Hubungan Likuiditas Terhadap Nilai Perusahaan


Menurut Arief Sugiono dan Edy Untung (2008:61) :
“Likuiditas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Semakin tinggi tingkat likuiditas
dianggap memiliki prospek bagus oleh investor, karena investor
mempresepsikan perusahaan mempunyai kinerja baik sehingga bisa
meningkatkan harga saham yang berarti nilai perusahaan juga meningkat”
Menurut penelitian Setyawan dkk (2016) Hasil penelitian menunjukkan
bahwa likuiditas berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini
menunjukan semakin tinggi Likuiditas mampu secara nyata meningkatkan nilai
perusahaan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa para investor dalam menilai suatu
perusahaan melihat dari likuiditasnya yang dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan aktiva lancar yang dimiliki

Hubungan Likuiditas Terhadap Nilai Perusahaan


Menurut Arief Sugiono dan Edy Untung (2008:61) :
“Likuiditas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Semakin tinggi tingkat likuiditas
dianggap memiliki prospek bagus oleh investor, karena investor
mempresepsikan perusahaan mempunyai kinerja baik sehingga bisa
meningkatkan harga saham yang berarti nilai perusahaan juga meningkat”
Menurut penelitian Setyawan dkk (2016) Hasil penelitian menunjukkan
bahwa likuiditas berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini
menunjukan semakin tinggi Likuiditas mampu secara nyata meningkatkan nilai
perusahaan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa para investor dalam menilai suatu
perusahaan melihat dari likuiditasnya yang dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan aktiva lancar yang dimilik

Hubungan Enterprise Risk Management Terhadap Nilai Perusahaan


Menurut Mamduh M. Hanafi, (2014:20):
“Enterprise Risk Management merupakan suatu sistem pengelolaan risiko
yang dihadapi oleh perusahaan secara komprehensif untuk tujuan
meningkatkan nilai perusahaan”.
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Iswajuni, Soegeng
Soetedjo dan Arina Manasikana (2018) menyatakan bahwa bahwa Enterprise Risk
management (ERM) berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.
Hasil ini konsisten dengan penelitian Hoyt and Liebenberg (2011), Bertinetti et al.
(2013). Adanya pengelolaan risiko yang lebih baik dengan diterapkannya
Enterprise Risk Management (ERM) pada suatu perusahaan turut menentukan
tingkat kepercayaan investo

Jenis-jenis Nilai Perusahaan


Menurut Christiawan dan Tarigan (2007:7), terdapat beberapa jenis-jenis
nilai perusahaan antara lain:

  1. Nilai Nominal, yaitu nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran
    dasar perseroan, disebutkan secaa eksplisit dalam neraca perusahaan, dan
    juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif.
  2. Nilai pasar sering disebut kurs merupakan harga yang terjadi dari proses
    tawar menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham
    perusahaan dijual di pasar saham.
  3. Nilai intrinsik merupakan nilai yang mengacu pada perkiraan nilai riil
    suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan
    sekedar harga dari sekumpulan asset, melainkan nilai perusahaan sebagai
    entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di
    kemudian hari.
  4. Nilai buku merupakan nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep
    akuntansi.
  5. Nilai likuidisi merupakan nilai jual seluruh asset perusahaan setelah
    dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai sisa itu merupakan
    bagian para pemegang saham. Nilai likuidasi bisa dihitung berdasarkan
    neraca perfoma yang disiapkan ketika suatu perusahaan akan dilikuidasi.
    Dan menurut Arthur J. Keown dkk. (2011) jenis-jenis nilai perushaan
    sebagai berikut :
  6. Nilai Buku, merupakan nilai dari aktiva yang ditunjukkan pada laporan
    neraca perusahaan. Nilai ini menggambarkan biaya historis asset dari pada
    nilai sekarang.
  7. Nilai Likuiditas, merupakan sejumlah uang yang dapat direalisaiskan jika
    asset di jual secara individual dan buka sebagai bagian dari keseluruhan
    perusahaan.
  8. Nilai Harga Pasar, merupakan nilai yang teramati untuk aktiva yang ada
    dipasaran. Nilai ini ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan
    yang bekerja sama di pasaran, dimana pembeli dan penjual
    menegoisasikan harga yang diterima untuk aktiva tersebut.
  9. Nilai Nominal, merupakan nilai secara resmi dinyatakan dalam anggaran
    dasar perorangan, secara eksplisit dinyatakan dalam laporan keuangan
    perseroan dan juga ditunjukkan dengan jelas dalam sertifikat saham
    kolektif

Definisi Nilai Perusahaan


Definisi Nilai Perusahaan menurut Silvia Indrarini (2019:2) adalah sebagai
berikut:
“Nilai Perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat
keberhasilan manajer dalam mengelola sumber daya perusahaan yang
dipercayakan kepadanya yang sering dihubungkan dengan harga saham”.
Sedangkan menurut Riska Franita (2018:7) adalah sebagai berikut:
“Nilai perusahaan merupakan nilai perusahaan yang dibentuk melalui
indicator nilai pasar saham yang sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang
investasi”.
Menurut Fenty Fauziah, (2017:3) adalah sebagai berikut:
“Nilai Perusahaan merupakan secara normatif untuk meningkatkan nilai
perusahaan dengan pengelolaan keuangan yang tercermin dari harga pasar
sahamnya”.

Pengukuran Likuiditas


Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan antara
total aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Dari hasil pengukuran ratio, apabila
rasio lancar rendah, dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang modal untuk
membayar utang. Namun, apabila hasil pengukuran rasio tinggi, belum tentu
kondisi perusahaan sedang baik. Hal ini dapat terjadi karena kas tidak digunakan
sebaik mungkin. Untuk mengatakan suatu kondisi perusahaan baik atau tidaknya,
ada suatu standar rasio yang digunakan, misalnya rata-rata industri untuk usaha
yang sejenis atau dapat pula digunakan target yang telah ditetapkan perusahaan
sebelumnya

Tujuan Likuiditas


Berikut ini adalah tujuan yang dapat dipetik dari hasil rasio likuiditas
menurut Kasmir (2013:132) sebagai berikut:

  1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang
    yang segera jatuh tempo pada saat ditagih.
  2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
    pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan.
  3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
    pendek dengan aktiva lancar tanpa menghitungkan sediaan dan utang yang
    dianggap likuiditasnya lebih rendah.
  4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada
    dengan modal kerja perusahaan.
  5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
    utang.
  6. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing
    komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
  7. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki
    kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini
    Dan menurut Hery (2017:7) tujuan likuiditas secara keseluruhan:
  8. Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
    atau utang yang akan segera jatuh tempo.
  9. Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
    jangka pendek dengan menggunakan total asset lancar.
  10. Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
    jangka pendek dengan menggunakan asset lancar.
  11. Untuk mengukur tingkat ketersediaan uang kas perusahaan dalam
    membayar utang jangka pendek.
  12. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke
    waktu dengan membandingkannya selama beberapa periode

Manfaat Enterprise Risk Management


Menurut Darmawi (2014:5) manfaat manajemen risiko dibagi menjadi 5
(lima) kategori utama:

  1. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
  2. Manajemen risiko menunang secara langsung peningkatan laba.
  3. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
  4. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya
    perlindungan terhadap risiko murni, merupakan hara non material bagi
    perusahaan itu.
  5. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dank arena
    kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang
    dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public
    image.
    Menurut Irham Fahmi (2015:3) dengan diterapkannya manajemen risiko
    disuatu perusahaan ada beberapa manfaat yang akan diperoleh yaitu:
  6. Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil setiap
    keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati (prudent) dan
    selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.
  7. Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-
    pengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka
    panjang.
  8. Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu
    menghindari risiko dan mengindari dari pengaruh terjadinya kerugian
    khususnya kerugian dari segi finansial.
  9. Memungkinkan perusahaan memperoleh risiko kerugian yang minimum.
  10. Dengan adanya konsep manajemen risiko (risk management concept) yang
    dirancang secara detail maka artinya perusahaan telah membangun arah
    dan mekanisme secara suistinable (berkelanjutan).
    Dan menurut Chapman (2011:12) terdapat tiga manfaat utama ERM yaitu
    peningkatan kinerja bisnis, peningkatan efektivitas organisasi dan pelaporan risiko
    yang lebih baik

Definisi Enterprise Risk Management


Definisi Enterprise Risk Management menurut Hery (2015:12) sebagai
berikut:
“Enterprise Risk Management (ERM) merupakan suatu proses yang
sistematis dan berkelanjutan yang dirancang dan dijalankan oleh
manajemen guna memberikan keyakinan yang memadai bahwa semua
risiko yang berpotensi memberikan dampak negatif pada nilai perusahaan
telah dikelola sedemikian rupa sesuai dengan tingkat risiko yang bersedia
diambil perusahaan”.
Dan menurut Philip E. J. Green (2015:3) sebagi berikut :
“Enterprise Risk Management merupakan suatu sistem di mana manajer
memusatkan perhatian pada pengelolaan risiko seluruh perusahaan”.
Sedangkan menurut Reni Maralis dan Aris Triyono (2019:8) adalah
sebagai berikut :
“Enterprise Risk Management adalah berkaitan dengan kegiatan
keamanan, yang bertujuan menjaga harta benda personel perusahaan
terhadap kerugian yang disebabkan oleh berbagai gangguan”

Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Enterprise Risk ManagementTerhadap Intellectual Capital


Risiko timbul karena adanya ketidakpastian yang berarti ketidakpastian
merupakan kondisi yang dapat menyebabkan tumbuhnya risiko. Hal ini
diakibatkan karena adanya keraguan-keraguan seseorang mengenai kemampuan
untuk meramalkan kemungkinan terhadap hasil-hasil yang akan terjadi dimasa
mendatang, dimana kondisi tidak pasti itu karena disebabkan berbagai hal, antara
lain: tenggang waktu antara perencanaan suatu kegiatan sampai kegiatan berakhir,
keterbatasan informasi yang tersedia dalam penyusunan rencana, dan keterbatasan
pengetahuan/ kemampuan/ teknik pengambilan keputusan dari perencanaan.
Semakin tinggi tingkat pertumbuhan manajemen risiko perusahaan maka semakin
besar tingkat kepastiannya. Sehubungan dengan kenyataan tersebut perusahaan
harus berupaya untuk menanggulanginya dengan meminimumkan ketidakpastian
agar tidak dapat menimbulkan kerugian. Kondisi ketidakpastian tersebut sebagai
sumber risiko. Penanggulangan risiko tersebut dapat dilakukan dengan berbagai
cara penanggulangan risiko ini disebut manajemen risiko.
Perusahaan yang mampu mengelola risikonya dengan baik akan memiliki
kinerja yang lebih baik. Pengungkapan ERM dan Pengungkapan IC merupakan
merupakan informasi finansial dan non finansial yang sangat penting bagi
investor. Jika perusahaan yang memiliki pengungkapan ERM dan pengungkapan
IC lebih tinggi maka berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, dimana
perusahaan tersebut akan dapat bersaing dimasa yang akan datang. Intellectual
Capital (IC) yang merupakan bagian dari aset tak berwujud yang terdiri dari tiga
komponen utama organisasi yang perlu dilakukan oleh perusahaan untuk
memaksimalkan kinerja perusahaan. Mariani dan Suryani (2018:132) menyatakan
bahwa pelaporan modal intelektual yang tidak disajikan atau terbatas disajikan
kepada pihak eksternal akan berdampak pada kurangnya informasi bagi investor
tentang pengembangan sumber daya tak berwujud perusahaan sehingga
menyebabkan persepsi investor tentang kondisi dan prospek perusahaan menjadi
lebih rendah. Pentingnya informasi pengungkapan ERM dan pengungkapan IC
bagi para stakeholders, sebab informasi tersebut untuk memperkecil asimetri
informasi yang dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan. Oleh sebab itu, dengan enterprise risk management yang tinggi maka
intellectual capital masa depan juga semakin tinggi. Sehingga, dalam suatu
perusahaan dapat dikatakan semakin baik dengan memiliki tingkat intellectual
capital masa depan yang tinggi.

Pengaruh Enterprise Risk Management terhadap Intellectual CapitalMasa Depan


Di era persaingan ini perusahaan tidaklah mudah bagi manajemen untuk
mencapai kinerja diatas rata-rata industri. Diperlukan keunggulan daya saing
(competitive advantage) yang tinggi untuk mengungguli para pesaing yang
dinamis dan diperlukan upaya-upaya yang inovatif untuk mempertahankan
keunggulan daya saing tersebut secara berkelanjutan. Upaya manajemen mencapai
kinerja yang diharapkan sesuai dengan tujuan perusahaan selalu diiringi dengan
risiko. Hal ini disebabkan karena lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan
cenderung berubah secara dinamis dan mengandung ketidakpastian. Pencapaian
kinerja perusahaan yang tinggi dapat mengandung risiko yang tinggi pula. Risiko
yang terjadi disuatu perusahaan tidak dapat dihindari dan pada setiap aktivitas
organisasi publik maupun swasta.
Risiko yang muncul dalam perusahaan akan terjadi pada lingkungan internal
maupun eksternal perusahaan. Selain itu, risiko yang muncul dalam perusahaan
tidak hanya satu atau dua risiko melainkan risiko dapat berupa risiko finansial,
sumber daya manusia, produksi, kompetisi, kesehatan dan keselamatan kerja.
Beragamnya risiko yang mungkin terjadi dalam suatu perusahaan, oleh karenanya
perlu dilakukan pengelolaan dan pengendalian risiko agar perusahaan dapat
mempertahankan dan mengembangkan usahanya terutama dimasa yang memiliki
potensi kompetisi yang sangat ketat seperti saat ini. Salah satu cara untuk
mengelola risiko dan memperkecil dampak risiko yakni dengan menerapkan
manajemen risiko atau biasa dikenal Enterprise Risk Management.
Manajemen risiko erat kaitannya dengan kelangsungan perusahaan.
Manajemen risiko adalah suatu rangkaian prosedur dan metodologi yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan mengontrol risiko
yang timbul dari bisnis operasional suatu perusahaan. Manajemen perusahaan di
Indonesia secara umum merupakan suatu rangkaian proses mengidentifikasi,
mengukur, memitigasi, dan mengontrol segala bentuk risiko yang terdapat di
perusahaan. Strategi pengendalian dan pengelolaan risiko di perusahaan dilakukan
dengan langkah-langkah identifikasi risiko, kuantifikasi dan pengukuran risiko,
penanganan risiko dan kebijakan manajemen risiko asuransi (Suhendra et al.,
2013). Perusahaan yang dapat menyusun informasi yang efektif, maka terdapat
suatu pendekatan yang integratif dalam menangani berbagai aspek risiko, yaitu
Enterprise Risk Management (ERM).
Proses manajemen risiko adalah tahapan yang dilakukan untuk mengelola
risiko secara sistematis. Menurut Lam et al., (2004) dalam (Pamungkas dan
Maryati 2017:20) manajemen risiko adalah kerangka yang komprehensif,
terintegrasi, untuk mengelola risiko kredit, risiko pasar, modal ekonomis, transfer
risiko, untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Manajemen risiko bertujuan
untuk mengelola risiko sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal.
Committee of Sponsoring Organizations (COSO) (2004) dalam (Pamungkas
dan Maryati 2017:414) mempublikasikan ERM sebagai suatu proses manajemen
risiko perusahaan yang dirancang dan diimplementasikan ke dalam setiap strategi
perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Program ERM mempunyai
manfaat lebih dengan memberikan informasi yang lebih tentang profil perusahaan.
hal ini karena outsiders lebih cenderung mengalami kesulitan dalam menilai
kekuatan dan risiko keuangan perusahaan yang sangat finansial dan kompleks
(Handayani dan Yanto, 2013:334).
Pengungkapan Enterprise Risk Management dilakukan untuk memberikan
informasi kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) bagaimana
pengelolaan terhadap risiko-risiko yang terjadi pada perusahaan tersebut. Devi et
al., (2017:21) menyatakan bahwa implementasi enterprise risk management
dalam suatu perusahaan akan dapat membantu mengontrol aktivitas manajemen
sehingga perusahaan dapat meminimalisasi terjadinya fraud yang dapat
merugikan perusahaan. Fenomena yang menyebabkan terjadinya kasus PT.
Telekomunikasi Indonesia Tbk telah memberikan bukti bahwa perusahaan yang
selalu menyajikan informasi finansial dalam bentuk laporan keuangan yang sangat
baik belum menjamin kesinambungan usaha perusahaan tersebut. Informasi yang
hanya bersifat finansial tidak cukup dijadikan sebagai dasar dalam menilai suatu
perusahaan Holland (2002) dalam Devi et al., (2017:21).

