan informasi dan penilaian secara evaluatif. Menurut
Asmawati (2022) keputusan adalah hasil pemikiran berupa pemilihan
beberapa pilihan terbaik yang harus dipilih. Pengambilan suatu keputusan
harus melakukan penilaian dan membuat pilihan yang terbaik. Pengambilan
keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa pilihan dan
sebelum mengambil keputusan terdapat beberapa langkah yaitu
mengidentifikasi masalah, setelah itu mempersiapkan pilihan yang dipilih
untuk memilih pilihan yang terbaik (Haudi, 2021).
Menurut Peter dan Olson (2013) Dalam pengambilan keputusan,
konsumen mempertimbangkan Kualitas layanan yang diambil dari setiap
pilihan alternative yang dipilih berdasarkan konsekuensi positif dan
negatifnya. menurut Alma (2013) keputusan adalah suatu keputusan
konsumen yang dipengaruhi oleh ekonomi keuangan, teknologi, politik,
budaya, produk, harga, lokasi, promosi, physical evidence, people dan
process, sehingga membentuk suatu sikap pada konsumen untuk mengolah
segala informasi dan mengambil kesimpulan. Seringkali dalam transaksi
yang melibatkan kualitas layanan, keputusan konsumen dapat bersifat
sederhana dan dilakukan dengan cepat tanpa terlalu banyak
mempertimbangkan risiko (Lovelock & Wirtz, 2011)

Perilaku Konsumen


Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses
psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli,
ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah
melakukan hal-hal tersebut atau kegiatan mengevaluasi. Menurut Blackwell
(2006), perilaku konsumen digambarkan sebagai tindakan langsung yang
terlibat dalam memperoleh, mengonsumsi, dan menggunakan produk dan jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) menggambarkan perilaku konsumen
sebagai cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya
mereka yang tersedia seperti waktu, uang, usaha guna membeli barang-barang
yang berhubungan dengan konsumsi. Menurut Setiadi (2019), perilaku
konsumen adalah aktivitas yang secara langsung mencakup aktivitas yang
berkaitan dengan perolehan, konsumsi, penggunaan produk atau layanan, dan
keputusan terkait. Perilaku konsumen adalah perilaku yang diperlihatkan
konsumen ketika memilih dan memutuskan produk atau jasa alternatif untuk
dibeli dan dimiliki

Keputusan Pembelian


Secara umum, keputusan adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif
pilihan (Schiffman & Kanuk, 2008). Dengan kata lain untuk membuat keputusan
harus terdapat alternatif pilihan. Sebaliknya jika konsumen tidak memiliki alternatif
untuk memilih maka tidak dapat dikategorikan sebagai pengambilan keputusan.
Keputusan pembelian merupakan kegiatan individu yang secara langsung terlibat
dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian terhadapproduk yang
ditawarkan oleh penjual (Agustina & Wijayanti, 2018). Pengertian keputusan
pembelian, menurut Kotler (2007) adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan
pembelian dimana konsumen benar-benar membeli.

Manfaat dan Tujuan Kepercayaan


Morgan dan Hunt dalam Akbar dan Parvez (2009) menjelaskan beberapa
manfaat dari adanya kepercayaan, antara lain:
1) Kepercayaan dapat mendorong pemasar untuk berusaha menjaga hubungan
yang terjalin dengan bekerjasama dengan rekan perdagangan.
2) Kepercayaan menolak pilihan jangka pendek dan lebih memilih keuntungan
jangka panjang yang diharapkan dengan mempertahankan rekan yang ada.
3) Kepercayaan dapat mendorong pemasar untuk memandang sikap yang
mendatangkan risiko besar dengan bijaksana karena percaya bahwa rekannya
tidak akan mengambil kesempatan yang dapat merugikan pemasaran

Kepercayaan Konsumen


Kepercayaan adalah keyakinan bahwa seseorang akan menemukan apa yang
diinginkan pada mitra pertukaran Kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk
bertingkah laku tertentu karena keyakinan bahwa mitranya akan memberikan apa
yang ia harapkan dan suatu harapan yang dimiliki seseorang bahwa kata janji atau
pernyataan orang lain dapat dipercaya (Barnes, 2009). Ardiyanto & Kusumadewi,
2019 (dalam Susanti & Rustam, 2022) menyatakan bahwa Kepercayaan konsumen
sendiri memiliki hubungan yang dapat mengurangi keraguan konsumen terhadap
produk tertentu, ketika melakukan keputusan pembelian, karena konsumen percaya
terhadap produk tersebut dan meningkatkan keputusan pembelian
Menurut (Kotler & Keller, 2009)”Kepercayaan adalah gagasan deskriptif yang
dianut oleh seseorang tentang sesuatu”. Kepercayaan mungkin didasarkan pada
pengetahuan dan opini. Kepercayaan merupakan tingkat kepastian konsumen ketika
pemikirannya diperjelas dengan mengingat yang berulang-ulang dari pelaku pasar
dan teman-temanya. Kepercayaan bisa mendorong maksud untuk membeli atau
menggunakan produk dengan cara menghilangkan keraguan. Morgan dan Hunt dalam
Akbar dan Parvez (2009) “stated that trust exist only when one party has confidence
in an exchange partner’s reliability and integrity” menyatakan bahwa kepercayaan
hanya ada ketika salah satu pihak yakin dalam hubungan kerjasama yang dapat
diandalkan dan mempunyai integritas.
Menurut Kotler dan Keller (2016) ada empat indikator kepercayaan
konsumen, yaitu sebagai berikut:

  1. Benevolence (kesungguhan / ketulusan).
    Benevolence yaitu seberapa besar seseorang percaya kepada penjual untuk
    berperilaku baik kepada konsumen.
  2. Ability (Kemampuan)
    Ability (Kemampuan) adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat
    dilakukan seseorang. Dalam hal ini bagaimana penjual mampu meyakinkan
    pembeli dan memberikan jaminan kepuasan dan keamanan ketika bertransaksi.
  3. Integrity (integritas)
    Integrity (integritas) adalah seberapa besar keyakinan seseorang terhadap
    kejujuran penjual untuk menjaga dan memenuhi kesepakatan yag telah dibuat
    kepada konsumen.
  4. Willingness to depend
    Willingness to depend adalah kesediaan untuk bergantung kepada penjual
    berupa penerimaan resiko atau konsekuensi negatif yang mungkin terjadi
    Menurut Ganesan dan Shankar dalam Jasfar (2009) menjelaskan bahwa,
    kepercayaan itu merupakan refleksi dari dua komponen, yaitu:
    1) Credibility, yang didasarkan pada besarnya kepercayaan kemitraan dengan
    organisasi lain dan membutuhkan keahlian untuk menghasilkan efektifitas dan
    kehandalan pekerjaan.
    2) Benevolence, yang didasarkan pada besarnya kepercayaan kemitraan yang
    memiliki tujuan dan motivasi yang menjadi kelebihan untuk organisasi lain pada
    saat kondisi yang baru muncul, yaitu kondisi dimana komitmen tidak terbentuk.
    Sedangkan menurut Mowen dan Minor (2010) Kepercayaan konsumen adalah
    semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat
    konsumen tentang objek, atribut, dan manfaatnya.
    1) Objek (Objects), dapat berupa produk, orang, perusahaan, dan segala sesuatu
    dimana seseorang memiliki kepercayaan dan sikap.
    2) Atribut (Attributes) adalah karakteristik atau fitur yang mungkin dimiliki atau
    tidak dimiliki oleh objek.
    3) Manfaat (Benifits) adalah hasil positif yang diberikan atribut kepada konsumen

Promosi


Philip Kotler & Keller (2009) mengatakan promosi merupakan strategi
komunikasi dengan pasar. Promosi dapat juga diartikan sebagai upaya memasarkan
produk dengan cara komunikasi persuasif sehingga calon konsumen lebih tertarik
membeli produk Anda dibanding produk kompetitor. Daya tarik promosi yang bagus
dapat mempengaruhi keputusan seseorang membeli produk pada Shopee.
Secara umum, ada beragam cara untuk melakukan promosi, bisa melalui iklan
di TV, brosur, spanduk, sosial media, dan website. Tujuan utama promosi adalah
untuk meningkatkan penjualan. Namun, tentu saja harus didahului dengan pengenalan
produk ke masyarakat. Tidak hanya itu, promosi harus fokus pada upaya menciptakan
ketertarikan masyarakat menggunakan produk yang ditawarkan. Strategi Promosi
merupakan langkah yang diambil oleh pemasar tentang bagaimana cara mereka
memasarkan, dan menginformasikan produk kepada konsumen.
Promosi adalah tindakan persuasif melalui penggunaan berbagai stimulus
yang diharapkan mampu meningkatkan jumlah pembelian terhadap pelanggan,
melalui promosi perusahaan bertujuan mampu mendapatkan pelanggan baru,
mempersuasif pelanggannya untuk mencoba produk baru, menekan kegiatan promosi
pesaing, meningkatkan rangsangan pembelian, membangun hubungan yang baik
dengan para pengecer, Promosi digunakan oleh produsen untuk melakukan
pemasaran yang menyarankan nilai tambah dari suatu produk dengan kurun waktu
tertentu yang bertujuan meningkatkan jumlah pembelian, penjualan yang efektif, atau
meningkatkan usaha yang dilakukan oleh perusahaan (Hermawan, 2012).
Saat ini promosi menjadi lebih diterima oleh manajemen puncak sebagai
sarana penjualan yang lebih efektif. Strategi pemasaran merupakan hal yang sangat
penting bagi perusahaan, dikatakan demikian karena strategi pemasaran merupakan
cara untuk mencapai tujuan perusahaan. Strategi pemasaran ini tidak hanya dibutukan
oleh bisnis-bisnis besar saja, bisnis kecil juga harus memiliki strategi pemasaran yang
bagus agar dapat mengembangkan bisnis mereka.
Menurut Kotler dan Keller (2016) promosi terdiri
atas 8 (delapan) bentuk alat promosi, yaitu:

  1. Advertising
    Iklan adalah promosi barang jasa, perusahaan dan ide yang harus dibayar oleh
    sebuah sponsor. Pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari strategi promosi
    keseluruhan. Media iklan berupa media cetak seperti koran, pamflet, brosur,
    leaflet, spanduk, baligho. Media iklan berupa elektonik seperti televisi, radio, dan
    internet.
  2. Sales promotion
    Promosi penjualan adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan
    berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk
    dengan segera atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan.
  3. Events and experiences
    Event Sponsorship merupakan suatu kegiatan yang dapat menjadikan nama
    perusahaan diingat dan dapat meningkatkan image perusahaan. Event
    sponsorship diselenggarakan oleh perusahaan dengan tujuan agar namanya
    menjadi lebih terkenal dan mendapat image yang baik dari masyarakat.
    Contoh dari event sponsorship seperti mensponsori acara olahraga, kesenian,
    hiburan, dan sebagainya.
  4. Public relations and publicity
    Public relation adalah sebuah proses atau aktivitas yang bertujuan untuk
    menjalin komunikasi antara organisasi dan pihak luar organisasi. Public
    realtion artinya “good relation” dengan publik, agar masyarakat memiliki
    image yang baik terhadap perusahaan. Contohnya adalah konferensi pers
    melalui media massa, dan customer service.
  5. Online and social media marketing
    Online and social media marketing adalah aktivitas online dan program yang
    dirancang untuk melibatkan pelanggan atau prospek dan langsung atau tidak
    langsung meningkatkan kesadaran, meningkatkan citra, atau menimbulkan
    penjualan produk dan jasa.
  6. Mobile marketing
    Mobile marketing adalah suatu bentuk khusus dari pemasaran online yang
    menempatkan komunikasi pada ponsel, smartphone, atau tablet konsumen.
  7. Direct and database marketing
    Direct and database marketing adalah penggunaan surat, telepon, fax, e-mail,
    atau internet untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau meminta
    respon atau dialog dari pelanggan tertentu dan prospek.
  8. Personal selling
    Personal selling atau penjualan pribadi merupakan interaksi langsung dengan
    suatu calon pembeli atau lebih guna melakukan presentasi, menjawab
    pertanyaan, dan menerima pesanan. Penjualan personal adalah alat yang
    paling efektif dalam membangun preferansi, keyakinan, dan tindakan
    pembeli.
    Menurut Kotler dan Keller (2016) indikator-indikator promosi diantaranya
    adalah:
  9. Pesan Promosi
    Merupakan tolak ukur seberapa baik pesan promosi dilakukan dan
    disampaikan kepada pasar.
  10. Media Promosi
    Adalah media yang digunakan oleh perusahaan dalam melaksanakan
    promosi.
  11. Waktu Promosi
    Merupakan lamanya promosi yang dilakukan oleh perusahaan

