Konsep Kesenjangan Pendapatan (skripsi tesis)

 

Kesenjangan pendapatan merupakan ketidakseimbangan pendapatan yang diterima oleh seseorang atau kelompok yang satu dibanding dengan kelompok yang lain (Basukianto, 2009). Kesenjangan berkaitan dengan masalah distribusi pendapatan yaitu siapa yang menikmati hasil pembangunan  dan seberapa besar seseorang atau sekelompok orang menguasai pendapatan. Sebagai sasaran utama distribusi adalah bagaimana supaya hasil  pembangunan dapat dinikmati secara merata oleh seluruh  rakyat, dalam arti sebagian besar pendapatan nasional dikuasai oleh sebagian besar masyarakat, tidak hanya dikuasai oleh sebagian kecil masyarakat. Manakala pendapatan terbagikan secara merata kepada seluruh penduduk di wilayah tersebut, maka dikatakan distribusi pendapatannya merata, sebaliknya apabila pendapatan regionalnya terbagi tidak secara merata dikatakan ada ketimpangan dalam distribusi pendapatannya. Ketimpangan terjadi bila pendapatan nasional hanya dikuasai oleh sebagian kecil masyarakat, oleh karena itu pemikiran-pemikiran kearah distribusi yang lebih merata diperlukan.

Kenyataan bahwa pembangunan di negara-negara berkembang lebih terarah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang optimal mendasari pemikiran mengenai konsep pemerataan. Pertumbuhan ekonomi dapat dicapai apabila jumlah produk nasional bruto meningkat lebih cepat dari pertambahan penduduk. Pertambahan produk nasional bruto dapat optimum apabila faktor produksi ikut bertambah, sehingga orientasi pembangunan terarah pada bagaimana menggerakkan modal dalam aktivitas produksi. Kebijakan pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ternyata banyak menimbulkan masalah terlebih bagi negara-negara yang sedang berkembang, sehingga perlu pemikiran tentang  pemerataan pendapatan.

Gregory King pada tahun 1669 di Inggris (Hasibuan, 1989) mengemukakan pemikiran mengenai konsep pemerataan ini pertama kali dengan menyajikan pembagian pendapatan menurut umur, jenis kelamin, wilayah kota dan desa, dan menurut jabatan untuk menaksir besarnya pendapatan nasional. Konsep distribusi pendapatan kemudian dikembangkan oleh Kaum Klasik, yang meletakkan hukum-hukum distribusi pendapatan fungsional, seperti perubahan-perubahan perilaku upah, laba dan sewa lahan. Mereka antara lain Adam Smith, Robert Maltus, David Richardo, John Stuart Mill, kemudian Vilfredo Pareto.

Adam Smith membahas kesenjangan melalui teori upah subsistem, yang berdampak pada kesenjangan upah. Pertumbuhan dipengaruhi oleh pertumbuhan  penduduk, akumulasi modal, pasar yang luas, yang didukung oleh pembagian kerja yang efisien. Smith menyatakan dengan membiarkan kesenjangan pembagian pendapatan maka pertumbuhan akan relatif cepat. Tanpa kesenjangan tidak mungkin mencapai pertumbuhan ekonomi (Landretch, 1994).

Malthus berpendapat bahwa naik tidaknya upah seseorang tergantung pada sikap dan kemampuan mereka. Ia tidak setuju dengan undang-undang yang bertujuan membantu kelompok miskin. Karena bantuan yang diberikan kepada kelompok miskin akan mengurangi kesejahteraan yang lain, yang berakibat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan akan berkurang.

John Stuart Mill, mendukung pendapat Malthus, lebih lanjut ia membedakan hukum-hukum yang mengatur aktivitas produksi dan hukum-hukum distribusi. Proses produksi diatur oleh hukum fisik, sedangkan pembagian pendapatan diatur oleh tradisi. Suatu masyarakat dapat menentukan sistem distribusi pendapatan yang terbaik untuk mereka.

Ricardo sependapat dengan Smith tentang pentingnya tenaga kerja dalam perekonomian, dan ia mengakui pentingnya modal. Modal tidak hanya meningkatkan produktivitas tenaga kerja tetapi juga berperan dalam mempercepat proses produksi, sehingga hasil produksi dapat dengan cepat dinikmati atau dikonsumsi. Perbedaan antara Smith dan Richardo hanya dalam penekanannya saja. Smith lebih menekankan pada kemakmuran bangsa sedangkan Richardo lebih menekankan pada masalah pemerataan pendapatan diantara berbagai golongan dalam masyarakat.

Alfred Marshall (Neo Kasik) mengkritik Richardo dan pengikutnya (Klasik) bahwa dengan kebijakan-kebijakan sebagaimana yang dikemukakan Kaum Klasik, tidak memperhatikan orang miskin. Memang dengan kebijakan tersebut pertumbuhan ekonomi lebih cepat, tetapi kelompok miskin juga meningkat. Orang miskin dianggap menurunkan efisiensi. Kritik Marshall diarahkan pada berbagai konsep pandangan Kaum Klasik terhadap pembagian pendapatan fungsional, teori tentang upah (misalnya teori upah subsistem) dan pandangan Malthus tentang tidak perlunya undang-undang yang membantu kelompok miskin.

Vilfredo Pareto terkenal dengan hukum Pareto Optimum, ia mengatakan bahwa distribusi pendapatan dikatakan baik bila kenaikan pendapatan sekelompok orang meningkat, tanpa merugikan kelompok lain. Pareto memperkenalkan kelas dalam masyarakat yaitu: kelas bawah dengan pendapatan rendah, kelas menengah dengan pendapatan cukup, dan kelas atas dengan pendapatan relatif tinggi       (Landreth dan Colander, 1994).

Sementara itu Kaum Keynesian menekankan pentingnya pemerintah dalam pertumbuhan dan distribusi pendapatan, melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Hal ini didasarkan pada kondisi pengangguran besar-besaran dan meningkatnya kemiskinan pada tahun 1930an.

Provocovitch dan Simon Kuznets (1955) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi bersifat saling meniadakan dengan pemerataan. Artinya bila pertumbuhan tinggi maka kesenjangan tidak dapat dihindarkan. Sebaliknya jika pemerataan yang menjadi sasaran maka pertumbuhan rendah. Selanjutnya Kuznets menyatakan bahwa pertumbuhan akan menghasilkan pemerataan jika pendapatan suatu negara sudah melampaui batas tertentu. Dengan kata lain Kuznets menggambarkan bahwa evolusi distribusi pendapatan berbentuk kurva U terbalik. Ia menyarankan tiga kriteria untuk melakukan analisis distribusi pendapatan: 1) Adequacy (kecukupan), 2) Equality (pemerataan) dan 3) Efficiency (efisiensi).

Athur M. Okun ( 1998 ) pernyataannya tidak jauh berbeda dengan penjelasan Kuznets. Ia menyatakan bahwa untuk pemerataan membutuhkan ongkos yang lebih tinggi dan tidak efisien. Pengertian tidak efisien disini tentunya dilihat dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang tentunya sangat tergantung pada kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang bersifat redistributif dan dukungan lembaga sosial dan politik.

Pembahasan tentang kesenjangan pendapatan sebagaimana tersebut di atas tidak terhenti pada mashab tertentu saja, tetapi  sampai sekarang kesenjangan pendapatan masih merupakan isu kebijakan publik yang penting khususnya di negara-negara yang melakukan industrialisasi, karena banyak negara yang mengalami peningkatan ketimpangan pendapatan (Wenner and Stephen, 1998).