Secara sederhana, yang dimaksud dengan identitas adalah rincian karakteristik atau cirri-ciri khusus sebuah kebudayaan yang dimiliki kelompok orang yang diketahui batas-batasnya, tatkala dibandingkan dengan karakteristik kebuadayaan orang lain. Hal ini berarti pula bahwa jika ingin mengetahui dan menetapkan identitas suatu budaya, tidak sekedar menetukan karakteristik fisik atau biologis -semata, tetapi juga mengkaji identitas kebudayaan sekelompok manusia melalui tatanan berfikir,perasaan, dan cara bertindak. Menurut Castels identitas adalah pemaknaan dan pengalaman seseorang, sumber penekanan dan pembedaan antara representasi diri dan aksi sosial. Identitas berhubungan dengan peran-peran sosial seorang individu dalam masyarakat. Peran-peran ini seperti pekerja, ibu rumah tangga,kativitas sosial dan lain-lain,dibentuk melalui norma-norma yang terstruktur dalam institusi dan organisasi sosial.
Dalam ilmu sosiologi, perbincangan tentang identitas biasanya dibicarakan dalam konteks esensialisme dan anti esensialisme. Pencarian idfentitas yang didasarkan atas esensialisme berarti bahwa harus ada sesuatu sebagai inti universal dan abadi dalam diri manusia. Esensialisme berasumsi bahwa deskripsi tentang diri mencerminkan suatu identitas esensial. Berdasarkan asumsi ini maka akan ada esensi feminitas, maskulinitas, Mandar, Bugis, dan kategori sosial lainnya. Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh para penganut anti esensialisme, bahwa identitas merupakan aspek budaya yang spesifik menurut ruang dan waktu. Pecheux, salah seorang penganut anti esensialisme mengatakan bahwa ada tiga cara dimana identitas subyek terbentuk. Pertama, subyek yang dihasilkan oleh identifikasi (formasi diskursif). Kedua, subyek yang muncul dari praktek counter identifikasi. Ketiga, subyek yang merupakan produk dari praktik politik dan diskursif yang menggunakan sekaligus menentang ideologi dominan. Secara jelas, Pecheux melihat bahwa identitas bukanlah sesuatu yang alami tapi dibentuk oleh jalinan formasi diskursif, politik dan kepentingan budaya.
Dengan demikian, dalam perspektif anti esensialisme tidak ada esensi tentang laki-laki, peremnpuan misalnya. Semua ini hanyalah bentukan yang diwariskan secara tradisional. Identitas dengan demikian dalam pandangan anti esensialisme adalah konstruksi diskursif yang berubah maknanya menurut ruang, waktu, dan pemakaian. Teori identitas, dalam konteks studi mengenai interaksi dan jarak sosial menjadi sangat penting karena identitas merupakan salah satu unsur yang sangat berpengaruh pada terbentuknya prasangka sosial. Identitas seseorang, akan mempengaruhinya dalam memandang orang lain