Chaplin (2004: 254) dalam kamus lengkap psikologi mendefinisikan
intensi (intention) sebagai satu perjuangan guna mencapai satu tujuan.
Chaplin (2004: 254) juga mendefinisikan kata intentional yang berarti
disadari, atau atas kemauan sendiri. Dalam kamus Inggris-Indonesia karya
Echols dan Shadily (1983: 326) intention berarti maksud, pamrih, atau
tujuan. Intentional merupakan kata sifat yang diturunkan dari intent artinya
‘disengaja’ (Echols dan Shadily, 1983: 326).
Intensi diasumsikan untuk menangkap faktor motivasi perilaku
seseorang. Ajzen (1991) menjelaskan semakin kuat intensi seseorang
terlibat dalam perilaku, semakin kuat pula kemungkinan pelaksanaanya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas lalu dikaitkan dengan whistle
blowing, maka intensi whistle blowing merupakan suatu maksud atau niat
untuk melakukan pengungkapan suatu praktik illegal yang dilakukan
anggota organisasi kepada pihak internal maupun eksternal. Intensi whistle
blowing dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Semakin kuat intensi
whistle blowing seseorang, maka semakin kuat pula kemungkinan
melakukan whistle blowing.
Intensi whistle blowing sangat berbeda dengan perilaku whistle
blowing karena intensi muncul sebelum perilaku. Intensi dianggap sebagai
faktor yang utama dalam memotivasi seseorang untuk mengambil sebuah
tindakan (Winardi, 2013). Intensi juga berbeda dengan sikap. Park dan
Blenkinsopp (2009) menjelaskan bahwa peneliti-peneliti sebelumnya
mengalami kesulitan ketika ingin mengukur perilaku whistle blowing
menggunakan sikap. Hal tersebut dikarenakan banyak karyawan yang
memiliki sikap positif terhadap whislte blowing (karyawan menganggap
hal itu benar secara moral dan sangat perlu), tetapi hanya sedikit yang
benar-benar bertindak. Bukti tersebut merupakan pemisahan antara sikap
dan perilaku yang menyebabkan peneliti menggunakan intensi sebagai
ukuran untuk perilaku whistle blowing. Intensi menjadi prediktor yang
lebih baik untuk perilaku daripada sikap (Ajzen, 1987).