Tingkatan Pengetahuan (skripsi dan tesis)

 

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :

  1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya,

  1. Memahami (Comprehension)

Memahami benar sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  1. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  1. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obbjek kedalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam strukur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,  mengelompokan, dan sebagainya.

  1. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampun untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada

  1. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada (Notoadmodjo, 2003).

Pengertian Pengetahuan (skripsi dan tesis)

 

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebahagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Over Behavior), (Notoadmodjo, 2003).

Menurut Mubarak (2011), pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia.Pada dasarnya pengetahuan akan terus bertambah dan bervariatif sesuaidengan proses pengalaman manusia yang dialami. Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstitions) dan penerangan-penerangan yang keliru (missinformations) (Soekanto, 2006).

Berdasarkan uraian di atas maka pengertian pengetahuan dapat disimpulkan sebagai hasil dari tahu dengan melewati proses segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia

Berlangsungnya Persalinan normal (skripsi dan tesis)

 

Persalinan dibagi :

  • Kala I

Dimulainya dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10). Proses ini berlangsung antara 18-24 jam. Terbagi dalam dua fase yaitu fase laten berlangsung lebih kurang 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.

Fase aktif dibagi dalam tiga fase lagi yaitu :

  • Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam, pembukaan 3 cm dan jadi 4 cm.
  • Fase durasi maksimal, dalam waktu 2 jam, pembukaan berlangsung sangat cepat, dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm.
  • Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
  • Kala II

Dimulai dari pembukaan lengkap sampai keluarnya bayi dari jalan lahir, berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

  • Kala III

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

 

  • Kala IV

Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.

Selain gangguan fisik, ibu bersalin umumnya juga mengalami gangguan psikis atau ketegangan jiwa. Dalam keadaan seperti itu sebagian besar pasien akan sulit untuk melakukan komunikasi atau bekerjasama dengan penolong atau staf  klinik. Hal tersebut sangat mengganggu upaya pertolongan atau prosedur pengobatan. Upaya untuk segera menciptakan hubungan atau komunikasi yang positif dapat mengurangi rasa cemas dan ingin diperhatikan pasien. Empati, perhatian dan perilaku positif penolong dapat meringankan beban psikis ibu berslin selama proses komunikasi berlangsung. Kelancaran komunikasi antara pasien-petugas, sangat membantu tukar serap informasi diantara kedua belah pihak. Lebih dari itu, menghormati hak, memberi perhatian dan pelayanan yang terbaik merupakan salah satu ciri suatu pelayanan yang bermutu.

Tujuan asuhan persalinan ialah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi.

Sebab-sebab mulainya persalinan (skripsi dan tesis)

 

Sebab mulainya persalinan belum diketahui dengan jelas. Banyak faktor yang memegang peranan dan bekerjasama sehingga terjadi persalinan :

  • Penurunan kadar progesterone

Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim sebaliknya estrogen meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesterone dan estrogen didalam darah tetapi pada akhir kehamilan progesteron menurun sehingga timbul his.

  • Teori oxytosin

Pada akhir kehamilan kadar okytosin bertambah, oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.

  • Ketegangan otot-otot

Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung, bila dindingnya teregang oleh karena isinya. Dengan demikian rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot rahim.

 

  • Pengaruh janin

Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupanya juga memegang peranan oleh karena pada anencepalus kehamilan sering lebih lama dari biasanya.

  • Teori prostaglandin

Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, Disangka menjadi salah satu permulaan persalinan.

  1. Tanda-tanda persalinan :
  • Timbulnya his persalinan adalah his pembukaan dengan sifat sebagai berikut :
  • Nyeri melingkar dari pinggang memancar ke perut bagian depan
  • Teratur
  • Makin lama makin pendek intervalnya dan makin kuat intensitasnya
  • Kalau dibawa berjalan tambah kuatMempunyai pengaruh pada pendataran/pembukaan servik
    • Keluarnya lendir bercampur darah (show) dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis servikalis keluar dengan disertai sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini disebabkan karena lepasnya selaput janin pada bagian bawah rahim sehingga beberapa kapiler terputus.
    • Keluarnya cairan yang banyak sekonyong-konyong dari jalan lahir ini terjadi kalau ketuban pecah.

Pengertian persalinan (skripsi dan tesis)

 

Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2002).

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu, bila persalinan ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir disebut persalinan spontan.

Kepuasan Pasien (skripsi dan tesis)

 

Kepuasan pasien seringkali dipandang sebagai suatu komponen yang penting dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan berkaitan dengan kesembuhan pasien dari sakit atau luka. Kepuasan pasien dalam penilaian mutu dihubungkan juga dengan ketetapan pasien terhadap mutu dan kebagusan pelayanan dan dengan pengukuran pengukuran penting yang mendasar bagi mutu pelayanan kesehatan (Majalah Kedokteran, Jilid 2004;284). Menurut Supranto (2001) kepuasan adalah bentuk perasaan terhadap kinerja pelayanan yang telah memenuhi harapan. Dimensi kepuasan pasien telah mendapatkan pengalaman terhadap kinerja pelayanan yang telah memenuhi harapan.

Dimensi kepuasan pasien dapat dibedakan menjadi dua macam:

  1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standard dan kode etik profesi. Kepuasan hanya mengacu pada penerapan standar dan kode etik saja ukuran penilaian tersebut mencakup.
    1. Hubungan dokter pasien/hubungan bidan pasien
    2. Kenyamanan pelayanan
    3. Kebebasan melakukan pilihan
    4. Pengetahuan dan kompetensi teknis
    5. Efektifitas pelayanan dan keamanan tindakan
  2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan dalam menilai kepuasan dikaitkan dengan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu disini mencakup:
  3. Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan kesehatan (available)
  4. Kewajaran pelayanan kesehatan (aproriate)
  5. Kesinambungan pelayanan kesehatan (continue)
  6. Penerima pelayanan kesehatan (acceptable)
  7. Ketercapaian pelayanan kesehatan (affordable)
  8. Efisiensi pelayanan kesehatan (efficiency)
  9. Mutu pelayanan kesehatan (quality)

Mutu pelayanan  kebidanan berorientasi pada penerapa  kode etik dan standar pelayanan kebidanan, serta kepuasan yang menngacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kebidanan. Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan akhirnya adalah kepuasan pasien yang dilayani oleh bidan. Pada penelitian Suharto (1999) secara kualitatif mengenai kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan kebidanan memberikan gambaran yang lengkap dan jelas faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan kebidanan meliputi:

  1. Sikap dan tata krama bidan yang muncul dalam bentuk atribut pribadi bidan seperti suka menolong, ramah, pengertian dan berdedikasi
  2. Penuh perhatian yaitu kepedulian bidan saa pasien membutuhkan
  3. Ketersediaan
  4. Mentetramkan hati
  5. Penanganan secara individual
  6. Keterbukaan
  7. Ketersediaan Informasi
  8. Profesionalisme
  9. Pengorganisasian bangsal
  10. Pengetahuan bidan

Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik (skripsi dan tesis)

 

Melihat kecemasan pada ibu yang akan melahirkan dan juga pada suami/keluarganya yang menungguinya, maka orientasi tidak hanya ditujukan pada ibu tapi juga sekaligus pada keluarganya. Bidan memainkan peran advokasinya sebagai pemberi support bagi pasien dan keluarganya. Pemberian informasi menyangkut proses persalinan seperti mengorientasikan ruang untuk bersalin, mengkomunikasikan kemajuan persalinan, mengajarkan tehnik relaksasi sehingga dapat membantu ibu yang akan menghadapi proses persalinan.

Ibu dianjurkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang menunjang proses kelahiran bayinya, sang suami juga harus dibesarkan hatinya, dan dijelaskan apa yang terjadi pada istrinya sehingga suamipun tenang dalam memberikan dukungan pada istrinya yang akan melahirkan.

Pelaksanaan komunikasi terapeutik ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri Bidan, katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Pelaksanaan komunikasi terapeutik ini harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif.

Pengekspresian Bidan terhadap perbedaan pada perilaku klien yang bermanfaat untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1998) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:

  1. Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien)
  2. Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
  3. Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan Bidan

Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh  karena itu sebelum melakukan konfrontasi Bidan perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

  • Kesegeraan

Terjadi jika interaksi Bidan-klien difokuskan pada dan digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Bidan harus sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

  • Keterbukaan bidan

Tampak ketika Bidan memberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara Bidan-klien menurunkan tingkat kecemasan Bidan klien

  • Katarsis emosional

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini Bidan harus dapat mengkajikesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, Bidan dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.

  • Bermain peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalamhubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.

Proses komunikasi terapeutik pada ibu bersalin (skripsi dan tesis)

 

Peristiwa melahirkan bukan hanya merupakan proses murni psikologi belaka, akan tetapi banyak pula komponen-komponen psikologis mempengaruhinya, tetapi ada perbedaan yang dialami oleh ibu yang satu dengan yang lainnya ( Tyastuti dkk, 2008).

  1. Perubahan Fisiologis
    1. Semakin tua kehamilan ibu semakin merasakan gerakan-gerakan bayi, perut makin besar, pergerakan ibu semakin tidak bebas, ibu tidak nyaman. Kadang-kadang terjadi gangguan kencing, kaki bengkak.
    2. Otot-otot panggul dan jalan lahir mekar.
    3. Kontraksi uterus dipengaruhi saraf-saraf simpati, para simpati, saraf lokal otot uterus.
  2. Perubahan Psikologis
  3. Minggu-minggu terakhir dipengaruhi perasaan/emosi dan ketegangan.
  4. Ibu cemas apa bayinya cacat, dapat lahir lancar.
  5. Ibu bahagia menyongsong kelahiran bayinya.
  6. Ibu takut darah, nyeri dan takut mati.
  7. Kecemasan ayah hampir sama dengan kecemasan ibu, bedanya ayah tidak langsung merasakan efek kehamilan.

Tahap-tahap Hubungan Terapeutik. (skripsi dan tesis)

 

Dalam membina hubungan terapeutik melalui interaksinya dengan klien, bidan mempunyai empat tahap yang pada setiap tahapannya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh bidan. Keempat tahap itu adalah :

  1. Tahap Pra interaksi

Merupakan tahap dimana bidan belum bertemu dengan klien. Tugas bidan adalah :

  • Mendapatkan informasi tentang klien (dari medical record atau sumber yang lainnya)
  • Mencari literature yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien
  • Mengeksplorasi perasaan, Fantasi dan ketakutan diri
  • Menganalisa kekuatan dan kelemahan profesional diri
  • Membuat rencana pertemuan dengan klien
    1. Tipe spesifik data yang akan dicari/kegiatan yang akan dilakukan
    2. Metode yang tepat untuk kegiatan
    3. Setting ruangan/waktu yang tepat
    4. Tahap Orientasi Perkenalan

Merupakan tahap pertama dimana bidan mulai bertemu dengan klien. Tugas bidan adalah :Membangun iklim percaya, memahami penerimaan dan kmunikasi terbukaMemformulasikan kontrak dengan klien

  1. Tahap kerja

Merupakan tahap dimana klien memulai kegiatan. Tugas bidan melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan pada tahap pra interaksi.

  1. Tahap Terminasi

Merupakan tahap dimana bidan akan menghentikan interaksinya dengan klien. Tahap ini merupakan terminasi sementara atau akhir.

Tugas bidan pada tahap ini adalah :

  1. Mengevaluasi kegiatan kerja yang telah dilakukan
  2. Merencanakan tindak lanjut dengan klien
  3. Melakukan kontrak
  4. Mengakhiri terminasi dengan cara yang baik.

 

Teknik Komunikasi Terapeutik (skripsi dan tesis)

 

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, terutama penggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:

  1. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa Bidan perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan :

  1. Pandang klien ketika sedang bicara
  2. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
  3. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan.
  4. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
  5. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik.
  6. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
    1. Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai Bidan kita tidak harus menerima semua perilaku klien. Bidan sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap Bidan yang menggelengkan kepala seakan tidak percaya.

  1. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
  2. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
  3. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
  4. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien.

Bidan dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang anda ucapkan.” (Cocok 1987)

  1. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.

Tujuan Bidan bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.

  1. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Dengan mengulang kembali ucapan klien, Bidan memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun Bidan harus berhati-hati ketika menggunakan metode ini, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.

Apabila terjadi kesalahpahaman, Bidan perlu menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan kebidanan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, Bidan perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien

  1. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Bidan tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.

 

  1. Menyampaikan hasil observasi

Bidan perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.Bidan menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan Bidan sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.

  1. Menawarkan informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain itu akan menambah rasa percaya klien terhadap Bidan. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, Bidan perlu mengklarifikasi alasannya. Bidan tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan

  1. Diam

Diam memberikan kesempatan kepada Bidan dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .

  1. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu Bidan mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.

  1. Memberikan penghargaan

Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”. Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka Bidan dapat mengatakan demikian.”

  1. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali Bidan hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.

  1. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang peranannya dalam interakasi ini Bidan dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.

  1. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.

Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Bidan lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi.

  1. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong Bidan dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
  2. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya

Apabila Bidan ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada Bidan. Ketika menceritakan pengalamannya, Bidan harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.

 

 

Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka Bidan dapat menjawab.

Definisi Komunikasi Terapeutik (skripsi dan tesis)

 

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Uripni dkk., 2003).

Komunikasi merupakan proses yang sangat penting dan khusus bagi kehidupan manusia. Dalam profesi kebidanan  komunikasi merupakan hal yang penting dalam mengimplementasikan asuhan kebidanan. Bidan yang memiliki kemampuan secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien tetapi juga mencegah terjadinya masalah, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan kebidanan  dan meningkatkan citra profesi kebidanan  serta citra rumah sakit, tetapi yang paling adalah mengamalkan ilmu untuk menolong sesama manusia.

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik. Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam kebidanan .

Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal. Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik

Bidan harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, Bidan tidak dapat bersikap tidak peduli terhadap orang lain adalah seseorang pendosa yang mementingkan dirinya sendiri.

Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa “human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memerlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian

Menurut As Hornby (1974) terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Mampu terapeutik berarti seseorang mampu melakukan atau mengkomunikasikan perkataan, perbuatan, atau ekspresi yang memfasilitasi proses penyembuhan. Hal ini mengarahkan bahwa kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi Bidan. Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

Komunikasi (skripsi dan tesis)

 

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik.

Kita dapat memahami sebuah proses komunikasi melalui gambaran model atau “peraga teoretis” yang menunjukkan bagaimana bentuk, alur, atau cara komunikasi itu dimulai dan berakhir. Pada umumnya model-model komunikasi itu menunjukkan aktivitas komunikasi yang: (1) satu arah (linier) sebagaimana terlihat dalam definisi 1 s/d 4; (2) dua arah (timbal balik) atau model interaksi sebagaimana ditunjukkan oleh definisi komunikasi 5 dan 6; dan (3) model transaksional sebagaimana ditunjukkan dalam definisi komunikasi 7 s/d 10, (Davis Foulger, 2004).

  1. Model Linier (Satu Arah)

Ada banyak model linier namun kita akan mendiskusikan Model Laswell yang tertuang dalam definisi komunikasi; komunikasi adalah sebuah jawaban terhadap pertanyaan WHO says WHAT to WHOM throung WHICH CHANNEL and with WHAT EFFECT ? Model ini dikembangkan berdasarkan pemikiran psikologis S-M-R di mana proses komunikasi berdasarkan linier dari Soerce, Massage, dan Reveiver.

Model Laswell ini dapat diterapkan sebagai komunikasi persuasive sehingga membutuhkan saluran khusus agar dapat membangkitkan respon sasaran, dan pengaruh persuasif itu akan besar manakala menggunakan media cetak dan elektronik. Menurut model ini, efek komunikasi, sangat bervarisai tergantung dari tujuan komunikasi, misalnya aktivitas komunikasi untuk:

  • Mengirimkan informasi (to inform) tentang sebuah produk (misalnya iklan susu Anlene dari SCTV).
  • Menghibur (to entertain) audiens melalui kemasan informasi produk dengan kata-kata verbal dan visualisasi.
  • Membangkitkan (to persuade) audiens, sehingga memengaruhi (to persuade) pendengar atau pemirsa untuk membeli prosuk susu tersebut.

Model ini juga menawarkan konsep cakupan subjek komunikasi yang akan diteliti. Kata Laswell, jika seorang hendak meneliti:

  • WHO atau siapa yang menjadi sumber informasi, penelitian tersebut dilakukan terhadap komunikator atau sering disebut penelitian control.
  • Penelitian terhadap SAYS WHAT merupakan penelitian terhadap pesan atau disebut penelitian isi.
  • Penelitian terhadap IN WHAT CHANNEL merupakan penelitian media.
  • TO WHOM merupakan penelitian audiens.
  • WITH WHAT EFECT adalah penelitian efek komunikasi.

Model ini juga dapat menerangkan proses komunikasi massa yang menerangkan bagaimana sumber informasi (PT Aguamor) mengirimkan iklan melalui Radio Verbum, iklan tersebut diakses oleh orang berpengaruh (misalnya pejabat pemerintahan) yang kemudian diharapkan akan mengajurkan masyarakat untuk mengonsumsi Aguamor.

  1. Model Interaksi (Dua Arah)

Ada banyak model interaksi namun kita akan mendiskusikan model yang ditawarkan Wilbur Schramm. Menurut Schramm, komunikasi merupakan usaha membangun suatu commonness, jadi persoalannya terletak pada apa yang coba dibangun oleh sumber harus mendapatkan makna yang sama dengan penerima (dibandingkan dengan contoh makna “gosok gigi” dalam cerita di atas).

Proses ini dimulai dari sumber yang melakukan encode terdapat pesan, jadi sumber mengolah pesan ke dalam suatu bentuk yang dapat dipindahkan kepada penerima, penerima akan melakukan decode atas pesan tersebut. Menurut Schramm, efektivitas komunikasi itu terjadi karena sumber dan penerima memahami makna yang sama (ada kesamaan antara pesan yang di-encode oleh sumber dengan pesan yang di-decode oleh penerima).

Hal pemahaman makna yang sam itu tergantung dari kesamaan latar belakang (kebudayaan). Jadi, kalau terjadi perbedaan yang makin besar dalam latar belakang, maka hanya ada sedikit pesan yang diinterprestasi secara baik dan benar. Untuk menerangkan hal ini, model ini memperkenalkan konsep field of experience misalnya makna yang Anda berikan untuk pesan.

  1. Model Transaksional

Model umum komunikasi manusia yang juga popular adalah model transaksional. Model ini mengatakan bahwa suatu aktivitas komunikasi dikatakan efektifitas jika terjadi transaksi antara pengirim pesan dan penerima pesan. Model ini atas sebenarnya menggambarkan komunikasi antarpersonal yang dilakukan oleh dua partisipan komunikasi, yakni A dan B.

  • Partisipan A merupakan sumber komunikasi yang melakukan encode atau menyusun gagasan yang ingin disampaikan kepada partisipan B.
  • Hasil encode adalah pesan yang akan dikirimkan melalui media tertentu.
  • Partisipan B sebagai sasaran atau penerima akan melakukan decode terhadap pesan yang dia terima melalui media tertentu.
  • Pesan adalah sesuatu yang menajadi maksud atau isi dari gagasan yang dialihkan dari kedua partisipan, dalam istilah komunikasi disebut common language.
  • Redaksi dari partisipan B akan dikirimkan kembali kepada A, di sini kedudukan B berubah menjadi seorang sumber komunikasi dan A menjadi penerima. Partisipan B akan melakukan proses yang sama seperti pada nomor 1), 2), dan 3).
  • Partisipan A dan B masing-masing field of experience yang berbeda yang memengaruhi interprestasi atas pesan.
  • Dalam keseluruhan proses pengiriman dan penerimaan pesan terdapat noise atau gangguan yang menghambat laju peralihan pesan.

Secara konteks, komunikasi dapat dibagi menjadi (Liliweri, 2007):

  1. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi yang berlangsung sebagai komunikasi antarpribadi (inter-personal communication) yakni komunikasi yang dilakukan oleh 2 atau 3 orang dengan jarak fisik di antara mereka yang sangat dekat, bertatapan muka atau bermedia dengan sifat umpan balik yang berlangsung cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, serta memiliki tujuan/maksud komunikasi tidak berstruktur.

  1. Komunikasi Kelompok

Komunikasi dalam konteks kelompok merupakan komunikasi yang terjadi di antara sejumlah orang (kalau kelompok kecil berjumlah 4-20 orang, kelompok besar 20-50 orang), umpan balik pesan berlangsung cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, tujuan/maksud komunikasi tidak berstruktur.

  1. Komunikasi Organisasi

Komunikasi kesehatan dapat pula beroperasi dalam konteks organisasi baik organisasi kesehatan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Klinik-klinik, Rumah Sakit, atau organisasi yang berorientasi profesi kesehatan, misalnya IDI, IBI, bahkan organisasi yang berorientasi pada layanan dan bisnis dalam bidang kesehatan (perusahaan farmasi sampai ke perusahaan produksi alat-alat kesehatan). Melalui organisasi tersebut beragam informasi tentang kesehatan dapat disebarluaskan kepada individu, komunikasi atau kelompok-kelompok sasaran.

  1. Komunikasi Publik

Aktivitas komunikasi juga beroperasi dalam konteks komunikasi public. Kini informasi kesehatan dapat diperoleh malalui aktivitas komunikasi public. Sebagai contoh, mahasiswa FKM dapat menyebarluaskan informasi (pengetahuan, pencegahan) yang bersumber dari isu “demam berdarah” atau “PMS” di kota Kupang melalui forum-forum yang telah disiapkan secara berstruktur. Melalui kegiatan lokakarya, seminar, simponis, pendidikan dan pelatihan yang berskala praktis hingga ke penentuan kebijakan sampai informasi keilmuan dapat dilakukan oleh mahasiswa yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, LSM, Lembaga Agama, Perusahaan Obat, dan lain-lain.

  1. Komunikasi Massa

Harus diakui bahwa kini nyaris tak ada aktivitas manusia termasuk penyebarluasan informasi kesehatan yang tidak ditopang oleh jasa media massa. Perhatikan bagaimana para pengusaha obat, makanan dan minuman berlomba-lomba memanfaatkan media massa seperti radio, televise, surat kabar, majalah, folder, pamphlet, leaflet untuk menyebarluaskan informasi tentang kesehatan.

Demikian pula para dokter pun memanfaatkan media massa untuk melayani konsultasi kesehatan mulai dari kebugaran tubuh sampai kemasalah seksual, juga lembaga-lembaga swasta, LSM, pemerintah turut memanfaatkan peranan media massa untuk menyebarluaskan informasi mengenai pencegahan atau cara-cara mengatasi penyakit menular dll. Pemanfaatan media massa ini sangat membantu memperluas jangkauan areal/wilayah sebarab informasi kesehatan, mempercepat penyebaran informasi sampai kesasaran yang berbeda-beda geografis, kelas sosial maupun kultur.

Komunikasi yang banyak dipakai dalam praktek kebidanan adalah komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam kebidanan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal (Uripni dkk, 2003) adalah :

  1. Perkembangan

Bidan harus mengerti pengaruh perkembangan agar bahasa dan proses berfikir yang mempengaruhi cara dan sikap berfikir seseorang dalam berkomunikasi.

 

 

  1. Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Perbedaan persepsi bisa menghambat komunikasi.

  1. Nilai

Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi bidan untuk menyadari nilai seseorang.

  1. Latar belakang sosial budaya

Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.

  1. Emosi

Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan dapat mempengaruhi bidan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bidan perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga mampu memberi asuhan kebidanan dengan tepat. Selain itu, bidan juga perlu mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan kebidanan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.

  1. Jenis Kelamin

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda. Wanita dan laki-laki mempunyai perbedaan gaya komunikasi. Dari usia tiga tahun, wanita bermain dengan teman baiknya atau dalam grup kecil, menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan dan meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung keintiman. Laki-laki di lain pihak, menggunakan bahasa untuk mendapatkan kemandirian aktivitas dalam grup yang lebih besar, dan jika ingin berteman, mereka melakukannya dengan bermain.

  1. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan mempengaruhi komunikasi. Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Bidan perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga dapat berinteraksi dengan baik dean akhirnya dapat memberi asuhan kebidanan yang tepat kepada klien.

  1. h) Peran dan Hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi.

  1. i) Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana yang bising, tidak ada privasi yang tepat, akan menimbulkan kerancuan, ketegangan, dan ketidaknyamanan. Begitu juga dengan lingkungan fisik, tingkah laku manusia berbeda dari satu tempat ke tempat lain.

  1. Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu akan memberi rasa aman dan kontrol.

  1. Citra Diri

Manusia mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, status sosial, kelebihan dan kekurangannya. Citra diri terungkap dalam komunikasi.

  1. Kondisi Fisik

Kondisi fisik mempunyai pengaruh terhadap komunikasi. Artinya indra pembicaraan mempunyai andil terhadap kelancaran dalam berkomunikasi.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

  1. Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan kebidanan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk merespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

 

  1. Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.

Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”

  1. Perbendaharaan Kata

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam kebidanan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh Bidan, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda ” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

  1. Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi Bidan akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, Bidan harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, dan kondisi klien.

  1. Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa Bidan sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Bidan sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Bidan juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

  1. Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, Bidan harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

  1. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan Bidan dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

 

  1. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Bidan perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan kebidanan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Bidan yang mendeteksi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan kebidanan.

Komunikasi non-verbal teramati pada :

  1. Metakomunikasi

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.

  1. Penampilan Personal

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Bidan yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik Bidan mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan kebidanan  yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang Bidan. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan Bidan, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi Bidan untuk membina rasa percaya terhadap klien jika Bidan tidak memenuhi citra klien.

  1. Intonasi (Nada Suara)

Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya..Bidan harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rasa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara Bidan.

  1. Ekspresi wajah

Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Bidan sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga Bidan tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.

  1. Sikap tubuh dan langkah

Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap, emosi, konsep diri dan keadaan fisik. Bidan dapat mengumpulkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.

  1. Sentuhan

Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan Bidan-klien, namun harus memperhatikan norma sosial. Ketika memberikan asuhan kebidanan, Bidan menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada Bidan untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.

  1. Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan disurat kabar dan lain-lain.

Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :

  1. Lengkap
  2. Ringkas
  3. Pertimbangan
  4. Konkrit
  5. Jelas
  6. Sopan
  7. Benar

Fungsi komunikasi tertulis adalah :

  1. Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya : persetujuan operasi.
  2. Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan.
  3. Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.
  4. Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.
  5. Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat pengangkatan.

Keuntungan komunikasi tertulis adalah :

  1. Adanya dokumen tertulis
  2. Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
  3. Dapat menyampaikan ide yang rumit
  4. Memberikan analisa, evaluasi, dan ringkasan
  5. Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
  6. Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan
  7. Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
  8. Untuk penelitian dan bukti di pengadilan

Kerugian komunikasi tertulis adalah :

  1. Memakan waktu lama untuk membuatnya
  2. Memakan biaya yang mahal
  3. Komunikasi tertulis cenderung lebih formal
  4. Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran
  5. Susah untuk mendapatkan umpan balik segera
  6. Bentuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan
  7. Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan sipembaca.

Cara mengatasi kesulitan belajar (skripsi dan tesis)

 

Berdasarkan argument yang telah tercantum dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar, maka upaya yang dapat dilakukan antara lain ;

  1. Tempat atau lokasi

Seseorang yang mengalami gangguan pada pendengaran atau penglihatan sebaiknya memposisikan diri terdekat dengan sumber pembelajaran. Sehingga dengan memposisikan diri terdekat dengan sumber maka dapat mendengar atau melihat sumber pembalajaran dengan baik. (Albar, 2015)

  1. Gangguan kesehatan

Seseorang yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan , dan tetap diberikan bahan pelajaran yang dibimbing oleh orang tua, keluarga, atau teman sehingga tidak tertinggal  pelajaran. (Albar, 2015)

  1. Program remedial

Seseorang yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal, perlu ditolong dengan melaksanakan program remedial. Teknik program remedial dapat dilakukan dengan cara diantaranya adalah mengulang kembali bahan pelajaran yang belu dikuasai, memberikan tugas-tugas tertentu, dan lain-lain. (Albar, 2015)

  1. Bantuan media dan alat peraga

Penggunaan alat peraga dan media sangat membantu seseorang dalam memahami suatu pelajaran, kesulitan itu timbul karena materi pelajaran bersifat abstrak sehingga sulit untuk dipahami. (Albar, 2015)

  1. Suasana belajar yang menyenangkan

Menciptakan suasana belajar yang kondusif, nyaman,dan menyenangkan akan membantu seseorang dalam memahami pelajaran dan memperlancar proses pembelajaran. (Albar, 2015)

  1. Motivasi orang tua

Seseorang yang mengalami kesulitan belajar perlu mendapat perhatian dari orang tua atau keluarga. Peran oran tua sangat penting untuk memberikan motivasi sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran. Selain itu orang tua perlu memperhatikan kesehatan anak dengan memberikan makanan dan minuman yang bergizi. (Albar, 2015)

Faktor eksternal (skripsi dan tesis)

 

  1. Faktor lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang. Lingkungan juga berpengaruh terhadap aktifitas belajar. Lingkungan yang kondusif akan membantu memahami sesuatu materi pelajaran.

  1. Komunitas

Pergaulan sesama teman dapat mempengaruhi proses belajar, karna teman selalu membawa hal yang positif dan negative dalam proses belajar. Jadi komunitas dan pergaulan ikut andil besar dalam menentukan kesuksesan dalam proses belajar.

  1. Pengajar yang kurang baik

Pengajar yang baik dapat di artikan bukan guru yang jenius. Ada beberapa individu yang merasa kesulitan mengikuti pengajar yang terlalu pintar dikarenakan metode atau teori belajar yang berbeda. Pengajar yang baik adalah pengajar yang mampu mentransfer ilmu kepada anak didik, sehingga anak didik mampu memahami suatu materi.

  1. Bahan materi tidak memadai

Proses belajar akan terhambat apabila terjadi ketiadaan sumber materi. Ketika akan mempelajari suatu materi maka sumber dari materi tersebut harus tersedia. Bahan materi dapat di peroleh dari berbagai sumber, diantaranya media masa, buku, internet, dan pra pakar yang berkompeten dengan materi yang akan di pelajari.

  1. Tingkat kesukaran subjek

Ini adalah sesuatu hal yang relatif, apa yang di rasakan sulit belum tentu sama dengan yang dirasakan orang lain. Oleh sebab itu, jika mengalami kesulitan dalam belajar sebaiknya segera konsultasikan dengan orang yang berkompetan bisa dosen ataupun teman yang lebih memahami subjek atau materi.

  1. Faktor ekonomi

Banyak diantara saudara kita yang mengalami keselitan ekonomi. Banyak diantara yang berada dalam ekonomi rendah mereka memiliki semangat tinggi untuk belajar namun terkendala oleh faktor ekonomi. Maka, bagi yang mempunyai perekonomian baik jangan menyia-nyiakan kesempatan belajar yang telah di dapatkan.

 

Faktor internal (skripsi dan tesis)

 

  1. Kondisi psikologis

Sebelum belajar seharusnya mempersiapkan diri terlebih dahulu. Ketika sedang belajar, diusahakan dalam kondisi rileks dan siap untuk menerima pelajaran. Jika diibaratkan, kondisi ini sama dengan gelas kosong yang siap diisi air. Kondisi seperti ini diibaratkan psikologis, sehingga faktor psikologis sangat berpengaruh dalam melaksanakan suatu proses belajar.

  1. Kejenuhan belajar

Kejenuhan akan menyebabkan kesulitan memahami suatu materi. Kondisi dimana membaca tapi sult untuk mencerna dari apa yang di baca, mendengar tetapi hanya sebatas mendengar tanpa merekan ibarat masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Kesimpulan dari kejenuhan yang terjadi yaitu kurangnya konsentrasi yang dapat mempengaruhi harmonisasi antara organ indra dengan otak sehingga menyebabkan malas dan kurang perduli.

  1. Tidak merasa senang dengan subjek

Munculkanlah perasaan senang ketika ingin belajar, karna akan menimbulkan sugesti positif yang dapat menjadikan proses belajar menjadi enak. Akan tetapi ketika muncul perasaan tidak senang dengan obyek yang akan dipelajari, maka tanpa tidak sadar maka akan mengarahkan atau menstimulus otak untuk menolat suatu subjek yang akan di pelajari, sehingga menyebabkan terjadi kesulitan dalam melakukan proses belajar.

