Data Kualitatif

Metode penelitian kualitatif mulai dikenal pada tahun 1960 dimana pada saat itu penelitian sosial humaniora hingga peneliti yang merasa data mereka kurang utuh jika hanya menggunakan teknik pengumpulan dan analisis kualitatif. Jika sesuai dengan fokus kajian penelitian kualitatif mengkaji peristiwa, fenomena, atau pengalaman manusia untuk menjawab pertanyaan mengapa sesuatu terjadi, bagaimana terjadinya, dan apa penyebabnya (Bogdan & Biklen, 2007). Sehingga data yang diperoleh berdasarkan adanya peristiwa, fenomena, atau experience yang sudah ada dan terjadi dalam kurun waktu yang lama, diperhatikan terus menerus, pencacatan mandiri oleh peneliti, wawancara mendalam dengan narasumber ahli, kemudian didukung oleh dokumen sekunder. Nah dari sini kita tahu bahwa untuk menentukan responden saja, peneliti harus melakukan penelitian terdahulu lalu memilih responden dengan teknik purposif atau memilih siapa yang diangap paling mengetahui objek/kajian penelitian.

Tinjauan Pustaka

Tinjauan  pustaka  dan penulisan literatur  menjadi  dasar  dari  setiap  penelitian  dan penulisan  akademis,  dan  hal  itu  merupakan  tahapanpenting dansangat  diperlukan untuk  setiap  pekerjaan  penelitian  akademik.  Namun,  proses  penulisan  sebuah  tinjauan pustaka  yang  sistematis  telah  menjadi  permasalahan  kompleks,  dan  membosankan, terutama    bagi    para    peneliti    pemula    dan    mahasiswa    yang    belum    atau    tidak berpengalaman.  Kesulitan  dalam  memahami,  mengkaji,  dan  menulis  literatur  terutama berasal   dari   kegagalan   sejak   awal   untuk   secara   jelas   mengidentifikasi   apa   yang diinginkan  oleh  pengulas  dan  bagaimana  cara  mencarinya  dengan  cara  yang  sistematis dan komprehensif.  Meninjau  dan  menulis  literatur  akademik  adalah  tugas  yang  sangat besar,  untuk  itu  seorang  peneliti  harus  fokus  pada  tujuan  spesifik  serta  penyediaan referensi yang memadai dan relevan. Dengan pemahaman yang tepat, penulisan sebuah literatur  reviewdapat  dikuasai  dan  dilakukan  dengan  mudah.

Tinjauan  literatur

Tinjauan  literatur  adalah  fitur  umum  dari  semua  produk  penelitian,  terlepas  dari disiplin  atau  subjeknya.  Sebuah  tinjauan  literatur  menjadi  dasar  untuk  semua  jenis penelitian  atau  pekerjaan  yang  dipelajari.  Namun,  terkadang  proses  tinjauan  tersebut biasanya  diabaikan  sebagai  bentuk  analisis  kualitatif.  Proses  yang  dilakukan  dalam membangun  argumen  dari  sebuah  literatur  mirip  dengan  proses  yang  terlibat  dalam menganalisis  data  kualitatif.  Proses  tersebut  meliputi:  membaca  dan  merefleksikan, berinteraksi  dengan  literatur/data  dan  mengomentarinya,  mengidentifikasi  tema  kunci dan  melakukan  pengkodean;  mengekstrak  dari  kutipan  untuk  digunakan  saat  menulis; menghubungkan ide-ide serupa dari berbagai artikel, mengidentifikasi kontradiksi dalam argumen,   membandingkan   perbedaan   dalam   artikel,   membangun   argumen/analisis sendiri dengan tautan ke bukti pendukung dalam data/literatur (Pautasso, 2013).Para peneliti telah mengembangkan berbagai strategi untuk menangani jumlah bahan yang dihasilkan oleh tinjauan literatur. Di masa lalu, sistem indeks digunakan sebagai alat tetapi  dalam  beberapa  tahun  terakhir,  perangkat  lunak  bibliografi  telah  muncul  sebagai alat  yang  disukai  untuk  mengatur  dan  membuat  sebuah literatur  review.  Paket  seperti EndNote, Reference  manager, Mendeley,dll.  Penggunaan  alat  dalam  dalam  mengolah sebuah    referensi    tentunya    sangatlah    membantu.    Hal    ini    memungkinkan    untuk mengunduh abstrak dalam beberapa atau seluruh artikel untuk dimasukkan dalam basis data   bibliografi.   Perangkat   lunak   tersebut   menawarkan   cara   yang   fleksibel   untuk mencari  dan  mengurutkan  referensi(Machi&  McEvoy,  2008).  Mereka  memiliki  tautan langsung dengan paket pengolah kata, membuatnya mudah untuk memasukkan kutipan yang   benar  pada  suatu  titik  dalam  teks.  Mereka  juga  memiliki  kemampuan  untuk menghasilkan  bibliografi  dalam  gaya  yang  sesuai   untuk  berbagai  jurnal.  Selain  itu, dimungkinkan pula untuk berkomentar dan merenungkan sebuah artikel, mengkodekannya  dengan  kata-kata  kunci  tertentu  dll.  Namun,  paket-paket  ini  tidak dirancang  untuk  analisis  data,  sehingga  proses  ini  dapat  dilakukan  hanya  dengan  cara yang  terbatas.  Paket  analisis  perangkat  lunak  khusus  diperlukan  untuk  mendukung proses analisis yang terlibat dalam tinjauan literatur.Paket  perangkat  lunak  seperti Atlas.ti,  N4 Classic,  N5, NVivo, WinMaxdll.  Dapat digunakan   untuk   mendukung   proses   analisis   yang   terlibat   dalam   tinjauan   literatur (Edwards-Jones,   2014).   Mereka   tidak   mengganti   perangkat   lunak   bibliografi   yang disebutkan  di  atas,  karena  mereka  tidak  memiliki  alat  bibliografi  yang  dimiliki  paket-paket  tersebut.  Tetapi  alat  analitis  mereka  dapat  digunakan  sebagai  tambahan  alat

Analisis NVivo

Visualisasi Hierarki ChartPemetaan Hierarki Chart menggunakan alat bantu Nvivo 14 mempunyai fungsi untuk melihat dan menggambarkan secara menyeluruh analisis SWOT berdasarkan sumber berita yang telah ditentukan dapat melalui diagram ataupun tabel (Nurul Izza & Mi’raj, 2023)

Visualisasi Word Cloud Pemetaan comparison topik media mempunyai fungsi untuk melihat dan menggambarkan perbandingan hubungan antara beberapa medua dengan topik yang telah ditentukan (Izza & Rusydiana, 2023)

Visualisasi World Frequency Results Word Frequency Results berguna untuk memetakan kata-kata yang sering muncul dan dibahas pada media (Plard & Martineau, 2021).Gambar 6. World Frequency Results

Visualisasi Correlation World Frequency Results Correlation World Frequency Results mempunyai fungsi yaitu untuk menggambarkan hubungan secara menyeluruh atara satu topik dengan topik lainnya (Allsop et al., 2022)

Nvivo

Pendekatan kualitatif dengan alat bantu software NVivo merupakan perangkat lunak analisis data kualitatif yang digunakan dalam penelitian. NVivo membantu peneliti dalam menyimpan, mengatur, dan mengeksplorasi data dengan mudah, serta mengurangi risiko kerusakan data mentah. NVivo memungkinkan pengguna untuk menyimpan teks, gambar, audio, dan video secara langsung di dalam proyek, serta mengakses data multimedia tersebut langsung dari dalam platform NVivo. Melalui tangkapan artikel berita yang ada dapat melihat dan memetakan informasi dari sebuah narasi.Beberapa tahapan – tahapan yang dapat dilakukan dengan memanfatkan platform NVivo seperti :•Import Data: Data kualitatif dalam bentuk teks artikel media, audio, atau video diimpor ke dalam platform NVivo.•Koding Data: Data dikodekan berdasarkan tema, pola, atau kategori tertentu yang relevan dengan tujuan penelitian.•Eksplorasi dan Organisasi: Data dieksplorasi untuk mengidentifikasi pola-pola dan hubungan antar tema, serta diorganisasi dalam bentuk matriks atau diagram untuk mempermudah pemahaman.•Analisis Mendalam: Melalui fitur pencarian dan query, peneliti dapat melakukan analisis mendalam untuk mengidentifikasi hubungan dan pola-pola yang muncul dari data dengan koding yang sudah ditentukan.isualisasi Data: NVivo memungkinkan visualisasi data dalam bentuk diagram, grafik,, model konseptual, dan tabel nilai untuk memperjelas temuan analisis.Penarikan Kesimpulan: Berdasarkan hasil analisis, peneliti dapat menarik kesimpulan yang relevan dengan tujuan penelitian. Pemetaan NVivo menjadi alat ukur baru untuk melihat dan mengambarkan hasil temuan berdasarkan narasi artikel media yang sering dibahas (Soehardi et al., 2021

Nvivo

NVivo merupakan software analisis data kualitatif
yang dikembangkan oleh Qualitative Solution and
Research (QSR) international. QSR sendiri adalah
perusahaan pertama yang mengembangkan
software analisis data kualitatif. NVivo bermula
dari kemunculan software NUDIST (Nonnumeric Unstructured Data, Index Searching, and Theorizing) pada tahun 1981 (Bazeley, 2007). NUDIST awalnya diciptakan oleh seorang
programer bernama Tom Richards untuk membantu istrinya, Lyn Richards, yang berprofesi
sebagai sosiolog

Pengertian Peserta Didik

Pasal 1 ayat 44 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan peserta didik sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik adalah makhluk yang sedang dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan fitrahnya masing-masing. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bimbingan dan pengarahan yang konsisten untuk mencapai kemampuan fitrah mereka.[1] Sedangkan menurut Ramayulis,[2] secara formal peserta didik adalah individu yang sedang dalam proses pembelajaran dan dikategorikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dalam hal ini, peserta didik juga diartikan sebagai seseorang yang sedang mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis. Karena peserta didik sedang dalam masa-masa perkembangan dan pertumbuhan, maka dibutuhkan bimbingan yang konsisten dari para pendidik untuk membantunya mencapai potensi terbaiknya.

Dalam bahasa Arab, terdapat tiga istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan pada anak kita, yaitu:

  1. Murid : Orang yang menginginkan atau membutuhkan sesuatu.
  2. Tilmidz : Murid
  3. Thalib Al Ilmi : yang menuntut ilmu, pelajar atau mahasiswa

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka peserta didik dapat diartikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu bimbingan dan pengarahan untuk menuju kearah fitrah kemampuannya. Teman sebaya atau rekan sekelas dapat memberikan pengaruh besar dalam kesuksesan belajar peserta didik. Mereka dapat saling membantu dalam belajar, bertukar pikiran, serta memberikan dukungan moral satu sama lain. Oleh karena itu, etika atau akhlak yang baik antar sesama peserta didik sangat penting untuk dipupuk. Etika atau akhlak yang baik antara lain dapat diwujudkan dengan saling menghargai, menghormati, dan menjaga kepercayaan antar sesama peserta didik. Selain itu, cara mencari kawan yang baik juga perlu diperhatikan, seperti mencari teman yang memiliki nilai-nilai positif, memiliki kesamaan minat dan tujuan, serta memiliki perilaku yang baik.


Ruang Lingkup Akhlak

Secara umum, akhlak dalam Islam dibagi menjadi dua jenis, yaitu akhlak yang baik dan akhlak yang buruk. Akhlak yang baik harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, sementara akhlak yang buruk harus dihindari dan tidak boleh dipraktikkan. Secara lebih spesifik, akhlak dalam Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap Allah SWT. (Khaliq) dan akhlak terhadap ciptaan-Nya (makhluq). Lebih lanjut, akhlak terhadap ciptaan-Nya dibagi lagi menjadi beberapa kategori, seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda mati. Semua kategori ini memiliki pentingannya masing-masing dalam Islam, dan sebagai seorang Muslim, penting untuk mempraktikkan akhlak yang baik dalam semua aspek kehidupan.[1]


Akhlak buruk atau tercela (Al-akhlaqu Al-Madhmumah)

au tercela adalah perbuatan buruk kepada Tuhan, sesama manusia dan makhlukmakhluk lain.

  1. Egois (al-nani’ahi), yaitu sikap mau menang sendiri tidak peduli kepada orang lain. Larangan untuk melakukan sikap ini termuat dalam firman Allah dalam Surat Luqman Ayat 18 yaitu

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Artinya:

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Luqman: 18)[13]

  • Suka berdusta (al-buhtan), Larangan untuk melakukan sikap ini termuat dalam firman Allah dalam Surat An-Nahl Ayat 105 yaitu

إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ

Artinya:

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (Q.S. An-Nahl: 105)[14]

  • Kikir (al-bukhl), Larangan untuk melakukan sikap ini termuat dalam firman Allah dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 180 yaitu

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya:

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Ali ‘Imran: 180)[15]

  • Berbuat dosa besar (al-fawahisy), Larangan untuk melakukan sikap ini termuat dalam firman Allah dalam Surat An-Nisa’ Ayat 48 yaitu

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

Artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Q.S. An-Nisa’: 48)[16]

  • Tidak menepati janji (khianat), Larangan untuk melakukan sikap ini termuat dalam firman Allah dalam Surat An-Nahl Ayat 91 yaitu

وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا ۚ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ

Artinya:

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (Q.S. An-Nahl: 91)[17]

  • Berbuat zhalim (al-ulm), Larangan untuk melakukan sikap ini termuat dalam firman Allah dalam Surat Hud Ayat 18 yaitu

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا ۚ أُولَٰئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَىٰ رَبِّهِمْ وَيَقُولُ الْأَشْهَادُ هَٰؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَىٰ رَبِّهِمْ ۚ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ

Artinya:

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: “Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka”. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim.” (Q.S. Hud: 18)[18]

  • Dengki (hasad), Larangan untuk melakukan sikap ini termuat dalam firman Allah dalam Surat An-Nisa’ Ayat 32 yaitu

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

Artinya:

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. An-Nisa’: 32)[19]

  • Menggunjing dan mengumpat (ghibah), Larangan untuk melakukan sikap ini termuat dalam firman Allah dalam Surat Al-Hujurat Ayat 12 yaitu

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Hujurat: 12)[20]

Pengertian Pembinaan Akhlak

Kata pembinaan dalam pendidikan diartikan sebagai:  upaya   yang ditujukan kepada orang atau sekelompok orang lain melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat mengembangkan kemampuan, sehingga tercapai apa yang diharapkan. Dalam pernyataan lain disampaikan bahwa  pembinaan dilakukan secara dinamis dan berkesinambungan.[1] Oleh karenanya, pembinaan harus dilakukan secara konsisten untuk menjamin nilai yang ditanamkan menjadi kebiasaan. Dengan demikian proses yang dilakukan dalam sebuah pembinaan   menumbuhkan kesadaran  secara terus-menerus terhadap tatanan suatu nilai agar segala perilaku kehidupannya senantiasa di atas norma-norma yang ada dalam tatanan itu.

Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Al-Ghazali, memulai dengan membahas mengenai al-Qalb, al-Ruh, al-Nafs, dan al-Aql. Lebih lanjut, Al-Ghazali juga membahas tentang tujuan hidup manusia sebagai individu. Menurutnya, manusia mencari kebahagiaan dalam hidupnya dan kebahagiaan terpenting terletak pada masa yang akan datang, yaitu kehidupan akhirat. Untuk mencapai tujuan kebahagiaan ini, manusia perlu melakukan amal baik secara lahiriah dan batiniah, seperti patuh pada ajaran agama mengenai aturan perilaku dan hubungan dengan sesama manusia, serta melakukan usaha batiniah untuk mencapai kebaikan dan keutamaan jiwa. Pemikiran inilah yang menjadi dasar pemikiran Imam Al-Ghazali tentang akhlak, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam karyanya yang terkenal, yaitu kitab Ihya ulum al-Din.[2]

Imam Al-Ghazali mendefinisikan akhlak tersebut dengan mengkaji firman Allah S.W.T, yang mengagungkan urusan jiwa dengan disandarkan hanya kepada-Nya

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى خَٰلِقٌۢ بَشَرًا مِّن طِينٍ

Artinya

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah”.(Q.S. Shad: 71)[3]

فَإِذَا سَوَّيْتُهُۥ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِى فَقَعُوا۟ لَهُۥ سَٰجِدِينَ

Artinya:

“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”.(Q.S. Shad: 72)[4]

Allah S.W.T mengingatkan bahwa jasad manusia terhubung dengan tanah, sementara ruh manusia terhubung langsung dengan Allah, Rabb seru sekalian alam. Dalam konteks ini, “ruh” dan “jiwa” merujuk pada satu hal yang sama. Al-Ghazali ingin menyampaikan bahwa keadaan ini menjadi kondisi yang menetap dalam jiwa seseorang. Oleh karena itu, jika seseorang memberikan harta karena adanya kebutuhan atau tujuan tertentu, itu tidak bisa dianggap sebagai representasi dari akhlak yang baik atau sifat pemurah, karena menurut Al-Ghazali itu belum menjadi bagian yang kuat di dalam jiwa seseorang.

Dengan demikian, menurut Al-Ghazali, hakikat akhlak adalah seperti kondisi jiwa dan bentuk batinnya. Sebagaimana bentuk lahir yang sempurna secara mutlak, akan menjadi tidak sempurna jika hanya memiliki dua mata tanpa hidung, mulut, dan pipi. Namun, keindahan semua bagian harus ada agar keindahan yang tampak menjadi sempurna.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembinaan akhlak adalah membangun (membangkitkan kembali) psikis atau jiwa seseorang dengan pendekatan Agama Islam, yang diharapkan nantinya seseorang dapat mengamalkan ajaran Agama Islam, sehingga akan terbentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Agama Islam


Model Evaluasi Stake Countenance Model’s.

model evaluasi dalam penelitian ini menggunakan Stake Countenance Model’s. Model yang menekankan pada dua hal pokok ini tentunya melakukan penggambaran dan pertimbangan. Kedua hal ini didapatkan dari tahap: (1) Antecedent, yaitu deskripsi implementasi pengembangan kompetensi pada indikator kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi, analisis kesenjangan kompetensi teknis, kesenjangan kinerja, dan verifikasi kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi teknis; (2) Transaction, yaitu deskripsi implementasi pengembangan kompetensi melalui pendidikan, pengembangan kompetensi melalui jalur pelatihan klasikal, dan pengembangan kompetensi melalui jalur pelatihan non klasikal; (3) Outcomes, yaitu pengukuran terhadap efektivitas pelaksanaan pada evaluasi administratif, dan evaluasi substansif yang terdiri dari evaluasi hasil program dan dampak dari pelaksanaan implementasi (Fernades,1984).

Evaluasi didefinisikan sebagai penilaian pencapaian tujuan melalui pengumpulan dan analisis data yang berguna untuk membuat keputusan dari suatu program. Model evaluasi berguna dalam membimbing pengelolaan, pengumpulan data dan analisis (Wood, 2001:18). Evaluasi implementasi adalah kegiatan mengevaluasi hal-hal yang dilakukan dalam proses implementasi meliputi perencanaan, pelaksanaan dan proses hasil serta dampaknya terhadap peserta didik. Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan dapat memperbaiki kekurangan dalam implementasi, dan dapat dijadikan dasar untuk proses implementasi selanjutnya.

Praktik Pendidikan Vokasional dan Kejuruan di Indonesia

Tantangan yang harus dihadapi oleh dunia pendidikan di abad 21 semakin kompleks. Tuntutan kerja pada era global ini menuntuk individu yang memiliki sikap kreatif, inovatif, inisiatif, mandiri, kemampuan memimpin, mampu bekerjasama dalamse buah tim, komunikasi efektif, kemampuan literasi, serta kemampuan memecahkan masalah. Perkembangan dalam dunia pendidikan terus meningkat ditandai dengan meningkatnya jumlah lulusan tiap tahunnya. Peningkatan jumlah lulusan bila tidak diimbangi dengan kualitas lulusan yang dapat diserap oleh dunia industry akan berakibat pada tingginya jumlah pengangguran. Disamping kualitas lulusan yang tidak mampu memenuhi persyaratan dunia kerja, lulusan tersebut kurang siap menghadapi tuntutan kompetensi yang disyaratkan oleh dunia kerja. Dan juga tingkat kemandirian lulusan yangmasih rendah terutama untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru secara mandiri. Masalah tersebut akan memberikan dampak meningkatnya pengangguran. Maka dari itu konsep pendidikan kejuruan berorientasi pada dunia kerja diharapkan mampu untuk mengurangi jumlah lulusan yang tidak terserap di dunia usaha maupun dunia industri.

Di Indonesia sampai saat ini ada sekitar enam bidang pekerjaan yang disiapkan pendidikan dan pelatihannya melalui pendidikan menengah kejuruan. Bidang tersebut antara lain 1) bidang keahlian teknologi dan rekayasa, 2) bidang keahlian teknologi informasi dan komunikasi, 3) bidang keahlian kesehatan, 4) bidang keahlian seni, kerajinan, dan pariwisata, 5) bidang keahlian agrobisnis dan agroteknologi, dan 6) bidang keahlian bisnis dan manajemen. Standar kompetensi lulusan dalam satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya (Sudira, 2013). Menurut Sudira (2013), menyatakan bahwa hakikat pendidikan yang bersifat kejuruan mengikuti proses: 1) pengalihan ilmu (transfer of knowledge) atau penimbaan ilmu (acquisition of knowledge) melalui pembelajaran teori, 2) perencanaan ilmu (digestion of kwonledge) melalui tugas-tugas, pekerjaan rumah dan tutorial, 3) pembuktian ilmu (validation of knowledge) melalui percobaan-percobaan laboratorium secara empiris atau visual, 4) pengembangan keterampilan (skill development) melalui pekerjaan nyata di bengkel atau lapangan.

Pendidikan kejuruan dan vokasi memiliki peran penting dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) unggul yang mampu bersaing dengan bangsa lain. Pendidikan vokasional di Indonesia memiliki arti sebagai pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian tertentu atau setara dengan programsarjana. Konsep pendidikan kejuruan berorientasi pada dunia kerja yang didasarkan atas kebutuhan tenaga kerja di industri. Pendidikan teknologi dan kejuruan memiliki duakonsep yang berbeda.

Pendidikan teknologi merupakan pendidikan yang mengajarkan mengenai penggunaan teknologi untuk memecahkan masalah dalam berbagai kebutuhan. Pendidikan teknologi lebih meniti beratkan pada keterampilan pemecahan masalah dalam berbagai bidang. Sedangkan konsep dari pendidikan kejuruan berkaitan dengan skill ataukemampuan menggunakan alat dan mesin. Pendidikan kejuruan mencakup pengetahuan khusus, pengetahuan praktis/fungsional, pemberian skill/ketrampulan, kemampuan reproduktif, keterampilan fisik, dan penyiapan bekerja (Djatmiko, Istanti Wahju, dkk. 2013).

Untuk meningkatkan minat anak muda dalam belajar keterampilan kejuruan/vokasiserta untuk menarik minat masyarakat luas pada perkembangan skill, sejak tahun 1968 dilakukan National Skill Competation. Selain itu Indonesia juga berpartisipasi dalam  International Vocational Training Competation (International Youth Skill Olympics)  sejak tahun 1970. Di Indonesia National Skill Competation yang lebih dikenal dengan Lomba Keterampilan Siswa (LKS) mendorong semangat disiplin bersaing antar SMK di seluruh Indonesia. Dengan diadakannya LKS sekolah lebih menfokuskan program-program pembinaan keterampilan siswanya sehingga mampu tampil di ajang nasional. Melalui LKS industri-industri dapat memantau tingkat kompetensi siswa dan bisamelakukan seleksi tenaga kerja yang industry butuhkan.

Dengan diadakanya LKS diharapkan bisa membangun komunikasi antara dunia pendidikan dan dunia industri. Pendidikan kejuruan di zaman sekarang ini membutuhkan kurikulum pendidikan kejuran yang lebih konstruktif eksploratif yang berkelanjutan. Di era yang serba digital ini penggunaan komputer dan sistem informasi dalam pembelajaran pendidikan kejuruan sudah merupakan suatu keharusan. Tujuan sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 26 ayat tujuan pendidikan kejuruan adalah untuk “meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya”.

Untuk memasuki “new world of work ”  abad 21 diperlukan tujuh survival skill (Wagner: 2008) yaitu: 1) critical thingking and problem solving, 2) collabation across networks and leading by influence, 3) agility and adaptability, 4) initiative and entrepreneurialism, 5) effective oral and written communication, 6) accessing and analyzing information, 7) curiosity and imagination. Untuk mencapai sukses di abad 21 diperlukan employability skill. Employability skills merupakan kemampuan atau keterampilan-keterampilan non-teknis yang bersifat dapat diransfer yang relevan untuk memasuki dunia kerja, untuk tetap bisa bertahan dan mengembangkan karir kerja ditempat kerja, ataupun untuk pengembangan karir di tempat kerja baru. Keterampilan tersebut antara lain keterampilan personal, keterampilan interpersonal, sikap, kebiasaan, perilaku, keterampilan akademik dasar, keterampilan berfikir tingkat tinggi.

Praktik Pendidikan Vokasional dan Kejuruan di Indonesia

Tantangan yang harus dihadapi oleh dunia pendidikan di abad 21 semakin kompleks. Tuntutan kerja pada era global ini menuntuk individu yang memiliki sikap kreatif, inovatif, inisiatif, mandiri, kemampuan memimpin, mampu bekerjasama dalamse buah tim, komunikasi efektif, kemampuan literasi, serta kemampuan memecahkan masalah. Perkembangan dalam dunia pendidikan terus meningkat ditandai dengan meningkatnya jumlah lulusan tiap tahunnya. Peningkatan jumlah lulusan bila tidak diimbangi dengan kualitas lulusan yang dapat diserap oleh dunia industry akan berakibat pada tingginya jumlah pengangguran. Disamping kualitas lulusan yang tidak mampu memenuhi persyaratan dunia kerja, lulusan tersebut kurang siap menghadapi tuntutan kompetensi yang disyaratkan oleh dunia kerja. Dan juga tingkat kemandirian lulusan yangmasih rendah terutama untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru secara mandiri. Masalah tersebut akan memberikan dampak meningkatnya pengangguran. Maka dari itu konsep pendidikan kejuruan berorientasi pada dunia kerja diharapkan mampu untuk mengurangi jumlah lulusan yang tidak terserap di dunia usaha maupun dunia industri.

Di Indonesia sampai saat ini ada sekitar enam bidang pekerjaan yang disiapkan pendidikan dan pelatihannya melalui pendidikan menengah kejuruan. Bidang tersebut antara lain 1) bidang keahlian teknologi dan rekayasa, 2) bidang keahlian teknologi informasi dan komunikasi, 3) bidang keahlian kesehatan, 4) bidang keahlian seni, kerajinan, dan pariwisata, 5) bidang keahlian agrobisnis dan agroteknologi, dan 6) bidang keahlian bisnis dan manajemen. Standar kompetensi lulusan dalam satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya (Sudira, 2013). Menurut Sudira (2013), menyatakan bahwa hakikat pendidikan yang bersifat kejuruan mengikuti proses: 1) pengalihan ilmu (transfer of knowledge) atau penimbaan ilmu (acquisition of knowledge) melalui pembelajaran teori, 2) perencanaan ilmu (digestion of kwonledge) melalui tugas-tugas, pekerjaan rumah dan tutorial, 3) pembuktian ilmu (validation of knowledge) melalui percobaan-percobaan laboratorium secara empiris atau visual, 4) pengembangan keterampilan (skill development) melalui pekerjaan nyata di bengkel atau lapangan.

Pendidikan kejuruan dan vokasi memiliki peran penting dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) unggul yang mampu bersaing dengan bangsa lain. Pendidikan vokasional di Indonesia memiliki arti sebagai pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian tertentu atau setara dengan programsarjana. Konsep pendidikan kejuruan berorientasi pada dunia kerja yang didasarkan atas kebutuhan tenaga kerja di industri. Pendidikan teknologi dan kejuruan memiliki duakonsep yang berbeda.

Pendidikan teknologi merupakan pendidikan yang mengajarkan mengenai penggunaan teknologi untuk memecahkan masalah dalam berbagai kebutuhan. Pendidikan teknologi lebih meniti beratkan pada keterampilan pemecahan masalah dalam berbagai bidang. Sedangkan konsep dari pendidikan kejuruan berkaitan dengan skill ataukemampuan menggunakan alat dan mesin. Pendidikan kejuruan mencakup pengetahuan khusus, pengetahuan praktis/fungsional, pemberian skill/ketrampulan, kemampuan reproduktif, keterampilan fisik, dan penyiapan bekerja (Djatmiko, Istanti Wahju, dkk. 2013).

Untuk meningkatkan minat anak muda dalam belajar keterampilan kejuruan/vokasiserta untuk menarik minat masyarakat luas pada perkembangan skill, sejak tahun 1968 dilakukan National Skill Competation. Selain itu Indonesia juga berpartisipasi dalam  International Vocational Training Competation (International Youth Skill Olympics)  sejak tahun 1970. Di Indonesia National Skill Competation yang lebih dikenal dengan Lomba Keterampilan Siswa (LKS) mendorong semangat disiplin bersaing antar SMK di seluruh Indonesia. Dengan diadakannya LKS sekolah lebih menfokuskan program-program pembinaan keterampilan siswanya sehingga mampu tampil di ajang nasional. Melalui LKS industri-industri dapat memantau tingkat kompetensi siswa dan bisamelakukan seleksi tenaga kerja yang industry butuhkan.

Dengan diadakanya LKS diharapkan bisa membangun komunikasi antara dunia pendidikan dan dunia industri. Pendidikan kejuruan di zaman sekarang ini membutuhkan kurikulum pendidikan kejuran yang lebih konstruktif eksploratif yang berkelanjutan. Di era yang serba digital ini penggunaan komputer dan sistem informasi dalam pembelajaran pendidikan kejuruan sudah merupakan suatu keharusan. Tujuan sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 26 ayat tujuan pendidikan kejuruan adalah untuk “meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya”.

Untuk memasuki “new world of work ”  abad 21 diperlukan tujuh survival skill (Wagner: 2008) yaitu: 1) critical thingking and problem solving, 2) collabation across networks and leading by influence, 3) agility and adaptability, 4) initiative and entrepreneurialism, 5) effective oral and written communication, 6) accessing and analyzing information, 7) curiosity and imagination. Untuk mencapai sukses di abad 21 diperlukan employability skill. Employability skills merupakan kemampuan atau keterampilan-keterampilan non-teknis yang bersifat dapat diransfer yang relevan untuk memasuki dunia kerja, untuk tetap bisa bertahan dan mengembangkan karir kerja ditempat kerja, ataupun untuk pengembangan karir di tempat kerja baru. Keterampilan tersebut antara lain keterampilan personal, keterampilan interpersonal, sikap, kebiasaan, perilaku, keterampilan akademik dasar, keterampilan berfikir tingkat tinggi.

Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK)

a.      

Kompetensi secara harfiah berasal dari kosakata competence yang memilik pengertian wewengan dan cakap. Boulter, Dalziel, dan Hill (1996), mengemukakan kompetensi ialah karakteristik dasar seorang individu yang dapat memberikan kinerja yang optimal dalam suatu peran, pekerjaan maupun situasi khusus. Karakteristik dasar artinya sesuatu yang sudah tertanam atau mandarah daging kedalam bagian kepribadian seseorang individu dan mampu mengantisipasi perilaku dalam suatu pekerjaan tertentu. Penelitian yang dilakukan organisasi psikologi industri di Amerika yaitu Mitrani, Palziel, dan Fitt (1992), mengutarakan bahwa keberhasilan dalam hidup serta kinerja tidak bisa diprediksi dari hasil belajar yang dilakukan di sekolah dan diploma/universitas. Maka dari itu ada prinsip yang harus menjadi perhatian ketika melakukan pelatihan berbasis kompetensi, yakni:

  1. Membandingkan individu yang terlihat berhasil dalam suatu pekerjaan dengan individu lain yang terlihat tidak berhasil. Dengan cara ini harus mengidentifikasikan karakteristik yang terkait keberhasilan tersebut.
    1. Mengidentifikasikan kemampuan, perilaku dan pola pikir dari individu yang terlihat berhasil serta pengukuran kompetensi harus terkait reaksi dari individu terhadap situasi terbuka yang mungkin terjadi daripada bergantung terhadap pengukuran responden. (Sutrisno, 2012:203).

Menurut Sutrisno (2012:204) dalam pelatihan berbasis kompetensi, ada beberapa aspek dan konsep yang terkandung, yakni:

  1. Knowledge atau pengetahuan, yakni kesadaran bidang kognitif, contohnya seorang individu mengetahui cara bagaimana mengidentifikasi dan melakukan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan secara baik.
    1. Understanding atau pemahaman, yakni kedalaman kognitif dipunyai dan dimiliki oleh seorang individu. Contohnya, seorang idividu dalam melakukan pembelajaran perlu memiliki pemahaman yang sangat baik mengenai karakteristik serta kondisi kerja secara efektif dan juga efisien.
    1. Skill atau kemampuan, ialah sesuatu hal yang dimiliki seorang individu untuk melakukan pekerjaan dan tugas yang diberikan kepadanya. Contohnya, kemampuan individu ketika memilih metode bekerja yang dianggap lebih efektif dan efisien.
    1. Value atau nilai, ialah standar dari perilaku dan sikap seseorang yang diyakini dan secara psikologi telah menyatu dengan dalam dirinya. Contohnya, standard perilaku para karyawan atau tenaga kerja Ketika melaksanakan tugas (integritas, terbuka, jujur, dan lain-lain).
    1. Attitude atau sikap, yakni perasaan atau reaksi seorang individu mengenai suatu stimulus yang datang dari luar. Contohnya, reaksi apabila terjadi krisis ekonomi, perasaan Ketika mendapatkan kenaikan gaji, dan sebagainya.
    1. Interest atau minat, ialah kecenderungan seorang individu dalam melakukan suatu tindakan. Contohnya, melakukan suatu aktivitas kerja

Program pelatihan yang berbasis kompetensi ialah suatu proses pelaksanaan pelatihan yang dibuat secara khusus untuk mengembangkan serta meningkatkan keterampilan dan kemampuan untuk memperoleh hasil kerja yang terdapat target kinerja yang telah ditetapkan. Artinya, pelatihan yang khusus dirancang bukan hanya sekedar membentuk dan memperoleh kompetensi, akan tetapi kompetensi teresbut harus sejalan dan relevan terkait jabatan dan tugasnya. Sehingga kompetensi dapat menunjang seorang individu dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

Pelatihan Berbasis Kompetensi yang selanjutnya disingkat PBK adalah pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan standar yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja. Pedoman mengenai pelatihan yang berbasis kompetensi telah dirancang dengan menyesuaikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Berbasis Kompetensi. Tujuan Peraturan ini ialah: 1) meningkatkan sinergitas dan kecocokan lembaga pelatihan terhadap kebutuhan dunia usaha maupun industri; 2) meningkatkan kinerja serta pelayanan Lembaga pelatihan; dan 3) meningkatkan dan memperoleh kompetensi bagi masyarakat dan peserta pelatihan.