Pengaruh Enterprise Risk Management terhadap Intellectual Capital


Risiko bukan merupakan sesuatu yang harus dihindari, untuk itu perusahaan
seharusnya melakukan pengelolaan terhadap risiko. Pentingnya pengelolaan dan
pengendalian risiko agar dapat mempertahankan dan mengembangkan suatu
perusahaan. Untuk menghadapi risiko yang muncul, banyak perusahaan yang
mulai menggunakan manajemen risiko. Perubahan teknologi, globalisasi, dan
perkembangan transaksi bisnis menyebabkan makin tingginya tantangan yang
dihadapi perusahaan dalam mengelola risiko yang harus dihadapinya.
Kinerja perusahaan digunakan untuk mengetahui hasil tindakan yang telah
dilakukan oleh perusahaan dimasa lalu. Ukuran keuangan dilengkapi dengan
ukuran non keuangan tentang kepuasan konsumen, produktifitas, cost
effectiveness, proses bisnis, produktifitas dan komitmen perusahaan untuk
menentukan kinerja keuangan perusahaan dimasa yang akan datang (Fajarini dan
Firmansyah, 2012:4). Suatu perusahaan sebaiknya dapat memberikan informasi
bagi pemangku kepentingan tentang pengungkapan modal intelektual yang sudah
dilakukan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eccles et
al., (2001) dalam Suhardjanto dan Wardhani (2010:72) menyatakan bahwa survey
yang dilakukan oleh Price Water House-Coopers menunjukan bahwa jenis-jenis
informasi yang dibutuhkan investor paling penting yaitu lima dari sepuluh jenis
informasi dianggap sebagai intangibles, hanya tiga yang berupa informasi
keuangan dan dua diantaranya dari data internal perusahaan.
Prakoso (2013) dalam Misbah (2017:147) menyatakan bahwa perusahaan
dapat mengidentifikasi dan mengukur besarnya risiko yang selanjutnya dapat
diputuskan bagaimana cara menangani risiko yang seharusnya dan terhindar dari
kerugian yang disebabkan dari risiko tersebut. Risiko-risiko yang sudah diketahui
sejak awal dapat dikelola manajemen, sehingga dapat diketahui bagaimana kinerja
perusahaan dalam setiap periode. Penerapan manajemen risiko yang dikelola
dengan baik dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan, perbaikan
kinerja maupun kualitas pekerjaan (Misbah, 2017:147)

Komponen Intellectual Capital


Internasional Federation of Accountan (IFAC) mengklasifikasikan
intellectual capital dalam tiga kategori (Santosa, 2012:17) :
a. Human Capital
Human Capital merupakan lifeblood dalam intellectual capital, karena
terdapat sumber innovation dan improvement, namun sulit untuk diukur.
Komponen ini mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human
capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan
yang dimiliki oleh karyawannya dengan memberikan karakteristik dasar yang
dapat diukur oleh model ini seperti, training programs, credential ,
experience, competence, recruitment, mentoring, learning programs,
individual potential dan personality.
b. Structural Capital atau Organization Capital
Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam
memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung
usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta
kinerja bisnis secara keseluruhan, seperti : sistem operasional perusahaan,
proses manufakturing, budaya organisasi dan semua intelektual yang dimiliki
perusahaan.
c. Relational Capital atau Customer Capital
Relational capital merupakan hubungan yang harmonis/association network
yang dimiliki perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para
pemasok, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun
masyarakat. Komponen ini yang memberikan nilai secara nyata.

Intellectual Capital


Intellectual Capital (modal intelektual) adalah aset tidak berwujud berupa
sumber daya informasi serta pengetahuan yang berfungsi untuk meningkatkan
kemampuan bersaing serta dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sumber daya
terpenting perusahaan telah berganti dari aset berwujud menjadi Intellectual
Capital atau modal intelektual yang didalamnya terkandung satu elemen yang
penting yaitu daya pikir atau pengetahuan. Sesuai dengan pendapat Stewart
(1997), Tan et al., (1997) dan Guthrie (2001) dalam Oktavia dan Daljono (2014:1)
menyatakan bahwa perkembangan “ekonomi baru” didorong oleh informasi dan
pengetahuan menyebabkan meningkatnya perhatian pada Intellectual Capital.
Model Skandia juga memberikan penekanan kepada pentingnya ‘human
capital’ dalam konteks organisasi, istilah ini bisa dipakai dalam pengertiannya
sebagai ‘intellectual capital’ yang mengacu pada pengetahuan dan kemampuan
mengetahui (knowing capability) dari sebuah kolektifitas sosial. Intellectual
capital ini pararel dengan konsep human capital yang meliputi pengetahuan,
keterampilan dan kapabilitas yang memungkinkan seseorang bertindak dengan
cara baru. Sehingga intellectual capital merupakan sebuah sumber daya penting
dan sebuah kapabilitas untuk bertindak berdasarkan pengetahuan dan kemampuan
mengetahui.
Saat ini pemakai laporan keuangan tidak hanya mempertimbangkan aspek
informasi keuangan yang bersifat mandatory dalam proses pengambilan
keputusan, namun juga memperhatikan informasi yang bersifat voluntary.
Pengungkapan informasi terkait IC yang dimiliki perusahaan merupakan salah
satu bentuk voluntary disclosure. Hal ini sesuai dengan teori stakeholder yang
menganggap perusahaan akan memilih mengungkapkan informasi yang voluntary
(voluntary disclosure) tentang intelektual mereka, sosial, dan kinerja yang
berhubungan dengan lingkungan melebihi dan diatas persyaratan yang diwajibkan
(mandatory disclosure) Deegan (2004) dalam Ulum (2017:35). Teori ini bertujuan
membantu manager corporate untuk berlaku adil kepada stakeholder mereka,
melakukan pengelolaan dengan lebih efektif agar dapat meningkatkan nilai dari
dampak aktifitas corporate, meminimalkan kerugian bagi stakeholder, dan
pemanfaatan seluruh potensi perusahaan maka perusahaan akan mampu
menciptakan value added. Saat melakukan peningkatan terhadap value added,
maka kinerja keuangan perusahaan akan meningkat sehingga kinerja keuangan di
mata stakeholder juga meningkat (Wicaksana, 2011)

Pengukuran Enterprise Risk Management


COSO Enterprise Risk Management framework dalam Iswajuni et al.,
(2018:276) membagi tujuannya menjadi empat kategori besar, yaitu strategic
(strategis), operations (operasi), reporting (pelaporan), dan compliance
(kepatuhan). Pengertian dari keempat komponen tujuan manajemen risiko
perusahaan yaitu:
1) Manajemen Risiko Strategis (Strategic)
Manajemen risiko ini berkaitan dengan pengambilan keputusan. Risiko yang
biasanya muncul adalah kondisi yang tak terduga yang mengurangi
kemampuan pelaku bisnis untuk manjalankan strategi yang direncanakan.
Dalam hal ini beberapa faktor seperti risiko operasi, risiko aset impairment,
risiko kompetitif atau bahkan risiko frenchise (jika ada).
2) Manajemen Risiko Operasional (Operations)
Manajemen risiko operasional adalah manajemen risiko yang disasarkan pada
terjadinya permasalahan usaha yang muncul akibat faktor internal. Seperti
kinerja pegawai yang rendah, sumber daya yang kurang berkualitas,
terjadinya bencana, dan modal tidak sehat.
3) Manajemen Risiko Kepatuhan (Compliance)
Manajemen risiko kepatuhan merupakan risiko yang disebabkan oleh
lembaga keuangan yang tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan
dan ketentuan lainnya. Lembaga keuangan melakukan identifikasi dan
analisis terhadap beberapa faktor yang dapat meningkatkan eksposur risiko
kepatuhan dan berperngaruh secara kuantitatif kepada laba rugi seperti
aktivitas dan kepatuhan perusahaan serta litigasi.

Enterprise Risk Management


COSO dalam Iswajuni et al., (2018:276) mendefinisikan manajemen
risiko perusahaan (ERM) adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan
entitas direksi, manajemen dan personil lainnya, diterapkan dalam pengaturan
strategi dan di seluruh perusahaan, yang dirancang untuk mengidentifikasi
kejadian potensial yang dapat mempengaruhi entitas, dan mengelola risiko untuk
berada dalam risk appetite, untuk memberikan keyakinan memadai tentang
pencapaian suatu entitas.
Kerangka Enterprise Risk Management penting karena masing-masing
yang menggambarkan pendekatan untuk mengidentifikasi, menganalisis,
menanggapi pemantauan risiko dan peluang, dalam lingkungan internal dan
eksternal yang dihadapi perusahaan. Terdapat beberapa komponen risiko yang
saling terkait ditunjukan oleh COSO melalui objek kubus tiga dimensi yaitu :
1) Internal Environment Component
a. Risk Management Philosophy
Filosofi manajemen risiko adalah sikap yang memungkinkan para
pemangku kepentingan di semua tingkatan untuk merespon proposal
berisiko tinggi dengan jawaban ‘Tidak, ini bukan jenis usaha yang menarik
untuk perusahaan kami’
b. Risk Appetite
Selera untuk risiko yang dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif, serta
manajemen harus memiliki pemahaman umum tentang keseluruhan risk
appetite perusahaan.
c. Boards of Directors Attitudes
Dewan dan komite memiliki peranan penting untuk mengawasi dan
membimbing lingkungan risiko perusahaan.
d. Integrity and Ethical Values
Merupakan komponen penting dalam setiap kerangka ERM, karena
memandu perusahaan untuk membangun budaya yang kuat dalam
membuat keputusan berdasarkan risiko.
e. Commitment to Competence
Kompetensi yang mengacu pada pengetahuan keterampilan untuk
melaksanakan tugas yang diberikan.
f. Organizational Structure
Mengembangkan struktur organisasi dengan garis wewenang, tanggung
jawab, dan pelaporan yang tepat.
g. Asignments of Authority and Responsibility
Sejauh mana wewenang dan tanggung jawab yang ditugaskan.
h. Human Resource Standard
Perekrutan karyawan, pelatihan, kompensasi, dan semua tindakan lainnya
tentang apa yang ditoleransi dan terlarang.
2) Objective Setting
Menguraikan kondisi untuk membantu manajemen menciptakan proses ERM
yang efektif.
3) Event Identification
Mengidentifikasi kejadian perusahaan yang mempengaruhi pelaksanaan
strategi ERM dan pencapaian tujuan.
4) Risk Assessment
Penilaian risiko untuk mempertimbangkan apa dampak peristiwa terkait
risiko potensial terhadap prestasi perusahaan terhadap tujuannya.
5) Risk Response
Bagaimana tanggapan terhadap berbagai risiko yang teridentifikasi. Beberapa
cara dasar tanggapan risiko dapat ditangani melalui: penghindaran,
pengurangan, berbagi, dan penerimaan.
6) Control Activities
Perusahaan harus memilih kegiatan pengendalian dengan kebijakan dan
prosedur yang diperlukan untuk mengawasi tanggapan risiko yang dilakukan
sudah dijalankan secara efisien dan efektif. Kegiatan ini mencakup control
daerah pengendalian internal seperti : pemisahan tugas, jejak audit, keamanan
dan integritas, dan komunikasi.
7) Information & Communication
Bagaimana informasi yang harus dikomunikasikan untuk mengidentifikasi
risiko, memberikan penilaian dan proses risiko-respon-tipe.
8) Monitoring
Pemantauan yang dilakukan melalui jenis kegiatan :
a. Pelaksanaan mekanisme pelaporan manajemen yang berkelanjutan seperti
unit penjualan
b. Lancar dan status pelaporan berkala temuan terkait risiko dan rekomendasi
dari laporan audit internal dan eksternal
c. Perbarui informasi terkait risiko dari sumber seperti peraturan pemerintah-
revisi, tren industri dan berita ekonomi secara umum.

Manajemen Risiko


Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko sehingga bisa
memperoleh hasil yang paling optimal. Manajemen risiko memonitor pencapaian
tujuan utama dengan cara yang etis untuk memaksimalkan nilai dari pemegang
saham dan menyeimbangkan kepentingan stakeholders Demidenko dan McNutt
(2010) dalam Pradana dan Rikumahu (2014:196). Seperti yang dikatakan oleh
Berg (2010:197) bahwa manajemen risiko bukan alat baru, melainkan telah
banyak standar dan pedoman yang menjelaskan mengenai manajemen risiko.
Manajemen risiko harus memenuhi prinsip dan pedoman yang telah ditentukan
agar terjamin efektivitasnya dalam mendukung keberhasilan penerapan
manajemen dalam suatu perusahaan. Manajemen risiko dilakukan melalui proses-
proses, diantaranya: identifikasi risiko, evaluasi dan pengukuran risiko dan
pengelolaan risiko.
Pada awal perkembangannya, perspektif manajemen risiko berbasis silo
(parsial) yang dikenal juga sebagai Traditional Risk Management (TRM). Pada
pendekatan tradisional masih kental dengan ego-sektoral, dimana setiap divisi
tidak mau saling berbagi informasi atau hal lain yang sebenarnya dibutuhkan
untuk kemajuan perusahaan (Aditya dan Naomi, 2017:169). Sejak beberapa tahun
terakhir, terjadi pergeseran paradigma mengenai cara melihat manajemen risiko,
dengan menggunakan pendekatan yang holistik, artinya mengelola risiko dengan
mempertimbangkan segala aspek yang mungkin mempengaruhi tingkah laku
suatu kejadian. Pendekatan manajemen risiko yang menjadikan pengelolaan risiko
menlingkupi semua aspek dan dilaksanakan secara terpadu, yang biasa disebut
manajemen risiko perusahaan (Enterprise Risk Management)

Risiko


Risiko didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat menciptakan rintangan
dalam pencapaian tujuan organisasi, karena faktor internal dan eksternal,
tergantung dari tipe risiko yang ada dalam situasi tertentu Kanchu dan Kumar
(2013) dalam Pradana dan Rikumahu (2014:197). Risiko pada umumnya
dipandang sebagai sesuatu yang negatif seperti kehilangan, bahaya, dan
konsekuensi lainnya. Kerugian tersebut merupakan bentuk ketidakpastian yang
seharusnya dipahami dan dikelola secara efektif oleh organisasi sebagai bagian
dari strategi sehingga dapat menjadi nilai tambah dan mendukung pencapaian
tujuan organisasi. Pramana (2011) dalam Sepang dan Walangitan (2013: 283)
menyatakan bahwa risiko merupakan kemungkinan situasi atau keadaan yang
dapat mengancam pencapaian tujuan serta sasaran sebuah organisasi atau
individu. Risiko muncul karena kondisi ketidakpastian. Risiko bisa dikelompokan
ke dalam risiko murni dan risiko spekulatif, yaitu:
1) Risiko murni adalah risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi
kemungkinan keuntungan tidak ada. Ada dua hal yang dapat diakibatkan
risiko ini, yaitu rugi atau break even seperti: risiko kecelakaan, kebakaran,
banjir dan semacamnya. Asuransi merupakan salah satu yang sering
berurusan dengan risiko ini.
2) Risiko spekulatif adalah risiko dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian
dan juga keuntungan. Ada tiga hal yang dapat diakibatkan risiko ini, yaitu
rugi, untung, break even seperti: risiko usaha bisnis. Karena dalam kegiatan
bisnis kita mengharapkan keuntungan, meskipun ada potensi kerugian

Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan


PSAK No. 1 (Revisi 2019) Paragraf 04 yang menyatakan bahwa
karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam
laporan keuangan berguna bagi pengguna. Terdapat beberapa karakteristik
kualitatif pokok yaitu sebagai berikut:
1) Dapat dipahami
Kualitas penting informasi dalam laporan keuangan adalah kemudahannya
untuk dapat dipahami oleh pengguna. Artinya, pengguna diasumsikan
memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,
akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi.
2) Relevan
Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam proses
pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat
mempengaruhi keputusan ekonomik pengguna, dengan membantu mereka
mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa dpan, menegaskan
atau mengoreksi hasil evaluasi pengguna masa lalu.
3) Keandalan
Informasi juga harus dapat diandalkan (reliable). Informasi memiliki kualitas
andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan
dapat diandalkan oleh penggunanya. Informasi dapat dikatakan andal, jika
informasi yang disajikan harus secara jujur (faithful representation) dari
sebuah transaksi dan kejadian tertentu.
4) Dapat dibandingkan
Pengguna harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan antar
periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja
keuangan. Pengguna juga harus dapat membandingkan laporan keuangan
antar entitas untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan
posisi keuangan secara relatif.