Marketing Mix (Bauran Pemasaran)


Marketing Mix atau Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran
taktis produk, harga, tempat, dan promosi yang dipadukan perusahaan untuk
menghasilkan respons yang diinginkan di pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri
dari segala sesuatu yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi
permintaan produknya. Banyaknya kemungkinan dapat dikumpulkan menjadi empat
kelompok variabel – empat (Kotler & Amstrong, 2012).

  1. Product (Produk) berarti kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan
    perusahaan kepada pasar sasaran.
  2. Price (Harga) adalah sejumlah uang yang harus dibayar pelanggan untuk
    mendapatkan produk.
  3. Place (Tempat) meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia
    untuk konsumen sasaran
  4. Promotion (Promosi) berarti kegiatan yang mengomunikasikan keunggulan
    produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya

E-Commerce


Perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin maju dapat dirasakan di
zaman modern ini. Salah satunya adalah perubahan hidup dalam kegiatan berbelanja.
E-Commerce atau Electronic Commerce didefinisikan sebagai bentuk transaksi bisnis
atau perbelanjaan dimana pemesanan barang atau jasa dilakukan secara digial atau
menggunakan perangkat dengan koneksi internet. Menurut Kotler & Amstrong
(2012) E-Commerce adalah saluran online yang dapat dijangkau seseorang melalui
komputer, yang digunakan oleh pebisnis dalam melakukan aktifitas bisnisnya dan
digunakan konsumen untuk mendapatkan informasi dengan menggunakan bantuan
komputer yang dalam prosesnya diawali dengan memberi jasa informasi pada
konsumen dalam penentuan pilihan. Menurut Wong (2010) E-Commerce adalah
proses jual beli dan memasarkan barang serta jasa melalui sistem elektronik, seperti
radio, televisi dan jaringan komputer atau internet. Dilansir dari GlobalWebIndex
(2020), Indonesia merupakan negara dengan tingkat adopsi E-Commerce terbesar di
dunia pada tahun 2019. Sebesar 90% pengguna internet dengan rentang usia 16-64
tahun di Indonesia pernah melakukan transaksi belanja online baik pembelian produk
maupun jasa secara online. Tingginya tingkat adopsi tersebut karena difasilitasi oleh
kehadiran marketplace. Dengan kemudahan dalam membuka lapak atau toko online,
kini pelaku bisnis dapat menawarkan jasa atau produk secara digital dengan
jangkauan konsumen yang lebih luas.
Cahyono & Indrarini (2021) menyatakan saat ini masyarakat lebih menyukai
belanja online sehingga berdasarkan data BI, nilai transaksi E-Commerce
(perdagangan elektronik) meningkat setiap tahunnya. Nilai transaksi E-Commerce
(perdagangan elektronik) meningkat dari tahun 2017 hingga tahun 2020. Nilai
transaksi E-Commerce tahun 2019 mencapai 205,5 triliun. Nilai tersebut meningkat
dari 2 tahun sebelumnya, yaitu tahun 2017 sebesar 42,2 triliun dan tahun 2018
sebesar 105,6 triliun. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebelum adanya pandemi
covid-19, belanja online telah menjadi tren di kalangan masyarakat. Masyarakat
menilai bahwa belanja online lebih cepat dan praktis, lebih banyak promo dan diskon,
dan lain-lain.
Terdapat tiga faktor utama penyebab munculnya E-Commerce di era digital
ini. Ketiga faktor pemicu tersebut adalah adanya evolusi komputer beserta dengan
Hardware (perangkat keras komputer) dan Software (perangkat lunak komputer),
perkembangan jaringan komputer dan internet, serta perubahan gaya hidup dan pola
pikir manusia di era digital (Pratama, 2015).
Tipe-tipe E-Commerce menurut Laudon dalam (Wildan, 2018):
a) Bisnis E-Commerce berbentuk bisnis ke konsumen (business to consumer)
melibatkan pengecer produk dan jasa ke konsumen individu. Contoh dari E-
Commerce bisnis ke konsumen adalah Lazada, Zalora, JD.id, Elevenia. E-
Commerce ini melayani pembelian konsumen individu.
b) Bisnis E-Commerce berbentuk bisnis ke bisnis (business to business)
melibatkan penjualan barang dan jasa di antara bisnis-bisnis. Contoh dari E-
Commerce bisnis ke bisnis adalah Bizzy dan Ralali. E- commerce ini melayani
pembelian konsumen bisnis.
c) Bisnis E-Commerce berbentuk konsumen ke konsumen (consumer to
consumer) melibatkan konsumen yang menjual secara langsung kepada
konsumen. Contoh dari E-Commerce konsumen ke konsumen adalah
Tokopedia, OLX, Bukalapak dan Kaskus FJB. E-Commerce jenis ini
membuat wadah untuk mempertemukan antara penjual dan pembeli dalam
dunia digital atau bisa juga disebut sebagai Marketplace