Prinsip dasar dari pelatihan berbasis kompetensi yakni: 1) dirancang sesuai hasil identifikasi dari kebutuhan pelatihan dan juga standar kompetensi; 2) terdapat pengakuan dari kompetensi yang sudah diperoleh; 3) berpusat terhadap peserta pelatihan dan juga bersifat individualisme; 4) bersifat multi-entry/multi-exit, yang artinya peserta dapat memulai dan mengakhiri program pelatihan yang dilakukan pada tingkatan dan waktu tertentu yang berbeda, berdasarkan dengan kemampuan individu dari masingmasing peserta pelatihan berbasis kompetensi; 5) penilaian kompetensi peserta pelatihan sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan; dan yang terakhir 6) dilaksanakan dan dieksekusi oleh lembaga pelatihan yang telah memiliki akreditasi dan teregistrasi secara nasional. Pelaksanaan pelatihan yang berbasis kompetensi pada tiap program/kejuruan/sub kejuruan harus dapat memenuhi komponen dari PBK yakni: (1) standar kompetensi kerja (SKK), sebagai acuan dan tumpuan ketika mengembangkan dan membuat program pelatihan kerja; (2) materi pembelajaran dan juga strategi, merupakan suatu metode atau cara dalam menyajikan program pelatihan kepada tiap peserta pelatihan; (3) penilaian/pengujian, merupakan asesmen atau penilaian terhadap pencapaian kompetensi yang telah diperoleh dan juga telah ditentukan dengan standar kompetensi; dan yang terakhir (d) Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), digunakan sebagai acuan ketika pengemasan dan pemaketan SKKNI kedalam jenjang kualifikasi yang telah ditentukan

Pelatihan Kerja

a.      

Sesuai dengan UU RI No.13 Tahun 2003 disebutkan bahwa pelatihan kerja ialah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Dalam melaksanakan pekerjaan, pelatihan adalah suatu cara yang dipakai untuk meningkatkan atau memperoleh keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan. (Panggabean, 2004:41).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, “Pelatihan kerja atau yang sekarang biasa kita kenal dengan istilah training adalah seluruh kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan”. Sehingga dapat didefinisikan pelatihan kerja adalah proses mentransfer keterampilan, pengetahuan dan sikap dalam bekerja sehingga tenaga kerja makin terampil serta mampu bertanggung jawab dengan baik sesuai dengan standard.

 Salah satu hak dari tenaga kerja yaitu memperoleh pelatihan kerja yang berfungsi mengembangkan dan meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan keahlian yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan yang mana diselenggarakan oleh perusahaan, swasta, dan lembaga pemerintah. Penyelenggara pelatihan kerja wajib dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Tersedianya tenaga pelatihan, 2) Kurikulum, 3) Sarana dan prasarana pelatihan kerja, 4) Tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan.

Pelaithan menurut Bernardin Russell (1998:172), adalah:

“Training is defined as attempt to upgrade employed performance on a currently held job or one related to it. This usually means changes in spesific behaviors, skills, knowledge and attitudes. To be effective, training should involve a learning experience, be a planned organizational activity, and designed in response to identified needs”

Ini berarti bahwa pelatihan meruapakan usaha untuk meningkatkan kinerja tenga kerja. Yang mana bisa berarti melaksanakan perubahan pada perilaku, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang spesifik. Pelatihan menjadi efektif apabila pelatihan melibaktan pengalaman belajar, pelatihan merupakan kegaiatan organisasi yang direncanakan serta dirancang khusus sebagai tanggapan terhadap kebutuhan yang telah diidentifikasi. Menurut Dessler (1997:263), training is a planned effort to facilitate the learning of job-related knowledge, skills, and behavior by employee. Hal ini berarti bahwa pelatihan merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.

Jadi, definisi pelatihan dari beberapa para ahli dapat disimpulkan setiap upaya yang terencana untuk meningkatkan kinerja yang dipekerjakan pada pekerjaan yang saat ini dipegang atau yang terkait dengannya. Hasil dari pelatihan adalah perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, atau perilaku tertentu. Pelatihan juga harus dinilai dan dievaluasi sehingga program pelatihan dapat ditingkatkan.

Peraturan LAN No. 10 Tahun 2018 Tentang Pengembangan Kompetensi PNS

Peraturan LAN No. 10 Tahun 2018 merupakan kebijakatan teknis tentang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan kompetensi PNS. Peraturan ini ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 23 Agustus 2018. Pada saat Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkantersebut, maka Peraturan LAN No. 5 Tahun 2018 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Adapun peratuan ini digunakan sebagai pedoman bagi PPK untuk melaksanakan pengembangan kompetensi PNS tingkat instansi dan LAN, Instansi Teknis dan Instansi Pembina JF untuk menyelenggarakan pengembangan kompetensi tingkat nasional. Menurut Peraturan LAN No. 10 Tahun 2018, pengembangan kompetensi PNS adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan karier. Pengembangan kompetensi tersebut dilaksanakan melalui tahapan penyusunan kebutuhan dan rencana, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan kompetensi. Setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengikuti pengembangan kompetensi dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan dan dilakukan paling sedikit 20 JP dalam 1 tahun. Adapun ketentuan mengenai tahapan pengembangan kompetensi PNS pada Per LAN No. 10 Tahun 2018 adalah sebagai berikut:

Tabel 1.     Ketentuan Pengembangan Kompetensi PNS pada Per LAN No. 10 Tahun 2018
NoTahapanKetentuan
1.Tahapan Penyusunan Kebutuhan dan Rencana Pengembangan KompetensiRencana Pengembangan Kompetensi adalah dokumen perencanaan Pengembangan Kompetensi tingkat instansi yang ditetapkan oleh PPK untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnyaKegiatan dilaksanakan oleh Pejabat yang Berwenang (PyB) yaitu pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundanganKegiatan ditetapkan, dilaksanakan dan dievaluasi pelaksanaannya oleh PPK untuk jangka waktu 1 tahunPembiayaan atas pelaksanaan dan evaluasi tercantum dalam rencana kerja anggaran tahunan instansi pemerintah
  
 a. InventarisasiDefinisi Inventarisasi merupakan merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi kebutuhan Pengembangan Kompetensi bagi setiap PNS dalam organisasi. Bahan yang diperlukanProfil PNS (data personal, kualifikasi, rekam jejak jabatan, kompetensi, riwayat pengembangan kompetensi, riwayat hasil penilaian kinerja, dan informasi kepegawaian lainnya) Data Hasil Analisis Kesenjangan Kompetensiyaitu tingkat kesenjangan tertentu yang digambarkan sebagai hasil perbandingan profil kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan yang diduduki dan/atau yang akan diduduki.Data ini dilakukan dengan membandingkan Profil Kompetensi PNS dengan Standar Kompetensi Jabatan yang sedang diduduki dan yang akan didudukiProfil Kompetensi PNS diperoleh melalui Uji Kompetensi yang dilakukan oleh assessor internal pemerintah atau bekerjasama dengan assessor independenJika belum melakukan Uji Kompetensi dapat menggunakan metode penilaian kompetensi dalam bentuk dialog atasan bawahan. Dialog merupakan bentuk penilaian yang dilakukan oleh Atasan Langsung PNS untuk mengukur kompetensi sebagai informasi mengenai kemampuan PNS dalam melaksanakan tugas JabatanData ini mencakup informasi tingkat kesenjangan pada tiap nama kompetensi dengan kualifikasi:tidak ada kesenjangan, apabila hasil perbandingan nama Kompetensi dengan StandarKompetensi Jabatan memenuhi seluruh indikatorperilaku; rendah, apabila hasil perbandingan nama Kompetensi dengan Standar Kompetensi Jabatanpaling rendah 3/4 (tiga per empat) dari seluruhindikator perilaku; sedang, apabila hasil perbandingan nama Kompetensi dengan standar kompetensi jabatanpaling rendah 1/2 (satu per dua) dari indikatorperilaku; atau tinggi, apabila hasil perbandingan nama Kompetensi dengan Standar Kompetensi Jabatankurang dari 1/2 (satu per dua) dari indikatorperilakuData Hasil Analisis Kesenjangan Kinerjayaitu tingkat kesenjangan tertentu yang digambarkan sebagai hasil perbandingan kinerja PNS dengan target kinerja pada Jabatan yang diduduki pada periode penilaian kinerja tahun sebelumnyadiperolah dengan membandingkan hasil penilaian kinerja PNS dengan target kinerja jabatan yang didudukimencakup informasi dengan kualifikasitidak ada kesenjangan, apabila hasil penilaian kinerjaPNS paling rendah memperoleh nilai 91 (sembilanpuluh satu);rendah, apabila hasil penilaian kinerja PNSmemperoleh nilai antara 76 (tujuh puluh enam)sampai dengan 90,99 (sembilan puluh koma sembilanpuluh sembilan);sedang, apabila hasil penilaian kinerja PNSmemperoleh nilai antara 61 (enam puluh satu) sampaidengan 75, 99 (tujuh puluh lima koma sembilan puluhsembilan); atautinggi, apabila hasil penilaian kinerja PNS memperolehnilai kurang dari 61 (enam puluh satu)Dokumen Perencanaan 5 tahunan instansi pemerintahStandar Kompetensi JabatanOutput Jenis Kompetensi yang perlu dikembangkan dan jalur pengembangan kompetensi Proses Inventarisasi dilakukan terhadap setiap PNS. Atasan langsung PNS memberikan pertimbangan terhadap inventarisasi. Dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan susunan dan kedudukan unit kerja dalam instansi dan pimpinan unit kerja instansi pusat memberikan pertimbangan akhir
  
  
 b. VerifikasiDefinisi Merupakan kegiatan analisis dan pemetaan terhadap jenis kompetensi yang akan dikembangkan dilakukan oleh PyB Bahan yang diperlukankesesuaian jenis Kompetensi yang akan dikembangkan;kesesuaian jalur Pengembangan Kompetensi;pemenuhan 20 (dua puluh) JP PengembanganKompetensi pertahun;ketersediaan anggaran; danrencana pelaksanaan Pengembangan Kompetensidokumen perencanaan 5 tahunan instansi pemerintahstandar kompetensi jabatanmanajemen talentaPelaksana Dilakukan dengan membentuk tim yang terdiri atas: unit kerja yang memiliki tugas di bidang perencanaan, keuangan dan SDM dan unsur pimpinan (unit JPT Madya/pimpinan unit organisasi) Output Dokumen kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi yang mencakup: nama dan nomor induk pegawai yang akan dikembangkan;Jabatan yang akan dikembangkan;jenis Kompetensi yang perlu dikembangkan;bentuk dan jalur Pengembangan Kompetensi;penyelenggara Pengembangan Kompetensi;jadwal atau waktu pelaksanaan;kesesuaian Pengembangan Kompetensi dengan standar kurikulum dari instansi pembina kompetensi;kebutuhan anggaran; dan jumlah JPdalam hal tidak terdapat standar kurikulum, instansi dapat menyusun kurikulum secara mandiri sesuai dengan kebutuhan (penyusunan kurikulum untuk pengembangan kompetensi teknis melalui jalur pelatihan) e.    Proses PyB menyerahkan kebutuhan dan rencana kepada PPK untuk dilakukan validasi
 
c. ValidasiDefinisi Merupakan kegiatan pengesahan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi tingkat instansi Pelaksana : PPKOutput : Rencana pengembangan kompetensi yang disahkan oleh PPKProses : PPK melakukan validasi terhadap rencana yang diusulkan PyB
2.Pelaksanaan Pengembangan KompetensiBentuk dan Jalur Pengembangan Kompetensi melalui pendidikan (pemberiaan tugas belajar) dan/atau pelatihan (klasikal/non klasikal)Bentuk Pelatihan Klasikal:pelatihan struktural kepemimpinan;pelatihan manajerial;pelatihan teknis;pelatihan fungsional;pelatihan sosial kultural;seminar/konferensi/sarasehan;workshop atau lokakarya;kursus;penataran;bimbingan teknis;sosialisasi;dan/ataujalur Pengembangan Kompetensi dalam bentukpelatihan klasikal lainnya.Bentuk Pelatihan Non Klasikal:coaching;mentoring;e-learning;pelatihan jarak jauh;detasering (secondment);pembelajaran alam terbuka (outbond);patok banding (benchmarking);pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta/badan usaha milik negara/ badan usahamilik daerah;belajar mandiri (self development);komunitas belajar (community of practices);bimbingan di tempat kerja;magang/praktik kerja; danjalur Pengembangan Kompetensi dalam bentukpelatihan nonklasikal lainnya.Dilaksanakan untuk memenuhi rencana strategis instansi, kebutuhan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karierDilakukan secara mandiri, bersama instansi pemerintahan lain yang terakreditasi atau bersama dengan lembaga penyelenggara pelatihan independen yang terakreditasiPada lampiran diatur mengenai bentuk dan jalur pengembangan kompetensi (deskripsi, dasar pertimbangan, dan hasil yang diharapkan)
 
3.Evaluasi Pengembangan KompetensiEvaluasi dilakukan melalui mekanisme penilaian terhadap:Kesesuaian antara rencana dengan pelaksanaan pengembangan kompetensiKemanfaatan antara pelaksanaan terhadap peningkatan kompetensi dan kinerja pegawaiDilakukan oleh PyB dan dilaporkan kepada PPKOutput: hasil evaluasi

Peraturan LAN No. 5 Tahun 2018 Tentang Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara

Peraturan LAN No. 5 Tahun 2018 merupakan kebijakan teknis tentang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan kompetensi ASN. Peraturan ini ditetapkan pada tanggal 6 April 2018 dan mulai berlaku pada saat diundangkan pada tanggal 13 April 2018. Peratuan ini digunakan sebagai pedoman bagi PPK untuk melaksanakan pengembangan kompetensi pegawai ASN baik di lingkungan instansi pemerintah pusat maupun daerah. Pengembangan kompetensi pegawai ASN tersebut terdiri atas pengembangan kompetensi PNS dan PPPK.

Menurut Peraturan LAN No. 5 Tahun 2018, pengembangan kompetensi PNS adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan karier. Setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengikuti pengembangan kompetensi dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan. Pemenuhan hak dan kesempatan untuk mengikuti pengembangan kompetensi tersebut dilaksanakan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahapan tersebut termasuk penentuan jenis dan jalur pengembangan kompetensi pegawai ASN serta perhitungan Jam Pelajaran (JP) dari setiap kegiatan pengembangan kompetensi. Adapun kompetensi yang diatur dalam Peraturan ini meliputi kompetensi teknis, kompetensi manajerial dan kompetensi sosial kultural.

Tabel 1.      Ketentuan pada Pengembangan Kompetensi PNS
NoTahapanKetentuan
A.Perencanaan
 1.     DefinisiKegiatan secara sistematis merencanakan pengembangan kompetensi PNS dalam jangka waktu tertentu yang dilaksanakan oleh setiap instansi pemerintah.Proses kegiatan merencanakan pengembangan kompetensi PNS dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan dan tahunan pada setiap instansi pemerintah pusat dan daerah
2.     TingkatTingkat perencanaan secara instansional Dilakukan oleh unit kerja yang mengelola penyelenggaraan urusan di bidang SDM dengan melakukan rekapitulasi dan validasi perencanaan pengembangan kompetensi individuTingkat perencanaan secara nasional Pejabat yang Berwenang (PyB) yaitu pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS sesuai dengan per-UU menyampaikan Perencanaan Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN Instansional kepada LAN melalui sistem informasi pengembangan kompetensi ASN untuk digunakan LAN sebagai bahan menyusun rencana pengembangan kompetensi ASN secara nasional
3.     Tahapan 
a. InputTahapan ini diperlukan dalam proses perencanaan pengembangan kompetensi PNS. Input yang diperlukan paling rendah meliputi beberapa hal sebagai berikut: Dokumen perencanaan 5 (lima) tahunan kementerian/lembaga/daerah, menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS sesuai prioritas kebijakan instansi;Profil Pegawai, yang mencakup jabatan, unit kerja, demografi (usia, pendidikan), riwayat pengembangan kompetensi yang pernah diikuti oleh pegawai. Bagi instansi yang sudah mengimplementasikan manajemen talenta atau telah melaksanakan pola karier, untuk mencantumkan posisi pegawai berdasarkan hasil pemetaan kinerja dan potensi;Standar Kompetensi Jabatan, yang penyusunannya mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;Data Analisis Kesenjangan Kompetensi, merupakan
data yang dihasilkan dari hasil analisis antara profil kompetensi pegawai dengan Standar Kompetensi Jabatan yang memuat tingkat kesenjangan pegawai pada kompetensi tertentu; 5)    Data Analisis Kinerja ASN bagi PNS yaitu merupakan data Kesenjangan Kinerja yang dihasilkan dengan membandingkan hasil penilaian kinerja PNS dengan target kinerja jabatan yang didudukinya. Data analisis kinerja dapat diperoleh dari sistem penilaian kinerja instansi.
b. ProsesInventarisasi usulan kebutuhan Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN bagi PNS Tahapan ini merupakan rangkaian kegiatan untuk mengidentifikasi pengembangan kompetensi yang dibutuhkan oleh setiap PNS dalam organisasi yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: Atasan langsung melakukan proses dialog berdasarkan data analisis kesenjangan kompetensi dan data kesenjangan kinerja;Unit kerja jabatan pimpinan tinggi pratama melakukan rekapitulasi terhadap hasil yang disampaikan oleh Atasan langsungHasil rekapitulasi tersebut diverifikasi oleh:Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya untuk Instansi Pusat; danPejabat Pimpinan Tinggi Pratama untuk Instansi Daerah; danHasil inventarisasi kebutuhan kompetensi yang sudah diverifikasi disampaikan kepada unit kerja yang mengelola penyelenggaraan urusan di bidang SDM.Validasi usulan kebutuhan Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN, bagi PNS Unit kerja yang mengelola penyelenggaraan urusan di bidang SDM melakukan validasi kebutuhan Pengembangan Kompetensi PNS, dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : Data profil PNS;Data hasil analisis kesenjangan kompetensi;Data hasil analisis kesenjangan kinerja;Prioritas kebijakan dalam dokumen perencanaan 5 (lima) tahunan kementerian/lembaga/daerah;
 Ketersediaan anggaran Pengembangan Kompetensi PNS; danPemenuhan 20 (dua puluh) JP Pengembangan Kompetensi PNS pertahun.Menyusun Rencana 5 (Lima) Tahunan Pengembangan Kompetensi PNS Rencana 5 (Lima) Tahunan ini diperuntukan khusus bagi PNS yang mencakup data mengenai:Nama pegawai yang akan dikembangkan;Jenis kompetensi yang perlu dikembangkan;Jenis dan jalur pengembangan kompetensi; danTahun pelaksanaan. Rencana Lima Tahunan ini dapat direviu atau disesuaikan kembali untuk disesuaikan dengan kondisi organisasi dan kebutuhan pegawai atau instansi. Menyusun Rencana Tahunan Pengembangan Kompetensi ASN Rencana Tahunan ini mencakup:Nama pegawai yang akan dikembangkan;Jenis kompetensi yang perlu dikembangkan;Jenis dan jalur pengembangan kompetensi;Penyelenggara pengembangan kompetensi;Jadwal dan waktu pelaksanaan;Anggaran yang dibutuhkan; danJumlah JPRencana Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN (Lima Tahunan dan Tahunan) yang telah ditetapkan oleh PPK disampaikan kepada LAN melalui sistem informasi Pengembangan Kompetensi ASN sebagai bahan penyusunan rencana Pengembangan Kompetensi ASN Nasional.Rencana Tahunan Pengembangan Kompetensi ASN disampaikan kepada LAN pada triwulan ketiga tahun anggaran sebelumnya.
B.Pelaksanaan
 1.     DefinisiKegiatan pengembangan kompetensi PNS yang dapat dilakukan melalui pendidikan dan/atau pelatihanTerdiri atas:Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi melalui jalur pendidikan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi melalui jalur pelatihan yang dilaksanakan secara:Mandiri oleh internal Instansi pemerintah dapat menyelenggarakan pengembangan kompetensi secara mandiri oleh lembaga pelatihan atau unit kerja/lembaga yang
 ditunjuk untuk mengembangkan kompetensi. Bersama dengan instansi pemerintah yang terakreditasi. Instansi pemerintah dapat melakukan pengembangan kompetensi secara bersama dengan instansi pemerintah lain yang telah diakreditasi oleh LAN untuk melaksanakan pengembangan kompetensi tertentu. Bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang independen Instansi pemerintah dapat melakukan pengembangan kompetensi secara bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi independen yang telah terakreditasi.  
2.     Jenis dan JalurPendidikanJenis Pengembangan Kompetensi ini dilakukan melalui jalur pemberian tugas belajar pada jenjang pendidikan formal tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.Mekanisme yang perlu diperhatikan oleh Unit kerja yang mengelola penyelenggaraan urusan di bidang SDM dalam penentuan nama PNS yang akan ditetapkan sebagai peserta pendidikan melalui tugas belajar oleh PPK, harus sesuai dengan rencana pengembangan kompetensi yang telah ditetapkan.Pelatihan Jenis Pengembangan Kompetensi ini terdiri atas: Pelatihan Klasikal Jenis pelatihan ini merupakan proses pembelajaran tatap muka di dalam kelas dengan mengacu kurikulum dan dilaksanakan melalui jalur: Pelatihan kepemimpinan/ struktural/ manajerial;Pelatihan untuk tujuan tertentu di tingkat nasional;Pelatihan teknis;Pelatihan fungsional;Pelatihan terkait kompetensi sosial kultural;Seminar atau konferensi;Workshop atau lokakarya;Sarasehan;Kursus;Penataran;Bimbingan teknis;
 Sosialisasi; danJalur lain yang memenuhi ketentuan pelatihan klasikal.Pelatihan Nonklasikal Jenis pelatihan ini merupakan proses praktik kerja dan/atau pembelajaran di luar kelas dan dilaksanakan melalui jalur: Pertukaran PNS dengan pegawai swasta;Magang/praktik kerja;Benchmarking atau study visit;Pelatihan jarak jauh;Coaching;Mentoring;Detasering;Penugasan terkait program prioritas;E-learning;Belajar mandiri/self development;Team building; dan jalur lain yang memenuhi ketentuan pelatihan non klasikal.
3.     MonitoringSeluruh hasil pelaksanaan pengembangan kompetensi yang telah dilakukan ASN di-input oleh unit kerja yang mengelola penyelenggaraan urusan di bidang SDM. Unit kerja tersebut menyampaikan hasil monitoring secara rutin per semester ke LAN melalui sistem informasi Pengembangan Kompetensi ASN.
C.Evaluasi 
 1.     DefinisiKegiatan pemantauan dan penilaian Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi PNS yang dilakukan oleh PPK pada setiap instansi pemerintah pusat dan daerah.
 2.     JenisEvaluasi AdministratifUntuk melihat kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan Pengembangan Kompetensi PNSPeriode Evaluasi administratif disampaikan kepada LAN melalui sistem informasi Pengembangan Kompetensi ASN paling lambat tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya.Evaluasi SubstantifUntuk melihat kesesuaian antara pemenuhan kebutuhan kompetensi dengan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karir.Periode Evaluasi substantif disampaikan ke LAN melalui sistem informasi Pengembangan Kompetensi ASN, paling lambat tanggal 31 Maret pada tahun berikutnya.
 3.     PelaksanaPPK bertanggung jawab terhadap evaluasi pengembangan kompetensi PNSDalam melaksanakan evaluasi, PPK dapat menunjuk pejabat dan/atau membentuk tim sebagai pelaksana evaluasi pengembangan kompetensi PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipi

PP No. 11 Tahun 2017 merupakan kebijakan turunan dari UU No. 5 Tahun 2014 yang mengatur tentang pelaksanaan kebijakan pengembangan kompetensi dalam manajemen PNS. Menurut PP No. 11 Tahun 2017 yang dimaksud dengan manajemen PNS adalah pengelolaan PNS untuk menghasilkan PNS yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan hari tua, dan perlindungan.

Pengembangan kompetensi menurut PP No. 11 Tahun 2017 pasal 162 merupakan bagian dari manajemen karier PNS yang harus dilakukan dengan menerapkan prinsip Sistem Merit yaitu kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Penyelenggaraan manajemen karier PNS tersebut bertujuan untuk: (1) memberikan kejelasan dan kepastian karier; (2) menyeimbangkan antara pengembangan karier dan kebutuhan instansi; dan (3) meningkatkan kompetensi dan kinerja; dan (4) mendorong peningkatan profesionalitas. Dalam penyelenggaraan manajemen karier, Instansi Pemerintah (Insatasi Pusat dan Instansi Daerah) harus menyusun standar kompetensi jabatan dan profil PNS.

Kompetensi dan riwayat pengembangan kompetensi merupakan salah satu informasi kepegawaian dari setiap PNS yang terdapat pada Profil PNS. Kompetensi merupakan informasi mengenai kemampuan PNS dalam melaksanakan tugas jabatan. Dalam rangka menyediakan informasi mengenai kompetensi PNS dalam profil PNS tersebut, setiap PNS harus dinilai melalui uji kompetensi yang dilakukan oleh assessor internal pemerintah atau bekerjasama dengan assessor independen. Uji kompetensi PNS tersebut antara lain mencakup pengukuran kompetensi teknis dan dilakukan secara berkala. Sementara itu, riwayat pengembangan kompetensi merupakan informasi mengenai riwayat pengembangan kompetensi yang pernah diikuti oleh PNS antara lain meliputi riwayat pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, penataran dan/atau magang.

Lebih lanjut pada PP No. 11 Tahun 2017 pasal 203 dijelaskan bahwa pengembangan kompetensi merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan karier. Pengembangan kompetensi tersebut dilakukan pada tingkat instansi dan nasional. Setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan. Pengembangan kompetensi bagi setiap PNS tersebut dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun. Untuk menyelenggarakan pengembangan kompetensi, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) wajib: (1) menetapkan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi, (2) melaksanakan pengembangan kompetensi, dan melaksanakan evaluasi pengembangan kompetensi. Pengembangan kompetensi tersebut menjadi dasar pengembangan karier dan menjadi salah satu dasar bagi pengangkatan jabatan.

Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan. Kompetensi Teknis menjadi salah satu informasi yang terdapat pada standar kompetensi jabatan. Kompetensi Teknis terdiri atas kompetensi teknis dan kompetensi fungsional. Penyelenggaraan pengembangan Kompetensi Teknis dilakukan melalui: (1) penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi, (2) pelaksanaan pengembangan kompetensi, dan (3) evaluasi pengembangan kompetensi. Adapun hal-hal yang diatur dalam penyelenggaraan pengembangan kompetensi teknis tersebut diuraikan pada Tabel 2.

Tabel 1.     Ketentuan pada Penyelenggaraan Pengembangan Kompetensi Teknis
NoTahapanKetentuan
1.Penyusunan Kebutuhan dan Rencana Pengembangan KompetensiTerdiri atas:inventarisasi jenis kompetensi yang perlu ditingkatkan dari setiap PNS; danrencana pelaksanaan pengembangan kompetensiDilakukan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang pembiayaannya tertuang dalam RKAT instansi pemerintahDilakukan melalui:analisis kesenjangan kompetensi yaitu dengan membandingkan profil kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan yang diduduki dan yang akan diduduki
  analisis kesenjangan kinerja yaitu dengan membandingkan hasil penilaian kinerja PNS dengan target kinerja jabatan yang didudukiDilakukan pada tingkat:Instansi :dilakukan oleh pejabat yang bersangkutan dan ditetapkan oleh PPKKebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi meliputi:Jenis kompetensi yang perlu dikembangkan;Target PNS yang akan dikembangkan kompetensinya;Jenis dan jalur pengembangan kompetensi;Penyelenggara pengembangan kompetensi;Jadwal atau waktu pelaksanaan;Kesesuaian pengembangan kompetensi dengan standar kurikulum dari instansi pembina kompetensi; danAnggaran yang dibutuhkan.Dimasukkan dalam sistem informasi pengembangan kompetensi LANNasional : Dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kompetensi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran pemerintahan serta pembangunanMeliputi: Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial KulturalKompetensi Teknis terdiri atas:kompetensi teknis yang dilakukan oleh instansi tekniskompetensi fungsional yang dilakukan oleh instansi Pembina JF danDisampaikan kepada LAN sebagai bahan untuk menyusun rencana pengembangan kompetensi nasional dan kemudian ditetapkan oleh Menteri dan dipublikasikan dalam sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN
2.Pelaksanaan Pengembangan KompetensiHarus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkanDapat dilaksanakan dalam bentuk:Pendidikan;dan/atau:Dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian PNS melalui pendidikan formal sesuai dengan peraturan perundang-undanganDilaksanakan dengan pemberian tugas belajar dalam rangka memenuhi kebutuhan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier
  PelatihanDilakukan melalui jalur pelatihan:klasikal: melalui proses pembelajaran tatap muka di dalam kelas paling kurang melalui pelatihan, seminar, kursus dan penatarannonklasikal: dilakukan paling kurang melalui e- learning, bimbingan di tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang, dan pertukaran antara PNS dan pegawai swasta (dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh LAN dan BKN).Dapat dilaksanakan secara:Mandiri oleh internal Instansi Pemerintah yang bersangkutan;Bersama dengan Instansi Pemerintah lain yang memiliki akreditasi untuk melaksanakan pengembangan kompetensi tertentu; atauBersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang independen.Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis:Dilakukan melalui jalur pelatihanPelatihan teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karirDapat dilakukan secara berjenjangJenis dan jenjang pengembangan kompetensi teknis ditetapkan oleh instansi yang bersangkutanDiselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasiAkreditasi pelatihan teknis dilaksanakan oleh masing- masing instansi teknis dengan mengacu pada pedoman akreditasi yang ditetapkan oleh LANPelaksanaan pengembangan kompetensi fungsional:Dilakukan melalui jalur pelatihanPelatihan fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karirDilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang JF masing-masingJenis dan jenjang pengembangan kompetensi fungsional ditetapkan oleh instansi pembina JFDiselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi.Akreditasi pelatihan fungsional dilaksanakan oleh masing-masing instansi pembina JF dengan mengacu pada pedoman akreditasi yang ditetapkan oleh LAN
3.Evaluasi Pengembangan KompetensiKompetensi teknis :Dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi teknis PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karierDilakukan oleh instansi teknis masing-masingHasil evaluasi disampaikan kepada Menteri melalui LAN.Kompetensi fungsional :Dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi fungsional PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.Dilakukan oleh instansi pembina JF.Hasil evaluasi pengembangan kompetensi fungsional disampaikan kepada Menteri melalui LANHasil evaluasi pengembangan kompetensi nasional dipublikasikan dalam sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN
2)         Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017 Tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara

Permen PAN dan RB No. 38 Tahun 2017 adalah kebijakan yang mengatur tentang pedoman penyusunan standar kompetensi jabatan ASN (Standar Kompetensi ASN) sebagai pelaksanaan PP No. 11 Tahun 2017 pasal 15 ayat (5), pasal 109 ayat (4) dan (5) dan pasal 166 ayat (2). Standar Kompetensi ASN adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang diperlukan seorang ASN dalam melaksanakan tugas jabatan. Maksud dari Permen PAN dan RB ini adalah agar agar setiap instansi pemerintah dapat menyusun standar kompetensi ASN dalam organisasi yang menjadi lingkup kewenanganya, yang merupakan sarana dasar dalam menyelenggarakan sistem merit manajemen aparatur negara. Adapun tujuan ditetapkannya pedoman ini adalah:

  1. Agar setiap Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi,dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat menyusun standar kompetensi jabatan di lingkungan organisasi yang menjadi lingkup kewenangannya;
    1. Agar setiap Kementerian/Lembaga dapat menyusun kamus kompetensi teknis pada urusan pemerintah yang menjadi kewenangannya.

Standar Kompetensi ASN yang disusun oleh setiap instansi pemerintah sesuai urusan yang menjadi lingkup kewenangannya, disampaikan ke Kementerian PAN dan RB untuk ditetapkan menjadi standar kompetensi jabatan. Standar kompetensi jabatan yang ditetapkan oleh Menteri menjadi standar dalam menyelenggarakan manajemen ASN yang berlaku secara nasional.

Kompetensi Teknis merupakan salah satu kompetensi jabatan yang terdapat pada Standar Kompetensi ASN. Menurut Permen PAN dan RB No. 38 Tahun 2017, kompetensi teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan. Penyusunan standar kompetensi teknis mengacu pada kamus kompetensi teknis yang sesuai dengan karakteristik tugas jabatan. Kamus kompetensi teknis merupakan daftar jenis kompetensi teknis, definisi kompetensi teknis, deskripsi kompetensi teknis dan indikator perilaku untuk setiap level kompetensi teknis.

Kamus kompetensi teknis tersebut disusun dan ditetapkan oleh PPK Sekretariat Lembaga Negara, dan PPK Sekretariat Lembaga Non Struktural sesuai dengan urusan pemerintah yang menajdi kewenangannya setelah mendapat persetujuan Menteri. Dalam hal kamus kompetensi teknis belum disusun dan ditetapkan oleh PPK sekretariat lembaga negara, dan PPK sekretariat lembaga non struktural sesuai dengan urusan pemerintah yang menjadi kewenangannya, instansi pengguna dapat menyusun standar kompetensi ASN sesuai dengan karakteristik tugas jabatan yang hanya berlaku pada instansi yang bersangkutan sampai dengan ditetapkannya standar kompetensi ASN secara nasional. Tata cara penyusunan kamus kompetensi teknis mencakup beberapa tahapan:

  1. Menyusun proposal penyusunan kamus kompetensi teknis
  2. Menginventarisasi substansi pokok dari urusan pemerintahan yang termuat dalam berbagai peraturan perundangan yang relevan dengan urusan pemerintahan, serta cakupan seluruh unsure dan sub unsur kompetensi yang diperlukan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang akan disusun menjadi Kamus Kompetensi Teknis
  3. Menginventarisasi tugas dan fungsi satuan organisasi yang bersifat teknis (lini) dari struktur organisasi yang penyelengara urusan pemerintahan dari unit tertinggi hingga terendah baik di Instansi Pusat maupun di Instansi Daerah.
  4. Inventarisasi uraian tugas-tugas dan hasil kerja (output) dari jabatan pimpinan tinggi, jabatan fungsional dan jabatan administrasi yang merupakan penyelenggara urusan pemerintahan.
  5. Mengidentifikasi kompetensi teknis dan unit kompetensi yang diperlukan atau yang harus dimiliki oleh para  pemangku jabatan dibutuhkan untuk menghasilkan kinerja yang unggul dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan. Dengan menganalisis jenis pengetahuan keterampilan dan perilaku (kompetensi) yang diperlukan untuk dapat menghasilkan output atau menyelesaikan tugas dengan kualitas yang baik/berkinerja unggul
  6. Merumuskan definisi kompetensi dan elemen-elemen kompetensi. Setiap kompetensi dan unit kompetensi yang telah diidentifikasi, dirumuskan literatur dan pengertian
  7. Mengelompokkan kompetensi kedalam dua kategori yaitu:
    1. kompetensi yang bersifat umum (generik) yaitu kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh seluruh (setiap jabatan) jabatan yang menyelenggarakan suatu urusan pemerintahan.
    1. Kompetensi yang bersifat khusus (spesifik) yaitu kompetensi yang hanya dimiliki oleh jabatan-jabatan tertentu yang menyelenggarakan suatu urusan pemerintahan sesuai tugas jabatan.
  8. Merumuskan indikator perilaku

Kompetensi kompetensi yang sudah teridentifikasi dirinci lebih lanjut dengan membuat definisi atau pengertian kompetensi dan diurai lebih lanjut dalam perilaku yang mengindikasikan tingkat (level) penguasaan kompetensi dari yang terendah, sampai yang tertinggi. Level kompetensi menunjukkan tingkat penguasaan kompetensi yang dirumuskan berupa indikator perilaku pemangku jabatan, dalam Peraturan ini tingkat penguasan kompetensi di kelompokan dalam 5 (lima) tingkatan dari Level 1 sampai dengan Level 5.

