Ajzen (1991) Ethical climate – principle didasarkan pada keyakinan bahwa, ada prinsip-prinsip universal seperti aturan, hukum, dan standar. Jika anggota organisasi terlibat dalam perilaku tidak etis, anggota lain terdorong untuk Ethical climate principle principle Niat untuk melalukan whistleblowing Tingkat Keseriusan pelanggaran Locus of control berbeda pendapat sehingga ketaatan terhadap hukum atau kode etik merupakan faktor pertimbangan dominan bagi individu dalam memutuskan, menetukan dan memilih dilema etis. Organisasi dengan ethical climate-principle yang tinggi, memudahkan anggota organisasi akan cenderung melaksanakan tindakan whistleblowing. Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 13 Tahun 2006 Dalam PerlindunganWhistleblower Oleh Lembaga PerlindunganSaksi dan Korban yang didalamnya juga berkaitan mengenai tindakan whistleblower dalam melakukan pengungkapan tindakantindakan yang bersifat ilegal. Sehingga dengan adanya hukum atau yang berlaku membuat seorang whistleblower dapat membuat pihak-pihak yang terdapat di organisasi atau instansi dapat mengungkapkan tindakan yang dapat merugikan organisasi atau instansi. Penelitian yang dilakukan Lestari dan Yaya (2017) menyatakan bahwa, tingkat keseriusan pelanggaran berpengaruh terhadap niat untuk melakukan whistleblowing. Peneliti yang juga sepakat adalah penelitian Setyawati, Ardiyani, dan Sutrisno (2015) yang mengatakan bahwa ethical climate-principle, keseriusan pelanggaran, locus of control berpengaruh terhadap niat untuk melakukan whistleblowing internal. Peneliti Raharjo (2015) dan Ahmad (2011) yang menyatakan bahwa ethical climate- principle berpengaruh terhadap niat untuk melakukan whistleblowing internal