  1. Tidak mengetahui manfaat

Setelah merasa senang dengan suatu pelajaran, maka jangan hanya berhenti sampai disitu, tetapi harus tau manfaat yang akan diperoleh ketika mempelajari sesuatu materi pelajaran. Jika telah mengetahui manfaat dari pelajaran sehingga dapat meningkatkatkan motivasi dalam proses belajar.

 

 

  1. Tingkat intelektualitas

Faktor ini tidak mutlak menjadi penghambat dalam belajar. Setiap manusia yang dilahirkan membawa senjata berfikir yang sangat luar biasa. Ada berbagai macam cara untuk meningkatkan kecerdasanintelektualitas. Hambatan yang satu ini dapat diatasi dengan ketekunan dan juga kerajinan sehingga tingkat intelektualitas dapat meningkat.

Faktor penyebab kesulitan belajar (skripsi dan tesis)

 

Penyebab seseorang mengalami kesulitan dalam memahami suatu pelajaran dapat dikelompokkan menjadi 2 faktor yaitu ;

  1. Faktor internal

Faktor internal adalah penyebab kesulitan belajar yang berasal dari individu itu sendiri.

Beberapa hal yang menyebabkan kesulitan belajar antara lain ; gangguan pada kesehatan,kelainan pada pendengaran atau penglihatan , rendahnya konsentrasi belajar, dan faktor-faktor lain yang berhubungan langsung dengan individu. (Ilham, 2014)

  1. Faktor eksternal

Faktor eksternal yaitu penyebab kesulitan belajar yang berasal dari luar individu itu sendiri, contohnya ; kondisi belajar yang tidak kondusif , beratnya beban pelajaran,dan berbagai faktor diluar individu yang dapat mengganggu proses belajar. (Ilham, 2014)

Pengertian kesulitan belajar (skripsi dan tesis)

 

Kesulitan belajar adalah kondisi dimana kemampuan intelegensi kurang memiliki kemampuan atau menguasai pelajaran yang menyebabkan suatu kegagalan yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, pemusatan perhatian, penguasaan diri dan fungsi integrasi sensorik motorik ( Weiner,2003).

Dari pengertian yang telah disebutkan kesulitan belajar  bisa terjadi kepada seseorang yang intelegensinya rendah maupun tinggi,selain itu kesulitan belajar juga dialami oleh seseorang yang mempunyai intelegensi rata-rata yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu dimana dapat menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.

Kesulitan belajar pada seseorang disebabkan adanya hambatan tertentu dan dapat bersifat psikologis,sosiologis,maupun fisiologis.Kesulitan belajar seseorang mncakup pengertian yang luas, diantaranya : learning disorder, learning disfunction, underachiever, slow learner, dan learning disabilities.(Zuha , 2013)

  1. Learning disorder

Learning disorder adalah keadaan diman aproses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan, contoh ; seseorang yang sudah terbiasa dengan olahraga keras seperti karate, tinju, dan sejenisnya mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah gemulai

  1. Learning disfunction

Learning disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan oleh seseorang tidak berjalan dengan baik meskipun seseorang tersebut tidak terjadi abnormalitas mental ataupun gangguan psikologis lainnya. Contohnya; seseorang yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola voli,namun karena tidak pernah dilatih bola voli maka dia tidak dapat menguasai dengan baik.

  1. Underachiever

Underachiever mengacu kepada seseorang yang sebenarnya memiliki tingkat intelektual yang tinggi tetapi prestasi belajarnya tergolong rata-rata ataupun rendah. Contoh ; sesorang yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan yang tergolong tinggi ( IQ =100 sampai dengan 140 ), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau mungkin rendah.

 

 

  1. Slow learner

Slow learner atau lambat belajar adalah seseorang yang terlambat dalam memahami proses  belajar,sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama dibandingkan sekelompok orang yang memiliki intelektual yang sama.

  1. Learning disabilities

Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar , dimana terjadi gejala seseorang tidak mampu belajar atau menghindari belajar,sehingga menyebabkan hasil yang diperoleh lebih rendah dari yang diprediksi sesuai dengan intelektualnya.

Teori belajar (skripsi dan tesis)

 

Pembahasan sebelumnya terdapat tiga kategori tentang teori belajar, yaitu teori belajar behavirisme, teori  belajar kognitifisme, dan teori belajar kintruksiviseme. Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori belajar behaviorisme berhubungan dengan stimulus respon, mendudukkan individu yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentudengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan saja. Munculnya perilaku yang semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Teori belajar kognitivisme yaitu memproses informasi, menyimpan, dan menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah ada, model ini menekankan pada bagaimana informasi di proses. Teori belajar konstruktiviseme bersifat membangun, dalam konteks filsafah pendidikan dapat diartikan konstruktiviseme adalah suatu upaya membangun tatanan hidup secara baik.

Patofisiologi (skripsi dan tesis)

 

Pinggang merupakan pengemban tubuh dari toraks sampai perut. Sokoguru bagian belakang tersebut terdiri dari lumbal dan tulang belakang pada umumnya. Tiap ruas tulang belakang berikut diskus intervertebralis sepanjang kolumna vertebralis merupakan satuan anatomik dan fisiologik. Bagian depan berupa korpus vertebralis dan diskus intervertebralis yang berfungsi sebagai pengemban yang kuat dan tahan terhadap tekanan-tekanan menurut porosnya. Berfungsi sebagai penahan tekanan adalah nukleus pulposus (Sidharta, 2004).

Dalam keseluruhan tulang belakang terdapat kanalis vertebralis yang didalamnya terdapat medula spinalis yang membujur ke bawah sampai L 2. Melalui foramen intervertebralis setiap segmen medula spinalis menjulurkan radiks dorsalis dan ventralisnya ke periferi. Di tingkat servikal dan torakal, berkas serabut tepi itu menuju ke foramen tersebut secara horizontal. Namun di daerah lumbal dan sakrum berjalan secara curam ke bawah dahulu sebelum tiba di tingkat foramen intervertebralis yang bersangkutan. Hal tersebut dikarenakan medula spinalis membujur hanya sampai L 2 saja (Sidharta, 2004).

Otot-otot yang terdapat di sekeliling tulang belakang mempunyai origo dan insersio pada prosesus transversus atau prosesus spinosus. Stabilitas kolumna vertebrale dijamin oleh ligamenta secara pasif dan secara aktif oleh otot-otot tersebut. Ujung-ujung  serabut penghantar impuls nyeri terdapat di ligamenta, otot-otot, periostium, lapisan luar anulus fibrosus dan sinovia artikulus posterior (Sidharta, 2004).

Manifestasi klinis LBP berbeda-beda sesuai dengan etiologinya masing-masing. Berikut adalah manifestasi klinis LBP akibat sikap yang salah yaitu:

  • Sering dikeluhkan sebagai rasa pegal yang panas pada pinggang, kaku dan tidak enak namun lokasi tidak jelas.
  • Pemeriksaan fisik menunjukkan otot-otot paraspinal agak spastik di daerah lumbal, namun motalitas tulang belakang bagian lumbal masih sempurna, walaupun hiperfleksi dan hiperekstensi dapat menimbulkan perasaan tidak enak
  • Lordosis yang menonjol
  • Tidak ditemukan gangguan sensibilitas, motorik, dan refleks pada tendon
  • Foto rontgen lumbosakral tidak memperlihatkan kelainan yang relevan.

(Sidharta, 2004)

Low Back Pain (skripsi dan tesis)

 

Low back pain (LBP) merupakan permasalahan yang sering muncul dengan gejala umum yang terasa pada bagian lumbo-sacral, otot gluteal, paha dan sering kali pada ekstremitas bawah. Ketika karakteristik gejala low back pain muncul maka diperlukan pengangkatan suatu diagnosa dan bagaimana penanganannya yang tepat. Hampir dari 90 % penduduk pernah mengalami LBP dalam siklus kehidupannya dan LBP merupakan keluhan nomor dua yang sering muncul  setelah keluhan pada gangguan sistem pernafasan (Kaufmann, 2000).

Terdapat hasil penelitian yang menyebutkan bahwa hampir 48% klien dengan LBP tidak diketemukan penyebabnya yang jelas (Nettina,2000). Menurut Nettina (2000) bahwa 90 % klien dengan LBP menghentikan pengobatannya setelah 3 bulan pengobatan walaupun nyerinya masih terasa. Low back pain dikatagorikan sebagai akut (kurang dari 12 minggu), sub akut (6-12 minggu) dan kronik (lebih dari 12 minggu). Umumnya LBP berhubungan dengan peregangan ligament dan otot yang diakibatkan dari mekanik tubuh yang salah saat mengangkat sesuatu. Yang termasuk dalam faktor resiko LBP yang lain adalah umur, jenis kelamin, faktor indeks massa tubuh yang meliputi berat badan, tinggi badan, pekerjaan,  dan aktivitas/olahraga (Idyan, 2007).

Menurut Adelia (2007), beberapa hal yang berkaitan dengan kejadian LBP adalah:

  1. Umur

Nyeri pinggang merupakan  keluhan yang berkaitan erat dengan umur. Secara teori nyeri pinggang atau nyeri punggung bawah dapat dialami oleh siapa saja. Namun demikian keluhan ini jarang dijumpai pada kelompok umur 0 – 10 tahun, hal ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologic tertentu yang lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur decade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada decade kelima.Bahkan keluhan nyeri pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun.

  1. Jenis kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki faktor resiko yang sama terhadap keluhan nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.

  1. Indek masa tubuh
  2. berat badan

Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.

  1. Tinggi badan

tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh.

  1. Pekerjaan

Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas mengangkat beban berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran penyebab serta penanggulangan keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli pasar yang biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari . Mengangkat beban berat lebih dari 25 kg sehari akan memperbesar resiko timbulnya keluhan nyeri pinggang

  1. Aktivitas atau olahraga

Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya pada pekerja kantoran yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis.

Aktivitas dengan posisi bediri lebih dari 1 jam dalam sehari, melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga dalam sehari, berjalan lebih dari 3,2 km dalam sehari dapat pula meningkatkan resiko timbulnya nyeri pinggang.

(Adelia, 2007)

Keluhan low back pain ini ternyata menempati urutan kedua tersering setelah nyeri kepala. Di Amerika Serikat, lebih dari 80% penduduk pernah mengeluh low back pain dan di negara kita sendiri diperkirakan jumlahnya lebih banyak lagi. Mengingat bahwa low back pain ini sebenarnya hanyalah suatu simtom/gejala, maka yang terpenting adalah mencari faktor penyebabnya agar dapat diberikan pengobatan yang tepat.

Pada dasarnya, timbulnya rasa sakit tersebut karena terjadinya tekanan pada susunan saraf tepi daerah pinggang (saraf terjepit). Jepitan pada saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya, gangguan pada sarafnya, kelainan tulang belakang maupun kelainan di tempat lain, misalnya infeksi atau batu ginjal dan lain-lain.

Spasmus (ketegangan otot) merupakan penyebab yang terbanyak dari LBP. Spasmus ini dapat terjadi karena gerakan pinggang yang terlalu mendadak atau berlebihan melampaui kekuatan otot-otot tersebut. Selain itu, pengapuran tulang belakang di sekitar pinggang yang mengakibatkan jepitan pada saraf juga dapat mengakibatkan nyeri pinggang yang hebat.

Pengaruh Lamanya Duduk (skripsi dan tesis)

 

Samara (2004) dalam Idyan (2007), mengemukakan bahwa posisi duduk baik tegak maupun membungkuk dalam jangka waktu lebih dari 30 menit dapat mengakibatkan gangguan pada otot. Penelitian yang dilakukan  Jimi (2007) mengidentifikasi ada hubungan yang bermakna antara duduk lama saat proses pembelajaran dengan gangguan pada otot. Penelitian tersebut dilakukan dilakukan terhadap murid Sekolah Dasar di Sinduadi 1 Mlati Slemen yang usianya masih sangat muda. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa 41,6 % murid menderita nyeri pinggang bawah selama duduk di kelas. Terdiri dari 30 % yang duduk selama satu jam, dan 70 % yang duduk lebih dari satu jam menderita nyeri pinggang bawah.

Lebih lanjut menurut Hasyim (2000), akibat lama bekerja yang menyebabkan beban statik yang terus menerus tanpa memperhatikan faktor-faktor ergonomi akan lebih mudah menimbulkan keluhan nyeri punggung bawah. Faktor-faktor ergonomi berarti menyangkut sikap tubuh saat bekerja, tinggi tempat duduk dengan lantai, letak ketinggian meja dan faktor lingkungan seperti sirkulasi udara, pencahayaan, dan tingkat kebisingan ruangan tempat bekerja (Kroemer, K.H.E & Grandjean, E.1997).

Posisi Kerja (skripsi dan tesis)

Sikap kerja yang baik dengan duduk yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap tubuh dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa pada pinggang dan sedikit kifosa pada punggung dimana otot otot punggung menjadi terasa enak (Depkes RI, 2006).

Sikap duduk yang baik adalah :

  • Tidak menghalangi pernafasan.
  • Tidak menghambat sistem peredaran darah.
  • Tidak menghalangi gerak otot atau menghalangi fungsi organ-organ dalam tubuh.

Dalam bekerja dengan duduk perlu beberapa pesyaratan, yaitu (Depkes RI, 2006):

  • Pekerja dapat merasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya.
  • Tidak menimbulkan gangguan psikologis.
  • Dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan memuaskan.

Setelah pekerja melakukan pekerjaannya maka umumnya terjadi kelelahan, dalam hal ini kita harus waspada dan harus kita bedakan jenis kelelahannya, beberapa ahli membedakan/membaginya sebagai berikut (Depkes RI, 2004):

  1. Kelelahan fisik

Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat dikompensasi dan diperbaiki performansnya seperti semula. Kalau tidak terlalu berat kelelahan ini bisa hilang setelah istirahat dan tidur yang cukup.

  1. Kelelahan yang patologis

Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya muncul tiba-tiba dan berat gejalanya.

 

  1. Psikologis dan emotional fatique

Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan sejenis “mekanisme melarikan diri dari kenyataan” pada penderita psikosomatik. Semangat yang baik dan motivasi kerja akan mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.

  1. Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan, meskipun seseorang mempunyai batas ketahanan, akan tetapi beberapa hal dibawah ini akan mengurangi kelelahan yang tidak seharusnya terjadi :
    1. Lingkungan harus bersih dari zat-zat kimia. Pencahayaan dan ventilasi harus memadai dan tidak ada gangguan bising
    2. Jam kerja sehari diberikan waktu istirahat sejenak dan istirahat yang cukup saat makan siang.
    3. Kesehatan pekerja harus tetap dimonitor.
    4. Tempo kegiatan tidak harus terus menerus
    5. Waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja harus sesingkat mungkin, kalau memungkinkan.
    6. Secara aktif mengidentifikasi sejumlah pekerja dalam peningkatan semangat kerja.
    7. Fasilitas rekreasi dan istirahat harus disediakan di tempat kerja.
    8. Waktu untuk liburan harus diberikan pada semua pekerja
    9. Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi misalnya;
  • Pekerja remaja
  • Wanita hamil dan menyusui
  • Pekerja yang telah berumur
  • Pekerja shift
  1. Para pekerja yang mempunyai kebiasaan pada alkohol dan zat stimulan atau zat addiktif lainnya perlu diawasi.

Kebanyakan orang dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari sering melupakan masalah posisi tubuh. Sikap tubuh yang baik sangat penting karena akan membantu tubuh bekerja maksimal. Juga membuat daya tahan dan pergerakan tubuh jadi efektif, di samping itu menyumbang kesehatan secara menyeluruh. Tidak hanya itu postur yang baik ternyata juga pencegah terbaik agar postur tidak jadi buruk. Kalau sikap tubuh tidak baik, selain tulang-tulang jadi tidak lurus, otot-otot, ruas, serta ligamen (jaringan pengikat sendi) pun akan tertarik lebih keras. Sikap yang tidak baik juga memicu cepat lelah, ketegangan otot, dan akhirnya rasa sakit.

Banyak orang yang menderita sakit punggung ternyata bermula dari kebiasaan salah yang mereka lakukan. Akibatnya, posisi dan fungsi organ-organ vital, khususnya di daerah perut ikut terpengaruh. Yang tak kalah penting postur tubuh yang baik juga membuat penampilan menjadi memikat sehingga meningkatkan rasa percaya diri. Duduk dalam jangka waktu yang lama juga dapat menyebabkan LBP. Bekerja dengan komputer, bekerja di pabrik, dipasar, dirumah, tukang jahit, sopir, tukang sayur, murid sekolah juga tidak terlepas aktivitasnya dilakukan dengan duduk yang lama.

Duduk adalah suatu posisi tubuh torso vertikal dengan beban badan bertumpu pada bokong. Duduk dapat dimanfaatkan untuk beristirahat jika dalam posisi dan jangka waktu yang tepat. Dibanding dengan berdiri, duduk memberikan kenyamanan dan kestabilan. Duduk dengan posisi yang baik adalah postur tubuh dengan kepala tegak, lengan dan tungkai rileks serta dapat memberikan stabilitas yang baik. Posisi duduk sangat dipengaruhi oleh design kursi. Idealnya kursi yang baik adalah yang dapat mendukung postur tubuh pada saat duduk. Pada sopir, design kursi terkadang menjadi problema tersendiri karena pada kenyataannya postur tubuh sopir yang berbeda-beda sehingga sulit untuk di design kursi yang benar-benar mengakomodasi kebutuhan sopir.

Berbagai pendapat telah dikemukakan tentang posisi duduk yang ergonomis ketika duduk dikursi atau ditempat lain. Duduk dengan sudut sederhana yaitu tungkai ditekuk dengan sudut 90o dengan kaki bertumpu pada lantai, posisi ini telah dipertimbangkan sebagai postur yang baik pada saat duduk ((Hemmings & Hemming, 1989 dalam Idyan, 2007). Mandal (1981) dalam Idyan (2007) mendukung posisi duduk yang disarankan Hemmings dan juga mengusulkan posisi yang lain yaitu duduk dengan posisi bantal duduk miring kebawah dengan sudut 45o dengan paha miring dan tungkai tegak lurus. Grandjean E (1988) mengemukakan alternatif posisi duduk yang lain disarankan dengan bantal duduk miring keatas dengan sudut 14o untuk mengurangi tekanan pada otot.

Penatalaksanaan Terapi Psikotik (skripsi dan tesis)

 

Obat-obat yang digunakan untuk mengobati skizofrenia disebut antipsikotik karena mereka membantu mengendalikan halusinasi, waham, dan masalah-masalah pikiran yangterkait dengan penyakit. Pasien mungkin perlu mencoba beberapa obat antipsikotik yang berbeda sebelum mereka menemukan obat yang sesuai, atau kombinasi obat-obatan, yangbekerja untuk mereka. Ketika obat antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu, ini mewakili pengobatan pertama yang efektif untuk skizofrenia. Pilihan luas pengobatan telah meningkatkan kesempatan pasien untuk pemulihan (Frances, et al., 1996).

Obat antipsikotik di kelompokkan menjadi dua bagian yaitu anti psikotik generasi pertama (APG I) atau antipsikotik tipikal dan anti psikotik generasi ke dua (APG ll) atau antipsikotik atipikal. APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual/peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif.

APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg di antaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dari 50 mg di antaranya adalah chlorpromazine dan thioridazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur.

APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau anti psikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon, (Luana, 2007).

Terapi elektrokonvulsi (ECT) telah digunakan untuk mengobati pasien skizofreniasejak tahun 1938 oleh Cerletti dan Bini, diadopsi secara luas dan penggunaannya diperluas kesejumlah gangguan. Pengenalan terapi farmakologis yang efektif untuk pengobatan skizofrenia dan gangguan mood menyebabkan penurunan tajam dalam penggunaan ECT. Ketika keterbatasan dalam kemanjuran dan efek merugikan dari obat antipsikotik, minat dan penggunaan ECT meningkat kembali dalam beberapa tahun terakhir. Kemanjuran ECT dalam depresi berat sangat didukung dengan baik, namun demikian, indikasi penggunaan ECT dan kemanjurannya dalam skizofrenia kurang jelas karena kelangkaan penelitian yang berkualitas (Chanpattana, 2007). Ada bukti bahwa terapi kejang digunakan sejak abad ke-19 untuk mengobati skizofrenia (dimulai pada tahun 1834 di Hungaria). Meskipun E.C.T. sebagiandigantikan olehobat neuroleptik dan efek sampingnya berkurang, namun ECT terus digunakan pada sejumlah besar orang, dan tingkat penggunaan cenderung stabil di awal 1980-an.E.C.T. mungkin merupakan pengobatan paling kontroversial yang saat ini digunakan oleh profesi medis. Sementara beberapa pasienmelaporkan ECT sebagai alat yang membantu atau menyelamatkan jiwa mereka, sedang yang lain merasa kurang membantu, dan banyak yang melihatnya sebagai alat yang merusak dan mengancam jiwa(Chanpattana, 2007)

Skizofrenia (skripsi dan tesis)

 

Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan ICD-10 adalah sebagai berikut (Barbato, 1998) : harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas sebagai kelompok (a) sampai (d) atau setidaknya dua gejala dari kelompok (e) sampai (i) dan harus jelas ada untuk sebagian besar waktu selama periode 1 bulan atau lebih.

  1. thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal”= isi yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
  2. delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy”= waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);“delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifat mistik atau mukjizat;
  3. Halusinasi auditorik. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
  4. Waham-waham menetap jenis lainnya. Waham yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)
  5. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
  6. Arus pikiran yang sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
  7. Adanya suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam keseluruhan kualitas kehidupan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Faktor – faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Suyono (2009) faktor – faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah adalah :

 

  • Umur

Semakin tua umur seseorang maka resiko peningkatan kadar glukosa darah dan gangguan toleransi glukosa akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena melemahnya semua fungsi organ tubuh termasuk sel pankreas yang bertugas menghasilkan insulin. Sel pankreas bisa mengalami degradasi yang  menyebabkan hormon insulin yang dihasilkan terlalu sedikit, sehingga kadar gula darah menjadi tinggi.

  • Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh yang berlebihan dan obesitas menggambarkan gaya hidup yang tidak sehat. Salah satu penyebab yang sering ditemukan adalah karena makan berlebih. Pola hidup yang seperti ini dapat memperberat kerja organ tubuh termasuk kerja sel pankreas yang memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang banyak karena banyaknya bahan makanan yang dikonsumsi.

  • Diet dan Susunan Makanan

Jenis diet dan komposisi makanan juga mempengaruhi kadar gula darah. Diet dengan pola menu seimbang lebih dianjurkan untuk menjaga kondisi kesehatan tubuh dan dapat menghindarkan dari beberapa jenis penyakit – penyakit khususnya penyakit degeneratif. Konsumsi makanan dalam jumlah yang tidak berlebihan dan teratur dapat mencegah pelonjakan kadar glukosa darah secara tepat. Jumlah total kalori seseorang dikategorikan baik adalah berkisar antara 80 % – 100 % dari total kalori yang dianjurkan. Cara menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seseorang adalah dengan menggunakan rumus Harris Beneict yang mempertimbangkan jenis kelamin, BB, TB, umur, dan faktor aktifitas.

  • Jenis Makanan

Pemilihan jenis makanan sangat berperan dalam mengendalikan kadar gula darah. Makanan yang tinggi serat dan pemilihan jenis karbohidrat kompleks yang mempunyai indeks glikemik yang rendah dapat mengendalikan kadar gula darah dengan cara yang lebih aman dan sehat. Jenis makanan dengan indeks glikemik yang tinggi dapat mempercepat kenaikan kadar gula darah dan jika dikonsumsi dalam jangka panjang dapat mempercepat munculnya Gangguan Toleransi Glukosa (GTG). Apabila individu mengkonsumsi makanan indeks glikemik tinggi dalam jangka panjang, kebutuhan insulin tentunya akan bertambah banyak, terjadi hiperinsulinemia yang akhirnya muncul gangguan toleransi glukosa. (Pemayun, 2007)

  • Jenis Kelamin

Kadar glukosa darah menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Kadar glukosa darah perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki di Amerika. Hal ini berarti risiko gangguan toleransi glukosa pada wanita Amerika lebih tinggi dibandingkan laki – laki. Sama halnya dengan Amerika, wanita di Indonesia mempunyai risiko gangguan toleransi glukosa lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki, hal ini disebakan karena tingkat aktifitas fisik wanita Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan laki – laki, serta pada wanita diketahui komposisi lemak tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki. Komposisi lemak yang tinggi menyebabkan wanita akan cenderung lebih mudah gemuk dan hal ini berkaitan dengan risiko GTG. (Pemayun, 2007)

  • Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik secara teratur menambah sensitifitas insulin dan menambah toleransi glukosa. Penelitian prospektif memperlihatkan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan berkurangnya risiko terhadap gangguan toleransi glukosa terutama pada kelompok berisoko tinggi yaitu wanita usia > 40 tahun dengan BB berlebih. Aktifitas fisik mempunyai efek menguntungkan pada lemak tubuh, distribusi lemak tubuh, dan kontrol glukosa darah sehingga dapat mencegah terjadinya Gangguan Toleransi Glukosa (GTG). Olah raga dapat mencegah peningkatan kadar gula darah disebabkan karena bertambahnya sensitivitas insulin yang dapat dicapai dengan pengurangan Indeks Massa Tubuh melalui bertambahnya aktifitas fisik. (Pemayun, 2007)

Indeks Glikemik (IG)(skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Indeks glikemik pangan merupakan indeks (tingkatan) pangan menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang mempunyai IG tinggi bila dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dan tinggi. Sebaliknya, seseorang yang mengonsumsi pangan ber-IG rendah maka peningkatan kadar gula dalam darah berlangsung lambat dan puncak kadar gulanya rendah (Widowati, 2008).

Indeks glikemik adalah nilai yang menunjukkan kemampuan suatu makanan yang mengandung karbohidrat dalam meningkatkan kadar glukosa darah. Salah satu implikasi indeks glikemik dalam kehidupan adalah untuk dapat membantu seorang penderita diabetes melitus atau seorang yang obesitas dalam memilih makanan, khususnya makanan-makanan yang indeks glikemiknya rendah. (Thompson, et al. 2011)

Makanan berkabohidrat memiliki efek terhadap konsentrasi glukosa darah yang dikenal sebagai respon glikemik. Beberapa makanan mampu meningkatkan dan menurunkan kadar glukosa darah dengan cepat, sedangkan beberapa makanan lain meningkatkan dan menurunkan kadar glukosa darah secara bertahap atau perlahan. Pemilihan makanan yang tepat dapat mempengaruhi kadar glukosa darah, kadar kolesterol dan kadar trigliserilda. Konsep indeks glikemik ditemukan untuk menunjukkan secara kuantitatif kemampuan makanan dalam mempengaruhi kadar glukosa darah. Konsep indeks glikemik pertama kali dikembangkan oleh Dr. David Jenkins, Professor Gizi di Universitas Toronto, pada tahun 1981. Konsep indeks glikemik pertama beranggapan bahwa setiap makanan berkabohidrat dapat mempengaruhi kadar glukosa darah. Indeks glikemik akhirnya dikembangkan dengan tujuan membantu pasien penderita diabetes dalam mengkonsumsi makanan. (Almatsier, 2010)

Garam Beryodium (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan KIO3 (Kalium Jodidat) dalam bentuk larutan pada lapisan tipis garam sehingga diperoleh campuran yang merata. Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) kadar yodium dalam garam ditentukan sebesar 30-80 ppm. Menurut WHO kebutuhan hariam tubuh akan yodium adalah 90 mcg pada umur 0-8 tahun, 120 mcg pada umur 9-13 tahun, 150 mg pada remaja/ dewasa dan 200 mg pada ibu hamil/ menyusui. Untuk menghindari pengaruh sampingan dari konsumsi garam yang berlebihan maka dianjurkan untuk mengkonsumsi garam tidak lebih dari 6-10 gram atau satu sendok teh setiap hari.

Standar Nasional Indonesia (SNI) garam konsumsi ditetapkan secara wajib terhadap produsen, distribusi/ pedagang sesuai dengan Kepres No. 69 tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beryodium untuk melindungi kesehatan masyarakat. Kebijakan ini berkaitan erat dengan masih tingginya kejadian Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia.

Penggunaan garam beryodium bertujuan  untuk menyediakan unsur yodium kepada masyarakat secara teratur dan berkesinambungan  agar masyarakat tercukupi kebutuhannya akan unsure yodium. Menurut Deperindag, jenis garam yang diproduksi oleh pabrik-pabrik adalah:

  1. Garam curia/krosok beryodium adalah garam yang  kristalnya kasar-kasar dipilih dari garam krosok bermutu baik, dibungkus dalam bungkus plastic transparan atau dalam karung plastic, dan dikonsumsi mas yarakat sebesar 17,9%
  2. Garam briket beryodium adalah garam berbentuk bata yang dike mas dalam plastik buram maupun transparan, berisi 12 bata dengan berat berkisar antara 1,5 kg sampai dengan 3,5 kg per plastik dan dikonsumsi masyarakat sebesar 26,9%
  3. Garam halus beryodium, adalah garam yang kristalnya sangat halus menyerupai gula pasir yang dikemas dalam plastik transparan disajiklan untuk garam meja dan dikonsumsi masyarakat s ebesar 55,1%

Dalam penyimpanan ada  kemungkinan turunnya kandungan yodium dalam garam beryodium, maka untuk melindungi konsumen ditetapkan persyaratan kandungan KIO3 dalam  garam beryodium sebagai berikut: di tingkat produksi 40-80 ppm dan tingkat distribusi/ konsumsi: 30-80 ppm.

Kestabilan Iodat Dalam Garam (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Kandungan spesi iodium yaitu iodida daniodat yang diperolehpada penelitian ini telahmemenuhi persyaratan minimun yang diatur dalam SNI No.01- 3556tahun 1994 dan Permenkes No.077/1995 yaitu sebesar 30-80 mg/kg Kestabilan iodat dalam garamdapur dipengaruhi oleh kadarair, tingkat kemurnian garam,jenis pengemas, prosespengolahan (iodisasi), kelembaban, suhu, kehadiran zat-zat pereduksi, pH dan lama penyimpanan (Arhya, 1995).

Pengujian pengaruh lama penyimpanan, suhu dan kelembaban relative terhadap kestabilan iodat dan terjadinya spesiasi iodium dalam garam beriodium menunjukkan adanya pengaruh interaksi dari ketiga parameter tersebut, yang ditunjukan dengan terjadinya penurunan kadar iodat dan terbentuknya spesi iodida dan iodium, begitu juga pengaruh cara iodisasi, pH dan lama pemanasan/pemasakan. Selain senyawa besi keberadaan zat-zat pengotor yang bersifat higroskopis seperti magnesium klorida, kalsium klorida, magnesium sulfat, dan kalsium sulfat, mempunyai kemampuan menyerap air yang sangat besar, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap kestabilan iodat dalam garam beriodium. Garam beriodium yang mengandung iodat kecil tetapi kadar iodida (hasil penguraian iodat) yang tinggi masih dapat digunakansebagai sumber iodium,asalkan memenuhi syarat berkisar 30 –80 mg kg (Arhya, 1995).

Dampak Defisiensi Garam (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Gangguan Akibat Kurang Yodium atau GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Depkes RI,2007). Masalah GAKY merupakan masalah yang serius mengingat dampaknya secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan kuallitas sumber daya manusia yang mencakup 3 aspek, yaitu aspek perkembangan kecerdasan,aspek perkembangan social dan aspek perkembangan Ekonomi (Depkes RI, 2007).

  1. Aspek Perkembangan Kecerdasan (Intelegensi)

Pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasarmengenai gizi. Namun demikian sikap dan keterampilan serta kemauanuntuk bertindak memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagiankeluarga menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadaikarena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Sebagian keluargajuga mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih berkualitas namunmereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai keterampilan untukmenyiapkannya. (Depkes RI, 2007)

  1. Aspek Perkembangan Sosial

Dampak sosial yang ditimbulkan GAKY berupa terjadinyagangguan mental, lamban, kurang bergairah sehingga orang macam inisulit untuk dididik dan dimotivasi. Penderita kretin untuk selamanyamenjadi beban sosial bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya.c. Aspek Perkembangan EkonomiUsaha peternakan didaerah defisit iodium tidak akan berhasilkarena hewan peliharaan yang mengalami kekurangan iodium akanberukuran lebih kecil, kurus, produksi telur sedikit, kurang kesuburan danlain-lain. Dampak GAKY terhadap keadaan ekonomi akan di perlihatkandengan pengalaman negara China dimana setelah 8 tahun upaya penanggulangan dilakukan terjadi peningkatan produktifitas dan income perkapita besar 15 %. Dengan perhitungan ini maka secara kasar diIndonesia GNP akan meningkat jika masalah GAKY dapat ditanggulangi.(Depkes RI, 1990)

Manfaat Garam Iodium (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodium, yang dibutuhkan tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan (Dekes RI, 2009). Garam beryodium dapat mencegah Gangguan Akibat KurangYodium (GAKY) yang ditunjukkan dengan tanda-tanda adanya pembesaran kelenjar gondok, terhambatnya pertumbuhan (pendek atau cebol) gangguan perkembangan mental, gangguan fungsi syaraf otak (gangguan kecerdasan,bisu, tuli dan juling).(Depkes RI, 2007)

Kebutuhan Iodium (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Kebutuhan iodium bervariasi menurut umur dan kondisi-kondisi tertentu. Kebutuhan pada anak-anak berbeda dengan kebutuhan orangdewasa akan iodium perharinya. Keadaan fisiologi tertentu dari tubuhseperti misalnya pada wanita dan ibu menyusui, jumlah kebuutuhan tubuhakan zat iodium akan berbeda. Kebutuhan tubuh per harinya sekitar 1-2 gper kg berat badan. Perkiraan kecukupan yang dianjurkan sekitar 40-120g perhari untuk anak-anak umur dibawah 19 tahun dan 150 g perhariuntuk orang dewasa. Untuk wanita hamil dan menyusui dianjurkan tambahan masing-masing adalah 10 g/hari (Hetzel, 1993). Sumber utama iodium adalah laut, sehingga makanan laut merupakan makanan yang paling kaya dengan iodium. Didaerah pantai, air dan tanah mengandung banyak iodium sehingga tanaman yang tumbuh didaerah pantai mengandung cukup banyak iodium. Semakin jauh tanah dari pantai semakin sedikit pula kandungan iodiumnya dan salah satu penanggulangan kekurangan iodium adalah melalui fortifikasi

Morfologi Jaringan Rawan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Fungsi jaringan rawan adalah sebagai jaringan penyokong yang lentur. Sama seperti jaringan ikat, jaringan rawan terdiri dari kondrosit (sel rawan), serabut, dan substansi dasar yang kaya akan proteoglikan dan glikoprotein. Substansi intersel yang banyak jumlahnya disebut matriks rawan, sedangkan rongga-rongga tempat sel rawan disebut lakuna. Rawan tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf. Rawan memperoleh makanan secara difusi dari kapiler dalam jaringan ikat di sekelilingnya (Adelberg, 1996).

  • Rawan hialin.

Jenis ini paling banyak dijumpai, terutama pada saluran pernafasan (larink, trakhea, bronkus), ujung ventral rusuk, dan pada permukaan persendian tulang. Dalam keadaan segar, rawan hialin berwarna kebiru-biruan dan tembus cahaya atau hialin. Rawan ini diselaputi oleh jaringan ikat yang disebut perikondrium. Bagian yang dekat pada rawan mengandung banyak kondroblas yang berperan dalam pertumbuhan aposisi dari rawan. Rawan hialin tumbuh sebagai hasil pembelahan kondrosit di bagian tengah rawan yang disebut tumbuh interstitial (Hentges DJ, 1995).

Kondroblas dan kondrosit dari rawan yang sedang tumbuh memperlihatkan nukleolus yang jelas, sitoplasma yang basofilik dengan retikulum endoplasmik kasar yang banyak, dan alat golgi yang menonjol. Komponen utama matriks yang amorf pada rawan hialin adalah glikosaminoglikan, terdiri dari 2 golongan utama: asam hialuronat dan sejenis proteoglikan. Komponen serabut dari matriksnya adalah serabut kolagen yang membangun 40% dari berat kering rawan hialin (Adelberg, 1996).

  • Rawan elastin.

Rawan ini dapat dijumpai di daun telinga dan epiglottis, yang dalam keadaan segar berwarna kekuning-kuningan. Matriksnya selain mengandung serabut kolagen, juga mengandung banyak sekali serabut elastin. Rawan elastin mempunyai perikondrium (Hentges DJ, 1995)

  • Rawan serabut.

Jenis ini dapat ditemukan di diskus intervertebralis, simfisis pubis, dan pada perlekatan ligamen dengan tulang. Dibandingkan dengan dua jenis rawan lainnya, rawan serabut relatif mempunyai matriks yang banyak sekali jumlahnya dan mengandung banyak sekali serabut kolagen jenis I. Rawan ini tidak mempunyai perikondrium (Junqueira, 1992)

 

 

Morfologi Sel Epite (skripsi, tesis, dan disertasi)

l

Jaringan epitel membatasi permukaan bebas di dalam tubuh dan menutupi permukaan tubuh. Misalnya kulit, ditutupi oleh epitelium yang dikenal sebagai epidermis; saluran pencernaan makanan berikut turunannya, lumennya dibatasi oleh epitelium. Jaringan ini dibangun oleh sel-sel yang sejenis, tersusun selapis atau berlapis-lapis dengan adhesi yang kuat antar sel, sehingga membangun lembaran-lembaran sel. Epitel mempunyai permukaan bebas atau apeks yang membatasi lumen atau lingkungan dan permukaan yang bertumpu pada membran basal yang disebut permukaan basal (Junqueira, 1992).

Membran basal terdiri dari lamina basal yang amorf, yang berbatasan dengan epitelium dan suatu lamina retikular yang terdiri dari serabut kolagen tipe IV. Pembuluh darah tidak menembus membran basal. Epitel mendapat makanannya melalui proses difusi. Hubungan antar sel di bagian apeks dilengkapi dengan struktur adhesif yang disebut kompleks hubungan. Kompleks hubungan ini memisahkan lingkungan dalam organisma dari lingkungan luar yang mungkin merusak, toksik dan dapat menyebabkan infeksi. Juga menyebabkan hubungan yang kuat antar sel. Kompleks hubungan dapat dijumpai sebagai:

  • Zonula occludens atau “tight junction” merupakan suatu sabuk yang mengelilingi apeks sel epitel. Bagian ini dibangun oleh anyaman tanggul-tanggul yang beranastomose ang membangun hambatan (barrier) bagi pergerakan molekul-molekul dari lumen ke ompartemen lateral ekstrasel.
  • Zonula adherens atau “intermediate junction” terdapat tepat di bawah zonula ccludens, berfungsi sebagai struktur adhesif antar sel. Macula adherens atau desmosom” berfungsi mengikat sel. “Gap junction” atau nexus berfungsi melalukan ionion dan molekul-molekul kecil antar sel epitel yang berbatasan (Adelberg, 1996).

 

Morfologi Sel Trakea (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Batang tenggorokan atau trakea terletak di daerah leher didepan kerongkongan. Batang tenggorokkan berbentuk pipa dengan panjang 10 cm. dinding trakea terdiri atas 3 lapisan, lapisan dalam berupa epithel bersilia dan berlendir. Lapisan tengah tersusun atas cincin tulang rawan dan berotot polos. lapisan luar tersusun atas jaringan ikat. Cincin tulang rawan berfungsi untuk mempertahankan bentuk pipa dari batang tenggorokkan, sedangkan selaput lendir yang sel-selnya berambut getar berfungsi menolak debu dan benda asing yang masuk bersama udara pernapasan. Akibat tolakan secara paksa tersebut kita akan batuk atau bersin (Price SA, 2005)

Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot (Soepardi EA, Iskandar HN, 2001).

Apabila digambarkan secara berurut dari lumen ke arah luar dinding maka trakea dibangun oleh lapisan-lapisan sebagai berikut :

  1. Mukosa : terdiri atas epitel berlapis banyak palsu bersilia dengan sel-sel gada dan jaringan ikat yang mengandung kelenjar seromukus. Di dekat epitel banyak terdapat serabut-serabut elastin.
  2. Cincin rawan hialin yang terbuka di bagian dorsal
  3. Otot trakea : merupakan sel-sel otot polos yang tersusun transversal, terdapat di antara kedua ujung cincin rawan.
  4. Adventisia, berupa jaringan ikat kendur (Soepardi EA, Iskandar HN, 2001)

Pada cincin rawan terdapat bulu-bulu halus yang dapat menahan benda asing yang masuk bersama udara. Adanya cincin rawan ini sehingga batang tenggorokan selalu terbuka (Price SA, 2005).

Efek Kronik Formaldehid terhadap Manusia (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Paparan formaldehid kronik dapat menyebabkan kanker (Huff, 2001). United States Agency for Toxic Substances and Disease Registry (1999) menggolongkan formaldehid sebagai bahan karsinogen untuk manusia. Formaldehid merupakan xenobiotic yang dapat bersifat karsinogen bagi tubuh melalui paparan hirupan (inhalation) maupun paparan telanan (ingestion) (WHO, 1989)

Xenobiotic merupakan senyawa asing bagi tubuh. Secara sistemik akan dimetabolisme dalam hati dan diekskresikan ke luar tubuh melalui 2 fase reaksi perubahan yaitu hidroksilasi dan konjugasi. Reaksi hidroksilasi mengubah xenobiotic menjadi derivat xenobiotic terhidroksilasi yang lebih mudah larut air dengan dikatalisis oleh kelompok enzim monooksigenase atau sitokrom P450. Selanjutnya derivat xenobiotic terhidroksilasi hasil metabolisme fase I akan terkonjugasi dengan molekul asam glukuronat dan glutation (GSH S-transferase) untuk kemudian diekskresikan bersama urin atau getah empedu (WHO, 1989).

Apabila kedua fase reaksi metabolisme xenobiotic tersebut terganggu, maka xenobiotic tadi tidak dapat diekskresikan ke luar tubuh dan akan tertahan dalam jaringan adiposa. Xenobiotic ini akan menjadi senyawa xenobiotic reaktif yang berikatan secara kovalen dengan makromolekul sel, meliputi DNA, RNA dan protein. Senyawa ini akan menyebabkan cedera sel (kerusakan DNA). Cedera ini akan diperbaiki dengan mekanisme apoptosis dan reparasi DNA. Apabila cederanya mengenai gen supresor tumor p53, maka akan menyebabkan mutasi struktur DNA yang diturunkan dan akan terjadi disfungsi gen-gen bersangkutan menyebabkan penyimpangan pertumbuhan sel normal menjadi sel kanker (WHO, 1989).

Menurut Monticello et al. (1996), dan Kerns et al. (1983), paparan formaldehid dalam jangka waktu lama (kronik) menyebabkan tumor hidung pada tikus. Dan Nolodewo et al. (2007), melaporkan bahwa individu yang terpapar formaldehid mempunyai kemungkinan 16 kali lebih besar untuk menderita kanker nasofaring daripada individu yang tidak terpapar.

Selain dapat menyebabkan kanker, paparan kronik formaldehid juga dapat menyebabkan gangguan sistem reproduksi. Data dari Reproductive and Development Toxycants (1991) menyebutkan bahwa 30 bahan kimia (termasuk formaldehid) dapat mempengaruhi sistem reproduksi manusia, seperti gangguan menstruasi. Penelitian pada binatang yang pernah dilakukan juga membuktikan adanya gangguan pada spermatogenesis (ASTDR, 1999).

Efek Akut Formaldehid terhadap Manusia (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Formaldehid, baik dalam bentuk uap maupun larutan mempunyai efek yang besar terhadap kesehatan manusia. Formaldehid dapat menyebabkan iritasi lokal pada membran mukosa, termasuk mata, hidung, dan saluran pernapasan atas. Jika formaldehid mengenai kulit maka dapat menyebabakan iritasi dan dermatitis alergi. Sedangkan bila tertelan dapat menyebabakn iritasi saluran pencernaan (ATSDR, 1999).

Banyak penelitian mengenai efek formaldehid terhadap kesehatan manusia. Misalnya, paparan formaldehid (1-3 ppm) menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernapasan atas (Weber-Tschopp et al., 1977; Kulle et al., 1987). Kebanyakan orang tidak bisa mentoleransi terhadap paparan yang lebih dari 5 ppm; diatas 10-20 ppm menyebabkan gejala yang memburuk dan terjadi pernapasan pendek (Feinman, 1988). Pada konsentrasi yang rendah, formaldehid sudah memberikan efek yang mengganggu kesehatan manusia. Sudah dapat dipastikan bahwa jika konsentrasi paparan formaldehid tersebut tinggi maka akan menimbulkan efek yang lebih hebat lagi bagi manusia. Konsentrasi yang tinggi dari formaldehid menyebabkan obstruksi hidung, edema paru, dyspnea, dan dada terasa sesak (Porter, 1975; Solomon dan Cochrane, 1984).

Penelitian yang dilakukan Weber-Tschopp et al. (1977), dimana 33 subjeknya diberikan paparan formaldehid antara 0,03-3,2 ppm selama 35 menit didapatkan hasil pada konsentrasi 1,2 ppm menyebabkan iritasi mata dan hidung, konsentrasi 1,7 ppm frekuensi mengedip menjadi sering, dan konsentrasi 2,1 ppm menyebabkan iritasi tenggorokan.

Berikut ini adalah gejala yang ditemukan akibat terpapar formaldehid akut (ATSDR, 1999) :

  1. CNS, gejalanya adalah malaise, sakit kepala, gelisah, mudah marah, kelemahan ketrampilan, gangguan memori dan keseimbangan.
  2. Respirasi, gejalanya adalah iritasi hidung dan tenggorokan, batuk, nyeri dada, napas pendek, dan wheezing. Konsentrasi yang tinggi menyebabkan inflamasi pada saluran pernapasan bawah.
  3. Metabolisme, adanya akumulasi dari asam format dalam tubuh menyebabkan ketidakseimbangan asam-basa dan menyebabkan ketidakseimbangan tekanan osmotik akibat absorpsi metanol.
  4. Sistem imun, pada orang yang sensitif jika terjadi inhalasi dan kontak kulit dapat menyebabakn iritasi kulit, reaksi asma, dan reaksi anafilaksis.
  5. Gastrointestinal, tertelannya larutan formaldehid dapat menyebabkan cedera esofagus dan lambung (karena formaldehid bersifat korosif). Mual, muntah, diare, nyeri abdomen, dan ulserasi dan perforasi orofaring, epiglotis, dan esofagus.
  6. Mata, pada konsentrasi rendah menyebabakan iritasi mata yang dapat berkurang dalam beberapa menit setelah terpapar. Terkena larutan formaldehid pada mata menyebabkan ulserasi kornea, permukaan mata menjadi kotor, kematian sel-sel permukaan mata, perforasi, dan bahkan kehilangan penglihatan secara permanen.
  7. Kulit, menyebabakn iritasi kulit dan kulit terbakar. Pada orang yang sensitif, paparan formaldehid yang rendah pun dapat menyebabkan dermatitis.

 

Efek Formaldehid (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Formaldehid merupakan salah satu bahan kimia yang banyak diteliti saat ini karena toksisitasnya mempengaruhi kesehatan manusia. Toksisitas yang dihasilkan formaldehid bergantung dengan jenis formaldehid. Terdapat berbagai jenis formaldehid, yaitu jenis hirupan (inhalation) berbentuk uap dan jenis telanan (ingestion) berupa pengawet/komponen minuman atau makanan (National Academy of Sciences, 2007).

Toksisitas formaldehid dapat melalui hirupan (inhalation) dan atau telanan (ingestion). Paparan formaldehid yang paling banyak terjadi adalah paparan yang melalui hirupan (inhalation) (Kulle, 1993). Paparan hirupan (inhalation) formaldehid dapat menyebabkan iritasi lokal pada membran mukosa, termasuk mata, hidung, dan saluran pernapasan atas (Zwart et al., 1988; Gardner et al., 1993). Paparan hirupan (inhalation) formaldehid pada mata menyebabkan kongesti konjungtiva, kontraksi pupil, dan lakrimasi. Biasanya gejala tersebut berkurang dalam 24 jam. Gejala yang timbul bergantung pada lamanya terkena paparan dan konsentrasi formaldehid. Pajanan uap formaldehid terhadap mata dengan konsentrasi yang tinggi dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan opasifikasi kornea bahkan sampai hilangnya penglihatan. Sedangkan pada konsentrasi rendah menghasilkan gejala iritasi dan perasaan tidak nyaman (ATSDR, 1999). Paparan hirupan (inhalation) formaldehid yang lebih tinggi juga dapat menyebabkan inflamasi saluran pernapasan bawah, inflamasi bronkus, peradangan paru-paru, dan akumulasi cairan dalam paru-paru (ATSDR, 1999).

Uap formaldehid sangat iritatif terhadap membran mukosa baik pada binatang maupun manusia (Tomlin, 1994). Apabila terkena mata maka akan menyebabkan gejala seperti iritasi dan lakrimasi (Boysen et al., 1990). Dinsdale et al. (1993), yang memaparkan uap formaldehid 10 ppm selama 4 hari pada tikus dan Monticello et al. (1989), melakukan penelitian terhadap monyet yang dipaparkan uap formaldehid 6 ppm selama 6 minggu menyebabkan gejala lakrimasi dan konjungtiva hiperemis. Hal tersebut dikarenakan paparan uap formaldehid menyebabkan pengeringan pada kornea dan konjungtiva.  Epitel konjungtiva juga memiliki banyak ujung saraf sensorik dari pleksus saraf di lamina propria sehingga sensitivitasnya tinggi (Junqueira et al., 1992). Morgan et al. (1986), juga melaporkan bahwa terdapat discharge pada mata tikus yang terpapar formaldehid 2 ppm selama 3 minggu.

Selain melalui paparan hirupan (inhalation), formaldehid juga bisa menjadi toksik akibat paparan telanan (ingestion). Apabila formaldehid tertelan maka menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan karena formaldehid bersifat korosif terhadap saluran pencernaan, biasanya terjadi pada esofagus. Kline (1925) melaporkan bahwa menelan formaldehid (konsentrasi larutan 89 ml) dapat menyebabkan kematian. Sedangkan menurut ATSDR (1999), menelan larutan formaldehid sebanyak 30 ml (mengandung 37% formaldehid) dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.

Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas formaldehid adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu, dan frekuensi pemaparan. Efek toksik yang muncul adalah akibat dari formaldehid mencapai tempat yang sesuai dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Reaksi dari masing-masing individu berbeda terhadap pemaparan formaldehid, karena diantara individu tersebut ada yang sensitif dan tidak (National Academy of Sciences, 2007).

Adanya konsentrasi formaldehid di atas nilai ambang batas (NAB) dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan. Nilai ambang batas (NAB) atau Threshold Limit Value (TLV) adalah konsentrasi zat-zat kimia di udara yang menggambarkan suatu kondisi dimana hampir semua yang terpapar berulang kali, hari demi hari tidak menimbulkan efek yang merugikan. NAB digunakan sebagai pedoman dalam pengendalian bahaya-bahaya kesehatan (Naria, 2004).

Secara detail NAB terbagi atas 3 kategori (Kusnoputranto, 1995). Pertama adalah Threshold Limit Value-Time Weight Average (TLV-TWA), yaitu konsentrasi rata-rata untuk 8 jam kerja normal dan 40 jam seminggu, dimana hampir seluruh yang terpapar berulang-ulang, hari demi hari tanpa timbulnya gangguan yang merugikan. Kedua, Threshold Limit Value-Short Term Exposure Limit (TLV-STEL), yaitu konsentrasi dimana orang dapat terpapar terus-menerus untuk jangka pendek yaitu 15 menit, tanpa mendapat gangguan berupa iritasi, kerusakan jaringan yang menahun dan irreversible dimana dapat meningkatkan kecelakaan atau mengurangi efisiensi. Dan yang ketiga adalah Threshold Limit Value-Ceiling (TLV-C) yaitu konsentrasi yang tidak boleh dilampaui setiap saat.

Terdapat perbedaan mengenai nilai ambang batas (NAB) formaldehid. Banyak organisasi yang mempunyai nilai spesifik tersendiri dari NAB formaldehid seperti American Conference of Govermental Industrial Hygienists (ACGIH), National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), National Aeronautics and Space Administration (NASA), Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR), Occupational Safety and Health Administration (OSHA), dan National Research Council (NRC). Untuk lebih jelasnya mengenai NAB formaldehid dapat dilihat pada tabel 3 (National Academy of Sciences, 2007).

Di Indonesia, berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. SE-02/Men/1978 nilai ambang batas (NAB) formaldehid adalah 2 ppm (nilai KTD). Nilai KTD berarti kadar tertinggi yang diperkenankan atau disebut ceiling. Menurut ASHARE (American Society For Healting, Refrigerating and Air-Conditioning Enginer) untuk indoor air quality adalah 0,1 ppm untuk 8 jam kerja (TLV-TWA) dan 0,1 ppm (TLV-C). OSHA, untuk TLV-TWA adalah 3 ppm dan TLV-C adalah 5 ppm. NIOSH, untuk     TLV-TWA adalah 0,016 ppm dan TLV-C adalah 0,1 ppm. Dan menurut ACGIH, untuk TLV-C adalah 0,3 ppm, sedangkan NIB untuk TLV-C adalah 2 ppm (Naria, 2004).

Manfaat Formaldehid (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Formaldehid adalah bahan kimia yang ditemukan oleh Butlerov pada tahun 1859, dan telah digunakan secara komersial sejak tahun 1900-an. Dalam perdagangan, umumnya formaldehid berbentuk larutan yang mengandung      30%-56% formaldehid dengan 0,5%-15% metanol yang disebut formalin (Gerberich et al., 1980). Sekitar 30 tahun sejak ditemukannnya formaldehid, bidang kesehatan juga menggunakan formaldehid sebagai disinfektan dan pengawet jaringan atau organ anatomi (Suruda et al., 1993; Bedino, 2004). Dan telah diresmikan sebagai larutan pembalsam sejak tahun 1900 (Plunkett dan Barbella, 1977).

Formaldehid sengaja diproduksi manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam berbagai bidang, misalnya bidang industri. Secara industri, formaldehid disintesis dari hasil oksidasi katalitik metanol (ATSDR, 1999). Katalis yang paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan molibdenum serta vanadium. Dalam sistem oksida besi (proses Formox), reaksi metanol dan oksigen terjadi pada 250° C dan menghasilkan formaldehid

Metabolisme Formaldehid (skripsi, tesis, dan disertasi)

Formaldehid sebenarnya sudah terdapat dalam tubuh manusia dalam jumlah kecil. Di dalam tubuh, formaldehd dibentuk dari serine, glycine, methione dan coline melalui proses demetilasi dari N, O, dan S-methyl (IPCS, 2002). Sedangkan formaldehid yang terinhalasi dari luar akan diserap dan mengendap dalam saluran pernapasan karena formaldehid mudah larut dengan air dan sangat reaktif (Heck et al., 1983).

Setelah dibsorbsi formaldehid akan termetabolisme dengan cepat. Ada beberapa cara metabolisme formaldehid (Kallen dan Jencks, 1966). Yang pertama melalui one-carbon pool pathway; terjadi biosintesis protein dan asam nukleat melalui reaksi langsung dengan tetrahydrofolate. Cara yang kedua melalui konjugasi glutation dan oksidasi oleh formaldehyde dehidrogenase. Dan cara yang ketiga melalui oksidasi oleh enzim katase peroksisomal. Sebagian dari hasil metabolisme akan didistribusikan ke dalam sel melalui darah dan sebagian lainnya akan dibuang melalui urin dan ketika bernapas dalam bentuk CO2 (Keefer et al., 1987).

Cara metabolisme formaldehid yang terkenal adalah  melalui konjugasi glutation dan oksidasi oleh formaldehyde dehydrogenase. Melalui paparan hirupan (inhalation), formaldehid mudah bereaksi di lokasi sentuhan (the site of contact) yang kemudian diabsorpsi oleh saluran pernapasan. Sebagian formaldehid yang mengenai mukosa saluran pernapasan akan terhidrasi menjadi methylene glycol dan sebagian lagi tetap menjadi formaldehid bebas. Kedua formaldehid tersebut masuk ke dalam lapisan epitel. Dalam lapisan epitel, formaldehid berikatan dengan glutation menjadi S-hydroxymethylglutathione. Selanjutnya, S-hydroxymethylglutathione dioksidasi menjadi S-formylglutathione oleh formaldehyde dehydrogenase (ADH3). Hidrolisis dari S-formylglutathione menghasilkan asam format dan glutation. Asam format akan dieliminasi melalui urin, feses, dan melalui hembusan napas (CO2). Adanya glutation dan formaldehyde dehydrogenase (ADH3) di dalam epitel saluran pernapasan mempengaruhi jumlah formaldehid dalam darah. Ketika glutation termetabolisme, formaldehid bebas yang ada dalam sel akan berikatan dengan DNA, RNA, dan protein melalui hubungan silang (cross-linked). Senyawa ini akan menyebabkan cedera sel (TSD, 2008).

Formaldehyde dehydrogenase (ADH3) merupakan pusat metabolisme formaldehid dalam tubuh. S-nitrosoglutathione (GSNO) merupakan bronkodilator dalam tubuh dan reservoir dari aktivitas nitric oxide (NO) (Jensen et al., 1998). Dalam suatu sel, formaldehid muncul karena rangsangan dari Formaldehyde dehydrogenase (ADH3) yang diperantarai oleh reduksi S-nitrosoglutathione (GSNO) (Staab et al., 2008).

Sifat Fisik dan Kimia Formaldehid (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Formaldehid merupakan aldehid yang sangat reaktif dan tersusun dari unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksida dengan rumus umum CH2O (Fielder et al., 1981). Formaldehid adalah bahan kimia yang mudah terbakar. Pada suhu normal, formaldehid berbentuk gas tidak berwarna dan mempunyai bau yang sangat tajam sehingga membuat sesak (Budavari et al., 1989). Bau formaldehid sudah dapat terdeteksi pada konsentrasi di bawah 1 ppm. Terdapat perbedaan ambang batas konsentrasi dari bau formaldehid yang dapat terdeteksi. Menurut ATSDR (1999) ambang batasannya adalah antara 0,05-0,5 ppm. Sedangkan menurut Gerberich et al. (1994), berkisar antara 0,06-0,5 ppm.

Formaldehid mudah larut dengan air, alkohol, dan pelarut polar lain, tapi sukar larut apabila dengan larutan non-polar. Metanol atau bahan lain biasanya ditambahkan kedalam larutan formaldehid sebagai stabilitator dalam menghambat polimerasasi. Diatas suhu 150o C formaldehid akan terdekomposisi menjadi metanol dan karbon dioksida (CO2). Pada tekanan atmosfer, formaldehid mudah mengalami foto-oksidasi dengan cahaya matahari. Reaksi itu terjadi dengan cepat (WHO, 1989).

Dalam ilmu biologi, formaldehid bisa terhidrasi dengan air, bereaksi dengan hidrogen aktif seperti yang terdapat pada ammonia, amines, amide, thiols, phenols dan nitro-alkanes, dan terkondensasi dengan hidrogen klorida di dalam air menjadi chloromethyl ether (Weiss et al., 1979).

Infeksi Nifas (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa nifas .Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan dan nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Disebut juga dengan morbiditas puerpuralis. Menurut Mochtar (1989) demam nifas  adalah kenaikan suhu badan sampai 38OC atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum, kecuali pada hari pertama.

Sedangkan menurut Joint Committee on Maternal Welfare morbiditas puerperalis ialah kenaikan suhu sampai 38OC atau lebih, selama 2 hari pada 10 hari pertama post partum. Kecuali jika terjadi demam pada hari pertama. Suhu diukur dari mulut sedikit-dikitnya 4 kali sehari.

 

Berbagai penyebab demam  nifas bermacam macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan , seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.

Kuman kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah:

  1. Streptococcus haemoliticus aerobic.

Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alat alat yang tidak steril, tangan penolong, dan sebagainya.

  1. Staphylococcus aureus.

Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit .

  1. Escherichia coli.

Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas.

 

 

  1. Clostridium welchii.

Kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit  (Wiknjosastro.1992).

Infeksi nifas dapat di bagi atas 2 golongan, yaitu:

  1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.
  2. Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena, aliran limfe dan permukaan
    1. Infeksi perineum, vulva, vagina, dan serviks:
      1. Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, kadang-kadang perih saat kencing .
      2. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu sekitar 38OC dan nadi di bawah 100 per menit.

Bila luka yang terinfeksi, tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39–40OC,  kadang – kadang disertai menggigil .

 

 

  1. Endometritis :
    1. Kadang -kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu .
    2. Uterus agak membesar , nyeri pada perabaan.
  2. Septikemia :
    1. Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah .
    2. Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil .
    3. Suhu sekitar 39-40OC, keadaan umum cepat memburuk, nadi cepat (140-160 kali per menit atau lebih) .
    4. Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari pasca persalinan .

Hemaglobin dan Hematokrit (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit merupakan bagian penting dalam pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan dilakukan secara rutin pada pasien yang melakukan persalinan secara bedah sesar. Kadar hemoglobin menunjukkan perkiraan kemampuan kapasitas angkut oksigen. Isitilah hematokrit sering digunakan untuk menunjukkan presentasi jumlah eritrosit dari keseluruhan sel darah (Anne, 1998).

Selama kehamilan volume darah meningkat sampai 50% dan peningkatan eritrosit kurang dari 33%. Peningkatan relatif volume plasma hematokrit yang lebih rendah. Nilai normal hemoglobin pada wanita hamil adalah lebih dari 10,5g/dl (Incorpi, 2007).

Bedah Sesar (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Pengertian bedah sesar secara umum adalah melahirkan bayi,plasenta dan selaput ketuban melalui insisi dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningham et al, 2005). Sedangkan menurut Rustam Mochtar, (1992). Bedah sesar adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.

Menurut Sarwono (1991).Bedah sesar adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram

Bedah sesar merupakan operasi yang paling banyak dilakukan terhadap wanita. Operasi bedah sesar pada manusia hidup dilakukan pada tahun 1610. Dilaporkan pasien meninggal 25 hari kemudian. Sejak saat itu mulai dilakukan beberapa penelitian metode bedah sesar untuk mendapatkan prosedur operasi yang aman.

Selama 35 tahun terakhir tindakan bedah sesar meningkat dari 5% menjadi 25%. Dalam kurun waktu tersebut terjadi penurunan angka kematian maternal di dunia dari 300 menjadi 10 per 100.000 kelahiran hidup. Berikut ini kondisi yang sering meningkatkan frekuensi bedah sesar yaitu riwayat bedah sesar (35%) partus tak maju (30%) presentasi bokong (12%) gawat janin (14%) dan karena alasan lain (14%) (Anonim, 2005; Harish, 2005; Incorpi, 2007).

Bedah sesar dilakukan pada kasus dimana persalinan vaginal akan meningkatkan risiko terhadap ibu, janin atau keduanya. Terdapat indikasi maternal, fetal atau keduanya. Indikasi maternal meliputi pendarahan antepartum oleh plasenta previa. Indikasi fetal meliputi gawat janin, malpresentasi, kelainan kongenital seperti hidrosefalus, penyakit infeksi ibu yang dapat ditularkan ke fetus melalui persalinan vaginal seperti herpes aktif dan infeksi HIV sedang indikasi fetal dan maternal meliputi plasenta previa dan disproporsi kepala panggul (Cunningham, 2001; Incorpi, 2007).

Terdapat beberapa teknik operasi bedah sesar. Teknik operasi yang digunakan tergantung dari faktor situasi klinis yang dihadapai saat operasi dan ketertarikan operator terhadap teknik operasi.

Beberapa jurnal banyak melaporkan teknik operasi bedah sesar mulai dari insisi abdomen, cara insisi uterus, melahirkan plasenta, penutupan insisi uterus, dan penutupan peritonium.

Insisi abdomen meliputi insisi vertikal (linea mediana dan para median) dan transversal (Panensteal, Maylard, Cherney dan Joel Cohen). Insisi linea mediana yaitu  di antara umbilikus dan simpisis pubis. Insisi linea mediana mempunyai keuntungan lebih cepat mencapai cavum abdomen dan jumlah pendarahan lebih sedikit. Pada insisi linea mediana sering terjadi dehisiensi setelah opearasi dan hernia pada tempat insisi (Cunigham, 2001; Hofmeyr, 2004;Incorpi, 2007).

Tipe insisi uterus meliputi insisi tranversal pada segmen bawah rahim (SBR), insisi vertical (klasik), irisan T terbalik dan irisan J. Insisi transversal pada SBR merupakan insisi paling banyak digunakan.

Insisi ini lebih menguntungkan karena daerah SBR vaskularisasi lebih sedikit sehingga jumlah pendarahan lebih sedikit dan lebih mudah dijahit. Komplikasi operasi insisi SBR lebih sedikit jumlah pendarahan minimal dan insidensi dehidensi atau ruptur uterus lebih sedikit.

Insisi vertikal klasik irisan pada corpus uteri digunakan pada keadaan klinis tertentu seperti letak lintang, janin preterm dan plasenta previa anterior.

Insisi klasik jarang digunakan karena risiko pendarahan lebih banyak, penutupan lebih lama, resiko dehisiensi atau rupture uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi. Pada keadaan tertentu operator kadang perlu melebarkan insisi vertical SBR untuk memudahkan bayi lahir. Pelebaran insisi pada pertengahan SBR yaitu irisan T terbalik, sadang pelebaran vertical pada ujung SBR yaitu irisan J (Incorpi, 2007; Hofmeyr, 2004; Gates, 2004).

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa bedah sesar adalah irisan yang dilakukan pada dinding abdomen dan uterus yang utuh dengan tujuan untuk melahirkan bayi pada kehamilan cukup bulan.

Pengertian Prestasi Akademik (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauhmana siswa telah mencapai sasaran belajar, inilah yang disebut sebagai prestasi akademik. Winkel (dalam Christantie, 2007) mengatakan bahwa proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi akademik yang dihasilkan oleh siswa terhadap pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui prestasi akademik siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.

Menurut Poerwodarminto (dalam Wahyuningsih, 2004), yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh individu. Sedangkan prestasi akademik itu sendiri diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan di catat dalam buku rapor sekolah.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh Winkel (dalam Christantie, 2007) dan Poerwodarminto (dalam Wahyuningsih, 2004) maka dapat di tarik kesimpulan mengenai pengertian prestasi akademik yaitu suatu cara yang dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap hasil-hasil belajar siswa yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan di catat dalam buku prestasi siswa atau buku rapor siswa di sekolah.

Dalam penelitian ini menggunakan parameter Hamilton Anxiety Rating Scale. Dalam Hamilton Anxiety. Dimana Rating Scale mempunyai lima penilaian yaitu: 0: tidak ada gejala (keluhan); 1: gejala ringan (satu gejala dari pilihan yang ada); 2: gejala sedang (separuh dari gejala yang ada); 3: gejala berat (lebih dari separuh dari gejala yang ada); 4: gejala sangat berat (semua gejala ada). Hasil penilaian tersebut digunakan untuk menentukan tingkat atau derajat kecemasan pasien sebagai berikut: (1) Tidak ada kecemasan, bila skor penilaian < 14; (2) Kecemasan ringan, bila hasil skor penilaian antara 14-20; (3) Kecemasan sedang, bila hasil skor penilaian antara 21-27; (4) Kecemasan berat, bila hasil skor penilaian antara 28-41; dan (5) Kecemasan berat sekali, bila skor penilaian antara 42-56. (Hawari, 2007).

Faktor-Fakor Kecemasan Akademik (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Trujillo & Hadfield (Peker, 2009) menyatakan bahwa penyebab kecemasan akademik dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu sebagai berikut :

  1. Faktor kepribadian (psikologis atau emosional)

Misalnya perasaan takut siswa akan kemampuan yang dimilikinya (self-efficacy belief), kepercayaan diri yang rendah yang menyebabkan rendahnya nilai harapan siswa (expectancy value), motivasi diri siswa yang rendah dan sejarah emosional seperti pengalaman tidak menyenangkan dimasa lalu yang berhubungan dengan matematika yang menimbulkan trauma.

  1.  Faktor lingkungan atau sosial

Misalnya kondisi saat proses belajar mengajar akademik di kelas yang tegang diakibatkan oleh cara mengajar, model dan metode mengajar guru akademik. Rasa takut dan cemas terhadap akademik dan kurangnya pemahaman yang  dirasakan para guru akademik dapat terwariskan kepada para siswanya (Wahyudin, 2010). Faktor yang lain yaitu keluarga terutama orang tua siswa yang terkadang memaksakan anak-anaknya untuk pandai

  1. Faktor intelektual

Faktor intelektual terdiri atas pengaruh yang bersifat kognitif, yaitu lebih

mengarah pada bakat dan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Ashcraft & Kirk (dalam Johnson, 2003)

menunjukkan bahwa ada korelasi antara kecemasan akademik dan kemampuan verbal atau bakat serta Intelectual Quotion (IQ).

Gejala Kecemasan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Gejala awal sindrom kecemasan dapat dikenali dengan memperhatikan adanya keluhan psikis dan somatis sebagai berikut (Mudjaddid, 2006):

  1. Gejala psikis.

Penampilan berubah, sulit konsentrasi, mood berubah, mudah marah, cepat tersinggung, gelisah, tak bisa diam, timbul rasa takut.

  1. Gejala somatis.

Sakit kepala, gangguan tidur, keluhan berbagai sistem, misal sistem kardiovaskular, sistem pernafasan, gastrointestinal dan sebagainya

Selain gejala-gejala tersebut, menurut Kartini (2000), beberapa simptom kecemasan yang khas antara lain:

  1. Terdapat hal-hal yang mencemaskan hati; hampir setiap kejadian menyebabkan timbulnya rasa takut dan cemas.
    1. Disertai emosi-emosi kuat dan sangat tidak stabil
  2. Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delution of persecution (delusi dikejar-kejar)
    1. Sering merasa mual dan muntah
    2. Selalu dipenuhi ketegangan-ketengangan emosional dan bayangan-bayangan kesulitan yang imajiner.

Pada pemeriksaan fisik terdapat nadi yang sedikit lebih cepat (biasanya tidak lebih dari 100 per detik), pernapasan yang cepat, kadang-kadang hiperventilasi dengan keluhan-keluhan yang menyertainya (Maramis, 2005). Penderita dengan gangguan kecemasan umum dapat pula menunjukkan disfungsi seksual atau berkurangnya rangsangan seksual (Kendurkar dan Kaur, 2008).

 

Pengukuran Kecemasan Akademis (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Salah satu instrumen pengukur kecemasan Trait Manifest Anxiety Scale (TMAS) dari Janet Taylor. Tingkat kecemasan akan diketahui dari tinggi rendahnya skor yang didapatkan. Makin besar skor maka tingkat kecemasan makin tinggi, dan makin kecil skor maka tingkat kecemasan makin rendah. Kuesioner TMAS berisi 50 butir pertanyaan , dengan 2 pilihan ”ya” dan ”tidak”. Responden menjawab sesuai dengan keadaan dirinya dengan memberi tanda (X) pada kolom jawaban ya atau tidak. Jawaban ”ya” diberi skor 1 dan jawaban ”tidak” diberi skor 0. Kemudian seluruh skor dijumlahkan dan dicari rata-ratanya lalu dibandingkan dan diolah dengan menggunakan chi square. TMAS mempunyai derajat validitas yang cukup tinggi, akan tetapi dipengaruhi juga oleh kejujuran dan ketelitian responden dalam mengisinya (Azwar, 2007).

Pengukuran kecemasan lain dapat menggunakan tes L-MMPI untuk menghindari terjadinya perhitungan hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran responden. L-MMPI (Lie Minnesota Multiphasic Personality Inventory) merupakan tes kepribadian yang terbanyak penggunaannya di dunia sejak tahun 1942. Dikembangkan oleh Hathaway (psikolog) dan Mc Kinley (psikiater) dari Universitas Minnesota, Mineapolis, USA sejak tahun 1930-an (Butcher, 2005). Skala L dipergunakan untuk mendeteksi ketidakjujuran subjek termasuk kesengajaan subyek dalam menjawab pertanyaan supaya dirinya terlihat baik (Graham, 2005). Tes ini berfungsi sebagai skala validitas untuk mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran subjek penelitian. Tes terdiri dari 15 soal dengan jawaban ”ya” atau ”tidak” atau ”tidak menjawab” dengan nilai batas skala adalah 10, artinya apabila responden mempunyai nilai ≥ 10 maka jawaban responden tersebut dinyatakan invalid.

Pengertian Kecemasan Akademis (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Valiante dan Pajares (2009) menyatakan kecemasan akademis sebagai perasaan tegang dan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, perasaan tersebut mengganggu dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang beragam dalam situasi akademis. Ottens (2010) menjelaskan bahwa kecemasan akademis mengacu pada terganggunya pola pemikiran dan respon fisik serta perilaku karena kemungkinan performa yang ditampilkan siswa tidak diterima secara baik ketika tugas-tugas akademis diberikan.

Perasaan berbahaya, takut, atau tegang sebagai hasil tekanan di sekolah disebut juga sebagai kecemasan akademis. Kecemasan akademis paling sering dialami selama latihan yang bersifat rutinitas dan diharapkan siswa dalam kondisi sebaik mungkin saat performa ditunjukkan, serta saat sesuatu yang dipertaruhkan bernilai sangat tinggi, seperti tampil di depan orang lain. Cara seseorang merasakan kecemasan dapat terjadi secara bertahap dari pertama kali kecemasan tersebut muncul, contohnya kegugupan saat harus membaca di depan kelas dengan suara keras. Gangguan serius yang dialami seseorang menegaskan terjadinya kepanikan dan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara normal (O’ Connor, 2007).

Chaplin (2000) mengatakan bahwa kecemasan adalah perasaan berisi campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Atkinson (2004) menyatakan bahwa ketakutan akan kegagalan akan memunculkan kecemasan. Individu mengalami ketakutan-ketakutan yang dialami individu berdasarkan atas ketidakmampuan memenuhi dorongan-dorongan dalam diri individu yang dapat memunculkan ketakutan akan kegagalan di masa datang

Dapat disimpulkan bahwa kecemasan akademis adalah dorongan pikiran dan perasaan dalam diri individu yang berisikan ketakutan akan bahaya atau ancaman di masa yang akan datang tanpa sebab khusus, sehingga mengakibatkan terganggunya pola pemikiran dan respon fisik serta perilaku sebagai hasil tekanan dalam pelaksanaan tugas dan aktivitas yang beragam dalam situasi akademis

Waktu Cuci Tangan Bersih Pakai Sabun (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Mencuci tangan umumnya dilakukan saat sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah memegang daging mentah, sebelum dan setelah menyentuh orang sakit, sesudah menggunakan kamar mandi, setelah batuk atau bersin atau membuang ingus, setelah mengganti popok atau pembalut, sebelum dan setelah mengobati luka, setelah membersihkan atau membuang sampah, setelah menyentuh hewan atau kotoran hewan.

Petunjuk Cara Cuci Tangan Bersih Pakai Sabun (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah air yang mengalir. Sedangkan langkah-langkah teknik mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut.

  1. Basahi tangan dengan(skripsi, tesis, dan disertasi)

    air di bawah kran atau air mengalir.

  2. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan. Akan lebih baik bila sabun mengandung antiseptik.
  3. Gosokkan kedua telapak tangan.
  4. Gosokkan sampai ke ujung jari.
  5. Telapak tangan tangan menggosok punggung tangan kiri (atau sebaliknya) dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara tangan kanan dan kiri. Gosok sela-sela jari tersebut. Lakukan sebaliknya.
  6. Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling mengunci.
  7. Usapkan ibu jari tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan berputar. Lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.
  8. Gosok telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan gerakan kedepan, kebelakang dan berputar. Lakukan sebaliknya.
  9. Pegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kiri dan lakukan gerakan memutar. Lakukan pula untuk tangan kiri.
  10. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.
  11. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila menggunkan kran, tutup kran dengan tissue.
  12. Mengeringkan dengan tissue lebih baik dibandingkan mengeringkan tangan menggunakan mesin pengering tangan yang umum ada di mal. Karena mesin pengering tangan yang dipakai secara umum menampung banyak bakteri yang dapat menularkan ke orang lain.

Pengertian Cuci Tangan Bersih (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Tim Depkes (2007) mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan. Sementaraitu menurut Perry & Potter (2008), mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi. Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secaram ekanik dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air (Tietjen, et.al., 2009). Sedangkan menurut Purohito (2008) mencuci tangan merupakan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan tindakan keperawatan misalnya: memasang infus, mengambil spesimen. Infeksi yang di akibatkan dari pemberian pelayanan kesehatan atau terjadi pada fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi ini berhubungan dengan prosedur diagnostik atau terapeutik dan sering termasuk memanjangnya waktu tinggal di rumah sakit (Perry & Potter, 2006).

Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir untuk menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan benar-benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yangberada pada kuku, tangan dan lengan (Schaffer, et.al., 2000). Cuci tangan harus dilakukan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat di kurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus di cuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan.

Bentuk Perilaku Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organism atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut.Respons ini berbentuk 2 macam, yakni

  1. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.
  2. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi.

Menurut Green (cit Notoatmodjo, 2007), kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku.  Selanjutnya faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsure-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat serta system nilai yang dianut masyarakat.  Faktor pendukung (enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan, air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dan sebagainya.  Faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku tokoh agama (toga), tokoh masyarakat (toma), sikap dan perilaku petugas kesehatan.

Pengertian Perilaku Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai perilaku kesehatan terlebih dahulu disampaikan pengertian perilaku itu sendiri.  Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau organisme yang bersangkutan.  Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah aktifitas dari manusia itu sendiri.

Sedangkan Sarwono (2007) mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.  Perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, emosi, berpikir dan lainnya, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung.

Kesehatan berasal dari kata sehat mempunyai pengertian yang berbeda pada setiap kalangan.  Bagi masyarakat umu, sehat diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak sakit.  Batasan sehat ini juga berbeda pada tingkat strata sosial, tingkat usia, dan tingkat peran yang sedang dijalankan.  WHO mendefinisikan sehat sebagai status kenyamanan menyeluruh dari jasmani, mental dan sosial, dan bukan hanya tidak ada penyakit dan kecacatan.  Identifikasi beraneka aspek dari kesehatan merupakan sesuatu yang sangat bermakna dalam memandang dan meningkatkan kesadaran akan kompleksitasnya konsep sehat.

Pandangan sosiologis dan fisiologis mengajukan gagasan kesehatan sebagai dasar untuk mencapai potensi realistik seseorang sehingga memungkinkan ia melaksanakan potensi yang dimiliki untuk diaplikasikan dalam meningkatkan mutu hidup manusia.  Beberapa aspek kunci yang mewarnai pandangan WHO mengenai kesehatan adalah sehat merupakan keadaan sejauh mana seseorang individu atau suatu kelompok, pada satu sisi mampu merealisasi aspirasi dan memenuhi kebutuhan, dan pada sisi yang lain mengubah atau mengatasi persoalan dengan lingkungan.  Oleh karena itu sehat dilihat sebagai sumber untuk kehidupan sehari-hari, bukan tujuan dari penghidupan.

Berdasarkan uraian di atas, perilaku kesehatan merupakan respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan (Notoadmodjo, 1993).  Perilaku kesehatan yang diharapkan dari individu, keluarga, dan masyarakat adalah selalu memelihara dan meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, dan perilaku untuk mencari pertolongan kesehatan bila anggota keluarga sakit, serta memiliki respon positif terhadap keadaan lingkungan yang menjadi determinan keadaan kesehatan manusia.

 

Faktor Pembentukan Sikap (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Selain itu pembentukan sikap juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

  1. Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukkan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
  2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berapiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting.
  3. Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan.
  4. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Mempunyai pengaruh besar dalam pembentukkan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
  5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukkan sikap dikarenakan keduanya meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari Pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
  6. Pengaruh faktor emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2005).

Fungsi Sikap (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Sikap mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan sehari-hari, yakni fungsi instrumental, fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat, pertahanan ego, pernyataan nilai, pengetahuan, dan fungsi penyesuaian.

  1. Fungsi instrumental, fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yakni fungsi yang menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasanya akan merugikan dirinya.
  2. Fungsi pertahanan ego yakni sewaktu individu mengalami hal yang tidak menyenangkan dan dirasa mengancam egonya maka sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya.
  3. Fungsi pernyataan nilai , yakni sikap akan mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu.
  4. Fungsi pengetahuan, yakni sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada (Azwar, 2007).

Ciri-Ciri Serta Komponen Sikap (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Sikap mempunyai beberapa ciri-ciri yaitu :

  1. Sikap bukan di bawa sejak lahir, melainkan di bentuk atau di pelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objek.
  2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat di pelajari dan karena itu pula sifat dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap orang itu.
  3. Sikap tidak berdiri sendiri, senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek.
  4. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari data-data tersebut.
  5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.

Selain itu, Allport (2008) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, antara lain :

  1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
  3. Ke cenderungan untuk bertindak. Ketiga komponan ini secara bersama–sama membentuk sikap yang utuh(total attitude).

Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan,dan emosi memegang peranan penting (Notoadmojo, 2007). Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :

  1. Menerima (receiving)

Diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

  1. Merespon(responding)

Memberikan jawaban bila di tanya,mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap

  1. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga.

  1. Bertanggung jawab (responsibility)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko adalah sikap yang paling tinggi.

 

Pengertian Sikap (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable), maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) atau tidak memihak Berkowitz 1972 (cit. Azwar 2006).  Sedangkan Allport (cit. Sears, Freedman dan Peplau, 2009) mengemukakan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.  Definisi sikap ini dipengaruhi oleh tradisi tentang belajar, juga ditekankan bagaimana pengalaman masa lalu membentuk sikap, dengan kata lain sikap digambarkan sebagai kesiapan untuk selalu menanggapi dengan cara tertentu dan menekankan implikasi perilakunya.

Menurut Atkinson, Atkinson dan Hilgard (2009), sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, mendekati atau menghindari situasi, benda, orang, kelompok dan aspek lingkungan yang dapat dikenal lainnya termasuk gagasan abstrak dan kebijakan sosial.  Di lain pihak Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Sedangkan menurut Sarwono (2007) sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, onbjek atau situasi tertentu.  Sikap mengandung suatu penilaian emosional (senang, benci, sedih) disamping komponen pengetahuan tentang objek serta aspek kecenderungan bertindak.  Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Menurut Robbins 1989 (cit. Muchlas, 2007) sikap merupakan suatu yang komplek, yang bisa didefinisikan sebagai pernyataan-pernyatan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan atau penilaian-penilaian mengenai objek tata nilai, peristiwa dan sebagainya.

Cara Memperoleh Pengetahuan (skripsi, tesis, dan disertasi)

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasaldari sumber, misalnya media massa, media cetak, media elektronik, petugaskesehatan, media poster, kerabat dekat, dan sebagainya.Menurut Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa banyak yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan, namun sepanjang sejarah caramendapatkan pengetahuan dikelompokkan menjadi 2 antara lain :

  1. Cara tradisional

Cara tradisional terdiri dari 4 cara, yaitu :

  • Trial and error.

Cara ini dipakai sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelumadanya peradaban. Pada waktu itu bila seseorang menghadapi persoalanatau masalah, upaya yang dilakukan hanya dengan mencoba- coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil makadicoba kemungkinan yang lain sampai berhasil. Oleh karena itu, cara ini disebut dengan metode Trial (mencoba) dan Error (gagal/salah) ataumetode coba salah/coba-coba. Metode ini telah banyak jasanya, terutama dalam meletakkan dasar-dasar menemukan teori-teori dalam berbagaiilmu pengetahuan. Hal ini juga merupakan pencerminan dari upayamemperoleh pengetahuan, walaupun dalam taraf yang masih primitif. Disamping itu, pengalaman yang diperoleh melalui penggunakan metode ini banyak membantu perkembangan berpikir dalam kebudayaan manusia ke arah yang lebih sempurna.

  • .Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari banyak sekali kebiasaan dantradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui perantara, apakah yangdilakukan itu baik/tidak. Kebiasaan ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah diterma oleh sumbernya berbagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun non formal, ahli agama, pemegang pemerintah dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas/kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemimpin agama, maupun ahli pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

 Pengertian Perilaku Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.  Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia atau seseorang yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.  Sebagian besar pengetahuan manusia itu diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2007).

Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk tahu. Sidi Gazalba, mengungkapkan bahwa pengetahuan ialah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, insaf, mengerti, dan pandai (Salam. 2008).

Pengertian Kepatuhan (Teori Kepatuhan) (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas (Virawan, 2012).

Kepatuhan adalah bentuk dari pengaruh sosial dimana kegiatan atau tindakan individu merupakan respon dari perintah langsung individu lain sebagai figur otoritas (Mc Leod,2007). Kepatuhan terjadi saat seseorang yang memiliki otoritas memerintahkan untuk melakukan sesuatu. Ketaatan melibatkan hirarki kekuasaan atau status. Oleh karena itu, orang yang memberikan perintah memiliki status lebih tinggi dari orang yang menerima pesanan.

Menurut Ulum dan Wulandari (2013) faktor yang mempengaruhi kepatuhan pada percobaan yang dilakukan Milgram adalah sebagai berikut.

  1. Status Lokasi

Menurut Shaw (1979) kepatuhan berhubungan dengan prestige  seseorang di mata orang lain. Demikian juga dengan lokasi. Apabila seseorang percaya bahwa lembaga yang menyelenggarakan penelitian adalah lembaga yang memiliki status keabsahan, prestise, dan kehormatan, maka lembaga atau organisasi tersebut akan dipatuhi oleh anggota organisasi. Prestige adalah reputasi atau pengaruh yang timbul dari keberhasilan, prestasi, pangkat, atau atribut lain yang menguntungkan. Perbedaan atau reputasi yang melekat pada seseorang atau sesuatu dan dengan demikian memiliki cap untuk orang lain atau untuk masyarakat.

  1. Tanggung Jawab Personal.

Bertanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Manusia yang bertanggung jawab adalah manusia yang dapat menyatakan diri sendiri bahwa tindakannya itu baik dalam arti menurut norma umum, sebab baik menurut seseorang belum tentu baik menurut pendapat orang lain. Dengan kata lain, tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

  1. Legitimasi Figur Otoritas (Keabsahan Figur Otoritas).

Legitimasi dapat diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin. Faktor penting yang dapat menimbulkan kepatuhan sukarela adalah penerimaan seseorang akan ideologi yang mengabsahkan kekuasaan orang yang berkuasa dan membenarkan intruksinya.

  1. Status Figur Otoritas.

Status adalah tingkatan dalam sebuah kelompok. Status sosial adalah kedudukan sosial seseorang dalam kelompok masyarakat (meliputi keseluruhan posisi sosial yang terdapat dalam kelompok masyarakat). Status dibagi menjadi 3 yaitu : Ascribed Status, Achieved Status, Assigned Status. Seseorang yang memiliki status dan kekusaan sosial lebih tinggi akan lebih dipatuhi daripada seseorang dengan status sosial yang sama.

  1. Dukungan Sesama Rekan.

Seseorang cenderung berperilaku sama dengan rekan atau sesama dalam lingkungan sosialnya. Orang cenderung bersama sesuai dengan kelompok sosialnya misalnya umur, jenis kelamin, ras, agama, hobi, pekerjaan cenderung bertindak dan berperilaku seperti anggota dari kelompok tersebut. Salah satu faktor penyebab ketidakpatuhan adalah kehadiran atau keberadaan rekan yang menolak untuk patuh (Encina, 2004).

Jika seseorang memiliki dukungan sosial dari teman mereka yang tidak patuh, maka kepatuhan juga cenderung berkurang. Lingkungan yang tidak patuh akan memudahkan seseorang untuk berbuat ketidakpatuhan sehingga sama dengan lingkungannya meskipun kepatuhan adalah sesuatu yang penting (Fernald, 2007).

  1. Kedekatan Figur Otoritas.

Bila seorang figur otoritas meninggalkan ruangan dan memberikan intruksinya lewat telepon, kepatuhan akan. Lebih mudah untuk melawan perintah dari figur otoritas jika mereka tidak dekat (Dewey, 2007). Sebaliknya, ketika sosok otoritas dekat maka ketaatan adalah cenderung lebih tinggi. Dengan kehadiran figur otoritas, maka dapat mengawasi secara langsung dan memberikan instuksi langsung mengenai prosedur dan juga arahan mengenai apa yang harus dilakukan.

Konsep Mengenai Safe Surgery (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Kesalahan dalam komunikasi adalah alasan umum untuk kesalahan di ruang operasi, serta selama perawatan pra dan pasca operasi. Jenis kegagalan komunikasi termasuk kegagalan untuk mendengarkan atau mengumpulkan informasi dari pasien, keluarga dan dokter lain serta kegagalan untuk menyampaikan informasi yang relevan untuk status pasien. Hasilnya bisa membahayakan atau bahkan berakibat kematian kepada pasien. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan semacam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra bedah yang distandarisasi. Jika saja diterapkan secara disiplin maka kecelakaan kerja, kegagalan operasi dan permasalahaan lain yang menyangkut keselamatan pasien niscaya dapat dikurangi (Imanto, Jati& Mawarni, 2014).

WHO telah melakukan inisiatif untuk upaya keselamatan pasien (patient safety). Aliansi dunia untuk keselamatan pasien mulai bekerja pada Januari 2007 dan WHO mengidentifikasi tiga fase operasi yaitu sebelum induksi anestesi (“sign in“), sebelum sayatan kulit (“time out“), dan sebelum pasien meninggalkan ruang operasi (“sign out“).

  1. Sign in

Sign In, merupakan verifikasi pertama sesaat pasien tiba di ruang penerimaan atau ruang persiapan atau fase sebelum induksi anestesi koordinator secara verbal memeriksa apakah identitas pasien telah dikonfirmasi, prosedur dan sisi operasi sudah benar, sisi yang akan dioperasi telah ditandai, persetujuan untuk operasi telah diberikan, oksimeter pulse pada pasien berfungsi. Koordinator dengan profesional anestesi mengkonfirmasi risiko pasien apakah pasien ada risiko kehilangan darah, kesulitan jalan nafas, reaksi alergi

  1. Time out

Fase Time Out adalah fase setiap anggota tim operasi memperkenalkan diri dan peran masing-masing. Tim operasi memastikan bahwa semua orang di ruang operasi saling kenal. Sebelum melakukan sayatan pertama pada kulit tim mengkonfirmasi dengan suara yang keras mereka melakukan operasi yang benar, pada pasien yang benar. Mereka juga mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 menit sebelumnya..

  1. Sign out

Fase Sign Out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang telah dilakukan. Dilakukan pengecekan kelengkapan spons, penghitungan instrumen, pemberian label pada spesimen, kerusakan alat atau masalah lain yang perlu ditangani. Langkah akhir yang dilakukan tim bedah adalah rencana kunci dan memusatkan perhatian pada manajemen post operasi serta pemulihan sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi (Surgery & Lives, 2008).

Ketiga tahapan tersebut di atas dikenal dengan istilah “Surgical safety check list” sebagai alat untuk melakukan program Safe Surgery Save Lives tahun 2005. Pengertian dari surgical safety check list itu sendiri merupakan proses pengisian data pasien hasil dari pengkajian yang dilakukan oleh tim bedah sebelum pasien masuk ke kamar operasi, sebelum insisi dan setelah operasi pada formsurgical safety check list” (Imanto, Jati & Mawarni, 2014). Sedangkan menurut Safety & Compliance (2012) Surgical Safety Checklist adalah sebuah daftar periksa untuk memberikan pembedahan yang aman dan berkualitas pada pasien. Surgical safety checklist merupakan alat komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim profesional di ruang operasi. Tim profesional terdiri dari perawat, dokter bedah, anestesi dan lainnya. Tim bedah harus konsisten melakukan setiap item yang dilakukan dalam pembedahan mulai dari the briefing phase, the time out phase, the debriefing phase sehingga dapat meminimalkan setiap risiko yang tidak diinginkan

Konsep Mengenai Patient Safety (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Keselamatan pasien (patient safety) adalah prinsip fundamental pada pelayanan kesehatan. Setiap titik dalam proses pelayanan memiliki tingkatan ketidakamanan tertentu. Efek samping (adverse effect) dapat terjadi akibat masalah dalam praktek , produk , prosedur atau sistem. Perbaikan keselamatan pasien menuntut upaya kompleks seluruh sistem melibatkan berbagai tindakan dalam peningkatan kinerja, keamanan lingkungan dan manajemen risiko, termasuk pengendalian infeksi, keamanan penggunaan obat-obatan, keamanan penggunaan peralatan, praktek klinis yang aman dan lingkungan perawatan yang aman. (WHO, 2014).

Patient Safety terdiri dari 3 komponen, yaitu prinsip-prinsip dasar, pengetahuan, dan peralatan. Prinsip-prinsip tersebut adalah kecenderungan untuk terjadinya ketidakberesan adalah alami dan normal, bukan menjadi kesempatan untuk menemukan seseorang untuk dipersalahkan; keselamatan dapat ditingkatkan dengan menganalisis kesalahan dari kejadian penting, daripada berpura-pura tidak terjadi; dan manusia , mesin dan peralatan adalah bagian dari sistem, bagian-bagian komponen tersebut berinteraksi untuk membuat sistem aman atau tidak aman. Pengetahuansebagian besar mencontoh bidang-bidang berteknologi tinggi seperti transportasi massal dan instalasi tenaga nuklir, dan termasuk pemahaman tentang bagaimana kecelakaan terjadi dan bagaimana mencegahnya. Peralatan termasuk pelaporan kasus kritis,checklist, desain sistem yang aman, protokol komunikasi dan analisis sistematis risiko (Mellin-Olsen et al., 2010).

Patient Safety juga merupakan salah satu dimensi mutu yang saat ini menjadi pusat perhatian para praktisi pelayanan kesehatan dalam skala nasional maupun global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sedikitnya ada setengah juta kematian akibat pembedahan yang sebenarnya bisa dicegah. Program Safe Surgery Saves Lives memperkenalkan dan melakukan uji coba surgical safety checklist sebagai upaya untuk keselamatan pasien dan mengurangi jumlah angka kematian di seluruh dunia. Tujuan utama dari surgical safety checklist untuk menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan di kamar operasi (Siagian, 2011).

Kebijakan di Indonesia belum ada yang khusus mengenai keselamatan pasien, walaupun sudah ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga pelayanan kesehatan pada umumnya yang juga memberikan efek dalam menjaga keselamatan pasien, sepertitelah dikeluarkan UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, walaupun isinya masih general namun memberikan arahan agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus prima.

Kemudian UU No 44 tahun 2009 mengenai Rumah Sakit yang didalamnya sudah mengatur mengenai keselamatan pasien yaitu pada pasal 2 yang berisi Rumah Sakit menekankan nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Kemudian pada pasal 13 juga menuntut bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi,standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Kemudian pada pasal 43yang secara khusus menekankan peran rumah sakit dalam keselamatan pasien.

Selain itu ada pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit,yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima dirumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Sedangkan dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, juga memperlihatkan pentingnya untuk menjaga keselamatan manusia secara umum.

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian. Kemudianupaya kesejahteraan sosial diantaranya dengan rehabilitasi sosial yang bertujuan memulihkan dan mengembangkan kemampuanseseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

Upaya-upaya konkrit lainnya yang khusus mengatur mengenai keselamatan pasien sudah dilakukan oleh organisasi profesi/perkumpulan yaitu Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang telah membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), kemudian komite ini telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Kemudian KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depatemen Kesehatan RI telah menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar Akreditasi Rumah Sakit. Hal ini mendorong rumah sakit untuk lebih memfokuskan ada keselamatan pasien itu sendiri, selama pasien itu masih menerima pelayanan kesehatan. Namun bagi pasien, peraturan mengenai keselamatan pasien bukan menjadi prioritas untuk diketahui. Kesembuhan dari penyakit yang dideritanya menjadi tujuan utama bagi pasien, maka dari itu pelayanan yang diharapkan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memberikan kesembuhan bagi pasien. Maka peraturan yang sudah disusun oleh pemerintah seharusnya dapat disosialisasikan secara operasional seperti peraturan di rumah sakit atau klinik yang telah disusun oleh KKP-RS (Apsari, Nulhaqim & Pancasilawan, 2010).

Program sasaran keselamatan pasien wajib dikomunikasikan dan diinformasikan untuk tercapainya hal-hal sebagai berikut:

  1. ketepatan identifikasi pasien,
  2. peningkatan komunikasi yang efektif,
  3. peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
  4. kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi,
  5. pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan,
  6. pengurangan risiko pasien jatuh (Kars, 2011, JCI, 2010).

Kesalahan yang terjadi di kamar bedah yaitu salah lokasi operasi, salah prosedur operasi, salah pasien operasi, akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antar anggota tim bedah. Kurang melibatkan pasien dalam penandaan area operasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi, asesmen pasien tidak adekuat, telaah catatan medis juga tidak adekuat (Sumadi, 2013).

Etiologi Skizofrenia (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Stuart (2007) etiologi skizofrenia dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

  1. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor predisposisi ini terdiri dari:

  1. Biologi

Berdasarkan beberapa penelitian yang terkait dengan pencitraan otak dan penelitian mengenai biokimia dari otak, dapat dipahami bahwa kondisi abnormalitas otak mungkin akan menyebabkan respon neurobiologis yang maladaftif. Penelitian menunjukkan bahwa skizofrenia terjadi karena keterlibatan lesi pada area frontal, temporal dan limbic, sedangkan telah ditemukan juga bahwa beberapa zat kimia otak mempunyai peran pada penyakit Skizofrenia (Stuart dan Sundeen, 1995).

  1. Psikologi

Faktor predisposisi lain terjadinya Skizofrenia adalah faktor psikologi. Hanya saja teori psikodinamika terjadinya respons neurobiologis yang maladaftif belum cukup didukung oleh penelitian-penelitian yang ada. Meskipun begitu, teori psikologis terdahulu menempatkan keluarga sebagai penyebab terjadinya gangguan ini. Penempatan keluarga sebagai penyebab terjadinya Skizofrenia ini menyebabkan kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa professional menurun.

 

 

  1. Psikososial

Faktor predisposisi ketiga dari terjadinya skizofrenia adalah faktor psikososial. Stres psikososial adalah setiap kejadian  atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan individu, sehingga individu tersebut terpaksa mengadakan penyesuaian diri (adaptasi) untuk menanggulangi stresor (tekanan mental) yang timbul.

  1. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi adalah stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk mengatasi ancaman atau tuntutan. Adanya rangsangan lingkungan yang sering yaitu partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau isolasi sering dianggap sebagai pencetus dari terjadinya skizofrenia.

Faktor presipitasi meliputi :

  1. Biologi

Menurut dari beberapa hasil penelitian pencitraan otak mulai menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Kerusakan  pada otak misalnya: terdapat lesi pada area frontal, temporal dan pada system limbik serta adanya ketidakseimbangan kimiawi pada pada otak.

  1. Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor presipitasi yang kedua dimana ambang toleransi terhadap stress berinteraksi dengan stresor lingkungan dan interaksi ini yang akan menentukan bagaimana gangguan perilaku terjadi.

  1. Pemicu gejala

Presipitasi merupakan stresor dan stimulus yang sering menimbulkan episode baru timbulnya suatu penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respons neurobiologis maladaptif ini adalah pemicu yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu.

  1. Penilaian terhadap stresor

Penilaian terhadap stresor dijelaskan melalui model diathesis stress yang menyebutkan bahwa gejala skizofrenia muncul berdasarkan hubungan antara beratnya stress yang dialami individu dan ambang toleransi terhadap internal stress. Model ini penting karena mengintegrasikan faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya dalam menjelaskan perkembangan terjadinya skizofrenia (Stuart, 2006).

  1. Sumber koping

Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi yang mengancam baik fisik maupun psikologik. Seseorang yang mengalami stress atau ketegangan psikologis dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan, agar dapat mengurangi stress dan kemampuan itulah yang disebut dengan koping. Sumber koping dapat diartikan sebagai semua kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan yang dipergunakan untuk mengurangi stress. Jenis-jenis koping misalnya: kompensasi, mengingkari, mengalihkan proyeksi, rasionalisasi, regresi dan sebagainya.

(kehilangan nafsu)

Pengertian Skizofrenia (skripsi, tesis, dan disertasi)

menggambarkan suatu kondisi psikotik yang kadang-kadang ditandai dengan apatis, tidak mempunyai hasrat, asosial, afek tumpul, dan alogia. Klien mengalami gangguan-gangguan pada pikiran, persepsi, dan perilaku. Pengalaman subjektif dari pikiran yang terganggu dimanifestasikan dalam  gangguan berbentuk konsep yang sewaktu-waktu dapat mengarah kepada keadaan salah mengartikan kenyataan, delusi (biasanya delusi pengaruh dan ide referensi), dan halusinasi. Perubahan alam perasaan pada kondisi skizofrenia ini antara lain adalah pasien mengalami ambivalen dalam bersikap, perasaan konstriksi atau tidak sesuai, dan hilangnya rasa empati pada orang lain. Perilaku pada kondisi skizophrenia ini dapat berupa menarik diri, regresif, atau aneh (Shader, 1994).

Dalam pengertian lain maka disebutkan bahwa Skizofrenia merupakan penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2007). Menurut Rusdi Maslim, (1997) Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya.

Jenis-Jenis Layanan Kesehatan Jiwa (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

  1. Layanan Kesehatan Ilmiah

Kedokteran ilmiah mulai timbul waktu mulai dipakainya methoda ilmiah dalam memahami , mengobati dan mencegah penyakit, serta  mulai tersusunnya taxonomi penyakit dengan model biomedis sebagai dasarnya. Ilmu berikhtiar menemukan yang mungkin  dan mengkonfrontasinya dengan yang nyata. Ilmu bereksperimen dengan alam, mengurangi  masalah dan mencoba menjawabnya satu persatu, lalu menyusun jawaban yang umum (F. Jacob, 1977)

Kedokteran ilmiah mencoba  menerangkan penyakit dengan model biomedis. Analysis dilakukan untuk menemukan penyimpangan-penyimpangan dari norma biologis dan tindakan-tindakan korektif yang harus diambil untuk mengembalikan keadaan semula. Makin lama makin mendetail soa-soal yang diselidiki hingga sampai  kepada system  hayat yang terendah , sel. Bahkan  diteruskan lagi sampai ke tingkat molekul. Dengan melakukan  synthesis  kemudian dicoba memahami keseluruhan. Keadaan ini, yang telah berlaku  lebih setengah abad,   banyak menimbulkan   persoalan, kekurangan  dan perdebatan , oleh karena yang diperhatikan hanya setengah manusia, yaitu dari individu kebawah sebagai satu system yang terdiri  atas komponen-komponen. Tetapi aspek supraindividual terlupakan, yaitu individu  sebagai system dalam suprasystem  diatasnya. Akibatnya kedokteran ilmiah sering dianggap kurang holistik.

Kedokteran ilmiah sebagai sistem tertutup sukar menerima hal-hal yang tidak berasal dari ilmu pengetahuan, meskipun ada yang diterimanya. Obat-obat yang diambil kedokteran dari pedukunan, umumnya sesudah diuji secara ilmiah. Memang banyak dokter yang membaca doa dalam prakteknya, tetapi kedokteran ilmiah pada dasarnya tidak mudah menyesuaikan diri dengan cara-cara yang tidak ilmiah. Diagnosis dianggap lebih penting untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut.

Kedokteran ilmiah merupakan profesi, yang mempunyai ciri-ciri khas yaitu : autoregulasi, ia mengatur dirinya  sendiri  dengan autonomi kerja yang luas, misalnya dalam  soal mutu karya, isi dan methoda kerja ; mengatur  pendidikan formal dan sertifikasi, jadi jenjang  dan standar pendidikan dikelola sendiri; mempunyai kode etik dan lambang karya, seperti Imhotep, Hippokrates, Deklarasi Helsinki, Aesculapius, caduceus ; mengatur imbalan untuk  jasa, tapi berorientasi pada jasa bukan pada laba. Dari ciri-ciri profesi tersebut diatas para ahli menganggap autoregulasi yang terpenting, oleh karena itu dapat kita bayangkan reaksi profesi terhadap usaha dari luar untuk mengatur syarat-syarat pendidikan, pasaran (hubungan antara penawaran dan kebutuhan) dan imbalan.

Daya mengatur diri dan autonomi profesional  tadi diperoleh kedokteran dari kewiraswastaannya, yaitu kebebasan seseorang yang mempekerjakan diri sendiri, dan charismanya. Charismanya diperoleh dari sifat tugasnya, yang seolah-olah menentukan  hidup mati seseorang , bertindak sebagai pengobat, pengajar, penasehat dan pelindung dalam keresahan manusia, serta kesediaannya melibatkan diri dalam kesulitan  pribadi seseorang, kesulitan yang umum dirasa oleh setiap manusia  dalam hidupnya.

  1. Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan harus memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah sakit harus berupaya memuaskan pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan berbagai tingkat kebutuhannya. Sebuah rumah sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk perawatan, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis atau non medis, dan tindakan diagnosis lainnya yang dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas kemampuan teknologi dan sarana yang disediakan di rumah sakit (Wijono, 1999).

Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, akurat, dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat berfungsi sebagai rujukan rumah sakit sesuai dengan tingkat rumah sakitnya. Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik.

Sedangkan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari jenis pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah:

  • Tersedia dan berkesinambungan

Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan.

  • Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

 

  • Mudah dicapai

Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai oleh masyarakat (dari sudut lokasi).

  • Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini termasuk dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

  • Bermutu

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Dalam upaya pelayanan di rumah sakit, maka pasien yang memperoleh jasa pelayanan memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh pemikiran dalam diri pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang efektif dan memiliki mutu.

 

  1. Puskesmas

Pelayanan kesehatan pada umumnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu pelayanan kesehatan personal (personal healthcare service) atau juga disebut sebagai pelayanan kedokteran (medical care services), serta pelayanan kesehatan lingkungan (envirounmental health care services) atau pelayanan kesehatan masyarakat (public healthcare services) (Azwar, 1996).

Puskesmas merupakan jenis pelayanan kesehatan masyarakat. Kegiatan pokok Puskesmas berdasarkan Buku Pedoman Kerja Puskesmas yang terbaru ada 18 usaha pokok kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas. Di dalam pelaksanaannya tergantung pada faktor tenaga, sarana dan prasarana serta biaya yang tersedia berikut kemampuan manajemen dari tiap-tiap Puskesmas (Effendy, 1995). Selain kurangnya dukungan logistik dan biaya operasional, mutu pelayanan Puskesmas juga banyak tergantung dari kinerja petugas kesehatan.

  1. Dukun dan Pengobatan Alternatif

Pedukunan memang  merupakan sistem perobatan yang informal  dalam masyarakat tradisional. Cara menjelaskan tentang penyakit mudah dipahami oleh penderita karena istilah-istilahnya sudah lama dikenal, demikian pula cara penyembuhannya.  Ego dan pribadi penderita sangat diperhatikan dalam pedukunan sedangkan penyebab atau etioligi penyakit selalu ditimpakan pada kekuatan supernatural. Pedukunan sangat terbuka karena sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan. Orang kota banyak kedukun karena tidak puas dengan pelayanan kedokteran yang terlalu formal, lurus, ketat, memerlukan tulisan dan catatan, jam dan alat-alat canggih sebagai pengukur.

Tiap-tiap kebudayaan mempunyai institusi yang berhubungan dengan penyakit dan pengobatan . Pada bagian awal sejarah manusia institusi  ini  disebut kedukunan . Kedukunan  berdasarkan mistik, supernaturalisma, dan kepercayaan . Seperti  ilmu, mistik juga suatu system penjelasan  (explanatory  system) , yang mencoba menerangkan peristiwa-peristiwa alam secara  koheren dan terpadu . Mistik atau magic bahkan sangat koheren  : argumen yang sama dipakai untuk menjelaskan  berbagai  hal (F. Jacob, 1977). Dalam kedukunan kita lihat diagnosis ditentukan dengan satu cara dan etiologi akhirnya hanya satu saja, yaitu tenaga gaib tertentu.

Kedukunan pada umumnya terdapat sekarang dalam masyarakat tradisional. Kedukunan umumnya memakai system tatap (personal encounter system), seorang pasien berhadapan dengan seorang dukun dan mempunyai derajat kewiraswastaan (entrepreneurship) yang tinggi. Hanya pada waktu-waktu tertentu  ada dukun-dukun yang mempraktekkan  kedukunan masyarakat atau kedukunan komunitas, misalnya untuk mengusir wabah, memelihara kesejahteraan  desa, menolak bala atau ritual-ritual lain. Kegiatan  demikian biasanya dilakukan atas permintaan masyarakat atau pemimpinnya, kecuali kalau pemimpin itu adalah dukun juga . Wabah dan penyakit sering  dipakai sebagai alat kontrol sosial oleh kedukunan, misalnya wabah cholera diturunkan dewa karena masyarakat kurang disiplin, seorang pemuka menderita parah karena kurang jujur.  Kedukunan preventif juga dapat dijumpai dalam masyarakat, misalnya dengan  mempergunakan azimat, dan takhayul. Placebo dipakai dengan extensif oleh kedukunan. Obat yang sukar dicari atau yang sangat mahal dipakai untuk menimbulkan keadaan psikofisiologis tertentu untuk membantu daya tahan pasien.

Hingga kini praktek dukun hidup subur dan bahkan makin marak di mana-mana diseluruh pelosok tanah air, meskipun hampir 100 % penduduk telah mengenyam pendidikan walaupun hanya pendidikan  dasar, juga radio dan TV telah masuk desa. Hal ini harus dapat dimengerti karena masyarakat masih merupakan masyarakat tradisonal yang sebagian masih selalu mendambakan kegaiban dan keajaiban, meskipun dalam kenyataannya mereka hidup dalam masyarakat industri moderen. Faktor lain yang menyebabkan banyak orang mencari pertolongan dukun adalah masih banyaknya penyakit khronis dengan prognosis yang buruk dan dokter yang merawatnya tidak memberikan informasi yang memuaskan pasien. Hal lain adalah banyaknya penyakit yang membatasi diri, sehingga tidak diberi obatpun akan baik sendiri.  Banyak pula penyakit yang dikatakan tak dapat sembuh, mempunyai siklus sembuh dan kambuh ( remisi dan eksaserbasi), sehingga dukun yang berpengalaman dapat memanfaatkannya untuk kepentingannya sendiri. Bahkan dengan pengalamannya itu banyak dukun yang membuat pernyataan atau claim bahwa mereka dapat menyembuhkan berbagai penyakit baik mental, fisik maupun spiritual (Trichel, 2003)

Dalam prakteknya di masyrakat terdapat berbagai macam dukun. Dalam tulisan Prawirohardjo (1978) dikemukakan macam-macam dukun sebagai berikut:

  1. Dukun yang berorientasi agama (religius): dukun kiai atau dukun santri
  2. Dukun mistik atau magis yang berorientasi pada kekuatan supernatural : dukun perewangan, dukun susuk, dukun tenung.
  3. Dukun yang berorientasi pada alam (natural): dukun jampi, dukun pijat, dukun bayi , shinshe, ahli tusuk jarum
  4. Dukun campuran (natural dan supernatural): terkun dan trikun.

 

Menurut Ngoma et al (2003) dukun digolongkan dalam 4 krlompok sebagai berikut:

  1. Diviners: these include traditional diagnosticians (wapiga ramli), diviners (ramli) and spiritualist (a mashetani, midzimu) these healers consult with spirits who may identify the type and cause of the illness. Diviners may treat accordingly or refer on to herbalists. They will differentiate between normal health problems (magonjiwa ya kawaida) such as cancer, diabetes or acquired immune deficiency syndrome (aids) and traditional health problems (magonjiwa ya kienyeji) that involve the control or removal of spirits.
  2. Herbalists: these use plants and roots as medicine typically applied through scarification,. Steam baths, and mineral, and animal extracts.
  3. Herbalists-ritualists: these use both ritual and herbal medicines to diagnose and treat , in addition healing the specific spirits deemed responsible for a patient’s problem.
  4. Faith healers: these use Koranic phrases (for example, kombe – a phrse from the Koran written on a pice of paper and given to a patient for treatment or protection from specific and non specific misfortunes), or recite texts from the Bible for healing purposes. These group sometimes uses herbal medicines as well.

 

Selain kelompok tersebut diatas ada pula dukun yang dalam upaya melakukan penyembuhan hanya menggunakan air saja ( Rinne, 2001).

Dari beberapa kelompok dukun tersebut maka pengetahuan yang dimiliki oleh setiap dukun sangat berbeda-beda tergantung dari tempat dan caranya mendapatkan pengetahuan serta caranya belajar menjadi dukun (Miranda et al., 2002).  Disamping itu beberapa dukun bekerja secara sembunyi-sembunyi dan hanya muncul bila memang sangat diperlukan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pelayanan Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Andersen R (1968) dalam Behavioral Model Of Families Use Of Health Services, perilaku orang sakit berobat ke pelayanan kesehatan secara bersama dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor kebutuhan (need factors). Faktor-faktor tersebut digambarkan sebagai berikut.

  1. faktor predisposisi adalah ciri-ciri yang telah ada pada individu dan keluarga sebelum menderita sakit, yaitu pengetahuan, sikap dan kepercayaan terhadap kesehatan. Faktor predisposisi meliputi pengetahuan dan sikap pasien yang merupakan kognitif domain yang mendasari terbentuknya perilaku baru. Hal lain dari faktor ini adalah tradisi, kepercayaan, sistem nilai, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi.
  2. faktor pemungkin adalah kondisi yang memungkinkan orang sakit memanfaatkan pelayanan kesehatan, yang mencakup status ekonomi keluarga, akses terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada, dan penanggung biaya berobat.
  3. faktor kebutuhan adalah kondisi individu yang mencakup keluhan sakit.

Berdasarkan teori tersebut dan data yang tersedia dibuat kerangka konsep faktor-faktor yang berhubungan dengan factor yang mempengaruhi keluarga pasien skizofrenia dalam pencarian jalur pelayanan kesehatan jiwa yaitu.:

  1. Usia

Usia mempengaruhi kemampuan dan kemauan seseorang dalam keterbukaan menerima pembaharuan. Umur sesorang yang lebih muda juga biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan menerima informasi (Soekartawi, 1998). Keengganan individu mengambil resiko dalam berusaha tani cenderung meningkat seiring bertambahnya umur.

  1. Jenis kelamin

Jenis kelamin berkaitan dengan karakteristik laki-laki dan perempuan dalam proses pengambilan keputusan.

  1. Pendidikan

Mardikanto (1982) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan yang telah dimiliki seseorang akan berpengaruh terhadap kapasitas belajar yang memerlukan tingkat pengetahuan tertentu untuk dapat memahaminya. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi kemampuan dalam memahami suatu informasi baru yang diterimanya. Pendidikan merupakan faktor paling penting yang dapat mempengaruhi proses mental seseorang dalam  menanggapi suatu pembaharuan. Tingkat pendidikan yang tinggi akan mempermudah seseorang dalam memahami suatu informasi, sehingga dapat merespons info itu secara tepat (Mosher, 1991).

  1. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan profesi yang dijalani seseorang sehari-hari untuk mendapatkan pendapatan bagi kehidupannya. Pekerjaan sangat erat hubungannya dengan status ekonomi seseorang.

  1. Agama

Sidi Gazalba (1992) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata relegere asal kata relgi  mengandung makna berhati-hati hati-hati. Sikap berhati-hati ini disebabkan dalam religi terdapat norma-norma dan aturan yang ketat.

Selain itu dalam al-Quran  terdapat kata din  yang menunjukkan pengertian agama. Kata din dengan akar katanya dal, ya dan nun diungkapkan dalam dua bentuk yaitu din dan dain. Al-Quran menyebut kata din ada me-nunjukkan arti agama dan ada menunjukkan hari kiamat, sedangkan kata dain diartikan dengan utang.

  1. Status ekonomi

Menurut Azwar dalam Istarti (2000), perilaku kesehatan dipengaruhi oleh latar belakang ekonomi, bagi yang berstatus ekonomi tinggi akan semakin mudah dalam memilih pelayanan kesehatan begitu juga sebaliknya.

  1. Tempat tinggal

Tempat tinggal dapat berpengaruh terhadap keputusan pemilihan jalur pelayanan kesehatan karena berkaitan dengan jarak tempat tinggal dengan lokasi pelayanan kesehatan. Pasien cenderung untuk memilih lokasi pelayanan kesehatan yang berjarak lebih dekat dengan rumahnya.

  1. Penanggung biaya

Penanggung biaya merupakan pihak yang menyediakan segala biaya dan kebutuhan pasien dalam berobat. Penanggung biaya kesehatan dapat dari orang terdekat, maupun pihak ketiga seperti asuransi atau perusahaan tempat bekerja.

  1. Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan yang kemudian diteruskan ke dalam sistem penerimaan rangsangan yaitu otak dan syaraf. Persepsi dimulai dengan penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Lebih lanjut, persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Sebagai sebuah aktivitas yang terintegrasi, maka seluruh pribadi, seluruh apa yang ada dalam diri individu ikut aktif berperan dalam persepsi itu (Walgito, 2002).

  1. Keyakinan

Allport menyatakan bahwa keyakinan adalah suatu nilai yang melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan pilihannya (dalam Rokeach, 1973). Robinson dkk. (1991) mengemukakan bahwa keyakinan, dalam konsep Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam suatu skema konseptual, tapi juga predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan perasaan terhadap obyek dari keyakinan tersebut.

Pelayanan Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Kegiatan pelayanan dalam suatu organisasi mempunyai peranan yang sangat strategis, terutama pada organisasi yang aktivitas pokoknya adalah pemberian jasa. Sebelum membahas pengertian pelayanan kesehatan, ada baiknya jika dikemukakan pengertian efektivitas. Secara umum telah dikemukakan bahwa konsep efektivitas itu sendiri paling baik jika dari sudut sejauh mana organisasi berhasil mendapatkan sumber daya dalam usahanya mengejar tujuan strategi dan operasional (Steers, 1985: 205).

Sama halnya yang dikemukakan oleh Georgopoulos dan Tannenbaum (dalam Steers, 1985:50) yang meninjau efektivitas dari sudut pencapaian tujuan, berpendapat bahwa rumusan keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dan mengejar sasarannya. Dengan lain perkataan, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan masalah sarana maupun tujuan-tujuan organisasi.

S.B. Hari Lubis dan Martani Husaini (1987:54) bahwa pengertian yang memadai mengenai tujuan ataupun sasaran organisasi merupakan langkah pertama dalam membahas mengenai efektivitas tersebut seringkali berhubungan sangat erat dengan tujuan maupun sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi. Menurut Amitai Etzioni yang dikutip Lubis dan Husaini (1987:55), pengertian efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasarannya. Sedangkan Soewarno Handayaningrat (1983:16) memberikan defenisi efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Dengan demikian efektivitas merupakan konsep yang sangat penting dalam teori organisasi, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran atau tujuannya. Oleh karena itu, pengukuran efektivitas organisasi memerlukan ketepatan tergantung pendekatan yang digunakan

Dari beberapa pengertian efektivitas yang telah dikemukakan,  defenisi lain dalam tulisan ini adalah kesehatan. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang produktif secara sosial-ekonomi. Jadi pengertian kesehatan cakupannya sangat luas, mencakup sehat fisik maupun non fisik (jiwa, sosial, ekonomi)

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (Azwar, 1998). Pelayanan oleh Moenir (1995) dirumuskan setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan orang banyak.

Pengertian pelayanan kesehatan lainnya, dikemukakan oleh Gani (1995) bahwa pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berupa tindakan penyembuhan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan fungsi organ tubuh seperti sedia kala.

Berdasarkan rumusan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan tergantung dari beberapa faktor yakni:

  1. Pengorganisasian pelayanan; pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama sebagai anggota dalam suatu organisasi.
  2. Tujuan atau ruang lingkup kegiatan; pencegahan penyakit, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, penyembuhan/ pengobatan dan pemulihan kesehatan.
  3. Sasaran pelayanan; perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah sakit berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (Suparto, 1994)

 

Dampak Merokok (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Efek positif merokok yaitu menimbulkan perasaan bahagia karena kandungan nikotin pada tembakau menstimulasi adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang terdapat pada area spesifik di otak (Hahn & Payne, 2003). Rose (Marks, Murray, et al, 2004) mengatakan bahwa nikotin yang dikonsumsi dalam jumlah kecil memiliki efek psikofisiologis, antara lain: menenangkan, mengurangi berat badan, mengurangi perasaan mudah tersinggung, meningkatkan kesiagaan dan memperbaiki fungsi kognitif. Istilah nicotine paradox digunakan oleh Nesbih (Marks, Murray, et al, 2004) untuk menjelaskan adanya pertentangan antara efek fisiologis nikotin sebagai stimulan dan menenangkan yaitu kondisi menenangkan diperoleh saat perokok kembali merokok setelah mengalami gejala withdrawal akibat pengurangan atau penghentian nikotin. Meskipun demikian, efek positif merokok sangat kecil dibandingkan dengan efek negatifnya terhadap kesehatan (Ogden, 2010).

  1. Dampak perokok aktif

Hahn & Payne (2003) mengatakan bahwa perokok aktif biasanya lebih mudah sakit, menjalani proses pemulihan kesehatan yang lebih lama dan usia hidup yang lebih singkat. Merokok tidak menyebabkan kematian tetapi mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian, antara lain : penyakit kardiovaskuler, kanker, saluran pernapasan, gangguan kehamilan, penurunan kesuburan, gangguan pencernaan, peningkatan tekanan darah, peningkatan prevalensi gondok dan gangguan penglihatan (Sitepoe, 2000). Secara signifikan, perokok memiliki kecenderung lebih besar mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan meningkatkan resiko disfungsi ereksi sebesar 50% (Taylor, 2009).

  1. Dampak perokok pasif

Merokok tidak hanya berbahaya bagi perokok tetapi juga bagi orang-orang di sekitar perokok (perokok pasif) dan lingkungan (Floyd, Mimms & Yelding, 2003).

 

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Merokok (skripsi, tesis, dan disertasi)

Menurut Sarafino (1994) faktor-fakor yang mempengaruhi perilaku kesehatan ada tiga yaitu :

  1. Faktor Sosial

Faktor terbesar dari kebiasaan merokok adalah faktor sosial atau lingkungan. Telah diketahui bahwa karakter seseorang banyak dibentuk oleh lingkungan sekitar baik keluarga, tetangga, maupun teman pergaulan.

  1. Faktor Psikologis

Beberapa alasan psikologis yang menyebabkan seseorang merokok, yaitu demi relaksasi atau ketenangan serta mengurangi kecemasan atau ketegangan.

  1. Faktor Genetik

Faktor genetik dapat menjadikan seseorang tergantung pada rokok. Faktor genetik atau biologis ini dipengaruhi juga ileh faktor-faktor lain seperti faktor sosial dan psikologis.

Perilaku merupukan respon dari berbagai macam faktor baik aspek internal dan eksternal. Perilaku tidak berdiri sendiri akan tetapi berkiatan dengan faktor-faktor lain. Green dan Keuter (dalam Baequni, 2004) menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

  1. Faktor predisposing

Adalah faktor yang ada dalam individu yang termasuk diantaranya adalah sikap, nilai dan kepercayaan

  1. Faktor reinforcing

Adalah faktor yang muncul dari konsekuensi positif dari perilaku seperti penerimaan kelompo atau konsekuensi negatif seperti sanksi sosial

  1. Faktor enabling

Faktor ini adalah kondisi lingkungan yang secara umum memungkinkan suatu perilaku dilakukan atau mengjlangi perilaku tersebut.

Intensi perilaku menurut Ajzen (2008) dapat dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu:

  1. Sikap terhadap perilaku

Sikap terhadap perilaku yang akan dilakukan dipengaruhi oleh keyakinan individu bahwa melakukan perilaku tertentu akan membawa pada konsekuensi-konsekuensi tertentu (behavioral beliefs) dan penilaian individu terhadap konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi pada individu (outcome evaluations).

  1. Norma subjektif terhadap perilaku

Norma subjektif merupakan persepsi individu terhadap norma sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu. Norma subjektif ditentukan oleh keyakinan normatif (normative beliefs) mengenai harapan-harapan kelompok acuan atau orang tertentu yang dianggap penting terhadap individu dan motivasi individu untuk memenuhi atau menuruti harapan tersebut (motivations to comply).

  1. Persepsi terhadap kontrol perilaku

Selain kedua faktor di atas, Ajzen memperluas teori mengenai intensi tindakan yang beralasan (reasoned action theory) dengan menambahkan faktor yang ketiga, yaitu persepsi terhadap kontrol perilaku, dalam teori tingkah laku terencana (theory of planned behavior). Persepsi terhadap kontrol perilaku merupakan penilaian terhadap kemampuan atau ketidakmampuan untuk menampilkan perilaku, atau penilaian seseorang mengenai seberapa mudah atau seberapa sulit untuk menampilkan perilaku.

Penelitian mengenai intensi merokok pernah dilakukan oleh Wulandari (2007) hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pengaruh lingkungan, sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi terhadap kontrol perilaku, dan afeksi negatif memberikan hubungan yang signifikan terhadap niat untuk merokok. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Stockdale, dkk (2005). Mereka menyimpulkan bahwa sikap yang positif terhadap perilaku merokok, lingkungan yang permisif, adanya teman yang merokok akan meningkatkan kemungkinan untuk memulai atau menambah jumlah rokok yang dikonsumsi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan aspek-aspek intensi menurut Ajzen (1988), yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif terhadap perilaku, dan persepsi terhadap kontrol perilaku

Aspek-aspek Perilaku Merokok (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Aspek-aspek perilaku merokok yaitu :

  1. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari

Erickson (Komasari dan Helmi, 2010) mengatakan bahwa merokok berkaitan dengan masa mencari jati diri pada diri remaja. Silvans & Tomkins (Mu’tadin, 2002) fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan negatif.

  1. Intensitas merokok

Smet (1994) mengklasifikasikan perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap, yaitu :

  • Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
  • Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
  • Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari
  1. Tempat merokok

Tipe perokok berdasarkan tempat ada dua (Mu’tadin, 2002) yaitu : .

  • Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik
  1. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area.
  2. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).
  • Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
  1. Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.
  2. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.
    1. Waktu merokok

Menurut Presty (Smet, 1994) remaja yang merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi orang tua, dll.

Tipe-tipe Perilaku Merokok (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Leventhal dan Clearly (dalam Komalasari dan Helmi, 2010) mengungkapkan empat tahap dalam perilaku merokok, yaitu :

  1. Tahap Preparatory

Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan, sehingga menimbulkan niat untuk merokok.

  1. Tahap Initiation

Tahap perintisan merokok, yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.

  1. Tahap Becoming A Smoker

Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

  1. Tahap Maintaining Of Smoking

Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek yang menyenangkan.

Pengertian Perilaku Merokok (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Perilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan respons orang tersebut terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok dan dapat diamati secara langsung (Walgito, 2004). Menurut Oskamp (2004) bahwa perilaku merokok adalah kegiatan menghisap asap tembakau yang telah menjadi cerutu kemudian disulut api. Tembakau berasal dari tanaman nicotiana tabacum. Menurutnya ada dua tipe merokok, pertama adalah menghisap rokok secara langsung yang disebut perokok aktif, dan yang kedua mereka yang secara tidak langsung menghisap rokok, namun turut menghisap asap rokok disebut perokok pasif.

Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun muncul karena adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis, seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal (faktor lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh teman sebaya). Munculnya perilaku dari organisme ini dipengaruhi oleh faktor stimulus yang diterima, baik stimulus internal maupun stimulus eksternal. Sari dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok. Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2010)

Pengertian Merokok (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Muhammad (2009) merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Merokok merupakan suatu aktivitas yang sudah tidak lagi terlihat dan terdengar asing lagi bagi kita.

Menurut Armstrong (2007) merokok yaitu menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh lalu menghembuskannya keluar. Sedangkan Levy (2004) mengatakan bahwa merokok adalah kegiatan membakar gulungan tembakau lalu menghisapnya sehingga menimbulkan asap yang dapat terhirup oleh orang-orang disekitarnya.

Berdasarkan definisi merokok yang telah dikemukakan di atas, disimpulkan bahwa merokok merupakan suatu aktifitas membakar gulungan tembakau yang berbentuk rokok ataupun pipa lalu menghisap asapnya kemudian menelan atau menghembuskannya keluar melalui mulut atau hidung sehingga dapat juga terhisap oleh orang-orang disekitarnya

PROGRAM KELUARGA BERENCANA PEMERINTAH UNTUK RAKYAT MISKIN (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berencana memberikan pelayanan program Keluarga Berencana (KB) gratis bagi  penduduk miskin yang tinggal di kawasan kumuh perkotaan pada 2009 mendatang secara nasional. Program ini akan diprioritaskan pada 15 kota besar di Jawa dan luar Jawa. Jumlah sasaran yang akan digarap sekitar tiga hingga empat juta pasangan usia subur (Antara, 2008).

Untuk itu, BKKBN mengalokasikan anggaran Rp. 500 miliar untuk program pelayanan KB gratis bagi masyarakat miskin perkotaan pada 2009. dana itu antara lain akan digunakan untuk merekrut petugas lapangan KB (PLKB) dan menambah jumlah unit mobil pelayanan KB keliling yang pada tahun 2008 ini sebanyak 33 unit menjadi 200 unit.

Lebih lanjut program itu nantinya akan direalisasikan dengan menyediakan fasilitas layanan KB keliling bagi masyarakat miskin yang tinggal di kawasan kumuh perkotaan. Mobil-mobil pelayanan KB keliling setiap tiga bulan sekali akan didatangkan ke sentra-sentra masyarakat miskin kota untuk memberikan pelayanan KB dan konsultasi kesehatan reproduksi secara gratis. Program ini difokuskan ke masyarakat miskin karena selama ini mereka adalah kelompok yang memberikan sumbangan paling besar terhadap peningkatan jumlah penduduk (Antara, 2008).

Masih banyak pengambil kebijakan di pemerintah menganggap KB sukses-sukses saja seperti dahulu sebelum jaman reformasi. Padahal ada sesuatu yang gawat. Saat ini terjadi penurunan pemahaman penerimaan program KB. Akses pelayanan KB bagi keluarga miskin yang jumlahnya besar sekali nyaris terbengkelai. Trend pencapaian KB aktif secara keseluruhan menurun. Kecenderungan pencapaian KB aktif di Daerah Istimewa Yogyakarta menurun dari tahun 2006 ke tahun 2007 dari 100,0% ke 99,02 % dari PPM (Sutaryo, 2008).

Dipastikan kalau program KB gagal akan terjadi ledakan penduduk. Setiap orang memerlukan pendidikan, kesehatan (termasuk pangan), dan energi. Sekarang pun di tahun 2007/2008 Indonesia sudah mengalami krisis energi (listrik, minyak tanah, bensin, solar) dan pangan (beras, kedelai, gula, minyak goreng, dll). Kualitas pendidikan di Indonesia, Asia Tenggara, termasuk papan bawah. Oleh karena itu hasilnya manusia Indonesia di daftar Human Development Index dalam 5 tahun terakhir berada disekitar rangking nomor 107-111 (Sutaryo, 2008)

INDIKATOR FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Syahrizal faktor sosial ekonomi yaitu ciri-ciri strategi yang dikembangkan oleh rumah tangga yang hidup dalam suatu wilayah dalam mengatasi kemiskinan sedangkan apabila diperinci maka faktor-faktor tersebut adalah:

  1. Jumlah penghasilan
  • Jumlah tanggungan keluarga
  1. Bagaimana pengelolaan hasil pendapatan

Sedangkan menurut Sakti (2004) faktor sosial ekonomi sangat berkaitan dengan kesehjateraan. Namun untuk menentukan faktor mana yang mempengaruhi kesejahteraan ini abstrak sekali sifatnya sehingga perlu dijabarkan dan didekati dengan ukuran-ukuran tertentu, perlu dibuktikan dengan indikator-indikator tertentu sehingga menjadi konkrit. Secara sederhana maka disebutkan faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat tersebut meliputi :

  1. Tekanan Penduduk
  2. Tingkat Pendapatan
  3. Ketergantungan penduduk terhadap sumber pendapatan (Sakti, 2004 ).

Menurut BPS, maka faktor sosial ekonomi dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu:

  1. Usia Angkatan Kerja/Bukan Angkatan Kerja
  • Angkatan Kerja (Labor Force)

Adalah penduduk dalam usia kerja yang selama seminggu yang lalu sedang bekerja atau punya pekerjaan sementara tidak bekerja dan mereka yang saat ini sedang mencari pekerjaan.

  • Bukan Angkatan Kerja (Not In The Labor Force)

Adalah penduduk dalam usia kerja yang selama seminggu yang lalu tidak bekerja atau tidak sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini terdiri dari mereka yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya (tidak mampu melakukan pekerjaan karena usia tua, cacat dll

  1. Pekerjaan
  • Pekerjaan Tetap

Penduduk (15 tahun keatas) yang dimasukkan dalam kategori bekerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan bekerja paling sedikit 1 (satu) jam dalam seminggu yang lalu.

  • Punya Pekerjaan, Tetapi Sementara Tidak Bekerja

Yang dimaksud kedalam kategori ini adalah penduduk (15 tahun keatas) yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena berbagai sebab seperti sedang sakit, cuti, menunggu panenan, dan sebagainya, atau bekerja tetapi kurang dari 1 (satu) jam.

  • Mencari Pekerjaan/Menganggur (Unemployed)

Yang dimasukkan kedalam kategori mencari pekerjaan adalah penduduk 15 tahun keatas yang sedang berusaha mendapatkan/mencari pekerjaan. Termasuk di dalamnya: mereka yang belum pernah bekerja, dan mereka yang sudah pernah bekerja kemudian karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan. Kegiatan usaha mencari pekerjaan tersebut tidak terbatas dalam jangka waktu seminggu yang lalu saja tetapi bisa dilakukan beberapa waktu yang lalu.

  • Mengurus Rumah Tangga

Yang dimasukkan kedalam kategori mengurus rumah tangga adalah penduduk 15 tahun keatas yang selama seminggu yang lalu mengurus rumah tangga atau membantu mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan upah/gaji. Pembantu rumah tangga yang mendapatkan upah/gaji walaupun pekerjaannya mengurus rumah tangga dianggap bekerja.

  • Sekolah

Yang dimasukkan kedalam kategori sekolah adalah penduduk 15 tahun keatas yang melakukan kegiatan sekolah. Anak sekolah yang selama seminggu yang lalu sedang berlibur dan tidak melakukan kegiatan lainnya dimasukkan kedalam kategori sekolah. Tetapi jika dia bekerja atau mengurus rumah tangga selama seminggu yang lalu tersebut, dia harus dimasukkan dalam kategori kegiatan lainnya, yaitu bekerja atau

mengurus rumah tangga.

  • Lainnya

Yang dimasukkan kedalam kategori lainnya adalah penduduk 15 tahun keatas yang sudah tidak dapat melakukan kegiatan seperti kategori sebelumnya, seperti misalnya yang sudah lanjut usia, cacat mental, atau lainnya.

  1. Jenis Lapangan Pekerjaan

Adalah bidang kegiatan dari usaha/perusahaan/instansi dimana seseorang bekerja. Lapangan pekerjaan/usaha ini dibagi dalam 10 golongan yaitu: 1) Pertanian (termasuk Perburuan, Kehutanan, dan Perikanan); 2) Pertambangan dan Penggalian; 3) Industri Pengolahan; 4) Listrik, gas dan Air; 5) Bangunan/Kontruksi; 6) Perdagangan (termasuk Rumah Makan dan Hotel) 7) Angkutan dan Komunikasi; 8) Keuangan, Persewaan dan Asuransi; 9) Jasa; 10) Kegiatan yang tidak/belum jelas.

 

 

  1. Status/Kedudukan dalam Pekerjaan

Adalah status/kedudukan seseorang didalam pekerjaannya. Status/kedudukan dibagi dalam 7 golongan yaitu: 1) Berusaha sendiri; 2) Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar; 3) Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar; 4) Buruh/karyawan/pegawai; 5) Pekerjaan bebas di pertanian; 6) Pekerjaan bebas di non pertanian; 7) Pekerjaan tidak dibayar.

  • Berusaha Sendiri

Yang dimasukkan kedalam kategori Berusaha Sendiri adalah mereka yang melakukan usaha/pekerjaan atas resiko/tanggungan sendiri dan tidak memakai buruh yang dibayar.

  • Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar

Yang dimasukkan kedalam kategori berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar adalah mereka yang dalam usahanya dibantu oleh satu atau lebih buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar (misalnya anggota rumah tangganya sendiri).

  • Berusaha Dibantu Buruh Tetap/Buruh Dibayar

Yang dimasukkan kedalam kategori berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar adalah merka yang dalam usahanya dibantu oleh satu atau lebih buruh tetap/buruh yang dibayar.

  • Buruh/Karyawan/Pegawai

Yang dimasukkan kedalam kategori buruh/karyawan/pegawai adalah mereka yang bekerja dengan menerima upah atau gaji baik berupa uang maupun barang. Misalnya PNS, Anggota TNI/Polri, Karyawan Perusahaan, atau buruh dengan 1 (satu) majikan.

  • Pekerja Bebas di Pertanian

Yang dimasukkan kedalam kategori pekerja bebas di pertanian adalah mereka yang bekerja dengan memiliki 2 atau lebih majikan di sektor pertanian dan menerima upah atau gaji baik berupa uang maupun barang.

  • Pekerja Bebas di Non-Pertanian

Yang dimasukkan kedalam kategori pekerja bebas di non-pertanian adalah mereka yang bekerja dengan memiliki 2 atau lebih majikan di sektor selain pertanian dan menerima upah atau gaji baik berupa uang mapun barang.

  1. Pendapatan Rumah Tangga dan Pendapatan yang Siap Dibelanjakan

Pendapatan yang diterima adalah dalam bentuk uang, dimana uang adalah merupakan alat pembayaran atau alat pertukaran ( Samuelson dan Nordhaus, 1997 : 36 ) Namun dalam pengertian ini maka pendapatan perorangan dan pendapatan rumah tangga dibedakan. Dimana pendapatan perorangan tidak seluruhnya diterima oleh rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh karena pendapatan tersebut sebagian tidak dibayar kepada rumah tangga, akan tetapi pajak pendapatan perusahaan diterima oleh pemerintah, keuntungan yang tidak akan dibagikan ditahan perusahaan dan jaminan sosial dibayarkan kepada instansi yang berwenang. Tetapi sebaliknya rumah tangga masih menerima tambahan yang merupakan transfer baik dari pemerintah maupun perusahaan dan bunga netto atas hutang pemerintah. Bila pendapatan perorangan ini dikurangi dengan pajak yang langsung dibebankan kepada rumah tangga, maka hasilnya merupakan pendapatan yang siap dibelanjakan (Dispossible Income).

kriteria besar pendapatan rumah tangga dan pendapatan yang siap dibelanjakan didasarkan pada kriteria garis kemiskinan dari BPS yang mengacu kepada besarnya pengeluaran/konsumsi per kapita per bulan pada tahun 2003 sebesar Rp 105.888 per bulan (untuk pedesaan).

Berdasarkan uraian diatas maka penggunaan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi secara lebih lanjut sangat tergantung pada kondisi di wilayah tersebut, namun dalam penelitian ini maka penulis menggunakan indikator berdasarkan faktor-faktor sosial ekonomi dari BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia berupa:

  1. Usia Angkatan Kerja/Bukan Angkatan Kerja
  • Angkatan Kerja (Labor Force)
  • Bukan Angkatan Kerja (Not In The Labor Force)
  1. Pekerjaan
  • Pekerjaan Tetap
  • Punya Pekerjaan, Tetapi Sementara Tidak Bekerja
  • Mencari Pekerjaan/Menganggur (Unemployed)
  • Mengurus Rumah Tangga
  • Sekolah
  • Lainnya
  1. Jenis Lapangan Pekerjaan
  • Pertanian (termasuk Perburuan, Kehutanan, dan Perikanan)
  • Pertambangan dan Penggalian
  • Industri Pengolahan
  • Listrik, gas dan Air
  • Bangunan/Kontruksi
  • Perdagangan (termasuk Rumah Makan dan Hotel)
  • Angkutan dan Komunikasi
  • Keuangan, Persewaan dan Asuransi
  • Jasa;
  • Kegiatan yang tidak/belum jelas.
  1. Status/Kedudukan dalam Pekerjaan
  • Berusaha sendiri
  • Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar
  • Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar
  • Buruh/karyawan/pegawai
  • Pekerjaan bebas di pertanian
  • Pekerjaan bebas di non pertanian
  • Pekerjaan tidak dibayar.
  1. Pendapatan Rumah Tangga dan Pendapatan yang Siap Dibelanjakan

 

PENGERTIAN SOSIAL EKONOMI (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Sosial ekonomi berkaitan dengan kesehjateraan yang dimiliki oleh suatu wilayah tertentu dimana tingkat kesejahteraan umumnya dikaitkan dengan tingkat pendapatan (Gohong, 1993). Oleh karenanya faktor sosial ekonomi suatu wilayah sangat berbeda satu dengan yang lainnya karena kondisi lingkungan sosial ekonomi di suatu wilayah berkaitan erat dengan  kemampuan penduduk di wilayah tersebut dalam melaksanakan kegiatan  untuk mendapatkan pendapatan.

Sedangkan menurut ( Ismawan, 2003: 2) maka pengertian faktor sosial ekonomi merupakan upaya masyarakat dalam memenuhi kecukupan diri (self-sufficiency) di bidang ekonomi, tetapi juga meliputi faktor manusia secara pribadi, yang di dalamnya mengandung unsur penemuan diri (self-discovery) berdasarkan kepercayaan diri (selfconfidence).

INDIKATOR KEBERHASILAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Untuk menentukan indikator program Keluarga Berencana maka didasarkan pada tujuan dari pelaksanaan program Kelurga Berencana itu sendiri yaitu untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak, keluarga serta masyarakat pada umumnya. Keberhasilan pelaksanaan keluarga berencana diharapkan dapat menurunkan angka kelahiran, sehingga tingkat kecepatan perkembangan penduduk tidak melebihi kemampuan kenaikan produksi. Berdasarkan tujuan dari pelaksanaan program kelurga Berencana tersebut maka indikator yang digunakan sangat beraneka ragam. Namun untuk pelaksanaan penelitian ini maka penulis merujuk indikator keluarga kecil sebagai keberhasilan pelaksanaan program Keluarga Berencana yaitu dengan menggunakan indikator berupa jumlah anak dan jenis kelamin anak, usia pernikahan, jarak antar kelahiran, usia melahirkan, pengetahuan akseptor tentang KB, kemandirian masyarakat dalam melaksanakan program KB (Dayana, 1998).

  • jumlah anak

maksimal jumlah anak yang dimiliki setiap keluarga adalah 2 orang anak dengan tidak membedakan jenis kelamin anak

  • usia pernikahan

Usia pernikahan yang dianjurkan adalah di atas usia 20 tahun karena resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang menikah di usia 20 tahunan  dan pria 25 tahun

  • usia melahirkan

anak pertama minimal 20 tahun dan anak terakhir maksimal 30 tahun

  • jarak antar kelahiran

jarak kehamilan atau kelahiran anak yang ideal adalah 3 tahun

  • pengetahuan akseptor tentang KB

untuk mengetahui tingkat partisipasi pasangan usia subur (PUS), kegunaan dan manfaat pelaksanaan program KB serta pertimbangan kesehatan ibu dan anak.

  • kemandirian masyarakat dalam melaksanakan program KB yang termasuk didalamnya adalah pengelolaan pelayanan kontrasespsi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN KB (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan KB pada pasangan usia subur, yaitu (Endah, 2005):

  1. Pendidikan

Pendidikan selain memberikan fasilitas kepada seseorang untuk mempermudah mendapatkan lapangan pekerjaan juga dapat membentuk sikap dan pandangan. Orang yang berpendidikan biasanya akan punya wawasan lebih luas dalam menentukan sesuatu. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan non formal.

Pengaruh faktor pendidikan seseorang terhadap kesadaran berkeluarga berencana dapat dijelaskan melalui sikap atau pilihan orang tersebut dalam menilai tentang ukuran keluarga dan pemakaian alat kontrasepsi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tingi pula keinginan untuk mengikuti program KB.

  1. Status ekonomi keluarga

Menurut hasil penelitian di Jawa Tengah, telah terbukti bahwa wanita-wanita dengan tingkat sosial ekonomi rendah punya tingkat kesuburan yang rendah dibanding dengan wanita dengan golongan sosial ekonomi menengah. Keadaan ini disebabkan karena wanita golongan sosial  ekonomi rendah punya waktu pantang berkumpul lebih lama dibanding dengan yang memiliki golongan sosial ekonomi menengah.

Semakin tinggi status ekonomi keluarga, makin tinggi pula prosentase wanita yang menggunakan kontrasepsi modern.

Pendapatan keluarga berpengaruh terhadap partisipasi akseptor dan pemakaian kontrasepsi jangka panjang sehubungan dengan biaya yang dikeluarkan dalam pemakaian metode kontrasepsi dan pelayanan KB. Pendapatan keluarga yang tinggi maka mampu sediakan biaya yang cukup dalam pemakaian kontrasepsi dan pelayanannya, sedangkan pendapatan keluarga yang rendah menimbulkan kecenderungan untuk menggunakan metode kontrasepsi yang lebih murah (Yuarsi, 1997)

  1. Pekerjaan ibu

Umumnya pengetahuan tentang KB pada wanita yang punya pekerjaan diperoleh dari lingkungan kerjanya.

Penelitian Resusrin (1981) di Ambon, mendapatkan hasil bahwa wanita yang mempunyai pekerjaan terutama sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta lebih banyak tahu tentang KB dengan jenis kontrasepsinya serta telah menjadi akseptor dibanding dengan pedagang.

Biasanya wanita yang punya pekerjaan selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial, misalnya Dharma Wanita, arisan, olah raga, dan aktivitas diluar rumah yang merupakan lingkungannya. Kelompok wanita tersebut dapat informasi tentang KB dan kontrasepsi yang diharapkan akan bertambah banyak.

  1. Faktor suami / istri

Orang yang paling dekat dengan akseptor adalah suami atau istrinya yang berpengaruh besar dan sangat berperan dalam kehidupan rumah tangga serta seluruh anggota keluarga. Dalam kehidupan suami istri, terjadi komunikasi antar manusia atau antar individu sehingga dapat menyampaikan perasaan, pikiran, maksud, gagasan, dan pengetahuan secara timbal balik.

Berdasarkan keadaan ini diharapkan kawan hidup yang berpendidikan dan punya pengetahuan tentang KB dan kontrasepsi dapat memberikan  informasi kepada pasangannya.

Penghambat pemberian informasi adalah kurangnya intensitas komunikasi antar suami dan istri (Pengkula, 1987). Istri biasanya menempatkan dirinya dibawah suami dalam pengambilan keputusan keluarga (Sukirna, 1985). Menurut falsafah Jawa Kuno dikenal istilah “Swarga nurut, neroko katut” dengan suaminya, yang artinya seorang istri harus menurut tanpa membantah kepada apa yang dikatakan suaminya, jika tidak maka neraka imbalannya.

  1. Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat adalah orang-orang lain yang berpengaruh pada sikap seseorang dalam menghadapi obyek tertentu. Khusus mengenai program KB, seseorang dapat memperoleh pengertian dan pengetahuan dari tempat pelayanan KB, PLKB, tetangga dan teman, petugas non kesehatan, media massa, dll.

Banyak sedikitnya pengertian dan pengetahuan tentang KB yang didapat seseorang tergantung pada kesempatan, kemampuan dan pergaulan seseorang terhadap sarana pada lingkungan tersebut.

Peranan para petugas non kesehatan (ulama, kyai, pendeta, pastur, camat, kepala desa, ketua adat, dan sebagainya) punya peranan penting pada tingginya pengetahuan seseorang tentang KB dan kontrasepsi.

 

  1. Keinginan punya anak

Nilai yang mendorong orang tua untuk punya anak adalah berdasarkan keuntungan atau fungsi anak dalam keluarga (Prayitno, 1986 ; Ancok, 1987). Yaitu :

  1. Kebutuhan Emosional

Kebahagiaan akan mengurangi ketegangan dan kesepian. Ada yang beranggapan banyak anak sebagai bukti dia berhasil dan berprestasi dalam hidupnya.

  1. Sebagai penerus keturunan

Anak adalah pengikat suami istri, sebagai pelengkap keluarga dan penerus keturunan.

  1. Pengembangan diri

Orang tua akan mendapat pengalaman pada waktu mendidik dan mengasuh anak

  1. Identifikasi dengan anak

Anak adalah sebagian dari kehidupan orang tua, anak sebagai anugrah dan amanat Tuhan.

  1. Keuntungan ekonomi

Anak bisa menjadi sumber tenaga kerja, membantu keluarga terutama dihari tua.

  1. Sosial budaya

Masih adanya pandangan bersahaja yang kuat dari masyarakat yang selama ini bertentangan dengan tujuan penurunan angka kelahiran adalah adanya suatu anggapan “banyak anak banyak rezeki”. Anggapan sebagian masyarakat itu didukung oleh penafsiran akan terjadinya pengakumulasian tenaga dalam fungsionalnya bagi kelangsungan keluarga.

GERAKAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Gerakan Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat terhadap pendewasaan usia perkawinan, penurunan angka kelahiran, pembinaan angka ketahanan keluarga dan peningkatan kesejateraan keluarga. Untuk tercapainya tujuan tersebut diselenggarakan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), pelayanan keuarga berencana, pemantapan kelembagaan dan pengelolaan program.

Kegiatan KIE bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang mendukung terwujudnya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) melalui gerakan KB nasional. KIE meliputi kegiatan pengembangan dan penyampaian pesan melalui media massa yang dilaksanakan bekerjasama antara lain dengan organsasi kemasyarakat formal, lembaga swadaya masyarakat dan dunia usaha. Dalam meningkatkan kegiatan KIE, dimanfaatkan seoptimal mungkin perkembangan kemajuan teknologi komunikasi media massa, baik media massa tradisional yang terdapat di daerah seperti kesenian tradisional tetap dimanfaatkan dalam kegiatan KIE (Emiliana,1989).

Kegiatan pelayanan KB bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam ber-KB yang bermutu, aman, mudah dan terjangkau sehingga dapat memberikan kepuasan dan menjamin keberhasilan program KB di dalam masyarakat. Untuk itu ditingkatkan penyediaan dan distribusi obat dan alat kontrasepsi yang cukup, pelayanan pemasangan dan pelepasan alat kontrasepsi, pelayanan medik akibat dampak samping yang mungkin timbul karena pemakaian alat kontrasepsi dan berbagai kegiatan pembinaan keluarga sejahtera dengan memberikan bantuan kredit pada peserta KB untuk meningkatkan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS).

PERKEMBANGAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Program keluarga berencana di Indonesia secara luas telah diperkenalkan di  masyarakat mulai tahun 1970. Program tersebut sampai saat ini membawa keberhasilan secara nasional maupun internasional. Hasil pengembangan keluarga berencana ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah pasangan usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi. Keberhasilan tersebut ditandai oleh PBB dengan “Global Population Award” di New York pada tahun 1995. Keberhasilan ini ditunjukkan melalui hasil survey data keluarga Indonesia tahun 1994 dengan penurunan Total Fertility Rate (TFR) 5,6 menjadi 2,86. Pada tahun 1997 menjadi 2, 79 dan bahkan pada perkembangan terakhir pada survey data keluarga Indonesia pada tahun 2000 menjadi 2,03. Menurut data jumlah penduduk Indonesia, pada tahun 1971 terdapat 119,2 juta jiwa, tahun 1980 sebanyak 147, 5 juta jiwa, tahun 1990 sebanyak 179,4 juta jiwa, dan pada tahun 2000 penduduk Indonesia berjumlah 206,3 juta jiwa Dengan laju pertumbuhan pada tahun 1971-1980 sebesar 2,31 lalu pada tahun 1981-1990 sebesar 1,98 kemudian pada tahun 1991-2000 menurun menjadi 1,49 (BPS, 2002).

Program Keluarga Berencana yang dikembangkan di Indonesia mempunyai tujuan ganda, yaitu secara demografi untuk menurunkan angka kelahiran dan secara normatif membentuk keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Perkembangan tersebut ditandai dengan meningkatnya pemakaian kontrasepsi dari tahun ke tahun yang cenderung naik. Menurut Mc. Nail Singarimbun (Lerman dkk.,1989) secara nasional tahun 1970, prevalensi peserta KB sebesar 18 [persen, tahun 1980 meningkat menjadi 27,2 persen dan tahun 1985 sebesar 40, 5 persen. Hasil survey di 18 propinsi di Indonesia selama tahun 1989-1990 menunjukkan bahwa peserta KB telah mencapai 63,5 persen (Mittchell, 1990). Peningkatan prevalensi peserta KB menunjukkan bahwa program KB yang semula dianggap tabu oleh sementara kalangan masyarakat, akhirnya dapat diterima sampai ke pelosok desa bahkan di beberapa tempat telah menjadi bagian integral dari kehidupan mereka.

Setelah melalui keberhasilan yang dicapai dan perkembangan masyarakat yang didukung perkembangan teknologi, maka program Keluarga Berencana mengubah visi dan misinya. Visi baru Keluarga Berencana adalah “Keluarga Berkualitas 2015”, keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak ideal, berwawasan masa depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Untuk mewujudkan visi tersebut ada 6 prioritas utama yang akan dilaksanakan, yaitu :

  1. Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat untuk membangun keluarga berkualitas.
  2. Menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejateraan, kemandirian, ketahanan keluarga serta meningkatkan kualitas pelayanan.
  3. Meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
  4. Meningkatkan upaya promosi, perlindungan dan mewujudkan hak-hak reproduksi.
  5. Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana Nasional.
  6. Mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia yang potensial sejak pembuahan dalam kandungan hingga usia lanjut. (BKKBN, 2000).

MASALAH KELUARGA BERENCANA (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Masalah keluarga berencana bukan merupakan masalah baru, tapi dapat disoroti oleh pengetahuan-pengetahuan baru dan data-data baru mengenai umat manusia dan dapat mempengaruhi sikap kita terhadap masalah baru. Ilmu kedokteran kini telah dapat mengungkapkan fisiologi alat reproduksi dari segala segi, sehingga manusia dapat mempengaruhi jalannya reproduksi dengan teknik yang akseptabel. Disamping data-data demografi yang tersedia, lebih meyakinkan kita akan pentingnya Keluarga Berencana. Tujuannya untuk membuat manusia bahagia, sejatera, dan makmur spiritual tanpa membedakan golongan suku bangsa, agama, atau lapisan dari masyarakat mana manusia tadi (Sriudayani, 2003).

Manusia umumnya selalu merencanakan setiap apa yang ingin diperbuatnya, demikian pula dengan suatu keluarga karena besarnya suatu keluarga membutuhkan biaya pemeliharaan, pendidikan dan sebagainya yang harus ditanggung oleh kepala keluarga. Kesehatan keluarga akan jauh lebih baik bila pengendalian kesuburan berjalan dengan efisien, diharapkan agar semua orang tua atau calon orang tua meminta nasihat dokter atau bidan mengenai pengendalian kesuburan.

Didalam masyarakat modern, orang harus mengetahui bahwa kedatangan seorang bayi setiap tahun atau setiap dua tahun bukanlah hal yang tak dapat dihindari. Bila mereka ingin menjarangkan kehamilan atau membatasi jumlah anak, seharusnya mereka dapat memperoleh pertolongan yang diperlukan dengan baik. Kehamilan dengan anak yang tidak diinginkan, selalu merupakan beban berat bagi umat manusia dan sekarang setelah kebebasan dari kehamilan yang tidak diinginkan dapat dimungkinkan, kebanyakan memandang kebebasan ini sebagai hak asasi manusia.

Pemerintah yang menerima pendapat tersebut, ingin menerima KB untuk kepentingan rakyatnya sebagai perseorangan, akan tetapi terlepas dari satu hal tersebut pemerintah yang berpandangan jauh kedepan harus menaruh perhatian terhadap KB dalam hubungannya dengan besarnya jumlah penduduk negara dimasa yang akan datang.

Perkembangan penduduk yang terlalu cepat akan menghambat perkembangan ekonomi. Di negara-negara yang penduduknya berkembang cepat, 40-50 persen penduduknya akan berumur kurang dari 15 tahun, pemberian makan dan pendidikan kepada anak-anak yang belum produktif ini memerlukan biaya yang sangat besar sehingga dana yang dapat digunakan untuk mengembangkan industri-industri baru dan pertanian yang lebih maju tidaklah mencukupi menaikkan taraf penghidupan  (Haryati, 2005).

Dewasa ini dikebanyakan Negara, jumlah orang yang ingin membatasi kehamilan mereka melebihi yang ingin mempunyai keluarga besar. Hal ini berarti bahwa pada umumnya suatu usaha KB yang efisien akan cenderung untuk mengurangi pertambahan penduduk.

Dalam fertilitas, tinggi rendahnya tingkat kelahiran bayi dari seorang wanita dipengaruhi oleh struktur umum, banyaknya perkawinan, usia pada waktu perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi, sosial budaya, serta kemampuan ekonomi dari seorang wanita (Firman Lubis, 1982 :27). Sri Hartanti Hatmaji (1981 :61) menambahkan bahwa melahirkan lebih dari satu kali adalah hal yang biasa dari seorang istri. Oleh karena itu muncul unsur pilihan (choice) antara melahirkan lagi atau tidak. Pilihan ini tergantung pada beberapa hal, antara lain pendidikan yang dimiliki pasangan suami istri, jumlah anak yang telah mereka miliki, tingkat ekonomi pasangan dan sebagainya.

Adanya perbedaan dalam penerimaan program KB dan kelangsungan pemakaian alat kontrasepsi antara masyarakat satu dengan masyarakat lain, perbedaan ini dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi, pendidikan, budaya, dan perbedaan faktor pelayanan dan alat kontrasepsi serta fasilitas klinik yang tersedia.

PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menurut Undang-undang No.10 Tahun 1992, Keluarga Berencana merupakan upaya kebijakan pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan keluarga sejahtera. Kebijakan ini dilakukan dalam upaya meningkatkan keterpaduan dan peran serta masyarakat, pembinaan keluarga dan pengaturan kelahiran dengan memperhatikan nilai-nilai agama, keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya serta tata nilai yang hidup dalam masyarakat. Empat upaya pokok dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1992 yaitu pendewasaan usia perkawinan, pemberdayaan ekonomi keluarga, peningkatan ketahanan keluarga dan pengaturan kehamilan (UU No 10 Tahun 1992)

Menurut BKKBN (2004) Ada dua pengertian tentang keluarga Berencana, yaitu pengertian secara umum dan pengertian secara khusus :

  1. Pengertian Keluarga Berencana secara umum :

Dalam pengertian umum, dapat diuraikan bahwa Keluarga Berencana adalah suatu usaha yang mengatur banyaknya jumlah kelahiran sedemikian rupa sehingga bagi ibu maupun bayinya dan bagi ayahnya serta keluarga atau masyarakat yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kelahiran tersebut.

  1. Pengertian Keluarga Berencana secara khusus:

Dalam pengertian sempitnya, Keluarga Berencana dalam kehidupan sehari-hari berkisar pada pencegahan konsepsi atau mencegah terjadinya pembuahan, atau mencegah terjadinya pertemuan antara sel sperma dari laki-laki dan sel telur dari wanita sekitar persetubuhan.

Kelebihan dan Kekurangan Evaluasi Promosi Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

Kelebihan dan kekurangan dari evaluasi program kesehatan, yang dalam hal ini adalah promosi kesehatan (Muninjaya, 2004)  :

  1. Kelebihan :
  2. Dapat memperoleh ukuran dan kriteria dalam menentukan nilai atau harga suatu program kesehatan
  3. Dapat memperoleh suatu opini nilai yang didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan
  4. Dapat mengukur kesesuaian program terhadap tujuan yang ditetapkan
  5. Dapat mengukur pelaksanaan program dalam mencapai tujuan yang direncanakan
  6. Dapat mengukur ketercapaian pelaksanaan program terhadap tujuan yang ditetapkan
  7. Kekurangan:

Kekurangan dari proses evaluasi program kesehatan dapat berasal dari dua pihak, baik dari pelaksana program maupun evaluator program. Kekurangan yang sangat mungkin terjadi dalam pelaksanaan evaluasi program, yaitu :

  1. Keakuratan data

Ini merupakan kekurangan yang berasal dari pelaksana program, dimana pencatatan data selama pelaksanaan kurang berkesinambungan antara tahap pelaksanaan yang satu dengan tahap pelaksanaan yang berikutnya.

  1. Subjektifitas

Ini merupakan kekurangan yang berasal dari evaluator, dimana penilaian sangat dipengaruhi oleh perasaan seseorang. Penilaian “baik”, “cukup” maupun “buruk” sangat berbeda beda dari cara penilaian seseorang.

 

Langkah-Langkah Evaluasi Promosi Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

Evaluasi atau penilaian tentu memerlukan pedoman dalam pelaksanakannya.

Pada dasarnya, pedoman yang dimaksud terdiri dari langkah-langkah yang harus dilakukan pada waktu melaksanakan penilaian. Untuk ini ada beberapa pendapat yang dikenal yaitu (Azwar, 1996):

  1. Mac Mahon

Dalam penelitiannya, Mac Mahon membedakan langkah-langkah penilaian atas tiga tahap yaitu:

  1. Tahap menentukan macam dan ruang lingkup penilaian

Pada tahap ini, langkah pertama yang harus dilakukan pada penilaian ialah menentukan dahulu macam dan ruang lingkup penilaian yang akan dilaksanakan. Memilih macam dan ruang lingkup yang sesuai, setelah itu baru menyusun rencana penilaian.

  1. Tahap pemahaman program yang akan dinilai

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memahami dengan lengkap dan menyeluruh tentang program yang akan dinilai. Berhasil  atau tidaknya penilaian yang akan dilakukan sangat dipengaruhi sekali oleh pemahaman terhadap program yang akan dinilai.

  1. Tahap pelaksanaan penilaian dan menarik kesimpulan

Langkah terakhir yang dilakukan yaitu melaksanakan penilaian tersebut yang kemudian digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap hasil yang diperoleh. Untuk dapat menarik kesimpulan yang tepat dianjurkan untuk mempergunakan hasil dari program lain yang sesuai. Lakukanlah perbandingan antara keduanya dan tariklah kesimpulan .

 

  1. Audie Knutson

Langkah-langkah penilaian ada penilaian ada tiga macam yakni :

  1. Tahap pemahaman program yang akan dinilai

Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan memahami dengan lengkap dan menyeluruh tentang program yang akan dinilai.

  1. Tahap mengembangkan rencana penilaian dan melaksanakan penilaian.

Langkah berikutnya ialah mengembangkan rencana penilaian yang akan dipergunakan, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan penilaian sesuai dengan rencana yang telah disusun.

  1. Tahap menerik kesimpulan.

Langkah selanjutnya ialah menarik kesimpulan dari hasil yang didapatkan. Kesimpulan tersebut dapat dilakukan dengan membandingkan hasil terhadap data awal atau terhadap data dari program lain yang disesuai.

  1. The World Health Organization (WHO)

The World Health Organization membedakan langkah-langkah penilaian dalam sembilan tahap, yakni (Azwar, 1996):

  1. Tahap penentuan hal yang akan dinilai

Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan dahulu apa saja yang akan dinilai. Pekerjaan ini dapat dilakukan jika kita sudah mempelajari dengan baik program yang akan dinilai.

  1. Tahap melengkapkan keterangan yang dibutuhkan

Langkah selanjutnya yang akan dilakukan yaitu mengumpulkan berbagai keterangan yang berhubungan dengan program yang akan dinilai. Untuk ini perlu dipelajari secara cermat berbagai laporan yang ada dan yang berhubungan dengan kepentingan pelaksanaan program.

  1. Tahap memeriksa hubungan antara keterangan dengan tujuan penilaian

Langkah berikutnya, apabila berbagai keterangan telah berhasil diperoleh, lanjutkanlah dengan penyeleksian keterangan. Buanglah keterangan yang tidak ada hubungannya dengan tujuan penilaian.

  1. Tahap menilai kecukupan keterangan

Lanjutkan pekerjaan penilaian program dengan menilai kecukupan akan keterangan yang diperoleh. Apabila keterangan tersebut dianggap belum cukup, lakukan lagi pengumpulan keterangan. Jika dirasa telah cukup lanjutkan ketahap berikutnya.

  1. Tahap menetapkan kemajuan program

Pada tahap ini, nilailah kemajuan program dengan mempergunakan keterangan yang telah dikumpulkan. Kemajuan program dapat dinilai dari keberhasilannya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  1. Tahap menetapkan efektivitas program

Langkah selanjutnya adalah dengan menetapkan efektivitas program. Suatu program dianggap efektif jika dinilai dapat mengatasi masalah yang mendasari dilaksanakannya program tersebut.

  1. Tahap menetapkan efisiensi program

Lanjutkan dengan menilai efisiensi program yaitu kaitkan dengan besarnya dana yang dipergunakan untuk melaksanakan program tersebut.

  1. Tahap menetapkan dampak program

Setelah ditetapkan efektivitas dan efisiensi program, lanjutkan dengan menetapkan dampak apa yang ditimbulkan program.

  1. Tahap menarik kesimpulan dan menyusun saran

Langkah terakhir yang dilakukan ialah menarik kesimpulan serta menyusun saran-saran sesuai dengan hasil penilaian.

  1. Levey dan Loomba

Levey dan Loomba membedakan langkah-langkah penilaian atas 6 jenis, yaitu :

a.Tahap menetapkan tujuan penilaian

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan tujuan penilaian. Tujuan ini akan dapat ditetapkan apabila telah dipelajari dengan baik program yang akan dinilai.

b.Tahap melengkapkan tujuan dengan tolak ukur tertentu.

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan ialah melengkapkan tujuan penilaian dengan tolak ukur tertentu.

  1. Tahap mengembangkan model, rencana dan program penilaian

Setelah tolak ukur berhasil dilengkapkan dilanjutkan dengan mengembangkan model rencana dan program penilaian tersebut harus jelas sehingga bukan saja dapat dipakai sebagai pegangan tetapi juga dapat dipahami dan dipergunakan oleh pihak ketiga seandainya ingin melakukan penilaian yang sama.

  1. Tahap melaksanakan penilaian

Langkah selanjutnya, apabila model rencana dan penilaian telah berhasil disusun lanjutkanlah dengan melaksanakan penilaian itu sendiri. Catatlah hasil yang ingin dicapai.

  1. Tahap menjelaskan derajat keberhasilan yang dicapai

Lanjutkan pekerjaan penilaian tersebut dengan menjelaskan derajat keberhasilan dan kegagalan yang dicapai dari program. Penjelasan yang dimaksud ialah dalam bentuk kesimpulan tentang hasil program yang dinilai.

  1. Tahap menyusun saran-saran

Langkah terakhir yang harus dilaksanakan ialah menyusun saran-saran sesuai dengan hasil penilaian yang diperoleh.

Menyimpulkan dari keempat pendapat diatas, maka langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan evaluasi program kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut: (blm)

  1. Memahami program yang akan dinilai

Agar dapat memahami program dengan baik, maka harus memperhatikan

unsur-unsur berikut ini :

  1. Latar belakang dilaksanakannya program
  2. Masalah yang mendasari terciptanya program
  3. Tujuan yang diharapkan/ingin dicapai oleh program
  4. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan program
  5. Organisasi dan tenaga pelaksana program
  6. Sumber daya yang dipergunakan untuk melaksanakan program
  7. Waktu dan pentahapan program
  8. Tolak ukur, kriteria keberhasilan dan rencana penilaian program
  9. Menentukan macam dan ruang lingkup penilaian yang akan dilakukan
  10. Menyusun rencana penilaian

Sejatinya, rencana penilaian harus memenuhi seluruh syarat rencana yang

baik yaitu rencana yang mengandung keterangan tentang :

  1. Tujuan penilaian
  2. Macam data
  3. Sumber data
  4. Cara mendapatkan data

Ada empat cara untuk bisa mendapatkan data, yaitu dengan cara wawancara, pemeriksaan, pengamatan dan peran serta.

  1. Cara menarik kesimpulan

Secara umum kesimpulan dapat dilakukan dengan lima cara, yaitu:

  1. Membandingkan hasil dengan data awal (data sebelum dilaksanakannya program)
  2. Membandingkan hasil dengan tujuan program
  • Membandingkan hasil dengan hasil program lain
  1. Membandingkan hasil dengan suatu tolak ukur

Indikator dapat dipergunakan apabila yang ingin diukur adalah suatu perubahan, serta mudah dimengerti karena indikator mengandung tolak ukur berupa variabel. Misalnya angka kematian, angka komplikasi, angka kesembuhan dan lain sebagainya. Jika meggunakan kriteria, maka yang hal diukur adalah hasil dari suatu tindakan, karena kriteria mengandung tolak ukur berupa standar. Misalnya standar pelayanan medis, yang baik atau tidaknya ditentukan oleh beberapa kriteria. Antara lain berupa pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, tindakan dan lain sebagainya

  1. Membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil dari kontrol
  2. Melaksanakan penilaian

 

Jenis Evaluasi Promosi Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

  1. Berdasarkan Desain

Dalam pengelompokkan berdasakan bentuk desainnya, Stephen Isaac dan William B. Michael (1981) dalam mengemukakan bahwa terdapat 9 bentuk desain evaluasi, yaitu:

  1. Historikal

Dilakukan dengan merekonstruksi kejadian di masa lalu secara objektif dan tepat bila dikaitkan dengan hipotesis atau asumsi evaluator.

  1. Deskriptif

Dilakukan dengan cara memberi penjelasan secara sistematis suatu situasi atau hal yang menjadi perhatian secara faktual dan tepat.

  1. Studi perkembangan (developmental study)

Dilakukan dengan cara menyelidiki pola dan juga urutan perkembangan atau perubahan menurut waktu.

  1. Studi kasus atau lapangan (case atau field study)

Dilakukan dengan cara meneliti secara intensif latar belakang status sekarang, dan interaksi lingkungan dari suatu unit sosial, baik perorangan, kelompok, lembaga, atau masyarakat.

  1. Studi korelasional (corelational study)

Dilakukan dengan cara meneliti sejauh mana variasi dari satu faktor berkaitan dengan variasi dari satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien tertentu.

  1. Studi sebab akibat (causal comparative study)

Dilakukan dengan menyelidiki kemungkinan adanya hubungan sebab akibat dengan mengamati berbagai konsekuensi yang ada dan menggalinya kembali melalui data untuk menjelaskan faktor penyebabnya.

  1. Eksperimen murni (true esperimental),

Dilakukan dengan cara menyelidiki adanya kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan membuat satu atau lebih kelompok percobaan terpapar akan suatu perlakuan/kondisi dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak menerima perlakuan atau kondisi. Pemilihan kelompok-kelompok secara sembarang (random) sangat penting.

  1. Eksperimen semu (quasi experimental),

Ini merupakan desain yang mendekati eksperimen, tetapi di mana kontrol tidak ada dan manipulasi tidak bisa dilakukan.

  1. Riset aksi (action research)

Dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan pengalaman baru melalui aplikasi langsung di berbagai kesempatan.

  1. Berdasarkan Waktu dan Frekuensi

Sedangkan jenis evaluasi menurut Azrul Azwar (1996) antara lain yaitu :

  1. Evaluasi formatif

Evaluasi formatif merupakan suatu bentuk evaluasi yang dilaksanakan pada tahap pengembangan program dan sebelum program dimulai. Pada tahap ini, evaluasi yang dilakukan adalah pada saat merencanakan suatu program. Tujuan utama dari evaluasi ini adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, yang dalam hal ini dapat menyelesaikan masalah tersebut. Penilaian yang bermaksud mengukur kesesuaian program dengan masalah dan atau kebutuhan masyarakat ini sering disebut dengan studi penjajakan kebutuhan (need assesment study)

  1. Evaluasi proses atau evaluasi promotif

Evaluasi proses merupakan suatu proses evaluasi yang memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan ada dan terjangkaunya elemen-elemen fisik dan struktural dari pada program. Evaluasi yang dilakukan di sini adalah pada saat program sedang dilaksanakan. Tujuan utama dari evaluasi proses adalah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana/tujuan atau tidak, atau apakah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari program tersebut. Pada umumnya ada dua bentuk penilaian pada tahap pelaksanaan program ini yaitu monitoring dan penilaian berkala.

  1. Evaluasi sumatif

Evaluasi sumatif merupakan bentuk evaluasi yang memberikan pernyataan efektifitas dari suatu program selama kurun waktu tertentu dan evaluasi ini menilai sesudah program tersebut terlaksana. Penilaian yang dilakukan disini adalah pada saat program telah selesai dilaksanakan dan keluar hasilnya. Tujuan utamanya dibedakan menjadi dua yaitu mengukur keluaran (output) serta mengukur dampak (impact) yang dihasilkan.

  1. Evaluasi dampak

Evaluasi dampak merupakan bentuk evaluasi yang menilai secara keseluruhan efektifitas program dalam menghasilkan target sasaran.

  1. Evaluasi hasil

Evaluasi hasil merupakan bentuk evaluasi yang menilai berbagai perubahan atau perbaikan dalam morbiditas, mortalitas atau indicator status kesehatan lainnya untuk sekelompok penduduk tertentu.

Tujuan Evaluasi Promosi Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

Memahami tujuan evaluasi merupakan salah satu wawasan paling penting yang harus dimiliki oleh seorang evaluator. Apapun bentuk, metode dan pendekatan evaluasi, penentuan tujuan evaluasi akan selalu berhubungan dengan apa yang diharapkan/direncanakan dari pelaksanaannya suatu evaluasi, yaitu output (misalnya;

dokumentasi siswa/guru, produk pembelajaran, dsb.) dan outcome (misalnya; efektivitas/efisiensi pembelajaran siswa, perubahan sikap siswa, perubahan kinerja dan sikap guru, perubahan kelembagaan, posisi di dunia pendidikan dan dunia kerja, dsb). (Tayibnafis, 2000)

Sedangkan menurut (Husna, 2012), Tujuan Evaluasi Program Kesehatan Masyarakat yang dalam hal ini adalah promosi kesehatan, yaitu :

  1. Memberikan masukan bagi pihak perencanaan program promosi kesehatan masyarakat.
  2. Menyediakan masukan bagi pihak pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program promosi kesehatan masyarakat.
  3. Memberikan masukan bagi pihak yang mengambil keputusan tentang modifikasi atau perbaikan program promosi kesehatan masyarakat.
  4. Memberikan masukan yang berhubungan dengan faktor pendukung dan juga penghambat program promosi kesehatan masyarakat.
  5. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervise dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana program kesehatan masyarakat

Prinsip Evaluasi Promosi Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

Menurut (Reinke, 1987), prinsip-prinsip program kesehatan masyarakat, yang dalam hal ini adalah promosi kesehatan, yaitu :

  1. Karena digunakan sebagai kunci untuk pengambilan keputusan yang lebih baik, evaluasi harus senantiasa melihat kedepan dan berorientasi pada tindakan yang dilakukan.
  2. Evaluasi harus bersifat menyeluruh dan dinamis, perhatikan pada kebijakan pengujian dan alternatif-alternatif rencana, mengawasi kemajuan dalam proses penerapan secara teliti, serta memberi penilaian sumatif kepada hasil akhir.
  3. Evaluasi dilandasi prinsip manajemen berdasar tujuan dan dimulai dengan pernyataan yang jelas mengenai pengaruh-pengaruh yang harus dicapai pada populasi mana dan dalam jangka waktu kapan.
  4. Strategi dalam upaya mencapai tujuan-tujuan yang telah direncanakan harus

diperiksa ketepatan dan kesesuaiannya.

  1. Ketepatan waktu dan tempat laporan evaluatif harus disesuaikan dengan kebutuhan akan keputusan yang tepat waktu.
  2. Dikarenakan sifat dasar evaluasi adalah membandingkan, tentu evaluasi bergantung pada indikator-indikator yang menggambarkan tingkat dan rasio yang tepat, dibandingkan tingkat-tingkat penyelesaian yang tepat.
  3. Penilaian evaluasi harus bisa digunakan untuk membedakan antara hasil yang merupakan pusat perhatian pengendalian keputusan dan keluaran yang timbul akibat ketidakpastian dan kesempatan.
  4. Efisiensi, efektivitas, dan keadilan harus didefinisikan secara jelas.

Evaluasi Promosi Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Pada bagian ini, akan dijelaskankan beberapa konsep mengenai evaluasi yang selanjutnya akan dikaitkan dengan penerapan promosi kesehatan. Berkaitan dengan perencanaan program promosi kesehatan, dimana direncanakan secara rinci tentang program yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah yang ada, sedangkan pelaksanaan program promosi kesehatan adalah fase dimana perencanaan dilaksanakan. Selama fase pelaksanaan, segala kesalahan sewaktu menyusun perencanaan akan nampak. Begitu juga dengan kekuatan dan kelemahan yang muncul selama fase pelaksanaan merupakan refleksi dari kesiapan proses perencanaan. Sedangkan evaluasi sebagai fase berikutnya, merupakan fase dilakukannya pengukuran hasil dari program promosi kesehatan. Dalam fase ini dilihat apakah perencanaan dan pelaksanaan program promosi kesehatan dapat dilanjutkan, dan juga sebagai alat bantu untuk menyusun perencanaan program selanjutnya. Dengan kata lain, evaluasi program promosi kesehatan adalah kegiatan yang dirancang untuk mengukur hasil dari program promosi kesehatan, baik pada aspek pengetahuan, sikap, praktek atau performance maupun status kesehatan. Evaluasi bertujuan untuk mengukur efisiensi dan efikasi dari suatu program promosi kesehatan (Hartono Widjaja, n.d., 2018).

Definisi Evaluasi (skripsi, tesis, dan disertasi)

Evaluasi adalah bagian integral (terpadu) dalam proses manajemen, termasuk manajemen promosi kesehatan. Alasan dilakukannya evaluasi, tidak lain karena evaluator/administrator ingin mengetahui apakah kegiatan yang telah dilakukan berjalan sesuai rencana, apakah semua masukan yang diperkirakan sesuai dengan kebutuhan dana, apakah kegiatan yang dilakukan memberi hasil dan dampak yang seperti tujuan yang diharapkan. Evaluasi juga merupakan suatu proses yang memungkinkan evaluator/administrator mengetahui hasil programnya dan berdasarkan hasil tersebut bisa  diadakan penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai tujuan secara efektif (Hartono Widjaja, n.d., 2018)

Evaluasi merupakan bagian yang penting dalam proses manajemen karena dengan dilakukannya evaluasi dapat diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan. Tanpa dilakukannya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui sejauh mana hasil dapat mencapai tujuan-tujuan yang direncanakan diawal. Banyak batasan tentang evaluasi, secara umum dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Evaluasi adalah membandingkan antara hasil yang telah dicapai oleh suatu program kegiatan dengan tujuan yang direncanakan. Menurut kamus istilah manajemen, evaluasi ialah suatu proses bersistem dan objektif menganalisis sifat dan ciri pekerjaan didalam suatu organisasi atau pekerjaan (Notoatmodjo, 2006).

Promosi Kesehatan Diabetes Mellitus (skripsi, tesis, dan disertasi)

Promosi kesehatan sangat penting dalam pengelolaan DM untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pendidikan kesehatan pada pasien DM sebaiknya dilakukan oleh semua pihak yang terkait dalam pengelolaan DM, seperti dokter, perawat, ahli gizi. Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun. Dalam memberikan promosi kesehatan harus edukasi secara holistic yang meliputi perjalanan penyakit DM, kebutuhan nutrisi/gizi, olahraga

  1. Perjalanan Penyakit DM

Yang disampaikan berupa edukasi seperti penyakit DM tidak bisa sembuh, namun dapat diobati sehingga terkontrol dengan baik, bila timbul gejala yang tidak diinginkan pertanda hipoglikemi (berdebar-debar, lemas, dll) dari konsumsi obat/injeksi insulin untuk segera minum gula, komplikasi dari penyakit DM seperti : ketoasidosis diabetikum, hipoglikemi, pingsan, disfungsi ereksi, kebutaan, neuropati dll.

  1. Gizi

Intervensi gizi adalah suatu tindakan yang terencana yang ditujukan untuk merubah perilaku gizi, kondisi lingkungan, atau aspek status kesehatan individu. Tujuan dari intervensi gizi adalah mengatasi masalah gizi yang telah teridentifikasi dan ditegakkan oleh diagnosis gizi. Tahap ini terdiri dari 2 komponen yang saling berkaitan yaitu perencanaan dan implementasi. Ada empat kelompok dalam melakukan intervensi gizi yaitu pemberian makanan/diet, edukasi, konseling, dan koordinasi asuhan gizi (Kementerian Kesehatan RI,2014).

  1. a) Tujuan Pemberian Diet pada Pasien DM:

(1) Memberikan terapi diet untuk menjaga agar status gizi tetap

normal atau mencapai status gizi agar optimal

(2) Membantu mengendalikan kadar glukosa dalam darah

(3) Membantu mengurangi tanda dan gejala

(4) Memberikan asupan makan yang sesuai dengan kondisi pasien

(5) Memberikan terapi diet sesuai dengan kondisi pasien

  1. b) Syarat Diet : (Muttaqin, dkk., 2015)

(1) Diet 3 J (jumlah, jenis, dan jadwal)

(a) Jumlah

Jumlah energi yang dikonsumsi harus sesuai dengan kebutuhan pasien.

(b) Jenis

Pemilihan jenis bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan harus tepat.

Bahan makanan yang dianjurkan :

1.) Sumber Karbohidrat kompleks : Nasi, jagung, roti, kentang, ubi, singkong, dan talas.

2.) Sumber protein rendah lemak : ikan, ayam tanpa kulit, susu skim.

3.) Sumber lemak dalam jumlah terbatas atau tidak terlalu sering. Makanan diolah terutama dengan direbus, disetup, dikukus, atau dipanggang.

4.) Segala bentuk sayuran golongan A diperbolehkan tanpa batasan : seperti oyong, kembang kol, labu air,sawi, pepaya muda, tomat, tauge, dan terong.

5.) Penggunaan sayuran golongan B diperbolehkan namun tidak terlalu sering : seperti bayam, jantung pisang, kacang panjang, pare, labu siam, nagka muda, dan jagung muda.

6.) Buah- buah yang tidak terlalu manis seperti apel, pear, jeruk, melon, dan jambu biji.

7.) Makanan dengan Indeks Glikemik (IG) yang rendah

Bahan makanan yang tidak dianjurkan :

1.) Gula murni dan makanan yang diolah dengan gula murni seperti gula pasir, gula jawa, permen, dodol, coklat, sirup, selai, madu, susu kental manis, es krim, dendeng, dan abon.

2.) Makanan yang mengandung lemak berlebih seperti cake, fast food, gorengan, dan jerohan.

3.) Buah yang terlalu manis seperti sawo, durian, nangka, pisang mas, dan buah kaleng.

(c) Jadwal

Jadwal makan pada pasien Diabetes Mellitus adalah 6 kali makan, yaitu 3 kali makan utama dan 3 kali makan selingan. Waktu makan harus teratur dengan selang maksimal antara makan utama dan makan selingan adalah 3 jam.

(2) Energi diberikan cukup sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan kondisi pasien.

 Pelaksana Promosi Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

Memperhatikan sasaran promosi kesehatan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa terdapat dua kategori pelaksana promosi kesehatan, yaitu setiap petugas kesehatan dan petugas khusus promosi kesehatan (penyuluh kesehatan masyarakat).

  1. Setiap Petugas Kesehatan

Setiap petugas kesehatan yang melayani pasien ataupun individu sehat (contohnya dokter, perawat, bidan, tenaga gizi, petugas laboratorium dan lain-lain) wajib untuk melaksanakan promosi kesehatan. Namun, promosi kesehatan bukan merupakan tugas utama mereka, tetapi hanya pemberdayaan. Pemberdayaan adalah suatu usaha untuk membantu atau memfasilitasi pasien/individu sehat dalam memberi edukasi, sehingga mereka dapat memiliki pengetahuan, kemauan serta kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan yang sedang di hadapi (to facilitate problem solving). Dalam pelaksanaannya, upaya ini umumnya berbentuk pelayanan informasi atau konsultasi. Yang artinya, tenaga-tenaga kesehatan bukan hanya memberikan pelayanan teknis medis atau penunjang medis, tetapi juga memberikan penjelasan-penjelasan yang berkaitan dengan pelayanannya itu. Terutama saat pasien ataupun individu sehat menanyakannya atau menginginkan suatu penjelasan. Sedangkan jika mereka diam saja, tenaga kesehatan tetap harus mengecek apakah diamnya itu karena sudah paham atau sebenarnya belum/tidak paham tetapi tidak berani untuk bertanya. Tantangan pertama bagi tenaga kesehatan dalam pemberdayaan adalah pada saat awal, yaitu pada saat meyakinkan seseorang bahwa suatu masalah kesehatan (yang sudah dihadapi atau yang potensial) adalah masalah bagi pasien/individu sehat. Sebelum orang tersebut yakin dan paham bahwa masalah kesehatan itu memang benar-benar masalah bagi dirinya, maka ia tidak akan peduli dengan usaha apa pun untuk menolongnya. Tantangan berikutnya adalah saat proses sudah sampai kepada mengubah pasien/individu sehat dari mau menjadi mampu. Ada orang yang sudah mau tetapi tidak mampu untuk melakukan karena terkendala/terbatasi oleh sumber daya (umumnya orang-orang miskin). Ada pula orang yang sudah mau tapi tidak mampu melaksanakan karena malas. Orang yang terkendala fasilitas/sumber daya (miskin) tentu harus diberi fasilitas dengan diberi bantuan sumber daya yang dibutuhkan. Sedangkan untuk orang yang malas bisa dicoba dengan memberikan “hadiah” (reward) atau harus “dipaksa” menggunakan peraturan dan sanksi.

  1. Petugas Khusus Promosi Kesehatan

Petugas khusus promosi kesehatan diharapkan dapat membantu dan melatih kemampuan para petugas kesehatan lain dalam melaksanakan pemberdayaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyediakan alat bantu/alat peraga/media komunikasi untuk memudahkan kerja petugas kesehatan dalam melaksanakan pemberdayaan. Menyelenggarakan bina suasana baik secara mandiri/melalui kemitraan dengan pihak lain. Menyelenggarakan advokasi dalam rangka kemitraan bina suasana dan mengupayakan dapatnya dukungan dari pembuat kebijakan dan pihak-pihak lain (sasaran tersier). Dalam keterbatasan sumber daya manusia kesehatan, sehingga belum dimungkinkan tersedianya petugas khusus promosi kesehatan di setiap fasilitas kesehatan, maka dinas kesehatan kabupaten/kota harus selalu menyediakan tenaga khusus promosi kesehatan. Tenaga khusus promosi kesehatan merupakan pegawai negeri sipil dinas kesehatan kabupaten/kota yang diberi tugas untuk melaksanakan promosi kesehatan. Petugas ini bertanggung jawab membantu pelaksanaan promosi kesehatan fasilitas kesehatan di bawahnya, seperti puskesmas. Karenanya, agar kinerja mereka baik, sudah sepantasnya dinas kesehatan kabupaten/ kota memiliki lebih dari seorang tenaga khusus promosi kesehatan (jumlah disesuaikan dengan kemampuan setiap orang untuk membantu jumlah fasilitas kesehatan yang ada). Jika tidak memungkinkan diperoleh dari pegawai negeri sipil dinas kesehatan kabupaten/kota , tenaga khusus promosi kesehatan ini dapat direkrut dari tenaga organisasi kemasyarakatan (seperti Aisyiyah, Perdhaki dan lain-lain) melalui pola kemitraan. (Kemenkes, 2011).

 Strategi Promosi Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

Mubarak dan Chayatin (2018) menyebutkan bahwa strategi yang diperlukan untuk mewujudkan promosi kesehatan adalah sebagai berikut.

  1. Advokasi

Advokasi merupakan kegiatan yang memberikan bantuan kesehatan kepada masyarakat melalui pihak pembuat keputusan dan penentu kebijakan dalam bidang kesehatan. Advokasi merupakan upaya atau sebuah proses yang strategis dan terencana dengan tujuan mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Tujuan advokasi kesehatan ini adalah untuk meningkatkan jumlah kebijakan publik berwawasan kesehatan, untuk meningkatkan opini masyarakat dalam mendukung kesehatan, dan terpecahkannya masalah kesehatan secara bersama dan terintegrasi dengan pembangunan kesehatan didaerah melalui kemitraan dan adanya dukungan serta kepedulian dari pimpinan daerah (Solang, Losu dan Tando, 2016: 72). Sasaran advokasi kesehatan adalah para pengambil keputusan dan juga kebijakan baik dalam tingkat propinsi, kota atau kabupaten, dan juga pusat. Untuk kegiatan advokasi kesehatan, terdiri dari berbagai macam bentuk, baik formal maupun informal Bentuk kegiatan advokasi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut.

  • Lobi Politik (Political Lobbying)

Lobi adalah berbincang-bincang secara informal dengan para petinggi atau pejabat untuk menginformasikan serta membahas masalah dan juga program kesehatan yang akan dilaksanakan. Pada saat melaksanakan lobi, harus disertai dengan data yang akurat dan sesuai dengan fakta yang ada mengenai masalah kesehatan tersebut.

  • Seminar dan atau Presentasi

Seminar ataupun presentasi menampilkan masalah kesehatan di depan para pembuat keputusan baik lintas program maupun lintas sektoral. Penyajian mengenai masalah kesehatan disajikan secara lengkap didukung dengan data dan ilustrasi yang menarik, serta program dan solusi dalam pemecahan masalah kesehatan yang ada. Selanjutnya masalah tersebut dibahas secara bersamasama dan akhirnya akan diperoleh komitmen dan dukungan program yang akan dilaksanakan.

  • Media Advokasi

Media advokasi merupakan kegiatan advokasi yang dilakukan dengan menggunakan media, khususnya penggunaan media massa (media cetak dan media elektronik).

  • Perkumpulan (Asosiasi) Peminat Asosiasi atau perkumpulan orangorang yang memiliki minat atau yang berhubungan dengan masalah tertentu, termasuk juga perkumpulan profesi.
  1. Dukungan Sosial (Social Support)

Promosi kesehatan akan mudah dilakukan apabila mendapatkan dukungan sosial. Dukungan sosial adalah sebuah kegiatan dengan tujuan untuk mencari dukungan dari berbagai elemen (tokohtokoh masyarakat) untuk menjembatani antara pelaksana program kesehatan dengan masyarakat sebagai penerima program kesehatan tersebut. Strategi ini dapat disebut sebagai upaya bina suasana atau membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. Sasaran utama dukungan sosial atau bina suasana ini adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat (sasaran sekunder), sedangkan untuk sasaran dukungan sosial atau bina suasana lainnya terdiri dari kelompok peduli kesehatan, para pemuka agama, tenaga profesional kesehatan, institusi pelayanan kesehatan, organisasi massa, tokoh masyarakat, kelompok media massa, dan lembaga swadaya masyarakat.

Adapun bentuk-bentuk dukungan sosial yang dilaksanakan di masyarakat diantaranya sebagai berikut.

  • Bina Suasana Individu

Bina suasana individu ini dilakukan oleh individu tokoh-tokoh masyarakat. Para tokoh masyarakat ini menjadi individu-individu yang menjadi panutan dalam hal mempraktikan program kesehatan yang sedang diperkenalkan

  • Bina Suasana Kelompok

Bina suasana kelompok dilakukan oleh para kelompok-kelompok yang ada didalam masyarakat, seperti ketua RT, RW, karang taruna, serikat pekerja dan lain sebagainya. Dalam hal ini, kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli dengan program kesehatan yang sedang diperkenalkan dan setuju atas program kesehatan tersebut serta mendukung program kesehatan tersebut.

  • Bina Suasana Publik

Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui pemanfaatan media-media komunikasi yang ada. Sebagai contoh radio, TV, koran, majalah, websites, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, media massa yang ada peduli serta menjadi pendukung dalam program kesehatan yang sedang diberlakukan atau diperkenalkan (Solang, Losu dan Tando, 2016: 66- 68).

  1. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment Community)

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya promosi kesehatan. Pemberdayaan ialah sebuah proses pemberian informasi kepada keluarga atau kelompok dan individu secara terus menerus dan berkesinambungan dengan mengikuti perkembangan masyarakat, serta proses membantu masyarakat supaya masyarakat berubah dari yang awalnya tidak tahu menjadi tahu atau sadar serta dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu untuk melaksanakan program kesehatan yang diperkenalkan (Solang, Losu dan Tando, 2016: 59-64). Ada dua tujuan promosi kesehatan yang dihubungkan dengan pembedaryaan masyarakat. Pertama, pemberdayaan merupakan sebuah cara dimana masyarakat diarahkan mampu untuk melaksanakan kehidupannya. Kedua, dapat meningkatkan perilaku hidup sehat di masyarakat dan ketiga yaitu dapat meningkatkan peran masyarakat dalam upaya kesehatan

Sasaran Promosi Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

Dalam pelaksanaan promosi kesehatan  adanya tiga jenis sasaran,  yaitu sasaran primer, sasaran sekunder, dan sasaran tersier.

1). Sasaran primer

Sasaran Primer merupakan upaya  promosi  kesehatan yang ditujukan untuk pasien, ini individu sehat dan keluarga/ rumah tangga sebagai komponen dari masyarakat. dalam hal ini  mereka  dapat merubah perilaku  yang lama menjadi  perilaku baru yang diperkenalkan.  akan tetapi perlu diingat bahwa  mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang mudah, perlu adanya motivasi/ dukungan yang mendasari. perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga/  rumah tangga akan lama/ sulit tercapai jika tidak didukung oleh :

  • Sistem nilai dan norma-norma sosial serta norma-norma hukum yang dapat diciptakan/ dikembangkan  menjadi kebiasaan  oleh tokoh masyarakat/ pemuka masyarakat, baik pembuka informal maupun pemuka formal
  • keteladanan dari perilaku para tokoh masyarakat/pemuka masyarakat  dalam melakukannya sehari-hari.  suasana lingkungan sosial yang mendukung dan kondusif (social pressure) dari suatu kelompok masyarakat  dan pendapat public
  • Adanya sumber daya dan atau sarana/ media yang diperlukan untuk terciptanya suatu perilaku baru, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang berkepentingan dan bertanggung jawab, khususnya perangkat pemerintah dan dunia usaha

2). Sasaran Sekunder

Sasaran sekunder merupakan upaya promosi kesehatan yang ditujukan untuk para pemuka masyarakat/ tokoh masyarakat, baik pembuka informal( contohnya pemuka adat, pemuka agama, dll) maupun pembuka formal ( contohnya tenaga kesehatan, pejabat pemerintah, dll), organisasi kemasyarakatan dan media massa. mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan kesadaran pasien, individu sehat dan keluarga/ rumah tangga  tentang perilaku yang sedang diperkenalkan.  dalam hal ini mereka dapat berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan perilaku baru, penyebar informasi serta mengedukasi tentang perilaku baru, serta menciptakan suasana yang kondusif dan dan berperan pula sebagai kelompok penekan guna mempercepat terbentuknya kebiasaan perilaku baru.

3). Sasaran Tersier

Sasaran tersier merupakan upaya promosi kesehatan yang ditujukan kan untuk para pembuat kebijakan publik yang memiliki wewenang membuat peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan di bidang-bidang lain yang berkaitan serta untuk mereka yang mempunyai kemampuan untuk memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan kebiasaan perilaku baru untuk pasien, individu sehat dan keluarga dengan cara:

  • Memberlakukan kebijakan/ peraturan perundang-undangan yang tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan dapat mendukung terciptanya perilaku baru di masyarakat
  • membantu menyediakan sumber daya dan fasilitas (seperti dana, sarana, dll) yang dapat menciptakan kebiasaan perilaku baru di kalangan pasien, individu sehat, dan keluarga pada khususnya, serta masyarakat luas pada umumnya. (Kemenkes, 2011)

Metode Promosi Kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

Menurut Effendy (2003)  dalam penyuluhan kesehatan terdapat dua metode, yaitu metode didaktik dan sokratik.

1). Metode didaktik :  metode ini merupakan jenis metode dimana penyuluhan dilakukan secara searah  dari pemberi materi kepada pendengarnya,  tanpa memberi kesempatan kepada pendengar untuk memberikan pendapatnya.

2). Metode sokratik :  metode ini merupakan jenis metode dimana penyuluh memberikan kesempatan kepada pendengarnya untuk memberikan pendapat secara aktif

Sedangkan Notoatmodjo (2007)  membedakan metode berdasarkan sasarannya,  yaitu penyuluhan individual dan kelompok.

1). Penyuluhan Individual :  tujuan dari metode ini adalah untuk mengubah perilaku individu  yang disesuaikan dengan kebutuhannya dan kemampuan  individu tersebut

2).  Penyuluhan kelompok

  1. Kelompok besar

Dapat dikatakan sebagai kelompok besar jika jumlah pesertanya lebih dari 15 orang.  dalam kelompok besar ini,  metode yang dapat dilaksanakan adalah seperti ceramah, seminar dan demonstrasi

  • Ceramah : ceramah dilakukan dengan cara pembicara memberikan materi secara lisan kepada pendengar dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab setelahnya. ciri khas dari metode ceramah adalah kelompok pendengar sudah ditentukan, ada pesan yang harus disampaikan, adanya pertanyaan yang bisa disampaikan walaupun jumlahnya dibatasi, serta ada alat peraga Jika jumlah kelompok pendengar sangat banyak.  keuntungan dari metode ceramah adalah hemat biaya serta mudah untuk dilakukan, serta waktu yang dibutuhkan juga dapat menyesuaikan dari  kebutuhan kelompok pendengar  dan materi yang diberikan dapat diterima oleh hampir semua kelompok masyarakat, walaupun  kelompok yang tidak bisa membaca maupun menulis.
  • Seminar : seminar dilakukan  oleh pembicara yang merupakan ahli dalam bidang isu yang sedang dibicarakan
  • Demonstrasi : demonstrasi dilakukan oleh pembicara dengan lebih mengutamakan peningkatan kemampuan yang dilakukan secara langsung menggunakan alat peraga
  1. Kelompok kecil

Dikatakan sebagai kelompok kecil Jika jumlah peserta diskusi 5-15  peserta yang dipimpin oleh satu pembicara yang membahas tentang suatu topik. dalam kelompok kecil ini, metode yang dapat dilaksanakan adalah seperti curah pendapat, panel, dan bermain peran.

  • Curah pendapat : metode curah pendapat dilakukan untuk mencari sebuah solusi serta mengevaluasi bersama solusi tersebut,  dan diikuti oleh semua peserta diskusi.
  • Panel : metode panel dilakukan dengan melibatkan setidaknya 3  orang panelis yang dihadirkan di depan penonton menyangkut dengan topik yang  sudah ditentukan
  • Bermain peran : metode ini dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran perilaku dari pihak-pihak terkait dengan isu tertentu yang lalu digunakan oleh penonton sebagai bahan pemikiran topik.

Selain itu, menurut Kemenkes RI, Promosi Kesehatan (2011), salah satu metode pendekatan promosi kesehatan adalah dengan diadakannya bina suasana. Bina Suasana adalah suatu upaya atau usaha yang dilakukan  untuk menciptakan lingkungan sosial yang dapat mendukung individu anggota masyarakat untuk melakukan perilaku sesuai dengan perilaku yang diperkenalkan.  Seseorang akan terdorong untuk melakukan suatu kebiasaan apabila lingkungan sosial dimana ia berada ( keluarga, rumah,  organisasi siswa/ mahasiswa,  karyawan,  selebriti/idola/ seseorang yang dijadikan panutan,   kelompok arisan,   majelis  agama,  masyarakat umum dan lain-lain) melakukan,   mendukung,  atau menyetujui perilaku tersebut.  Karenanya untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam usaha atau upaya meningkatkan perubahan kebiasaan perilaku para individu dari fase tahu ke fase mau,  perlu dilakukan Bina suasana.  Pada jenisnya dapat dibedakan menjadi tiga,  yaitu individu, kelompok dan publik.

  1. Bina Suasana Individu

Pada Bina suasana individu, dilakukan oleh individu- individu yang mempunyai pengaruh besar di masyarakat. dalam kategori ini dapat disebut juga sebagai tokoh masyarakat,  tokoh  masyarakat  dipilih sesuai dengan perilaku yang sedang diperkenalkan. Tugas tokoh masyarakat adalah mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut dalam kehidupan sehari-hari ( misalnya seorang kepala sekolah atau pemuka agama yang tidak merokok).  Pada tahap lebih lanjut bahkan jika bersedia para tokoh masyarakat dapat menjadi kader  dan  turut menyebarluaskan informasi guna mengedukasi masyarakat dan menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu,

  1. Bina Suasana Kelompok

Bina suasana kelompok,  dilakukan Oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat,  seperti pengurus Rukun Tetangga(RT),  pengurus Rukun Warga (RW),  perkumpulan seni,  majelis pengajian,  organisasi wanita,  organisasi profesi,  organisasi  siswa/ mahasiswa,  organisasi  pemuda,  karyawan, dll.  Bina suasana kelompok juga dapat dilakukan bersama dengan pemuka/ tokoh masyarakat yang telah peduli. dalam kategori ini  kelompok- kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli dengan dan pelaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui serta mendukungnya.  Bentuk dukungan yang dapat diberikan an oleh kelompok ini dapat berupa selalu  mempraktikkan perilaku  yang diperkenalkan,  mengedukasi dan mengadvokasi  pihak terkait dan atau melakukan kontrol sosial terhadap individu-individu anggotanya.

  1. Bina Suasana Publik

Bina suasana publik, dilakukan oleh masyarakat umum melalui pengembangan kemitraan dan pemanfaatan berbagai media komunikasi, seperti radio, koran, televisi, situs internet, majalah , dan lain-lain,  sehingga  nampak terciptanya kesepakatan umum. Dalam kategori  ini media-media massa tersebut  peduli dan mendukung atas perilaku yang sedang diperkenalkan. Dengan begitu, media massa merupakan Mitra dalam menyebarluaskan informasi serta  mengedukasi masyarakat tentang perilaku yang sedang diperkenalkan yang kemudian dapat menciptakan pendapat umum/ opini publik yang positif dan mendukung tentang perilaku tersebut. Pendapat umum yang bersifat positif ini akan dirasakan pula sebagai bentuk dukungan atau  “penekan” (social pressure) oleh individu individu anggota masyarakat, sehingga mereka merasa bahwa perilaku yang diperkenalkan tersebut harus dilaksanakan  dalam kehidupan sehari-hari (Kemenkes, 2011).

Definisi Promosi kesehatan (skripsi, tesis, dan disertasi)

adalah gabungan dari berbagai macam upaya di bidang pendidikan, kebijakan politik, peraturan, dan segala bentuk organisasi yang mendukung kegiatan dan kondisi kehidupan sehari-hari yang dapat menguntungkan kesehatan individu, kelompok, atau komunitas (Kemenkes, 2016).

Dalam upaya untuk mewujudkan tercapainya visi dan misi promosi kesehatan secara efektif dan efisien, tentu diperlukan bentuk suatu cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini sering disebut dengan “strategi”, yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mencapai atau mewujudkan terciptanya visi dan misi promosi kesehatan tersebut secara berhasil guna dan berdaya guna. Jika kita ‘flashback’ dan melihat ke masalalu, perkembangan Promosi Kesehatan tentu tidak terlepas dari perkembangan sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan juga dipengaruhi oleh perkembangan Promosi Kesehatan International. Dimulai dari program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) di tahun 1975 dan tingkat Internasional tahun 1978, Deklarasi Alma Ata (tentang Primary Health Care) digunakan sebagai sejarah cikal bakal terbentuknya Promosi Kesehatan (Departemen Kesehatan, 1994). Sebenarnya istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) pertama kali sudah dicetuskan pada tahun 1986 saat diselenggarakannya Konferensi Internasional tentang Health Promotion di Ottawa, Canada. Pada konferensi tersebut, dicanangkannya “the Ottawa Charter” yang didalamnya memuat tentang definisi serta beberapa prinsip dasar Promosi Kesehatan. Namun pada saat itu, istilah “Promosi Kesehatan” belum terlalu popular dan dikenal oleh masyarakat seperti sekarang. Di masa itu istilah yang dikenal adalah Penyuluhan Kesehatan, selain itu ada pula istilah-istilah lain seperti KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), Social Marketing (Pemasaran Sosial) dan Mobilisasi Sosial (Kemenkes, 2016)

 Diabetes Mellitus (skripsi, tesis, dan disertasi)

Kata “diabetes” berasal dari bahasa latin yaitu “Diab” yang artinya melewati (mengacu pada gejalanya yang sering haus dan sering buang air kecil), dan “mellitus” adalah bahasa latin yang artinya “termaniskan oleh madu” (mengacu pada ditemukannya glukosa dalam urine), selain itu urine dapat menarik lalat dan lebah (Parveen et al., 2017). Diabetes adalah suatu penyakit metabolik yang berciri terjadi hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Perkeni, 2019). Sekresi insulin yang tidak memadai atau kurangnya respon jaringan target terhadap insulin pada jalur kompleks aksi hormon, menyebabkan berkurangnya fungsi insulin di jaringan target yang kemudian menyebabkan kelainan metabolism karbohidrat, lemak dan protein. Kurangnya sekresi insulin dan/atau kurangnya respon jaringan target pada insulin dapat terjadi secara bersamaan pada pasien (Mayer-Davis et al., 2018). Selain itu, diabetes juga merupakan penyakit kronis kompleks yang membutuhkan pengobatan secara berkelanjutan dengan mengurangi faktor risiko penyakit penyerta diluar pengendalian kadar glikemik darah (ADA, 2020).

Menurut (“Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa – 2019,” n.d.) klasifikiasi etiologi diabetes mellitus dibagi menjadi 4, yaitu Tipe 1, Tipe 2, Diabetes Gestasional, dan Tipe Spesifik yang berkaitan dengan penyebab lain. Pada DMT1 terjadi kerusakan destruksi sel β pankreas oleh karena proses autoimun ataupun proses idiopatik, sehingga produksi insulin berkurang bahkan sampai terhenti (Adelita et al., 2020). Ada berbagai penyebab diabetes tipe-2. Meskipun etiologi tidak diketahui secara spesifik, penghancuran sel-b secara autoimun tidak terjadi dan pasien tidak memiliki penyebab lain yang menyebabkan diabetes. Sebagian besar pasien penderita diabetes tipe 2 mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Kelebihan berat badan itulah yang menyebabkan beberapa derajat resistensi insulin (ADA, 2020). Sedangkan pada DM Gestasional, defek pengikatan insulin pada reseptor di otot skelet bukanlah penyebab resistensi insulin pada wanita penderita DM gestasional. Defek lain seperti berkurangnya ekspresi PPARγ, gangguan pensinyalan insulin, dan berkurangnya transpor glukosa yang dimediasi insulin ditemukan pada otot skelet dan juga sel lemak pada wanita penderita DM gestasional. Di antara defek tersebut, belum diketahui pasti penyebab primer terjadinya defek kerja insulin pada DM gestasional. Ditemukan pula adanya defek post-reseptor jalur pemberian sinyal insulin dalam plasenta wanita hamil penderita diabetes dan obesitas (Kurniawan, 2016). Ada pun DM Tipe Spesifik yang Berkaitan Dengan Penyebab Lain, seperti sindroma diabetes monogenik (Diabetes Neonatal, Maturity-onset diabetes of the young (MODY)), Penyakit Eksokrin Pankreas (Fibrosis Kistik, Pankreatitis), Obat atau Zat Kimia Lainnya (Glukokortikoid (Pada pengobatan HIV/AIDS), Setelah transplantasi organ) (“Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa – 2019,” n.d.)

a.  Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita DM mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut. Polidipsia, polyuria, polifagia, nokturia, enuresis, penurunan berat badan yang cepat dalam 2-6 minggu sebelum diagnosis ditegakkan, terkadang disertai polifagia dan juga gangguan penglihatan.

Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada pasien DM menurut Bararah dan Jauhar (2013) yaitu:

  1. Poliuria adalah istilah yang dimaksud dengan peningkatan pengeluaran volume urine. Ini terjadi jika jumlah glukosa dalam darah tinggi, sehingga ginjal tidak mampu menyerap kembali glukosa yang tersaring, akibatnya glukosa muncul dalam urin. Ketika glukosa diekskresikan secara berlebihan dalam urin, ekskresi ini dapat disertai pengeluaran cairan dan elektrolit berlebih (diuresis osmosis). Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan, dapat mengakibatkan pasien mengalami peningkatan dalam berkemih.
  2. Polidipsia

Peningkatan rasa haus terjadi akibat pengeluaran urin yang berlebihan menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel terjadi mengikuti dehidrasi ekstrasel karena cairan intrasel terdisfusi keluar mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma hipertronik yang lalu merangsang pengeluaran ADH (anti diuretic hormone), yaitu hormone yang merangsang rasa haus.

  1. Polifagia

Peningkatan rasa lapar karena sedikitnya cadangan gula dalam tubuh meskipun kadar gula tinggi

Apabila gejala-gejala klinis tersebut disertai dengan hiperglikemia maka diagnosis DM sudah tidak diragukan lagi. Sering kali terjadi kesalahan dan keterlambatan diagnosis DM. Beberapa kasus pada anak dari mulai timbulnya gejala hingga menjadi ketoasidosis dapat terjadi sangat cepat, sedangkan pada anak lain dapat timbul secara lambat dan dapat berprogres dalam beberapa bulan. Akibat keterlambatan ditegakkannya diagnosis, penderita DM tipe-1 akan memasuki fase ketoasidosis yang dapat berakibat fatal bagi penderita. Keterlambatan ini bisa juga terjadi karena penderita didiagnosis menderita bronkopneumonia dengan asidosis atau syok berat akibat gastroenteritis.. Diagnosis DM tipe-1 sebaiknya dipertimbangkan sebagai diagnosis banding pada anak dengan gejala enuresis nokturnal (anak besar), atau pada anak dengan dehidrasi sedang sampai berat tetapi masih disertai diuresis (poliuria), terlebih lagi jika juga disertai dengan pernafasan Kussmaul dan bau keton.

Karakteristik klinis saat diagnosis ditegakkan :

  1. Bukan kegawatan

– Enuresis (mengompol) pada anak yang sudah tidak mengompol dapat disalah diagnosiskan sebagi infeksi saluran kemih.

– Kandidiasis vaginal, terutama pada anak perempuan prapubertas.

– Penurunan berat badan kronis atau gagal tumbuh.

– Iritabilitas dan penurunan prestasi di sekolah.

– Infeksi kulit berulang.

  1. Dengan kegawatan (Ketoasidosis diabetik atau hiperglikemia hiperosmolar)

– Dehidrasi derajat sedang sampai berat.

– Muntah berulang dan pada beberapa kasus disertai nyeri perut (bisa terjadi kesalahan diagnosis sebagai gastroenteritis).

– Tetap terjadi poliuri meskipun dehidrasi.

– Turunnya berat badan karena kehilangan cairan, otot dan lemak.

– Pipi kemerahan karena ketoasidosis.

– Napas berbau aseton.

– Hiperventilasi pada ketoasidosis diabetik (pernapasan Kussmaul).

– Gangguan sensorik (disorientasi, apatis hingga koma)

– Syok (denyut nadi cepat, sirkulasi perifer memburuk disertai sianosis perifer).

– Hipotensi (tanda paling terlambat diketahui, serta jarang pada anak ketoasidosis diabetik).

  1. Keadaan yang menyebabkan keterlambatan diagnosis

– Ketoasidosis yang berat bisa terjadi pada penderita sangat muda karena defisiensi insulin terjadi secara cepat dan diagnosis tidak segera ditegakkan.

– Salah diagnosis pada hiperventilasi saat ketoasidosis sebagai pneumonia atau asma.

– Nyeri perut pada ketoasidosis dapat menyebabkan akut abdomen sehingga pasien dirujuk ke bedah.

– Poliuria dan enuresis salah diagnosis sebagai infeksi saluran kemih.

– Polidipsia diduga psikogenik

– Muntah salah diagnosis menjadi gastroenteritis/sepsis.

(Konsensus DMT1, 2015)

 

b.  Penegakkan Diagnosis

Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1, kriteria diagnostic DM adalah :

Glukosa plasma puasa disebut normal bila kadar glukosa darah plasma <126 mg/dL (7 mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi lagi dengan pemeriksaan glukosa darah.

Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

  1. Ditemukannya adanya gejala klinis poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis, penurunan berat badan, polifagia, dan kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/ dL (11.1 mmol/L). Atau
  2. Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7 mmol/L). Atau
  3. Kadar glukasa plasma ≥ 200 mg/ dL (11.1 mmol/L) pada jam ke-2 TTGO (Tes Tolerasansi Glukosa Oral). Atau
  4. HbA1c >6.5% (dengan standar NGSP dan DCCT)

Pada penderita yang asimtomatis dengan peningkatan kadar glukosa plasma sewaktu (>200 mg/dL) harus dikonfirmasi dengan kadar glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral yang terganggu. Diagnosis tidak ditegakkan berdasarkan satu kali pemeriksaan.

Penilaian glukosa plasma puasa :

  • Normal : < 100 mg/dL (5.6 mmol/L)
  • Gangguan glukosa plasma puasa (Impaired fasting glucose = IFG): 100–125 mg/dL (5.6–6.9 mmol/L)
  • Diabetes : ≥ 126 mg/dL (7.0 mmol/L)

Penilaian tes toleransi glukosa oral :

  • Normal : <140 mg/dL (7.8 mmol/L)
  • Gangguan glukosa toleransi (Impaired glucose tolerance =IGT) : 140–200 mg/dL (7.8–<11.1 mmol/L)
  • Diabetes : ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)

Kolostrum dan Manfaatnya (skripsi, tesis, dan disertasi)

Kolostrum (susu awal) adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama setelah kelahiran bayi, menurut (Suraatmaja;1997, Wiharta;1992; Perinasia; 2004)

  1. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali dikeluarkan oleh kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa puerperiunm,
  2. Disekersi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai ketiga atau keempat,
  3. Komposisi kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah,
  4. Merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih dibandingkan dengan susu yang matur,
  5. Merupakan zat pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang datang,
  6. Dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan,
  7. Bila dipanaskan kolostrum menggumpal, sedang ASI matur tidak
  8. PH lebih alkalis dibandingkan dengan ASI matur, lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dibandingkan dengan ASI matur, Terdapatnya tripsin inhibitor, sehingga hidrolis protein dalam usus bayi menjadi kurang sempurna, hal ini akan lebih banyak menambah kadar antibodi pada bayi, 12) Volume berkisar 150-300 ml/24 jam.

Kolostrum memiliki beberapa manfaat :

  1. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama (IgA) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi khususnya diare.
  2. Jumlah kolostrum yang diprodoksi, bervariasi tergantung dari isapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran, walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi oleh karena itu, harus diberikan kepada bayi;
  3. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi, karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama setelah kelahiran;
  4. Membantu pengeluaran mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan. ( Depkes, 2002; )

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya, setidaknya selama 1 jam segera setelah lahir. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara (http://www.eurekaindonesia.org).

Sejak disadari bayi baru lahir dapat merangkak ke arah payudara, menemukan puting susu, kemudian menyusu sendiri, kita semua – orang tua, ibu, ayah, bahkan tenaga kesehatan – sangat tepesona menyaksikan keajaiban ini. Bayangkan, selama berpuluh-puluh tahun, baik tenaga kesehatan maupun orang tua berpendapat bahwa bayi baru lahir tidak mungkin dapat menyusu sendiri. Kita berpikir untuk mendapatkan ASI pertama kalinya, kita harus membantu bayi dengan memasukkan puting susu ke mulut bayi atau menyusuinya. Padahal, bayi baru lahir belum siap menyusu sehingga jika ibu menyusui bayi untuk pertama kali, kadang ia hanya melihat dan menjilat puting susu, bahkan kadang menolak tindakan yang menganggunya ini. Sebenarnya, saat dilahirkan, bayi mungkin lebih mengerti akan hal ini daripada ibu dan kita (anonim).

Kegiatan inisiasi menyusui dini merupakan langkah keempat dari sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui, yang dicetuskan oleh WHO pada tahun 1989. Inisiasi Menyusui dini atau permulaan menyusui dini adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir (Roesli,U 2008).

Manfaat menyusui dini untuk ibu dan bayi yaitu (Roesli,U 2008):

  1. Memulai proses pembentukan kekebalan tubuh pada saat lahir dan memberikan perlindungan kepada bayi terhadap berbagai macam virus dan bakteri yang bersifat patogen sebelum kekebalan aktif pada tubuh bayi tersebut terbentuk melalui vaksinasi, salah satu kelebihan ASI adalah mengandung zat anti infeksi yang spesifik,
  2. Menyusui secara dini, teratur, sesering mungkin merupakan salah satu metode penjarangan kehamilan yang cukup efektiif terutama bagi ibu-ibu yang belum mau ikut program Keluarga berencana,
  3. Segera menyusui dan isapan pertama bayi pada puting susu ibu akan merangsang pengeluaran kolostrum yang mengandung zat kekebalan terhadap infeksi serta kaya akan zat gizi penting, sekaligus memberikan keuntungan bagi ibu yaitu merangsang kontraksi uterus kembali ke ukuran normal (DepKes, 2002), sedangkan menurut (Wiharta;1992) menyusui dini menyebabkan rahim ibu mengkerut akibat pengaruh hormon tertentu dan akan mengurangi perdarahan setelah melahirkan. Kolostrum yang merupakan susu pertama yang dihasilkan oleh buah dada mempunyai daya penangkis yang tinggi.

Pentingnya kontak kulit dengan segera setelah lahir dan bayi menyusu sendiri dalam satu jam pertama kehidupan adalah (Roesli;2008):

  1. dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara, Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia).
  1. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan leih jarang menagis sehingga mengurangi pemakaian energi.
  2. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan ia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri „baik ‚ di kulit ibu. Bakteri „baik“ ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi , menyaingi bakteri „ jahat ‚ dari ligkungan.
  3. „Bonding“ (ikatan kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga, Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.
  4. Makanan awal non yaitu ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia, msalnya dari susu hewan, hal ini dapat mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal.
  5. bayi yang diberi kesempatan menyusui dini lebih berhasil menyusui eksklusif dan akan lebih lama disusui.
  6. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi diputing susu dan sekitarnya, emutan, jilatan bayi pada puting ibu meransang pengeluaran hormon ksitosin.
  7. bayi mendapatkan ASI kolostrum –ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas ini kadang juga dinamakan The Gift of life. Bayi yang diberi kesempatan inisiasi menyusui lebih dini lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi kesempatan ,kolostrum, ASI istimewa yang kaya akan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usus , bahkan kelangsungan hidp bayi, kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dinding usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan dinding usus ini.
  8. Ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapat kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya.suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah

Penghambat Inisiasi Menyusui Dini menurut Roesli (2008) adalah:

  1. Bayi kedinginan tidak benar

Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan sang ibu. Suhu payudara ibu meningkat 0,5 derajad dalam dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu.Berdasarkan hasil penelitian Dr, Neils Bergman dalam Roesli (2008) ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 1 derajad celcius lebih panas dari pada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1 derjad celcius. Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 2 C untuk menghangatkan bayi. Jadi dada ibu yang melahirkan merupakan tempat terbaik bagi bayi yang baru lahir dibandingkan tempat tidur yang canggih dan mahal.

  1. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya-tidak benar

Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi menyusu dini membantu menenagkan ibu.

  1. Tenaga kesehatan kurang tersedia-tidak masalah

Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu

  1. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk-tidak masalah

Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.

  1. Ibu harus dijahit-tidak masalah

Kegiatan merangkak mencari payudara di area payudara terjadi di area payudara sementara yang dijahit bagian bawah tubuh ibu

  1. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore (gonorrhea) harus segera diberikan setelah lahir –tidak benar

Menurut American College of Obstetrics and Gynecology dan Academy Breasfeeding Medicine (2007) cit Roesli (2008) ,Tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.

  1. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur-tidak benar

Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi.selain itu, kesempatan vernic caseosa meresap, melunakkan dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusui awal selesai’

  1. Bayi kurang siaga-tidak benar

Justru pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama, jika bayi mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk bonding.

  1. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain (cairan pralaktal)-tidak benar.

Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu.

  1. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi-tidak benar

Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain sebagai imunisasi petama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi dan mematngkan dinding usus yang masih muda.

 

Ada beberapa ‘intervensi’ yang dapat menganggu kemampuan alami bayi untuk mencari dan menemukan sendiri payudara ibunya, diantaranya obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan kemungkinan bisa sampai ke janin dan menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibu. Kelahiran dengan obat-obatan dan tindakan, bahkan rasa sakit di daerah kulit yang digunting saat episiotomi dapat pula mengganggu kemampuan alamiah ini (anonim, 2009).

Penting untuk menyampaikan informasi tentang IMD pada tenaga kesehatan yang belum menerima informasi ini. Dianjurkan juga kepada tenaga kesehatan untuk menyampaikan informasi IMD pada orang tua dan keluarga sebelum melakukan IMD. Juga dianjurkan ntuk menciptakan suasana yang tenang, nyaman, dan penuh kesabaran untuk memberi kesempatan bayi merangkak mencari payudara ibu (anonim, 2009))

Langkah-langkah melakukan inisiasi menyusui dini (Roesli,U 2008):

  1. Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering;
  2. Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya kecuali kedua tangannya;
  3. Tali pusat dipotong, lalu diikat;
  4. Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi;
  5. Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau diperut ibu dengan kontak kulit bayi dan ibu, ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.

Menyusui (skripsi, tesis, dan disertasi)

 

Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu di seluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI, bahkan ibu yang buta hurufpun dapat meyusui anaknya dengan baik. Walaupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu mudah (Roesli, 2000). Menyusui secara murni adalah hanya memberikan ASI saja (exclusive breastfeeding) selama 4-6 bulan, atau paling tidak 4 bulan. Sejak lahir sampai bayi berusia 4 bulan, hanya ASI yang seharusnya diberikan. Dengan demikian praktek untuk memuaskan bayi baru lahir dengan memberi air masak, madu atau air gula untuk bayi baru lahir tidak dibenarkan. Bayi sebelum usia sampai dengan 4 bulan tidak dibenarkan memperoleh jenis makanan lain seperti buah, bubur susu, nasi lumat, gula merah, air gula, madu, dan sebagainya (RSUP DR. Sardjito, 2001).

Hal penting yang harus diperhatikan saat memberikan asi adalah

  1. menyusui dimulai 30 menit setelah bayi lahir;
  2. memberikan kolostrum kepada bayi,
  3. tidak memberikan makanan pralaktal seperti air gula atau air tajin kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar; tetapi mengusahakan bayi menghisap untuk merangsang produksi ASI,
  4. menyusui bayi dari kedua payudara secara bergantian sampai tetes terakhir, masing-masing 15 – 25 menit,
  5. memberikan ASI saja selama 4 -6 bulan pertama (on demand),
  6. Memperhatikan posisi tubuh bayi/ cara menyusui dan menghisap, agar puting dan aerola masuk ke mulut untuk menghindari lecet puting,
  7. menyusui sesuai kebutuhan bayi (on demand);
  8. setelah berumur 4 bulan, selain ASI memberikan MP-ASI kepada bayi dalam bentuk makanan lumat secara bertahap;
  9. meneruskan menyusui bayi dengan tambahan MP-ASI sampai anak berusia 2 tahun. Berikan ASI lebih dahulu, baru MP-ASI
  10. Setelah usia 2 tahun, menyapih dilakukan secara bertahap;
  11. Kebersihan ibu dan bayi, lingkungan dan peralatan yang digunakan waktu memberi makan anak perlu diperhatikan;
  12. Memperhatikan gizi/makanan ibu waktu hamil dan menyusui, ibu memerlukan ekstra makanan dan minuman lebih banyak dari keadaan sebelum hamil;
  13. Bagi ibu yang bekerja memberikan ASI sebelum dan sesudah pulang kerja. (Depkes, 2002)