Penyerapan Tenaga Kerja


Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan
dengan harga. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja berarti
hubungan antara tingkat upah dengan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki
oleh majikan (pengusaha) untuk dipekerjakan (dibeli). Permintaan pengusaha atas
tenaga kerja berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa.
Orang membeli barang dan jasa karena barang dan jasa tersebut memberikan
nikmat kepada si pembeli. Sementara pengusaha mempekerjakan seseorang
karena orang tersebut membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual
kepada masyarakat konsumen. Dengan kata lain, pertambahan permintaan
perusahaan terhadap tenaga kerja bergantung pertambahan permintaan masyarakat
akan barang dan jasa yang diproduksi. Permintaan tenaga kerja yang seperti itu
dinamakan derived demand (Payaman J. Simanjuntak, 1985). Pengusaha
memperkerjakan seseorang karena membantu memproduksi barang/jasa untuk
dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan pengusaha
terhadap tenaga kerja, tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat akan
barang yang diproduksi. Di dalam menganalisis mengenai permintaan perlulah
disadari perbedaan diantara istilah ini: “permintaan” dan “jumlah barang yang
diminta”. Ahli ekonomi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan permintaan
adalah keseluruhan dari pada hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah
permintaan. Sedangkan jumlah barang yang diminta berarti banyaknya permintaan
pada suatu tingkat harga tertentu

Karakteristik Industri Kecil


Menurut Djoko Sudantoko dan Panji Anoraga (2002) secara umum sektor
industri kecil memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti
kaidah administrasi pembukauan standart. Kadangkala pembukuan tidak di-up
to date sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya.
b. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yanng sangat tinggi
c. Modal terbatas
d. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih sangat terbats
e. Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit mengharapkan mampu
menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.
f. Kemampuan perusahaan dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas.
g. Kemampuan untuk memperolah sumber dana dari pasar modal rendah,
mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya. Untuk mendapatkan
dana dari pasra modal, sebuah perusahaan harus mengikuti sistem administrasi
standar dan harus transparan

Pengertian Kesempatan Kerja


Menurut Badan Pusat Statistik yang dimakasud kesempatan kerja adalah
banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja pada suatu perusahaan.
Kesempatan kerja ini akan menampung semua tenaga kerja apabila lapangan
pekerjaan yang tersedia mencukupi atau seimbang dengan banyaknya tenaga kerja
yang ada. Adapun lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan usaha, instansi
dimana seseorang bekerja atau pernah bekerja. Kesempatan kerja merupakan
kesempatan bagi angkatan kerja untuk menciptakan lapangan pekerjaan dengan
harapan untuk mendapat imbalan yang dilakukannya. Usaha perluasan
kesempatan kerja tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya,antara
lain :
a. Kependudukan
Di satu pihak merupakan modal dasar, dan di pihak lainnya juga dapat menjadi
beban nasional andaikata pertumbuhannya tidak seimbangan dengan perluasan
kesempatan kerja.
b. Letak Geografis dan Sumber Daya Alam
Letak geografis yang strategis dengan sumber daya alam yang melimpah
merupakan potensi yang dapat dikembangkan sebagai wadah maupun wahana
dalam penciptaan kesempatan kerja.
c. Kondisi Ekonomi
Sektor informal yang padat karya merupaka faktor dominan yang
mempengaruhi kemungkinan kesempatan kerja.
d. Kondisi Politik
Kondisi politik dalam pengertian pengambilam keputusan suatu kebijaksanaan
yang diambil untuk menciptakan iklim yang sehat bagi perluasan kesempatan
kerja.
e. Kondisi Sosial dan Budaya
Sosial budaya suatu bangsa dengan pranata sosialnya merpakan nilai-nilai yang
dapat mendorong atau menghambat kesempatan kerja

Pengertian Tenaga Kerja


Keberhasilan pembangunan ekonomi salah satunya dipengaruhi oleh faktor
produksi. Faktor-faktor produksi tersebut diantaranya adalah penduduk (sumber
daya manusia). Yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah penduduk
dalam usia kerja. Dari segi penduduk sebagai faktor produksi maka tidak semua
penduduk dapat bertindak sebagai faktor produksi hanya penduduk usia kerja
dalam arti sudah bekerja atau mencari kerja. Sedangkan kelompok bukan
angkatan kerja meliputi golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus
rumah tangga dan golongan-golongan lain atau penerima pendapatan yaitu mereka
yang menerima pensiunan, tingkat bunga atas simpanan, sewa atas milik dan
mereka yang hidupnya tergantung kepada orang lain seperti manula, penyandang
cacat, narapidana serta penderita sakit kronis.
Tenaga kerja adalah seluruh penduduk suatu negara yang dapat memproduksi
barang dan jasa, jika ada permintaan terhadap tenaga kerja dan jika mereka mau
berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Menurut Payaman J. Simanjuntak (1985)
dalam bukunya Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, tenaga kerja (man
power) adalah penduduk yang sudah bekerja dan sedang bekerja, yang sedang
mencari pekerjaan, dan yang sedang melaksanakan kegiatan lain seperti
bersekolah dan mengurus rumah tangga. Orang tersebut dapat dikatakan sebagai
angkatan kerja kecuali mereka yang tidak melakukan aktifitas kerja.
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, Tenaga Kerja adalah tiap
orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik didalam maupun diluar
hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Tenaga kerja adalah sebagian dari seluruhan penduduk yang secara
potensial dapat menghasilkan barang dan jasa dari penduduk. Di Indonesia dipilih
batas umur minimal 10 tahun tanpa batas maksimum. Dengan perkataan lain
tenaga kerja di Indonesia adalah setiap penduduk yang berumur 10 tahun lebih.
Sedang penduduk yang berumur dibawah 10 tahun sebagai batas umur minimum
adalah berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak
penduduk berumur muda terutama di desa-desa, yang bekerja atau mencari
pekerjaan. Demikian juga di Indonesia tidak menganut batas umur maksimum.
Alasannya adalah bahwa Indonesia belum mempunyai jaminan sosial secara
nominal, hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang menerima tunjangan di
hari tua yaitu pegawai negeri dan pegawai swasta. Dasar perkiraan kesempatan
kerja adalah rencana investasi dan target hasil yang direncanakan atau secara
umum rencana pembangunan. Tiap kegiatan mempunyai daya serap yang berbeda
akan tenaga kerja, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Daya serap tersebut
berbeda sektoral maupun menurut penggunaan teknologi. Sektor maupun sub
sektor yang dibangun dengan cara padat kerja menimbulkan kesempatan kerja
yang relatif besar dan tidak terlalu terikat pada persyaratan ketrampilan yang
cukup tinggi. Perkiraan daya serap tenaga kerja tiap sektor dan sub sektor
ekonomi yang diperlukan sangat penting dalam memperkirakan kesempatan kerja
(Payaman J. Simanjuntak, 1985)

Hubungan antara Variabel Pertumbuhan Ekonomi Dengan Variabel Penyerapan Tenaga Kerja


Pertumbuhan ekonomi yang setiap tahunnya semakin meningkat
mengakibatkan terjadinya peningkatan terhadap peneyrapan tenaga kerja, hal ini
jika dilihat dari teori dan beberapa penelitian yang telah dilakukan. Dimana
apabila pertumbuhan ekonomi suatu wilayah meningkat berarti kemampuan
daerah tersebut dalam mengembangkan dan mengolah barang dan jasa semakin
baik sehingga potensi pertumbuhan ekonomi nya tinggi. Hal ini tentu berdampak
positif bai semua pihak. Baik itu para pencari kerja, perusahaan ataupun negara.
Karena dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi berrati kesejahteraan
meningkat, konsumsi masyarakat pun meningkat dan menurunnya kesenjangan
sosial (Tambunan, 20I6). Maknanya ialah pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan
selalu diiringi melalui naiknya permintaan berpengaruh tenaga kerja yang masih
menganggur.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)


PMDN atau sering disebut juga investasi ini merupakan suatu komponen
yang biasa digunakan untukm menentukan seberapa besar tingkat pengeluaran
secara agregat kata selain itu dapat pula disebut sebagai penanaman modal.
Dimana penanaman modal ini sendiri terdapat 2 komponen atau terbai menjadi 2
yaitu PMDN dan PMA dimana masing masing memiliki konteks yang berbeda-
beda. Selain itu dapat pula diartikan sebagai pengeluaran para penanam modal dan
juga perusahaan guna untuk membeli aset berupa alat, mesin dan barang –barang
atau perlengkapan-perlengkapan lain yang dibutuhkan dalam terlaksananya
sebuah produksi dan diharapkan dapat menambah kemampuan didalam
meningkatkan produksi suatu barang atau jasa agar dapat meningkatkan hasil
yang akan diperoleh sehingga dapat meningkatkan keuntungan dengan semakin
berlipat gandanya jumlah modal yang di investasikan. Secara luas investasi
sendiri dilakukan untuk mendukung pelaksanaan proyek. Didalam negara
berkembang tentu kegiatan proyek sangatlah dibutuhkan guna untuk membangun
segala macam infrastruktur dan fasilitas umum lain guna untuk meningkatkan
pembangunan.
Selain itu berdasarkan sumbernya investasi sendiri dibai menjadi 2 yaitu ada
investasi pemerintah dan ada juga investasi swasta. Seperti yang kita ketahui
investasi pemerintah tentu investasi yang digunakan untuk pembelian seperti surat
berharga dan investasi langsung dan ini untuk jangka panjang sedangkan sumber
dana nya senidri ditetapkan oleh pemerintah, hal ini bukan karena alasan
pembelian surat berharga dan investasi langsung diharapkan mampu
mengembalikan nilai pokok ditambah dengan manfaat lainnya dan hal ini dalam
jangka waktu tertentu. Sedangkan jika investasi swasta sendiri terbagi menjadi 2
yiatu PMDN dan PMA, diartikan sebagai investasi yang sumber dananya berasal
dari tabungan seperti rumah tangga, perusahaan negara atau daerah yang ditanam
kembali, penanaman modal swasta dan kredit investasi (Marselina, 2016)
Penanaman modal dalam negeri merupakan kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah negara republik indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
Penanaman modal dalam negeri dapat diartikan perseorangan warga negara
Indonesia, badan usaha Indonesia negara Republik Indonesia. Penanaman modal
itu sendiri berupa perumahan, tanah, emas atau suatu bisnis tertentu. Pengaruh
PMDN terhadap pertumbuhan ekonomi investasi menghimpun akumulasi modal
dengan membangun sejumlah gedung dengan peralatan yang berguna bagi
kegiatan produktif, maka output potensial suatu bangsa akan bertambah dan
pertumbuhan ekonomi jangka panjang juga akan meningkat (Handayani, 2011).
Dalam teori Harrod-Domar, pembentukan modal atau investasi merupakan
faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal
tersebut dapat diperoleh melalui akumulasi tabungan. Menurut Harrod-Domar,
pembentukan modal tidak hanya dipandang sebagai pengeluaran yang akan
menambah kemampuan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang dan jasa
tetapi juga akan meningkatkan permintaan efektif masyarakat. Pada kegiatan
investasi terdapat hubungan yang erat terhadap penciptaan lapangan pekerjaan
baru, karena akan memunculkan kegiatan produksi yang meningkat sehingga
masyarakat yang terserap akan memiliki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. (Awandari et al., 2016)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


IPM dijadikan sebagai tolak ukur dimana biasanya digunakan untuk
mengetahui dan melihat sejauh mana pencapaian pembangunan manusia suatu
wilayah atau suatu waktu. Dimana hal ini dapat dilihat melalui beberapa faktor
yang dijadikan acuan dalam perhitungan IPM ini senndiri seperti derajat
kesehatan dan panjangnya umur, pendidikan dilihat dari lamanya sekolah, dan
pendapatan yang diukur dengan daya beli masyarakat itu sendiri. IPM
Mewujudkan suatu proses memperkolosal pilihan yang ada bagi manusia. IPM
sendiri menggambarkan sejauh mana pencapaian dalam kehidupan manusia.
Dimana hal ini digambarkan oleh beberapa indikator seperti tingkat keberhasilan
yang dicapai oleh manusia itu sendiri, dimana hal ini digambarkan oleh angka
yang berkisar antara 0-1, dimana apabila semakin mendekati angka 1 maka
menunjukkan bahwa pembangunan manusia di suatu negara atau daerah tersebut
berarti membaik dan maju. Jika berdasarkan BPS IPM sendiri merupakan ukuran
yang mana diterapkan guna mengetahui kualitas hidup pembangunan manusia itu
sendiri.Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks pembangunan manusia
adalah suatu ukuran yang digunakan dalam mengetahui kualitas hidup
pembangunan manusianya. Ada tiga komponen yang mempengaruhi IPM antara
lain :

  1. Derajat kesehatan dan panjangnya umur yang terbaca dari angka harapan
    hidup (life expecntacy rate), parameter kesehatan dengan indikator angka
    harapan hidup, mengukur keadaan sehat dan berumur panjang.
  2. Pendidikan yang diukur dengan angka melek hurup rata-rata lamanya
    sekolah, parameter pendidikan dengan angka melek huruf dan lamanya
    sekolah, mengukur manusia yang cerdas, kreatif, terampil dan bertaqwa.
  3. Pendapatan yang diukur dengan daya beli masyarakat (purchasing power
    parity), parameter pendapatan dengan indikator daya beli masyarakat,
    mengukur manusia yang mandiri dan memiliki akses untuk layak

Pertumbuhan Penduduk


Bertambahnya jumlah penduduk dalam setiap tahunnya membuat kepadatan
penduduk di suatu wilayah menjadi membesar. Dengan semakin membesarnya
kepadatan penduduk maka muncul permasalahan permasalahan baru yang dapat
mengganggu perekonomian baik dalam skala mikro sampai skala makro. Pada
skala mikro, muncul permasalahan permasalahan seperti: kebutuhan pangan sukar
di dapat, ketersedian tempat pendidikan, dan kesehatan menjadi kurang.
Sedangkan pada skala makro, permasalahan yang muncul yaitu: pengangguran
dalam tingkat nasional dikarenakan kurangnya lowongan pekerjaan, pendapatan
Negara berkurang, inflasi, kemiskinan, dan sebagainya. Disamping itu jumlah
penduduk yang cukup besar dari satu sisi dapat menjadi modal dasar
pembangunan dan jumlah penduduk juga dapat menghambat pembangunan
ekonomi apabila komposisi penduduk usia kerja lebih kecil bila dibandingkan
penduduk diluar usia kerja dan tingginya tingkat pengangguran. Terdapat Tiga
faktor penyebab perubahan jumlah penduduk di suatu daerah, Kelahiran
(fertilitas), Kematian (mortalitas) dan Perpindahan (migrasi).
Perangkap Populasi suatu Negara merupakan suatu masalah serius,
menurutnya populasi penduduk apabila tidak dicegah maka akan berkembang
menjadi dua kali setiap 30 atau 40 tahun dan pada waktu yang bersamaan lahan,
persediaan sumber daya alam, dan faktor-faktor produksi lainnya mulai berkurang
sehingga terjadilah kelanggkaan sumber daya. Dengan berkurangnya kelangkaan
sumber daya maka pendapatan per kapita menjadi rendah atau biasa disebut
dengan kemiskinan absolut. Untuk mengatasinya, Malthus memberikan anjuran
supaya setiap penduduk berusaha menahan nafsu dan membatasi keturunannya
(Todaro, 2006).
(Puspa, 2019) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Aliran Marxisme
yaitu Marx dan Engels menganggap ledakan petumbuhan penduduk tidak akan
mempengaruhi berkurangnya sumber pangan melainkan ledakan pertumbuhan
penduduk akan menyebabkan berkurangnya ketersedian lapangan pekerjaan.
Keadaan ini terjadi karena kaum kapitalis lebih memilih menggunakan mesin-
mesin moderen untuk mempercepat produksi barang daripada menggunakan
buruh. Sehingga, penyebab dari kemelaratan atau kemiskinan adalah hilangnya
kesempatan kerja tersebut bukannya kekurangan bahan pangan.

Pertumbuhan Ekonomi


Peningkatan kemapuan perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa
inilah yang di definisikan sebagai pertumbuahn ekonomi. Dimana hal ini
dijadikan acuan sejauh mana aktivitas perekonomian dalam menghasilkan
tambahan pendudukan bai masyarakat yang diharapkan mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi (Pangesti dan Prawo, 2018).
Meningkatnya perekonomian suatu negara ditandai dengan semakin
meningkatnya atau terjadi peningkatan pada kegiatan ekonomi yang dicapai lebih
tinggi dari periode tahun sebelumnya. Naiknya kapasitas produksi didalam
perekonomian dapat dijadikan sebagai acuan sebagai bentuk peningkatan
perekonomian suatu negara, hal ini dapat mewujudkan peningkatan pendapatan
nasinal. Dengan meningkatnya pendapatan nasional diharapkan mampu menjadi
salah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai perkembangan perekonomian suatu
negara. Selain itu tujuan lain pertumbuhan ekonomi juga sebaia upaya
peningkatan output dalam kapasitasproduksi dan dapat diukur dengan
menggunakan PDB ataupun PDRB. (Rahardjo, 2013).
Sebagaimana teori yang dikemukakan Prof Rahardjo Adisasmita dalam
bukunya bahwa ada beberapa indikator yang dapat dijadikan sebagai landasan
untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah sebagai berikut:
a. Ketidakseimbangan Pendapatan
Dalam keadaan yang baik, dimana pendapatan secara nyata direalisasikan
secara adil, 80% populasi terbawah akan menerima 80% dari total pendapatan,
sedangkan 20% populasi teratas menerima 20% total pendapatan. Menurut PBB,
susunan pengelompokan penduduk dibagi tiga, yaitu 40% populasi terendah, 40%
populasi sedang, dan 20% populasi teratas. Indikator ketidakseimbangan
pendapatan dapat diterapkan untuk menilai keberhasilan pembangunan ekonomi
di suatu wilayah.
b. Perubahan Struktur Perekonomian
Dalam masyarakat yang maju, pembangunan ekonomi yang dilaksanakan
akan mengakibatkan perubahan struktur perekonomian, dimana terjadi
kecendrungan bahwa kontribusi (peran) sektor petanian terhadap nilai PDRB akan
menurun, sedangkan kontribusi sektor industri akan meningkat. Sektor industri
memiliki peranan sangat penting dalam pembangunan nasional dan regional,
sektor industri dapat menyediakan lapangan kerja yang luas, memberikan
peningkatan pendapatan kepada masyarakat, menghasilkan devisa yang dihasilkan
dari exspor. Oleh karena itu, perekonomian suatu wilayah harus di orientasikan
selain sektor pertanian, tetapi harus pula diorientasikan kepada sektor industri.
c. Pertumbuhan Kesempatan Kerja
Masalah ketenagakerjaan dan kesempatan kerja merupakan salah satu
masalah yang stategis dan sangat mendesak dalam pembangunan di Indonesia.
Penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 240 jiwa, tingkat pengangguran
cukup tinggi dan cenderung bertambah luas akibat krisis financial Negara-negara
di dunia. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang sangat luas tersebut, diperlukan
peranan pemerintah. Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah
pembangunan prasarana (misalnya jalan). Pembangunan prasarana dan sarana
transportasi akan menunjang berkambangnya berbagai kegiatan di sektor-sektor
lainnya (pertanian, perdagangan, industri, pariwisata dan lainnya).
d. Tingkat dan Penyebaran Kemudahan
Dalam hal ini “kemudahan” diartikan sebagai kemudahan bagi masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya, baik pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
(seperti sandang, pangan, papan, memperoleh pelayanan pendidikan dan
kesehatan, kesempatan melakukan ibadah, rekreasi dan sebagainya), maupun
pemenuhan kebutuhan untuk dapat melakukan kegiatan usaha misalnya
mendapatkan bahan baku, bahan pendukung, suku cadang, listrik, air bersih, dan
jasa-jasa seperti jasa angkutan, pemasaran, perbankan dan lainnya).
e. Produk Domestik Regional Bruto
Salah satu konsep yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi
regional (wilayah) adalah konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
PDRB merupakan ukuran prestasi (keberhasilan) ekonomi dari seluruh kegiatan
ekonomi. Salah satu indikator untuk melihat pertumbuhan ekonomi di suatu
wilayah adalah dengan menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah diperoleh dari kenaikan PDRB atas
dasar harga konstan yang mencerminkan kenaikan produksi barang dan jasa dari
tahun ke tahun

Penyerapan Tenaga Kerja


Penyerapan tenaga kerja dalam kuncoro ini diartikan sebagai
besarnya/banyaknya tenaga kerja yang terserap pada pasar tenaga kerja, hal ini
dicerminkan dari berapa banyak lapangan pekerjaan yang telah terisi dan dilihat
dari penduduk bekerja. Penduduk berkeja sendiri dapat terserap karena danya
permintaan, permintaan dalam hal ini adalah permintaan akan tenaga kerja pada
pasar tenaga kerja, hal itulah yang menyebabkan permintaan tenaga kerja
dikatakan juga sebagai penyerapan tenaga kerja. (Kuncoro, 2014).
Dipasar tenaga kerja juga ada yang namanya permintaan dan penawaran
akan tenaga kerja, dimana apabila penawaran dan permintaan seimbang hal ini lah
yang mampu menyeimbangkan pasar tenaga kerja. Keseimbangan antara
permintaan dan penawaran tenaga kerja ini secara bersama-sama menentukan
adanya interaksi suatu penggunaan tenaga kerja keseimbangan. (Idham, 2018).
Dalam dunia kerja, penyerapan tenaga kerja setiap sektornya berbeda-beda.
Penyeleksian tenaga kerja di butuhkan suatu keahlian khusus, pendidikan,
keahlian dan pengalaman untuk bisa bekerja pada sektor formal. Usaha perluasan
lapangan pekerjaan dapat dilakukan untuk menyerap tenaga kerja dengan dua
cara:
1) Pengembangan industri yaitu jenis industri yang bersifat padat karya yang
dapat menyerap relatif banyak tenaga kerja dalam industri termasuk industri
rumah tangga.
2) Melalui berbagai proyek pekerjaan umum, misalnya pembuatan jembatan,
jalan raya atau bendungan

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas


Sebelum dilakukan pengendalian kualitas harus diketahui terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas baik produk ataupun jasa.
Menurut Sofian Assauri (dalam Sumayyah, 2020) terdapat 9 faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas produk yang biasa disebut 9M atau sembilan bidang
dasar, yaitu:
1) Market (Pasar)
Jumlah produk baru dan berkualitas yang ditawarkan perusahaan
terus bertumbuh secara terus menerus. Konsumen disarankan agar
mempercayai bahwa terdapat sebuah produk yang mampu memenuhi
semua kebutuhannya. Saat ini konsumen lebih cermat dalam memilih dan
membeli produk yang sesuai kebutuhannya. Ruang lingkup pasar menjadi
lebih besar serta secara fungsional lebih terspesialisasi dalam produk yang
ditawarkan. Dengan meningkatnya jumlah perusahaan, pasar menjadi
bertaraf internasional. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus mampu
menyesuaikan dengan kondisi saat ini dengan cepat.
2) Money (Uang)
Meningkatnya pesaing di dalam berbagai bidang bisnis bersamaan
dengan fluktuasi ekonomi dunia berdampak menurunnya batas laba. Pada
waktu yang bersamaan, kebutuhan akan otomatisasi dan pemekanisan
menyebabkan pengeluaran yang besar untuk proses dan perlengkapan yang
baru. Penambahan investasi pabrik harus dibayar melalui naiknya
produktivitas, menimbulkan kerugian dalam jumlah besar, hal tersebut
disebabkan oleh barang afkiran dan pengulangan kerja yang serius. Fakta
tersebut menjadi perhatian para manajer di bidang biaya kualitas sebagai
salah satu dari “titik lunak” tempat biaya operasional dan kerugian dapat
diturunkan untuk memperbaiki laba.
3) Management (Manajemen)
Tanggung jawab kualitas telah didistribusikan melalui beberapa tim
khusus. Pada saat ini bagian pemasaran dengan fungsi perencanaan
produknya, harus dapat membuat persyaratan produk. Bagian perancangan
bertanggung jawab untuk membuat produk yang memenuhi persyaratan
tersebut. Bagian produksi mengembangkan dan memperbaiki kembali
proses agar dapat memberikan kemampuan yang baik dalam menciptakan
sebuah produk sesuai dengan rancangan. Bagian pengendalian kualitas
merencanakan pengukuran kualitas pada seluruh aliran proses yang mampu
menjamin bahwa hasil akhir produk memenuhi persyaratan kualitas.
Setelah produk di tangan konsumen merupakan bagian terpenting dari
keseluruhan produk. Hal ini membuat beban manajemen puncak kesulitan
dalam mengalokasikan tanggung jawab yang tepat untuk mengevaluasi
penyimpangan dari standar kualitas.
4) Man (Manusia)
Pertumbuhan pesat dalam ilmu pengetahuan teknis dan pembuatan
seluruh bidang baru seperti elektronika komputer, menciptakan permintaan
dalam jumlah besar akan karyawan dengan pengetahuan khusus. Dalam
kondisi tersebut dapat menciptakan permintaan untuk ahli sistem teknik
yang akan mendorong semua bidang tertentu untuk Bersama-sama dalam
merencanakan, menciptakan dan mengoperasikan berbagai sistem yang
akan menciptakan hasil yang diinginkan.
5) Motivation (Motivasi)
Penelitian tentang motivasi bagi tenaga kerja menunjukkan bahwa
pekerja memerlukan sesuatu yang dapat memperkuat rasa keberhasilan di
dalam pekerjaan mereka dan pengakuan secara pribadi bahwa mereka
memerlukan apresiasi atas tercapainya tujuan perusahaan, seperti
memperoleh hadiah dalam bentuk tambahan upah.
6) Material (Bahan)
Disebabkan oleh biaya produksi dan persyaratan kualitas, para ahli
teknik memilih bahan dengan batasan yang lebih ketat dari pada
sebelumnya. Akibatnya spesifikasi bahan menjadi leboh besar dan
beranekaragam.
7) Machine and Mecanization (Mesin dan Mekanik)
Permintaan perusahaan untuk mencapai penurunan biaya dan
volume produksi untuk memuaskan konsumen telah mendorong
penggunaan peralatan pabrik menjadi lebih rumit dan tergantung pada
kualitas bahan yang digunakan. Kualitas yang baik menjadi faktor kritis
dalam memelihara waktu kerja mesin agar fasilitasnya dapat digunakan
sepenuhnya.
8) Modern Information Metode (Metode Informasi Modern)
Evolusi teknologi komputer memungkinkan untuk mengumpulkan,
menyimpan, mengambil kembali, memanipulasi informasi pada skala yang
tidak terbayangkan sebelumnya. Teknologi informasi yang baru ini
menyediakan cara untuk mengendalikan mesin dan proses selama proses
produksi dan mengendalikan produk bahkan setelah produk sampai ke
konsumen.
9) Mounting Product Requirement (Persyaratan Proses Produksi)
Kemajuan yang pesat dalam perancangan produk, memerlukan
pengendalian yang lebih ketat pada seluruh proses pembuatan produk.
Meningkatnya persyaratan prestasi yang lebih tinggi bagi produk
menekankan pentingnya keamanan dan keandalan produk

Tujuan Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas berperan penting bagi perusahan dalam menjaga
dan mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan dapat berjalan baik dan
sesuai kebijakan perusahaan. Menurut Heizer & Render (2013) ada beberapa
tujuan dari pengendalian kualitas yaitu:
1) Peningkatan kepuasan pelanggan.
2) Biaya dapat ditekan seminimum mungkin.
3) Selesai tepat pada waktunya.
Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mengetahui sejauh mana
proses dan hasil produk yang dihasilkan sesuai standar yang ditetapkan
perusahaan. Adapun tujuan pengendalian kualiatas secara umum menurut
Heizer & Render (2013) sebagai berikut:
1) Spesifikasi produk akhir sesuai dengan standar mutu yang telah
ditetapkan perusahaan.
2) Biaya desain produk, biaya inspeksi dan biaya proses produksi dapat
berjalan secara efisien.
3) Prinsip pengendalian kualitas merupakan upaya untuk mencapai dan
meningkatkan proses dilakukan secara terus-menerus untuk dianalisis
agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk
mengendalikan dan meningkatkan proses, sehingga proses tersebut
memiliki kapabilitas untuk memenuhi spesifikasi produk yang
diinginkan oleh konsumen

Pengendalian Kualitas


Pengendalian kualitas merupakan suatu aktivitas atau tindakan
terencana yang dilakukan untuk mencapai, mempertahankan dan
meningkatkan kualitas suatu produk dan jasa agar sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan serta dapat memenuhi kepuasaan konsumen (Andreas, 2019).
Pengendalian kualitas dapat diartikan sebagai pengawasan mutu yang
bertujuan untuk mempertahankan kualitas atau mutu dari barang yang
dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan berdasarkan
kebijaksanaan perusahaan. Menurut (Rahmawaty dkk, 2020) pengendalian
kualitas dapat menurunkan tingkat kerusakan produk yang dihasilkan dan
dapat mengetahui faktor penyebab terjadinya kerusakan produk cacat. Jika
produk yang dikeluarkan tidak sesuai standar perusahaan maka kebijakan
proses selanjutnya dilimpahkan pada perusahaan masing-masing. Tetapi, jika
produk yang dikeluarkan tidak sesuai standar jumlahnya banyak, maka
perbaikan kualitas perlu dilakukan. Hal tersebut bertujuan agar perusahaan
dapat konsisten menghasilkan produk yang sesuai dengan apa yang telah
menjadi standar perusahaan

Kualitas


Kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam dunia bisnis
dimana baik buruknya suatu bisnis dapat diukur dari kualitas produk atau jasa
yang dihasilkan. Kualitas berasal dari bahasa latin “qualis” yang memiliki arti
“sebagaimana kenyataannya”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualitas
didefinisikan sebagai tingkat baik buruknya sesuatu, derajad atau mutu.
Beberapa Ahli mendefinisikan kualitas dengan beragam pendapat.
Menurut Sunyoto (2012) kualitas merupakan suatu ukuran untuk menilai
bahwa suatu barang atau jasa telah mempunyai nilai guna seperti yang
dikehendaki atau dengan kata lain suatu barang atau jasa dianggap telah
memiliki kualitas apabila berfungsi atau mempunyai nilai guna seperti yang
diinginkan. Kualitas adalah keseluruhan sifat suatu produk atau pelayanan
yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau tersirat (Kotler, 2005)

Kesejahteraan Ekonomi Keluarga


Keluarga yang sejahtera cenderung mengarahkan pada
situasi kondisi ekonomi dalam keluarga, dalam hal ini dalam
pemenuhan kebutuhan dalam keluarga. Sebagaimana
“Kesejahteraan ekonomi sebagai tingkat kondisi ekonomi
keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam
kehidupan keluarga. Ekonomi dalam keluarga meliputi
keuangan dan sumber-sumber yang dapat meningkatkan taraf
hidup anggota keluarga.” BKKBN dalam Wahyu, (2013,
hlm.18).
Ferguson, Horwood dan Baeutrais (dalam Nikmah,
2016, hlm. 180) memaparkan mengenai kebutuhan ekonomi
keluarga sebagai salah satu pilar penting dalam kesejahteraan
keluarga, yang dipaparkan sebagai berikut:
Kebutuhan ekonomi keluarga merupakan salah satu
indikator dari kesejahteraan ekonomi dalam keluarga.
Kesejahteraan ekonomi sebagai tingkat terpenuhinya
input secara financial oleh keluarga. Input yang
dimaksud baik berupa pendapatan, nilai asset keluarga
maupun pengeluaran. Sementara indikator output
memberikan gambaran manfaat langsung dari investasi
tersebut pada tingkat individu, keluarga dan penduduk.
Kesejahteraan ekonomi dapat dikaitkan dengan
perilaku ekonomi yang ditunjukannya,
Kebutuhan ekonomi dikaitkan dengan kepuasan dan
kemanfaatan terhadap suatu hal, sebagaimana menurut Badrudin
(dalam Nikmah, 2016, 180) mengemukakan bahwa “Dalam
pembahasan perilaku ekonomi rumah tangga tujuan dari
pengelolaan ekonomi rumah tangga adalah kepuasan dan
kemanfataan atau kegunaan “utility”. Kepuasan dan
kemanfaatan meruapakan istilah lain dari kesejahteraan.”

Dampak Wanita yang Bekerja


Keputusan kaum wanita untuk bekerja dengan alasan
apapun, tentu memiliki dampak, baik itu dampak pada dirinya,
keluarganya ataupun masyarakat sekitar. Dampak tersebut dapat
bersifat positif ataupun negatif. Dampak psikologis bagi wanita
yang mengemban banyak tanggung jawab di rumah dan tempat
kerja. Sebagaimana menurut Taylor, dkk (2009, hlm. 449)
bahwa “Tuntutan multiperan bisa menyulitkan dan membuat
stress, tidak sedikit ibu yang bekerja sering mengeluhkan tentang
kurangnya waktu dan kurang tidur. Meski begitu, tekanan dalam
pekerjaan dan keluarga dapat dikompensasi oleh manfaat,
seperti kontak sosial dan uang.”
Menurut Hidayati & Alteza (dalam Fitri, dkk (2014,
hlm. 288) mengemukakan bahwa:
Buruh perempuan dan wanita bekerja lainnya tentu
mengalami dampak psikologis pada diri mereka seperti
emosi tidak stabil, stress, mudah marah, sering
kelelahan dan gangguan kesehatan. Namun tidak jarang
dampak psikologis yang dirasakan oleh ibu yang
bekerja terhadap anak-anaknya.
Bahkan “Ibu yang bekerja tidak jarang diliputi rasa
kekhawatiran atau rasa bersalah karena mereka bekerja,
sehingga anak-anak akan kurang mendapatkan perhatian”
(Gandadiputra, dkk. 1983, hlm.49). Untuk wanita yang beperan
sebagai ibu dan istri dampak yang mungkin didapatkan
dikemukakan oleh hasil penelitian dari Hidayati & Alteza
(dalam Fitri, dkk, 2014, hlm.288-289) menunjukkan
Dampak yang ditimbulkan pada keluarga antara lain
anak kesulitan dalam belajar, emosi yang kurang
terkontrol, sering terjadi konflik dengan anggota
keluarga mengenai cara mendidik anak, anak menjadi
manja, keterbatasan waktu untuk berkumpul dengan
keluarga, tidak ada waktu untuk memperhatikan anak-
anak, interaksi yang terjadi dengan suami relatif
terbatas dan ini sering berujung pada kesalahpahaman,
anak lebih dekat dengan pengasuh, dan gangguan
bicara pada anak.
Di lain sisi, terdapat juga dampak positif yang
dirasakan oleh pekerja wanita. Sebagaimana menurut
Gandadiputra (1983, hlm.48) terdapat juga pihak-pihak dari
wanita yang mengakui adanya dampak positif mereka bekerja,
antara lain :
a. Menambah pendapatan keluarga (family income)
terutama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b. Dengan bekerja, wanita memiliki dampak positif
terhadap harga dirinya dan sikap terhadap diri
sendiri.
c. Mereka lebih merasakan kepuasan hidup yang
membuatnya lebih mempunyai pandangan positif
terhadap masyarakat.
d. Untuk istri atau ibu yang bekerja lebih sedikit
menunjukan keluhan-keluhan fisik. Dengan kata
lain, kesehatan mereka tidak terpengaruhi secara
negatif oleh tuntutan-tuntutan rumah maupun
pekerjaan.
e. Dalam mendidik anak untuk ibu yang bekerja
kurang menggunakan teknik disiplin atau otoriter.
Mereka menunjukkan lebih banyak pengertian
dalam keluarganya dengan anak.
f. Pada umumnya, istri atau ibu yang bekerja lebih
memperhatikan dan merawat penampilannya.
g. Dengan mereka bekerja di luar, kewaspadaan
mental mereka lebih berkembang.
h. Mereka dapat menunjukkan lebih banyak
pengertian terhadap pekerjaan suaminya dan
masalah-masalah yang bersangkutan, sehingga
mempunyai dampak positif terhadap hubungan
suami istri.
i. Pada umumnya istri atau ibu yang mempunyai sikap
positif terhadap pekerjaannya juga menunjukkan
penyesuaian pribadi dan sosial yang lebih baik

Perlindungan Tenaga Kerja Wanita


Tenaga kerja wanita yang telah mengorbankan tenaganya
untuk bekerja di perusahaan atau pabrik perlu mendapatkan
perlindungan yang baik atas keselamatan, kesehatan, serta
kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai
dengan martabat manusia dan moral agama. Hal ini telah
diterapkan dalam pasal 10 UU No. 1969, yang berlaku baik
tenaga kerja pria maupun wanita yang menyebutnya bahwa
“Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup
norma keselamatan kerja, norma kesehatan kerja dan kebersihan
perusahaan, norma kerja, dan pemberian ganti kerugian serta
perawatan dan rehabilitas dalam hal kecelakaan kerja.” Bahkan
perlindungan tenaga kerja wanita dijelaskan dalam jurnal
internasional The Journal International of Women’s Studies
(dalam Erfina, 2013, hlm. 4)
The American Association of University Women (AAUW)
strongly opposes private accounts in place of Social
Security benefits, which are the sole, guaranteed source
of income for many elderly women (AAUW, 2003, 2005).
The AAUW contends that the current Social Security
system contains many benefits that must be maintained,
including full cost of living adjustments, a progressive
benefit formula, spousal and widow benefits, and
disability and survivor benefits. The AAUW advocates
that any Social Security reform must maintain these
guaranteed benefits and consider the inequity of pension
benefits and retirement security for women. (Asosiasi
dari Universitas Wanita Amerika sangat menentang
rekening pribadi yang berada pada Jaminan Sosial, yang
satu-satunya, dijamin sumber pendapatan bagi banyak
perempuan lanjut usia (AAUW, 2003, 2005). AAUW ini
menyatakan bahwa sistem Jaminan Sosial saat ini
mengandung banyak manfaat yang harus dipertahankan,
termasuk biaya penuh penyesuaian hidup, progresif,
bersuami atau janda, dan cacat atau mati. Para pendukung
AAUW mengungkapkan bahwa setiap reformasi Jaminan
Sosial harus menjaga manfaat terjamin dan
mempertimbangkan ketimpangan manfaat pensiun dan
jaminan pensiun bagi perempuan)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 merupakan
payung hukum untuk memberikan perlindungan tenaga kerja,
terlebih perlindungan pada perempuan. Sebagaimana
perlindungan khusus untuk pekerja wanita diatur dalam pasal 76
ayat 1-5.
(1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari
18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 –
07.00.
(2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh
perempuan hamil yang menurut keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara
pukul 23.00 – 07.00
(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
perempuan antara pukul 23.00 – 07.00 wajib :
a. Memberikan makanan dan minuman yang
bergizi; dan
b. Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di
tempat kerja.
(4) Pengusaha wajib menyediaakan angkutan antar
jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat
dan pulang bekerja antara pukul 23.00 – 05.00
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
(3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP-224/MEN/2003
tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh perempuan antara pukul 23:00 sampai dengan
07:00. Hak tersebut berkenaan dengan fungsi reproduksi seperti
hak cuti haid, cuti melahirkan/keguguran, hak untuk menyusui
atau ruang mengambil ASI. Selain itu, terdapat pengaturan Hak
Asasi Manusia bagi perempuan dalam pasal 49 Undang-Undang
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM bahwa perempuan berhak
untuk mendapatkan perlindungan khusus, dalam pelaksanaan
pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat
mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan
dengan fungsi reproduksinya.
Pasal 77 menyatakan tentang waktu kerja yaitu waktu
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

  1. Tujuh jam satu hari dan empat puluh jam satu minggu
    untuk enam hari kerja dalam satu minggu.
  2. Delapan jam satu hari dan empat puluh jam satu minggu
    untuk lima hari kerja dalam satu minggu.
  3. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak
    3 (tiga) jam dalam satu hari dan empat belas jam dalam
    satu minggu

Faktor Pendorong Wanita Bekerja


Banyak faktor yang mempengaruhi wanita untuk bekerja
dan masuk ke ranah publik, baik itu dari wanita yang sudah
ataupun belum berkeluarga. Menurut Yanggo (dalam Ernawati,
2016, hlm. 60) menjelaskan bahwa “Beberapa faktor yang men-
dorong wanita untuk berkarier antara lain; faktor pendidikan,
keadaan dan kebutuhan yang mendesak, alasan ekonomi, motif
untuk mencari keuntungan, mengisi waktu kosong, mencari
ketenaran dan hiburan, serta mengembangkan bakat.” Sementara
menurut Risnawati (2016, hlm. 117) faktor yang memengaruhi
wanita untuk bekerja sebagai berikut:

  1. Jika pendapatan suami masih belum mampu
    mencukupi kebutuhan keluarga, maka istri akan
    bekerja lebih banyak untuk membantu memenuhi
    kebutuhan rumah tangga. Artinya, ketika jumlah
    penghasilan keluarga terutama suami relatif kecil,
    maka keputusan wanita berstatus menikah untuk
    bekerja relatif besar.
  2. Pengaruh jumlah tanggungan pada keluarga terhadap
    keputusan seorang wanita yang berstatus menikah
    untuk bekerja. Semakin banyak jumlah tanggungan
    dalam keluarga membuat semakin besar keikutsertaan
    wanita untuk berusaha memenuhi kebutuhan keluarga,
    mulai dari kebutuhan sekolah anak-anak, biaya dapur,
    kebutuhan pokok dan biaya tidak terduga lainnya.
    Adapun alasan mengapa perempuan mengalokasikan
    waktunya untuk bekerja menurut Mardikanto (dalam Fitri, dkk,
    2014, hlm. 287-288) yaitu :
  3. Untuk menambah pendapatan keluarga (family
    income), terutama jika pendapatan suami atau
    keluarga relative kecil.
  4. Memiliki berbagai keunggulan (pendidikan,
    keterampulan, model relasi, dan lain-lain), sehingga
    merasa lebih efisien untuk meniti karir dibanding jika
    hanya melakukan pekerjaan rumah tangga.
  5. Untuk menunjukkan eksistensinya sebagai manusia
    (aktualisasi diri) bahwa ia mampu berprestasi di
    tengah kehidupan keluarga dan masyarakatnya.
  6. Untuk memperoleh status atau kekuasaan lebih besar
    di dalam kehidupan rumah tangganya.
    Selanjutnya Gandadiputra (1983, hlm. 47-48)
    memaparkan beberapa hal yang mendorong wanita untuk
    bekerja antara lain :
  7. Untuk menambah penghasilan keluarga.
  8. Untuk ekonomi tidak bergantung pada suami.
  9. Untuk menghindari rasa kebosanan atau mengisi
    waktu kosong.
  10. Karena ketidakpuasan dalam rumah tangga.
  11. Karena mempunyai minat atau keahlian tertentu yang
    ingin dimanfaatkan.
  12. Untuk memperoleh status.
  13. Untuk pengembangan diri.
    Adapun menurut Ryanne (2015, hlm. 6-7)
    mengemukakan beberapa alasan umum yang dikemukakan bagi
    wanita yang bekerja di luar rumah, antara lain :
  14. Menambah pendapatan keluarga (family income)
    terutama jika pendapatan suami relatif kecil.
  15. Memanfaatkan berbagai keunggulan (pendidikan,
    keterampilan) yang dimilikinya yang diharapkan oleh
    keluarganya.
  16. Menunjukan eksistensi sebagai manusia (aktualisasi
    diri) bahwa ia mampu berprestasi dalam kehidupan
    masyarakat.
  17. Untuk memperoleh status atau kekuasaan yang lebih
    besar di dalam kehidupan keluarga

Tenaga Kerja Wanita


Menurut Erfina (2013, hlm. 4) “Tenaga kerja wanita merupakan
satu pekerja berjenis kelamin wanita yang ikut berperan serta dalam
pembangunan baik tingkat nasional maupun di tingkat daerah.” Hal ini
sesuai dengan undang-undang Nomor 13 tahun 2003, pasal 1 tentang
ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja GBHN 1988 dalam
bidang peranan wanita dalam pembangunan bangsa memaparkan sebagai
berikut:
Wanita baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber
instansi bagi pembangunan mempunyai hak, kewajiban dan
kesempatan yang sama dengan pria disegala bidang kehidupan
bangsa dalam segenap kegiatan pembangunan. Pekerja wanita
kerap dikaitkan dengan pembangunan ekonomi dan sistem
kapitalisme, terlebih pada pekerja dalam sektor industri.
Sebagaimana diungkapkan oleh Kusuma (2012, hlm.37) bahwa
“Pada sektor industri, wanita banyak dipekerjakan pada bidang-bidang
yang tidak membutuhkan keterampilan atau produktivitas yang rendah
sehingga memungkinkan mereka mendapatkan upah yang cenderung
sedikit.” Aswiyati juga menegaskan tenaga kerja wanita diartikan sebagai
berikut:
Pada umumnya wanita bekerja bukanlah semata-mata untuk
mengisi waktu luang atau mengembangkan karir, melainkan
dilakukan untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
keluarga karena penda-patan yang diperoleh suaminya kurang
mencukupi sehingga banyak wanita yang bekerja di bidang formal
dan informal. Wanita sebagai pencari nafkah berusaha untuk
membantu atau menunjang perekonomian keluarganya. Kegiatan
mencari nafkah bagi wanita adalah segenap kegiatan yang
dilakukan ibu rumah tangga, di luar pekerjaan rumah tangga untuk
mendapatkan pendapatan bagi dirinya ataupun bagi keluargan

Hukum Ketenagakerjaan


Di Indonesia pengaturan akan ketenagakerjaan diatur
dalam Undang Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Menurut Anasari (2016, hlm.16-17)
Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan dijadikan sebagai payung hukum bagi
perlindungan tenaga kerja, bahwa setiap tenaga kerja
mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak
tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama dan
aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga
kerja yang bersangkutan.
Secara normatif, terdapat aturan undang-undang yang
menjamin hak yang dimiliki seorang pekerja. Hal tersebut diatur
dalam pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 menjamin hak
setiap warga negara yang memperoleh pekerjaan. Pasal 28 D
Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa “Setiap orang
berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Sebagai tindak lanjut
dari pasal tersebut, maka pemerintah telah menetapkan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM). Dalam pasal 38 ayat (2) menyebutkan bahwa “Setiap
orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya
dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.”
Dari landasan hukum tersebut, jelas menyiratkan bahwa salah satu
kewajiban konstitusional dari negara atau pemerintah adalah
menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya.
Sebagaimana dinyatakan oleh Husni (dalam Anasari, 2016, hlm.
9) bahwa bekerja merupakan bagian dari hak asasi seorang warga
negara dalam rangka mempertahankan eksistensi kehidupannya.
Dalam kaitannya dengan pekerja atau buruh, Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 mengamanatkan bahwa
“pengembangan ketenagakerjaan secara menyeluruh dan terpadu
diarahkan pada peningkatan kompetensi dan kemandirian tenaga
kerja, peningkatan pengupahan, penjaminan kesejahteraan,
perlindungan tenaga kerja dan kebebasan berserikat.” Dalam pasal
6 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa:
Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh
perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
Perlakuan yang dimaksud mencakup dalam hal
pengupahan, kesejahteraan, dan pemutusan hubungan
kerja tanpa adanya diskriminasi antara pekerja
perempuan dan laki-laki. Ketenagakerjaan juga
menjunjung adanya nilai hak asasi manusia (HAM).
Selain itu, terdapat perlindungan kerja yang berhak
didapatkan oleh seluruh pekerja. Perlindungan tersebut dijadikan
sebagai pedoman untuk melindungi hak-hak asasi manusia.
Sebagaimana menurut Anasari (2016, hlm. 12-13) Secara teoritis,
perlindungan kerja dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang
berkaitan dengan usaha kemasyarakatan yang
bertujuan untuk memungkinkan pekerja/buruh
mengembangkan perikehidupannya sebagaimana
manusia pada umumnya dan khususnya sebagai
anggota masyarakat dan anggota keluarga.
b. Perlindungan teknis, yaitu suatu perlindungan
yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk
menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya
kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat
kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini
lebih sering disebut dengan keselamatan kerja.
c. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan yang
berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan
kepada pekerja/buruh suatau penghasilan yang
cukup berguna untuk memenuhi keperluan sehari-
hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal
pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena
sesuatu kejadian di luar kehendaknya.
Perlindungan jenis ini biasa disebut dengan
jaminan sosial

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja


Kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Dijelaskan menurut Mangkunegara (2009:67), faktor yang
mempengaruhi pencapain kinerja adalah:
1) Faktor kemampuan (ability)
Secara psikologis, kemampuan reality (knowledge + skill).
Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120)
dengan pendidikan yang memedai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih
mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
2) Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai
dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan
kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

Manfaat Penilaian Kinerja


Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam dunia
kerja menilai bahwa penilaian kinerja merupakan bagian penting dari
seluruh kekaryaan ditempat pegawai tersebut bekerja.
Menurut Mulyadi (2015:113) sebuah perusahaan mempunyai
manfaat dalam penilaian kinerja yang sangat penting
diantaranya:
1) Untuk mendapatkan informasi
2) Sebagai alat negosiasi
3) Keputusan pemberian kompensasi
4) Perbaiakan kinerja

Pengukuran Kinerja Karyawan


Untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar pekerjaan
harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan dapat
diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan waktu mengerjakan,
kehadiran, kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu pekerjaan
tertentu Bangun (2012:233).
Pengukuran kinerja karyawan dapat ditinjau dalam jumlah dan
kualitas pekerjaan yang diselesaikan karyawan pada periode tertentu.
Karyawan yang dapat menyelesaikan pekerjaan pada batas waktu
tertentu dengan jumlah yang melampaui standar pekerjaan dinilai
dengan kinerja baik. Demikian juga, hasil pekerjaan yang kualitasnya
melebihi dari standar pekerjaan dapat dinilai dengan kinerja baik.
Batas waktu atau ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan sehingga
mempengaruhi jumlah dan kualitas pekerjaan sebagai penentu kinerja
karyawan.
Jenis pekerjaan ada yang dapat diselesaikan oleh individu saja dan
ada yang menuntut untuk diselesaikan oleh dua karyawan atau lebih,
sehingga kerjasama sangat dibutuhkan. Kemampuan bekerjasama
dengan rekan ini dapat menjadi penilaian kinerja karyawan.

Tujuan Penilaian Kerja


Menurut Dharma (2001:150), “Tujuan diadakannya penilaian
kinerja bagi para pegawai dapat kita ketahui dibagi menjadi dua yaitu,
tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.”

  1. Tujuan Evaluasi
    Menurut Bangun (2012:233) “Tujuan ini dapat memberi
    manfaat dalam menentukan jumlah kompensasi yang merupakan
    hak bagi individu dan organisasi”. Manfaat lainnya yaitu
    keputusan-keputusan pemindahan pekerjaan pada posisi yang tepat,
    promosi, mutasi, atau demosi, sampai tindakan pemberhentian.
  2. Tujuan Pengembangan
    Menurut Bangun, (2012:233) “Setiap individu dalam
    organisasi dinilai kinerjanya, bagi karyawan yang memiliki kinerja
    rendah perlu dilakukan pengembangan baik melalui pendidikan
    maupun pelatihan”. Menurut Mulyadi dan Setyawan yang dikutip
    oleh Rivai dan Sagala (2009:604), tujuan utama dari penilaian
    kinerja adalah. “untuk memotivasi individu karyawan untuk
    mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku
    yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan
    dan hasil yang diinginkan oleh organisasi.”

Penilaian Kinerja


Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan
dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat
pencapaian hasil dihubungkan dengan visi yang diemban suatu
organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif. Penilaian
kinerja pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan
suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan
atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada
dalam organisasi.
Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika
pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut
maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja
pegawai. Hasibuan dalam Mulyadi (2015:109) menyatakan bahwa,
“Penilaian kinerja adalah nilai rasio hasil kerja nyata dengan standar
kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan.” Menurut
Bangun (2012:231) “Penilaian kinerja adalah proses yang dilakukan
organisasi untuk mengevaluasi atau menilai keberhasilan karyawan
dalam melaksanakan tugasnya.”

Pengertian Kinerja


Kinerja bagian dari produktivitas kerja, produktivitas berasal
dari kata “produktif” artinya sesuatu yang mengandung potensi yang
digali, sehingga produktifitas dapatlah dikatakan suatu proses
kegiatan yang terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam
komoditi atau objek. Kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja
atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Menurut
Mangkuprawira (2007:6), “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dari tanggung jawab yang
diberikannya.”
Menurut Hasibuan dalam Mulyadi (2015:109) “Kinerja adalah
suatu hasil kerja yang dicapai seorang dalam melaksanakan tugas-
tugasnya yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan pengalaman dan kesungguhan.” Dengan demikian kinerja
merupakan sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai,
dan pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan manusia
melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa
sasaran akan dapat dicapai dalam jangka waktu tertentu baik pendek
maupun panjang. Menurut Rivai dan Sagala (2009:548). “Kinerja
meruapakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai
prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya
dalam perusahaan.”

Unsur-Unsur Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan
perusahaan, pegawai, dan masyarakat. Dengan manajemen daya guna dan
hasil daya guna unsur-unsur manajemen akan dapat ditingkatkan.
Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari beberapa element yang
disingkat dengan (6 M) menurut Hasibuan (2001: 5) antara lain:

  1. Man
    Man merupakan keseluruhan sumber daya manusia yang ada
    dalam suatu organisasi yang mempunyai peran yang sangat penting.
  2. Money
    Money merupakan alat bantu berupa alat pembayaran untuk
    kelancaran operasional baik intern maupun ekstern.
  3. Method
    Method merupakan suatu cara menggunakan semua system agar
    efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  4. Machine
    Manjemen akan berfungsi jika produksi berjalan, maka machine
    disini adalah merupakan proses produksi suatu produk dari bahan
    mentah ke bahan jadi.
  5. Material
    Material adalah segala sesuatu yang behubungan dengan
    peralatan dan perlengkapan untuk mendukung kegiatan operasional.
  6. Market
    Pangsa pasar yang ada untuk menjual produk yang dihasilkan
    melalui system distribusi yang dipakai

Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia


Manjemen adalah fungsi yang berhubungan dengan upaya
mewujudkan hasil tertentu kegiatan orang lain. Hal ini berarti bahwa sumber
daya manusia mempunyai peran penting dan dominan dalam manajemen.
Manajemen sumber daya manusia mengatur dan menetapkan program
kepegawaian yang mencakup berbagai masalah sebagaimana dikemukakan
oleh Sedarmayanti (2001:4) mengemukakan sebagai berikut:

  1. Penempatan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang
    efektif sesuai dengan kebutuhan organisasi berdasarkan job
    description, job requirement dan job evaluation.
  2. Penetapan penarikan, seleksi dan penempatan pegawai
    berdasarkan azas the right man it the right place and the right
    man on the right job.
  3. Penetapan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan
    pemberhentian.
  4. Peramalan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada
    masa yang akan dating.
  5. Perkiraan keadaan perekonomian pada umumnya dan
    perkembangan suatu organisasi pada khususnya.
  6. Pemantauan dengan cermat Undang-Undang Perburuhan, dan
    kebijaksanaan pemberian balas jasa organisasi.
  7. Pemantauan kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
  8. Pelaksanaan pendidikan, latihan dan penilaian prestasi pegawai.
  9. Pengaturan mutasi pegawai.
  10. Pengaturan pension, pemberhentian dan pesangonnya

Fungsi Manajerial Sumber Daya Manusia


Secara umum fungsi oprasional manjemen sumber daya manusia
menurut Panggabean (2002: 16) adalah sebagai berikut:

  1. Pengadaan Tenaga Kerja
    Fungsi pengadaan tenaga kerja yang dikenal juga sebagai fungsi
    pendahuluan terdiri dari analisis pekerjaan, perencanaan tenaga kerja,
    penarikan dan seleksi.
    a. Analisis pekerjaan
    Analisis pekerjaan merupakan suatu proses penyelidikan yang
    sistematis untuk memahami tugas-tugas, ketrampilan, dan
    pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan
    dalam sebuah organisasi.
    b. Perencanaan tenaga kerja
    Perencanaan tenaga kerja adalah suatu proses penyediaan
    tenaga kerja dalam kuantitas dan kualitas yang diperlukan oleh
    sebuah organisasi pada waktu yang tepat agar tujuannya dapat
    dicapai.
    c. Penarikan tenaga keraja
    Penarikan tenaga kerja merupakan sebuah proses yang
    bertujuan untuk memperoleh sejumlah calon pegawai yang
    memenuhi persyaratan (berkualitas). Proses ini diawali dengan
    pemahaman akan adanya lowongan, tugas-tugas yang dikerjakan,
    kualifikasi dan system kompensasi yang berlaku, sehingga adalah
    wajar jika proses ini merupakan langkah lanjutan dari analisis
    pekerjaan dan perencanaan kerja maupun langkah-langkah yang
    diperlukan dalam penetapan sistem kompensasi, seperti evaluasi
    pekerjaan dan suvey upah dan gaji.
    d. Seleksi
    Proses penarikan dan seleksi penerimaan pegawai bertujuan
    untuk mendapatkan pegawai yang dapat membantu tercapainya
    tujuan perusahaan atau usaha untuk memperoleh jumlah tenaga
    kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Sasaran
    dari pengadaan adalah untuk memperoleh sumber daya manusia
    dalam jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia yang tepat
    bagi organisasi. Pengadaan yang berhasil akan menghasilkan
    penerimaan organisasi atau seseorang yang
    merasakan pekerjaannya.
  2. Pengembangan Pegawai
    Pengembangan pegawai dapat dilakukan melalui orientasi,
    pelatihan, dan pendidikan. Pada hakikatnya yang ditujukan untuk
    menyesuaikan persyaratan atau kualifikasi yang dibutuhkan untuk
    melaksanakan pekerjaannya dengan kualifikasi yang dimiliki pegawai
    sekarang. Orientasi dapat hanya berupa pengenalan sederhana dengan
    pegawai lama, atau dapat merupakan proses panjang yang meliputi
    pemberian informasi mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan
    personalia, prosedur kerja, gambaran umum atau sejarah, sifat
    perusahaan dan mamfaat-manfaat yang diperoleh pegawai baru. Dengan
    kata lain, tahap orientasi merupakan kegiatan pengenalan dan
    penyesuaian pegawai baru dengan organisasi seperti pelatihan dan
    pendidikan.
  3. Perencanaan dan Pengembangan Karir
    Hal ini terdiri dari atas pengertian karir, perencanaan karir, dan
    pengembangan karir. Karir dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian
    aktifivitas kerja yang terpisah, tetapi berhubungan dan memberikan
    kesinambungan, keteraturan dan arti kehidupan bagi seseorang.
    Perencanaan karir adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang
    memilih tujuan karir dan mengenali cara atau jalur untuk mencapai
    tujuan tersebut. Pengembangan karir adalah suatu pendekatan formal
    yang diambil dan digunakan organisasi untuk menjamin agar orang-
    orang dengan kecakapan dan pengalaman yang layak yang tersedia
    ketika dibutuhkan.
  4. Penilaian Kerja
    Penilaian prestasi merupakan sebuah proses yang ditujukan untuk
    memperoleh informasi tentang kinerja pegawai. Informasi ini dapat
    digunakan sebagi input dalam melaksanakan hampir semua aktivitas
    manajemen sumber daya manusia lainnya, yaitu promosi, kenaikan gaji,
    pengembangan, dan pemutusan kerja.
  5. Kompensasi
    Merupakan segala bentuk penghargaan (outcomes) yang diberikan
    oleh organisasi kepada pegawai atas kontribusi (inputs) yang diberikan
    kepada organisasi. Kompensasi terdiri atas gaji pokok, insentif, dan
    kesejahteraan pegawai.
  6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
    Keselamatan kerja meliputi perlindungan pegawai dari kecelakaan
    ditempat kerja, sedangkan kesehatan merujuk kepada kebebasan
    pegawai dari penyakit secara fisik mental.
  7. Pemutusan Tenaga Kerja
    Pemutusan hubungan kerja dapat didefinisikan sebagai pengakhiran
    hubungan antara pekerja dan pengusaha sehingga berakhir pula hak dan
    kewajiban diantara mereka. Hal ini dapat disebabkan oleh beebagai
    macam alasan.
    Dari beberapa penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan
    secara garis besar bahwa fungsi-fungsi operasioanal manajemen
    sumber daya manusia merupakan suatu kegiatan pengadaan tenaga
    kerja, pengembangan pegawai, perencanaan dan pengembangan,
    penilaian, kompensasi, keselamatan dan kesehatan, pemutusan
    hubungan kerja. Fungi-fungsi operasional manajemen sumber daya
    manusia tersebut selalu digunakan oleh semua organisasi atau
    perusahaan dalam menjalankan suatu aktivitas keorganisasian. Untuk
    itu perlu sekali diketahui bahwa salah satu dari fungsi operasional
    tersebut tidak dipakai, maka suatu organisasi akan mengalami
    kepincangan.

Pengertian Sumber Daya Manusia


Menurut Manullang (2001:3) istilah manajemen mengandung 3
(tiga) pengertian : “Manjemen sebagai suatu proses, manajemen sebagai
kolektifitas orang-orang yang melaksanakan manajemen, manjemen sebagai
seni (art ) dan sebagai suatu ilmu.”
Pelaksanaan manajemen dilakukan oleh manusia yang disebut sbagai
sumber daya. Manusia dikatakan sebagai sumber daya karena disadari
bahwa dalam diri manusia terkandung nilai-nilai yang melebihi sumber daya
lainnya. Diciptakan Tuhan dengan daya cipta, rasa, dan karsa yang tidak
dimiliki oleh makhluk hidup lainnya.
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bagian
dari manajemen keorganisasian yang memusatkan pada unsur manusia yang
nantinya dapat berkembang menjadi suatu bidang ilmu khusus untuk
mempelajari bagaimana mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu dan dapat
memberikan kepuasan bagi semua pihak. MSDM adalah suatu pendekatan
dalam mengelola masalah-masalah manusia.
Ada beberapa definisi sumber daya manusia, menurut Hasibuan
(2012:10) berpendapat bahwa “MSDM adalah ilmu dan seni mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif membantu terwujudnya
perusahaan, karyawan dan masyarakat.”
Handoko (2001:4) menjelaskan : “Manajemen sumber Daya
Manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan
penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan individu
maupun organisasi.” sedangkan menurut Cushway (dalam Ardana (2012:5)
MSDM didefinisikan sebagai “Rangkaian strategi, proses dan aktifitas yang
didesain untuk menunjang tujuan perusahaan dengan cara mengintegrasikan
kebutuhan perusahaan dan individu.” Dari beberapa definisi tersebut dapat
dilihat pentingnya peranan manajemen dalam mengelola sumber daya yang
dimiliki oleh perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan

Pengaruh Insentif terhadap Kinerja Karyawan


Pemberian insentif kepada para karyawan (baik bekerja dalam
lingkungan pemerintah atau swasta maupun sebagai anggota dari suatu
badan lembaga) mempunyai maksud antara lain sebagai suatu
perangsang untuk bertindak, melaksanakan tugas dengan sebaik-
baiknya untuk memperoleh hasil yang diinginkan perusahaan atau
bahkan melebihinya.
Dengan demikian semakin tinggi insentif yang diberikan oleh
perusahaan kepada karyawannya, maka semakin positif pula kinerja
yang di berikan oleh karyawan. Ini di dukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Desiana (2013) yang berjudul pengaruh Insentif
terhadap Kinerja Karyawan

Tujuan Insentif


Tujuan diberikannya insentif antara lain adalah sebagai
motivasi pendorong untuk meningkatnya kinerja karyawan, dengan
begitu diberikannya insentif maka sebagai bukti bahwa suatu
perusahaan telah mengapresiasi suatu kinerja karyawannya.
Adapun tujuan diberikannya insentif menurut Manullang
(2001) yang mana dikemukakan bahwa pemberian insentif kepada
para karyawan (baik bekerja dalam lingkungan pemerintah atau
swasta maupun sebagai anggota dari suatu badan lembaga)
mempunyai maksud antara lain sebagai Imam, studi tentang
pemberian insentif dalam meningkatkan kinerja pegawai
merupakan suatu perangsang untuk bertindak, melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, fungsi dari pemberian
insentif sebagai berikut :

  1. Memenuhi kebutuhan pegawai atas prestasi kerjanya.
  2. Meningkatkan semangat dan kegairahan kerja pegawai dalam
    melaksanakan tugas-tugas pekerjaannya.
  3. Tujuan organisasi akan mudah tercapai dengan terciptanya
    pegawai-pegawai yang memiliki semangat kerja yang tinggi.
    Disini tujuan insetif juga dikemukakan oleh Sutrisno (2011)
    adalah sebagai berikut:
  4. Menghargai suatu prestasi kerja
  5. Keadilan terjamin
  6. Karyawan dapat dipertahankan
  7. Karyawan bermutu akan didapat
  8. Pengendalian biaya
  9. Memenuhi peraturan

Pengertian Insentif


Insentif sebagai sarana kualitas kerjayang mendorong para
pegawai untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal, yang
dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang
telah di tentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat
memenuhi kebutuhan para pegawai dan keluarga mereka. Istilah
sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan
rencana – rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung
atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja pegawai atau
profitabilitas organisasi. Dari pengertian di atas untuk lebih jelas
tentang insentif, dibawah ini ada beberapa ahli manajemen
mengemukakan pengertian mengenai insentif.
Menurut Hasibuan (2012) mengemukakan bahwa Insentif
adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan
tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini
merupakan alat yang di pergunakan pendukung prinsip adil dalam
pemberian kompensasi.
Begitu pula menurut Handoko (2010) mengemukakan
bahwa Insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para
karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari
standar – standar yang telah ditetapkan.
Jadi menurut pendapat – pendapat para ahli di atas dapat
disimpulkan, bahwa Insentif adalah dorongan pada seseorang agar
mau bekerja dengan baik dan agar lebih dapat mencapai tingkat
kinerja yang lebih tinggi sehingga dapat menambah kemauan kerja
dan kualitas kerjaseorang karyawan agar terciptanya suatu kinerja
yang berkualitas sesuai dengan tujuan perusahaan.

Indikator Jaminan Sosial


Menurut Imam Soepomo (2008), Jaminan sosial adalah
suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa
uang sebagai pengganti yang hilang atau berkurang. Dan indikator
pengukuran dari jaminan sosial sebagai berikut:
a. Tunjangan kecelakaan kerja
Tunjangan yaing dberikan untuk perlindungan atas
risiko-risiko kecelakaaan yang terjadi dalam hubungan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah
menuju tempat kerja atau sebaliknya.
b. Tunjangan hari tua
Tunjangan yang dibayarkan sekaligus oleh perusahaan
kepada karyawan yang telah mencapai usia pensiun dalam
jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang
ditentukan.
c. Tunjangan kematian
Tunjangan yang diberikan kepada ahli waris ketika ahli
waris meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja.
d. Tunjangan kesehatan
Tunjangan yang diberikan berupa perawatan kesehatan
seperti, pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjutan, dan rawat inap.
e. Rasa aman dan nyaman
Suatu fasilitas yang diberikan perusahaan dalam
menunjang perkerjaan dan membuat karyawan merasa aman dan
nyaman dalam beker

Manfaat Jaminan Sosial


Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan
dilaksanakannya jaminan sosial bagi pekerja/buruh, yaitu sebagai
berikut:

  1. Jaminan sosial menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja/buruh
    dan ketenangan berusaha bagi pengusaha sehingga mendorong
    terciptanya produktivitas kerja.
  2. Dengan adanya program jaminan sosial yang permanen, berarti
    pengusaha dapat melakukan perencanaan yang pasti untuk
    kesejagteraan pekerja/buruhnya, di mana biasanya pengeluaran-
    pengeluaran untuk jaminan sosial ini bersifat mendadak
    sehingga tidak bisa diperhitungkan terlebih dahulu.
  3. Dengan adanya jaminan sosial, praktis akan menimbulkan ikatan
    bagi pekerja/buruh untuk bekerja di perusahaan tersebut serta
    tidak berpindah ketempat lain.
  4. Jaminan sosial juga akan ikut menciptakan ketenangan kerja
    serta menciptakan hubungan yang positif antara pekerja/buruh
    dan pengusaha. Hubungan yang positif ini sangat diperlukan
    untuk kegairahan dan semangat kerja ke arah kenaikan produksi
    perusahaan yang pada gilirannya akan menumbuhkan rasa ikut
    bertanggung jawab dengan rasa ikut memiliki sebagaimana yang
    dikehendaki oleh konsepsi Hubungan Industrial Pancasila.
  5. Dengan adanya program jaminan sosial ini, kepastian akan
    perlindungan terhadapa resiko-resiko dari pekerjaan akan
    terjamin, terutama untuk melindungi kelangsungan penghasilan
    pekerja/buruh yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi
    kebutuhan hidup beserta keluarganya

Jenis-jenis Jaminan Sosial


a Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja merupakan resiko yang dihadapi oleh
tenaga kerja yang melakukn pekerjaan, karena pada umumnya
kecelakaan kerja bisa jadi akan mengakibatkan:
a) Kematian, yaitu kecelakaan-kecelakan yang mengakibatkan
penderitanya bisa meninggal dunia.
b) Cacat atau tidak berfungsinya sebagian dari anggota tubuh
tenaga kerja yang menderita kecelakaan. Cacat ini terdiri
dari:
1) Cacat tetap, yaitu kecelakaan-kecelakaan yang
mengakhibatkan penderitanya mengalami pembatasan
atau gangguan fisik atau mental yang bersifat tetap.
2) Cacat sementara, yaitu kecelakaan-kecelakaan yang
mengakhibatkan penderitanya menjadi tidak mampu
bekerja untuk sementara waktu.
Yang dimaksud dengan cacat dalam Program Jaminan
Kecelakaan Kerja Jaminan Sosial tenaga kerja adalah sakit yang
mengakibatkan tidak berfungsinya sebagian anggota tubuh yang
tidak bisa sembuh (atau tidak berfungsi lagi), ketidakmampuan
bekerja secata tetap atau total, dan mengakhibatkan timbulnya
risiko ekonomis bagi penderitanya.
Dalam menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh
penghasilan yang diakhibatkan oleh kecelakaan kerja yang
berupa kematian atau cacat tetap atau sementara, baik fisik
maupun mental perlu adanya Jaminan Kecelakaan Kerja.
b Jaminan Kematian
Jaminan kematian adalah jaminan yang diberikan kepada
keluarga ahli waris tenaga kerja yang meninggal bukan akibat
kecelakaan kerja, guna meringankan beban keluarga dalam
bentuk santunan kematian dan biaya pemakaman. Dalam hal ini
manfaat jaminan kematian dalam Penjelasan Umum Undang-
Undang No.3 Tahun 1992, yang menyatakan: Tenaga kerja yang
meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan
mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat
berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang
ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian
dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk
biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
c Jaminan Hari Tua
Jaminan hari tua (JHT) adalah jaminan yang memberikan
kepastian penerimaan penghasilan yang diberikan sekaligus atau
berkala pada saat tenaga kerja mencapai hari tua (usia 55 tahun)
atau memenuhi persyaratan tertentu. Masalah JHT ini Sentanoe
Kertonegoro berpendapat, jaminan hari tua (JHT) memberikan
santunan pada saat tenaga kerja mencapai umur 55 tahun,
mengalami cacat tetap dan total, meninggal dunia,
meninggalkan indonesia untuk tidak kembali lagi, atau
mengalami PHK dengan masa kepesertaan setidak-tidaknya
lima tahun”.
d Jaminan Pemelliharaan Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan
dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan. Jaminan pemeliharaan
kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas
tenaga kerja sehingga dapat melakukan tugas sebaik-baiknya
dan merupakan upaya kesehatan dibidang penyembuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja


Menurut Harbani Pasolong (2010) menyatakan faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah sebagai berikut :
a Kemampuan, yaitu kemampuan dalam suatu bidang yang
dipengaruhi oleh bakat, intelegensi (kecerdasan) yang
mencukupi dan minat.
b Kemauan, yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya
yang tinggi untuk tujuan organisasi.
c Energi, yaitu sumber kekuatan dari dalam diri seseorang.
Dengan adanya energi, seseorang mampu merespon dan
bereaksi terhadap apapun yang dibutuhkan, tanpa berpikir
panjang atau perhatian secara sadar sehingga ketajaman mental
serta konsentrasi dalam mengelola pekerjaan menjadi lebih
tinggi.
d Teknologi, yaitu penerapan pengetahuan yang ada untuk
mepermudah dalam melakukan pekerjaan.
e Kompensasi (gaji, upah, insentif), yaitu sesuatu yang diterima
oleh pegawai sebagai balas jasa atas kinerja dan bermanfaat
baginya.
f Kejelasan tujuan, yaitu tujuan yang harus dicapai oleh
pegawai. Tujuan ini harus jelas agar pekerjaan yang dilakukan
oleh pegawai dapat terarah dan berjalan lebih efektif dan
efisien.
g Perlindungan (keamanan), yaitu kebutuhan manusia yang
mendasar, karena pada umumnya seseorang yang merasa aman
dalam melakukan pekerjaannya, akan berpengaruh kepada
kinerjanya.

Pengertian Kinerja


Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam kurun waktu
tertentu, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-
masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 2007).
Mangkunegara (2009) berpendapat kinerja adalah suatu
hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-
tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu.
Menurut Nurlatifah, (2010) kinerja merupakan hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.

Jenis Upah


Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/men/1999
tentang upah minimum adalah upah bulanan yang terdiri dari upah pokok dan
tunjangan tetap. Tunjangan tetap adalah imbalan setiap bulan yang tidak
disesuaikan pada tingkat kehadiran atau capaian prestasi.
Upah Minimum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

  1. Upah minimum regional, yaitu upah pokok serta tunjangan bagi para
    pekerja tingkat paling bawah yang bermasa kerja kurang dari satu tahun
    yang berlaku di suatu daerah tertentu.
  2. Upah Minimum sektoral, yaitu upah minimum yang berlaku pada suatu
    provinsi sesuai kemampuan sektor tersebut.
    Kebijakan upah minimum di dalam Undang Undang No 13 tahun 2002
    tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:
  3. Upah minimum ditetapkan oleh pemerintah berdarkan Kebutuhan
    Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan
    pertumbuhan ekonomi.
  4. Upah minimum diterapkan berdasarkan:
    a) berdasarkan wilayah provinsi dan kabupaten/kota
    b) berdasarkan sektor pada wilayah provinsi dan kabupaten atau kota,
    upah sektoral ditetapkan untuk kelompok lapangan usaha beserta
    pembagiannya menurut klasifikasi lapangan usaha dan tidak boleh
    lebih rendah dari upah minimum regional daerah yang
    bersangkutan.
  5. Upah minimum ditetapkan oleh gubernur dengan meperhatikan
    rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan Bupati/Walikota.
  6. Pengusaha dilarang membayar upah yang lebih rendah dari upah
    minimum yang telah ditetapkan. Pengusaha yang tidak mampu
    membayar upah minimum akan dilakukan penangguhan. Penangguhan
    pelaksaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu
    membayar upah dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang
    bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun
    waktu yang telah ditentukan

Teori Upah David Ricardo


Dalam teori David Ricardo mengatakan ketika standar umum kehidupan
meningkat, upah minimum yang dibayarkan kepadapekerja juga meningkat. Jika
penyerapan tenaga kerja ini dikaitkan dengan upah minimum regional (UMR),
maka dapat diketahui bahwa ada kecenderungan hubungan negatif upah dengan
penyerapan tenaga kerja. Meningkatnya jumlah upah akan menyebabkan
pembengkakan pengeluaran industri yang akan menurunkan besaran laba optimum
industri tersebut. Tentunya ini akan menghabat industri untuk berkembang, untuk
mengatasi permasalahan tersebut tidak jarang suatu indutri harus menenpuh dengan
cara pengurangan tenaga kerja atau Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) hal ini
dilakukan semata-mata untuk menghemat pengeluaran dan demi tercapainya laba
optimum sektor industri tertentu (Purnami, 2014)

Teori upah Malthus


Sudut pandang kaum klasik bertitik tolak dari sisi penawaran (supply side
economics). Tingkat upah sebagai harga penggunaan tenaga kerja juga banyak
ditentukan oleh penawaran tenaga kerja dengan sumber utama penawaran tenaga
kerja adalah penduduk usia kerja. Bila penduduk bertambah, penawaran tenaga
kerja juga bertambah, maka hal ini akan menekan tingkat upah, sebaliknya secara
simetris tingkat upah akan naik apabila penduduk berkurang. Sehingga penawaran
tenaga kerja pun berkurang. Asumsi lain usaha untuk menaikkan tingkat upah
dalam jangka panjang, diperkirakan orang akan menjadi makmur sehingga ada
kecenderunganuntuk tidak ragu-ragu mempunyai keluarga besar. Sebaliknya, bila
ada usaha untuk menurunkan tingkat upah, maka kemakmuran akan berkurang.
Penurunan kemampuan ekonomis ini akan mendorong orang untuk berhemat. Jadi
dalam jangka panjang tingkat upah akan naik turun sesuai dengan perubahan tingkat
jumlah penduduk (Afrida, 2007).
Jumlah penduduk terlalu besar dan tidak sebanding dengan ketersediaan
lapangan kerja akan menyebabkan sebagian dari penduduk yang berada pada usia
kerja tidak memperoleh pekerjaan. Kaum Adam Smith, David Ricardo dan Thomas
Robert Malthus berpendapat bahwa selalu ada perlombaan antara tingkat
perkembangan output dengan tingkat perkembangan penduduk yang akhirnya di
menangkan oleh perkembangan penduduk. Karena penduduk juga berfungsi
sebagai tenaga kerja, maka akan terdapat kesulitan dalam penyediaan lapangan
pekerjaan (Sulistiawati, 2012)

Pengertian Upah Minimum


Sumarsono dalam Sulistiawati et al. (2012), mendefinisikan upah sebagai
hasil balas jasa yang berupa imbalan dari pengusaha kepada karyawan atas hasa
atau pekerjaan yang telah dilakukan dan dinyatakan dalam bentuk uang yang
sudah ditetapkan atau disetujui berlandaskan peraturan perundang-undangan
atas suatu kesepakatan yang sudah sisepakati antara pengusaha dan karyawan
termasuk tunjangan baik baik karyawan maupun keluarganya.
Menurut Simanjuntak dalam Riva et al. (2014), Kebijakan upah minimum
adalah sistem pengupahan yang sudah diterapkan oleh banyak negara, yang
dapat dilihat dari 2 sisi. Pertama, upah minimum sebagai alat proteksi bagi para
pekerja dalam mempertahankan agar nilai upah tetap stabil untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Kedua, upah minimum sebagai alat proteksi bagi
perusahaan dalam mempertahankan produktivitas para pekerja

Penyerapan tenaga kerja


Menurut Kuncoro dalam Fadliilah & Atmanti (2012), penyerapan tenaga
kerja adalah jumlah dari lapangan kerja yang sudah terisi yang dapat dilihat
dari jumlah penduduk yang sudah bekerja atau angkatan kerja yang sudah
bekerja.
Menurut Pratomo (2017), Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya
lapangan kerja yang sudah terisi dapat dilihat dari banyaknya lapangan kerja
yang sudah terisi dari banyaknya pertumbuhan penduduk bekerja. Penduduk
yang sudah bekerja terserap dan tersebar di bebagai sektor perekonomian.
Penyerapan tenaga kerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja.
Oleh karena itu penyerapan tenaga kerja dapat juga dikatakan sebagai
permintaan tenaga kerja.
Setiap sektor mengalami pertumbuhan yang berbeda-beda maka setiap
sektor berbeda dalam menyerap tenaga kerja. Perbedaan laju pertumbuhan
tersebut menyebabkan dua hal, yaitu:

  1. Perbedaan laju peningkatan produktifitas kerja masing-masing sektor
  2. Secara berangsur-angsur akan terjadi perbedaan sektoral, baik dalam
    penyerapan tenaga kerja ataupun kontribusinya terhadap pendapatan
    nasional.
    Tenaga kerja yang teserap tersebar dalam berbagai sektor perekonomian.
    Sektor yang mempekerjakan banyak tenaga kerja pada umumnya
    menghasilkan jasa yang lebih besar. Laju pertumbuhan setiap sektor berbeda.
    Dapat dikatakan bahwa penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu
    dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha. Maka penyerapan
    tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit
    usaha.

Ukuran Kemiskinan


Menurut World Bank (2002), Untuk dapat mengetahui jumlah penduduk
miskin, dibutuhkan pengukuran kemiskinan yang tepat sehingga kebijakan dan
program kemiskinan yang dilakukan melalui berbagai kebijakan dapat berjalan
secara efektif. Pengukuran kemiskinan merupakan instrument untuk
melakukan evaluasi untuk dapat membandingkan kemiskinan antar waktu dan
untuk mengurangi kemiskinan.
Metode perhitungan kemiskinan yang dilakukan BPS menggunakan
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), dengan pendekatan ini
kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi, dimana
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmapuan dalam memenuhi kebutuhan
dasar. Berdasarkan pendekatam tersebut indikator yang dugunakan adalah
Head Count Index (HCI) yaitu jumlah dan persentase dari penduduk miskin
yang berada dibawah garis kemiskinan.
Menurut World Bank (2002), indikator kemiskinan terdiri dari kepemilikan
tanah dan modal yang terbatas, terbatasnya sarana dan prasarana yang ada,
adanya perbedaan sumber daya manusia, sektor ekonomi yang terbatas,
rendahnya produktivitas, budaya hidupnya yang kurang baik, dan pengelolaan
sumber daya yang tidak baik.
Menurut SMERU (2001),dimensi kemiskinan antara lain:

  1. Ketidakmapuan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan,
    sandang dan papan.
  2. Sulitnya akses untuk memeuhi kebutuhan dasar lainnya seperti
    pendidikan, kesehatan, dan
  3. transportasi.
  4. Tidak adanya jaminan bagi masa depan dikarenakan tidak mampunya
    dalam bervestasi dalam pendidikan dan keluarga.
  5. Rentannya terhadap guncangan yang bersifat individual ataupun
    massal.
  6. Rendahnya kualitas pada sumber daya manusia
  7. Terbatasnya sumber daya alam
  8. Rendahnya aktivitas di dalam masyarakat.
  9. Sulitnya akses dalam lapangan pekerjaan.
  10. Ketidakmapuan dalam berusaha dikarenakan cacat fisik maupun
    mental.
  11. Ketidakberuntungan sosial seperti anak terlantar, janda miskin,
    kekerasan di dalam rumah tangga

Macam-macam Kemiskinan

Menurut Suryawati (2004), adapun macam-macam kemiskinan antara
lain:
1) Kemiskinan Absolut
Seseorang yang termasuk dalam golongan kemiskinan absolut jika
seseorang tersebut tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya untuk mencapai keberlangsungan hidup yang baik,
seseorang tersebut dapat disebut sebagai penduduk miskin.
2) Kemiskinan Relatif
Seseorang yang termasuk dalam golongan kemiskinan relatif jika
seseorang tersebut mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya,
tetapi masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan keadaan
lingkungan massyarakat di sekitarnya.
3) Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh
rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi
disebuah tatanan sosial budaya atau politik yang secara pasif
mendukung pembebasan kemiskinan.
4) Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural terjadi akibat adanya sikap dan kebiasaan
seseorang yang pada umumnya berasal dari kebudayaan yang ada
yang tidak mau memperbaiki taraf hidup modern.

Teori Kemiskinan


Sharp (1996) dalam bukunya Kuncoro (1997), menyebutkan bahwa ada
tiga teori kemiskinan yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan, pertama,
kemiskinan bisa diketahui melalui sisi perekonomian kecil, dimana penyebab
kemiskinan terjadi akibat perbedaan sumber daya yang dimiliki oleh penduduk
kemiskinan yang memiliki kualitas yang rendah sehingga menyebabkan
ketimpangan pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat. Kedua, melalui sisi
sumber daya manusia, sumber daya manusia yang rendah tidak layak
mendapatkan peluang pekerjaan yang layak. Ketiga melalui sisi modal sebab
penduduk yang tidak memiliki pendapatan yang masih relatif rendah, tidak
memiliki modal untuk bisa memulai suatu usaha untuk mencapai taraf hidup
yang lebih layak.
Berdasarkan teori yang disampaikan oleh Sharp diatas adanya tiga
penyebab dari kondisi kemiskinan memunculkan teori lingkaran setan yang
dikemukan oleh Nurkse (1953), dalam buku Kuncoro (1997), menyatakan “a
poor country is poor” atau “ Negara itu miskin dikarenakan dia miskin”.
penyebab kemiskinan diatas ini bermuara dari teori lingkaran kemiskinan.
Terjadinya keterbelakangan, kesitidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal
sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas. Akibat dari rendahnya
produktivitas menyebabkan pendapatan rendah yang rendah. Rendahnya
pendapatan akan bepengaruh pada rendahnya kemampuan dalam menabung
dan melakukan investasi. Rendahnya kemampuan dalam menabung dan
berinvestasi menyebabkan rendahnya kesempatan kerja sehingga menaikkan
jumlah pengangguran

Pengertian Kemiskinan


Menurut Nurwati (2008), kemiskinan adalah masalah muldimensi yang
berkaitan dengan ketidakmampuan terhadap ekonomi, sosial budaya dan
partisipasi di masyarakat. Beragam bentuk kemiskinan dan banyak faktor yang
mempengaruhi kemiskinan di Indonesia. Berbagai kebijakan dan program
yang telah diupayakan masih belum efektif dalam mengatasi kemiskinan, hal
ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang cenderung mengalami kenaikan dari
masa ke masa. Noorikhsan & Gunawan (2022), mendefinisikan kemiskinan
dalam pandangan yang berbeda, untuk melihat kemiskinan melalui dua
pendekatan yang berbeda, pendekatan ekonomi yang berfokus pada identifikasi
pendapatan untuk membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
minimal, dan pada sisi lainnya pendekatan sosial yang hanya pada berfokus
pada pemenuhan secara materi, tetapi mencakup kemampuan dalam ikut
berpartisipsi secara optimal sebagai anggota masyarakat.
Pendekatan sosial dilakukan pada dasar prinsip moral, bahwa setiap
individu harus dapat memanfaatkan secara maksimal beragam sumber yang
ada untuk mengembangkan kapasitas diri dan mencapai kepuasan untuk
kehidupan yang produktif. Berdasarkan penjelasan Handler dan Hasenfeld di
atas, dapat disimpulkan bahwa kemiskinan terdiri dari dua konsep, yaitu
konsep ekonomi yang mengacu pada ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar secara layak, dan konsep sosial yang mengacu pada minimnya
kapasitas seseorang untuk menjalankan fungsi sosial dalam memanfaatkan
sumber daya yang ada.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Haughton & Khandker (2009),
dalam World Bank, menyatakan bahwa kemiskinan terkait dengan depreviasi
kesejahteraan. Secara konvesional menyatakan bahwa sejahtera pada dasarnya
terjadi jika dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidup, maka dari itu orang
miskin didefinisikan sebagai mereka yang tidak memiliki sumber pendapatan
yang cukup untuk dapat mememuhi kebutuhan hidup hidup secara layak.
Kemiskinan yang digambarkan dalam World Bank, mencakup konteks
yang lebih luas, karena menggunakan terminologi kesejahteraan. Seseorang
dikatakan miskin tidak terbatas mengacu pada ketidakmampuan dari segi
ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum, namun kemiskinan
kemiskinan seseorang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti
kapabilitas individu yang rendah dan ketidakberfungsian dalam bersosial.
Kemiskinan juga dapat didefinisikan sebagai kondisi ketidakberuntungan.

Pengertian Tenaga Kerja


Tenaga kerja adalah setiap orang atau individu yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang/jasa untuk memenuhi
kebutuhan baik untuk diri sendiri maupun masyarakat. Dalam hal ini tenaga
kerja mencakup pengertian yang lebih luas dari pada pekerja itu sendiri
karena tenaga kerja terikat dengan hubungan kerja dan tenaga kerja yang
belum terikat dengan hubungan kerja.
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dan menerima upah atau
imbalan lain. Dalam pengertian tersebut maka pekerja merupakan tenaga
kerja yang tarikat dalam hubungan kerja.
Tenaga kerja memiliki peran yang sangat penting dalam menjalankan
pelaksanaan pembangunan, maka dari itu harus adanya upaya peningkatan
kualitas tenaga kerja Indonesia serta berkontribusi dalam pembangunan
serta melindungi hak-hak pekerja serta memberikat sesuai dengan harkat
dan matabatnya sesuai dengan kemanusiaan. Tenaga kerja tidak hanya
memiliki hak saja, tetapi juga tenaga kerja juga harus menjalankan
kewajibannya kepada pengusaha sesuai dengan perjanjian kerja yang telah
dibuat, mematuhi peraturan perusahaan serta melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan perjanjian kerja yang telah dibuat.
Klasifikasi tenaga kerja menurut standar yang telah ditentukan
berdasarkan kriteria pengelompokan ketenagakerjaan adalah sebagai
berikut:

  1. Berdasarkan penduduknya
  2. Berdasarkan batas kerja
  3. Berdasarkan kualitasnya

Manajemen Sumber Daya Manusia


Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam suatu perusahaan (baca : organisasi/instansi) di samping faktor
yang lain seperti modal. Oleh karena itu, SDM efisiensi dikelola dengan baik
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi, sebagai salah satu fungsi
dalam organisasi yang dikenal dengan Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM).
Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan,
pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber
daya manusia agar tercapai tujuan organisasi dan masyarakat (Flippo dalam
Handoko : 2004).
Dengan kata lain, aktivitas yang dilakukan merangsang, mengembangkan,
memotivasi, memelihara kinerja yang tinggi di dalam organisasi. Berdasarkan
beberapa definisi di atas, peneliti mendefinisikan SDM dengan keseluruhan
penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, policy, dan program yang
bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan, dan pemeliharaan
dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektivitas
organisasi dengan cara yang secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan.
Aktivitas berarti melakukan berbagai kegiatan, misalnya melakukan
perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, analisis jabatan,
rekrutmen, seleksi, orientasi, memotivasi dan lain-lain. Menentukan berbagai
policy sebagai arah tindakan seperti lebih mengutamakan sumber dari dalam
untuk mengisi jabatan dan lain-lain, dan program seperti melakukan program-
program latihan dalam aspek metode yang dilakukan, orang yang terlibat, dan
lain-lain. Secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan artinya semua
aktivitas dilakukan dengan tidak bertentangan dengan norma-norma dalam
masyarakat yang berlaku. (Hariandja : 2002).
Tujuan MSDM sesungguhnya telah disinggung di atas, yaitu untuk
meningkatkan dukungan Sumber Daya Manusia dalam usaha meningkatkan
efektivitas organisasi dalam rangka mencapai tujuan.
Secara lebih operasional (dalam arti yang dapat diamati/diukur) untuk
meningkatkan produktivitas pegawai, mengurangi tingkat absensi, mengurangi
tingkat perputaran kerja, atau meningkatkan loyalitas para pegawai pada
organisasi. Keberadaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat
penting artinya bagi organisasi. Dalam perkembangannya, organisasi akan
menghadapi permasalahan tenaga kerja yang semakin kompleks, dengan
demikian pengelolaan sumber daya manusia harus dilakukan secara profesional
oleh departemen tersendiri dalam suatu organisasi, yaitu Human Resource
Departement.
SDM sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat diartikan
sebagai manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut personil,
tenaga kerja, pekerja/karyawan); atau potensi manusiawi sebagai penggerak
organisasi dalam mewujudkan eksistensinya; atau potensi yang merupakan aset
dan berfungsi sebagai modal non-material dalam organisasi bisnis, yang dapat
diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan nonfisik dalam mewujudkan
eksistensi organisasi.
Pada organisasi yang masih bersifat tradisional, fokus terhadap SDM
belum sepenuhnya dilaksanakan. Organisasi tersebut masih berkonsentrasi pada
fungsi produksi, keuangan, dan pemasaran yang cenderung berorientasi jangka
pendek. Mengingat betapa pentingnya peran SDM untuk kemajuan organisasi,
maka organisasi dengan model yang lebih moderat menekankan pada fungsi
SDM dengan orientasi jangka panjang.
Mengelola SDM di era globalisasi bukan merupakan hal yang mudah.
Oleh karena itu, berbagai macam suprastruktur dan infrastruktur perlu disiapkan
untuk mendukung proses terwujudnya SDM yang berkualitas. Lembaga sekolah
yang ingin tetap eksis dan memiliki citra positif di mata masyarakat tidak akan
mengabaikan aspek pengembangan kualitas SDM-nya. Oleh karena itu peran
manajemen sumber daya manusia dalam organisasi tidak kecil, bahkan sebagai
sentral pengelola maupun penyedia SDM bagi departemen lainnya.
Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan.
tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi pemeliharaan, dan pemutusan
hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran
perorangan, organisasi dan SDM , atau dengan kata lain, secara lugas MSDM
dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan,
pemeliharaan dan penggunaan SDM dalam upaya mencapai tujuan individual
maupun organisasional
Selanjutnya, (Hariandja : 2002) apa yang dilakukan organisasi dalam
upaya mencapai tujuan tersebut dan mengapa itu harus dilakukan berkaitan
dengan kegiatan atau aktivitas manajemen sumber daya manusia, akan
digambarkan secara umum sebagai berikut :

  1. Persiapan dan pengadaan;
  2. Pengembangan dan penelitian;
  3. Pengkompensasian dan perlindungan; dan
  4. Hubungan-hubungan kepegawaian

Teori Kualitas


Dari segi linguistik kualitas berasal dari bahasa latin qualis yang berarti
‘sebagaimana kenyataannya’. Definisi kualitas secara internasional (BS EN ISO
9000:2000) adalah tingkat yang menunjukkan serangkaian karakteristik yang
melekat dan memenuhi ukuran tertentu (Dale, 2003:4). Sedangkan
menurutAmerican Society for quality Control kualitas adalah totalitas bentuk dan
karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan yang tampak jelas maupun tersembunyi (Render dan
Herizer, 2001:92).
Beberapa pakar kualitas mendefinisikan kualitas dengan beragam
interpretasi. Juran (1989:16-17), mendefinisikan kualitas secara sederhana
sebagai ‘kesesuaian untuk digunakan’. Definisi ini mencakup keistimewaan
produk yang memenuhi kebutuhan konsumen dan bebas dari defisiensi.
Sedangkan Deming berpendapat kualitas adalah mempertemukan
kebutuhan dan harapan konsumen secara berkelanjutan atas harga yang telah
mereka bayarkan’. Filosofi Deming membangun kualitas sebagai suatu sistem
(Bhat dan Cozzolino, 1993:106).
Pengertian kualitas lebih luas (Bina Produktivitas Tenaga Kerja, 1998:24-
25) adalah:
a) Derajat yang sempurna (degree of exelence): mengandung pengertian
komperatif terhadap tingkat produk (grade) tertentu.
b) Tingkat kualitas (quality level): mengandung pengertian kualitas untuk
mengevaluasi teknikal.
c) Kesesuaian untuk digunakan (fitness for purpose user satisfaction):
kemampuan produk atau jasa dalam memberikan kepuasan kepada
pelanggan.
Sedangkan delapan dimensi kualitas menurut Philip Kotler (2002:329-
333) adalah sebagai berikut : (1) Kinerja (performance): karakteristik operasi
suatu produk utama, (2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (feature), (3)
Kehandalan (reliability): probabilitas suatu produk tidak berfungsi atau gagal, (4)
Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), (5) Daya Tahan
(durability), (6) Kemampuan melayani (serviceability) (7) Estetika (estethic):
bagaimana suatu produk dipandang dirasakan dan didengarkan, dan (8)
Ketepatan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality).
Dalam kenyataannya kualitas adalah konsep yang cukup sulit untuk
dipahami dan disepakati. Dewasa ini kata kualitas mempunyai beragam
interpretasi, tidak dapat didefinisikan secara tunggal, dan sangat tergantung pada
konteksnya. Beberapa definisi kualitas berdasarkan konteksnya perlu dibedakan
atas dasar: organisasi, kejadian, produk, pelayanan, proses, orang, hasil, kegiatan,
dan komunikasi (Dale, 2003:4)
Lebih lanjut pengertian kualitas mencakup: kualitas produk (product),
kualitas biaya (cost), kualitas penyajian (delivery), kualitas keselamatan (safety),
dan kualitas moral (morale) atau sering disingkat menjadi P-C-D-S-M (Bina
Produktivitas Tenaga Kerja, 1998)

Empat Jenis Upah Minimum

  1. Upah Minimum Provinsi
    UMP adalah upah terendah yang berlaku untuk satu provinsi yang
    ditetapkan oleh Gubernur setiap 1 November dan mulai berlaku 1 Januari tahun
    berikutnya. Dalam menetapkan UMP, gubernur mendengarkan saran dan
    masukan dari dewan pengupahan provinsi.
  2. Upah Minimum Kota
    UMK adalah upah terendah yang berlaku untuk satu kabupaten/kota
    yang ditetapkan oleh gubernur selambat-lambatnya pada 21 November setelah
    penetapan UMP, dan berlaku mulai 1 Januari tahun berikutnya. UMK tidak
    boleh lebih rendah dari UMP. Dalam menetapkan UMP, gubernur
    mempertimbangkan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan
    bupati/wali kota. Apabila gubernur tidak menetapkan UMK, maka upah yang
    berlaku di kabupaten/kota tersebut adalah sama dengan UMP.
  3. Upah Minimum Sektoral (UMS)
    UMS adalah upah terendah yang berlaku secara sektoral dalam satu
    provinsi (UMSP) atau satu kabupaten/kota (UMSK), yang mana setiap sektor
    dikelompokkan menurut klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI).
    UMSP tidak boleh rendah dari UMP dan UMSK tidak boleh lebih rendah dari
    UMK.
    Untuk menetapkan UMSP dan UMSK, dewan pengupahan provinsi atau
    kabupaten/kota melakukan penelitian serta menghimpun data mengenai
    homogenitas dan jumlah perusahaan, jumlah tenaga kerja, devisa yang
    dihasilkan, nilai tambah, kemampuan perusahaan, asosiasi pengusaha, dan
    serikat pekerja terkait. Besaran UMSP dan UMSK disepakati oleh asosiasi
    perusahaan dan serikat pekerja di sektor yang bersangkutan.
  4. Upah Minimum Regional (UMR)
    UMR adalah upah terendah yang berlaku di suatu daerah. Dalam ketiga
    peraturan perundang-undangan di atas, istilah UMR kini sudah tidak digunakan
    lagi, dan diganti oleh UMP dan UMK.
    Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja
    kurang dari setahun di perusahaan. Jadi, karyawan yang punya masa kerja lebih
    dari setahun harus dibayar lebih

Faktor – Faktor yang mempengaruhi Produktivitas Tenaga kerja


Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas kerja adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan ( Knowledge )
Pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik yang
diperoleh secara formal maupun non formal yang memberikan kontribusi pada
seseorang di dalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan
atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan yang
tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan
produktif.
b. Keterampilan ( Skill )
Ketrampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional
mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Ketrampilan diperoleh melalui
proses belajar dan berlatih. Ketrampilan berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis.
Dengan ketrampilan yang dimiliki seorang pegawai diharapkan mampu
menyelesaikan pekerjaan secara produktif.
c. Kemampuan (Abilities)
Abilities atau kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang
dimiliki oleh seorang pegawai. Konsep ini jauh lebih luas, karena dapat mencakup
sejumlah kompetensi. Pengetahuan dan ketrampilan termasuk faktor pembentuk
kemampuan. Dengan demikian apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan
ketrampilan yang tinggi, diharapkan memiliki ability yang tinggi pula.
14
d. Attitude
Attitude merupakan suatu kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan yang
terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dalam hubungannya dengan
perilaku kerja seseorang maka akan menguntungkan. Artinya apabila kebiasaan-
kebiasaan pegawai adalah baik, maka hal tersebut dapat menjamin perilaku kerja
yang baik pula. Dapat dicontohkan seorang pegawai mempunyai kebiasaan tepat
waktu, disiplin, simple, maka perilaku kerja juga baik, apabila diberi tanggung
jawab akan menepati aturan dan kesepakatan.
e. Behaviors
Demikian dengan perilaku manusia juga akan ditentukan oleh kebiasaan
kebiasaan yang telah tertanam dalam diri pegawai sehingga dapat mendukung kerja
yang efektif atau sebaliknya. Dengan kondisi pegawai tersebut, maka produktivitas
dapat dipastikan akan dapat terwujud

Teori Ketenagakerjaan Menurut Para Ahli

  1. John Maynard Keynes ( 1883 – 1946 )
    Berpendapat bahwa dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai
    dengan pandangan klasik. Dimanapun para pekerja mempunyai semacam serikat
    kerja (labour union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari
    penurunan tingkat upah. Kalaupun tingkat upah diturunkan tetapi kemungkinan ini
    dinilai Keynes kecil sekali, tingkat pendapatan masyarakat tentu akan turun.
    Turunnya pendapatan sebagian anggota masyarakat akan menyebabkan turunnya
    daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menyebabkan konsumsi secara
    keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong
    turunnya harga -harga. Kalau harga – harga turun, maka kurva nilai produktivitas
    marjinal labour ( marginal value of productivity of labour) yang dijadikan sebagai
    patokan oleh pengusaha dalam mempekerjakan labour akan turun. Jika penurunan
    harga tidak begitu besar maka kurva nilai produktivitas hanya turun sedikit.
    Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari
    jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun
    drastis, ini menyebabkan kurva nilai produktivitas marjinal labor turun drastis pula,
    dan jumlah tenaga kerja yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran
    menjadi semakin luas.
  2. Teori Lewis ( 1959 )
    Mengemukakan bahwa kelebihan pekerja merupakan kesempatan dan
    bukan suatu masalah. Kelebihan pekerja akan memberikan andil terhadap
    pertumbuhan output dan penyediaan pekerja. Menurut Lewis, adanya kelebihan
    penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi.
    Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi
    pendapatan, dengan asumsi bahwa pindahan pekerja dapat berjalan lancar dan
    perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.
  3. Teori Fei-Ranis Fei-Ranis (1961)
    Mengatakan bahwa negara berkembang mempunya ciri – ciri sebagai
    berikut: kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar
    penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak Fei-ranis ada tiga tahap
    pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh. Pertama, di mana para
    penganggur semu (yang tidak menambah output pertanian) dialihkan ke sektor
    industry dengan upah institusional yang sama. Kedua, tahap di mana pekerja
    pertanian menambah output tetapi memproduksi lebih kecil dari upah institusional
    yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industry. Ketiga, tahap ditandai awal
    pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan output lebih
    besar daripada perolehan upah institusional. Dan dalam hal ini kelebihan pekerja
    yang meningkat terus-menerus sejalan dengan pertumbuhan output dan perluasan
    usahanya

Tenaga Kerja berdasarkan Status

  1. Perkerja Lepas , atau biasa disebut dengan freelance adalah orang yang bekerja
    sendiri dan tidak berkomitmen pada suatu perusahaan.
  2. Pekerja Kontrak, seorang yang dipekerjakan oleh satu perusahaan dengan jangka
    waktu tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian tertulis.
  3. Pekerja Tetap, seorang yang dipekerjakan oleh satu perusahaan untuk jangka waktu
    tidak tertentu.

Jenis Jenis Ketenagakerjaan


Menurut Dinas Tenaga Kerja (2020), Salah satu komponen penggerak ekonomi
yang paling berpengaruh pada suatu negara adalah tenaga kerja. Tenaga kerja ini adalah
orang-orang yang terlibat langsung dalam proses produksi suatu barang/jasa .untuk
menggerakkan perekonomian. Tenaga kerja dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Kita
dapat melihatnya melalui 2 aspek utama, yaitu aspek kemampuan dan kualitasnya, atau
berdasarkan status pekerja.
Jika dilihat dari kemampuan dan kualitas pekerja, maka tenaga kerja dapat dikelompokkan
menjadi berikut :

  1. Tenaga kerja kasar adalah tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau berpendidikan
    rendah dan tidak memiliki keahlian tertentu dalam suatu bidang pekerjaan. Contoh
    : Tenaga Kuli.
  2. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dari pelatihan
    atau pengalaman kerja tertentu. Tenaga kerja ini adalah tenaga kerja yang
    membutuhkan keahlian khusus di bidang tertentu, yang didapat memalui pelatihan
    kerja : Supir Bus, Penjahit, mekanik.
  3. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan yang cukup
    tinggi dan ahli dalam suatu bidang tertentu, dan dengan cara menempuh kemampuan
    formal contoh : Dokter, Guru, Arsitek

Ketenagakerjaan


Menurut Dorimulu (2021), Indonesia adalah salah satu negara dengan
penduduk terpadat ke empat di dunia. Selain itu, hal tersebut menjadikan negara
Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah penduduk dengan penduduk
berusia muda dengan komposisi usia produktifnya cukup tinggi hal ini menjadikan
Indonesia memiliki bonus demografi yang menguntungkan karena memiliki
masyarakat berusia produktif.
Hal tersebut tentu juga akan berpengaruh langsung kepada sektor
ketenagakerjaan, menurut Undang – undang No 13 Tahun 2003. Pasal 1 ayat 2 Tahun
2003, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
masyarakat. Pada analisis ketenagakerjaan ini digunakan batasan bahwa penduduk usia
kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang terdiri dari angkatan kerja
dan bukan angkatan kerja (Dinas Tenaga Kerja ,2020)

Dampak terjadinya pemutusan hubungan kerja


Dampak Krisis Global sudah sampai ke Indonesia saat ini, banyak perusah
aan perusahaan besar yang mau tidak mau harus memberhentikan karyawan dan
buruhyang bekerja.
Dampak dari PHK ini bisa saja mengakibatkan kita stress dan putus asa,
hanya saja jangan sampai berlarut-larut, perjalanan hidup kita masih panjang
sampai ke anak cucu coba ambil hikmahnya saja. Pemutusan Hubungan Kerja
dapat mengakibatkan dampak positif dan Negatif yaitu sebagai berikut:
Dampak negatif bagi pekerja/buruh:

  1. Yang terkena PHK bisa jadi stress memikirkan kemana lagi jalan keluar yang
    harus dilakukan untuk membiayai kelangsungan hidup
  2. Meningkatnya jumlah pengganguran
  3. Tingkat criminal akan meningkat
  4. Kehilangan pekerjaan tetap
  5. Berkurangnya penghasilan pekerja/buruh

Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum


Pemutusan hubungan kerja demi hukum dapat terjadi dalam hal berikut:
a. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri
Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri berhak
memperoleh uang penggantian hak. Pemutusan hubungan kerja dengan alasan
pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa mengajukan gugatan
kepada pengadilan hubungan industrial.
b. Perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan
perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja,dalam hal yang demikian pekerja/buruh berhak atas uang pesangon
sebesar satu kali sesuai dengan yang telah diuraikan diatas.
Sebaliknya, jika karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan
perusahaan, dan perusahaan tidak bersedia menerima pekerja/buruh
diperusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar dua
kali dari yang diuraikan diatas.
c. Perusahaan tutup
Karena perusahaan menggalami kerugian secara terus-menerus selama dua
tahun sehingga perusahaan terpaksa harus tutup, atau keadaan memaksa
(force majeur) perusahaan dapat melakukan pemutusa hubungan kerja
dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar satu
kali. Kerugian perusahaan harus dibuktikan dengan laporan keuangan dua
tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
d. Karena Rasionalisasi
Pengusaha juga dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan bermaksud hendak melakukan efisiensi.
Untuk itu kepada pekerja/buruh yang diputuskan hubungan kerjanya berhak
atas uang pesangon sebesar dua kali dari yang ditentukan.
e. Perusahaan pailit
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh
berhak atas uang pesangon sebesar satu kali
f. Pekerja/buruh meninggal dunia
Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia,
kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya
sama dengan perhitungan dua kali uang pesangon sesuai ketentuan yang
diuraikan diatas.
g. Pemutusan hubungan kerja karena pensiun
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah
mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar
penuh oleh pengusaha, pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang
pesangon sesuai ketentuan diatas

Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja


Secara yuridis dalam Undang– Undang nomor 13 tahun 2003 dikenal
beberapa jenis pemutusan hubungan kerja:

  1. Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
    Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha merupakan jenis pemutusan
    hubungan kerja yang kerap kali terjadi. Hal ini disebabkan oleh :
    a. Perusahaan mengalami kemunduran sehingga perlu rasionalisasi atau
    pengurangan jumlah pekerja/buruh .
    b. Pekerja/buruh telah melakukan kesalahan,baik kesalahan yang melanggar
    ketentuan yang tercantum dalam peraturaan perusahaan,prjanjian kerja
    atau perjanjian bersama(kesalahan ringan), maupun kesalaahan pidana
    (kesalahan berat).
    Dalam hal pemutusan hubungan kerja dengan alasan rasionalisasi atau
    kesalahn ringan pekerja/buruh dalam undang – undang nomor 13 tahun 2003
    dalam pasal 151 ayat(1)ditentukan bahwa “pengusaha,pekerja/buruh serikat
    pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus
    mengusahakan agar jangan terjadi pemutuusan hubungan kerja.”
    Dalam segala upaya tersebut diatas telah dilakukan tetapi pemutusan
    hubungan kerja tidak dapat dihindari,maka maksud pemutusn hubungan kerja
    wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja /serikat buruh.
    Perundingan harus dilakukan secara musyawarah mufakat dengan
    memperhatikan:
    a. Tingkat loyalitas pekerja/buruh kepada perusahaan
    b. Masa kerja
    c. Jumlah tanggungan pekerja/buruh yang akan diputuskan hubungan
    kerjanya.

Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja


Dalam kehidupan sehari-hari pemutusan hubungan kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha lazimnya dikenal dengan istilah PHK atau
pengakhiran hubungan kerja, yang dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu
tertentu yang telah disepakati/diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi
karena adanya perselisihan antara pekerja/buruh atau karena sebab lain.
Dalam praktik, pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena
berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak
menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak (pekerja/buruh maupun
pengusaha) karena pihak-pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari
atau mengetahui saat berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-
masing telah berupaya mempersiapkan diri dalam menghadapi kenyataan itu.
Berbeda halnya dengan pemutusan yang terjadi Karena adanya perselisihan,
keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak.Lebih-lebih
pekerja/buruh yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang
lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha. Karena pemutusan kerja bagi
pihak pengusaha. Karena pemutusan hubungan kerja bagi pihak pekerja/buruh
akan member pengaruh psikologis, ekonomis, financial sebab:
a. Dengan adanya pemutusan hubungan kerja bagi pekerja telah kehilangan
mata pencahariannya.
b. Untuk mencari pekerjaan yang baru sebagai pengantinya harus banyak
mengeluarkan biaya.
c. Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluarganya sebelum mendapat
pekerjaan yang baru sebagai penggantinya.
Menurut pasal 1 angka 25 Undang-Undang No 13 tahun 2003:
“pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh
dan pengusaha.”

Hubungan Kerja


Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsure pekerjaan, upah, dan
perintah . dalam pasal 50 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya
perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Perjanjian kerja dibuat
secara tertulis atau lisan.
Jadi, hubungan kerja adalah hubungan (hukum) antara pengusaha dengan
pekerja/buruh (kariyawan) berdasarkan perjanjian kerja. Dengan demikian,
hubungan kerja tersebut adalah sesuatu yang konkret atau nyata.dengan adanya
perjanjian kerja, aka nada ikatan antara pengusaha dan pekerja. Dengan perkataan
lain, ikatan karena adalah perjanjian kerja inilah yang merupakan hubungan kerja.
Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja/buruh
(kariyawan) dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memenuhi syarat-syarat
kerja, hak dan kewajiban para pihak (pasal 1 angka 14 Undang-Undang Ketenaga
ker-jaan). Perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan (pasal 51 ayat (1) Undang-
Undang ketenagakerjaan).
syarat sahnya perjanjian kerja, mengacu pada syarat sahnya perjanjian
perdata pada umumnya, adalah sebagai berikut:
a. Adanya kesepakatan antara para pihak (tidak ada dwang-paksaan, dwaling
penyesatan/ kekhilafan atau bendrog-penipuan).
b. Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau kecakapan
untuk (bertidak) melakukan perbuatan hukum (cakap usia dan tidak dibawah
perwalian/pengampuan).
c. Ada (objek) pekerjaan yang diperjanjikan dan
d. (Causa) pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan).
Apabila perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak-pihak tidak memenuhi
dua syarat awal sahnya (perjanjian kerja) sebagaimana disebut, yakni tidak ada ke
sepakatan dan ada pihak yang tidak cakap untuk bertindak maka perjanjian kerja
dapat dibatalkan. Sebaliknya apabila perjanjian dibuat tidak memenuhi dua syarat
terakhir sahnya (perjanjian kerja), yakni objek (pekerjaannya) jelas dan causa-nya
tidak memenuhi ketentuan maka perjanjiannya batal demi hukum (null and void)

Pengertian Perusahaan


Pada dasarnya manusia itu aktif dalam kehidupannya.ia tidak tinggal diam
berpangku tangan, melainkan ada saja sesuatu yang dapat dikerjakan baik berupa
gagasannya maupun karya nyata. Sesuatu yang dikerjakan itu pada umumnya
berhubungan dengan perbuatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perbuatan
inilah yang dinamakan berusaha.
Di dalam berusaha tidak dibatasi, sepanjang usahanya positif, tidak mengg
angu orang lain, serta dapat berguna bagi masyarakat. Terlebih lagi usahanya
dapat ikut serta dalam memberikan kemakmuran bangsa dan Negara.
Dalam rangka untuk mewujudkan usahanya,orang bebas menentukan langkah-
langkah yang harus dilakukan antara lain tentang jenis usahanya, lembaga
usahanya, pemodalannya, manajemennya, dan sebagainya

Pengertian Tenaga Kerja


Manusia yang mau bekerja terutama yang telah mencapai usia kerja,
adalah manusia yang tahu akan tanggung jawab bagi kelangsungan dan
perkembangan hidupnya, bukan sekedar hanya mencari nafkah, melainkan harus
pula di dasari itikad baik bahwa dengan jasa-jasa yang telah di jualnya itu dapat
pula merupakan sumbangan untuk turut melancarkan usaha dan kegiatan dalam
pengembangan masyarakat.
Pemberi pekerjaan dan yang di beri pekerjaan di tanah air kita sudah
seharusnya memiliki makna bekerja seperti diatas karena pada hakikatnya
masing-masing melakukan pekerjaan yang tidak hanya untuk mengutamakan
kepentingan pribadi melainkan juga demi tercapainya kehidupan dalam
masyarakat yang serba berkembang dan tercukupi segala kebutuhannya.
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja, yang dimaksud dengan tenaga
kerja adalah “tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan” (di dalam atau diluar
hubungan kerja) guna menghasilkan barang-barang dan atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat jadi disini terkandung arti yang luas. mereka
yang telah bekerja pada instansi-istansi pemerintah terkait oleh undang-undang
kepegawaian, sedang mereka yang telah bekerja pada perusahaan-perusahaan
terikat dan atau dilindungi oleh undang-undang perburuhan atau yang lazim
disebut hukum perburuan. Undang-undang atau hukum perburuan berlaku di
setiap perusahaan. Di setiap perusahaan yang menampung atau mempekerjakan
para tenaga kerja

Hubungan beban kerja,kewenangan,reward,komunikasi,keadilanperlakuan dan konflik dengan kualitas kerja


kualitas kerja berfokus pada persoalan motivasi, keterlibatan karyawan dan
kepuasan kerja yang umumnya sedikit demi sedikit menumbuhkan pada diri
karyawan rasa aman, adil dan bangga dan merasa mendapat perlakuan secara fair
dan suportif. Kualitas kehidupan kerja memperlakukan karyawan secara fair dan
suportif, akan membuka semua saluran komunikasi dan menawarkan karyawan
kesempatan berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi mereka dan
memberdayakan mereka untuk menangani tugas. Sedangkan Menurut (Dessler
1993:476) kualitas kehidupan kerja diartikan keadaan dimana para pegawai dapat
memenuhi kebutuhan mereka yang penting dengan bekerja dalam organisasi, dan
kemampuan untuk melakukan hal itu bergantung pada apakah terdapat adanya:
perlakuan yang fair, adil, dan suportif serta kesempatan bagi setiap pegawai
mewujudkan dirinya.
Peningkatan kualitas kerja dapat dilakukan melalui keterlibatan karyawan,
intervensi pemberdayaan dan praktik hubungan kerja Rivai, (2004:493)
keterlibatan karyawan dapat dilakukan melalui metode sistematik, yang
memberdayakan karyawan untuk berpartisipasi dalam keputusan yang
mempengaruhi mereka dalam hubungan mereka dengan pekerjaanya serta
organisasi. Melalui keterlibatan ini karyawan merasa bertanggung jawab,
bahkan”pemilikan”atas keputusan-keputusan dengan partisipasi mereka.
Menurut Cascio (2003:27) kualitas kerja adalah tingkat partisipasi
karyawan, pengembangan karier, resolusi konflik, komunikasi, kesehatan,
keberlangsungan kerja lingkungan yang aman dan kompensasi yang adil dimana
dapat dioperasionalisasikan melalui kompensasi Finansial, Pengelolaan
karir/kemajuan karyawan, penataan lingkungan kerja, perancangan karateristik
pekerjaan dan praktik kepeminpinan

Faktor – Faktor Konflik Kerja


Faktor – faktor yang mempengaruhi konflik dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar yaitu faktor intern dan factor ekstern. Dalam faktor intern dapat
disebutkan beberapa hal:
a)Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak
mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah
seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan
menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
b) Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan
maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk,
salah atau benar.
c)Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para
anggotanya.
d)Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan,
sistem imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata
persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.
Sedangkan faktor ekstern meliputi:
a)Keterbatasan sumber daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat
berakhir menjadi konflik.
b)Kekaburan aturan/norma di masyarakat
Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
c)Derajat ketergantungan dengan pihak lain
Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
d)Pola interaksi dengan pihak lain
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola
tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

Jenis – Jenis Konflik Kerja


Menurut Stoner dan Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu:
a. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik
terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak
mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang
itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:

  1. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
  2. Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan
    kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
  3. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan
    dan tujuan.
  4. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi
    tujuan –tujuan yang diinginkan.
    Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali
    menimbulkan konflik. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
    1)Konflik pendekatan-pendekatan
    Contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
    2)Konflik pendekatan – penghindaran,
    Contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
    3)Konflik penghindaran-penghindaran
    Contoh orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif
    dan negatif sekaligus.
    b.Konflik Interpersonal
    Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain
    karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua
    orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik
    interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku
    organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari
    beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses
    pencapaian tujuan organisasi tersebut.
    c.Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
    Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan
    untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok
    kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat
    dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma
    produktivitas kelompok dimana ia berada.
    d.Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
    Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-
    organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja manajemen merupakan
    dua macam bidang konflik antar kelompok.
    e.Konflik antara organisasi
    Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain
    dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan
    persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan
    timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru,
    harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien

Proses Penetapan Sistem Imbalan

  1. Analisa Jabatan, atau Penentuan Sasaran Jabatan.
    Pada perusahaan yang baru berdiri, belum bisa dilakukan analisa jabatan. Dalam
    kondisi demikian, paling tidak bisa dilakukan penentuan sasaran jabatan. Output
    jabatan haruslah menjadi syarat bagi pemegang jabatan, juga dalam penetapan
    imbalan. Dikenai adanya 3 kategori sasaran jabatan, yaitu :
    a. Sasaran rutin
    b. Sasaran pemecahan persoalan
    c. Sasaran pembaharuan
  2. Evaluasi Jabatan
    Penentuan nilai jabatan, relatif terhadap jabatan lainnya yang ada dalam satu
    perusahaan perlu dilakukan sebagai dasar untuk menentukan besarnya imbalan
    yang adil.
  3. Survey Upah
    Penelitian untuk mengetahui standard upah yang berlaku pada perusahaan-
    perusahaan sejenis di daerah tempat perusahaan berada perlu dilakukan untuk bisa
    menentukan besamya imbalan yang kompetitif.
  4. Penetapan kebijakan
    Kebijakan mengenai sistem imbalan ditetapkan oleh perusahaan, dengan
    memperhatikan beberapa faktor antara lain:
    a. Peraturan Pemerintah
    b. Hukum
    c. Kondisi Ekonomi
    d. Kondisi Pasar Tenaga Kerja
    e. Kedudukan yang ingin di capai perusahaan ( citra )
  5. Penetapan Harga Jabatan
    Pada akhirnya perusahaan perlu menetapkan struktur imbalan/ kurva imbalan
    untuk semua jabatan yang ada dalam perusahaan tersebut, mulai yang paling
    rendah sampai yang paling tinggi

Imbalan/reward


Dalam menetapkan kebijaksanaan berkenaan dengan masalah pemberian
imbalan (penggajian) ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh
perusahaan, baik yang bersifat internal perusahaan maupun yang sifatnya
eksternal.
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi antara lain adalah :

  1. Kemampuan perusahaan untuk membayar
  2. Eksistensi dari Serikat Pekerja
  3. Karakteristik Pekerja.
  4. Karakteristik Pekerjaan.
    Pemberian imbalanpun harus disesuaikan dengan berat / ringannya beban
    kerja ataupun tanggung jawab yang harus di pikul oleh pekerja, termasuk di sini
    kondisi tempat kerja ataupun besarnya resiko untuk mendapatkan kecelakaan
    kerja .
    Sedangkan faktor-faktor eksternalnya antara lain adalah:
  5. Keadaan pasar tenaga kerja
    Kondisi tenaga kerja yang ada di pasar tenaga kerja seringkali punya pengaruh
    yang besar dalam menentukan besarnya imbalan / gaji yang akan diberikan. Hal
    ini berhubungan dengan prinsip “supply: demand” , dimana imbalan akan tinggi
    bilamana tenaga kerja yang kita butuhkan termasuk tenaga kerja yang langka atau
    yang sulit di peroleh di pasar tenaga kerja. Sebaliknya, perusahaan bisa
    memberikan imbalan yang relatif rendah bilamana tenaga kerja yang dibutuhkan
    banyak terdapat di pasar tenaga kerja.
    2.Biaya hidup
    Besarnya imbalan pertu disesuaikan dengan biaya hidup. Hal ini menyebabkan
    besarnya imbalan, seringkali ditentukan berdasarkan daerah dimana perusahaan
    berada.
  6. Peraturan pemerintah
    Seperti diketahui Pemerintah, dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja telah
    menetapkan adanya gaji/upah minimum yang disusun berdasarkan kebutuhan fisik
    minimum/kebutuhan hidup minimum

Manfaat Pelimpahan Wewenang :

  1. Pelimpahan wewenang memungkinkan bawahan mempelajari sesuatu
    yang baru dan memperoleh kesempatan untuk melakukannya. Keadaan ini
    memungkinkan bawahan untuk belajar bertanggung jawab akan sesuatu
    yangbaru.
  2. Pelimpahan wewenang mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik
    pada berbagai hal.
  3. Penyelesaian pekerjaan akan dapat dilakukan dengan lebih cepat
    sekiranya pelimpahan wewenang tersebut berjalan sebagaimana mestinya
    dan diberikan kepada orang yang bertanggung jawab.
    b.Kendala dalam pelimpahan wewenang :
  4. Apabila staf yang menerima delegasi tidak memiliki kemampuan atau
    kapabilitas tugas yang di delegasikan padanya.
  5. Akan berdampak pada kurang bertanggung jawabnya atasan terhadap apa
    yang semestinya ia lakukan.

Kewenangan Kerja


Riyan (2011) Kewenangan atau authority pada dasarnya merupakan bentuk
lain dari kekuasaan yang sering kali dipergunakan dalam sebuah organisasi.
Kewenangan merupakan kekuasaan formal atau terlegitimasi. Dalam sebuah
organisasi, seseorang yang ditunjuk atau dipilih untuk memimpin suatu
organisasi, bagian, atau departemen memiliki kewenangan atau kekuasaan yang
terlegatimasi. Seseorang yang ditunjuk untuk menjadi manajer personalia dengan
sendirinya terlegitimasi untuk memiliki kewenangan dalam mengatur berbagai hal
yang terkait dengansumber daya manusia atau orang-orang yang terdapat di dalam
organisasi. Terdapat dua pandangan mengenai kewenangan formal, yaitu
pandangan klasik (classical view) dan pandangan berdasarkan penerimaan
(acceptance view).
a. Pandangan Klasik Pandangan klasik mengenai kewenangan formal
menerangkan bahwa kewenangan pada dasarnya terlahir sebagai akibat
adanya kewenangan yang lebih tinggi dari kewenangan yang diberikan.
b. Pandangan yang berdasarkan penerimaan (acceptance view) memandang
bahwa kewenangan formal akan cendrung dijalankan atau diterima oleh
bawahan tergantung dari beberapa persyaratan, antara lain :

  1. Bawahan dapat memahami apa yang diinginkan atau dikomunikasikan
    oleh pimpinan atau atasan.
  2. Pada saat bawahan memutuskan untuk menjalankanapa yang
    diperintahkan oleh atasannya dia yakin tidak bertentangan dengan rencana
    pencapaian tujuan organisasi.
  3. Bawahan yakin apa yang diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi
    maupun motif pribadi atau kelompok.
  4. Bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang
    diperintahkan.

Beban Kerja.


Menurut Komaruddin (1996:235), analisa beban kerja adalah proses
untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk
merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain
analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan
berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada
seorang petugas. Menurut Simamora (1995:57), analisis beban kerja adalah
mengidentifikasi baik jumlah karyawan maupun kwalifikasi karyawan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Menpan (1997),
pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus
diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu
tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk
mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit
organisasi, atau pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan
menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik
manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban
kerja merupakan salah satu teknik manajemen untuk mendapatkan informasi
jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan secara analisis.
Informasi jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai alat untuk
menyempurnakan aparatur baik di bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan
sumberdaya manusia

Indikator Indikator Kualitas Kerja


Menurut Hasibuan (2007) , indikator dari kualitas kerja karyawan yaitu :

  1. Potensi Diri
    Potensi diri merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud
    maupun yang telah terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi belum sepenuhnya
    terlihat atau dipergunakan secara maksimal.Menurut Siahaan dalam Parlindungan
    (2005:4) “ Potensi diri adalah kemampuan yang terpendam pada diri setiap orang,
    setiap orang memilikinya”. Memahami diskripsi pekerjaan dan memiliki
    kemampuan untuk mengembangkan bidang kerja serta memilki berinisiatif
    merupakan beberapa potensi diri yang harus dimiliki pegawai. Majdi (2007: 86)
    menjelaskan, kata potensiitu adalah serapan dari bahasa Inggris: potencial.
    Artinya ada dua kata, yaitu, (1) kesanggupan; tenaga (2) dan kekuatan;
    kemungkinan.Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi potensi
    adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan,
    kekuatan, kesanggupan, daya.Intinya, secara sederhana, potensi adalah sesuatu
    yang bisa kita kembangkan.Sedangkan diri masih manurut Majdi (2007: 92)
    adalah akumulatif dari pikiran kita. Jadi Potensi diri adalah kemampuan yang kita
    miliki yang bisa dikembangkan.
    Menurut Wiyono(2006:37) potensi dapat diartikan sebagai kemampuan
    dasar dari sesuatu yang masih terpendam didalamnya yang menunggu untuk
    diwujudkan menjadi sesuatu kekuatan nyata dalam diri sesuatu tersebut. Dengan
    demikian potensi dirimanusia adalah kemampuan dasar yang dimiliki manusia
    yang masih terpendam didalam dirinya yang menunggu untuk diwujudkan
    menjadi suatu manfaat nyata dalam kehidupan diri manusia. Apabila pengertian
    potensi manusia dikaitkan dengan pencipta manusia, Alloh SWT, maka potensi
    diri manusia dapat diberi pengertian sebagaikemampuan dasar manusia yang
    telah diberikan Alloh SWT sejak dalam kandungan ibunya sampai pada saat
    tertentu (akhir khayat), yang masih terpendam didalam dirinya, menunggu
    diwujudkan menjadi sesuatu manfaat nyata dalam kehidupan diri manusia didunia
    ini dan diakhirat nanti.
    Menurut Endra (2004: 6) potensi bisa disebut sebagai kekuatan, energi,
    atau kemampuan yang terpendam yang dimiliki dan belum dimanfaatkan secara
    optimal. Potensi diri yang dimaksud disini suatu kekuatan yang masih terpendam
    yang berupa fisik, karakter, minat, bakat, kecerdasan dan nilai-nilai yang
    terkandung dalam diri tetapi belum dimanfaatkan dan diolah.
    Sedangkan Habsari (2005: 2) menjelaskan, potensi diri adalah kemampuan
    dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang baik fisik maupun mental dan
    mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan bila dilatih dan ditunjang dengan
    sarana yang baik. Sedangkan diri adalah seperangkat proses atau ciri-ciri proses
    fisik, perilaku dan psikologis yang dimiliki.
  2. Hasil Kerja Optimal
    Hasil kerja yang optimal harus dimiliki oleh seorang pegawai, pegawai
    harus bisa memberikan hasil kerjanya yang terbaik, salah satunya dapat dilihat
    dari produktivitas organisasi, kualitas kerja kuantitas kerja. Produktivitas
    organisasi adalah sebagai suatu ukuran penggunaan sumber saya dalam suatu
    organisasi biasanya dinyatakan sebagai rasio dari keluaran yang dicapai dengan
    sumber daya yang diberikan. Kualitas kerja adalah kegiatan yang dilakukan oleh
    pegawai telah memenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan harapan yang telah
    ditetapkan. Kualitas kerja merupakan mutu hasil pekerjaan atau sebaik apa harus
    diselesaikan. Kualitas kerja pegawai dapat dilihat dari adanya kemampuan
    menghasilkan pekerjaan yang memuaskan, tercapainya tujuan secara efektif dan
    efisien serta kecakapan yang ditunjukkan dalam menjalankan pekerjaanya.
    Kuantitas pekerjaan adalah banyaknya jumlah yang harus diselesaikan atau
    dikerjakan pegawai sesuai target waktu yang telah ditetapkan dan dapat
    menyelesaikan lebih dari satu pekerjaan dalam satu waktu dengan baik.

