Activity Based Costing adalah sebuah sistem informasi akuntansi biaya, untuk mengurangi biaya (cost reduction) maupun untuk perhitungan biaya produk yang akurat. Menurut Nurhayati (2004) activity based costing memiliki keunggulan. Keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing (ABC) dalam penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut: a. Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur teknologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya. b. Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang modem, terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang. Analisis sistem biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri. c. Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya (activities cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas. d. Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk. e. Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang modem dengan menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost drivers), banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi (transaction-based) dari pada berbasis volumeproduk. f. Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari biaya produk variabel jangka panjang (long run variable product cost) yang relevan terhadap pengambilan keputusan yang strategik. g. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses, pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga biaya produk.
Variable costing (skripsi, tesis dan disertasi)
Variable costing adalah metode penentuan harga pokok yang hanya memasukkan komponen biaya produksi yang bersifat variabel sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel (Mirhani dalam Dewiningrum, 2012). Menurut Mirhani dalam Dewiningrum (2012) mengenai Variable costing dijelaskan bahwa terdapat keunggulan dan kelemahan dari metode variable costing. Keunggulan dari metode variable costing adalah: a. Digunakan dalam perencaan laba jangka pendek Informasi biaya yang dihasilkan dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan laba jangka pendek, karena biaya yang terjadi dipisahkan menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Perencanaan laba jangka pendek dilakukan pada saat penyusunan anggaran. Dalam jangka pendek biaya tetap biasanya tidak berubah sehingga informasi yang dihasilkan tidak memiliki dampak terhadap hasil penjualan dan biaya variable yang digunakan untuk menghitung laba. b. Digunakan dalam pengendalian biaya Informasi biaya yang dihasilkan metode ini dapat digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan biaya atau tidak dari rencana biaya yang telah ditetapkan. c. Digunakan dalam pengambilan keputusan Dalam pengambilan keputusan, metode ini sangat relevan untuk digunakan karena biaya yang dilaporkan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan. Sehingga keputusan yang dihasilkan lebih tepat. Sedangkan kelemahan dari metode variable costing adalah : a. Pemisahan biaya ke dalam biaya variable dan biaya tetap sulit dilakukan karena jarang ada biaya yang benar-benar tetap atau benar-benar variable. b. Metode variable costing lebih cocok digunakan hanya untuk kepentingan pihak intern perusahaan saja. c. Kurang cocok digunakan di perusahaan yang kegiatan usahanya bersifat musiman, karena akan menyajikan kerugian yang berlebihan pada satu periode dan laba yang tidak normal pada periodelainnya. 18 d. Tidak diperhitungkannya biaya overhead pabrik tetap dalam persediaan dan harga pokok persediaan akan mengakibatkan nilai persediaan lebih rendah, sehingga akan mengurangi modal kerja yang dilaporkan untuk analisis keuangan.
Pasar Modal (skripsi tesis dan disertasi)
Istilah pasar biasanya digunakan istilah bursa, exchange, dan market.Sementara untuk istilah modal sering digunakan istilah efek, securities, dan stock. Pasar modal adalah perdagangan instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang, yaitudalam bentuk modal sendiri (stock) maupun utang (bonds)baik yang diterbitkan oleh pemerintah (public authorities) maupun oleh perusahaan swasta (private sector).Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek(Huda dan Mohammad, 2010).Ada beberapa pelaku dalam pasar modal yaitu emiten, perantara emisi, badan pelaksana pasar modal, bursa efek, pialang, dan investor.Keenam pelaku tersebut mempunyai peran yang berbeda-beda.Ada beberapa manfaat pasar modal, yaitu :1.Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.2.Memberikan lahan investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi.3.Menyediakan leading indicator bagi tren ekonomi suatu negara.4.Penyebaran kepemilikan perusahan sampai lapisan masyarakat menengah.5.Penyebaran kepemilikan, keterbukaansehatdan profesionalisme, menciptakan iklim berusaha yang sehat(Huda dan Mohammad, 2010).
Teori Agensi (Agency Theory) (skripsi tesis dan disertasi)
Teori agensi menurut Supriyono (2018:63) adalah konsep yang mendeskripsikan hubungan antara prinsipal (pemberi kontrak) dan agen (penerima kontrak)prinsipal mengontrak agen untuk bekerja demi kepentingan atau tujuan prinsipal sehingga prinsipal memberikan wewenang pembuatan keputusan kepada agen untuk mencapai tujuan tersebut.Sedangkan menurut Jensen dan Meckling
Sistem Manajeman Proyek (skripsi tesis dan disertasi)
Untuk dapat menangani pelaksanaan proyek dengan baik atau paling tidak dimaksudkan untuk memperkecil peluang timbulnya permasalahan dan mencegah datangnya kesulitan, diperlukan pendekatan dengan menyusun suatu konsep Sistem Manajemen Proyek. Sedangkan konsep sistem yang dimaksud tiada lain adalah penataan serta pengorganisasian atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan manajemen manajemen proyek.
Sistem manajemen proyek disusun dan dijabarkan menjadi seperangkat pengertian-pengertian, alat-alat, dan petunjuk tata cara yang mudah untuk dilaksanakan sedemikian sehingga :
- Mampu menghubungkan dan menjembatani kesenjangan persepsi di antara para perencana pembangunan dan pelaksanaannya, sehingga kesemuanya mempunyai satu kerangka konsep yang sama tentang kriteria keberhasilan suatu proyek,
- Dapat memberikan kesamaan bahasa yang sekaligus memadukan tertib teknis dan sosial, yang dapat diterapkan pada setiap proyek disetiap jenjang dengan cara-cara sederhana, jelas, dan sistematis,
- Mampu mewujudkan suatu bentuk kerjasama dan koordinasi antar satuan organisasi pelaksanaannya sehingga terwujud suatu semangat bersama untuk merencanakan proyek secara lebih terinci, dan cukup cermat dalam mengantisipasi masalah-masalah yang akan timbul dalam pelaksanaannya.
Sistem Manajemen Proyek yang diberlakukan hendaknya ditujukan untuk dapat digunakan dalam upaya melengkapi tata cara organisasi yang berlaku. Sehingga pemakaian sistem tersebut, khususnya pada proyek-proyek pemerintah, akan membantu para birokrat untuk dapat memenuhi peraturan dan ketentuan pemerintah dalam perencanaan, penyusunan anggaran keuangan dan sistem pelaporan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi BOK (skripsi tesis dan disertasi)
Dalam menjalankan usahanya, perusahaan atau pihak operator harus cermat dalam menghitung setiap biaya yang dikeluarkan. Sebagai komponen biaya yang penting dalam penyediaan angkutan umum, BOK harus senantiasa dianalisis dari waktu ke waktu. Hal ini untuk menjaga segala kemungkinan yang terjadi akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya BOK. Perubahan itu dapat bersifat langsung, misalnya perubahan harga bahan bakar, atau pelumas. Namun juga dapat bersifat tidak langsung seperti turunnya kondisi mesin yang mengakibatkan naiknya konsumsi bahan bakar, atau perubahan permukaan jalan yang mengakibatkan cepat ausnya ban, dan lain sebagainya. Dengan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi, pihak operator dapat meminimalkan BOK yang terjadi.
Menurut Clarkson (1985), perhitungan BOK akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar kendaraan.
- Faktor dari dalam
Faktor dari dalam kendaraan meliputi keadaan dan kondisi mesin kendaraan yang akan sangat berpengaruh dalam menentukan besar kecilnya BOK tersebut. Keadaan itu antara lain berat total kendaraan, kecepatan kendaraan, tenaga penggerak mesin, umur kendaraan, dan harga kendaraan.
- Berat kendaraan
Berat total kendaraan akan mempengaruhi jumlah pemakaian bahan bakar dan penggunaaan ban. Untuk kendaraan berat yang menggunakan penggerak hidrolis, berat total kendaraan akan mempengaruhi kebutuhan minyak pelumas. Dengan kata lain, semakin berat kendaraan maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar.
- Kecepatan kendaraan
Kecepatan berpengaruh besar pada BOK karena hal ini berhubungan dengan energi yang diperlukan untuk menggerakkan mesin. Penambahan kecepatan dan permulaan kecepatan akan memerlukan energi yang lebih besar dan menaikkan BOK. Di sisi lain pengurangan kecepatan juga akan berpengaruh pada segi penggunaan ban. Dengan demikian kecepatan yang stabil akan menghasilkan BOK yang lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan yang fluktuatif atau berubah-ubah.
- Tenaga penggerak mesin
Besar tenaga penggerak mesin akan menentukan kekuatan dari kendaraan. Kendaraan dengan tenaga penggerak hidrolis yang besar memiliki daya angkat dan daya gerak yang lebih besar sehingga membutuhkan energi yang besar pula. Jika kondisi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal tentunya akan merugikan.
- Umur kendaraan
Umur kendaraan yang telah tua menyebabkan kondisi kendaraan menurun dan harus diservis. Hal ini mempengaruhi unsur BOK. Harga jual kendaraan pun akan menurun yang tentunya mengurangi nilai investasi.
- Harga kendaraan
Harga suku cadang kendaraan, biaya pemasangan, dan berbagai unsur BOK lainnya tergantung dari harga kendaraan tersebut. Semakin tinggi harga suatu kendaraan maka harga suku cadangnya pun akan semakin tinggi dan peralatan yang dibutuhkan pun semakin mahal disebabkan kualitas suku cadang yang lebih baik. Harga kendaraan juga akan berpengaruh pada laju penyusutan harga.
- Faktor dari luar
Faktor dari luar kendaraan adalah situasi dan kondisi diluar kendaraan yang juga sedikit banyak berpengaruh pada BOK. Faktor ini meliputi kondisi geometris, kondis perkerasan, dan situasi lalu lintas yang ada. Faktor tersebut dirinci menjadi kelandaian naik dan kelandaian turun, sudut belokan, keadaan permukaan jalan, kekasaran, kekompakkan, kelembaban permukaan, situasi dan kondisi lalu lintas.
- Kelandaian
Tambahan energi diperlukan dalam perjalanan mendaki. Jumlah tambahan energi terbesar adalah pada kebutuhan bahan bakar. Sedangkan pada kelandain turun, energi dan kebutuhan bahan bakar cenderung lebih sedkit. Pengaruh ini akan sangat kentara pada operasional kendaraan di daerah pegunungan dimana kondisi kemiringan yang besar dan panjang. Apalagi ditambah dengan kondisi geometri jalan yang berkelok-kelok.
- Sudut belokan
Perjalanan pada kecepatan tinggi di tikungan yang tajam akan menaikkan BOK disebabkan pada saat berbelok kendaraan akan mengalami hambatan akibat super elevasi permukaan jalan, kesulitan ini yang menyebabkan dilakukannya pengereman. Pengereman pada kecepatan tinggi akan memakan biaya yang dilakukan cukup mahal. Penambahan biaya pada suatu tikungan juga disebabkan oleh perubahan kecepatan, perubahan ini disamping akan menaikkan konsumsi bahan bakar juga berpengaruh pada kondisi ban akibat kemiringan dan gesekan tepi (side resistant).
- Ketinggian permukaan
Ketinggian permukaan dari air laut menyebabkan kenaikan suhu dan tipisnya udara, sehingga terkadang mesin sukar dihidupkan untuk pertama kalinya. Selain itu dibutuhkan energi yang relatif lebih besar untuk tetap menjaga kondisi mesin tetap hidup. Fenomena ini terutama banyak ditemui pada kendaraan berbahan bakar diesel atau kendaraan berat.
- Keadaan permukaan
Keadaan permukaan akan sangat mempengaruhi baik dari operasional maupun pemeliharaan kendaraan. Kekasaran permukaan terutama pada jalan yang belum diperkeras, akan sangat mempengaruhi biaya operasional kendaraan, baik saat mulai bergerak, berhenti, maupun pengereman.
- Kondisi lalu lintas
Kemacetan lalu lintas akan sangat berpengaruh pada besarnya BOK. Pada kondisi macet dimana kendaraan harus berhenti atau berjalan pelan, jumlah bahan bakar yang dikeluarkan akan bertambah.
TAKSI (skripsi tesis dan disertasi)
Menurut Papacostas (1987), taksi, persewaan mobil dan pelayanan individual lainnya termasuk dalam kategori angkutan umum dengan kontrak. Taksi merupakan kendaraan milik operator atau pribadi yang disediakan untuk masyarakat umum dengan sifat pelayanan yang pribadi sehingga pengguna dapat menggunakannya kapan saja dan kemana saja. Selain itu moda angkutan ini tidak memerlukan tempat parkir khusus, dan memiliki bagasi yang cukup nyaman. Namun demikian, biaya atau tarif yang harus dikeluarkan oleh penumpang cukup tinggi dan tingkat kehandalannya rendah (tidak tersedia pada jam dan tempat tertentu) dibandingkan moda angkutan lainnya..
Menurut Dephub (2002), taksi digolongkan ke dalam angkutan tidak dalam trayek dengan pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas meliputi daerah kota atau perkotaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pelayanan angkutan taksi diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- tidak berjadwal
- dilayanai dengan mobil penumpang umum jenis sedan atau station wagon dan van yang memiliki konstruksi seperti sedan, sesuai standar teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal
- tarif angkutan berdasarkan argometer
- pelayanan dari pintu ke pintu.
Kendaraan yang digunakan pun harus dilengkapi dengan beberapa kelengkapan sebagai berikut :
- tulisan “TAKSI” yang ditempatkan di atas atap bagian luar kendaran dan harus menyala dengan warna lampu kuning atau putih apabila dalam keadaan kosong dan padam apabila argometer dihidupkan
- alat pendingin udara
- logo dan nama perusahaan yang ditempatkan pada pintu depan bagian tengah, dengan susunan sebelah atas adalah logo perusahaan dan sebelah bawah adalah nama perusahaan
- lampu bahaya berwarna kuning yang ditempatkan di samping kanan tanda taksi
- tanda jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard kendaraan, yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan angkutan taksi
- radio komunikasi yang bergungsi sebagai alat komunikasi antara pengemudi dengan pusat pengendali operasi dan atau sebaliknya
- keterangan tentang biaya awal, kilometer, waktu dan biaya tambahan yang ditempatkan pada sisi bagian dalam pintu belakang
- nomor urut kendaraan dari setiap perusahaan angkutan yang ditempatkan pada bagian depan, belakang, kanan dan kiri kendaraan dan bagian dalam kendaraan
- argometer yang disegel oleh instansi yang berwenang dan dapat berfungsi dengan baik serta ditera ulang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Karakteristik pengguna jasa taksi pun sangat bervariasi jika dilihat dari kondisi sosial ekonominya. Secara garis besar mereka dapat dikelompokkan menjadi 2 (Levinson & Weant, 1982), yaitu :
- Mereka yang tidak punya pilihan lain kecuali taksi, misal orang tua, orang cacat, ibu rumah tangga dan sebagainya
- Mereka yang memilih taksi untuk mendapatkan kualitas pelayanan yang tinggi, misal pebisnis, eksekutif dan penduduk berpenghasilan tinggi.
Menurut Black (1995) ada 3 cara dalam menentukan tarif taksi, yaitu :
- dihitung dengan meter (argometer). Ada tarif awal saat buka pintu/argo dinyalakan, lalu tarif bertambah sejalan dengan bertambahnya jarak perjalanan. Di kota-kota besar yang sering terjadi kemacetan, tarif juga akan bertambah pada saat kendaraan terhambat (tidak bergerak) akibat kemacetan yang terjadi
- cara kedua adalah dengan sistem zona. Tarif didasarkan pada zona tertentu dan akan bertambah pada saat taksi memasuki zona baru. Peta yang menunjukkan batas zona-zona tersebut dipasang di dalam taksi sehingga penumpang dapat mengetahui ongkos yang harus dibayar. Keuntungan dari sistem ini adalah pengemudi tidak bisa mengambil rute yang jauh untuk mencapai tujuan
- Ongkos rata-rata (flat rate), dimana harga tidak berubah sejalan dengan jarak perjalanan yang bertambah. Cara ini biasanya digunakan daerah-daerah kecil yang sebagaian besar perjalanannya berjarak pendek. Sistem ini dapat kita temui pada perjalanan dari bandara udara ke pusat kota.
Dalam PP No 41 tahun 1993, dijelaskan bahwa struktur taksi terdiri atas :
- tarif awal yaitu tarif yang dikenakan saat penumpang mulai membuka pintu taksi (flag fall) atau angka awal saat pengaktifan argo. Angka yang tertera di argo meter menunjukkan biaya awal sebagai biaya minimum yang tidak berubah untuk jangka waktu atau jarak tertentu
- tarif dasar yaitu tarif yang dikenakan kepada penumpang tiap satu kilometer perjalanan taksi
- tarif waktu yaitu besarnya biaya tambahan tarif yang dikenakan atas dasar penggunan waktu, misal taksi harus menunggu atau terjebak dalam kemacetan lalu lintas
- tarif jarak yaitu tarif yang tertera dalam argometer yang harus dibayar penumpang dengan berdasarkan tarif awal ditambah tarif dasar dikalikan jarak tempuh dan tarif waktu.
Semua tarif tersebut ditunjukkan dengan argometer. Besarnya tarif taksi itu sendiri ditetapkan oleh Gubernur dengan persetujuan Menteri perhubungan. Sehingga dengan demikian, persaingan antar perusahaan taksi yang terjadi dalam meraih penumpang sebanyak-banyaknya diutamakan pada sisi pelyanan kepada konsumen.
Sistem penetapan tarif yang digunakan di Yogyakarta adalah sistem pertama yakni menggunakan argometer. Namun dalam kenyataannya sering dijumpai taksi yang tidak mau menggunakan sistem ini tetapi menggunakan sistem borongan. Hal ini dilakukan oleh pengemudi taksi dalam upaya memperoleh setoran dan pendapatan sebanyak-banyaknya, sehingga melupakan pelayanan yang baik, yang seharusnya dilakukan oleh pengemudi taksi selaku penyedia jasa kepada penumpang sebagai pengguna jasa.
Kinerja (skripsi tesis dan disertasi)
Menurut Dessler (1997) penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian kinerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Menurut Handoko (1996) penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Stoner et al. (1996) penilaian kinerja adalah proses yang meliputi:
- Penetapan standar prestasi kerja.
- Penilaian prestasi kerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar-standar ini.
- Memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan prestasi kerja.
Sedangkan yang dimaksud dengan dimensi kerja menurut Gomes (1995: 142) memperluaskan dimensi prestasi kerja karyawan yang berdasarkan:
- Quantity work; jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.
- Quality of work; kualitas kerja berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
- Job knowledge; luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilannya.
- Creativeness; Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
- Cooperation; kesetiaan untuk bekerjasama dengan orang lain.
- Dependability; kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.
- Initiative; semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.
- Personal qualities; menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi.
Menurut Nurmianto dan Wijaya (2003) tujuan penilaian kinerja ada 2 (dua) tujuan pokok, yaitu:
- Untuk tujuan administrasi personalia.
- Menjadi dasar pembuatan keputusan manajemen mengenai promosi, mutasi, demosi dan pemberhentian pegawai.
- Menjadi dasar dalam pemberian balas jasa.
- Menjadi dasar dalam menetapkan program pendidikan dan pelatihan guna mendukung efektivitas unit unit kerja organisasi.
- Menjadi dasar penetapan criteria criteria untuk seleksi dan penetapan pegawai.
- Memberikan data mengenai produktivitas organisasi secara keseluruhan atau unit- unit kerja dan individu individu pegawai khususnya.
- Untuk tujuan bimbingan dan konseling.
- Merupakan forum pembimbingan dan konseling antara atasan dan bawahannya untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan pegawai.
- Mengidentifikasikan kelebihan atau kekurangan pegawai yang menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam melibatkan pegawai pada program pelatihan dan pengembangan pegawai.
- Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai sehingga dapat dicapai kinerja yang baik dalam rangka pencapaian tujuan unit kerja dan organisasi.
- Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan atau pejabat penilai mengamati perilaku kerja pegawai sebagai totalitas hingga diketahui minat, kemampuan, serta kebutuhan pegawai.
Ada beberapa metode penilaian kinerja, yaitu : Rating Scales (Skala Rating), CriticalIncidents (Insiden-insiden Kritis), Work Standar (Standar Kerja), Ranking, Forced Distribution (Distribusi yang Dipaksakan), Forced-choice and Weighted Checklist Performance Report (Pemilihan yang Dipaksakan dan Laporan Pemeriksaan Kinerja Tertimbang), Behaviorally Anchored Scales, Metode Pendekatan Management By Objective.
Penilaian kinerja terdiri dari 3 langkah (Dessler, 1997):
- Mendefinisikan jabatan, yaitu memastikan bahwa penilai dan yang dinilai sepakat tentang tugas – tugasnya dan standard jabatan.
- Menilai kinerja, yaitu membandingkan antara kinerja aktual dengan standard-standard yang telah ditetapkan.
- Sesi umpan balik, yaitu saat membahas kinerja dan kemajuan bawahan serta membuat rencana pengembangan.
Respon Stress (skripsi tesis dan disertasi)
Respon stress dapat dilihat dari sisi individu maupun dari sisi organisasi. Respon stres secara individu akan tampak pada reaksi-reaksi terhadap pekerjaan dalam proses dan hasil dari pekerjaan itu sendiri. Ada beberapa perubahan yang dirasakan individu ketika menghadapi tekanan yaitu reaksi fisik, emosi, pikiran dan perilaku. Perubahan fisiologis sampai munculnya berbagai penyakit akan muncul dalam kondisi stres. Misalnya jantung berdebar, keringat dingin dan berbagai gangguan psikosomatis lainnya (Bachroni dan Sahlan Asnawi, 1999).
Moorhead dan Griffin (1995) menyatakan bahwa ada tiga dampak terhadap individu yaitu perilaku, psikologis dan medis. Secara perilaku, orang akan melakukan perilaku-perilaku yang tidak biasa seperti minuman keras atau perilaku tindakan kekerasan. Dampak yang lain adalah dampak psikologis yang mengakibatkan misalnya gangguan pada pola makan dan tidur. Dampak pada kesehatan misalnya menyebabkan tekanan darah tinggi dan sakit kepala.
Sementara secara spesifik disebutkan bahwa stres kerja mempunyai dampak negatif terhadap kinerja, ketidakhadiran dan kemungkinan kepindahan (Davis dan Newstroom, 1989). Model hubungan antara stres kerja dengan kinerja disajikan dalam moden stres-prestasi kerja (hubungan U terbalik) pola U tersebut menunjukkan hubungan tingkat stres (rendah tinggi) dengan kinerja (rendah-tinggi). bila tidak ada stres, tantangan kerja juga tidak ada dan prestasi kerja cenderung menurun. Sejalan dengan meningkatnya stres, prestasi kerja cendrung naik karena stres membantu karyawan untuk mengerahkan sumber daya dalam memenuhi kebutuhan kerja. Akhirnya stres mencapai titik stabil yang kira-kira sesuai dengan kemampuan prestasi karyawan (Robbins, 1996).
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa repon stress dapat berwujud yaitu perilaku, psikologis dan medis dimana hubungannya termodelkan dalam pola U terbalik. Dimana artinya makin tinggi tingkat stres, tantangan kerja juga bertambah maka akan mengakibatkan prestasi kerja juga bertambah. Tetapi apabila tingkat stress sudah optimal maka akan menyebabkan gangguan kesehatan dan pada akhimya akan menurunkan prestasi kerja yang terlalu tinggi. Stres kerja yang sudah optimal umumnya akan mengakibatkan timbulnya kelelahan psikologis yang menyebabkan seorang karyawan akan bekerja dalam keadaan tertekan dan memperbesar terjadinya kesalahan. Sedangkan beban kerja yang terlalu rendah akan menimbulkan kebosanan atau gangguan psikologis.
Sumber Stres Kerja (skripsi tesis dan disertasi)
Northcraft (1999) menyatakan bahwa ada beberapa sumber stress di tempat kerja yang berkaitan dengan individu yaitu kondisi organisasi, tuntutan sosial dan keluarga, dan karateristik kepribadian. Dari sisi organisasi sumber stress meliputi:
- Pekerjaan itu sendiri yaitu beben kerja yang terlalu sedikit atau terlalu berat, kondisi lingkungan fisik yang jelek, tekanan waktu dan sebagainya.
- Peran dalam organisasi yaitu apakah karyawan merasakan conflict role, role of ambiguity, besarnya tanggung jawab, partisipasi dalam organisasi dan pengambilan keputusan.
- Perkembangan karir yaitu apakah karyawan merasa overpromotion, underpromotion, kurangnya rasa aman dalam pekrjaan dan sebagainya
- Hubungan dalam organisasi yaitu sejauh mana hubungan yang kurang baik antara karyawan-pimpinan, karyawan-karyawan, anatar pimpinan itu sendiri.
- Keberadaan organisasi meliputi konsultasi kurang efektif, hambatan dalam perilaku dan politik dalam organisasi
- Hubungan organisasi dengan pihak luar yaitu bagaimana kesesuaian anatara tuntutan keluarga dengan tuntutan organisasi dan minat antara pribadi dengan kebijakan organisasi
Dikemukakan Northcraft (1999) bahwa ada dua bentuk sumber stress kerja yaitu perasaan frustasi karena tidak mampu mengontrol situasi yang sedang berlangsung atau karena dari situasi tidak menentu/tidak mampu diprediksikan. Semakin besar potensi frustasi terhadap ketidakpastian dan kotrol yang rendah terhadap situasi, maka semakin besar stress yang dirasakan. Frustasi yang mungkin muncul dari control yang rendah bersumber dari konsultasi yang kurang baik, hambatan perilaku, terlalu banyak atau sedikit pekerjaan, tekanan waktu, partisipasi rendah dalam pengambilan keputusan, dan tuntutan baik dari keluarga masyarakat atau keluarga, serta hubungan interpersonal yang kurang baik. Sumber stress karena ketidakpastian adalah politik dalam organisasi, ketidaknyamanan pekerjaan, kekaburan peran, konflik peran dan delegasi yang kurang jelas.
Moorhead dan Griffin (1995) mengatakan bahwa ada beberapa sumber stress dari organisasi yang mempunyai dampak terhadap perilaku yaitu stress yang berasal dari organisasi dan sumber yang berasal dari kehidupan. Stres yang berasal dari organisasi meliputi tuntutan tugas, tuntutan fisik dan tuntutan interpersonal yang dijelaskan sebagai berikut :
- Tuntutan tugas adalah sumber stress yang berkaitan dengan pekerjaan tertentu. Umumnya bila beban kerja tinggi maka semakin stres semkin mudah muncul.
- Tuntutan fisik sebagai sumber stres adalah apakah rancangan lingkungan menjadi sumber stres atau tidak.
- Tuntutan peran berkaitan dengan interaksi di pekerjaan.
Sementara stres kehidupan berkaitan dengan perubahan kehidupan dan trauma dalam kehidupan. Perubahan kehidupan misalnya kematian pasangan hidup dan trauma kehidupan misalnya perceraian dengan pasangan hidup.
Menurut Robbins (1996) kondisi-kondisi penyebabkan stres disebut dengan stressor yang dapat dikategorikan menjadi sumber stres terkait dengan faktor organisasi antara lain: (a) tuntutan tugas, merupakan tuntutan yang dikaitkan dengan pekerjaan seseorang (b) tuntutan peran, berhubungan dengan tekanan yang diberikan seseorang sebagai suatu fungsi dan peran tertentu yang dijalankan dalam organisasi (c) tuntutan pribadi, adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain.
Kondisi kerja yang menyebabkan diperjelas oleh Davis (1996) dapat berasal dari beban kerja yang berlebihan, tekanan dan desakan waktu, kualitas penyelia yang jelek, iklim politik tidak aman, wewenang yang tidak memadai untuk melaksanakan tanggung jawab, konflik dan ketaksaan (ambiguity) peran, perbedaan antara nilai perusahaan dan karyawan, serta perubahan tipe dan frustasi. Secara singkat kesemua penyebab stres demikian dikategorikan menjadi on the job dan off the job (Handoko, 1992).
Cartwright et al. (1995) memilah-milah penyebab stres kerja menjadi 6 kelompok, yaitu: faktor instrinsik pekerjaan, faktor peran individu dalam organisasi kerja, faktor hubungan kerja, faktor pengembangan karier, faktor struktur organisasi dan suasana kerja, faktor di luar pekerjaan.
Stressor dapat menyebabkan empat hal (Wicken et al, 2004). Pertama, stressor akan menghasilkan suatu pengalaman psikologis seperti perasaan tertekan. Kedua, timbulnya gejala-gejala fisik yang dapat teramati dalam jangka pendek seperti peningkatan detak jantung dan tekanan darah. Ketiga, terjadinya penurunan efisiensi dan efektifitas kinerja. Keempat, dalam jangka panjang stressor akan menyebabkan pengaruh yang negatif pada kesehatan.
Pengertian Stres Kerja (skripsi tesis dan disertasi)
Menurut Stephen P. Robbins (2003) stress merupakan suatu kondidi dinamik yang didalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constrains), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Sedangkan menurut Pandji Anoraga (1992) stress diartikan sebagai suatu bentuk tanggapan seseorang baik secara fisik maupun mental terhadap perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Sementara lebih spesifik stress kerja oleh Bahrul Ilmi (2003) didefinisikan sebagai perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor lingkungan, organisasi dan individu. Tinggi rendahnya tingkat stres kerja tergantung dari manajemen stres yang dilakukan oleh individu dalam menghadapi stresor pekerjaan tersebut.
Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa stress kerja merupakan beban yang ditanggung karyawan terhadap peluang, kendala, atau tuntutan yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor lingkungan, organisasi dan individu yang menyebabkan konfrontasi terhadap keinginan serta persepsi sehingga menyebabkan karyawan mengalami perasaan tertekan atau terancam.
Kerangka Pikir (skripsi tesis dan disertasi)
Dengan adanya penetapan kawasan Merapi menjadi Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) tentunya mempunyai dampak bagi masyarakat sekitarnya. Dampak yang dirasakan tidak hanya dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Dampak positifnya adalah terlindunginya kawasan sekitar Gunung Merapi atas kerusakan lingkungan, tetapi disini masyarakat yang tinggal di sekitar Merapi tentunya bukan masyarakat yang tidak tahu diri yang kemudian mereka melakukan tindakan untuk merusak lingkungan sekitar Merapi yang notabene jika mereka merusak lingkungan di kawasan Merapi itu sama saja mereka merusak siklus hidup mereka, karena dengan hasil hutan dari Kawasan Merapi itu mereka dapat melanjutkan siklus hidupnya dan juga Hutan lereng Merapi sangat penting bagi kedua provinsi (DIY dan Jawa Tengah), karena berfungsi sebagai penyangga kehidupan dalam satuan ekosistem sumber daya alam dan bertindak sebagai daerah tangkapan air serta sumber air penting bagi Sungai Progo, Opak, Bebeng, dan Serang.
Gunung api merupakan sumber daya alam geologi yang harus dimanfaatkan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat di sekitarnya secara berkesinambungan. Sumber daya geologi Gunung Merapi dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yakni (1) sumber daya mineral dan batuan, (2) sumber daya lingkungan dan (3) sumber daya energi. Sumber daya lingkungan meliputi keruangan atau pemanfaatan lahan dan sumber daya air, baik air permukaan maupun air bawah permukaan. Sejauh ini sumber daya geologi yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat berupa air, endapan pasir dan batu-batuan serta lingkungan yang ada. Sementara itu sumber daya mineral lainnya seperti belerang, mineral logam, serta sumber daya energi gunungapi masih memerlukan penelitian berjangka panjang, sebelum dapat dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat di sekitarnya.
Kawasan Merapi merupakan daerah aktivitas masyarakat kawasan lereng Merapi. Dari mencari rumput, ranting, dan lain sebagainya tanpa merusak kawasan tersebut. Begitu juga dengan beberapa kelompok pencinta alam yang sering melakukan pendidikan dan petualangan untuk menikmati dan melestarikan alam. Terkecuali daerah-daerah yang memang susah dijangkau oleh manusia.
Dengan adanya penetapan Taman Nasional Gunung merapi ini membuat sejumlah aparat desa dan wakil masyarakat lereng Merapi yang tinggal di Kabupaten Klaten, Sleman, Boyolali, dan Magelang mengemukakan kekecewaan terhadap pemerintah terkait penetapan TNGM. Mereka meminta agar pemerintah mencabut ketetapan itu.
Menurut persepsi masyarakat selama ini mrekalah yang menjaga Merapi dari kerusakan, jadi mereke menolah tudingan bahwa kerusakan Merapi disebabkan oleh masyarakat lokal. Warga memiliki tradisi untuk memelihara lingkungan Merapi dan telah memiliki ikatan batin dengan Merapi. Ditambahkan lagi bahwa, Merapi telah menjadi sandaran hidup bagi masyarakat. Ketika musim kemarau, penduduk di sekitar Merapi mencari rumput sampai radius 500 meter dari puncak.
Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) (skripsi tesis dan disertasi)
Gunung Merapi adalah satu-satunya gunung berapi yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan bahkan disebut-sebut sebagai gunung berapi yang paling aktif di seluruh dunia. Dengan ketinggian 2968 m. dml (kondisi tahun 2001) atau 3079 meter di atas kota Jogja, Gunung Merapi terletak pada 07°22’33” – 07°52’30” Lintang Selatan dan 110°15’00” – 110°37’30” Bujur Timur sehingga secara administratif gunung ini termasuk di wilayah Sleman, Magelang, Boyolali, dan Klaten.Bagi masyarakat Jawa, Gunung Merapi merupakan sumber kekuatan spiritual. Setiap tahun pada bulan Rejeb, pihak Kraton Yogyakarta selalu membuat persembahan kepada Gunung Merapi agar gunung ini tidak “marah” seperti halnya juga dilakukan kepada Ratu Laut Selatan dalam upacara adat Labuh.
Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Letaknya cukup dekat dengan Kota Yogyakarta dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m. Bagi masyarakat di tempat tersebut, Merapi membawa berkah material pasir, sedangkan bagi pemerintah daerah, Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi para wisatawan. Kini Merapi termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.Gunung Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.
Hutan-hutan di Gunung Merapi telah ditetapkan sebagai kawasan lindung sejak tahun 1931 untuk perlindungan sumber air, sungai dan penyangga sistem kehidupan kabupaten/kota Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan Magelang. Sebelum ditunjuk menjadi TNG Merapi, kawasan hutan di wilayah yang termasuk propinsi DI Yogyakarta terdiri dari fungsi-fungsi hutan lindung seluas 1.041,38 ha, cagar alam (CA) Plawangan Turgo 146,16 ha; dan taman wisata alam (TWA) Plawangan Turgo 96,45 ha. Kawasan hutan di wilayah Jateng yang masuk dalam wilayah TN ini merupakan hutan lindung seluas 5.126 ha.
Nilai-nilai penting yang dimiliki oleh Kawasan taman Nasional Gunung Merapi mencakup :
- Keanekaragaman Hayati, ditinjuau dari keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar, berdasarkan hasil invetarisasi terdapat lebih dari 1000 jenis tumbuhan termasuk 75 jenis anggrek langka. Sedangkan potensi satwa liar adalah terdapat jenis mamalia kecil dan besar 147 jenis burung termasuk 90 jenis diantaranya burung-burung menetap.
- Perlindungan Fungsi Hidro-orologi, Kawasan Taman Nasional Gunung merapi merupakan salah satu daerah tangkapan air penting dan merupakan sumber air dari beberapa sungai yang mengalir di daerah pertanian dan perkotaan
- Potensi Pariwisata Alam, Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi menyimpan banyak potensi untuk dikembangkan sebagai lokasi pariwisata alam baik keunikan dan keanekaragaman hayati, puncaknya gunung, air terjun, maupun panorama indah lainnya
Sebelum ditetapkannya Kawasan Merapi menjadi Taman Nasional Gunung Merapi sebenarnya menuai banyak protes tetapi Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 134/Menhut-II/ 2004 yang berisi tentang : Mengubah Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas + 6.410 (enam ribu empat ratus sepuluh) hektar, yang terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten, Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi Taman Nasional Gunung Merapi.
Di dalam penetapan Taman Nasional Gunung Merapi.ada dasar hukum yang digunakan, yakni sebagai berikut :
- Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
- Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tentang Kawasan Pelestarian Alam dan Kawasan suaka Alam
- Keputusan Menteri Kehutanan No. 48/Menhut-II/2004 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/ 2001 Tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kelestarian Kawasan
- Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas + 6.410 (enam ribu empat ratus sepuluh) hektar, yang terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten, Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi Taman Nasional Gunung Merapi.
Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Menurut Undang-undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, proses pengukuhan kawasan hutan menjadi taman nasional adalah sebagai berikut: tahap
(1) penunjukan,
(2) penetapan tapal batas,
(3) pemetaan/zonasi, dan
(4) penetapan kawasan hutan menjadi taman nasional.
Pengelolaan Taman Nasional (skripsi tesis dan disertasi)
Menurut Ostrom (1986), akses kepemilikan sumber daya alam baik berupa lahan maupun segala yang ada di dalamnya dapat di lihat dari tiga perspektif. Pertama, akses kepemilikan sumber daya alam bersifat open-access atau bersifat terbuka, tidak bertuan, tidak jelas pemiliknya. Kedua, akses kepemilikan sumber daya alam bersifat state property dimana sumber daya alam tersebut merupakan sumber-sumber publik dan negara merasa berhak untuk memiliki dan mengatur penggunaannya. Ketiga, akses kepemilikan sumber daya alam bersifat communal property, dimana sumber daya alam adalah milik adat dan negara tidak boleh menyentuhnya. Kemudian Bromley dalam Suhardjito dkk (2000) menambahkan dengan poin keempat bahwa akses kepemilikan sumber daya alam juga dapar bersifat private property, bahwa hak kepemilikan sumber daya alam dapat dimiliki oleh sekelompok orang secara legal yang hak kepemilikannya diatur oleh negara.
Terlepas dari pengelompokkan tersebut, sejarah pemanfaatan lahan berbasis masyarakat merupakan kenyataan yang riel dan faktual yang dapat dilihat dari masa lalu dan masa sekarang. Sejak zaman dahulu masyarakat amat tergantung pada sumber daya alam berupa hutan, ketergantungan tersebut amatlah besar sehingga di dalam memanfaatkan hutan masyarakat yang ada di dalamnya selalu taat pada norma-norma yang mengatur keselarasan dan keharmonian dengan alam. Kegiatan ladang berpindah merupakan kegiatan pemanfaatan lahan yang sudah sangat lama tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Proses perpindahan kegiatan berladang tersebut merupakan kearifan lokal masyarakat didalam menjaga keseimbangan lahan yang mereka gunakan.
Sistem perladangan berpindah ini merupakan titik awal kearifan tradisional masyarakat di dalam memanfaatkan lahan. Perkembangan sistem ini tereskalasi sedemikian rupa yang dari waktu ke waktu akhirnya berubah menjadi suatu tradisi. Tradisi ini tidak hanya terfokus pada kegiatan berladang namun juga pada kegiatan pemanfaatan lahan yang lain seperti kebun rakyat (Hafizianor, 2002).
Warsopranoto (1975) dalam Hafizianor (2002) menyatakan bahwa perladangan berpindah adalah suatu sistem pertanian yang primitif dengan cara menebang pohon-pohon hutan dan membakar kayunya (slash and burn) kemudian lahan yang telah dibuka ditanami dengan jenis-jenis tanaman pangan sampai kesuburannya menurun. Selanjutnya petani berpindah ke tempat lain dan mengulang cara bercocok tanam yang sama. Beberapa tahun kemudian antara 8 – 10 tahun, mereka kembali ke tempat semula dengan asumsi kondisi lahan sudah kembali pulih kesuburannya.
Kegiatan berladang berpindah mempunyai banyak istilah berbeda di setiap daerah yang berbeda, misalnya istilah taungya di Birma, chema di Srilangka dan milpa di Amerika (Hardjosoediro, 1975 dalam Hafizianor, 2002). Di Indonesia, istilah perladangan ini dikenal dengan istilah bahuma di Kalimantan Selatan dan Tengah dan Umaq taont dalam bahasa suku Dayak.
Menurut Chin (1987) dalam Lahadjir (2001 ), perladangan atau kegiatan pertanian ladang yang dilakukan oleh suku Dayak adalah suatu sistem ekstensif daripada intensif, terutama yang berhubungan dengan penggunaan lahan pertaniaannya. Pertanian ladang adalah suatu bentuk pengolahan lahan pertanian yang mempunyai karakteristik seperti rotasi ladang, membersihkan areal dengan api, tidak terdapat binatang-binatang penarik bajak dan tidak digunakannya pupuk, manusia menjadi satu-satunya tenaga, alat-alat pengolahan lahan yang sederhana, periode-periode yang pendek dalam pemakaian tanah di mana harus sesegera mungkin dipulihkan dengan masa bera yang panjang. Dengan demikian petani ladang tradisional adalah orang-orang yang cukup rasional dan pemakai yang piawai terhadap lingkungan alam mereka sendiri (Padoch, 1982 dan Dove, 1985 dalam Lahadjir, 2001).
Lingkungan Hidup (skripsi tesis dan disertasi)
Pengelolaan lingkungan hidup yang diartikan sebagai adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang mencakup kebijaksanaan penataan , pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup (Pasal 1 angka 2 Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Amanat pasal tersebut memiliki makna terdapat korelasi antara Negara (state), wujud perbuatan hukumnya berupa kebijakan (policy making) serta sistem tata kelola lingkungan yang bertanggung jawab.
Dalam banyak kasus di bidang lingkungan yang mencuat mengindikasikan bagaimana sesungguhnya terjadi perbedaan hitam-putih antara apa yang dituangkan dalam regulasi sebagai perwujudan akan kepedulian Negara (baca: pemerintah), rakyat yang dimanifestasikan dalam kelembagaan perwakilan (DPR/ DPRD) serta lembaga yudisial sebagai garda terakhir dalam penegakan hukum (law enforcement). Muara dari kegagalan pemerintah dan lembaga peradilan dalam menangani persoalan lingkungan membawa akibat pada resistensi korban lingkungan misalnya: aksi demo dengan blokade jalan, merusak fasilitas industri baik atas dasar investasi domestik maupun asing, pembangkangan yang kesemuanya menggambarkan senjata terakhir dari kaum yang kalah (weapons of the weak).
Beberapa persoalan mendasar yang dapat penulis jabarkan mencakup:
- Persoalan orientasi dasar lingkungan berbasis negara (pemerintah)/ state based environmental management tercantum pada Pasal 8 – 13 UU No.23 Tahun 1997 memiliki kelemahan mendasar. Kelemahan tersebut adalah perspektif sektoral(sectoral perspective) dan partisipasi publik (baca masyarakat) yang semu (Pasal 5 Ayat (3) dan 7 Ayat (1) dan (2). Dikatakan semu, karena sifatnya hanya proforma (tokenism) belaka, tak ada kemampuan publik untuk melakukan kontrol yang efektif atas bagaimana pengelolaan lingkungan dilakukan oleh pemerintah yang menurut Koesnadi Hardjasoemantri (2006) seharusnya mewujudkan Good Environmental Government (GEG) (Koesnadi Hardjasoemantri, 2006: 70-78).
- Kuatnya pengaruh variabel politik dan ekonomi serta tradisi hukum tertulis (positive law tradition) terhadap kebijakan pengelolaan lingkungan membawa dampak negatif terhadap politik hukum dan substansi regulasi pengelolaan lingkungan (state based environmental management). Konsep ini pada gilirannya akan menciptakan wujud kebijakan, pengaturan maupun penegakan hukum yang mengesampingkan etika & moral, kearifan lokal (indigenous knowledge) serta kritik maupun keluhan korban lingkungan.
- Sekalipun isu global baik “caring for the earth: a strategy for sustainable living” tahun 1980 yang disusun oleh IUCN, UNEP dan WWF yang diterjemahkan menjadi pembangunan berkelanjutan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2006: 117-118) maupun konsep United Nation Development Program 2006-2010 pada 2005 yang dinamakan “Millenium Development Goals (MDG’s)” yang dilatari peristiwa krisis multi dimensional dan transformasi politik, belum menyentuh seluruh pemangku kepentingan (stake holders) khususnya akar rumput (grassroot/ rakyat). Artinya wacana global masih sebatas pada elit pemerintah, teknokrat maupun kalangan intektual akademis. Pada akhirnya forum seminar, lokakarya, diskusi publik masih sebatas menggaungkan isu tersebut sebagai wacana belaka. Tak pelak, kesenjangan konsep dan cara pandang antara pemerintah dan warga negara mengenai isu lingkungan sangat mencederai rasa keadilan rakyat.
- Kelemahan posisi tawar pemerintah dalam melakukan perjanjian internasional baik bilateral maupun multi lateral, membawa dampak pada degradasi sumber daya alam (natural resources degradation) seperti perundingan dengan pemerintah Australia dalam Timor gap (1997), perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Singapura (2007) sehingga kerusakan kepulauan Riau akibat eksploitasi pasir semakin mengkhawatirkan. Belum termasuk kegagalan negosiasi dengan perusahaan transnasional seperti dengan PT Freeport Mc Moran Inc, PT Newmont Minahasa Raya, sehingga proses pencemaran yang hebat terus terjadi sekalipun telah timbul banyak korban.
Value Engineering (Rekayasa Nilai) (skripsi tesis dan disertasi)
Value engineering (rekayasa nilai) merupakan penerapan teknik manajemen dengan menggunakan pendekatan yang sisematis untuuk mencari keseimbangan fungsional terbaik antara biaya, kehandalan dan performansi dari sebah produk atau proyek (Zimmerman dan Hart, 1982)
Secara umum nilai dapat didefinisikan sebagai kegunaan atau manfaat suatu barang atau jasa. Nilai dapat dirumuskan sebagai perbandingan anatara performansi yang ditampilkan suatu fungsi terhadap biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan fungsi tersebut.
Performansi merupakan keuntungan atau manfaat yang diperoleh dari fungsi-fungsi suatu produk. Biaya merupakan total biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan semua fungsi yang diinginkan. Rekayasa nilai bertujuan untuk memperoleh nilai yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seminimal mungkin (Zimmerman dan Hart, 1982).
Pengembangan Produk (skripsi tesis dan disertasi)
Produk adalah sekumpulan atribut yang nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible), di dalamnya sudah tercakup warna, harga, kemasan, prestise pabrik, prestise pengecer, dan pelayanan dari parik serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginannya. Untuk menghadapi persaingan yang semakin keras di dunia industri, para pengusaha dituntut untuk dapat meningkatkan daya saing produknya dari waktu ke waktu. Salah satu cara meningkatkan daya saing produk adalah dengan melakukan pengemangan produk. Pengembangan produk merupakan kumpulan aktivitas yang dimulai dari persepsi terhadap peluang pasar dan diakhiri dengan produksi, penjualan, dan pengiriman (Ulrich dan Eppinger, 1995).
Proses pengembangan produk adalah urutan langkah atau kegiatan di mana suatu perusahaan berusaha untuk menyusun, merancang dan mengkomersialkan suatu produk yang secara umum terdiri dari 6 fase, yaitu (Ulrich dan Eppinger, 1995):
- Perencanaan Kegiatan
Perencanaan sering disebut sebagai zero fase karena kegiatan ini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk aktual
- Pengembangan konsep
Pada fase pengembangan konsep, kebutuhan pasar dan target diidentifikasi, alternatif konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh.
- Perancangan Tingkatan Sistem
Fase ini mencakup definisi arsiteltur produk dan iraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen.
- Perancangan detail
Fase ini mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen unik pada produk dan identifikasi seluruh standar yang dibeli dari pemasok.
- Pengujian dan Perbaikan
Fase ini melibatkan konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam veri produksi awal produk
- Produk awal
Pada fase ini produk dibuat menggunakan sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan masalah yang timbul pda proses produksi sesungguhnya dan mengidentifikasi kekurangan yang timbul pada produk.
Konsep produk harus diuji untuk mendapatkan respon dan umpan balik dari konsumen. Pengujian konsep ini berkaitan dengan aktivitas perancngan dan pengembangan produk dengan menggunakan pendekatan Value engineering (rekayasa nilai), yaitu seperangkat sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menyelidiki faktor-faktor yang menimbulkan biaya atau usaha yang tidak memiliki kontribusi terhadap produk, proses atau jasa yang dibutuhkan dan diinginkan produsen.
Beberapa teknik value engineering yang sering digunakan adalah (Miles, 1972):
- Kuisioner, adalah teknik untuk memperoleh informasi melalui pengumpulan pendapat terhadap sejumlah responden yang berkepentingan dengan tujuan penelitian.
- Brainstorming, merupakan metode untuk memcahkan suatu permasalahan dengan mengadakan diskusi kelompok.
- Sinektik, merupakan salah satu metode psikososial yang digunakan untuk membangkitkan spontanitas sekelompok orang.
- FAST (Function Analysis System Technique), adalah teknik penyusunan diagram secara sistematis untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi dan menggambarkan kaitan antara fungsi-fungsi tersebut.
- Adjective, bertujuan untuk menganalisa keterkaitan antara adjective (sifat) yang ada pada suatu produk serta mengidentifikasi sifat yang kurang maupun berlebihan dari produk tersebut.
- Zero-One, adalah teknik untuk memilih alternatif terbaik dengan melakukan perbandingan natra alternatif berdasarkan kriteria dan bobot masing-masing altermnatif tersebut. Prose perbandingan ini dilakukan terhadap tiap kriteria yang ada dan masing-masing alternatif dibandingkan satu per satu. Alternatif yang memiliki penampilan lebih baik dibandingkan alternatif lain akan diberikan nilai 1 (one) sedangkan alternatif lainnya diberi nilai 0 (zero).
Hubungan Bentuk Kemasan dan Potensi Pemasaran Produk (skripsi tesis dan disertasi)
Manfaat kemasan selain mampu mempengaruhi konsumen untuk membeli, juga memposisikan produk di segmen mana, sekaligus dapat menaikkan produk tersebut. Kemasan seringkali disebut sebagai the silent sales-man/girl karena mewakili ketidak hadiran pelayan dalam menunjukkan kualitas produk. Untuk itu kemasan harus mampu menyampaikan pesan lewat komunikasi informatif, seperti halnya komunikasi antara penjual dengan pembeli. Para pakar pemasaran menyebut desain kemasan sebagai pesona produk (the product charm), sebab kemasan memang berada di tingkat akhir suatu proses alur produksi yang tidak saja untuk memikat mata (eye-cathing) tetapi juga untuk memikat pemakaian (usage attractiveness).(Sawitri,2006)
Kemasan yang baik mampu mengeleminir pemilihan strategi antara Harga atau Produk (Price or Product Method). Dahulu produsen membuat strategi dari sebuah keputusan target pasar yang akan dituju pertimbangannya secara tradisional adalah antara memilih dasar harga yang murah dengan konsekuensi kualitas produk yang lebih rendah, atau kebalikannya. Namun sekarang kemasan produk yang baik akan sangat membantu menjadi penengah dalam mengoptimalkan pilihan, yaitu mampu menampilkan produk yang cantik dengan harga yang terjangkau dan pasar yang lebih luas. (Marrwini, 2007)
Keinginan dan kebutuhan konsumen adalah ilham dan katalis yang kuat bagi inovasi kemasan. Pada saat ini ada beberapa keinginan dan kebutuhan konsumen yang memacu perkembangan desain dan model kemasan, diantaranya adalah gaya hidup masyarakat yang selalu bergerak cepat, meningkatnya patron keluarga kecil, tuntutan akan makanan sehat serta porsi dan diet yang terkontrol dan lain-lain.
Preferensi Merek (skripsi, tesis, dan disertasi)
Preferensi merupakan nilai-nilai bagi konsumen yang diperhatikan dalam menentukan sebuah pilihan. Dalam kaitan dengan preferensi ini, maka konsumen akan menggunakan harapannya sebagai standar dan acuan. Dengan demikian, harapan konsumenlah yang melatarbelakangi mengapa beberapa produk pada segmen yang sama dapat dinilai berbeda oleh konsumennya. Dalam kontek preferensi merek oleh konsumen, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimanya.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya preferensi merek bagi konsumen mencakup penilaian atau keinginan terbaik dari konsumen terhadap banyak ragam pilihan produk sejenis.
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh saudara Franky Sitepu (2008) dengan judul Theses “Consumer’s Preferences Analysis in Buying Motorcycle in Bekasi”. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa :
“Perceptions embedded in the minds of respondents to the Honda is economical or fuel efficient, strong / durable, high quality, reasonable price, good after-sale price, spare parts / spare parts are appropriate / reasonable. Perceptions of Yamaha motorcycles is the image of young, good design, advertising and attractive attributes of its ads seen everywhere. While the Suzuki brand is perceived by respondents as high-tech motor and get ahead in innovation.”
Atau dapat diterjemahkan :
“Persepsi tertanam dalam benak responden terhadap sepeda motor merek Honda adalah ekonomis atau bahan bakar yang efisien, kuat / tahan lama, kualitas tinggi, harga terjangkau, baik harga purna jual, suku cadang / suku cadang yang tepat / wajar. Persepsi sepeda motor Yamaha adalah citra muda, desain yang baik, iklan dan atribut menarik iklannya terlihat di mana-mana. Sedangkan merek Suzuki dirasakan oleh responden sebagai motor berteknologi tinggi dan maju dalam inovasi. ”
Dengan demikian merek memegang peranan penting terhadap persepsi konsumen dalam menentukan pilihan produk sejenis.
Pengertian Merek (Brand) (skripsi, tesis, dan disertasi)
Merek merupakan atribut produk yang sangat penting dan dapat mempengaruhi kegiatan-kegiatan pemasaran dari suatu perusahaan. Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika yang dikutip oleh Philip Kotler dan kemudian dialihbahasakan oleh Benjamin Molan (2007;332) yaitu :
“Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, atau rancangan atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang dan jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang dan jasa pesaing”
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa merek berperan sebagai daya pembeda dengan produk sejenis maupun dengan produk berbeda jenis.
Pengertian Bauran Pemasaran (Marketing mix) (skripsi, tesis, dan disertasi)
Bauran pemasaran adalah salah satu konsep utama dalam pemasaran. Bauran pemasaran mencakup system atau alat-alat untuk mengaplikasikan konsep pemasaran itu sendiri. Oleh karena itu setiap perusahaan setelah memutuskan strategi pemasaran kompetitifnya, secara keseluruhan perusahaan harus mulai menyiapkan rencana bauran pemasaran yang rinci. Berikut ini pengertian bauran pemasaran menurut beberapa para ahli. Menurut M.Mursid (2003) pengertian bauran pemasaran (marketing mix) adalah :
“ Bauran pemasaran (marketing mix) adalah factor-faktor yang dikuasai, digunakan dan dikendalikan oleh seorang manajer pemasaran (controllable factors) untuk mempengaruhi jumlah permintaan”.
Menurut Basu Swastha (2003) pengertian bauran pemasaran (marketing mix) adalah :
“ Marketing mix adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari system pemasaran perusahaan, yakni : produk, struktur harga, kegiatan promosi dan system distribusi”.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2007) bauran pemasaran (marketing mix) adalah :
“ Perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya”.
Istilah bauran pemasaran (4P) mengacu pada paduan strategi produk (product), tempat (place), promosi (promotion), dan penentuan harga (price) yang bersifat unik yang dirancang untuk menghasilkan pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar yang dituju. Variabel pemasaran khusus dalam setiap P ditunjukkan dalam gambar 2.1 Keputusan bauran pemasaran harus dibuat untuk mempengaruhi saluran dagang dan juga konsumen akhir.
Pengertian Manajemen Pemasaran (skripsi, tesis, dan disertasi)
Manajemen pemasaran di sebuah perusahaan memiliki peran penting dalam mencapai tujuan. Tugas manajemen pemasaran adalah melakukan perencanaan mengenai bagaimana mencari peluang pasar untuk melakukan pertukaran barang dan jasa dengan konsumen. Setelah itu, manajemen pemasaran mengimplementasikan rencana tersebut dengan cara melaksanakan strategi pemasaran untuk menciptakan dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan konsumen demi tercapainya tujuan perusahaan.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang manajemen pemasaran, berikut ini beberapa ahli mengemukakan pendapat mereka mengenai manajemen pemasaran.
Menurut Kotler & Keller yang dialihbahasakan oleh Benjamin Molan (2007) :
“ Manajemen Pemasaran adalah sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul”.
Sedangkan pengertian manajemen pemasaran menurut Buchari Alma (2004):
“Manajemen pemasaran adalah merencanakan, mengarahkan, dan mengevaluasi seluruh kegiatan pemasaran perusahaan ataupun bagian dari perusahaan”.
Pengertian Motivasi Ekstrinsik (skripsi tesis)
Menurut pendapat Robbins and Judge (2009) motivasi ekstrinsik berarti motivasi yang berasal dari eksternal individu. Motivasi jenis ini akan muncul apabila ada rangsangan yang berbentuk imbalan kerja yang tinggi, promosi, hubungan pengawas yang baik, kondisi kerja yang menyenangkan dan penghargaan dalam bentuk nyata (materi).
Manullang (2001) dalam Ridwan (2012) menyatakan bahwa motivasi ekstrinsik merupakan daya dorong yang datang dari luar diri seseorang seperti gaji, kebijakan dan administrasi, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur perusahaan dan status.
Menurut Hasibuan (2005) dalam Ridwan (2012) motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari luar diri yang menentukan perilaku seseorang yang dikenal dengan teori hygiene factor. Menurut Herzberg yang dikutip Luthans (2011) dalam Akbar (2012) yang tergolong sebagai hygiene factor antara lain:
- 1. Quality Supervisor (supervisi) yaitu: melakukan pengamatan secara langsung berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan bawahan. Jika ditemukan masalah segera diberikan bantuan langsung. Karena kualitas supervisi yang baik dapat memberikan kinerja yang maksimal.
- 2. Interpersonal Relation (hubungan antar pribadi )yaitu: hubungan bawahan dengan atasan, dimana kemungkinan bawahan merasa tidak bisa bergaul dengan atasan. Agar bawahan tidak kecewa , maka atasan harus memiliki:a. kecakapan teknis ( penggunaan metode dan proses komunikasi berhubungan dengan kemampuan menggunakan alat) .b. Kecakapan konsektual (bekerja dengan kelompok sehingga dapat bekerjasama diberbagai kegiatan). c. Kecakapan konseptual (memahami kerumitan organisasi sehingga tindakan yang diambil selalu dalam usaha merealisasikan tujua organisasi keseluruhan.
- Working Condition (kondisi kerja).
Menurut Hezberg jika lingkungan yang baik dapat tercipta, maka prestasi tinggi dapat tercipta. Kondisi lingkungan kerja yang baik dan nyaman akan meningkatkan motivasi kerja dibandingkan dengan kondisi kerja yang penuh tekanan dan inferior.
- Wages (gaji)
Gaji merupakan salah satu unsur penting yang memiliki pengaruh besar terhadap motivasi seseorang. Sehingga harus hati-hati dalam melakukan kebijakan masalah gaji agar dapat meningkatkan kinerja guru.
Pengertian Motivasi (skripsi tesis)
Menurut Hasibuan (2010) motivasi berasal dari kata latin ‘’MOVERE“ yang berarti dorongan atau DAYA PENGGERAK. Motivasi hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi diharapkan setiap individu mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktifitas yang tinggi.
Menurut pendapat Badeni (2013) motivasi diartikan sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah (Marihot Tua Effendi Hariandja, 2006). Sedikit berbeda denan pengertian motivasi yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins (1996). Ia mengatakan bahwa motivasi adalah ‘’the willingness to exert high level of effort toward organizational goal, conditioned by effort ability to satisfy’s individual needs’’. Menurutnya bahwa motivasi merupakan kemauan untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Secara umum dapat diartikan bahwa motivasi merupakan suatu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah/tujuan, dan ketekunan individual dalam mencapai tujuan.
Pengertian motivasi menurut Robbin & Judge (2009), motivation as the process that account for an individual’s intensity, direction and persistence of effort toward attaining goal. Motivasi adalah catatan atau penjelasan tentang intensitas individu, arah, dan kesanggupan berusaha untuk mencapai tujuan. Motivasi merupakan suatu proses dimana kebutuhan–kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ketercapainya suatu tujuan tertentu Mangkunegara (2009) dalam Ridwan (2012).
Menurut Hasibuan (2010), motivasi diartikan sebagai pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya dan upayanya untuk mencapai kepuasan. Pendapat yang serupa Hasibuan (2010), berpandangan bahwa motivasi dapat mendorong pekerja dan berusaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. Sedangkan Hasibuan (2010) mengatakan bahwa motivation is a force that results from an individual’s desire to satisfy there needs (e.g. hungry, thirst, social approval). Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya misalnya: rasa lapar, haus dan bermasyarakat.
