Menurut Lovelock (2012 dalam Adam, 2015:60), menyebutkan bahwa yang menjadi dasar dalam true loyalty adalah customer satisfaction dan kualitas pelayanan yang merupkan kunci input dalam proses jasa. Sehingga customer satisfaction dan customer loyalty mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Walaupun pelanggan yang puas terkadang tidak memiliki perilaku yang loyal. Menurut Jones dan Sasser (1995 dalam Adam, 2015:60), kepuasan (satisfaction) terdiri dari beberapa tingkatan atau level pertama completely satisfied yaitu memiliki perilaku yang sangat loyal, level kedua satisfied yaitu perilaku yang mudah berpindah pada pesaing dan level ketiga adalah dissatisfied yaitu perilaku yang sangat tidak loyal (disloyal). Hubungan antara kepuasan dengan loyalitas terdiri dari tiga zona utama (Jones dan Sasser 1995) yaitu defection, indifference dan affection. Zona defection terjadi pada tingkat kepuasan yang rendah. Pelanggan akan berpindah pada merek yang lain kecuali biaya berpindah pada merek yang lain tersebut mahal dan tidak ada alternatif lain. Zona indifference ditemukan pada level kepuasan intermediate, pada zona ini pelanggan akan pindah pada merek yang lain jika ada alternatif. Zona affection terjadi pada level kepuasan yang tertinggi dimana pelanggan memiliki loyalitas attitudinal yang tinggi dan mereka tidak melihat pada alternatif yang lain. Menurut Tjiptono (2013:481), konsep loyalitas pelanggan menyatakan bahwa perilaku pembelian ulang kerapkali dihubungkan dengan loyalitas merek (brand loyalty). Akan tetapi, ada perbedaan di antara keduanya. Bila loyalitas merek mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, maka perilaku pembelian ulang semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali (bisa dikarenakan memang hanya satu-satunya merek yang tersedia, merek termurah, dan sebagainya). Pembelian ulang bisa merupakan hasil dominasi pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki peluang untuk memilih. Selain itu, pembelian ulang bisa pula merupakan hasil dari upaya promosi terus-menerus dalam rangka memikat dan membujuk pelanggan untuk membeli kembali merek yang sama. Bila tidak ada dominasi pasar dan upaya promosi intensif tersebut, pelanggan bersangkutan sangat mungkin beralih merek. Sebaliknya, pelanggan yang setia pada merek tertentu cenderung terikat pada merek tersebut dan bakal membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif lainnya. Dari pendapat beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep loyalitas pelanggan lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih.