Pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap Underpricing (skripsi dan tesis)

Lismawati dan Munawaroh (2015) menyatakan bahwa Informasi mengenai tingkat profitabilitas perusahaan merupakan sinyal positif bagi investor dalam membuat keputusan.Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.Salah satu pengukuran profitabilitas dengan menggunakan rasio Return On Asset (ROA). Rasio ini menunjukkan bagaimana dan sejauhmana perusahaan secara efektif menghasilkan keuntungan dari hasil kegiatan perusahaan. Razafindrambinina dan Kwan (2013) menyatakan bahwa analisis rasio keuangan dapat membantu investor dalam membuat keputusan investasi dan memprediksi masa depan kinerja suatu perusahaan.

Profitabilitas perusahaan yang tinggi maka akan menarik investor lebih banyak dan sebaliknya jika profitabilitas perusahaan rendah maka investor juga sedikit yang tertarik. Apabila investor yang tertarik semakin banyak maka akan meningkatkan permintaan saham perusahaan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Penelitian Lismawati dan Munawaroh (2015) yang menunjukkan hasil bahwa profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif terhadap underpricing.Hal ini berarti ROA yang rendah maka underpricingnya tinggi. Tidak senada dengan penelitian yang dilakukanLismawati dan Munawaroh (2015) pada penelitian Retnowati (2013) menunjukkan bahwa Profitabilitas(ROA) tidak berpengaruh terhadap underpricing. Tidak berpengaruhnya ROA terhadap underpricing yang mengartikan bahwa investor tidak memperhatikan ROA dalam pengambilan keputusan investasi. Namun penelitian yang dilakukan oleh Prastica (2012) menyatakan bahwa profitabilitas (ROA) berpengaruh positif terhadap underpricing.Hasil penelitian ini berarti bahwa besarnya ROA suatu perusahaan yang artinya bahwa keuntungan perusahaan tinggi maka tingkat underpricingnya tinggi pula. Investor memperhatikan kinerja perusahaan dengan melihat laba yang dihasilkan perusahaan. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, maka semakin banyak permintaan saham tersebut. Purbarangga dan Yuyetta (2013) Permintaan yang tinggi mengakibatkan penawaran harga saham di pasar sekunder menjadi naik. Hal ini akan menyebabkan terjadinya Underpricing pada emiten dimana harga saham di pasar perdana lebih rendah dari pada harga saham di pasar sekunder.

Tian dan Liu (2017) menyatakan bahwa adanya Underpricing dalam IPO perusahaan dan sentimen investor akan berdampak positif terhadap investor dimana investor akan mendapatkan initial return. Meskipun underpricing dilihat dari sisi investor akan memberi keuntungan berupa initial return tetapi dari sisi emiten maka emiten akan memperoleh dana yang tidak maksimal namun terdapat sisi positif bagi emiten yaitu saham emiten akan diminati oleh investor dimasa yang akan datang karena emiten menjamin dan memberikan bukti nyata berupa initial return kepada investor sehingga investor yang lainnya akan minat untuk membeli saham emiten tersebut. Menurut Martani, et al (2012) IPO underpricing adalah mekanisme untuk mensinyalkan kualitas suatu perusahaan, oleh karena itu perusahaan dengan kualitas baik melakukan underpricing terhadap sahamnya agar bisa sukses ketika mereka melakukan penawaran saham di masa depan.Maka apabila ROA perusahaan semakin tinggi akan menyebabkan tingkat underpricing yang semakin tingi pula dan investor akan mendapatkan initial return sehingga ROA dijadikan investor untuk melihat prospek suatu perusahaan