Brand Loyalty (skripsi dan tesis)

Brand loyalty (loyalitas terhadap suatu merek) didefinisikan sebagai tingkat ketika konsumen memiliki sikap positif terhadap suatu merek, memiliki komitmen dan bermaksud untuk melanjutkan pembelian di masa yang akan datang (Mowen, 2011: 45). Loyalitas merek merupakan ukuran kedekatan / keterkaitan pelanggan pada sebuah merek. Ukuran ini menggambarkan tentang mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek lain, terutama jika merek tersebut mengalami perubahan baik yang menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Konsumen yang loyal pada umumnya akan melanjutkan penggunaan merek tersebut, walaupun dihadapkan dengan banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul.  Beberapa fungsi yang dapat diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan yaitu: a. Mengurangi biaya pemasaran. b. Meningkatkan perdagangan. c. Menarik minat pelanggan baru. d. Memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing. Loyalitas konsumen terhadap merek terdiri dari lima kategori yang memiliki tingkatan loyalitas mulai dari yang paling rendah sampai tertinggi yang membentuk piramida loyalitas merek yang terdiri dari: 1. Switcher (konsumen yang berpindah-pindah) Pembeli yang berada pada tingkat ini disebut sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar, dan juga sama sekali tidak loyal. Pembeli pada tingkat ini tidak mau terikat pada merek apa pun, karena karakteristik konsumen yang berada pada kategori ini pada umumnya adalah mereka yang sensitif terhadap harga. Mereka menganggap bahwa suatu produk (apa pun mereknya) dianggap telah memadai serta hanya memiliki peranan yang kecil dalam keputusan untuk membeli. 2. Habitual Buyer (pembelian yang berdasarkan kebiasaan) Pembeli yang berada pada tingkat ini, dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek yang telah mereka konsumsi. Para pembeli tipe ini memilih merek hanya karena faktor kebiasaan. Karakteristik konsumen yang termasuk dalam kategori ini adalah jarang untuk mengevaluasi merek lain. Sungkannya konsumen untuk berpindah ke merek lain lebih dikarenakan sikap mereka yang pasif. 3. Satisfied Buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) Pembeli pada tingkat ini dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi, namun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembelian ke merek lain dengan menanggung switch cost yang terkait dengan waktu, uang, manfaat, ataupun resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka dalam peralihan merek. 4. Liking the Brand (pembeli yang menyukai merek) Pada tingkat ini, konsumen sungguh-sungguh menyukai merek. Pada tingkat ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Preferensi mereka dilandaskan pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan merek produk. 5. Committed Buyer (pembeli yang setia) Pada tingkatan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek Bahkan merek sudah menjadi suatu hal yang sangat penting bagi mereka, baik karena fungsi operasional maupun emosional dalam mengekspresikan jati diri. Salah satu aktualisasi loyalitas konsumen pada tingkat ini ditunjukan dengan tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut pada pihak lain. Upaya perusahaan untuk meningkatkan ekuitas merek yang dimiliki dapat dijadikan landasan dari program pemasaran yang sukses. Setiap perusahaan, apapun jenis usahanya, dipastikan selalu sangat bergantung dengan kesetiaan konsumen terhadap merek. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan ekuitas perusahaan sebaiknya dilakukan optimalitas ekuitas merek. Loyalitas terhadap merek secara langsung dipengaruhi oleh kepuasan atau ketidak puasan konsumen terhadap merek yang merupakan akumulasi sepanjang waktu. Selain itu loyalitas terhadap merek juga dipengaruhi oleh persepsi konsumen terhadap kualitas dari suatu produk (Mowen 2011: 45). Terdapat dua pendekatan dalam mendefinisikan loyalitas terhadap merek, yaitu yang pertama berdasarkan pada pembelian aktual yang dilakukan oleh konsumen terhadap suatu produk. Salah satu metode pengukuran terhadap pembelian aktual yang di lakukan konsumen adalah dengan metode proportion of purchases. Metode ini melihat semua merek yang pernah dibeli oleh konsumen. Kemudian dapat diketahui proporsi pembelian dari masing-masing merek. Loyalitas terhadap suatu merek menurut metode ini diukur pada situasi proporsi pembelian yang berubah-ubah menuju pada suatu pembelian terhadap beberapa merek. Misalnya saja jika lebih dari 50% pembelian merupakan merek A dalam suatu periode, maka kosumen tersebut dapat dikatakan loyal terhadap merek A. Masalah yang muncul pada pendekatan pertama (pendekatan perilaku) dalam mengukur loyalitas terhadap merek adalah alasan yang sebenarnya dalam melakukan pembelian terhadap suatu produk tidak dapat diidentifikasi. Beberapa produk dibeli karena keberadaannya, waktu dan harga. Jika faktor-faktor ini berubah, konsumen akan cepat beralih pada merek lain. Selain itu, masalah lain yang dapat muncul pada pendekatan ini adalah dalam membedakan antara konsep loyalitas terhadap merek dengan perilaku pembelian berulang-ulang. Pada perilaku pembelian berulang, konsumen hanya membeli suatu produk secara secara berulang tanpa terlibat perasaan. Sedangkan konsep loyalitas terhadap merek, konsumen memiliki kesukaan yang sebenarnya terhadap merek tersebut. Sebagai konsekuensi, maka muncul pendekatan yang kedua berdasarkan sikap konsumen terhadap produk seiring dengan dilakukannya pembelian. Jadi konsumen yang menampilkan loyalitas terhadap merek harus secara aktif menyukai dan memilih merek tersebut (Mowen, 2011: 45).