Perilaku Konsumen


Perilaku konsumen adalah studi tentang pilihan konsumen selama mencari,
mengevaluasi, membeli, dan menggunakan produk dan layanan yang mereka yakini
akan memuaskan kebutuhan – kebutuhan mereka (Schiffman & Wisenblit, 2019).
Kotler dan Keller (2012) menyebutkan definisi perilaku konsumen sebagai sebuah
studi yang menjelaskan tentang bagaimana individu, kelompok maupun organisasi
dalam memilih, membeli, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa, ide,
pengalaman guna memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka (konsumen).
Schiffman & Kanuk (2008) dalam buku Perilaku Konsumen menjelaskan
studi perilaku konsumen sebagai disiplin ilmu pemasaran yang terpisah dimulai
ketika para pemasar menyadari bahwa para konsumen tidak selalu bertindak atau
memberi reaksi seperti yang dikemukakan oleh teori-teori pemasaran. Studi perilaku
konsumen terpusat pada bagaimana cara individu mengambil keputusan untuk
memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki guna membeli barang-barang yang
berhubungan dengan konsumsi. Hal itu mencakup apa yang mereka beli?, mengapa
mereka membeli?, kapan mereka membeli?, dimana mereka membeli?, seberapa
sering mereka membeli?, serta seberapa sering mereka menggunakannya?.
Disamping itu studi perilaku konsumen juga mempelajari pemakaian konsumen dan
evaluasi pasca-pembelian produk yang mereka beli, serta cara konsumen membuang
produk yang pernah baru. Perilaku konsumen merupakan sebuah tindakan aktual
yang melibatkan konsumen langsung dalam hal mendapatkan informasi, pengambilan
keputusan terhadap pembelian produk hingga penggunaan barang/jasa yang dibeli.
Pada bagian ini perilaku konsumen merupakan suatu proses dari pengambilan
keputusan dan kegiatan fisik seseorang guna untuk mengevaluasi, mencari informasi
dan menggunakan barang/jasa yang diinginkan oleh konsumen tersebut.
Dalam melakukan keputusan pembelian konsumen tentunya akan disuguhkan
dengan adanya pilihan terhadap produk yang diinginkan konsumen, tentunya berat
bagi konsumen dalam menentukan pilihan. Pengalaman dari seorang konsumen.
sangatlah berperan penting dalam menentukan keputusannya. Dan juga perilaku
konsumen setiap individu berbeda-beda, tentunya pihak pemasar/perusahaan harus
mempunyai konsep strategi tersendiri agar dapat terpenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen agar konsumen tertarik untuk membeli kembali produk yang dibeli
sebelumnya.
Terjadi perubahan perilaku konsumen dalam beberapa waktu belakangan ini.
Dikarenakan adanya peningkatan jumlah konsumen yang berbelanja secara online
yang didukung oleh kecanggihan teknologi maupun internet saat ini. Dengan begitu
konsumen yang ingin berbelanja secara online konsumen hanya tinggal membuka
handphone lalu masuk pada aplikasi E-Commerce yang ada di Indonesia salah
satunya Shopee. Shopee sendiri juga sudah memberikan kemudahan akses bagi
penggunanya serta dilengkapi dengan fitur-fitur menarik.
Setelah meningkatnya trend berbelanja online sedikit banyak merubah
perilaku konsumen, yang dulunya jika ingin membeli barang harus pergi langsung ke
tokonya saat ini konsumen hanya tinggal menggunakan aplikasi-aplikasi E-
Commerce yang ada. Begitupun dengan transaksi belanja yang dulunya dilakukan
secara konvensional sekarang transaksi dapat dilakukan dengan cara serba digital.
Contohnnya pada Shopee, pembayaran dapat dilakukan dengan Transfer Bank, COD,
ShopeePay ataupun ShopeePay Later.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen Kotler (2005)
yaitu sebagai berikut:

  1. Faktor budaya
    Faktor ini merupakan suatu faktor penentu keinginan dan perilaku yang paling
    mendasar dalam menentukan cara pergaulan hidup suatu kelompok atau organisasi
    yang diwariskan turun temurun.
  2. Faktor sosial
    Pada faktor ini keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh tiga faktor sosial
    yaitu:
    a) Keluarga
    Didalam anggota keluarga tentunya akan saling mempengaruhi satu sama lain
    dalam melakukan keputusan pembelian, sangat sering terjadi adanya
    perbedaan pendapat, sehingga menimbulkan beberapa persepsi.
    b) Kelompok acuan
    Kelompok acuan merupakan kelompok yang dapat memberikan pengaruh,
    baik secara langsung maupun tidak langsung dan bertindak sebagai
    pembanding terhadap individu. Dalam setiap bentuk, nilai dan sikap individu
    dalam menggunakan produk yang dikonsumsi oleh konsumen, sehingga dapat
    memberikan efek terhadap penilaian suatu produk tersebut yang memicu
    konsumen untuk merekomendasikan dan mempromosikan produk tersebut
    kepada orang lain sehingga orang tersebut dapat terpengaruhi untuk
    melakukan pembelian.
    c) Peran dan status
    Semakin tinggi peran seseorang dalam organisasi tersebut maka semakin
    tinggi juga status seseorang tersebut dan menimbulkan pengaruh/dampak pada
    seseorang tersebut dalam perilaku pembeliannya.
  3. Faktor pribadi
    Faktor pribadi juga dipengaruhi oleh empat faktor yaitu sebagai berikut:
    a) Usia dan siklus hidup
    Orang akan membeli barang dan jasa setiap tahunnya pasti berbeda-beda
    dengan seiringnya usia. Pembelian suatu barang dan jasa akan dibentuk oleh
    tahap siklus hidup keluarga, sehingga para pemasar harus memperhatikan
    perubahan minat pembelian seseorang yang berhubungan dengan siklus hidup
    manusia.
    b) Pekerjaan dan lingkungan ekonomi
    Dalam lingkup dunia pekerjaan, jiwa konsumsi seseorang juga berbeda-beda,
    seorang pemasar harus mengidentifikasi kelompok yang berhubungan dengan
    jabatan seseorang dalam minat membeli barang atau jasa. Dan keadaan
    ekonomi seseorang sangat berpengaruh dalam hal melakukan pilihan suatu
    produk. Dengan demikian seorang pemasar harus dapat mengidentifikasi
    bagaimana kondisi ekonomi seseorang sehingga dapat dikelompokkan dalam
    beberapa kelompok berdasarkan tingkat: pendapatan, kemampuan seseorang
    dalam berbelanja, dsb.
    c) Gaya hidup
    Gaya hidup merupakan sebuah pola yang menggambarkan kehidupan
    seseorang dalam melakukan sebuah aktivitas, dimana seseorang itu berasal
    dari kelas sosial, pekerjaan dan sub-kultur yang berbeda. Apabila seorang
    pemasar dapat melihat dan memahami gaya hidup seseorang yang secara terus
    menerus dapat berubah-ubah, maka seorang pemasar akan tahu bagaimana
    konsep itu mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian
    barang dan jasa.
    d) Kepribadian
    Setiap individu mempunyai kepribadian masing-masing, yang mempengaruhi
    perilaku pembeliannya terhadap barang dan jasa. Kepribadian seseorang
    merupakan ciri bawaan dari psikologis yang memiliki karakter berbeda-beda.
    Kepribadian biasanya dijelaskan dengan ciri-ciri bawaan seperti kepercayaan
    diri (persepsi), rasa hormat, keramahan, sifat dan sikap dan kemampuan
    seseorang beradaptasi dengan khalayak.
  4. Faktor psikologis
    Terdapat empat fakor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam
    melakukan pembelian yaitu sebagai berikut :
    a) Motivasi
    Motivasi yang dimaksud disini ialah pertimbangan-pertimbangan yang
    mendorong konsumen sehingga menjadi terpengaruh dalam melakukan
    pembelian. Dalam motivasi ini terjadi dua (2) yaitu :
    1) Motif rasional
    Motif rasional ialah motif yang didasari oleh pikiran yang sehat, layak dan
    patut. Motivasi yang berlandaskan rasional akan menentukan pilihan
    terhadap suatu produk dengan memikirkan dan menimbang secara matang
    terlebih dahulu untuk menggunakan barang dan jasa tersebut. Dan motif ini
    berdasarkan pada kenyataan kenyataan seperti pada faktor ekonomi
    konsumen fokus pada sektor penawaran, permintaan dan harga, pada sector
    lain focus pada kualitas pelayanan, ukuran, kebersihan, packaging, efisiensi
    dalam penggunaan dll.
    2) Motif emosional
    Sedangkan motif ini berdasarkan pada perasaan atau emosi individu.
    Seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, kenyamanan, Kesehatan,
    kepraktisan dan keamanan.
    b) Pengetahuan
    Pengetahuan menggambarkan perubahan dalam diri individu berdasarkan
    pengalaman individu tersebut sebelum mereka bertindak.
    c) Keyakinan dan sikap
    Melalui pengetahuan dan tindakan, individu memperoleh keyakinan serta
    sikap. Tentu saja kedua faktor ini mempengaruhi perilaku seseorang dalam
    melakukan pembelian. Keyakinan seorang individu dalam suatu produk maka
    citra suatu perusahaan akan meningkat.
    d) Persepsi
    Pada faktor ini, bagaimana caranya seorang individu termotivasi untuk
    bertindak. Tindakan tersebut tentunya dipengaruhi oleh persepsi atau
    kepercayaan (initial trust) individu tersebut mengenai barang dan jasa yang
    akan dikonsumsi atau digunakan oleh individu

Pengertian Motivasi


Seriap manusia pasti memiliki motivasi dalam melakukan
sesuatu hal. Menurut Utami (2017:54) “motivasi adalah dorongan yang
terdapat dalam diri individu terhadap perilaku belanja.” Menurut
Setiadi (2015:35) “klasifikasi motivasi terbagi menjadi dua yaitu
rasional dan emosional.”
Menurut Siagian (2008) “memberikan arti motivasi sebagai
daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi
mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan, keahlian, tenaga dan
waktunya untuk bertanggung jawabnya dari pekerjaannya dalam
rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah
ditentukan.”
Luthans (1985) menyatakan bahwa proses motivasi dalam setiap
organisasi terditi atas :
 Needs. Then best one-word definition is deficiency. In the
homestatic sense, needs are created whenever there is a
phusiological or psychological imbalance.
 Drives. A drive can simply be defined as deficiency with
direction. Drives are action oriented and provide an energizing
thrust toward goal accomplishment.
 Goals. At the end of the motivation cycle is the goal. A goal in the
motivation cycle can be defined as anything which will alleviate
a need and reduce a drive. Thus, attaining a goal tends to restre
physiological or psychological balance and will reduce or cut off
drive

Pengertian Perilaku Konsumen


Menurut Setiadi (2019) “Perilaku konsumen adalah suatu
tindakan-tindakan nyata individu atau kumpulan individu, misalnya
suatu oraganisasi yang dipengaruhi oleh aspek eksternal dan internal
yang mengarahkan mereka untuk memilih dan mengkonsumsi barang
atau jasa yang diinginkan.”
Arianty, et al., (2019) “perilaku konsumen dapat diartikan
adalah tindakan yang dilakukan oleh konsumen dalam pengambilan
keputusan berdasarkan keinginan yang ada pada dirinya dan
memoeroleh manfaat setelah mengkonsumsi terhadap pilihan dari
keputusan yang telah diambil, manfaat itu dipaparkan menjadi dua
bentuk yaitu nilau guna cardinal dan nilai guna ordinal atau dapat
dikatakan nilai guna yang kepuasannya dapat dihitung, dan nilai guna
yang kepuasannnya tidak dapat dihitung.”
Menurut Kotler dan Keller (2016:179), “perilaku konsumen
adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi
memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide,
atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.”
Perilaku konsumen dibagi menajdi perilaku yang rasional dan
irasional. Kedua jenis perilaku tersebut dijelaskan sebagai berikut ini
(Wirapraja et al., 2021):

  1. Perilaku bersifat rasional adalah perilaku konsumen ketika
    melakukan pembelian barang lebih mengedepankan pada
    pemikiran logis dan bersifat secara umum. Konsumen dengan
    perilaku rasional seperti membeli barang sesuai dengan kebutuhan
    seperti kebutuhan mendesak, kebbutuhan primer, memilih barang
    yang memberikan kegunaan yang optimal atau yang dapat
    memberikan kepuasan, membeli barang yang memiliki kualitas
    baik, membeli barang sesuai dengan kemampuan keuangan
    konsumen. Ciri-ciri perilaku bersifat rasional seperti:
    a. Pemilihan barang disebabkan karena kebutuhan primer atau
    mendesak
    b. Barang memberikan kegunaan optimal
    c. Barang yang memiliki mutu yang terjamin
    d. Konsumen memilih barang sesuai dengan harga dan
    kemampuan konsumen
  2. Perilaku bersifat irasional adalah perilaku konsumen ketika
    membeli barang tidak didasarkan pada pemikiran logis namun
    karena adanya faktor lain seperti diskon, hadiah, iming-iming lain
    yang ditawarkan begian pemasaran kepada konsumen, seperti
    pembelian prosuk karena daya Tarik iklan, pembelian produk
    karena merek, dan pembelian produk karena lifestyle dan status
    sosial. Ciri-ciri dari perilaku bersifat irasional seperti:
    a. Tertarik karena adanya iklan dan promosi yang menarik
    b. Melihat produk yang bermerek dan dikenal masyarakat
    c. Memilih produk karena prestise dan gengsi.
    Untuk memahami perilaku konsumen maka terlebih dahulu
    diketahui tipe dari perilaku konsumen. Ada empat tipe perilaku
    konsumen yaitu (Halim et al., 2021)
    a. Perilaku membeli yang kompleks di mana konsumen akan
    membeli produk mahal, penuh pertimbangan, dan jarang
    dibeli oleh orang pada umumnya. Kegiatan ini sudah melalui
    keputusan yang matang yang dilakukan oleh konsumendengan
    pertimbangan merek yang sensitive.
    b. Perilaku membeli mengurangi disonansi atau ketidakcocokan
    di mana konsumen akan melakukan pembelian dengan
    terlebih dahulu membandingkan merek produk. Kegiatan
    disonansi ini dilakukan karena konsumen tidak ingin adanya
    peyesalan dalam melakukan pembelian.
    c. Perilaku membeli karena kebiasaan di mana konsumen
    melakukan pembelian karena faktor kebiasaan. Keterlibatan
    konsumen rendah, kesadaran pertimbangan merek rendah.
    Pembelian sudah mengenali merek dan produk barang yang
    sering dibeli.
    d. Perilaku mencari keragaman produk di mana konsumen
    membeli produk yang berbeda karena didasari oleh keinginan
    konsumen terhadap produk baru. Terjadi keterlibatan
    konsumen rendah tetapi pertimbangan merek penting. Dalam
    perilaku ini bertujuan untuk menacari variasi penggunaan
    produk

Upaya Untuk Memelihara dan Menguatkan Loyalitas


Agar suatu merek produk dapat bertahan dalam persaingan dan keluar
sebagai pemenang, dibutuhkan konsumen yang memiliki loyalitas merek yang
tinggi. Sikap positif yang tertuju pada suatu merek lebih dominan untuk
dikembangkan dan dipertahankan. Durianto, dkk. (2001:144) menjelaskan cara
untuk memelihara dan menguatka loyalitas merek sebagai berikut :
a. Menjaga hubungan yang saling menguntungkan dengan pelanggan
Perusahaan yang harus memiliki strategi pemasaran dengan menciptakan
hubungan perdagangan yang terpadu agar konsumen dapat terpuaskan terus
menerrus sehingga loyalitas konsumen akan terjaga sepanjang masa.
b. Menjaga kedekatan dengan pelanggan secara berkesinambungan
Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain dengan membentuk
keanggotaan perusahaan dengan menggelar berbagai acara agar kedekatan
dapat terus terjaga.
c. Menciptakan biaya peralihan yang tinggi yang mampu menyulitkan konsumen
untuk berpindah merek
Langkah ini diadakan untuk meningkatkan konsumen agar tidak beralih ke
merek pesaing. Salah satu usaha untuk menciptakan biaya peralihan yang
tinggi adalah dengan memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh
konsumen seputar penggunaan merek.
d. Memberi imbalan atas loyalitas pelanggan
Dalam hal ini perusahaan dapat member imbalan berupa hadiah atau reward
lainnya.
e. Memberi pelayanan ekstra kepada pelanggan.
Pelanggan akan lebih loyal bila penjual memberikan pelayanan ekstra yang
sebelumnya tidak diharapkan oleh mereka dan tindakan ini akan menimbulkan
kesan positif bagi konsumen

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Merek


Marconi (2005:281) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap loyalitas merek adalah sebagai berikut:
a. Nilai (harga dan kualitas) dan penggunaan suatu merek dalam waktu yang
lama akan mengarahkan kepada loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus
bertanggung jawab untuk menjaga merek tersebut. Perlu diperhatikan,
pengurangan standar kualitas dari merek akan mengecewakan konsumen
bahkan konsumen yang paling loyal sekalipun begitu juga dengan perubahan
harga. Karena itu pihak perusahaan harus mengontrol kualitas merek beserta
harganya.
b. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari merek
tersebut), citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran. Produk
yang dimiliki citra yang baik akan dapat menimbulkan loyalitas konsumen
pada merek.
c. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan merek. Dalam situasi yang
penuh tekanan dan permintaan pasar yang menuntut akan adanya kemudahan,
pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan produk yang nyaman dan
mudah untuk didapatkan.
d. Kepuasan yang diserahkan oleh konsumen. Konsumen yang puas terhadap
suatu prosuk atau merek yang dikonsumsi akan memiliki keinginan untuk
membeli ulang produk atau merek tersebut, keinginan yang kuat tersebut
dibuktikan dengan selalu membeli produk atau merek yang sama, yang akan
menunjukkan loyalitas konsumen terhadap suatu merek.
e. Pelayanan, dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh suatu
merek dapat mempengarruhi loyalitas konsumen pada merek.
f. Garansi dan jaminan yang diberikan oleh merek

Pengukuran Loyalitas Merek


Dyah Hasto Palupi 2005 dalam majalah (Swa no. 02, 2005), yang
menjelaskan adanya lima ukuran yang menentukan loyal tidaknya konsumen pada
suatu merek tertentu, yaitu :
a. Costumer Value
Yaitu persepsi konsumen yang membandingkan antara biaya atau harga, atau
beban yang harus ditanggung dengan manfaat yang diterimanya. Manfaat
disini bisa tangible, menyangkut kegunaan produk secara fisik, bisa pula
manfaat intangible, yang bersifat psikologis atau emosional dari konsumen.
b. Switching Barrier
Yaitu hambatan-hambatan atau beban atau harga yang harus ditanggung
konsumen bila ia akan berpindah dari suatu merek ke merek lainnya.
c. Costumer Characteristic
Yaitu karakter konsumen dalam menggunakan merek, karena setiap individu
memiliki karakteristik yang berbeda dari individu lainnya.
d. Costumer Satisfaction
Yaitu konsumen yang merasakan kepuasan terhadap merek yang dibeli,
karena konsumen tersebut memiliki pengalaman ketika melakukan kontak
dengan merek yang digunakannya.
e. Competitive Environment
Yaitu sejajuh mana kompetisi yang terjadi antara merek dalam suatu kategori
produk.
Sedangkan menurut Rangkuti (2004:64) pengukuran-pengukuran loyalitas
merek dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pengukuran perilaku
Cara langsung untuk menentukan loyalitas, khususnya perilaku yang sudah
menjadi kebiasaan adalah dengan mengetahui pola-pola pembelian yang biasa
dilakukan oleh konsumen diantaranya dapat dilihat melalui tingkat pembelian
ulang, presentase pembelian dan jumlah merek yang dibeli.
b. Pengukuran switching cost (Biaya peralihan)
Biaya pengorbanan merupakan suatu dasar terciptanya loyalitas merek.
Apabila konsumen memerlukan pengeluaran yang sangat mahal dan memiliki
resiko yang sangat besar, akan mengakibatkan tingkat perpindahannya
menjadi sangat rendah.
c. Pengukuran kepuasan
Konsumen yang loyal terhadap suatu merek bila ia mendapatkan kepuasan
dari merek tersebut. Karena itu jika konsumen mencoba beberapa macam
merek yang kemudian dievaluasi apakah merek tersebut telah melampaui
criteria kepuasan mereka atau tidak. Bila ketidakpuasan konsumen terhadap
suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan untuk beralih ke
merek lain. Sangat perlu bagi perusahaan untuk mengetahui informasi dari
konsumen yang memindahkan pembeliannya ke merek lain dalam kaitannya
dengan permasalahan yang dihadapi oleh konsumen atau alasan yang terkait
ddengan ketergesaan mereka memindahkan pilihannya.
d. Pengukuran Kesukaan Terhadap Merek
Kesukaan yang menyeluruh dapat diukur melalui cara yang bermacam-
macam, seperti perhatian, kepercayaan, perasaan-perasaan hormat atau
bersahabat dengan suatu merek yang membangkitkan kehangatan dalam
perasaan konsumen. Akan sulit bagi merek lain untuk dapat menarik
konsuemn yang sudah mencintai merek tertentu.
e. Pengukuran Komitmen
Merek yang sangat kuat akan memiliki sejumlah besar konsumen yang
memiliki komitmen. Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan
komunikasi yang berkaitan dengan produk tersebut. Konsumen akan
membicarakan merek tersebut kepada orang lain bahkan menyarankan dan
merekomendasikan untuk membeli merek tersebut

Tingkatan Loyalitas Merek


Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk, didapati adanya
tingkatan loyalitas merek. Masing-masing tingkatan menunjukkan tantangan
pemasaran yang harus dihadapi sekaligus asset yang dapat dimanfaatkan. Adapun
tingkatam loyalitas merek menurut Durianto, dkk. (2001:126) sebagai berikut :
a. Switcher/price buyer (pembeli yang berpindah-pindah)
Adalah tingkat loyalitas yang paling rendah. Semakin sering konsumen yang
berpindah dari suatu merek ke merek lain mengindikasikan bahwa merek tidak
loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang
peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling jelas dalam
kategori ini adalah konsumen membeli suatu merek karena konsumen lain
membeli merek tersebut karena harganya murah.
b. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Adalah pembeli yang tidak mengalami kepuasan dalam mengkonsumsi suatu
merek produk. Tidak ada alasan baginya untuk membeli merek produk lain
atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya,
atau pengorbanan lain. Jadi ia membeli suatu merek karena alasan kebiasaan.
c. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi.
Namun mereka dapat saja berpindah merek dengan menanggung switching
cost (biaya beralih) seperti, waktu, biaya, atau resiko yang timbul akibat
tindakan peralihan merek tetsebut.
d. Likes the brand (menyukai merek)
Adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut.
Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait dengan merek.
Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian
pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang
tinggi.
e. Committed buyer (pembeli yang berkomitmen)
Adalah kategori pembeli yang royal. Mereka mempunyai kebanggan dalam
menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting
dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri
yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk
merekomendasikan atau mempromosikan merek yang ia gunakan kepada
orang lain