Faktor- Faktor Untuk Meningkatkan Kualitas Kerja


Bitner dan Zeithaml (dalam Riorini, 2004:22) menyatakan untuk dapat
meningkatkan performance quality (kualitas kerja) ada beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh perusahaan yaitu dengan memberikan pelatihan atau training,
memberikan insentive atau bonus dan mengaplikasikan atau menerapkan
teknologi yang dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektifitas. Sunu
(dalam Flippo, 1995:91) menyatakan bahwa penting untuk menciptakan
lingkungan untuk meningkatkan kualitas kerja, yaitu:

  1. Tanggung jawab dan kepentingan pimpinan untuk menciptakan
    lingkungan peningkatan kualitas.
  2. Nilai, sikap dan perilaku yang disetujui bersama diperlukan untuk
    meningkatkan mutu.
  3. Sasaran peningkatan kualitas yang diterapkan oleh organisasi.
  4. Komunikasi terbuka dan kerja sama tim baik.
  5. Pengakuan dapat mendorong tindakan yang sesuai dengan nilai,
    sikap dan perilaku untuk meningkatkan mutu.
    Menurut leiter (1997) berpendapat bahwa enam faktor utama yang menyebabkan
    menurunya kualitas kinerja karyawan yaitu :
  6. Beban kerja berlebihan yaitu terlalu banyaknya pekerjaan. Sedikitnya
    waktu yang tersedia dan tidak adanya dukungan sistem menghabiskan
    cadangan sumber daya dan berdampak pada menurunya kualitas kinerja.
  7. Kurangnya wewenang yaitu besarnya tanggung jawab yang harus dipikul
    namun tidak disertai wewenang dalam membuat keputusan.
  8. Imbalan yang tidak memadai yaitu kecilnya upah dibandingkan dengan
    volume pekerjaan, tidak menariknya skema intensif dari target yang ingin
    dicapai, terjadinya perubahan kebijakan yang lebih buruk dari kebijakan
    sebelumnya.
  9. Hilangnya sambung rasa yaitu terjadinya pengkotak-kotakan penugasan
    yang berdampak pada meningkatnya isolasi sosial dalamlingkungan kerja.
  10. Perlakuan yang tidak adil yaitu perlakuan yang tidak sama dan bukan
    berdasarkan kompetensi.
  11. Tejadinya konflik nilai yaitu ketidak –sesuaian antara prinsip pribadi
    dengan tuntutan pekerjaan

Pengertian Kualitas Kerja


Kualitas kerja mengacu pada kualitas sumber daya manusia (Matutina,2001:205),
kualitas sumber daya manusia mengacu pada Pengetahuan (Knowledge) yaitu
kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelejensi dan
daya fikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan.Keterampilan
(Skill), kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang
dimiliki karyawan.Abilities yaitu kemampuan yang terbentuk dari sejumlah
kompetensi yang dimiliki seorang karyawan yang mencakup loyalitas,
kedisiplinan, kerjasama dan tanggung jawab. Hasibuan (2007:87) menyatakan :
”Penilaian adalah kegiatan manajemen untuk mengevaluasi perilaku dan hasil
kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.”
Dua hal yang dievaluasi dalam menilai kinerja karyawan berdasarkan
definisi diatas yaitu perilaku dan kualitas kerja karyawan. Yang dimaksud dengan
penilaian perilaku yaitu kesetiaan, kejujuran, kepemimpinan, kerjasama, loyalitas,
dedikasi dan partisipasi karyawan. Sedangkan kualitas kerja adalah suatu standar
fisik yang diukur karena hasil kerja yang dilakukan atau dilaksanakan karyawan
atas tugas-tugasnya. Flippo (1995:28) berpendapat tentang kualitas kerja sebagai
berikut: “Meskipun setiap organisasi berbeda pandangan tentang standar dari
kualitas kerja pegawai, tetapi pada intinya efektifitas dan efisiensi menjadi ukuran
yang umum.”Bertitik tolak dari definisi yang diberikan oleh Flippo (1995:28)
tersebut maka dapat dikatakan bahwa inti dari kualitas kerja adalah suatu hasil
yang dapat diukur dengan efektifitas dan efisiensi suatu pekerjaan yang dilakukan
oleh sumber daya manusia atau sumber daya lainnya dalam pencapaian tujuan
atau sasaran perusahaan dengan baik dan berdaya guna. Kualitas sumber daya
manusia memiliki manfaat ditinjau dari pengembangan perusahaan yaitu:

  1. Perbaikan kinerja.
  2. Penyesuaian kompensasi.
  3. Keputusan penempatan.
  4. Kebutuhan pelatihan.
  5. Perencanaan dan pengembangan karir
  6. Efisiensi proses penempatan staf.
  7. Kesempatan kerja yang sama

PENGUKURAN KERJA (WORK MEASUREMENT)


Work measurement adalah proses menentukan waktu yang diperlukan seorang operator
dengan kualifikasi tertentu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan performansi yang
telah didefinisikan atau biasa disebut dengan pengukuran waktu standar dalam melaksanakan
kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal (Wignjosoebroto, 2003:129).
Work measurement memiliki tujuan sebagai berikut:

  1. Penentuan jadwal dan perencanaan kerja.
  2. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja.
  3. Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan / pekerja.
  4. Indikasi output yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
  5. Penentuan efektifitas pekerja atau mesin.
    Proses pengukuran waktu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu
    pengukuran waktu secara langsung dan secara tidak langsung (Wignjosoebroto, 2003:130)
    yaitu:
  6. Pengukuran waktu kerja dengan metode pengukuran langsung.
    Pengukuran waktu kerja secara langsung karena pengamat berada di tempat dimana objek
    sedang diamati. Pengamat secara langsung melakukan pengukuran atas waktu kerja yang
    dibutuhkan oleh seorang operator dalam menyelesaikan pekerjaannya. Pengukuran secara
    langsung terdiri dari dua cara, yaitu pengukuran dengan menggunakan stopwatch dan
    sample kerja.
  7. Pengukuran waktu kerja dengan metode tidak langsung.
    Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung adalah pengamat tidak berada secara
    langsung di lokasi (objek) pengukuran sehingga metode pengukuran ini sering disebut
    dengan predetermined pime system (PTS). Dalam bab ini landasan teori untuk
    pengukuran kerja menggunakan stopwatch dan PTS tidak terlalu dibahas secara detail
    karena pada penelitian ini lebih fokus pada penggunana metode pengukuran kerja dengan
    work sampling.
    Sample kerja adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap
    aktifitas kerja dari mesin, proses atau pekerja / operator. Menurut Wignjosoebroto (2003:172)
    metode sampel kerja sangat cocok digunakan dalam melakukan pengamatan atas pekerjaan
    yang sifatnya tidak berulang dan yang memiliki siklus waktu yang relatif panjang. Pada
    dasarnya prosedur pelaksanaannya cukup sederhana, yaitu melakukan pengamatan aktifitas
    kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak terhadap satu atau lebih mesin atau
    operator dan kemudian mencatatnya apakah mereka dalam keadaan bekerja atau menganggur
    (idle).
    Cara atau metode work sampling sangat efektif dan efisien untuk digunakan dalam
    mengumpulka informasi mengenai kerja mesin dan operatornya. Dikatakan efektif karena
    dengan cepat dan mudah cara ini akan dapat dipakai untuk penentuan waktu longgar
    (allowance time) yang tersedia untuk satu pekerjaan. Dibandingkan dengan metode kerja
    yang lain, metode work sampling akan terasa jauh lebih efisien karena informasi yang
    dikehendaki akan didapatkan dalam waktu lebih singkat dan dengan biaya yang tidak terlalu
    besar, secara garis besar, metode work sampling dapat digunakan untuk:
    a. Mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh operator.
    b. Mengetahui tingkat pemanfaatan mesin-mesin dengan mengukur ratio delay dari
    sejumlah mesin, operator, atau fasilitas kerja lainnya. Sebagai contoh ialah untuk
    menentukan persentase dari jam atau hari dimana mesin atau orang benar-benar terlibat
    dalam aktiftas kerja, dan persentase dimana sama sekali tidak ada aktivitas kerja yang
    dilakukan (menganggur/idle).
    c. Menetapkan performance level dari seorang operator selama waktu kerjanya berdasarkan
    waktu-waktu dimana orang ini bekerja atau tidak bekerja terutama sekali untuk pekerjaan-
    pekerjaan manual.
    d. Menentukan waktu baku untuk suatu proses operasi kerja seperti halnya yang dapat
    dilakukan oleh pengukuran kerja lainnya.
    e. Memperkirakan kelonggaran/allowance bagi suatu pekerjaan

Pengukuran Beban Kerja Perawat


(Nursalam. (2017). menyatakan bahwa ada tiga cara yang bisa dilakukan oleh
seorang peneliti ketika meneliti tentang beban kerja, antara lain:
a. Work sampling
Cara ini biasnya digunakan di dunia industri di mana ada hal-hal yang
secara spesifik diamati oleh seorang peneliti, antara lain: aktivas yang
dilakukan tenaga kerja dalam jam kerja; aktivitas yang dikerjakan tenaga
kerja terkait denan fungsi dan tugasnya dalam jam kerja; proporsi waktu
kerja yang digunakan; dan pola beban kerja yang digunakan dengan waktu
dan jadwal jam kerja.
b. Time and motion study
Cara ini merupakan cara di mana seorang peneliti mengamati dan
mengikuti secara cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh para tenaga
kerja.
c. Daily log
Cara ini merupakan cara di mana tenaga kerja sendiri melakukan
pencatatan tentang kegiaan yang dilakukan dan waktu yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan tersebut

Dampak Beban Kerja


Menurut (Safitri & Astutik, 201) beban kerja yang berlebihan akan
menimbulkan hal – hal seperti:

  1. Kualitas kerja menurun Beban kerja yang terlalu berat dan tidak
    sesuai dengan kemampuan yang dimiliki tenaga kerja akan
    mengakibatkan menurunnya kualitas kerja karena pekerja merasa
    kewalahan dan kelelahan yang berakibat menurunnya konsentrasi,
    pengawasan diri, dan akurasi kerja. Dampaknya hasil kerja yang
    diberikan tidak akan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh
    perusahaan.
  2. Keluhan pelanggan Keluhan pelanggan timbul karena pelanggan
    tidak puas dengan hasil kerja yang diberikan atau hasil kerja tidak
    sesuai harapan para pelanggan.
  3. tingkat absensi Pekerja yang memiliki beban kerja terlalu banyak
    akan merasa kelelahan dan akhirnya sakit. Hal ini akan berdampak pada
    tingkat absensi karyawan. ketidakhadiran pekerja akan mempengaruhi
    kinerja organisasi

Beban Kerja Perawat


Beban kerja merupakan kemampuan tubuh seorang perawat dalam
mengemban tanggung jawab dalam mengerjakan suatu pekerjaan (Mariana & Ramie,
2021). Beban kerja perawat dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu secara
subjektif dan secara objektif. Beban kerja subjektif adalah beban kerja yang dilihat
dari sudut pandang atau persepsi perawat sedangkan beban kerja objektif
merupakan keadaan yang nyata yang ada dilapangan (Martyastuti et al., 2019)

Tehnik pengukuran beban kerja


Menurut Swanburg (1999) ada 4 tehnik untuk menghitung beban kerja
perawat yaitu :
a. Time and task frequency
Cara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas
pekerjaan yang dilakukan perawat dan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu tindakan keperawatan dengan baik dan benar.
Kemudian kumpulan waktu di akumulasi dan dicari rata-rata/skoring.
Langkah-langkah untuk menghitung adalah:
1) Menentukan jumlah sampel perawat yang diambil
2) Membuat formulir kegiatan yang akan dipakai mengamati serta ada
kolom untuk menulis waktunya
3) Menentukan observer yang bias mengidentifikasi kualitas
pekerjaan yang akan diamati
4) Tiap satu observer akan mengamati satu orang perawat selama
bekerja sesuai shiftnyahttp://repository.unimus.ac.id
10
b. Work sampling
Cara ini dilakukan dengan mengamati kegiatan apa saja yang
akan dilakukan perawat. Informasi yang didapat dengan metode ini
adalah waktu dan jenis kegiatan yang mampu dilakukan perawat dalam
interval tertentu yang sudah ditentukan.Observer harus mengamati dari
jarak jauh atau seakan-akan tidak mengamati agar perawat yang bekerja
sesuai aslinya atau kebiasaan selama ini.
c. Continous sampling
Metode continous sampling hampir sama dengan work sampling
dengan perbedaan terletak pada cara pengamatan yang dilakukan terus
menerus terhadap setiap kegiatan perawat dan dicatat secara terinci
serta dihitung lama waktu untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Pencatatan dilakukan mulai perawat datang/mulai kerja sampai pulang.
Pengamatan dapat dilakukan kepada satu atau lebih perawat secara
bersamaan.
d. Self reporting (variasi antara time studyand task frequency)
Observer akan memeriksa daftar kegiatan yang ditetapkan oleh
peneliti sehingga tinggal mengisi kegiatan mana yang telah dikerjakan.
Catatan-catatan formulir tugas harian dibuat untuk periode waktu
tertentu yang berisi pekerjaan yang ditugaskan. Hasil formulir tugas
harian ini dapat dihitung data tentang jenis kegiatan, waktu dan
lamanya kegiatan dilakukan.

Beban kerja


Menurut UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 menyatakan bahwa
beban kerja merupakan hasil kali antara jumlah pekerjaan dengan waktu
dan besaran pekerjaan yang harus dipukul oleh suatu jabatan/unit
organisasi. Setiap pekerja dapat bekerja tanpa membahayakan dirinya
sendiri dan masyarakat di sekelilingnya, sehingga perlu dilakukan
penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan lingkungan kerja utuk
memperoleh produktivitas kerja yang optimal.
Beban kerja (Menurut Irwandy, 2007 ) adalah frekuensi kegiatan
rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu.
Beban kerja adalah catatan hasil pekerjaan atau volume dari hasil kerja
yang dapat menunjukkan volume yang dihasilkan oleh sejumlah pegawai
dalam suatu bagian tertentu. Sekelompok atau seseorang harus
menyelesaikan jumlah pekerjaan dalam waktu tertentu atau beban kerja
dapat dilihat pada sudut pandangan obyektif dan subyektif. Beban kerja
subyektif adalah pernyataan ukuran yang dipakai seseorang tentang
perasaan kelebihan beban kerja, ukuran dari tekanan pekerjaan dan
kepuasan kerja. Sedangkan secara obyektif adalah jumlah aktivitas yang
dilakukan atau keseluruhan waktu yang dipakai (Moekijat, 2004).
Menurut Manuaba (2000) beban kerja adalah kemampuan tubuh
pekerja dalam menerima pekerjaan. Kemampuan fisik maupun psikologis
pekerja harus sesuai dan seimbang pada setiap beban kerja yang diterima
seseorang. Beban kerja meliputi beban kerja fisik dan beban kerja
psikologis. Beban kerja fisik seperti mengangkat dan mendorong.
Sedangkan beban kerja psikologis berupa sejauh mana tingkat kemampuan atau keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu
yang lainnya.
Beban kerja perawat adalah seluruh aktifitas atau kegiatan pada unit
pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat (Marquis
dan Hauston, 2000). Beban kerja meliputi beban kerja kuantitatif dan
kualitatif. Beban kerja kuantitatif adalah banyaknya pekerjaan yang harus
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, beban kerja
kualitatif yaitu pemberian asuhan keperawatan dengan tanggung jawab
yang tinggi.

Indikator Kinerja


Menurut Soedjono dalam Dwinati et al. (2019:89) menyebutkan
6 (enam) kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
pegawai secara individu yakni :
a. Kualitas, yaitu hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna
atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.
b. Kuantitas, yaitu jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang
dapat diselesaikan.
c. Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang telah
ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk
aktivitas yang lain.
d. Efektivitas, yaitu pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang
ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan
mengurangi kerugian.
e. Kemandirian, yaitu dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan dari
pihak lain.
f. Komitmen kerja, yaitu komitmen kerja antara pegawai dengan
organisasinya dan tanggung jawab pegawai terhadap organisasinya

Tujuan Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja memiliki beberapa tujuan menurut Sudarmanto
(2015:15) yaitu sebagai berikut:
a. Mendapatkan data yang sesuai fakta dan sistematis dalam
menetapkan nilai dari suatu pekerjaan.
b. Mendapatkan keadilan dalam sistem pemberian upah dan gaji
yang diterapkan di dalam organisasi.
c. Memperoleh data untuk menetapkan struktur pengupahan dan
penggajian yang sesuai dengan pemberlakuan secara umum.
d. Membantu pihak manajemen dalam melakukan pengukuran dan
pengawasan secara lebih akurat terhadap biaya yang digunakan
oleh perusahaan.
e. Menyelaraskan penilaian kinerja dengan kebijakan bisnis
sehingga pergerakan dalam sebuah organisasi selalu sesuai
dengan tujuan.

Definisi Kinerja


Kinerja dalam kamus besar indonesia adalah sesuatu yang
dicapai atau prestasi yang diperhatikan. Menurut Sinambela
(2016:481) kinerja merupakan hasil yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka
menvapai tujuan organisasi.
Menurut Mangkunegara (2017:67) kinerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Sedangkan menurut Sudarmanto (2015:9) menyatakan kinerja
merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan
organisasi atau unit organisasi tempat orang bekerja.
Meunrut Edison et al.( 2016:206) kinerja adalah hasil dari
seuatu proses yang mengacu dan diukur selama periode waktu tertentu
berdasarkan ketentuan dan kesepakatan yang telah ditetapkan
sebelumnya.

Dampak Beban Kerja


Menurut Manuaba dalam Asriani et al. (2018:20) beban kerja
yang berlebihan akan menimbulkan efek berupa kelelahan baik fisik
maupun mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala,
gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja
yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena pengurangan
gerak akan menimbulkan kebosanan dan rasa monoton. Kebosanan
dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu
sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga
secara potensial membahayakan dan menurunkan kinerja karyawan.
Bertambahnya target yang harus dicapai perusahaan, bertambah pula
beban karyawannya dan apabila beban kerja terus menerus bertambah
tanpa adanya pembagian beban kerja yang susai maka kinerja
karyawan akan menurun

Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja


Faktor-Faktor Beban Kerja Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi beban kerja Menurut Mariadi dalam Ratnasari &
Purba, (2018:184) menyatakan:
a. Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar pekerjaan
seperti:

  1. Tugas Tugas yang bersifat fisik, ruang kerja, sikap kera,
    tugas/tugas bersifat psikologis.
  2. Organisasi kerja, seperti lamanya waktu bekerja, waktu
    istirahat, shiff kerja dan pengupahan.
  3. Lingkungan kerja, lingkungan kerja fisik, lingkungan
    kimiawi, lingkungan kerja biologis dan psikologis.
    b. Faktor internal
    Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam
    pekerjaan akibat reaksi dengan faktor eksternal itu sendiri.
    Selain itu faktor internal meliputi berbagai bagian (jenis
    kelamin, umur, dan gizi), faktor psikis (motivasi, persepsi,
    kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

Tujuan Analisis Beban Kerja


Dalam Suci R. Mar’ih Koesomowidjojo (2017:20)menjelaskan bahwa
tujuan analisis beban kerja yaitu:
a. Menentukan Jumlah Kebutuhan Sumber Daya Manusia Beban
kerja sebagai dasar untuk menambah atau mengurangi jumlah
SDM pada suatu jabatan atau unit kerja.
b. Menyempurnakan (Redesign) Tugas Jabatan Beban kerja
sebagai dasar untuk menambah atau mengurangi tugas dari
suatu jabatan sehingga mencapai rentang beban kerja standar
(optimum).
c. Menyempurnakan (Redesign) Struktur Organisasi Menggabung
2 (dua) jabatan atau lebih menjadi 1 (satu) jabatan, memisahkan
1 jabatan menjadi 2 atau lebih jabatan, atau menciptakan suatu
jabatan baru.
d. Menyempurnakan (Redesign) Standar Operating Procedure
(SOP) Menyempurnakan SOP karena adanya redesign
tugas/aktivitas jabatan dan penyempurnaan struktur organisasi.
e. Menentukan Standar Waktu (Standard Time) Tugas Dan
Aktivitas Diperoleh standar waktu dari setiap tugas dan aktivitas
sesuai standar normal di organisasi atau perusahaan.

Definisi Beban Kerja


Secara umum beban kerja merupakan reaksi tubuh manusia
ketika melakukan suatu pekerjaan eksternal.Mengingat kerjaan
manusia bersifat mental dan fisik, maka masing-masing mempunyai
tingkat pembebanan yang berbedabeda. Jika kemampuan pekerja lebih
tinggi daripada tuntutan pekerjaan, akan muncul perasaan bosan dan
overstress. Namun sebaliknya, jika pekerjaan lebih rendah daripada
tuntutan pekerjaan maka akan muncul kelelahan yang lebih atau
understress.
Menurut Dhania dalam Ariyati & Mahera (2018:4) Beban kerja
merupakan sekumpulan atau sejumlah keegiatan yang harus
diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam
jangka waktu tertentu. Menurut Suwatno & Priansa (2016:250-251)
Beban kerja tidak hanya menyangkut pekerjaan yang dipandang berat,
tetapi juga pekerjaan yang ringan. Beban kerja di tempat kerja bukan
hanya yang menyangkut kelebihan pekerjaan (work overload), tetapi
termasuk pula yang setara/sama atau sebaliknya kekurangan atau
terlalu rendah/kecil pekerjaan (work underload).
Menurut Astianto (2014:5) Beban kerja seseorang sudah
ditentukan dalam bentuk standar kerja perusahaan menurut jenis
pekerjaannya. Apabila sebagian besar karyawan bekerja sesuai dengan
standar perusahaan, maka tidak menjadi masalah. Sebaliknya jika
karyawan bekerja di bawah standar, maka beban kerja yang diemban
berlebih. Sementara jika karyawan bekerja di atas standar, maka
estimasi standar yang ditetapkan lebih rendah dibanding kapasitas
karyawan

Usaha Menciptakan Lingkungan Kerja Non Fisik


Lingkungan kerja non fisik hanya dapat dirasakan tetapi tidak
dapat dilihat, didengar atau diraba dengan pancaindera manusia.
Selain itu, lingkungan kerja non fisik menjadi tanggung jawab
pimpinan yang dapat diciptakan dengan menciptakan human relations
yang sebaikbaiknya. Karena itulah maka untuk menciptakan
lingkungan kerja non fisik tersebut, dapat diusahakan dengan
menciptakan human relations yang baik. Selain itu, pimpinan juga
dapat menyediakan pelayanan kepada pegawai sehingga pegawai
merasa aman dan nyaman di dalam organisasi karena kebutuhan
psikologisnya dapat terpenuhi.