Sumantri ( 2012) dalam Ridwan (2012) berpendapat bahwa kata motivasi (motivation) kata dasarnya motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang melakukan suatu kegiatan secar sadar. Menurut pendapat Robins and Judge (2009), motivasi berarti kebutuhan fundamental yang mendasari prilaku seseorang untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk rasa memilki, kebutuhan akan harga diri, untuk mengaktualisasi diri dan kebutuhan untuk berpendapat.
Robbin berpendapat bahwa motivasi adalah sebagai proses mengarahkan dan ketekunan setiap individu dengan tingkat intensits yang tinggi untuk meningkatkan suatu usaha untuk mencapai tujuan. Motivasi ini sebagai suatu dorongan untuk meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi, dalam batas-batas keemampuan untuk memberikan kepuasan atas kebutuhan seseorang (Sofyandi, 2007). Motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan kinerja guru. Tinggi rendahnya kinerja guru yang dimiliki akan dipengaruhi oleh faktor seperti motivasi kerja guru. Menurut Hasibuan (2006) dalam Akbar (2012) motivasi itu penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.
Menurut Akbar (2012) motivasi dapat berasal dari dalam diri (intrinsik) maupun luar diri seseorang (ekstrinsik). Jika motivasi intrinsik seseorang berhasil maka cenderung terus termotivasi. Sebaliknya , jika gagal mewujudkan motivasinya , mungkin tetap terus bekerja sampai motivasinya tercapai atau menjadi putus asa yang berakibat langsung kepada kinerja. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan faktor eksternal dari luar yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang.
Menurut teori Herzberg’s dual- factor theory of job satisfaction and motivation satisfier berhubungan dengan sifat pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari satisfier (intrinsik) .Sedangkan faktor dissatisfier (ekstrinsik) , terkait dengan hubungan individual terhadap konteks atau lingkungan dimana mereka bekerja Sunyoto (2013). Incentives theory mengatakan bahwa motivasi di pengaruhi oleh rangsangan atau imbalan dari luar. Sedangkan Cognitive theory mengatakan bahwa motivasi dipengaruhi dari dalam intrinsik motivation, dimana aktivitas yang dilaksanakan untuk mencari kesenangan bukan reward dan exstrinsic motivation yaitu aktivitas yang didasarkan pada ganjaran yang nyata.
Pengertian Kompetensi guru (skripsi tesis)
Menurut Udiyono (2011), guru memegang peranan penting karena sebagai ujung tombak, dalam proses belajar mengajar yang bertugas mengantarkan siswanya dalam rangka mencapai tujuan pembelajarannya yaitu siswa memiliki kompetensi, baik kognitif, afektif maupun psikomotor serta kompetensi kooperatif.Interaksi antara guru dan siswa memiliki kedudukan yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan. Menurut Hamalik (2007) dalam Udiyono (2011) guru merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar siswa. Dan oleh karena itu guru harus menguasai materi yang akan diajarkanya, disamping menguasai metode pembelajaranya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Sardiman (2012) mengatakan bahwa guru sebagai tenaga profesional harus memahami ‘’sepuluh kompetensi guru’’ yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru, meliputi menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media/sumber, menguasai landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah serta memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Berdasarkan Standar Pendidik dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2007 disebutkan bahwa “Pendidik harus memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi yang berlaku secara nasional, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional” yang meliputi:
1) Kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1);
2) Latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang atau mata pelajaran yang diajarkan;
3) Sertifikat profesi guru (minimal 36 sks di atas D-IV/S1);
Menurut Sagala (2009) dalam Barinto (2012) Kompetensi guru dikelompokkan menjadi 10 kompetensi yaitu: 1.kemampuan menguasai pelajaran, 2. Mengelola pembelajaran, 3. Mengelola kelas, 4. Menggunakan media, 5. Menguasai landasan pendidikan, 6. Mengelola interaksi pembelajaran, 7. Mampu menilai peserta didik, 8. Mampu mengenal fungsi program BK, 9. Menyelenggara- kan administrasi sekolah, dan 10. Mampu memahami prinsip-prinsip hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
Pengembangan dan peningkatan kualitas kompetensi guru diserahkan pada guru. Jika mau mengembangkan, maka akan menjadi berkualitas. Idealnya pemerintah memfasilitasi guru untuk mengembangkan kemampuan bersifat kognitif, afektif, maupun performansi. Sehingga bisa meningkatkan kemampuan pedagogik guru Sagala (2009). Masih menurut Sagala, Kompetensi pedagogik meliputi: 1. Pemahaman guru terhadap filsafat pendidikan, 2. Petensi peserta dididk, 3. Mengembangkan kurikulum, 4. Menyusun RPP, standar kompetensi dan kompetensi dasar, 5. Melaksanakan pembelajaran yang dialogis, 6. Mengevaluas,i dan 7. Mampu mengembangkan minat dan bakat siswa.
Menurut Daradjat (1980 dalam Barinto (2012) kepribadian sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat hanya dapat diketahui lewat penampilan, ucapan dan tindakan dalam menghadapi suatu persoalan.Kompetensi kepribadian menurut Usman (2004) dalam Barinto (2012) meliputi: 1. Mengembagka kepribadian, 2. Mampu berkomunikasi, 3. Mampu melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Kompetensi kepribadian terkait dengan penampilan guru yang disiplin, berpenampilan baik, bertanggungjawab, komitmen dan menjadi teladan Sagala (2009) dalam Barinto (2012).
Menurut Slamet (2006) dalam Barinto (2012) kompetensi professional berhubungan dengan bidang studi terdiri dari: 1. Memahami materi, 2. Memahami standar kompetensi, standar isi, peraturan mentri dan bahan ajar, 3. Memahami konsep keilmuan, 4. Memahami hubungan antar pelajaran yang terkait, 5. Menerapkan konsep keilmuan sehari-hari.
Djoyonegoro (1998) dalam Barinto (2012) mengatakan profesionalime pekerjaan ada 3 faktor: 1. Keahlian khusus di bidangnya, 2. Mampu memperbaiki keahlian khususnya, 3. Memperoleh penghasilan yang memadai karena keahlian khususnya. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan yang harus dimiliki seorang guru terdiri diri: kompetensi paedagogik, kepribadian dan profesional.
Masih menurut Wijaya (2009) kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogianya dapat dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku, maupun hasil yang dapat ditampilkan oleh guru. Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya.
A competent teacher is temperamentally warm and cordial. She has clear vision of the set objectives. She executes meticulously whatever is planned. Management of affairs is done effectively by her inside and outside the classroom. Her skill of presentation of subject matter is able to seek attention of students. She is capable of motivating the back benchers (Bhargava & Pathy, 2011). Guru yang kompeten adalah yang memiliki perasaan emosi yang dekat dan baik. Memiliki visi dan tujuan yang jelas. Dia melaksanakan apapun yang direncanakan dengan cermat. Manajemen dilakukan secara efektif baik didalam maupun di luar kelas. Kemampuan mengajarkan pelajaran mampu mencari perhatian peserta didik. Dan mampu memotivasi peserta didik.
. Marinkovic dkk (2012) berpendapat model kompetensi guru memiliki tiga kompetensi dasar yaitu: key (utama), basic (dasar), special (khusus). Utama yaitu kompetensi guru yang dibutuhkan untuk berkomunikasi menyampaikan informasi, kemampuan kemasyarakatan, kemampuan berbahasa, dan kemampuan dalam kebudayaan. Sedangkan kompetensi dasar meliputi: kemampuan dalam berorganisasi, kemampuan didaktis (mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya). Kemampuan berfikir pedagogis,kemampuan psikologis, kemampuan mengevaluasi, kemampuan menasehati, kemampuan kognitif, kemampuan mengembangkan sebagai guru yang profesional. Kompetensi yang terakhir yaitu kompetensi khusus yaitu kompetensi guru yang menggambarkan tingkat kompetensi guru yang berisi tentang subjek yang diajarkan untuk praktek penelitannya untuk menciptakan model pembelajarannya.
- Dimensi Kompetensi guru
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, menyebutkan terdapat empat dimensi kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai pendidik, diantaranya :
1) Kompetensi Pedagogik, yaitu: “Kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.”
2) Kompetensi Kepribadian yaitu: “Kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.”
3) Kompetensi Profesional, yaitu: “Kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.”
4) Kompetensi Sosial, yaitu: “Kemampuan pendidik berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat.”
- Indikator-indikator Kompetensi guru
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007, indikator-indikator kompetensi guru adalah sebagai berikut:
- Menguasai karakteristik peserta didik
- Menguasai teori beljar
- Mengembangkan kurikulum
- Menyelenggarakan kegiatan pengembangan
- Memanfaatkan teknologi
- Mmfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
- Berkomunikasi secara efektif
- Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi
- Memanfaatkan hasil penilaian
- Melakukan tindakan reflektif peningkatan pembelajaran
- Bertindak sesuai norma
- Menanpilkan pribadi yang berakhlak mulia
- Menampilkan pribadi yang berwibawa
- Menunjukkan etos kerja yang tinggi
- Menjunjung tinngi kode etik profesi guru
- Bertindak objektif dan tidak diskriminatif
- Berkomunikasi secara efektif
- Beradaptasi di tempat tugas
- Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri
- Menguasai materi
- Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar
- Mengembangkan materi pembelajaran
- Mengembangkan keprofesionalan berkelanjutan
- Mengembangkan teknologi untuk mengembangkan diri.
Pengertian Kompetensi (skripsi tesis)
Menurut Syah (2000) dalam Satya (2012) kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhui syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya.
Menurut Mathis (2006) dalam Satya (2012) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dasar yang dapat dihubungkan dengan kinerja yang meningkatkan individu atau tim. Sedangkan Wibowo (2007) dalam Satya (2012) mendefinisikan kompetensi sebagai suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas ketrampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang ditu\ntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi menunjukkan ketrampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh kemampuan dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting sebagai unggulan bidang tersebut.
Menurut pendapat Siagian (2007) dalam Rahayu & Pujaningsih (2008), bahwa kompetensi dapat diartikan sebagai tindakan atau perilaku yang dapat diukur melalui kombinasi pengetahuan, keahlian dan kemampuan untuk melakukan sesuatu. Kompetensi di tunjukkan pada konteks tugas dan dipengaruhi oleh budaya organisasi dan lingkungan kerja serta, dengan kata lain kompetensi terdiri dari kombinasi pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi di tempat kerja. Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Wijaya (2009) mengatakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, kompetensi guru merupakan salah satu faktor yang penting. Kompetensi guru menggambarkan apa yang seyogianya dapat dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku, maupun hasil yang dapat ditunjukkan. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Terry (2005) dalam Arifin (2013) mengatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan seseorang atau karyawan yang harus melakukan pekerjaanya dengan baik , efektif, efisien, produktif, dan berkualitas dalam mencapai tujuan organisasi. Wijaya (2009) mengutip pendapat Holmes mengatakan bahwa kompetensi dapat dijelaskan dengan kondisi di mana seseorang bekerja dalam bidang pekerjaan tertentu yang seyogianya mampu dilakukan. Hal itu menggambarkan tindakan, perilaku, dan hasil di mana seseorang seyogianya mampu menampilkannya.
Menurut Bhargava & Pathy (2011) Competencies are specific and demonstrable characteristics or attributes inevitable for teaching professionals to create a convincing and learner friendly environment. Kompetensi adalah sifat khusus yang bisa dibuktikan atau kedudukan yang tidak bisa dielakkan bagi guru professional dengan menciptakan keyakinan kepada peserta didik dan ramah dengan lingkungannya. Dengan adanya tantangan kehidupan global, maka peran dan tanggung jawab guru di masa yang akan datang semakin kompleks sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian terhadap penguasaan kompetensinya.
Kompetensi merupakan seperangkat penguasaan kemampuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai guru yang bersumber dari pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya sehingga dapat menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.
KEMAMPUAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (skripsi tesis)
Kemampuan daerah dimaksud dalam arti seberapa jauh daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhannya tanpa harus selalu menggantungkan diri pada bantuan pemerintah pusat. Kemampuan daerah untuk dapat membiayai keuangan daerahnya antara lain dapat dilihat dari besarnya pendapatan asli daerah yang meningkat, dibandingkan dana perimbangan, semakin besar PAD maka ketergantungan terhadap pusat akan semakin kecil dan penggunaan surplus angggaran kepada alokasi belanja terutama belanja untuk pengembangan infrastruktur umum daripada pengeluaran pembiayaan untuk rekening pemegang kas daerah.
Kemampuan keuangan daerah ini dapat tercermin dari pelaksanaan program dan kegiatan yang tercermin dari APBD. APBD mencerminkan pelaksanaan pembangunan melalui realisasi pendapatan daerah (Dana Perimbangan, PAD), Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah. APBD pada hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Secara konseptual, pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah harus dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, walaupun pengukuran kemampuan keuangan daerah ini akan menimbulkan perbedaan.
PAD idealnya menjadi sumber pendapatan pokok daerah. Sumber pendapatan lain dapat bersifat fluktuatif dan cenderung di luar kontrol kewenangan daerah. Melalui kewenangan yang dimiliki, daerah diharap dapat meningkatkan PAD, sambil tetap memperhatikan aspek ekonomis, efisiensi, dan netralitas. Kinerja PAD terukur melalui ukuran Growth, Elastisitas, dan Share (www.perpustakaan.bappenas.go.id). Kombinasi indeksasi dan ketiga ukuran tersebut merupakan Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) yang sekaligus digunakan dalam menilai kinerja daerah dalam pengelolaan input. Selanjutnya Bappenas menyatakan bahwa growth merupakan angka pertumbuhan PAD tahun I dan tahun i-l. Elastisitas adalah rasio pertumbuhan PAD dengan pertumbuhan PDRB. Rasio ini bertujuan melihat sensitivitas atau lastisitas PAD terhadap perkembangan ekonomi suatu daerah. Sedangkan share merupakan rasio PAD terhadap belanja daerah (belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan publik). Rasio ini mengukur seberapa jauh kemampuan daerah membiayai kegiatan aparatur daerah dan kegiatan pelayanan publik. Rasio ini dapat digunakan untuk melihat kapasitas kemampuan keuangan daerah.
KONSEP KINERJA KEUANGAN (skripsi tesis)
Keuangan daerah menurut Mamesah dalam Halim (2008:23-25) adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/ dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan keuangan daerah menurut Halim (2009:119) adalah transparansi, akuntabilitas serta value for money (ekonomis, efektif, dan efisien).
Menurut Bastian (2006:273) kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerjamerupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melaksanakan analisis rasio terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Penggunaan analisis rasio pada sektor publik belum banyak dilakukan, sehinggga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya.
Keuangan daerah merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam pengalokasian sumber-sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi guna stabilitas sosial politik. Peranan keuangan daerah menjadi semakin penting karena adanya keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah berupa subsidi dan bantuan. Selain itu juga karena semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi daerah yang pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat di daerah. Peranan keuangan daerah akan dapat meningkatkan kesiapan daerah untuk mendorong terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggungjawab.
Pemerintah dalam melaksanakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab memerlukan dana yang cukup dan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya tuntutan masyarakat, kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Dana tersebut diperoleh melalui kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai sumber pembiayaan. Oleh karena itu, keuangan daerah merupakan tolak ukur bagi penentuan kapasitas dalam menyelenggarakan tugas-tugas otonomi, di samping tolak ukur lain seperti kemampuan sumber daya alam, kondisi demografi, potensi daerah, serta partisipasi masyarakat. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya.
Tujuan penilaian kinerja di sektor publik (Mahmudi (2007) dalam Halim, 2007):
- a) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi.
- b) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai.
- c) Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya.
- d) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan Keputusan.
- e) Memotivasi Pegawai.
- f) Menciptakan Akuntabilitas Publik.
Kebijakan Desentralisasi Fiskal (skripsi tesis)
Pada saat membicarakan pembagian urusan atau kewewenangan, peranan UU No.32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999 sangat dominan untuk menjadi pedoman pelaksanaannya. Sedangkan untuk pembagian pendanaan atau perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kedudukan UU No. 33 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No.25 Tahun 1999 sangat menentukan untuk dijadikan pegangan dalam implementasinya (Mulyanto, 2007:17).
Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara. Secara politik, desentralisasi merupakan langkah menuju demokratisasi, dimana kehadiran pemerintah lebih dirasakan oleh rakyat dan keterlibatan rakyat dalam proses pembangunan. Secara sosial, desentralisasi akan mendorong masyarakat dengan memfungsikan pranata sosial yang merupakan social capital dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Sedangkan secara ekonomi, desentralisasi diyakini dapat mencegah eksploitasi Pusat terhadap daerah, menumbuhkan inovasi masyarakat dan mendorong motivasi masyarakat untuk lebih produktif. Secara administratif akan mampu meningkatkan kemampuan daerah dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, meningkatkan akuntabilitas atau pertanggung jawaban publik (Chalid, 2005:05)
Salah satu aspek desentralisai adalah desentralisasi fiskal, dimana aspek ini merupakan komponen utama dari desentralisasi (Sidik, 2005). Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan Otonomi Daerah dan desentralisasi fiskal (Mardiasmo, 2002:59) yaitu :
- Meningkatkan kualitas dan kauntitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat
- Menciptakan efesiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah,
- Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan
Menurut Sidik (2005:03), pelaksanaan desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik kalau didukung faktor-faktor berikut:
- Pemerintah Pusat yang mampu melakukan pengawasan dan enforcement;
- SDM yang kuat pada Pemda guna menggantikan peran Pemerintah Pusat;
- Keseimbangan dan kejelasan dalam pembagian tanggung jawab dan kewenangan dalam melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah.
Implikasi langsung dari kewenangan/fungsi yang diserahkan kepada daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Untuk itu, perlu diatur perimbangan keuangan (hubungan keuangan) antara Pusat dan Daerah yang dimaksudkan untuk membiayai tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Menurut Zainie (2007:268), adapun pertimbangan dari pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah yaitu (i) meningkatkan efesiensi pelayanan sektor publik, (ii) mengoreksi ketimpangan fiskal, dan (iii) pencapaian standar pelayanan yang minimum.
Pembentukan Uundang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut mengandung prinsip money follow function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab masing-masing tingkat pemerintahan (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004)
Kebijakan Otonomi Daerah (skripsi tesis)
Salah satu aspek reformasi yang mendapat perhatian hingga kini adalah kebijakan Otonomi Daerah. Menurut Rasyid (2002:75), tuntutan seperti itu paling tidak untuk 2 (dua) alasan, yaitu:
- Membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan untuk mempelajari dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat darinya.
- Mendorong kekmampuan prakarsa dan kreatifitas pemerintah daerah sehingga secara kreatif menemukan solusi-solusi atas berbagai masalah yang dihadapi.
Terhadap tuntutan-tuntutan tersebut, maka berbagai Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI) telah dihasilkan dan dianggap sebagai representasi kehendak rakyat untuk mewujudkan pembaharuan disegala bidang pembangunan nasional, terutama bidang-bidang ekonomi, politik, hukum, serta agama dan sosial budaya (Mulyanto, 2007). Salah satu Ketetapan MPR tersebut adalah TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia”
TAP MPR tersebut merupakan landasan hukum keluarnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang membawa angin segar bagi pengembangan Otonomi Daerah. Kedua UU ini telah membawa perubahan mendasar pada pola hubungan antar pemerintahan dan keuangan antara pusat dan daerah (Mardiasmo, 2002). Adapun UU No. 22 Tahun 1999 kemudian diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan telah diperbaharui dengan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu pertimbangannya adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut:
“Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. “
Atas dasar pemikiran di atas, maka kebijakan Otonomi Daerah semenjak lahirnya UU No.22 Tahun 1999 berpedoman pada prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah sebagai berikut:
- Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
- Pelaksanaan otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonomi, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi Wilayah Adminitrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku Ketentuan peraturan Daerah Otonom.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
- Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertetu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pernerintah
- Pelaksanaan asas tugas pcmbantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
PENDAPATAN ASLI DAERAH (skripsi tesis)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 ayat 18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan”. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudkan asas desentralisasi (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004). PAD dapat memberikan warna tersendiri terhadap tingkat otonomi suatu daerah, karena jenis pendapatan ini dapat digunakan secara bebas oleh daerah.
PAD merupakan sumber keuangan daerah yang digali dalam wilayah daerah yang bersangkutan terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Dalam rangka menganalisis kemampuan keuangan daerah, perlu diperhatikan ketentuan dasar mengenai sumber-sumber penghasilan dan pembiayaan daerah. Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang RI No.32 Tahun 2004 yaitu:
- Pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri dari :
- Hasil pajak daerah yaitu pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untu pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsungdiberikan sedang pelaksanannya bisa dapat dipaksakan.
- Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat
- Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.
- Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.
- Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan, pertambangan sumber daya alam dan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
- Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah dari sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
KONSEP KINERJA KEUANGAN (skripsi tesis)
Keuangan daerah menurut Mamesah dalam Halim (2008:23-25) adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/ dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan keuangan daerah menurut Halim (2009:119) adalah transparansi, akuntabilitas serta value for money (ekonomis, efektif, dan efisien).
Menurut Bastian (2006:273) kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerjamerupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melaksanakan analisis rasio terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Penggunaan analisis rasio pada sektor publik belum banyak dilakukan, sehinggga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya.
Keuangan daerah merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam pengalokasian sumber-sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi guna stabilitas sosial politik. Peranan keuangan daerah menjadi semakin penting karena adanya keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah berupa subsidi dan bantuan. Selain itu juga karena semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi daerah yang pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat di daerah. Peranan keuangan daerah akan dapat meningkatkan kesiapan daerah untuk mendorong terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggungjawab.
Pemerintah dalam melaksanakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab memerlukan dana yang cukup dan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya tuntutan masyarakat, kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Dana tersebut diperoleh melalui kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai sumber pembiayaan. Oleh karena itu, keuangan daerah merupakan tolak ukur bagi penentuan kapasitas dalam menyelenggarakan tugas-tugas otonomi, di samping tolak ukur lain seperti kemampuan sumber daya alam, kondisi demografi, potensi daerah, serta partisipasi masyarakat. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya.
Tujuan penilaian kinerja di sektor publik (Mahmudi (2007) dalam Halim, 2007):
- a) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi.
- b) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai.
- c) Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya.
- d) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan Keputusan.
- e) Memotivasi Pegawai.
- f) Menciptakan Akuntabilitas Publik.
Kebijakan Desentralisasi Fiskal (skripsi tesis)
Pada saat membicarakan pembagian urusan atau kewewenangan, peranan UU No.32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999 sangat dominan untuk menjadi pedoman pelaksanaannya. Sedangkan untuk pembagian pendanaan atau perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kedudukan UU No. 33 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No.25 Tahun 1999 sangat menentukan untuk dijadikan pegangan dalam implementasinya (Mulyanto, 2007:17).
Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara. Secara politik, desentralisasi merupakan langkah menuju demokratisasi, dimana kehadiran pemerintah lebih dirasakan oleh rakyat dan keterlibatan rakyat dalam proses pembangunan. Secara sosial, desentralisasi akan mendorong masyarakat dengan memfungsikan pranata sosial yang merupakan social capital dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Sedangkan secara ekonomi, desentralisasi diyakini dapat mencegah eksploitasi Pusat terhadap daerah, menumbuhkan inovasi masyarakat dan mendorong motivasi masyarakat untuk lebih produktif. Secara administratif akan mampu meningkatkan kemampuan daerah dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, meningkatkan akuntabilitas atau pertanggung jawaban publik (Chalid, 2005:05)
Salah satu aspek desentralisai adalah desentralisasi fiskal, dimana aspek ini merupakan komponen utama dari desentralisasi (Sidik, 2005). Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan Otonomi Daerah dan desentralisasi fiskal (Mardiasmo, 2002:59) yaitu :
- Meningkatkan kualitas dan kauntitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat
- Menciptakan efesiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah,
- Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan
Menurut Sidik (2005:03), pelaksanaan desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik kalau didukung faktor-faktor berikut:
- Pemerintah Pusat yang mampu melakukan pengawasan dan enforcement;
- SDM yang kuat pada Pemda guna menggantikan peran Pemerintah Pusat;
- Keseimbangan dan kejelasan dalam pembagian tanggung jawab dan kewenangan dalam melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah.
Implikasi langsung dari kewenangan/fungsi yang diserahkan kepada daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Untuk itu, perlu diatur perimbangan keuangan (hubungan keuangan) antara Pusat dan Daerah yang dimaksudkan untuk membiayai tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Menurut Zainie (2007:268), adapun pertimbangan dari pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah yaitu (i) meningkatkan efesiensi pelayanan sektor publik, (ii) mengoreksi ketimpangan fiskal, dan (iii) pencapaian standar pelayanan yang minimum.
Pembentukan Uundang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut mengandung prinsip money follow function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab masing-masing tingkat pemerintahan (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004)
Kebijakan Otonomi Daerah (skripsi tesis)
Salah satu aspek reformasi yang mendapat perhatian hingga kini adalah kebijakan Otonomi Daerah. Menurut Rasyid (2002:75), tuntutan seperti itu paling tidak untuk 2 (dua) alasan, yaitu:
- Membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan untuk mempelajari dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat darinya.
- Mendorong kekmampuan prakarsa dan kreatifitas pemerintah daerah sehingga secara kreatif menemukan solusi-solusi atas berbagai masalah yang dihadapi.
Terhadap tuntutan-tuntutan tersebut, maka berbagai Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI) telah dihasilkan dan dianggap sebagai representasi kehendak rakyat untuk mewujudkan pembaharuan disegala bidang pembangunan nasional, terutama bidang-bidang ekonomi, politik, hukum, serta agama dan sosial budaya (Mulyanto, 2007). Salah satu Ketetapan MPR tersebut adalah TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia”
TAP MPR tersebut merupakan landasan hukum keluarnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang membawa angin segar bagi pengembangan Otonomi Daerah. Kedua UU ini telah membawa perubahan mendasar pada pola hubungan antar pemerintahan dan keuangan antara pusat dan daerah (Mardiasmo, 2002). Adapun UU No. 22 Tahun 1999 kemudian diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan telah diperbaharui dengan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu pertimbangannya adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut:
“Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. “
Atas dasar pemikiran di atas, maka kebijakan Otonomi Daerah semenjak lahirnya UU No.22 Tahun 1999 berpedoman pada prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah sebagai berikut:
- Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
- Pelaksanaan otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonomi, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi Wilayah Adminitrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku Ketentuan peraturan Daerah Otonom.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
- Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertetu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pernerintah
- Pelaksanaan asas tugas pcmbantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Kepatuhan (Teori Kepatuhan) (skripsi tesis)
Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas (Virawan, 2012).
Kepatuhan adalah bentuk dari pengaruh sosial dimana kegiatan atau tindakan individu merupakan respon dari perintah langsung individu lain sebagai figur otoritas (Mc Leod,2007). Kepatuhan terjadi saat seseorang yang memiliki otoritas memerintahkan untuk melakukan sesuatu. Ketaatan melibatkan hirarki kekuasaan atau status. Oleh karena itu, orang yang memberikan perintah memiliki status lebih tinggi dari orang yang menerima pesanan.
Menurut Ulum dan Wulandari (2013) faktor yang mempengaruhi kepatuhan pada percobaan yang dilakukan Milgram adalah sebagai berikut.
- Status Lokasi
Menurut Shaw (1979) kepatuhan berhubungan dengan prestige seseorang di mata orang lain. Demikian juga dengan lokasi. Apabila seseorang percaya bahwa lembaga yang menyelenggarakan penelitian adalah lembaga yang memiliki status keabsahan, prestise, dan kehormatan, maka lembaga atau organisasi tersebut akan dipatuhi oleh anggota organisasi. Prestige adalah reputasi atau pengaruh yang timbul dari keberhasilan, prestasi, pangkat, atau atribut lain yang menguntungkan. Perbedaan atau reputasi yang melekat pada seseorang atau sesuatu dan dengan demikian memiliki cap untuk orang lain atau untuk masyarakat.
- Tanggung Jawab Personal.
Bertanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Manusia yang bertanggung jawab adalah manusia yang dapat menyatakan diri sendiri bahwa tindakannya itu baik dalam arti menurut norma umum, sebab baik menurut seseorang belum tentu baik menurut pendapat orang lain. Dengan kata lain, tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
- Legitimasi Figur Otoritas (Keabsahan Figur Otoritas).
Legitimasi dapat diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin. Faktor penting yang dapat menimbulkan kepatuhan sukarela adalah penerimaan seseorang akan ideologi yang mengabsahkan kekuasaan orang yang berkuasa dan membenarkan intruksinya.
- Status Figur Otoritas.
Status adalah tingkatan dalam sebuah kelompok. Status sosial adalah kedudukan sosial seseorang dalam kelompok masyarakat (meliputi keseluruhan posisi sosial yang terdapat dalam kelompok masyarakat). Status dibagi menjadi 3 yaitu : Ascribed Status, Achieved Status, Assigned Status. Seseorang yang memiliki status dan kekusaan sosial lebih tinggi akan lebih dipatuhi daripada seseorang dengan status sosial yang sama.
- Dukungan Sesama Rekan.
Seseorang cenderung berperilaku sama dengan rekan atau sesama dalam lingkungan sosialnya. Orang cenderung bersama sesuai dengan kelompok sosialnya misalnya umur, jenis kelamin, ras, agama, hobi, pekerjaan cenderung bertindak dan berperilaku seperti anggota dari kelompok tersebut. Salah satu faktor penyebab ketidakpatuhan adalah kehadiran atau keberadaan rekan yang menolak untuk patuh (Encina, 2004).
Jika seseorang memiliki dukungan sosial dari teman mereka yang tidak patuh, maka kepatuhan juga cenderung berkurang. Lingkungan yang tidak patuh akan memudahkan seseorang untuk berbuat ketidakpatuhan sehingga sama dengan lingkungannya meskipun kepatuhan adalah sesuatu yang penting (Fernald, 2007).
- Kedekatan Figur Otoritas.
Bila seorang figur otoritas meninggalkan ruangan dan memberikan intruksinya lewat telepon, kepatuhan akan. Lebih mudah untuk melawan perintah dari figur otoritas jika mereka tidak dekat (Dewey, 2007). Sebaliknya, ketika sosok otoritas dekat maka ketaatan adalah cenderung lebih tinggi. Dengan kehadiran figur otoritas, maka dapat mengawasi secara langsung dan memberikan instuksi langsung mengenai prosedur dan juga arahan mengenai apa yang harus dilakukan.
Safe Surgery (skripsi tesis)
Kesalahan dalam komunikasi adalah alasan umum untuk kesalahan di ruang operasi, serta selama perawatan pra dan pasca operasi. Jenis kegagalan komunikasi termasuk kegagalan untuk mendengarkan atau mengumpulkan informasi dari pasien, keluarga dan dokter lain serta kegagalan untuk menyampaikan informasi yang relevan untuk status pasien. Hasilnya bisa membahayakan atau bahkan berakibat kematian kepada pasien. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan semacam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra bedah yang distandarisasi. Jika saja diterapkan secara disiplin maka kecelakaan kerja, kegagalan operasi dan permasalahaan lain yang menyangkut keselamatan pasien niscaya dapat dikurangi (Imanto, Jati & Mawarni, 2014).
WHO telah melakukan inisiatif untuk upaya keselamatan pasien (patient safety). Aliansi dunia untuk keselamatan pasien mulai bekerja pada Januari 2007 dan WHO mengidentifikasi tiga fase operasi yaitu sebelum induksi anestesi (“sign in“), sebelum sayatan kulit (“time out“), dan sebelum pasien meninggalkan ruang operasi (“sign out“).
- Sign in
Sign In, merupakan verifikasi pertama sesaat pasien tiba di ruang penerimaan atau ruang persiapan. Bahkan pada check list yang disusun oleh WHO itu, tim diwajibkan pula untuk mengkonfirmasi lokasi (site marking) pada tubuh yang akan dilakukan pembedahan. Di bagian mana, kiri atau kanan, depan atau belakang serta konfirmasi kesiapan peralatan serta cara anestesi yang akan digunakan.
- Time out
Pada tahap lanjut, verifikasi dilaksanakan ketika pasien sudah siap diatas meja operasi, sudah dalam keadaan terbius, dimana tim anestesi dalam keadaan siaga dan tim bedah telah dalam posisi steril, fase ini disebut dengan time out.
- Sign out
Sesaat setelah selesai operasi, sebelum pasien dikeluarkan dari ruang operasi, dipastikan kembali akan beberapa hal yang menyangkut dengan prosedur yang telah dikerjakan sebelumnya, prosedur ini disebut tahap sign out.
Ketiga tahapan tersebut di atas dikenal dengan istilah “Surgical safety check list” sebagai alat untuk melakukan program Safe Surgery Save Lives tahun 2005. Pengertian dari surgical safety check list itu sendiri merupakan proses pengisian data pasien hasil dari pengkajian yang dilakukan oleh tim bedah sebelum pasien masuk ke kamar operasi, sebelum insisi dan setelah operasi pada form “surgical safety check list” (Imanto, Jati & Mawarni, 2014).
Patient Safety (skripsi tesis)
Keselamatan pasien (patient safety) adalah prinsip fundamental pada pelayanan kesehatan. Setiap titik dalam proses pelayanan memiliki tingkatan ketidakamanan tertentu. Efek samping (adverse effect) dapat terjadi akibat masalah dalam praktek , produk , prosedur atau sistem. Perbaikan keselamatan pasien menuntut upaya kompleks seluruh sistem melibatkan berbagai tindakan dalam peningkatan kinerja, keamanan lingkungan dan manajemen risiko, termasuk pengendalian infeksi, keamanan penggunaan obat-obatan, keamanan penggunaan peralatan, praktek klinis yang aman dan lingkungan perawatan yang aman. (WHO, 2014).
Patient Safety terdiri dari 3 komponen, yaitu prinsip-prinsip dasar, pengetahuan, dan peralatan. Prinsip-prinsip tersebut adalah kecenderungan untuk terjadinya ketidakberesan adalah alami dan normal, bukan menjadi kesempatan untuk menemukan seseorang untuk dipersalahkan; keselamatan dapat ditingkatkan dengan menganalisis kesalahan dari kejadian penting, daripada berpura-pura tidak terjadi; dan manusia , mesin dan peralatan adalah bagian dari sistem, bagian-bagian komponen tersebut berinteraksi untuk membuat sistem aman atau tidak aman. Pengetahuan sebagian besar mencontoh bidang-bidang berteknologi tinggi seperti transportasi massal dan instalasi tenaga nuklir, dan termasuk pemahaman tentang bagaimana kecelakaan terjadi dan bagaimana mencegahnya. Peralatan termasuk pelaporan kasus kritis, checklist, desain sistem yang aman, protokol komunikasi dan analisis sistematis risiko (Mellin-Olsen et al., 2010).
Patient Safety juga merupakan salah satu dimensi mutu yang saat ini menjadi pusat perhatian para praktisi pelayanan kesehatan dalam skala nasional maupun global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sedikitnya ada setengah juta kematian akibat pembedahan yang sebenarnya bisa dicegah. Program Safe Surgery Saves Lives memperkenalkan dan melakukan uji coba surgical safety checklist sebagai upaya untuk keselamatan pasien dan mengurangi jumlah angka kematian di seluruh dunia. Tujuan utama dari surgical safety checklist untuk menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan di kamar operasi (Siagian, 2011).
Kebijakan di Indonesia belum ada yang khusus mengenai keselamatan pasien, walaupun sudah ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga pelayanan kesehatan pada umumnya yang juga memberikan efek dalam menjaga keselamatan pasien, seperti telah dikeluarkan UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 TentangKesehatan, walaupun isinya masih general namun memberikan arahan agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus prima.
Kemudian UU No 44 tahun 2009 mengenai Rumah Sakit yang didalamnya sudah mengatur mengenai keselamatan pasien yaitu pada pasal 2 yang berisi Rumah Sakit menekankan nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Kemudian pada pasal 13 juga menuntut bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Kemudian pada pasal 43 yang secara khusus menekankan peran rumah sakit dalam keselamatan pasien.
Selain itu ada pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Sedangkan dalam Undang – Undang No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, juga memperlihatkan pentingnya untuk menjaga keselamatan manusia secara umum.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian. Kemudian upaya kesejahteraan sosial diantaranya dengan rehabilitasi sosial yang bertujuan memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
Kemudian upaya-upaya konkrit lainnya yang khusus mengatur mengenai keselamatan pasien sudah dilakukan oleh organisasi profesi/perkumpulan yaitu Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang telah membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), kemudian komite ini telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Kemudian KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depatemen Kesehatan RI telah menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar Akreditasi Rumah Sakit. Hal ini mendorong rumah sakit untuk lebih memfokuskan ada keselamatan pasien itu sendiri, selama pasien itu masih menerima pelayanan kesehatan. Namun bagi pasien, peraturan mengenai keselamatan pasien bukan menjadi prioritas untuk diketahui. Kesembuhan dari penyakit yang dideritanya menjadi tujuan utama bagi pasien, maka dari itu pelayanan yangdiharapkan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memberikan kesembuhan bagi pasien. Maka peraturan yang sudah disusun oleh pemerintah seharusnya dapat disosialisasikan secara operasional seperti peraturan di rumah sakit atau klinik yang telah disusun oleh KKP-RS (Apsari, Nulhaqim & Pancasilawan, 2010).
Program sasaran keselamatan pasien wajib dikomunikasikan dan diinformasikan untuk tercapainya hal-hal sebagai berikut:
- ketepatan identifikasi pasien,
- peningkatan komunikasi yang efektif,
- peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
- kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi,
- pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan,
- pengurangan risiko pasien jatuh (Kars, 2011, JCI, 2010).
Kesalahan yang terjadi di kamar bedah yaitu salah lokasi operasi, salah prosedur operasi, salah pasien operasi, akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antar anggota tim bedah. Kurang melibatkan pasien dalam penandaan area operasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi, asesmen pasien tidak adekuat, telaah catatan medis juga tidak adekuat (Sumadi, 2013).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen (skripsi tesis)
Keputusan konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial,
pribadi dan psikologis dari pembeli. Sebagian adalah faktor-faktor yang tidak
dapat dikendalikan oleh pemasar tetapi harus diperhitungkan.
1. Faktor Kebudayaan
Menurut Kotler (2002:183), faktor kebudayaan mempunyai pengaruh yang
paling luas dan paling dalam terhadap perilaku konsumen. Pemasar harus
memahami peran yang dimainkan oleh kultur, subkultur dan kelas sosial pembeli.
Kultur adalah faktor penentu paling pokok dari keinginan dan perilaku
seseorang. Makhluk yang lebih rendah umumnya dituntun oleh naluri. Sedangkan
pada manusia, perilaku biasanya dipelajari dari lingkungannya. Sehingga nilai,
persepsi, preferensi dan perilaku antara seseorang yang tinggal pada daerah
tertentu dapat berbeda dengan orang lain yang berada di lingungan yang lain pula.
Sehingga sangat penting bagi pemasar untuk melihat pergeseran kultur tersebut
untuk dapat menyediakan produk-produk baru yang diinginkan konsumen.
Subkultur adalah setiap kebudayaan terdiri dari subbudaya. Subbudaya
yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik
untuk para anggotanya. Subbudaya terdiri dari kebangsaan, agama, kolompok ras
dan daerah geografis. Banyak subbudaya yang membentuk segmen pasar penting
dan pemasar sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan mereka.
Kelas Sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen dan
peemanen, yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilainilai,
minat dan perilaku yang serupa. Kelas Sosial tidak hanya mencerminkan
penghasilan tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan dan tempat
tinggal. Kelas Sosial berbeda dalam hal busana, cara berbicara, preferensi rekreasi
dan memiliki banyak ciri-ciri lain.
2. Faktor Sosial
Kelompok Referensi meurut Kotler (2002:187), adalah semua kelompok
yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau
perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung tehadap
seseorang dinamakan kelompok keanggotaan. Beberapa kelompok keanggotaan
adalah kelompok primer, seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja, yang
berinteraksi dengan seseorang secara terus menerus dan informal. Orang juga
menjadi anggota kelompok sekunder, seperti kelompok keagamaan, professional
dan asosiasi perdagangan yang cenderung lebih formal dan membutuhkan
interaksi yang tidak begitu rutin.
Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok referensi pelanggan mereka.
kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan
sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. Anggota
referensi sering menjadi penyebar pengaruh dalam hal selera. Oleh karena itu
konsumen selalu mengawasi kelompok tersenut baik prilaku fisik maupun
mentalnya. Yang termasuk kelompok referensi ini antara lain; serikat buruh, team
olahraga, perkumpulan agama, kesenian dan lain sebagainya.
Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat dan ia telah menjadi obyek penelitian yang luas. Anggota
keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Kita dapat
membedakan antara dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi
terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dari orang tua seseorang
mendapatkan orientasi atas agama, politik dan ekonomi serta ambisi pribadi,
harga diri dan cinta. Bahkan jika pembeli tidak lagi berinteraksi secara mendalam
dengan keluarganya, pengaruh keluarga terhadap perilaku pembeli dapat tetap
signifikan.
Pada negara dimana orang tua tinggal dengan anak-anak yang sudah
dewasa, akan memberikan pengaruh yang sangat besar. Pengaruh yang lebih
langsung terhadap perilaku pembelian sehari-hari adalah keluarga prokreasi yaitu,
pasangan dan anak-anak seseorang (Kotler, 2002:188).
Sebagian besar penelitian perilaku konsumen mengambil individu sebagai
unit analisis. Tujuan pada umumnya adalah untuk menjelaskan dan memahami
bagaimana individu membuat keputusan pembelian sehingga strategi pemasaran
dapat dikembangkan untuk dapat mempengaruhi proses tersebut dengan lebih
efektif.
Posisi seseorang dalam suatu kelompok dapat ditentukan dari segi peran
dan status. Tiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan umum
oleh masyarakat.
3. Faktor Pribadi
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi
seperti umur dan tahap daur hidup pembeli, jabatan, keadaan ekonomi, gaya
hidup, kepribadian dan konsep diri pembeli yang bersangkutan.
Orang akan mengubah barang dan jasa yang dibelinya sepanjang hidup
mereka. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan usia.
Pembelian oleh tahap daur hidup keluarga. Sehingga pemasar perlu
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan perusahaan minat pembelian yang terjadi yang berhubungan
dengan daur hidup manusia.
Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya.
Dengan demikian pemasar dapat mengidentifikasi kelompok yang berhubungan
dengan jabatan yang mempunyai minat di atas rata-rata terhadap produk yang
ditawarkan.
Keadaan ekonomi akan sangat mempengaruhi pilihan produk. Pemasar
yang produknya peka terhadap pendapatan dapat dengan seksama memperhatikan
kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat bunga. Jadi jika
indikator-indikator ekonomi tersebut menunjukkan adanya reses, pemasar dapat
mencari jalan menetapkan posisi produk.
Menurut Kotler (2002:192), gaya hidup adalah pola hidup seseorang di
dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup
menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan
lingkungannya. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana
mereka membelanjakan uangnya dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu
mereka. Oleh karenanya, hal ini berhubungan dengan tindakan dan perilaku sejak
lahir.
Kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang berbeda
dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan
bertahan lama terhadap lingkungannya (Kotler, 2002:194). Masing-masing orang
memiliki kepribadian yang berbeda yang mempengaruhi perilaku pembeliannya.
Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan bersosialisasi
mempertahankan diri dan kemampuan beradaptasi.
4. Faktor Psikologis
Motivasi menurut J. Moskowits, motivasi didefenisikan sebagai inisiasi
dan pengarahan tingkah laku dan pelajaran motivasi sebenarnya merupakan
pelajaran tingkah laku (Setiadi, 2003:94). Motivasi dapat diartikan sebagai
pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka
mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk
mencapai kepuasan.
Suatu kebutuhan dapat diartikan sebagai suatu keadaan internal yang
menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak menarik. Suatu kebutuhan yang tak
terpuaskan menciptakan ketegangan yang merangsang dorongan-dorongan yang
ada dalam diri individu yang bersangkutan. Dorongan ini menimbulkan suatu
prilaku pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan yang tertentu yang apabila
dicapai akan memeuhi kebutuhan itu dan mendorong ke arah pengurangan
tegangan. Perilaku yang yang termotivasi diprakarsia oleh pengaktifan kebutuhan
atau pengenalan kebutuhan. Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada
ketidakcocokan yang memadai antara keadaan aktual dengan keadaan yang
diinginkan. Konsumen selalu dihadapkan pada persoalan biaya atau pengorbanan
yang akan dikeluarkan dan seberapa penting produk yang dibutuhkan atau
diinginkan. Oleh karena itu konsumen akan dihadapkan pada persoalan motivasi
dan pendorong.
Seseorang yang termotivasi siap bertindak. Bagaimana seseorang yang
termotivasi bertindak akan dipengaruhi persepsinya terhadap situasi tertentu.
Menurut Kotler (2002:199), persepsi adalah proses yang digunakan oleh
seseorang individu untuk memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan
masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki
arti. Persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda. Oleh karena
itu persepri memiliki sifat subjektif. Persepsi yang akan dibentuk oleh seseorang
dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya. Selain itu satu hal yang perlu
diperhatkan dari persepsi adalah bahwa persepsi secara substansil bisa sangat
berbeda dengan realitas orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek
yang sama karena tiga proses persepsi: perhatian selektif, distorsi selektif dan
ingatan selektif (Kotler, 2002:198)
Perhatian selektif yaitu orang terlibat kontak dengan ransangan yang
sangat banyak setiap hari. Tantangan yang sesungguhnya adalah menjelaskan
ransangan mana yang akan diperhatikan oleh orang.
Distorsi selekif yaitu ransangan yang telah mendapatkan perhatian tidak
selalu muncul dipikiran orang persis seperti yang diinginkan oleh penciptaannya.
Distorsi selektif adalah kecenderungan orang untuk mengubahinformasi menjadi
bermakna pribadi dan menginterpretasikan informasi itu dengan cara yang
mendukung prakonsepsi mereka.
Ingatan/Retensi selektif yaitu orang akan merupakan banyak hal yang
mereka pelajari namun cenderung akan mengingat informasi yang menyokong
pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif, kita cenderung
akan mengingat hal-hal baik yang disebutkan tentang produk yang bersaing.
Menurut Lefton, penbelajaran adalah perubahan yang relatif bersifat tetap,
yang terjadi sebagai akibat dari penglaman (Prasetijo, 2005:87). Dari defenisi ini
didapat pengertian bahwa pembelajaran konsumen adalah suatu proses, jadi
pembelajaran ini secara terus menerus berlangsunga dan berubah sebagai akibat
dari pengetahuan yang diperooleh (dengan membaca, diskusi, observasi atau
berpikir) atau deri pengalaman yang sebenarnya.
Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari belajar. Dalam
mengkonsumsi produk konsumen akan mempertimbangkan manfaat yang bisa
diperolehnya. Oleh karena itu, kualitas produk sangat menetukan apakah
konsumen akan memberikan respon positif atau ngatif. Respon positif akan terjadi
ketika konsumen merasa puas, akibatnya probabilitas konsumen melakukan
pembelian ulang semakin tinggi. Sementara itu konsumen akan memberikan
respon negaif jika respon atas tindakannya itu tidak memuaskan.
Menurut Kotler (2002:200), sikap adalah evaluasi, pemasaran emosional
dan kecenderngan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan
bertahan lama dari seseorang terhadap suatu objek atau perasaan untuk atau
terhadap suatu ransangan. Orang memiliki sikap hampir semua hal. Sikap
menempatkan semua itu ke dalam sebuah kerangka pemikiran yang menyukai
atau tidak menyukai suatu objek, bergerak mendekati atau menjauhi obyek
tersebut. Sikap menyebabkan orang-orang berpengaruh secara cukup konsisten
terhadap obyek tersbut. Setelah sikap terbentuk, hal ini akan tersimpan dalam
memori jangka panjang mereka. Pada keadaan seperti ini, orang-orang
menggunakan sikap untuk membantunya berinteraksi secara lebih efektif
Jasa (skripsi tesis)
Kotler (Tjiptono, 2005:16) mendefenisikan jasa sebagai setiap tindakan
atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang
Universitas Sumatera Utara
pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan
kepemilikan sesuatu.
Pengertian jasa menurut pendapat para ahli antara lain:
a. Menurut Zethaml dan Bitner (Lupiyoadi, 2001:5)
Jasa merupakan semua aktivitas eknomi yang hasilnya tidak merupakan
produk dalam bentuk fisik atau kontruksi yang biasanya dikonsumsi pada saat
yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberi nilai tambah (seperti
kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah
yang dihadapi konsumen.
b. Menurut Lovelock dan Wright (2005:5)
Jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat
bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan
mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa
tersebut.
c. Menurut Lamb et.al (2001:482)
Jasa adalah hasil dari usaha penggunaan manusia dan mesin terhadap
sejumlah orang atau objek. Jasa meliputi suatu perbuatan, suatu kinerja atau suatu
upaya yang tidak bisa diproses secara fisik.
Pada jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dengan
pembari jasa, mekipun pihak-pihak terlibat tidak menyadari. Jasa juga bukan
merupakan barang, jasa adalah suatu proses atau aktifitas dan aktifitas- aktifitas
tersebut tidak berwujud.
Universitas Sumatera Utara
Jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari barang dan
berdampak pada cara memasarkannya. Secara garis besar karakteristik itu terdiri
dari:
1. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa merupakan suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, kinerja atau
usaha. Oleh sebab itu, sifat jasa tidak dapat dilihat, diraba, dicium atu
didengar sebelum dibeli dan dikonsumsi.
2. Inseparability (tidak terpisahkan)
Barang fisik diproduksi, dijual dan kemudian dikonsumsi. Sebaliknya jasa
dijual dulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi. Ini berarti bahwa jasa
tidak dapat dipisahnya dari penyedianya.
3. Variability
Jasa bersifat sangat beranekaragam dan non-standardized output, artinya
banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung pada siapa, kapan dan
dimana jasa tersebut dihasilkan.
4. Perishability (tidak tahan lama)
Jasa merupakan komoditi yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.
Dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan
berlalu begitu saja.
5. Lack of Ownership
Lack of Ownership merupakan perbedaan dasar antara barang dengan jasa.
Pada pembelian barang pembeli mempunyai hak penuh atas penggunaan
produk yang dibelinya. Pada pembelian jasa, pelanggan hanya mempunyai
akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang terbatas.
Perilaku Konsumen (skripsi tesis)
Perilaku Konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses
pengambilan keputusan dalam mendaparkan, menggunakan barang-barang atau
jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan (Mangkunegara, 2002: 4), jadi
dapat dikatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana
pembuat keputusan (decisions units), baik individu, kelompok ataupun organisasi,
Universitas Sumatera Utara
membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu
produk dan mengkonsumsinya.
Perilaku konsumen adalah suatu proses yang terdiri dari beberapa tahap:
a. Tahap perolehan (acquisition): mencari (searching) dan membeli
(purchasing).
b. Tahap konsumsi (consumption): menggunakan (using) dan mengevaluasi
(evaluating).
c. Tahap tindakan pasca beli (disposition): hal yang dilakukan oleh konsumen
setelah produk itu digunakan atau dikonsumsi.
Pemahaman tentang konsumen dan proses konsumsi akan menghasilkan
sejumlah manfaat di antaranya adalah kemampuan untuk membantu para manajer
mengambil keputusan, memberikan para peneliti pemasaran mengetahui dasar
ketika menganalisis konsumen, membantu legislatif negara serta pembuat
peraturan menciptakan hukum dan peraturan yang berhubungan dengan
pembelian dan penjualan barang atau jasa dan membantu konsumen dalam
pengambilan keputusan yang lebih baik. Singkatnya perilaku konsumen dipelajari
agar lebih memahami tentang apa yang dibeli oleh konsumen, mengapa, dimana,
kapan dan seberapa sering dia membeli. Pengetahuan ini kemudian dipakai untuk
Konsumen
Pendapatkan
Produk
Mencari:
– informasi
– alternatif
– keputusan
membeli
Konsumsi
Menggunakan
Mengevaluasi
Pasca Beli
Perilaku
Pasca beli
Universitas Sumatera Utara
menciptakan cara untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan mereka dan
menciptakan pendekatan yang baik untuk berkomunikasi dan mempengaruhi
mereka. Jadi, itu semua adalah kajian-kajian yang sangat mendasar dalam seluruh
kegiatan pemasaran.
Pemahaman tentang konsumen dapat ditemukan pada defenisi pemasaran
(marketing), yaitu kegiatan manusia ditujukan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan melalui proses pertukaran. Dari defenisi ini muncul dua kegiatan
pemasaran yang utama. Pertama, para pemasar berusaha untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan pasar sasaran mereka. Kedua, pemasaran meliputi studi
tentang proses pertukaran dimana terdapat dua pihak yang mentranfer sumber
daya diantara keduanya.
Perusahaan menerima sumber moneter dan sumber daya lainnya dari para
konsumen dalam proses pemasaran, yang sebaliknya, menerima produk, jasa dan
sumber-sumber nilai lainnya. Para pemasar menciptakan pertukaran yang berhasil,
dan harus memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dan keinginan
konsumen. Untuk memahami dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat
kita harus memahami apa yang komsumen pikirkan (kognisi) dan konsumen
rasakan (pengaruh), apa yang konsumen lakukan (perilaku) dan apa serta dimana
(kejadian sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan,
dirasa dan dilakukan konsumen.
Metode Pengumpulan Data (skripsi tesis)
Adapun metode pengumpulan data yang diperlukan dengan cara:
- Pencarian responden penelitian
Responden penelitian dicari dari pasien yang tengah dirawat di instalasi rawat inap RSIA Muslimat Jombang.
- Pengisian Informed Consent
Responden diberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian. Setelah itu responden diminta untuk menandatangani lembar kesediaan menjadi responden penelitian
- Penyebaran Kuesioner
Langkah berikutnya adalah responden penelitian diberikan kuisioner untuk diisi. Kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan cara membuat daftar pertanyaan tertulis kepada responden yang diteliti.
populasi (skripsi tesis)
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya ( Sugiyono, 2006 ). Dalam hal ini populasi tersebut adalah seluruh pasien instalasi rawat inap RSIA Muslimat Jombang yang pada tahun 2010 berjumlah 170 orang dari ruang Bayi berresiko, dan 195 orang dari ruang ibu bersalin. Sehingga totalnya adalah 365 orang.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kenyamanan Pasien (skripsi tesis)
Seperti telah dikatakan sebelum ini bahwa kenyamanan pelanggan (pasien) orientasinya adalah berhubungan dengan bagaimana pasien itu menghemat waktu dan usahanya dalam mendapatkan pelayanan medis oleh pihak rumah sakit. Kelangsungan pelayanan berarti pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan dan rujukan tanpa mengurangi prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu. Hal ini berarti bahwa kenyamanan pasien akan ditentukan pula oleh persepsi pasien terhadap pelayanan yang diterimanya. Sebagaimana dikatakan oleh Berry et.al. (2002) bahwa ada lima tipe atau lima macam kenyamanan konsumen (pasien) yang diidentifikasi sebagai: (1) keputusan pasien untuk menggunakan suatu jasa, (2) kemudahan untuk segera mendapatkan tempat pelayanan, (3) kemudahan dalam bertransaksi (keuangan dan administrasi), (4) kemudahan dan kecepatan dalam mendapatkan pelayanan yang bermanfaat, dan (5) pemakaian kembali jasa tersebut, maka semua itu tidak akan berjalan mulus atau lancar jika masih ditemui hambatan-hambatan yang berhubungan dengan lambatnya pelayanan administrasi oleh staf, buruknya sanitasi rumah sakit, terbatasnya ketersediaan obat-obatan yang diperlukan pasien atau terbatasnya peralatan rumah sakit.
Menurut Donabedian (1980) ada tiga evaluasi mutu pelayanan yaitu dari aspek struktur, proses dan outcome. Struktur adalah sarana fisik, perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sistem dan struktur daya lainnya di fasilitas kesehatan. Proses adalah semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan dan interaksi dengan pasien. Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan kepuasan.
Menurut Zeithhml Parasuraman (1997), kenyamanan pasien yang ditunjukkan dengan adanya rasa puas atau kepuasan pasien dapat mempengaruhi dan diukur dengan aspek-aspek: kenyataan, kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati. Selanjutnya aspek-aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Kenyataan yaitu meliputi fasilitas fisik, peralatan dan penampilan petugas, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kesiapan dan kebersihan alat. Pasien akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan seperti menilai gedung, peralatan, seragam, yaitu hal-hal yang menimbulkan kenikmatan bila dilihat.
- Kehandalan yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan dengan segera, tepat waktu dan benar misalnya penerimaan yang cepat, pelayanan pemeriksaan dan perawatan yang cepat dan tepat. Kehandalan juga merupakan kemampuan bidan dalam pelayanan yang akurat atau tidak ada kesalahan.
- Ketanggapan yaitu kemampuan petugas dalam menanggapi keluhan pasien termasuk kemampuan petugas untuk cepat tanggap dalam menyelesaikan keluhan dan tindakan cepat pada saat dibutuhkan.
- Jaminan yaitu kepercayaan pasien terhadap jaminan kesembuhan dan keamanan sehingga akibat pelayanan yang diberikan termasuk pengetahuan termasuk pengetahuan petugas kesehatan dalam memberikan tindakan pelayanan nifas. Aspek ini juga mencakup kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan.
- Empati yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan klien yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap pasien.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kenyamanan pasien berhubungan erat dan dapat dipengaruhi antara lain oleh penampilan fisik dan fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit, seperti: personil atau staf rumah sakit, peralatan yang digunakan, obat-obatan yang disediakan, pelayanan administrasi yang dijalankan sampai kebersihan rumah sakit.
Kenyamanan Pelanggan (Customer Convenience) (skripsi tesis)
Berry, Seiders dan Grewal (2002) mendefinisikan kenyamanan pelayanan (service convenience) adalah sebagai persepsi pasien mengenai waktu dan usaha mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sehingga semua tipe kenyamanan yang dapat memudahkan usaha dan mempersingkat waktu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan kenyamanan pelayanan. Lebih lanjut Berry, dkk. (2002) mengatakan bahwa riset terdahulu mengenai kenyamanan pelayanan kebanyakan berhubungan dengan waktu dan usaha yang diperlukan pasien, waktu tunggu yang dihabiskan dan orientasi konsumen terhadap orientasi kenyamanan (convenience orientation).
Tjiptono (2006) mengatakan bahwa masa ini faktor kenyamanan konsumen menjadi hal yang sangat penting dan cenderung untuk meningkatkan kepentingannya. Kenyamanan pelanggan adalah yang orientasinya berhubungan dengan bagaimana konsumen itu menghemat waktu dan usaha dalam mendapatkan pelayanan. Pemasaran dan operasi perusahaan bisa mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kenyamanan pelayanan.
Menurut Berry et.al. (2002) kenyamanan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap waktu dan usaha dalam menggunakan jasa. Koseptualisasi ini menggunakan dimensi waktu dan usaha sebagai kenyamanan (penghematan waktu atau usaha). Menurut Berry et.al. (2002) ada lima macam kenyamanan konsumen (pasien) yang dapat diidentifikasi yaitu :
- Decision convenience (keputusan pasien untuk menggunakan suatu jasa), merupakan persepsi konsumen mengenai waktu yang dan upaya yang mereka keluarkan untuk melakukan pembelian jasa atau keputusan digunakan.
- Access convenience (kemudahan untuk segera mendapatkan tempat pelayanan), merupakan kemudahan akses alamat persepsi konsumen mengenai waktu dan upaya yang mereka keluarkan untuk memulai pelayanan.
- Transaction convenience (kemudahan dalam bertransaksi), merupakan waktu dan upaya yang mereka keluarkan untuk bertransaksi.
- Benefit convenience (kemudahan dan kecepatan dalam mendapatkan pelayanan yang bermanfaat) merupakan waktu dan upaya yang mereka keluarkan untuk mendapatkan keuntungan inti layanan.
- Post benefit convenience (pemakaian kembali jasa tersebut) merupakan waktu yang dan upaya yang mereka keluarkan dalam rangka untuk melakukan kontak ulang dengan penyedia layanan penyedia pasca pemanfaatan layanan.
Pengertian Kenyamanan (skripsi tesis)
Kenyamanan (convenience) adalah keadaan psikis yang menyenangkan, menyegarkan, menyejukkan dan aman yang dirasakan (Daryanto, 1999). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, nyaman berarti enak, egar, sehat, sedap, lezat (tentang makanan). Kenyamanan berarti keadaan nyaman. Menurut Berry et.al. (2002) dalam Novida (2009) kenyamanan pelanggan (pasien) mencerminkan tahap-tahap aktivitas konsumen yang berkaitan dengan pembelian atau pemahaman sebuah jasa. Jasa yang dibeli konsumen akan mempengaruhi persepsinya terhadap kenyamanan. Jika konsumen meyakini bahwa penyedia jasa memeiliki kendali atas ketidaknyamanan jasa maka penilaiannya terhadap kualitas kepuasan, kenyamanan dan keadilan cenderung negatif.
Sementara Brown (1990) dalam Novida (2009) mengatakan bahwa kenyamanan adalah waktu dan usaha yang dibutuhkan oleh pasien untuk mendapatkan (memanfaatkan) pelayanan kesehatan. Dengan fokus pada sumber daya seperti waktu, peluang dan energy yang dihabiskan konsumen untuk memperoleh pelayanan maka konsep kenyamanan dapat dianggap sebagai akibat yang dapat mempengaruhi factor selain harga dari suatu pelayanan.
Menurut Milana (1997) dalam Novida (2009) kenyamanan adalah psikis yang menyenangkan yang dirasakan karena terpenuhinya secara relatif semua kebutuhan secara memadai, meliputi terciptanya rasa aman, kondisi lingkungan yang menyenangkan, menarik keadaan sosial yang baik, adanya penghargaan, adanya kepuasan diri dan bermanfaat bagi lingkungan. Lebih lanjut Milana mengatakan bahwa kenyamanan pada dasarnya pengalaman yang menyenangkan pada saat terpenuhinya sesuatu keinginan yang telah dicapai.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pasien (skripsi tesis)
Ahli psikologi sosial yang menganut aliran kognitif berpendapat bahwa di dunia ini terdapat dua macam realitas, yaitu realitas obyektif dan realitas subyektif. Setiap obyek adalah sama, tetapi bila diamati oleh orang yang berbeda maka akan terjadi interpretasi yang berbeda terhadap obyek tersebut (Ancok, dkk., 1988).
Menurut Tagiuri (dalam Harvey dan Smith, 1977) ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu (1) keadaan stimulus yang diamati; (2) situasi sosial tempat pengamatan itu terjadi dan (3) karakteristik pengamatan. Lebih jauh Walgito (1991) menjelaskan bahwa (1) mengenai stimulus agar dapat dipersepsi, stimulus harus cukup kuat, melampui ambang batas, berwujud manusia atau tidak bila tidak berwujud manusia, ketepatan persepsi ada pada individu, (2) keadaan individu dari segi fisiologis dan psikologis, di mana dari segi fisiologis sistem syaraf harus dalam keadaan baik, sedangkan secara psikologis, pengalaman, kerangka acuan, perasaan, kemampuan berpikir dan motivasi akan berpengaruh dalam persepsi seseorang, dan terakhir (3) lingkungan atau situasi, di mana bila objeknya manusia, maka objek dengan lingkungan yang melatar belakanginya merupakan kesatuan yang sulit dipisahkan.
Menurut Puspita (2009), persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan dipengaruhi oleh harapan terhadap pelayanan yang diinginkan. Harapan ini dibentuk oleh apa yang konsumen dengar dari konsumen lain dari mulut ke mulut, kebutuhan pasien, pengalaman masa lalu dan pengaruh komunikasi eksternal. Pelayanan yang diterima dari harapan yang ada mempengaruhi konsumen terhadap kualitas pelayanan.
Menurut Mubarak dan Chayatin (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan (ekspektasi) konsumen atau pasien rumah sakit adalah :
- Kebutuhan dan keinginan.
- Pengalaman masa lalu dan dari teman.
- Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi pelanggan.
Sesuai teori tentang persepsi seperti dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh pengamatan, pengindraan terhadap proses berpikir yang dapat mewujudkan suatu kenyataan yang diinginkan oleh seseorang terhadap suatu obyek yang diamati. Persepsi itu sangat subyektif karena disamping dipengaruhi oleh stimulus dan situasi pengamatan juga dipengaruhi oleh pengalaman, harapan, motif, kepribadian, dan keadaan fisik individu. Dengan demikian persepsi merupakan proses transaksi penilaian terhadap suatu obyek, situasi, peristiwa orang lain berdasarkan pengalaman masa lampau, sikap, harapan dan nilai yang ada pada diri individu. Dalam penelitian ini yang menjadi obyek persepsi adalah penerapan pemanfaatan pelayanan kesehatan (rawat inap) RSIA Muslimat Jombang.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan persepsi pasien terhadap pelayanan rumah sakit sebagai berikut:
- Tingkat Pendidikan Pasien
Menurut Notoatmojo (1996) pendidikan adalah suatu proses yang unsur-unsurnya terdiri dari masukan (input), yaitu sasaran pendidikan, dan keluaran (output) yaitu bentuk perilaku baru atau kemampuan baru dari sasaran pendidikan. Sukarsimi (1990) mengatakan bahwa hasil pendidikan berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang. Biasanya makin tinggi pendidikan seseorang maka makin baik dalam memandang sesuatu dan mengambil kesimpulan yang tepat. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung ingin mendapat pelayanan dan dilayani yang lebih puas dalam memperoleh pelayanan, termasuk pelayanan kesehatan, tapi sebaliknya orang yang berpendidikan rendah belum tentu dapat menilai pelayanan yang didapatnya dalam pelayanan kesehatan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan, karena keterbatasan pengetahuan dan informasi mengenai hal itu.
- Sikap Petugas Kesehatan
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmojo (1991) sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan respon terhadap suatu obyek misalnya sangat setuju, setuju dan tidak setuju. Sikap ini tidak selamanya terwujud dalam tindakan nyata dan pasien sebagai konsumen pada pelayanan kesehatan terutama pada petugas yang bekerja.
- Fasilitas Kesehatan
Menurut Sumarni (2000) fasilitas kesehatan merupakan faktor utama dalam terlaksana pelayanan kesehatan masyarakat. Fasilitas kesehatan juga sangat ditentukan oleh tenaga kesehatan. Secara konseptual yang dimaksud dengan pendidikan kesehatan formal adalah mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan formal di bidang kesehatan resmi maupun kursus resmi di bidang kesehatan. Dalam hal ini tenaga medis, sarjana kesehatan, paramedis, perawat, bidan dan pembantu perawat.
Sedangkan Mariati (1994) mengatakan bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat diperlukan sarana dan fasilitas kesehatan yang memadai, baik sarana dan fasilitas dasar maupun sarana penunjang dalam mempercepat proses penyembuhan pasien.
- Ketersediaan Obat-obatan
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) seperti dikutip Hasniar (2002), persediaan obat-obatan adalah proses untuk memperoleh obat yang dibutuhkan pasien, maksud dan tujuan pengadaan obat sebagai berikut:
- Memperoleh obat dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
- Mendapat obat dengan mutu yang baik.
- Menjamin penyampaian yang cepat dan tepat waktu.
- Optimasi pengelolaan persediaan obat melalui prosedur pengadaan atau permintaan yang baik.
Menurut Iskandar (1997) obat-obatan yang diserahkan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan pasien berdasarkan resep yang dibuat oleh seorang dokter. Sebelum obat diserahkan kepada pasien, petugas harus melakukan pengecekan terhadap obat tersebut.
Menurut Brace (1989) seperti dikutip oleh Budiharjo (2000) suatu pelayanan dianggap mempunyai kualitas jika adanya kesempatan bagi pasien untuk memilih obat yang akan digunakan, adanya informasi yang jelas yang diberikan kepada pasien tentang obat yang akan dikonsumsi.
- Keterampilan Petugas Kesehatan
Menurut Lawrance Green (1980) kemampuan petugas dalam memberi pelayanan kepada pasien yang dapat dilihat dan cepat, tepat, tanggap, teliti serta mandiri dimana tidak tergantung pada orang lain atau petugas kesehatan yang lainnya.
Persepsi Pasien Terhadap Kualitas Jasa (skripsi tesis)
Pasien tidak dapat menilai mutu pelayanan yang diperoleh secara teknik medik, karenanya mereka akan menilai dari persepsi sosial mereka atas atribut-atribut pelayanan tersebut. Penilaian dari sudut pandang pasien yaitu realitas persepsi pasien tentang mutu pelayanan yang diterima dan tercapainya kepuasan pasien. Sedangkan dari sudut manajemen rumah sakit adalah terciptanya pelayanan medik yang tepat atau wajar. Menurut Wulandari (2008) persepsi pasien akan dipengaruhi oleh kepribadianya, budaya, pendidikan, kejadian sebelumnya yang mirip dengan keadaan ini, hal-hal positif dan negatif lainnya serta tingkatan umum yang sering dijumpai pada saat melakukan intervensi di lingkungan rumah sakit. Persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh. Stimulus dapat berupa sesuatu yang ditangkap oleh alat indera, seperti produk, iklan, harga, pelayanan dan lain-lain.
Pengertian Persepsi (skripsi tesis)
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang apakah yang dimaksud dengan persepsi. Beberapa ahli mencoba menjelaskannya, antara lain Mar’at (1981) mengatakan persepsi adalah suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari suatu kondisi secara terus-menerus yang dipengaruhi oleh arus informasi dari lingkungannya. Walgito (1991) yang menyatakan bahwa persepsi itu merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu. Selanjutnya menurut Walgito, persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.
Trimurthy (2008) mengatakan bahwa ada beberapa pengertian persepsi antara lain :
- Persepsi menurut kamus umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai proses seseorang untuk mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya atau menerima langsung / tanggapan dari suatu resapan.
- Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka.
- Persepsi merupakan suatu proses dimana individu melakukan pengorganisasian terhadap stimulus yang diterima kemudian dinterpretasikan, sehingga seseorang dapat menyadari dan mengerti tentang apa yang diterima dan hal ini dipengaruhi pula oleh pengalaman-pengalaman yang ada pada diri yang bersangkutan.
- Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menyimpulkan pesan.
Pada umumnya manusia mempersepsikan suatu objek berdasarkan kaca matanya sendiri, yang diwarnai oleh nilai-nilai dan pengalamannya. Notoatmodjo (2003) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek yang sama.
Dari uraian di atas, maka persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan dan memahami tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam diri individu.
Rumah Sakit (skripsi tesis)
Rumah Sakit adalah institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan tindakan medik lain serta dapat sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan sarana penelitian.
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
Menurut UU RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Kesehatan maka pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
- Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
- Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.
- Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
- Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan rumah sakit.
Selain itu rumah sakit juga merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Pembangunan rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medik dan rujukan kesehatan secara terpadu serta meningkatkan dan memantapkan manajemen rumah sakit yang meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, penggerakan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan. Dalam rangka meningkatkan mutu rumah sakit, penyelenggaraannya harus memperhatikan standar yang disesuaikan dengan kelas/ tipe rumah sakit yaitu:
- Standar Manajemen
Rumah sakit merupakan bagian dari jejaring pelayanan kesehatan untuk mencapai indikator kinerja kesehatan yang ditetapkan daerah. Oleh karena itu, rumah sakit harus mempunyai hubungan koordinatif, kooperatif dan fungsional dengan dinas kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.
- Standar Pelayanan
- Pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik, seperti pelayanan medik penyakit dalam, dedah, kebidanan dan kandungan serta kesehatan anak.
- Pelayanan medik spesialistik lainnya seperti poli mata, telinga, hidung dan tenggorokan (THT), kulit dan kelamin, kesehatan jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf, dan orthopedi.
- Pelayanan medik sub spesialistik seperti pelayanan medik umum yang tidak tertampung oleh pelayanan medik spesialistik yang ada.
- Pelayanan penunjang medic seperti Radiologi, Laboratorium, Anestesi, Gizi, Farmasi, Rehabilitasi medik.
- Pelayanan keperawatan.
- Pelayanan administrasi dan umum.
Di Indonesia dikenal tiga jenis rumah sakit sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam rumah sakit, yaitu Rumah Sakit Pemerintah (Rumah Sakit Pusat, Rumah Sakit Provinsi, Rumah Sakit Kabupaten), Rumah Sakit BUMN/ABRI, dan Rumah Sakit Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumber dalam negeri (PMDN) dan sumber luar negeri (PMA). Jenis rumah sakit yang kedua adalah Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kangker dan sebagainya). Jenis Rumah Sakit yang ketiga adalah Rumah Sakit kelas A, kelas B (pendidikan dan non pendidikan), Rumah Sakit kelas C, dan Rumah Sakit kelas D.
Kelas rumah sakit juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada rumah sakit kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk subspesialistik. Rumah sakit kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. Rumah sakit kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak). Rumah sakit kelas D hanya terdapat pelayanan medis dasar.
Model Pertumbuhan Kaum Institusionalis. (skripsi tesis)
Model-model yang dikembangkan Kaum Neoklasik tersebut di atas menghasilkan variasi kinerja pembangunan, mendorong Stiglitz (2001) mencoba mengupas faktor-faktor yang menyebabkan variasi yang sangat lebar dalam kinerja pembangunan antar negara. Mengapa beberapa negara atau wilayah sebuah negara dalam kurun waktu tertentu mengalami keterbelakangan tertentu sedangkan beberapa negara atau wilayah suatu negara mengalami perkembangan yang melejit dengan cepat dalam tataran tertentu. Pelacakan dilakukan pada budaya dan institusi yang terbelakang. Pengamatan dilakukan di mantan negara-negara sosialis menyimpulkan bahwa yang diperlukan adalah sebuah kebijakan kolektif antar pemerintah dan pasar yang dapat menciptakan institusi yang diperlukan agar “pasar” dapat berfungsi. Pemikiran Stiglits tersebut mendapat dukungan dari Vinot Thomas (peneliti Bank Dunia) yang kemudian menerbitkan The Quality of Growth yang menekankan bahwa pengamatan kinerja proses pembangunan biasanya dihubungkan dengan pertumbuhan pendapatan nasional perkapita (Budiono, 2001).
Apa yang dikemukakan oleh Mankiw, Romer dan Weil juga dikritik oleh J.Temple’s yang menyatakan bahwa masalah perbedaan pertumbuhan ekonomi antar negara yang satu dengan yang lain tidak hanya karena masalah input. Negara yang pendapatannya rendah bukan karena kurangnya input, tetapi juga masalah efisiensi dan teknologi. Masalah efisiensi dan teknologi ditentukan oleh tatanan institusi yang ada (Tample’s, 1999 dalam Boulhol, 2004). Dari pernyataan tersebut berarti bahwa institusi perlu diperhatikan dalam membahas pertumbuhan ekonomi. Pernyataan ini didukung oleh Stiglitz, yang menyatakan bahwa aspek kelembagaan (institusi) perlu mendapat penajaman pengamatan dalam pembangunan. Atas dasar itu Stiglitz memodifikasi model pertumbuhan Neoklasik dengan memasukkan Informasi, Pengetahuan dan Teknologi serta Organisasional Capital. Jika model Neoklasik fungsi produksi agregat : Q = F (K,L,H) oleh Stiglitz dimodifikasi menjadi :
Q = F(A,K,L,H). Dalam hal ini Q adalah jumlah produksi K kapital, L tenagakerja, H kapital sumberdaya manusia, sedangkan A terdiri dari Informasi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Kapital Organisasional (termasuk institusi). Hanya saja Stiglitz belum memasukkan institusi secara eksplisit kedalam model sebagai variabel bebas, tetapi menginterprestasikannya melalui konstanta.v
Model Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik (skripsi tesis)
Pandangan Neo Klasik tentang pertumbuhan ekonomi berbeda dengan Kaum Klasik. Para ekonom tahun 1950an tidak sependapat bahwa pertumbuhan ekonomi hanya ditentukan oleh mobilitas kapital, tetapi pertumbuhan merupakan fungsi dari input. Pada masa ini para ekonom mulai memperkenalkan fungsi produksi nasional untuk menentukan pertumbuhan ekonomi. Fungsi produksi pada hakekatnya merupakan hubungan antara input yang terdiri dari Kapital (K), Tenaga Kerja (L) dan Teknologi (T) dengan output. Studi diawali oleh Solow dan Swan pada tahun 1956 dengan mendasarkan pada teori Neoklasik, dengan menggunakan struktur dan asumsi teori produksi Neoklasik (Dewan dan Hussein, 2001). Salah satu ciri Kaum NeoKlasik adalah mengandalkan terjadinya asas Tricle Down Effect, dalam proses pembangunan. Menurut paham ini hasil pembangunan akan terdistribusi secara merata melalui mekanisme pasar, tanpa perlu campur tangan pemerintah (institusi). Menurut teori ini jika pusat-pusat pertumbuhan mengalami pertumbuhan ekonomi maka secara otomatis (melalui mekanisme pasar) berdampak pada pertumbuhan wilayah yang lain, tidak diperlukan campur tangan pemerintah ataupun institusi.
Model Keynesian (Harrod-Domar dalam sistem Regional) (skripsi tesis)
Pada tahun 1940 dan 1950an dalam mengkaji pertumbuhan ekonomi para ekonom lebih menekankan pada aspek mobilitas kapital (K) dalam jangka panjang, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tergantung pada akumulasi kapital (tabungan dan investasi). Beberapa ekonom pada periode ini menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan fenomena jangka pendek. Pendapat ini didasarkan pada asumsi mereka bahwa dalam perkembangannya investasi kapital mengarah pada terjadinya penurunan marginal produktivitas kapital. Tokoh ekonom pada periode ini diantaranya adalah Harrod-Domar yang terkenal dengan teori pertumbuhan Harrod-Domar, dan Kaldor.
Model Pertumbuhan Ekonomi Klasik (skripsi tesis)
Model pertumbuhan ekonomi yang diterapkan oleh suatu negara tidak terlepas dari fokus kebijakan pembangunan yang dilakukan negara tersebut. Sebagian besar negara yang sedang berkembang, fokus kebijakan utamanya pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi dan stabilitas, pengambil kebijakan membutuhkan pemahaman tentang faktor-faktor pertumbuhan dan efeknya terhadap pertumbuhan (Dewan dan Hussein, 2001).
Model pertumbuhan ekonomi klasik dipelopori oleh Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823). Inti dari ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasa terbaik untuk dilakukan. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state). Posisi stasioner terjadi apabila sumber daya alam telah sepenuhnya dimanfaatkan. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban menyediakan prasarana sehingga aktivitas swasta menjadi lancar. Terhadap pemikiran Smith, perlu dicatat pendapat Joseph Schumpeter yang mengatakan bahwa posisi stasioner tidak akan terjadi karena manusia akan terus melakukan inovasi.
Dua aspek utama pertumbuhan ekonomi menurut Adam Smith adalah pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Unsur pokok dari sistem produksi suatu negara (pertumbuhan output total) menurut Smith adalah sumber daya alam yang tersedia (faktor produksi “tanah), sumber daya manusia (jumlah penduduk) dan stok modal yang ada.
Sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Jumlah sumber alam yang tersedia merupakan “batas maksimum” bagi pertumbuhan suatu perekonomian. Maksudnya, jika sumber daya ini belum digunakan sepenuhnya, maka jumlah penduduk dan stok kapital yang ada memegang peranan dalam pertumbuhan output. Tetapi pertumbuhan output tersebut akan berhenti jika semua sumber daya alam tersebut telah digunakan secara penuh.
Sumber daya manusia mempunyai peranan yang pasif dalam proses pertumbuhan output. Maksudnya, jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari suatu masyarakat. Pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku ekonomi. Dalam hal ini, Adam Smith memandang pekerja sebagai salah satu input bagi proses produksi. Menurut Adam Smith, perkembangan penduduk akan mendorong pertumbuhan ekonomi karena perkembangan penduduk akan memperluas pasar. Pada tahap ini dianggap bahwa berapapun jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi akan tersedia lewat proses pertumbuhan atau penurunan penduduk.
Stok kapital memegang peran paling penting dalam menentukan cepat lambatnya proses pertumbuhan output. Besar kecilnya stok kapital dalam perekonomian pada saat tertentu akan sangat menentukan output yang diproduksi dan dengan demikian akan menentukan kecepatan pertumbuhan ekonomi. Apa yang terjadi pada tingkat output tergantung pada apa yang terjadi pada stok kapital dan laju pertumbuhan stok kapital sampai tahap pertumbuhan dimana sumber-sumber alam mulai membatasi.
Jumlah penduduk menurut Adam Smith akan meningkat jika tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah subsisten yaitu tingkat upah yang pas-pasan untuk hidup. Jika tingkat upah di atas tingkat subsisten maka jumlah penduduk akan meningkat sebaliknya jika upah yang berlaku lebih rendah dari tingkat upah subsiten, maka jumlah penduduk akan menurun.
Terlepas dari kekurangan yang terdapat dalam teori Smith, pandangannya masih banyak yang relevan untuk diterapkan dalam perencanaan pertumbuhan ekonomi wilayah. Untuk itu, hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah memberi kebebasan kepada setiap orang/badan untuk berusaha (pada lokasi yang diperkenankan); tidak mengeluarkan peraturan yang menghambat pergerakan orang dan barang; tidak membuat tarif pajak daerah yang lebih tinggi dari daerah lain sehingga memberi iklim yang kundusif bagi pengusaha dan investor; menjaga keamanan dan ketertiban sehingga relatif aman untuk berusaha, menyediakan fasilitas dan prasarana sehingga pengusaha dapat beroperasi secara efisien dan tidak membuat prosedur penanaman modal yang rumit.
David Ricardo (1772-1823) mengembangkan teori pertumbuhan klasik lebih lanjut. Tetapi garis besar dari proses pertumbuhan dan kesimpulan-kesimpulan umum yang ditarik oleh David Ricardo tidak terlalu berbeda dengan teori Adam Smith. David Ricardo menganggap jumlah faktor produksi tanah (yaitu sumber-sumber alam) tidak bisa bertambah, sehingga akan bertindak sebagai faktor pembatas dalam proses pertumbuhan suatu masyarakat (Boediono, 1985)
Pendekatan Teoritik Model Kesenjangan Pendapatan (skripsi tesis)
Hasil uji Model Kuznets kontradiktif dengan model Y Chang dan Rati Ram. Kantradiksi tersebut terjadi karena variabel–variabel model tersebut merupakan outcome variable. Kesenjangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi sama-sama outcome variabel, bukan variabel kebijakan. Disamping itu dalam model yang dikembangkan Y Chang dan Rati Ram pertumbuhan pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomi sama-sama menjadi variabel bebas yang mempengaruhi kesenjangan, dalam kondisi ini secara logis terjadi multikolinearitas. Agar diperoleh model yang efektif maka perlu dikaji ulang model tersebut dengan lebih menekankan pada variabel-variabel kebijakan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Untuk itu dalam pengembangan model perlu pemahaman terhadap variabel-variabel kebijakan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (model pertumbuhan ekonomi).
Banyak model pertumbuhan ekonomi yang telah dikembangkan baik oleh Kaum Klasik, Neoklasik maupun Institusionalis. Pengembangan tersebut didasari atas anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan sarana yang tepat untuk mencapai kemakmuran suatu bangsa. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi berdampak pada tingginya peluang kerja, sehingga memperkecil pengangguran. Semakin kecilnya pengangguran berdampak semakin meningkatnya kemakmuran suatu bangsa. Model pertumbuhan ekonomi yang berkembang, antara lain yang tergabung dalam mashab analitis meliputi model pertumbuhan ekonomi Klasik, model Keynesian (Harrod-Domar dalam sistem Regional), model pertumbuhan ekonomi Neoklasik, dan model pertumbuhan Institusionalis. Teori-teori pembangunan ekonomi dalam mashab ini berusaha mengungkapkan proses pertumbuhan ekonomi secara logis dan taat azas (konsisten) tetapi kurang menekankan kepada aspek empiris (historis)nya.
Ukuran Kesenjangan Pendapatan (skripsi tesis)
Ada beberapa ukuran yang sering digunakan untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan yaitu Kurve Lorenz, Indeks Gini, Theil Indeks, dan L-Indeks.
Kurva Lorenz
Kurve Lorenz mengukur kesenjangaan pendapatan dengan menggunakan data pendapatan dan populasi. Tingginya kesenjangan ditentukan pertama-tama dengan melakukan perengkingan individual atas dasar pendapatan. Langkah selanjutnya menarik garis dari individu yang berpendapatan terendah ke tingkat pendapatan yang tertinggi, dan Kurva Lorenz adalah plot proporsi total pendapatan dalam masyarakat (gambar 2.1)
Bank Dunia mengukur tinggi rendahnya ketimpangan dengan mendasarkan pada distribusi pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk yang berpendapatan terendah. Ketimpangan pendapatan diklasifikasikan menjadi :
- a) tinggi jika 40 persen penduduk berpendapatan terendah menerima pendapatan kurang dari 12 persen, b) sedang ketimpangan dikatakan sedang jika 40 persen penduduk berpendapatan terendah menguasai 12 sampai 17 persen bagian pendapatan, c) rendah, ketimpangan dikatakan rendah jika 40 persen penduduk berpendapatan terendah menerima lebih dari 17 persen bagian pendapatan (BPS; 1994).
Konsep Kesenjangan Pendapatan (skripsi tesis)
Kesenjangan pendapatan merupakan ketidakseimbangan pendapatan yang diterima oleh seseorang atau kelompok yang satu dibanding dengan kelompok yang lain (Basukianto, 2009). Kesenjangan berkaitan dengan masalah distribusi pendapatan yaitu siapa yang menikmati hasil pembangunan dan seberapa besar seseorang atau sekelompok orang menguasai pendapatan. Sebagai sasaran utama distribusi adalah bagaimana supaya hasil pembangunan dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat, dalam arti sebagian besar pendapatan nasional dikuasai oleh sebagian besar masyarakat, tidak hanya dikuasai oleh sebagian kecil masyarakat. Manakala pendapatan terbagikan secara merata kepada seluruh penduduk di wilayah tersebut, maka dikatakan distribusi pendapatannya merata, sebaliknya apabila pendapatan regionalnya terbagi tidak secara merata dikatakan ada ketimpangan dalam distribusi pendapatannya. Ketimpangan terjadi bila pendapatan nasional hanya dikuasai oleh sebagian kecil masyarakat, oleh karena itu pemikiran-pemikiran kearah distribusi yang lebih merata diperlukan.
Kenyataan bahwa pembangunan di negara-negara berkembang lebih terarah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang optimal mendasari pemikiran mengenai konsep pemerataan. Pertumbuhan ekonomi dapat dicapai apabila jumlah produk nasional bruto meningkat lebih cepat dari pertambahan penduduk. Pertambahan produk nasional bruto dapat optimum apabila faktor produksi ikut bertambah, sehingga orientasi pembangunan terarah pada bagaimana menggerakkan modal dalam aktivitas produksi. Kebijakan pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ternyata banyak menimbulkan masalah terlebih bagi negara-negara yang sedang berkembang, sehingga perlu pemikiran tentang pemerataan pendapatan.
Gregory King pada tahun 1669 di Inggris (Hasibuan, 1989) mengemukakan pemikiran mengenai konsep pemerataan ini pertama kali dengan menyajikan pembagian pendapatan menurut umur, jenis kelamin, wilayah kota dan desa, dan menurut jabatan untuk menaksir besarnya pendapatan nasional. Konsep distribusi pendapatan kemudian dikembangkan oleh Kaum Klasik, yang meletakkan hukum-hukum distribusi pendapatan fungsional, seperti perubahan-perubahan perilaku upah, laba dan sewa lahan. Mereka antara lain Adam Smith, Robert Maltus, David Richardo, John Stuart Mill, kemudian Vilfredo Pareto.
Adam Smith membahas kesenjangan melalui teori upah subsistem, yang berdampak pada kesenjangan upah. Pertumbuhan dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, akumulasi modal, pasar yang luas, yang didukung oleh pembagian kerja yang efisien. Smith menyatakan dengan membiarkan kesenjangan pembagian pendapatan maka pertumbuhan akan relatif cepat. Tanpa kesenjangan tidak mungkin mencapai pertumbuhan ekonomi (Landretch, 1994).
Malthus berpendapat bahwa naik tidaknya upah seseorang tergantung pada sikap dan kemampuan mereka. Ia tidak setuju dengan undang-undang yang bertujuan membantu kelompok miskin. Karena bantuan yang diberikan kepada kelompok miskin akan mengurangi kesejahteraan yang lain, yang berakibat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan akan berkurang.
John Stuart Mill, mendukung pendapat Malthus, lebih lanjut ia membedakan hukum-hukum yang mengatur aktivitas produksi dan hukum-hukum distribusi. Proses produksi diatur oleh hukum fisik, sedangkan pembagian pendapatan diatur oleh tradisi. Suatu masyarakat dapat menentukan sistem distribusi pendapatan yang terbaik untuk mereka.
Ricardo sependapat dengan Smith tentang pentingnya tenaga kerja dalam perekonomian, dan ia mengakui pentingnya modal. Modal tidak hanya meningkatkan produktivitas tenaga kerja tetapi juga berperan dalam mempercepat proses produksi, sehingga hasil produksi dapat dengan cepat dinikmati atau dikonsumsi. Perbedaan antara Smith dan Richardo hanya dalam penekanannya saja. Smith lebih menekankan pada kemakmuran bangsa sedangkan Richardo lebih menekankan pada masalah pemerataan pendapatan diantara berbagai golongan dalam masyarakat.
Alfred Marshall (Neo Kasik) mengkritik Richardo dan pengikutnya (Klasik) bahwa dengan kebijakan-kebijakan sebagaimana yang dikemukakan Kaum Klasik, tidak memperhatikan orang miskin. Memang dengan kebijakan tersebut pertumbuhan ekonomi lebih cepat, tetapi kelompok miskin juga meningkat. Orang miskin dianggap menurunkan efisiensi. Kritik Marshall diarahkan pada berbagai konsep pandangan Kaum Klasik terhadap pembagian pendapatan fungsional, teori tentang upah (misalnya teori upah subsistem) dan pandangan Malthus tentang tidak perlunya undang-undang yang membantu kelompok miskin.
Vilfredo Pareto terkenal dengan hukum Pareto Optimum, ia mengatakan bahwa distribusi pendapatan dikatakan baik bila kenaikan pendapatan sekelompok orang meningkat, tanpa merugikan kelompok lain. Pareto memperkenalkan kelas dalam masyarakat yaitu: kelas bawah dengan pendapatan rendah, kelas menengah dengan pendapatan cukup, dan kelas atas dengan pendapatan relatif tinggi (Landreth dan Colander, 1994).
Sementara itu Kaum Keynesian menekankan pentingnya pemerintah dalam pertumbuhan dan distribusi pendapatan, melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Hal ini didasarkan pada kondisi pengangguran besar-besaran dan meningkatnya kemiskinan pada tahun 1930an.
Provocovitch dan Simon Kuznets (1955) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi bersifat saling meniadakan dengan pemerataan. Artinya bila pertumbuhan tinggi maka kesenjangan tidak dapat dihindarkan. Sebaliknya jika pemerataan yang menjadi sasaran maka pertumbuhan rendah. Selanjutnya Kuznets menyatakan bahwa pertumbuhan akan menghasilkan pemerataan jika pendapatan suatu negara sudah melampaui batas tertentu. Dengan kata lain Kuznets menggambarkan bahwa evolusi distribusi pendapatan berbentuk kurva U terbalik. Ia menyarankan tiga kriteria untuk melakukan analisis distribusi pendapatan: 1) Adequacy (kecukupan), 2) Equality (pemerataan) dan 3) Efficiency (efisiensi).
Athur M. Okun ( 1998 ) pernyataannya tidak jauh berbeda dengan penjelasan Kuznets. Ia menyatakan bahwa untuk pemerataan membutuhkan ongkos yang lebih tinggi dan tidak efisien. Pengertian tidak efisien disini tentunya dilihat dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang tentunya sangat tergantung pada kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang bersifat redistributif dan dukungan lembaga sosial dan politik.
Pembahasan tentang kesenjangan pendapatan sebagaimana tersebut di atas tidak terhenti pada mashab tertentu saja, tetapi sampai sekarang kesenjangan pendapatan masih merupakan isu kebijakan publik yang penting khususnya di negara-negara yang melakukan industrialisasi, karena banyak negara yang mengalami peningkatan ketimpangan pendapatan (Wenner and Stephen, 1998).
Dana Desa (skripsi tesis)
Menurut UU No. 6 Tahun 2014 dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan, pembangunan , pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Alokasi Dana Desa adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. ADD sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus. Secara terperinci, pengalokasian ADD dalam APBDes wajib memperhatikan peruntukannya dengan persentase anggaran :
- Paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa,
- Paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja desa yang digunakan untuk penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa, operasional Pemerintah Desa, tunjangan dan operasioanal Badan Permusyawaratan Desa, dan insentif rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW).
Tujuan Alokasi Dana Desa adalah:
- Meningkatkan penyelenggaraan pemerintah desa dalam pelaksanaan pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan kewenangannya;
- Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipastif sesuai dengan potensi desa;
- Meningkatnya pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa;
- Mendorong peningkatan swadaya gotong royong.
Menurut Syachbrani (2012) Alokasi Dana Desa (ADD) adalah bagian keuangan desa yang diperoleh dari bagi Hasil Pajak Daerah dan bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. ADD dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada bagian pemerintah desa, dimana mekanisme pencairannya dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi pemerintah daerah. Adapun tujuan dari alokasi dana ini adalah sebagai berikut:
- Penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan .
- Peningkatan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat.
- Peningkatan infrastruktur pedesaan.
- Peningkatan pendalaman nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial.
- Meningkatkan pendapatan desa melalui BUMDesa. Alokasi Dana Desa dalam APBD Kabupaten/Kota dianggarkan pada bagian pemerintah desa.
Pemerintah desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan keputusan kepala desa. Kepala desa mengajukan permohonan penyaluran ADD kepada bupati setelah dilakukan verifikasi oleh tim pendamping kecamatan. Bagian pemerintahan desa pada setda Kabupaten/Kota akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada bagian keuangan setda kabupaten/Kota atau kepala badan pengelola keuangan daerah (BPKD) atau kepala badan pengelola keuangan dan kekayaan aset daerah (BPKKAD). Kepala bagian keuangan setda atau kepala BPKD atau kepala BPKKAD akan menyalurkan ADD langsung dari kas daerah ke rekening desa. Mekanisme pencairan ADD dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah Kabupaten/Kota (Nurcholis, 2011).
Pengertian Efektivitas (skripsi tesis)
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang efektivitas, berikut ini akan dikemukakan beberapa konsep dari efektivitas. Dalam hal efektivitas F. Drucker dalam Sugiyono (2010:23) menyatakan efektivitas merupakan landasan untuk mencapai sukses. Selanjutnya Fremont E. Kas (dalam Sugiyono, 2010:23) mengemukakan bahwa efektivitas berkenaan dengan derajat pencapaian tujuan baik secara eksplisit maupun implisit, yaitu seberapa jauh rencana dapat dilaksanakan dan seberapa jauh tujuan tercapai.
Sedangkan menurut William N. Dunn (2005:498) efektivitas (effectiveness) adalah suatu kriteria untuk menseleksi berbagai alternatif untuk dijadikan rekomendasi didasarkan pertimbangan apakah alternatif yang direkomendasikan tersebut memberikan hasil (akibat) yang maksimal, lepas dari pertimbangan efisiensi. Efektivitas adalah sesuatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan perbuatan dengan maksud tertentu atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki, maka orang tersebut dikatakan efektif (Gie 2006:149).
Efektif dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dapat membawa hasil, berhasil guna. Handoko berpendapat (2008:7) efektifitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Harbani Pasolong (2012:51) efektivitas pada dasarnya berasal dari kata “efek” dan digunakan dalam istilah ini sebagai hubungan sebab akibat. Efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab dari variabel lain. Efektivitas berarti bahwa tujuan yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai atau dengan kata sasaran tercapai karena adanya proses kegiatan.
James L. Gibson dkk (2006:38) (dalam Harbani Pasolong, 2012:51) mengatakan bahwa efektivitas adalah pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian sasaran menunjukkan derajat efektivitas. Tjokroamidjojo (dalam Harbani Pasolong 2012:51) mengatakan bahwa efektivitas, agar pelaksanaan administrasi lebih mencapai hasil seperti direncanakan, mencapai sasaran tujuan yang ingin dicapai dan lebih berdaya hasil. Sedangkan Keban (dalam Harbani Pasolong 2012:51) mengatakan bahwa suatu organisasi dapat dikatakan efektif bila tujuan organisasi atau nilai-nilai sebagaimana ditetapkan dalam visi tercapai. Nilai-nilai yang telah disepakati bersama antara para stakeholder dari organisasi yang bersangkutan.
Menurut Komaruddin (2005:294) “efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu”. Selanjutnya The Liang Gie (2006 : 24) juga mengemukakan bahwa “efektivitas adalah keadaan atau kemampuan kerja yang dilaksanakan oleh manusia untuk memberikan guna yang diharapkan”. Sedangkan Gibson (2011: 28) mengemukakan bahwa “efektivitas dalam konteks perilaku organisasi merupakan hubungan antar produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan”.
Selanjutnya Steers (2008:87) mengemukakan bahwa “Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya”. Sedangkan menurut Stephen P. Robbins (2008:85) keefektifan organisasi dapat didefinisikan sebagai tingkatan pencapaian organisasi atas tujuan jangka pendek (tujuan) dan jangka panjang (cara). Pemilihan itu mencerminkan konstituensi strategis, minat pengevaluasi, dan tingkat kehidupan organisasi. Siagian (2010:151) berpendapat bahwa efektivitas terkait penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan sebelumnya atau dapat dikatakan apakah pelaksanaan sesuatu tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya”.
Proses Pemberdayaan Pegawai (skripsi tesis)
Menurut Suharto dalam Huraerah (2011) pelaksanaan proses dan pencapaian pemberdayaan masyarakat dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan.
- Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan structural yang menghambat.
- Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Pemberdayaan harus mampu menumbuh kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.
- Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) Antara yang kuat dan yang lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.
- Penyokongan: pemberian bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
- Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan Antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha. Untuk memperoleh kewenangan dan kapasitas dalam mengelola pembangunan, masyarakat perlu diberdayakan melalui proses pemberdayaan atau empowerment
Dimensi Dalam Pemberdayaan Pegawai (skripsi tesis)
Menurut Stewart dalam Kadarisman (2017) pegawai harus diberikan beberapa kemungkinan untuk dapat mengembangkan kemampuannya yaitu:
- Mengembangkan visi bersama (envision)
Adanya visi yang sama, seluruh pegawai mengetahui secara tepat ke mana organisasi ini akan melangkah. Dengan memahami tujuan organisasi, maka sebagian besar kegiatan organisasi akan terkoordinasi dengan sendirinya.
- Mendidik pegawai (educate)
Pegawai perlu diberikan pendidikan. Pendidikan di sini lebih bersifat teoritis dan filosofi, dengan tujuan sebagai pembelajaran. Dalam pembelajaran tersebut terdapat pemahaman secara implisit, dan melalui pemahaman, maka pegawai dimungkinkan untuk menjadi seorang inovator, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif, dan menjadi pegawai yang efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan.
- Meniadakan rintangan-rintangan (eliminate)
Berikut dikemukakan bahwa pimpinan yang memberdayakan SDM-nya harus meniadakan atau meminimalisasi segala hambatan atau rintangan yang menghadang upaya pemberdayaan yang akan dan sedang dibangun tersebut. Seperti ketentuan-ketentuan yang tidak perlu, orang-orang yang sengaja menghalanginya, berbagai prosedur administratif yang menghambat serta kendala-kendala teknis lainnya.
- Menyatakan keinginan (express)
Dinyatakan bahwa dalam pemberdayaan yang berusaha mengungkapkan keinginan-keinginan SDM antara lain tentang apa yang menjadi tujuan SDM atau manfaat-manfaat apa yang diperoleh SDM jika mereka bekerja dengan profesionalisme yang tinggi dan lain-lain.
- Memberikan motivasi (motivation)
Letak pentingnya pemberian motivasi kepada para SDM, agar mereka tetap dan mau melaksanakan tugas tadi sesuai dengan kecakapan yang mereka miliki. Oleh karena itu diharapkan mereka bukan saja asal mau bekerja, tetapi juga yang terpenting adalah pekerjaannya itu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh organisasi.
- Memberi perlengkapan (equip)
Memberdayakan pegawai adalah dengan memberikan perlengkapan yang memadai (cukup), yaitu setiap benda atau alat yang dibutuhkan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dengan demikian, pemberdayaan pegawai dengan memberi perlengkapan yang cukup dan memadai baik dari segi kualitas dan kuantitasnya.
- Melakukan evaluasi (evalution)
Merupakan kegiatan menilai hasil kerja (output) dari pegawai baik dari segi kuantitas dan kemampuannya dalam pelaksanaan pekerjaan apakah sudah sesuai dengan tujuan organisasi. Kegiatan ini untuk menyelaraskan sasaran dan tujuan organisasi dengan kenyataan yang dihadapi oleh pegawai dalam pelaksanaan tugas.
- Mengharapkan keberhasilan dan permasalahan (expect)
Pemberdayaan pegawai yang dilakukan dengan selalu mengharapkan tercapai keberhasilan dan permasalahan yang mungkin muncul dalam praktik pelaksanaan pekerjaan, sehingga pimpinan yang memberdayakan mengharapkan keberhasilan dan permasalahan yang dimiliki cara tertentu untuk menghadapi kemungkinan munculnya permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, antara lain kemungkinan kekurangan sarana dan prasarana, pegawai yang menolak perubahan (resistance to change) dan sebagainya.
Pengertian Gaya Kepemimpinan Demokratis (skripsi tesis)
Rivai (2014 ) mendefinisikan bahwa pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Menurut Winardi dalam Rivai (2014 ) yang dimaksud dengan pemimpin adalah “seorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat memengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengerahkan upaya bersama kearah pencapaian sasaran-sasaran tertentu”
Kartono (2018) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan kepribadian yang membedakan seorang pemimpin dalam berinteraksi dengan orang lain. Thoha (2015) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh seseorang pada saaat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain atau bawahan. Menurut Herujito (2016) mengartikan gaya kepemimpinan bukan bakat, oleh karena itu gaya kepemimpinan dipelajari dan dipraktekan dalam penerapannya harus sesuai dengan situasi yang dihadapi. Sedangkan menurut Supardo (2016 ), mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara dan porses kompleks dimana seseorang mempengaruhi orang-orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas atau suatu sasaran dan mengarahkan Instansi dengan cara yang lebih masuk akal.
Pemahaman mengenai kepemimpinan demokratis sendiri ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif yang artinya atasan menolak segala bentuk persaingan dan atasan dapat bekerjasama dengan karyawan dalam mengambil keputusan. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri. Kepemimpinan demokratis ialah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah. Aktif dalam menggerakkan dan memotivasi (Rivai, 2014).
Robbins Coulter (2010) menyatakan bahwa gaya demokratis menggambarkan pemimpin yang melibatkan karyawan dalam membuat keputusan, mendelegasikan wewenang dan menggunakan umpan balik sebagai kesempatan untuk melatih karyawan. Kartono (2016) menyatakan bahwa, kepemimpinan demokratis menitik beratkan masalah aktivitas setiap anggota kelompok juga para pemimpin lainnya, yang semua terlibat aktif dalam penentian sikap, pembuatan rencana – rencana, pembuatan keputusan penerapan disiplin kerja (yang ditanamkan secara sukarela oleh kelompok – kelompok dalam suasana demokratis)
Berdasarkan pengertian di atas maka gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan pemimpin yang melibatkan karyawan dalam membuat keputusan, mendelegasikan wewenang dan menggunakan umpan balik sebagai kesempatan untuk melatih karyawan
Peran Masyarakat (skripsi tesis)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peran berarti seperangkat tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat, dan dalam kata jadinya (peranan) berarti tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa (Amba, 1998). Selanjutnya Amba menyatakan bahwa peranan adalah suatu konsep yang dipakai sosiologi untuk mengetahui pola tingkah laku yang teratur dan relatif bebas dari orang-orang tertentu yang kebetulan menduduki berbagai posisi dan menunjukkan tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan peranan yang dilakukannya (Amba, 1998).
Peran (role) adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status seseorang dan terjadi apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya (Soekanto, 2004). Hal demikian menunjukkan bahwa peran dikatakan telah dilaksanakan apabila seseorang dengan kedudukan atau status tertentu telah melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Peran dapat dibagi dalam tiga cakupan, yaitu (Soekanto,2004):
- Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti merupakan rangkaian-rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
- Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
- Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Berdasarkan tiga cakupan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa peran dalam hal ini mencakup tiga aspek. Aspek tersebut yaitu penilaian dari perilaku seseorang yang berada di masyarakat terkait dengan posisi dan kedudukannya, konsep-konsep yang dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat sesuai dengan kedudukannya, serta aspek ketiga yaitu perilaku seseorang yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Aspek Disiplin Kerja (skripsi tesis)
Ukuran disiplin kerja bagi karyawan menurut Rivai (2015) memiliki beberapa aspek yaitu:
- Kehadiran, hal ini mencakup kedatangan karyawan untuk bekerja, ketepatan waktu karyawan dating ketempat kerja setiap harinya, dan durasi kerja penuh sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
- Ketaatan pada peraturan kerja, hal ini mengenai pemahaman karyawan terhadap peraturan kerja serta mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
- Ketaatan pada standar kerja, hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan yang diamanahkan kepadanya, dan karyawan yang bekerja sesuai dengan fungsi serta tugasnya.
- Tingkat kewaspadaan tinggi, karyawan yang memiliki tingkat kewaspadaan tinggi akan selalu berhati-hati, penuh perhitungan dan ketelitian dalam bekerja, serta selalu menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien.
- Bekerja etis, yaitu menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dalam bekerja, kesopanan dan kejujuran karyawan serta saling menghargai antar sesame karyawan
Indikator disiplin kerja karyawan menurut Dharma (2013) adalah:
- Kehadiran karyawan setiap hari: karyawan wajib hadir di perusahaannya sebelum jam kerja, dan pada biasanya digunakan saran kartu kehadiran pada mesin absensi.
- Ketepatan jam kerja: penetapan hari kerja dan jam kerja diatur atau ditentukan oleh perusahaan. Karyawan diwajibkan untuk mengikuti aturan jam kerja, tidak melakukan pelanggaran jam isitirahat dan jadwal kerja lain, keterlambatan masuk kerja, dan wajib mengikuti aturan jam kerja per hari.
- Mengenakan pakaian kerja dan tanda pengenal: seluruh karyawan wajib memakai pakaian yang rapi dan sopan, dan mengenakan tanda pengenal selama menjalankan tugas kedinasan. Bagi sebagian besar perusahaan biasanya menyediakan pakaian seragam yang sama untuk semua karyawannya sebagai bentuk simbol dari kebersamaan dan keakraban di sebuah perusahaan.
- Ketaatan karyawan terhadap peraturan: adakalanya karyawan secara terangterangan menunjukkan ketidakpatuhan, seperti menolak melaksanakan tugas yang seharusnya dilakukan. Jika tingkah laku karyawan menimbulkan dampak atas kinerjanya, para pemimpin harus siap melakukan tindakan pendisiplinan.
Fungsi Pengawasan (skripsi tesis)
Menurut (Griffin, 2003) menjelaskan bahwa terdapat empat tujuan dari fungsi pengawasan antara lain :
- Adaptasi Lingkungan
Tujuan utama dari fungsi pengawasan adalah agar perusahaan dapat terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan yang bersifat internal maupun lingkungan eksternal sehingga fungsi pengawasan tidak saja di lakukan untuk memastikan agar kegiatan perusahaan berjalan sebagaimana rencana yang telah ditetapkan, akan tetapi juga agar yang dijalankan sesuai dengan perubahan lingkungan, karena sangat memungkinkan perusahaan juga mengubah rencana perusahaan yang disebabkan terjadinya berbagai perubahan dilingkungan yang dihadapi perusahaan.
- Meminimalkan Kegagalan
Tujuan ini dapat dilihat ketika melakukan kegiatan produksi misalnya, perusahaan tetap berharap agar kegagalan yang terjadi seminimal mungkin. Sehingga fungsi pengawasan agar kegagalan-kegagalan tersebut dapat diminimumkan.
- Meminimumkan Biaya
Fungsi pengawasan melalui penetapan standar tertentu dapat diminimumkan biaya dalam melakukan produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan, begitu juga dengan pengawasan yang dilakukan terhadap tenaga kerja yaitu adanya kasus korupsi. Korupsi disini dapat berupa korupsi jam kerja, penggunaan fasilitas yang bukan untuk kepentingan perusahaan dan penggelapan uang.
- Mengantisipasi Kompleksitas dari Organisasi
Fungsi pengawasan dapat juga mengantisipasi berbagai kegiatan organisasi yang kompleks, kompleksitas tersebut dari mulai pengelolaan terhadap produk, tenaga kerja, hingga berbagai prosedur yang terkait dengan manajemen organisasi.
Pengertian Pengawasan (skripsi tesis)
Pengawasan merupakan suatu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan organisasi. Suatu pengawasan dikatakan penting karena tanpa ada pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan ,baik bagi organisasinya sendiri maupun bagi para pekerjanya. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan sangat diperlukan di setiap organisasi. Dengan adanya pengawasan diharapkan dapat meningkatkan hal – hal yang diawasi. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Siagian (2017 ) bahwa Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa berbagai kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya”. Sedangkan menurut Harold Koontz (2019) “Pengawasan adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana – rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan – tujuan perusahaan dapat terselenggara”.
Pendapat ahli lain menurut menjelaskan bahwa Pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standart yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan pengukur penyimpangan – penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan – tujuan perusahaan (Handoko, 2018 )
Suatu sistem pengawasan yang baik sangat penting dan berpengaruh dalam proses pelaksanaan kegiatan organisasi. Karena pengawasan bertujuan untuk mengamati apa yang sebenarnya terjadi dan membandingkan dengan apa yang seharusnya terjadi dengan maksud untuk secepatnya melaporkan penyimpangan atau hambatan kepada pimpinan yang bersangkutan agar diambil tindakan korektif yang perlu. Pengawasan adalahkegiatan penilaian terhadap organisasi/kegiatan dengan tujuan agar organisasi/kegiatan tersebut melaksanakan fungsinya dengan baik dan dapat memenuhi tujuannya yang telah ditetapkan (Hadibroto,2014).
Aspek Kinerja (skripsi tesis)
Menurut Sutrisno (2009), pengukuran kinerja diarahkan pada enam aspek yaitu:
- Hasil kerja: tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan.
- Pengetahuan pekerjaan: tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang ajan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja,
- Inisiatif: tingkat inisiatif selama menjalankan tugas pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalahmasalah yang timbul
- Kecakapan mental: tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima insturksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada.
- Sikap: tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan.
- Disiplin waktu dan absensi: tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.
Komponen indikator kinerja karyawan menurut Lazer (2017):
- Kemampuan teknis
- a) Ilmu pengetahuan yang dimiliki karyawan.
- b) Kemampuan menggunakan metode.
- c) Teknik kerja yang di gunakan karyawan.
- d) Peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas.
- e) Pengalaman yang pernah dialami karyawan dengan pekerjaan yang sejenis
- f) Pelatihan yang diperoleh karyawan.
- Kemampuan konseptual
- Kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan.
- Penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh.
- Tanggung jawab sebagai seorang karyawan.
- Kemampuan hubungan interpersonal
- kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain.
- memotivasi karyawan
- melakukan negosiasi.
Dalam penelitian ini akan menggunakan aspek kinerja sesuai dengan pernyataan Lazer (2017) yang meliputi Kemampuan teknis, Kemampuan konseptual serta Kemampuan hubungan interpersonal
Komponen Literasi Digital (skripsi tesis)
Komponen utama literasi digital adalah berkenaan dengan keahlian apa saja yang wajib dimiliki dalam menggunnakan komunikasi dan teknologi informasi. Ada delapan komponen utama dalam dunia literasi digital, yaitu :
- Social networking, muncul berbagai macam media social merupakan salah satu gambaran yang terdapat pada social networking atau sering disebut juga fenomena social online. saat ini setiap manusia yang bersinggungan dalam kehidupan maya akan selalu bertemu dengan fasilitas tersebut. Gadget yang dimiliki oleh seseorang bisa dipastikan mempunyai berbagai macam akun social media, misalnya :google, instagram, path, linkedin, twitter, facebook. Menggunakan fasilitas social media diharapakan memiliki sifat selektif dan berhati-hati. Literasi digital menunjukan bagaimana cara untuk menggunakan media social dengan baik. 2. Tramsliteracy. Trasliterasy dimaknai sebagai keahlian menggunakan semua yang berlainan terutama untuk menciptakan konten, menghimpun, menyebarluaskan sampai membicarakan lewat beberapa media social, kelompok diskusi, gadget, dan semua fasilitas online yang ada.
- Maintaning, privacy. Hal utama dari literasi digital yaitu tentang menjaga diri dalam kehidupan online. Mempelajari dari semua cubercrime seperti kejahatan didunia maya melalui ATM, kartu kredit, memahami karakteristik situs yang tidak nyata (palsu) kejahatan melalui email dan lain sebagainya.
- Managing digital identity, ini berhubungan dengan bagaimana prosedur memakai tanda pengenal yang sesuai dibeberapa situs media social.
- Organizing and sharing content, yaitu mengelolah dan mendistribusikan isi berita supaya lebih gampang dibagikan.
- Reusing/repurposing content, mampu bagaimana menciptakan isi dari berbagai jenis informasi yang tersedia sehingga memproduksi konten baru dan bisa dipakai kembali untuk beberapa kebutuhan.
- Filtering and selecting content, keahlian menelusuri, memilah dan menyaring berita secara pas sesuai dengan hal-hal yang diinginkan dan dibutuhkan, seperti melalui berapa situs di URL disitus internet.
- Selfbroadcasting, ini mempunyai tujuan untuk mendistribusikan gagasan-gagasan yang baru atau ide personal dan isi multimedia, seperti lewat wkis, forum atau blog. Hal tersebut merupakan jenis partisipasi di dunia maya. (Mustofa, 2019).
Paul Gilster (dalam Bella, 2018) mengelompokkannya ke dalam empat kompetensi inti yang perlu dimiliki seseorang, sehingga dapat dikatakan berliterasi digital antara lain: a) Pencarian di Internet (Internet Searching) Kompetensi sebagai suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan internet dan melakukan berbagai aktivitas di dalamnya. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen yakni kemampuan untuk melakukan pencarian informasi diinternet dengan menggunakan search engine, serta melakukan berbagai aktivitas di dalamnya.
- Pandu Arah Hypertext (Hypertextual Navigation)
Kompetensi ini sebagai suatu keterampilan untuk membaca serta pemahaman secara dinamis terhadap lingkungan hypertext. Jadi seseorang dituntut untuk memahami navigasi (pandu arah) suatu hypertext dalam web browser yang tentunya sangat berbeda dengan teks yang dijumpai dalam buku teks. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen anatara lain: pengetahuan tentang hypertext dan hyperlink beserta cara kerjanya, pengetahuan tentang perbedaan antara membaca buku teks dengan melakukan browsing via internet, pengetahuan tentang cara kerja web meliputi pengetahuan tentang bandwidth, http, html, dan url, serta kemampuan memahami karakteristik halaman web.
- Evaluasi Konten Informasi (Content Evaluation)
Kompetensi ini merupakan kemampuan seseorang untuk berpikir kritis dan memberikan penilaian terhadap apa yang ditemukan secara online disertai dengan kemampuan untuk mengidentifikasi keabsahan dan kelengkapan informasi yang direferensikan oleh link hypertext. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen antara lain: kemampuan membedakan antara tampilan dengan konten informasi yakni persepsi pengguna dalam memahami tampilan suatu halaman web yang dikunjungi, kemampuan menganalisa latar belakang informasi yang ada di internet yakni kesadaran untuk menelusuri lebih jauh mengenai sumber dan pembuat informasi, kemampuan mengevaluasi suatu alamat web dengan cara memahami macam-macam domain untuk setiap lembaga ataupun negara tertentu, kemampuan menganalisa suatu halaman web, serta pengetahuan tentang FAQ dalam suatu newsgroup/group diskusi.
- Penyusunan Pengetahuan (Knowledge Assembly)
Kompetensi ini sebagai suatu kemampuan untuk menyusun pengetahuan, membangun suatu kumpulan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber dengan kemampuan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi fakta dan opini dengan baik serta tanpa prasangka. Hal ini dilakukan untuk kepentingan tertentu baik pendidikan maupun pekerjaan. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen yaitu: kemampuan untuk melakukan pencarian informasi melalui internet, kemampuan untuk membuat suatu personal newsfeed atau pemberitahuan berita terbaru yang akan didapatkan dengan cara bergabung dan berlangganan berita dalam suatu newsgroup, mailing list maupun grup diskusi lainnya yang mendiskusikan atau membahas suatu topik tertentu sesuai dengan kebutuhan atau topik permasalahan tertentu, kemampuan untuk melakukan crosscheck atau memeriksa ulang terhadap informasi yang diperoleh, kemampuan untuk menggunakan semua jenis media untuk membuktikan kebenaran informasi, serta kemampuan untuk menyusun sumber informasi yang diperoleh di internet dengan kehidupan nyata yang tidak terhubung dengan jaringan
Dalam penelitian ini akan emnggunakan komponen literasi digital sesuai dengan pernyataan Paul Gilster (dalam Bella, 2018) yaitu meliputi aspek Pandu Arah Hypertext, Evaluasi Konten Informasi dan Penyusunan Pengetahuan
Pengertian Literasi Digital (skripsi tesis)
Konsep literasi digital sendiri pertama kali dikenalkan oleh Paul Gilster. Paul Gilster pertama kali mengemukakan istilah literasi digital (digital literacy) di bukunya yang berjudul sama (Gilster, 1997 dalam Riel, et. al. 2012: 3). Ia mengemukakan literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks seperti akademik, karir dan kehidupan sehari-hari (Riel, et. al. 2012: 3). Pendapat Gilster tersebut seolah-olah menyederhanakan media digital yang sebenarnya terdiri dari berbagai bentuk informasi sekaligus seperti suara, tulisan dan gambar. Eshet (2004) menekankan bahwa literasi digital seharusnya lebih dari sekedar kemampuan menggunakan berbagai sumber digital secara efektif. Literasi digital juga merupakan sebentuk cara berpikir tertentu. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980an ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan tidak saja di lingkungan bisnis namun juga masyarakat. Sedangkan literasi informasi menyebarluas pada dekade 1990an manakala informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring. Kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat menjadikan adanya kesenjangan pemahaman dan pemanfaatan literasi digital itu sendiri.Salah satu kesenjangan digital adalah kesenjangan antara mereka yang memiliki akses dan dapat memiliki kemampuan untuk menggunakan TIK dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk menggunakannya (Hargittai, 2003; Dewan dkk, 2005).
Dalam kesenjangan digital, terdapat tiga aspek utama yang saling berhubungan dan merupakan fokus yang perlu diperhatikan, sebagai berikut (Camacho, 2005):
- Akses/ infrastruktur (access/ infrastructure)
Perbedaan kemampuan antar individu dalam perolehan akses atau infrastruktur TIK yang menyebabkan perbedaan distribusi informasi.
- Kemampuan (skill & training)
Perbedaan kemampuan antar individu dalam memanfaatkan atau menggunakan akses dan infrastruktur yang telah diperoleh. Selanjutnya adalah perbedaan antar individu dalam upaya pencapaian kemampuan TIK yang dibutuhkan untuk dapat memanfaatkan akses dan infrastruktur TIK.
- Isi informasi (content/ resource)
Perbedaan antar individu dalam memanfaatkan informasi yang tersedia setelah seseorang dapat mengakses dan menggunakan teknologi tersebut sesuai dengan kebutuhannya
Definisi Operasional (skripsi tesis)
- Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku spontan (tanpa perintah) pegawai yang bersedia mengerjakan pekerjaan melebihi dari tugas mereka seperti biasa, mengusahakan kinerja melebihi apa yang diharapkan dan bermanfaat bagi organisasi. Dalam penelitian ini maka Organizational Citizenship Behavior menggunakan aspek obedience, altruism, conscientiousness, civic virtue, courtesy dan
- Komitmen Organisasi adalah suatu keadaan dimana suatu individu memiliki dorongan atau keinginan untuk tetap berada di dalam suatu organisasi dan percaya pada nilai-nilai organisasi. Dalam penelitian ini menggunakan tiga aspek yaitu Komitmen Afektif (Affective Commitment), Komitmen Kontinuans (Continuence Commitment) dan Komitmen Normatif (Normative Commitment)
Aspek dalam Komitmen Kerja (skripsi tesis)
Menurut Meyer dan Allen dalam Luthans (2018) bahwa faktor-faktor penyebab komitmen kerja mengakibatkan timbulnya perbedaan bentuk komitmen organisasi yang dibaginya atas tiga aspek, yaitu: komitmen afektif (affective commitment), komitmen kontinuans (continuence commitment), dan komitmen normative (normative commitment). Hal yang umum dari ketiga aspek komitmen ini adalah dilihatnya komitmen sebagai kondisi psikologis yang: (1) menggambarkan hubungan individu dengan organisasi, dan (2) mempunyai implikasi dalam keputusan untuk meneruskan atau tidak keanggotaannya dalam organisasi.
