Standar Kinerja


Dalam masalah kinerja ini ada beberapa faktor yang menyebabkan kinerja
personil/karyawan dibawah standar , yaitu mulai dari keterampilan kinerja yang
buruk hingga motivasi yang tidak cukup atau lingkungan kerja yang buruk.
Seorang karyawan yang mempunyai tingkat keterampilan rendah tetapi memiliki
motivasi yang baik mungkin membutuhkan pelatihan. Tetapi seorang personil
yang memiliki keterampilan namun tidak mempunyai keinginan perlu adanya
strategi motivasi.
Standar kinerja pekerjaan (Performance Standard) menentukan tingkat
kinerja pekerjaan yang diharapkan dari pemegang pekerjaan tersebut dan criteria
terhadap kesuksesan pekerjaan yang diukur. Beberapa persyaratan yang mesti
dipenuhi standar kinerja pekerjaan adalah :
a) Haruslah mudah diukur
b) Standar kinerja haruslah mudah dipahami karyawan
c) Standar kinerja haruslah relevan dengan individu dan organisasi
d) Standar kinerja haruslah stabil dan dapat diandalkan
e) Standar kinerja haruslah membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang
baik, sedang atau buruk
f) Standar pekerjaan haruslah dinyatakan dalam bentuk angka
g) Standar kinerja haruslah memberikan penafsiran yang tidak mendua.
(Simamora, 2004 : 147-148)
Adapun Dimensi-Dimensi Kinerja adalah
a) Memikat dan menahan orang-orang didalam organisasi
b) Kebutuhan pertama dari setiap organisasi adalah memikat sejumlah orang
kedalam organisasi dan menahan mereka didalam perusahaan dalam
jangka waktu tertentu. Hal ini berarti bahwa organisasi itu haruslah
meminimalkan perputaran, ketidakhadiran dan keterlambatan karyawan.
c) Penyelesaian tugas yang terandalkan. Agar organisasi efektif, organisasi
haruslah meraih penyelesaian tugas yang terandalkan dari anggota- anggotanya.
d) Perilaku-perilaku inovatif dan spontan. Organisasi tidak dapat mengawasi
segala kemungkinan dalam aktivitas-aktivitasnya sehingga efektivitasnya
dipengaruhi oleh kesediaan karyawan-karyawannya untuk melakukan
perilaku inovatif dan spontan. (Simamora, 2004 : 418-419)

Penilaian Kinerja


Teknik yang digunakan oleh manajemen untuk meningkatkan kinerja
adalah penilaian (apprasial). Motivasi karyawan untuk bekerja, mengembangkan
kemampuan pribadi dan meningkatkan kemampuan di masa mendatang
dipengaruhi oleh umpan balik mengenai kinerja masa lalu dan pengembangan.
Penilaian kinerja (performance apprasial) adalah proses dengan organisasi
mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Dalam penilaian kinerja dinilai
kontribusi karyawan selama periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja
(performance feedback) memungkinkan karyawan untuk mengetahui seberapa
baik mereka bekerja jika dibandingkan dengan standar-standar organisasi. Apabila
penilaian kinerja dilakukan secara benar, para karyawan, departemen sumber daya
dan organisasi perusahaan bakal diuntungkan.
Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik orang melakukan
pekerjaan yang ditugaskan atau diberikan. Sebagaimana yang dikemukakan
Mangkuprawiro bahwa penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan
perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Kinerja karyawan perlu diperhatikan guna mempertahankan dan
meningkatkan kepuasan pelanggan. Dampak penilaian kinerja individu karyawan
memiliki imbas negatif maupun positif terhadap moral kinerja karyawan. Pada
saat penilaian-penilaian kinerja untuk disiplin, kenaikan gaji, promosi, pemecatan
atau pemberhentian sementara, maka penilaian kinerja dianggap paling
menakutkan oleh orang-orang yang menganggap kemampuan dirinya rendah.
Penilaian kinerja karyawan akan memberikan manfaat bagi suatu
organisasi perusahaan. Hasil-hasil dari penilaian prestasi kinerja sering berfungsi
sebagai basis bagi evaluasi regular terhadap kinerja anggota-anggota organisasi.
Organisasi sering mencoba untuk mempengaruhi motivasi dan kinerja mendatang
dari anggota mereka dengan mengaitkan pelaksanaan berbagai imbalan, seperti
kenaikan gaji, dan promosi, terhadap ratting yang dihasilkan oleh sistem penilaian
kineja.
Unsur-unsur atau objek penilaian prestasi kerja karyawan adalah :
a. Kesetiaan dan tanggung jawab
b. Kejujuran
c. Kedisiplinan
d. Kreativitas dan prakarsa
e. Kepribadian dan kecakapan
f. Kerjasama
Dalam menilai kinerja karyawan, enam hal yang perlu dipahami yaitu:
a. Kegunaan hasil penilaian kinerja
b. Unsur-unsur penilaian kinerja
c. Teknik penilaian kinerja
d. Kiat melaksanakan penilaian kinerja yang berorientasi ke masa depan
e. Implikasi proses penilaian
f. Umpan balik bagi satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia
dalam organisasi.
Menurut Malayu Hasibuan ada beberapa tujuan dan kegunaan penilaian
kinerja atau prestasi kerja karyawan yaitu:
a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi,
demosi, pemberhentian, dan penetapan balas jasanya.
b. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses
dalam pekerjaannya.
c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam
perusahaan.
d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal
kerja, metode kerja, gaya pengawasan, kondisi kerja, dan peralatan kerja.
e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan
yang berada dalam organisasi.
f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai
tujuan untuk mendapatkan permormance kerja yang baik.
g. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan (supervisor,
manager, administrator) untuk mengobservasi perilaku bawahan
(subordinate) supaya diketahui minat dan kebutuhan-kebutuhannya.
h. Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan di masa lampau
dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.
i. Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.
j. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personel dan
dengan demikian bisa sebagai bahan pertimbangan agar bisa diikutsertakan
dalam program latihan dan kerja tambahan.
k. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan.
l. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan (job
description).

Pengertian Kinerja


Kinerja merupakan tingkat kemampuan karyawan secara individu ataupun
kelompok dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan dengan tingkat
pencapaian yang baik (Rosyid dan Palsa, 2003 : 173)
Ada berbagai pendapat tentang kinerja, seperti dikemukakan oleh Widodo
(2006:78), mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnyadengan hasil seperti yang
diharapkan. Mangkunegara (2002: 67), mengatakan bahwa kinerja adalah
merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan
kepadanya. Sinambela dkk. (2006: 136), mendefenisikan kinerja pegawai sebagai
kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu. Hal
senada dikemukakan oleh Stephen Robbins (1989: 439), bahwa kinerja adalah
hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dibandingkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam Harbani Pasolong (2010: 175- 176).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kinerja
merupakan sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja.
(Muhaimin, 2002)
Kemudian menurut Bernardin dan Rusel (dalam Triton PB, 2005 : 94),
Kinerja adalah sebagai catatan hasil dan keuntungan yang dihasilkan oleh fungsi
pekerjaan tertentu atau aktifitas tertentu selama periode tertentu.

Karakteristik Budaya Organisasi


Menurut Robbins (Wibowo:2011:37) mengemukakan adanya tujuah
karakteristik budaya organisasi:

  1. Innovation and risk taking ( inovasi dan pengambilan resiko),
    Merupakan suatu tingkatan dimana pekerjaan didorong untuk menjadi
    inovatif dan mengambil risiko.
  2. Attention to detail ( perhatian pada hal detail),
    dimana pekerjaan diharapkan menunjukkan ketepatan, analisis dan
    perhatian pada hal yang detail.
  3. Outcome orientation ( orientasi pada manfaat)
    Dimana manajemen memfokuskan pada hasil dan manfaat dari pada
    sekedar pada teknik dan proses dan dipergunakan untuk mendapatkan
    manfaat tersebut.
  4. People orientatin ( Orientasi pada orang)
    Dimana keputusan manajemen mempertimbangkan pengaruh manfaatnya
    pada orang dalam organisasi.
  5. Team orientation ( orientasi pada tim)
    Dimana aktivitas kerja di organisasi berdasarkan tim dari pada individual.
  6. Aggressiveness ( agresifitas)
    Dimana orang-orang cenderung lebih agresif dan kompetitif dari pada
    easygoing. 7. Stability ( stabilitas)
    Dimana aktivitas organisasional menekankan pada menjaga status quo
    sebagai lawan dari perkembangan.
    Sementara itu, menurut Greenberg dan Baron (Wibowo:2011:37)
    mengemukakan bahwa terdapat tujuh elemen yang menunjukkan karakteristik
    budaya organisasi, antara lain:
  7. Innovation (inovasi)
    Suatu tingkatan dimana orang diharapkan kreatif dan membangkitkan
    gagasan baru
  8. Stability (stabilitas)
    Bersifat menghargai lingkungan yang stabil, dapat diperkirakan, dan
    berorientasi pada peraturan
  9. Orientation toward people (orientasi pada orang)
    Merupakan orientasi untuk menjadi jujur, mendukung, dan menunjukkan
    penghargaan pada hak individual
  10. Result-orientation (orientasi pada hasil)
    Meletakkan kekuatannya pada kepeduliannya untuk mencapai hasil yang
    diharapkan
  11. Easygoingness ( bersikap tenang)
    Suatu keadaan dimana tercipta iklim kerja bersifat santai
  12. Attetion to deteail ( perhatian pada hal deteail)
    Dimaksudkan dengan berkepentingan untuk menjadi analitis dan seksama
  13. Collaborative orientation (orientasi pada kolaborasi)
    Merupakan orientasi yang menekankan pada bekerja dalam tim sebagai
    lawan dari bekerja secara individu.

Budaya Organisasi


Manusia adalah makhluk yang berbudaya, setiap aktifitasnya
mencerminkan sistem kebudayaan yang berintegrasi dengan dirinya, baik cara
berpikir, memandang sebuah permasalahan. Pengambilan keputusan dan lain
sebagainya.
Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan
dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan menguasai
masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan cukup
baik untuk dipertimbangkan secara layak dan karena itu diajarkan pada anggota
baru sebagai cara yang dipersepsikan, berfikir dan dirasakan dengan benar dalam
hubungan dengan masalah tersebut Schein (Wirawan: 2011: 15).
Kata budaya (Culture) sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau
disiplin ilmu Antropologi ; yang oleh Killman . et. Al (dalam Nimran, 2004 : 134)
diartikan sebagai Falsafah, ideologi, nila-nilai, anggapan, keyakinan, harapan,
sikap dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.
Kini konsep tersebut telah pula mendapat tempat dalam perkembangan
ilmu perilaku organisasi, dan menjadi bahasan yang penting dalam literatur ilmiah
dikedua bidang itu dengan memakai istilah budaya organisasi.
Organisasi merupakan elemen yang amat diperlukan didalam kehidupan
manusia, organisasi membantu kita melaksanakan hal-hal atau kegiatan-kegiatan
yang tidak dapat dilaksanakan dengan baik sebagai individu sehingga mencapai
tujuan yang diharapkan.
Menurut Robbins (Achmad Sobirin:2007:5) organisasi merupakan unit
sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama,
beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan
terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang terstruktur, dan didirikan untuk
mencapai tujuan bersama atau satu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Organisasi adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan
bersama. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana
orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana,
terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya
(uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain
sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan
organisasi.
Cherrtington (Acmad Sobirin: 2007: 5) organisasi adalah sistem sosial
yang mempunyai pola kerja yang teratur yang didirikan oleh manusia dan
beranggotakan sekelompok manusia dalam rangka untuk mencapai satu set tujuan
tertentu.
Menurut Achmad Sobirin (2007:10) organisasi mempunyai lima
karakteristik:
a. Unit/entitas sosial
Organisasi adalah rekayasa sosial hasil karya cipta manusiayang
bersifat tidak kasat matadan abstrak sehingga organisasi sering disebut
artificialbeing. b. Beranggotakan minimal dua orang
Sebagai hasil karya cipta seseorang, organisasi bisa didirikan oleh
seseorang yang mempunyai kemampuan, pengetahuan dan sarana lain.
c. Berpola kerja yang terstruktur
Tanpa koordinasi dan pola terstruktur, kumpulan dua orang atau lebih
hanya lah sekumpulan orang bukan organisasi.
d. Mempunyai tujuan
Adapun organisasi didirikan adalah untuk saling membantu untuk
mencapai satu set tujuan baik tujuan individu maupun tujuan
organisasi tersebut.
e. Mempunyai identitas diri
Organisasi menentukan identitas yang berbeda.
Sedangkan menurut Schein (Winardi:2006:27) organisasi mempunyai
empat ciri-ciri atau karakteristik, antara lain:
a. Koordinasi upaya
b. Tujuan umum bersama
c. Pembagian kerja
d. Hirarki otoritas

Konsep Kepemimpinan


Konsep kepemimpinan telah dikemukakakam oleh berbagai literature
kepemimpinan, disini penulis akan membahas konsep kepemimpinan
pendapat dari berbagai ahli, salah satu konsep kepemimpinan menurut Stoner
(1996:161), mengatakan kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota
kelompok. Menurut Cleary (2002:5), berpendapat lain tentang kepemimpinan
adalah sebuah persoalan kecerdasan, kelayakan untuk dipercaya, kelembutan,
keberanian dan ketegasan. Menurut pendapat Kartono (2005:153),
menyatakan kepemimpinan adalah “kemampuan” untuk memberikan
pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan suatu usaha
kooperatif mencapai tujuan yang sudah direncanakan.
Kemudian menurut Stogdill (1974:259), mencoba mempetakan definisi
kepemimpinan. Sebagai berikut: (1) Kepemimpinan sebagai proses kelompok,
(2) Kepemimpinan sebagai kepribadian yang berakibat, (3) Kepemimpinan
sebagai seni menciptakan kesepakatan, (4) Kepemimpinan sebagai
kemampuan mempengaruhi, (5) Kepemimpinan sebagai tindakan perilaku, (6(
Kepemimpinan sebagai bentuk bujukan, (7) Kepemimpinan sebagai suatu
hubungan kekuasaan, (8) Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan,
(9) Kepemimpinan sebagai hasil interaksi, (10) Kepemimpinan sebagai
pemisahan peranan, dan (11) Kepemimpinan sebagai awal struktur

Konsep Pemimpin


Konsep “pemimpin” berasal dari kata asing “leader” dan”kepemimpinan “
dari “leadhership”.Pemimpin artinya adalah seseorang yang mempunyai
kemampuan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan organisasi agar kegiatan
tersebut dapat terselenggara dengan efisien. Selanjutnya, agar terjadi
ketertiban dalam kegiatan organisasi diperlukan pengaturan mengenai
pembagian tugas, cara kerja dan hubungan anatara pekerjaan yang satu dengan
pekerjaan yang lain.
Pemimpin dapat diartikan predikat yang disandang seseorang sebagai
pemimpin yang memiliki kewenangan, maka pemimpin tersebut wajib
melaksanakan fungsinya. Berikut ini adalah pengertian menurut beberapa ahli:
a. Menurut Kouzes (2004:17), mengatakan bahwa pemimpin adalah vionir
sebagai orang yang bersedia melangkah kedalam situasi yang tidak
diketahui. Pemimpin yang mempunyai visi yang jelas dapat menjadi
penuntun dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai
pemimpin.
b. Menurut Sudriamunawar (2006:1), mengatakan pemimpin adalah
seseorang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi
para pengikutnya untuk melakukan kerjasama kearahpencapaian tujuan
yang telah di tenttukan sebelumnya.
c. Menurut Matondang (2008:5), mengatakan bahwa pemimpin adalah
seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang diinginkan.
d. Menurut Bennis (1998:71), mengatakan bahwa pemimpin adalah orang
yang paling berorientasi hasil di dunia, dan kepastian dengan hasil ini
hanya positif kalau seseorang mengetahui apa yang diinginkannya.
e. Menurut Kartono (2005:51), menyatakan pemimpind adalah seorang
pribadi yang memiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki
kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain melakukan
usaha bersama guna mencapai sasaran tertentu.
f. Menurut Rivai (2004:65), menyatakan pemimpin adalah anggota dari
suatu kumpulan yang diberi kedudukan tertentu dan diharapkan dapat
bertindak sesuai kedudukannya. Jadi pemimpin adalah juga seseorang
dalam suatu perkumpulan yang diharapakan dapat menggunakan
pengaruhnya untuk mewujudkan dan mencapai tujuan kelompok.
g. Menurut Sudriamunawar (2006:1), pemimpin adalah seseorang yang
memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi para pengikutnya
untuk melakukan kerja sama kea rah pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.
h. Raven dalam Wirjana (2006:4), mengatakan bahwa pemimpin adalah
“seseorang menduduki suatu posisi di kelompok, mempengaruhi orang-
orang dalam mengkoordinasi serta mengarahkan kelompok untuk
mempertahankan diri serta mencapai tujuannya”.
i. Menurut Nawawi (2004:9), mengatakan bahwa pemimpin adalah orang
yang memimpin.
j. Sedangkan pengertian pemimpin yang paling baru sebagai post modern
dari menurut Lantu dalam bukunya (2007:29), menyatakan bahwa
pemimpin adalah pelayan. Definisi yang terakhir sangat menarik karena
yang terjadi selama ini adalah pemimpin yang dilayani, bukan melayani.
Intinya pemimpin adalah orang yang mempunyai pengikut atau pendukung
karena kapasitasnya.

Kinerja karyawan


Suatu peningkatan kinerja akan memberikan kemajuan untuk perusahaan
atau organisasi supaya dapat bertahan dalam persaingan bisnis di lingkungan bisnis
yang selalu menciptakan perubahan. Menurut Edison et al., (2016), kinerja
merupakan hasil dari suatu proses yang memberikan acuan dan pengukuran untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan syarat dan kesepakatan yang telah ditetapkan.
Menurut Hasibuan (2014), kinerja mengacu pada pekerjaan yang dilakukan
seseorang ketika menyelesaikan suatu tugas, dan uang dibebankan kepadanya
berdasarkan keterampilan, pengalaman, keseriusan dan waktu.
Menurut Prasadja (2018), kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian
suatu rencana kegiatan atau kebijakan untuk mencapai tujuan dan sasaran, yang
meliputi visi dan misi organisasi yang ditetapkan dalam rencana strategis
organisasi. Pelaksanaan kinerja semacam ini dapat dilakukan oleh karyawan
dengan tingkat kemampuan, semangat dan minat yang tinggi. Kinerja ini sendiri
dipengaruhi oleh bagaimana pemimpin memperlakukan dan menghargai
karyawannya. Berdasarkan konsep manajemen kinerja dapat dikatakan bahwa cara
mengatur individu dan unsur-unsurnya adalah dengan membiarkan karyawan
memahami apa yang harus dicapai dan bagaimana cara mencapainya agar tujuan
yang telah ditetapkan perusahaan dapat tercapai membuat sebuah prestasi.
Menurut pemahaman para ahli tentang kinerja, dapat disimpulkan kinerja
adalah pencapaian atau hasil yang diperoleh karyawan sesuai dengan waktu yang
dijadwalkan, dan berkaitan dengan interaksi antara kemampuan yang dimiliki
karyawan, dan kemampuan tersebut mempunyai hubungan yang erat dengan
strategi dan tujuan organisasi. Selain itu, kinerja dapat menunjukkan kecepatan dan
ketepatan yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan guna mencapai
tujuan perusahaan yang telah direncanakan sebelumnya.
Kinerja karyawan suatu aspek penting dalam mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan. Namun untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, terdapat beberapa
faktor yang akan mempengaruhi kinerja individu. Menurut Edison et al., (2016),
tiga faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan antara lain:

  1. Kompetensi: kemampuan seseorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan,
    meliputi:
    a. Kemampuan dan keterampilan kerja dipengaruhi oleh beberapa
    faktor, seperti kesehatan fisik dan mental, pengalaman dan pelatihan
    kerja, serta tingkat pendidikan.
  2. Adanya motivasi dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, budaya dan
    agama, serta masyarakat sekitar.
  3. Teknologi/mesin, apakah kemampuan teknologi pendukung telah
    diantisipasi dan memenuhi syarat.
  4. Metode/sistem, perlu dibangun metode atau sistem (prosedur) sebagai
    akibatnya setiap keputusan mudah diambil, tidak kaku, bisa memperlancar
    birokrasi kerja, dan membentuk sinergi yang baik antar orang/bagian.

Gaya Kepemimpinan


Kepemimpinan atau leadership adalah sekelompok ilmu terapan atau
applied science yang berasal dari ilmu-ilmu sosial karena prinsip dan rumusnya
dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Sebagai langkah awal
dalam mempelajari dan memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan
kepemimpinan dan permasalahannya. Perlu memahami berbagai sudut pandang
terlebih dahulu.
Kepemimpinan melibatkan semua aspek kehidupan manusia, seperti gaya
hidup, kesempatan kerja, masyarakat bahkan negara, tampaknya diperlukan upaya
sadar untuk memperdalam semua aspek kepemimpinan yang efektif, dan bahkan
perbaikan terus-menerus dilakukan oleh para ilmuwan yang bersemangat dan
antusias mengumpulkan data tanpa henti mengenai kepemimpinan. Banyak ahli
yang mengemukakan pengertian kepemimpinan yang berbeda-beda.
Menurut Fahmi (2012) kepemimpinan adalah proses membimbing,
mempengaruhi, dan mengawasi orang lain dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan rencana pesanan. Menurut Robbins (2016) seorang pemimpin adalah
seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki otoritas manajemen.
Kepemimpinan adalah proses memimpin sebuah tim untuk mencapai tujuannya.
Menurut Taryaman (2016) kepemimpinan adalah ilmu dan seni yang dapat
mempengaruhi orang lain atau kelompok orang untuk bekerja sama, bukan saling
meremehkan untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Sutrisno (2014) kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan di
mana seseorang menggerakkan orang lain dengan memimpin, membimbing, dan
mempengaruhi orang lain, melakukan sesuatu untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Menurut pemahaman para ahli tentang kepemimpinan, dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan di mana seseorang
menggerakkan orang lain dengan membimbing dan mempengaruhi orang lain
untuk bekerja sama, bukan saling merendahkan untuk mencapai tujuan organisasi.
Gaya kepemimpinan adalah metode, cara, dan kemampuan tertentu yang
digunakan pemimpin untuk memengaruhi, membimbing, mendorong, dan
mengendalikan orang lain atau bawahan untuk mencapai tujuan melalui perilaku,
komunikasi, dan interaksi. Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang
berbeda, dan satu gaya kepemimpinan belum tentu lebih baik atau lebih buruk dari
yang lain.
Menurut Alimudin dan Sukoco (2017), gaya kepemimpinan merupakan
rangkaian karakteristik yang digunakan oleh pemimpin untuk mempengaruhi
bawahannya guna mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, gaya
kepemimpinan merupakan cara berperilaku dan strategi yang disukai dan sering
diadopsi oleh pemimpin

Kewirausahaan

Wirausaha identik dengan wiraswasta. Pengertian wiraswasta adalah  berdiri sendiri atau berusaha sendiri bukan pula berarti suatu sikap yang menyendiri atau tertutup. Akan tetapi harus diartikan “kepercayaan diri” dalam mengatasi tantangan hidup. Kepercayaan diri merupakan faktor penting dalam mencapai sukses. Tidak ada satu carapun yang dapat mengatasi masalah tanpa kepercayaan diri yang tinggi. Jadi kepercayaan diri merupakan inti dalam pengembangan wirausaha. 

Wirausaha adalah keberanian atau keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri.

Kewirausahaan sendiri berarti semangat, sikap, perilaku, kemampuan yang mengarah pada upaya  mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru, menangani usaha atau kegiatan,  meningkatkan efisiensi pelayanan yang lebih baik dan memperoleh keuntungan yang lebih besar.(www.edukasi.net)

Pengamat kewirausahaan Rusman Hakim menuliskan beberapa alasan pentingnya belajar wirausaha bagi semua pihak, mulai dari karyawan level rendah hingga mereka yang berada di posisi tinggi dan strategis, bagi yang masih menganggur.

Pertama, penghasilan seorang karyawan terutama yang masih berada di tingkat staf pelaksana, lebih-lebih yang masih non-staf, bahkan mereka yang sudah berpredikat 1st line manager, pada umumnya belum mencukupi kebutuhan hidup secara wajar. Di sini mereka perlu pandai- pandai menata kehidupannya untuk menambah penghasilan, oleh karenanya mempelajari dan menjadi familiar dengan seluk beluk kewirausahaan merupakan salah satu solusi terbaik.

Kedua, bila seorang karyawan, lebih-lebih kalau sudah menduduki posisi tinggi dan strategis, datangnya masa pensiun nanti akan merupakan saat-saat yang kritis dan mencekam. Apa yang akan dilakukan setelah purnabhakti.

Ketiga, kalau seorang pengangguran, tentu otak kita sudah “kapalan” dengan kenyataan bahwa mencari pekerjaan itu susah bukan main. Kalau sudah demikian, kewirausahaan merupakan jalan lebar untuk menuju kesuksesan hidup.

Keempat, bahwa tren bisnis yang akan datang akan memaksa kita semua untuk jadi wirausahawan. Persaingan yang semakin ketat, mengharuskan semua perusahaan memaksimalkan efisiensi, sehingga rekrutmen karyawan terus ditekan sampai ke titik minimum. Kita sudah lihat gejalanya sekarang, di mana penerimaan karyawan kebanyakan dilakukan dengan sistem kontrak, paling tidak pada 2 tahun pertama. Jika karyawan tidak dibutuhkan lagi setelah 2 tahun, pasti ada PHK. Kemudian, pos-pos kerja yang bisa dilakukan pihak ketiga, hampir pasti akan di “outsource” kan. Tidak ada lagi peluang melamar posisi-posisi yang sudah di- outsource. Sementara itu dii dunia industri, tidak terlalu lama lagi akan dimanfaatkan robot-robot pengganti tenaga manusia. Tidak ada lagi lowongan menjadi buruh dan mandor pabrik.(www.enterpreneur.com)

Kelangkaan lapangan pekerjaan bisa terjadi ketika muncul ketidakseimbangan
antara jumlah calon buruh yang banyak sedangkan lapangan usaha relatif sedikit;
atau banyaknya lapangan kerja namun kualitas tenaga kerja buruh yang ada tidak
sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan. Kelangkaan lapangan pekerja ini
memunculkan angka tingkat pengangguran yang tinggi yang dapat berakibat pada
aspek sosial yang lebih luas. Problema kelangkaan lapangan kerja, disebabkan
oleh:

1. Investasi usaha rendah karena problem regulasi yang dianggap mempersulit
investor, tingkat KKN pejabat yang tinggi, atau karena problem sosial dan
sekuritas usaha.

2. Kurangnya peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM dan sikap
enterpreneurship masyarakat. Juga karena minimnya dukungan pemerintahan dalam
membantu usaha pribadi/wiraswata bagi masyarakat (permodalan, pelatihan
pembukaan pasar, kemudahan izin usaha, penghapusan berbagai jenis pajak,
perlindungan keamanan, dan lain-lain).

3. Penguasaan modal dan sumber daya alam pada segelintir orang (konglomerat)
menyebabkan usaha rakyat kecil/ warga bermodal kecil tidak mampu bersaing dan
pada akhirnya tidak menumbuhkan usaha kecil dalam jumlah banyak (mis. usaha
mieinstan, produk makanan, ternak unggas dan pakannya, monopoli jalur
distribusi, dan lain-lain.

4. Pemerintah tidak berfungsi sebagai pembuka dan penyedia lapangan kerja
bagi rakyatnya tetapi hanya berfungsi sebagai regulator ketenagakerjaan,
padahal banyak lahan usaha padat karya yang bisa dikelola oleh pemerintah guna
menutupi kelangkaan lahan usaha.(www.hayatulislam.com)

PHK (Hubungan Industrial/Ketenagakerjaan)

Hampir di semua negara saat ini, problema ketenagakerjaan atau perburuhan
selalu tumbuh dan berkembang, baik di negara maju maupun berkembang, baik yang
menerapkan ideologi kapitalisme maupun sosialisme. Hal itu terlihat dari selalu
adanya departemen yang mengurusi ketenagakerjaan pada setiap kabinet yang
dibentuk. Hanya saja realitas tiap negara memberikan beragam problem riil
sehingga terkadang memunculkan berbagai alternatif solusi. Umumnya, negara maju
berkutat pada problem ketenagakerjaan yang berkait dengan mahalnya gaji
tenaga kerja, bertambahnya pengangguran karena mekanisasi (robotisasi), tenaga
kerja ilegal, serta tuntutan penyempurnaan status ekonomi, sosial bahkan
politis. Sementara di negara berkembang umumnya problem ketenagakerjaan berkait
dengan sempitnya peluang kerja, tingginya angka penganguran, rendahnya
kemampuan SDM tenaga kerja, tingkat gaji yang rendah, jaminan sosial nyaris
tidak ada.

Salah satu persoalan besar yang dihadapi para buruh saat ini adalah PHK. PHK
ini menjadi salah satu sumber pengangguran di Indonesia. Jumalah Pengangguran
di Indonesia sangat besar. Menurut Center for Labor and Development Studies
(CLDS), pada 2002, jumlah penganggur diperkirakan sebesar 42 juta orang
(Republika, 13/05/02). Pastilah, banyaknya pengangguran ini akan berakibat
banyak pada sektor kehidupan lainnya. Sebenarnya, PHK adalah perkara biasa
dalam dunia ketenagakerjaan. Tentunya asalkan sesuai dengan kesepakatan kerja
bersama (KKB) dan pihak pekerja maupun pengusaha harus ikhlas dan menyepakati
pemutusan kerja ini.

Secara umum PHK terjadi karena beberapa sebab seperti permintaan sendiri,
berakhirnya masa kontrak kerja, kesalahan buruh, masa pensiun, kesehatan/
kondisi fisik yang tidak memungkinkan, dan meninggal dunia. Problema PHK
biasanya terjadi dan kemudian menimbulkan problema lain yang lebih besar bagi
kalangan buruh, karena beberapa kondisi dalam hubungan buruh-pengusaha,
diantaranya:

1. Posisi salah satu pihak yang lemah (biasanya pihak pekerja) sehingga pihak
lain yang lebih kuat dengan mudah memutuskan hubungan kerja dan menggantinya
dengan pekerja baru yang sesuai keinginan. Hal itu dilakukan dengan alasan
logis maupun direkayasa.

2. Tidak jelasnya kontrak (waktu) kerja sehingga PHK bisa terjadi kapan saja.
Kebijakan menetapkan KKB (KesepakatanKerja Bersama) tidak dilakukan dan
dikontrol dengan baik sehingga kasus PHK bisa terjadi kapan saja.

3. Rendahnya SDM kaum pekerja, semakin sulitnya mencari pekerjaan alternatif,
dan tidak terjaminnya pemenuhan kebutuhan dasar oleh negara.Tidak heran, PHK
menjadi seperti vonis mati bagi pemenuhan kebutuhan dasar kehidupan normalnya.

4. Tidak adanya pihak ketiga yang membantu penyelesaian kasus PHK secara tuntas
yang memuaskan kedua pihak, terutama pihak buruh yang paling sering menerima
kekalahan. Meskipun pemerintah telah menyusun peraturan teknis tentang PHK
dalam UU No. 12 Tahun 1964 yang disempurnakan olehPeraturan Menteri Tenaga
Kerja No.PER-03/MEN/1996, namun dalam pelaksanaan teknisnya banyak realitas
yang merugikan hak-hak kaum buruh itu sendiri. Secara kasuistik, hal itu lebih
disebabkan rendahnya pemahaman buruh terhadap berbagai peraturan pemerintah,
posisi tawar yang rendah, dan tidak adanya lembaga pendamping yang secara
serius membela kondisi kaum buruh dalam menghadapai kasus PHK ini.

Sebenarnya, PHK bukanlah problem yang besar kalau kondisi sistem hubungan buruh
pengusaha telah seimbang dan adanya jaminan kebutuhan pokok bagi buruh
sebagaimana bagi seluruh rakyat oleh sistem pemerintahan yang menjadikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat sebagai azas politik perekonomiannya.(www.hayatulislam.net)

Konsep Ekonomi Makro Berdampak Pada Unit Bisnis

Ekonomi makro atau makroekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Makroekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak rumah tangga (household), perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat digunakan untuk menganalisis target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan.(www.wikipedia.com)

Krisis ekonomi sepertinya telah membawa Indonesia kembali ke titik awal pembangunan. Bahkan dalam kondisi yang lebih sulit lagi. Ini disebabkan jumlah penduduk Indonesia sudah terlanjur banyak, kualitas yang masih kurang memadai, sumberdaya alam yang sudah banyak terkuras, serta utang luar negeri yang sedemikian besar.

Walaupun relatif sedikit data yang tersedia untuk menggambarkan besaran perubahan ekonomi yang terjadi sejak krisis ekonomi mulai melanda Indonesia, namun masyarakat yang paling menderita akibat krisis ekonomi ini diperkirakan berada di daerah perkotaan di pulau Jawa. Disamping itu jika dilihat berdasarkan sektor ekonomi, maka nampaknya yang paling banyak terkena dampak  krisis adalah sektor konstruksi, perpabrikan, properti, perbankan dan keuangan,  serta sektor industri. Sektor-sektor di atas memang terkonsentrasi di daerah perkotaan di pulau Jawa, terutama di sekitar Jabotabek. Dilain pihak sektor pertanian, perikanan, kehutanan, serta pertambangan, terutama yang merupakan produk ekspor seperti coklat, cengkeh, plywood, minyak dan gas, udang dan lain sebagainya, justru mengalami keuntungan selama krisis ekonomi ini. Keuntungan tersebut disebabkan harga jual produk-produk tersebut menjadi sangat kompetitif dipasaran internasional, sebagai dampak dari depresiasi nilai tukar rupiah. 

Indonesia telah berhasil mengembangkan sektor industri dengan penuh kehati-hatian dan disesuaikan dengan kondisi makro ekonomi yang ada. Namun sejak awal tahun 1990-an perkembangan industri tersebut berubah dengan lebih menekankan pada industri berteknologi tinggi. Dampaknya adalah terjadi tekanan yang sangat berlebihan pada pembiayaan yang harus ditanggung oleh pemerintah.

Walaupun Indonesia sedikit demi sedikit berhasil mengatasi krisis ekonomi yang ditandai dengan mulai berputarnya roda ekonomi di sektor riil, sektor keuangan dan perbankan yang relatif semakin baik, serta arah perkembangan kondisi ekonomi makro yang semakin  kondusif, namun terlalu dini jika mengatakan bahwa Indonesia telah keluar dari krisis dan siap untuk bersaing kembali dalam era globalisasi dan perdagangan bebas. Masalah harus ditelaah dengan benar untuk kemudian dianalisis apakah yang lebih mendasar yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi persoalan mendasar tersebut telah ditangani dengan benar sehingga tidak terjadi krisisulangan dimasa mendatang. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri yang dipandang sebagai pangkal permasalahan krisis ekonomi saat ini masih belum dapat diselesaikan. Kecenderungan ketergantungan Indonesia terhadap pinjaman luar negeri ini menjadi semakin mendalam. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri tersebut tidak akan berkurang jika pemerintah tidak melakukan  perubahan mendasar terhadap strategi pembangunan ekonomi yang ada pada saat ini.  

Dalam upaya keluar dari krisis ekonomi dewasa ini perlu dikembangkan kebijaksanaan ekonomi makro dan mikro yang tetap mengacu pada pembangunan berwawasan kependudukan disamping peningkatan good governance, pembenahan utang luar negeri, sektor keuangan dan perbankan.Untuk itu harus dilakukan reorientasi kebijaksanaan ekonomi makro yang berwawasan kependudukan, sebagai berikut: 

-Merubah Strategi Orientasi Ekspor dengan Strategi  Pasar Dalam Negeri.  Sebagai Negara dengan penduduk keempat terbesar di dunia, maka jumlah penduduk tersebut harus dapat dimanfaatkan sebagai pasar bagi produk dalam negeri. Upaya memenuhi pasar dalam negeri perlu mendapat perhatian utama. Prioritas pada pasar domestik/dalam negeri sejalan dengan pembangunan berwawasan kependudukan (people-centered development). Jika kebijakan ini dijalankan, maka tidak saja berbagai usaha akan tumbuh, tetapi juga mampu memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa. Dalam hubungan ini tentunya jenis usaha kecil dan menengah yang menghasilkan barang-barang untuk keperluan domestik, yang perlu dikembangkan. Walaupun dengan tidak menutup kemungkinan untuk tetap melakukan ekspor, sepanjang harga, mutu dan corak, memungkinkan. 

-Kembali pada usaha yang sederhana (simple business). Pembangunan ekonomi hendaknya bertumpu pada usaha-usaha yang sederhana yang memang sesuai dengan kondisi kebanyakan penduduk Indonesia. Oleh karena itu kebijakan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) harus mendapat dukungan yang luas dan dijalankan dengan konsisten. UKM  telah terbukti menjadi tulang punggung penggerak ekonomi pada saat krisis.

-Kembali ke sektor pertanian dan kelautan. Dengan kekayaan alam yang berlimpah, baik di darat maupun di air, seharusnya sektor pertanian dan kelautan mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Namun sampai saat ini kenyataannya tidaklah demikian. Berbagai kebijakan yang ada belum mampu belum mampu meningkatkan “rate of return” mereka yang bekerja dalam sektor ini, sehingga banyak ditinggalkan orang. Harus dibuat suatu kebijakan yang mampu meningkatkan “rate of return” terhadap hasil pertanian dan kelautan. Untuk itu harus dikembangkan teknologi pertanian dan kelautan serta pengembangan berbagai produk pertanian dan kelautan dalam skala yang besar. Perlu dilakukan “economic of scale” dalam usaha sektor pertanian, khususnya agribisnis dan kelautan. 

-Pemantapan konsep dan Implementasi Pembangunan Berwawasan Kependudukan. Pembangunan kependudukan harus tetap terus dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan integrasinya kedalam berbagai sektor pembangunan, terutama yang berkaitan dengan sektor ekonomi. Jika selama ini kependudukan lebih dititik beratkan pada sektor sosial dalam kerangka pembangunan nasional, saat ini perlu dipikirkan untuk mengintegrasikan pembangunan kependudukan kedalam sektor EKUIN. Dalam melaksanakan pembangunan kependudukan itu sendiri maka sasaran peningkatan kualitas penduduk harus tetap dijadikan prioritas utama pembangunan kependudukan, disamping masalah pengendalian kuantitas dan pengarahan mobilitas penduduk.

Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan tanpa melihat potensi penduduk serta kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang ada nyatanya tidaklah berlangsung secara  berkelanjutan (sustained). Jika dikaitkan dengan krisis ekonomi dewasa ini, terjadinya krisis tersebut tidak lepas dari kebijaksanaan ekonomi yang kurang mengindahkan dimensi kependudukan. Strategi ekonomi makro yang tidak dilandasi pada situasi/kondisi ataupun potensi kependudukan yang ada menyebabkan

pembangunan ekonomi tersebut menjadi sangat rentan terhadap perubahan.

Belum terjadi strategi pembangunan yang berorientasi serius pada aspek kependudukan selama ini.(www.bappenas.go.id)

Konsep Kepemimpinan


Konsep kepemimpinan telah dikemukakakam oleh berbagai literature
kepemimpinan, disini penulis akan membahas konsep kepemimpinan
pendapat dari berbagai ahli, salah satu konsep kepemimpinan menurut Stoner
(1996:161), mengatakan kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota
kelompok. Menurut Cleary (2002:5), berpendapat lain tentang kepemimpinan
adalah sebuah persoalan kecerdasan, kelayakan untuk dipercaya, kelembutan,
keberanian dan ketegasan. Menurut pendapat Kartono (2005:153),
menyatakan kepemimpinan adalah “kemampuan” untuk memberikan
pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan suatu usaha
kooperatif mencapai tujuan yang sudah direncanakan.
Kemudian menurut Stogdill (1974:259), mencoba mempetakan definisi
kepemimpinan. Sebagai berikut: (1) Kepemimpinan sebagai proses kelompok,
(2) Kepemimpinan sebagai kepribadian yang berakibat, (3) Kepemimpinan
sebagai seni menciptakan kesepakatan, (4) Kepemimpinan sebagai
kemampuan mempengaruhi, (5) Kepemimpinan sebagai tindakan perilaku, (6(
Kepemimpinan sebagai bentuk bujukan, (7) Kepemimpinan sebagai suatu
hubungan kekuasaan, (8) Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan,
(9) Kepemimpinan sebagai hasil interaksi, (10) Kepemimpinan sebagai
pemisahan peranan, dan (11) Kepemimpinan sebagai awal struktur

Konsep Pemimpin


Konsep “pemimpin” berasal dari kata asing “leader” dan”kepemimpinan “
dari “leadhership”.Pemimpin artinya adalah seseorang yang mempunyai
kemampuan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan organisasi agar kegiatan
tersebut dapat terselenggara dengan efisien. Selanjutnya, agar terjadi
ketertiban dalam kegiatan organisasi diperlukan pengaturan mengenai
pembagian tugas, cara kerja dan hubungan anatara pekerjaan yang satu dengan
pekerjaan yang lain.
Pemimpin dapat diartikan predikat yang disandang seseorang sebagai
pemimpin yang memiliki kewenangan, maka pemimpin tersebut wajib
melaksanakan fungsinya. Berikut ini adalah pengertian menurut beberapa ahli:
a. Menurut Kouzes (2004:17), mengatakan bahwa pemimpin adalah vionir
sebagai orang yang bersedia melangkah kedalam situasi yang tidak
diketahui. Pemimpin yang mempunyai visi yang jelas dapat menjadi
penuntun dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai
pemimpin.
b. Menurut Sudriamunawar (2006:1), mengatakan pemimpin adalah
seseorang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi
para pengikutnya untuk melakukan kerjasama kearahpencapaian tujuan
yang telah di tenttukan sebelumnya.
c. Menurut Matondang (2008:5), mengatakan bahwa pemimpin adalah
seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang diinginkan.
d. Menurut Bennis (1998:71), mengatakan bahwa pemimpin adalah orang
yang paling berorientasi hasil di dunia, dan kepastian dengan hasil ini
hanya positif kalau seseorang mengetahui apa yang diinginkannya.
e. Menurut Kartono (2005:51), menyatakan pemimpind adalah seorang
pribadi yang memiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki
kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain melakukan
usaha bersama guna mencapai sasaran tertentu.
f. Menurut Rivai (2004:65), menyatakan pemimpin adalah anggota dari
suatu kumpulan yang diberi kedudukan tertentu dan diharapkan dapat
bertindak sesuai kedudukannya. Jadi pemimpin adalah juga seseorang
dalam suatu perkumpulan yang diharapakan dapat menggunakan
pengaruhnya untuk mewujudkan dan mencapai tujuan kelompok.
g. Menurut Sudriamunawar (2006:1), pemimpin adalah seseorang yang
memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi para pengikutnya
untuk melakukan kerja sama kea rah pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.
h. Raven dalam Wirjana (2006:4), mengatakan bahwa pemimpin adalah
“seseorang menduduki suatu posisi di kelompok, mempengaruhi orang-
orang dalam mengkoordinasi serta mengarahkan kelompok untuk
mempertahankan diri serta mencapai tujuannya”.
i. Menurut Nawawi (2004:9), mengatakan bahwa pemimpin adalah orang
yang memimpin.
j. Sedangkan pengertian pemimpin yang paling baru sebagai post modern
dari menurut Lantu dalam bukunya (2007:29), menyatakan bahwa
pemimpin adalah pelayan. Definisi yang terakhir sangat menarik karena
yang terjadi selama ini adalah pemimpin yang dilayani, bukan melayani.
Intinya pemimpin adalah orang yang mempunyai pengikut atau pendukung
karena kapasitasnya

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Organisasi


Budaya organisasi sangat mempengaruhi berjalannya sebuah sistem dalam
perusahaan, namun pada hakikatnya budaya organisasi tidak dapat berjalan
sendiri, melainkan terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembanganya. Faktor-faktor yang mempengaruhi budaya organisasi terbagi
atas empat faktor yang menggambarkan bagaimana budaya organisasi dapat
berjalan dengan baik. Empat faktor yang mempengaruhi budaya organisasi
tersebut adalah karakter perorangan, etika perusahaan, pembagian kekuasaan dan
struktur organisasi. (Ardiana, dkk, 2013).
a. Faktor Karakter Perorangan
` Faktor yang berperan dalam sebuah budaya organisasi adalah individu
yang berada dalam organisasi tersebut, setiap perusahaan memiliki budaya
organisasi yang berbeda-beda hal ini disebabkan oleh perbedaan nilai, kepribadian
dan etik setiap individu dalam organisasi masing-masing. Faktor ini didukung
oleh dua buah sub-faktor yaitu sub-faktor pemimpin dan sub-faktor anggota :
1) Sub-faktor pemimpin, memiliki pengaruh yang sangat penting dalam
sebuah perusahaan, karena nilai-nilai kepribadian dan
kepercayaannya. Pemimpin memberikan skenario yang
mempengaruhi perkembangan budaya organisasi.
2) Sub-faktor pegawai, adalah orang yang memiliki karakteristik,
pandangan dan kepercayaan yang sama terhadap nilai-nilai budaya
organisasi yang ada dalam sebuah organisasi/ perusahaan yang dipilih
oleh pemimpin perusahaan.
b. Faktor Etika Perusahaan
Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memiliki etika yang baik
terhadap orang lain ataupun sesama karyawan. Etika perusahaan disini meliputi
moral, kepercayaan dan aturan yang menjaga kestabilan hubungan dengan sesama
anggota organisasi.
c. Faktor Pembagian Hak/Kekuasaan
Pembagian hak dalam sebuah organisasi yaitu hak untuk memakai
sumber-sumber daya yang ada dalam organisasi tersebut. Pembagian hak
memberikan aturan dan tanggung jawab kepada setiap individu yang termasuk
dalam organisasi tersebut dan mempengaruhi perkembangan nilai, norma dan
atitude dalam organisasi tersebut.
d. Faktor Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah sistem formal tentang tugas dan hubungan
kekuasaan yang digunakan untuk mengatur jalannya perusahaan/ organisasi
tersebut. Perbedaan dalam pemilihan struktur organisasi akan menyebabkan
perbedaan nilai budaya organisasi dalam tiap-tiap perusahaan. Stuktur organisasi
memiliki peranan penting dalam budaya organisasi karena hal inilah yang
membentuk karyawan dalam melakukan aktifitas mereka serta berjalannya
informasi dalam organisasi.