  1. Menyusun setiap unsur dan unit kompetensi yang telah dirumuskan berupa:
  2. Identifikasi Unsur dan Rincian Kompetensi
  3. Kamus Kompetensi Teknis
  4. Menyelenggarakan workshop/lokakarya dengan mengundang instansi terkait, para ahli terkait urusan pemerintahan, asosiasi profesi, lembaga swadaya masyarakat terkait untuk memperoleh masukan yang komprehensif seluruh aspek kompetensi yang diperlukan untuk menyelenggarakan suatu urusan pemerintahan.
  5. Menyempurnakan rumusan kamus kompetensi teknis secara komprehensif berdasarkan masukan hasil workshop.
  6. PPK menyampaikan kamus kompetensi teknis yang telah disusun kepada menteri untuk mendapatkan persetujuan.
  7. PPK menetapkan keputusan tentang kamus kompetensi teknis urusan pemerintahan tertentu setelah mendapat persetujuan menteri.
  8. Instansi penyusun kamus kompetensi teknis dan Kementerian PAN dan RB menginformasikan kamus kompetensi teknis yang telah ditetapkan kepada instansi pemerintah melalui surat atau media informasi lainnya, agar dapat digunakan oleh instansi pengguna untuk menyusun standar kompetensi jabatan.

Dalam kaitannya dengan pengembangan kompetensi teknis JF, sebagaimana mengacu pada Permen PAN dan RB No. 38 Tahun 2017 pasal 16 yang menyebutkan bahwa Standar Kompetensi ASN menjadi acuan untuk pengembangan kompetensi ASN, maka pengembangan kompetensi teknis JF mengacu pada standar kompetensi teknis (kamus kompetensi teknis) yang telah disusun.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

1

UU No. 5 Tahun 2014 adalah kebijakan yang mengatur tentang pelaksanaan manajemen ASN di Indonesia. Menurut UU ini yang dimaksud ASN adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah. Sementara itu, manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN terdiri atas Manajemen PNS dan PPPK yang perlu diatur secara menyeluruh dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur.

Berkaitan dengan kebijakan pengembangan kompetensi teknis PNS, UU No. 5 Tahun 2014 mengatur tentang sejauhmana pengembangan kompetensi PNS dalam manajemen ASN. Salah satu pertimbangan dibuatnya UU No. 5 Tahun 2014 adalah karena pelaksanaan manajemen ASN belum berdasarkan perbandingan kompetensi dan kualifikasi yang dibutuhkan jabatan dengan calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Oleh karena itu, kebijakan dan manajemen ASN harus berdasarkan sistem merit yaitu berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.

Kompetensi merupakan salah satu prinsip yang menjadi landasan dalam profesi ASN. Hal tersebut sebagaimana tertuang pada UU No. 5 Tahun 2014 pasal 3 yang menyebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip salah satunya adalah kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. Selanjutnya menurut pasal 69, kompetensi juga menjadi dasar dalam pengembangan karier PNS. Salah satu kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis.

Pengembangan kompetensi merupakan hak dan kesempatan yang diperoleh setiap PNS. Hal tersebut sebagaimana tertuang pada UU No. 5 Tahun 2014 pasal 21 dan pasal 70. Pengembangan kompetensi tersebut antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus dan penataran. Pengembangan kompetensi harus dievaluasi oleh Pejabat yang Berwenang (pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai ASN sesuai dengan peraturan perundang-undangan) dan digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan karier. Dalam mengembangkan kompetensi tersebut, setiap Instansi Pemerintah (instansi pusat dan instansi daerah) wajib menyusun rencana pengembangan kompetensi tahunan yang tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan instansi masing-masing.

Dalam mengembangkan kompetensi tersebut, PNS diberikan kesempatan untuk melakukan praktik kerja di instansi lain di pusat dan daerah dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh LAN dan BKN. Selain pengembangan kompetensi tersebut, pengembangan kompetensi dapat dilakukan melalui pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh LAN dan BKN. Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan kompetensi diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

LAN dan BKN adalah dua instansi pemerintah yang berperan dalam pengembangan kompetensi ASN. Adapun peran LAN menurut UU No. 5 Tahun 2014 adalah bertugas membina dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pegawai ASN berbasis kompetensi. Sementara itu, BKN bertugas membina dan menyelenggarakan penilaian kompetensi serta mengevaluasi pelaksanaan penilaian kinerja pegawai ASN oleh Instansi Pemerintah.

  Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara

Pada pasal 174 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil disebutkan bahwa pengembangan kompetensi aparatur sipil Negara dapat dilakukan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan. Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan formal dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian PNS sesuai ketentuan perundang-undangan dengan pemberian tugas belajar yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karir. Prioritas pengembangan kompetensi diberikan dalam bentuk tugas belajar sebagai salah satu bentuk penghargaan atas pencapaian kinerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian tugas belajar adalah bentuk pengembangan kompetensi instansional.

Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan dilakukan melalui jalur pelatihan klasikal dan non-klasikal. Pelatihan klasikal dilakukan melalui proses pembelajaran tatap muka didalam kelas, paling kurang melalui pelatihan, seminar, kursus dan penataran. Sedangkan jalur pelatihan non klasikal paling kurang meliputi e-learning, bimbingan di tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang dan pertukaran antara PNS dan pegawai swasta. Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan secara mandiri, oleh internal instansi pemerintah yang bersangkutan; bersama dengan instansi pemerintah lain yang memiliki akreditasi untuk melaksanakan pengembangan kompetensi tertentu; ataubersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang independen.

Penyusunan rencana pengembangan kompetensi manajerial dan kompetensi sosial kultural dilakukan oleh LAN. Penyusunan rencana pengembangan kompetensi teknis fungsional dilakukan oleh instansi pembina jabatan fungsional. Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis dilakukan melalui jalur pelatihan. Pelatihan teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier. Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud dapat dilakukan secara berjenjang. Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi teknis ditetapkan oleh instansi teknisyang bersangkutan. Pelatihan teknis diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi.

Pelaksanaan pengembangan kompetensi fungsional dilakukan melalui jalur pelatihan. Pelatihan fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier. Pengembangan kompetensi fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing-masing. Jenis dan jenjangpengembangan kompetensi fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh instansi pembina jabatan fungsonal. Pelatihan fungsional diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi.

Pelaksanaan pengembangan kompetensi sosial kultural dilakukan melalui jalur pelatihan. Pelatihan sosial kultural dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier. Pengembangan kompetensi sosial kultural sebagaimana dilaksanakan untuk memenuhi kompetensi sosial kultural sesuai standar kompetensi jabatan. Pengembangan kompetensi sosial kulturalditetapkan oleh LAN. Pelatihan kompetensi sosial kultural diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi. Pelaksanaan pengembangan kompetensi manajerial dilakukan melalui jalur pelatihan. Pelaksanaan Pengembangan kompetensi manajerial melalui jalur pelatihandilakukan melalui pelatihan struktural. Pelatihan struktural terdiri atas:

  1. Kepemimpinan Madya;
    1. Kepemimpinan Pratama;
    1. Kepemimpinan Administrator;
    1. Kepemimpinan Pengawas.

Dalam rangka menyamakan persepsi terhadap tujuan dan sasaran pembangunan nasional dilaksanakan pelatihan di tingkat nasional yang diikuti oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Utama dan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya yang dilaksanakan oleh LAN. Pelatihan dapat dilakukan melalui kerjasama dengan instansi lain. LAN bertanggung jawab atas pengaturan, koordinasi dan penyelenggaraan pengembangan kompetensi. Pelaksanaan pengembangan kompetensi diinformasikan melalui Sistem Informasi Pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN. Kebutuhan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diolah dan diusulkan oleh BKN kepada LAN.

Kebutuhan dan Rencana Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pengembangan kompetensi dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan karier yang dilakukan pada tingkat instansi dan nasional. Pengembangan kompetensi PNS dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun.

Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi ASN terdiri atas: (1) inventarisasi jenis kompetensi yang perlu ditingkatkan dari setiap PNS; dan (2) rencana pelaksanaan pengembangan kompetensi. Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi ASN dilakukan pada tingkat instansi dan nasional dalam jangka waktu 1 (satu) tahun yang pembiayaannya tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan Instansi Pemerintah.

Untuk menyusun rencana pengembangan kompetensi dilakukan analisis kesenjangan kompetensi dan analisis kesenjangan kinerja. Analisis kesenjangan kompetensi dilakukan dengan membandingkan profil kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan yang diduduki dan yang akan diduduki. Penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi instansi dilakukan oleh PyB dan ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaia (PPK).        

  1. Jenis kompetensi yang perlu dikembangkan;
    1. Target pns yang akan dikembangkan kompetensinya;
    1. Jenis dan jalur pengembangan kompetensi;
    1. Penyelenggara pengembangan kompetensi;
    1. Jadwal atau waktu pelaksanaan;
    1. Kesesuaian pengembangan kompetensi dengan standar kurikulum dari instansi pembina kompetensi; dan
    1. Anggaran yang dibutuhkan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 49 Tahun 2018 tentang manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK/P3K) menyebutkan bahwa setiap PPPK memiliki kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi. Pengembangan kompetensi P3K dilaksanakan sesuai dengan perencanaan pengembangan kompetensi pada Instansi Pemerintah dan dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun masa perjanjian kerja.

Penyusunan rencana pengembangan kompetensi nasional di atas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kompetensi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran pemerintah serta pembangunan. Penyusunan rencana pengembangan kompetensi di tingkat nasional tersebut diatas meliputi kompetensi manajerial, kompetensi teknis (kompetensi teknis dan kompetensi fungsional), dan kompetensi sosiokultural. Penyusunan kompetensi teknis dilakukan oleh instansi teknis, penyusunan kompetensi instansi Pembina jabatan fungsional dan penyusunan kompetensi manajerial dan kompetensi sosio cultural dilakukan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN).

  Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara

 Pada pasal 70 UU ASN, disebutkan bahwa setiap pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi, dan harus dievaluasi oleh pejabat yang berwenang dan digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan dalam jabatan dan pengembangan karir bagi PNS dan salah satu dasar untuk perjanjian kerja bagi PPPK.

Pengembangan kompetensi ini dilakukan antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran. Selain itu juga dapat dilakukan melalui pemberian kesempatan untuk melakukan praktik kerja di instansi lain di pusat dan daerah dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun juga dengan melakukan pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun. Kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi dapat diberikan sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada PNS atau PPPK yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya.

Pengembangan Karir Aparatur Sipil Negara

Berdasar Pasal 69 UU ASN, pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah yang dilakukan dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas. Pada UU Nomor 5 tahun 2014 ini, kompetensi ASN yang dimaksudkan meliputi:

  1. Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis;
    1. Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan; dan
    1. Kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, jenis pengembangan kompetensi meliputi (1) Kompetensi Teknis: kompetensi teknis dan kompetensi fungsional. Penyusunan rencana pengembangan kompetensi teknis dilakukan oleh instansi teknis, (2) Kompetensi Manajerial: diklat prajabatan; dan diklat kepemimpinan, (3) Kompetensi Sosial Kultural: diklat peningkatan nilai-nilai keagamaan; diklat peningkatan nilai-nilai etika dan moral; dan diklat peningkatann nilai-nilai budaya dan wawasan kebangsaan.

Pengembangan karir ASN juga mempertimbangkan sisi integritas yang diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara. Juga mempertimbangkan sisi moralitas yang diukur dari penerapan dan pengamalan nilai etika, agama, budaya dan sosial kemasyarakatan.

Sistem Manajemen Aparatur Sipil Negara

Manajemen Aparatur Sipil Negara diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pada Ketentuan Umum dikatakan bahwa Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh karenanya dalam mewujudkan Aparatur Sipil Negara sebagai reformasi birokrasi, perlu ditetapkan aparatur sipil Negara sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil Negara.

Dalam Pasal 52 dinyatakan bahwa manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan sistem merit yang meliputi 2 (dua) jalur kepegawaian yaitu manajemen PNS dan manajemen PPPK. Sedangkan pasal 53 menjelaskan bahwa Manajemen ASN di instansi pusat dan instansi daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Manfaat Kompetensi bagi Organisasi

Mengacu pada pendapat Setyowati (2010), kompetensi memberikan manfaat setidaknya kepada karyawan maupun organisasi.

  1. Karyawan
  2. Kejelasan relevansi pembelajaran sebelumnya, kemampuan untuk mentransfer keterampilan, nilai, dari kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan karier.
  3. Adanya kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan melalui akses sertifikasi nasional berbasis standar yang ada.
  4. Penempatan sasaran sebagai sarana pengembangan karier.
  5. Kompetensi yang ada sekarang dan manfaatnya akan dapat memberikan nilai tambah pada pembelajaran dan pertumbuhan.
  6. Pilihan perubahan karir yang lebih jelas. Untuk berubah pada jabatan baru, seseorang dapat membandingkan kompetensi mereka sekarang dengan kompetensi yang diperlukan untuk jabatan baru.
    1. Organisasi
  7. Pemetaan yang akurat mengenai kompetensi angkatan kerja yang ada yang dibutuhkan.
  8. Meningkatnya efektivitas rekruitmen dengan cara menyesuaikan kompetensi yang diperlukan dalam pekerjaan dengan yang dimiliki pelamar.
  9. Pendidikan dan pelatihan difokuskan pada kesenjangan keterampilan dan persyaratan keterampilan dan persyaratan keterampilan organisasi yang lebih khusus.
  10. Akses pada pendidikan dan pelatihan yang lebih efektif dari segi biaya berbasis kebutuhan industri dan identifikasi penyelia pendidikan dan pelatihan internal dan eksternal berbasis kompetensi yang diketahui.
  11. Pengambil keputusan dalam organisasi akan lebih percaya diri karena karyawan telah memiliki keterampilan yang akan diperoleh dalam pendidikan dan pelatihan.
  12. Penilaian pada pembelajaran sebelumnya dan penilaian hasil pendidikan dan pelatihan akan lebih reliable dan konsisten.

Pengembalian investasi SDM ditentukan kepemimpinan, inovasi dan kepuasan pelanggan yang menghantarkan pimpinan pada anggota organisasi yang dipimpinnya. Tantangan dalam mengelola kompetensi organisasi. Untuk menganalisis arah dan strategi pengembangan sumber daya aparatur, kiranya perlu disimak berbagai hal atau faktor kunci keberhasilan (critical success factors) yang meliputi pengembangan sistem kepegawaian yang “unified”, proporsional dan rasional, pengembangan sistem manajeman kepegawaian yang mampu mengantisipasi perkembangan lingkungan stratejik, dan memantapkan profesionalitas PNS yang seimbang dengan kebutuhan organisasi, pengembangan karier dan kesejahteraan pegawai.

Indikator Keberhasilan Pengembangan Kompetensi Pegawai

Pembinaan sumberdaya aparatur birokrasi merupakan bagian integral dari kepentingan untuk meningkatkan kualifikasi aparatur birokrasi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Enceng dkk. (2008) menegaskan pentingnya pembinaan kualitas sumber daya aparatur birokrasi yang dianggap memegang posisi sentral dalam organisasi birokrasi. Pembinaan sumberdaya aparatur birokrasi mencakup faktor-faktor kualifikasi, keterampilan, jumlah, kemampuan pelaksanaan tugas dan masa kerja.

Sejalan dengan hal tersebut diatas, Robbins (2001:45- 49) menyatakan bahwa kapasitas individu dalam menjalankan tugas pekerjaannya didasarkan pada kemampuan intelektual dan kemampuan phisik (intelectual and physical abilities). Dalam hubungannya dengan hal tersebut, perlu digarisbawahi pentingnya perolehan atau kualifikasi sumberdaya aparatur birokrasi yang menyangkut faktor profesionalisme,  ekspertasi, spesialisasi dan kapabilitas dalam pemilihan alternatif dan penanganan informasi kebijakan. Selanjutnya juga ditawarkan konsep yang disebut sebagai konsep alternatif teknokrasi. Konsep ini merujuk kepada acuan-acuan orientasi profesional dan keahlian. Secara lebih rinci diungkapkan hal-hal yang mengacu kepada perlunya kehadiran analis-analis birokrasi yang mampu membantu menyiapkan pengolahan informasi kebijakan. Ditambahkan pula bahwa birokrasi yang profesional, ahli dan spesialis, performansinya selalu ditandai oleh adanya kemampuan-kemampuan di bidang analisa tinjauan ulang, analisa dampak silang dan penerjemahan nilai-nilai (Enceng dkk., 2008).

Pandangan Harmon dan Mayer (1986:207), membahas perlunya kapasitas sumber daya manusia (aparatur) untuk menopang proses manajemen pemerintahan yang demokratik dan secara politis dinilai akuntabel yang melengkapi perolehan-perolehan teknis yang harus dipunyai oleh para pengemban amanat tanggungjawab publik. Adapun perolehan-perolehan harapan (achievements) pertama-tama adalah kemampuan pencitraan hal-hal yang bersifat mentalistik (mental construct/image) yang perlu dioperasionalkan dalam wujud tampilan moralis yang kompleks yang dapat memandu tindakan pejabat yang berupa tanggungjawab publik (public responsibility). Konsep anjuran itulah yang kemudian disebut sebagai kepedulian intra organisasional (intra organizational concern) yang dipasang dalam kolom normatif yang nantinya dapat memandu tindakan responsif aparat. Konsep tersebut sangat bertalian dengan isu etika profesional (professional ethic) yang digunakan memandu tindakan yang korektif bagi penunaian dharma pemerintahan oleh para birokrat yang selanjutnya disebut sebagai kode etika profesi bagi suatu entitas kelembagaan birokrasi publik modern (Enceng dkk., 2008).

  Tingkatan Kompetensi

Silalahi (2011:52) mengidentifikasi bahwa ada tiga tipe dasar keterampilan manajerial, yaitu: keterampilan teknik (Technical skill), keterampilan manusia (human skill) atau keterampilan interpersonal (interpersonal skill) dan keterampilan konseptual (conceptual skill). Selanjutnya tiga keterampilan manajerial tersebut dapat dirinci menjadi lima keterampilan, yaitu keterampilan teknik, keterampilan administrative (administrative skill), keterampilan hubungan manusia, keterampilan konspetual dan keterampilan diagnostic (diagnostic skill). Semua keterampilan tersebut dapat diperoleh dan diringkatkan melalui pendidikan dan pelatihan formal dan pengalaman praktik termasuk interaksi hubungan dengan manajer yang lebih tinggi. Adapun pengertian kelima kompetensi tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Keterampilan teknis

Kemampuan menggunakan teknik-teknis, alat-alat, prosedur- prosedur, metode-metode dan pengetahuan tentang lapangan yang dispesialisasi secara benar dan tepat dalam pelaksanaan tugasnya. Sebagai contoh: programmer, akuntansi, statistik, keuangan dan hukum. Keterampilan ini dapat ditingkatkan melalui pelatihan dalam kerja (on the job training) atau kursus-kursus. Orang yang memiliki keterampilan teknik ini diakui sebagai ahli (expert) pada apa yang mereka kerjakan.

  • Keterampilan administratif

Kemampuan untuk mengurus, mengatur dan mencatat informasi tentang pelaksanaan dan hasil yang dicapai serta berbagai hambatan-hambatan yang dialami maupun kemampuan mengikuti kebijakan dan prosedur.

  • Keterampilan manusia (interpersonal)

Kemampuan untuk memahami dan memotivasi orang lain, sebagai individu atau dalam kelompok. Keterampilan hubungan manusia adalah jauh lebih penting daripada keterampilan teknis jika anda ingin menjadi seorang manajer senior dankarena anda dalam mencapai tujuan bekerja dengan dan melalui orang-orang. Kemmapuan ini berhubungan dengan kemampuan menseleksi personalia, menciptakan dan membina hubungan baik, memahami orang lain, memberi motivasi dan bimbingan dan mempengaruhi para pekerja, baik secara individual atau kelompok.

  • Keterampilan konseptual

Kemampuan mengkoordinasikan dan mengintegrasi semua kepentingan-kepentingan dan aktivitas- aktivitas organisasi atau kemampuan mental mendapatkan, menganalisa dan interpretasi informasi yang diterima dari berbagai sumber. Ini kmencakup kemampuan melihat organisasi sebagai suatu keseluruhan, memahami bagaimana hubungan antar unit atau bagian secara keseluruhan, memahami bagaimana bagian-bagian tergantung pada yang lain, dan pengantisipasian bagaimana satu perubahan dalam tiap bagian akan mempengaruhi keseluruhan.

Faktor-faktor Determinasi Kompetensi

Perilaku, keterampilan dan pengetahuan menjadi bagian dari kompetensi seseorang. R. Palan, (2010: 5) menyebutkan terdapat dua istilah yang muncul dari dua aliran pemikiran yang berbeda tentang konsep kesesuaian dalam pekerjaan, istilah tersebut adalah :

  1. Competency (Kompetensi), yaitu deskripsi mengenai perilaku,
  2. Competence (Kecakapan), yaitu merupakan deskripsi tugas atau hasil pekerjaan.

Dengan mengacu pada konsep kompetensi sebagai gagasan yang mencerminkan kepentingan dunia kerja yang lebih baik, dan aspek manajemen sumber daya manusia yang menekankan pengaruh nilai- nilai, sikap, dan kualitas pribadi dalam struktur kompetensi, , keterampilan dan kemampuan yang digunakan dalam kegiatan formal, memberikan kemungkinan seseorang untuk menjadi kompetitif. Hal ini dapat dinyatakan bahwa kondisi pencapaian kualifikasi pengetahuan dan keterampilan, juga melalui evaluasi kapasitas pribadi, yang mempengaruhi pembentukan kemampuan dan nilai-nilai kemanusiaan, dan kualitas pribadi, esensi kompetensi dan tingkat holistik dibuat, yang disajikan dalam gambar berikut (Juceviciene, D. Lepaite, 2000):

Sumber : (Juceviciene, D. Lepaite, 2000).

Gambar 1.    A structure of a holistic competence concept

Mengacu pada model umum pada gambar di atas, jelas bahwa “competence, but not qualification or just the accumulation of skills enables to act in the different contexts and constantly changing situations. However, the discussion about the qualification transformation into the competence is quite contradictory” (Juceviciene, D. Lepaite, 2000).

Definisi dan struktur kompetensi yang diberikan oleh Spencer & Spencer (1993) memberikan definisi kompetensi secara sederhana yaitu:

  1. Karakteristik dasar seseorang (kompetensi merupakan bagian yang cukup mendalam dalam kepribadian seseorang dan dapat digunakan untuk memprediksi perilaku dalam berbagai situasi dan tugas kerja)
    1. Secara kausal sangat berkaitan (bahwa kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja)
    1. Untuk criterion-referenced effective dan/ atau kinerja yang unggul dalam pekerjaan atau situasi (bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang melakukan sesuatu dengan baik atau buruk, yang diukur pada kriteria tertentu atau standar).

Karakteristik yang mendasari kompetensi dijelaskan oleh Spencer & Spencer (1993) sebagai lima jenis karakteristik kompetensi dalam Iceberg model sesuai dengan ide hubungan antara kualifikasi dan kompetensi, sebagaimana terlihat dalam gambar berikut:

(Spencer and Spencer, 1993:11, moderated. Juceviciene, D. Lepaite, 2000)

Gambar 2.      The Iceberg model of the competence

Bagian yang terlihat (visible) dari model Iceberg tersebut adalah pengetahuan dan keterampilan yang dapat disebut sebagai ‘kualifikasi’yang merupakan unsur penting, tetapi bukan merupakan bagian terdalam dari struktur kompetensi. Spencer & Spencer (1993), yang memiliki pengetahuan untuk memahami sebuah Informasi seseorang dalam bidang tertentu dan menggambarkan skill sebagai kemampuan untuk melakukan tugas fisik atau mental tertentu, sangat berhati-hati saat memberikan komentar pada ‘pengetahuan’ sebagai elemen terlihat dari kompetensi.

Pengetahuan dan keterampilan sebagai kompetensi permukaan (surface competence) relatif lebih mudah untuk dikembangkan. Namun, tiga unsur terakhir yang mendasari karakteristik, yaitu motif, sifat, dan konsep diri yang lebih tersembunyi, merupakan pusat dari kepribadian (Spencer & Spencer, 1993: 11). Terkait dengan tuntutan global, Tjakraatmadja & Lantu (2006:32- 34) menyebutkan bahwa para aparatur harus memiliki minimal 10 (sepuluh) kompetensi untuk dapat bersaing di kancah global yaitu:

  1. Kompetensi lingkungan, kemampuan memahami lingkungan internasional atau memahami kondisi lingkungan negara lain;
    1. Kompetensi analitik, yaitu kemampuan untuk menganilisis peluang pasar, persyaratan, prosedur, dan mekanisme kerja di suatu negara;
    1. Kompetensi stratejik, yaitu kemampuan menyusun dan mengembangkan strategi didasarkan analisis ke depan dan ke belakang (backward and forward linkages);
    1. Kompetensi fungsional, yaitu kemampuan untuk merancang program dalam mengantisipasi setiap peluang dan perubahan yang mungkin terjadi;
    1. Kompetensi manajerial, yaitu kemampuan untuk mengelola setiap kegiatan sehingga dapat mengantisipasi dengan cepat, tepat, dan meminimasi resiko;
    1. Kompetensi profesi, yaitu kemampuan menguasai keterampilan secara profesional atau keahlian pada suatu bidang tertentu sehingga dapat dimanfaatkan ketika mencapai purna kerja;
    1. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan untuk beradaptasi dengan suasana dan kondisi kerja sehingga mampu menyatu dan mengaktualisasikan diri dengan lingkungan sosial masyarakat maupun di tempat kerja;
    1. Kompetensi intelektual, yaitu kemampuan untuk mengembangkan intelektualitas dan daya nalar agar mampu beradaptasi dengan tuntutan perkembangan ilmu dan kemajuan masyarakat;
    1. Kompetensi individu, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan menggunakan keunggulan yang dimiliki, baik keunggulan yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun bakat-bakat lainnya; dan
    1. Kompetensi perilaku, yaitu kemampuan untuk bersikap terbuka dan objektif dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, baik sebagai pejabat maupun sebagai pegawai biasa.

Ennis, (2008) menggambarkan adanya kompetensi inti yang dibutuhkan oleh pegawai/ aparatur dalam suatu organisasi. Kompetensi ini mencakup pengetahuan (knowledge), keahlian/ ketrampilan (skills), dan perilaku (attitude) atau dikenal juga dengan soft skills atau behaviors. Penetapan standar kompetensi juga merupakan langkah mempertegas dan memperjelas kualifiaksidalam melaksanakan tugas-tugas atau tanggung jawabnya sesuai dengan kompetensi. Kompetensi memilikimulti fungsi yang berguna sebagai acuan dalam rangka: seleksi (selection/recruitment), kompensasi (compensation), observasi/pelatihan (observation/coaching), penilaian kinerja (performance appraisal),penilaian kebutuhan pendidikan dan organisasi (organizational alignment), perencanaan karir (career planning), perencanaan suksesi (succession planning), dan promosi/ penempatan (promotion/placement)

Kompetensi dan Pengembangan Kompetensi

Pengertian kompetensi secara jelas diungkapkan Leathley (2013) bahwa a qualification, by itself, is not evidence of competence” the Institution of Occupational Safety and Health (IOSH) Code of Conduct also leaves training out of its definition, suggesting competence is: a combination of knowledge, skills, experience and recognition of the limits of your capabilities.

Robbins (2004) mengungkapkan bahwa kompetensi seseorang erat berkaitan dengan kecerdasan yang dimilikinya. Oleh karena itu, kompetensi seseorang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi sosial. Kompetensi pribadi meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi. Sedang kompetensi sosial meliputi empati dan keterampilan sosial. Pada intinya Robins menyatakan bahwa kapasitas individu dalam menjalankan tugas pekerjaannya didasarkan pada kemampuan intelektual dan kemampuan fisik (intelectual and physical abilities). Kata “kompetensi” memiliki banyak pengertian yang masing-masing menyoroti aspek dan penekanan yang berbeda. Pengertian kompetensi yang diajukan oleh masing-masing pengamat didasarkan pada hasil penelitian dan atau pengamatan. Namun pada dasarnya terdapat suatu kesepakatan umum mengenai elemen kompetensi yang terdiri dari pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan perilaku (personal attributs).

Aparatur yang bersangkutan harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan ini. Hal ini penting agar modal pengetahuan, keahlian dan perilaku yang dimiliki oleh sumber daya manusia aparatur serta pemgembangannya dapat memiliki konstribusi yang signifikan untuk mencapai aims, objective, indicator, dan targets organisasi.

   Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi

Manajemen SDM Berbasis Kompetensi (MSDM-BK) didefinisikan sebagai, “suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian aktivitas pegawai mulai dari rekruitmen sampai dengan pensiun di mana proses pengambilan keputusan-keputusannya didasarkan pada informasi kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi individu untuk mencapai tujuan organisasi” (Siswanto, 2000). Sedangkan menurut Palan (2008) manajemen kompetensi diartikan sebagai, “mengidentifikasikan, menilai, dan melaporkan level kompetensi pegawai untuk memastikan bahwa organisasi memiliki sumberdaya manusia yang memadai untuk menjalankan strateginya.”

Manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi menjadikan kompetensi sebagai stepping stone yang mengintegrasikan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia (Herizayani & Herniyani, 2013).  Berikut ditampilkan gambar integrasi dan pengaruh kompetensi pada proses manajemen sumber daya manusia.

Gambar 1.    Integrasi Kompetensi dalam Manajemen SDM

Kompetensi yang dimiliki individu memiliki peran penting dalam manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa potensi dan kemampuan yang dimiliki sumber daya manusia  Merupakan aset paling penting dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, pendekatan berbasis kompetensi ini akan meminimalisir pengaruh suku, agama, usia, jenis kelamin ataupun bentuk diskriminasi lain dalam praktek manajemen sumber daya manusia di organisasi (Herizayani & Herniyani, 2013).

Dengan mengacu kepada kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi individu dapat dibangun suatu sistem informasi manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi yang terintegrasi, atau sering dikenal dengan “Integrated competencies based human resource management information system”. Sistem ini merupakan database yang dibagikan berdasarkan fungsi sumber daya manusia, yang menghasilkan berbagai laporan yang diperlukan pelayanan sumber daya manusia secara terpadu. Informasi yang dihasilkan selalu mengacu pada data kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi individu.

  Manajemen Aparatur Sipil Negara

Mengenai aparatur tentu tidak lepas dari teori Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), dimana aparatur memiliki peran strategis dalam menggerakkan organisasi pemerintah. Nawawi (2006) membagi MSDM menjadi dua kelompok yaitu, MSDM dalam artian makro dan mikro. MSDM dalam arti makro terlihat dari berbagai kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar lebih produktif dan mampu bersaing dikancah global. Pelaksanaan dari kebijakan tersebut terlihat dari penyelenggaraan pelayanan publik (public service) kepada seluruh lapisan masyarakat sebagai upaya pendukung dalam pencapaian sumber daya manusia yang berkualitas.

MSDM dalam arti mikro merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pendayagunaan SDM yang bekerja dilingkungan suatu organisasi atau institusi, agar memiliki kontribusi berkelanjutan dan terarah dalam mewujudkan tujuan organisasi. Perbedaan MSDM di lingkungan organisasi yang mengejar profit adalah fokus pada efisiensi dan efektifitas kinerja dalam rangka memaksimalkan laba. Sedangkan untuk organisasi non-profit seperti instansi pemerintah dan berbagai jenis organisasi kemasyarakatan, Manajemen SDM ditujukan pada pemberian pelayanan publik yang semakin baik atau bisa dikatakan sedang mencari model efektifitas dan efisiensi terbaik bagi kegiatan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan dalam mewujudkan kesejahteraan umum.

MSDM dalam konteks pengelolaan Sumber Daya Aparatur bagi instansi pemerintah menjadi begitu penting karena beberapa pendekatan argumentatif yang dikemukakan oleh Siagian (2007), sebagai berikut:

  1. Pendekatan Politik

Penyelenggaraan urusan pemerintahan memiliki tujuan untuk kesejahteraan rakyatnya (fisik, mental, spiritual), sehingga kesejahteraan selalu terkait dengan peningkatan mutu hidup manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya. Oleh karena itu tidak bisa ditolak lagi bahwa aset terpenting yang dimiliki organisasi pemerintahan adalah sumber daya manusia. Pengelolaan manusia melalui MSDM yang efektif dan efisien akan berakibat tercapainya tujuan akhir suatu pemerintahan. Tanpa MSDM yang handal, pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber-sumber lainnya menjadi tidak berdaya guna dan berhasil guna.

  • Pendekatan Ekonomi

Fakta sejarah memperlihatkan bahwa sumber daya manusia pada awalnya hanya dianggap sebagai salah satu faktor produksi dalam usaha menghasilkan suatu barang ataupun jasa oleh satuan-satuan ekonomi. Meski di sektor privat peran manusia mulai digantikan oleh mesin atau robot, namun di sektor publik tidaklah demikian. Sumber daya manusia berperan penting dalam menciptakan teknik, metode, mekanisme, dan prosedur kerja yang mutlak perlu ada dalam setiap organisasi pemerintahan. Pengembangan sistem dan budaya kerja inilah yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam usaha optimalisasi penyediaan barang dan jasa untuk masyarakat.

  • Pendekatan Hukum

Perkembangan kehidupan manusia yang dinamis kearah modernisasi meminta kesadaran warga masyarakatnya untuk menghormati hak dan kewajiban masing-masing pihak. Untuk menjaga dan menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban, maka perlu dibuat suatu aturan normatif yang tidak hanya mengatur secara spesifik hak-hak para warganya, namun juga cara memperoleh dan menggunakannya. Oleh karenanya pendekatan ini menekankan pentingnya peran sumber daya manusia sebagai pemelihara keseimbangan hak dan kewajiban masing-masing pihak agar organisasi pemerintahan bisa menunaikan tugasnya kepada seluruh warga masyarakatnya dengan baik.

  • Pendekatan Sosio-Kultural

Pendekatan ini menggambarkan bahwa MSDM terkait dengan pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia. Mengakui, menghormati, dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dilakukan melalui pemberian kesempatan kepada SDM untuk menunjukkan eksistensi dan kontribusinya terhadap organisasi. Harus dipahami bahwa sistem nilai yang berlaku dalam suatu organisasi biasanya merupakan bagian dari kultur yang dianut oleh masyarakat dimana organisasi itu berada.

  • Pendekatan Administratif

Manusia modern sering disebut sebagai manusia organisasional. Manusia tidak mungkin mencapai berbagai tujuannya tanpa menggunakan jalur organisasional, demikian juga sebaliknya setiap organisasi akan mencapai tujuan dan sasarannya melalui usaha kooperatif sekelompok orang di dalamnya. Sehingga MSDM dalam pendekatan ini terkait dengan interaksi manusia dan organisasi dalam fokus administratif, yang tercermin dalam struktur organisasi, tugas dan fungsi organisasi, sumber daya yang digunakan, serta strategi yang digunakan dalam melakukan efisiensi-efektivitas dan produktivitas untuk mencapai tujuan akhir organisasi.

  • Pendekatan Teknologikal

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dewasa ini memiliki dampak terhadap MSDM. Pemanfaatan Iptek yang luas mengancam kesempatan kerja SDM. Semakin banyak pekerjaan manusia yang bisa digantikan perannya dengan penggunaan Iptek di dalam organisasi. Oleh karenanya penguatan MSDM seharusnya adalah kebijaksanaan dalam menggabungkan kemajuan Iptek dengan penggunaan SDM. Sehingga penerapan teknologi tepat guna merupakan pilihan yang tepat dalam pendekatan teknologikal ini.

Berbagai macam persoalan yang muncul dalam era yang sedang mengalami perubahan secara drastis ini diharapkan dapat dipecahkan melalui apa yang disebut oleh Irianto (2011) sebagai konvergensi peran MSDM. Unit fungsional MSDM tidak sekadar berputar pada penanganan masalah teknis, namun juga berkembang pada orientasi pemberian layanan dan fasilitasi bagi semua pihak dalam organisasi.

 MSDM aparatur pemerintah daerah yang kewenangannya merupakan fungsi dan tanggung jawab Badan Kepegawaian Daerah merupakan serangkaian proses pengelolaan SDM aparatur yang jelas, terarah dan berkesinambungan. Mulai dari perencanaan kepegawaian yang meliputi jumlah dan jenis kompetensi yang dibutuhkan, pengembangan pegawai, penilaian kinerja dan juga pemberian insentif.

Robbins & Coulter (2004) memperkenalkan sejumlah komponen penting proses manajemen sumber daya manusia organisasi, yang terdiri atas delapan kegiatan untuk mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi. Tiga kegiatan pertama menjamin bahwa karyawan yang berkompeten dapat diidentifikasikan dan dipilih; dua kegiatan berikutnya mencakup memberikan kepada karyawan pengetahuan dan keahlian yang up to date; dan kegiatan tiga terakhir memastikan bahwa organisasi mempertahankan karyawan yang kompeten dan yang mampu terus menerus menghasilakn kinerja yang tinggi.

 Melakukan review terhadap perjalanan reformasi bidang manajemen publik pada gilirannya akan bermuara pada tuntutan kualifikasi atas kompetensi SDMpadainstitusi pemerintah. Mau tidak mau, pengembangan SDM Aparatur saat ini dan yang akan datang harus diarahkan kepada penataan kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya. Persoalan utama yang dihadapi pemerintah pada semua tingkatan saat ini adalah masih lemahnya kemampuan Sumber Daya Manusia Aparatur, baik pada level manajer, terlebih lagi pada sumber daya manusia non manajerial.

Manajemen Sumber Daya Manusia

Irianto (2011) menyebutkan bahwa secara klasik terdapat berbagai model dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Model MSDM yang dikembangkan pada dekade 1980-an hingga awal dekade 1990-an dapat diidentifikasi dalam 4 (empat) model sebagai berikut:

  1. Michigan model (Fombrun et al. 1984), yang dterdiri dari 2 (dua) perspektif yaitu the strategic andenvironmental perspective dan the human resource perspective. Perspektif strategis dan lingkungan menunjukkan adanya hubungan antara strategi MSDM dengan strategi organisasi secara keseluruhan dalam rangka menghadapi berbagai tekanan dari faktor-faktor politik, ekonomi, dan budaya yang mendeterminasi organisasi. Strategi MSDM menyajikan suatu kerangka kerja bagi organisasi untuk melakukan seleksi SDM, penilaian kinerja, penyusunan skema penghargaan dan pelatihan, serta tindakan yang harus dilakukan untuk merespon hasil penilaian kinerja;
  2. Harvard model yang terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu: the human resource system dan a map of the HRM territory. Bagian pertama, yaitu sistem SDM merepresentasikan perspektif labour relations dan administrasi kepegawaian (personnel administration) berdasarkan 4 (empat) kategori SDM yaitu employee influence, human resource flow, rewards, dan work systems. Sedangkan bagian kedua yaitu a map of the HRM territory yang menunjukkan adanya kedekatan hubungan yang sangat intensif antara MSDM baik dengan lingkungan eksternal (misalnya kepentingan stakeholder) maupun lingkungan internal (misalnya berbagai faktor situasional yang terjadi di dalam organisasi).
  3. Guest’s model yang tediri dari 7 (tujuh) kebijakan MSDM untuk dapat mencapai 4 (empat) outcomes SDM. Menurut Guest, keempat outcomes tersebut akan mengarahkan pada hasil yang diinginkan organisasi. Dalam konteks seperti ini, model MSDM dari Guest memiliki kesamaan dengan model MSDM dari Harvard, sekalipun berbeda dalam konsep dan jumlah komponen dalam masing-masing mdel. Model dari Guest memiliki 7 (tujuh) kategori yang mirip dengan model Harvard dengan 4 (empat) kategori. Kemiripan itu dapat ditunjukkan misalnya yaitu human resource flow dalam model Harvard sama dengan manpower flow and recruitment, selection, dan socialisation; sementara dalam model Harvard model terdapat work systems, dalam model Guest tersaji organisational and job design. Dengan demikian dapat di identifikasi bahwa model MSDM dari Guest memiliki tambahan 3 (tiga) kategori yaitu policy formulation & management of change; employee appraisal, training & development; dan communication systems.
  4. Warwick model yang terdiri dari 2 (dua) konteks yakni inner danouter context. Model ini dikembangkan berdasarkan substansi dari Model MSDM Harvard, namun menekankan pada aspek strategi. Jika model MSDM dari Harvard mengandung policy choices yang terdiri dari employee influence, human resource flow, reward systems, work systems; maka model MSDM dari Warwick meng-konseptualisasi-kannya dengan HRM context, yang terdiri dari human resource flows, work systems, reward systems dan employee relations.

Pembahasan mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) lingkup kajian teori ini terdiri dari manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi.

Aspek-Aspek Profesionalisme

Menurut Hamalik (2008) untuk dapat menambah pemahaman mengenai profesionalisme kerja pegawai atau tenaga kerja. Beliau mengemukakan tenaga kerja pada hakekatnya mengandung aspek:

  1. Aspek Potensial

Bahwa setiap tenaga kerja memiliki potensi-potensi herediter yang bersifat dinamis yang terus berkembang dan dapat dikembangkan. Potensi-potensi itu antara lain: daya mengingat, daya berfikir, bakat dan minat, motivasi, dan potensi-potensi lainnya.

  • Aspek Profesionalisme Atau Vokasional

Bahwa setiap tenaga kerja memiliki kemampuan dan keterampilan kerja atau kejujuran dalam bidang tertentu dengan kemampuan dan keterampilan itu dia dapat mengabdikan dirinya dalam lapangan kerja tertentu dan menciptakan hasil yang baik secara optimal.

  • Aspek Fungsional

Bahwa setiap tenaga kerja melaksanakan pekerjaannya secara tepat guna, artinya dia bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam bidang yang sesuai pula. Misalnya tenaga kerja yang memiliki keterampilan dalam bidang elektronik seharusnya bekerja dalam bidang pekerjaan elektronik bukan bekerja sebagai tukang kayu untuk bangunan.

  • Aspek Operasional

Bahwa setiap tenaga kerja dapat mendayagunakan kemampuan dan keterampilannya dalam proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja yang sedang ditekuninya.

  • Aspek Personal

Bahwa Setiap tenaga kerja harus memiliki sifat-sifat kepribadian yang menunjang pekerjaannya, misalnya sikap mandiri dan tangguh, bertanggung jawab, tekun dan rajin, mencintai pekerjaannya, berdisiplin dan berdedikasi yang tinggi.

  • Aspek Produktifitas

bahwa setiap tenaga kerja harus memiliki motif berprestasi, berupaya agar berhasil, dan memberikan hasil dari pekerjaanya baik kuantitas maupun kualitas.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profesionalisme

Faktor-faktor yang mendukung sikap profesionalisme menurut Andriyani (2015), diantaranya:

  1. Performance

Performance dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, penampilan kerja. Menurut Gibson, performance atau kehandalan prestasi kerja adalah hasil yang diinginkan dari perilaku, prestasi dihasilkan dalam urutan maupun kurun waktu tertentu. Sedangkan menurut Gomes prestasi kerja dapat dilihat dari:

  1. Kuantitas kerja.
    1. Kualitas kerja.
    1. Pengetahuan tentang pekerjaan.
    1. Pendapat atau pernyataan yang disampaikan

Dapat ditarik kesimpulan bahwa performance adalah penghargaan yang diperoleh dari hasil pengetahuan yang dimilki dalam menghasilkan suatu kinerja pada suatu kurun waktu tertentu.

  • Akuntabilitas Pegawai

Akuntabilitas merupakan suatu kebijakan strategis, hal ini harus dapat di implementasikan untuk menciptakan kepatuhan pelaksaan tugas dan kinerja pegawai. Dengan demikian akuntabilitas merupakan pertanggung jawaban kinerja dari seorang atau sekelompok, kepada pihak-pihak yang memiliki wewenang sesuai dengan aturan yang ada.

  • Loyalitas Pegawai

Loyalitas pegawai yang berkaitan dengan karakteristik sosok profesionalisme menurut islami (dalam Royen, 2007) adalah kesetiaan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan sekerja, berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain dan tidak ada kesetiaan yang mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu dengan mengabaikan yang lainnya. Dengan demikian, maka para pegawai diharapkan supaya mampu menunjukan loyalitas yang tinggi dalam seluruh aspek pekerjaannya. Loyalitas tidak memandang tingkatan artinya tidak membeda-bedakan pemberian pelayanan kepada setiap orang.

  • Kemampuan Pegawai

Profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan pegawai yang tercermin dalam perilaku sehari-hari. Istilah tersebut mengacu kepada potensi pegawai dalam mengerjakan tugas dan bagiannya.

Pengertian Profesionalisme

Menurut Sagala (2009:2) kata profesi berasal dari bahasa Yunani pbropbaino yang berarti menyatakan secara publik dan dalam bahasa latin disebut professio yang digunakan untuk menunjukkan pernyataan publik yang dibuat oleh seseorang yang bermaksud menduduki suatu jabatan publik.

Profesi seorang guru bersifat professional. Hal ini berarti bahwa seorang guru wajib memiliki kompetensi profesional. Kompetensi ini akan terbukti ketika guru mengajar di kelas. Menurut Priansa (2014:116), profesionalisme guru sering dikaitkan dengan 3 (tiga) faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru.

Sedarmayanti (2017:21) menyebutkan bahwa profesional adalah orang yang menguasai ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya, memiliki pengetahuan, kemampuan, pengalaman, dan kemauan keras untuk selalu berinovasi ke arah kemajuan dan kemandirian. Sifat profesional tercermin dari rasa ingin tahu yang berkembang dan berkelanjutan, sikap bertanggung jawab, dan tidak cepat puas diri.

Standar Nasional Pendidikan pada pasal 28 ayat (3) butir c yang dikutip Mulyasa (2007:135) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secaa luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan

Indikator Disiplin

Hasibuan (2016:194) menyebutkan 7 (tujuh) indikator yang memengaruhi tingkat disiplin, yakni:

  1. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan yang mau digapai wajib diresmikan dengan jelas serta sempurna, serta tantangan yang lumayan wajib disajikan kepada kemampuan karyawan. Maksudnya tujuan( pekerjaan) yang dibagikan untuk karyawan tersebut haruslah cocok dengan potensi yang dipunyai karyawan yang berkaitan, buat bisa bekerja keras serta disiplin. Namun, jika pekerjaan di luar kemampuan mereka atau jauh di luar kemampuan mereka, keseriusan serta disiplin yang dimiliki karyawan sangat rendah.

  • Teladanan Pimpinan

Model peran kepemimpinan memainkan peran yang sangatlah krusial sebagai penentu disiplin karyawan sebab para pemimpin digunakan sebagai teladan contoh bawahan. Pemimpin perusahaan harus menjadi kiblat ataupun role mode bagi bawahannya.

  • Keadilan

Keadilan juga berpartisipasi dalam terwujudnya kedisiplinan karyawan, sebab diri dan kodrat manusia selalu merasa krusial serta memerlukan pemberlakuan yang serupa dengan individu lain. Atas dasar pemberian kompensasi atau hukuman, keadilan yang dijamin oleh kearifan akan mendorong terciptanya disiplin.

  • Pengawasan Melekat (Waskat)

Mengambil tindakan spesifik untuk mencapai disiplin di antara agen dan karyawan secara efektif. Karena rasa hormat, atasan harus proaktif serta mengawasi langsung tingkah laku, etika, sikap, semangat kerja serta kinerja karyawannya. Waskat secara efektif merangsang disiplin serta semangat kerja karyawan. Karyawan merasa bahwa atasannya telah memberikan perhatian, bimbingan, arahan, bimbingan dan supervisi kepada mereka.

  • Sanksi Hukuman

Hukuman memainkan peran krusial dalam menjaga kedisiplinan, para bawahan akan lebih memperhatikan pelanggaran aturan agensi, dan sikap serta perilaku disipliner mereka akan berkurang. Hukuman tinggi / ringan yang akan dijatuhkan juga akan mempengaruhi kualitas kedisiplinan karyawan.

  • Ketegasan

Tindakan yang tegas dan pengambilan keputusan pemimpin di perusahaan berpengaruh terhadap kedisiplinan.

  • Hubungan Kemanusiaan Pada Perusahaan

Hubungan baik vertikal maupun horizontal terbagi atas hubungan silang, hubungan kelompok langsung, serta hubungan tunggal langsung yang harus menjalin keharmonisan.

Fungsi Disiplin

Afandi (2016:3-5) menyebutkan 4 (empat) fungsi kedisiplinan kerja, diantanya:

  1. Memperbaiki Tata Kelangsungan Hidup Bersama dalam Sebuah Kehidupan Organisasi

Memperbaiki kelangsungan hidup bersama pada sebuah  organisasi, sehingga hubungan antara satu orang dengan orang lain didalam organisasi dengan tujuan supaya lebih maju.

  • Membangun dan Melatih Kepribadian Yang Baik

Disiplin lingkungan dapat menumbuhkan kepribadian karyawan dengan disiplin yang baik, sehingga sangat mempengaruhi kepribadiannya. Lingkungan organisasi damai dan tentram memiliki peranan yang sangat penting, hal ini untuk membentuk kepribadian karyawan yang baik. Selain itu, disiplin merupakan salah satu cara guna melatih karakter para bahwahan supaya senantiasa memperlihatkan gaya hidup yang bagus, tingkah laku serta sikap, serta kinerja yang bagus, kedisiplinan sulit untuk terbentuk dalam waktu yang lama.Ini merupakan proses dari pembentukan karakter, dilakukan melalui proses pelatihan. Latihan ini dilakukan dengan karyawan, pemimpin, dan semua orang yang ada pada organisasi.

  • Pemaksaan untuk Mengikuti Peraturan Organisasi

Disiplin melalui paksaan, kebiasaan dan latihan disiplin membuat seseorang mengikuti aturan yang berlaku di lingkungannya, karena dapat membuat seseorang menyadari bahwa disiplin tersebut sangatlah krusial.

  • Sanksi Untuk Yang Melanggar Kedisiplinan

Ancaman sanksi sangatlah krusial dikarenakan berguna meningkatkan kekuatan agar patuh serta taat dengan tidak adanya ancaman, sanksi ataupun pun hukuman, motivasi untuk patuh mungkin lemah, dan motivasi agar tergerak patuh hukum yang diberlakukan lemah. Aturannya agar jadi lebih sedikit.

Macam-Macam Bentuk Disiplin

Sesuai pemaparan Afandi (2016:7-8), berbagai bentuk kedisiplinan dalam berorganisasi adalah diantaranya:

  1. Disiplin Preventif

Ada pula tujuan yang mau digapai wajib diresmikan dengan jelas serta sempurna, serta tantangan yang lumayan wajib disajikan kepada kemampuan karyawan. Maksudnya tujuan (pekerjaan) yang dibagikan pada para anggota perusahaan tersebut haruslah cocok dengan potensi yang dipunyai karyawan yang berkaitan, untuk bisa bekerja keras serta disiplin.

  • Disiplin Korektif

Dirancang untuk menyelesaikan pelanggaran aturan yang berlaku dan memperbaikinya di masa mendatang serta mematuhi aturan yang diberlakukan perusahaan.

  • Disiplin Progesif

Hukuman berat bagi pelanggan tetap. Tujuannya adalah untuk memberikan peluang bagi karyawan untuk mengambil langkah- langkah korektif sebelum dihukum karena lebih ketat.

Pengertian Disiplin

Disiplin menjadi faktor berhasil ataupun tidaknya sebuah perusahaan dalam menggapai tujuannya. Kedisiplinan harus diterapkan dalam suatu perusahaan dengan tujuan agar mempengaruhi kinerja karyawan (Hasibuan, 2015). Disiplin merupakan alat yang digunakan oleh manajemen untuk mengubah tingkah laku serta bertujuan guna menaikan kemauan serta kesadaran masyarakat agar menaati aturan yang telah diberlakukan perusahaan serta norma sosial saat ini (Afandi, 2016:1). Sebaliknya sesuai pandangan Anorga (dalam Liyas dan Primadi, 2017) disiplin yaitu latihan budi pekerti, sehingga perilaku seseorang selalu tunduk pada disiplin serta kepatuhan terhadap peraturan tatanan.

Sedarmayanti (dalam Septiasari, 2017:96) menyebutkan bahwa  disiplin merupakan keadaan dalam mengoreksi benar ataupun salah serta atau memberikan sanksi karyawan yang melanggar aturan atau prosedur organisasi. Disiplin ialah salah satu bentuk pengendalian, sehingga implementasi pekerjaan karyawan senantiasa pada ruang lingkup aturan undang- undang yang ada.

Mangkunegara (dalam Liyas dan Primadi, 2017:21) meyakini bahwa kedisiplinan bisa dijadikan untuk penyelenggara manajemen guna memperkuat landasan organisasi. Sementara itu, sesuai pemaparan Sutrisno (dalam Tyas dan Sunuharyo, 2018:174), dalam mengimplementasikan kedisiplinan kerja, perusahaan harus menetapkan aturan secara jelas, dapat dimengerti, serta seadil-adilnya yang diberlakukan untuk pimpinan tertinggi dan para bawahan perusahaan.

Disiplin kerja ialah tingkah laku karyawan buat mematuhi ketentuan ataupun syarat yang berlaku pada industri ataupun organisasi bersumber pada pemahaman non harus (Mohtar, 2019:47). Sementara itu Mohtar (2019:47) mendefinisikan disiplin kerja sebagai sikap karyawan untuk mematuhi peraturan yang diberlaukan pada perusahaan berdasarkan kesadaran non wajib.

Indikator Kepemimpinan Kepala Sekolah

Dijelaskan lebih lanjut oleh Mulyasa (2003:98-122) bahwa indikator yang menunjukkan kepemimpinan kepala sekolah yang efektif adalah sebagai berikut:

  1. Kepala Sekolah Sebagai Educator (Pendidik)

Dalam melaksanakan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan disekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti team teching, moving class, dan mengadakan program akselerasi (acceleration) bagi peserta didik yang cerdas diatas normal.

  • Kepala Sekolah Sebagai Manager

Kepala sekolah sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan memberi keterlibatan kepada seluruh tenaga kepependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.

  • Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator, harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah.

  • Kepala Sekolah Sebagai Supervisor

Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efesiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi pendidikan modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan objektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugasnya. Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan.

  • Kepala Sekolah Sebagai Leader

Kepala sekolah sebagai leader, harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan pengambilan keputusan, dan kemampuan berkomunikasi.

  • Kepala Sekolah Sebagai Innovator

Kepala sekolah sebagai inovator harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.

  • Kepala sekolah sebagi Motivator

Kepala sekolah sebagai motivator, harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).

Sedangkan Suryosubroto (2004:185) menjelaskan bahwa adapun salah satu rincian aspek dan indikatornya sebagai berikut:

  1. Memiliki kepribadian yang kuat (Jujur, Percaya diri, Bertanggungjawab, Berani mengambil resiko, Berjiwa besar).
    1. Memahami kondisi guru, karyawan dan siswa.
    1. Memiliki visi dan memahami misi sekolah, Memiliki visi tentang sekolah, Memiliki misi yang diemban sekolah.
    1. Kemampuan mengambil keputusan: Mampu mengambil keputusan intern, dan keputusan untuk kepentingan ekstern.

Kemampuan berkomunikasi. Mampu berkomunikasi secara lisan dengan baik, mampu menuangkan gagasan dalam bentuk lisan

Fungsi Kepemimpinan Kepala Sekolah

Wirawan (2013:549), Kepala sekolah merupakan seorang pemimpin sekolah dan manajer sekolah atau administrator sekolah (school manager atau school administrator). Fungsi dari Kepemimpinan kepala sekolah antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Menentukan Visi, Misi, dan Strategi Sekolah

Kepala sekolah dengan dibantu oleh guru dan staf administrasi dan staf teknik sekolah menyusun visi, misi, dan rencana strategik sekolah.

  1. Visi adalah apa yang diimpikan, apa yang ingin dicapai, apa yang ingin direalisasikan oleh sekolah di masa yang akan datang. Visi merupakan harapan dari sekolah yang merupakan almamater dari seluruh aktisivitas akademika sekolah untuk mencapai kinerja- kualitas dan kuantitas-akademik tertinggi. Hal ini berarti sekolah harus melakukan perubahan secara terus menerus.
    1. Misi adalah apa yang harus direalisasikan untuk merealisasikan visi sekolah. Untuk mencapai visi, sekolah harus melaksanakan proses pembelajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat.
    1. Rencana strategik atau rencana induk merupakan tujuan, sasaran dan aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan sekolah untuk merealisasikan visi sekolah jangka waktu 3 sampai 5 tahun yang akan datang.
  2. Budaya Organisasi Sekolah

Agar dapat sukses merealisasikan visi dan misi sekolah seluruh aktivitas akademika harus bersikap dan berperilaku tertentu. Untuk itu kepala sekolah harus mengembangkan budaya organisasi yang menjadi pedoman dan panduan sikap dan perilaku semua sivitas akademika sekolah. Budaya organisasi adalah norma, nilai-nilai, filsafat, kode etik, ritual kebiasaan dan sebagainya dari sekolah yang harus diterapkan dalam sikap dan perilaku sivitas dan akademika, yang diajarkan kepada anggota baru dan ditegakkan pelaksanaannya secara sistematis.

  • Iklim Yang Kondusif

Iklim organisasi adalah persepsi positif sivitas akademika sekolah mengenai apa yang terjadi secara rutin di dalam lingkungan sekolah. Iklim sekolah terdiri dari iklim akademik dan iklim sosial.

  • Kurikulum

Kepala sekolah harus memahami kurikulum dan mengembangkannya terus menerus secara periodik.

  • Proses Pembelajaran

Sebagai pemimpin sekolah, kepala sekolah harus mengembangkan proses pembelajaran secara terus-menerus.

  • Mengembangkan Fasilitas Pendidikan

Kepala sekolah merencanakan dan melaksanakan pengembangan fasilitas pendidikan serta mengalokasikan dana untuk itu. Fasilitas tersebut antara lain gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, sarana olahraga, lingkungan sekolah alat peraga pendidikan dan sebagainya.

  • Mengembangkan Manajemen Sekolah

Kepala sekolah merupakan manajer puncak dari sekolah ia memimpin proses perencanaan, menyusun standar-standar dan prosedur layanan manajemen, memimpin pelaksanaan aktivitas manajemen dan evaluasi hasilnya.

  • Peran Manajerial

Sebagai pemimpin dan manajer puncak sekolah, kepala sekolah melaksanakan peran manajerial.

  • Mengembangkan Sumber Daya Manusia Sekolah

Salah satu tugas kepala sekolah adalah memberdayakan guru, tenaga administrasi dan tenaga teknis sekolah. Upaya ini diupayakan melalui:

  1. Mengundang seorang pakar datang ke sekolah dan memberikan pelatihan atau lokakarya untuk topik-topik tertentu.
    1. Mengirimkan mereka mengikuti pelatihan di luar sekolah.
    1. Melakukan studi lapangan di berbagai lembaga bisnis, pemerintah dan pengembangan.
    1. Melakukan studi banding di sekolah-sekolah terbaik yang di jadikan benchmarking sekolah.
    1. Melakukan diskusi mengenai topik-topik tertentu.

Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah

Menurut Sudarmanto (2009:133) kepemimpinan merupakan salah satu dimensi kompetensi yang sangat menentukan terhadap kinerja atau keberhasilan organisasi. Kemudian Amstrong (dalam Sudarmanto 2009:133) menyatakan kepemimpinan adalah proses memberi inspirasi kepada semua karyawan agar bekerja sebai-baiknya untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Hikmat (2011:252) kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka bersedia dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, gembira serta tidak terpaksa.

Menurut Matluck sebagaimana dikutip oleh Moedjiarto (2002:81) kepemimpinan kepala sekolah adalah cara untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan yaitu para guru dan civitas sekolah lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Kepala sekolah memberikan perhatian yang seksama terhadap kualitas pengajaran, dan berupaya meningkatkan pengajaran secara efektif, serta meningkatkan prestasi akademik siswanya menjadi lebih tinggi.

Menurut Mulyasa (2003:42) kemimpinan kepala sekolah merupakan “the key person” keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Ia adalah orang yang diberi tanggung jawab untuk mengelola dan memberdayakanakkan sekolah dengan berbagai potensi sekolah, potensi masyarakat serta orang tua untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan sekolah. Lebih lanjut Suryosubroto (2004:185) menyebutkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah pada hakikatnya adalah kepala sekolah yang memahami dan menguasai kemampuan manajerial dan kepemimpinan yang efektif seperti pernyataan kepala sekolah sebagai EMASLIM (educator, manajer, adminstrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator).

Pandangan Kasali (dalam Shobirin, 2016:38) kemimpinan kepala sekolah adalah seorang yang ditugasi untuk menggerakkan semua potensi yang ada di dalam sekolah dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya serta agar tujuan sekolah dapat dicapai dengan sebaik-baiknya pula. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorongsekolah agar dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan terprogram.

Manfaat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)

Dudung (2014:17) memaparkan terdapat beberapa manfaat pengembangan keprofesian berkelanjutan yang  terstruktur,  sistematik  dan memenuhi kebutuhan peningkatan keprofesian guru adalah sebagai berikut:

  1. Bagi Peserta Didik

Dengan adanya pelaksanaan PKB, maka peserta  didik memperoleh  jaminan  pelayanan  dan pengalaman belajar yang efektif.

  • Bagi Guru

Kepada guru dengan melaksanakan PKB (pengembangan keprofesian  berkelanjutan)  akan  dapat memenuhi  standar  dan  mengembangkan  kompetensinya  sehingga  mampu melaksanakan tugas-tugas utamanya secara efektif sesuai dengan kebutuhan  belajar  peserta didik untuk menghadapi kehidupan di masa datang.

  • Bagi Sekolah/Madrasah

Akan mampu memberikan pelayanan pendidikan yang lebih baik  dan berkualitas bagi peserta didik.

  • Orang Tua/Masyarakat

Memperoleh jaminan bahwa anak mereka mendapatkan layanan pendidikan yan berkualitas dan pengalaman belajar yang efektif.

  • Bagi  Pemerintah

Dengan adanya PKB akan memberikan jaminan kepada masyarakat tentang layanan pendidikan yang berkualitas dan profesional.

Tujuan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)

Rusdarti, dkk (2018:274) menyebutkan bahwa tujuan  PKB, yaitu sebagai berikut:

  1. Membantu seseorang secara lebih efektif untuk mencapai  standar  yang  lebih  tinggi  dalam pekerjaannya  bagi  yang  bekerja  dan  lebih tinggi  hasil  belajarnya  bagi  yang  belajar,
  2. Meningkatkan retensi (tidak minta berhenti bekerja) dan rekrutmen.
  3. Memberikan  konstribusi  positif  terhadap etos kerja dan mampu memotivasi.
  4. Menciptakan masyarakat untuk belajar sepanjang hayat.
  5. Mewujudkan tanggung jawab seorang profesional untuk  selalu  meningkatkan  keprofesiannya.
  6. Menghemat  uang  karena  biaya  merekrut  dan menginduksi guru baru relatif mahal.

Bentuk Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)

Terdapaat beberapa bentuk kegiatan pengembangan  profesionalitas guru,sebagaimana dalam buku pedoman kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan  (PKB) bagi guru pembelajar dijelaskan bahwa  Pengembangan keprofesian berkelanjutan tersebut dilakukan melalui kegiatan  pengembangan diri, publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif (Kemendikbud RI, 2016).

  1. Pengembangan Diri

Dengan cakupan:

  1. Mengikuti diklat fungsional.
  2. Melaksanakan keiatan kolektif guru.
  3. Pulikasi Imilah

Dengan cakupan:

  1. Membuat publikasi ilmiah dari hasil penelitian.
  2. Membuat publikasi buku.
  • Karya Inovatif

Dengan cakupan:

  1. Menemukan teknologi tepat guna.
  2. Menemukan/menciptakan karya seni.
  3. Membuat/memodifikasi alat pembelajaran.

Mengikuti pengembangan, penyusunan, standar, pedoman soal, dan sejenisnya

Pengertian Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)

Menurut Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (2012:5), ”pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, secara bertahap, dan berkelanjutan” yang bertujuan “untuk meningkatkan profesionalitas guru”. Lebih lanjut Payong (2011:19) menyatakan bahwa pengembangan profesional adalah proses di mana para guru baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain mengkaji, membaharui, dan memperluas komitmen mereka sebagai pelaku perubahan terhadap tujuan-tujuan pengajaran; dan di mana mereka belajar dan mengembangkan secara kritis pengetahuan, keterampilan dan intelegensi emosional mereka bagi perencanaan, pemikiran, dan praktik profesional yang baik dengan para siswanya, guru yang lebih muda (yunior), dan para pihak terkait melalui setiap tahap proses belajar mengajar mereka.

Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah proses dan  kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional guru yang dilaksanakan berjenjang, bertahap, dan  berkesinambungan dalam rangka meningkatkan manajemen dan mutu pendidikan. Guru dituntut untuk terus mengembangkan profesinya sesuai  dengan tuntutan perkembangan jaman. Pengembangan keprofesian  berkelanjutan guru adalah kegiatan yang mengarah pada seluruh pembelajaran formal dan informal yang mampu meningkatkan guru melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Guru merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam menngkatkan kualitas pendidikan (Rusdarti, dkk, 2018:274)

Praktik Pendidikan Vokasional dan Kejuruan di Indonesia

Tantangan yang harus dihadapi oleh dunia pendidikan di abad 21 semakin kompleks. Tuntutan kerja pada era global ini menuntuk individu yang memiliki sikap kreatif, inovatif, inisiatif, mandiri, kemampuan memimpin, mampu bekerjasama dalamse buah tim, komunikasi efektif, kemampuan literasi, serta kemampuan memecahkan masalah. Perkembangan dalam dunia pendidikan terus meningkat ditandai dengan meningkatnya jumlah lulusan tiap tahunnya. Peningkatan jumlah lulusan bila tidak diimbangi dengan kualitas lulusan yang dapat diserap oleh dunia industry akan berakibat pada tingginya jumlah pengangguran. Disamping kualitas lulusan yang tidak mampu memenuhi persyaratan dunia kerja, lulusan tersebut kurang siap menghadapi tuntutan kompetensi yang disyaratkan oleh dunia kerja. Dan juga tingkat kemandirian lulusan yangmasih rendah terutama untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru secara mandiri. Masalah tersebut akan memberikan dampak meningkatnya pengangguran. Maka dari itu konsep pendidikan kejuruan berorientasi pada dunia kerja diharapkan mampu untuk mengurangi jumlah lulusan yang tidak terserap di dunia usaha maupun dunia industri.

Di Indonesia sampai saat ini ada sekitar enam bidang pekerjaan yang disiapkan pendidikan dan pelatihannya melalui pendidikan menengah kejuruan. Bidang tersebut antara lain 1) bidang keahlian teknologi dan rekayasa, 2) bidang keahlian teknologi informasi dan komunikasi, 3) bidang keahlian kesehatan, 4) bidang keahlian seni, kerajinan, dan pariwisata, 5) bidang keahlian agrobisnis dan agroteknologi, dan 6) bidang keahlian bisnis dan manajemen. Standar kompetensi lulusan dalam satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya (Sudira, 2013). Menurut Sudira (2013), menyatakan bahwa hakikat pendidikan yang bersifat kejuruan mengikuti proses: 1) pengalihan ilmu (transfer of knowledge) atau penimbaan ilmu (acquisition of knowledge) melalui pembelajaran teori, 2) perencanaan ilmu (digestion of kwonledge) melalui tugas-tugas, pekerjaan rumah dan tutorial, 3) pembuktian ilmu (validation of knowledge) melalui percobaan-percobaan laboratorium secara empiris atau visual, 4) pengembangan keterampilan (skill development) melalui pekerjaan nyata di bengkel atau lapangan.