Tujuan Laporan Keuangan


Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (Revisi 2019)
Paragraf 02 yang menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang
bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam
pembuatan keputusan ekonomi. Penyajian laporan keuangan di Indonesia harus
disusun sesuai dengan PSAK yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) serta praktek akuntansi lainnya
yang berlaku di Indonesia. Informasi tersebut dituangkan dalam komponen
laporan keuangan seperti (1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca) yang meliputi
aset, liabilitas, dan ekuitas, (2) Laporan Laba Rugi Komprehensif yang meliputi
pendapatan dan beban, keuntungan dan kerugian, (3) Laporan Arus Kas baik
menggunakan metode langsung maupun metode tidak langsung, (4) Laporan
Perubahan Ekuitas yang merupakan kontribusi dan distribusi kepada pemilik,
serta (5) Catatan Atas Laporan Keuangan. Informasi tersebut yang disajikan harus
jelas sehingga dengan mudah dipahami oleh pengguna laporan keuangan dalam
mengambil keputusan. Oleh karena itu laporan keuangan yang disampaikan harus
memenuhi karaktarestik kualitatif sebagaimana disyaratkan dalam PSAK seperti
(1) Dapat dipahami, (2) Relevan, (3) Keandalan, dan (4) Dapat dibandingkan.
Karakteristik kualitatif tersebut di atas dapat dirinci sebagai beriku

Laporan Keuangan


PSAK No. 1 (Revisi 2019) Paragraf 07 menyatakan bahwa Laporan
Keuangan adalah penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan
suatu entitas. Laporan keuangan yang lengkap meliputi Laporan Posisi Keuangan,
Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komperhensif Lain, Laporan Perubahan
Ekuitas, Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan, Informasi
Komparatif mengenai periode terdekat dan Laporan Posisi Keuangan pada awal
periode terdekat sebelumnya.
Prinsip dasar akuntansi biasanya diterapkan dalam perusahaan, salah
satunya adalah Going Concern. Going Concern merupakan salah satu konsep
penting akuntansi konvensional, dimana entitas (perusahaan) biasanya dilihat
Perusahaan dalam melaporkan laporan tahunannya, memiliki tugas untuk
memutuskan apakah perusahaan akan melanjutkan operasinya dalam masa yang
akan datang atau tidak. Keberlangsungan perusahaan ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor finansial maupun non finansial. Beberapa kondisi yang dapat
mengancam tidak terpenuhinya prinsip Going Concern diantaranya kondisi
manajemen perusahaan yang buruk, terjadinya kecurangan atau fraud, perubahan
kondisi ekonomi makro seperti meningkatkan inflasi secara tajam.
Hidayat (2018:2) mendefinisikan Laporan Keuangan merupakan sumber
informasi yang paling penting karena catatan informasi keuangan yang
menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi
sebagai gambaran kinerja keuangan. Laporan keuangan adalah hasil dari kegiatan
pencatatan seluruh transaksi keuangan di perusahaan. Transakasi keuangan adalah
segala macam kegiatan yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan.
Bagian akuntasi keuangan di perusahaan akan mengolah data transaksi secara
manual maupun dengan sistem ERP (Enterprise Resource Planning). Auditor
berfungsi untuk memastikan bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang sudah ditetapkan.
Menganalisa dan menilai posisi keuangan untuk mengetahui seberapa jauh
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya, baik dari pihak intern
maupun pihak ekstern serta mengetahui potensi dan kemajuan suatu perusahaan,
maka faktor utama yang ditentukan adalah aspek likuiditas dan aspek solvabilitas

Signalling Theory


Salah satu teori yang dapat melatarbelakangi masalah asimetri informasi
dalam pasar adalah signaling theory. Jogiyanto (2003) dalam Putra dan Utama
(2015:195) berpendapat bahwa informasi yang diungkapkan akan menjadi signal
bagi investor. Informasi financial dan informasi non financial yang terdapat
dalam annual report dapat dijadikan sebagai signal bagi pihak eksternal
perusahaan. Pihak eksternal akan melakukan analisis terhadap informasi yang
diumumkan oleh perusahaan sebagai signal baik (good news) atau signal buruk
(bad news). Perusahaan dapat menggunakan strategi pengungkapan pada annual
report secara terbuka dan transparan untuk menarik minat investasi para investor.
Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat
menjadi sinyal baik bagi pihak luar perusahaan, terutama bagi investor adalah
laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat
berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan
keuangan dan informasi non akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan
dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang
relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui
oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun luar perusahaan. Di Indonesia
informasi-informasi yang harus diungkapkan dalam laporan tahunan diatur dalam
Keputusan Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan nomor: KEP- 431/BL/2012.
Jika perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor maka perusahaan harus
mengungkapkan laporan keuangan secara terbuka dan transparan.
Tidak semua informasi wajib diungkapkan oleh perusahaan, hanya
informasi yang dianggap penting dan dibutuhkan saja oleh pihak eksternal
perusahaan. Pedoman Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh
Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) menyatakan bahwa untuk
menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Dengan adanya signaling theory ini, dapat
ditarik kesimpulan bahwa Enterprise Risk Management dan Intellectual Capital
merupakan informasi positif yang penting untuk diungkapkan.

Pengertian Stakeholder Theory


Kemakmuran suatu perusahaan sangat bergantung kepada dukungan dari
para stakeholdernya. Stakeholder diartikan sebagai pemangku kepentingan yaitu
pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung
terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenanya kelompok tersebut
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perusahaan. Devi et al., (2017:27)
berpendapat mengenai stakeholder theory yang menyatakan bahwa semua
stakeholder mempunyai hak memperoleh informasi mengenai aktivitas
perusahaan yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan mereka. Para
stakeholder juga dapat memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan
tidak dapat memainkan peran secara langsung dalam suatu perusahaan. Oleh
karena itu para stakeholder memiliki kewenangan untuk memengaruhi
manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi dan sumber-sumber
ekonomi yang dimiliki oleh organisasi, sehingga diperlukan adanya pengelolaan
yang baik dan maksimal atas seluruh potensi sehingga organisasi akan dapat
menciptakan nilai tambah untuk kemudian mendorong kinerja keuangan dan nilai
perusahaan yang merupakan orientasi para stakeholder dalam mengintervensi
manajemen.
Kelompok stakeholder inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi
perusahaan dalam mengungkapkan atau tidak mengungkapkan suatu informasi di
dalam laporan keuangan Ulum et al., (2008) dalam Devi et al., (2017:25). Tujuan
utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajemen perusahaan
dalam meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang
dilakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin muncul bagi stakeholder

Bentuk-Bentuk Teknik Analisis Risiko


a. Pendekatan Konservatif
Prinsip dasar teknik ini sangat sederhana, yaitu memilih estimasi yang
tinggi pada beaya (cash outflows) dan mengevaluasinya dengan
discount rate yang relatif tinggi. Walaupun teknik ini mudah dan
menempatkan proyek dalam lingkup yang aman, sebenarnya teknik ini
tidak menerapkan suatu ukuran risiko, sehingga terlalu banyak
penyimpangan yang dapat terjadi.
b. Risk-Adjusted Discount Rate
Cara kerja metode ini adalah dengan menentukan sebuah risk-adjusted
net present value (NPV) dari suatu investasi properti dengan
menggunakan risk-adjusted discount rate (RADR). Risk-adjusted
NPV dapat ditentukan dengan menggandakan adjusted discount rate
dan besarnya modal (beaya) yang dibutuhkan untuk mewujudkan
proyek itu. (Haimlevy and Marshal S. 1989: 245-246).
c. Pendekatan Kepastian Ekivalen (Risk Free Discount Rate)
Metode Risk-Free Discount Rate (RFDR) merupakan alternatif, di
samping metode RADR, untuk merefleksikan risiko dan arus kas.
Prinsip dasar teknik ini adalah dengan mengkonversikan arus kas yang
tidak pasti ke arus kas ekivalen yang lebih pasti dari proyek yang
dianalisis dengan menggunakan koefisien kepastian ekivalen. (Harrold
E. Marshal: 1987). Koefisien ini berkisar antara 0,00 hingga 1,00
tergantung pada derajad kepastian yang sangat terkait dengan
pendapatan.
d. Decision Trees
Teknik ini merupakan satu dari sedikit metode yang memungkinkan
pengambil keputusan membawa seluruh kemungkinan hasil dari
sebuah proyek ke dalam lingkungan yang tidak pasti.
Analisis dengan metode ini tidak menghasilkan suatu keputusan
“melanjutkan” atau “menolak” proyek investasi. Investor harus
mengambil keputusan itu dengan pertimbangan yang lebih bersifat
subyektif dari skema decision trees.
e. Analisis Kepekaan
Metode ini didefinisikan sebagai suatu proses evaluasi sejumlah
parameter untuk menguji atau mengidentifikasi pengaruh-pengaruh
yang ditimbulkan oleh adanya perubahan nilai masukan (nilai NPV
proyek) dalam proses evaluasi sejumlah parameter tadi. Aplikasi
sistematis dari perubahan-perubahan itu disebut sebagai analisis
kepekaan (sensitivity analysis). (Jeff Madura and E.T Veit 1988: 58).
Tujuan teknik ini adalah mengevaluasi derajad perubahan NPV dan
memungkinkan pengambil keputusan mengidentifikasi sejumlah
alternatif NPV dan kemudian menentukan faktor yang memberikan
pengaruh terbesar.
Untuk memperkecil jumlah variabel yang harus dimasukkan, estimasi
dapat digolongkan dalam tiga grup utama, yaitu skenario yang
optimistik, realistik, dan pesimistik.
f. Analisis Probabilitas
Dibandingkan dengan cara sebelumnya, analisis probabilitas
(probability analysis) merupakan metode yang lebih rumit, tetapi
merupakan metode yang baik dan banyak digunakan dalam analisis
proyek properti. Analisis probabilitas, tidak seperti analisis kepekaan,
dapat dievaluasi secara langsung dengan menggabungkan probabilitas
seluruh proses yang dapat terjadi selama periode investasi proyek
properti.
Analisis ini membutuhkan seperangkat data yang harus ditentukan
dari distribusi probabilitas untuk membuat sebuah model probabilistik.
Komputerisasi dibutuhkan untuk menghasilkan distribusi probabilitas
kumulatif.
g. Simulasi Monte Carlo
Teknik simulasi Monte Carlo merupakan sebuah metode simulasi
yang menggunakan angka random dan data probabilistik dari
distribusi probabilitas untuk menghitung arus kas dan NPV suatu
proyek.

Teknik-Teknik Analisis Risiko


Pada awal tahun enampuluhan analisis risiko masih merupakan
kegiatan yang bersifat konvensional, karena hambatan dan keterbatasan
lingkungan sosial, pasar, kompleksitas analisis risiko, teknologi, sumber data,
dan tidak memadai serta belum dewasanya ilmu pengetahuan manusia yang
terlibat di dalamnya.
Sekarang perkembangan dan penggunaan teknik analisis risiko sudah
sangat canggih. Para evaluator investasi juga melakukan berbagai modifikasi
berdasarkan pengalaman dan dalam rangka untuk menyesuaikan dengan
karakteristik lingkungan yang berubah (Austin J.J and C.F. Sirmans, 1982:
62).

Proses Manajemen Risiko


Manajemen risiko terdiri dari enam langkah, yaitu menentukan
tujuan, mengidentifikasi risiko, menentukan ukuran risiko, menyeleksi
teknik analisis, implementasi, dan evaluasi.
Menentukan tujuan adalah langkah pertama dalam manajemen
risiko. Tujuannya adalah untuk menentukan secara akurat manfaat
program manajemen risiko bagi perusahaan. Untuk mencapainya
dibutuhkan sebuah proses perencanaan yang komprehensip, termasuk
penentuan tujuan setiap langkah dalam manajemen risiko serta orang
yang bertanggung jawab

Manajemen Risiko


Manajemen risiko memiliki banyak definisi. Salah satunya,
manajemen risiko didefinisikan sebagai proses perencanaan,
pengelolaan, dan pengawasan sumber daya dan aktifitas lain dalam
sebuah organisasi dengan tujuan untuk meminimalkan konsekuensi
kerugian dengan beaya yang masih dalam tingkat kelayakan proyek
(S.J. Lowder, 1982: 48-51)
Tujuan utama implementasi manajemen risiko dalam
proyek properti adalah:
1) kesuksesan proyek,
2) menurunkan risiko biaya manajemen dan menaikkan keuntungan,
3) mempertahankan stabilitas pemasukan,
4) mengurangi dan melindungi kemungkinan kemandekan oleh
karena berbagai perubahan yang berpengaruh terhadap
pembeayaan proyek,
5) peningkatan skala bisnis perusahaan.

Identifikasi dan Analisa Resiko


Menurut Darmawi (2008) tahapan pertama dalam proses
manajemen risiko adalah tahap identifikasi risiko. Identifikasi risiko
merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus
dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau
kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses
identifikasi risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari
proses inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada
suatu proyek, harus diidentifikasi.
Masih menurut Darmawi (2008) proses identifikasi harus
dilakukan secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada risiko
yang terlewatkan atau tidak teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya,
identifikasi risiko dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:
a. Brainstorming
b. Questionnaire
c. Industry benchmarking
d. Scenario analysis
e. Risk assessment workshop
f. Incident investigation
g. Auditing
h. Inspection
i. Checklist
j. HAZOP (Hazard and Operability Studies)
Adapun cara – cara pelaksanaan identifikasi risiko secara nyata
dalam sebuah proyek adalah :
a. Membuat daftar bisnis yang dapat menimbulkan kerugian.
b. Membuat daftar kerugian potensial. Dalam checklist ini dibuat daftar
kerugian dan peringkat kerugian yang terjadi.
c. Membuat klasifikasi kerugian.
1) Kerugian atas kekayaan (property).
a) Kekayaan langsung yang dihubungkan dengan kebutuhan
untuk mengganti kekayaan yang hilang atau rusak.
b) Kekayaan yang tidak langsung, misalnya penurunan
permintaan, image perusahaan, dan sebagainya.
2) Kerugian atas hutang piutang, karena kerusakan kekayaan atau
cideranya pribadi orang lain.
3) Kerugian atas personil perusahaan. Misalnya akibat kematian,
ketidakmampuan, usia tua, pengangguran, sakit, dan sebagainya

Risiko


Definisi risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan)
dari suatu perbuatan atau tindakan. Menurut Arthur J. Keown (2000),
risiko adalah prospek suatu hasil yang tidak disukai (operasional sebagai
deviasi standar).
Definisi risiko menurut Hanafi (2006) risiko merupakan besarnya
penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected
return –ER) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return).
Menurut Emmaett J. Vaughan dan Curtis M. Elliott (1978), risiko
didefinisikan sebagai;
a. Kans kerugian – the chance of loss
b. Kemungkinan kerugian – the possibility of loss
c. Ketidakpastian – uncertainty
d. Penyimpangan kenyataan dari hasil yang diharapkan – the dispersion of
actual from expected result
e. Probabilitas bahwa suatu hasil berbeda dari yang diharapkan – the
probability of any outcome different from the one expected

Manajemen Proyek


Manajemen Proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan
koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk
menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya dan tepat mutu.
(Ervianto,2005). Manajemen proyek memiliki tujuan secara khusus dan sasaran, untuk
mencapai usaha tujuan tersebut terdapat tiga batasan, yaitu :

  1. Tepat biaya, kegiatan proyek harus dilakukan sesuai dengan biaya yang telah
    ditetapkan pada awal perencanaan yaitu mencakup pekerjaan masa pra
    konstruksi hingga masa pasca konstruksi.
  2. Tepat waktu, kegiatan proyek harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah
    dijadwalkan pada awal perencana, dalam bentuk prestasi pekerjaan.
  3. Tepat mutu, pada kegiatan pelaksanaan konstruksi perlu diperhatikan mutu
    yang digunakan harus seusai dengan persyaratan yang sudah disepakati pada
    awal perencanaan oleh pemilik proyek (owner)

Manajemen Risiko Pasca Konstruksi


Manajemen risiko pasca konstruksi adalah suatu kegiatan untuk
mengidentifikasi, menganalisis, dan mengendalikan risiko-risiko yang terjadi pada
masa pemeliharaan setelah kegiatan pelaksanaan pembangunan proyek selesai
dilakukan, yang memiliki tujuan untuk mengetahui risiko terkecil hingga terbesar yang
terjadi pada tahap pasca konstruksi, serta mencari penanganan yang tepat untuk risiko
yang terjadi selama masa pemeliharaan atau pasca konstruksi

Manajemen Risiko Pelaksanaan Konstruksi


Manajemen risiko pada masa pelaksanaan konstruksi adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengendalikan risiko-risiko yang
terjadi pada saat berlangsungnya pekerjaan pembangunan proyek, manajemen risiko
pelaksaan konstruksi ini dilakukan setelah berakhirnya masa pra konstruksi yang
bertujuan untuk mengeahui risiko yang terjadi pada masa pelaksanaan konstruksi,
mengurangi risiko yang kemungkinan besar akan terjadi yang dapat menghambat
jalannya pelaksaan konstruksi berlangsung, dan mencari solusi atau penangan yang
tepat untuk mengatasi risiko yang terjadi selama masa pelaksanaan konstruksi

Manajemen Risiko Pra Konstruksi


Manajemen risiko pra konstruksi adalah suatu kegiatan untuk mengidentifikasi,
menganalisis, dan mengendalikan risiko-risiko yang terjadi pada tahap pekerjaan awal
sebuah proyek konstruksi sebelum dilakukannya kegiatan pembangunan proyek, yang
bertujuan untuk mengantisipasi kerugian yang dapat menghambat berlangsungnya
pelaksanaan konstruksi, untuk mengetahui risiko terkecil hingga terbesar yang terjadi
pada tahap pra konstruksi, serta mencari penanganan yang tepat untuk risiko yang
terjadi sebelum pelaksanaan konstruksi.

Manfaat Manajemen Risiko


Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen risiko antara lain
(Mok et al, 1996) berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah –
masalah yang rumit,yaitu diantaranya sebagai berikut :

  1. Memudahkan estimasi biaya.
  2. Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang di hasilkan
    dalam cara yang benar.
  3. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi risiko dan
    ketidakpastian dalam keadaan yang nyata.
  4. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa
    banyak informasi yang di butuhkan dalam menyelesaikan masalah.
  5. Meningkatan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan
  6. Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah.
  7. Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan – pilihan alternatif.

Tujuan Manajemen Risiko


Tujuan dari manajemen risiko adalah untuk mengenali risiko dalam sebuah
proyek dan mengembangkan strategi untuk mengurangi atau bahkan menghindarinya,
dilain sisi juga harus dicari cara untuk memaksimalkan peluang yang ada (Wideman,
1992). Manajemen risiko memiliki tujuan yaitu untuk meminimalisir kejadian yang
akan berpengaruh terhadap keuntungan atau kerugian, untuk meningkatkan kejadian
yang memiliki dampak positif, dan mengurangi kejadian yang berdampak negatif
terhadap pekerjaan. Tujuan tersebut akan berpengaruh pada biaya, waktu, mutu, dan
ruang lingkup

Pengertian Risiko


Risiko adalah ancaman terhadap kehidupan, properti atau keuntungan finansial
akibat bahaya yang terjadi (Duffield & Trigunarsyah, 1999). Risiko adalah suatu
variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu pada kondisi tertentu
(Halpin, D. W and Woodhead, R. W., 1998). Dari pengertian risiko tesebut terdapat
hal-hal yang memiliki ketidakpastian terhadap suatu kegiatan yang sedang berlangsung
atau yang kegiatan yang akan dilakukan pada kemudian hari, dan memiliki kerawanan
terhadap kuntungan maupun kerugian suatu pekerjaan.
Jenis-jenis risiko dapat digolongkan secara umum, berikut dapat dijelaskan
jenis-jenis risiko secara umum, yaitu :

  1. Risiko murni (Pure risk) adalah sebuah risiko apabila terjadi maka akan
    mengakibatkan kerugian, dan apabila tidak terjadi risiko makan tidak akan
    terjadi keuntungan.
  2. Risiko spekulatif (Speculative risk) adalah risiko yang bisa mendapatkan
    keuntungan maupun kerugian.
  3. Risiko partikular adalah risiko yang terjadi memiliki sumber dari individu dan
    berdampak lokal.
  4. Risiko fundamental adalah risiko yang dapat berdampak besar, sumber dari
    risiko ini yaitu dari alam.
    Menurut Flanagan & Norman (1993), risiko-risiko dalam proyek konstruksi adalah
    sebagai berikut :
  5. Penyelesaian yang gagal sesuai desain yang telah ditentukan/penetapan waktu
    konstruksi.
  6. Kegagalan untuk memperoleh gambar perencanaan, detail perencanaan/izin
    dengan waktu yang tersedia.
  7. Kondisi tanah yang tak terduga
  8. Cuaca yang sangat buruk.
  9. Pemogokan tenaga kerja.
  10. Kenaikan harga yang tidak terduga untuk tenaga kerja dan bahan.
  11. Kecelakaan yang terjadi dilokasi yang menyebabkan luka.
  12. Kerusakan yang terjadi pada struktur akibat cara kerja yang jelek.
  13. Kejadian tidak terduga (banjir, gempa bumi, dan lain–lain).
  14. Klaim dari kontraktor akibat kehilangan dan biaya akibat keterlambatan
    produksi karena detail desain oleh tim desain.
  15. Kegagalan dalam penyelesaian proyek dengan budget yang telah ditetapkan.

Pengertian Manajemen Risiko


Manajemen risiko adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk
mengidentifikasi, menganalisis dan mengendalikan risiko yang mungkin terjadi dalam
suatu aktivitas atau kegiatan sehingga akan diperoleh efektivitas dan efisiensi yang
lebih tinggi (Darmawi, 2016). Dalam proyek konstruksi sangat sulit untuk menghindari
risiko, maka dari itu perlu diadakannya manajemen risiko karena manajemen risiko
sangat mempengaruhi kegiatan dalam proyek konstruksi, apabila penanganan dalam
proyek berjalan dengan baik maka aktivitas yang dilakukan akan mengalami
kemudahan tanpa hambatan yang dipengaruhi oleh risiko.
Manajemen risiko merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan dalam sebuah
proyek konstruksi karena dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi selama
pekerjaan konstruksi berlangsung, dan dapat berpengaruh terhadap segi biaya, waktu,
kualitas pekerjaan, teknis pekerjaan, dan evaluasi pada proyek.

Metode penyisihan piutang tak tertagih


Metode penyisihan piutang tak tertagih terdiri dari 2 metode, yaitu
metode hapus langsung dan metode cadangan.

  1. Metode hapus langsung (direct write – off method)
    Menurut Herry (2008:201) dalam (Riwayati, 2015) faktor –
    faktor yang membuat metode hapus langsung digunakan adalah :
    a. Terdapatnya sebuah situasi dimana perusahaan tidak memungkinkan
    untuk melakukan estimasi besar kecilnya piutang usaha yang tidak
    dapat ditagih sampai dengan akhir periode.
    b. Jumlah piutang usaha yang ditimbulkan dari kegiatan bisnis
    perusahaan dapat dipastikan menjadi sangat kecil

Kebijakan Pengumpulan Piutang


Kebijakan pengumpulan piutang menurut I Made Sudana
(2015:257) dalam (Sukma & Fadhil, 2016) merupakan komponen terakhir
dari kebijakan sebuah kedit yang diberikan perusahaan. Hal ini mencakup
pemantauan piutang dan memperoleh pembayaran atas piutang yang telah
jatuh tempo.
Untuk menjaga agar pelanggan membayar piutang tepat waktu,
kemudian perusahaan akan selalu memantau piutang yang akan jatuh
tempo. Misalnya dengan selalu memperhatikan buku piutang dari waku ke
waktu. Sedangkan dalam upaya pengumpulan piutang perusahaan
biasanya mengambil langkah – langkah sebagai berikut:
a) Mengirimkan surat pemberitahuan kepada pelanggan yang telah jatuh
tempo piutangnya.
b) Perusahaan menghubungi pelanggan melalui telephone.
c) Menugaskan tenaga penagih untuk melakukan penagihan piutang.

Piutang usaha yang tidak dapat ditagih


Menurut wahyuni (2012) dalam (Riwayati, 2015) piutang tak
tertagih adalah hak perusahaan untuk menagih sejumlah uang kepada
pembeli karena adanya transaksi penjulan secara kredit yang belum atau
tidak bisa dibayarkan tepat pada waktunya

Syarat Penjualan Secara Kredit


Menurut I Made Sudana dalam (Sukma & Fadhil, 2016) syarat
penjualan mencakup tiga unsur yang berbeda yaitu jangka waktu kredit,
potongan tunai, serta jenis kredit yang diberikan perusahaan. Jangka
waktu kredit adalah lamanya waktu saat penjualan dilakukan sampai
dengan pelanggan harus melunasi semua utangnya. Potongan tunai
merupakan bagian dari syarat penjualan yang diberikan kepada
pelanggan. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong pelanggan untuk
membayar lebih cepat dari jangka waktu kredit yang diberikan.
Sedangkan untuk jenis kredit kebanyakan kredit dagang yang ditawarkan
merupakan open account. Hal ini berarti bukti formal kredit adalah bukti
invoice yang dikirim bersamaan dengan pengiriman barang dan ditanda
tangani pembeli sebagai bukti barang telah diterima

Kebijakan Kredit


Kebijakan kredit menurut Brigham dan Houston dalam (Riwayati,
2015) terdiri dari :
a. Jangka waktu kredit yang diberikan merupakan masa kredit yang
diberikan oleh penjual kepada pembeli untuk melunasi atas
pembeliannya.
b. Potongan harga ditentukan dari jangka waktu dalam pembayaran,
apabila lebih cepat dari tanggal jatuh tempo maka akan mendapatkan
potongan.
c. Standar kredit memiliki peran yang penting karena memiliki arti
kekuatan keuangan karena disyaratkan atas pelanggan yang
menerima fasilitas kredit.
d. Kebijakan penagihan merupkan tindakan yang menentukan lunak
atau tidaknya perusahaan dalam menagih pelanggan atau akun –
akun yang telah mengalami keterlambatan pembayaran tagihan

Kredit dan Piutang


Ketika perusahaan menjual barang dan jasa, perusahaan dapat
melakukannya secara kredit atau tunai. Jika penjualan dilakukan secara
tunai, maka pada saat dilakukan penjualan perusahaan juga akan menerima
kas. Begitu pula sebaliknya, jika penjualan dilakukan secara kredit maka
perusahaan akan menerima kas beberapa waktu sesuai dengan kesepakatan
sebelum dilakukannya penjualan kedit. Dengan demikian proses penjualan
secara kredit akan menimbulkan adanya piutang dagang. Ada beberapa
alasan mengapa perusahaan melakukan penjualan secara kredit
diantaranya adalah untuk meningkatkan penjualan karena adanya
pesaingan dilingkungan bisnis yang semakin pesat

Ketentuan penjualan


Ketentuan penjualan dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya
diskon untuk pembayaran yang lebih awal, periode diskon dan periode
kredit total. Pada umumnya ketentuan yang timbul saat penjualan
dinyatakan dalam bentuk a/b, net c, yang menunjukkan bahwa pelanggan
tersebut dapat mengurangi a persen apabila pelanggan dapat melakukan
pembayaran b hari, bila tidak maka harus dibayarkan pada c hari.

  1. Tipe pelanggan
    Penentuan tipe pelanggan merupakan hal yang sangat penting
    dalam pemberian kedit karena merupakan bagian awal sebelum
    melakukan pemberian penjualan kedit. Apabila perusahaan salah
    dalam menentukan calon pelanggan, maka yang terjadi adalah resiko
    pembayaran piutang tidak sesuai waktu yang telah disepakati.
  2. Usaha penagihan
    Dalam kegiatan pengendalian piutang usaha, peran seseorang
    sebagai penagih sangatlah diperlukan rasa tanggung jawab. Kekuatan
    dan ketepatan waktu dalam penagihan akan mempengaruhi periode
    tagihan yang sudah jatuh tempo karena lalai dalam pembayaran.

Faktor yang mempengaruhi jumlah investasi dalam piutang


Faktor – faktor yang mempengaruhi besar kecilnya investasi dalam
piutang menurut Indrajat dalam (Riwayati, 2015) adalah :

  1. Presentase penjualan kredit
    Semakin besar penjualan kredit yang diberikan perusahaan,
    maka akan semakin besar pula piutang yang akan diperoleh. Hal ini
    mampu meningkatkan volume penjualan secara tidak langsung dan
    investasi dalam piutang juga akan mengalami kenaikan.

Jenis – Jenis Piutang


Menurut Keiso, dkk (2009:346-347) dalam (Veralita & Khairani,
2015) piutang dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
a. Piutang Lancar
Piutang lancar merupakan piutang yang akan ditagihkan oleh
penjual dalam masa waktu satu tahun atau selama satu siklus operasi
berjalan, mana yang lebih panjang.
b. Piutang Tidak Lancar
Piutang tidak lancar merupakan piutang yang akan tertagih
dengan waktu yang lama, yaitu lebih dari satu tahun

Pengertian Piutang


Piutang dagang atau disebut dengan piutang usaha merupakan
piutang dengan tagihan yang timbul akibat adanya penjualan barang
dagangan atau jasa secara kredit. Piutang merupakan kebiasaan bagi
perusahaan untuk memberikan kelonggaran kepada para pelanggan pada
waktu melakukan penjualan. Penjualan dengan memberikan syarat adalah
yang dimaksudkan dari penjualan kredit. Sedangkan menurut M.
Munandar (2006:77) dalam (Wahana, 2015) yang dimaksud piutang
adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang nantinya akan
dimintakan pembayarannya bilamana telah sampai dengan tanggal jatuh
tempo.
Menurut Keiso, dkk (2007:346) dalam (Puji Astuti &
Dharmadiaksa, 2014)(Veralita & Khairani, 2015) piutang adalah klaim
uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak – pihak lainnya.
Piutang timbul sebagai akibat dari penjualan barang atau jasa. Piutang
merupakan aktiva lancar atau kekayaan perusahaan yang terjadi karena
ada transaksi secara kredit. Penjualan kredit terjadi karena dalam dunia
bisnis perlu adanya inovasi dalam penjualan barang dan jasa supaya dapat
meningkatkan volume penjualan. Dalam pelaporan piutang usaha terdapat
pengelompokan piutang, yaitu piutang jangka pendek dan piutang jangka
panjang. Piutang yang diperkirakan akan tertagih dalam waktu 30 – 60
hari.

Jenis – Jenis Penjualan


Menurut Basu Swastha dalam (Anggraeni, 2020) jenis – jenis
penjualan dikelompokkan menjadi :
a. Trade Selling merupakan kegiatan penjualan produk dengan
mempersilahkan pengecer untuk memperbaiki distribusi produk
yang dijual. Biasanya menggunakan jasa promotor / sales. b. Missionary Selling merupakan usaha yang dilakukan perusahaan
dengan tujuan untuk mendorong pembeli supaya melakukan
pembelian melalui penyalur perusahaan.
c. Technical Selling merupakan kegiatan yang dilakukan oleh penjual
dengan memberikan saran dan nasihat kepada pembeli.
d. New Bussines Selling merupakan usaha kegiatan yang dilakukan
penjual untuk membuka transaksi baru dengan pembeli.
e. Responsive Selling merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
penjual dengan memberikan reaksi terhadap permintaan pembeli
sehingga timbul repeat order

Pengertian Penjualan


Penjualan merupakan suatu kegiatan usaha yang dilakukan untuk
mengembangkan rencana strategis yang diusahakan dengan tujuan untuk
memenuhi kepuasan kebutuhan dan keinginan pembeli. Selain itu dengan
adanya penjualan diharapkan memperoleh laba. Menurut Basu Swastha
dalam (Anggraeni, 2020) penjualan adalah kegiatan yang dilakukan antara
penjual dan pembeli untuk melakukan proses pertukaran. Penjualan
merupakan kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi atau
memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran

Evaluasi Risiko


Tahapan terakhir dari sebuah penilaian risiko adalah evaluasi atas
risiko yang terjadi. Menurut (Herry, 2015) Sebuah risiko akan diukur
dengan menggunakan kriteria yang telah dibuat atau biasa disebut risk
criteria, baik kriteria untuk profitabilitas maupun dampak resiko yang
dihadapi dikemudian hari. Risk evaluation mencakup perbandingan
berdasarkan hasil risk analys dengan risk criteria agar dapat diketahui
apakah risiko tersebut masih bisa mendapatkan toleransi atau tidak.
Dalam menentukan pengendalian bisnis Tindakan penanganan risiko yang
akan dilakukan harus mampu menghasilkan sebuah keputusan.
Evaluasi risiko bertujuan untuk membantu pengambilan keputusan
berdasarkan analisis risiko yang telah dilakukan. Tahapan risiko menurut
Dwi Rachmania dalam (Herry, 2015) tahapan evaluasi risiko meliputi :

  1. Dalam menyusun prioritas berdasarkan besaran risiko dengan
    ketentuan antara lain:
    a. Besaran risiko tertinggi mendapat prioritas paling tinggi
    b. Apabila terdapat lebih dari satu risiko yang memiliki besaran risiko
    yang sama, maka prioritas risiko ditentukan berdasarkan urutan area
    dampak dari yang tertinggi hingga terendah sesuai kriteria dampak.
    c. Apabila masih terdapat lebih dari satu risiko yang memiliki besaran
    dan area dampak yang sama, maka prioritas risiko ditentukan
    berdasarkan urutan kategori risiko.
    d. Apabila masih terdapat lebih dari satu risiko yang memiliki besaran,
    area dampak dan kategori yang sama maka prioritas risiko ditentukan
    berdasarkan judgment pemilik risiko

Identifikasi Risiko


Identifikasi risiko merupakan unsur pertama dari sebuah kegiatan
bisnis. Sebelum melakukan kegiatan bisnis terlebih dahulu
mengidentifikasi risiko apa saja yang dapat menghambat pencapaian
tujuan atau sasaran peusahaan. Hasil yang didapatkan setelah melakukan
identifikasi risiko yang terdiri dari berbagai informasi yang memuat
tentang peristiwa risiko, pemilik risiko, penyebab risiko, kegitan
pengendalian risiko yang sudah ada dan sisa risiko yang dinilai dari setiap
tindakan yang dilakukan mengandung risiko.
Menurut (Herry, 2015) teknik – teknik yang dapat dilakukan
dalam melakukan identifikasi risiko melalui 3 tahapan yaitu :

  1. Berdasarkan dokumen yang dijadikan kajian.
  2. Teknik yang digunakan sebagai media informasi berupa kuesioner,
    wawancara, root cause analysis, teknik delphi, dan brainstorming.
  3. Dengan melakukan analis stakeholder melalui pendekatan analisis
    power dan interest terhadap pemangku kepentingan yang memiliki
    ekspektasi terhadap operasi perusahaan.
    Segala bentuk risiko yang belum mendapatkan penanganan,
    diharapkan mampu memperkecil profitabilitas atau dampak dari risiko
    yang akan dihadapi kemudian hari. Untuk risiko yang selalu ada setelah
    diadakan tindakan penanganan diharapkan mampu memberikan
    peningkatan hasil yang lebih baik lagi.

Tahapan Penilaian Risiko Bisnis


Dalam melakukan kegiatan bisnis sering terjadi ancaman yang
kemungkinan terjadi, oleh karena itu perusahaan harus bisa melakukan
penilaian terhadap risiko bisnis yang telah dijalankan. Penilaian risiko
harus dilakukan secara sistematis, interatif dan kolaboratif dengan tujuan
supaya dapat melakukan penanganan risiko secara tepat terhadap
kemungkinan – keungkinan kejadian yang dapat menghambat tujuan
perusahaan.

Mengukur Risiko Operasional


Dalam mengukur dan menganalisis sebuah risiko dapat mengetahui
seberapa besar kemungkinan – kemungkinan yang akan terjadi. Mengukur
risiko dapat dilakukan dengan cara kualitatif ataupun kuantitatif
tergantung pada situasi yang sedang dihadapi oleh perusahaan. Dalam
penelitian (Savitri, 2014) menyatakan bahwa di dalam mengukur dan
menganalisis sebuah risiko dapat menggunakan rating risiko kredit yang
termuat dalam Credit Rating Tools yang meliputi beberapa aspek. Hal ini
menandakan bahwa semakin tinggi scoring yang diperoleh maka akan
semakin tinggi pula tingkat kredit yang diberikan.

Analisis dan Evaluasi Dampak Risiko


Menurut (Herry, 2015) Kegiatan yang dilakukan dalam analisis
dan evaluasi dampak risiko adalah dengan menentukan terlebih dahulu
kemampuan organisasi dalam pengambilan risiko perusahaan. Setelah
mengetahui kemampuan organisasi dalam pengambilan risiko selanjutnya
dilakukan proses identifikasi dan klasifikasi langkah – langkah yang akan
dianalisis, seberapa besar profit yang akan dihasilkan, dampak dari risiko
yang akan diterima sampai dengan perhitungan dampak sosial
menggunakan asumsi yang rasional.

Risk appetite vs Risk Tolerance


Menurut (Herry, 2015) Risk appetite atau juga disebut dengan
selera risiko membutuhkan kesiapan perusahaan dalam menghadapi
jumlah risiko untuk mencapai visi dan misinya. Sedangkan toleransi
risiko akan memberikan suatu jaminan yang lebih besar lagi kepada
perusahaan apabila tetap berada pada risk appetite dan akan
memberikan kenyamanan yang lebih tinggi dalam pencapaian tujuan.
Risk tolerance dalam kegiatan pemberian toleransi sebesar 5% dari
taget pendapatan atau laba bersih yang akan dijadikan sebagai gradasi
untuk mencapai tujuan perusahaan

Proses Enterprise Risk Management


Menurut (Passenheim, 2010) dalam (Herry, 2015) Enterprise Risk
Management adalah prosedur untuk meminimalkan dampak buruk bagi
kemungkinan kerugian finansial untuk :
1) Mengidentifikasi sumber kerugian potensial.
2) Mengukur konsekuensi keuangan dari kerugian yang terjadi, dan
3) Mengunakan kontrol untuk meminimalkan kerugian aktual atau
konsekuensi keuangannya.
Dengan adanya peningkatan setiap aktivitas yang terjadi pada
perusahaan dapat membantu tujuan pemantauan semua risiko yang
kemungkinan terjadi. Menyadari pentingnya proses manajemen risiko
dapat meminimalisir adanya kemungkinan yang tidak diharapkan.
Identifikasi tidak dapat dilakukan oleh individu saja akan tetapi harus
dilakukan oleh organisasi dalam perusahaan

Enterprise Risk Management


Dalam penelitian (Sirait & Susanty, 2016) Enterprise Risk
Management (ERM) terdapat delapan komponen yang diturunkan dari
bagaiamana integritas manajemen perusahaan dan proses manajemen. Hal
ini dilakukan dengan tujuan supaya perusahaan dapat mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Menurut (Passenheim, 2010) dalam (Herry, 2015)
Enterprise Risk Management (ERM) berkaitan dengan risiko dan peluang
yang dapat mempengaruhi penciptaan atau pelestarian nilai, yang
diidentifikasikan oleh COSO yaitu sebagai berikut :
Enterprise Risk Management adalah suatu kegiatan atau proses
yang dipengaruhi oleh dewan direktur, manajemen dan personal lainnya
yang telah diterapkan dalam penetapan suatu strategi pada seluruh bagian
perusahaan yang kemudian dirancang untuk mengidentifikasi peristiwa
potensial yang dapat memenuhi entitas dan dapat mengelola risiko agar
sesuai dengan hasil yang diharapkan, untuk mendapatkan jaminan yang
wajar mengenai tujuan entitas perusahaan.
Dalam penerapan Enterprise Risk Management harus mendapatkan
dorongan dan dijalankan oleh seluruh oganisasi dan harus dipastikan
bahwa budaya kesadaran risiko dilatih, hidup dan dihargai dalam
perusahaan. Setiap perusahaan memiliki konteks visi dan misi yang sama,
manajemen yang ditetapkan memiliki tujuan yang strategis dan
menetapkan sasaran sesuai dengan tujuan perusahaan.
Menurut Passenheim (2010) dalam (Herry, 2015) kerangka kerja
yang terdapat pada Enterpise Risk Management dibagi menjadi empat
bagian :
1) Strategic, memiliki target yang tinggi, sejalan dan mendukung misi
perusahaan.
2) Operational, menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien.
3) Financial / reporting, keandalan pelaporan.
4) Hazard / Complience, kesalahan yang dilakukan oleh individu dan
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

Pemantauan dan Kaji Ulang Risiko


Tujuan adanya pemantauan dan kaji ulang risiko adalah agar
perusahaan mendapatkan pembelajaran dari setiap kejadian yang pernah
dialamai. Memastikan bahwa kegiatan pengendalian internal perushaan
sudah dilakukan dengan baik. Selain itu dengan adanya pemantauan
dan kaji ulang risiko mampu mendeteksi setiap perubahan yang terjadi
pada konteks internal perusahaan maupun eksternal perushaan.
Termasuk perubahan yang terjadi karena risiko – risiko dan rencana
perusahaan

Standar Kompetensi Kerja Terhadap Risiko Bisnis


Setiap perusahaan selalu dihadapkan pada risiko – risiko yang
berpotensi untuk menghambat pencapaian dan tujuan perusahaan.
Setiap pelaku kompetensi dan profesionalisme sebuah perusahaan
dalam manajemen risiko haruslah berdasarkan syarat teknik dan non
teknis. Dalam menjalankan kegiatan manajemen risiko diperlukan
kegiatan penunjang keberhasilan tujuan perusahaan, diantaranya adalah:

  1. Mampu merumuskan dan melaksanakan kerangka kerja manajemen
    risiko sebuah peusahaan.
  2. Menentukan konteks risiko baik internal maupun eksternal
    perusahaan.
  3. Melakukan kegiatan identifikasi risiko.
  4. Melakukan penganalisaan terhadap risiko.
  5. Melakukan evalusi terhadap risiko yang telah terjadi.
  6. Melakukan penanganan terhadap risiko yang telah dievaluasi.
  7. Melakukan pengamatan atau pemantauan serta mengkaji ulang
    risiko.

Tahapan penanganan risiko bisnis


Didalam sebuah risiko bisnis haruslah memiliki tata cara
penanganan risiko bisnis dengan tujuan agar ketika terjadi kejadian yang
tidak direncanakan, perusahaan sudah memiliki kesiapan. Menurut (Herry,
2015) Berikut ini adalah tahapan – tahapan yang harus dilakukan
perusahaan apabila terjadi sebuah permasalahan dalam menjalankan
bisnis, antara lain :

  1. Mengacu pada risiko – risiko yang pernah dicatat pada risk register.
  2. Menentukan kegawatan dari masing – masing risiko.
  3. Melakukan root cause analysis terhadap risiko yang menjadi prioritas.
  4. Tentukan treat atau no treat.
  5. Memilih jenis treatment untuk setiap risiko yang memang harus di
    treat.
  6. Menyusun risk treatment plan.
  7. Melakukan cost and benefit analysis.
  8. Memilih opsi treatment plan.
  9. Melakukan kegiatan implementasi.
  10. Progress monitoring

Penanganan Risiko


Tujuan dari adanya penanganan risiko adalah untuk menangani
peristiwa – peristiwa risiko yang akan timbul dikemudian hari. Pengelolaan
potensi resiko sangatlah dibutuhkan karena harus sesuai dengan tindakan
penanganan risiko yang sudah ditetapkan dalam risk register. Menurut
(Herry, 2015) risk treatment adalah sebuah proses untuk memodifikasi
risiko sehingga suatu risiko dapat dihilangkan atau dikurangi. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk nenemukan metode yang paling tepat
dalam mengelola risiko berdasarkan alokasi biaya dan sumber daya yang
paling efisien.

Risiko yang Sering Muncul pada Perusahaan


Menurut (Herry, 2015) terdapat risiko – risiko yang sering terjadi
pada perusahaan, antara lain :

  1. Risiko SDM
    Kebanyakan perusahaan menggantungkan segala kegiatan
    operasionalnya pada staff yang ada, sehingga ketika jumlah staff yang
    sedikit bisa dijadikan sebagai alasan untuk tidak menghasilkan
    pekerjaan yang maksimal. Tidak dapat dipungkiri juga apabila
    terdapat konflik antar karyawan. Selain itu pembagian pekerjaan
    berdasarkan keahlian dapat menyebabkan lemahnya kaderisasi
    karyawan.
  2. Risiko operasional
    Risiko operasional yang dimaksud adalah risiko yang timbul
    dan terjadi pada kegiatan penjualan secara kredit, pencatatan piutang,
    penagihan piutang sampai dengan piutang tak tertagih. Buruknya
    layanan kepada pelanggan juga menjadi faktor pemicu risiko yang
    akan berdampak pada perusahaan.
  3. Risiko akuntansi dan keuangan
    Manajemen pengelolaan piutang yang kurang termonitoring
    dengan baik sehingga piutang tidak terkontrol dengan baik. Tidak
    adanya bonus yang diberikan kepada penerima kredit sehingga tidak
    ada perasaan insiatif untuk membayar piutang lebih cepat atau sesuai
    dengan tanggal jatuh tempo. Piutang macet dan taktertagih juga
    mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam pembayaran piutang
    yang berdampak pada ketersediaan barang dagangan. Oleh karena itu
    penting adanya RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahaan).
  4. Risiko legal dan regulasi
    Adanya kegiatan tumpang tindih sebuah regulasi perusahaan
    sehingga berdampak pada terhambatnya operasional perusahaan.
  5. Risiko teknologi dan informasi
    Sistem informasi akuntansi yang menyebabkan kurang
    terkendalinya pengendalian piutang. Pengelolaan dan pemeliharaan
    atas infrastruktur teknologi informasi yang buruk dapat menyebabkan
    rusaknya perangkat teknologi informasi.

Manfaat Manajemen Risiko


Manfaat yang perusahaan peroleh apabila menerapkan manajemen
risiko terhadap perusahaan yang dijalankan yaitu dengan dapat
terkoordinasinya fungsi yang setiap unsur perusahaan lakukan dalam
bekerja dapat menambah efektivitas organisasi. Selain manfaat yang dapat
diperoleh dalam menjalankan manajemen risiko, terdapat sasaran yang
dapat meminimalisir kegagalan dan dapat menambah keuntungan terhadap
perusahaan. Seperti yang dikemukakan oleh Wiryono (2008) dalam (Sirait
& Susanty, 2016) antara lain :
a. Dapat memperkecil biaya yang dikeluarkan (least cost).
b. Mampu menstabilkan pendapatan perusahaan.
c. Dapat memperkecil gangguan yang dihadapi ketika berproduksi.
d. Menambah berkembangnya pertumbuhan perusahaan.
e. Memiliki tanggung jawab sosial terhadap perusahaan.

Manajemen Risiko Perusahaan


Menurut Sutanto dalam (Sirait & Susanty, 2016) risiko adalah
kombinasi yang timbul akibat dari kemungkinan dan keparahan yang
terjadi pada suatu kejadian. Manajemen risiko perusahaan (enterprise risk
management) menurut BEI adalah suatu proses yang sistematis dan
berkelanjutan yang dirancang dan dijalankan oleh manajemen (termasuk
seluruh personil perusahaan) yang bertujuan untuk memberikan keyakinan
yang memadai bahwa semua risiko yang memiliki potensi menghambat
tujuan dan sasaran perusahaan telah teridentifikasi dan dikelola sedemikian rupa sesuai dengan tingkat risiko yang bersedia diambil
perusahaan (risk appetite).
Menurut Hermawan (2010) dalam (Sirait & Susanty, 2016)
manajemen risiko adalah suatu kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
menerapkan kebijakan dan upaya – upaya praktis manajemen dan
dilakukan secara sistematis dalam mengontrol risiko untuk melindungi
pekerja. Tujuan dari manajemen resiko adalah bukan untuk
menghilangkan risiko, melaikan dapat meminimalisir atas risiko – risiko
yang akan dierima perusahaan dikemudian hari

Pengertian Risiko


Menurut ISO 31000:2009 dalam (Herry, 2015) (manajemen
risiko:2015) Resiko adalah pengaruh ketidak pastian terhadap pencapaian
sasaran atau target perusahaan. Perbedaan risiko dan ketidak pastian
adalah risiko murni (pure risk) merupakan risiko yang timbul dan dapat
mengakibatkan kerugian bagi perusahaan sedangkan ketidak pastian atau
risiko spekulatif (speculative risk) adalah risiko yang dapat berakibat pada
dua kemungkinan, yaitu kemungkinan yang merugikan atau bisa juga
kemungkinan yang menguntungkan perusahaan. Semakin tinggi
keuntungan yang diinginkan maka semakin besar pula kemungkinan risiko
– risiko yang akan terjadi.

Kinerja Proyek Konstruksi


Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu
kali dilaksanakan dan pada umumnya berjangka waktu pendek (Ervianto, 2005).
Dalam rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber
daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan konstruksi.
Proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-
pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kinerja proyek merupakan bagaimana cara kerja proyek tersebut dengan
membandingkan hasil kerja nyata dengan perkiraan cara kerja pada kontrak kerja
yang disepakati antara pihak owner dengan pihak kontraktor pelaksana pekerjaan.
Keberhasilan suatu proyek konstruksi dapat dilihat dari kemampuan keterlibatan
berbagai pihak dalam menyelesaikan pekerjaan berdasarkan kriteria standarisasi
mutu, dana yang efektif dan efisien serta pencapaian waktu sesuai dengan jadwal.
Kinerja proyek pada umumnya dinilai dari aspek kinerja biaya, kinerja mutu, dan
kinerja waktu Husein (2001) :
1) Kinerja biaya merupakan perbandingan antara biaya anggaran dengan
biaya realisasi, dikatakan baik jika biaya aktual proyek lebih kecil sehingga
tidak melebihi anggaran.
2) Kinerja mutu adalah perbandingan antara mutu rencana dengan mutu
realisasi, dikatakan baik bila mutu proyek sesuai standar yang direncanakan.
3) Kinerja waktu adalah perbandingan waktu perencanaan dengan waktu
realisasi pelaksanaan, dikatakan baik jika waktu aktual proyek selesai
lebih cepat atau sesuai rencana.

Sumber Risiko


Menentukan sumber risiko merupakan hal yang sangat penting karena
mempengaruhi cara penanganannya. Menurut Smith (1999) risiko juga dapat
diidentifikasi dari sumber dan dampak kerugiannya, berdasarkan sumbernya risiko
dapat diidentifikasi dan digolongkan ke dalam kategori :
1) Risiko finansial, berhubungan dengan masalah perekonomian dan keuangan
baik dari keuangan perusahaan maupun dari perekonomian negara,
contohnya eskalasi, inflasi, jadwal pembayaran termin dan lain-lain.
2) Risiko hukum, menyangkut hukum dan perundang-undangan yang
berhubungan dengan pelaksanaan proyek, contohnya proses perijinan.
3) Risiko politik, mengenai suasana politik di suatu negara yang mendukung /
menjamin keberlangsungan suatu proyek contohnya investasi para investor.
4) Risiko sosial, menyangkut persepsi respon masyarakat terhadap pelaksanaan
suatu proyek konstruksi yang sedang dijalankan.
5) Risiko lingkungan, mempengaruhi kondisi / keadaan disekitar lokasi proyek.
6) Risiko komunikasi, mengenai faktor yang mempengaruhi komunikasi antar
pihak / personal yang terlibat dalam sistem pelaksanaan proyek.
7) Risiko geografis / alam, menyangkut gangguan yang timbul dilokasi proyek
akibat adanya pengaruh kondisi geografis / alam.
8) Risiko konstruksi, berbagai faktor yang berhubungan dengan produktivitas
penyelenggaraan proses konstruksi menyangkut SDM, material, peralatan.
9) Risiko teknis / masalah teknis seperti ketersediaan data dan komponen lain.
10) Risiko logistik menyangkut ketersediaan SDM, material dan peralatan.

Penanganan Risiko (Risk Response)


Cara menangani risiko menurut Mark S. Dorfman (2000), menggunakan
Profiling / Risk Mapping yakni dengan loss control dan risk financing.
Loss control merupakan kegiatan meminimalisir kerugian yang diharapkan dapat
mengurangi frekuensi dan dampak, metode ini dibagi menjadi tiga penerapan yaitu:
 Risk avoidance, penerapan dengan menghindari memproduksi produk berbahaya.
 Loss prevention, metode untuk mencegah terjadinya kerugian atau kehilangan.
 Loss reduction, metode memperkecil dampak-dampak kerugian yang terjadi.
Sedangkan Risk financing ialah metode untuk menentukan kapan dan kepada
siapa kerugian ditanggungkan. Metode Risk financing dibagi menjadi empat yaitu :
 Risk assumption, dengan cara menerima akibat dari segala risiko yang terjadi.
 Retention, menahan obligasi untuk mengganti sebagian / seluruh kerugian.
 Risk transfer, yaitu memperbolehkan untuk mentransfer risiko ke pihak lain.
 Insurance, mengasuransikan segala sesuatu yang mempunyai potensi besar
untuk terjadi risiko, kepada perusahaan asuransi

Analisa Risiko (Risk Analysis)


PMBOK (2004) menyebutkan analisa risiko merupakan proses mencari
informasi/deskripsi lebih spesifik terhadap risiko yang telah diidentifikasi meliputi
kuantifikasi risiko dalam probabilitas, penyebab terjadinya dan keterkaitan risiko.
Sedangkan perkiraan dampak risiko menyelidiki tentang efek yang potensial
mempengaruhi kualitas konstruksi seperti waktu, harga dan mutu pekerjaan.
Menurut Godfrey (1996) analisa risiko yang diolah secara sistematis dapat
membantu untuk :

  • Mengidentifikasi, menilai atau meranking risiko secara jelas.
  • Memusatkan perhatian pada risiko utama (Mayor Risk).
  • Memperjelas tentang batasan kerugian dan mengontrol aspek ketidakpastian.
  • Meminimalkan potensi kerusakan apabila timbul keadaan yang paling buruk.
  • Memperjelas / menegaskan setiap peran yang terlibat dalam manajemen risiko

Identifikasi Risiko (Risk Identification)


Kegiatan ini merupakan proses peninjauan area-area pada proses-proses
teknis yang berpeluang memiliki faktor risiko potensial mempengaruhi
pencapaian sasaran biaya, kinerja (peformance) dan waktu penyelesaian proyek.
Identifikasi risiko ialah proses peninjauan seluruh risiko untuk dianalisis dan
diketahui respon risiko yang dilakukan, agar tidak berdampak buruk bagi proyek.
Menurut A Guide to the Project Management Body of Knowledge (PMBOK),
langkah dalam tahapan identifikasi risiko adalah peninjauan kembali dokumen,
teknik pengumpulan informasi, analisis checklist, analisis asumsi dan dengan
teknik diagram.

Perencanaan Risiko (Risk Planning)


Manajemen risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan
sejak awal kegiatan walaupun seringkali dilakukan pada tahap pelaksanaan atau
operasional kegiatan sasarannya adalah untuk meminimalkan risiko-risiko
potensial dan memaksimalkan kesempatan-kesempatan yang mungkin bisa diraih.
Tahap ini merupakan proses untuk menentukan langkah-langkah dalam
menyelesaikan risiko yang timbul dalam suatu proyek, maka dari itu faktor risiko
harus didefinisikan dalam bentuk suatu rencana atau prosedur yang reaktif.
Perencaaan manajemen risiko menggambarkan tentang bagaimana manajemen
risiko disusun dan dilaksanakan dengan baik dalam sebuah proyek konstruksi.
Keberhasilan proyek diukur melalui empat sasaran proyek, yaitu Cost, Time,
Scope, dan Quality. Dampak risiko terhadap proyek dapat dikategorikan rendah,
sedang, atau tinggi, tergantung bagaimana risiko tersebut mempengaruhi proyek.

Manajemen Risiko


Pada manajemen proyek, yang sangat berpengaruh dari risiko ialah kegagalan
mempertahankan biaya, waktu dan mencapai kualitas serta keselamatan kerja.
Risiko dalam proyek konstruksi merupakan probabilitas kejadian yang muncul
dalam satu periode waktu dan bisa terjadi secara alami dalam situasi tertentu.
Faktor risiko tidak dapat dihilangkan namun dapat diminimalisir dampaknya.
Peluang terjadinya risiko selalu ada dalam semua tahapan kegiatan proyek
konstruksi diantaranya tahapan perencanaan (planning), perancangan (design),
pelaksanaan (construction) dan tahap penyelesaian (operation and maintenance).
Berbagai risiko dalam pelaksanaan proyek konstruksi harus dapat dikelola dengan
baik agar diperoleh hasil pekerjaan yang sesuai rencana stakeholders dan
menghasilkan keuntungan bagi pihak yang berkepentingan dalam proyek tersebut.
(Wang. Y : 2004)
Manajemen risiko merupakan pendekatan yang efektif untuk menangani
risiko pada proyek konstruksi dengan cara mengidentifikasi sumber risiko dan
ketidakpastian, menetapkan pengaruhnya dan mengembangkan respon yang tepat.
Tujuan dari manajemen risiko tidak hanya untuk mengurangi risiko tetapi dapat
digunakan oleh seorang pengambil keputusan dalam memperkirakan risiko
dengan mengubah risiko menjadi suatu peluang keuntungan atau pendapatan.
Menurut Uher (1996) tahapan manajemen risiko terdiri dari lima kegiatan yaitu
perencanaan (Planning), identifikasi (Risk Identification), analisa (Risk Analysis),
penanganan (Risk Responses) dan tahapan pemantauan / monitoring risiko.

Keputusan Pembelian


Keputusan pembelian adalah tahap dimana konsumen membuat
sebuah keputusan atau aksi untuk melakukan pembelian produk atau tidak.
Menurut (Kotler & Keller, 2012) bahwa “basic phsycological processes
play an important role in understanding how consumers actually make their
buying decision provides list of some key consumer behaviour question in
terms of who, what, when, where, how, and why”, yang berarti keputusan
pembelian dipengaruhi oleh psikologis dasar dari konsumen. Keputusan
pembelian adalah proses pengitegrasian yang mengkombinasikan
pengetahuan untuk mengevalusai dua atau lebih perilaku alternatif dan

  1. Problem Recognition
    Problem Recognition merupakan tahapan pertama yang dilakukan
    konsumen, hal ini terjadi ketika konsumen melihat perbedaan antara
    kondisi saat ini dan keadaan ideal yang diinginkan
  2. Information Search
    Information Search merupakan tahapan dimana konsumen akan
    meninjau lingkunganya untuk mendapatkan data yang sesuai dengan
    kebutuhanya untuk membuat keputusan pembelian. Pencarian informasi
    dapat dilakukan melalui pencarian internal yaitu pengetahuan yang
    tersimpan dalam ingatan konsumen atas berbagai produk dan pencarian
    eksternal yaitu pengumpulan informasi dimana konsumen mendapatkan
    informasi yang mereka butuhkan melalui iklan, teman dan keluarga.
  3. Evaluation of Alternatives
    Evaluation of Alternatives merupakan tahapan konsumen untuk
    meninjau banyaknya produk dan membandingkan kriteria nilai pada
    beberapa produk.
  4. Product Choice
    Product Choice merupakan tahapan dimana konsumen setelah
    mengumpulkan dan mengevaluasi pilihan yang relevan dalam suatu
    kategori, maka konsumen akan memilih opsi yang sesuai dengan
    kebutuhanya

Persepsi Kualitas Produk


Persepsi kualitas produk adalah persepsi konsumen terhadap kualitas
suatu merek barang atau jasa, konsumen akan memiliki persepsi yang baik
mengenai kualitas suatu merek ketika merek tersebut dinilai memenuhi
harapan konsumen (Sumarwan, et al., 2009). persepsi kualitas adalah
penilaian konsumen terhadapkeunggulan keseluruhan suatu produk atau
jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk – produk
lain (Tjiptono, 2012). Mengacu kepada pendapat (Garvin, 1988) dimensi
persepsi kualitas dibagi menjadi delapan, yaitu:

  1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti
  2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik
    sekunder atau pelengkap
  3. Kehandalan (realibility), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
    kerusakan atau gagal di pakai
  4. Kesesuaian dengan spesifikasi(conformance to specifications), yaitu
    sejauh mana karakteristik desain darioperasi memenuhi standar-
    standar yangtelah ditetapkan sebelumnya
  5. Daya tahan (durability), berkaitan denganberapa lama produk tersebut
    dapat terusdigunakan
  6. Kegunaan (serviceability) meliputi,kecepatan, kompetensi,
    kenyamanan,mudah di reparasi, penanganan keluhanyang
    memuaskan.
  7. Estetika (Aesthetics) Menyangkut penampilan produk yang bisa
    dinilai dengan panca indera (warna, dan bentuk).
  8. Persepsi terhadap kualitas (Perceived Quality) Yaitu berkaitan dengan
    mutu dan kualitas yang dirasakan oleh konsumen.
    Persepsi kualitas mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan
    dalam berbagai hal (Durianto, 2004), seperti:
  9. Kualitas aktual atau obyektif (actual or objective quality) Perluasan
    ke suatu bagian dari produk atau jasa yang memberikan pelayanan
    lebih baik.
  10. Kualitas isi produk (product-based quality) Karakteristik dan
    kuantitas unsur, bagian, atau pelayanan yang disertakan.
  11. Kualitas proses (manufacturing quality) Kesesuaian dengan
    spesifikasi, hasil akhir yang tanpa cacat (zero defect)

Citra Merek


Merek adalah satu faktor penting dalam aktifitas pemasaran karena
aktivitas mengenalkan dan menawarkan produk atau jasa tidak bias
dipisahkan dari dependensi merek. Merek juga merupakan atribut penting
sebuah produk dan sebagai identitas yang membedakan produk satu dengan
produk yang lain. Menurut (Kotler & Keller, 2012) menjelaskan bahwa
merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari
hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa
dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakan dari produk
pesaing.
Merek mengidentifikasi sumber atau pembuat dari sebuah produk
dan membuat konsumen baik secara individual atau kelompok memiliki
tanggung jawab terhadap sebuah perusahaan. Konsumen mengevaluasi
produk yang identik secara berbeda berdasarkan merek. Merek dapat
dideskripsikan dengan karakteristik-karakteristik tertrntu seperti manusia,
semakin positif deskripsi tersebut semakin kuat citra merek dan semakin
banyak kesempatan untuk pertumbuhan merek tersebut (Davis, 2000).
Citra merek adalah persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh
konsumen, seperti yang tampak dalam asosiasi yang terjadi dalam pikiran
konsumen (Keller & Kotler, 2009). Citra merek sendiri adalah persepsi
tentang merek yang merupakan refleksi memori kosumen akan asosiasinya
terhadap merek tersebut (Ferrinadewi, 2008). Citra terhadap suatu merek
memiliki hubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi
terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap
suatu merek akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian
(Setiadi, 2003). Citra merek menurut (Schiffman & Wisenblit, 2015) adalah
‘the desired outcome of effective positioning is a distict “position” (or
image) that the brand occupies in costumer minds’, yang berarti seberapa
besar konsumen menaruh kesadaran sebuah merek dalam pikiran mereka.
Citra yang terbentuk dari asosiasi (presepsi) inilah yang mendasari
keputusan membeli bahkan loyalitas merek (brand loyalty) dari konsumen.
Citra merek meliputi pengetahuan dan kepercayaan akan atribut merek
(aspek kognitif), konsekuensi dari penggunaan merek tersebut dan situasi
penggunaan yang sesuai juga dengan evaluasi, perasaan dan emosi yang
berkaitan dengan merek tersebut (aspek afektif)

Hubungan Pengetahuan Produk Terhadap Keputusan Pembelian


Penelitian Khosrozadeh dan Heidarzadeh (2011:603) tentang perilaku
konsumen dan pengetahuan produk memainkan peran penting. Selama proses
pembeliannya, jumlah pengetahuan yang dimiliki konsumen tentang suatu produk
tidak hanya akan memengaruhi perilaku pencarian informasinya. Tetapi juga, pada
saat yang sama, memengaruhi informasi dan pemrosesan pengambilan
keputusannya. Selanjutnya, itu mempengaruhi niat pembelian konsumen.
Dalam penelitian Raja dan Rizal (2015:3) Keputusan pembelian merupakan
hal yang lazim menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen dalam proses
pemenuhan kebutuhan akan barang maupun jasa. Bagi pemasar tahap “pencarian
informasi” oleh calon konsumen tentunya menjadi salah satu peluang bagi mereka
untuk masuk dalam jajaran produk yang akan dievaluasi oleh calon konsumen.
Dalam hal ini pemasar akan berusaha untuk memberikan informasi seluas-luasnya
mengenai karakteristik produk yang ditawarkan diantaranya melalui berbagai
bentuk promosi. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan
pembelian. Pada saat konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia
akan lebih baik dalam mengambil keputusan, lebih efisien, lebih tepat dalam
mengolah informasi dan mampu mengingat kembali informasi dengan lebih baik

Hubungan Persepsi Kualitas Terhadap Keputusan Pembelian


Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Getrycia dkk (2009) et al, dalam
penelitian Indarto Candra (2015:136) mengenai pengaruh kualitas produk terhadap
keputusan pembelian, menunjukan bahwa kualitas produk memiliki dampak atau
pengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. Sehingga, persepsi terhadap
kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari
produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan
pembelian konsumen

Tipe-Tipe Keputusan Pembelian


Pengambilan keputusan konsumen pada umumnya berbeda-beda tergantung
pada jenis keputusan pembeliannya. Tipe-tipe keputusan pembelian tersebut dapat
dikelompokan kedalam empat tipe, Kotler dan Amstrong (2012:208) menyatakan
bahwa terdapat empat tipe perilaku pembeli dalam keputusan pembelian, yaitu:

  1. Perilaku pembelian yang kompleks (Complex Buying Behavior)
    Dimana konsumen terlibat dalam perilaku pembelian yang rumit disaat
    mereka sangat terlibat dalam sebuah pembelian dan menyadari adanya yang
    signifikan diantara berbagai merek.
  2. Perilaku pembelian yang mengurangi ketidakefesiensian
    (DissonanceReducing Buying Behavior)
    Konsumen mengalami keterlibatan tinggi akan tetapi melihat sedikit
    perbedaan, diantara merek-merek. Keterlibatan yang tinggi didasari oleh
    fakta bahwa pembelian tersebut mahal, jarang dibeli dan beresiko
  3. Perilaku pembelian yang mencari keragaman (Dissonance-Reducing
    Buying Behavior)
    Beberapa situasi pembeli ditandai oleh keterlibatan konsumen yang rendah
    namun perbedaan merek yang signifikan. Dalam situasi ini, konsumen
    sering melakukan perpindahan merek.
  4. Perilaku pembelian yang karena kebiasaan (Habitual Buying Behavior)
    Keterlibatan konsumen rendah sekali dalam proses pembelian karena tidak
    ada perbedaan nyata diantara berbagai merek. Harga barang relatif rendah.

Faktor Keputusan Pembelian


Menurut Kotler dan Armstrong (2014:155) ada dua faktor dalam keputusan
pembelian, faktor pertama adalah sikap orang lain. Jika seseorang yang penting
bagi anda berpikir bahwa Anda harus membeli mobil dengan harga terendah, maka
kemungkinan Anda membeli mobil yang lebih mahal berkurang. Faktor kedua
adalah faktor situasional yang tidak terduga. konsumen dapat membentuk niat beli
berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan yang diharapkan, harga yang
diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. misalnya, ekonomi mungkin
semakin memburuk, pesaing dekat mungkin merendahkan harganya, atau seorang
teman mungkin melaporkan kecewa dengan mobil pilihan Anda. Dengan demikian,
preferensi dan bahkan niat beli tidak selalu menghasilkan pilihan pembelian aktual.

Keputusan Pembelian


Menurut Kotler dan Armstrong (2014:155) “Purchase decision will be to
buy the most preferred brand, but two factors can come between the purchase
intention and the purchase decision.” Keputusan pembelian adalah membeli merek
yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat pembelian dan
keputusan pembelian.
Menurut Ujang Sumarwan (2010:289) dalam penelitian Aditya dan
Zainuddin (2014:5) merupakan sebuah proses pemilihan option dari dua atau lebih
pilihan alternatif.
Menurut Swastha dan Handoko (2012:102) kepuasan membeli yang
dilakukan pembeli bersamaan dengan kumpulan berbagai keputusan. Setiap
keputusan pembelian mempunyai struktur sebanyak tujuh komponen, yaitu:
keputusan tentang jenis produk, bentuk produk, merek, penjualan, jumlah produk,
waktu pembelian, dan pembayaran

Indikator Pengetahuan Produk


Pengukuran variabel dari penelitian terdahulu Khosrozadeh dan
Heidarzadeh (2011:614), terdiri dari:

  1. Memiliki pengetahuan yang baik.
    Merupakan tingkat pengertian konsumen terhadap suatu produk atau
    pengetahuan sendiri.
  2. Berkeinginan untuk mengetahui lebih mendalam.
    Merupakan tingkat keinginan konsumen untuk mengetahui informasi
    produk secara lebih mendalam.
  3. Mengingat dengan baik informasi.
    Merupakan tingkat dan jenis pengetahuan produk yang benar-benar
    tersimpan dalam memori konsumen.
  4. Mengetahui dengan baik perbedaan dengan produk lain.
    Merupakan pengetahuan yang baik mengenai perbedaan produk yang akan
    dibeli dengan produk yang lain.
  5. Membeli dan menggunakan pengetahuan sendiri semakin meningkat.
    Merupakan pembelian konsumen pada suatu produk dengan menggunakan
    pengetahuan sendiri yang semakin meningkat

Jenis Pengetahuan Produk


Peter dan Olson (2010) dalam Ujang Sumarwan (2015:149) juga membagi
tiga jenis pengetahuan produk, yaitu pengetahuan tentang karakteristik atau atribut
produk, pengetahuan tentang manfaat produk, dan pengetahuan tentang kepuasan
yang diberikan produk bagi konsumen.

  1. Atribut Produk
    Atribut suatu produk dibedakan kedalam atribut fisik dan atribut
    abstrak. Atribut fisik menggambarkan ciri-ciri fisik dari suatu produk,
    misalnya ukuran dari handphone Samsung Note 10 (Panjang, lebar, dan
    tebal dalam mm) atribut abstrak menggambarkan karakteristik subjektif dari
    suatu produk berdasarkan persepsi konsumen.
  2. Pengetahuan Manfaat Produk
    Jenis pengetahuan produk yang kedua adalah pengetahuan tentang
    manfaat produk. Konsumen mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan
    karena mengetahui manfaat produk tersebut bagi kesehatan tubuhnya.
    Manfaat yang dirasakan konsumen setelah mengkonsumsi sayuran dan
    buah-buahan adalah memperlancar buang air besar. Inilah yang disebut
    sebagai pengetahuan tentang manfaat produk.
    Terdapat dua jenis manfaat:
    a. Manfaat fungsional adalah manfaat yang dirasakan konsumen secara
    fisiologis. Misalnya, minum teh sosro akan menghilangkan rasa haus.
    b. Manfaat psikososial adalah aspek psikologis (perasaan, emosi, dan
    mood) dan aspek sosial (persepsi konsumen terhadap bagaimana
    pandangan orang lain terhadap dirinya) yang dirasakan konsumen
    setelah mengkonsumsi suatu produk. Misalnya, dia memilih sedan
    BMW seri 7 sebagai kendaraan sehari-harinya, karena orang-orang
    sekelilingnya akan menilai bahwa BMW adalah simbol kesuksesan
    karier seseorang.
  3. Pengetahuan Tentang Kepuasan Yang Diberikan Produk Bagi Konsumen
    Untuk mengetahui suatu kepuasan yang diberikan produk kepada
    konsumen adalah jika suatu produk akan memberikan kepuasan kepada
    konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh
    konsumen. Agar produk tersebut bisa memberikan kepuasan yang maksimal
    dan kepuasan yang tinggi kepada konsumen, maka konsumen harus bisa
    menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut dengan
    benar. Kesalahan yang dilakukan oleh konsumen dalam menggunakan
    suatu produk akan menyebabkan produk tidak berfungsi dengan baik. Ini
    akan menyebabkan konsumen kecewa, padahal kesalahan terletak pada diri
    konsumen. Produsen/pemasar tidak menginginkan konsumen menghadapi
    hal tersebut karena itu produsen/pemasar sangat berkepentingan untuk
    memberitahu konsumen bagaimana cara menggunakan produknya dengan
    benar. Sebagai contoh: Produsen alat-alat elektronik seperti radio, VCD
    player, televisi selalu menyertakan buku petunjuk penggunaan alat kepada
    setiap produk yang dijualnya. Tujuannya adalah agar konsumen bisa
    menggunakan produk tersebut dengan benar, sehingga dapat memberikan
    kepuasan yang optimal kepada konsumen.

Tingkat Pengetahuan Produk


Peter dan Olson (2010) dalam Ujang Sumarwan (2015:148) menyebutkan
bahwa konsumen memiliki tingkat pengetahuan produk yang berbeda. Pengetahuan
ini meliputi kelas produk (product class), bentuk produk (product form), merek
(brand), dan model/fitur (model/features). Kelas produk adalah tingkat
pengetahuan produk yang paling luas, yang meliputi beberapa bentuk, merek atau
model. Supermarket menempatkan produk di rak-raknya berdasarkan kepada kelas
produk, misalnya produk sereal, biskuit, minuman ringan, jus, coklat, dan permen

Pengetahuan Produk


Menurut Lubis (2015) dalam penelitian Maukar, Joyce dan Willem
(2018:1540) defined “product knowledge is a collection of information about a
product. This knowledge includes product category, brand, product terminology,
attributes or product features, product prices and confidence in the product”. Yang
dimaksudkan adalah pengetahuan produk yang didefinisikan adalah kumpulan
informasi tentang suatu produk. Pengetahuan ini mencakup kategori produk, merek,
terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk, dan kepercayaan
terhadap produk.
Menurut Ujang Sumarwan (2015:148) pengetahuan produk adalah
kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi
kategori produk, merek, terminology produk, atribut atau fitur produk, harga
produk, dan kepercayaan mengenai produk.
Menurut Mulyadi Nitisusastro (2012) konsumen perlu mengetahui tentang
karakteristik suatu produk, apabila konsumen kurang mengetahui informasi tentang
karakteristik suatu produk bisa salah mengambil keputusan membeli

Indikator Persepsi Kualitas


Pengukuran variabel Persepsi Kualitas ini dari Kotler dan Keller (2009:9-
10) dalam penelitian Gordius, dkk (2015:53). Terdiri dari:

  1. Kualitas Kinerja
    Sebagian besar produk ditetapkan pada salah satu dari empat tingkat kinerja:
    rendah, rata-rata, tinggi, atau unggul. Kualitas kinerja adalah tingkat di
    mana karakteristik utama produk beroperasi.
  2. Kualitas Kesesuaian
    Pembeli mengharapkan produk memiliki kesesuaian kualitas tinggi, yaitu
    tingkat di mana semua unit diproduksi secara identik atau memenuhi
    spesifikasi yang dijanjikan.
  3. Daya tahan
    Daya tahan adalah ukuran dari harapan hidup operasi suatu produk dalam
    kondisi reguler atau stres. Pembeli biasanya akan membayar lebih untuk
    produk yang memiliki reputasi baik.
  4. Keandalan
    Keandalan adalah ukuran probabilitas bahwa produk tidak akan mengalami
    kegagalan fungsi atau gagal dalam periode waktu tertentu. Pembeli biasanya
    akan membayar lebih untuk produk yang lebih dapat diandalkan

Persepsi Kualitas


Menurut Kartajaya (2010) dalam penelitian Imroatul Khasanah (2014:5)
persepsi kualitas sebagai komponen dari nilai merek dimana persepsi kualitas yang
tinggi akan mengarahkan konsumen untuk bersedia membeli suatu produk.
Semakin tinggi nilai yang dirasakan oleh konsumen, maka akan semakin tinggi pula
kesediaan konsumen tersebut akhirnya untuk membeli.
Menurut Shiffman dan Kanuk (2010:195) Persepsi kualitas produk (atau
jasa) didasarkan pada berbagai isyarat informasi dari yang mereka asosiasikan
dengan produk. Beberapa isyarat ini instrinsik untuk produk atau jasa dan juga
ekstrinsik. Baik secara tunggal atau bersama-sama, isyarat tersebut menyediakan
dasar persepsi terhadap kualitas produk dan jasa, isyarat-isyarat intrinsik lebih
memperhatikan pada karakteristik fisik dari produk itu sendiri, seperti ukuran,
warna, rasa atau aroma.
Menurut Yaseen (2011) dalam penelitian Imroatul Khasanah (2014:5)
bahwa persepsi kualitas dapat mempengaruhi kesediaan konsumen untuk membeli
suatu produk.

Brand Trust (Kepercayaan Merek)


Menurut Dadang Suhardi dan Rika Irmayanti (2019), kepercayaan merek
(Brand Trust) merupakan kemampuan suatu merek untuk dipercaya atau
Brand Reability yang berdasar dan berlandaskan keyakinan konsumen atau
pelanggan bahwa produk tersebut dapat memenuhi nilai dan makna yang
telah dijanjikan dengan intensi merek yang baik atau Brand Intention yang
dapat didasarkan pada suatu persepsi dan keyakinan konsumen atau
pelanggan bahwa merek itu harus mampu untuk mengutamakan kepentingan
para konsumen.
Menurut Ya-Hui Wang dan Chien- Cheng Lee (2016), Kepercayaan merek
adalah kemauan konsumen untuk percaya bahwa merek memiliki
kemampuan untuk melakukan fungsi yang dinyatakannya atau memenuhi
harapan konsumen. Hal ini juga didefinisikan sebagai “kesediaan konsumen
untuk bergantung pada merek dalam kenyataan risiko karena harapan bahwa
merek akan menyebabkan hasil positif atau perasaan aman yang dipegang
oleh konsumen dalam interaksi mereka dengan merek.
Menurut Arslan Iftikhar dkk (2017), menguraikan konsep kepercayaan merek
sebagai “kesiapan konsumen standar untuk bergantung pada fasilitas merek
untuk memenuhi peran yang ditentukan menyatakan bahwa pelanggan
membuat persepsi kepercayaan merek berdasarkan kontribusi keseluruhan
perusahaan. Kepercayaan merek memainkan peran penting bagi calon
perusahaan untuk membuat hubungan jangka panjang dengan pelanggan,
selanjutnya kepercayaan merek juga menciptakan kata-kata positif dari mulut
ke mulut dan tindakan orang lain tentang merek sebelum dan sesudah
penggunaan merek. Kepercayaan merek melindungi kepercayaan pelanggan
dan memenuhi semua kewajiban dan janji. Ini adalah bagian penting dari
bisnis dan diperlakukan sebagai Aset bisnis yang tidak dapat disentuh dan
menyatakan bahwa kepercayaan merek sangat mempengaruhi pelanggan
lebih dari satu kali pembeli memutuskan

Purchase Intention (Minat Beli)


Menurut Nava Prasetya, dkk. (2019) Minat Beli (Purchase Intention) adalah
perilaku konsumen yang muncul sebagai respon terhadap obyek yang
menunjukan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian. Semakin
tinggi Minat Beli (Purchase Intention) maka akan semakin tinggi pula
keinginan untuk membeli. Perilaku membeli timbul karena didahului oleh
adanya minat membeli, minat membeli muncul salah satunya disebabkan oleh
persepsi yang didapatkan dari sarana yang menyenangkan.
Menurut Anisa Dian Wardani dan Mohamad Maskan (2019) menyatakan
bahwa merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen
untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit prosuk yang
dibutuhkan pada priode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat pembelian
merupakan pertanyaan mental dari konsumen yang merefleksikan rencana
pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Menurut Lee-Yun Pan &
Kuan-Hung Chen (2019) menganggap Purchase Intention sebagai rencana
individu untuk membeli suatu produk.
Menurut Amnericha Ester Yesi Siburian dkk. (2016) Minat Beli (Purchase
Intention)merupakan bagian dari komponen perilaku dalam sikap
mengkonsumsi.

Perceived Quality (Persepsi Kualitas)


Menurut Rahayu Mardika ningsih dkk. (2019) pada bidang pemasaran,
persepsi kualitas dianggap sebagai elemen yang penting sebelum
pengambilan keputusan karena sebelum proses pembelian para konsumen
akan membandingkan kualitas dan yang berhubungan dengan harga dari
produk tertentu. Sedangkan menurut Criest Roony, dkk. (2019) adalah dapat
diartikan keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik suatu produk atau jasa yang
kemampuannya tergantung untuk memenuhi kebutuhan yang dinyatakan
maupun yang tersirat. Bisa juga persepsi konsumen terhadap kualitas pada
umumnya atau suatu produk atau jasa yang memiliki keunggulan tertentu
dengan memperhatikan tujuan dari produk atau layanan tersebut
dibandingkan dengan alternatif lainnya. Sedangkan menurut Yunanda Arpan
& M. Rafiq (2011) Perceived Quality adalah persepsi konsumen terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan
berkaitan dengan maksud yang diharapkan.
Menurut Ya-Hui Wang dan Chien- Cheng Lee (2016), Kualitas yang
dirasakan adalah penilaian konsumen tentang keunggulan dan keunggulan
produk secara keseluruhan, bukan kualitas produk yang sebenarnya.
Konsumen sering membentuk keyakinan mereka berdasarkan berbagai isyarat
informasi (intrinsik dan ekstrinsik), dan kemudian mereka menilai kualitas
suatu produk dan membuat keputusan pembelian akhir berdasarkan
kepercayaan ini. Persepsi kualitas memiliki efek positif pada evaluasi merek
konsumen tentang suatu. Persepsi kualitas yang lebih tinggi meningkatkan
nilai persepsi konsumen dan kemudian memperkuat minat beli konsumen

Pengaruh Persepsi Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian


Kualitas suatu produk adalah penelitian yang subyektif oleh
konsumen. Penelitian ini ditentukan oleh persepsi pada apa yang
dikehendaki dan dibutuhkan oleh konsumen terhadap produk tersebut.
Suatu perusahaan yang mengetahui hal tersebut, tentu tidak hanya
menjual produk itu sendiri, tetapi juga manfaat dari produk tersebut
dimana pada akhirnya hal tersebut membantu perusahaan untuk
meningkatkan penjualan karena akan berpengaruh pada keputusan
pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Menurut Kotler dan Amstrong
(2012) kualitas produk adalah kemampuan sebuah produk dalam
memperagakan fungsinya. Persepsi konsumen atas suatu produk dapat
berasal dari informasi yang diterima atau dari pengalaman konsumen
dimasa lalu. Persepsi masing-masing konsumen atas kualitas suatu produk
akan berbeda-beda. Persepsi yang muncul dapat bersifat positif maupun
negatif. Pemahaman terhadap persepsi dan proses yang terkait sangat
penting bagi pemasar dalam upaya membentuk persepsi yang tepat.
Terbentuknya persepsi yang tepat pada konsumen menyebabkan mereka
mempunyai kesan dan memberikan penilain tepat. Berdasarkan persepsi
inilah konsumen tertarik dan membeli.

Pengaruh Citra Merek (Brand Image) Terhadap KeputusanPembelian


Citra merek (Brand Image) merupakan representasi dari
keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan
pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra terhadap merek
berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi
terhadap suatu merek. Makin positif citra merek maka akan baik pula citra
sebuah perusahaan.
Merek berperan penting dalam memberikan kontribusi dalam
mempengaruhi konsumen untuk melakukan keputusan pembelian. Merek
merupakan identitas tersendiri bagi suatu produk. Penetapan merek yang
baik akan menimbulkan citra merek yang kuat dibenak konsumen. Merek
yang sudah melekat di hati konsumen merupakan asset yang paling
berharga bagi perusahaan. Dengan mempertahankan keunggulan citra
merek yang di miliki sebenarnya perusahaan menginginkan terdapat sikap
konsumen yang selalu menyukai merek, menunjukkan perilaku yang loyal
terhadap merek tersebut sehingga menimbulkan sikap puas akan merek
tersebut dan juga berkomitmen terhadap merek tersebut. Hal ini
merupakan aspek penting dalam keputusan pembelian. Konsumen
menerima informasi tentang suatu produk berdasarkan dari citra merek
suatu produk tersebut, Freddy Rangkuti (2013) mengemukakan bahwa
citra merek dipengaruhi oleh pengenalan, reputasi, daya tarik dan
kesetiaan.

Persepsi Kualitas Produk


Persepsi kualitas produk menurut Aaker, (1991) dapat didefinisikan sebagai
persepsi pelanggan tentang kualitas ataupun keunggulan sebuah produk atau
layanan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai, dan relatif terhadap
alternatif-alternatif.
Kualitas produk dan layanan yang dirasakan didasarkan pada berbagai
isyarat informasional yang dikaitkan konsumen dengan penawaran. Beberapa dari
isyarat ini bersifat intrinsik pada produk atau layanan (yang lain bersifat
ekstrinsik). Baik sendiri-sendiri atau bersama-sama, isyarat tersebut memberikan
dasar bagi persepsi kualitas produk dan layanan (Schiffman & Wisenblit, 2019) layanan, baik isyarat itu sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberi dasar
bagi persepsi kualitas.
Indikator persepsi kualitas produk menurut Aaker, (1991) adalah sebagai
berikut:

  1. Kinerja (performance), kinerja utama dari karakteristik produk.
  2. Fitur (features), unsur produk sekunder.
  3. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance with specification), produk
    sesuai dan tidak cacat.
  4. Keandalan (reliability), konsistensi kinerja dari setiap pembelian produk.
  5. Daya tahan (durability), umur ekonomis produk.
  6. Kemudahan service (serviceability), kemampuan untuk melayani produk.
  7. Kecocokan dan penyelesaian (fit and finish), mengacu pada tampilan atau
    feel kualitas

Brand Image (Citra Merek)


Citra merek memiliki perbedaan definisi seperti yang diungkapkan
oleh beberapa ahli. Hal ini disebabkan perbedaan pandangan citra merek
yang dihasilkan citra yang dibangun dalam benak konsumen. Berikut ini
adalah berberapa pengertian citra merek dari beberapa sumber:

  1. Citra merek adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek
    tertentu (Kotler dan Amstrong, 2012).
  2. “Brand image can be defined as a perception about brand as reflected
    by the brand association held in consumer memory”. Hal ini berarti citra
    merek adalah persepsi tentang merek yang digambarkan oleh asosiasi
    merek yang ada dalam ingatan konsumen (Kotler dan Keller, 2016).
  3. “Brand association is anything linked in memory to a brand”. Pengertian
    ini menunjukan bahwa asosiasi merek adalah sesuatu yang berhubungan
    dengan merek dalam ingatan konsumen (Aaker, 2014).
    Dari definisi-definisi citra merek di atas, dapat disimpulkan bahwa
    citra merek merupakan kumpulan kesan yang ada di benak konsumen
    mengenai suatu merek yang dirangkai dari ingatan-ingatan konsumen
    terhadap merek tersebut. Orang yang menyukai citra (image) percaya bahwa
    brand image yang kuat dapat menciptakan preferensi di tengah ketiadaan
    perbedaan lain (Kotler, 2012).
    Produk dengan brand image yang baik secara tidak langsung akan
    membantu kegiatan perusahaan dalam mempromosikan produk yang
    dipasarkan selanjutnya dan hal tersebut akan menjadi kekuatan bagi
    perusahaan dalam menghadapi persaingan. Adapun hubungan brand image
    terhadap keputusan pembelian konsumen menurut Engel, Backwell dan
    Miniard (2008) mengemukakan merek kerap muncul sebagai kriteria
    determinan, berfungsi sebagai indikator pengganti dari mutu produk dan
    kepentingannya tampak bervariasi dengan kemudahan dimana kualitas
    dapat dinilai secara obyektif. Jika sulit untuk menilai kualitas, konsumen
    kadang akan merasakan tingkat resiko yang tinggi dalam pembelian, jadi
    kepercayaan pada merek terkenal dengan reputasi kualitas yang sudah lama
    dapat menjadi cara efektif mengurangi resiko. (Wijaya, 2014)
    Menurut Shimp (2016), ada tiga bagian yang terdapat dalam
    pengukuran citra merek. Bagian pertama adalah atribut. Atribut adalah ciri-
    ciri atau berbagai aspek dari merek yang diiklankan. Atribut juga dibagi
    menjadi dua bagian yaitu hal- hal yang tidak berhubungan dengan produk
    (contoh: harga, kemasan, pemakai, dan citra penggunaan), dan hal-hal yang
    berhubungan dengan produk (contoh: warna, ukuran, desain). Kemudian
    bagian kedua pengukuran citra merek menurut Shimp adalah manfaat.
    Manfaat dibagi menjadi tiga bagian yaitu fungsional, simbolis, dan
    pengalaman.
  4. Fungsional, yaitu manfaat yang berusaha menyediakan solusi bagi
    masalah- masalah konsumsi atau potensi permasalahan yang dapat
    dialami oleh konsumen, dengan mengasumsikan bahwa suatu merek
    memiliki manfaat spesifik yang dapat memecahkan masalah tersebut.
  5. Simbolis, yaitu diarahkan pada keinginan konsumen dalam upaya
    memperbaiki diri, dihargai sebagai anggota suatu kelompok, afiliasi,
    dan rasa memiliki.
  6. Pengalaman, yaitu konsumen merupakan representasi dari keinginan
    mereka akan produk yang dapat memberikan rasa senang,
    keanekaragaman, dan stimulasi kognitif. Terakhir, bagian ketiga dari
    pengukuran citra merek menurut Shimp adalah evaluasi keseluruhan,
    yaitu nilai atau kepentingan subjektif dimana pelanggan
    menambahkannya pada hasil konsumsi

Keputusan Pembelian


Keputusan pembelian adalah keputusan yang dilakukan dengan tenang dan
hati-hati dalam mengolah informasi sebanyak mungkin dari apa yang telah
diketahui tentang suatu produk, untuk menimbang kelebihan dan kekurangan
suatu produk hingga mendapatkan keputusan pembelian yang memuaskan
(Solomon, 2019). Masukan untuk memputuskan apa yang akan dibeli, terdiri dari
pengaruh penawaran pemasar, keluarga, kelas sosial, budaya, subkultur dan dari
mulut ke mulut. Hasilnya adalah pembelajaran dan pembentukan sikap,
memutuskan apa yang akan dibeli dan apakah akan melakukan pembelian ulang
(Schiffman & Wisenblit, 2019). Bila tidak ada alternatif pilihan, maka
pengambilan keputusan akan sulit. Proses Keputusan Pembelian yang dilakukan
oleh konsumen akan melewati lima tahapan yaitu; mengenali masalah, mencari
informasi, melakukan evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca
pembelian (Kotler, 2002)

Dimensi brand personality


Menurut Abdurrahman (2015:47), “Jennifer Aaker
mengembangkan suatu model brand personality yang terdiri dari lima
dimensi yakni, sincerity, excitement, competence, sophistication, dan
ruggedness untuk mengukur sifat dari brand personality. Meskipun terdapat beberapa model brand personality lain yang dikembangkan
peneliti lainnya, namun model brand personality Aaker lebih populer
serta cukup valid dalam mengukur sifat dari brand personality”.
Menurut Griffin (2013:73), “Berdasarkan hal itu, konsep skala brand
personality yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sebagai
berikut:
1) Sicerity (Ketulusan)
Dimensi sincerity adalah ketulusan, kejujuran atau kesungguh-
sungguhan. Dimensi ini terdiri dari beberapa indikator, seperti:
down-to-earth (rendah hati), honest (jujur), wholesome (bijak), dan
cheerful (gembira).
2) Excitement (Kegembiraan)
Dimensi excitement menunjukkan kepribadian yang
menyenangkan atau bahkan menggairahkan, yang termasuk
indikator dalam dimensi ini adalah daring (berani), spirited
(semangat), imaginative (penuh imajinasi), dan up-to-date
(modern).
3) Competence (Kompetensi)
Dimensi competence menggambarkan kepribadian yang dapat
diandalkan atau memiliki kemampuan. Dimensi ini terdiri dari
indikator reliable (terpercaya), intelligent (pandai), dan successful
(sukses).
4) Sophistication (Kecanggihan)
Dimensi sophistication merupakan dimensi kepribadian
31
pembentuk pengalaman yang memuaskan, indikatornya antara lain
adalah upperclass (kelas atas/berkelas), charming (memikat),
smooth (halus), dan good looking (enak dipandang).
5) Ruggedness (Kepribadian)
Dimensi ruggedness menggambarkan kepribadian yang
tangguh dan keras. Indikator dari dimensi ini adalah masculine
(jantan), outdoorsy, western (kebarat baratan), tough (tangguh),
dan rugged (keras)

Signifikansi Brand personality


Menurut Lamb (2015:67) “Pada faktanya brand personality serupa
dengan karakteristik sifat manusia yang menggambarkan sebuah merek
dengan membedakan sekaligus menempelkan karakteristik sifat
manusia padanya. Lebih lanjut, personality bisa menciptakan suatu
peluang bagi sebuah merek untuk membentuk suatu persepsi tertentu
dalam pikiran konsumen. Banyak marketer yang menggunakan konsep
yang berhubungan dengan kepribadian (self-concept atau self-image).
Ide ini menunjukan bahwa kepemilikan orang berkontribusi serta
merefleksi terhadap identitas mereka, oleh karena itu dikatakan “we
are what we have”. Dengan demikian, untuk memahami perilaku
konsumen, para marketer pertama kali harus memahami hubungan
antara self concept dan kepemilikan konsumen (personality)”.
Menurut Lamb (2015:69) “Suatu produk yang menciptakan dan
mengkomunikasikan suatu brand personality khusus dapat bertahan
dalam persaingan dan bertahan secara bertahun tahun dalam loyalitas.
Analisis atas personality membantu para marketer untuk
mengidentifikasi kelemahan suatu merek yang sedikit dapat membantu
kualitas dari fungsi produk. Proses ini dapat disamakan dengan konsep
Animisme, yaitu suatu praktek dari suatu tradisi dimana masyarakat
mensifati suatu benda mati dengan sifat-sifat yang seolah-olah
membuatnya seperti hidup”