Fungsi Budaya Organisasi


Robbins (2002) mengemukakan bahwa fungsi dari budaya organisasi
antara lain adalah:
a. Budaya organisasi memiliki suatu peran batas-batas penentu yaitu budaya
menciptakan perbedaan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang
lain.
b. Budaya berfungsi untuk menyampaikan rasa identitas kepada anggota- anggota perusahaan sehingga karyawan merasa bangga menjadi anggota
dari perusahaan tempatnya bekerja. c. Budaya mempermudah penerusan komitmen sampai mencapai batasan
yang lebih luas, melebihi batasan ketertarikan individu sehingga mampu
mencapai tujuan perusahaan. d. Budaya mendorong stabilitas sistem sosial. Budaya merupakan suatu
ikatan sosial yang membantu mengikat kebersamaan perusahaan dengan
menyediakan standar-standar yang sesuai mengenai apa yang harus
dikatakan dan dilakukan karyawan.
e. Budaya mendorong stabilitas sosial. Budaya merupakan suatu ikatan sosial
yang membantu mengikat kebersamaan perusahaan dengan menyediakan
standar-standar yang sesuai mengenai apa yang harus dikatakan dan
dilakukan karyawan.
f. Budaya bertugas sebagai pembentuk rasa dan mekanisme pengendalian
yang memberikan panduan dan membentuk perilaku serta sikap karyawan.
Menurut Rivai (2008) budaya organisasi mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi
yang lain.
b. Budaya memberikan identitas bagi anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dan pada
kepentingan individu.
d. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna kendali yang memandu serta
membentuk sikap dan perilaku karyawan.

Aspek Budaya Organisasi


Tujuh hal yang menjadi aspek penting suatu budaya organisasi menurut Robbins
(2002) adalah:
a. Inovasi dan pengambilan resiko (Inovationand Risk Taking). Tingkat daya
pendorong karyawan untuk bersikap inovatif, berani mengambil keputusan
dan resiko.
b. Perhatian terhadap detail (Attention to Detail). Tingkat tuntutan terhadap
karyawan untuk mampu memperlihatkan ketepatan,analisis dan perhatian
terhadap detail.
c. Orientasi terhadap hasil (Outcome Orientation). Tingkat tuntutan terhadap
manajemen untuk lebih memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan
perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
d. Orientasi terhadap individu (People Orientation). Tingkat keputusan
manajemen dalam mempertimbangkan efek hasil terhadap individu yang
ada dalam perusahaan.
e. Orientasi terhadap tim (Team Orientation). Tingkat aktivitas pekerjaan
yang diatur dalam tim, bukan secara perorangan.
f. Agresivitas (Aggresiveness). Tingkat tuntutan terhadap individu agar
berlaku agresif dan bersaing (kompetitif), serta tidak bersikap santai.
g. Stabilitas (Stability). Tingkat penekanan aktivitas perusahaan dalam
mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan

Definisi Budaya Organisasi


Menurut Robbins &Judge (2008), Budaya Organisasi mengacu pada
sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan
organisai tersebut dengan organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini, ketika
dicermati secara seksama, adalah sekempulan karakteristik kunci yang di junjung
tinggi oleh organisasi. Ada tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan,
merupakan hakikat budayasebuah organisasi, yaitu :
a. Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan
didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
b. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan
menjalankan presisi, analisi, dan perhatian pada hal-hal detail.
c. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil
ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
d. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen
mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam
organisasi.
e. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi padatim
ketimbang pada individu-individu.
f. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif
ketimbang santai. g. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan
pertumbuhan. Menurut Stoner, dkk, (dalam Suryo 2010) Budaya organisasi adalah
sejumlah pemahaman penting, seperti norma, nilai, sikap dan keyakinan, yang
dimiliki bersama oleh anggota organisasi. Davis (dalam Lako, 2004) budaya
organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami,
dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti
tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mangkunegara (2005) yang
menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem
keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang
dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi
masalah adaptasi eksternal dan internal.
Luthans (2006), menyatakan budaya organisasi mempunyai sejumlah
karakteristik penting. Beberapa diantaranya adalah:
a. Aturan perilaku yang diamati. Ketika anggota organisasi berinteraksi
satusama lain, mereka menggunakan bahasa, istilah, dan ritual umum yang
berkaitan dengan rasa hormat dan cara berperilaku.
b. Norma. Adalah standar perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa
banyak pekerjaan yang dilakukan.
c. Nilai dominan. Organisasi mendukung dan berharap peserta membagikan
nilai-nilai utama. Contohnya adalah kualitas produk tinggi, sedikit absen,
dan efisiensi tinggi.
d. Filosofi. Terdapat kebijakan yang membentuk kepercayaan organisasi
mengenai bagaimana karyawan dan atau pelanggan diperlakukan.
e. Aturan. Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan.
Pendatang baru harus mempelajari teknik dan prosedur yang ada agar
diterima sebagai anggota kelompok yang berkembang.
f. Iklim Organisasi. Merupakan keseluruhan ”perasaan” yang disampaikan
dengan pengaturan baru yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan
cara anggota organisasi berhubungan dengan pelanggan dan individu dari
luar

Definisi Organisasi


Sobirin (2007) mendefinisikan organisasi sebagai unit sosial atau entitas
yang didirikan oleh manusia dalam jangka waktu yang relatif lama,
beranggotakan sekelompok manusia-manusia minimal dua orang, mempunyai
kegiatan yang terkoordinir, teratur dan terstruktur, didirikan untuk mencapai
tujuan tertentu
Malinowski (dalam Cahyani, 2004) mengatakan organisasi sebagai suatu
kelompok orang yang bersatu dalam tugas-tugas, terikat pada lingkungan tertentu,
menggunakan alat teknologi dan patuh pada peraturan.

Definisi Budaya


Menurut Edward Taylor (dalam Sobirin, 2007) budaya adalah
kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral,
hukum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja
yang diperoleh seorang manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat.
Perucidan Hamby (dalam Tampubolon, 2004) mendefisinisikan budaya
adalah segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan, dan diciptakan oleh manusia
dalam masyarakat, serta termasuk pengakumulasian sejarah dari objek-objek atau
perbuatan yang dilakukan sepanjang waktu

Dimensi – Dimensi Gaya Kepemimpinan Transformasional


Formula asli dari Bass, (1985) meliputi tiga jenis perilaku
transformasional: pengaruh ideal, stimulasi intelektual, dan pertimbangan
intelektual. Pengaruh ideal adalah perilaku yang membangkitkan emosi dan
identifikasi yang kuat dari pengikut terhadap pemimpin. Stimulasi intektual
adalah perilaku yang meningkatkan kesadaran pengikut akan permasalahan dan
pengaruh para pengikut untuk memandang masalah dari perspektif yang baru.
Pertimbangan individual meliputi pemberian dukungan, dorongan, dan pelatihan
bagi pengikut. Sebuah revisi dari Bass &Avolio, (1990),menambahkan dimensi
motivasi inspirasional yang meliputi penyampaian visi yang menarik, dengan
menggunakan symbol untuk memfokuskan upaya bawahan dan membuat model
perilaku yang tepat (dalam Yulk, 2007). Bass & Avolio, 1997 (dalam Muenjohn & Armstrong, 2008), menunjukkan bahwa pemimpin transformasional biasanya menampilkan perilaku
mereka yang diasosiasikan dengan empat karakteristik (dimensi-dimensi) sebagai
berikut:
1) Idealized Influence, digambarkan ketika seorang pemimpin dapat
menjadi teladan bagi pengikutnya dan mendorong para pengikut untuk
berbagi visi dan tujuan bersama dengan memberikan visi yang jelas dan
rasa mencapai tujuan yang kuat.
2) Inspirational Motivation, mewakili perilaku ketika seorang pemimpin
mencoba untuk mengekspresikan pentingnya tujuan yang diinginkan
dengan sederhana, mengkomunikasikan harapan yang tinggi dan
meyakinkan pengikut bahwa pekerjaannya berarti dan menantang. 3) Intellectual Stimulation, mengacu pada pemimpin yang menantang ideide pengikutnyadan nilai-nilai untuk memecahkan masalah. Dalam
Munandar (2001), pemimpin mendorong bawahan untuk memikirkan
kembali cara kerja mereka, untuk mencapai cara-cara baru dalam
melaksanakan tugas. 4) Individualised Consideration, mengacu pada pemimpin yang
menghabiskan lebih banyak waktu dan membina pengikutnya serta
memberikan perhatian pada pengikutnya dengan dasar individual
pengikut. Dalam Munandar (2001), dijelaskan bahwa pemimpin
memperlakukan setiap bawahannya sebagai seorang pribadi dengan
kecakapan, kebutuhan, dan keinginannya masing-masing. Ia memberi
nasihat yang bermakna, memberi pelatihan yang diperlukan dan bersedia
mendengarkan pandangan dan keluhan mereka.

Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional


Gaya kepemimpinan transformasional, menurut Bass (dalam Muenjohn &
Armstrong, 2008), didefinisikan sebagai proses dimana seorang pemimpin
mencoba untuk meningkatkan kesadaran pengikut dari hal yang benar dan penting
serta memotivasi pengikut untuk melakukan hal yang melebihi harapan yang
mungkin. Menurut Robbins, (2002) Gaya kepemimpinan transformasional adalah
perilaku pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual
yang diindividualkan dan memiliki karisma.
Bass& Avolio, 1993; Burns, 1978, (dalam Bass, Avolio, dan Atwater,
1996) menyatakan bahwa pengaruh gaya kepemimpinan transformasional
terhadap pengikut adalah dengan mengajak mereka untuk melampaui kepentingan
diri mereka demi kebaikan kelompok, organisasi, atau masyarakat, sementara juga
meningkatkan harapan dan kemampuan pengikut, dan kesediaan mereka untuk
mengambil risiko. Dari penelitian-penelitiannya, Bass (dalam Luthans, 2006)
menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional membawa keadaan
menuju kinerja tinggi pada organisasi yang menghadapi tuntutan pembaruan dan
perubahan.
Munawaroh (2011), mengemukakan bahwa kepemimpinan
transformasional digambarkan sebagai gaya kepemimpinan yang dapat
membangkitkan atau memotivasi karyawan, sehingga dapat berkembang dan
mencapai kinerja pada tingkat yang tinggi, melebihi dari apa yang mereka
perkirakan sebelumnya. Pengikut seorang pemimpin transformasional merasa
adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin
tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya
diharapkan terhadap mereka.
Menurut Tichky & Devanna (dalam Jewell & Siegall, 1998), pemimpin
yang menggunakan gaya kepemimpinan transformasional mengenali kebutuhan
akan perubahan organisasi, kemampuan melihat masa depan, mobilisasi
komitmen terhadap penglihatan kedepan, pembentukan budaya perusahaan untuk
mendukung perubahan, dan melihat sinyal perubahan yang baru

Definisi Gaya Kepemimpinan


Menurut Rivai (2008) definisi gaya kepemimpinan secara luas meliputi
proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku
untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya. Gaya kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para
anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu:
a. Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun
pengikut,
b. Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin
dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok secara
seimbang tanpa daya,
c. Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda
untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.
Gaya kepemimpinan (dalam Rivai & Mulyadi, 2011) adalah perilaku dan
strategi, sebagai hasil dari komunikasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap,
yang sering diterapkan oleh seorang pemimpin ketika dia mencoba mempengaruhi
kinerja bawahannya.
Robbin (2006) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan
untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Kepemimpinan
menurut Siagian (2002) adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang
lain dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau
melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak
disenangi. Sedangkan Yukl (2005) mengatakan kepemimpinan adalah proses
untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang
perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses
untuk memfasilitasi upaya individu dan kelompok untuk mencapai tujuan
bersama.
James McGregor Burn, 1978 (dalam Yulk, 2007) menulis sebuah buku
mengenai kepemimpinan politis. Burn membedakan gaya kepemimpinan
transformasional dengan gaya kepemimpinan transaksional. Gaya kepemimpinan
transformasional menyerukan pada nilai-nilai moral dari para pengikut dalam
upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang masalah etis dan untuk
memobilisasi energi dan sumber daya manusia untuk mereformasi institusi.
Suatu gaya kepemimpinan tentunya dijalankan oleh pemimpin. Sule &
Saifullah (2008), mendefenisikan pemimpin sebagai seseorang yang memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan
kekuatan, sehingga orang-orang yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai
sosok yang layak memimpin mereka.

Faktor yang mempengaruhi kinerja kerja


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi
(motivation).

  1. Faktor Kemampuan (Ability). Secara psikologis, kemampuan (ability)
    terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge +
    skill). Artinya, pimpinan dan pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata
    (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan
    pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai
    kinerja maksimal.
  2. Faktor Motivasi (Motivation). Motivasi diartikan suatu sikap (attitude)
    pimpinan dan pegawai terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan
    organ isasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi
    kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika
    mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan
    menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud
    mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja,
    kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
    Pendapat William Stern dalam teorinya tersebut (Mangkunegara (2009:16-17),
    sebenarnya merupakan perpaduan dari pandangan teori heriditas dari
    Schopenhauer dan teori.

Kinerja Karyawan


Menurut Sutrisno (2016:151) kinerja atau prestasi kerja merupakan hasil
kerja yang telah dicapai oleh seseorang berdasarkan tingkah laku kerjanya dalam
menjalankan aktivitas dalam bekerja.
Menurut Mangkunegara (2016:9) yang berpendapat kinerja karyawan
merupakan hasil kerja seseorang secara kualitas maupun secara kuantitas yang
telah dicapai oleh karyawan dalam menjalankan tugas sesuai tanggung jawab
yang diberikan
Menurut Robbin (2016:260) mendefinisikan kinerja adalah suatu hasil
yang dicapai oleh pegawai dalam pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang
berlaku untuk suatu pekerjaan.

Faktor – Faktor Lingkungan Kerja


Menurut (Sedarmayanti dalam Wulan, 2011:21) Menyatakan bahwa secara
garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor
lingkungan kerja fisik dan faktor lingkungan kerja non fisik.

  1. Faktor Lingkungan Kerja Fisik
    a. Pewarnaan
    b. Penerangan
    c. Udara
    d. Suara bising
    e. Ruang gerak
    f. Keamanan
    g. Kebersihan
  2. Faktor Lingkungan Kerja Non Fisik
    a. Struktur kerja
    b. Tanggung jawab kerja
    c. Perhatian dan dukungan pemimpin
    d. Kerja sama antar kelompok
    e. Kelancaran komunikasi

Jenis – jenis Lingkungan Kerja


Sedarmayanti (2017) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis
lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b)
lingkungan kerja non fisik.

  1. Lingkungan kerja fisik
    Menurut Sedarmayanti (2017) yang dimaksud dengan lingkungan
    kerja fisik yaitu semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di
    sekitar tempat kerja dimana dapat mempengaruhi karyawan baik
    secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik
    sendiri dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :
    a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan
    karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya).
    b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga
    disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia,
    misalnya : temperatur, kelembaban, sirkulasi udara,
    pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap,
    warna, dan lain-lain.
  2. Lingkungan Kerja Non Fisik
    Sadarmayanti (2017) menyatakan bahwa lingkungan kerja non fisik
    adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan
    kerja, baik dengan atasan maupun dengan sesama rekan kerja, ataupun
    dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok
    lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
    Menurut Alex Nitisemito (2000) perusahaan hendaknya dapat
    mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan,
    bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi
    yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik,
    dan pengendalian diri

Lingkungan Kerja


Lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2017), lingkungan kerja adalah
suatu tempat bagi sejum- lah kelompok di mana di dalamnya terdapat beberapa
fasilitas pendukung untuk mencapai tujuan perusahaan sesuai dengan visi dan
misi perusahaan.
Menurut Danang (2015 ) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada
disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja merupakan bagian komponen
yang sangat penting ketika karyawan melakukan aktivitas bekerja.
Menurut (Sedarmayanti, 2017) lingkungan kerja adalah keseluruhan alat
perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana
seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai
perseorangan maupun sebagai kelompok

Indikator – Indikator Kedisiplinan Kerja


Menurut Hasibuan (2019: 194-198) Pada dasarnya banyak indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan dalam organisasi, diantaranya:

  1. Tujuan dan Kemampuan
    Tujaun yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup
    menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan yang
    dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan, agar
    dia bekerja dengan baik dan disiplin dalam mengerjakannya.
  2. Teladan Pemimpin
    Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisplin baik, jujur, adil, serta
    sesuai dengan kata dengan perbuatan. Dengan adanya teladan pemimpin yang
    baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik.
  3. Balas jasa
    Balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap
    perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap
    pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik-baik pula.
  4. Keadilan
    Keadilan yang dijadikan dasar kebijakan dalam pemberian balas jasa
    (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan
    karyawan yang baik.
  5. Waskat (Pengawasan Melekat)
    Waskat adalah tindaka nyata dan paling efektif dalam mewujudkan
    kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif
    dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja
    bawahannya.
  6. Sanksi Hukuman
    Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang
    indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk memelihara
    kedisiplinan dalam perusahaan.
  7. Ketegasan
    Pemimpin harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap
    karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah
    ditetapkan. Dengan demikian, pimpinan akan dapat memelihara kedisiplinan
    karyawan perusahaan.
  8. Hubungan Kemanusiaan
    Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut
    menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan.

Faktor – faktor yang Memperngaruhi Disiplin Kerja

  1. Teladan Pemimpin
    Sikap disiplin yang ada di dalam diri karyawan tidak bisa lepas dari
    teladan pemimpin. Teladan pemimpin sangat berperan untuk
    meningkatkan disiplin karena menjadi role model yang memberikan
    dampak positif.
    Ketika karyawan melihat pemimpin memiliki sikap disiplin yang baik,
    maka mereka berusaha untuk melakukannya juga. Sebaliknya, jika
    pemimpin tidak memiliki sikap disiplin yang baik, jangan aneh kalau
    karyawannya pun tidak disiplin juga.
  2. Penghargaan
    Ketika karyawan mendapatkan penghargaan atas hasil kerjanya, mereka
    merasa bahwa dirinya dihargai di dalam perusahaan. Salah satu
    penghargaan yang bisa diberikan adalah voucher belanja Sodexo. Usaha
    kerja maksimal yang dibalas dengan penghargaan memang mampu
    meningkatkan tingkat kedisiplinan karyawan. Mereka akan berpikir untuk
    selalu memberikan yang terbaik agar mendapatkan penghargaan. Namun
    jika tidak ada penghargaan yang diberikan padahal sudah bekerja optimal,
    tingkat disiplin karyawan bisa berkurang secara otomatis.
  3. Keadilan
    Keadilan menjadi nilai penting yang harus ada di dalam perusahaan. Adil
    dari segi perlakuan dan penghargaan sebaiknya diterapkan agar tidak ada
    karyawan yang merasa tidak diperhatikan. Kalau malah tidak adil, maka
    motivasi kerja sudah pasti berkurang, termasuk sikap disiplin
  4. Tujuan dan Kemampuan
    Tujuan dan kemampuan memang tidak asing di dalam operasional
    perusahaan. Tujuan bekerja harus dibebankan kepada karyawan agar
    mereka bisa memberikan yang terbaik. Namun jangan lupa bahwa tujuan
    tersebut harus sejalan dengan kemampuan karyawan juga.
    Jika karyawan merasa bahwa pekerjaan yang diberikan ternyata di luar
    kemampuan dia, sifat disiplin bisa lebih berkurang. Mereka tidak akan
    bersungguh-sungguh dalam bekerja.
  5. Ketegasan
    Pemimpin harus memberikan sikap tegas untuk memberikan teguran dan
    menghukum setiap karyawan yang tidak disiplin. Sikap tegas dari seorang
    pemimpin harus ada di dalam perusahaan. Jika tidak, karyawan malah bisa
    merasa seenaknya. Mereka pun tidak akan kena marah karena
    pemimpinnya bukan orang yang tegas.
  6. Sanksi
    Pemberian sanksi memang harus ada di dalam operasional perusahaan.
    Mengapa begitu? Tentu saja agar karyawan mau tetap disiplin. Mereka
    akan semakin segan untuk melanggar aturan yang telah diterapkan sejak
    awal. Inilah yang akhirnya menciptakan sikap disiplin secara alami.
  7. Komunikasi Dua Arah
    Hubungan yang baik antar individu selalu dibarengi dengan komunikasi
    dua arah secara aktif. Dengan adanya komunikasi dua arah, lingkungan
    kerja semakin terasa nyaman. Suasana kerja lebih kondusif sehingga setiap
    individu selalu berpikir dan berbuat sesuatu dengan dampak positif. Maka
    dari itu, tidak ada niat untuk berbuat hal indisipliner yang pastinya akan
    merugikan mereka juga.
  8. Diawasi
    Pengawasan dalam bekerja memang bukan hal yang aneh. Dengan
    pengawasan yang efektif, maka dapat mencegah tindakan indisipliner,
    meningkatkan prestasi, dan mau terus memelihara kedisiplinan kerja.
    Pengawasan menjadi tugas pemimpin secara penuh. Itulah yang membuat
    pemimpin harus memiliki niat penuh agar proses pengawasan berlangsung
    dengan maksimal.

Dimensi Disiplin Kerja


Menurut Singodimendjo dalam Sutrisno 2013:94 dimensi kedisiplinan
meliputi:

  1. Taat terhadap aturan waktu Yang meliputi indikator jam msauk kerja, jam
    pulang, dan jam istirahat yang tepat waktu sesuai dengan aturan yang
    berlaku di perusahaan, organisasiinstansi.
  2. Taat terhadap peraturan organisasiinstansi Peraturan dasar tentang cara
    berpakaian dan bertingkah laku dalam pekerjaan.
  3. Taat terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan Ditunjukan dengan cara
    melakukan pekerjaan-pekerjaan sesuai dengan jabatan, tugas dan tanggung
    jawab serta berhubungan dengan unit kerja lain.
  4. Taat terhadap peraturan lainnya di organisasiinstansi Aturan tentang apa
    yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para pegawai

Pengertian Disiplin Kerja


Disiplin Kerja menurut Dolet Unaradjan (2018:181) menyatakan bahwa :
“disiplin adalah usaha mencegah terjadinya pelanggaran – pelanggaran terhadap
ketentuan yang telah disetujui bersama dalam melaksanakan kegiatan agar
pembinaan hukuman pada seseorang atau kelompok dapat dihindari”.
Disiplin Kerja menurut Hamali (2016:214) disiplin kerja yaitu: “suatu
kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan dapat menyebabkan
karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan peraturan, dan
nilai tinggi dari pekerjaan dan prilaku”
Disiplin Kerja menurut Ulfatin dan Triwiyanto (2016:102) disiplin guru
adalah: “sesuatu keadaan tertib dan teratur yang dimiliki oleh guru dalam bekerja
di sekolah, tanpa pelanggaran – pelanggaran yang merugikan baik langsung
maupun tidak langsung terhadap dirinya, siswanya, teman sejawatnya, dan
terhadap 8 sekolah serta masyarakat secara keseluruhan”

Indikator Gaya Kepemimpinan


Menurut Veitzhal Rivai (2018: 53) mengemukan bahwa seorang pemimpin
dalam mengimplementasikan kepemimpinannya harus mampu secara dewasa
melaksanakan terhadap instansi atau organisasinya, kepemimpinan dibagi
kedalam lima dimensi, yaitu:

  1. Kemampuan kerjasama dan hubungan yang baik
    a. Membina kerjasama dengan bawahan
    b. Menjalin hubungan yang baik dengan bawahan dalam pelaksanaan tugas
    yang menjadi tanggung jawab masing-masing
  2. Kemampuan yang efektivitas
    a. Mampu menyelesaikan tugas diluar kemampuan
    b. Menyelesaikan tugas tepat waktu
  3. Kepemimpinan yang partisipatif
    a. Pengambilan keputusan secara musyawarah
    b. Mampu dalam meneliti masalah yang terjadi pada pekerjaan
  4. Kemampuan dalam mendelegasikan tugas atau waktu
    a. Bersedia untuk membawa kepentingan pribadi dan organisasi kepada
    kepentingan yang lebih luas, yaitu kepentingan organisasi menggunakan
    waktu sisa untuk keperluan pribadi
    b. Mampu dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan target
  5. Kemampuan dalam mendelegasikan tugas atau wewenang
    a. Tanggung jawab seorang pemimpin dalam menyelesaikan tugas mana yang
    harus ditangani sendiri dan mana yang harus ditangani secara berkelompok
    b. Memberikan bimbingan dan pelatihan dalam pengambilan keputusan.

Ciri – ciri Gaya Kepemimpinan


Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan demokratis menempatkan
dirinya sebagai moderator ataupun koordinator. Berikut ada beberapa ciri-ciri
gaya kepemimpinan demokratis menurut Kartono (2013:86):
a. Organisasi dengan seluruh bagian bagiannya berjalan lancar,
sekalipun pemimpin tersebut tidak ada dikantor.
b. Otoritas sepenuhnya didelegasikan ke bawah, dan semua orang
menyadari tugas serta kewajiban sehingga merasa puas dan aman
menyandang tugasnya.
c. Diutamakan tujuan-tujuan kesejahteraan pada umumnya, dan
kelancaran seluruh aspek dalam kelompok atau organisasi.
d. Dengan keadaan seperti pemimpin demokratis bisa dikatakan
sebagai katalisator untuk mempercepat dinamisme dan kerja sama
demi mencapai tujuan dengan jiwa kelompok dan situasi yang ada

Faktor yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan


Menurut H. Joseph Reitz dalam Rahayu dkk (2017:11) dalam melaksanakan
aktivitas pemimpin ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya
kepemimpinan, yaitu:
a. Kepribadian (personality), yaitu pengalaman masa lalu dan harapan
pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, lata belakang dan
pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
b. Harapan dan perilaku atasan kepada para bawahan atau karyawannya.
c. Karakteristik, yaitu harapan dan perilaku bawahan yang mempengaruhi
pimpinan terhadap bentuk seperti apa gaya kepemimpinan yang dipakai.
d. Kebutuhan tugas, yaitu setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi
gaya kepemimpinan seorang pimpinan.
e. Iklim dan kebijakan organisasi akan dapat mempengaruhi harapan dan
perilaku bawahan.
f. Harapan dan perilaku rekan kerja akan dapat mempengaruhi gaya
kepemimpinan.

Jenis – Jenis Gaya Kepemimpinan


Menurut teori Path Goal jenis-jenis gaya kepemimpinan dibagi menjadi
empat yaitu :

  1. Kepemimpinan direktif
    Tipe gaya kepemimpinan ini sama dengan model kepemimpinan otokratis
    bahwa pendekatan yang dilakukan melalui tekanan, pemaksan dan
    pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin.
    Dalam jenis gaya kepemimpinan ini tidak ada partisipasi dari bawahannya.
  2. Kepemimpinan supportif
    Gaya kepemimpinan ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri,
    bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang
    murni terhadap para bawahannya.
  3. Kepemimpinan partisipatif
    Pada gaya kepemimpinan ini pemimpin berusaha meminta dan menggunakan
    saran atau ide dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih
    tetap berada padanya.
  4. Kepemimpinan berorientasi pada prestasi
    Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang
    anggotanya untuk berprestasi dan menjadi lebih baik. Pemimpin juga
    memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan
    tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.
    Gaya kepemimpinan ini banyak mempengaruhi keberhasilan seorang
    pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya. Dalam Thoha
    (2008;316) Salah satu gaya kepemimpinan yang dikenal adalah gaya
    kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard.
    Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard adalah didasarkan
    pada saling berhubungannya diantara hal hal berikut ini:
    a) Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan,
    b) Jumlah dukukan socioemosional yang diberikan oleh pimpinan,
    c) Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam
    melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu.

Pengertian Gaya Kepemimpinan


Menurut Edi Sutrisno (2016:213) gaya kepemimpinan adalah suatu proses
kegiatan seseorang untuk menggerakan orang lain dengan memimpin,
mempengaruhi, membimbing orang lain untuk melakukan sesuatu agar dicapai
hasil kinerja yang diharapkan.
Menurut Hasibuan (2017:170) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan
adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahannya, agar mau
bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

Fungsi-Fungsi Manajemen


a. Perencanaan (Planning) Perencanaan mempunyai arti penentuan lebih
lanjut mengenai program tenaga kerja (meliputi penetapan jumlah dan
kuantitas tenaga kerja) yang akan mendukung pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan oleh perusahaan atau organisasi.
b. Pengorganisasian (Organizing) Setelah menetapkan rencana, maka perlu
dibentuk suatu organisasi untuk melaksanakannya. Organisasi dibentuk
dengan merancang struktur hubungan yang mengkaitkan antara pekerjaan,
karyawan dan faktor-faktor fisik sehingga dapat terjalin kerjasama satu
dengan yang lainnya.
c. Pengarahan (Directing) Pengarahan terdiri dari fungsi staffing dan leading
penempatan orang-orang dalam struktur organisasi dilakukan dalam fungsi
staffing. Di sini diperlukan adanya kejelasan tugas dan kualifikasi tenaga
kerja yang dibutuhkan. Dalam fungsi leading dilakukan pengarahan
sumber daya manusia agar dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Fungsi pengarahan ini berhubungan dengan cara memotivasi
dan mengarahkan pegawainya agar memiliki keamanan untuk bekerja dan
dapat mengerjakan pekerjaannya dengan efektif.
d. Pengawasan (Controlling) Pengawasan adalah fungsi manajerial yang
mengatur aktivitas-aktivitas agar sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan organisasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, bila terjadi
penyimpangan dapat diketahui dan segera dilakukan perbaikan.
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Tujuan Manajemen Sumber Daya
Manusia menurut Cushway dalam Edy Sutrisno (2016:7) Tujuan SDM meliputi:

  1. Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan SDM
    untuk memastikan bahwa organisasi memiliki pekerja yang bermotivasi
    dan berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi
    perubahan dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal.
  2. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM
    yang memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannya.
  3. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan
    strategi, khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM.
  4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer lini
    mencapai tujuannya.
  5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pekerja
    untuk meyakinkan bahwa mereka tidak menghambat organisasi dalam
    mencapai tujuannya.
  6. Menyediakan media komunikasi antara pekerja dan manajemen
    organisasi.Bertindak sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai
    dalam manajemen SDM

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Hasibuan (2019:5), manajemen sumber daya manusia adalah
ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan
efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Menurut Wibowo (2016:2), menyatakan bahwa: “Manajemen adalah
proses penggunaan sumber daya manusia organisasi dengan menggunakan orang
lain untuk mencapai tujuan organisasi secara efisen dan efektif”.
Menurut Handoko (2014:8), menyatkan bahwa: “Manajemen adalah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawsan usaha-usaha
para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi
lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”
Menurut Sedarmayanti (2017:4), Manajemen Sumber Daya
Manusia adalah suatu pendekatan dalam mengelola masalah manusia berdasarkan
tiga prinsip: Sumber Daya Manusia adalah aset paling berharga dan penting yang
dimiliki organisasi karena keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh
unsur manusia.

Indikator Gaya Kepemimpinan


Menurut Kartono dalam Lisa Paramita (2017,p.13) indikator Gaya
Kepemimpinan menyatakan sebagai berikut :

  1. Kemampuan Mengambil Keputusan
    Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis
    terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan
    yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
  2. Kemampuan Memotivasi
    Kemampuan memotivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan
    seorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan
    kemampuannya (dalam bentuk keahlian atau keterampilan) tenaga
    dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
    menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam
    rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah
    ditentukan sebelumnya.
  3. Kemampuan Komunikasi
    Kemampuan komunikasi adalah kecakapan atau kesanggupan
    penyampaian pesan, gagasan, atau pikiran kepada orang lain dengan
    tujuan orang lain tersebut memahami apa yang dimaksudkan dengan
    baik, secara langsung lisan atau tidak langsung.
  4. Kemampuan Mengendalikan Bawahan
    Seorang pemimpin harus memiliki keinginan untuk membuat orang
    lain mengikuti keinginannya dengan menggunakan kekuatan pribadi
    atau jabatan secara efektif dan pada tempatnya.
  5. Tanggung Jawab
    Seorang pemimpin harus memiliki tanggung jawab kepada
    bawahannya. Tanggung jawab bisa diartikan sebagai kewajiban yang
    wajib menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya
    atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.
  6. Kemampuan Mengendalikan Emosional
    Kemampuan mengendalikan emosional adalah hal yang sangat
    penting bagi keberhasilan hidup kita. Semakin baik kemampuan kita
    mengendalikan emosi semakin mudah kita akan meraih kebahagiaan

Jenis – Jenis Gaya Kepemimpinan


Menurut Mulyadi (2015) Ada tiga macam gaya kepemimpinan antara lain :

  1. Gaya kepemimpinan Otokratis
    Kepemimpinan yang memusatkan pimpinan sebagai penentu kebijakan
    dalam semua kegiatan, pegawai berperan sebagai pelaksana kegiatan
    dengan arahan dari pimpinan sehingga peran anggota organisasi
    menjadi pasif.
    Indikator gaya kepemimpinan otokratis menurut Tumbol, dkk (2014)
    yaitu
    a) Sentralisasi wewenang.
    Sentralisasi wewenang merupakan pemusatan kekuasaan,
    wewenang dan kendali pada sejumlah manajer perusahaan di pusat
    atau pimpinan perusahaan.
    b) Produktivitas kerja.
    suatu ukuran perbandingan kualitas dan kuantitas dari seorang
    tenaga kerja dalam satuan waktu untuk mencapai hasil atau prestasi
    kerja secara efektif dan efisien dengan sumber daya yang
    digunakan.
    c) Manajemen.
    seseorang pemimpin dapat mengatur segala sesuatu yang
    dikerjakan oleh individu atau kelompok. Manajemen perlu
    dilakukan guna mencapai tujuan atau target dari individu ataupun
    kelompok tersebut secara kooperatif menggunakan sumber daya
    yang tersedia.
  2. Gaya kepemimpinan demokratis
    Kepemimpinan yang mengutamakan pengambilan kebijakan dengan
    diskusi kelompok, pemimpin menghargai pendapat setiap anggota
    organisasi dan memberikan alternatif prosedur jika terjadi hambatan
    dalam pelaksanaan kebijakan.
    Indikator gaya kepemimpinan demokratis menurut Sobri Sutikno
    adalah:
    a) Pendapatnya terfokus pada hasil musyawarah
    b) Tenggang rasa
    c) Memberi kesempatan pengembangan karier bawahan
    d) Menciptakan suasana kekeluargaan
    e) Mengetahui kekurangan dan kelebihan bawahan
    f) Komunikatif dengan bawahan
    g) Partisipasif dengan bawahan
    h) Tanggap terhadap situasi
  3. Gaya kepemimpinan kebebasan (laissez faire)
    Kebebasan penuh diberikan kepada anggota organisasi dengan
    partisipasi yang sangat minim dari pimpinan, sehingga pemimpinan
    hanya menempatkan dirinya sebagai pengawas tanpa banyak mengatur
    suatu kebijakan.
    Indicator gaya kepemimpinan kebebasan bebas menurut Tumbol, dkk
    (2014) yaitu:
    a) Delegasi wewenang
    Dapat diartikan sebagai pelimpahan wewenang seorang pemimpin
    kepada bawahannya untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu.
    Dalam proses ini seorang pimpinan mengalokasikan wewenang ke
    bawah kepada orang-orang yang melapor kepadanya.
    b) Tanggung jawab pekerjaan.
    Sebagai pemimpin sikap taggung jawab dan mental merupakan suatu
    hal yang harus diterapkan dalam setiap karakter pemimpin. Sebagai
    pemimpin harus siap menerima resiko yang mungkin saja terjadi
    pada bisnis yang sedang mereka jalankan. Dan dalam situasi seperti
    itulah sikap tanggung jawab tersebut sangatlah dibutuhkan dalam
    seorang pemimpin.
    c) Kemampuan kerja.
    suatu hasil kerja yang dicapai seseorang pemimpin dalam
    melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada bawahannya
    yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan
    serta waktu.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan Dalam upaya
mempengaruhi individu atau sekelompok individu, Luthans (2009)
mengemukakan adanya empat faktor yang mempengaruhi gaya
kepemimpinan, yaitu:

  1. Karisma
    Memberikan visi dan misi, memunculkan rasa bangga, mendapatkan
    respek dan kepercayaan.
  2. Inspirasi
    Mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol-simbol untuk
    memfokuskan usaha, mengekspresikan ada tujuan penting dalam cara yang
    sederhana.
  3. Simulasi intelektual dapat: menunjukkan intelegensi, rasional, pemecahan
    masalah secara hati-hati.
  4. Memerhatikan staf secara individu: bisa menunjukkan perhatian terhadap
    pribadi, memperlakukan karyawan secara individual, melatih, menasehati.
    H. Joseph Reitz dalam Indah Dwi Rahayu (2017:2), dalam melaksanakan
    aktivitas pemimpin ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya
    kepemimpinan, yaitu:
  5. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan
    pemimpin, hal inimencakup nilai – nilai, latar belakang dan
    pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya
    kepemimpinan.
  6. Harapan dan perilaku atasan
  7. Karakteristik,harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap
    apa gaya kepemimpinan.
  8. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi
    gaya pemimpin.
  9. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku
    bawahan.
  10. Harapan dan perilaku rekan

Definisi Gaya Kepemimpinan


Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda antara
satu dan lainnya. Cara pandang mengenai isu-isu tertentu menjadi kapasitas
kepemimpinan individu. Tidak bisa dipungkiri bahwa menjadi seorang
pemimpin harus bertanggung jawab dan memiliki peran yang berat dan
berpengaruh. Akan tetapi, setiap hal dapat diatasi jika ia menggunakan taktik
dan strategi yang sesuai dengan keadaannya.
Menurut Rivai (2014), gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang
digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran
organisasi tercapai. Dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah
pola prilaku dan strategi yang disukai dan serig diterapkan oleh seorang
pemimpin.
Menurut Muyadi (2015), Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang
dimiliki seorang pimpinan yang menunjukkan suatu sikap yang menjadi ciri
khas tertentu untuk mempengaruhi pegawainya dalam mencapai tujuan
organisasi.
Menurut Hasibuan (2011), gaya kepemimpinan adalah cara seorang
pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan
bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan
menurut Thoha (dalam Teguh Sriwidadi dan Oey Charlie, 2011), gaya
kepemimpinan adalah cara yang digunakan oleh seorang pemimpin
dalam mempengaruhi bawahan agar mau melaksanakan tugas dan
kewajibannya sesuai dengan yang diharapkan agar tercapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya

Pengaruh kemampuan kerja terhadap kinerja karyawan


Menurut Nawawi (2003) kepentingan para pemimpin terhadap
kemampuan kerja seorang karyawan cenderung terpusat pada kinerja karyawan.
Pandangan ini mengenai hubungan antara kemampuan kerja karyawan dengan
kinerja pada hakekatnya dapat diringkas dalam pernyataan “seorang pekerja yang
bahagia adalah seorang pekerja yang produktif” banyak yang dilakukan oleh para
pemimpin dalam membuat para pekerjanya merasa senang dalam pekerjaannya.
Selain itu bukti yang cukup jelas bahwa karyawan yang memiliki kemampuan
kerja yang tinggi mempunyai tingkat keluar dari sebuah organisasi atau perusahaan lebih rendah. Pengaruh kemampuan kerja karyawan terhadap keluarnya karyawan karena ketidakpuasan sering dikaitkan dengan tingkat tuntunan dan keluhan
pekerja yang tinggi. Sebaliknya angkatan kerja yang memiliki kemampuan kerja
yang tinggi akan memberikan produktivitas yang tinggi sehingga kinerja yang
tinggi dapat tercapai.

Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan


Dalam hal ini kepemimpinan memiliki hubungan yang erat dengan kinerja
karyawan. Karena kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu
perusahaan. Kepemimpinan adalah sebagai proses mempengaruhi kegiatan yang
diorganisir dalam kelompok di dalam usahanya mencapai suatu tujuan yang telah
ditentukan. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa kepemimpinan selalu menyangkut
dalam hal mempengaruhi orang lain demi tercapainya suatu tujuan yang baik.
Seorang pemimpin dituntut memiliki tanggung jawab yang besar dan mampu
menunjukkan jalan yang baik atau benar, namun dapat pula dituntut untuk
mengepalai suatu pekerjaan atau kegiatan. Kinerja karyawan tidak hanya dilihat
dari keterampilan saja namun juga dilihat dari cara seseorang itu memimpin dan
mempengaruhi rekan kerjanya untuk mencapai tujuan yang menguntungkan
perusahaannya. Seorang pemimpin harus mampu berkontribusi terhadap prediksi
adanya pemberdayaan pada bawahan. Dalam hal ini pemimpin perusahaan juga dituntut untuk memotivasi bawahannya agar mereka mempertahankan prestasinya
dalam dunia kerja dan menghasilkan hasil kinerja yang efektif. Praktek kepemimpinan secara langsung berhubungan dengan kinerja organisasi (Nurjanah,
2008). Kepemimpinan yang diperankan dengan baik oleh seorang pemimpin
mampu memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik, hal ini akan membuat
karyawan lebih hati-hati berusaha mencapai target yang diharapkan perusahaan,
hal tersebut berdampak pada kinerjanya. Budaya organisasi mampu memoderasi
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja yang berdampak pada
peningkatan kinerja karyawan.

Pengaruh Kepercayaan terhadap kinerja karyawan


Kepercayaan menjadi media penting untuk merekatkan karyawan kepada
organisasi atau perusahaannnya. Selanjutnya perusahaan memerlukan kemampuan
karyawan untuk mewujudkan tujuannya. Kemampuan karyawan ini menjadi
landasan untuk melakukan evaluasi bagi perusahaan. Kinerja karyawan menjadi
sangat penting, karena kinerja menjadi suatu ukuran keberhasilan karyawan dalam
menjalankan tugas pekerjaannya. Karena itu diperlukan bentuk penilaian kinerja,
yaitu suatu pengertian yang fleksibel untuk para penyelia dan semua yang mereka
atur, menjalankan fungsi sebagai mitra, tetapi tetap didalam kerangka yang menguraikan bagaimana mereka dapat bekerja secara bersama-sama dengan baik
(Suripto, 2011).

Pengaruh kemampuan kerja terhadap kepercayaan


Kemampuan kerja merupakan suatu keadaan yang ada pada diri pekerja
yang secara sungguh-sungguh berdaya guna dan berhasil guna dalam bekerja
sesuai bidang pekerjaannya. Faktor kemampuan kerja merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dan berpengaruh terhadap keberhasilan karyawan di dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, karena kemampuan merupakan potensi yang ada
dalam diri seseorang untuk berbuat sesuatu, sehingga memungkinkan seseorang
untuk dapat melakukan pekerjaan ataupun tidak dapat melakukan pekerjaan
tersebut (Mangkunegara, 2005).
Kemampuan atau ability merujuk ke suatu kapasitas individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Itulah penilaian dewasa ini
akan apa yang dapat dilakukan seseorang. Seluruh kemampuan seorang individu
pada hakekatnya tersusun dari dua faktor, kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan yang dimiliki oleh seseorang akan berdampak pada kepercayaan dalam bekerja. Hal ini dikarenakan dengan adanya kemampuan
seseorang dalam bekerja, maka seseorang tersebut akan percaya diri untuk dapat
menyelesaikan segala pekerjaan baik yang memiliki target atau yang tidak memilih target tanpa adanya rasa kurang percaya diri.

Pengaruh kepemimpinan terhadap kepercayaan


Wahab (2008) menguraikan bahwa keberhasilan kepemimpinan pada
hakikatnya berkaitan dengan tingkat kepedulian seorang pemimpin terlibat
terhadap kedua orientasi, yaitu apa yang telah dicapai oleh organisasi
(organizational achievement) dan pembinaan terhadap organisasi (organizational
maintenance). Hal yang sama dikatakan oleh Wahjosumidjo (2007) bahwa keberhasilan kepemimpinan pada hakikatnya berkaitan dengan tingkat kepedulian
seorang pemimpin terlibat terhadap kedua orientasi, yaitu (1) apa yang telah dicapai oleh organisasi (organizational achievement), mencakup: produksi, pendanaan, kemampuan adaptasi dengan program-program inovatif dan lain sebagainya, (2) pembinaan terhadap organisasi (organizational maintenance), mencakup:
kepuasan bawahan, motivasi dan semangat kerja. Bahkan Wahjosumidjo
menambahkan bahwa, kedua orientasi tersebut merupakan indikator yang dapat
dipakai untuk menilai keberhasilan suatu kepemimpinan.
Menurut Robbins (2009), kepercayaan adalah esensi kepemimpinan, sebab
mustahil memimpin orang yang tidak mempercayai anda. Kepercayaan sebagai
kekuatan emosi yang dimulai dengan merasa memiliki harga diri dan makna diri
sehingga kita terpanggil untuk memancarkan pada orang lain. Berdasarkan
penelitian Natalman (2007) tingkat keefektifan kepemimpinan tidak dapat
mempengaruhi secara tidak langsung terhadap kepercayaan karyawan.

Indikator kinerja karyawan


Indikator-indikator kinerja menurut Mangkunegara (2013), yaitu:
1) Kualitas
Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan mengerjakan apa yang
seharusnya dikerjakan.
2) Kuantitas
Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu
harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai itu
masing-masing.
3) Kehandalan
Kehandalan kerja adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan
pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.
4) Sikap kerja
Sikap kerja adalah kemampuan individu untuk dapat melaksanakan pekerjaan
yang sedang dilakukannya. Adapun aspek-aspek psikologi yang termasuk
didalamnya adalah :
a) Sistematika kerja, merupakan kemampuan individu untuk melakukan
kegiatan atau menyelesaikan pekerjaannya secara sistematis.
b) Daya tahan kerja, adalah kemampuan individu untuk tetap mempertahankan
produktivitasnya tanpa kehilangan motivasi untuk melakukan kegiatan kerja
tersebut.
c) Ketelitian kerja, adalah kemampuan individu untuk melakukan sesuatu
dengan cara cepat, cermat serta teliti.
d) Kecepatan kerja, yaitu kemampuan individu untuk mengerjakan suatu
pekerjaan dengan batas waktu tertentu.
e) Keajegan kerja, adalah konsistensi dari pola atau irama dalam bekerja.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberikan kontribusi kepada organisasi yang diantara lain termasuk: 1)
Kuantitas. 2) Kualitas. 3) Jangka waktu. 4) Kehadiran ditempat kerja dan sikap
kooperatif. Terdapat beberapa data atau sumber pengukuran perusahaan terhadap
kinerja antara lain: 1) Kualitas pekerjaan. 2) Kejujuran karyawan. 3) Inisiatif.

Penilaian kinerja karyawan


Penilaian kinerja (performance appraisal), yang dikenal juga dengan
istilah evaluasi kinerja (performance evaluation) pada dasarnya merupakan proses
yang digunakan perusahaan untuk mengvaluasi job performance (kinerja).
Menurut Robbins (2003), ada lima pihak yang dapat melakukan penilaian kinerja
pegawai, yaitu:
1) Atasan langsung
Sekitar 96% dari semua evalusi kinerja pada tingkat bawah dan menengah dari
organisasi dijalankan oleh atasan langsung pegawai itu karena atasan langsung
yang memberikan pekerjaan dan paling tahu kinerja pegawainya.
2) Rekan sekerja
Penilaian kinerja yang dilakukan oleh rekan sekerja dilaksanakan dengan
pertimbangan. Pertama, rekan sekerja dekat dengan tindakan. Interaksi seharihari memberikan kepada pegawai pandangan menyeluruh terhadap kinerja
seseorang pegawai dalam pekerjaan. Kedua, dengan menggunakan rekan
sekerja sebagai penilai menghasilkan sejumlah penilaian yang independen.
3) Evaluasi diri
Evaluasi ini cenderung mengurangi sifat pembelaan defensif para pegawai
mengenai proses penilaian, dan evaluasi ini merupakan sarana yang unggul
untuk merangsang pembahasan kinerja pegawai dan atasan pegawai.
4) Bawahan langsung
Penilaian kinerja pegawai oleh bawahan langsung dapat memberikan informasi
yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang atasan karena lazimnya penilai
mempunyai kontak yang sering dengan yang dinilai.
5) Pendekatan menyeluruh: 360 derajat penilaian kinerja pegawai dilakukan oleh
atasan, pelanggan, rekan sekerja, dan bawahan. Penilaian kinerja ini cocok di
dalam organisasi yang memperkenalkan tim.
Dari hasil studi Lazer dan Wikstrom yang dikutif oleh Rivai (2004) bahwa
aspek-aspek yang dinilai dari penilaian kinerja adalah :
a) Kemampuan teknis. Kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik,
dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman
dan pelatihan yang diperolehnya.
b) Kemampuan konseptual. Kemampuan untuk memahami kompleksitas
perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam
bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai
seorang karyawan.
c) Kemampuan hubungan interpersonal. Kemampuan untuk bekerja sama dengan
orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain.

Pengertian kinerja karyawan


Menurut Mangkunegara (2005) kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Oleh karena itudapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi
kerja, atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM
per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003) menyatakan bahwa kinerja
merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau
kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Sedangkan kinerja suatu
jabatan secara keseluruhan sama dengan jumlah (rata-rata) dari kinerja fungsi
pegawai atau kegiatan yang dilakukan. Kinerja juga diartikan lain oleh Hasibuan
(2001) mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
Marwansyah (2014) ada tiga level kinerja yaitu ; (1) kinerja organisasi,
merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi
terkait dengan tujuan organisasi, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi;
(2) kinerja proses, merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan
produk atau layanan yang dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses, dan
manajemen proses; (3) kinerja individu/pekerjaan, merupakan pecapaian efektifitas pada tingkah pegawai atau pekerjaan yang dipengaruhi oleh tujuan
pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik
individu. Pendapat lain menurut Marwansyah (2014) mengatakan bahwa kinerja
adalah pencapaian atau prestasi seseorang berkenaan dengan tugas-tugas yang
dibebankan padanya.

Indikator Kepercayaan


Menurut Ainurrofiq (2007) yang membentuk kepercayaan seseorang
terhadap yang lain ada tiga yaitu:
a) Kemampuan. Kepercayaan adalah ranah khusus, sehingga individu membutuhkan keyakinan akan seberapa baik seseorang memperlihatkan performanya.
Faktor pengalaman dan pembuktian performanya akan mendasari munculnya
kepercayaan orang lain terhadap individu. Kim (dalam Ainurrofiq, 2007)
menyatakan bahwa ability meliputi kompetensi, pengalaman, pengesahan
institusional, dan kemampuam dalam ilmu pengetahuan.
b) Integritas. Integritas terlihat dari konsistensi antara ucapan dan perbuatan
dengan nilai-nilai diri seseorang. Kejujuran saja tidak cukup untuk menjelaskan
tentang integritas, namun integritas memerlukan keteguhan hati dalam menerima tekanan. Kim (dalam Ainurrofiq, 2007) mengemukakan bahwa integrity
dapat dilihat dari sudut kewajaran (fairness), pemenuhan (fulfillment),
kesetiaan (loyalty), keterus-terangan (honestly), keterkaitan (dependability),
dan kehandalan (reliabilty).
c) Kebaikan hati. Kebaikan hati berkaitan dengan intense (niat). Ada ketertarikan
dalam diri seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut akan
mengarahkannya untuk memikirkan orang tersebut dan memberikan intense
untuk percaya atau tidak dengan orang tersebut.
Kepercayaan adalah keyakinan bahwa seorang karyawan akan bersikap
jujur dan tunduk pada komitmen, para pemimpin organisasi dan keyakinan bahwa
tindakan-tindakan organisasi akan memberi manfaat bagi karyawan. Rasa saling
percaya atau rasa percaya antar-pribadi mengandung unsur kognitif dan afektif
(McAllister 1995). Sisi kognitif berkaitan dengan keputusan untuk mempercayai
atau tidak mempercayai pihak lain. Keputusan untuk mempercayai ini dibuat
berdasarkan alasan-alasan yang baik, seperti tanggung jawab, keandalan, dan
kompetensi (Lewis & Weigert 1985). Menurut Simmel (1964) keterpercayaan
tidak diperlukan bila individu memiliki pengetahuan lengkap akan pihak lain.
Rasa saling percaya juga bukan pilihan yang rasional bila individu tidak memiliki
pengetahuan sama sekali akan pihak lain. Singkatnya, keputusan untuk mempercayai adalah rasional jika situasi/tingkat pengetahuannya berada diantara
keduanya. Dalam hal ini, rasa saling percaya sepertinya mengandung orientasi
kognitif yang kuat. Fox menggunakan istilah keterpercayaan institusi untuk
menyebut kepercayaan pegawai terhadap CEO dan manajemen pusat perusahaan.
Belum banyak penelitian empiris yang dilakukan dalam bidang keterpercayaan
institusi atau keterpercayaan manajemen pusat ini. Kepercayaan berbasiskan
pengetahuan kepercayaan yang diberikan bawahan kepada atasan yang didasarkan
pada keyakinan bahwa atasannya memang benar dan mampu.
Menurut Kuratko dan Hoodgets (2007) seseorang yang unggul mampu
menciptakan kreativitas dan inovasi sebagai dasar untuk tumbuh dan berkembang.
Seseorang yang memiliki tingkat keyakinan tinggi atas kemampuan diri untuk
berhasil cenderung memiliki tingkat kepercayaan tinggi untuk melakukan banyak
hal dengan baik dan sukses. Sebaliknya, tanpa adanya keyakinan kepercayaan
untuk sukses dan selalu berinovasi akan menurunkan semangat untuk berjuang
dalam bekerja

Jenis-Jenis Kepercayaan


Menurut Robbins dan Judge (2008) terdapat 3 jenis kepercayaan, yaitu:
a) Kepercayaan berbasis pencegahan. Kepercayaan yang didasarkan pada kekhawatiran akan terjadinya pembalasan dendam jika kepercayaan itu
dikhianati/diingkari.
b) Kepercayaan berbasis pengetahuan. Kepercayaan didasarkan pada kemampuan
memprediksi perilaku yang bersumber dari pengalaman interaksi.
Kepercayaan ini terbentuk jika anda memiliki informasi yang memadai
mengenai seseorang
sehingga anda mengenal mereka dengan cukup baik dan dapat memperkirakan
perilaku mereka dengan tepat.
c) Kepercayaan berbasis identifikasi. Kepercayaan berdasarkan pemahaman atas
niat orang lain dan menghargai keinginan pihak lain. Kepercayaan ini juga merupakan jenis kepercayaan yang idealnya mesti dicapai oleh manajer dalam
tim.
Seseorang membentuk tiga jenis kepercayaan Mowen, dkk (2002):

  1. Kepercayaan atribut-objek (object-attribute beliefs). Pengetahuan tentang sebuah objek memiliki atribut khusus yang disebut kepercayaan atribut-objek.
    Kepercayaan atribut-objek menghubungkan sebuah atribut dengan objek,
    seperti seseorang, barang, atau jasa
  2. Kepercayaan atribut-manfaat. Kepercayaan atribut-manfaat merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh sebuah atribut tertentu menghasilkan
    atau memberikan manfaat tertentu. Seseorang mencari produk dan jasa yang
    akan menyelesaikan masalah-masalah mereka dan memenuhi kebutuhan
    mereka, dengan kata lain, memiliki atribut yang akan memberikan manfaat
    yang dapat dikenal.
  3. Kepercayaan objek-manfaat. Kepercayaan objek-manfaat merupakan persepsi
    konsumen tentang seberapa jauh produk, orang, atau jasa tertentu yang akan
    memberikan manfaat tertentu.

Cara Membangun kepercayaan


Menurut Sopiah (2008) dalam membangun kepercayaan, pemimpin mempunyai dampak yang besar terhadap iklim kepercayaan sebuah organisasi.
Akibatnya pemimpin perlu membina kepercayaan diantara mereka sendiri dan
anggotanya. Berikut cara-cara untuk membangun kepercayaan:
a) Tunjukkan cara dalam bekerja, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
orang lain.
b) Menjadikannya sebagai pemain tim
c) Mempraktikkan keterbukaan
d) Bersikap adil
e) Memelihara keyakinan
f) Menunjukkan kompetensi yang dimiliki.

Pengertian Kepercayaan


Kepercayaan adalah suatu harapan positif bahwa orang lain tidak akan
bertindak secara oportunistik. Istilah oportunistik merujuk pada resiko di dalam
hubungan berbasis kepercayaan. Menurut Cumming dan Bromiley, yang dikutip
oleh Altuntas dan Baykal (2010) konsep kepercayaan telah didefinisikan sebagai:
rasa percaya diri dan komitmen tanpa persepsi ketakutan, dan keraguan, seseorang
percaya bahwa ia akan menerima dukungan dan kolaborasi dalam memecahkan
masalah pada saat dibutuhkan, tanpa adanya motif tersembunyi yang mendasari
dan/atau pikiran negatif pada bagian dari orang lain. Kepercayaan Organisasi yang
merupakan dasar dari hubungan intern organisasi, memiliki beberapa definisi
dalam literatur.
Menurut Ba dan Pavlou (2002) mendefinisikan kepercayaan sebagai
penilaian hubungan seseorang dengan orang lain yang akan melakukan transaksi
tertentu sesuai dengan harapan dalam sebuah lingkungan yang penuh ketidakpastian. Kepercayaan terjadi ketika seseorang yakin dengan reliabilitas dan
integritas dari orang yang dipercaya. Walgito (2010) menyatakan bahwa
kepercayaan diri (Self-Confidence) merupakan dasar bagi berkembangnya sifatsifat mandiri, kreatif, dan bertanggung jawab, sebagai ciri manusia yang
berkualitas yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi lantangan masa depan.
Dipandang sebagai orang yang dapat dipercaya, seseorang harus dilihat
sebagai seseorang yang jujur, kompeten, dan memiliki ketulusan pada orang lain.
Kepercayaan (trust) tidak dapat diminta atau dipaksakan tetapi harus dihasilkan.
Kepercayaan timbul dari suatu proses yang lama sampai kedua belah pihak saling
mempercayai. Apabila kepercayan sudah terjalin antara organisasi dan karyawannya, maka usaha untuk membinanya lebih mudah.

Indikator Kemampuan Kerja


Dalam susunan organisasi kemampuan seseorang perlu diidentifikasikan
dengan peranan dan kedudukan pegawai, sehingga dalam proses pengembangan
organisasi dan pengembangan sumber daya manusia dalam tahap seleksi, pembinaan, dan pengawasan karier dapat dicapai dengan prinsip menempatkan
pegawai sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Menurut Gibson (1990)
menjelaskan ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh aparat untuk
mencapai efektivitas dan efisiensi kerja, antara lain:
a) Kemampuan berinteraksi (interaction ability) yang meliputi unsur:
1) Kemampuan seseorang aparat untuk menciptakan dan menjaga hubungan
pribadi;
2) Kemampuan seseorang aparat untuk berkomunikasi dengan rekannya secara
efektif;
b) Kemampuan konseptual (conceptual ability)
1) Kemampuan seseorang pegawai untuk membina dan menganalisis informasi
baik didalam maupun dan luar lingkungan organisasi.
2) Kemampuan untuk merefleksikan arti perubahan tersebut dalam tugas.
3) Kemampuan untuk menentukan keputusan yang berkaitan dengan bidang
tugasnya.
4) Kemampuan untuk melakukan perubahan dalam pekerjaannya terutama
yang perlu dalam organisasi.
c) Kemampuan Administrasi (Administratife ability)
1) Kemampuan seseorang pegawai untuk mengembangkan dan mengikuti
rencana-rencana kebijakan dan prosedur yang efektif.
2) Kemampuan untuk memproses tata warkat átau kertas kerja dengan baik,
teratur dan tepat waktu.
3) Kemampuan untuk mengelola pengeluaran atas suatu anggaran.
4) Kemampuan untuk menggunakan pengetahuannya, peralatan-peralatan,
pengalaman dan teknis-teknis dan berbagai disiplin ilmu untuk memecahkan
masalah.
Menurut Robbins (2003) untuk mengetahui seseorang pegawai mampu atau
tidak dalam melaksanakan pekerjaannya dapat kita lihat melalui beberapa indikator yang ada di bawah ini. Indikator kemampuan kerja adalah sebagai berikut:

  1. Kesanggupan kerja
    Kesanggupan kerja pegawai adalah suatu kondisi dimana seorang pegawai merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
  2. Pendidikan
    Pendidikan adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan seseorang
    termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.

Jenis Kemampuan Kerja


Setiap organisasi pasti mengharapkan dan berupaya sekuat tenaga untuk
dapat mencapai tujuan kinerja yang ditetapkan sebelumnya. Meskipun banyak
faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalannya mencapai
tujuan tersebut, namun untuk sebagian besar ditentukan oleh kemampuan sumber
daya manusia yang terdapat didalamnya. Baik sebagai pekerja bawah, menengah,
maupun yang menduduki jabatan pemimpin. Senada dengan penjelasan mengenai
pengertian kemampuan diatas, menurut Greenberg dan Baron kemampuan
merupakan kapasitas mental dan fisik untuk mewujudkan berbagai tugas,
sedangkan Colquitt, LePine, dan Wesson membagi kemampuan dalam tiga
kategori, yaitu cognitive, emotional, dan physical. Secara bersama-sama
kemampuan ini menunjukkan pada what people can do, apa yang dapat dilakukan
orang. Hal ini untuk membedakan dengan kepribadian yang menunjukkan what
people are like, seperti apa orang itu (wibowo, 2013). Berdasarkan pendapatpendapat diatas dapat dijelaskan bahwa terdapat bermacam-macam jenis kemampuan, yaitu:
a. Kemampuan intelektual.
Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk
menjalankan kegiatan mental, seperti berpikir, menalar, dan memecahkan
masalah. Setiap pekerjaan mempunyai tuntutan terhadap kemampuan intelek-
tual yang berbeda. Karena setiap pekerjaan tertentu memerlukan kemampuan
intelektual yang sesuai untuk mendapatkan hasil dengan efektif.
b. Kemampuan kognitif.
Kemampuan ini menunjukkan kapabilitas berkaitan dengan aplikasi
pengetahuan dalam pemecahan masalah. Kemampuan kognitif sangat relevan
dengan pekerjaan, karena menyangkut pekerjaan yang melibatkan penggunaan
informasi untuk membuat keputusan dan pemecahan masalah.
c. Kemampuan fisik.
Kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan
yang semacam. Jadi kemampuan ini lebih pada menuntut stamina dan ketangkasan dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya.
d. Kemampuan Emosional
Kemampuan ini lebih pada kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri,
sehingga ketika terjadi masalah tidak akan menggangu kinerjanya maupun
orang lain yang ada disekitarnya, dengan demikian orang tersebut dapat
mengendalikan emosinya.

Strategi Meningkatkan Kemampuan Kerja


Pengembangan kemampuan sumber daya manusia merupakan kegiatan
yang harus dilaksanakan organisasi agar pengetahuan, keterampilan, dan sikap
pegawai dapat sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang harus mereka laksanakan.
Menurut surya dharma dalam Suhaedin (2009) bahwa untuk meningkatkan
kemampuan kerja pegawai/karyawan agar dapat memenuhi tuntutan kerja yang
tinggi, dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
a) Kontrol: memberi karyawan kewenangan untuk mengontrol keputusan
mengenai bagaimana mereka mengerjakan pekerjaan mereka.
b) Strategi atau visi: menawarkan kepada karyawan/pegawai visi dan arahan yang
membuat mereka memiliki komitmen untuk bekerja keras.
c) Tantangan kerja: memberi karyawan/pegawai stimulasi kerja yang dapat
mengembangkan keterangan baru.
d) Kolaborasi dan teamwork: membentuk tim-tim untuk melakukan pekerjaan.
e) Kultur kerja: membangun suatu lingkungan dan suasana keterbukaan, menarik,
menyenangkan, dan penuh penghargaan.
f) Memberi keuntungan: memberi kompensasi kepada karyawan/pegawai karena
menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
g) Komunikasi: menyebarkan informasi sesering mungkin dan secara terbuka.
h) Perhatian: memastikan bahwa setiap karyawan/pegawai diperlakukan sesuai
martabatnya.
i) Teknologi: memberi karyawan/pegawai teknologi yang membuat pekerjaan
mereka menjadi lebih mudah.
j) Pelatihan dan pengembangan: memastikan bahwa karyawan memiliki
ketrampilan untuk mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik.

Pengertian Kemampuan Kerja


Kemampuan menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan tugas atau
pekerjaan. Kemampuan seseorang merupakan perwujudan dari pengetahuan dan
ketrampilan yang dimiliki. Menurut Bernardin dan Russel, (2006) definisi
performance adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.
Kemampuan menekankan pengertian sebagai hasil atau apa yang keluar
(outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi. Jadi
kemampuan kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
Menurut Moenir (2006) menyatakan bahwa kemampuan dalam dalam
hubungannya dengan pekerjaan sebagai variabel individu. Kemampuan tidak
dapat dipisahkan dengan konsep ketrampilan. Ketrampilan dalam hal ini merupakan sifat bawahan sejak lahir atau dipelajari yang memungkinkan seorang
melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik, maka ketrampilan dinyatakan
sebagai kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan
dipergunakan dalam tugas.
Oleh karena itu, kemampuan ketrampilan kerja yaitu kemampuan,
pengetahuan dan penguasaan pegawai atas teknis pelaksanaan tugas yang
diberikan. Setiap instansi didirikan memiliki tujuan dan untuk mencapai tujuan
tersebut harus didukung beberapa faktor. Salah satunya adalah kinerja dari
pegawai instansi tersebut dalam mencapai produktivitas yang telah ditetapkan
instansi. Kinerja seorang pegawai dipengaruhi oleh beberapa variabel dimana
salah satunya adalah kemampuan kerja.

Indikator kepemimpinan


Pemimpin yang efektif digerakkan oleh tujuan-tujuan jangka panjang dan
ia memiliki cita-cita yang tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya. Kepemimpinan banyak berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang dalam
pemimpin dan mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya (karyawan). Begitu
juga dengan kepemimpinan saat ini di perusahaan akan sangat berperan penting
baik terhadap lingkungan maupun kinerja karyawannya.
Menurut Mangkunegara (2013) yang dikemukakan dalam teori sifat bahwa
seseorang telah memiliki sifat kepemimpinan akan tetapi tergantung bagaimana
seseorang tersebut dapat mengelolanya. Adapun sifat-sifat tersebut dapat tumbuh
dengan adanya tingkat pencapaian melalui pendidikan dan pelatihan. Beberapa
sifat yang dimiliki seseorang pimpinan antara lain taqwa, sehat, cakap, jujur,
sabar, tegas, setia, cerdik, berani, disiplin, berwawasan luas, komunikatif,
berkemauan keras, tanggung jawab dan sifat positif lainnya.
Menurut Tjihardjadi (2007) bakat kepemimpinan adalah seorang pemimpin harus memiliki sifat kerendahan hati dan integritas. Dalam kepemimpinan, diri sendiri itulah yang akan terlihat bagaimana seseorang dianggap
mampu memimpin orang lain. Intropeksi merupakan jalan yang tepat untuk
mengetahui apakah seseorang tersebut memiiliki bakat kepemimpinan dan bisa
memimpin orang lain. Dengan instropeksi, seseorang tidak akan mudah menyalahkan orang lain, dan bakat itulah yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dengan bakat kerendahan hati seorang pemimpin diharapkan para pengikutnya menyadari bahwa mereka memang bertugas sebagai suruhan pemimpin
tersebut tanpa harus menggunakan paksaan untuk menggerakkan mereka.
Menurut Karim (2010) pemimpin yang berkomitmen tinggi adalah
pemimpin yang banyak berkorban untuk terwujudnya sebuah visi misi.
Pengorbanan itu dilakukan karena para pemimpin itu mencintai visi dan misi
organisasi. Selain dua perilaku di atas, terdapat juga perilaku yang lain seperti
bervisi jelas, tekun, pekerja keras, konsisten dalam ucapannya, menanamkan rasa
hormat kepada karyawannya, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan
kepercayaan pada para pengikutnya. Selain itu pola pikir seorang pemimpin seharusnya lebih memiliki sifat keterbukaan atau transparan, terutama dalam memandang posisi sumber daya manusia yang ada

Teori-teori Kepemimpinan


Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seseorang menjadi pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Teori-teori kepemimpinan
menurut Thoha (2003):

  1. Teori sifat (trait theory).
    Teori ini menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada korelasi sebab
    akibat antara sifat dan keberhasilan manajer, pendapatnya itu merujuk pada
    hasil penelitian Keith Davis yang menyimpulkan ada empat sifat umum yang
    berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu :
    a) Kecerdasan, pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai
    tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin.
    Namun demikian pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari
    kecerdasan pengikutnya.
    b) Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial, para pemimpin cenderung
    menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai
    perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai
    keinginan menghargai dan dihargai.
    c) Motivasi dan dorongan prestasi, para pemimpin secara relatif mempunyai
    dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka berusaha
    mendapatkan penghargaan yang instrinsik dibandingkan dari yang
    ekstrinsik.
    d) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, para pemimpin yang berhasil mau
    mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak
    kepadanya, dalam istilah penelitian Universitas Ohio, pemimpin itu
    mempunyai perhatian, dan kalau mengikuti istilah penemuan Michigan,
    pemimpin itu berorientasi pada karyawan bukan berorientasi pada produksi.
    Menurut Mangkunegara (2013) seseorang yang dilahirkan sebagai
    pimpinan karena memiliki sifat-sifat sebagai pimpinan. Namun pada dalam
    teori ini juga tidak memungkiri bahwa sifat-sifat sebagai pimpinan tidak
    seluruhnya dilahirkan, tetapi ada yang dicapai melalui pendidikan dan
    pelatihan. Peran penganut teori sifat ini berusaha menggeneralisasikan sifatsifat umum yang dimiliki oleh pemimpinnya, seperti sifat fisik, mental dan
    kepribadian. Dengan asumsi pemikiran, bahwa keberhasilan seseorang sebagai
    pemimpin ditentukan oleh kualitas sifat atau karakteristik tertentu yang
    dimiliki dalam diri pimpinan tersebut, baik berhubungan dengan fisik, mental,
    psikologis, personalitas, dan intelektual. Beberapa sifat yang dimiliki seseorang
    pimpinan antara lain taqwa, sehat, cakap, jujur, tegas, setia, cerdik, berani,
    disiplin, berwawasan luas, komunikatif, berkemauan keras, tanggung jawab
    dan sifat positif lainnya.
  2. Teori kelompok.
    Teori ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara pemimpin dan
    pengikut-pengikutnya. Teori kelompok ini dasar perkembangannya pada
    psikologi sosial. Menurut Mangkunegara (2013) sering disebut dengan teori
    perilaku dimana teori ini dilandasi pemikiran, bahwa kepemimpinan merupakan interaksi antar pemimpin dengan pengikut, dan dalam interkasi
    tersebut pengikutlah yang melakukan menganalisis dan mempersepsikan
    apakah menerima atau menolak kepemimpinannya. Pendekatan perilaku
    menghasilkan dua orientasi yaitu perilaku pimpinan yang berorientasi pada
    tugas atau yang mengutamakan penyelesaian tugas dan perilaku pemimpin
    yang berorientas pada orang yang mengutamakan penciptaan hubunganhubungan manusiawi.
  3. Teori situasional
    Teori ini menyatakan bahwa beberapa variabel situasional mempunyai
    pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan, dan pelakunya
    termasuk pelaksanaan kerja dan kepuasan para pengikutnya. Beberapa variabel
    situasional diidentifikasikan, tetapi tidak semua ditarik oleh situasional ini.
    Menurut Rivai, Veithzal, Darmansyah, Ramly (2014) suatu pendekatan
    terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami
    perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu
    gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin untuk
    memiliki ketrampilan diagnostik dalam perilaku manusia.
  4. Teori kepemimpinan kontijensi
    Model kepemimpinan yang dikemukakan oleh Fielder sebagai hasil
    pengujian hipotesa yang telah dirumuskan dari penelitiannya terdahulu. Model
    ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang
    menyenangkan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut
    ini:
    a) Hubungan pimpinan anggota, variable ini sebagai hal yang paling menentukan dalam menciptakan situasi yang menyenangkan.
    b) Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan urutan kedua dalam
    menciptakan situasi yang menyenangkan.
    c) Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini
    merupakan urutan ketiga dalam menciptakan situasi yang menyenangkan.
  5. Teori jalan tujuan (Path-Goal theory).
    Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Geogepoulos dan kawankawannya di Universitas Michigan. Pengembangan teori ini selanjutnya
    dilakukan oleh Martin Evans dan Robert House. Secara pokok, teori path-goal
    dipergunakan untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan kerja bawahan. Ada dua
    factor situasional yang telah diidentifikasikan yaitu sifat personal para
    bawahan, dan tekanan lingkungan dengan tuntutan-tuntutan yang dihadapi oleh
    para bawahan. Untuk situasi pertama teori path-goal memberikan penilaian
    bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan
    melihat perilaku tersebut merupakan sumber yang segera bisa memberikan
    kepuasan, atau sebagai suatu instrument bagi kepuasan masa depan. Adapun
    faktor situasional kedua, path-goal, menyatakan bahwa perilaku pemimpin
    akan bisa menjadi factor motivasi terhadap para bawahan, yang diperlukan
    untuk mengefektifkan pelaksanaan kerja.

Gaya kepemimpinan


Menurut Priansa dan Suwatno (2011), gaya kepemimpinan dibagi menjadi
empat jenis yaitu:
1) Gaya Kepemimpinan Transaksional. Kepemimpinan ini berfokus pada transaksi antar pribadi, antara manajemen dan karyawan, dua karakteristik yang
melandasi kepemimpinan transaksional yaitu :
a) Para pemimpin menggunakan penghargaan kontigensi untuk motivasi para
karyawan.
b) Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan
gagal mencapai tujuan kinerja.
2) Kepemimpinan Kharismatik. Kepemimpinan ini menekankan perilaku pemimpin yang simbolis, pesan-pesan mengenai visi dan memberikan inspirasi,
komunikasi non verbal, daya tarik terhadap nilai-nilai ideologis, stimulasi
intelektual terhadap para pengikut oleh pimpinan, penampilan kepercayaan diri
sendiri dan untuk kinerja yang melampaui panggilan tugas.
3) Kepemimpinan Visioner. Kepemimpinan ini merupakan kemampuan untuk
menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realitas, dapat dipercaya,
atraktif dengan masa depan suatu organisasi atau unit organisasi yang terus
tumbuh dan mengikat.
4) Kepemimpinan Tim. Menjadi pemimpin efektif harus mempelajari keterampilan seperti kesabaran untuk membagi informasi, percaya pada orang
lain, menghentikan otoritas dan memahami kapan harus melakukan intervensi.

Hubungan antar Variabel Komunikasi dengan Kinerja Karyawan


Komunikasi merupakan jalannya proses dimana seseorang maupun kelompok
orang menciptakan serta menggunakan sejumlah informasi agar saling terhubung
dengan lingkungan sekitar. Komunikasi bisa dilakukan dengan adanya pola
komunikasi dalam penyampaian informasi dari atasan ke karyawan dan sebaliknya
dari karyawan ke atasan ataupun dari karyawan ke karyawan. Kelancaran
komunikasi akan membentuk seorang karyawan mampu memahami pekerjaannya,
sehingga akan membuatnya mudah menyelesaikan pekerjaan dengan hasil akhir
yang baik yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja karyawan tersebut.

Hubungan antara Variabel Kepemimpinan dengan Kinerja Karyawan


Kepemimpinan merupakan sebuah kemampuan yang terletak di dalam diri
seseorang untuk bisa mempengaruhi orang lain atau memandu pihak tertentu untuk
mencapai tujuan. Sedangkan kinerja karyawan adalah hasil dari serangkaian
pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan sehingga menghasilkan sebuah
kualitas kerja dimana menjadi tolak ukur untuk menentukan bagaimana sebuah
peusahaan mampu menciptakan atau membentuk kinerja karyawannya dengan
baik. Fungsi kepemimpinan disini ialah sebagai dasar penentuan untuk
mengarahkan setiap hal yang berhubungan dengan karyawan. Entah dari cara
berpikir, berperilaku maupun bersikap dengan atasan atau rekan kerja sehingga
diharapkan untuk bisa memiliki kinerja yang baik.

Indikator Kinerja


Indikator dari kinerja karyawan menurut (Robbins, 2006) adalah:

  1. Kualitas
    Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang
    dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampulan dan kemampuan
    karyawan.
  2. Kuantitas
    Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit,
    jumlah siklus aktivitas yang diselsaikan.
  3. Ketepatan Waktu
    Merupakan tingkat aktivitas diselsaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat
    dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang
    tersedia untuk aktivitas lain.
  4. Kemandirian dalam bekerja
    Merupakan tingkat kerja yang bersumber dari faktor kesadaran akan peran dan
    tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja


Menurut Mangkunegara (2012 : 14) mengatkan bahwa kinerja pada
umumnya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :

  1. Faktor individual yang terdiri dari :
    (1) Kemampuan dan keahlian
    (2) Latar belakang
    (3) Demografi
  2. Faktor psikologi yang terdiri dari :
    (1) Persepsi
    (2) Atitude
    (3) Personality
    (4) Pelatihan
    (5) Motivasi
  3. Faktor organisasi yang terdiri dari :
    (1) Sumber daya
    (2) Kepemimpinan
    (3) Penghargaan
    (4) Struktur
    (5) Job Design
    Sedangkan menurut Siagian (2002) menyatakan bahwa kinerja karyawan
    dipengaruhi beberapa fakt
  4. Lingkungan kerja
  5. Budaya organisasi
  6. Kepemimpinan
  7. Motivasi kerja
  8. Disiplin kerja
  9. Kepuasan kerja
  10. Komunikasi dan faktor faktor lainnya.

Kinerja


Menurut Mangkunegara (2000) mengatakan kinerja adalah hasil kerja baik
secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
tugasnya yang sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.
Menurut Wibowo (2007) kinerja merupakan hasil pekerjaan yang
mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi. Lingkungan
tersebutmeliputi banyak faktor globalisasi berkembang, perubahan teknologi yang
cepat, dan kebutuhan yang berkembang untuk karyawan dan sekaligus sebagai
peningkatan kinerja.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja seorang
karyawan yang memiliki hubungan dengan tujuan perusahaan dimana
mengedepankan kualitas dan kuantias yang dihasilkan.

Indikator Komunikasi


Menurut Mangkunegara (2000) yang di kutip dari Rensius, indikatorindikator komunikasi antara lain adalah :

  1. Kemudahan dalam memperoleh informasi,
    Kinerja yang baik dari seseorang dapat tercipta apabila terdapat kemudahan
    dalam memperoleh informasi dalam suatu proses komunikasi maka terwujud
    kelancaran dalam pemindahan ide, gagasan maupun pengertian dari seseorang ke
    orang lain.
  2. Intensitas komunikasi
    Apabila banyaknya terjadi percakapan yang baik, maka proses komunikasi
    menjadi semakin lancar. Intensitas komunikasi sangat diperlukan guna kelancaran
    dalam proses komunikasi dalam suatu organisasi.
  3. Efektivitas komunikasi
    Efektivitas komunikasi mengandung pengertian bahwa komunikasi yang
    bersifat arus langsung, Artinya proses komunikasi yang dilakukan secara langsung
    dengan adanya frekuensi tatap muka untuk memudahkan orang lain mengetahui apa
    yang disampaikan komunikator.
  4. Tingkat pemahaman pesan
    Seseorang dapat memahami apa yang ingin disampaikan oleh seorang
    komunikator kepada penerima juga tergantung pada tingkat pemahaman seseorang.
    Adanya komunikasi yang baik dan lancar dapat lebih memudahkan seseorang atau
    penerima mengerti dan memahami pesan yang akan disampaikan.

Unsur Komunikasi


Dalam berkomunikasi memiliki unsur-unsur yang sangat penting.
Berdasarkan dari definisi komunikasi diatas, dalam Mulyana (2010) untuk terjadi
proses komunikasi, minimal terdiri dari tiga unsur utama menurut Model
Aristoteles, yaitu:

  1. Komunikator
    Merupakan pihak yang bertindak sebagai pengirim pesan kepada komunikan dalam
    sebuah proses komunikasi. Dengan kata lain, komunikator merupakan seseorang
    atau sekelompok orang yang berinisiatif untuk menjadi sumber dalam sebuah
    hubungan.
  2. Komunikan
    Merupakan pihak yang menerima pesan dari komunikator. Komunikan dapat
    bertindak sebagai komunikasi individu ataupun komunikasi kelompok.
  3. Pesan
    Pesan berupa inti atau berita yang mengandung arti. Oleh karena itu, pesan yang
    disampaikan komunikator harus diranxang sedemikian rupa sehingga pesan
    tersebut dapat menarik perhatian komunikan. Komunikator perlu memilih dan
    merancang pesan menarik sehingga akan memperoleh pespons yang baik dari
    komunikan.
    Namun tidak hanya digolongkan dalam 3 unsur diatas, masih ada beberapa
    hal atau secara umum unsur-unsur ini digunakan dalam proses komunikasi. Unsur
    tersebut meliputi :
    1) Umpan balik
    Umpan balik adalah keluaran yang dihasilkan, yang dapat berupa tanggapan atau
    respon dari pesan (massage) yang disampaikan oleh komunikator kepada
    komunikan. Umpan balik dalam komunikasi antara lain :
    a) Umpan balik kosong
    Umpan yang diterima komunikator dari komunikan tidak dapat dimengerti
    sehingga tujuan yang ingin disampaikan oleh komunikan tidak mampu dipahami
    dengan baik
    b) Umpan balik positif
    Umpan balik positif artinya pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
    komunikan mampu dipahami dengan baik.
    c) Umpan balik netral
    Umpan balik netral artinya umpan balik tidak memihak. Bisa diartikan sebagai
    pesan yang dikembalikan oleh komunikan kepada komunikator tidaklah relevan
    atau tidak ada hubungannya dengan masalah yang disampaikan oleh komunikator
    kepada komunikan.
    d) Umpan balik negatif
    Umpan balik negatif adalah pesan yang dikembalikan oleh komunikan kepada
    komunikator tidaklah mendukung atau menentang. Yang artinya terjadi kritikan
    atau kemarahan dari komunikan kepada komunikator.
    2) Transmit
    Transmit artinya menyampaikan, mengirimkan, atau menyebarkan pesan.
    Pengiriman pesan bisa dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
    Pengiriman pesan secara langsung akan lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan
    pengiriman secara tidak langsung karena penyampaian pesan secara tidak langsung
    membutuhkan media atau sarana yang khusus untuk melakukan penyampaian pesan
    tersebut.
    3) Media komunikasi
    Pemilihan media komunikasi membutuhkan keterampilan dan kejelian dari
    komunikator. Media komunikasi yang dipilih dapat berwujud media tertulis, lisan,
    dan sebagainya, atau dapat pula kombinasi dari keseluruhan media sesuai dengan
    tujuan dan kepentingan dalam pesannya kepada komunikan. Komunikator perlu
    memiliki kemampuan memilih media komunikasi yang tepat.

Komunikasi


Komunikasi merupakan bentuk interaksi manusia yang saling memengaruhi
satu dengan lainnya, sengaja atau tidak sengaja, dan tidak terbatas dalam bentuk
komunikasi verbal tetapi dalam hal ekspresi muka maupun tingkah laku. Menurut
Eugene (2001), komunikasi adalah proses dalam pengaturan organisasi untuk
memelihara agar manajemen dan para karyawan tetap tahu tentang bermacammacam hal yang relevan. Sedangkan menurut Haryani (2010) komunikasi
merupakan proses dimana seseorang (komunikator) mengirimkan stimuli (biasanya
dengan simbol-simbol verbal) untuk mengubah perilaku dari orang lain
(komunikan).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa komunikasi adalah proses
penyampaian informasi dengan menggunakan berbagai media yang efektif
sehingga pesan tersebut dapat dengan jelas dan mudah dipahami oleh penerima
pesan tersebut. Pada hakikatnya, proses komunikasi adalah proses penyampaian
pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan sebagainya yang muncul dari
benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari
lubuk hati.

Indikator Kepemimpinan


Menurut Wahjosumidjo, (2005:83) Kepemimpinan dapat dirumuskan
sebagai suatu kepribadian (personality) seseorang yang mendatangkan keinginan
pada kelompok orang-orang untuk mencontohnya atau mengikutinya, atau yang
memancarkan suatu pengaruh yang tertentu, suatu kekuatan atau wibawa, yang
demikian rupa sehingga membuat sekelompok orang mau melakukan apa yang
dikehendakinya, dan semua itu dapat ditunjukkan oleh beberapa indikator yaitu:

  1. Bersikap adil
    Rasa kebersamaan diantara para anggota adalah mutlak, sebab rasa kebersamaan
    pada hakikatnya merupakan pencerminan daripada kesepakatan antara para
    bawahan maupun antara pemimpin dengan bawahan dalam mencapai tujuan
    organisasi.
  2. Memberi sugesti
    Sugesti merupakan pengaruh dan sebagainya, yang mampu menggerakkan hati
    orang lain dan sugesti mempunyai peranan yang sangat penting di dalam
    memelihara dan membina harga diri serta rasa pengabdian, partisipasi, dan rasa
    kebersamaan diantara para bawahan.
  3. Memotivasi
    Setiap pemimpin memberikan suatu motivasi untuk memungkinkan karyawan
    merasa dianggap dan memunculkan rasa semangat untuk melakukan pekerjaan.
  4. Menciptakan rasa aman
    Setiap pemimpin berkewajiban menciptakan rasa aman bagi para bawahannya. Dan
    ini hanya dapat dilaksanakan apabila setiap pemimpin mampu memelihara hal-hal
    yang positif.

Fungsi Pemimpin Kepemimpinan


Menurut Adair (2008) fungsi pemimpin dan kepemimpinan berkenaan
dengan perencanaan, pemrakarsaan, pengendalian, pendukung, penginformasi, dan
pengevaluasian. Masing-masing fungsi tersebut dijelaskan sebagai berikut:

  1. Perencanaan
    Perencanaan berkenaan dengan aspek sebagai berikut :
    a. Mencari semua informasi yang tersedia.
    b. Mendefinisikan tugas, maksud, dan tujuan kelompok.
    c. Membuat rencana yang dapat terlaksana.
  2. Pemrakarsaan
    Pemrakarsaan berkenaan dengan aspek sebagai berikut :
    a. Memberikan pengarahan kepada kelompok mengenai sasaran dan rencana.
    b. Menjelaskan mengapa menetapkan sasaran atau rencana merupakan hal yang
    penting.
    c. Membagi tugas kepada anggota kelompok.
    d. Menetapkan standar kelompok.
  3. Pengendalian
    Pengendalian berkenaan dengan aspek berikut :
    a. Memelihara anggota kelompok.
    b. Memastikan semua tindakan diambil dalam upaya meraih tujuan.
    c. Menjaga relevasi diskusi.
    d. Mendorong kelompok mengambil tindakan/keputusan.
  4. Pendukung
    Pendukung berkenaan dengan aspek berikut :
    a. Memberikan semangat kepada kelompok/individu.
    b. Menciptakan tim kerja yang solid.
  5. Penginformasian
    Penginformasian berkenaan dengan aspek berikut :
    a. Memperjelas tugas rencana.
    b. Memberi informasi baru bagi kelompok.
    c. Menerima informasi dari kelompok.
    d. Membuat ringkasan atas usul dan gagasan yang masuk akal.
  6. Pengevaluasian
    Pengevaluasian berkenaan dengan aspek berikut :
    a. Mengevaluasi kelayakan gagasan.
    b. Menguji konsekuensi solusi yang diusulkan.
    c. Mengevaluasi prestasi kelompok.

Kepemimpinan


Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang
monstruktif kepada orang lain untuk melakukan suatu usaha kooperatif mencapai
tujuan yang sudah direncanakan, Kartono (2013). Menurut Kreitner dan Kinicki
(2005) menyatakan, bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses pengaruh sosial
dimana pemimpin menguasakan partisipasi sukarela dari karyawan dalam suatu
usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Terry dan Leslie
(2010) Kepemimpinan merupakan aktivitas untuk mempengaruhi orang – orang
supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut
untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya.

Kinerja


Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan seseorang
dalam prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan
peranannya dalam perusahaan untuk mencapai persyaratan-persyaratan
pekerjaan. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah
disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2008 dalam Putera, 2017). Menurut
Mangkunegara (2002) dalam Lusiani (2019) kinerja pegawai adalah hasil
kerja secara kuantitas, yaitu jumlah atau banyaknya pekerjaan yang
dihasilkan pegawai dan mutu, yaitu mutu pekerjaan yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan waktu
menyelesaikan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Hasil
kerja, atau prestasi itu merupakan gabungan dari tiga faktor berikut yaitu
minat dalam bekerja, penerimaan delegasi tugas, peran dan tingkat motivasi
seorang pekerja.
Menurut Tika (2006) dalam Hastutik (2015) kinerja sebagai hasilhasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu
organisasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor untuk mencapai tujuan
organisasi dalam periode waktu tertentu.

Tipe-tipe Gaya Kepemimpinan


Teori ini dikembangkan oleh House (2005) sebagaimana dikutip
oleh Wirjana dan Supardo (2005) dalam Khairizah et al., (2016)
mengungkapkan seorang pemimpin menggunakan suatu gaya
kepemimpinan yang tergantung dari situasi:
a. Kepemimpinan Direktif
Pemimpin memberikan nasihat spesifik kepada kelompok dan
memantapkan peraturan-peraturan pokok.
b. Kepemimpinan Suportif
Adanya hubungan yang baik antara pemimpin dengan kelompok dan
memperlihatkan kepekaan terhadap kebutuhan anggota.
c. Kepemimpinan Partisipatif
Pemimpin mengambil keputusan berdasarkan konsultasi dengan
kelompok, dan berbagi informasi dengan kelompok.
d. Kepemimpinan Orientasi
Prestasi pemimpin menghadapkan anggota-anggota pada tujuan yang
menantang, dan mendorong kinerja yang tinggi, sambil menunjukkan
kepercayaan pada kemampuan kelompok.

Gaya Kepemimpinan


Menurut Wijana dan Supardo (2006) dalam Lestiyowati (2018) gaya
kepemimpinan adalah suatu cara dan proses kompleks dimana seseorang
mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas atau suatu
sasaran dan mengarahkan organisasi dengan cara yang lebih masuk akal.
Pemimpin memiliki karakteristik dan upaya untuk menciptakan hal yang
baru (selalu berinovasi). Gagasan-gagasan yang dimiliki pemimpin
merupakan gagasan sendiri tidak meniru ataupun menjiplak. Pemimpin
selalu berupaya untuk mengembangkan apa yang dilakukan. Pemimpin
percaya pada bawahan, dan selalu menyalakan api kepercayaan pada
anggota organisasi (Salam, 2017).
Kepemimpinan juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwaperistiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk
mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok,
perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau
organisasi (Rivai, 2004 dalam Asary, 2016). Demikian halnya Locander et
al (2002) dalam Asary (2016) menjelaskan kepemimpinan mengandung
makna pemimpin mempengarui yang dipimpin tapi hubungan antara
pemimpin dengan yang dipimpin bersifat saling menguntungkan kedua
belah pihak.
Terdapat enam gaya kepemimpinan yang dikutip oleh Goleman
(2009) dalam Rusmana (2017) adalah sebagai berikut:

  1. Kepemimpinan Koersif (Coersive Style)
    Yaitu pemimpin yang menuntut perintahnya dipenuhi tanpa adanya
    fleksibilitas kepada bawahan. Gaya kepemimpinan kohesif akan
    mendatangkan hasil yang maksimal ketika organisasi dalam situasi
    kritis dan menuntut perbaikan secepatnya. Adapun ciri-ciri gaya
    kepemimpinan koersif yaitu :
    a. Kebijakan selalu ditentukan oleh pemimpin.
    b. Tidak ada inisiatif atau ide-ide kreatif dari bawahan.
    c. Pemimpin menetapkan kontrol yang ketat dan standar yang tinggi.
  2. Kepemimpinan Otoritatif (Authoritative Style)
    Yaitu pemimpin yang menggerakkan orang menuju satu visi, pemimpin
    yang menggunakan gaya otoritatif akan memberikan motivasi kepada
    bawahannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gaya
    kepemimpinan otoritatif akan mendatangkan hasil yang maksimal
    ketika sebuah organisasi tidak memiliki tujuan yang jelas atau target
    yang pasti baik untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka
    panjang. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan otoritatif yaitu:
    a. Pemimpin hanya memberikan tujuan akhir yang harus dicapai.
    b. Memberikan kebebasan kepada bawahan untuk berinisiatif dan
    memberikan ide-ide baru.
    c. Memiliki visi yang jelas dan keberanian untuk bertindak.
    d. Memiliki kharisma dan percaya diri yang tinggi.
    e. Pandai memberi motivasi kepada bawahan.
  3. Kepemimpinan Afiliatif (Afiliative Style)
    Yaitu kepemimpinan yang menilai individu dan emosi bawahan sebagai
    hal yang lebih penting dari pada tugas dan tujuan. Pemimpin afiliatif
    berusaha menciptakan keharmonisan antara pemimpin dan bawahan
    serta mengukur organisasi dengan membangun ikatan emosional yang
    kuat sehingga mendapatkan kesetiaan yang tinggi dari bawahan. Gaya
    kepemimpinan afiliatif akan mendatangkan hasil yang maksimal pada
    sebuah perusahaan yang baru berdiri dimana pemimpin sedang
    berusaha untuk membangun kerjasama tim. Adapun ciri-ciri gaya
    kepemimpinan afiliatif yaitu:
    a. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.
    b. Fleksibel dan meningkatkan inovasi.
    c. Jarang memberikan arahan kepada bawahan.
    d. Memungkinkan kinerja buruk tidak terkoreksi.
    e. Cenderung memberikan toleransi yang berlebihan.
  4. Kepemimpinan Demokratis (Democratice Leadership)
    Yaitu pemimpin yang membangun rasa hormat dan tanggung jawab
    dengan mendengarkan pendapat orang lain. Pemimpin demokratis
    menetapkan kebijakan melalui konsensus dengan mengikutsertakan
    partisipasi bawahan. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis
    yaitu:
    a. Menghargai pendapat bawahan.
    b. Fleksibel dan memberi kebebasan kepada bawahan berinisiatif dan
    memberikan ide baru.
    c. Tujuan yang dicapai realistis dan berdasarkan kesepakatan bersama.
    d. Memungkinkan terjadinya pertemuan-pertemuan secara terusmenerus.
    e. Melakukan pemungutan suara sebagai jalan akhir untuk
    mendapatkan keputusan.
  5. Kepemimpinan Pacesetting (Pacesetting Leadership)
    Yaitu pemimpin ambisius yang menuntut keberhasilan dan
    kesempurnaan dari tugas yang diberikan kepada bawahannya.
    Pemimpin dengan gaya ini memiliki tujuan yang jelas dan memberikan
    arahan yang jelas mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh
    dilakukan. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan pacesetting yaitu:
    a. Pemimpin menetapkan standar kinerja yang tinggi.
    b. Memberi contoh dan melakukan perbaikan terus-menerus.
    c. Tegar terhadap bawahan yang memiliki kinerja yang tidak baik.
    d. Memberikan arahan secara terperinci dan tidak fleksibel.
    e. Tidak ada inisiatif dari bawahan.
  6. Kepemimpinan Coaching (Coaching Leadership)
    Yaitu pemimpin yang bertindak sebagai seorang penasihat bagi
    bawahan. Pemimpin coaching membantu para bawahannya untuk
    menemukan kekuatan dan kelemahan bawahan serta membantu
    bawahan untuk membuat konsep dari aspirasi pribadi dan karier
    bawahan. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan coaching yaitu:
    a. Pemimpin menghargai gagasan bawahan.
    b. Pemimpin memberikan nasihat kepada bawahan mengenai tugas
    yang harus dilaksanakan.
    c. Bersedia untuk mentolerir kegagalan jangka pendek jika kegagalan
    itu dapat meningkatkan cara kerja bawahan dalam jangka panjang.
    d. Terbuka terhadap aspirasi atau kritik dari bawahan.
    e. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memberikan
    pelatihan secara pribadi kepada bawahan.

Pengertian Kepemimpinan


Kepemimpinan merupakan faktor yang menentukan dalam suatu
perusahaan. Berhasil atau gagal perusahaan dalam mencapai suatu tujuan dipengaruhi oleh cara seorang pimpinan. Sosok pemimpin dalam perusahaan dapat
menjadi efektif apabila pemimpin tersebut mampu mengelola perusahaannya dan
mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dalam mencapai tujuan
perusahaan. Adapun pengertian kepemimpinan menurut Hasibuan (2009) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku para
bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuan perusahaan. Menurut Siagian yang dikutip Sutrisno (2009) kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para
bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya mau melakukan kehendak pimpinan meskipun secara pribadi hal itu tidak disenanginya.
Menurut Rivai, Darmasyah, Mansyur dan Ramly (2014) kepemimpinan
secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia
melakukan sesuatu secara sukarela. Terdapat tiga implikasi penting yang terkandung dalam kepemimpinan adalah:
a) Kepemimpinan melibatkan orang lain baik itu dari bawahan maupun pengikut.
b) Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan
anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompoknya bukanlah
tanpa daya.
c) Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda
untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melakukan berbagai cara.

Kinerja Karyawan


Kinerja (perfomance) mengacu pada sebuah pencapaian tugas-tugas
yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya (Mangkunegara, 2013). Istilah kinerja berasal dari kata Job
Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Robbins (2008)
mendefinisikan kinerja yaitu suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam
pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
karyawan sehingga mereka mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberi kontribusi kepada instansi atau organisasi termasuk kualitas
pelayanan yang disajikan. Berhasil tidaknya kinerja yang dicapai
organisasi tersebut dipengaruhi kinerja karyawan secara individual
maupun kelompok. Dengan asumsi semakin baik kinerja karyawan maka
semakin baik kinerja organisasi.
Indikator Kinerja Karyawan:
Menurut Mangkunegara (2013) mengemukakan ada beberapa indikator
dari kinerja yang meliputi :
a. Kualitas kerja yaitu seberapa baik karyawan melakukan pekerjaannya.
b. Kuantitas kerja yaitu seberapa lama karyawan melakukan
pekerjaannya dalam satu harinya.
c. Pelaksanaan tugas yaitu seberapa jauh karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan akurat atau tanpa kesalahan.
d. Tanggung jawab atas pekerjaan yaitu kesadaran akan pekerjaan yang
diberikan kepada karyawan dalam melaksanakan pekerjaan.
Adapun menurut Bernardin (2001) dalam Sudarmanto (2015)
menyampaikan ada 6 kriteria dasar atau dimensi untuk mengukur kinerja
yaitu :
a. Quality, berkaitan dengan hasil mendekati sempurna.
b. Quantity, terkait dengan satuan jumlah yang atau kuantitas yang
dihasilkan.
c. Timeliness, terkait dengan waktu yang diperlukan dalam
menyelesaikan aktivitas atau menghasilkan produk.
d. Cost-effectiveness, terkait dengan tingkat penggunaan sumber-sumber
organisasi (uang,orang,material,teknologi) dalam mendapatkan atau
memperoleh hasil atau pengurangan pemborosan dalam penggunaan
sumber-sumber organisasi.
e. Need for supervision, terkait dengan kemampuan individu dapat
menyelesaikan pekerjaan atau fungsi-fungsi pekerjaan tanpa asistensi
pimpinan atau intervensi pengawasan pimpinan.
f. Interpersonal impact, terkait dengan keinginan individu dalam
meningkatkan kerjasama diantara sesama pekerja dan anak buah.

Motivasi


Dalam kehidupan berorganisasi, pemberian dorongan sebagai
bentuk motivasi kerja kepada bawahan penting dilakukan untuk
meningkatkan kinerja karyawan. Robbins dalam Hasibuan (1999)
mengemukakan motivasi sebagai suatu kerelaan berusaha seoptimal
mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh
kemampuan usaha memuaskan beberapa kebutuhan. Motivasi seringkali
disamakan dengan dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan
gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motivasi tersebut
merupakan driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah
laku dan perbuatan itu mempunyai tujuan tertentu.
Teori-Teori Motivasi
a) Teori Abraham Maslow
Teori motivasi Abraham maslow (Robins,2015) mengatakan
bahwa di dalam diri semua manusia bersemayam lima jenjang
kebutuhan, yaitu sebagai berikut:

  1. Fisiologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian
    dan perumahan), seks, dan kebutuhan jasmani lain.
  2. Keamanan: antaranya keselamatan dan perlindungan atas kerugian
    fisik dan emosional.
  3. Sosial: mencakup kasih saying, rasa memiliki, diterima -baik, dan
    persahabatan.
  4. Penghargaan: mencakup faktor penghormatan diri seperti harga
    diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor dari luar misalnya status,
    pengakuan, dan perhatian.
  5. Aktualisasi diri: dorongan untuk menjadi seseorang/sesuatu
    sesuai ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian
    potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.
    b) Teori David McClelland
    Teori McClelland (Robins,2015) mengatakan 3 poin, yaitu:
  6. Kebutuhan akan prestasi: Dorongan untuk mengungguli,
    berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat
    untuk sukses.
  7. Kebutuhan akan kekuasaan: kebutuhan untuk membuat orang lain
    berperilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu [tanpa dipaksa]
    tidak akan berperilaku demikian.
  8. Kebutuhan akan afiliasi: hasrat untuk hubungan antar-pribadi yang
    ramah dan akrab.
    c) Teori X dan Y
    a. Teori X berasumsi bahwa para pekerja tidak suka bekerja, malas,
    tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa untuk
    mengerjakan.
    b. Teori Y berasumsi bahwa para pekerja suka bekerja, kreatif,
    mencari tanggung jawab, dan dapat menyodorkan diri sendiri
    dalam melakukan pekerjaannya.
    d) Teori Dua Faktor dari Herzberg
    Teori dua factor adalah suatu teori yang mengaitkan faktor-faktor
    intrinsik dengan kepuasan kerja dan menghubungkan factor ekstrinsik
    dengan ketidakpuasan kerja. Menurut Hertzberg, factor-faktor yang
    mengarahkan pada kepuasan pekerjaan adalah terpisah dan berbeda
    dari factor-faktor yang mengarahkan pada ketidakpuasan pekerjaan.
    e) Teori ERG Alderfer
    Alderfer mengidentifikasi tiga kelompok kebutuhan :
  9. Kebutuhan eksistensi : berhubungan dengan kelangsungan hidup
    (kesejahteraan fisiologis).
  10. Kebutuhan hubungan : menekankan pentingnya hubungan sosial
    atau hubungan antar pribadi.
  11. Kebutuhan perkembangan : berhubungan dengan keinginan
    intrinsik individu terhadap perkembangan pribadi.

Gaya kepemimpinan


Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap
dan perilaku para anggota organisasi bawahannya (Nawawi, 2003).
Seorang pemimpin harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk
mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat
mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya
(Waridin dan Bambang Guritno, 2005).
a. Teori Kontigensi Kepemimpinan
Model kontigensi Fielder (Robbins 2015) mengidentifikasi bahwa
Gaya Kepemimpinan mempunyai faktor kunci dalam keberhasilan
kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan dasar individu. Filder
mengasumsikan jika sebuah situasi mensyaratkan seorang pemimpin
untuk berorientasi pada tugas dan orang yang ada dalam posisi
kepemimpinan tersebut adalah yang berorientasi pada hubungan, salah
satu situasi harus dimodifikasi atau pemimpin harus digantikan untuk
mencapai efektivitas yang optimal.
Fielder (Robbins 2015) mengidentifikasi tiga dimensi kontigensi
atau situasional yang meliputi :

  1. Hubungan pemimpin-anggota adalah derajat kepercayaan diri,
    kepercayaan dan menghormati yang mana para anggota miliki
    dalam diri pemimpinin mereka.
  2. Struktur tugas adalah keadaan yang mana penugasan pekerjaan
    dibuatkan prosedur ( yaitu, terstruktur atau tidak terstrktur).
  3. Kekuatan posisi adalah derajat dari pengaruh seorang pemimpin
    yang memiliki variabel kekuatan yang lebih seperti merekrut,
    memecat, disiplin, mempromosikan dan menaikan gaji.
    Dalam tiga variable ini Filder menyatakan bahwa semakin baik
    hubungan pemimpin dan anggota maka semakin tinggi pula pekerjaan
    menjadi terstruktur, dan semakin kuat kekuatan posisi maka semakin
    tinggi kendali yang dimiliki oleh pemimpin.
    b. Teori Kepemimpinan Path Goal
    Teori ini dikembangkan oleh Robert House dalam Robbins (2015),
    yang menyatakan bahwa tugas dari pemimpin untuk membantu para
    pengikut dalam memperoleh tujuan mereka dan untuk menyediakan
    pengarahan atau dukungan untuk memastikan bahwa tujuan mereka
    sesuai dengan keseluruhan tujuan dari kelompok atau organisasi.
    Robert House dalam Robbins (2015) menggabungkan empat tipe atau
    gaya kepemimpinan yang utama, yaitu :
  4. Kepemimpinan direktif. Gaya ini serupa dengan gaya pemimpin
    otoriter lippit dan white. Bawahan mengetahui dengan pasti apa
    yang diharapkan dari mereka dan pemimpin memberikan
    pengarahan yang spesifik. Tidak ada partisipasi dari bawahan.
  5. Kepemimpina suportif. Gaya kepemimpinan ini memiliki sikap
    ramah, mudah didekati dan menunjukkan perhatian tulus untuk
    bawahan.
  6. Kepemimpinan partisipatif. Pemimpin meminta dan menggunakan
    saran dari bawahan, tetapi masih membuat keputusan.
  7. Kepemimpinan berorientasi pada prestasi. Pemimpin mengatur
    tujuan yang menantang bawahan untuk menunjukkan kepercayaan
    diri mereka bahwa mereka akan mencapai tujuan dan memiliki
    kinerja yang lebih baik.
    c. Teori Pertukaran Pemimpin- Anggota ( Leader Member Exchange)
    Suatu teori yang mendukung penciptaan para pemimpin didalam
    kelompok dan diluar kelompok dan diluar kelompok; para bawahan
    dengan status didalam kelompok yang akan memiliki peringkat kinerja
    yang lebih tinggi, tingkat perputaran pekerja yang rendah dan
    kepuasan kerja yang lebih tinggi.
    Robbins (2015) mengidentifikasi ada beberapa jenis gaya
    kepemimpinan, antara lain:
  8. Gaya kepemimpinan kharismatik
    Teori menurut Robbins (2015) mengemukakan bahwa para
    pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang
    luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu
    pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin
    kharismatik:
    a. Visi dan artikulasi. memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal
    yang berharap masa depan lebih baik dari pada status quo, dan
    mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami
    orang lain.
    b. Riskio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh
    risiko personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke
    dalam pengorbanan diri untuk meraih visi.
    c. Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara
    realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan
    untuk membuat perubahan.
    d. Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik
    perseptif (sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan
    responsive terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.
    e. Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat
    dalam perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan
    norma.
  9. Gaya Kepemimpinan Transformasional
    Model Gaya Kepemimpinan Transformasional dalam Robbins
    (2015) mengidentifikasi bahwa para pemimpin yang menginspirasi
    para pengikutnya untuk melampaui kepentingan diri mereka sendiri
    dan yang berkemampuan untuk memiliki pengaruh secara
    mendalam dan luar biasa terhadap para pengikutnya. Ada empat
    karakteristik pemimpin transformasional :
    a. Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan
    kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan.
    b. Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan
    symbol untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan
    maksud penting secara sederhana.
    c. Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas dan
    pemecahan masalah secara hati-hati.
    d. Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi,
    melayani karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati.
  10. Gaya Kepemimpinan Transaksional
    Para pemimpin yang membimbing dan memotivasi para
    pengikut mereka yang diarahkan menuju tujuan yang ditetapkan
    dengan menjelaskan peranan dan tugas yang dibutuhkan. Ada
    empat karakteristik pimpinan transaksional yang meliputi :
    a. Penghargaan kontingen : kontrak pertukaran penghargaan
    dengan usaha yang dikeluarkan, menjanjikan penghargaan
    untuk jinerja baik, mengakui pencapaian/prestasi.
    b. Manajemen berdasarkan kekecualian (aktif) : mengawasi dan
    mencari pelanggaran terhadap aturan dan standar, mengambil
    tindakan korektif.
    c. Manajemen berdasarkan kekecualian (pasif) : intervensi hanya
    jika standar tidak dipenuhi.
    d. Sesuka hati : menghindari tanggung jawab, menghindari
    pengambilan keputusan.
  11. Gaya Kepemimpinan Autentik
    Para pemimpin yang mengetahui siapakah mereka, mengetahui
    apa yang mereka yakini dan nilai, serta bertindak dengan nilai
    tersebut dan meyakini secara terbuka dan berterus terang. Para
    pengikut mereka akan mempertimbangkan mereka menjadi orangorang yang memiliki etika. Kepemimpinan yang autentik adalah
    suatu cara yang menjanjikan untuk berpikir mengenai etika dan
    kepercayaan didalam kepemimpinan karena menitikberatkan pada
    aspek moral yang dimiliki oleh seorang pemimpin.
  12. Gaya Kepemimpinan Melayani
    Suatu gaya kepemimpinan yang ditandai dengan melampaui
    kepentingan pemimpin sendiri dan akan menitik beratkan pada
    kesempatan untuk membantu para pengikutnya agar bertumbuh
    dan berkembang. Karakteristik dari pimpinan melayani :
    mendengarkan, berempati, membujuk, menerima pelayanan, dan
    secara aktif mengembangkan potensial dari para pengikutnya.

Tipe-tipe Kepemimpinan


Tiga tipe dasar sebagai bentuk-bentuk proses pemecahan masalah dan
mengambil keputusan, adalah sebagai berikut:
a) P e m i m p i n O t o k r a t i s / O t o r i t e r
Pemimpin yang bersifat otokratis memperlihatkan ciri-ciri
sebagai berikut:
Memberikan perintah-perintah yang selalu diikuti, menentukan
kebijaksanaan bawahan tanpa sepengetahuan mereka. Tidak
memberikan penjelasan secara terperinci tentang rencana yang akan
datang, tetapi sekedar mengatakan kepada anggotanya tentang langkahlangkah yang mereka lakukan dengan segera dijalankan. Memberikan
pujian kepada mereka yang selalu mengikuti kehendaknya. Selalu jauh
dengan anggota sepanjang masa.
b ) P e m i m p i n D e m o k r a t i s
Pemimpin demokratis hanya memberikan perintah setelah mengadakan
musyawarah dahulu dengan para anggotanya dan mengetahui bahwa
kebijaksanaannya hanya dapat dilakukan setelah dibicarakan dan
diterima oleh anggotanya. Pemimpin tidak akan meminta anggotanya
mengerjakan sesuatu tanpa terlebih dahulu memberitahukan rencana
yang akan mereka lakukan. Baik atau buruk, benar atau salah adalah
persoalan anggotanya dimana masing-masing ikut serta dalam
bertanggung jawab sebagai anggotanya.
c ). P emim pin Li b era l ata u La i s se z -Fa ir
Pemimpin liberal yaitu kebebasan tanpa pengendalian. Pemimpin tidak
memimpin atau mengendalikan sepenuhnya dan tidak pernah ikut serta
dengan bawahannya. Pemimpin tipe ini menyerahkan segala sesuatunya
kepada bawahan. Pemimpin dalam hal ini bersifat pasif, tidak ikut
terlibat langsung dalam komunikasi kelompok, tidak mengambil
keputusan apapun.
d). Pemimpin Paternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan
yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut:

  1. Mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum
    dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan.
  2. Mereka bersikap terlalu melindungi.
  3. Mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
    mengambil keputusan sendiri.
  4. Mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada
    bawahan untuk berinisiatif.
  5. Mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan
    kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan
    imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri.
  6. Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.

Gaya-gaya kepemimpinan


Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang
pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing
pemimpin mempunyai gaya yang ingin memancarkan kepemimpinannya.
Menurut Susilo Martoyo (1996:146) gaya kepemimpinan diantaranya:
a. Gaya kepemimpinan Direktif Otokratif
Gaya kepemimpinan ini memberikan peluang yang sangat luas kepada
pemimpin untuk melaksanakan otoritasnya, sedangkan kebebasan
bawahan untuk mengemukakan pendapat sangat terbatas.
Pemimpin merupakan pusat komando, pusat perintah terhadap
bawahan.
b . G a y a K e p e m i m p i n a n P e r s u a s i f
Pemimpin melaksanakan otoritas dan kontrol terutama dalam
proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pemimpin
memperhatikan masukan-masukan dari bawahan, bawahan mendapat
kebebasan terbatas untuk mengemukakan pendapatnya, mereka diikut
sertakan dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini, putusan pimpinan
merupakan keputusan bersama meskipun jumlah/persentase masukan
dari bawahan masih terhitung minim.
c. Gaya Kepemimpinan Konsultatif
Pemimpin memberikan kesempatan yang luas kepada bawahan untuk
ikut serta dalam pengambilan keputusan. Cara yang ditempuh adalah
menyajikan rancangan yang bersifat sementara. Rancangan
tersebut ditawarkan kepada bawahan, yang masih terbuka
kemungkinan adanya perubahan. Dengan cara ini pemimpin
berkesempatan menguji gagasannya kepada bawahannya melalui
proseskonsultasi. Cara ini juga memberikan peluang yang luas bagi
bawahan untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dalam
membuat suatu keputusan manajemen.
d. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Pemimpin memberikan kesempatan dan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada bawahan untuk mengemukakan pendapatnya.
Pemimpin dan bawahan bekerjasama secara penuh dalam team. Cara
lain, pemimpin dan bawahan bekerja dalam team tetapi pemimpin tidak
berperan langsung melainkan mendelegasikan kepada staff senior.
Pendelegasian pembuatan keputusan menunjukan adanya
kebebasan bertindak dalam batas tertentu, meskipun bawahan
sangat dominan tetapi tetap tanggung jawab berada pada pimpinan.
e. Ga ya Ke p emim pina n Mu s ya wa rah
Ke p emim pina n be rda sa rk an tata nilai kebe r samaa n
ya n g d i wuj ud kan dala m bentuk kekeluargaan dan gotong
royang,
tindakan pemimpin ditandai oleh rasa tolong menolong, saling
membantu dan berkerja sama berdasarkan kasih sayang, serta tetap
berpegang pada efisiensi dan efektif. Tindakan yang dilakukan
oleh pemimpin dalam pengambilan keputusan mengikuti prosedur
penentuan masalah, pengumpulan data, analisa data dan pengambilan
kesimpulan
f . Ga ya d en gan o rie nta si tu ga s (ta sk o rie nte d)
KKM berorientasi tugas mengarahkan dan mengatasi bawahan secara
tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang
diinginkannya.
KKM dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan
pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan
anggota awak kapal itu sendiri.
g. Gaya dengan orientasi karyawan (employee oriented)
KKM berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi
bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para
anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan
memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta
hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para
anggota kelompok

Fungsi-fungsi kepemimpinan


Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang harus
melaksanakan dua fungsi utama yaitu:

  1. Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related) atau
    pemecahan masalah.
    Ini menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat.
  2. Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (group maintenance) atau sosial.
    Fungsi ini mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok
    berjalan lebih lancar, penengahan perbedaan pendapat, dan sebagainya

Sifat-sifat Kepemimpinan


Berbagai studi perbandingan sifat-sifat pemimpin cenderung lebih
tinggi, mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi, lebih ramah, dan lebih
percaya diri dari pada yang lain dan mempunyai kebutuhan akan kekuasaan
lebih besar. Tetapi kombinasi sifat-sifat tertentu yang akan membedakan
antara pemimpin atau calon pemimpin dari pengikut, belum pernah
ditemukan. Sehingga timbul anggapan para peneliti sifat-sifat
kepemimpinan bahwa pemimpin dilahirkan, bukan dibuat, atau seseorang
itu dilahirkan membawa atau tidak membawa sifat-sifat yang
diperlukan bagi seorang pemimpin.

Pendekatan-Pendekatan Studi Kepemimpinan


Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu
kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak.
Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasi perilaku-perilaku
(behaviors) pribadi dengan kepemimpinan efektif. Kedua pendekatan ini
mempunyai aggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat
tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu, akan muncul sebagai
pemimpin dalam situasi kelompok apapun dimana ia berada. Pemikiran dan
penelitian sekarang mendasarkan pada pendekatan ketiga, yaitu pandangan
situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa
kondisi yang menentukan efektifitas kepemimpinan bervariasi dengan
situasi tugas-tugas yang dilakukan.

Definisi Kepemimpinan


Menurut arti secara harfiah, pimpin berarti bimbing. Memimpin
berarti membimbing atau menuntun. Pemimpin merupakan orang yang
memimpin ataupun seorang yang menggunakan wewenang serta
mengarahkan bawahannya guna mengerjakan pekerjaan mereka untuk
mencapai tujuan tertentu dari organisasi. Seperti manajemen,
Kepemimpinan (leadership) telah didefinisikan dengan berbagai cara yang
berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Beberapa definisi
Kepemimpinan menurut para ahli yaitu :
a) Menurut Stoner, (1996 : 161) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah
proses mengarahkan dan mempengaruhi aktifitas yang berkaitan dengan
pekerjaan dari anggota kelompok.
b) Menurut Wahjosumidjo (1999: 79) bahwa seorang pemimpin memiliki
kecerdasan, pertanggung jawaban, sehat dan memiliki sifat sifat antara
lain Dewasa, keleluasaan hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan
prestasi serta sikap hubungan kerja kemanusiaan. Sebaliknya dalam
realitas sosial modern, juga dikenal pemimpin karismatik, terutama
dalam lingkungan sosial dan politik.
c) Menurut Tead;Terry;Hoyt didalam Kartono,2003. Definisi
kepemimpinan menurutnya adalah sebuah kegiatan ataupun sebuah seni
untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama yang
didasarkan kepada kemampuan yang dimiliki oleh orang itu guna
membimbing orang lain didalam usaha mencapai berbagai tujuan yang
ingin dicapai oleh kelompok.
d) Menurut Salusu (1988,80) bahwa Kepemimpinan ditafsirkan sebagai
kekuatan yang menyeleksi mimpimimpi seseorang dan kemudiannya
menetapkan tujuan hidup seseorang. Kepemimpinan dalam
pandangannya berarti sesuatu daya yang mampu menggerakkan
seseorang dari dalam dirinya dan mengarahkan seseorang kepada
sukses pencapaian misi (organisasi).
e) Menurut sudut pandang Young, kepemimpinan itu sebuah bentuk
dominasi yang didasari oleh kemampuan pribadi yang mampu untuk
mengajak ataupun mendorong orang lain untuk melakukan sesuatu
yang berdasarkan kepada penerimaan oleh organisasinya, dan
mempunyai keahlian yang khusus yang sesuai dengan situasi yang
khusus pula. Selain dapat memberikan pengarahan kepada para
bawahan atau pengikut, pemimpin dapat juga mempergunakan
pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat
memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat
mempengaruhi bawahan dalam menentukan cara bagaimana tugas itu
dilaksanakan dengan tepat.
f) Menurut Geneen (1984: 80), bahwa kepemimpinan sebagai
seperangkat kemampuan individual yang sangat subyektif dan sulit
diukur secara kualitatif dengan angka. Kemampuan seseorang
mempengaruhi orang lain adalah bersumber dari hati nurani yang
sangat subyektif tersebut. Oleh karena tidak punya ukuran obyektif,
kepemimpinan tidak dapat diajarkan, apalagi ditiru oleh seseorang sejak
dilahirkan. Mantan Presiden Amerika, mengatakan bahwa Pengaruh
Kepemimpinan dan Team Work terhadap Kinerja Karyawan di
Koperasi Sekjen Kemdikbud Senayan Jakarta kepemimpinan adalah
sebuah seni yang sangat special dimiliki seseorang. Untuk
melaksanakannya diperlukan visi yang besar dari seseorang yang
menjadi pemimpin. Potensi kepemimpinan visioner seorang pemimpin
dapat bersumber dari potensi mengembangkan seni dan kepemimpinan.
Kepemimpinan tidak dapat terlepas dari konsep pemimpin yang
komprehensif.
Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam
keberhasilan atau kegagalan organisasi (Bass, 1990, dalam Menon, 2002)
demikian juga keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi baik yang
berorientasi bisnis maupun publik, biasanya dipersepsikan sebagai
keberhasilan atau kegagalan pemimpin. Begitu pentingnya peran pemimpin
sehingga isu mengenai pemimpin menjadi fokus yang menarik perhatian
para peneliti bidang perilaku keorganisasian. Schein (1992),
Nahavandi&Malekzadeh (1993), dan Kouzes&Posner (1987;1993)
menyatakan pemimpin mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
keberhasilan organisasi. Pemimpin memegang peran kunci dalam
memformulasikan dan mengimplementasikan strategi organisasi. (dalam
Su’ud, 2000).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan adalah kemampuan
yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain, kelompok
dan bawahan, kemampuan untuk mengarahkan tingkah laku orang lain,
mempunyai kemampuan ataupun keahlian khusus didalam bidang yang
diharapkan oleh kelompoknya guna mencapai tujuan dan sasaran.
Menyadari akan pentingnya peran seorang pemimpin dari beberapa definisi
diatas, didalam sebuah usaha untuk mencapai tujuan sebuah organisasi
sehingga dapat dikatakan bahwa, keberhasilan ataupun kegagalan yang
dialami oleh sebagian besar organisasi ditentukan oleh bagaimana kualitas
kepemimpinan yang dipunyai oleh pihak yang memimpin organisasi
tersebut.
Berhasil atau tidaknya organisasi dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, tergantung kepada berbagai cara yang dilakukan oleh pemimpin
untuk memimpin organisasi itu.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja


Menurut Atmosoeprapto (2001: 58), Kinerja adalah perbandingan
antara keluaran (ouput) yang dicapai dengan masukan (input) yang diberikan.
Selain itu,kinerja juga merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan masukan
dan efektivitaspencapaian sasaran. Oleh karena itu, efektivitas dan efisiensi
pekerjaan yang tinggiakan menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Untuk
memperoleh kinerja yang tinggi dibutuhkan sikap mental yang memiliki
pandangan jauh ke depan. Seseorang harusmempunyai sikap optimis, bahwa
kualitas hidup dan kehidupan hari esok lebih baik dari hari ini.
Sedangkan menurut menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003:
223),penilaian kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan,
usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Ilyas (2001) yang
mengemukakan bahwa untuk meningkatkan kinerja pegawai, maka organisasi
perlu melakukan perbaikan kinerja.Adapun perbaikan kinerja yang perlu
diperhatikan oleh organisasi adalah faktor kecepatan, kualitas, layanan, dan
nilai.
Selain keempat faktor tersebut, juga terdapat faktor lainnya yang turut
mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu ketrampilan interpersonal, mental
untuk sukses, terbuka untuk berubah, kreativitas, trampil berkomunikasi,
inisiatif, sertakemampuan dalam merencanakan dan mengorganisir kegiatan
yang menjadi tugasnya. Faktor-faktor tersebut memang tidak langsung
berhubungan dengan pekerjaan, namun memiliki bobot pengaruh yang sama.
Sedangkan Mangkunegara (2005) mengindentifikasi adanya beberapa
variabel yang berkaitan eratdengan kinerja, yaitu mutu pekerjaan, kejujuran
pegawai, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama, kehandalan, pengetahuan
tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu.
Menurut Rivai (2005: 324), dalam menilai kinerja seorang pegawai,
maka diperlukan berbagai aspek penilaian antara lain pengetahuan tentang
pekerjaan, kepemimpinan inisiatif, kualitas pekerjaan, kerjasama,
pengambilan keputusankreativitas, dapat diandalkan, perencanaan,
komunikasi, inteligensi (kecerdasan), pemecahan masalah, pendelegasian,
sikap, usaha, motivasi, dan organisasi.
Selanjutnya, dari aspek-aspek penilaian kinerja yang dinilai tersebut
selanjutnyadikelompokkan menjadi :

  1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan,
    metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas
    serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
  2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas
    perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke
    bidangoperasional perusahaan secara menyeluruh. Pada intinya setiap
    individu atau karyawan pada setiap perusahaan memahami tugas, fungsi
    serta tanggungjwabnya sebagai seorang karyawan.
  3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemapuan untuk
    bekerja sama dengan orang lain, memotivasikaryawan, melakukan
    negosiasi, dan lain-lain.
    Menurut Bernardin and Russel (1993: 382) terdapat 6 kriteria untuk
    menilai kinerja karyawan, yaitu:
  4. Quality yaitu
    Tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara yang ideal di
    dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang sesuai harapan.
  5. Quantity
    Yaitu Jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang,
    jumlah unit, atau jumlah dari siklus aktifitas yang telah diselesaika.
  6. Timeliness yaitu
    Tingkatan di mana aktifitas telah diselesaikan dengan waktu yang
    lebih cepatdari yang ditentukan dan memaksimalkan waktu yang ada
    untuk aktifitas lain.
  7. Cost effectiveness yaitu
    Tingkatan dimana penggunaan sumber daya perusahaan berupa
    manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan untuk mendapatkan
    hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian dari tiap unit.
  8. Need for supervision yaitu
    Tingkatan dimana seorang karyawan dapat melakukan
    pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari
    atasannya

Kinerja


Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja
(performance).Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2002) bahwa
istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Lebih lanjut Mangkunegara menyatakan bahwa pada umumnya
kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi.
Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun
kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja
organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok.
Menurut Atmosoeprapto (2000), kinerja atau prestasi kerja adalah
hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Sedangkan menurut Anwar (2005) kinerja karyawan merupakan
suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil
pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada
periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja
atau kinerja organisasi.
Menurut Rivai (2005:14), kata kinerja merupakan terjemahan dari
kata performance yang berasal dari kata to perform dengan beberapa entries
yaitu :

  1. Melakukan, menjalankan, melaksanakan(to do or carry out, execute)
  2. Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to
    discharge of fulfil; as vow)
  3. Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or
    complete an understanding)
  4. Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh orang atau mesin (to do what is
    expected of a person machine).
    Nurmianto dan Nurhadi (2006) menyatakan bahwa kinerja adalah
    terjemahan dari kata performance. Pengertian kinerja atau performance
    sebagai output seorang pekerja, sebuah output proses manajemen, atau suatu
    organisasi secara keseluruhan, dimana output tersebut harus dapat
    ditunjukkan buktinya secara konkret dan dapat diukur (dibandingkan dengan
    standar yang telah ditentukan).
    Menurut Husein (2005) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai
    oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
    wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai
    tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan
    sesuai denganmoral maupun etika. Kinerja yang tinggi dapat diwujudkan,
    apabila dikelola dengan baik.Itulah sebabnya setiap organisasi perlu
    menerapkan manajemen kinerja.

Tipologi Kepemimpinan


Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut
berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian
berikut :

  1. Tipe Otokratis
    Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang
    memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut:
    a. Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi;
    b. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
    menganggap bawahan sebagai alat semata-mata;
    c. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat;
    d. Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya;
    e. Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan
    pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat
    menghukum.
  2. Tipe Militeristis
    Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari
    seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang
    pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe
    militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifatberikut:
    a. Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering
    dipergunakan.
    b. Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada
    pangkat dan jabatannya;
    c. Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan;
    d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;
    e. Sukar menerima kritikan dari bawahannya;
    f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
  3. Tipe Paternalistis
    Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang
    paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut :
    a. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa;
    bersikap terlalu melindungi (overly protective);
    b. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
    mengambil keputusan
    c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
    mengambil inisiatif;
    d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
    mengembangkan daya kreasi dan fantasinya;
    e. Sering bersikap maha tahu.
  4. Tipe Karismatik
    Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan
    sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki
    karisma.Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian
    mempunyaidaya tarik yang amat besar dan karenanya pada
    umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar,
    meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan
    mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu.Karena kurangnya
    pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin
    yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin
    yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural
    powers).Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan
    sebagai kriteria untuk karisma.
  5. Tipe Demokratis
    Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan
    bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk
    organisasi modern.Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini
    memiliki karakteristik sebagai berikut :
    a. Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari
    pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di
    dunia;
    b. Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan
    organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada
    bawahannya;
    c. Senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari
    bawahannya;
    d. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam
    usaha mencapai tujuan;
    e. Iklas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
    bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki
    agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi
    lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain;
    f. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannyalebih sukses
    daripadanya;
    g. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
    pemimpin.

Teori Kepemimpinan


Kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat
diterangkan melalui tiga aliran teori sebagai berikut :

  1. Teori Genetis
    (Keturunan)Inti dari teori ini menyatakan bahwa “leader
    are born and notmade”(pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan
    bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini berpendapatbahwa
    seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah
    dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya. Dalam keadaan yang
    bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan
    menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai
    pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan
    ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.
  2. Teori Sosial
    Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada
    satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya.
    Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “leader are made and not
    born” (pemimpin itu dibuat atau dididik dan bukannya kodrati).
    Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika.
    Parapenganut teori ini mengetengahkan pendapat yang
    mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila
    diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
  3. Teori Ekologis
    Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya
    mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori
    tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori
    ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya
    akanberhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki
    bakat kepemimpinan.
    Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan
    yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan
    lebih lanjut.Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori
    terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling
    mendekati kebenaran.
    Selain teori-teori dan pendapat-pendapat yang menyatakan
    tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blanchard
    (1992) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya
    merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri,
    bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut
    diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard
    (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k)
    merupakan suatu fungsi dari pemimpin(p), bawahan (b) dan situasi
    tertentu (s), yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s). Menurut
    Hersey dan Blanchard, pemimpin(p) adalah seseorang yang dapat
    mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja
    maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi.
    Organisasi akan berjalan dengan baik jika pemimpinmempunyai
    kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pemimpinmempunyai
    keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan
    konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atausekelompok orang
    yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang
    setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati
    bersama guna mencapai tujuan.
    Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang
    sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung
    kepada para pengikutnya ini.Oleh sebab itu, seorang pemimpindituntut
    untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
    Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu
    keadaan yang kondusif, di mana seorang pemimpinberusaha pada saatsaat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti
    kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu
    situasi misalnya, tindakan pemimpinpada beberapa tahun yang lalu
    tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena
    memang situasinya telah berlainan.

Kepemimpinan


Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam
manajemenorganisasi.Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena
adanya keterbatasan-keterbatasan tertentu pada diri manusia.Dari
sinilah timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin.
Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasan,
cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam oragnisasi
dan persepsi mengenai pengaruh yang sah.Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
dengan antusias .
Menurut Utomo (2002;34-52), kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya
lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Menurut Achmad Suyuti (2001) yang dimaksud dengan kepemimpinan
adalah proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran,
perasaan, tindakan dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke
arah tujuan tertentu.
Kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai
suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang
menyangkut kemampuannya dalam memimpin.Perwujudan tersebut
biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu.
Pengertian kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan
pendapat yang disampaikanoleh Setiawan (2008) yangmenyatakan
bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang
dipersepsikan atau diacu oleh bawahan.
Kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk
mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk
mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Trianingsih (2007) Kepemimpinan adalah
suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan
bawahannya.

Pengaruh Kepuasan kerja dan Kinerja Karyawan


Penelitian mengenai kepuasan kerja biasanya berfokus pada pengaruhnya terhadap kinerja. Hubungan antara kepuasan kerja dan
kinerja sebenarnya berbeda dengan pernyataan Robbins yang menyatakan bahwa “karyawan yang puas adalah karyawan yang
produktif.” Hal ini karena karyawan yang puas biasanya memiliki motivasi untuk lebih terlibat dalam pekerjaan mereka agar
lebih produktif (Robbins, 2018:52).Terjadi hubungan timbal balik antara kinerja dan kepuasan kerja. Artinya, kepuasan kerja
dapat meningkatkan kinerja sehingga karyawan yang puas cenderung lebih produktif. P

Penilaian Kinerja Karyawan


Menurut Noe (2022), pelatihan dan pengembangan karyawan memiliki peran penting dalam meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan karyawan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja mereka. Selain itu, keterlibatan
karyawan juga menjadi faktor yang memengaruhi kinerja mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Macey & Schneider (2022),
keterlibatan karyawan adalah tingkat keterikatan atau kepedulian karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi tempat mereka
bekerja. Karyawan yang merasa terlibat dengan organisasi cenderung menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan
karyawan yang tidak merasa terlibat..
Berdasarkan penelitian oleh Pratama & Sukarno (2021), melalui penilaian kinerja, karyawan merasa diakui dan
kontribusi mereka dihargai, yang akhirnya mendorong mereka untuk meningkatkan kinerja mereka. Bilgah (2018:2014)
menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses yang digunakan perusahaan untuk mengevaluasi kinerja karyawan,
memberikan manfaat yang signifikan bagi karyawan, manajer, SDM, dan perusahaan. Penilaian kinerja juga berfungsi sebagai
alat motivasi bagi karyawan melalui komunikasi, yang bertujuan mencapai efisiensi maksimal.
Menurut Sukamto et al., (2021), sistem penilaian kinerja karyawan adalah hal yang penting untuk diterapkan dalam
perusahaan atau organisasi guna mengevaluasi perkembangan perusahaan. Evaluasi kinerja karyawan mencakup kriteria-kriteria
yang ditetapkan oleh perusahaan, seperti kedisiplinan, sikap, dan lainnya. Penilaian kinerja karyawan merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk memahami bagaimana kinerja karyawan berlangsung di dalam perusahaan. Melalui penilaian kinerja, perusahaan
dapat mengambil tindakan seperti memberikan peringatan, pelatihan, kenaikan gaji, promosi, dan sebagainya. Organisasi
memiliki berbagai metode yang dapat digunakan untuk merencanakan, menilai, dan mengevaluasi kinerja karyawan.
Pertumbuhan organisasi sangat tergantung pada efektivitas penilaian kinerja ini. penilaian kinerja (Ayah, 2019). Penilaian kinerja
memberikan informasi yang akurat tentang perilaku dan kinerja karyawan. Penilaian kinerja adalah evaluasi berkala terhadap
kinerja organisasi, bagian-bagiannya, dan personel berdasarkan visi, tujuan, dan standarnya. Manajemen kinerja membutuhkan
sistem evaluasi kinerja yang baik untuk mengukur output perusahaan.

Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan


Faktor-Faktor Menurut Sutrisno (2018), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah:

  1. Efisiensi dan efektivitas
    Dikatakan efektif jika tercapai suatu tujuan, dikatakan efektif jika menjadi pendorong yang memuaskan untuk mencapai
    tujuan, baik efektif maupun tidak.
  2. Wewenang dan tanggung jawab
    Setiap karyawan mengetahui hak dan tanggung jawabnya. Kinerja karyawan terwujud ketika karyawan berkomitmen
    untuk bekerja.
  3. Disiplin
    Disiplin meliputi kepatuhan dan kepatuhan terhadap kesepakatan antara perusahaan dan karyawan.
  4. Inisiatif
    Inisiatif seseorang merujuk pada daya pikir, kreativitas berupa gagasan untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan
    dengan tujuan organisasi.

Pengertian Kinerja Karyawan


Menurut Moeheriono (2019), tindakan adalah contoh realisasi program tindakan atau kebijakan dalam implementasi
tujuan, sasaran, visi dan misi organisasi melalui perencanaan strategis organisasi. Menurut Sutrisno (2018), kinerja adalah
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan batas
wewenang dan tanggung jawabnya sehubungan dengan pencapaian tujuan organisasi yang bersangkutan, secara sah,
tanpa melanggar hukum dan sesuai dengan prinsip moral dan etika.
Menurut Mangkuprawira (2019), kinerja adalah kemauan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan suatu
kegiatan dan menyelesaikannya dengan hasil yang diharapkan sesuai dengan tanggung jawabnya. Menurut Siagian
(2018), kinerja karyawan disebabkan karena karyawan telah bekerja selama periode waktu tertentu, dan fokusnya adalah
pada pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan selama periode waktu tertentu.

Indikator Kepuasan Kerja

  1. Menurut Afandi (2018:82), indikator kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
  2. Pekerjaan Apakah isi pekerjaan yang dilakukan oleh orang tersebut memiliki unsur kepuasan? 2.
    Remunerasi Besarnya remunerasi yang diterima atas pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan yang
    dianggap wajar.
  3. Promosi Kesempatan seseorang untuk berkembang melalui promosi. Ini ada hubungannya dengan apakah
    ada peluang karir di tempat kerja.
  4. Supervisor Seseorang yang selalu memberi perintah atau petunjuk saat melakukan pekerjaan.

Faktor-Faktor Kepuasan Kerja


Menurut Glimer dalam Sutrisno (2018: 77-78), faktor-faktor berikut mempengaruhi kepuasan kerja:

  1. Kemungkinan kemajuan. Dalam hal ini, kesempatan untuk mendapatkan pengalaman dan meningkatkan
    keterampilan selama bekerja.
  2. Keamanan kerja. Faktor ini disebut dukungan kepuasan kerja dan bagi karyawan. Kondisi aman sangat
    mempengaruhi emosi karyawan selama bekerja.
  3. Gaji. Lebih banyak melahirkan ketidakpuasan, dan orang jarang mengungkapkan kepuasan mereka dengan
    uang yang mereka peroleh
  4. Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik dapat menyediakan situasi dan kondisi
    kerja yang stabil. Faktor ini menentukan kepuasan kerja karyawan.
  5. Pengawasan dan pengawas. Pengawasan yang buruk dapat menyebabkan absensi dan turnover.
  6. Faktor internal di tempat kerja.
    Atribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggan
    akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
  7. Kondisi kerja.
    Termasuk di sini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran, kantin, dan tempat parker.
  8. Aspek sosial dalam pekerjaan.
    Salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas
    dalam kerja.Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alas an untuk
    menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan
    mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap
    kerja.
  9. Fasilitas.
    Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat
    dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Teori Kepuasan Kerja


Menentukan ukuran kepuasan kerja melibatkan penggunaan teori yang dapat menjelaskan perilaku
individu terkait kepuasan kerja. Teori-teori ini berguna untuk mengevaluasi perilaku karyawan dalam hal
kepuasan dan ketidakpuasan. Menurut Mangkunegara (2018:120), terdapat enam teori tentang kepuasan
kerja yang meliputi:

  1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
  2. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
  3. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
  4. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
  5. Teori Dua Faktor dari Herzberg (Two Factor Theory)
  6. Teori Pengharapan (Expectancy Theory)
    Teori-teori ini memberikan wawasan dan perspektif yang berbeda mengenai kepuasan kerja dan dapat
    digunakan sebagai landasan dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan
    dalam lingkungan kerja.

Pengertian Kepuasan Kerja


Adiwantari et al., (2019) Sumber daya manusia dalam sebuah organisasi memiliki nilai yang sangat penting.
Karyawan merupakan pihak yang berperan dalam mencapai tujuan organisasi. Sebagai makhluk sosial yang memiliki
pikiran, perasaan, dan keinginan yang dapat berubah dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, karyawan memiliki
tugas untuk mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Sebaliknya, organisasi juga bertanggung jawab untuk menyediakan
tempat kerja yang aman, nyaman, serta sarana prasarana yang sesuai agar karyawan dapat mencapai tujuan organisasi
dengan baik.
Kepuasan kerja karyawan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan kerja. Tingkat kepuasan kerja
karyawan mencerminkan sejauh mana mereka menyukai pekerjaan yang mereka lakukan. Perilaku karyawan terhadap
pekerjaan mereka dapat dilihat dari respons dan reaksi emosional yang ditunjukkan. Kepuasan kerja merupakan hasil dari
berbagai faktor yang mempengaruhi persepsi karyawan terhadap pekerjaannya.
Organisasi mempertimbangkan banyak hal untuk menjawab pertanyaan mengenai kepuasan kerja karyawan.
Upaya untuk mencapai kepuasan kerja merupakan insentif bagi peningkatan kinerja dan produktivitas dalam
organisasi.Sasongko et al., (2021) Kepuasan kerja pada dasarnya bersifat individual, dengan setiap orang memiliki
tingkat kepuasan yang berbeda berdasarkan nilai-nilai sendiri. Seorang karyawan merasa nyaman dan sangat loyal
terhadap perusahaan ketika mendapatkan kepuasan kerja yang diinginkan. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan
kepuasan kerja karyawan tersebut dibandingkan dengan karyawan lainnya. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana karyawan mengalami pekerjaannya. Seorang karyawan yang
mencintai pekerjaannya pasti akan memberikan hasil yang terbaik bagi organisasinya. Sebaliknya, jika seorang karyawan
tidak mencintai pekerjaannya, tentu akan menghasilkan hasil yang kurang optimal.
Mangkunegara (2018:117) Kepuasan kerja dapat diartikan sebagai perasaan yang mendukung atau tidak
mendukung seorang karyawan terhadap pekerjaannya atau kondisinya. Keselarasan antara kebutuhan pribadi karyawan
dan tuntutan pekerjaan memainkan peran penting dalam mencapai kepuasan kerja. Menurut Wijono (2018:120), kepuasan
kerja merupakan hasil dari evaluasi karyawan terhadap pengalaman kerja yang positif dan menyenangkan. Dalam
evaluasi ini, karyawan menilai apakah mereka merasa senang atau tidak puas dengan pekerjaannya.
Sutrisno (2019:74) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap karyawan terhadap pekerjaannya, termasuk
situasi kerja, kerjasama dengan rekan kerja, imbalan yang diterima di tempat kerja, serta faktor fisik dan psikologis.
Semakin puas kebutuhan karyawan dalam organisasi, semakin optimal tingkat kinerja dan produktivitas mereka, yang
pada akhirnya akan mendukung pencapaian tujuan organisasi.