Pendidikan kejuruan dan vokasi memiliki peran penting dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) unggul yang mampu bersaing dengan bangsa lain. Pendidikan vokasional di Indonesia memiliki arti sebagai pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian tertentu atau setara dengan programsarjana. Konsep pendidikan kejuruan berorientasi pada dunia kerja yang didasarkan atas kebutuhan tenaga kerja di industri. Pendidikan teknologi dan kejuruan memiliki duakonsep yang berbeda.

Pendidikan teknologi merupakan pendidikan yang mengajarkan mengenai penggunaan teknologi untuk memecahkan masalah dalam berbagai kebutuhan. Pendidikan teknologi lebih meniti beratkan pada keterampilan pemecahan masalah dalam berbagai bidang. Sedangkan konsep dari pendidikan kejuruan berkaitan dengan skill ataukemampuan menggunakan alat dan mesin. Pendidikan kejuruan mencakup pengetahuan khusus, pengetahuan praktis/fungsional, pemberian skill/ketrampulan, kemampuan reproduktif, keterampilan fisik, dan penyiapan bekerja (Djatmiko, Istanti Wahju, dkk. 2013).

Untuk meningkatkan minat anak muda dalam belajar keterampilan kejuruan/vokasiserta untuk menarik minat masyarakat luas pada perkembangan skill, sejak tahun 1968 dilakukan National Skill Competation. Selain itu Indonesia juga berpartisipasi dalam  International Vocational Training Competation (International Youth Skill Olympics)  sejak tahun 1970. Di Indonesia National Skill Competation yang lebih dikenal dengan Lomba Keterampilan Siswa (LKS) mendorong semangat disiplin bersaing antar SMK di seluruh Indonesia. Dengan diadakannya LKS sekolah lebih menfokuskan program-program pembinaan keterampilan siswanya sehingga mampu tampil di ajang nasional. Melalui LKS industri-industri dapat memantau tingkat kompetensi siswa dan bisamelakukan seleksi tenaga kerja yang industry butuhkan.

Dengan diadakanya LKS diharapkan bisa membangun komunikasi antara dunia pendidikan dan dunia industri. Pendidikan kejuruan di zaman sekarang ini membutuhkan kurikulum pendidikan kejuran yang lebih konstruktif eksploratif yang berkelanjutan. Di era yang serba digital ini penggunaan komputer dan sistem informasi dalam pembelajaran pendidikan kejuruan sudah merupakan suatu keharusan. Tujuan sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 26 ayat tujuan pendidikan kejuruan adalah untuk “meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya”.

Untuk memasuki “new world of work ”  abad 21 diperlukan tujuh survival skill (Wagner: 2008) yaitu: 1) critical thingking and problem solving, 2) collabation across networks and leading by influence, 3) agility and adaptability, 4) initiative and entrepreneurialism, 5) effective oral and written communication, 6) accessing and analyzing information, 7) curiosity and imagination. Untuk mencapai sukses di abad 21 diperlukan employability skill. Employability skills merupakan kemampuan atau keterampilan-keterampilan non-teknis yang bersifat dapat diransfer yang relevan untuk memasuki dunia kerja, untuk tetap bisa bertahan dan mengembangkan karir kerja ditempat kerja, ataupun untuk pengembangan karir di tempat kerja baru. Keterampilan tersebut antara lain keterampilan personal, keterampilan interpersonal, sikap, kebiasaan, perilaku, keterampilan akademik dasar, keterampilan berfikir tingkat tinggi.

Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK)

Kompetensi secara harfiah berasal dari kosakata competence yang memilik pengertian wewengan dan cakap. Boulter, Dalziel, dan Hill (1996), mengemukakan kompetensi ialah karakteristik dasar seorang individu yang dapat memberikan kinerja yang optimal dalam suatu peran, pekerjaan maupun situasi khusus. Karakteristik dasar artinya sesuatu yang sudah tertanam atau mandarah daging kedalam bagian kepribadian seseorang individu dan mampu mengantisipasi perilaku dalam suatu pekerjaan tertentu. Penelitian yang dilakukan organisasi psikologi industri di Amerika yaitu Mitrani, Palziel, dan Fitt (1992), mengutarakan bahwa keberhasilan dalam hidup serta kinerja tidak bisa diprediksi dari hasil belajar yang dilakukan di sekolah dan diploma/universitas. Maka dari itu ada prinsip yang harus menjadi perhatian ketika melakukan pelatihan berbasis kompetensi, yakni:

  1. Membandingkan individu yang terlihat berhasil dalam suatu pekerjaan dengan individu lain yang terlihat tidak berhasil. Dengan cara ini harus mengidentifikasikan karakteristik yang terkait keberhasilan tersebut.
    1. Mengidentifikasikan kemampuan, perilaku dan pola pikir dari individu yang terlihat berhasil serta pengukuran kompetensi harus terkait reaksi dari individu terhadap situasi terbuka yang mungkin terjadi daripada bergantung terhadap pengukuran responden. (Sutrisno, 2012:203).

Menurut Sutrisno (2012:204) dalam pelatihan berbasis kompetensi, ada beberapa aspek dan konsep yang terkandung, yakni:

  1. Knowledge atau pengetahuan, yakni kesadaran bidang kognitif, contohnya seorang individu mengetahui cara bagaimana mengidentifikasi dan melakukan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan secara baik.
    1. Understanding atau pemahaman, yakni kedalaman kognitif dipunyai dan dimiliki oleh seorang individu. Contohnya, seorang idividu dalam melakukan pembelajaran perlu memiliki pemahaman yang sangat baik mengenai karakteristik serta kondisi kerja secara efektif dan juga efisien.
    1. Skill atau kemampuan, ialah sesuatu hal yang dimiliki seorang individu untuk melakukan pekerjaan dan tugas yang diberikan kepadanya. Contohnya, kemampuan individu ketika memilih metode bekerja yang dianggap lebih efektif dan efisien.
    1. Value atau nilai, ialah standar dari perilaku dan sikap seseorang yang diyakini dan secara psikologi telah menyatu dengan dalam dirinya. Contohnya, standard perilaku para karyawan atau tenaga kerja Ketika melaksanakan tugas (integritas, terbuka, jujur, dan lain-lain).
    1. Attitude atau sikap, yakni perasaan atau reaksi seorang individu mengenai suatu stimulus yang datang dari luar. Contohnya, reaksi apabila terjadi krisis ekonomi, perasaan Ketika mendapatkan kenaikan gaji, dan sebagainya.
    1. Interest atau minat, ialah kecenderungan seorang individu dalam melakukan suatu tindakan. Contohnya, melakukan suatu aktivitas kerja

Program pelatihan yang berbasis kompetensi ialah suatu proses pelaksanaan pelatihan yang dibuat secara khusus untuk mengembangkan serta meningkatkan keterampilan dan kemampuan untuk memperoleh hasil kerja yang terdapat target kinerja yang telah ditetapkan. Artinya, pelatihan yang khusus dirancang bukan hanya sekedar membentuk dan memperoleh kompetensi, akan tetapi kompetensi teresbut harus sejalan dan relevan terkait jabatan dan tugasnya. Sehingga kompetensi dapat menunjang seorang individu dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

Pelatihan Berbasis Kompetensi yang selanjutnya disingkat PBK adalah pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan standar yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja. Pedoman mengenai pelatihan yang berbasis kompetensi telah dirancang dengan menyesuaikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Berbasis Kompetensi. Tujuan Peraturan ini ialah: 1) meningkatkan sinergitas dan kecocokan lembaga pelatihan terhadap kebutuhan dunia usaha maupun industri; 2) meningkatkan kinerja serta pelayanan Lembaga pelatihan; dan 3) meningkatkan dan memperoleh kompetensi bagi masyarakat dan peserta pelatihan.

Prinsip dasar dari pelatihan berbasis kompetensi yakni: 1) dirancang sesuai hasil identifikasi dari kebutuhan pelatihan dan juga standar kompetensi; 2) terdapat pengakuan dari kompetensi yang sudah diperoleh; 3) berpusat terhadap peserta pelatihan dan juga bersifat individualisme; 4) bersifat multi-entry/multi-exit, yang artinya peserta dapat memulai dan mengakhiri program pelatihan yang dilakukan pada tingkatan dan waktu tertentu yang berbeda, berdasarkan dengan kemampuan individu dari masingmasing peserta pelatihan berbasis kompetensi; 5) penilaian kompetensi peserta pelatihan sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan; dan yang terakhir 6) dilaksanakan dan dieksekusi oleh lembaga pelatihan yang telah memiliki akreditasi dan teregistrasi secara nasional. Pelaksanaan pelatihan yang berbasis kompetensi pada tiap program/kejuruan/sub kejuruan harus dapat memenuhi komponen dari PBK yakni: (1) standar kompetensi kerja (SKK), sebagai acuan dan tumpuan ketika mengembangkan dan membuat program pelatihan kerja; (2) materi pembelajaran dan juga strategi, merupakan suatu metode atau cara dalam menyajikan program pelatihan kepada tiap peserta pelatihan; (3) penilaian/pengujian, merupakan asesmen atau penilaian terhadap pencapaian kompetensi yang telah diperoleh dan juga telah ditentukan dengan standar kompetensi; dan yang terakhir (d) Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), digunakan sebagai acuan ketika pengemasan dan pemaketan SKKNI kedalam jenjang kualifikasi yang telah ditentukan

Pelatihan Kerja

Sesuai dengan UU RI No.13 Tahun 2003 disebutkan bahwa pelatihan kerja ialah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Dalam melaksanakan pekerjaan, pelatihan adalah suatu cara yang dipakai untuk meningkatkan atau memperoleh keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan. (Panggabean, 2004:41).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, “Pelatihan kerja atau yang sekarang biasa kita kenal dengan istilah training adalah seluruh kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan”. Sehingga dapat didefinisikan pelatihan kerja adalah proses mentransfer keterampilan, pengetahuan dan sikap dalam bekerja sehingga tenaga kerja makin terampil serta mampu bertanggung jawab dengan baik sesuai dengan standard.

 Salah satu hak dari tenaga kerja yaitu memperoleh pelatihan kerja yang berfungsi mengembangkan dan meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan keahlian yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan yang mana diselenggarakan oleh perusahaan, swasta, dan lembaga pemerintah. Penyelenggara pelatihan kerja wajib dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Tersedianya tenaga pelatihan, 2) Kurikulum, 3) Sarana dan prasarana pelatihan kerja, 4) Tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan.

Pelaithan menurut Bernardin Russell (1998:172), adalah:

“Training is defined as attempt to upgrade employed performance on a currently held job or one related to it. This usually means changes in spesific behaviors, skills, knowledge and attitudes. To be effective, training should involve a learning experience, be a planned organizational activity, and designed in response to identified needs”

Ini berarti bahwa pelatihan meruapakan usaha untuk meningkatkan kinerja tenga kerja. Yang mana bisa berarti melaksanakan perubahan pada perilaku, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang spesifik. Pelatihan menjadi efektif apabila pelatihan melibaktan pengalaman belajar, pelatihan merupakan kegaiatan organisasi yang direncanakan serta dirancang khusus sebagai tanggapan terhadap kebutuhan yang telah diidentifikasi. Menurut Dessler (1997:263), training is a planned effort to facilitate the learning of job-related knowledge, skills, and behavior by employee. Hal ini berarti bahwa pelatihan merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.

Jadi, definisi pelatihan dari beberapa para ahli dapat disimpulkan setiap upaya yang terencana untuk meningkatkan kinerja yang dipekerjakan pada pekerjaan yang saat ini dipegang atau yang terkait dengannya. Hasil dari pelatihan adalah perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, atau perilaku tertentu. Pelatihan juga harus dinilai dan dievaluasi sehingga program pelatihan dapat ditingkatkan.

Peraturan LAN No. 10 Tahun 2018 Tentang Pengembangan Kompetensi PNS

Peraturan LAN No. 10 Tahun 2018 merupakan kebijakatan teknis tentang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan kompetensi PNS. Peraturan ini ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 23 Agustus 2018. Pada saat Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkantersebut, maka Peraturan LAN No. 5 Tahun 2018 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Adapun peratuan ini digunakan sebagai pedoman bagi PPK untuk melaksanakan pengembangan kompetensi PNS tingkat instansi dan LAN, Instansi Teknis dan Instansi Pembina JF untuk menyelenggarakan pengembangan kompetensi tingkat nasional. Menurut Peraturan LAN No. 10 Tahun 2018, pengembangan kompetensi PNS adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan karier. Pengembangan kompetensi tersebut dilaksanakan melalui tahapan penyusunan kebutuhan dan rencana, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan kompetensi. Setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengikuti pengembangan kompetensi dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan dan dilakukan paling sedikit 20 JP dalam 1 tahun. Adapun ketentuan mengenai tahapan pengembangan kompetensi PNS pada Per LAN No. 10 Tahun 2018 adalah sebagai berikut:

Tabel 1.     Ketentuan Pengembangan Kompetensi PNS pada Per LAN No. 10 Tahun 2018
NoTahapanKetentuan
1.Tahapan Penyusunan Kebutuhan dan Rencana Pengembangan KompetensiRencana Pengembangan Kompetensi adalah dokumen perencanaan Pengembangan Kompetensi tingkat instansi yang ditetapkan oleh PPK untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnyaKegiatan dilaksanakan oleh Pejabat yang Berwenang (PyB) yaitu pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundanganKegiatan ditetapkan, dilaksanakan dan dievaluasi pelaksanaannya oleh PPK untuk jangka waktu 1 tahunPembiayaan atas pelaksanaan dan evaluasi tercantum dalam rencana kerja anggaran tahunan instansi pemerintah
  
 a. InventarisasiDefinisi Inventarisasi merupakan merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi kebutuhan Pengembangan Kompetensi bagi setiap PNS dalam organisasi. Bahan yang diperlukanProfil PNS (data personal, kualifikasi, rekam jejak jabatan, kompetensi, riwayat pengembangan kompetensi, riwayat hasil penilaian kinerja, dan informasi kepegawaian lainnya) Data Hasil Analisis Kesenjangan Kompetensiyaitu tingkat kesenjangan tertentu yang digambarkan sebagai hasil perbandingan profil kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan yang diduduki dan/atau yang akan diduduki.Data ini dilakukan dengan membandingkan Profil Kompetensi PNS dengan Standar Kompetensi Jabatan yang sedang diduduki dan yang akan didudukiProfil Kompetensi PNS diperoleh melalui Uji Kompetensi yang dilakukan oleh assessor internal pemerintah atau bekerjasama dengan assessor independenJika belum melakukan Uji Kompetensi dapat menggunakan metode penilaian kompetensi dalam bentuk dialog atasan bawahan. Dialog merupakan bentuk penilaian yang dilakukan oleh Atasan Langsung PNS untuk mengukur kompetensi sebagai informasi mengenai kemampuan PNS dalam melaksanakan tugas JabatanData ini mencakup informasi tingkat kesenjangan pada tiap nama kompetensi dengan kualifikasi:tidak ada kesenjangan, apabila hasil perbandingan nama Kompetensi dengan StandarKompetensi Jabatan memenuhi seluruh indikatorperilaku; rendah, apabila hasil perbandingan nama Kompetensi dengan Standar Kompetensi Jabatanpaling rendah 3/4 (tiga per empat) dari seluruhindikator perilaku; sedang, apabila hasil perbandingan nama Kompetensi dengan standar kompetensi jabatanpaling rendah 1/2 (satu per dua) dari indikatorperilaku; atau tinggi, apabila hasil perbandingan nama Kompetensi dengan Standar Kompetensi Jabatankurang dari 1/2 (satu per dua) dari indikatorperilakuData Hasil Analisis Kesenjangan Kinerjayaitu tingkat kesenjangan tertentu yang digambarkan sebagai hasil perbandingan kinerja PNS dengan target kinerja pada Jabatan yang diduduki pada periode penilaian kinerja tahun sebelumnyadiperolah dengan membandingkan hasil penilaian kinerja PNS dengan target kinerja jabatan yang didudukimencakup informasi dengan kualifikasitidak ada kesenjangan, apabila hasil penilaian kinerjaPNS paling rendah memperoleh nilai 91 (sembilanpuluh satu);rendah, apabila hasil penilaian kinerja PNSmemperoleh nilai antara 76 (tujuh puluh enam)sampai dengan 90,99 (sembilan puluh koma sembilanpuluh sembilan);sedang, apabila hasil penilaian kinerja PNSmemperoleh nilai antara 61 (enam puluh satu) sampaidengan 75, 99 (tujuh puluh lima koma sembilan puluhsembilan); atautinggi, apabila hasil penilaian kinerja PNS memperolehnilai kurang dari 61 (enam puluh satu)Dokumen Perencanaan 5 tahunan instansi pemerintahStandar Kompetensi JabatanOutput Jenis Kompetensi yang perlu dikembangkan dan jalur pengembangan kompetensi Proses Inventarisasi dilakukan terhadap setiap PNS. Atasan langsung PNS memberikan pertimbangan terhadap inventarisasi. Dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan susunan dan kedudukan unit kerja dalam instansi dan pimpinan unit kerja instansi pusat memberikan pertimbangan akhir
  
  
 b. VerifikasiDefinisi Merupakan kegiatan analisis dan pemetaan terhadap jenis kompetensi yang akan dikembangkan dilakukan oleh PyB Bahan yang diperlukankesesuaian jenis Kompetensi yang akan dikembangkan;kesesuaian jalur Pengembangan Kompetensi;pemenuhan 20 (dua puluh) JP PengembanganKompetensi pertahun;ketersediaan anggaran; danrencana pelaksanaan Pengembangan Kompetensidokumen perencanaan 5 tahunan instansi pemerintahstandar kompetensi jabatanmanajemen talentaPelaksana Dilakukan dengan membentuk tim yang terdiri atas: unit kerja yang memiliki tugas di bidang perencanaan, keuangan dan SDM dan unsur pimpinan (unit JPT Madya/pimpinan unit organisasi) Output Dokumen kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi yang mencakup: nama dan nomor induk pegawai yang akan dikembangkan;Jabatan yang akan dikembangkan;jenis Kompetensi yang perlu dikembangkan;bentuk dan jalur Pengembangan Kompetensi;penyelenggara Pengembangan Kompetensi;jadwal atau waktu pelaksanaan;kesesuaian Pengembangan Kompetensi dengan standar kurikulum dari instansi pembina kompetensi;kebutuhan anggaran; dan jumlah JPdalam hal tidak terdapat standar kurikulum, instansi dapat menyusun kurikulum secara mandiri sesuai dengan kebutuhan (penyusunan kurikulum untuk pengembangan kompetensi teknis melalui jalur pelatihan) e.    Proses PyB menyerahkan kebutuhan dan rencana kepada PPK untuk dilakukan validasi
 
c. ValidasiDefinisi Merupakan kegiatan pengesahan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi tingkat instansi Pelaksana : PPKOutput : Rencana pengembangan kompetensi yang disahkan oleh PPKProses : PPK melakukan validasi terhadap rencana yang diusulkan PyB
2.Pelaksanaan Pengembangan KompetensiBentuk dan Jalur Pengembangan Kompetensi melalui pendidikan (pemberiaan tugas belajar) dan/atau pelatihan (klasikal/non klasikal)Bentuk Pelatihan Klasikal:pelatihan struktural kepemimpinan;pelatihan manajerial;pelatihan teknis;pelatihan fungsional;pelatihan sosial kultural;seminar/konferensi/sarasehan;workshop atau lokakarya;kursus;penataran;bimbingan teknis;sosialisasi;dan/ataujalur Pengembangan Kompetensi dalam bentukpelatihan klasikal lainnya.Bentuk Pelatihan Non Klasikal:coaching;mentoring;e-learning;pelatihan jarak jauh;detasering (secondment);pembelajaran alam terbuka (outbond);patok banding (benchmarking);pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta/badan usaha milik negara/ badan usahamilik daerah;belajar mandiri (self development);komunitas belajar (community of practices);bimbingan di tempat kerja;magang/praktik kerja; danjalur Pengembangan Kompetensi dalam bentukpelatihan nonklasikal lainnya.Dilaksanakan untuk memenuhi rencana strategis instansi, kebutuhan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karierDilakukan secara mandiri, bersama instansi pemerintahan lain yang terakreditasi atau bersama dengan lembaga penyelenggara pelatihan independen yang terakreditasiPada lampiran diatur mengenai bentuk dan jalur pengembangan kompetensi (deskripsi, dasar pertimbangan, dan hasil yang diharapkan)
 
3.Evaluasi Pengembangan KompetensiEvaluasi dilakukan melalui mekanisme penilaian terhadap:Kesesuaian antara rencana dengan pelaksanaan pengembangan kompetensiKemanfaatan antara pelaksanaan terhadap peningkatan kompetensi dan kinerja pegawaiDilakukan oleh PyB dan dilaporkan kepada PPKOutput: hasil evaluasi

Peraturan LAN No. 5 Tahun 2018 Tentang Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara

Peraturan LAN No. 5 Tahun 2018 merupakan kebijakan teknis tentang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan kompetensi ASN. Peraturan ini ditetapkan pada tanggal 6 April 2018 dan mulai berlaku pada saat diundangkan pada tanggal 13 April 2018. Peratuan ini digunakan sebagai pedoman bagi PPK untuk melaksanakan pengembangan kompetensi pegawai ASN baik di lingkungan instansi pemerintah pusat maupun daerah. Pengembangan kompetensi pegawai ASN tersebut terdiri atas pengembangan kompetensi PNS dan PPPK.

Menurut Peraturan LAN No. 5 Tahun 2018, pengembangan kompetensi PNS adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan karier. Setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengikuti pengembangan kompetensi dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan. Pemenuhan hak dan kesempatan untuk mengikuti pengembangan kompetensi tersebut dilaksanakan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahapan tersebut termasuk penentuan jenis dan jalur pengembangan kompetensi pegawai ASN serta perhitungan Jam Pelajaran (JP) dari setiap kegiatan pengembangan kompetensi. Adapun kompetensi yang diatur dalam Peraturan ini meliputi kompetensi teknis, kompetensi manajerial dan kompetensi sosial kultural.

Tabel 1.      Ketentuan pada Pengembangan Kompetensi PNS
NoTahapanKetentuan
A.Perencanaan
 1.     DefinisiKegiatan secara sistematis merencanakan pengembangan kompetensi PNS dalam jangka waktu tertentu yang dilaksanakan oleh setiap instansi pemerintah.Proses kegiatan merencanakan pengembangan kompetensi PNS dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan dan tahunan pada setiap instansi pemerintah pusat dan daerah
2.     TingkatTingkat perencanaan secara instansional Dilakukan oleh unit kerja yang mengelola penyelenggaraan urusan di bidang SDM dengan melakukan rekapitulasi dan validasi perencanaan pengembangan kompetensi individuTingkat perencanaan secara nasional Pejabat yang Berwenang (PyB) yaitu pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS sesuai dengan per-UU menyampaikan Perencanaan Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN Instansional kepada LAN melalui sistem informasi pengembangan kompetensi ASN untuk digunakan LAN sebagai bahan menyusun rencana pengembangan kompetensi ASN secara nasional
3.     Tahapan 
a. InputTahapan ini diperlukan dalam proses perencanaan pengembangan kompetensi PNS. Input yang diperlukan paling rendah meliputi beberapa hal sebagai berikut: Dokumen perencanaan 5 (lima) tahunan kementerian/lembaga/daerah, menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS sesuai prioritas kebijakan instansi;Profil Pegawai, yang mencakup jabatan, unit kerja, demografi (usia, pendidikan), riwayat pengembangan kompetensi yang pernah diikuti oleh pegawai. Bagi instansi yang sudah mengimplementasikan manajemen talenta atau telah melaksanakan pola karier, untuk mencantumkan posisi pegawai berdasarkan hasil pemetaan kinerja dan potensi;Standar Kompetensi Jabatan, yang penyusunannya mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;Data Analisis Kesenjangan Kompetensi, merupakan
data yang dihasilkan dari hasil analisis antara profil kompetensi pegawai dengan Standar Kompetensi Jabatan yang memuat tingkat kesenjangan pegawai pada kompetensi tertentu; 5)    Data Analisis Kinerja ASN bagi PNS yaitu merupakan data Kesenjangan Kinerja yang dihasilkan dengan membandingkan hasil penilaian kinerja PNS dengan target kinerja jabatan yang didudukinya. Data analisis kinerja dapat diperoleh dari sistem penilaian kinerja instansi.
b. ProsesInventarisasi usulan kebutuhan Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN bagi PNS Tahapan ini merupakan rangkaian kegiatan untuk mengidentifikasi pengembangan kompetensi yang dibutuhkan oleh setiap PNS dalam organisasi yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: Atasan langsung melakukan proses dialog berdasarkan data analisis kesenjangan kompetensi dan data kesenjangan kinerja;Unit kerja jabatan pimpinan tinggi pratama melakukan rekapitulasi terhadap hasil yang disampaikan oleh Atasan langsungHasil rekapitulasi tersebut diverifikasi oleh:Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya untuk Instansi Pusat; danPejabat Pimpinan Tinggi Pratama untuk Instansi Daerah; danHasil inventarisasi kebutuhan kompetensi yang sudah diverifikasi disampaikan kepada unit kerja yang mengelola penyelenggaraan urusan di bidang SDM.Validasi usulan kebutuhan Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN, bagi PNS Unit kerja yang mengelola penyelenggaraan urusan di bidang SDM melakukan validasi kebutuhan Pengembangan Kompetensi PNS, dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : Data profil PNS;Data hasil analisis kesenjangan kompetensi;Data hasil analisis kesenjangan kinerja;Prioritas kebijakan dalam dokumen perencanaan 5 (lima) tahunan kementerian/lembaga/daerah;
 Ketersediaan anggaran Pengembangan Kompetensi PNS; danPemenuhan 20 (dua puluh) JP Pengembangan Kompetensi PNS pertahun.Menyusun Rencana 5 (Lima) Tahunan Pengembangan Kompetensi PNS Rencana 5 (Lima) Tahunan ini diperuntukan khusus bagi PNS yang mencakup data mengenai:Nama pegawai yang akan dikembangkan;Jenis kompetensi yang perlu dikembangkan;Jenis dan jalur pengembangan kompetensi; danTahun pelaksanaan. Rencana Lima Tahunan ini dapat direviu atau disesuaikan kembali untuk disesuaikan dengan kondisi organisasi dan kebutuhan pegawai atau instansi. Menyusun Rencana Tahunan Pengembangan Kompetensi ASN Rencana Tahunan ini mencakup:Nama pegawai yang akan dikembangkan;Jenis kompetensi yang perlu dikembangkan;Jenis dan jalur pengembangan kompetensi;Penyelenggara pengembangan kompetensi;Jadwal dan waktu pelaksanaan;Anggaran yang dibutuhkan; danJumlah JPRencana Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN (Lima Tahunan dan Tahunan) yang telah ditetapkan oleh PPK disampaikan kepada LAN melalui sistem informasi Pengembangan Kompetensi ASN sebagai bahan penyusunan rencana Pengembangan Kompetensi ASN Nasional.Rencana Tahunan Pengembangan Kompetensi ASN disampaikan kepada LAN pada triwulan ketiga tahun anggaran sebelumnya.
B.Pelaksanaan
 1.     DefinisiKegiatan pengembangan kompetensi PNS yang dapat dilakukan melalui pendidikan dan/atau pelatihanTerdiri atas:Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi melalui jalur pendidikan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi melalui jalur pelatihan yang dilaksanakan secara:Mandiri oleh internal Instansi pemerintah dapat menyelenggarakan pengembangan kompetensi secara mandiri oleh lembaga pelatihan atau unit kerja/lembaga yang
 ditunjuk untuk mengembangkan kompetensi. Bersama dengan instansi pemerintah yang terakreditasi. Instansi pemerintah dapat melakukan pengembangan kompetensi secara bersama dengan instansi pemerintah lain yang telah diakreditasi oleh LAN untuk melaksanakan pengembangan kompetensi tertentu. Bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang independen Instansi pemerintah dapat melakukan pengembangan kompetensi secara bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi independen yang telah terakreditasi.  
2.     Jenis dan JalurPendidikanJenis Pengembangan Kompetensi ini dilakukan melalui jalur pemberian tugas belajar pada jenjang pendidikan formal tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.Mekanisme yang perlu diperhatikan oleh Unit kerja yang mengelola penyelenggaraan urusan di bidang SDM dalam penentuan nama PNS yang akan ditetapkan sebagai peserta pendidikan melalui tugas belajar oleh PPK, harus sesuai dengan rencana pengembangan kompetensi yang telah ditetapkan.Pelatihan Jenis Pengembangan Kompetensi ini terdiri atas: Pelatihan Klasikal Jenis pelatihan ini merupakan proses pembelajaran tatap muka di dalam kelas dengan mengacu kurikulum dan dilaksanakan melalui jalur: Pelatihan kepemimpinan/ struktural/ manajerial;Pelatihan untuk tujuan tertentu di tingkat nasional;Pelatihan teknis;Pelatihan fungsional;Pelatihan terkait kompetensi sosial kultural;Seminar atau konferensi;Workshop atau lokakarya;Sarasehan;Kursus;Penataran;Bimbingan teknis;
 Sosialisasi; danJalur lain yang memenuhi ketentuan pelatihan klasikal.Pelatihan Nonklasikal Jenis pelatihan ini merupakan proses praktik kerja dan/atau pembelajaran di luar kelas dan dilaksanakan melalui jalur: Pertukaran PNS dengan pegawai swasta;Magang/praktik kerja;Benchmarking atau study visit;Pelatihan jarak jauh;Coaching;Mentoring;Detasering;Penugasan terkait program prioritas;E-learning;Belajar mandiri/self development;Team building; dan jalur lain yang memenuhi ketentuan pelatihan non klasikal.
3.     MonitoringSeluruh hasil pelaksanaan pengembangan kompetensi yang telah dilakukan ASN di-input oleh unit kerja yang mengelola penyelenggaraan urusan di bidang SDM. Unit kerja tersebut menyampaikan hasil monitoring secara rutin per semester ke LAN melalui sistem informasi Pengembangan Kompetensi ASN.
C.Evaluasi 
 1.     DefinisiKegiatan pemantauan dan penilaian Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi PNS yang dilakukan oleh PPK pada setiap instansi pemerintah pusat dan daerah.
 2.     JenisEvaluasi AdministratifUntuk melihat kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan Pengembangan Kompetensi PNSPeriode Evaluasi administratif disampaikan kepada LAN melalui sistem informasi Pengembangan Kompetensi ASN paling lambat tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya.Evaluasi SubstantifUntuk melihat kesesuaian antara pemenuhan kebutuhan kompetensi dengan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karir.Periode Evaluasi substantif disampaikan ke LAN melalui sistem informasi Pengembangan Kompetensi ASN, paling lambat tanggal 31 Maret pada tahun berikutnya.
 3.     PelaksanaPPK bertanggung jawab terhadap evaluasi pengembangan kompetensi PNSDalam melaksanakan evaluasi, PPK dapat menunjuk pejabat dan/atau membentuk tim sebagai pelaksana evaluasi pengembangan kompetensi PNS

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017 Tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara

Permen PAN dan RB No. 38 Tahun 2017 adalah kebijakan yang mengatur tentang pedoman penyusunan standar kompetensi jabatan ASN (Standar Kompetensi ASN) sebagai pelaksanaan PP No. 11 Tahun 2017 pasal 15 ayat (5), pasal 109 ayat (4) dan (5) dan pasal 166 ayat (2). Standar Kompetensi ASN adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang diperlukan seorang ASN dalam melaksanakan tugas jabatan. Maksud dari Permen PAN dan RB ini adalah agar agar setiap instansi pemerintah dapat menyusun standar kompetensi ASN dalam organisasi yang menjadi lingkup kewenanganya, yang merupakan sarana dasar dalam menyelenggarakan sistem merit manajemen aparatur negara. Adapun tujuan ditetapkannya pedoman ini adalah:

  1. Agar setiap Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi,dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat menyusun standar kompetensi jabatan di lingkungan organisasi yang menjadi lingkup kewenangannya;
    1. Agar setiap Kementerian/Lembaga dapat menyusun kamus kompetensi teknis pada urusan pemerintah yang menjadi kewenangannya.

Standar Kompetensi ASN yang disusun oleh setiap instansi pemerintah sesuai urusan yang menjadi lingkup kewenangannya, disampaikan ke Kementerian PAN dan RB untuk ditetapkan menjadi standar kompetensi jabatan. Standar kompetensi jabatan yang ditetapkan oleh Menteri menjadi standar dalam menyelenggarakan manajemen ASN yang berlaku secara nasional.

Kompetensi Teknis merupakan salah satu kompetensi jabatan yang terdapat pada Standar Kompetensi ASN. Menurut Permen PAN dan RB No. 38 Tahun 2017, kompetensi teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan. Penyusunan standar kompetensi teknis mengacu pada kamus kompetensi teknis yang sesuai dengan karakteristik tugas jabatan. Kamus kompetensi teknis merupakan daftar jenis kompetensi teknis, definisi kompetensi teknis, deskripsi kompetensi teknis dan indikator perilaku untuk setiap level kompetensi teknis.