Pengertian Loyalitas Merek


Mowen, (2001:108) loyalitas merek diartikan sejauh mana seorang
konsumen menunjukkan sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai
komitmen pada merek tertentu dan berniat untuk terus membelinya di masa
depan. Sedangkan menurut Durianto, dkk. (2001:126) loyalitas merek merupakan
suatu ukuran keterkaitan konsumen kepada suatu merek. Ukuran ini mampu
memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang konsumen beralih ke
merek produk lailn, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan

Peranan dan Kegunaan Merek


Merek memegang peranan yang sangat penting, salah satunya adalah
menjembatani harapan pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen.
Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara
konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja
menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji
emosional yang sama. Menurut Durianto, dkk. (2001:1), merek menjadi sangat
penting saat ini karena beberapa faktor, yaitu:
a. Emosi konsumen terkadang turun naik, merek mampu menjadi janji emosi
menjadi konsisten dan stabil.
b. Merek mampu menembus setiap pasar dan budaya. Merek yang kuat mampu
diterima diseluruh dunia dan budaya.
c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.
d. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen.
e. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh
konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah
membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan
dengan kualitas, kepuasan, kebanggan, ataupun atribut lain yang melekat pada
merek tersebut.
f. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
Sedangkan menurut Berta Bekti Retnawati (2003), merek menjadi sangat
strategis bagi suatu perusahaan dikarenakan adanya manfaat yang diberikan oleh
penjual, antara lain :
a. Merek memudahkan penjual untuk memproses pesanan dan menelusuri
masalah.
b. Nama merek memberikan cirri-ciri produk yang unik dan perlindungan hukum
(hak paten).
c. Pengelolaan merek yang efektif dimungkinkan dapat mempertahankan
loyalitas yang ada, nantinya bisa dipakai untuk menghambat serangan pesaing
dan membantu memfokuskan perencanaan program pemasaran.
d. Merek dapat membantu dalam melakukan segmentasi pasar.
e. Citra perusahaan dapat dibangun dengan merek yang kuat dan member
peluang dalam peluncuran merek-merek barru yang lebih mudah diterima oleh
pelanggan dan distributor

Tingkatan Merek


Menurut Kotler (1997:64), ada enam tingkatan pengertian merek, yaitu:
a. Atribut
Setiap merek memiliki atribut, atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar
konsumen dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang
terkandung dalam suatu merek.
b. Manfaat
Suatu merek lebih daripada fungsi serangkaian atribut, konsumen membeli
barang/jasa karena ada manfaatnya,
c. Nilai
Merek menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen, merek yang memiliki
nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen karena dapat mencerminkan siapa
pengguna merek tersebut.
d. Budaya
Merek mewakili budaya tertentu yang terkesan terkenal, efisien, selalu
membeli barang berkualitas tinggi dan sebagainya.
e. Kepribadian
Merek mencerminkan kepribadian dari pemakainya.
f. Pemakai
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk tersebut.
Dalam enam tingkatan tersebut, pemasar harus menentukan pada tingkat
mana akan menanamkan identitas merek ke dalam pikiran konsumen

Pengertian Merek


Merek merupakan nilai yang sangat penting bagi suatu produk, sebab
produk yang ditawarkan tanpa merek seringkali mengalami kesulitan dalam
menarik konsumen atau dikenal oleh konsumen.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh American Marketing Association
(Kotler 1997:63) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda simbol, atau
rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan barang/jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan
untuk membedakannya dari produk pesaing. Sedangkan Akler dalam Alma
(2002:148) mendefinisikan merek sebagai sebuah nama pembeda atau simbol
seperti logo, cap, atau desain kemasan yang diperuntukkan sebagai identitas
barang/jasa yang ditawarkan atau sebagai pembeda dari produk pesaing

Konsep Loyalitas Merek


Kotler dan Keller (2009:268), merek menandakan tingkat kualitas
tertentu sehingga pembeli yang puas dapat dengan mudah memilih produk
kembali. Loyalitas merek memberikan tingkat permintaan yang aman dan dapat
diperkirakan bagi perusahaan, dapat menciptakan penghalang yang mempersulit
perusahaan lain untuk memasuki pasar. Loyalitas juga dapat diterjemahkan
menjadi kesediaan pelanggan untuk membayar harga yang lebih tinggi, seringkali
20% sampai 25% lebih tinggi daripada merek pesaing.
Rangkuti (2004:14) pemberian nama harus mencerminkan kepribadian
produk yang ditawarkan dan dapt dijadikan identitas yang menjadikannya berbeda
dari produk pesaing. Merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten
memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Oleh karena itu,
penjual berhati-hati dalam memilih sebuah nama atau merek yang akn dilekatkan
pada produk yang akan ditawarkan kepada konsumen.
Sikap loyal dari seorang konsumen akan terbentuk terhadap perusahaan,
seperti pada sebuah merek produk, konsumen akan menjadi loyal kepada merek
tersebut apabila merek yang dibelinya memberikan kepuasan terhadap
konsumennya. Seorang konsumen yang sangat loyal kepada suatu merek tidak
akan dengan mudah memindahkan ke merek lain. Bila loyalitas konsumen
terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok konsumen tersebut dari
ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi.
Konsumen yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian
merek produk tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk
pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari
berbagai sudut atributnya. Sebaliknya konsumen yang tidak loyal kepada suatu
merek, pada saat mereka melakukan pembelian akan merek tersebut, pada
umumnya tidak didasarkan pada ketertarikan mereka pada mereknnya akan tetapi
lebih didasarkan pada karakteristik produk, harga dan kenyamanan pemakainya
ataupun berbagai atribut lain yang ditawarkan oleh merek produk alternatif dari
pesaing