Meyer dan Allen dalam Luthans (2018) lebih memilih untuk menggunakan istilah aspek komitmen kerja daripada tipe komitmen organisasi karena hubungan karyawan dengan organisasinya dapat bervariasi dalam aspek tersebut. Adapun definisi dari masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut:
- Komitmen Afektif (Affective Commitment)
Komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, pada siapa karyawan mengidentifikasikan dirinya, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut (Allen dan Meyer, dalam Luthans (2018).
Menurut Morgan dalam (Ahmad, S, K. Shahzad, S. Rehman, N. A. Khan & I.U. Shad 2010) komitmen afektif merupakan perasaan pribadi karyawan dan identifikasi dirinya pada organisasi dikarenakan kepercayaan yang kuat terhadap fungsi dan tujuan organisasi. Komitmen afektif dapat dikelompokkan menjadi empat kategori utama yaitu karakteristik pribadi, karakteristik struktur, karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan dan pengalaman kerja. Walaupun keempat kategori ini mempengaruhi komitmen afektif secara signifikan, kebanyakan literatur mendukung bukti bahwa pengalaman kerja mempunyai hubungan pengaruh yang lebih kuat (Mowder, et al., 1982 dalam Azliyanti, 2019).
- Komitmen Kontinuans (Continuence Commitment)
Komitmen kontinuans berkaitan dengan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan yang berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans sejalan dengan pendapat Becker yaitu bahwa komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinan memilih identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena adanya ancaman akan kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain (Allen dan Meyer, dalam Luthans, 2018).
Menurut Morgan (1988) dalam Ahmad, et al. (2011) komitmen kontinuans merupakan persepsi seseorang terhadap kerugian yang akan dialaminya apabila meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans berdasarkan pada persepsi karyawan tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Komitmen ini pada saat awal dikembangkan dianggap sebagai aktifitas yang dianggap konsisten. Ketika individu tak melanjutkan lagi aktifitasnya pada suatu organisasi, maka akan timbul di hatinya suatu perasaan kehilangan. Oleh sebab itu selanjutnya komitmen ini disebut juga dengan exchanged oriented commitment atau komitmen yang berorientasi pada pertukaran atau biasa juga disebut komitmen komulatif (Dewayani, 2017).
- Komitmen Normatif (Normative Commitment)
Komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib bertahan dalam organisasi (Allen dan Meyer, dalam Luthans , 2018). Wiener (dalam Luthans, 2018) mendefinisikan aspek komitmen ini sebagai tekanan normatif yang terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu sehingga memenuhi tujuan dan minat organisasi.
Menurut Morgan (1988) dalam Ahmad, et al. (2010) komitmen normatif adalah perilaku yang ditunjukkan karyawan atas pertimbanan moral dan apa yang benar untuk dilakukan. Chang, C. C., M. C. Tsai dan M. S. Tsai (2011), menyatakan bahwa komitmen normatif mengacu kepada perasaan pekerja bahwa mereka berkewajiban untuk tetap tinggal dalam organisasi. Sedangkan Dewayani (2017) mengatakan bahwa komitmen normatif ini juga disebut sebagai komitmen moral, merefleksikan persepsi individu terhadap norma, perilaku yang dapat diterima, yang timbul sebagai akibat perlakuan organisasi terhadap karyawan. Misalnya dengan gaji yang mereka terima serta pelatihan-pelatihan yang mereka ikuti. Perasaan wajib ini terus tumbuh sampai mereka merasa impas dan tidak mempunyai kewajiban lagi.
Meyer dan Allen dalam Luthans (2018) berpendapat bahwa setiap aspek memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan aspek afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan aspek continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki aspek normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.
Dalam penelitian ini maka pengukuran di dasarkan pada aspek Allen dan Meyer (1990) dalam Luthans (2018) yang membagi komitmen kerja menjadi Komitmen Afektif (Af ective Commitment), Komitmen Kontinuans (Continuence Commitment) Komitmen Normatif (Normative Commitment)
Pengertian Komitmen Kerja (skripsi tesis)
Komitmen kerja yang pertama dikemukakan oleh Potter, et al. (2012). Komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Potter, et al. (2012) ini bercirikan adanya: (1) belief yang kuat serta penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi; (2) kesiapan untuk bekerja keras; serta (3) keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi. Komitmen ini tergolong komitmen sikap atau afektif karena berkaitan dengan sejauhmana individu merasa nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi. Semakin besar kongruensi antara nilai dan tujuan individu dengan nilai dan tujuan organisasi maka semakin tinggi pula komitmen karyawan pada organisasi.
Dalam pernyataan lain, disebutkan bahwa komitmen organisasi didefinisikan sebagai kekuatan identifikasi dan keterlibatan individu dengan organisasi. Komitmen yang tinggi dicirikan dengan tiga hal, yaitu : kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilainilai organisasi, kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi dan keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. Komitmen nampak dalam tiga bentuk sikap yang terpisah tapi saling berhubungan erat, pertama identifikasi dengan misi organisasi, kedua keterlibatan secara psikologis dengan tugas-tugas organisasi dan yang terakhir loyalitas serta keterikatan dengan organisasi (Dessler, 2014).
Menurut Jewell dan Siegall (dalam Sutrisno, 2011) komitmen kerja dapat didefinisikan sebagai derajat hubungan individu memandang dirinya sendiri dengan pekerjaannya dalam organisasi tertentu. Robbins (dalam Sutrisno, 2010) mengatakan bahwa komitmen terhadap organisasi adalah salah satu sikap di tempat kerja, karena komitmen merefleksikan perasaan seseorang (suka atau tidak suka )terhadap organisasi dimana ia bekerja. Selanjutnya menurut Kreitner (2018) komitmen organisasi mencerminkan tingkat bagi perorangan mengidentifikasikan dengan suatu organisasi dan merasa terikat dengan tujuannya.
Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB). (skripsi tesis)
Konsep organizational citizenship behavior (OCB) pertama kali diperkenalkan oleh Bateman & Organ et al. dan telah dibahas secara detail oleh Organ tahun 1988. Namun jauh sebelum tahun tersebut Barnard mempergunakan konsep OCB dan menyebutnya sebagai kerelaan bekerja sama (willingness to coorporate). Pada tahun 1964, Katz menggunakan konsep serupa dan menyebutnya sebagai inovatif dan perilaku spontan (innovative and spontaneous behaviours) (Triyanto, 2009).Organizational citizenship behavior (OCB) adalah perilaku yang melampaui persyaratan formal dari pekerjaan dan bermanfaat untuk organisasi (Spector, 1996).
Organ (dalam Podsakoff, 2010) mendefenisikan OCB sebagai perilaku individu yang bebas memilih, tidak diatur secara langsung atau eksplisit oleh sistem penghargaan formal, dan secara bertingkat mempromosikan fungsi organisasi yang efektif.Johns (dalam Triyanto, 2019) mengemukakan bahwa organizational citizenship behavior (OCB) memiliki karakteristik perilaku sukarela/extra-role behavior yang tidak termasuk dalam uraian jabatan, perilaku spontan/tanpa saran atau perintah tertentu, perilaku yang bersifat menolong, serta perilaku yang tidak mudah terlihat serta dinilai melalui evaluasi kinerja. Organizational citizenship behavior (OCB) juga sering diartikan sebagai perilaku yang melebihi kewajiban formal (ekstra role) yang tidak berhubungan dengan kompensasi langsung. Artinya, seseorang yang memiliki organizational citizenship behavior (OCB) tinggi tidak akan dibayar dalam bentuk uang atau bonus tertentu, namun organizational citizenship behavior (OCB) lebih kepada perilaku sosial dari masing-masing individu untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan, seperti membantu rekan disaat jam istirahat dengan sukarela (Ahdiyana, 2010). Menurut Ehrhart (dalam Triyanto, 2009) organizational citizenship behavior (OCB) didefinisikan sebagai perilaku yang mempertinggi nilai dan pemeliharaan sosial serta lingkungan psikologi yang mendukung hasil pekerjaan.
Definisi Konsep (skripsi tesis)
- Menurut Astuti (2019), partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan
- Menurut Basrowi (Dwiningrum, 2015), partisipasi masyarakat ditinjau dari bentuknya dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (a) Partisipasi secara fisik dan (b) Partisipasi secara non fisik.
- Menurut BNPB (2008) kesiapsiagaan menghadapi bencana merupakan suatu aktivitas lintas-sektor yang berkelanjutan. Kesiapsiagaan dalam menghadapi banjir terdiri dari kegiatan yang memungkinkan masyarakat dan individu untuk dapat bertindak dengan cepat dan efektif ketika terjadi banjir.
Jenis Banjir (skripsi tesis)
Menurut Ferad (2015) bencana banjir dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber air, mekanisme, posisi, dan berdasarkan aspek penyebabnya. Berdasarkan sumber airnya banjir dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
- Banjir Sungai merupakan banjir yang terjadi karena air sungai yang meluap.
- Banjir Danau merupakan banjir yang terjadi karena air danau yang meluap atau karena bendungan yang jebol.
- Banjir Laut Pasang merupakan banjir yang terjadi karena adanya badai dan gempa bumi.
Menurut Ferad (2015:138) berdasarkan mekanisme terjadinya banjir, bencana banjir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
- Banjir biasa (regular) adalah banjir yang diakibatkan jumlah limpasan yang sangat banyak sehingga melampaui kapasitas dari pembuangan air yang ada (existing drainage).
- Banjir tidak biasa (irregular) adalah banjir akbiat tsunami, gelombang pasang, atau keruntuhan dam (dam break).
Banjir dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan sumber banjir terhadap daerah yang digenanginya, yaitu:
- Banjir lokal merupakan akibat dari hujan lokal.
- Banjir bandang merupakan akibat dari propagasi dari daerah hulu pada suatu daerah tangkapan.
Ferad (2015) juga menyatakan penyebabnya banjir dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu:
- Banjir karena hujan yang lama. Dengan kapasitas sungai yang dimiliki oleh sungai kemudian pada akhirnya akan melampaui batasnya sehingga air limpasan akan mengalir ke areal dataran rendah di kirikanan sungai.
- Banjir karena salju yang mengalir. Banjir ini terjadi karena adanya tumpukan salju yang mengalir dan kenaikan suhu udara di atas lapisan salju. Aliran salju akan mengalir dengan cepat apabila disertai dengan hujan.
- Banjir bandang (flash food), disebabkan karena intensitas hujan yang tinggi di tempat dengan topografi yang curam di bagian hulu sungai. Banjir bandang mempunyai daya rusak yang besar dan berbahaya.
- Banjir karena pasang surut pada muara sungai atau pada pertemuan dua sungai. Apabila secara bersamaan terjadi hujan besar di daerah hulu akan mengakibatkan meluapnya air sungai di bagian hilirnya, serta disertai dengan badai di lautan atau pantai akan menimbulkan dampak yang besar.
Ukuran Kesiapsiagaan Bencana (skripsi tesis)
Kajian tingkat kesiapsiagaan komunitas keluarga menggunakan framework yang dikembangkan LIPI bekerja sama dengan UNESCO/ISDR tahun 2006. Ada lima parameter yang digunakan dalam mengkaji tingkat kesiapsiagaan keluarga dalam kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana yaitu pengetahuan dan sikap tentang risiko bencana, kebijakan dan panduan, rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana dan mobilisasi sumber daya.(LIPIUNESCO/ISDR, 2006):
- Pengetahuan tentang kebakaran serta risiko bencana mencakup pengertian bencana alam, kejadian yang menimbulkan bencana, penyebab terjadinya kebakaran, ciri-ciri terjadinya kebakaran, dampak terjadinya kebakaran.
- Kebijakan dan panduan meliputi kebijakan pendidikan yang terkait dengan kesiapsiagaan keluarga, UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Surat Edaran 70a/MPN/2010) kegiatan penyuluhan diharapkan mampu mobilisasi sumber daya di dalam keluarga untuk peningkatan kesiapsiagaan komunitas keluarga.
- Rencana tanggap darurat terkait dengan evakuasi, pertolongan dan penyelamatan agar korban bencana dapat diminimalkan. Rencana yang berkaitan dengan evakuasi mencakup tempat-tempat evakuasi, peta dan jalur evakuasi, peralatan dan perlengkapan, latihan/simulasi dan prosedur tetap (protap) evakuasi. Penyelamatan dokumen-dokumen penting juga perlu dilakukan, seperti copy atau salinan dokumen perlu disimpan di tempat yang aman.
- Parameter peringatan bencana yang meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadinya bencana. Peringatan dini bertujuan untuk mengurangi korban jiwa, karena itu pengetahuan tentang tanda/bunyi peringatan, pembatalan dan kondisi aman dari bencana sangat diperlukan. Penyiapan peralatan dan perlengkapan untuk mengetahui peringatan sangat diperlukan, demikian juga dengan latihan dan simulasi apa yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana harus menyelamatkan diri dalam waktu tertentu sesuai dengan lokasi di mana keluarga sedang berada saat terjadi bencana.
- Parameter mobilisasi sumber daya adalah kemampuan keluarga dalam memobilisasi sumber daya manusia (SDM) kepala keluarga dan anggota keluarga, pendanaan, dan prasarana-sarana penting untuk keadaan darurat. Mobilisasi sumber daya ini sangat diperlukan untuk mendukung kesiapsiagaan. Mobilisasi SDM berupa peningkatan kesiapsiagaan kepala keluarga dan anggota keluarga yang diperoleh melalui berbagai pelatihan, workshop atau ceramah serta penyediaan materi-materi kesiapsiagaan di Keluarga yang dapat diakses oleh semua komponen. (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006)
Kajian tingkat kesiapsiagaan komunitas keluarga menggunakan framework yang dikembangkan LIPI bekerja sama dengan UNESCO/ISDR tahun 2006. Ada lima parameter yang digunakan dalam mengkaji tingkat kesiapsiagaan keluarga dalam kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana yaitu pengetahuan dan sikap tentang risiko bencana, kebijakan dan panduan, rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana dan mobilisasi sumber daya.(LIPIUNESCO/ISDR, 2006):
- Pengetahuan tentang bencana serta risiko bencana mencakup pengertian bencana alam, kejadian yang menimbulkan bencana, penyebab terjadinya bencana, ciri-ciri terjadinya bencana, dampak terjadinya bencana
- Kebijakan dan panduan meliputi kebijakan pendidikan yang terkait dengan kesiapsiagaan keluarga, UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Surat Edaran 70a/MPN/2010) kegiatan penyuluhan diharapkan mampu mobilisasi sumber daya di dalam keluarga untuk peningkatan kesiapsiagaan komunitas keluarga.
- Rencana tanggap darurat terkait dengan evakuasi, pertolongan dan penyelamatan agar korban bencana dapat diminimalkan. Rencana yang berkaitan dengan evakuasi mencakup tempat-tempat evakuasi, peta dan jalur evakuasi, peralatan dan perlengkapan, latihan/simulasi dan prosedur tetap (protap) evakuasi. Penyelamatan dokumen-dokumen penting juga perlu dilakukan, seperti copy atau salinan dokumen perlu disimpan di tempat yang aman.
- Parameter peringatan bencana yang meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadinya bencana. Peringatan dini bertujuan untuk mengurangi korban jiwa, karena itu pengetahuan tentang tanda/bunyi peringatan, pembatalan dan kondisi aman dari bencana sangat diperlukan. Penyiapan peralatan dan perlengkapan untuk mengetahui peringatan sangat diperlukan, demikian juga dengan latihan dan simulasi apa yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana harus menyelamatkan diri dalam waktu tertentu sesuai dengan lokasi di mana keluarga sedang berada saat terjadi bencana.
- Parameter mobilisasi sumber daya adalah kemampuan keluarga dalam memobilisasi sumber daya manusia (SDM) kepala keluarga dan anggota keluarga, pendanaan, dan prasarana-sarana penting untuk keadaan darurat. Mobilisasi sumber daya ini sangat diperlukan untuk mendukung kesiapsiagaan. Mobilisasi SDM berupa peningkatan kesiapsiagaan kepala keluarga dan anggota keluarga yang diperoleh melalui berbagai pelatihan, workshop atau ceramah serta penyediaan materi-materi kesiapsiagaan di Keluarga yang dapat diakses oleh semua komponen. (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006)
Pengertian Kesiapsiagaan Bencana (skripsi tesis)
Kesiapsiagaan (preparedness) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (BPBD DKI Jakarta, 2013). Menurut BNPB (2008) kesiapsiagaan menghadapi bencana merupakan suatu aktivitas lintas-sektor yang berkelanjutan. Kesiapsiagaan dalam menghadapi banjir terdiri dari kegiatan yang memungkinkan masyarakat dan individu untuk dapat bertindak dengan cepat dan efektif ketika terjadi banjir. Hal ini membantu masyarakat dalam membentuk dan merencanakan tindakan apa saja yang perlu dilakukan ketika banjir (UNESCO, 2008). Tujuan khusus dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa sistem, prosedur, dan sumber daya yang tepat siap ditempatnya masing-masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi korban bencana sehingga dapat mempermudah langkah-langkah pemulihan dan rehabilitasi layanan (BNPB, 2008).
Dalam pernyataan lain disebutkan bahwa pengertian kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisispasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Membangun kesiapsiagaan adalah unsur penting, namun mudah dilakukan karena menyangkut sikap dan mental dan budaya serta disiplin di tengah masyarakat kesiapsiagaan adalah tahapan yang paling strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana (Kementerian Sosial RI, 2011).
Struktur Pemerintah Desa Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 25 (skripsi tesis)
Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain. Dalam ilmu manajemen pembantu pimpinan disebut staf. Staf professional diartikan sebagai pegawai yaitu pimpinan yang memiliki keahlian dalam bidangnya, bertanggungjawab, dan berperilaku professional dalam menjalankan tugasnya. Selanjutnya pada pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan; Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perangkat desa adalah Pembantu Kepala Desa dan pelaksanaan tugas menyelenggaraan Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Atas dasar tersebut, 15 Kepala Desa memiliki wewenang yang sesuai dengan tugas-tugasnya itu. Diantaranya adalah, bahwa Kepala Desa berwenang untuk:
- Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
- Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa;
- Memegang kekeuasaanpengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
- Menetapkan Peraturan Desa;
- Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
- Membina kehidupan masyarakat desa;
- Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa;
- Membina dan meningkatkan perekonomian desa serta mengintegrasi agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa;
- Mengembangkan sumber pendapatan desa;
- Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guma meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
- Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa;
- Memanfaatkan teknologi tepat guna;
- Mengordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
- Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
- Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika ada wewenang, tentu ada kewajiban, wewenang yang dimaksud diatas merupakan format yang diakui oleh kontitusi Negara Republik Indonesia. Sedangkan untuk kewajiban untuk menjadi Kepala Desa tidaklah mudah, diantaranya adalah:
- Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika;
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
- Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;
- Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
- Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efesien, bersih serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
- Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di desa;
- Menyelengarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
- Mengelola keuangan dan Aset Desa;
- Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa; 10. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa;
- Mengembangkan perekonomian masyarakat desa;
- Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa;
- Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan desa;
- Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup;
- Memberikan informasi kepada masyrakat desa.
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, kepala desa bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa membuat rencana strategis desa. Hal ini tercantum pada Pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang berbunyi: Badan Permusyawartan Desa mempunyai fungsi:
- Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
- Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa;
- Melakukan pengawasan kinerja kepala desa;
Badan Permusyawartan Desa juga memiliki hak untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa, hal ini terdapat dalam Pasal 61 huruf a Undang-Undang Desa yang berbunyi: Badan Permusyawaratan Desa berhak:
- Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa kepada pemerintah desa;
- Menyatakan pendapat atas penyelenggara pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan masyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa; dan
- Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, kepala desa wajib: menyampikan laporan penyelenggaraan Pemerintah Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota, menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Kota, menyampaikan laporan keterangan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran. Lebih lanjut dalam Pasal 51 Kepala Desa menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 48 huruf c setiap akhir tahun anggaran kepada Badan Permusyawaratan Desa secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa. Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala desa. Dari uraian tersebut sudah jelas bahwa Badan Permusyawaratan Masyarakat Desa mempunyai peran yang strategis dalam ikut mengawal penggunaan dana desa tersebut agar tidak diselewengkan.
Selain bersama Badan Permusyawaratan Desa, sesuai dengan undang-undang bahwa kepala desa dibantu oleh perangkat desa. Perangkat desa menurut Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa terncantum dalam Pasal 48. Perangkat desa terdiri atas;
- Sekretariat desa;
- Pelaksana kewilayahan; dan
- Pelaksana teknis.
Perangkat desa diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan camat atas nama Bupati/Walikota. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat desa bertanggungjawab kepada Kepala Desa. Perangkat desa diangkat dari warga desa yang memenuhi persyaratan, karena tugas pemerintah desa begitu berat maka perangkat desa harus memiliki kemampuan yang memadai untuk bisa mendukung Kepala Desa dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan. Pemerintah desa berkewajiban melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sesuai dengan kewenangannya. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 18 disebutkan bahwa kewenangan desa meliputi kewenangan dibidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa, berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan adat istiadat desa.14 Untuk melaksanakan tugastugas ini diperlukan susunan organisasi dan perangkat desa yang memadai agar mampu menyelenggarakan pemerintahan dengan baik. Dengan demikian organisasi pemerintah desa yang ada saat ini perlu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dalam upaya melaksanakan amanat Undang-Undang Desa. Struktur organisasi pemerintah desa harus disesuikan dengan kewenangan dan beban tugas yang harus dilaksanakan.
Menurut Asnawi Rewansyah (2010) ada 5 (lima) fungsi utama pemerintah yaitu: (1) Fungsi pengaturan/regulasi, (2) Fungsi pelayanan kepada masyarakat, (3) Fungsi pemberdayaan masyarakat, (4) Fungsi pengelolaan asset/kekayaan dan (5) Fungsi pengamanan dan perlindungan.
Pengertian Desa (skripsi tesis)
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village yang diartikan sebagai “ a groups of houses or shops in a country area, smaller than and town “. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewewenangan untuk mengurus rumah tangganya berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasiona dan berada di Daerah Kabupaten.
Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkasan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Menurut R. Bintarto5 , berdasarkan tinajuan geografi yang dikemukakannya, desa merupakan suatu hasil perwujudan geografis, sosial, politik, dan cultural yang terdapat disuatu daerah serta memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, desa adalah suatu kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai system pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan. Pengertian tentang desa menurut undang-undang adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pasal 1 ,7 Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1, Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 1, Desa adalah Desa dan adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut , adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 1, Desa adalah Desa dan adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui otonominya dan Kepala melalui pemerintah dapat diberikan penugasan pendelegasian dari pemrintahan atauoun dari pemerintahan daerah untuk melaksanakan pemerintahan tertentu. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai adalah keanekaragaman, partisipai, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintahan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah penyelenggaraan 11 urusan pemerintahan oleh Pemerintahan dan Badan Permusyawaratan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-ususl dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Merupakan suatu kegiatan pemerintah , lebih jelasnya pemikiran ini didasarkan bahwa penyelenggaraan tata kelola (disingkat penyelenggara), atau yang dikenal selama ini sebagai “Pemerintahan”. Kepala adalah pelaksana kebijakan sedangkan Badan Pemusyawaratan dan lembaga pembuatan dan pengawasan kebijakan. Menurut Zakaria dalam Candra Kusuma (205) menyatakan bahwa desa adalah sekumpulan yang hidup bersama atau suatu wilayah, yang memiliki suatu serangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan sendiri, serta berada diwilayah pimpinan yang dipilih dan ditetapkan sendiri. Sedangkan pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 72 Tahun 2005 Tentang pasal 6 menyebutkan bahwa Pemerintahan Permusyawaratan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adatistiadat setempat yang diakui dan dihormti dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui otonominya dan Kepala melalui pemerintah dapat diberikan penugasan pendelegasian dari pemerintahan ataupun pemerintahan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sebagai unit organisasi yang berhadapan langsung dengan masyarakat dengan segala latar belakang kepentingan dan kebutuhannya mempunyai peranan yang sangat strategis, khususnya dalam pelaksanaan tugas dibidang pelayanan publik. Maka desentralisasi kewenangan-kewenangan yang lebih besar disertai dengan pembiayaan dan bantuan sarana prasarana yang memadai mutlak diperlukan guna penguatan otonomi menuju kemandirian dan alokasi. Dalam pengertian menurut Widjaja dan Undang-Undang di atas sangat jelas sekali bahwa desa merupakan self community yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat, maka posisi desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang seimbang terhadap penyelenggaraan Otonomi Daerah. Karena dengan Otonomi Desa yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan Otonomi Daerah. Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni:
- Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa
- Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
- Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
- Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Desa juga memiliki hak dan kewajiban yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni, Desa berhak:
- Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal- usul, adat-istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat desa;
- Menetapkan dan mengelola kelembagaan desa; c. Mendapatkan sumber pendapatan;
Desa berkewajiban;
- Melindungi dan menjaga persatuan, keatuan serta kerukunan masyarakat desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa;
- Mengembangkan kehidupan demokrasi;
- Mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa; dan
- Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa;
Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan kemampuan penyelenggaraan Pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dan peningkatan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan. Dalam menciptakan pembangunan hingga ditingkat akar rumput, maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk 14 pembentukan desa yakni: Pertama, faktor penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga, Kedua, faktor luas yang terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat, Ketiga, faktor letak yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun, Keempat, faktor sarana prasarana, tersedianya sarana perhubungan, pemasaran, sosial, produksi, dan sarana pemerintahan desa, Kelima, faktor sosial budaya, adanya kerukunan hidup beragama dan kehidupan bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat, Keenam, faktor kehidupan masyarakat, yaitu tempat untuk keperluan mata pencaharian masyarakat.
Profitabilitas (skripsi dan tesis)
Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah
memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, disamping hal-hal lainnya.
Dengan memperoleh laba yang maksimal seperti yang ditargetkan, perusahaan dapat
berbuat banyak bagi kesejahteraan pemillik, karyawan, serta meningkatkan mutu
produk dan melakukan investasi baru. Untuk mengukur tungkat keuntungan suatu
perusahaan, dapat digunakan rasio keuntungan stau rasio profitabilitas yang juga
dikenal dengan rasio rentabilitas Kasmir (2016,196).
Pengukuran kinerja keuangan (skripsi dan tesis)
Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dengan menggunkaan rasiorasio keuangan, dapat dilakukan dengan beberapa rasio keuangan. Kasmir
(2016,108)
Dan salah satu rasio keuangan yang sering digunakan untuk mengukur
kinerja keuangan suatu perusahaan adalah rasio profitabilitas. Karena rasio tersebut
mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Laba menjadi suatu
indikator untuk mengukur apakah perusahaan tersebut mampu memperkaya para
investor atau penanam dana pada perusahaan tersebut.
Kinerja Keuangan (skripsi dan tesis)
Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh
mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Seperti dengan membuat suatu
pelaksanaan keuangan yang telah memenuhi standart dan ketentuan dalam SAK
(Standar Akuntansi Keuangan) atau GAAP (General Acepted Accounting Principle).
Fahmi (2011:2)
Menurut Mahmud (2007:245) pemantauan dan evaluasi kinerja keuangan
suatu hal yang penting yang perlu diperhatikan karena adanya jaminan bahwa
rencana yang sedang diimplementasikan itu mampu mengantisipasi permasalahan
yang timbulan pada tahap awal sebelum permasalahan menjadi semakin besar. Oleh
karena itu manajer keuangan harus menentukan sarana untuk memantau dan
mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan merupakan
salah satu indikator untuk mengetahui kinerja manajemen dalam hal keuangan guna
menghasilkan laba yang maksimal untuk perusahaan.
Klasifikasi Size atau Ukuran Perusahaan (skripsi dan tesis)
Ketentuan untuk ukuran perusahaan diatur dalam UU RI No. 20 Tahun 2008.
Peraturaan tersebut menjelaskan 4 jenis ukuran perusahaan yang dapat dinilai dari
jumlah penjualan dan aset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Keempat jenis
ukuran tersebut antara lain :
1. Perusahaan dengan usaha ukuran mikro, yaitu memiliki kekayaan bersih < Rp.
50.000.000,- ( tidak termasuk tanah dan bangunan ) dan memiliki jumlah
penjualan < Rp. 300.000.000,-.
2. Perusaahaan dengan usaha ukuran kecil, yaitu memiliki kekayaan bersih Rp.
50.000.00,- sampai Rp. 500.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan)
serta memiliki jumlah penjualan Rp. 300.000.000,- sampai dengan Rp.
2.500.000.000,-.
3. Perusahaan dengan usaha ukuran menengah, yaitu memiliki kekayaan bersih
Rp. 5000.000.000,- sampai Rp. 10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan
Size = Logaritma Natural (TotalAset)
bangunan) serta memiliki jumlah penjualan Rp. 2.500.000.000,- sampai dengan
Rp. 50.000.000.000,-.
4. Perusahaan dengan usaha ukuran besar, yaitu memiliki kekayaan bersih > Rp.
10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki jumlah
penjualan > Rp. 50.000.000.000,-.
Size ( ukuran Perusahaan) merupakan skala yang digunakan dalam
menentukan besar kecilnya suatu perusahaan. Perusahaan yang skalanya besar
biasanya cenderung lebih banyak mengungkapkan tanggung jawab sosial dari pada
perusahaan yang mempunyai skala kecil. Dikaitkan dengan teori agensi bahwa
semakin besar suatu perusahaan maka biaya keagenan tersebut, perusahaan
cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas. Secara teoritis perusahaan
besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar dengan
aktivitas operasi dan pengaruh yang yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin
akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat
perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat perusahaan
sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas.
(Rusdianto, 2013,44-45).
Jenis-jenis Kepemilikan Saham (skripsi dan tesis)
1. Insider Ownership
Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham
perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang
saham perusahaan (Christiawan dan Tarigan, 2007).
2. Institusional Ownership
Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh institusi
seperti LSM, Perusahaan swasta, perusahaan efek, dana pensiun, perusahaan
asuransi, bank dan perusahaan-perusahaan investasi. Kepemilikan institusional
diukur dengan menggunakan rasio antara jumlah lembar saham yang dimiliki
oleh institusi terhadap jumlah lembar saham perusahaan yang beredar secara
keseluruhan (Ujiyantho dan Pramuka, 2007).
3. Publik Ownership
Menurut Carlson dan Bathala (1997) kepemilikan publik merupakan upaya
untuk memperluas pasar saham perusahaan sehingga membawa pengaruh yang
menguntungkan nilai saham perusahaan
4. Asing Ownership
Kepemilikan asing merupakan porsi outstanding share yang dimiliki oleh
investor atau pemodal asing (foreign investors) yakni perusahaan yang dimiliki
oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian- bagiannya yang
berstatus luar negeri terhadap jumlah seluruh modal saham yang
beredar(Farooque,et al 2007).
Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)
Menurut Hamdani (2016,138) Nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti
oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Dan semakin tinggi harga saham
maka semakin tinggi pula nilai perusahaan.
Menurut Bringham dan Houtson (2011,19) nilai perusahaan didefinisikan
sebagai nilai pasar karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran
pemegang saham secara maksimal apabila harga saham perusahaan meningkat.
Berbagai kebijakan yang diambil oleh manajemen dalam upaya untuk meningkatkan
nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik dan para pemegang
saham yang tercermin pada harga saham.
Menurut I Made Sudana (2011:8) Nilai Perusahaan adalah nilai sekarang
dari arus pendapatan atau kas yang diharapkan diterima pada masa yang akan
datang.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai perusahaan akan diikuti
juga oleh harga saham yang tinggi pula. Dan hal ini membuat pasar percaya pada
kemampuan perusahaan tersebut baik, tidak hanya dalam kinerja tetapi juga dalam
hal memenuhi atau memberi kemakmuran para pemegang saham yang ada
diperusahaanya. Dan tentu hal ini akan menarik perhatian para investor utuk
berinvestasi pada perusahaan tersebut.
Teori Signalling (skripsi dan tesis)
T. C. Melewar (2008:100) menyatakan Teori Sinyal menunjukkan bahwa
perusahaan akan memberikan sinyal melalui tindakan dan komunikasi. Perusahaan
ini mengadopsi sinyal-sinyal ini untuk mengungkapkan atribut yang tersembunyi
untuk para pemangku kepentingan.
Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston (2009:444) Teori sinyal adalah teori
yang mengatakan bahwa investor menganggap perubahan dividen sebagai sinyal
dari perkiraan pendapatan manajemen.
Signaling theory adalah pemberian signal dilakukan oleh manajer untuk
mengurangi asimetri informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen
untuk merealisasikan keinginan pemilik dan pihak luar (investor, kreditor). Salah
satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal
pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan (dalam hal ini yield) yang
dapat dipercaya dan memiliki integritas dan akan mengurangi ketidakpastian
mengenai prospek perusahaan yang akan dating (Wolk et al., 2004).
Teori sinyal menjelaskan mengapa investor membeli obligasi perusahaan.
Yield obligasi yang terlalu tinggi mengindikasikan bahwa obligasi tersebut berisiko
tinggi juga (De Ros, 2012).
Teori Legitimasi (skripsi dan tesis)
Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam
rangka mengembangkan perusahaan ke depan. Hal itu, dapat dijadikan sebagai
wahana untuk mengonstruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya
memposisikan diri di tengah lingkungan masyarakat yang semakin maju. Legitimasi
merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan kelompok orang yang sangat
peka terhadap gejala lingkungan sekitarnya baik fisik maupun non fisik. Legitimasi
organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada
perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat.
Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya potensial bagi
perusahaan untuk mempertahankan hidup (going concern). (Nor Hadi, 2014,87)
Teori Agency (skripsi dan tesis)
Teori keagenan pertama kali dinyatakan oleh Jensen and Mecking (1976)
menyebutkan manajer suatu perusahaan sebagai “agen” dan pemegang saham
“principal”. Pemegang saham yang merupakan principal mendelegasikan
pengambilan keputusan bisnis kepada manajer yang merupakan perwakilan atau
agen dari pemegang saham. Permasalahan yang muncul sebagai akibat sistem
kepemilikan perusahaan seperti ini bahwa adalah agen tidak selalu membuat
keputusan-keputusan yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan terbaik principal.
Salah satu asumsi utama dari teori keagenan bahwa tujuan principal dan tujuan agen
yang berbeda dapat memunculkan konflik karena manajer perusahaan cenderung
untuk mengejar tujuan pribadi, hal ini dapat mengakibatkan kecenderungan manajer
untuk memfokuskan pada proyek dan investasi perusahaan yang menghasilkan laba
yang tinggi dalam jangka pendek daripada memaksimalkan kesejahteraan pemegang
saham melalui investasi di proyek-proyek yang menguntungkan jangka panjang.
Akuntansi Manajemen (skripsi dan tesis)
Pengertian Akuntansi Manajemen menurut beberapa ahli :
Akuntansi Manajemen Menurut Rudianto (2013,9) adalah sistem akuntansi
dimana informasi yang dihasilkan ditunjukan kepada pihak-pihak internal
organisasi, seperti manajer keuangan, manajer produksi, manajer pemasaran, dan
sebagainya guna pengambilan keputusan internal organisasi. Itu berarti informasi
yang dihasilkan dari sistem akuntansi manajemen sebuah entitas dipakai oleh pihak
internal perusahaan itu sendiri untuk mendukung pengambilan keputusan
manajemen organisasi tersebut.
Akuntansi Manajemen Menurut Sujarweni (2015,5) merupakan salah satu
bidang ilmu dari akuntansi yang mempelajari bagaimana cara menghasilkan
informasi keuangan untuk pihak manajemen yang selanjutnya akan digunakan untuk
pengambilan keputusan.
Akuntansi Manajemen Menurut Hansen and Mowen (2013,7) adalah proses
mengidentifikasi, mengumpulkan, mengukur, mengklarifikasi dan melaporkan
informasi yang bermanfaat bagi pengguna internal dalam merencanakan,
mengendalikan dan mengambil keputusan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Akuntansi
Manajemen adalah sistem akuntansi atau salah satu ilmu akuntansi yang hasil atau
outputnya mempengaruhi dalam pengambilan keputusan bagi pihak internal atau
manejerial.
Strategi Operasi dan Inovasi Proses Produksi (skripsi dan tesis)
Strategi organisasi biasanya menentukan penekanan yang berbeda
tempat organisasi dari inovasi proses dalam mencapai keunggulan kompetitif
mereka (Etlie, 1983; Hull et al., 1985; Ferreira et al., 2009). Cozzarin dan
Percival (2006) dalam Ferreira et al (2009) menemukan inovasi tersebut
melengkapi banyak strategi operasi organisasi sementara yang lain mencatat
bahwa strategi operasi adalah sebuah penekanan organisasi menempatkan pada
inovasi proses (Ferreira et al, 2009). Penelitan sebelumnya menemukan
hubungan antara kunci elemen dan lingkungan bisnis (Fuschs et al., 2000).
Ellitan (2008) menemukan hubungan antara lingkungan yang tidak dapat
diprediksi, lingkungan yang dinamis dan Strategi Inovasi. Organisasi yang
mengikuti strategi operasi bertujuan untuk menjadi yang pertama di pasaran
sekalipun meski tidak semua upaya pada akhirnya berhasil (Ferreira et al., 2009).
Organisasi ini juga bertujuan untuk merespon dengan cepat terhadap sinyal awal
kebutuhan pasar atau kesempatan. Oleh karena itu, semakin besar penekanan
untuk menjadi yang pertama di pasaran, maka semakin tinggi tingkat inovasi
yang diharapkan. Atas dasar argumen sebelumnya, maka peneliti akan
mengajukan hipotesis yaitu:
H2: Terdapat pengaruh antara strategi operasi dengan inovasi proses
produksi.
H3: Terdapat pengaruh penerapan akuntansi manajemen lingkungan
dan strategi operasi terhadap inovasi proses produksi.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Inovasi Proses Produksi (skripsi dan tesis)
Menurut Ellitan (2009:42) faktor yang mempengaruhi inovasi proses
produksi dibagi menjadi 6 faktor yaitu sebagai berikut:
1. Kompetensi Manajerial
Kompetensi Manajerial sangat diperlukan dalam mengelola operasi
perusahaan secara keseluruhan terutama dalam melakukan inovasi
proses produksi. Inovasi proses produksi akan berhasil jika proses
tersebut direncanakan dan diimplementasikan dengan baik, yaitu
melalui beberapa tahap perencanaan seperti penelitian,
pengembangan, rekayasa produksi, manufacturing dan pengenalan
pasar.
2. Komitmen Pimpinan Perusahaan dan Partisipasi Aktif Karyawan
Implementasi inovasi menuntut figur kepemimpinan yang
komunikatif, memiliki dedikasi yang tinggi, dan komitmen tinggi
terhadap perkembangan perusahaan. Di sisi lain agar karyawan bisa
berpartisi aktif dalam proses produksi yang menghasilkan produk
inovatif, pimpinan perusahaan perlu mendistribusikan informasi
yang berkaitan dengan proses produksi pada karyawan-karyawan
yang terlibat.
3. Kompetensi Sumber Daya Manusia
SDM bertanggung jawab dalam mengoprasikan inovasi proses
produksi sehingga dibutuhkan SDM yang tangguh, handal dan
kompeten. Pelatihan, seminar, lokakarya yang sifatnya jangka
pendek, menengah dan panjang yang diadakan oleh perusahaan yang
memiliki manajemen inovasi dan R&D canggih perlu dilakukan
untuk meningkatkan kualitas SDM yang dimiliki.
4. Kepemilikan Fasilitas R&D
Fasilitias R&D diperlukan untuk melakukan pengkajian secara terus
menerus dan mendalam apakah proses produksi yang menghasilkan
produk kompetitif dan inovatif dalam mengikuti dinamika tuntutan
konsumen.
5. Jaringan Sistem Informasi
Pelayanan yang baik melalui penciptaan proses produksi dengan
kualitas yang tinggi dan inovatif, waktu tunggu yang pendek, dan
harga yang kompetitif menjadi keunggulan kompetitif perusahaan
dalam era berbasis pelayanan saat ini
6. Timing Inovasi
Pemelihan waktu yang tepat untuk memasuki pasar merupakan salah
satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan inovasi proses
produksi baru. Peluang dan resiko produk baru bergantung pada
beberapa hal seperti perubahan keadaan ekonomi, perubahan pada
referensi konsumen, dan daur hidup industri.
Metodologi Inovasi Proses (skripsi dan tesis)
Untuk mengendalikan atau mendukung proyek inovasi proses
(reengineering) telah dikembangkan sebuah metodologi yang disebut
REVISION (Khoong, 1995) dalam Ellitan (2009:75). Metodologi tersebut
diorganisir menjadi tujuh tahap yaitu:
Tahap 1: Initiate (Permulaaan)
Umumnya penerapan inovasi proses dipicu oleh manajemen puncak,
para penasehat organisasi, atau beberapa staf yang berkempentingan
dalm organisasi tersebut.
Tahap 2: Envision (Tahap Pembentukan Misi)
Tahap pembentukan visi merupakan tahap yang paling penting dalam
fase perencanaan karena hal ini menentukan lingkup bisnis yang
menjadi target inovasi proses di samping penetapan tolak ukur guna
menilai hasil pelaksanaan inovasi proses. Pada proses envisioning
organisasi bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah
pada definisi ulang yang radikal dari peran organisasi. Pertanyaanya
sebagai berikut:
1. Apakah perusahaan telah dan atau sedang melayani pelanggan yang
tepat.
2. Apakah perusahaan telah dan sedang menyampaikan produk dan jasa
yang tepat, apa prioritas pelanggan.
3. Apakah perusahaan sudah menerapkan proses yang tepat, mana yang
merupakan proses kunci dan keberhasilan kinerja lingkungan.
Tahap 3: Analyze (Menganalisa)
Sebuah kelompok kerja dibentuk untuk menjalankan tahap analisis dan
disain ulang setiap proses dan masalah-masalah pokok. Ketergantungan
antar proses (inter-procesess dependencies) diharapkan bisa
dikembangkan untuk menunjukkan keterkaitan antar proses dalam
organisasi.
Tahap 4: Redesign (Mendisain Ulang)
Redesaign adalah suatu cara mendisain ulang suatu proses dengan
mempelajari peta proses, mempermudah untuk melihat bagian-bagian
tertentu yang bisa diotomatiskan, disederhanakan, dan lebih ditekankan
dengan lebih banyak menggunakan sumber-sumber daya dan perhatian
manajemen.
Tahap 5: Blueprint
Tahap ini terletak di perbatasan antara fase studi dan fase implementasi
inovasi proses. Blueprint mencakup strategi transisi dan jadwal
implementasi untuk semua aspek rencana perubahan tersebut.
Tahap 6: Implement (Implementasi)
Tahap 7: Monitoring (Pengawasan atau Pengendalian)
Resiko dan Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Inovasi Proses (skripsi dan tesis)
Penerapan inovasi proses memang menjanjikan perubahan secara
drastis pada organisasi perusahaan dan proses bisnis. Jika inovasi proses berhasil
maka perusahaan akan bisa meningkatkan kinerja organisasi dan karyawannya
(Davidson, 1993). Tetapi sebaliknya, jika upaya inovasi proses mengalami
kegagalan maka resiko yang dialami perusahaan akan timbul. Menurut Clemons
(1995) dalam Ellitan (2009:73) berbagai resiko yang mungkin dialami oleh
perusahaan antara lain:
1. Resiko teknis (technical risk) yaitu resiko yang terjadi karena
terbatasnya kapabilitas teknologi yang digunakan organisasi dalam
proses inovasinya.
2. Resiko finansial (financial risk) terjadi proyek inovasi proses tidak
berjalan sesuai dengan rencana atau jika tidak selesai tepat pada
waktunya dan tidak sesuai dengan rencana atau jika tidak selesai
tepat pada waktunya dan tidak sesuai dengan biaya yang
dianggarkan.
3. Resiko politis (political risk) yaitu terjadinya resitance to change
terhadap proyek-proyek inovasi proses.
4. Resiko fungsional (functional risk) merupakan kesalahan disainer
sistem dalam memahami kebutuhan organisasi dan kurangnya
keterampilan dan pengetahuan pelaksana sehingga mengakibatkan
kapabilitas sistem yang dirancang tidak tepat.
5. Resiko proyek (project risk) adalah risiko yang bisa terjadi jika
peesonel pemroses data tidak memahami dan tidak familiar terhadap
teknologi baru sehingga menimbulkan masalah-masalah yang
kompleks.
Menurut Ellitan (2009:74) terdapat empat faktor utama penyebab
kegagalan inovasi proses antara lain:
1. Menolak untuk berubah (resistance to change)
Resistance to change merupakan masalah utama inovasi proses yang
bisa terjadi karena inovasi proses tidak hanya terkait dengan
teknologi tetapi juga berpengaruh terhadap lingkungan, perilaku,
nilai-nilai, dan budaya organisasi terlebih jika dilakukan rightsizing.
Di samping itu, resistance to change juga dipicu oleh tidak adanya
visi, dan lingkungan operasi, dan lingkungan bisnis radikal.
2. Kurangnya komitmen manajemen (lack of management commitment)
Komitmen manajemen sangat diperlukan dalam melakukan inovasi
proses dan akan mengahadapi kemungkinan kegagalan yang sangat
besar tanpa adanya komitmen penuh pucuk pimpinan dalam arti
mereka harus memahami bagaimana peran pimpinan dalam suatu
organisasi yang sedang mengalami perubahan radikal dan
membangun konsensus semua jenjang hirarki.
3. Sistem informasi yang kurang memadai
Ellitan (2009) mengemukakan bahwa sebagian besar perusahaan
yang gagal dalam proyek inovasi proses disebabkan oleh adanya
sistem informasi yang kurang memadai dan tidak menempatkan
sistem informasi sebagai mitra kerja yang benar (true partner).
4. Kurangnya keluasan (breadth) dan kedalaman (depth) analisis
terhadap faktor-faktor kritis inovasi proses
Kurangnya keluasan dan kedangkalan dalam mengidentifikasi
faktor-faktor kritis inovasi proses menyebabkan kegagalan dalam
proyek inovasi proses. Yang dimaksud keluasan disini meliputi
aktivitas-aktivitas yang perlu dilakukan manajer untuk
mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang akan dan sedang didesain
kembali untuk menciptakan nilai dalam unit bisnis dan organisasi
secara keseluruhan. Untuk kedalaman menyangkut identifikasi
seberapa besar unsur-unsur peran, tanggung jawab, pengukuran dan
intensif, struktur organisasi, teknologi informasi, nilai-nilai bersama
dan skill keberhasilan inovasi proses.
Manfaat Inovasi Perusahaan (skripsi dan tesis)
Manfaat inovasi perusahaan menurut Youlanda (2012) sebagai berikut:
1. Melalui inovasi, perusahaan mampu menciptakan pasar-pasar baru
(New Markets).
2. Inovasi diartikan sebagai manfaat dari barang dan jasa yang diterima
oleh pelanggan harus melebihi uang (harga) yang dibayarkan oleh
pelanggan.
3. Melalui inovasi, kita terbebas dari persaingan (membuat agar
persaingan dan pesaing-pesaing tidak relevan).
4. Memberi nilai tambah terus menerus kepada pelanggan menuju
target 100% customer satisfication (hanya berfokus kepada
pelanggan yang sekarang atau pelanggan persfektif),
5. Semakin erat hubungan lintas perekonomian dalam menjalankan
ekonomi, salah satunta adalah dampak keberhasilan atau kegagalan
suatu perekonomian terhadap perekonomian lain.
Pengertian Inovasi Proses (skripsi dan tesis)
Inovasi Proses bisa juga diartikan sebagai reengineering atau
perencanaan visi strategik dan strategi kompetitif baru serta pengembangan
proses bisnis baru yang mendukung visi tersebut (Ellitan, 2009:72). Menurut
Hamer dan Champy (1993) dalam Ellitan (2009) “inovasi proses (reengineering)
adalah pemikiran ulang yang fundamental dan perancangan ulang yang radikal
terhadap proses-proses bisnis organisasi yang membawa organisasi mencapai
peningkatan yang dramatis dalam kinerja bisnisnya”. Menurut Herbkersman
(1994) inovasi proses adalah perubahan secara drastis bagaimana cara anggota
organisasi menyelesaikan cara kerja mereka.
Ellitan (2009) menyebutkan esensi dan prinsip-prinsip inovasi proses
antara lain:
1. Memfokuskan pada faktor-faktor sekitar hasil (outcome) bukan pada
tugas, artinya bahwa suatu perusahaan hendaknya memiliki
seseorang yang melaksanakan semua tahapan dalam suatu proses.
2. Suatu perusahaan hendaknya membentuk departemen-departemen
terspesialisasi untuk menangani proses yang terspesialisasi juga.
3. Mengelompokkan pemrosesan informasi ke dalam fungsi yang
menghasilkan informasi.
4. Memperlakukan sumber-sumber yang terpisah seolah-olah
tersentralisasi.
5. Mengaitkan aktivitas-aktivitas pararel serta mengintegrasikan hasilhasilnya. Hal ini ditunjukkan untuk meningkatkan keterkaitan antar
fungsi paralel sehingga unit-unti terpisah bisa melakukan satu fungsi.
6. Menghubungkan aspek-aspek keputusan untuk menyelesaikan tugas
dan membangun sistem pengendalian dari suatu proses.
7. Memperoleh informasi sekaligus pada sumbernya.
Pengertian Inovasi (skripsi dan tesis)
Menurut Ellitan (2009:3) Inovasi merupakan “sistem aktivitas
organisasi yang mentransformasi teknologi mulai dari ide sampai
komersialisasi”. Inovasi mengacu kepada pembaharuan suatu produk, proses dan
jasa baru. Seperti yang dikatakan Samson (1989) inovasi secara spesifik terdapat
tiga tipe inovasi yaitu inovasi produk, inovasi proses dan inovasi sistem
manajerial. Salah satu alasan mengapa inovasi sangat diperlukan adalah cepatnya
perubahan lingkungan bisnis yaitu semakin dinamik dan hostile. Sebuah
organisasi yang inovatif memiliki ciri-ciri seperti kolaborasi organisasional yang
intensif, melakukan manajemen terhadap ketidakpastian lingkungan, dan
mengakui pentingnya kapabilitas teknologi (Ellitan, 2009). Selanjutnya Saleh
dan Wang (1993) telah mengembangkan satu dari model komprehensif yang
mengidentifikasi tiga kunci sukses organisasi untuk melakukan inovasi secara
efektif yaitu:
1. Entreprenueral strategi yaitu, berani mengambil resiko, melakukan
pendekatan bisnis yang proaktif, dan komitmen manajemen.
2. Struktur organisasi yaitu dengan struktur yang lebih fleksibel, adanya
disiplin interfungsional, dan orientasi pada tim kerja lintas fungsional.
3. Iklim organisasi yaitu iklim yang promotif dan terbuka, kekuatan dan
kekuasaan dalam organisasi disebarkan tidak terpusat pada jenjang atas,
dan memberikan sistem imbalan yang efeketif.
Menurut Drucker (2011) “inovasi merupakan sebuah kebutuhan dan
harus menjadi disiplin. Konsep inovasi mempunyai sejarah yang panjang dan
pengertian yang berbeda-beda, terutama didasarkan pada persaingan antara
perusahaan-perusahaan dan strategi yang berbeda yang diterapkan perusahaa itu
sendiri. Schumpeter dalam Rustika (2011) menyebutkan bahwa inovasi terdiri
dari lima unsur yaitu:
1. Memperkenalkan produk baru atau perubahan kualitatif pada produk
yang sudah ada.
2. Memperkenalkan proses baru ke industri.
3. Membuka pasar baru.
4. Mengembangkan sumber pasokan baru pada bahan baku atau
masukan lainnya. Perubahan pada organisasi industri.
Hubungan Strategi Operasi Dengan Akuntansi Manajemen Lingkungan (skripsi dan tesis)
Penerapan akuntansi manajemen lingkungan (Environmental
Manajement Accounting-EMA) dalam sebuah organisasi kemungkinan
dipengaruhi oleh strategi bisnis perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal ini
sistempengendalian manajemen (SPM) diciptakan sedemikian rupa untuk
memastikan bahwa manajer menggunakan sumber daya yang tersedia
secaraefektif dan efesien demi pencapaian tujuan organisasi (Anthony, 2002).
Gosselin (1997) dalam Ferreira et al (2009) menemukan bahwa strategi
operasi dikaitkan dengan penerapan manajemen aktivitas. Disimpulkan juga
bahwa strategi yang diikutioleh organisasi menentukan kebutuhan inovasi yang
berkaitan dengan kegiatan pengolahan dan cenderung mengadopsi akuntansi
inovasi. Penggunaan EMA (Environmental Management Accounting) dapat
dikatakan sangat besar dalam organisasi yang melakukan strategi operasi karena
dapat membantu sebuah organisasi yang inovatif.
Daya Saing Strategi Operasi (skripsi dan tesis)
Daya saing strategi operasi merupakan fungsi strategi yang tidak saja
berorientasi kedalam (internal) tetapi juga keluar (ekstenal), yakni merespon
pasarsasaran utamanya yang proaktif. Berdaya saing berarti memilki keunggulan
kompetitif tidak hanya keunggulan komparatif. Dipahami bahwa setiap
perusahaan tidak terkecuali perusahaan manufaktur maupun nonmanufaktur
dituntut untuk memiliki keunggulan komparatif, karena semuanya menghasilkan
suatu produk yang ditawarkan ke pasar.
Daya saing strategi operasi penting dimiliki oleh semua level
perusahaan, baik lokal, nasional, internasional, maupun global. Bagi setiap
perusahaan, tentunya tidak ada sesuatu yang dapat dipasarkan tanpa ada suatu
produk yang dihasilkan. Tidak akan bermanfaat modal usaha yang dimiliki tanpa
suatu produk yang diproduksi , dan tidak akan bernilai tambah keahlian (skill)
dan kemampuan (ability) tenaga kerja yang tersedia, tanpa ada suatu produk yang
akan dihasilkannya.
Tahapan Dalam Strategi Operasi (skripsi dan tesis)
Menurut David (2004:6-7) manajemen strategis terdapat 3 tahapan yaitu
sebagai berikut:
a. Perumusan strategi: meliputi kegiatan untuk mengembangkan visi
dan misi organisasi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal
organisasi, menentukan kekuatan dan kelemahan internal organisasi,
menetapkan tujuan jangka panjang organisasi, serta memilih strategi
tertentu untuk digunakan.
b. Pelaksanaan strategi: mengharuskan perusahaan untuk menetapkan
sasaran tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan
dilaksanakan. Pelaksanaan strategi mencakup pengembagan budaya
yang mendukung strategi, penciptaan struktur organisasi yang
efektif, pengarahan kembali usaha-usaha pemasaran, penyiapan
anggaran, pengemabangan dan pemanfaatan sistem informasi, serta
menghubungkan kompetensi untuk karyawan dengan kinerja
organisasi.
c. Evaluasi Strategi: Tahap ini merupakan tahap terakhir dari
manajemen strategis tiga kegiatan pokok dalam evaluasi strategi
adalah 1. mengkaji ulang faktor-faktor internal dan eksternal yang
menjadi landasan perumusan strategi yang diterapkan saat ini, 2.
Mengukur kinerja dan 3. Melakukan tindakan korektif.
Kerangka Kerja Strategi Operasi (skripsi dan tesis)
Chase et al, (2001:29) menyatakan “strategi operasi tidak dapat
dirancang dalam kekosongan. Strategi operasi harus dikaitkan secara vertikal
dengan konsumen dan secara horizontal dengan bagian-bagian lainnya
perusahaan. Strategi operasi dirumuskan berdasarkan strategi mission, yang
merupakan turunan dari strategic vision (Muhardi:30). Sehningga berdasarkan
sepengetahuan penulis untuk merumuskan strategi operasi, terlebih dahulu perlu
diidentifikasikan strategic vision-nya, yang dilanjutkan dengan strategi mission.
Menurut Heizer dan Render (1999:35): “misi untuk fungsi operasi adalah
dikembangkan guna mendukung misi keseluruhan perusahaan yang menjadi
turunan dari visinya.
Strategi operasi dipandang sebagai kekuatan manufaktur yang efektif
yang merupakan senjata kompetitif untuk mencapai tujuan bisnis dan
perusahaan. Strategi operasi mempengatuhi tujuan dan strategi bisnis yang
memungkinkan fungsi-fungsi manufaktur untuk memberikan konstribusi dalam
meningkatkan daya saing perusahaan dalam jangka panjang (Hayes dan
Wheelright, 1985 dikutip dalam Ward dan Duray, 2000 dalam Ellitan, 2008:
152). Heizer dan Render (2004:40) mengemukakakan bahwa strategi operasi
yang sukses tidak hanya harus konsisten dengan permintaan konsumen,
melainkan juga siklus hidup produk. Menurut beberapa peneliti, strategi operasi
mewaakili prioritas kompetitif yang meliputi biaya, kualitas, fleksibilitas dan
pengiriman (Wheelright, 1984; Leong et al., 1990; Rothn et al, 1991; Burgess et
al., 1998, dalam Ellitan 2008).
Stonebraker dan Leong, 1994 (dikutip dalam Badri et al, 2000)
mendifinisikan:
1. Strategi biaya sebagai produksi dan distribusi produk dengan biaya
terendah dan sumber daya tersisa yang minimum. Harga yang rendah
dapat meningkatkan permintaan produk atau jasa tetapi juga
mengurangi keuntungan keuntungan perusahaan jika produk atau
jasa tidak dapat diproduksi pada harga yang lebih rendah.
2. Strategi kualitas sebagai aktivitas perusahaan untuk memproduksi
produk sesuai dengan spesifikasi atau memenuhi kebutuhan
konsumen. Strategi kualtias memfokuskan pentingnya memproduksi
barang dan jasa yang dapat memuaskan spesifikasi da kebutuhan
konsumen
3. Strategi fleksibilitas sebagai kemampuan untuk merespon perubahan
cepat dalam produk, jasa dan proses. Fleksibilitas mencakup mesin,
proses, produk, volume, dan layout (Bragilia dan Patroni, 2000).
Fleksibilitas manufaktur didefinisikan sebagai kemampuan
perusahaan manufaktur untuk mengalokasikan dan mengalokasikan
kembali sumber daya yang dimiliki secara efektif dalam merespon
perubahan lingkungan dan kondisi internal (Gerwin, 1993; dalam
Ellitan, 2008:153).
4. Strategi pengiriman meliputi kemampuan dalam merespon
pemesanan konsumen. Ellitan (2008) mendifinisikan strategi
pengiriman sebagai kemampuan pengiriman (dengan memenuhi
jadwal pengiriman maupun janji pengiriman) dan kecepatan
pengiriman (bertindak cepat atas pemesanan konsumen). Pengukuran
kinerja pengiriman menekankan pada aktifitas yang mefokuskan
pada peningkatan reliabilitas pengiriman misalnya pengiriman tepat
waktu, akurasi dalam status persediaan, dan wakti tunggu
pengiriman
Fungsi Strategi Operasi (skripsi dan tesis)
Fungsi strategi operasi sebagai salah satu aktivitas penting dalam suatu
perusahaan mempunyai tanggung jawab utama untuk menghasilkan atau
menyediakan barang-barang dan jasa-jasa. Menurut Bozart and Handfield
(2006:4) menyatakan bahwa fungsi strategi operasi adalah meliputi orang,
teknologi, dan sistem dalam suatu organisasi yang mempunyai tanggung jawab
utama untuk menghasilkan barang-barang dan jasa.
Selain fungsi-fungsi lainnya dalam suatu perusahaan, fungsi strategi
operasi merupakan kegiatan yang sangat mempengaruhi keberhasilan dan
keberlangsungan hidup suatu perusahaan dalam jangka panjang. Fungsi operasi
meliputi konversi input menjadi output. Input sering disebut dengan sumber daya
operasi. Sumber daya tersebut diantaranya landyakni berupa bahan baku atau
material yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk; labor yakni tenaga
kerja atau sumber daya manusia; capital yakni sumber daya buatan manusia
(manmad resources).