Ashford, et al, (1989) mencoba mencari bukti empiris tentang aspek rasa
ketidakamanan dalam bekerja dalam lingkungan kerja organisasi. Aspek ini
dianggap penting karena memiliki konsekuensi-konsekuensi terhadap organisasi.
Ashford, et al, (1989) mereaktualisasikan rasa ketidakamanan dalam bekerja dari
sudut pengukuran dengan mengimplementasikan pengukuran yang bersifat
multidimensional seperti yang dikembangkan oleh Greenhalgh dan Rosenblatt
(1984). Pengukuran secara multidimensional adalah mengukur konstruk rasa
ketidakamanan dalam bekerja yang terdiri atas lima komponen, yaitu (1)
persepsi terhadap pentingnya faktor pekerjaan, (2) kemungkinan perubahan
pada faktor pekerjaan, (3) pentingnya kejadian negatif dalam pekerjaan, (4)
kemungkinan terjadinya kejadian negatif (5) perasaan tidak berdaya karena
kehilangan kontrol terhadap pekerjaan.
Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) serta Ashford, et al (1989)
mengungkapkan rasa ketidakamanan dalam bekerja sebagai ketidakberdayaan
untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja
yang terancam. Rasa ketidakamanan dalam bekerja dapat menimbulkan rasa
takut, kehilangan kemampuan dan kecemasan. Pada akhirnya jika dibiarkan
berlangsung lama maka karyawan dapat menjadi stres, akibatnya adanya rasa
tidak aman dan pasti dalam pekerjaan. Rasa ketidakamanan dalam bekerja
terdiri dari lima dimensi yaitu tingkat kepentingan aspek kerja, kemungkinan
hilangnya aspek kerja, tingkat kepentingan peristiwa yang mempengaruhi
keseluruhan pekerjaan, kemungkinan terjadinya peristiwa negatif dan tingkat
ketidakberdayaan dalam menghadapi ancaman.
Ashford, et al, (1989) mengatakan bahwa rasa ketidakamanan dalam
bekerja memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja. Karyawan yang merasa
dirinya tidak aman (insecure) tentang kelangsungan pekerjaannya, cenderung
merasa tidak puas dibandingkan mereka yang merasakan kepastian masa depan
pekerjaan mereka.
Rosenblatt dan Ruvio (1996) melakukan penelitian dengan mengkaji
pengaruh rasa ketidakamanan dalam bekerja terhadap sikap dalam bekerja
(work attitude) melalui pendekatan regresional. Penelitian ini menemukan bahwa
rasa ketidakamanan dalam bekerja mempunyai dampak yang merugikan
terhadap komitmen organisasi dukungan pada organisasi dan keinginan
berpindah. Keadaan karyawan yang merasa terancam akan mengakibatkan
komitmennya serta dukungan terhadap organisasi akan menurun. Kondisi inilah
yang akan menjadi potensi untuk mempengaruhi niat karyawan untuk pindah
kerja.
Hasil riset Barling dan Kelloway (Greenglass, et al, 2002) menyatakan bahwa
rasa ketidakamanan dalam bekerja berhubungan dengan turnover intentions,
selain itu juga mengindikasikan bahwa rasa ketidakamanan dalam bekerja
mengakibatkan psychological well-being berkurang.
Hasil penelitian mengenai Job insecurity and Work Intensification yang
dilakukan oleh Universitas Cambrige dan ESRC Centre for Bussiness Research
yang dilakukan terhadap 340 karyawan menunjukkan hubungan yang negatif
antara rasa ketidakamanan dalam bekerja dan tingkat motivasi (Burchell,1999).
Individu dengan rasa ketidakamanan dalam bekerja tinggi memiliki motivasi yang
lebih rendah dibandingkan individu yang rasa ketidakamanan dalam bekerjanya
rendah.