Kamus kompetensi teknis tersebut disusun dan ditetapkan oleh PPK Sekretariat Lembaga Negara, dan PPK Sekretariat Lembaga Non Struktural sesuai dengan urusan pemerintah yang menajdi kewenangannya setelah mendapat persetujuan Menteri. Dalam hal kamus kompetensi teknis belum disusun dan ditetapkan oleh PPK sekretariat lembaga negara, dan PPK sekretariat lembaga non struktural sesuai dengan urusan pemerintah yang menjadi kewenangannya, instansi pengguna dapat menyusun standar kompetensi ASN sesuai dengan karakteristik tugas jabatan yang hanya berlaku pada instansi yang bersangkutan sampai dengan ditetapkannya standar kompetensi ASN secara nasional. Tata cara penyusunan kamus kompetensi teknis mencakup beberapa tahapan:

  1. Menyusun proposal penyusunan kamus kompetensi teknis
  2. Menginventarisasi substansi pokok dari urusan pemerintahan yang termuat dalam berbagai peraturan perundangan yang relevan dengan urusan pemerintahan, serta cakupan seluruh unsure dan sub unsur kompetensi yang diperlukan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang akan disusun menjadi Kamus Kompetensi Teknis
  3. Menginventarisasi tugas dan fungsi satuan organisasi yang bersifat teknis (lini) dari struktur organisasi yang penyelengara urusan pemerintahan dari unit tertinggi hingga terendah baik di Instansi Pusat maupun di Instansi Daerah.
  4. Inventarisasi uraian tugas-tugas dan hasil kerja (output) dari jabatan pimpinan tinggi, jabatan fungsional dan jabatan administrasi yang merupakan penyelenggara urusan pemerintahan.
  5. Mengidentifikasi kompetensi teknis dan unit kompetensi yang diperlukan atau yang harus dimiliki oleh para  pemangku jabatan dibutuhkan untuk menghasilkan kinerja yang unggul dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan. Dengan menganalisis jenis pengetahuan keterampilan dan perilaku (kompetensi) yang diperlukan untuk dapat menghasilkan output atau menyelesaikan tugas dengan kualitas yang baik/berkinerja unggul
  6. Merumuskan definisi kompetensi dan elemen-elemen kompetensi. Setiap kompetensi dan unit kompetensi yang telah diidentifikasi, dirumuskan literatur dan pengertian
  7. Mengelompokkan kompetensi kedalam dua kategori yaitu:
    1. kompetensi yang bersifat umum (generik) yaitu kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh seluruh (setiap jabatan) jabatan yang menyelenggarakan suatu urusan pemerintahan.
    1. Kompetensi yang bersifat khusus (spesifik) yaitu kompetensi yang hanya dimiliki oleh jabatan-jabatan tertentu yang menyelenggarakan suatu urusan pemerintahan sesuai tugas jabatan.
  8. Merumuskan indikator perilaku

Kompetensi kompetensi yang sudah teridentifikasi dirinci lebih lanjut dengan membuat definisi atau pengertian kompetensi dan diurai lebih lanjut dalam perilaku yang mengindikasikan tingkat (level) penguasaan kompetensi dari yang terendah, sampai yang tertinggi. Level kompetensi menunjukkan tingkat penguasaan kompetensi yang dirumuskan berupa indikator perilaku pemangku jabatan, dalam Peraturan ini tingkat penguasan kompetensi di kelompokan dalam 5 (lima) tingkatan dari Level 1 sampai dengan Level 5.

  1. Menyusun setiap unsur dan unit kompetensi yang telah dirumuskan berupa:
  2. Identifikasi Unsur dan Rincian Kompetensi
  3. Kamus Kompetensi Teknis
  4. Menyelenggarakan workshop/lokakarya dengan mengundang instansi terkait, para ahli terkait urusan pemerintahan, asosiasi profesi, lembaga swadaya masyarakat terkait untuk memperoleh masukan yang komprehensif seluruh aspek kompetensi yang diperlukan untuk menyelenggarakan suatu urusan pemerintahan.
  5. Menyempurnakan rumusan kamus kompetensi teknis secara komprehensif berdasarkan masukan hasil workshop.
  6. PPK menyampaikan kamus kompetensi teknis yang telah disusun kepada menteri untuk mendapatkan persetujuan.
  7. PPK menetapkan keputusan tentang kamus kompetensi teknis urusan pemerintahan tertentu setelah mendapat persetujuan menteri.
  8. Instansi penyusun kamus kompetensi teknis dan Kementerian PAN dan RB menginformasikan kamus kompetensi teknis yang telah ditetapkan kepada instansi pemerintah melalui surat atau media informasi lainnya, agar dapat digunakan oleh instansi pengguna untuk menyusun standar kompetensi jabatan.

Dalam kaitannya dengan pengembangan kompetensi teknis JF, sebagaimana mengacu pada Permen PAN dan RB No. 38 Tahun 2017 pasal 16 yang menyebutkan bahwa Standar Kompetensi ASN menjadi acuan untuk pengembangan kompetensi ASN, maka pengembangan kompetensi teknis JF mengacu pada standar kompetensi teknis (kamus kompetensi teknis) yang telah disusun.

Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara

a.      

Pada pasal 174 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil disebutkan bahwa pengembangan kompetensi aparatur sipil Negara dapat dilakukan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan. Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan formal dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian PNS sesuai ketentuan perundang-undangan dengan pemberian tugas belajar yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karir. Prioritas pengembangan kompetensi diberikan dalam bentuk tugas belajar sebagai salah satu bentuk penghargaan atas pencapaian kinerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian tugas belajar adalah bentuk pengembangan kompetensi instansional.

Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan dilakukan melalui jalur pelatihan klasikal dan non-klasikal. Pelatihan klasikal dilakukan melalui proses pembelajaran tatap muka didalam kelas, paling kurang melalui pelatihan, seminar, kursus dan penataran. Sedangkan jalur pelatihan non klasikal paling kurang meliputi e-learning, bimbingan di tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang dan pertukaran antara PNS dan pegawai swasta. Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan secara mandiri, oleh internal instansi pemerintah yang bersangkutan; bersama dengan instansi pemerintah lain yang memiliki akreditasi untuk melaksanakan pengembangan kompetensi tertentu; ataubersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang independen.

Penyusunan rencana pengembangan kompetensi manajerial dan kompetensi sosial kultural dilakukan oleh LAN. Penyusunan rencana pengembangan kompetensi teknis fungsional dilakukan oleh instansi pembina jabatan fungsional. Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis dilakukan melalui jalur pelatihan. Pelatihan teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier. Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud dapat dilakukan secara berjenjang. Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi teknis ditetapkan oleh instansi teknisyang bersangkutan. Pelatihan teknis diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi.

Pelaksanaan pengembangan kompetensi fungsional dilakukan melalui jalur pelatihan. Pelatihan fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier. Pengembangan kompetensi fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing-masing. Jenis dan jenjangpengembangan kompetensi fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh instansi pembina jabatan fungsonal. Pelatihan fungsional diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi.

Pelaksanaan pengembangan kompetensi sosial kultural dilakukan melalui jalur pelatihan. Pelatihan sosial kultural dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier. Pengembangan kompetensi sosial kultural sebagaimana dilaksanakan untuk memenuhi kompetensi sosial kultural sesuai standar kompetensi jabatan. Pengembangan kompetensi sosial kulturalditetapkan oleh LAN. Pelatihan kompetensi sosial kultural diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi. Pelaksanaan pengembangan kompetensi manajerial dilakukan melalui jalur pelatihan. Pelaksanaan Pengembangan kompetensi manajerial melalui jalur pelatihandilakukan melalui pelatihan struktural. Pelatihan struktural terdiri atas:

  1. Kepemimpinan Madya;
    1. Kepemimpinan Pratama;
    1. Kepemimpinan Administrator;
    1. Kepemimpinan Pengawas.

Dalam rangka menyamakan persepsi terhadap tujuan dan sasaran pembangunan nasional dilaksanakan pelatihan di tingkat nasional yang diikuti oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Utama dan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya yang dilaksanakan oleh LAN. Pelatihan dapat dilakukan melalui kerjasama dengan instansi lain. LAN bertanggung jawab atas pengaturan, koordinasi dan penyelenggaraan pengembangan kompetensi. Pelaksanaan pengembangan kompetensi diinformasikan melalui Sistem Informasi Pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN. Kebutuhan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diolah dan diusulkan oleh BKN kepada LAN.

Kebutuhan dan Rencana Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pengembangan kompetensi dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan karier yang dilakukan pada tingkat instansi dan nasional. Pengembangan kompetensi PNS dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun.

Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi ASN terdiri atas: (1) inventarisasi jenis kompetensi yang perlu ditingkatkan dari setiap PNS; dan (2) rencana pelaksanaan pengembangan kompetensi. Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi ASN dilakukan pada tingkat instansi dan nasional dalam jangka waktu 1 (satu) tahun yang pembiayaannya tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan Instansi Pemerintah.

Untuk menyusun rencana pengembangan kompetensi dilakukan analisis kesenjangan kompetensi dan analisis kesenjangan kinerja. Analisis kesenjangan kompetensi dilakukan dengan membandingkan profil kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan yang diduduki dan yang akan diduduki. Penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi instansi dilakukan oleh PyB dan ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaia (PPK).        

  1. Jenis kompetensi yang perlu dikembangkan;
    1. Target pns yang akan dikembangkan kompetensinya;
    1. Jenis dan jalur pengembangan kompetensi;
    1. Penyelenggara pengembangan kompetensi;
    1. Jadwal atau waktu pelaksanaan;
    1. Kesesuaian pengembangan kompetensi dengan standar kurikulum dari instansi pembina kompetensi; dan
    1. Anggaran yang dibutuhkan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 49 Tahun 2018 tentang manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK/P3K) menyebutkan bahwa setiap PPPK memiliki kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi. Pengembangan kompetensi P3K dilaksanakan sesuai dengan perencanaan pengembangan kompetensi pada Instansi Pemerintah dan dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun masa perjanjian kerja.

Penyusunan rencana pengembangan kompetensi nasional di atas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kompetensi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran pemerintah serta pembangunan. Penyusunan rencana pengembangan kompetensi di tingkat nasional tersebut diatas meliputi kompetensi manajerial, kompetensi teknis (kompetensi teknis dan kompetensi fungsional), dan kompetensi sosiokultural. Penyusunan kompetensi teknis dilakukan oleh instansi teknis, penyusunan kompetensi instansi Pembina jabatan fungsional dan penyusunan kompetensi manajerial dan kompetensi sosio cultural dilakukan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN).

Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara

 Pada pasal 70 UU ASN, disebutkan bahwa setiap pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi, dan harus dievaluasi oleh pejabat yang berwenang dan digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan dalam jabatan dan pengembangan karir bagi PNS dan salah satu dasar untuk perjanjian kerja bagi PPPK.

Pengembangan kompetensi ini dilakukan antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran. Selain itu juga dapat dilakukan melalui pemberian kesempatan untuk melakukan praktik kerja di instansi lain di pusat dan daerah dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun juga dengan melakukan pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun. Kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi dapat diberikan sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada PNS atau PPPK yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya.

Pengembangan Karir Aparatur Sipil Negara

Berdasar Pasal 69 UU ASN, pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah yang dilakukan dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas. Pada UU Nomor 5 tahun 2014 ini, kompetensi ASN yang dimaksudkan meliputi:

  1. Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis;
    1. Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan; dan
    1. Kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, jenis pengembangan kompetensi meliputi (1) Kompetensi Teknis: kompetensi teknis dan kompetensi fungsional. Penyusunan rencana pengembangan kompetensi teknis dilakukan oleh instansi teknis, (2) Kompetensi Manajerial: diklat prajabatan; dan diklat kepemimpinan, (3) Kompetensi Sosial Kultural: diklat peningkatan nilai-nilai keagamaan; diklat peningkatan nilai-nilai etika dan moral; dan diklat peningkatann nilai-nilai budaya dan wawasan kebangsaan.

Pengembangan karir ASN juga mempertimbangkan sisi integritas yang diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara. Juga mempertimbangkan sisi moralitas yang diukur dari penerapan dan pengamalan nilai etika, agama, budaya dan sosial kemasyarakatan.

Sistem Manajemen Aparatur Sipil Negara

Manajemen Aparatur Sipil Negara diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pada Ketentuan Umum dikatakan bahwa Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh karenanya dalam mewujudkan Aparatur Sipil Negara sebagai reformasi birokrasi, perlu ditetapkan aparatur sipil Negara sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil Negara.

Dalam Pasal 52 dinyatakan bahwa manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan sistem merit yang meliputi 2 (dua) jalur kepegawaian yaitu manajemen PNS dan manajemen PPPK. Sedangkan pasal 53 menjelaskan bahwa Manajemen ASN di instansi pusat dan instansi daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Manfaat Kompetensi bagi Organisasi

Mengacu pada pendapat Setyowati (2010), kompetensi memberikan manfaat setidaknya kepada karyawan maupun organisasi.

  1. Karyawan
  2. Kejelasan relevansi pembelajaran sebelumnya, kemampuan untuk mentransfer keterampilan, nilai, dari kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan karier.
  3. Adanya kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan melalui akses sertifikasi nasional berbasis standar yang ada.
  4. Penempatan sasaran sebagai sarana pengembangan karier.
  5. Kompetensi yang ada sekarang dan manfaatnya akan dapat memberikan nilai tambah pada pembelajaran dan pertumbuhan.
  6. Pilihan perubahan karir yang lebih jelas. Untuk berubah pada jabatan baru, seseorang dapat membandingkan kompetensi mereka sekarang dengan kompetensi yang diperlukan untuk jabatan baru.
    1. Organisasi
  7. Pemetaan yang akurat mengenai kompetensi angkatan kerja yang ada yang dibutuhkan.
  8. Meningkatnya efektivitas rekruitmen dengan cara menyesuaikan kompetensi yang diperlukan dalam pekerjaan dengan yang dimiliki pelamar.
  9. Pendidikan dan pelatihan difokuskan pada kesenjangan keterampilan dan persyaratan keterampilan dan persyaratan keterampilan organisasi yang lebih khusus.
  10. Akses pada pendidikan dan pelatihan yang lebih efektif dari segi biaya berbasis kebutuhan industri dan identifikasi penyelia pendidikan dan pelatihan internal dan eksternal berbasis kompetensi yang diketahui.
  11. Pengambil keputusan dalam organisasi akan lebih percaya diri karena karyawan telah memiliki keterampilan yang akan diperoleh dalam pendidikan dan pelatihan.
  12. Penilaian pada pembelajaran sebelumnya dan penilaian hasil pendidikan dan pelatihan akan lebih reliable dan konsisten.

Pengembalian investasi SDM ditentukan kepemimpinan, inovasi dan kepuasan pelanggan yang menghantarkan pimpinan pada anggota organisasi yang dipimpinnya. Tantangan dalam mengelola kompetensi organisasi. Untuk menganalisis arah dan strategi pengembangan sumber daya aparatur, kiranya perlu disimak berbagai hal atau faktor kunci keberhasilan (critical success factors) yang meliputi pengembangan sistem kepegawaian yang “unified”, proporsional dan rasional, pengembangan sistem manajeman kepegawaian yang mampu mengantisipasi perkembangan lingkungan stratejik, dan memantapkan profesionalitas PNS yang seimbang dengan kebutuhan organisasi, pengembangan karier dan kesejahteraan pegawai.

  Indikator Keberhasilan Pengembangan Kompetensi Pegawai

Pembinaan sumberdaya aparatur birokrasi merupakan bagian integral dari kepentingan untuk meningkatkan kualifikasi aparatur birokrasi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Enceng dkk. (2008) menegaskan pentingnya pembinaan kualitas sumber daya aparatur birokrasi yang dianggap memegang posisi sentral dalam organisasi birokrasi. Pembinaan sumberdaya aparatur birokrasi mencakup faktor-faktor kualifikasi, keterampilan, jumlah, kemampuan pelaksanaan tugas dan masa kerja.

Sejalan dengan hal tersebut diatas, Robbins (2001:45- 49) menyatakan bahwa kapasitas individu dalam menjalankan tugas pekerjaannya didasarkan pada kemampuan intelektual dan kemampuan phisik (intelectual and physical abilities). Dalam hubungannya dengan hal tersebut, perlu digarisbawahi pentingnya perolehan atau kualifikasi sumberdaya aparatur birokrasi yang menyangkut faktor profesionalisme,  ekspertasi, spesialisasi dan kapabilitas dalam pemilihan alternatif dan penanganan informasi kebijakan. Selanjutnya juga ditawarkan konsep yang disebut sebagai konsep alternatif teknokrasi. Konsep ini merujuk kepada acuan-acuan orientasi profesional dan keahlian. Secara lebih rinci diungkapkan hal-hal yang mengacu kepada perlunya kehadiran analis-analis birokrasi yang mampu membantu menyiapkan pengolahan informasi kebijakan. Ditambahkan pula bahwa birokrasi yang profesional, ahli dan spesialis, performansinya selalu ditandai oleh adanya kemampuan-kemampuan di bidang analisa tinjauan ulang, analisa dampak silang dan penerjemahan nilai-nilai (Enceng dkk., 2008).

Pandangan Harmon dan Mayer (1986:207), membahas perlunya kapasitas sumber daya manusia (aparatur) untuk menopang proses manajemen pemerintahan yang demokratik dan secara politis dinilai akuntabel yang melengkapi perolehan-perolehan teknis yang harus dipunyai oleh para pengemban amanat tanggungjawab publik. Adapun perolehan-perolehan harapan (achievements) pertama-tama adalah kemampuan pencitraan hal-hal yang bersifat mentalistik (mental construct/image) yang perlu dioperasionalkan dalam wujud tampilan moralis yang kompleks yang dapat memandu tindakan pejabat yang berupa tanggungjawab publik (public responsibility). Konsep anjuran itulah yang kemudian disebut sebagai kepedulian intra organisasional (intra organizational concern) yang dipasang dalam kolom normatif yang nantinya dapat memandu tindakan responsif aparat. Konsep tersebut sangat bertalian dengan isu etika profesional (professional ethic) yang digunakan memandu tindakan yang korektif bagi penunaian dharma pemerintahan oleh para birokrat yang selanjutnya disebut sebagai kode etika profesi bagi suatu entitas kelembagaan birokrasi publik modern (Enceng dkk., 2008).

b.     

Manfaat Kompetensi bagi Organisasi

Mengacu pada pendapat Setyowati (2010), kompetensi memberikan manfaat setidaknya kepada karyawan maupun organisasi.

  1. Karyawan
  2. Kejelasan relevansi pembelajaran sebelumnya, kemampuan untuk mentransfer keterampilan, nilai, dari kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan karier.
  3. Adanya kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan melalui akses sertifikasi nasional berbasis standar yang ada.
  4. Penempatan sasaran sebagai sarana pengembangan karier.
  5. Kompetensi yang ada sekarang dan manfaatnya akan dapat memberikan nilai tambah pada pembelajaran dan pertumbuhan.
  6. Pilihan perubahan karir yang lebih jelas. Untuk berubah pada jabatan baru, seseorang dapat membandingkan kompetensi mereka sekarang dengan kompetensi yang diperlukan untuk jabatan baru.
    1. Organisasi
  7. Pemetaan yang akurat mengenai kompetensi angkatan kerja yang ada yang dibutuhkan.
  8. Meningkatnya efektivitas rekruitmen dengan cara menyesuaikan kompetensi yang diperlukan dalam pekerjaan dengan yang dimiliki pelamar.
  9. Pendidikan dan pelatihan difokuskan pada kesenjangan keterampilan dan persyaratan keterampilan dan persyaratan keterampilan organisasi yang lebih khusus.
  10. Akses pada pendidikan dan pelatihan yang lebih efektif dari segi biaya berbasis kebutuhan industri dan identifikasi penyelia pendidikan dan pelatihan internal dan eksternal berbasis kompetensi yang diketahui.
  11. Pengambil keputusan dalam organisasi akan lebih percaya diri karena karyawan telah memiliki keterampilan yang akan diperoleh dalam pendidikan dan pelatihan.
  12. Penilaian pada pembelajaran sebelumnya dan penilaian hasil pendidikan dan pelatihan akan lebih reliable dan konsisten.

Pengembalian investasi SDM ditentukan kepemimpinan, inovasi dan kepuasan pelanggan yang menghantarkan pimpinan pada anggota organisasi yang dipimpinnya. Tantangan dalam mengelola kompetensi organisasi. Untuk menganalisis arah dan strategi pengembangan sumber daya aparatur, kiranya perlu disimak berbagai hal atau faktor kunci keberhasilan (critical success factors) yang meliputi pengembangan sistem kepegawaian yang “unified”, proporsional dan rasional, pengembangan sistem manajeman kepegawaian yang mampu mengantisipasi perkembangan lingkungan stratejik, dan memantapkan profesionalitas PNS yang seimbang dengan kebutuhan organisasi, pengembangan karier dan kesejahteraan pegawai

Kompetensi dan Pengembangan Kompetensi

Pengertian kompetensi secara jelas diungkapkan Leathley (2013) bahwa a qualification, by itself, is not evidence of competence” the Institution of Occupational Safety and Health (IOSH) Code of Conduct also leaves training out of its definition, suggesting competence is: a combination of knowledge, skills, experience and recognition of the limits of your capabilities.

Robbins (2004) mengungkapkan bahwa kompetensi seseorang erat berkaitan dengan kecerdasan yang dimilikinya. Oleh karena itu, kompetensi seseorang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi sosial. Kompetensi pribadi meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi. Sedang kompetensi sosial meliputi empati dan keterampilan sosial. Pada intinya Robins menyatakan bahwa kapasitas individu dalam menjalankan tugas pekerjaannya didasarkan pada kemampuan intelektual dan kemampuan fisik (intelectual and physical abilities). Kata “kompetensi” memiliki banyak pengertian yang masing-masing menyoroti aspek dan penekanan yang berbeda. Pengertian kompetensi yang diajukan oleh masing-masing pengamat didasarkan pada hasil penelitian dan atau pengamatan. Namun pada dasarnya terdapat suatu kesepakatan umum mengenai elemen kompetensi yang terdiri dari pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan perilaku (personal attributs).

Aparatur yang bersangkutan harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan ini. Hal ini penting agar modal pengetahuan, keahlian dan perilaku yang dimiliki oleh sumber daya manusia aparatur serta pemgembangannya dapat memiliki konstribusi yang signifikan untuk mencapai aims, objective, indicator, dan targets organisasi.

Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi

Manajemen SDM Berbasis Kompetensi (MSDM-BK) didefinisikan sebagai, “suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian aktivitas pegawai mulai dari rekruitmen sampai dengan pensiun di mana proses pengambilan keputusan-keputusannya didasarkan pada informasi kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi individu untuk mencapai tujuan organisasi” (Siswanto, 2000). Sedangkan menurut Palan (2008) manajemen kompetensi diartikan sebagai, “mengidentifikasikan, menilai, dan melaporkan level kompetensi pegawai untuk memastikan bahwa organisasi memiliki sumberdaya manusia yang memadai untuk menjalankan strateginya.”

Manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi menjadikan kompetensi sebagai stepping stone yang mengintegrasikan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia (Herizayani & Herniyani, 2013).  Berikut ditampilkan gambar integrasi dan pengaruh kompetensi pada proses manajemen sumber daya manusia.

Kompetensi yang dimiliki individu memiliki peran penting dalam manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa potensi dan kemampuan yang dimiliki sumber daya manusia  Merupakan aset paling penting dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, pendekatan berbasis kompetensi ini akan meminimalisir pengaruh suku, agama, usia, jenis kelamin ataupun bentuk diskriminasi lain dalam praktek manajemen sumber daya manusia di organisasi (Herizayani & Herniyani, 2013).

Dengan mengacu kepada kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi individu dapat dibangun suatu sistem informasi manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi yang terintegrasi, atau sering dikenal dengan “Integrated competencies based human resource management information system”. Sistem ini merupakan database yang dibagikan berdasarkan fungsi sumber daya manusia, yang menghasilkan berbagai laporan yang diperlukan pelayanan sumber daya manusia secara terpadu. Informasi yang dihasilkan selalu mengacu pada data kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi individu.

Manajemen Aparatur Sipil Negara

Mengenai aparatur tentu tidak lepas dari teori Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), dimana aparatur memiliki peran strategis dalam menggerakkan organisasi pemerintah. Nawawi (2006) membagi MSDM menjadi dua kelompok yaitu, MSDM dalam artian makro dan mikro. MSDM dalam arti makro terlihat dari berbagai kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar lebih produktif dan mampu bersaing dikancah global. Pelaksanaan dari kebijakan tersebut terlihat dari penyelenggaraan pelayanan publik (public service) kepada seluruh lapisan masyarakat sebagai upaya pendukung dalam pencapaian sumber daya manusia yang berkualitas.

MSDM dalam arti mikro merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pendayagunaan SDM yang bekerja dilingkungan suatu organisasi atau institusi, agar memiliki kontribusi berkelanjutan dan terarah dalam mewujudkan tujuan organisasi. Perbedaan MSDM di lingkungan organisasi yang mengejar profit adalah fokus pada efisiensi dan efektifitas kinerja dalam rangka memaksimalkan laba. Sedangkan untuk organisasi non-profit seperti instansi pemerintah dan berbagai jenis organisasi kemasyarakatan, Manajemen SDM ditujukan pada pemberian pelayanan publik yang semakin baik atau bisa dikatakan sedang mencari model efektifitas dan efisiensi terbaik bagi kegiatan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan dalam mewujudkan kesejahteraan umum.

MSDM dalam konteks pengelolaan Sumber Daya Aparatur bagi instansi pemerintah menjadi begitu penting karena beberapa pendekatan argumentatif yang dikemukakan oleh Siagian (2007), sebagai berikut:

  1. Pendekatan Politik

Penyelenggaraan urusan pemerintahan memiliki tujuan untuk kesejahteraan rakyatnya (fisik, mental, spiritual), sehingga kesejahteraan selalu terkait dengan peningkatan mutu hidup manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya. Oleh karena itu tidak bisa ditolak lagi bahwa aset terpenting yang dimiliki organisasi pemerintahan adalah sumber daya manusia. Pengelolaan manusia melalui MSDM yang efektif dan efisien akan berakibat tercapainya tujuan akhir suatu pemerintahan. Tanpa MSDM yang handal, pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber-sumber lainnya menjadi tidak berdaya guna dan berhasil guna.

  • Pendekatan Ekonomi

Fakta sejarah memperlihatkan bahwa sumber daya manusia pada awalnya hanya dianggap sebagai salah satu faktor produksi dalam usaha menghasilkan suatu barang ataupun jasa oleh satuan-satuan ekonomi. Meski di sektor privat peran manusia mulai digantikan oleh mesin atau robot, namun di sektor publik tidaklah demikian. Sumber daya manusia berperan penting dalam menciptakan teknik, metode, mekanisme, dan prosedur kerja yang mutlak perlu ada dalam setiap organisasi pemerintahan. Pengembangan sistem dan budaya kerja inilah yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam usaha optimalisasi penyediaan barang dan jasa untuk masyarakat.

  • Pendekatan Hukum

Perkembangan kehidupan manusia yang dinamis kearah modernisasi meminta kesadaran warga masyarakatnya untuk menghormati hak dan kewajiban masing-masing pihak. Untuk menjaga dan menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban, maka perlu dibuat suatu aturan normatif yang tidak hanya mengatur secara spesifik hak-hak para warganya, namun juga cara memperoleh dan menggunakannya. Oleh karenanya pendekatan ini menekankan pentingnya peran sumber daya manusia sebagai pemelihara keseimbangan hak dan kewajiban masing-masing pihak agar organisasi pemerintahan bisa menunaikan tugasnya kepada seluruh warga masyarakatnya dengan baik.

  • Pendekatan Sosio-Kultural

Pendekatan ini menggambarkan bahwa MSDM terkait dengan pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia. Mengakui, menghormati, dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dilakukan melalui pemberian kesempatan kepada SDM untuk menunjukkan eksistensi dan kontribusinya terhadap organisasi. Harus dipahami bahwa sistem nilai yang berlaku dalam suatu organisasi biasanya merupakan bagian dari kultur yang dianut oleh masyarakat dimana organisasi itu berada.

  • Pendekatan Administratif

Manusia modern sering disebut sebagai manusia organisasional. Manusia tidak mungkin mencapai berbagai tujuannya tanpa menggunakan jalur organisasional, demikian juga sebaliknya setiap organisasi akan mencapai tujuan dan sasarannya melalui usaha kooperatif sekelompok orang di dalamnya. Sehingga MSDM dalam pendekatan ini terkait dengan interaksi manusia dan organisasi dalam fokus administratif, yang tercermin dalam struktur organisasi, tugas dan fungsi organisasi, sumber daya yang digunakan, serta strategi yang digunakan dalam melakukan efisiensi-efektivitas dan produktivitas untuk mencapai tujuan akhir organisasi.

  • Pendekatan Teknologikal

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dewasa ini memiliki dampak terhadap MSDM. Pemanfaatan Iptek yang luas mengancam kesempatan kerja SDM. Semakin banyak pekerjaan manusia yang bisa digantikan perannya dengan penggunaan Iptek di dalam organisasi. Oleh karenanya penguatan MSDM seharusnya adalah kebijaksanaan dalam menggabungkan kemajuan Iptek dengan penggunaan SDM. Sehingga penerapan teknologi tepat guna merupakan pilihan yang tepat dalam pendekatan teknologikal ini.

Berbagai macam persoalan yang muncul dalam era yang sedang mengalami perubahan secara drastis ini diharapkan dapat dipecahkan melalui apa yang disebut oleh Irianto (2011) sebagai konvergensi peran MSDM. Unit fungsional MSDM tidak sekadar berputar pada penanganan masalah teknis, namun juga berkembang pada orientasi pemberian layanan dan fasilitasi bagi semua pihak dalam organisasi.

 MSDM aparatur pemerintah daerah yang kewenangannya merupakan fungsi dan tanggung jawab Badan Kepegawaian Daerah merupakan serangkaian proses pengelolaan SDM aparatur yang jelas, terarah dan berkesinambungan. Mulai dari perencanaan kepegawaian yang meliputi jumlah dan jenis kompetensi yang dibutuhkan, pengembangan pegawai, penilaian kinerja dan juga pemberian insentif.

Robbins & Coulter (2004) memperkenalkan sejumlah komponen penting proses manajemen sumber daya manusia organisasi, yang terdiri atas delapan kegiatan untuk mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi. Tiga kegiatan pertama menjamin bahwa karyawan yang berkompeten dapat diidentifikasikan dan dipilih; dua kegiatan berikutnya mencakup memberikan kepada karyawan pengetahuan dan keahlian yang up to date; dan kegiatan tiga terakhir memastikan bahwa organisasi mempertahankan karyawan yang kompeten dan yang mampu terus menerus menghasilakn kinerja yang tinggi.

 Melakukan review terhadap perjalanan reformasi bidang manajemen publik pada gilirannya akan bermuara pada tuntutan kualifikasi atas kompetensi SDMpadainstitusi pemerintah. Mau tidak mau, pengembangan SDM Aparatur saat ini dan yang akan datang harus diarahkan kepada penataan kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya. Persoalan utama yang dihadapi pemerintah pada semua tingkatan saat ini adalah masih lemahnya kemampuan Sumber Daya Manusia Aparatur, baik pada level manajer, terlebih lagi pada sumber daya manusia non manajerial.

   Manajemen Sumber Daya Manusia

Irianto (2011) menyebutkan bahwa secara klasik terdapat berbagai model dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Model MSDM yang dikembangkan pada dekade 1980-an hingga awal dekade 1990-an dapat diidentifikasi dalam 4 (empat) model sebagai berikut:

  1. Michigan model (Fombrun et al. 1984), yang dterdiri dari 2 (dua) perspektif yaitu the strategic andenvironmental perspective dan the human resource perspective. Perspektif strategis dan lingkungan menunjukkan adanya hubungan antara strategi MSDM dengan strategi organisasi secara keseluruhan dalam rangka menghadapi berbagai tekanan dari faktor-faktor politik, ekonomi, dan budaya yang mendeterminasi organisasi. Strategi MSDM menyajikan suatu kerangka kerja bagi organisasi untuk melakukan seleksi SDM, penilaian kinerja, penyusunan skema penghargaan dan pelatihan, serta tindakan yang harus dilakukan untuk merespon hasil penilaian kinerja;
  2. Harvard model yang terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu: the human resource system dan a map of the HRM territory. Bagian pertama, yaitu sistem SDM merepresentasikan perspektif labour relations dan administrasi kepegawaian (personnel administration) berdasarkan 4 (empat) kategori SDM yaitu employee influence, human resource flow, rewards, dan work systems. Sedangkan bagian kedua yaitu a map of the HRM territory yang menunjukkan adanya kedekatan hubungan yang sangat intensif antara MSDM baik dengan lingkungan eksternal (misalnya kepentingan stakeholder) maupun lingkungan internal (misalnya berbagai faktor situasional yang terjadi di dalam organisasi).
  3. Guest’s model yang tediri dari 7 (tujuh) kebijakan MSDM untuk dapat mencapai 4 (empat) outcomes SDM. Menurut Guest, keempat outcomes tersebut akan mengarahkan pada hasil yang diinginkan organisasi. Dalam konteks seperti ini, model MSDM dari Guest memiliki kesamaan dengan model MSDM dari Harvard, sekalipun berbeda dalam konsep dan jumlah komponen dalam masing-masing mdel. Model dari Guest memiliki 7 (tujuh) kategori yang mirip dengan model Harvard dengan 4 (empat) kategori. Kemiripan itu dapat ditunjukkan misalnya yaitu human resource flow dalam model Harvard sama dengan manpower flow and recruitment, selection, dan socialisation; sementara dalam model Harvard model terdapat work systems, dalam model Guest tersaji organisational and job design. Dengan demikian dapat di identifikasi bahwa model MSDM dari Guest memiliki tambahan 3 (tiga) kategori yaitu policy formulation & management of change; employee appraisal, training & development; dan communication systems.
  4. Warwick model yang terdiri dari 2 (dua) konteks yakni inner danouter context. Model ini dikembangkan berdasarkan substansi dari Model MSDM Harvard, namun menekankan pada aspek strategi. Jika model MSDM dari Harvard mengandung policy choices yang terdiri dari employee influence, human resource flow, reward systems, work systems; maka model MSDM dari Warwick meng-konseptualisasi-kannya dengan HRM context, yang terdiri dari human resource flows, work systems, reward systems dan employee relations.

Pembahasan mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) lingkup kajian teori ini terdiri dari manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi.

Kelebihan dan kelemahan pembelajaran daring

Pembelajaran daring menjadi trobosan untuk melaksanakan pembelajaran yang lebih efisien ataupun menjadikan proses pendidikan lebih efektif. Terlepas dari efisiensi dan efektifitas tersebut, terdapat kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran daring.

  1. Kelebihan pembelajaran daring

Hadisi & Muna (2015) dan Hendri (2014) memberikan catatan terkait dengan kelebihan pembelajaran secara daring, sebagai berikut:

  1. Biaya, mengurangi biaya inventaris pendidikan.
  2. Fleksibilitas waktu, membuat peserta didik dapat menyesuaikan waktu belajar yang dirasa tepat.
  3. Fleksibilitas tempat, membuat peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran dimana saja, selama komputer terhubung dengan jaringan internet.
  4. Fleksibilitas perkembangan peserta didik, mampu menyesuaikan dengan perkembangan belajar.
  5. Ketersediaan On-demand E-Learning, waktu akses dan tempat akses dari berbagai tempat terjangkau internet.
  6. Mendukung dan melatih kemampuan belajar mandiri.
    1. Kelemahan pembelajaran daring

Catatan kekurangan pada pembelajaran daring juga diberikan oleh Hadisi & Muna (2015), sebagai berikut.

  1. [SS1] 

  Berdasarkan pengalaman peneliti, terdapat beberapa tambahan yang menunjukan kelemahan dari pembelajaran daring yakni, pertama, kestabilan jaringan internet mempengaruhi proses pembelajaran. Kedua, mahalnya biaya akses jaringan internet. Ketiga, perlunya peran dan kesadaran orang tua/pengawas menjadi faktor penentu keberhasilan proses pembelajaran.


 [SS1]Kutipan bukan ?

Model Pembelajaran Masa Pandemi Covid-19

Pada masa pandemi generasi muda khususnya para pelajar menjadi ujung tombak dalam transformasi kehidupan masyarakat pada era digital yang dalam konteks ini negara dan masyarakat khususnya dunia pendidikan dipaksa harus memulai pembelajaran secara daring (dalam jaringan) atau online. Para pelajar dewasa ini yang merupakan generasi milenial pada dasarnya memiliki modal dalam pengelolaan dunia digital.

Terdapat berbagai model pembelajaran daring, model pembelajaran daring didukung berbagai pengembangan dibidang teknologi. Chaeruman (2013) menjelaskan setidaknya ada tiga model pembelajaran daring.

  1. Synchronous learning/pembelajaran secara langsung

Pembelajaran synchronous menjadi sistem pembelajaran yang sering dilakukan secara tatap muka langsung/konvensional atau tatap muka secara virtual/tidak langsung dengan memanfaatkan media teknologi yang mendukung suara dan gambar secara bersamaan. Penerapan secara tatap muka langsung/konvensional menghendaki adanya keharusan komitmen untuk melaksanakan pembelajaran dalam waktu dan tempat yang sama. Berbeda dengan penerapan pembelajaran tatap muka secara virtual yang menghendaki adanya tatap muka secara online (memanfaatkan jaringan internet) yang mendukung sharing dokumen digital, gambar, audio-video. Pembelajaran tatap muka virtual tersebut dilaksanakan melalui media daring (Google Classroom, Skype, Zoom Meeting, dan lain sebagainya) yang menghubungkan guru dan peserta didik pada waktu dan jam yang telah disepakati bersama dengan tempat yang fleksibel/menyesuaikan peserta pembelajaran.

  • Asynchronous learning/pembelajaran secara tidak langsung

Proses pembelajaran asynchronous tidak mengharuskan guru dan peserta didik dalam satu waktu yang disepakati dan tempat yang fleksibel atau menyesuaikan peserta pembelajaran. Pembelajaran ini memanfaatkan teknologi yang mendukung sharing dokumen digital, gambar, audio-video. Beberapa media yang umum dimanfaatkan berupa web, chat Whatsapp, chat Line, chat Telegram, group Facebook, dan lain sebagainya.

  • Blended learning/pembelajaran campuran

Blended learning merupakan model pembelajaran gabungan synchronous learning dan asynchronous learning. Pembelajaran blended learning menghendaki adanya keseimbangan dalam antara pembelajaran tidak langsung dan tatap muka (baik tatap muka langsung atau virtual) sesuai dengan kebutuhan kelas dan relevansi materi pembelajaran.

Konsep Pembelajaran Daring

Pembelajaran daring adalah Pemahaman pembelajaran daring disampaikan oleh Molinda (Sadikin & Hamidah, 2020) yang menjelaskan bahwa pembelajaran daring adalah bentuk pembelajaran jarak jauh yang memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa dalam pendidikan dapat dilakukan dengan secara tidak langsung dalam artian pertemuan secara langsung, melainkan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang dapat menyasar beberapa individu atau bahkan kepada siapapun. Selain itu dengan pemanfaatan teknologi praktik kegiatan pembelajaran lebih fleksibel, tidak hanya dijam sekolah pada umumnya (07.00-14.00). Pembelajaran daring juga tidak mengikat para peserta atau fasilitator kelas daring dalam satu tempat, artinya pembelajaran dapat dilakukan dimana saja, namun menyesuaikan dengan sebuah jaringan internet yang menjadi poin utama dari kelemahan pembelajaran daring.

Pada masa pandemi, pendidikan harus terus berjalan. Sebagaimana tidak hanya dalam hal kognitif, namun juga terdapat afektif dan psikomotorik. Terkait ranah afektif dan psikomotorik budaya dan karakter Indonesia menjadi tanggung jawab bersama, namun dalam masa pandemi Covid-19 kebiasaan dalam pendidikan karakter harus disesuaikan dengan kebiasaan baru yang tetap berdasarkan pada lima nilai karakter (Aji, 2020). Pertama, nilai religius merujuk pada ekspresi keberimanan dan ketuhanan, selama pandemi harus tetap dilakukan dalam bentuk kesalehan pribadi dan ketaatan pada norma-norma baru dikarenakan kegiatan keagamaan selama pandemi mengalami penyesuaian. Kedua, nilai nasionalisme yang bertujuan untuk menempatkan kepentingan bangsa diatas kepentingan diri dan kelompok. Selama masa pandemi rasa nasionalisme dijalankan melalui ketaatan pada instruksi dan himbauan pemerintah yang berkaitan dengan pandemi Covid-19 demi menjaga keselamatan bangsa dalam berbagai aspeknya. Ketiga, nilai karakter mandiri yang merupakan sikap tidak menggantungkan diri terhadap orang lain dan mempergunakan tenaga dan pikiran sendiri untuk merealisasikan tujuan dan cita-cita demi kebaikan bersama. Kemandirian menjadi sikap yang paling utama dalam pembelajaran daring, karena dalam pembelajaran daring menuntut kemandirian dalam belajar, tanggung jawab pendidikan, dan mendisiplinkan diri. Keempat, nilai gotong royong yang mencerminkan semangat kerja sama dan bahu membahu untuk menyelesaikan masalah bersama-sama. Selama pembelajaran daring usaha gotong-royong dilakukan dengan bersama-sama memastikan agar semua elemen pendidikan yaitu guru dan peserta didik dapat mendukung proses pembelajaran daring secara merata. Kelima, nilai integritas yang merupakan upaya menjadikan diri dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan juga perbuatan. Selama pandemi Covid-19 integritas menjadi kunci utama dalam pembelajaran tersebut, karena hal ini terkait dengan sikap kemandirian.


Isinya mestinya pengertian pembelajaran secara daring, macam-macam pembelajaran secara daring (ada synchronus, asyinchronus), kelebihan dan kelemahan pembekajaran sevara daring

Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter

Gerakan penguatan pendidikan karakter (PPK) yang telah ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017 menegaskan bahwa fokus gerakan PPK terdapat struktur dalam sistem pendidikan. Buku 1 “Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter” tahun 2017 dijelaskan ada tiga struktur dalam sistem pendidikan yang dapat memperkuat pendidikan karakter bangsa yaitu Pertama, Struktur Program berupa jenjang pendidikan dan kelas, ekosistem sekolah, penguatan kapasitas guru. Kedua, Struktur Kurikulum dimaksudkan untuk kegiatan pembentukan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran (intrakurikuler), kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Ketiga, Struktur Kegiatan menunjuk pada berbagai program dan kegiatan yang mampu mensinergikan empat dimensi pengolahan karakter dari Ki Hadjar Dewantara (olah raga, olah pikir, olah rasa dan olah hati).   Strategi pengembangan pendidikan karakter dalam penguatan pendidikan karakter (PPK) melalui tiga pendekatan utama yaitu yaitu berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat. Berikut peneliti paparkan bagan terkait tiga pendekatan utama dalam pengembangan penguatan pendidikan karakter (PPK) yang direkomendasikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017


 [s1]Agak ke bawah lagi

Nilai-nilai Karakter

Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan kelanjutan dan kesinambungan dari Gerakan Nasional Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa Tahun 2010. Kementerian Pendidikan Nasional (2010), awal konsep gerakan pendidikan karakter dimasukan secara formal dalam kurikulum dengan konsep Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dalam mengadopsi nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter diidentifikasi dari beberapa sumber, yakni (1) Agama, masyarakat di Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. (2) Pancasila, Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dengan Pancasila. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. (3) Budaya, Indonesia tumbuh dari berbagai kebudayaan, hal ini menandakan bahwa semua masyarakat memiliki suatu budaya. Nilai-nilai budaya tersebut menjadi suatu konsep keberlangsungan kehidupan. (4) Tujuan pendidikan nasional, suatu arah dengan rumusan kualitas pengembangan sumber daya manusia dari masyarakat Indonesia. Mengandung berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki.

Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut di atas, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan karakter, yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas Gerakan PPK. Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud pada tabel 1.[s1] 

Tabel 1. Nilai-nilai Karakter Utama dalam Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter

NoNilai-nilaiDeskripsiSub-nilai
1.ReligiusNilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan.Cinta damaiToleransiMenghargai perbedaan agama dan kepercayaanTeguh pendirianPercaya diriKerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaanAnti buli dan kekerasanPersahabatanKetulusanTidak memaksakan kehendakMencintai lingkunganMelindungi yang kecil dan  tersisih.
2.NasionalisNilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.  Apresiasi budaya bangsa sendiriMenjaga kekayaan budaya bangsaRela berkorbanUnggul dan BerprestasiCinta tanah airMenjaga lingkunganTaat hukumDisiplinMenghormati keragaman budaya, suku dan agama.
3.MandiriNilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita.Etos kerja (kerja keras)Tangguh  tahan bantingDaya juangProfesionalKreatifKeberanianMenjadi pembelajar sepanjang hayat.
4.Gotong RoyongNilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/ pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan.  MenghargaiKerja samaInklusifKomitmen atas keputusan bersamaMusyawarah mufakatTolong- menolongSolidaritasEmpatiAnti diskriminasiAnti kekerasanSikap kerelawanan.
5.IntegritasNilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran.KejujuranCinta pada kebenaranSetiaKomitmen moralAnti korupsiKeadilanTanggungjawabKeteladananMenghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).

Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter: Tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.


 [s1]Sumbernya dari mana ? tuliskan

Konsep Pendidikan Karakter

Gambar 1. Konsep Pendidikan Karakter oleh Thomas Lickona

Peneliti memahami bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah proses pembentukan kepribadian individu menuju perubahan pribadi yang bijak. Berbagai konsep pendidikan karakter ditawarkan oleh praktisi pendidikan, satu diantaranya yang menjadi rujukan utama yakni konsep pendidikan karakter oleh Thomas Lickona. Thomas Lickonamenjelaskan bahwa, pemahaman terhadap kebenaran suatu nilai belum menghantarkan pada karakteristik pribadi yang bijak, karena nilai-nilai kebajikan perlu disertai tindakan dalam kehidupan. [S1] Naim (2012) menjelaskan konsep pendidikan karakter oleh Thomas Lickona, ketiga komponen karakter yaitu pemahaman tentang nilai moral (moral knowing), perasaan keyakinan akan kebenaran suatu nilai moral (moral feeling) dan perbuatan yang mencerminkan suatu nilai moral (moral action).

Sumber: Naim, N. (2012). Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hal 55

Pemahaman akan konsep Thomas Lickona pada Gambar 1. Memberikan penjelasan bahwa pengetahuan dan perasaan yakin akan suatu nilai akan menggerakan manusia untuk dapat berperilaku secara bijak. Pengetahuan memberikan efek pada pengetahuan diri, pada perasaan yakin akan kebenaran suatu nilai akan memberikan efek pada kedewasaan emosional, sehingga sampai pada perilaku kebajikan.

Gambar 2. Konsep Pendidikan Karaketer Oleh Heri Gunawan

Sementara itu, pengembangan konsep pendidikan karakter oleh Gunawan (2012) yang menyebutkan bahwa strategi pelaksanaan pendidikan karakter melalui beberapa tahapan yakni, tahapan pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting) dan kebiasaan (habbit). Pengembangan oleh Gunawan lebih menekankan pada penyesuaian terhadap budaya kehidupan bangsa Indonesia.

Sumber: Disarikan Oleh Peneliti dari Teori Tahapan Pendidikan Karaketer Oleh Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Hal.19-24

Hakikat dari pengembangan konsep pendidikan karakter oleh Heri Gunawan bentuk penyesuaian pada budaya Indonesia yang diadopsi dari konsep yang ditawarkan oleh Thomas Lickona. Heri Gunawan memberikan penjelasan bahwa dalam mencapai keberhasilan pendidikan karakter memerlukan praktik pembiasaan pada peserta didik. Pembiasaan yang dimaksud berupa latihan berperilaku secara bijak.

Konsep pendidikan karakter yang lebih mengedepankan budaya kehidupan bangsa Indonesia ditawarkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara mengambil nama dan konsep lain, sebagaimana kehidupan budaya Jawa kental didalam konsepnya. Penamaan pada konsep yang ditawarkan yakni pendidikan budi pekerti. Konsep yang ditawarkan yakni “ngerti-ngerasa-nglakoni” yang mengandung makna pemahaman bahwa pendidikan budi pekerti melalui tahapan menyadari, menginsyafi dan melakukan (Dewantara, 1977). Pendidikan budi pekerti, nilai tertanamnya nilai-nilai mulia kedalam diri peserta didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.

Gambar 3. Konsep Pendidikan Budi Pekerti Oleh Ki Hadjar Dewantara

Sumber: Disarikan Oleh Peneliti dari Teori Tri Nga Pendidikan Budi Pekerti dalamDewantara, Ki Hajar. (2013). Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka (I) Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa. Hal. 485

Ki Hadjar Dewantara pada Gambar 3. Peneliti memahami pendidikan budi pekerti lebih menitikberatkan pada kesadaran akan baik atau buruknya suatu nilai, sampai pada kemauan melakukan pekerti yang dianggapnya baik. Pada konsep ini setiap pribadi memiliki otoritas mutlak akan dirinya untuk mengambil suatu keputusan, karena sudah dibekali akan pemahaman dan kemantapan hati nurani.


 [S1]Tuliskan sumbernya

Grand Desain Pendidikan Karakter

Klasifikasi pembelajaran menurut Bloom (2015) terdapat [S1] tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Penjelasan lebih lanjut oleh Sudjana (2014) yang menerangkan bahwa kognitif berkaitan dengan intelektualitas, sedangkan afektif berkitan dengan sikap, ranah psikomotorik sendiri berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan dalam bertindak. 

Hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yaitu pendidikan nilai-nilai yang bersumber dari budaya dan karakter bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Hal ini menunjukan adanya titik konsen pembelajaran pendidikan karakter pada ranah afektif sebagai mental pengambilan sikap dan ranah psikomotorik sebagai bentuk lanjutan dalam hal keterampilan bersikap. Sebagaimana Fathurrohman (2013) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan pendidik, yang mampu merubah karakter peserta didik.

Kementerian Pendidikan Nasional (2010) juga mengemukakan pengertian pendidikan karakter yang menitik beratkan pada suatu nilai-nilai, sebagaimana dinyatakan bahwa pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memilikinya dan perilakunya mencerminkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa Indonesia dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.


 

Teknik analisis data kualitatif

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen dalam buku Lexy Moleong (2005: 248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Menurut Sugiyono (2011: 336) analisis telah mulai sejak merumuskan masalah dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan

Model Alir (Miles & Huberman, 2014: 18) yang dibagi menjadi tiga tahapan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

  1. Reduksi Data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
    1. Penyajian Data Penyajian data pada penelitian kualitatif adalah dengan menggunakan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan  memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
    1. Penarikan Kesimpulan Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Wawancara

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 198) wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh inforasi dari terwawancara (interviewer). Sedangkan menurut Susan  Stainback dalam buku Sugiyono (2011: 318) mengemukakan bahwa: “interviewing provide the researcher a means to gain adeeper understanding of how the participant interpret a situation or phenomenom than can be gained through observation alone.” Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Pada teknik wawancara, seorang peneliti datang dan berhadapan langsung dengan responden atau subjek yang diteliti.

Responden yang di wawancarai antara lain kepala sekolah atau wakilnya yang memahami pelaksanaan. Hal yang ditanyakan ialah sesuatu yang telah direncanakan kepada responden dan hasilnya dicatat sebagai informasi penting. Sebelum melaksanakan wawancara, peneliti menyiapkan instrumen wawancara yang disebut dengan panduan wawancara (interview guide). Panduan ini berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang meminta untuk dijawab atau direspon oleh responden.

Observasi

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006: 220) observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Sedangkan menurut Sukardi (2014: 83) observasi digunakan oleh para evaluator dengan cara melihat dan merasakan sendiri terhadap hal yang telah dilakukan subjek atau objek yang dievaluasi. Dalam observasi, evaluator biasanya menggunakan alat bantu seperti misalnya alat perekam audio visual untuk memaksimalkan perolehan data observasi. Tujuan menggunakan alat bantu ialah untuk memaksimalkan perolehan data evaluatif sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal tentang program atau proyek yang dinilai.Observasi dapat dilakukan secara partisipatif maupun non-partisipatif. Dalam observasi partisipatif (participatory observation) pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Sedangkan observasi non-patisipatif (nonparticipatory observation) pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu observasi nonpartisipatif. Peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasilaa melainkan hanya mengamati. Observasi dalam penelitian ini berisi aspek dari konteks, input, proses, dan produk yang berkaitan dengan proyek yang diteliti

Profil Pelajar Pancasila

Karakter yang harus ditanamkan dalam kurikulum prototipe adalah karakter yg ada pada pada Profil Pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila yaitu suatu ciri Lulusan yg bertujuan menunjukkan karakter pelajar Indonesia yang jua mempunyai kompetensi yg baik sebab sudah tertanamnya nilai-nilai luhur Pancasila. Profil Pelajar Pancasila Mengacu di Keputusan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset serta Teknologi nomor 162/M/2021 perihal Sekolah Penggerak maka pengertian Profil Pelajar Pancasila artinya profil lulusan yang bertujuan memberikan karakter serta kompetensi yang diharapkan diraih serta menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila peserta didik serta para pemangku kepentingan (Susilawati et al., 2021).

Pelajar Pancasila berpusat di keinginan tercapainya Pelajar Pancasila yang dimulai berasal jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pelajar Pancasila mempunyai enam karakteristik primer, yaitu, beriman, bertakwa pada yang kuasa yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan dunia, berdikari bergotong royong, bernalar kritis dan kreatif. buat itu, diperlukan suatu mekanisme atau gerakan penumbuhan karakter, di antaranya melalui sosialisasi, penyempurnaan pembelajaran, dan aneka kompetisi, sehingga profil Pelajar Pancasila bisa terwujud (Kurniasih, 2022).

Tabel 2. Dimensi dan Elemen Profil Pelajar Pancasila

DimensiPenjabaranElemen kunci
Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,  dan berakhlak MuliaPelajar Indonesia yang berakhlak
mulia merupakan pelajar yang berakhlak pada hubungannya dengan ilahi yang Maha Esa. dia tahu ajaran kepercayaan  serta agama dan  menerapkan pemahaman tersebut pada kehidupannya sehari hari.
(a)     beragama;     (b)
pribadi; (c) kepada manusia; (d) kepada alam; dan (e) bernegara.
MandiriPelajar Indonesia adalah pelajar berdikari, yaitu pelajar yg bertanggungjawab atas proses dan akibat belajarnya.adalah sadar diri dan mampu  meregulasi diri.
Bergotong- royongPelajar Indonesia mempunyai kemampuan gotong-royong, yait kemampuan buat melakukan aktivitas secara bersama-sama menggunakan suka  rela supaya aktivitas yg dikerjakan dapat berjalan lancar, simpel dan ringanberbagi,      kolaborasi, dan peduli
Berkebinekaan Global                      Para Pelajar  yang ada di Indonesia mempertahankan budaya luhur, lokalitas serta ciri- cirinya, serta tetap berpikiran terbuka pada berinteraksi menggunakan budaya lain, sebagai akibatnya menumbuhkan rasa saling menghargai dan kememungkinkan terbentuknya budaya baru yg positif dan  tidak bertentangan dengan bbbudaya luhur bangsa.            mampu mengenal  dan menghargai budaya  yang ada disekitarnya, mampu berkomunikasi interkultural, mampu melakukan refleksi, dan bertanggungjawab dalam berperilaku
Bernalar Kritis Pelajar pancasila bisa menganalisisa serta mengevaluasi seluruh isu maupun gagasan yang diperoleh denganbaik secara gagasan yang diperoleh menggunakan baik secara kritis, mereka pula bisa mengevaluasi dan  merefleksi penalaran serta pemikirannya sendiri1) mendapatkan dan mengolah informasi dan gagasan, 2) menganalisis dan mengevaluasi penalaran, 4 Merefleksi pemikiran dan proses berpikir, mengambil keputusan
KreatifPelajar pancasila artinya pelajar yg mampu menghasilkan gagasan, karya, dan  tindakan yg orisinal, mereka juga mempunyai keluwesan pada berpikir dalam mencari cara lain  solusi1) menghasilkan gagasan yang orisinil, 2) menghasilkan karya dan tindakan yang orisinil

Sumber :  (Diputera et al., 2022)

 Evaluasi Program CIPP

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Stufflebeam yang dikenal dengan CIPP Evaluation Model. CIPP merupakan singkatan dari Context, Input, Process and Product. Mulyatiningsih (2014:126), mengemukakan bahwa evaluasi CIPP dikenal dengan nama evaluasi formatif dengan tujuan untuk mengambil keputusan dan perbaikan program.

Model CIPP mula-mula dikembangkan oleh Stufflebeam dan Guba pada tahun 1968 dalam (Arikunto & Jabar, 2014). CIPP merupakan kependekan dari context, input, process, and product. Keunikan model ini adlah pada setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan (decission) yang menyangkut perencanaan dan operasional sedbuah program. Keunggulan model CIPP memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif/menyeluruh pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap konteks, masukan, proses, dan produk. Keempat kata yang merupakan singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. formative sumative

Gambar 2. CIPP sebagai sebuah systemSumber : (Warju, 2016)

Stufflebeam & Shinkfield (1985) menyatakan bahwa pendekatan yang berorientasi pada pemegang keputusan (a decision oriented evaluastion approach structured) untuk menolong administrator dalam membuat keputusan, dimana evaluasi sebagai suatu proses yang menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan dan membuat pedoman kerja untuk melayani para manajer dan administrator dengan membagi evaluasi menjadi empat macam yaitu:

  1. Context evaluation to serve planning decision, konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program. Stufflebeam & Shinkfield (1985) menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama dalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan. Menurut (Arikunto & Jabar, 2014) menjelaskan bahwa evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, tujuan proyek.
    1. Input evaluation, structuring decision, tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut (Widoyoko, 2013:38), evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi : 1) Sumber Daya Manusia, 2) Sarana dan peralatan pendukung, 3) Dana atau anggaran, dan 4) berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.
    1. Process evaluation to serve implementing decision. Menurut Worthen & Sanders  dalam Widoyoko (2013:39) menjelaskan bahwa evaluasi proses menekankan pada tiga tujuan : 1) mendeteksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implemnentasi 2) menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what) kegiatan yang dilakuakan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggungjawab program “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana.
    1. Product evaluation, to serve recycling dicision, evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya, apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan. Sax dalam (Widoyoko, 2013) memberikan pengertian evaluasi produk/hasil  adalah “to allow to project director (or teacher) to make decision of program. Dari evaluasi produk diharapkan dapat membantu pimpinan proyek atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan akhir, maupun modifikasi program. Sementara menurut (Tayibnapis, 2010) menerangkan, evaluasi produk untuk membantu membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.

Dari pendapat diatas maka disimpulkan bahwa, evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian/keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkan/modifikasi atau bahkan dihentikan.

Keempat hal tersebut diatas merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Dengan demikian apabila evaluator sudah menentukan model CIPP akan digunakan untuk mengevaluasi program yang ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponennya.

Kelebihan evaluasi CIPP menurut Eko Putro Widoyoko (2009: 40) model evaluasi CIPP lebih komprehensif diantara model evaluasi lainnya, karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses, dan hasil. Selain kelebihan tersebut di satu sisi model evaluasi ini juga memiliki keterbatasana antara lain penerapan model ini dalam bidang program pembelajaran dikelas mempunyai tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi jika tidak adanya modifikasi.

Model Evaluasi Program

Model-model evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi, akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil keputusan agar dapat dengan tepat menentukan tindak lanjut tentang program yang sudah dievaluasi.

Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutib oleh Arikunto & Jabar (2014:40), membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu:

  1. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler.
    1. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.
    1. Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven.
    1. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake. e. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
    1. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi dilakukan.
    1. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam.
    1. Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.

Pemilihan model evaluasi yang akan digunakan tergantung pada tujuan evaluasi. Dalam pelaksanaan evaluasi program pembelajaran keterampilan memasak digunakan pendekatan system. Pendekatan system adalah pendekatan yang dilaksanakan dalam mencakup seluruh proses pendidikan yang dilaksanakan.

Tujuan Evaluasi Program

Menurut Mulyatiningsih (2014:114-115), evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk:

  1. Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain.
    1. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan. Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian.

Menurut Arikunto & Jabar (2014:7), terdapat perbedaan yang mencolok antara penelitian dan evaluasi program adalah sebagai berikut:

  1. Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin menetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan criteria atau standar tertentu.
    1. Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut oleh rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui tingkat ketercapaian tujuan pgogram, dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana ditentukan, pelaksanan ingin mengetahui letak kekurangan itu dan apa sebabnya.

Uraian diatas menunjukkan bahwa evaluasi program merupakan penelitian evaluatif. Pada dasarnya penelitian evaluatif dimaksudkan untuk mengetahui akhir dari adanya kebijakan, dalam rangka menentukan rekomendasi atas kebijakan yang lalu, yang pada tujuan akhirnya adalah untuk menentukan kebijakan selanjutnya.

Definisi Evaluasi Program

Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan (Arikunto, 2016). Evaluasi adalah proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai (Riyadi, 2005). Evaluasi dimaksudkan untuk menilai sampai sejauhmana kegiatan yang telah dilaksanakan mampu mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan. Bila ditemukan adanya kekurangan, akan dilakukan perbaikan-perbaikan untuk dijadikan bahan perencanaan berikutnya.

Menurut Wibawa (2011:5), evaluasi program adalah merupakan aktivitas ilmiah yang perlu dilakukan oleh para pengambil kebijakan di dalam tubuh birokrasi pemerintah maupun organisasi sosial politik. Di tangan aktor kebijakan ini, evaluasi memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu memberikan masukan bagi penyempurnaan kebijakan. Dengan melakukan evaluasi, pemerintah dapat meningkatkan efektifitas program-program mereka sehingga akan meningkatkan pula kepuasan publik terhadap kebijakan pemerintah.

Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Arikunto & Jabar (2014: 5) evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Arikunto & Jabar (2014: 5), evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan.

Pengajaran Keterampilan Menulia

Pengajaran keterampilan menulis secara intensif baru diberikan di kelas 3 dan 4 dalam bentuk materi paragraf dan karangan. Di kelas 3, pembelajar memperoleh matari paragraf, karangan bebas dengan tata tulisnya (ejaan). Secara garis besar materi paragraf terdiri atas

(1) pengenalan paragraf secara umum;

(2) pengenalan paragraf deduktif;

(3) pengenalan paragraf induktif;

(4) pengenalan paragraf deduktif-induktif;

(5) pengenalan karangan bebas dengan jumlah paragraf terbatas.

Materi paragraf secara bertahap disajikan melalui pengenalan dan pemahaman unsur yang membangun paragraf sampai pembuatan paragraf. Rinciannya sebagai berikut:

(a) gagasan utama (topik) dan kalimat utama;

(b) gagasan penjelas dan kalimat penjelas;

(c) alat kohesi paragraf, yang meliputi kata ganti, kata kunci, kata hubung (transisi);

(d) koherensi paragraf (keterkaitan dan kesinambungan gagasan);

(e) paragraf utuh.

Pembelajar berlatih menyusun paragraf secara bertahap dengan urutan sebagai berikut:

(a) berlatih mengembangkan gagasan utama menjadi kalimat topik;

(b) berlatih mengembangkan gagasan penjelas menjadi kalimat penjelas;

(c) berlatih melengkapi paragraf dengan kalimat topik;

(d) berlatih menyusun paragraf dari kalimat yang tersedia;

(e) berlatih mengembangkan kalimat topik menjadi paragraf;

(f) berlatih menulis paragraf secara utuh;

(g) berlatih menyusun karangan dari paragaraf yang ada;

(h) berlatih menyusun karangan secara utuh;

Paragraf atau karangan yang telah disusun pembelajar, kemudian diperiksa oleh pengajar satu per satu. Setelah itu, tulisan mereka dibacakan di dalam kelas, disimak pembelajar lain, dan didiskusikan di antara mereka. Prosedur ini dilakukan untuk menumbuhkan kompetisi positif di antara mereka. Sesekali mereka ditugasi menulis karangan di rumah.

Dalam pengajaran materi menulis ini masih sering ditemukan kendala. Kendala yang dimaksud adalah masih sering ditemukannya kesalahan menulis kata, kesalahan membentuk kata berafiks, kesalahan menyusun kalimat, kesalahan dalam kohesi dan koherensi paragraf, dan kesalahan penggunaan ejaan. Dengan cara memeriksa hasil tulisan mereka dan menunjukkan kesalahan tersebut, kesalahan ini sedikit-sedikit bisa dikurangi. Pengajar sering harus menjelaskan kembali materi yang sudah diajarkan sebelumnya akibat terjadinya kesalahan dalam proses kreatif ini.

Untuk menghilangkan rasa bosan dan memperoleh inspirasi dalam mengarang, pengajar kadang-kadang membawa pembelajar mengadakan pengamatan seputar kampus, misalnya ke poliklinik universitas pada saat jam kerja. Cara ini umumnya mendapatkan kesan yang positif. Mereka dapat berwawancara dengan petugas atau di antara mereka sendiri terjadi diskusi. Apabila menemukan kata baru, mereka menanyakan hal itu kepada pengajar. Ini merupakan keuntungan belajar bahasa di tempat penutur bahasa itu tinggal.

Kecakapan dan minat pembelajar untuk menulis bervariasi. Untuk itu, pembelajar perlu mengadakan pendekatan kepada perseorangan untuk mengetahui letak kendalanya. Karena motivasi pembelajar mengikuti program tidak sama, bisa jadi hal ini berpengaruh terhadap setiap bentuk kegiatan belajar-mengajar, di antaranya menulis. Pembelajar harus terus diberi motivasi agar dapat mengikuti setiap tahap kegegiatan.

Keterampilan Menulis

Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa diakui oleh umum. Menulis merupakan keterampilan yang mensyaratkan penguasaan bahasa yang baik. Dalam belajar bahasa, menulis merupakan kemahiran tingkat lanjut. Semi (1995: 5) berpendapat bahwa pengajaran menulis merupakan dasar untuk keterampilan menulis.

Penulis sendiri berpandangan bahwa untuk menulis, pembelajar harus menguasai kaidah tata tulis, yakni ejaan, dan kaidah tata bahasa, morfologi dan sintaksis. Di samping itu, penguasaan kosakata yang banyak diperlukan pula.

            Menulis sebagaimana berbicara, merupakan keterampilan yang produktif dan ekspresif. Perbedaannya, menulis merupakan komunikasi tidak bertatap muka (tidak langsung), sedangkan berbicara merupakan komunikasi tatap muka (langsung) (Tarigan , 1994: 2). Menurut Azies dan Alwasilah (1996: 128), keterampilan menulis berhubungan erat dengan membaca. Hal ini diakui pula oleh Semi (1995: 5). Semakin banyak siswa membaca, cenderung semakin lancar dia menulis.

            Seberapa besar porsi materi menulis harus diberikan dibandingkan dengan materi berbicara, hal ini tidak ada ketentuannya. Setiap penyelenggara BIPA memiliki

kebijakan masing-masing untuk menentukan porsi meteri ini sesuai dengan tujuan penyelenggaraan program. Alangkah baiknya setiap penentuan kebijakan didasarkan pada hasil penelitian motivasi pembelajar mengikuti program PBIPA. Menurut Alwi (1996: 30), mengutip pendapat Sumarmo (1988), orang Amerika mengikuti program BIPA dengan motivasi ingin dapat berbicara menempati urutan tertinggi (83%), sedangkan motivasi untuk dapat menulis makalah menempati urutan terbawah (13%).

            Dalam kelas reguler pada jenjang-jenjang pertama, keterampilan menulis biasanya memperoleh porsi yang lebih sedikit. Sebaliknya, pada jenjang yang lebih tinggi materi menulis bisa memperoleh porsi yang sama dengan berbicara, bahkan bisa lebih, apalagi jika ada materi lain yang berkaitan dengan menulis. Pada jenjang yang lebih tinggi, cara berkomunikasi siswa dengan lingkungan bisa cenderung lebih bervariasi, tidak hanya menggunakan bahasa ragam lisan, tetapi juga menggunakan bahasa ragam tulis karena mereka sudah lebih mahir berbahasa Indonesia.

            Materi menulis biasanya berkaitan dengan paragraf atau wacana. Sebelum pembelajar mendalami wacana secara luas, alangkah baiknya memahami paragraf dahulu. Jika ada materi mengarang (komposisi), materi paragraf haruslah menjadi dasar pemahaman komposisi. Artinya, pengajaran menulis, sebagaimana juga materi lain, disajikan secara bertahap. Untuk berlatih menulis, pembelajar bisa ditugasi membuat surat, konsep monolog (pidato) atau konsep dialog, atau iklan.

            Dalam kaitan dengan menulis, pembelajar harus memiliki kemampuan dalam menggunakan ejaan, sebagai kaidah tata tulis. Ejaan ynag sifatnya sangat teknis tidak perlu secara khusus diajarkan, mereka cukup mempelajarinya di rumah dengan dibekali buku pedoman. Sekali-sekali bisa juga pembelajar dilatih menggunakan ejaan. Pelatihan menulis paragraf atau karangan yang lebih kompleks merupakn sarana untuk melatih menggunakan ejaan. Ejaan hanya merupakan bagian dari materi menulis. Seharusnyala sejak dini pembelajar diperkenalkan dengan kaidah tata tulis ini walaupun bukan sebagai materi tersendiri.

Metode Pengajaran

            Seperti yang telah dikemukakan terdahulu, ada dua hal yang ingin dicapai melalui pengajaran sastra, yaitu: penutur asing mengetahui dan memahami budaya masyarakat Indonesia dan penutur asing mahir berbahasa Indonesia, terutama berbicara dan menulis. Kedua tujuan tersebut dikemas secara terpadu dan komunikatif untuk memunculkan apresiasi sastra pembelajar secara jelas. Oleh karena itu, karakter (tokoh cerita), plot (alur cerita), dan situasi cerita dapat menjadi daya tarik yang perlu dikembangkan sebagai rambu-rambu pengembangan keterampilan terpadu (Ansari, 1999).

            Ansari (1999:8) menyarankan sembilan pola mengajarkan BIPA secara terpadu. Model pengajaran dengan karya sastra ini menerapkan Pola B.4 yaitu membaca-menulis-berbicara-mendengarkan-menulis. Sebelum mengajar, guru harus menjelaskan ke tujuh SRP. Untuk mengembangkan keterampilan berbicara, guru perlu menyampaikan ungkapan-ungkapan lisan yang diperlukan dalam mengimplementasikan strategi yang sedang diajarkan seperti:

  1. Menurut saya/pendapat saya …
  2. Saya rasa/kira …
  3. Bila saya menjadi dia (tokoh cerita), saya akan …
  4. Dalam kebudayaan/tradisi/kebiasaan di negara saya, hal itu …
  5. Bila dibandingkan dengan kebudayaan/tradisi/kebiasaan di negara saya, hal itu …
  6. Saya suka pada tokoh cerita (sebut namanya) karena …
  7. Cerita ini sangat …. Pada kenyataannya, …
  8. Saya dapat memahami mengapa tokoh cerita (sebut namanya) melakukan hal itu.
  9. Cerita ini menyajikan nilai-nilai kehidupan yang penting, seperti: …, …, dll.
  10. Cerita ini mengisahkan tentang …
  11. Setelah membaca cerita ini, saya merasa bahwa …

Selanjutnya, guru membagikan cerpen yang harus dibaca. Akan lebih baik dan tepat bila cerpen ini telah dibagikan pada pertemuan sebelumnya sehingga penutur asing dapat membaca dan menuliskan apresiasi mereka. Mereka mulai mengimplementasikan ungkapan-ungkapan komunikatif yang telah diajarkan sebelumnya ke dalam catatan mereka. Apresiasi tersebut dapat dilakukan perorangan dan diskusi kelompok. Kegiatan ini dipersiapkan untuk didiskusikan di dalam kelas. Apresiasi setiap orang/kelompok akan sangat beragam sehingga keanekaragaman pendapat akan mewarnai diskusi tersebut. Ketika seseorang/kelompok sedang menyampaikan hasil apresiasinya, kelompok lain harus mendengarkannya agar bila pendapat orang/kelompok itu berbeda dengan kelompok lain dapat menjadi bahan untuk diskusi. Setelah diskusi, mereka dapat menuliskan kembali hasil dari diskusi sebagai bentuk apresiasi penutur asing terhadap karya sastra Indonesia.

Dengan demikian, meskipun tujuan mengajarkan sastra kepada penutur asing adalah untuk mengembangkan keterampilan berbahasa dan mengenalkan budaya Indonesia, metode mengajar ini sudah dapat dikategorikan sebagai pengajaran sastra yang benar karena seperti yang ditegaskan Rudy (2000:4),” … students can appreciate literary works emotionally by pervading through the students’ experiencing, thinking, and feeling.” Dengan kata lain,  karya sastra yang dijadikan media untuk dua tujuan tadi betul-betul melibatkan pengalaman, pikiran, dan perasaan siswa.

Materi/Bahan Ajar

            Materi/bahan ajar BIPA sangat beragam, namun yang memiliki keterkaitan langsung dengan latar sosial budaya masih kurang. Menurut Alwi (1999:3), “… muatan sosial-budaya secara bertahap diintegrasikan ke dalam teks/bacaan.” Bahan ajar yang sarat muatan sosial-budaya jarang terdapat dalam wacana-wacana biasa. Karya sastra kaya akan muatan tersebut. Meskipun demikian, tidak semua karya sastra dapat memfasilitasi para penutur asing. Karya sastra yang terlalu banyak mengandung makna konotatif akan menyulitkan mereka. Pembaca Indonesia sendiri mengalami kesulitan dalam memahami karya sastra seperti hikayat dan novel-novel lama.

            Penutur asing dapat memahami budaya dan mahir berbahasa Indonesia dengan mempelajari karya-karya sastra seperti cerpen atau cerita fiksi lainnya. Namun, bila cerpen atau fiksi yang diajarkan cukup sulit dalam hal kosakata, maka penutur asing tidak akan menyukainya. Hasil penelitian Wahyana (1999:15) mengindikasikan bahwa penutur asing sering menghadapi kesulitan memahami makna sebuah cerpen atau puisi yang bermakna konotatif.

Strategi Respons Pembaca

            Banyak strategi/teori, atau pendekatan yang dapat dipakai untuk mengapresiasi karya sastra. Makalah ini hanya membahas satu teori SRP. Beach dan Marshall (1991:28) merinci tujuh strategi dalam mengapresiasi sastra sebagai berikut:

  1. Engaging (mengikutsertakan) berarti pembelajar/penutur asing selalu melibatkan perasaannya terhadap cerita yang sedang dibacanya. Namun, sering mereka terhambat pada saat mengekspresikan strategi ini karena kurang memahami caranya.
  2. Describing (menjelaskan) berarti pembaca mulai merinci cerita yang dibacanya dengan cara mengungkapkan kembali informasi yang tersurat. Fungsi dari strategi ini adalah untuk membangun makna.
  3. Conceiving (memahami), strategi yang diperlukan pembaca ketika mereka telah memahami karakter, latar, dan bahasa. Setelah memahami ketiga komponen ini, pembaca mulai membuat pernyataan tentang arti dari ketiga komponen tersebut.
  4. Explaining (menerangkan), pembaca menerangkan kelakuan atau tindak-tanduk para tokoh cerita dan memberikan alasan tentang perbuatan mereka. Tindak-tanduk karakter cerita boleh dikelompokkan ke dalam beberapa komponen, seperti: kehidupan sosial, kebudayaan, isu agamis, dll. Hal ini dilakukan agar inti dari penjelasan mencakup perspektif yang lebih luas.
  5. Connecting (menghubungkan), strategi yang paling mudah diterapkan karena pembaca hanya menghubungkan pengalaman hidupnya dengan apa yang dialami oleh tokoh cerita.
  6. Interpreting (menafsirkan) artinya dalam menafsirkan arti suatu teks sastra, pembaca harus mendiskusikan dahulu apa yang dikatakan teks sastra tersebut. Makna simbolis, tema, atau peristiwa spesifik di dalam teks pasti terlibat dalam kegiatan menafsirkan isi cerita. Dengan kata lain, makna yang akan ditafsirkan terimplisit dalam teks.
  7. Judging (menilai) artinya pembaca dapat menilai perilaku para tokoh cerita (baik/jahat, normal/abnormal, pantas/tidak pantas, rasional/tidak rasional).

Penutur asing tidak harus menjadi bingung atau merasa sulit menerapkan ke tujuh strategi ini ketika mengapresiasi sebuah karya sastra. Strategi-strategi ini tidak harus muncul dalam suatu kegiatan apresiasi apalagi berurutan dari strategi menjelaskan hingga menilai. Bisa saja hanya strategi mengikutsertakan dan menghubungkan yang tampak dalam mengapresiasi karya sastra. Semakin banyak strategi yang dilibatkan, semakin tinggi pencapaian kualitas merespons atau mengapresiasi (Mulyana, 2000:63).

Ada dua alasan yang perlu dikemukakan sehubungan dengan dipilihnya SRP untuk mengapresiasi karya sastra. Pertama, berdasarkan hasil penelitian Mulyana (2000) terhadap mahasiswa Bahasa Indonesia, FPBS UPI, SRP lebih efektif dari strategi lainnya sehingga hasil belajar yang dicapai mahasiswa menjadi lebih tinggi dan kualitas proses belajar-mengajar pengkajian puisi termasuk dalam kategori baik.

Kedua, penelitian yang dilakukan Rudy (2001) terhadap mahasiswa Bahasa Inggris, FPBS UPI tentang pengajaran sastra Inggris yang terfokus pada bagaimana mengembangkan apresiasi sastra dan keterampilan berbahasa mahasiswa dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara dan menulis mahasiswa dapat dikembangkan karena dosen memiliki kemampuan mengajarkan sastra Inggris cukup baik, membangun orientasi belajar, serta mampu menciptakan pola mengajar sastra yang khas. Penulis berasumsi bila pembelajar Indonesia mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa asing mampu mengapresiasi karya sastra asing, kemungkinan besar penutur asing bahasa Indonesia juga memiliki kemampuan yang sama untuk itu, apalagi mereka telah terbiasa membaca dan mengapresiasi karya sastra.

Model penelitian tindakan kelas

Penelitian ini dilakuakan dengan model penelitian tindakan kelas (classroom action reseach), yang mengacu pada model kemmis dan Mc. Taggart yangmeliputi empat komponen, yaitu: (a) perencanaan (planning), (b) tindakan (action), pemantauan (montoring), dan (d) refleksi (reflection). Keempat komponen tersebut dipandang sebagai satu siklus (Sukamto, 1999:22). Penelitian dilakukan dalam dua putaran, yaitu siklus I dan siklus II.

Berikut gambar model penelitian yang akan dilaksanakan.

                                                      Keterangan:

  1. Perencanaan
  2. Tindakan dan Observasi I
  3. Refleksi I
  4. Rencana Terevisi I
  5. Tindakan dan Observasi II
  6. Refleksi II

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengubah perilaku penelitiannya, perilaku oranglain, dan atau mengubah kerangka kerja, organisasi, atau struktur lain, yang pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku penelitian-penelitiannya dan atau perilaku orang lain. Jadi penelitian tindakan lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan ketrampilan atau pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung pada ruang kelas atau ajang dunia kerja (Madya, 1994:12).

Menulis di Buku Harian (Diary)

Menulis buku harian adalah menuliskan sebuah keadaan yang berkaitan dengan diri sendiri. Menurut Hernowo (dalam Miss Sassy Girl dkk, 2003), dalam menulis buku harian setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhartikan:

  1.  Mulai dengan kejujuran

Kejujuran akan mendorong sesorang untuk bersikap terbuka dan bersikap apa adanya sehingga menjadikan sebuah tulisan berbeda dengan yang lain.

  • Melibatkan diri dalam tulisan

Pelibatan diri dalam tulisan akan memberikan aroma, sifat, rasa, pada tulisan atau dengan kata lain akan memberikan karakter pada tulisan. Bagi remaja, penulisan buku harian adalah proses mencari dan mengenali dirinya oleh karena itu penulisan buku harian penulis harus mampu melibatkan diri secara total.

  • Makna dalam tulisan

Penulis melakukan pemberian makna pada tulisan buku hariannya dalam bentuk janji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi mengulang perbuatannya dan sebagainya. Ketika seseorang memulai membuat buku harian maka dia mulai memberikan banyak perhatian pada diri sendiri dan pada apa yang terjadi dalam hatinya yang paling dalam

Pengertian Buku Harian (Diary)

Diary berasal dari bahasa latin yaitu Diarium (diaria) yang akar katanya diumus, artinya masukan sehari-hari (memasukkan/menulis setuiap hari) sesuatu yang terjadi/peristiwa dalam sehari yaitu 24 jam. Yang dimaksud peristiwa disini bersifat sangat pribadi atau personal serta discrete (sangat khas), tergantung siapa yang menulisnya.

Dalam bahasa Perancis kuno, diary disebut sebagai Jour yang kemudian menjadi journal atau jurnal yang memiliki arti sama dengan diarium. Dalam perkembangannya, istilah jurnal dipergunakan sebagai sebutan media cetak berkala dan juga dalam bidang keuangan disebut pembukuan (akuntansi).

Di Jepang, diary disebut sebagai Pillowbook (catatan yang ditaruh dibantal) dan di Eropa dikenal dengan sebutan page of a day (lembaran sebuah hari).

Indonesia diary sering disebut sebagai catatan harian, agenda harian, yaitu dipergunakan oleh pemiliknya untuk mencatat kejadian-kejadian yang dialaminya sehari-hari.  Trend yang ada saat ini penggunaan diary didominasi oleh kaum muda untuk mengungkapkan perasaannya. Menurut Naning Pranoto (2002: 5) dari surveynya yang dilakukan di Kota Jakarta dan Bogor,  80 % remaja usia 13-20 memiliki dan menggunakan buku harian, dan 60 % diantaranya adalah perempuan.

Proses Kreatif Cerpen

Menulis merupakan suatu proses melahirkan tulisan yang berisi gagasan. Banyak yang melakukannya secara spontan, tetapi ada juga yang melakukan koreksi berulang-ulang pada tulisannya. Cepat atau lambatnya sesorang menulis kesemuanya melalui proses kreatif yang hampir sama begitu juga dalam menulis cerpen. Menurut Sumardjo (2007;75-76), pada dasarnya terdapat 4 tahap proses keratif menulis, yaitu:

  1. Tahap persiapan

Dalam tahap ini seorang penulis telah menyadari apa yang akan dia tulis dan bagaimana dia akan menulisnya. Apa yang akan ditulis adalah munculnya gagasan isi tulisan, sedangkan bagaimana menulisnya berkaitan dengan bentuk tulisan.

  • Tahap inkubasi

Pada tahap ini gagasan yang muncul dari proses sebelumnya disimpan, dipikirkan matang-matang dan menunggu momen yang tepat untuk menuliskannya. Gagasan dikembangkan sedemikian rupa, diperkaya, dikurangi, ditambah, diperdalam, bahkan diganti jika memang dianggap perlu pada saat proses perenungan.  

  • Tahap inspirasi

Tahap ini berupa momen di mana gagasan telah menemukan bentuk yang padu. Inspirasi merupakan desakan yang kuat untuk segera menulis dan tidak bisa ditungu-tunggu lagi, karena jika proses ini dibiarkan begitu saja maka gagasan akan mati.

  • Tahap Penulisan

Pada tahap penulisan, segala gagasan yang ada di dalam penulis dikeluarkan sampai habis tanpa diseleksi terlebih dahulu. Rasio yang menilai baik buruk kualitas tulisan atau gagasan tidak diperbolehkan digunakan dalam proses ini.  

  • Tahap Revisi

Tahap revisi dapat dilakukan oleh seorang penulis jika dirinya sudah tenang dari segala dorongan menulis yang sebelumnya ada. Pada tahap ini tulisan diperiksa dan dinilai berdasarkan pengetahuan dan apresiasi penulis akan begian mana yang harus dibuang maupun ditambahkan, bagian mana yang harus dipindah dan ke mana. Jika diperlukan penilaian orang lain terhadap tulisan dapat digunakan.

Secara garis besar begitulah proses kreatif penulisan yang berlaku juga untuk penulisan cerpen. Disiplin diri sangat diperlukan dalam proses kreatif penulisan agar setiap proses yang dijalani tidak tercampur satu sama lain yang pada akhirnya hanya akan merusak proses kreatif itu sendiri.

Menulis Cerpen

Dalam kegiatan menulis mencakup dua kemampuan, yaitu: (1) kemampuan mengorganisasikan karangan melalui langkah mendapatkan yang akan dirumuskan menjadi topik karangan, mengembangkan topik menjadi kerangka karangan, mengembangkan karangan yang utuh, dan (2) kemampuan menerapkan kaidah kebahasaan yang terdiri atas menerapkan ejaan dan tanda baca, menerapkan pola bentuk kata dan pola kalimat, menulis kalimat efektif, menyusun paragraph yang memenuhi syarat dengan sistem tertentu mejadi karangan yang utuh (Kurniawan, 1995 : 68). Menulis cerpen sebagai suatu keterampilan berbahasa memerlukan beberapa persyaratan. Persyaratan kegiatan menulis cerpen tersebut diantaranya mampu menuangkan gagasan, menyusun kalimat dan paragraph, menggunakan kosakata yang efektif dan mengetahui teknik penulisan secara tepat melalui proses menemukan ide, memulai mneulis, menulis draft dan merevisi.

Agar kegiatan menulis dapat dikuasai, diperlukan kebiasaan yang intensif. Dengan latihan yang intensif, seseorang akan memperoleh pengalaman bagaimana menggunakan daya pikir secara efekif, menguasai struktur bahasa dan kosakata secara meyakinkan. Latihan ini secara bertahap akan meyakinkan seseorang mampu melahirkan ide, pengetahuan, dan perasan dalam bentuk bahasa yang baik dan lancar serta logis (Keraf, 1989 : 7).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep kemampuan menulis adalah kecakapan dalam menuangkan, menyusun dan mengorganisasikan buah pikiran, ide, gagasan dengan mengggunakan serangkaian bahasa tulis yang baik dan benar sehingga menghasilkan sebuah tulisan yang jelas, utuh, serta memenuhi kohesi dan koherensi.

Unsur-unsur Cerita Pendek

Lubis (1996 : 93) mengemukakan unsur-unsur yang harus dimiliki sebuah cerpen dalam upaya memberikan rumusan mengenai definisi cerita pendek.

Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  1. Mengandung interpretasi pengarang terhadap konsep mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
  2. Harus menimbulkan suatu hempasan pada pembaca.
  3. Harus dapat membuat pembaca merasa terbawa oleh jalan cerita.
  4. Mengandung perincian dan insiden yang dipilih dengan sengaja, dimana perincian dan insiden tersebut harus dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan.

Dalam buku yang sama dikemukakan bahwa suatu cerita pendek harus terdapat: (1) sebuah insiden yang menguasai jalan cerita, (2) seorang pelaku utama, (3) jalan cerita yang padat, (4) sutau efek atau satu kesan atas ketiga hal atau point yang telah disebutkan tersebut (Lubis, 1996 : 93).

Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas dapat disampaikan bahwa untuk membuat sebuah cerpen diperlukan sebuah penggambaran yang tajam dan jelas atas cerita, dalam bentuk yang tunggal dan utuh, sehingga mencapai efek tunggal dalam penyampaiannya. Untuk memenuhi hal itu, maka dalam membuat sebuah cerpen seseorang harus memusatkan ceritanya pada figure tokoh dan peristiwa tunggal dalam suatu periode kehidupan. Secara ringkas disebutkan bahwa cerpen menunjukkan kualitas yang bersifat Compresion (pemadatan) concentration (pemusatan), dan intentity (pendalaman), yang semuanya berkaitan dengan panjang cerita dan kualitas struktur yang diisyaratkan dalam panjang cerita tersebut (Sayuti, 2000 : 10).

Satu hal prinsip yang sangat penting berkenaan dengan cerpen adalah bahwa cerpen merupakan pilihan sadar seorang pengarang. Cerpen bahkan alternatif kedua dari buah kegagalan seseorang untuk membuat novel tebal.

Pengertian Cerita Pendek.

Rene Welleck dan Austin Wareen (1995 : 300) mengemukakan bahwa teori modern mengklasifikasikan genre sastra menjadi fiksi, drama dan puisi. Berdasarkan klasifikasi tersebut, cerpen berada pada kategori fiksi cerpen, sesuai dengan namanya merupakan cerita pendek. Namun kriteria pendek yang dimaksud belum dapat ditemukan dengan hukum yang pasti. Nugroho Notosusanto (Via Hutagalung, 1967 : 76) berpendapat bahwa panjang cerpen kira-kira 17 halaman kuarto, spasi rangkap, sedangkan Egdar Allan Poe (Via Saleh, 1967 : 57) berpendapat bahwa pembacaan cerpen dapat dilakukan sekali duduk atau memerlukan waktu sekitar setengah hingga satu jam sehingga satu ciri khas yang dimilikinya akan muncul. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Summer (via Lubis, 1960 : 11), yaitu bahwa cerpen sebagai salah satu bentuk karya fiksi merupakan satu kejadian kecil dalam kehidupan. Walau memiliki keterbatasan mengenai cerita, cerpen tetap harus memberikan gambaran yang utuh tentang cerita tersebut. Penyelesaian terhadap situasi ini adalah cerpen yang memuat penceritaan yang memusat pada suatu peristiwa pokok (Semi, 1988 : 4).

Menulis

Menulis merupakan suatu keterampilan bahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan seeorang. Enre (1988 : 5-8) mengatakan bahwa menulis merupakan kemampuan untuk mengorganisasikan buah pikiran, ide, gagasan dan pengalaman dengan memepergunakan bahasa tulis yang baik dan benar.

Sebuah tulisan bisa dikatakan baik apabila dikomunikasikan sesuai dengan tujuan dan situasi berbahasa, dan tulisan dapat dikatakan benar apabila sesuai dengan aturan atau norma dan kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Berdasarkan kedua batasan itu dapat disimpulkan bahwa menulis adalah kemampuan menuangkan, mengorganisasikan dan menyusun ide dan atau pikiran dengan menggunakan serangkaian bahasa tulis yang baik, benar, cermat dan tepat.

Menulis dapat diartikan sebagai kegaitan menyusun atau mengorganisasikan buah pikiran, ide, gagasan dengan menggunakan serangkaian bahasa tulis yang baik dan benar (Kurniawan, 1995 : 67).

Jenis-jenis Media Pendidikan

Media pendidikan terbagi atas beberapa jenis sesuai dengan masing-masing fungsi dan manfaatnya. Kemp (via Soeparno, 1998 : 13) mengemukakan macam-macam media yang berkaitan dengan media pembelajaran bahasa yaitu:

  1. Permainan dan Simulasi, contohnya (1) permainan bahasa, misalnya bsisk berantai, Simon Says, sambung suku, kategori bingo, silang datar, TTS, scramble, piramida kata, berburu kata, mengarang bersama, ambil-ambilan; (2) simulasi, misalnya permainan simulasi, bermain peran, sosiodrama, psikodrama, sandiwara boneka.
    1. Media pandang, contohnya; (1) non-proyeksi misalnya papan tulis, papan tali, papan flannel, papan magnetis, papan selip, kubus struktur, modul, kartu, gambar, bumbung subtitusi; (2) berproyeksi; slide bisu, film bisu, film strips, film loop, OHP.
    1. Media dengar, contohnya; radio, rekaman, kaset.
    1. Media pandang dengar, contohnya; slide suara, film, TV,VTR.
    1. Media rasa, contohnya; rasa, raba, bau, keseimbangan.

Hamalik (1980 : 51) mengemukakan bahwa ada lima macam media pendidikan, antara lain sebagai berikut:

  1. Alat-alat audio visual, meliputi (1) media pendidikan tanpa proyeksi contohnya; papan tulis, papan panel, diagram grafik, kartu, gambar, (2) media pendidikan tiga dimensi contohnya; model, benda asli, globe, pameran dan museum, (3) media pendidikan yang menggunakan teknik contohnya; slide, film strips, movie, film, rekaman, TV, computer.
    1. Bahan-bahan cetakan atau bacaan berupa buku-buku, jurnal, Koran, kartu, dan sebagainya.
      1. Sumber-sumber masyarakat.
      1. Kumpulan benda-benda, dan
      1. Kelakukan yang dicontohkan guru.

Menurut Sudaryanto (1994 : 49) media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, media elektronik dan media non-elektronik. Media elektronik, misalnya radio, rekaman, slide, film, TV, OHP dan sebagainya. Media non-elektronik misalnya papan planel, papan magnetis, kartu, kubus-kubus, struktur, kartu gambar, kartu kalimat, modul dan sebagainya.

Fungsi Media Pendidikan

Media pendidikan mempuanyai banyak fungsi yang dapat memebantu keberhasilan proses belajar mengajar. Fungsi media yang terpenting adalah sebagai saluran untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran secara verbalistis (ceramah), serta merangsang perhatian dan mengaktifkan siswa. Penyampaian materi secara verbalistis dapat membuat sisiwa cepat merasa bosan Karena setiap topik disampaikan dengan cara yang sama (monoton). Hal tersebut membuat sisiwa cenderung pasif karena yang berbicara hanya guru. Oleh karena itu, media sangat diperlukan penggunaannya untuk menguarangi kejenuhan siswa dalam memeplajarai materi pelajaran. Sudjana dan Rivai (Arsyat, 1997 : 25) mengemukakan bahwa secara garis besar fungsi media pembelajaran adalah sebagai berikut:

  1. Pembelajaran akan lebih menarik siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
    1. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkan menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.
    1. Metode mengajar akan lebih bervariasi tidak semata-mata komunikasi verbal; melalui penataran kata-kata guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi jika guru mengajar pada setiap jam pelajaran.
    1. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uaraian guru, tetapi juga aktifitas lainnya seperti mengamati, mendemontrasian dan lain-lain.

Sementara itu, Hamalik (1981 : 25) mengemukakan tujuh fungsi media pendidikan sebagai berikut:

  1. Membangkitkan motivasi belajar sisiwa.
    1. Menyediakan stimulus bagi anak.
      1. Membantu siswa untuk mengulang atau mempelajari kembali apa yang telah diterima.
      1. Memperjelas penyajian pesan yang telah disampaikan oleh guru.
      1. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera siswa.
      1. Meningkatkan daya kreasi siswa.
      1. Membuat isi pelajaran tidak mudah terlupakan.

Menurut Soeparno (1988 : 23) media merupakan perpaduan antara hardware (perangkat keras) dan software (perangkat lunak) yang berfungsi untuk menyampaikan informasi. Adapun Roestiyah (1982 : 67-70), fungsi media pendidikan meliputi tiga aspek kehidupan manusia, antara lain sebagai berikut:

  1. Fungsi Edukatif, dengan media pendidikan dapat memberikan pengaruh baik yang mnegandung nilai-nilai pendidikan.
  2. Fungsi Sosial, dengan media pendidikan hubungan antar anak menjadi lebih baik sebab mereka dapat bersama-sama menggunakan media tersebut.
  3. Fungsi Ekonomis, dengan satu macam alat atau media sudah dapat dinikmati oleh sejumlah anak didik dan dapat digunakan sepanjang waktu.

Dari beberapa uaraian tentang fungsi media pendidikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa media pendidikan mempunyai banyak fungsi yang dapat membantu keberhasilan proses belajara mengajar. Hal ini Karena media pendidikan berfungsi sebagai saluran untuk menyampaikan informasi berupa materi pelajaran dari guru kepada siswa, dapat meningkatkan daya kreasi siswa serta mempunyai fungsi dan nilai edukatif, ekonomis, maupun sosial.

Pengertian Media Pendidikan

Media pendidikan mempuanyai peran yang sangat penting di dalam kegiatan pembelajaran. Kehadiran media di dakam dunia pendidikan, khususnya dalam rangka efektifitas dan efesiensi pembelajaran sangat diperlukan. Pengertian media pendidikan menurut Hamalik (1982 : 83) adalah alat, metode, teknik yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.

Menurut Soeparno (1990) media yaitu alat yang dipakai sebagai saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan (massage) atau informasi dari suatu sumber (resource) kepada penerimanya (receiver). Dalam dunia pendidikan, pada umumnya informasi tentang pengetahuan berasal dari sumber informasi yaitu guru sedangkan penerima informasi adalah siswa. Pesan atau informasi yang dikomunikasikan tersebut dapat berupa gagasan atau ide.

Sadiman (1990 : 60) menyatakan bahwa media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harfiah berarti pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Jadi secara garis besar, media pendidikan adalah suatu alat atau metode yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dari guru kepada siswanya dalam proses kegiatan belajar mengajar untuk mencapai pembelajaran yang efektif dan efesien.

Kelebihan dan kelemahan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


Menurut Shumky dalam Istarani (2014:71-72) mengatakan bahwa:

  1. Kelebihan PTK adalah:
    a) Kerja sama dalam PTK menimbulkan rasa memiliki.
    b) Kerja sama dalam PTK mendorong kreatifitas dan pemikiran kritis dalam
    hal ini guru yang sekaligus sebagai peneliti.
    c) Melalui kerja sama, kemungkinan untuk berubah meningkat.
    d) Kerja sama dalam PTK meningkatkan kesepakatan dalam menyelesaikan
    masalah yang dihadapi.
  2. Kelemahan PTK
    a) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar PTK dari
    pihak peneliti (guru).
    b) Berkenaan dengan waktu. Karena PTK memerlukan komitmen penelitian
    untuk terlibat dalam prosesnya. Faktor ini dapat menjadi kendala yang
    paling besar.

Manfaat dan Tujuan Penelitian Tindakan kelas (PTK)


Menurut Suharsimi Arikunto dkk, (2015:198) banyak manfaat yang dapat
diraih dengan dilakukannya penelitian tindakan kelas. Manfaat itu antara lain
dapat dilihat dan dikaji dalam beberapa komponen pendidikan atau pembelajaran
dikelas, antara lain mencakup :
1) Inovasi pembelajaran.
2) Pengembangan kurikulum di tingkat regional/nasional; dan
3) Peningkatan profesionalisme pendidikan.
Menurut Suhardjono dalam Suharsimi Arikunto (2015:124) tujuan PTK
adalah untuk memperbaiki mutu pembelajaran, kegiatan yang dilakukan haruslah
berupa tindakan yang diyakini lebih baik dari kegiatan-kegiatan yang biasa
dilakukan untuk meningkatkan atau memperbaiki praktik pembelajaran yang
dilakukan oleh guru

Pengertian Penelitian Tindakan Kelas


Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang dilakukan oleh guru
didalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki
kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.
Menurut McNiffdalam Suharsimi Arikunto, (2012:102) menyatakan bahwa“ PTK
merupakan bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh pendidik sendiri
terhadap kurikulum, pengembangan sekolah, meningkatkan prestasi belajar,
pengembangan keahlian mengajar, dan sebagainya”.
Menurut Istarani, (2014:44) “PTK adalah tindakan untuk memperbaiki mutu
praktik pembelajaran dikelasnya, sehingga berfokus pada proses belajar-mengajar
yang terjadi dikelas”.
Supardi dalam Suharsimi Arikunto, (2015:195) menjelaskan ada 9 hal yang
perlu dipahami tentang PTK, yakni sebagai berikut :
1) PTK adalah suatu pendekataan untuk meningkatkan mutu proses belajar
mengajar dengan melakukan perubahan kearah perbaikan pendekataan,
metode atau strategi pembelajaran sehingga dapat memperbaiki proses dan
hasil pendidikan pembelajaran.
2) PTK adalah partisipatori, melibatkan orang yang melakukan kegiataan
untuk meningkatkan praktiknya sendiri.
3) PTK dikembangkan melalui suatu self-reflective spiral; a spiral of cycles of
planning, action, observing, reflecting, and the re planning.
4) PTK adalah kolaboratif, melibatkan partisipan bersama-sama bergabung
untuk mengkaji praktik pembelajaran dan mengembangkan pemahaman
tentang makna tindakan.
5) PTK menumbuhkan kesadaran diri mereka yang berpatisipasi dan
berkolaborasi dalam seluruh tahapan PTK.
6) PTK adalah proses belajar yang sistematis, dalam proses tersebut
menggunakan kecerdasan krisis membangun komitmen melakukan
tindakan.
7) PTK memerlukan orang untuk membangun teori tentang praktik mereka
(guru).
8) PTK memerlukan gagasan dan asumsi ke dalam praktik untuk mengkaji
secara sistematis bukti yang menantangnya (memberikan hipotesis
tindakan).
9) PTK memungkinkan kita untuk memberikan rasional juktifikasi tentang
pekerjaan kita terhadap orang lain dan membuat orang menjadi kritis dan
analisis.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahawa PTK adalah upaya guru
dalam mempebaiki mutu proses belajar-mengajar, yang akan berdampak pada
hasil pelajaran. Oleh sebab itu, penelitian yang dilakukan guru dalam kelasnya
sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai
guru, sehingga hasil belajar siswa semakin meningkat

Pengertian Belajar


Dalam keseluruhan proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana proses belajar
yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Mengajar dan belajar merupakan dua
kegiatan yang berbeda tetapi terdapat hubungan yang erat dan saling pengaruh dan
mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain. Belajar juga merupakan
perubahan tingkah laku yang terjadi dari dalam diri individu, biasanya belajar
mengarah kepada yang lebih baik lagi, dari yang belum tahu menjadi tahu, dari
yang sudah tahu menjadi lebih tahu lagi dibandingkan yang sebelumnya.
Slameto (2010:2) “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Howard L. Kingskey dalam Syaiful Bahri Djamarah, (2011:13)
mengatakan bahwa “Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau
diubah melalui praktik atau latihan.
Mulyono Abdurrahman (2012:19) “Belajar merupakan suatu proses dari
seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut
hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap”.
Gagne dalam Suprijono (2010 : 2) berpendapat bahwa : ”Belajar adalah
perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai melalui aktivitas. Perubahan
disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang
secara alamiah”.
Morgan dalam Suprijono (2010:3) berpendapat bahwa ”Belajar adalah
perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman”.
Dari defenisi diatas dapat dinyatakan bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku yang terjadi dari dalam diri individu, biasanya belajar mengarah
kepada yang lebih baik lagi, dari yang belum tahu menjadi tahu, dari yang sudah
tau menjadi lebih tahu lagi dibandingkan yang sebelumnya. Atau serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor

Ciri-Ciri Work Engagement


Karyawan yang memiliki work engagement terhadap perusahaan memiliki
karakteristik tertentu. Hakanen, Bakker, dan Schaufeli (2006) mengatakan bahwa
karyawan yang memiliki work engagement tinggi dicirikan sebagai berikut :
a. Fokus dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan juga pada pekerjaan yang
berikutnya.
b. Merasakan dirinya adalah bagian dari sebuah tim dan sesuatu yang lebih
besar daripada diri mereka sendiri.
c. Merasa mampu dan tidak merasakan sebuah tekanan dalam membuat sebuah
lompatan dalam pekerjaan.
d. Bekerja dengan perubahan dan mendekati tantangan dengan tingkah laku
yang dewasa.
Karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi akan bekerja lebih
dari kata ‘cukup baik’, mereka bekerja dengan berkomitmen pada tujuan,
menggunakan intelegensi untuk membuat pilihan bagaimana cara yang terbaik untuk
menyelesaikan suatu tugas, memonitor tingkah laku mereka untuk memastikan apa
yang mereka lakukan benar dan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, dan akan
mengambil keputusan untuk mengkoreksi jika diperlukan.
Menurut Schaufeli dan Bakker (2010), karyawan yang memiliki work
engagement yang tinggi secara konsisten akan mendemonstrasikan 3 perilaku umum,
yaitu :
a. Say
Secara konsisten berbicara positif mengenai perusahaan dimana ia bekerja
kepada rekan sekerja, calon karyawan yang potensial, dan juga kepada
pelanggan.
b. Stay
Memiliki keinginan untuk menjadi anggota perusahaan dimana ia bekerja
dibandingkan kesempatan bekerja di perusahaan lain.
c. Strive
Memberikan waktu yang lebih, tenaga dan inisiatif untuk dapat berkontribusi
pada kesuksesan bisnis perusahaan.
Karyawan yang engaged juga mempunyai level energi yang tinggi dan secara
antusias terlibat dalam pekerjaannya (Schaufeli, Taris, dan Rhenen, 2008). Ketika
karyawan engaged, mereka merasa terdorong untuk berusaha maju menuju tujuan
yang menantang, mereka menginginkan kesuksesan. Lebih lanjut work engagement
merefleksikan energi karyawan yang dibawa dalam pekerjaan (Leiter dan Bakker,
2010).
Berdasarkan uraian di atas, ciri-ciri karyawan yang engaged tidak hanya
mempunyai kapasitas untuk menjadi energik, tetapi mereka secara antusias
mengaplikasikan energi yang dimiliki pada pekerjaan mereka. Work engagement
juga merefleksikan keterlibatan yang intensif dalam bekerja, karyawan yang
memiliki work engagement memiliki perhatian yang lebih terhadap perusahaan,
memikirkan detail penting, menikmati pekerjaannya, merasakan pengalaman untuk
hanyut dalam pekerjaan sehingga melupakan waktu dan mengurangi segala macam
gangguan dalam pekerjaan