  1. Human Relations
    Hubungan pegawai dapat diartikan dengan hubungan antar
    manusia (Human Relations) dalam sebuah organisasi, karena
    pegawai secara individu merupakan manusia. Effendy dalam
    Dharmawan (2011:62-63) berpendapat hubungan manusiawi
    (Human Relations) dalam arti luas ialah interaksi antara
    seseorang dengan orang lain dalam segala situasi dan dalam
    sebua bidang kehidupan”. Pendapat lain dikemukakan oleh
    Effendy dalam Dharmawan (2011:63) yang mengatakan bahwa
    “hubungan manusiawi adalah komunikasi antar personal
    (Interpersonal communication) untuk membuat orang lain
    mengerti dan menaruh simpati”. Selanjutnya Mulyana (2013)
    berpendapat bahwa komunikasi interpersonal (interpersonal
    communication) adalah “interaksi tatap muka antar dua orang
    atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan
    pesan secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan
    menanggapi secara langsung pula”. Jadi human relations adalah
    merupakan interaksi antara satu anggota atau lebih anggota
    organisasi, dimana aktivitas tersebut diarahkan pada pencapaian
    tujuan organisasi. Adapun ruang lingkup human relations
    menurut Heidjrahman (2012:63) adalah sebagai berikut:
  2. Hubungan antara pimpinan dengan karyawan
  3. Hubungan antar karyawan
  4. Fasilitas pelayanan
    Karyawan Yang dimaksud fasilitas pelayanan karyawan
    dalam penelitian ini adalah semua fasilitas fisik yang bersifat
    suplementer/melengkapi kantor yang bersangkutan. Dengan
    adanya fasilitas yang bersifat pelayanan ini dimaksudkan agar
    pegawai tenteram dalam bekerja. Program pelayanan karyawan
    ini merupakan bentuk program pemeliharaan karyawan.
    Menurut Herman dalam Dharmawan (2011:64) bahwa
    “pemeliharaan merupakan suatu langkah perusahaan dalam
    mempertahankan karyawan agar tetap bekerja dengan baik dan
    produktif, dengan cara memperhatikan kondisi fisik, mental dan
    sikap karyawannya, agar tujuan perusahaan dapat tercapai”.
    Pemeliharaan karyawan dilakukan dengan tujuan baik untuk
    perusahaan maupun bagi karyawan itu sendiri. Bagi perusahaan,
    tujuan pemeliharaan adalah sebagai berikut:
  5. Agar karyawan mampu meningkatkan produktivitas
    kerjanya
  6. Mendisiplin diri dan memperkecil tingkat absensi
  7. Menumbuhkan loyalitas
  8. Mengurangi konflik serta menciptakan suasana yang
    harmonis
  9. Mengefektifkan proses pengadaan karyawan.
    Sedangkan tujuan bagi karyawan adalah sebagai berikut.
  10. Untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dan
    keluarganya,
  11. Memberikan ketenangan, keamanan, sreta menjaga
    kesehatan karyawan,
  12. Memperbaiki kondisi fisik, mental, dan sikap karyawan
    Pelayanan secara non fisik yaitu disediakannya
    kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau ide, maupun
    kesempatan untuk mengungkapkan permasalahan yang sedang
    dihadapi pegawai.
  13. Indikator Lingkungan Kerja Non Fisik
    Lingkungan non fisik menurut Sihombing dalam Cintia &
    Gilang, (2016:140) antara lain:
    a. Hubungan kerja antara atasan dan bawahan
    Sikap atasan terhadap bawahan memberikan berpengaruh
    terhadap pegawai dalam melaksanakan aktivitas- nya. Sikap
    yang bersahabat dan saling menghormati diperlukan dalam
    hubungan antara atasan dan bawahan untuk bekerja sama
    mencapai tujuan perusahaan.
    b. Hubungan antar sesama pegawai
    Hubungan kerja antar sesama pegawai sangat diperlukan
    dalam melakukan pekerjaan, terutama bagi pegawai yang
    bekerja secara berkelompok. Konflik dapat memperkeruh
    suasana kerja sehingga berdampak pada penurunan motivasi
    kerja pegawai. Hubungan kerja yang baik antara sesama
    pegawai dapat meningkatkan motivasi pegawai dalam
    menyelesaikan pekerjaannya

Definisi Lingkungan Kerja Non Fisik


Didalam perusahaan lingkungan kerja sangatlah penting untuk
diperhatikan manajemen, perusahaan harus memperhatikan
lingkungan kerjanya, tidak hanya memperhatikan dari segi lingkungan
fisik saja, akan tetapi lingkungan kerja non fisik juga harus
diperhatikan dengan baik karna lingkungan kerja sangatlah penting
dalam meningkatkan efektivitas kerja karyawan. lingkungan kerja
fisik maupun lingkungan kerja non fisik dapat mempengaruhi
physiology dan psychologis karyawan dalam bekerja dan mempunyai
pengaruh langsung terhadap karyawan, dimana lingkungan keraja
dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Lingkungan kerja non fisik menurut Amstrong dalam
Suryaningrum et al., (2019:1322) the work environment consist of the
system of work, the design of jobs,workingconditions, and the ways in
which people are treated at work by their managers and co- workers.
Lingkungan kerja terdiri dari sistem kerja, desain pekerjaan, kondisi
kerja, dan cara-cara di mana orang diperlakukan di tempat kerja
dengan manajer dan rekan kerja mereka. Sedangkan menurut
Sedarmayanti (2011:26) menyatakan bahwa, Lingkungan kerja non
fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan
hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan.
Hubungan kerja dibagi menjadi dua:
a. Hubungan kerja antar pegawai
Hubungan kerja antar pegawai sangat diperlukan dalam
melakukan pekerjaan, terutama bagi pegawai yang bekerja
secara berkelompok, apabila terjadi konflik yang timbul dapat
memperkeruh suasana kerja dan akan menurunkan semangat
kerja pegawai. Hubungan kerja yang baik antara yang satu
dengan yang lain dapat meningkatkan semangat kerja bagi
pegawai, di mana mereka saling bekerja sama atau saling
membantu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
b. Hubungan kerja antar pegawai dengan pimpinan
Sikap atasan terhadap bawahan memberikan pengaruh
bagi pegawai dalam melaksanakan aktivitas. Sikap yang
bersahabat, saling menghormati perlu dalam hubungan antar
atasan dengan bawahan untuk kerjasama dalam mencapai tujuan
perusahaan. Sikap bersahabat yang diciptakan atasan akan
menjadikan pegawai lebih betah untuk bekerja dan dapat
menimbulkan semangat kerja bagi pegawai. Pada perusahaan
sikap pemimpin antara pegawainya saling menghormati agar
dapat memajukan perusahaan.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2011:105), lingkungan
kerja non fisik adalah semua aspek fisik psikologis kerja, dan
peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan
pencapaian produktivitas. lingkungan kerja non fisik terdiri dari
lingkungan kerja temporal dan lingkungan kerja psikologis:
a. Lingkungan kerja temporal

  1. Waktu jumlah jam kerja
    Dalam kebijakan kepegawaian Indonesia, standar
    jumlah jam minimal 35 jam dalam seminggu. Sebaliknya,
    pegawai yang bekerja kurang dari 35 jam dalam
    seminggu, dikatagorikan setengah pengangguran yang
    terlihat.
  2. Waktu istrahat kerja
    Waktu istirahat jam kerja perlu diberikan kepada
    pegawai agar mereka dapat memulihkan kembali rasa
    lelahnya. Dengan adanya waktu istrahat yang cukup,
    pegawai dapat bekerja lebih semangat dan bahkan dapat
    meningkatkan produksi serta efisiensi.
    b. Lingkungan kerja psikologis
  3. Kebosanan
    Kebosanan kerja dapat terjadi akibat rasa tidak enak,
    pekerjaan yang monoton, kurang bahagia, kurang istrahat,
    dan kelelahan. Untuk mengurangi rasa bosan kerja,
    perusahaan dapat melakukan penempatan kerja yang
    sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuan pegawai,
    pemberian motivasi dan rotasi kerja.
  4. Pekerjaan yang monoton
    Suatu pekerjaan yang sifatnya rutin tanpa variasi
    akan dapat menimbulkan rasa bosan karena pekerjaan
    yang dilakukan akan terasa monoton, sehingga
    menimbulkan kemalasan yang dapat mengakibatkan
    kegiatan bekerja berkurang serta menurunnya motivasi
    kerja pegawai.
  5. Keletihan
    Keletihan kerja terdiri dari dua macam yaitu
    keletihan psikis dan keletihan fisiologis. Penyebab
    keletihan psikis adalah kebosanan kerja sedangkan
    keletihan fisiologis dapat mengakibatkan meningkatnya
    kesalahan dalam bekerja, meningkatkan absen, turnover
    dan kecelakaan kerja.
    Menurut Sunyoto (2012:44), hubungan rekan kerja dalam
    lingkungan kerja non fisik dibagi menjadi dua, yaitu hubungan
    individu dan hubungan kelompok.
    a. Hubungan individu
    Diperoleh seorang karyawan yang datangnya dari rekan-
    rekan kerja sekerja maupun atasan.
    b. Hubungan kelompok
    Sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih
    yang memiliki kesamaan dalam hal jenis kelamin, minat,
    kemauan, dan kemampuan yang sama.
    Jika hubungan diantara rekan kerja baik individu maupun
    kelompok kurang harmonis, maka akan mengakibatkan terganggunya
    kondisi lingkungan kerja. Wursanto (2010:177) berpendapat bahwa
    lingkungan kerja non fisik sebagai sesuatu yang menyangkut segi
    psikis dari lingkungan kerja. ada beberapa unsur penting dalam
    pembentukan sikap dan perilaku karyawan dalam lingkungan kerja
    non fisik, yaitu sebagai berikut:
    a. Pengawasan yang dilakukan secara berkelanjutan dengan
    menggunakan sistem pengawasan yang ketat.
    b. Suasana kerja yang dapat memberikan dorongan dan semangat
    kerja yang tinggi.
    c. Sistem pemberian imbalan ,memberikan gaji maupun
    perangsang lain yang menarik.
    d. Perilaku dengan baik, manusiawi, tidak disamakan dengan robot
    atau mesin, kesempatan untuk mengembangkan karir
    semaksimal mungkin sesuai dengan batasan kemampuan
    masing-masing anggota.
    e. Ada rasa aman dari anggota, baik di dalam dinas maupun di luar
    dinas.
    f. Hubungan dengan anggota lain berlangsung secara serasi, lebih
    bersifat informal, penuh kekeluargaan.
    g. Para anggota mendapatkan perlakukan secara adil dan objektif

Hubungan Beban Kerja Dengan Motivasi Kerja


Pada suatu pekerjaan, karyawan dituntut untuk menghasilkan sesuatu yang
menguntungkan perusahaannya. Setiap karyawan diberi tanggung jawab untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Namun sering kali karyawan harus menyelesaikan lebih
dari satu tugas dalam waktu tertentu, sehingga disebut sebagai beban kerja. Beban
kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres yang
kemudian berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan. Beban kerja terlalu sedikit
dapat menyebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah kesemangat dan
motivasi yang rendah untuk kerja, karena karyawan akan merasa bahwa dia tidak
maju maju dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan
keterampilannya (Sutherland & Cooper dalam Munandar,2001).
Pada penelitian Muhamadun (2012) kondisi kerja berpengaruh terhadap
motivasi kerja artinya, beban kerja yang berat akan membuat karyawan merasa
dirinya terbebani oleh pekerjaannya sehingga merasa dengan beban yang terlalu
banyak menyebabkan motivasi kerja menurun yang akan berdampak terhadap
produktivitas yang dihasilkan karyawan terhadap perusahaan. Kondisi kerja yang
baik sangat membantu konsentrasi kerja karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan
yang dibebankan. Temuan ini mendukung pendapat Gobel (2005) yang menyatakan
bahwa faktor penting yang mendorong motivasi kerja adalah kondisi kerja. Hal ini
dapat diartikan apabila kondisi kerja semakin baik, maka motivasi kerja akan
meningkat.

Jenis Beban Kerja


Menurut Munandar (2008) beban kerja dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu kuantitatif dan kualitatif.
a. Beban kerja berlebih / terlalu sedikit “Kuantitatif”, yang timbul sebagai akibat
dari tugas-tugas yang terlalu banyak / sedikit diberikan kepada karyawan untuk
diselesaikan dalam waktu tertentu.
b. Beban kerja berlebih / terlalu sedikit “Kualitatif” yaitu jika merasa tidak mampu
untuk melakukan suatu tugas atau tugas tidak menggunakan keterampilan dari
karyawan.
Everly dan Girdano (dalam Munandar 2008) menambahkan kategori lain dari
beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja berlebihan kuantitatif dan kualitatif.
Kategori ini biasanya ditemukan ada kedudukan manajemen, disemua taraf dari
industri penjualan dan usaha-usaha wirausaha.

Metode Analisis Beban Kerja


Metode analisis beban kerja harus dilakukan dengan tepat agar
memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan. Menurut Kasmir (2022) analisis
beban kerja dapat dilakukan dengan cara pengamatan terus-menerus terhadap
objek yang dilakukan tanpa putus dan pengamatan tidak terus-menerus
terhadap objek yang dilakukan dalam waktu tertentu. Pengamatan terus-
menerus dengan cara jam henti dan micromotion study. Pengamatan tidak
terus-menerus bisa dilakukan dengan cara uji petik tugas ataupun dengan
melihat laporan harian, mingguan atau bulanan.
Adapun perhitungan beban kerja perusahaan dapat menggunakan
metode Full Time Equivalent (FTE). Menurut Damayanti (2023) FTE merupakan
salah satu metode yang digunakan untuk menghitung beban kerja pegawai
sehingga mendapatkan jumlah pegawai yang dibutuhkan dalam jumlah beban
kerja tertentu. Adapun implikasi nilai indeks FTE terdiri dari underload, normal,
dan overload (Dewi dan Satrya (Damayanti, 2023)).

Tahapan Analisis Beban Kerja


Menurut Kasmir (2022) tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan
analisis beban kerja adalah:
1) Menentukan fungsi dari unit kerja masing-masing. Hal ini penting
karena masing-masing unit kerja memiliki fungsi tersendiri. Dengan
diketahui fungsi dari masing-masing unit kerja maka perlu diketahui
peranan masing-masing unit kerja secara keseluruhan.
2) Mengidentifikasi tugas-tugas yang dilakukan oleh masing- masing
jabatan kerja, mulai dari membuat rencana, melaksanakan
pekerjaan sampai dengan membuat laporan hasil pekerjaan.
3) Mengetahui waktu penyelesaian suatu pekerjaan untuk masing-
masing pekerjaan. Gunanya adalah untuk melihat standar waktu
penyelesaian masing-masing pekerjaan dapat digunakan melalui:
a) Observasi
b) Pendapat para ahli
c) Dari yang sudah pernah dilakukan sebelumnya
4) Menentukan satuan waktu yang merupakan jumlah volume pekerjaan.
Waktu ini harus dikonversi menjadi satuan terkecil. Misalnya dari tahun
ke bulan, ke minggu, ke hari, ke jam dan ke menit. Satuan waktu ini
perlu ditetapkan sebagai standar yang harus digunakan penilai.
5) Menentukan beban kerja masing-masing pekerjaan

Tujuan dan Manfaat Analisis Beban Kerja


Menurut Ramadhan et al., (2014) kegunaan atau manfaat analisis beban
kerja antara lain:
1) Menentukan jumlah pegawai sebagai dasar untuk mengurangi atau
menambahkan jumlah pegawai pada suatu unit kerja atau jabatan.
2) Menyempurnakan struktur organisasi, menggabungkan 2 jabatan atau
lebih ataupun memisahkan 1 jabatan menjadi 2 jabatan.
3) Menyempurnakan tugas jabatan, menambah atau mengurangi aktivitas
dari suatu jabatan yang sudah melebihi batas beban kerja.
4) Menyempurnakan Standard Operating Process (SOP), adanya
penyempurnaan untuk aktivitas jabatan atau penyempurnaan struktur
organisasi

Pengertian Analisis Beban Kerja


Menurut Didik Haryanto (2021) analisis beban kerja adalah suatu teknik
manajemen yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh informasi
tentang tingkat efektivitas atau efisiensi operasional suatu organisasi
berdasarkan beban kerjanya. Beban kerja adalah serangkaian proses yang
harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu (Kharie et al., 2019). Sitaresmi et
al., (2020) juga menjelaskan bahwa analisis beban kerja (ABK) merupakan teknik manajemen yang dilakukan untuk memperoleh informasi terkait tingkat
efektivitas dan efisiensi kerja berdasarkan volume kerja

Tahapan Analisis Jabatan


Ada enam tahapan penyusunan analisis jabatan yang dikemukakan oleh
Armstrong (Farhanindya & Sofiah, 2019) adalah sebagai berikut :
1) Menentukan tujuan melakukan analisis jabatan sehingga mampu
memahami informasi apa yang perlu ambil dari proses tersebut.
2) Meninjau informasi latar belakang yang relevan, seperti struktur
organisasi, proses bisnis, dan deskripsi pekerjaan yang mungkin sudah
ada.
3) Menentukan sampel yang akan dianalisis pekerjaannya.
4) Menganalisis data lain yang dikumpulkan mengenai aktivitas kerja yang
dilakukan, kondisi kerja, keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan tersebut.
5) Meninjau informasi analisis pekerjaan dengan pekerja yang melakukan
pekerjaan tersebut.
6) Mengembangkan deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan yang
diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Tujuan dan Manfaat Analisis Jabatan


Herman Sofyandi dan Dewi Hanggraeni (Sugijono, 2016) menguraikan
tujuan dan manfaat analisis jabatan sebagai berikut:
1) Menetapkan spesifikasi karyawan, yaitu dengan analisis jabatan dapat
menentukan kebutuhan karyawan dan memahami tugas apa yang
diperlukan dan bagaimana setiap karyawan melakukan pekerjaan
tersebut.
2) Menentukan kebutuhan pelatihan, yaitu dengan menggunakan hasil
analisis jabatan dapat dilihat keterampilan dan kompetensi yang
dibutuhkan untuk menentukan program pelatihan yang memenuhi
kebutuhan mereka dalam melaksanakan pekerjaan.
3) Menentukan peringkat, dengan analisis jabatan dapat dilihat bobot tiap
jabatan sehingga bisa dibandingkan antara jabatan yang satu dan yang
lainnya.
4) Mengembangkan metode, melalui analisis jabatan dapat dilakukan
perbaikan metode kerja dalam suatu jabatan.
Adapun manfaat dari analisis jabatan menurut Herman Sofyandi dan Dewi
Hanggraeni (Sugijono, 2016) adalah sebagai berikut:
1) Memberikan gambaran tantangan yang bisa berpengaruh terhadap
pekerjaan karyawan.
2) Menghilangkan persyaratan jabatan yang tidak diperlukan.
3) Menemukan faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam kualitas
kerja.
4) Mampu merencanakan ketenagakerjaan untuk masa yang akan datang.
5) Menyaring lamaran yang masuk sesuai dengan lowongan pekerjaan yang
tersedia.
6) Berperan dalam penempatan karyawan sesuai dengan keahliannya.
7) Memperkirakan nilai kompensasi yang tepat untuk masing-masing jabatan
sesuai dengan beban kerja, kewajiban, dan spesifikasi jabatan yang
dibutuhkan dalam posisi tertentu.
Sedarmayanti (Tanumihardjo et al., 2013) juga menjabarkan manfaat yang
diperoleh dengan adanya analisis jabatan, antara lain:
1) Penarikan seleksi dan penempatan;
2) Sebagai petunjuk dasar dalam menyusun program latihan dan
pengembangan;
3) Menilai kinerja/pelaksanaan kerja;
4) Memperbaiki cara bekerja pegawai;
5) Merencanakan organisasi agar memenuhi syarat/ memperbaiki
struktur organisasi sesuai beban dan fungsi jabatan;
6) Merencanakan dan melaksanakan promosi serta transfer pegawai; dan
7) Bimbingan dan penyuluhan pegawai

Pengertian Analisis Jabatan


Analisis jabatan adalah informasi pokok yang berisikan deskripsi jabatan
terkait tugas-tugas, kewajiban, dan tanggung jawab serta spesifikasi jabatan
yang memuat kualifikasi dan persyaratan umum yang harus dimiliki seseorang
agar dapat melakukan pekerjaan tertentu (Arismunandar & Khair, 2020).
Menurut Dessler (Taggala, 2015) analisis jabatan adalah prosedur untuk
menentukan tugas dan persyaratan kualifikasi suatu jabatan dan jenis orang
yang dipekerjakan untuk jabatan itu. Menurut Kurniawati (Wahdati et al., 2022)
menyatakan bahwa analisis jabatan dijadikan sebagai acuan dasar untuk
menemukan orang yang tepat agar orang yang berada di organisasi dapat
memahami tugas, wewenang dan tanggung jawabnya.
Analisis jabatan merupakan proses sistematis yang mengidentifikasi
syarat apa saja yang diperlukan dalam sebuah pekerjaan sehingga sumber
daya manusia yang dipilih dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik
(Tanumihardjo et al., 2013). Robbins (Sugiantoro, 2010) mengatakan bahwa
analisis jabatan yaitu suatu bentuk yang berisikan gambaran rinci tentang tugas-
tugas yang dilakukan dalam suatu jabatan, menentukan hubungannya dengan
jabatan lain, dan menentukan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan lain
yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan
efisien. Analisis jabatan merupakan hal yang sangat penting dilakukan guna
mengetahui keterampilan apa saja yang harus dimiliki seorang karyawan untuk
posisi tertentu dalam sebuah Perusahaan (Didik Haryanto, 2021)

Jenis Beban Kerja


Menurut Munandar (2008) beban kerja dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu kuantitatif dan kualitatif.
a. Beban kerja berlebih / terlalu sedikit “Kuantitatif”, yang timbul sebagai akibat
dari tugas-tugas yang terlalu banyak / sedikit diberikan kepada karyawan untuk
diselesaikan dalam waktu tertentu.
b. Beban kerja berlebih / terlalu sedikit “Kualitatif” yaitu jika merasa tidak mampu
untuk melakukan suatu tugas atau tugas tidak menggunakan keterampilan dari
karyawan.
Everly dan Girdano (dalam Munandar 2008) menambahkan kategori lain dari
beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja berlebihan kuantitatif dan kualitatif.
Kategori ini biasanya ditemukan ada kedudukan manajemen, disemua taraf dari
industri penjualan dan usaha-usaha wirausaha

Aspek-Aspek Beban Kerja


Menurut Gawron (2008) untuk mengungakp beban kerja terdapat tiga aspek
yaitu beban mental, beban fisik dan waktu.
a) Aspek beban mental
Beban mental merupakan beban yang dirasakan melalui aktivitas mental yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Beban kerja mental dapat dilihat dari
seberapa besar aktivitas mentalyang dibutuhkan untuk mengingat hal-hal yang
diperlukan, konsentrasi, mendeteksi permasalahan, mengatasi kejadian yang tidak
terduga dan membuat keputusan dengan cepat yang berkaitan dengan pekerjaan dan
sejauhmana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki oleh individu.
b) Aspek beban fisik
Beban fisik merupakan beban yang dirasakan melalui kekuatan fisik yang
dimiliki individu. Beban fisik dapat dilihat dari banyaknya kekuatan fisik yang
mereka gunakan.
c) Aspek waktu
Waktu merupakan aspek dalam terbentuknya beban kerja yaitu target hasil
yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu