Penghasilan pedagang kaki lima

Penghasilan pedagang kaki lima adalah seluruh penghasilan yang diterima oleh pedagang kaki lima baik yang berasal dari keterlibatan langsung dalam proses produksi atau tidak, yang dapat diukur dengan uang dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan pada suatu keluarga pedagang kaki lima dalam satu bulan

Motivasi

Motivasi merupakan serangkaian sikap dan nilai-nilai yang dapat memberikan pengaruh terhadap setiap individu yang dapat mencapai hal yang lebih nyata dengan tujuan individu. Moral dan nilai merupakan suatu tidak terlihat atau nampak yang memberikan dorongan seseorang untuk bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu : arah perilaku (kerja untuk mencapai tujuan), dan kekuatan perilaku (seberapa kuat usaha individu dalam berinteraksi)

Pedagang Kaki Lima (Sektor Informal)

Pedagang Kaki Lima (Sektor Informal) adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum, seperti trotoar, pingir-pingir jalan umum, emperan toko dan lain sebagainya

Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Bentuk interaksi sosial dalam penelitian ini akan dianalisis berdasarkan pendapat Partowisastro (2003) yang mengemukakan pendapat tentang bentuk-bentuk interaksi sosial itu pada dasarnya terbagi dalam dua proses, yaitu :

  1. Proses-proses asosiasi;
  2. Proses-proses dissosiasi;

Penghasilan seseorang dapat dilihat dari pekerjaan utama mereka. Lapangan pekerjaan utama seseorang adalah bidang kegiatan utama pekerja tersebut. Lapangan pekerjaan utama biasanya digolongkan atas pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan, industri pengolahan, bangunan, perdagangan, angkutan, pergudangan, komunikasi, keuangan, asuransi, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa kemasyarakata (Mulyadi, 2008)

Penghasilan atau sering disebut pendapatan adalah jumlah seluruh penghasilan atau penerimaan yang diperoleh baik berupa gaji atau upah maupun pendapatan dari usaha dan pendapatan lainnya selama satu bulan, Penghasilan adalah uang yang diterima dan diberikan kepada subjek ekonomi berdasarkan prestasi-prestasi yang diserahkan yaitu berupa pendapatan dari profesi yang dilakukan sendiri atau usaha perorangan dan pendapatan dari kekayaan (Supratikno, 2004).

Disini dapat diartikan Penghasilan pedagang kaki lima adalah seluruh penghasilan yang diterima oleh pedagang kaki lima baik yang berasal dari keterlibatan langsung dalam proses produksi atau tidak, yang dapat diukur dengan uang dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan pada suatu keluarga pedagang kaki lima dalam satu bulan.

Motivasi Interaksi

  1. Motivasi Interaksi

Motivasi didefinisikan sebagai dorongan. Dorongan merupakan suatu gerak jiwa dan perilaku seseorang untuk berbuat. Sedangkan motif dapat dikatakan suatu driving force yang artinya sesuatu yang dapat menggerakkan manusia untuk melakukan tindakan atau perilaku, dan di dalam tindakan tersebut terdapat tujuan tertentu. Menurut Umam(2012 : 159) . Pengertian dari motivasi tercaakup berbagai aspek tingkah atau perilaku manusia yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku atau tidak berperilaku. Namun dalam istilah berikut ini, motivasi adalah dorongan manusia untuk bertindak dan berperilaku. Sedangkan pengertian motivasi di kehidupan sehari-hari, motivasi dapat diartikan sebagai proses yang dapat memberikan dorongan atau rasangan kepada karyawan sehingga mereka bersedia bekerja dengan ikhlas dan tidak terbebani menurut Saydam(2000 : 326).

Menurut Usman (2013 : 276) Motivasi ialah dorongan yang dimiliki seseorang untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan(need), keinginan(wish), dorongan(desire) atau impuls. Motivasi merupakan dorongan yang dimiliki seorang individu yang dapat merangsang untuk dapat melakukan tindakan-tindakan atau sesuatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang untuk berperilaku atau melakukan sesuatu. Motivasi kerja dapat diartikan sebagai dorongan yang terdapat pada diri seseorang sehingga ia terdorong untuk melakukan suatu kegiatan yang berkaitan dengan suatu pekerjaan. Motivasi seseorang dapat diperoleh dari kebutuhannya.

Motivasi merupakan serangkaian sikap dan nilai-nilai yang dapat memberikan pengaruh terhadap setiap individu yang dapat mencapai hal yang lebih nyata dengan tujuan individu. Moral dan nilai merupakan suatu tidak terlihat atau nampak yang memberikan dorongan seseorang untuk bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu : arah perilaku (kerja untuk mencapai tujuan), dan kekuatan perilaku (seberapa kuat usaha individu dalam bekerja) motivasi meliputi perasaaan, pikiran, dan pengalaman masa lalu yang dimiliki oleh seseorang yang merupakan bagian dari hubungan dalam dan hubungan luar dari perusahaan. Selain itu motivasi diartikan sebagai dorongan yang dimiliki seorang individu untuk berperilaku atau bertindak karena mereka ingin melakukan perbuatan yang dapat mencapai tujuan atau keberhasilan. Apabila individu memiliki motivasi yang kuat mereka akan melakukan suatu tindakan yang positif untuk melakukan sesuatu, karena dapat mencapai tujuan mereka (Rivai, 2013 : 607)

Karakteristik Pedagang Kaki Lima

Rata-rata pedagang kaki lima menggunakan atau perlengkapan yang mudah dibongkar-pasang atau dipindahkan, dan sering kali menggunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usahanya. Beberapa karakteristik khas pedagang kaki lima yang perlu dikenali adalah sebagai berikut (Suyatno, 2005):

  1. Pola persebaran pedagang kaki lima umumnya mendekati pusat keramaian dan tanpa izin menduduki zona-zona yang semestinya menjadi milik publik (depriving public space).
    1. Para pedagang kaki lima umumnya memiliki daya sesistensi sosial yang sangat lentur terhadap berbagai tekanan dan kegiatan penertiban.
      1. Sebagai sebuah kegiatan usaha pedagang kaki lima umumnya memiliki mekanisme involutiv penyerapan tenaga kerja yang sangat longgar.
      1. Sebagian besar pedagang kaki lima adalah kau migran, dan proses adaptasi serta eksistensi mereka didukung oleh bentuk-bentuk hubungan patronase yang didasarkan pada ikatan faktor kesamaan daerah asal (locality sentiment)
      1. Para pedagang kaki lima rata-rata tidak memiliki keterampilan dan keahlian alternatif untuk mengembangkan kegiatan usaha baru luar sektor informal kota.

Menurut Bromley (1979), diantara berbagai usaha sektor informal usaha pedagang kaki lima, tampaknya merupakan jenis pekerjaan yang penting dan relatif khas dalam sektor informal kota. Kekhususan tersebut dikarenakan usaha ini relatif paling mudah dimasuki serta berhadapan langsung dengan kebijaksaan perkotaan. Pengelompokan pedagang kaki lima (biasanya disekitar bangunan pasar yang permanen) secara sosiologis bisa diperjelaskan sebagai suatu pertukaran ekonomi yang mengandung suatu pertukaran sosial. Sejalan dengan perkembangan masyarakat modern perkotaan, bentukbentuk kegiatan sektor informal juga terus berkembang.

Dari berbagai macam pekerjaan pada sektor informal, yang paling dominan dan menonjol aktivitasnya adalah pedagang kaki lima. Kehadirannya dengan jumlah yang cukup besar begitu mendominasi pemenuhan kebutuhan masyarakat perkotaan, terutama pada golongan menengah kebawah, sehingga studi mengenai sektor informal akan lebih lengkap dan menarik bila kita mengkaji pedagang kaki lima.selain itu pedagang kaki lima diperkotaan merupakan jenis usaha sektor informal yang banyak disentuh oleh kebijakan pemerintah di daerah dan jenis usaha informal ini adalah paling monumental (Rachbini, 1994).

Adapun Pengertian pedagang kaki lima sebagai bagian dari sektor informal dapat dijelaskan melalui ciri-ciri secara umum yang dikemukakan oleh Kartono, dkk (1980), sebagai berikut:

  1. Merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus berarti produsen
    1. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain (menggunakan pikulan, kereta dorong, tempat atau stan yang tidak permanen serta bongkar pasang).
    1. Menjajakan bahan makanan, minuman, barang konsumsi lainnya yang tahan lama secara eceran.
    1. Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya.
    1. Kualitas barang yang diperdagangkan relatif rendah dan biasanya tidak berstandar.
    1. Volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli umumnya merupakan pembeli yang berdaya beli rendah.
    1. Usaha skala kecil bisa berupa family enterprise, dimana ibu dan anak anak turut membantu alam usaha tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
    1. Tawar menawar antara penjual dan pembeli merupakan relasi ciri yang khas pada usaha Perwaligangan kaki lima.
    1. Dalam melaksanakan pekerjaanya ada yang secara penuh, sebagian lagi melaksanakan setelah kerja atau pada waktu senggang dan ada pula yang melaksanakan secara musiman.
    1. Barang yang dijual biasanya merupakan convenience goods jarang sekali specialty goods.
    1. Dan seringkali berada dalam suasana psikologis tidak tenang, diliputi perasaan takut kalau tiba-tiba kegiatan mereka dihentikan oleh Tim Penertiban Umum (TEBUM) dan satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah.

Secara keseluruhan dari uraian diatas didapatkan simpulan sebagai konseptualisasi sektor informal bahwa sektor informal pedagang kaki lima perkotaan tidak saja merupakan pelembagaan perilaku ekonomi semata tetapi juga merupakan pelembagaan sosial (social institutionalization) yaitu keadaan integral, baik internal maupun eksternal, dari beragam faktor, baik sosial ekonomi, politik, maupun budaya pada masyarakat modern industrial perkotaan (Achsan, 2008).

Dari sini kita dapatkan posisi yang tegas atas implikasi logis maupun teoritik yang bisa saja terjadi dalam ruang dan waktu kontinum yang terus berlangsung (changing process), dengan demikian sektor informal yang secara terminologis lahir dan berkembang pada hampiran kaidah dan terma ekonomi, selanjutnya mengambil tempat secara langsung dan umum dalam entitasnya sebagai sebuah kenyataan paradigmatik fakta sosial sekaligus definisi sosial (pada terma sosiologis).

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Interaksi sosial yang terjadi antara orang perorangan atau orang dengan kelompok mempunyai hubungan timbal balik dan dapat tercipta oleh adanya kontak sosial dan komunikasi yang menimbulkan berbagai bentuk interaksi sosial. Sarwono dan Meinarno (2009) mengemukakan bentuk-bentuk interaksi sosial itu meliputi :

  1. Kerjasama, adalah suatu kegiatan yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan dan ada unsur saling membantu satu sama lain.
    1. Persaingan, yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk meniru atau melebihi apa yang dilakukan atau dimiliki oleh orang lain.
    1. Konflik, merupakan suatu ketegangan yang terjadi antara dua orang atau lebih karena ada perbedaan cara pemecahan suatu masalah.
    1. Akomodasi, suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi ketegangan, perbedaan, dan meredakan pertentangan dengan melakukan kompromi sehingga terjadi suatu kesepakatan dengan pihak lain yang bersangkutan.

Akomodasi ini memiliki berbagai bentuk, yaitu :

  • Coercion, merupakan bentuk akomodasi yang prosesnya dilakukan secara paksaan, terjadi bila individu yang satu lemah dibandingkan dengan individu yang lain dalam suatu perselisihan;
    • Compromise, yaitu pengurangan tuntutan dari pihak-pihak yang terlibat pertentangan agar tercapai suatu penyelesaian;
    • Arbitration, adalah suatu penyelesaian pertentangan dengan menghadirkan individu lain yang lebih tinggi kedudukannya untuk membantu menyelesaikan suatu perselisihan;
    • Meditation, yaitu penengah yang berfungsi hanya sebagai mediator, tapi tidak berwenang untuk memberi keputusan penyelesaian;
    • Conciliation, yaitu suatu usaha mempertumakan pihak yang berselisih agar tercapai persetujuan bersama. Conciliation sifatnya lebih lunak bila dibandingkan dengan Coercion;
    • Tolerantion, atau sering pula dinamakan tolerantion – participation, yaitu suatu bentuk akomodsi tanpa persetujuan formal, terkadang timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan;
    • Stalemate, merupakan suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangan; dan
    • Adjudication, yaitu penyelesaian sengketa di pengadilan. Bentuk-bentuk interaksi tersebut akan timbul tergantung dari stimulus yang diberikan pada seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

Partowisastro (2003) mengemukakan pendapat tentang bentuk-bentuk interaksi sosial itu pada dasarnya terbagi dalam dua proses, yaitu :

  1. Proses-proses asosiasi; yang terbagi menjadi :
    1. Akomodasi, merupakan suatu proses penyesuaian aktivitasaktivitas seseorang atau kelompok yang berlawanan menjadi sejalan. Akomodasi itu ada beberapa metode, antara lain : pendesakan, kompromis, peradilan, toleransi, konversi, sublimasi, dan rasionalisasi.
      1. Assimilasi, yaitu suatu proses yang memiliki ciri pembentukan persamaan sikap, pandangan, kebiasaan, pikiran dan tindakan sehingga seseorang atau kelompok itu cenderung menjadi satu, mempunyai perhatian dan tujuantujuan yang sama.
      1. Akulturasi, dari segi teori kebudayaan merupakan suatu aspek dari perubahan kebudayaan. Akulturasi itu sebagai proses dwiarah, bahwa dua masyarakat mengadakan kontak dan saling memodifikasikan kebudayaan masingmasing sampai tingkatan tertentu.
    1. Proses-proses dissosiasi; yang terbagi menjadi :
    1. Kompetisi, merupakan suatu persaingan yang terjadi antara perorangan atau kelompok dalam mencapai dan mendapatkan suatu tujuan tertentu.
    1. Kontraversi, merupakan suatu perbedaan-perbedaan pandangan, ide dan tujuan yang terjadi pada satu orang atau lebih sehingga menimbulkan pertentangan.
    1. Konflik, yaitu suatu ketegangan yang terjadi perorangan atau kelompok dikarenakan adanya perbedaan pandangan tentang suatu masalah maupun penyelesaiannya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa interaksi sosial itu memiliki berbagai bentuk antara lain : kerjasama, persaingan, konflik, assimilasi, akulturasi dan akomodasi.

Interaksi sosial secara umum dapat dipengaruhi oleh perkembangan konsep diri dalam seseorang, terkhusus lagi dalam hal individu memandang positif atau negatif terhadap dirinya, sehingga ada yang menjadi pemalu atau sebaliknya dan akibatnya kepada masalah hubungan interaksi sosialnya. Menurut Monks dkk (2006) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi interaksi sosial yaitu :

  1. Jenis kelamin. Kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi dengan teman sebaya/sejawat lebih besar daripada perempuan.
  2. Kepribadian ekstrovert. Orang-orang ekstrovert lebih komformitas daripada introvert.
  3. Besar kelompok. Pengaruh kelompok menjadi makin besar bila besarnya kelompok semakin bertambah.
  4. Keinginan untuk mempunyai status. Adanya dorongan untuk memiliki status inilah yang menyebabkan seseorang berinteraksi dengan sejawatnya, individu akan menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat atau status terlebih di dalam suatu pekerjaan.
  5. Interaksi orang tua. Suasana rumah yang tidak menyenangkan dan tekanan dari orang tua menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan teman sejawatnya.
  6. Pendidikan. Pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam mendorong individu untuk interaksi, karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya.

Menurut Gerungan (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial yaitu :

  1. Imitasi, mempunyai peran yang penting dalam proses interaksi. Salah satu segi positif dari imitasi adalah dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Tetapi imitasi juga dapat menyebabkan hal-hal negatif, misalnya yang ditirunya adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dan mematikan daya kreasi seseorang.
    1. Sugesti, hal ini terjadi apabila individu memberikan suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima pihak lain. Berlangsungnya sugesti bisa terjadi pada pihak penerima yang sedang dalam keadaan labil emosinya sehingga menghambat daya pikirnya secara rasional. Biasanya orang yang memberi sugesti orang yang berwibawa atau mungkin yang sifatnya otoriter.
    1. Identifikasi, sifatnya lebih mendalam karena kepribadian individu dapat terbentuk atas dasar proses identifikasi. Proses ini dapat berlangsung dengan sendirinya ataupun disengaja sebab individu memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.
    1. Simpati, merupakan suatu proses dimana individu merasa tertarik pada pihak lain. Didalam proses ini perasaan individu memegang peranan penting walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk kerjasama.

Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu intensitas bertemu dengan orang lain, jenis kelamin, kepribadian ekstrovert, besar kelompok, keinginan untuk memperoleh status, interaksi dengan orang tua, pendidikan, imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.

Aspek-Aspek Interaksi Sosial

Louis (Toneka, 2000) mengemukakan interaksi sosial dapat berlangsung apabila memiliki beberapa aspek berikut :

  1. adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini dan akan datang, yang menentukan sifat dan aksi yang sedang berlangsung;
    1. adanya jumlah perilaku lebih dari seseorang;
    1. adanya tujuan tertentu, tujuan ini harus sama dengan yang dipikirkan oleh pengamat.

Soekanto (2015) mengemukakan aspek interaksi sosial yaitu :

  1. Aspek kontak sosial, merupakan peristiwa terjadinya hubungan sosial antara individu satu dengan lain. Kontak yang terjadi tidak hanya fisik tapi juga secara simbolik seperti senyum, jabat tangan. Kontak sosial dapat positif atau negatif. Kontak sosial negatif mengarah pada suatu pertentangan sedangkan kontak sosial positif mengarah pada kerja sama.
    1. Aspek komunikasi. Komunikasi adalah menyampaikan informasi, ide, konsepsi, pengetahuan dan perbuatan kepada sesamanya secara timbal balik sebagai penyampai atau komunikator maupun penerima atau komunikan. Tujuan utama komunikasi adalah menciptakan pengertian bersama dengan maksud untuk mempengaruhi pikiran atau tingkah laku seseorang menuju ke arah positif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek interaksi sosial yang digunakan sebagai skala interaksi sosial yaitu kontak sosial dan komunikasi, dengan alasan kedua aspek sudah mencakup unsur-unsur dalam interaksi sosial serta dianggap dapat mewakili teori-teori yang lain.

Pengertian Interaksi Sosial

Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok.

Adapun Basrowi (2005) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok, maupun orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerjasama, tetapi juga berbentuk tindakan, persaingan, pertikaian dan sejenisnya. Menurut Partowisastro (2003) interaksi sosial ialah relasi sosial yang berfungsi menjalin berbagai jenis relasi sosial yang dinamis, baik relasi itu berbentuk antar individu, kelompok dengan kelompok, atau individu dengan kelompok.

Soekanto (2015) mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang meliputi hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Menurut Sarwono dan Meinarno (2009) interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara individu dengan individu lain, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok lain.

Gerungan (2006) secara lebih mendalam menyatakan interaksi sosial adalah proses individu satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastis kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain. Individu yang satu dapat juga menyesuaikan diri secara aloplastis dengan individu lain, dimana individu yang lain itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang pertama.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.

Mahasiwa Perantau

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, berada dalam suatu struktur pendidikan tertentu dan merupakan tingkatan pendidikan tertinggi dibandingkan yang lainnya. Sedangkan menurut Hartaji (2012) mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu maupun sedang belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada suatu institusi seperti universitas, politeknik maupun institusi pendidikan lainnya.

Menurut Naim (2013), merantau adalah meninggalkan kampung halaman, dengan kemauan sendiri, memiliki jangka waktu lama, dengan tujuan tertentu, menuntut ilmu dan mencari pengalaman, namun suatu saat akan kembali pulang. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa rantau adalah orang yang meninggalkan kampung halaman dan jauh dari orang tua yang sedang dalam proses belajar dan telah terdaftar di suatu institusi pendidikan. Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada 2 masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup (Yusuf, 2012).

 Tipe-Tipe Kelompok Sosial

Tipe-tipe kelompok sosial dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian atas dasar berbagai ukuran atau kriteria. Menurut Simmel dalam buku Soekanto (2017: 104), klasifikasi tipe-tipe kelompok sosial berdasarkan ukuran besar kecilnya jumlah anggota kelompok, bagaimana individu mempengaruhi kelompoknya serta interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Ukuran lain yang diambil untuk menentukan tipe-tipe kelompok sosial adalah derajat interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Unsur kepentingan dan juga wilayah, serta berlangsungnya suatu kepentingan yang ada didalam masyarakat.

Tipe-tipe kelompok sosial yang ada di masyarakat antara lain:

  1. In-group dan Out-group

W.G. Sumner dalam buku Soekanto (2017: 108), membagi kelompok sosial menjadi dua yaitu In-group dan out-group. Ingroup adalah kelompok sosial dimana individu mengidentifikasikan dirinya didalam suatu kelompok atau golongan, sedangkan out-group adalah kelompok sosial yang diartikan individu sebagai lawan dari ingroupnya. Sikap out-group selalu ditandai oleh kelainan yang berwujud antagonisme dan antipati. Perasaan in-group dan out-group atau perasaan dalam serta luar suatu kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnosentrisme.

  • Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder

Menurut Charles Horton Cooley dalam buku Soekanto (2017: 109) kelompok sosial terbagi atas kelompok sosial primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group). Kelompok primer atau face to face group adalah kelompok sosial yang paling sederhana dimana anggotanya saling mengenal dekat satu sama lain, saling bekerjasama dan juga mempunyai hubungan pribadi yang sangat erat. Contoh dari kelompok primer adalah keluarga, teman sepermainan, sahabat karib, dan lain sebagainya. Kelompok sekunder adalah kelompok yang terdiri dari banyak orang, sifat hubunganya tidak berdasarkan pengenalan secara pribadi dan juga tidak berlansung dengan langgeng, kelompok ini hanya berdasarkan kepada kepentingan sesaat dan juga tidak mempunyai hubungan secara pribadi atau personal satu sama lain. Contoh hubungan sekunder adalah kontrak jual beli.

  1. Paguyuban (Gemeinshcaft) dan Patembayan (Gesselschaft)

Menurut Ferdinand Tonnies dalam buku Soekanto (2017: 116), kelompok sosial dibagi menjadi dua tipe yaitu paguyuban (gemeinshcaft) dan patembayan (gesselschaft). Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya mempunyai hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta bersifat kekal.

Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah di kodratkan. Paguyuban terbagi dalam tiga tipe yaitu: paguyuban karena ikatan darah (gemeinshcaft of blood), yaitu paguyuban yang didasarkan pada adanya ikatan darah atau ikatan keturunan diantara kelompok tersebut, misalnya keluarga, kelompok kekerabatan (trah). Kedua adalah paguyuban karena tempat (gemeinshcaft of place), yaitu paguyuban yang didasarkan pada orang-orang yang mempunyai tempat tinggal yang berdekatan sehingga bisa selalu menghasilkan kerjasama atau gotong royong, misalnya adalah rukun tetangga, rukun warga, dan lain-lain.

 Jenis paguyuban yang ketiga adalah peguyuban karena persamaan jiwa, pemikiran, dan juga ideologi (gemeinshcaft of mind), yaitu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah atau tempat tinggal yang berdekatan tetapi mempunyai jiwa, pemikiran, idealisme, dan juga ideologi yang sama, misalnya adalah organisasi garis keras, dan lain-lain.  Patembayan (gesselschaft) adalah ikatan lahir yang bersifat pokok dan biasanya berjalan dengan jangka waktu yang relatif pendek, dia bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka. Contoh patembayan antara lain ikatan pedagang, ikatan guru, organisasi buruh pabrik, dan sebagainya.

  • Kelompok Formal dan Kelompok Informal

Jenis pembagian kelompok sosial juga terdapat jenis kelompok sosial formal dan kelompok sosial informal. Kelompok sosial formal (formal group) adalah kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesama, contohnya adalah organisasi. Kelompok informal (informal group) adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai struktur dan   organisasi yang pasti, kelompok tersebut biasanya terbentuk karena adanya pertemuan yang berulang kali yang didasari oleh keinginan dan juga kepentingan yang sama, contoh dari informal group adalah clique (Soekanto, 2017: 120).

  • Membership Group dan Reference Group.

Robert K. Merton dalam buku Soekanto (2017: 123), membagi kelompok sosial menjadi membership group dan reference group. Membership group merupakan kelompok dimana orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Reference group adalah kelompok-kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota kelompok tersebut) untuk membentuk pribadi dan perilakunya.

  • Kelompok Okupasional dan Kelompok Volunter.

 Tipe kelompok sosial juga terbagi atas kelompok sosial okupasional dan kelompok sosial volunter. Kelompok okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya kelompok kekerabatan, seperti yang kita tahu bahwa di jaman sekarang ini hubungan kekeluargaan seseorang tidak lagi erat seperti pada jaman dahulu, jadi pada jaman sekarang ini banyak timbul kelompok yang anggotanya didasarkan pada persamaan profesi atau perkerjaan mereka, misalnya saja ikatan dokter Indonesia, ikatan pengusaha, ikatan pengacara, dan lain sebagainya. Kelompok sosial volunter adalah kelompok yang memiliki kepentingan yang sama, namun tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat. Melalui kelompok ini diharapkan akan dapat memenuhi kepentingan anggotanya secara individual tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara umum (Soekanto, 2017: 126).

Kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pendapat para ahli tentang kelompok sosial adalah, bahwa kelompok sosial dapat terbentuk karena didahului dengan adanya interaksi sosial di dalam suatu masyarakat, dari interaksi sosial itulah maka sekumpulan individu akan memiliki kesadaran bahwa dia merupakan anggota dari masyarakat atau kelompok yang bersangkutan. Kesadaran akan keanggotaan kelompok itu akan semakin besar dengan adanya persamaan tujuan bersama yang hendak dicapai, dengan kata lain kelompok sosial merupakan sekumpulan individu yang memiliki ciri-ciri dan pola interaksi yang terorganisir secara berulangulang, sertamemiliki kesadaran bersama akan keanggotaanya. Kelompok sosial memiliki struktur sosial yang setiap anggotanya memiliki status dan peran tertentu, memiliki kepentingan bersama, serta memiliki norma-norma yang mengatur para anggotanya

Ciri-Ciri Kelompok Sosial

Ciri-ciri kelompok sosial menurut Santoso (2004: 37) adalah sebagai berikut:

  1. Adanya dorongan/motif yang sama pada setiap individu sehingga terjadi interaksi sosial sesamanya dan tertuju pada tujuan yang sama.
    1. Adanya reaksi dan kecakapan yang berbeda di antara individu satu dengan yang lain akibat terjadinya interaksi sosial.
    1. Adanya pembentukan dan penegasan struktur kelompok yang jelas, terdiri dari peranan dan kedudukan yang berkembang dengan sendirinya dalam rangka mencapai tujuan bersama.
    1. Adanya penegasan dan pengetahuan norma-norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dan kegiatan anggota kelompok dalam merealisasi tujuan kelompok.

 Ciri-ciri kelompok sosial menurut Georg Simmel adalah sebagai berikut:

 a. Besar kecilnya jumlah anggota kelompok sosial.

b. Derajat interaksi sosial dalam kelompok sosial.

c. Kepentingan dan wilayah.

d. Berlangsungnya suatu kepentingan.

 e. Derajat organisasi (Santoso, 2004: 37)

Kelompok Sosial

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk hidup dengan orang lain disebut gregariuosness sehingga manusia juga juga disebut sebagai social animal. Sejak dilahirkan manusia mempunyai dua hasrat pokok yaitu: a. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya yaitu masyarakat. b. Keinginan untuk menjadi satu dengan alam di sekelilingnya (Soekanto, 2017: 101). Kelompok sosial merupakan salah satu perwujudan dari interaksi sosial atau kehidupan bersama, atau dengan kata lain bahwa pergaulan hidup atau interaksi manusia itu perwujudanya ada di dalam kelompok-kelompok sosial.

Kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan   timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Syarat terbentuknya kelompok sosial adalah:

  1. Adanya kesadaran setiap anggota kelompok bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan .
    1. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainya.
    1. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antara mereka menjadi erat, yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan lain-lain. Faktor mempunyai musuh yang sama juga dapat pula menjadi faktor pengikat atau pemersatu.
    1. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
    1. Bersistem dan berproses (Soekanto, 2017: 101)

 Suatu kelompok sosial cenderung mempunyai sifat yang tidak statis atau berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Suatu aspek yang menarik dari kelompok sosial tersebut adalah bagaimana cara mengendalikan anggota-anggotanya. Para sosiolog akan tertarik oleh cara-cara kelompok sosial tersebut dalam mengatur tindakan anggotaanggotanya agar tercapai tata tertib di dalam kelompok. Hal yang agaknya penting adalah kelompok sosial tersebut merupakan kekuatan-kekuatan sosial berhubungan, berkembang, mengalami disorganisasi, memegang peranan, dan sebagainya (Soekanto, 2017: 102-103).

Unsur Pembentuk Solidaritas Sosial

Unsur-unsur Pembentuk Solidaritas

  1. Kesatauan Genealogis atau Faktor Keturunan

Kesatuan Genealogis merupakan salah satu yang yang menjadi unsurdalam membangun solidaritas suatu kelompok. Solidaritas yang dibangun berdasarkan kesamaan keturunan mampu membuat suasana kelompok sosial lebihmengarah pada arah persaudaraan. Karena kesamaan keturunan mampu memberikan komitmen yang kuat dalam kelompok sosial agar tidak terputus tali persaudaraannya.

  • Kesatuan Religius

Setiap agama sudah pasti memiliki atauran-atauran dalam hidupbermasyarakat ataupun berkelompok. Aturan-aturan tersebut tertuang dalamsebuah nilai dan norma. Nilai dan norma inilah yang kemudian mengatur setiapgerak-gerik tingkah laku manusia. Tentu hal yang sangat ide  menjadikan kesamaan agama sebagai pemersatu dalam membentuk suatau kelopok sosialdalam membangun solidaritas sosial

  • Kesatuan Teritorial (Community)

Terbentuknya suatu kelompok sosial dalam membangun solidaritas yangkuat tentu pula didasari karena adanya kesamaan suatau wilayah atau sering kitasebut dengan persamaan primordial (kedaeraan). Di dalam kesamaan primordialsudah pasti nilai-nilai serta norma-norma yang dianut akan sama. Hal ini akanlebih mudah dalam membangun pola interaksi dalam sebuah kelompok sosial.

  • Kesatuan Kepentingan (Asosiasi)

Tentu persamaan kepentingan dapat mempermudah tercapainya cita-cita bersama. Karena pada dasarnya individu-individu memiliki keinginan yang ingin dicapai. Oleh karena itu bergabung bersama dengan orang-orang yang memiliki persamaan kepentingan, akan jauh lebih mudah untuk mencapainya.

Solidaritas Sosial (Emile Durkheim )

Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial. Solidaritas sosial merupakan perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Durkheim membagi dua tipe solidaritas mekanik dan organik. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat ini terjadi karena mereka terlibat aktivitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organik bertahan bersama justru karena adanya perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memilki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2018: 90-91).

Teori solidaritas (dalam Ritzer, 2012:145) dari Emile Durkheim menekankan pada keadaan individu atau kelompok yang mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup di masyarakat. Penulis melihat tingkat kebersamaan dalam anggota masyarakat yang berperan dalam meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja memiliki imlikasi yang sangat besar terhadap struktur masyarakat. Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara dimana solidaritas sosial terbentuk, dengan kata lain perubahan cara- cara masyarakat bertahan dan bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh. Untuk menyimpulkan perbedaan ini, Durkheim membagi solidaritas menjad solidaritas mekanik dan organik. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanik menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan masyarakat ini terjadi karena mereka terlibat aktifitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dn memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang dittandai oleh solidaritas organik bertahan bersama justru karena adanya perbedaan yang aa didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda – beda

Menurut Durkheim dalam (Ritzer, 2012:90), solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk yakni solidaritas sosial mekanik dan solidaritas sosial organik. Pandangan Durkheim mengenai masyarakat yang dicirikan oleh solidaritas mekanik adalah suatu yang hidup. Masyarakat berpikir dan bertingkah laku dihadapan kepada gejala-gejala sosial atau fakta-fakta sosial yang seolah-olah berada diluar individu. pada masyarakat, manusia hidup bersama dan berinteraksi sehingga timbul rasa kebersamaan diantar anggota masyarakat. Solidaritas mekanik pada umumnya terdapat pada masyarakat pedesaan, solidaritas mekanik ini terbentuk karena setiap anggota terlibat dalam aktifitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama dan memerlukan keterlibatan secara fisik.

 Solidaritas mekanik tersebut mempunyai kekuatan yang sangat besar dalam membangun kehidupan  harmonis antara sesama, sehingga solidaritas tersebut lebih bersifat lama dan tidak tempore(sementara). Solidaritas mekanik juga didasarkan pada tingkat homogenitas yang sangat tinggi. Tingkat homogenitas individu yang tinggi dengan tingkat ketergantungan antara individu yang sangat rendah. Tingkat homogenitas tersebut dapat dilihat misalnya dalam pembagian kerja dalam masyarakat. Solidaritas mekanik dapat menjadikan individu memiliki tingkat kemampuan dan keahlian dalam suatu pekerjaan yang sama sehingga setiap individu dapat mecapai keinginannya tanpa ada ketergantungan kepada orang lain. Berbeda dengan tipikal solidaritas sosial mekanik, solidaritas organik adalah tipe solidaritas yang didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi dari adanya spesialis dalam pembagian kerja (Ritzer, 2012:145).

Solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks, yaitu masyarakat yang mengenal pembagian kerja yang rinci dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian. Setiap anggota menjalankan peran yang berbeda, dan saling ketergantungan seperti pada hubungan antara organisme biologis. Solidaritas organik ini menyebabkan masyarakat yang ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya, karena adanya saling ketergantungan ini maka ketidakhadiran pemegang peran tertentu akan mengakibatkan gangguan pada sistem kerja dan kelangsungan hidup masyarakat. Keadaan masyarakat dengan solidaritas organik ini, ikatan  utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi kesadaran kolektif melainkan kesepakatan yang terjalin diantara berbagai kelompok profesi. Ciri dari masyarakat solidaritas mekanik ini ditandai dengan adanya kesadaran kolektif yang sangat kuat, yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama. Ikatan kebersamaan tersebut terbentuk karena adanya kepedulian diantara sesama. 

Menurut Emile Durkheim dalam (Ritzer, 2012:145) indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik ini adalah ruang lingkungan dan kerasnya hukum-hukum yang bersifat represif (menekan). Anggota masyarakat ini memiliki kesamaan satu sama lainnya. Semuanya cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap sistem nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu, apalagi oleh masyarakat yang menjadi tempat penelitian kali ini. Hukuman yang dikenakan terhadap pelanggaran tehadap aturan-aturan represif tersebut pada hakekatnya adalah merupakan manifestasi dari kesadaran kolektif yang tujuannya untuk menjamin masyarakat berjalan dengan teratur dengan baik.   

Ikatan yang mempersatukan anggota-anggota masyarakat disini adalah homogenya dan masyarakat terikat satu sama lainnya secara mekanik, jadi perilaku yang disebut melawan hukum jika dipandang mengancam atau melanggar kesadaran kolektif. Jenis dan beratnya hukuman tidak selalu harus mempertimbangkan kerugian atau kerusakan yang diakibatkan oleh pelanggarannya, akan tetapi lebih didasarkan pada kemarahan bersama akibat terganggunya kesadaran kolektif seperti penghinaan, menfitnah, pembunuhan dan lain sebagainya, untuk menjamin supaya masyarakat yang bersangkutan berjalan dengan baik dan teratur. Pembahasan mengenai kedua solidaritas akan digunakan manjadi satu saja, yaitu solidaritas mekanik yang mengambarkan akan keadaan dalam masyarakat pedesaan.

Solidaritas mekanik yang telah diungkapkan oleh Emile Durkheim dalam teorinya; yakni dengan melihat kembali keberadaan masyarakat setempat yang dicirikan dengan kegiatankegiatan yang seragam antar masyarakat setempat. Durkeim dalam (Ritzer, 2012:90) menuturkan bahwa  dalam solidaritas mekaniknya maka anggota dalam kelompok tersebut cenderung memiliki kesadaran kolektif yang lebih kuat; pemahaman, norma dan kepercayaan bersama.  .

Pengertian Usaha Angkringan

Kata Angkringan berasal dari kata pergaulan jawa, angkring atau nangkring yang memiliki arti duduk santai yang lebih bebas. Para pembeli yang duduk di bangku kayu memanjang di sekitar gerobak dapat mengangkat atau melipat kaki naik ke atas kursi. Angkringan merupakan suatu bentuk variasi dari kaki lima. Penjual kaki lima yang menggunakan pikulan juga dapat di temui di daerah-daerah lain. Kaki lima pikulan yang menjual makanan dengan harga murah seperti angkringan dapat pula di temui di Solo dan klaten. Menurut Klara, “masyarakat setempat menyebut kaki lima tersebut dengan nama HIK (Hidangan Istimewa Kampung). Istilah ini gunakan di Solo, tetapi istilah ini populer di Yogyakarta adalah angkringan (Azizah Risyda, 2015).

Pada awalnya penjual angkringan tidak menggunakan gerobak dorong beroda dua, melainkan pikulan yang terbuat dari belahan batang bambu. Di kedua ujungnya digantung dua set perangkat, serta di lengkapi sebuah bangku untuk penjual. Satu set angkringan dilengkapi dengan alat dan bahan minuman yang akan di olah, termasuk anglo atau tungku berbahan bakar arang. Sementara, set-set yang lain memuat bahan makanan siap saji yang hanya perlu di bakar kembali diatas tungku. Perlengkapan kios berjalan ini masih sangat sederhana mengingatfrekuensi perpindahanya cukup tinggi.Konsep angkringanadalah gerobak dorong dari kayu dan tungku dari arang.Di atasnya ceret besar berjumlah tiga buah sebagai alat untuk menghidangkanbahan minuman. Tak lupa yang menambah suasana remang-remang eksotis adalahlampu minyak yang di sebut teplok yang menerangi di tengah gerobak. Tempat duduk yang menggunakan kursi kayu panjang mengelilingi gerobak yang dinaungi terpal plastik gulung sebagai tenda. Perpaduan yang bersahaja ini menjadiestetika angkringan yang terbentuk melawan waktu dan perkembangan zaman (Nita, 2017).

Meski begitu, inilah yang menjadi daya tarik luar biasa dari warung angkringan.Makanan yang dijual meliputi nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telurpuyuh, dan keripik. Minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk,kopi, tape, wedang jahe dan susu. Semua dijual dengan harga yang sangatterjangkau, mulai dari minuman Rp. 2000 – Rp. 6000, nasi kucing Rp. 3000, Rica-rica ayam Rp. 4000 dan macam-macam sate Rp. 3000. Meski harganya murah,namun konsumen warung ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang bangunan,pegawai kantor, mahasiswa, seniman, bahkan hingga pejabat dan eksekutif. Antarpembeli dan penjual sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana penuh kekeluargaan.

Angkringan juga terkenal sebagai tempat yang egaliter karenabervariasinya pembeli yang datang tanpa membeda-bedakan strata sosial atau sara. Mereka menikmati makanan sambil bebas mengobrol hingga larut malammeskipun tak saling kenal tentang berbagai hal atau kadang berdiskusi tentangtopik-topik yang serius. Harganya yang murah dan tempatnya yang santaimembuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai tempat persinggahanuntuk mengusir lapar atau sekadar melepas lelah. Akrabnya suasana dalamangkringan membuat nama angkringan tak hanya merujuk ke dalam tempat tetapikesuasana, beberapa acara mengadopsi kata angkringan untuk menggambarkansuasana yang akrab saling berbagi dan menjembatani perbedaan

Keberlangsungan Usaha

Keberlangsungan (Sustainability) diartikan sebagai suatu bentuk kata kerja yang menerangkan suatu keadaan atau kondisi yang sedang berlangsung terusmenerus dan berlanjut, merupakan suatu proses yang terjadi dan nantinya bermuara pada suatu eksistensi atau ketahanan suatu keadaan (disarikan dari Kamus Lengkap Bahasa Indonesia). Berdasar definisi ini keberlangsungan usaha (Business Sustainibility) merupakan suatu bentuk konsistensi dari kondisi suatu usaha, dimana keberlangsungan ini merupakan suatu proses berlangsungnya usaha baik mencakup pertumbuhan, perkembangan, strategi untuk menjaga kelangsungan usaha dan pengembangan usaha dimana semua ini bermuara pada keberlangsungan dan eksistensi (ketahanan) usaha.

Dalam sumber lain keberlangsungan diartikan sebagai : Sustainability is “using, developing and protecting resources in a manner that enables people to meet current needs and provides that future generationscan also meet future needs, from the joint perspective of environmental, economic and community objectives.” (www.oregon.gov). Ini diartikan bahwa keberlangsungan adalah sesuatu yang dipergunakan untuk mengembangkan dan melindungi sumber daya yang berada didalamnya, dimana memungkinkan orang-orang untuk mendapatkan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan akan datang, dari pandangan gabungan lingkungan, ekonomi dan pandangan masyarakat. Pernyataan-pernyataan ini dapat dianolagkan dan dipakai sebagai definisi konsep dalam penelitian ini, bahwa keberlangsungan usaha merupakan suatu keadaan atau kondisi usaha, dimana didalamnya terdapat cara-cara untuk mempertahankan, mengembangkan dan melindungi sumber daya serta memenuhi kebutuhan yang ada didalam suatu usaha (industri). Cara-cara yang dipergunakan ini bersumber dari pengalaman sendiri, orang lain, serta berlandaskan pada kondisi atau keadaan ekonomi yang sedang terjadi di dalam dunia usaha (Business).

Komponen Dalam Modal Sosial

Putnam (2000) menyatakan komponen modal sosial terdiri dari kepercayaan (trust), aturan-aturan (norms) dan jaringan-jaringan kerja (networks) yang dapat memperbaiki efisiensi dalam suatu masyarakat melalui fasilitas tindakan-tindakan yang terkordinasi. Lebih lanjut dikatakan Putman bahwa kerjasama lebih mudah terjadi di dalam suatu komunitas yang telah mewarisi sejumlah modal sosial dalam bentuk aturan-aturan, pertukaran timbal balik dan jaringan-jaringan kesepakatan antar warga. Hal ini diperjelas dengan adanya pernyataan Ridell dalam Suharto, E. & Yuliani. (2005) menyebutkan beberapa parameter modal sosial, antara lain kepercayaan, norma, dan jaringan. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga parameter modal sosial tersebut.

  1. Jaringan: Granovetter mengungkapkan bahwa jaringan hubungan sosial adalah suatu rangkaian hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang sama di antara individu-individu atau kelompok-kelompok (Santoso: 2010). Jaringan ini akan menjadi media komunikasi dan interaksi yang menghasilkan kepercayaan dan kekuatan suatu kerja sama. Putnam berargumen bahwa jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerja sama para anggotanya serta manfaaat-manfaat dari partisipasinya itu. Kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun sejumlah asosiasi sekaligus membangun jaringan merupakan salah satu sumber kekuatan modal sosial. Sumber lain adalah pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial.

Pertukaran ekonomi untuk mendapatkan modal dan kepentingan ekonomi juga dapat dilakukan melalui perolehan reputasi lewat pengakuan dalam jaringan atau kelompok. Tahapan tersebut dapat mengoptimasi keuntungan relasional (menjaga hubungan sosial) serta analisis biaya dan keuntungan Hendry juga mengungkapkan bahwa jaringan-jaringan telah lama dilihat sangat penting bagi keberhasilan bisnis.

Terutama pada tingkat permulaan, bahwa fungsi jaringan-jaringan diterima dengan luas sebagai suatu sumber informasi penting, yang sangat menentukan dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang bisnis (Field, 2010). Ben-Porath menambahkan mengenai konsep ‘F-connection’. Konsep ini terdiri dari families (keluarga), friends (teman), dan firms (perusahaan) Bentuk-bentuk koneksi tersebut dalam organisasi sosial dapat mempengaruhi pertukaran ekonomi. Jika dikembangkan secara lebih jauh, hubungan keluarga dan pertemanan bisa bermanfaat bagi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan atau karir yang lebih bagus.

  • Norma: Norma merupakan pemahaman, nilai, harapan, dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang dilengkapi sanksi yang bertujuan mencegah individu melakukan perbuatan menyimpang dalam masyarakat. Sebagian besar norma hanya dipahami tanpa ditulis, sehingga menentukan tingkah laku masyarakat dalam berhubungan sosial. Yustika menyatakan bahwa kerja sama yang dilengkapi dengan sanksi sosial dapat berfungsi sebagai komplementer untuk merangsang mekanisme efek modal sosial terhadap kinerja ekonomi. Dari kegiatan ekonomi tersebut, pelaku dapat mengakumulasi laba, upah, dan pengembalian modal sehingga terdapat insentif untuk berproduksi. Norma yang kuat memungkinkan setiap anggota kelompok atau komunitas saling mengawasi sehingga tidak ada celah bagi individu untuk berbuat ‘menyimpang’  Menurut Putnam dan Fukuyama, norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerja sama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerja sama. North mengungkapkan bahwa norma merupakan sebuah ‘institusi’ yang mengatur interaksi sosial antar manusia. Norma terbentuk oleh interaksi nilai-nilai yang dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat di dalamnya dan sifatnya selalu harus memberikan manfaat positf bagi setiap anggota masyarakat itu. Saat norma tidak bermanfaat atau bahkan merugikan, norma akan hilang dan mati (Leksono, 2009).
    • Kepercayaan: Menurut Fukuyama, kepercayaan merupakan harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerja sama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Fukuyama juga mengklaim bahwa kepercayaan merupakan dasar paling dalam dari tatanan sosial: ”komunitas-komunitas tergantung pada kepercayaan timbal balik dan tidak akan muncul secara spontan tanpanya ( Field, 2010). Sedangkan menurut Putnam (2000), rasa percaya adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya). Yustika menyatakan bahwa modal sosial tergantung dari dua elemen kunci, yaitu kepercayaan dari lingkungan sosial dan perluasan aktual dari kewajiban yang sudah dipenuhi (obligation held). Dari perspektif ini, individu yang bermukim dalam struktur sosial dengan saling kepercayaan tinggi memiliki modal sosial yang lebih baik daripada situsi sebaliknya. Menurut Francois, kepercayaan merupakan komponen ekonomi yang relevan melekat pada kultur masyarakat yang akan membentuk kekayaan modal sosial. Hal ini akan menciptakan suatu siklus sosial yang membuat kepercayaan yang tinggi (diwujudkan dalam tindakan untuk mencapai kepentingan bersama) berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat

Adapun lingkup modal sosial menurut Carrier R Leana dan Van Burren, terdiri dari tiga komponen utama yaitu associability, shared trust, dan shared responsibility. Dalam konteks associability penekanannya adalah sociability, kemampuan melakukan interaksi sosial diikuti dengan kemampuan memacu aksi kolektif yang memadai dalam usaha-usaha bersama. Selain itu dibutuhkan shared trust(kepercayaan timbal balik) dan juga shared responsibility (tanggung jawab timbal balik) dalam usaha kolektif. Dalam perspektif serupa Don Cohen Laurens mengungkapkan bahwa modal sosial dapat terlihat dalam aspek trust, mutual understanding (saling memahami), shared knowledge (pengetahuan bersama), dan cooperative action (aksi bersama). Modal sosial terjelma dari persenyawaaan tiga unsur yaitu pertama, ikatan tradisi dalam wujudnya sebagai keluarga, kekerabatan dan kewilayahan, kedua ketersediaan untuk bekerja keras di bawah pemahaman bahwa mereka yang tidak bekerja tidak berhak memperoleh makanan, ketiga suatu konteks yang disediakan oleh pemegang tampuk kekuasaan berupa ketentraman politik, terbukanya kesempatan ekonomi dan finansial serta jaminan keamanan masa depan yang meyakinkan. Dua faktor pertama bersama-sama dalam bingkai konteks faktor ketiga membentuk apa yang disebut modal sosial. Maka terjadi saling taut fungsional dari persekutuan antar manusia, karya dan modal.

Pendapat lain yaitu Woolcock, M. D. Narayan (2000) yang membedakan tiga tipe modal sosial sebagai berikut:

  1. Sosial bounding, berupa kultur nilai, kultur, persepsi dan tradisi atau adat-istiadat. Modal sosial dengan karakteristik ikatan yang kuat dalam suatu sistem kemasyarakatan dimana masih berlakunya sistem kekerabatan dengan sistem klen yang mewujudkan rasa simpati berkewajiban, percaya resiprositas dan pengakuan timbal balik nilai kebudayaan yang dipercaya. Tradisi merupakan tata kelakuan yang kekal serta memiliki integrasi kuat dengan pola perilaku masyarakat mempunyai kekuatan mengikat dengan beban sangsi bagi pelanggarnya.
    1. Sosial bridging, berupa institusi maupun mekanisme yang merupakan ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya. Stephen Aldidgre menggambarkannya sebagai pelumas sosial yaitu pelancar roda-roda penghambat jalannya modal sosial dalam sebuah komunitas dengan wilayah kerja lebih luas dari pada poin 1, bisa bekerja lintas kelompok etnis maupun kelompok kepentingan. Dapat dilihat pula adanya keterlibatan umum sebagai warga negara, asosiasi, dan jaringan.
    1. Sosial linking, berupa hubungan/jaringan sosial dengan adanya hubungan diantara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti akan menggunakan komponen modal sosial yang diutarakan oleh Putnam yang menyatakan komponen modal sosial terdiri dari kepercayaan (trust), aturan-aturan (norms) dan jaringan-jaringan kerja (networks) yang dapat memperbaiki efisiensi dalam suatu masyarakat melalui fasilitas tindakan-tindakan yang terkordinasi.

Pengertian Modal Sosial

Pada awalnya, modal sosial berangkat dari hasil penelitian Robert Putnam (2000) di Italia yang menemukan bagaimana modal sosial berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah. Bagi Robert Putnam modal sosial sebagai “connections among individuals social networks and the norms of reciprocity and trustworthiness that arise from them’. Hasil penelitian ini berkembang dengan hasil penelitian senada sehingga meberikan sudut pandang yang berbeda mengenai pengertian modal sosial. Ahli sosiologi Prancis Pierre Bourdieu (1985) mendefinisikan modal sosial atau social capital sebagai ‘the aggregate of the actual or potential resources which are linked to possession of a durable network of more or less institutionalised relationships of mutual acquaintance and recognition’. Sedangkan James Coleman (2000), ahli sosiologi Amerika, mengatakan bahwa  modal sosial‘is not a single entity, but a variety of different entities, having two characteristics in common: they all consist of some aspect of a social structure,and they facilitate certain actions of individuals who are within the structure’.

Sedangkan menurut Fukuyama (2005) bahwa modal sosial secara sederhana yaitu serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Norma-norma yang menghasilkan sosial capital harus secara substantive memasukkan nilai-nilai seperti kejujuran, pemenuhan tugas dan kesediaan untuk saling menolong, dan komitmen bersama. Norma kooperatif di atas bisa dibagi di antara kelompok masyarakat terbatas dan bukan dengan yang lainnya dalam masyarakat yang sama. Menurut Cohen dan Prusak berpendapat bahwa modal sosial adalah kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia, rasa percaya, saling mengerti dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya kerjasama (Cohen, Don dan Prusak, Laurence, 2001)

Berdasarkan uraian di atas maka modal sosial merupakan kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia, rasa percaya, saling mengerti dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya kerjasama.

Konsep Budaya Berlalu Lintas

Istilah budaya lalu lintas terdiri dari dua kata yaitu budaya dan lalu lintas. Pengertian budaya sendiri adalah “nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat”. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia (Tagel, 2013).

Sedangkan kata lalu lintas dalam UU No. 22 Tahun 2009 didefenisikan sebagai: “ gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedangkan yang dimaksud dengan ruang lalu lintas adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.” Adapun definisi mengenai lalu lintas lain menyebutkan bahwa menurut adalah “berjalan bolak balik, hilir mudik dan perihal perjalanan di jalan dan sebagainya serta berhubungan antara sebuah tempat dengan tempat lainnya. Secara keseluruhan budaya berlalu lintas adalah nilai sosial dan norma sosial yang ditumbuhkan dalam kehidupan masyarakat berkaitan dengan pengaturan mengenai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan” (Rachma, 2013).

Lalu lintas berarti berbicara mengenai manusia, kendaraan, dan jalan yang masing-masing mempunyai masalah tersendiri dan berkaitan dengan keselamatan hidup orang banyak khususnya para pemakai jalan raya. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, lalu lintas diartikan sebagai : “Berjalan bolak-balik, hilir mudik, perihal perjalanan di jalan dan sebagainya, perhubungan antara sebuah tempat dengan tempat lain”. Sementara. Djajusman dalam bukunya, “Polisi Dan Lalu Lintas”, mengartikan lalu lintas sebagai : “Gerak-gerik pindah manusia dengan atau tanpa alat penggerak dari satu tempat ke tempat lain” (Djajoesman HS, 2006). Sementara UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, memberikan pengertian lalu lintas sebagai gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan. Sedangkan jalan diartikan sebagai jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, dan kendaraan adalah alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.

Konsep budaya berlalu lintas sebenarnya merupakan penggabungan dari berbagai konsep lainnya. Diantaranya adalah safety driving adalah (Ikhsan, 2009):

 perilaku mengemudi yang aman yang bisa membantu untuk menghindari masalah lalu lintas. Safety driving merupakan kegiatan untuk keselamatan berkendara. Kegiatan ini mencakup pada kegiatan pendidikan dan pelatihan ketrampilan mengendarai kendaraan bermotor, kiat-kiat aman berkendara. Ketrampilan dan keahlian berkendara yang dilatihkan dan diselenggarakan oleh polisi yang bekerjasama dengan sektor bisnis, media dan LSM yang ditujukan baik dari tingkat pelajar, mahasiswa, pengemudi angkutan umum, club otomotif, masyarakat umum atau siapa saja yang perduli terhadap masalah keselamatan berkendara dengan tujuan meningkatkan kemampuan serta kesadaran berlalu lintas untuk keselamatan para pengguna jalan.

Konsep lain yang lekat dengan budaya berlalu lintas adalah safety riding adalah yang mengandung pengertian adalah: “suatu usaha yang dilakukan dalam meminimalisir tingkat bahaya dan memaksimalkan keamanan dalam berkendara, demi menciptakan suatu kondisi, yang mana kita berada pada titik tidak membahayakan pengendara lain dan menyadari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi di sekitar kita serta pemahaman akan pencegahan dan penanggulangan” (Mohamad 2009).

Menurut Canada Safety Council, dalam hal lain budaya berlalu lintas juga berkiatan dengan menyatakan defensiver driving yaitu (Ervina 2012) :

ketrampilan pengemudi bertahan dari kejadian berbahaya selama di jalan raya. Dimana terdapat 3 (tiga) hal rumusan yang diperlukan untuk melakukan pencegahan terjadinya tabrakan yaitu; mengenali bahaya (recognize the hazard), memahami cara bertahan (understand the defence), dan beraksi pada waktunya (act in time).

Pengertian Peran

Peran adalah kelengkapan dari hubungan – hubungan berdasarkan peran yang di miliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu : harapan – harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban – kewajiban dari pemegang peran, dan harapan – harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang – orang yang berhubungan dengan dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya (Abdussalam. 2017)

 Identitas peran, terdapat sikap tertentu dan perilaku aktual yang konsisten dengan sebuah peran dan menimbulkan identitas peran (role identify). Orang memiliki kemampuan untuk berganti peran dengan cepat ketika mereka mengenali terjadinya situasi dan tuntutan yang secara jelas membutuhkan perubahan besar. Peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan ( status ) yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan status merupakan sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang apabila seseorang melakukan. Dalam pernyataan lain disebutkan bahwa peran adalah   proses dinamis kedudukan (status). Apabila seorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya (Soekanto . 2019)

Menurut Merton (dalam Soekanto, 2019) bahwa peranan didefiniskanm sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan – hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus. Menurut Abu Ahmadi (2019) bahwa peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi sosial

Teori Pertukaran Sosial

Blau bermaksud menganalisis struktur sosial yang lebih kompleks, melebihi Homans yang memusatkan perhatian kepada bentuk-bentuk sosial yang mendasar. Homans sudah puas bekerja di tingkat prilaku, tetapi menurut Blau pekerjaan seperti itu hanyalah sebagai alat saja untuk mencapai tujuan lebih besar: “Tujuan utama sosiologi yang memperlajari interaksi tatap muka adalah untuk meletakkan landasan guna memahami struktur sosial yang mengembangkan dan menimbulkan kekuatan sosial yang menandai perkembangannya itu” (Ritzer dan Goodman, 2014:368). Blau memusatkan perhatian pada proses pertukaran yang menurutnya mengatur kebanyakan prilaku manusia dan melandasi hubungan antar individu maupun antar kelompok. Blau membayangkan empat langkah berurutan, mulai dari pertukaran antara pribadi ke struktur sosial hingga keperubahan sosial:

Langkah 1: pertukaran atau transaksi antar individu yang meningkat ke …

Langkah 2: Diferensiasi status dan kekuasaan yang mengarah ke …

Langkah 3: Legitimasi dan pengorganisasian yang menyebarkan bibit dari …

Langkah 4: Oposisi dan perubahan. Mikro ke Makro.

Di tingkat individual, Blau dan Homans tertarik pada proses yang sama. Tetapi, konsep pertukaran sosial Blau terbatas pada tindakan yang bergantung pada reaksi pemberian hadiah dari orang lain. Tindakan yang 15 segera berhenti bila reaksi yang diharapkan tidak kunjung datang. Orang saling tertarik karena berbagai alasan yang membujuk untuk membangun kelompok sosial. Setelah kelompok sosial itu dibentuk , hadiah yang saling mereka berikan akan membnatu mempertahankan dan meningkatkan ikatan. Hadiah yang dipertukarkan dapat berupa sesuatu yang bersifat intrinsik seperti cinta, kasih sayang, dan rasa hormat, atau yang bernilai ekstrinsik seperti uang dan tenaga dan tenaga kerja fisik. Orang yang terlibat dalam ikatan kelompok tidak selalu mendapatkan hadiah yang setara oleh karena itu akan menimbulkan perbedaan kekuasaan dalam kelompok (Ritzer dan Goodman, 2014:369)

Disampaikan lebih lanjut bahwa bila satu orang tidak dapat sesuatu dari orang lain, maka akan tersedia empat kemungkinan. Pertama, orang itu akan memaksas orang lain untuk membantunya. Kedua, orang itu akan mencari sumber lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ketiga, orang itu akan mencoba terus bergaul dengan baik tanpa mengharapkan apapun dari orang lain. Keempat, orang itu akan menundukkan diri terhadap orang lain dengan demikian memberikan orang lain it dengan penghargaan yang sama (Ritzer dan Goodman, 2014:369).

Pendapat Blau sama dengan Homans, tetapi Blau teorinya meluas sampai ketingkat fakta sosial. Contoh ia mengatakan bahwa kita tak bisa menganalisis interaksi sosial terpisah dari struktur sosial yang melingkunginya. Struktur sosial ini muncul dari interaksi sosial, tetapi setelah muncul struktur sosial terpisah keberadaannya dan mempengaruhi proses interaksi (Ritzer dan Goodman, 2014:369-370). Interaksi sosial mula-mula terjadi di dalam kelompok sosial. Individu tertarik pada satu kelompok tertentu karena merasa bahwa saling berhubungan menawarkan hadiah lebih bnayak daripada ditawarkan kelompok lain. Karena tertarik dalam satu kelompok tertentu, mereka ingin diterima, mereka harus menawarkan hadiah kepada anggota kelompok yang lain. Upaya pendatang baru untuk mengesankan anggota kelompok umumnya menimbulkan persatuan kelompok, tetapi persaingan, dan akhirnya diferensiasi sosial akan terjadi jika terlalu banyak orang memberikan kesan. Orang yang memberikan hadiah terbaik, paling besar peluangnya untuk menempati posisi pemimpin. Diferensiasi tak terelakan dalam kehidupan kelompok sehingga menjadi pemimpin dan pengikut menimbulkan kebutuhan baru sebagai intergrasi . segera setelah mereka mengakui status pemimpin, kebutuhan pengikut akan integrasi semakin besar. (Ritzer dan Goodman, 2014:370).

Semua uraian tersebut mengingatkan kepada bahasan Homans tentang teori pertukaran. Namun, Blau bergerak pada tingkat kemasyarkatan dan membedakan antara dua jenis organisasi sosial. Organisasi jenis pertama proses  dari pertukaran dan persaingan. Organisasi kedua tak muncul begitu saja tetapi dengan sengaja didirikan untuk mendapatkan keuntungan. Dalam mengamati organisasi sosial ini, Blau memusatkan perhatian kepada sub kelompok yang terdapat di dalamnya. Ia menyatakan bahwa kelompok pemimpin dan oposisi ada di dalam kedua jenis organisasi tersebut. kedua kelompok itu lahir dari proses interaksi. Pada jenis organisasi kedua, kelompok pemimpin dan oposisi di bangun di dalma struktur organisasi (Ritzer dan Goodman, 2014).

Dengan bergerak melampaui bentuk prilaku mendasar seperti Homans dan masuk dalam struktur sosial yang kompleks, Blau harus menyadari bahwa ia harus menyesesuaikan teori pertukaran ke tingkat kemasyarkatan. Ia mengakui perbedaan enensial antara kelompok kecil dengan kehidupan kolektif luas (Ritzer dan Goodman, 2014 ). Norma dan Nilai. Menrut Blau, mekanisme yang menengahi antara struktur sosial yang kompleks itu adalah norma dan nilai yang ada di dalam masyarakat. Kesepakatan bersama atas nilai dan norma digunakan sebagai media kehidupan sosial dan sebagai mata rantai yang menghubungkan transaksi sosial. Norma dan nilai memungkinkan pertukaran sosial dalam struktur sosial yang kompleks dan menentukan perkembangan organisasi dan reorganisasi sosial di dalamnya (Ritzer dan Goodman, 2014:372). Ada mekanisme lain yang menegahi antara struktur sosial, tetapi Blau memusatkan perhatiannya pada konsesus dan nilai. Konsesus dan nilai ini mengganti pertukaran yang tak langsung menjadi langsung. Seorang anggota harus menyesusaikan diri dengan norma kelompok dan mendapatkan persetujuan  karena penyesuaian itu karena kenyataan bahwa penyesuaian diri memberikan kontribusi atas pemeliharaan dan stabilitas (Ritzer dan Goodman, 2014).

Konsep norma menurut Blau ini mengalihkan perhatian ketingkat pertukaran antara individu dengan kolektivitas, tetapi konsep nilai mengalihkan perhatiannya ketingkat hidup kemasyarakatan pada skala terluas. Blau mengatakan: Nilai bersama yang terdiri dari berbagai jenis dapat dibayangkan sebagai media transaksi sosial yang meluas batas interaksi sosial dan struktur hubungan sosial melalui waktu dan ruang sosial. Konsesus dalam nilai sosial menyediakan basis untuk memperluas jarak transaksi sosial melampaui batas-batas kontak sosial langsung dan mengekalkan struktur sosial melampaui bata umur manusia (Ritzer dan Goodman, 2014:373).

Menurut Blau, nilai ini dipandang sebagai media atau alat sosial yang berfungsi untuk memperluas transaksi-transaksi sosial. Dalam hal ini ada empat nilai. Pertama, nilai-nilai yang bersifat khusus atau partikular. nilai khusus (particularistic values) berfungsi sebagai media integrasi dan solidaritas. Nilai ini membantu mempersatukan anggota dengan sebuah kelompok berkenaan dengan suatu hal seperti patriotism atau mengenai kualitas sekolah atau perusahaan Kedua, nilai-nilai yang bersifat universal. Ketiga, nilai-nilai yang bersifat melegitimasi otoritas. Keempat, nilai-nilai oposisi. (Raho, 2017:180-181)

Dengan demikian melalui teori pertukaran sosial, Blau mengganti peran individu ini dengan berbagai jenis fakta sosial sebagai contoh, Blau membahas tentang kelompok, organisasi, koletivitas, masyarakat, norma dan nilai.

Indikator kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)

Pemimpin yang efektif digerakkan oleh tujuan-tujuan jangka panjang dan ia memiliki cita-cita yang tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya. Kepemimpinan banyak berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang dalam pemimpin dan mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya (karyawan). Begitu juga dengan kepemimpinan saat ini di perusahaan akan sangat berperan penting baik terhadap lingkungan maupun kinerja karyawannya.   Menurut Mangkunegara (2013) yang dikemukakan dalam teori sifat bahwa seseorang telah memiliki sifat kepemimpinan akan tetapi tergantung bagaimana seseorang tersebut dapat mengelolanya. Adapun sifat-sifat tersebut dapat tumbuh dengan adanya tingkat pencapaian melalui pendidikan dan pelatihan. Beberapa sifat yang dimiliki seseorang pimpinan antara lain taqwa, sehat, cakap, jujur, sabar, tegas, setia, cerdik, berani, disiplin, berwawasan luas, komunikatif, berkemauan keras, tanggung jawab dan sifat positif lainnya. Menurut Tjihardjadi (2007) bakat kepemimpinan adalah seorang pemimpin harus memiliki sifat kerendahan hati dan integritas. Dalam kepemimpinan, diri sendiri itulah yang akan terlihat bagaimana seseorang dianggap mampu memimpin orang lain. Intropeksi merupakan jalan yang tepat untuk mengetahui apakah seseorang tersebut memiiliki bakat kepemimpinan dan bisa memimpin orang lain. Dengan instropeksi, seseorang tidak akan mudah menyalahkan orang lain, dan bakat itulah yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dengan bakat kerendahan hati seorang pemimpin diharapkan para pengikutnya menyadari bahwa mereka memang bertugas sebagai suruhan pemimpin tersebut tanpa harus menggunakan paksaan untuk menggerakkan mereka. Menurut Karim (2010) pemimpin yang berkomitmen tinggi adalah pemimpin yang banyak berkorban untuk terwujudnya sebuah visi misi. Pengorbanan itu dilakukan karena para pemimpin itu mencintai visi dan misi organisasi. Selain dua perilaku di atas, terdapat juga perilaku yang lain seperti bervisi jelas, tekun, pekerja keras, konsisten dalam ucapannya, menanamkan rasa hormat kepada karyawannya, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan  kepercayaan pada para pengikutnya. Selain itu pola pikir seorang pemimpin seharusnya lebih memiliki sifat keterbukaan atau transparan, terutama dalam memandang posisi sumber daya manusia yang ada. Berdasarkan penjelasan menurut Mangkunegara (2013), Tjihardjaji (2007) dan karim (2010) mengenai sifat-sifat kepemimpin, maka dalam penelitian ini mengadopsi indikator kepimpinan yang disesuaikan dengan kepemimpinan sebenarnya adalah: a) Kerendahan hati b) Kejujuran, Keadilan dan dapat dipercaya c) Berkomitmen d) Kesabaran e) Transparan

Teori-teori Kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)

Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seseorang menjadi pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Teori-teori kepemimpinan menurut Thoha (2003): 1. Teori sifat (trait theory). Teori ini menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada korelasi sebab akibat antara sifat dan keberhasilan manajer, pendapatnya itu merujuk pada  hasil penelitian Keith Davis yang menyimpulkan ada empat sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu : a) Kecerdasan, pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya. b) Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial, para pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai. c) Motivasi dan dorongan prestasi, para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka berusaha mendapatkan penghargaan yang instrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik. d) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, para pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya, dalam istilah penelitian Universitas Ohio, pemimpin itu mempunyai perhatian, dan kalau mengikuti istilah penemuan Michigan, pemimpin itu berorientasi pada karyawan bukan berorientasi pada produksi. Menurut Mangkunegara (2013) seseorang yang dilahirkan sebagai pimpinan karena memiliki sifat-sifat sebagai pimpinan. Namun pada dalam teori ini juga tidak memungkiri bahwa sifat-sifat sebagai pimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi ada yang dicapai melalui pendidikan dan 14 pelatihan. Peran penganut teori sifat ini berusaha menggeneralisasikan sifatsifat umum yang dimiliki oleh pemimpinnya, seperti sifat fisik, mental dan kepribadian. Dengan asumsi pemikiran, bahwa keberhasilan seseorang sebagai pemimpin ditentukan oleh kualitas sifat atau karakteristik tertentu yang dimiliki dalam diri pimpinan tersebut, baik berhubungan dengan fisik, mental, psikologis, personalitas, dan intelektual. Beberapa sifat yang dimiliki seseorang pimpinan antara lain taqwa, sehat, cakap, jujur, tegas, setia, cerdik, berani, disiplin, berwawasan luas, komunikatif, berkemauan keras, tanggung jawab dan sifat positif lainnya. 2. Teori kelompok. Teori ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Teori kelompok ini dasar perkembangannya pada psikologi sosial. Menurut Mangkunegara (2013) sering disebut dengan teori perilaku dimana teori ini dilandasi pemikiran, bahwa kepemimpinan merupakan interaksi antar pemimpin dengan pengikut, dan dalam interkasi tersebut pengikutlah yang melakukan menganalisis dan mempersepsikan apakah menerima atau menolak kepemimpinannya. Pendekatan perilaku menghasilkan dua orientasi yaitu perilaku pimpinan yang berorientasi pada tugas atau yang mengutamakan penyelesaian tugas dan perilaku pemimpin yang berorientas pada orang yang mengutamakan penciptaan hubunganhubungan manusiawi. 15 3. Teori situasional Teori ini menyatakan bahwa beberapa variabel situasional mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan, dan pelakunya termasuk pelaksanaan kerja dan kepuasan para pengikutnya. Beberapa variabel situasional diidentifikasikan, tetapi tidak semua ditarik oleh situasional ini. Menurut Rivai, Veithzal, Darmansyah, Ramly (2014) suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin untuk memiliki ketrampilan diagnostik dalam perilaku manusia. 4. Teori kepemimpinan kontijensi Model kepemimpinan yang dikemukakan oleh Fielder sebagai hasil pengujian hipotesa yang telah dirumuskan dari penelitiannya terdahulu. Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini: a) Hubungan pimpinan anggota, variable ini sebagai hal yang paling menentukan dalam menciptakan situasi yang menyenangkan. b) Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan urutan kedua dalam menciptakan situasi yang menyenangkan. c) Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini merupakan urutan ketiga dalam menciptakan situasi yang menyenangkan. 16 5. Teori jalan tujuan (Path-Goal theory). Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Geogepoulos dan kawankawannya di Universitas Michigan. Pengembangan teori ini selanjutnya dilakukan oleh Martin Evans dan Robert House. Secara pokok, teori path-goal dipergunakan untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan kerja bawahan. Ada dua factor situasional yang telah diidentifikasikan yaitu sifat personal para bawahan, dan tekanan lingkungan dengan tuntutan-tuntutan yang dihadapi oleh para bawahan. Untuk situasi pertama teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan, atau sebagai suatu instrument bagi kepuasan masa depan. Adapun faktor situasional kedua, path-goal, menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan bisa menjadi factor motivasi terhadap para bawahan, yang diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan kerja.

Gaya kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)

Menurut Priansa dan Suwatno (2011), gaya kepemimpinan dibagi menjadi empat jenis yaitu: 1) Gaya Kepemimpinan Transaksional. Kepemimpinan ini berfokus pada transaksi antar pribadi, antara manajemen dan karyawan, dua karakteristik yang melandasi kepemimpinan transaksional yaitu :   a) Para pemimpin menggunakan penghargaan kontigensi untuk motivasi para karyawan. b) Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kinerja. 2) Kepemimpinan Kharismatik. Kepemimpinan ini menekankan perilaku pemimpin yang simbolis, pesan-pesan mengenai visi dan memberikan inspirasi, komunikasi non verbal, daya tarik terhadap nilai-nilai ideologis, stimulasi intelektual terhadap para pengikut oleh pimpinan, penampilan kepercayaan diri sendiri dan untuk kinerja yang melampaui panggilan tugas. 3) Kepemimpinan Visioner. Kepemimpinan ini merupakan kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realitas, dapat dipercaya, atraktif dengan masa depan suatu organisasi atau unit organisasi yang terus tumbuh dan mengikat. 4) Kepemimpinan Tim. Menjadi pemimpin efektif harus mempelajari keterampilan seperti kesabaran untuk membagi informasi, percaya pada orang lain, menghentikan otoritas dan memahami kapan harus melakukan intervensi

Pengertian Kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)

Kepemimpinan merupakan faktor yang menentukan dalam suatu perusahaan. Berhasil atau gagal perusahaan dalam mencapai suatu tujuan dipengaruhi oleh cara seorang pimpinan. Sosok pemimpin dalam perusahaan dapat menjadi efektif apabila pemimpin tersebut mampu mengelola perusahaannya dan mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dalam mencapai tujuan perusahaan. Adapun pengertian kepemimpinan menurut Hasibuan (2009) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku para bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Siagian yang dikutip Sutrisno (2009) kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya mau melakukan kehendak pimpinan meskipun secara pribadi hal itu tidak disenanginya. Menurut Rivai, Darmasyah, Mansyur dan Ramly (2014) kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia  melakukan sesuatu secara sukarela. Terdapat tiga implikasi penting yang terkandung dalam kepemimpinan adalah: a) Kepemimpinan melibatkan orang lain baik itu dari bawahan maupun pengikut. b) Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompoknya bukanlah tanpa daya. c) Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melakukan berbagai cara. Dalam esensinya, kepemimpinan merupakan upaya pencapaian tujuan dengan melalui orang-orang. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi bawahan atau kelompok untuk bekerja sama mencapai tujuan organisasi atau kelompok. Pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah cara seorang pimpinan dalam mempengaruhi perilaku dan mendayagunakan para bawahannya agar mau bekerja sama dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan perusahaan

Bank Sampah (skripsi, tesis, disertasi)

Bank sampah dapat dikatakatan sebagai tempat transaksi dalam meningkatkan pendapatan. Menurut pendapat Bambang Suwerda bank sampah adalah suatu tempat dimana terdapat kegiatan pelayanan terhadap penabung sampah yang dilakukan oleh teller bank sampah (Suwerda, 2012). Tujuan utama bank sampah didirikan yaitu untuk membantu menangani pengelolaan sampah dan demi menyadarkan akan lingkungan hidup sehat, rapi dan bersih disertai mengubah sampah menjadi sesuatu yang lebih berguna dalam masyarakat, misalnya untuk kerajinan dan pupuk yang memiliki nilai ekonomis. Bank sampah tidak dapat berdiri sendiri jika ingin mendapatkan manfaat secara ekonomi dari sampah. Jadi bank sampah harus diintegrasi dengan gerakan reduce, reuse, dan recycle sehingga manfaat yang didapatkan dari bank sampah tidak hanya pada ekonomi namun pembangunan lingkungan yang bersih dan sehat. Bank sampah mempunyai beberapa manfaat bagi manusia dan lingkungan sekitarnya seperti halnya, lingkungan lebih bersih, menyadarkan masyarakat akan pentingnya kebersihan, dan membuat sampah menjadi barang ekonomis. Manfaat bagi masyarakat adalah dapat menambah penghasilan masyarakat sebab ketika masyarakat menukarkan sampah akan mendapatkan imbalan berupa tabungan uang dalam rekeningnya masing-masing (Wintoko, 2013). Bank sampah berperan dalam mengurangi dampak kerusakan lingkungan akibat sampah. Dengan sistem ini maka masyarakat selain menjadi disiplin dalam mengelola sampah juga mendapatkan tambahan pemasukan pendapatan dari sampah-sampah yang dikumpulkan

Sampah (skripsi, tesis, disertasi)

Menurut WHO sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiata manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sementara di dalam UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, disebut sampah adalah sisa kegiatan sehari hari atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik maupun anorganik yang dapat terurai atau tidak dapat terurai yang sudah dianggap tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan. Sampah berasal dari berbagai tempat seperti sampah yang berasal dari pemukiman penduduk, sampah yang dihasilkan oleh suatu kelurga yang tinggal di suatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan organik atau sampah yang berasal dari sisa buah, sayur, makananan dan sampah anorganik seperti plastik pembungkus makanan. a. Jenis-Jenis Sampah Berdasarkan Sifatnya i. Jenis-Jenis Sampah Menurut Daniel (2009) sampah dibedakan menjadi 3 jenis diantaranya: 1. Sampah Organik Sampah organik merupakan sampah yang terdiri dari bahan bahan yang mudah terurai secara alami/biologis seperti sisa makanan dan guguran daun. Sampah jenis ini juga biasa disebut sampah basah. 2. Sampah Anorganik Sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang sulit terurai secara biologis. Proses penghancurannya membutuhkan penanganan yang lebih lanjut di tempat khusus, misalnya plastik, kaleng. Sampah jenis ini disebut sampah kering. 3. Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Sampah ini adalah limbah dari bahan bahan berbahaya dan beracun seperti limbah rumah sakit, limbah pabrik. b. Jenis-Jenis Sampah Berdasarkan Sumbernya Berdasarkan sumbernya sampah dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1) Sampah dari pemukiman atau rumah tangga. 2) Sampah dari non pemukiman. Sampah dari kedua jenis ini dikenenal sebagai sampah domestik. Sedangkan sampah non domestik adalah limbah yang berasal dari industri. c. Pengaruh sampah terhadap manusia dan lingkungan Pengaruh sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya ada yang positif dan negatif. i. Pengaruh yang positif Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat dan lingkungannya seperti berikut: a) Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semcam rawarawa dan dataran rendah. b) Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan sangat baik untuk meyuburkan tanah. ii. Pengaruh yang negatif Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan seperti berikut : a) Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempet perkembang biakan vektor penyakit seperti lalat dan tikus. b) Kejadian penyakit demam berdarah akan meningkat karena vektor penyakit dapat hidup dan berkembang biak di dalam kaleng bekas, ban bekas yang tergenang oleh air. c) Gangguan psikomatif, misalnya sesak nafas insomnia, stres dan sebagainya.

Tahap-Tahap Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)

Menurut Sumodiningrat pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jauh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status mandiri. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus-menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi (Ambar, 2017). Adapun tahap-tahap pemberdayaan yang harus dilalui adalah meliputi : 1) Tahap penyadaran dan pembentukan prilaku menuju prilaku sadar dan peduli sehinggga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. 2) Tahap tranformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan sampai keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran didalam pembangunan. 3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan sampai keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

Tujuan Pemberdayaan Masyarakat (skripsi, tesis, disertasi)

Kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang memiliki tujuan yang jelas dan harus dicapai, oleh sebab itu, setiap pelaksanaan pemberdayaan masyarakat perlu dilandasi dengan strategi kerja tertentu demi keberhasilannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Totok, 2015). Pemberdayaan ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat agar mampu berdaya sehingga ia dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya. Namun keberhasilan pemberdayaan tidak sekedar menekan pada hasil, tetapi juga pada prosesnya melalui tingkat partisipasi yang tinggi, yang berbasis kepada kebutuhan dan potensi masyarakat. Menurut Dilla (2019), disebutkan bahwa dalam melaksanakan pemberdayaan perlu dilakukan melalui berbagai pendekatan. Menurut Suharto, penerapan pendekatan pemberdayaan dapat dilakukan melalui 5P yaitu: pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan dan pemeliharaan, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. 2) Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhankebutuhannya. 3) Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat ) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. 4) Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan perannya dan tugas-tugas kehidupannya. 5) Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat Strategi pemberdayaan, hakikatnya merupakan gerakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Menurut Suyono, gerakan masyarakat berbeda dengan membuat model percontohan secara ideal, selanjutnya setelah teruji baru disebarluaskan. Berbeda dengan strategi gerakan masyarakat, ditempuh melalui jangkauan kepada masyarakat seluas-luasnya atau sebanyak-banyaknya. Benih pemberdayaan ditebar kepada berbagai lapisan masyarakat. Masyarakatnya akhirnya akan beradaptasi, melakukan penyempurnaan dan pembenahan yang disesuaikan dengan potensi, permasalahan dan kebutuhan, serta cara/pendekatan mereka. Dengan demikian model atau strategi pemberdayaan akan beragam, menyesuaikan dengan kondisi masyarakat lokal (M. Anwas, 2013).

Konsep Pemberdayaan Masyarakat (skripsi, tesis, disertasi)

Pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang berkaitan dengan kekuasaan (power). Istilah kekuasaan seringkali identik dengan kemampuan individu untuk membuat dirinya atau pihak lain melakukan apa yang diinginkan. Kemampuan tersebut baik untuk mengatur dirinya, mengatur orang lain sebagai individu atau kelompok/ organisasi, terlepas dari kebutuhan, potensi, atau keinginan orang lain, kekuasaan menjadikan orang lain sebagai objek dari pengaruh atau keinginan dirinya (M. Anwas, 2013). Menurut Moelijarto bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pemberdayaan merupakan upaya untuk membangun potensi, memberikan motivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya (Moelijarto, 1996). Pemberdayaan pada dasarnya berusaha untuk membangun potensi yang ada pada diri seseorang dengan memberikan motivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya untuk mengembangkan potensi yang ada seperti; Pertama, pemberdayaan merupakan proses perubahan pribadi karena masing-masing pribadi mengambil tindakan atas nama diri mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahaman terhadap dunia tempat mereka tinggal. Kedua, pemberdayaan diartikan sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha yang terencana dan sistematis. Dilaksanakan secara berkesinambungan baik itu individu maupun kolektif guna mengembangkan potensi dan kemampuannya yang terdapat dari dalam individu dan kelompok masyarakat, sehingga mampu melakukan transformasi sosial. Kehidupan masyarakat perlu dikondisikan sebagai sebuah wadah, dimana setiap anggotanya melalui aktivitas sehari-hari saling belajar dan mengajar. Dengan demikian diharapkan akan terjadi proses interaksi dalam wujud dialog dan komunikasi informasi antara sesama anggota masyarakat yang saling mendorong guna mencapai pemenuhan hidup manusia mulai dari kebutuhan fisik sampai pada aktualisasi diri. Ketiga, pemberdayaan dapat dilihat dari setiap manusia dan masyarakat yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk membangun potensi dengan memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta upaya untuk mengembangkannya (Moelijarto, 1996).

Pengertian Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)

Mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia, pemberdayaan secara etimologis berasal dari kata daya yang berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Mendapat awalan bermenjadi ‘berdaya’ artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai akal untuk mengatasi suatu masalah. Mendapat awalan dan akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan yang dapat diartikan sebagai usaha, proses menjadikan untuk mampu membuat, dapat bertindak atau melakukan sesuatu untuk diarahkan menuju kearah yang lebih baik. Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang dilakukan sebuah lembaga untuk menciptakan suasana masyrakat yang lebih baik. Pemberdayaan sendiri dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (Empowerment) atau penguatan (Strengthening) kepada masyarakat. Menurut Sukino (2013) Empowerment artinya merupakan suatu peningkatan kemampuan yang sesungguhnya potensinya ada. Dimulai dari status kurang berdaya menjadi lebih berdaya, sehingga lebih bertanggung jawab. Karena empowerment asalnya dari kata “power” yang artinya “control, authority, diminion”. Awalan “emp” artinya “on put to” atau “to cover with” jelasnya “more power” jadi empowering artinya “is passing on authority and responsibility” yaitu Attention: lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual yang dimilikinya. Dari pengertian tersebut pemberdayaan merupakan 20 sebuah metode yang dilakukan untuk meningkatkan sebuah daya atau potensi yang dimiliki masyarakat secara individu maupun kelompok. Winarmi dalam Suryana (2010:18) mengungkapkan bahwa “Inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan (enabling), memperkuat daya (empowering), dan terciptanya kemandirian”.Oleh karena itu, umumnya sasaran dari pemberdayaan biasanya masyarakat yang tergolong masih atau belum berdaya secara material maupun non material agar dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki hingga masyarakat menjadi mandiri. Keberdayaan masyarakat oleh Sumodiningrat diartikan sebagai kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Secara konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model Model pengembangan dan industrialisasi yang kurang populer dalam kebanyakan kasus, konsep ini dikemukakan oleh Mardikanto dan Poerwako serta didasarkan pada kerangka logis sebagai berikut: 1. Proses pemusatan tenaga dibangun dari pemusatan tenaga faktorfaktor produksi. 2. Pemusatan kekuatan faktor produksi akan menciptakan masyarakat pekerja dan orang-orang yang merupakan pengusaha di daerah sekitarnya. 3. Kekuasaan membangun sistem pengetahuan, membangun sistem sistem politik, hukum dan ideologi operasional untuk memperkuat pembenaran. 4. Pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan idiologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berbudaya dan masyarakat tuna-daya. Akhirnya yang terjadi ialah dikotonom, yaitu masyarakat yang berkuasa dan masyarakat yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pemberdayaan melalui 21 proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the powerles). Dalam proses pemberdayaan, ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan. Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, pemberdayaan memiliki tiga fase. Pertama adalah penyadaran, proses tersebut merupakan keberdayaan yang membuat masyarakat sadar bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk dikerahkan. Kedua adalah pengkapasitasan, merupakan tahapan-tahapan dimana dapat dicapai ketika masyarakat sudah pernah mendapatkan pengalaman penggunaan potensi yang dimiliki. Ketiga adalah pendayaan, tahapan tersebut merupakan proses pemberian berupa kewenangan (otoritas) atau kesempatan untuk mengembangkan potensi untuk mencapai manusia yang mandiri (Endah, 2020). Pemberdayaan merupakan sebuah konsepan yang mengarah keproses perkembangan individu maupun kelompok kestatus hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Taylor da Mc Kenzie mengatakan bahwa tujuan filosofisnya adalah untuk memberikan motivasi atau dorongan kepada masyarakat dan individu agar menggali potensi yang ada pada dirinya untuk ditingkatkan kualitasnya, sehingga akhirnya mampu mandiri. Sedangkan menurut Soeharto (2010) Tujuan utama pemberdayaan adalah untuk memperkuat kekuasaan Masyarakat, terutama kelompok lemah, karena keadaan internal (persepsi mereka sendiri) dan oleh kondisi eksternal (ditekan oleh struktur sosial yang tidak berlaku adil). Untuk sepenuhnya memahami tentang Pemberdayaan perlu diketahui tentang konsep kelompok lemah dan penyebab ketidakberdayaannya. Secara klasifikasi kelompok lemah atau tidak berdaya dapat diindikasikan sebagai berikut : Pertama, masyarakat yang lemah secara struktural. Masyarakat tersebut seringkali merupakan kelompok minoritas karena rentan secara sosial 22 ekonomi, gender dan etnis, dan diskriminatif dalam berbagai aspek yang dapat disalahgunakan, dan seringkali berujung pada ketidakadilan. Kedua, Lemah secara khusus. Merupakan yang sangat rentan adalah mereka yang sering terpinggirkan, seperti orang tua, anak-anak, remaja, kaum gay dan lesbian, serta penyandang disabilitas. Ketiga, Lemah secara personal. Rentan secara pribadi adalah masyarakat dengan masalah di bidang individu atau keluarga (Hamid., 2018). Selanjutnya bagian dari tujuan pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memahami kebutuhan hidupnya. keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politk. Pemberdayaan masyarakat tercermin dari tingkat partisipasi masyarakat yang diberdayakan untuk mendukung pembangunan yang dicapai. Pemberdayaan masyarakat meliputi pengelolaan dan pemanfaatan seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk memperkuat masyarakat (Adisasmita, 2006). Indikator pemberdayaan yang dilakukan untuk pembangunan terbagi dalam beberapa aspek, yaitu Pertama, pada sisi input atau masukan, situasi meliputi bakat, perencanaan, sarana, peralatan atau fasilitas, teknologi dan data yang dibutuhkan untuk pengembangan. Kedua, aspek proses, .meliputi pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan. program pembangunan. Ketiga, aspek keluaran, hasil meliputi tujuan yang ingin dicapai, efektivitas dan efisiensi program pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun untuk mencapai hasil yang diinginkan (Candra, 2019)

Hak dan Kewajiban Aparatur (skripsi, tesis, disertasi)

Unsur dari aparatur adalah pegawai negeri yang terdiri Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah, Anggota Tentata Republik Indonesia dan Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Aparatur bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bertindak secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Aparatur adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurut Sedarmayanti, hak-hak yang diterima oleh PNS, antara lain : 1. Memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawab. 2. Memperoleh cuti. 3. Memperoleh perawatan bagi yang tertimpa sesuatu kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya. 4. Memperoleh tunjangan bagi yang mendertia cacat jasmani atau rohani dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga. 5. Memperoleh uang duka dari kerabat Pegawai Negeri Sipil yang tewas.  6. Memperoleh pensiun bagi yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditetntukan. 7. Memperoleh kenaikan pangkat reguler. 8. Menjadi peserta Tabungan Asuransi Pegawai Negeri/TASPEN. 9. Menjadi peserta Asuransi Kesehatan/ASKES (Keppres No.8 Tahun 1977). 10. Memperoleh perumahan (Keppres No.14 Tahun 1993). (Sedarmayanti, 2009:371) Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhak mendapatkan Haknya sebagai seorang pegawai pemerintahan, sama halnya dengan pegawai lain, kesesuaian upah atau gajih dengan beban kerja dan tanggung jawab yang diembannya akan memberikan motivasi dan semangat kerja dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut, dan negara berkewajiban memenuhi setiap hak-hak yang dimiliki oleh setiap pegawainya

Pengertian Pemberdayaan Aparatur (skripsi, tesis, disertasi)

Pemberdayaan aparatur tidak dapat terlepas dari kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang di titik beratkan untuk menciptakan aparatur pemerintah yang berkualitas. Upaya pemberdayaan sumber daya manusia, khususnya aparatur, untuk mendapatkan aparatur yang berkualitas dan menciptakan kepercayaan akan kemampuan yang dimilikinya dalam mencapai tujuan. Menurut Samodra Wibowo dalam bukunya Negeri-Negeri Nusantara dari Modern Hingga Reformasi Administrasi mengemukakan pemberdayaan aparatur yaitu: peningkatan efektifitas, menghendaki dilakukannya perubahanadministrasi (birokrasi) atau reformasi kinerja aparatur pemerintah (Wibowo,2001:200). Berdasarkan pendapat yang dikemukakan diatas, pemberdayaan aparaturtidak hanya bertujuan untuk meningkatkan efektivitas, akan tetapi menghendaki perubahan administrasi (birokrasi) atau suatu reformasi kinerja pemerintah.  Menurut Sarundajang dalam bukunya Arus Balik Kekuasaan Pusat dan Daerah mengemukakan pemberdayaan aparatur yaitu: Pemberdayaan aparatur adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan melalui pengadaan, pembinaan karir, diklat, sistem penggajian serta pengelolaan administrasi yang dipergunakan kepada pegawai negeri sehingga unsur aparatur Negara diserahi tugas dalam suatu jabatan. (Sarundajang, 1997:214) Berdasarkan definisi diatas, pemberdayaan aparatur pemerintah merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang dilakukan dengan melalui berbagai proses atau tahapan yang dilakukan melaui pengadaan, pembinaan karir, diklat, sistem penggajian, serta dapat meningkatkan kemajuan dari tujuan pemerintah dan pembangunan. Menurut Suyitno (2002), beberapa faktor yang menghambat dalam pemberdayaan pegawai diantaranya adalah : a. Penolakan dilevel pimpinan/ manajer , menyangkut ketidak amanan, ego, nilai-nilai pribadi, pelatihan manajemen, karakteristik pimpinan, ketidak terlibatan pimpinan, struktur organisasi dan manajemen yang tidak sesuai. b. Sulitnya waktu belajar. Faktor lain yang dianggap penting dalam pengelolaan SDM agar dapat kinerja pelayanan yang optimal adalah pemberian kesempatan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai. Adapun tujuan diklat bagi pegawai dari memutakhirkan kemampuan dan keterampilan pegawai seiring dengan perkembangan teknologi dalam membantu pemecahan permasalahan dalam organisasi, pengembangan karier, dan orientasi pegawai dalam organisasi. c. Sedangkan manfaat diklat bagi pegawai adalah meningkatkan kualitas dan produktivitas, serta meminimalisir waktu dalam memenuhi standar kinerja, menumbuhkan loyalitas dan kerjasama, memenuhi perencaaan SDM, dan pengembangan kemampuan pribadi. d. Visi organisasi yang tidak jelas. Visi organisasi menjadi syarat penting dalam merencanakan pemberdayaan pegawai. e. Keinginan yang tinggi, tindak lanjutnya lemah. Sering dijumpai keinginan individu dan kelompok cukup tinggi, namun implementasinya sangat lemah karena berbagai faktor internal dan eksternal.  f. Takut berubah. Sering timbul pertanyaan mengapa harus menerapkan cara-cara baru, kalau cara lama saja kita sudah aman. Individu/ kelompok sudah puas dan nyaman dengan cara kerja yang sudah berjalan. Hal ini juga merupakan salah satu penghambat pemberdayaan PNS. Berdasarkan uraian diatas, bahwa dalam pemberdayaan aparatur adapun hambatan-hambatan yang menjadi faktor tidak berjalan dengan optimalnya program pemberdayaan aparatur, hambatan tersebut bisa muncul di dalam ataupun diluar organisasi, oleh karena itu dalam pelaksanaan program pemberdayaan aparatur harus dipersiapkan terlebih dahulu faktor-faktor penunjang agar pemberdayaan aparatur berjalan sesuai dengan harapan dan menciptakan aparatur yang mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi

Strategi Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)

Menurut Atep (2003) beberapa hal yang harus dilakukan oleh organisasi pemerintah pusat dan daerah dalam menerapkan pemberdayaan pegawai, yaitu : a. Para pemimpin/ manajer dan penyelia membagi tanggung jawabnya kepada bawahannya. b. Melatih penyelia dan bawahannya bagaimana pendelegasian dan menerima tanggung jawab. c. Melakukan komunikasi dan umpan balik dari pimpinan penyelia kepada bawahannya. d. Memberikan penghargaan dan pengakuan sebagai hasil dari evaluasi kepada pegawai atas jasa dan kontribusinya kepada organisasi. (Atep, 2003) Menurut Tjiptono di dalam Manajemen Perubahan, 2005 beberapa strategi dalam pemberdayaan pegawai, adalah : 1. Brainstorming, merupakan upaya pemberdayaan yang dilakukan dengan mendorong para pegawai untuk berani mengungkapkan ide dan pemikiran dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini pimpinan hanya bertindak sebagai katalisator untuk mendukung kelancaran jalannya diskusi. Namun demikian harus memahami permasalahan dan punya jurus tertentu untuk mengatasinya. 2. Gugus kualitas (Quality Cycle) Dalam gugus kualitas para pegawai mengadakan secara teratur untuk mengidentifikasi, menganjurkan, dan membuat perbaikan lingkungan kerja.  3. Kotak Saran Cara ini dilakukan untuk menjaring berbagai masukan dari semua lapisan pegawai tanpa harus bertemu muka dengan pihak yang diberi masukan, kritik dan saran. Biasanya kotak suara diletakkan pada tempat terbuka dimana pegawai mudah untuk mendatangi. 4. Management by Walking Around Strategi ini dilakukan oleh pimpinan untuk memonitor para pegawai dengan cara berbicara dan melihat langsung proses pekerjaan dan memperoleh berbagai masukan langsung. Dengan demikian para pegawai akan memahami pekerjaan mereka dan pimpinan cepat mengetahui berbagai kendala yang dihadapi, selanjutnya mencarikan solusi sesuai kewenangannya. (Tjiptono, 2005)

Pengertian Aparatur (skripsi, tesis, disertasi)

Aparatur Negara merupakan pelaksana roda birokrasi. Menurut Sedarmayanti dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil, Birokrat adalah : 1. Birokrat adalah pegawai yang bertindak secara birokratis 2. Birokrat adalah : a. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegangan pada hierarki dan jenjang jabatan. b. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban serta menurut tata aturan (adat atau sebagainya) yang banyak liku-likunya. c. Birokrasi sering melupakan tujuan pemerintahan yang sejati, karena terlalu mementingkan cara dan bentuk. Ia menghalangi pekerjaan yang cepat serta menimbulkan semangat menanti, menghilangkan inisiatif, terikat dalam peraturan yang rumit dan bergantung kepada perintah atasan, berjiwa statis dan karena itu menghambat kemjuan. (Sedarmayanti, 2009:319-320) Aparatur merupakan seorang pegawai birokrat yang bekerja sesuai dengan hierarki dan memiliki jenjang jabatan., Seorang aparatur memiliki ikatan kerja secara formal dan bekerja dan bertindak secara birokrastis untuk melayani masyarakat dengan cara atau bentuk sedemikian rupa. Bambang Yudhoyono dalam bukunya yang berjudul Otonomi Daerahberpendapat bahwa, Aparatur Pemerintah Daerah adalah “Pelaksana kebijakan publik”.(Yudhoyono, 2001:61). Aparatur yang berada di daerah merupakan pelaksana birokrasi. Aparatur merupakan pegawai yang melaksanakan setiap kebijakan yang berlaku demi kepentingan masyarakat. Menurut Dharma Setyawan Salam dalam buku yang berjudul Manajemen Pemerintahan Indonesia menjelaskan bahwa “Aparatur pemerintah adalah pekerja yang digaji pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan melakukan 20 pelayanan kepada masyarakat berdasarkan ketentuan yang berlaku”. (Salam, 2004:169). Pengertian diatas mengenai aparatur adalah sumber daya manusia yang bekerja sesuai dengan kemampuannya, dibidangnya masing-masing sesuai dengan ketentuan yang ada. Berkewajiban melayani setiap warga Negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu, sumber daya aparatur harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi pemerintahan untuk mewujudkan profesional pegawai dalam melakukan pekerjaan.Hal ini sejalan dengan pendapat Soeworno Handayaningrat bahwa: Aparatur adalah aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan atau Negara, sebagai alat untuk mencapai tujuan nasional. Aspek organisasi itu terutama pengorganisasian atau kepegawaian (Suwatno, 2001:154). Berdasarkan pendapat diatas, aparatur merupakan aspek-aspek administrasi yang diperlukaan oleh pemerintah dalam penyelenggaran pemerintahan yang dimana sebagai alat untuk pencapaian tujuan demimendapatkan hasil yang diharapkan terutama dalam hal pengorganisasian ataukepegawaian. Selain itu, sejalan dengan Pasal 3 UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang menyatakan bahwa : “Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yangbertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara,p emerintah dan pembangunan.”

Pengertian Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)

Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris “empowerment” yang secara harfiah dapat diartikan sebagai “pemberkuasaan”, dalam arti pemberian atau peningkatan “kekuasaan” (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung (disadvantaged). Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang menjadi kata “berdaya” yang berarti memiliki atau mempunyai daya. Daya berarti kekuatan, berdaya berarti memiliki kekuatan. Namun pada perkembangannya dari berbagai referensi dan bidang menunjukkan keragaman pengertian atas makna empowerment tersebut. Empowerment padaumumnya diterjemahkan kedalam istilah “pemberdayaan”. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan. Pemberdayaan merupakan upaya manajemen untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas pegawai dari keadaan yang ada sekarang atau dari kurang berdaya menjadi lebih berdaya sehingga pegawai semakin profesional dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Saefullah mengatakan bahwa ”semakin berdaya atau semakin memiliki kekuatan aparatur maka akan meningkatkan kemampuannya untuk menciptakan sikap 8 profesionalisme dalam pemberian pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya”.(Saefullah, 2007:192). Kualitas aparatur dalam hal kemampuan danpotensi yang dimiliki oleh aparatur haruslah sesuai yang diharapkan, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan yang diharapkan. Pengetahuan dan kemampuan aparatur pemerintah merupakan modal yang baik dalam melaksanakan pembangunan, maka dari itu diperlukan pemberdayaan agar kualitas aparatur yang ada dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya.A.W Widjaja dalam bukunya yang berjudul Administrasi Kepegawaian Suatu Pengantar, pengertian atau definisi pemberdayaan yang dimukakannya sebagai berikut: “Pemberdayaan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan danpotensi yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga masyarakat dapatmewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untukbertahan dan mengembangkan diri secara mandiri dibidang ekonomi,sosial, agama, dan budaya” (Widjaja, 1995:54) Berdasarkan pengertian diatas, pemberdayaan tidak hanya dalam hal kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh aparatur, tetapi memberikan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan yang dimiliki untuk pencapaian yang maksimal didapat untuk membentuk jati diri, harkat, martabat yang dapat bertahan dan mengembangkan diri untuk menjadi yang lebih baik dalam hal pencapaian tugas dan fungsi pokok dengan secara mandiri dibidang sosial, budaya, ekonomi, dan agama. Dimensi lain yang berkaitan dengan pemberdayaan aparat adalah motivasi dan kemampuan (kapabilitas), yang telah dikemukakan bahwa “Pemberdayaan merupakan upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan 9 motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengangkatnya”. (Kartasasmita, 1996:144) Berdasarkan pengertian diatas, pemberdayaan usaha atau upaya untuk membangun daya seorang aparatur daerah dengan cara memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh setiap aparatur daerah tersebut. Bookman dan Sandra dalam bukunya yang berjudul Woment and Politics Of Empowerment mengemukakan pemberdayaan sebagai berikut: “Pemberdayaan sebagai konsep yang sedang popular mengacu pada usaha menumbuhkan keinginan pada seseorang untuk mengaktualisasikan diri, melakukan mobilitas keatas serta memberikan pengalaman psikologis yang membuat seseorang berdaya”. (Bookman dan Sandra, 1998:4) Berdasarkan pengertian diatas, bahwa keinginan untuk mengubah keadaan yang datang dari dalam diri tersebut dapat muncul jika seseorang merasa berada dalam situasi tertekan dan kemudian menyadari atau mengetahui sember tekanan tersebut. Berdasarkan pendapat diatas, pemberdayaan tidak hanya merupakan suatu strategi pembangunan, baik bagi manusia itu sendiri, maupun bagi pembangunan, akan tetapi pemberdayaan itu sebagai kegiatan mengambil keputusan atau menentukan tindakan yang akan dilakukan dan menumbuhkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki. Menurut Prijono dan Pranaka dalam bukunya Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi menyatakan bahwa pemberdayaan adalah : “Pemberdayaan sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan secara berkesinambungan, baik bagi individu maupun kolektif, guna mengembangkan daya (potensi) 10 dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan kelompok.” (Pranaka, 1996:72). Berdasarkan pengertian diatas, pemberdayaan merupakan proses belajar mengajar guna mengembangkan daya (potensi) dan kemampuan individu atau kolektif yang terencana dan sistematis yang dilakukan secara berkesinambungan yang terdapat dalam diri individu dan kelompok. Pemberdayaan dapat diartikan sebagai tujuan dan proses. Sebagai tujuan, pemberdayaan adalah suatu keadaan yang ingin dicapai, yakni masyarakat yang memiliki kekuatan atau kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada kemandirian sesuai dengan tipe-tipe kekuasaan. Menurut Edi Suharto (1985:205) Pemberdayaan sebagai proses memiliki lima dimensi yaitu: 1. Enabling; adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat struktural dan kultural yang menghambat. 2. Empowering adalah penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian. 3. Protecting yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok kuat dan dominan, menghindari persaingan yang tidak seimbang, mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan masyarakat kecil. Pemberdayaan harus melindungi kelompok lemah, minoritas dan masyarakat terasing. 4. Supporting yaitu pemberian bimbingan dan dukungan kepada masyarakat lemah agar mampu menjalankan peran dan fungsi kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan. 5. Fostering yaitu memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keseimbangan dan 11 keselarasan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan usaha. (Edi Suharto, 1985:205) Berdasarkan pengertian diatas, bahwa pemberdayaan adalah sebuah tujuan dan proses untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai dengan kekuatan atau kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada kemandirian melalui proses 5 dimensi yaitu enabling, empowering, protecting, supporting dan fostering. Edi Suharto (1998:220) menjelaskan pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu: 1. Pendekatan mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap individu melalui bimbingan, konseling, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih individu dalam menjalankan tugas-tugas kesehariannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach). 2. Pendetakatan mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok masyarakat, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan, pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan serta sikap-sikap kelompok agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi. 3. Pendekatan makro. Pendekatan ini sering disebut dengan strategi sistem pasar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. (Edi Suharto, 1998:220) Pemberdayaan aparatur menurut Edi Suharto di atas merupakan suatu pendekatan dalam pelaksanaan pemerdayaan baik terhadap individu, kelompok masyarakat maupun suatu pemberdayaan yang diarahkan pada suatu sistem lingkungan, yang memiliki tujuan yang sama yakni meningkatkan daya guna seseorang dalam melaksanakan tugasnya. 12 Pemberdayaan aparatur dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia pemerintah daerah, menurut Widodo (2001:71-85), mengatakan, bahwa : Dengan memberikan kemampuan dan kemauan perangkat aparatur pemerintah daerah. Hal ini dilakukan dengan melakukan, yaitu : melalui pendidikan, melalui pelatihan, melalui pengalaman, pemberdayaan sumber daya keuangan dan peralatan, pemberdayaan kelembagaan (organisasi) pemerintah daerah dan pengembangan organisasi kearah organisasi (lembaga) yang kondusif, responsive dan adaptif. Pemberdayaan bagi para aparatur melalui pelatihan dan pendidikan akan menjadi sia-sia bila mana tidak didukung dengan dengan pemberdayaan sumberdaya keuangan dan peralatan yang menunjang bagi setiap aparatur, dengan begitu maka jelas pemberdayaan aparatur dan pemberdayaan sumberdaya keuangan dan peralatan berkaitan erat dalam usaha untu mencapai suatu tujuan pembangunan. Menurut Tjipotono mengemukakan pendapatnya tentang pemberdayaan aparatur sebagai berikut : “upaya memberikan otonomi, wewenang dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat merampungkan tugasnya sebaik mungkin. Untuk mewujudkan pemberdayaan yang dimaksud, maka perlu perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepegawaian yang meliputi pengadaan, pengembangan, pembinaan, penggajian dan pengawasan”. (Tjiptono, 1996:108) Berdasarkan pendapat diatas, pemberdayaan aparatur dilakukan untuk mendorong aparatur mendapatkan kepercayaan dalam melakukan sesuatu yang menjadikan aparatur untuk lebih kreatif dalam penyelenggaraan tugasnya sebaik mungkin yang dimana untuk mewujudkan pemberdayaan tersebut dilakukan melalui pengandaan, pengembangan, pembinaan, penggajian dan pengawasan yang diperlukan perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur 13 aparatur untuk memperoleh aparatur yang diharapkan. Untuk mewujudkan pemberdayaan aparatur tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengadaan 2. Pengembangan 3. Pembinaan 4. Pengggajian 5. Pengawasan (Tjiptono, 1996:108) Berdasarkan pendapat diatas untuk menciptakan aparatur yang mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi harus dilihat dari pengadaan, pengembangan, pembinaan, penggajian dan pengawasan yang tersusun dengan baik, sehingga pemberdayaan aparatur akan berjalan sesuai harapan dan dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Menurut Zainun mengemukakan bahwa pengadaan yaitu : ”Pengandaan diartikan sebagai suatu proses kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong, dimulai dari perencanaan (tentunya rencana pengadaan), pengumuman, pelamaran, penyaringan sampai dengan pengangkatan dan penempatan” (Zainun, 1996:31). Berdasarkan pendapat diatas bahwa pemberdayaan aparatur mencakup lima faktor, yang pertama pengadaan pegawai, dimana pengadaan pegawai melewati berbagai tahap diantaranya perencanaan, pelamaran, penyaringan, pengangkatan dan penempatan, sehingga dalam melaksanakan pengadaan pegawai bisa menghasilkan aparatur yang kompeten dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Menurut Hasibuan mengemukakan bahwa pengembangan yaitu : Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, 14 teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan.(Hasibuan, 2006:69). Berdasarkan pengertian diatas Pengembangan pegawai, yang mencakup meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan jabatan melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang diberikan kepada pegawai agar mempunyai jiwa rasa tanggug jawab terhadap tugas pokok dan fungsinya. Menurut Hasibuan mengemukakan bahwa Pembinaan adalah : Pembinaan terhadap PNS atas dasar sistem pembinaan karir dan sistem prestasi kerja dengan adanya tolak ukur yang dijadikan dasar yang terintegrasi terhadap seluruh pegawai negerti sipil. (Hasibuan, 1994:134). Berdasarkan pengertian diatas Pembinaan PNS menjadi salah satu cara tolak ukur untuk mengetahui prestasi kerja setiap masing-masing PNS dalam menjalankan roda pemerintahan Handoko mengemukakan Penggajian yaitu : Penggajian adalah pemberian pembayaran finansial kepada karyawan sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivasi pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang. (Handoko, 1993:218). Penggajian merupakan komponen pendukung terciptanya pemberdayaan aparatur, karena penggajian pemberian finansial terhadap setiap aparatur yang melakukan pekerjaan yang menjadikan motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan setiap pekerjaan yang diemban. Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan 15 koreksi bila diperlukan, untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana.(Sujamto, 1990:17) Berdasarkan Pengertian dimana pengawasan akhir dari semua programprogram pemberdayaan, yang mengevaluasi seluruh kegiatan pemberdayaan agar terciptanya aparatur yang kompeten dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Berdasarkan pendapat diatas maka untuk mewujudkan pemberdayaan aparatur suatu organisasi terdiri dari pengadaan, pengembangan, pembinaan, penggajian, dan pengawasan. Pengadaan dari suatu organisasi dapat dilihat dari perencanaan yang tentunya perencanaan pengandaan, pengumuman, pelamar, penyaringan, sampai dengan pengangkatan dan penempatan aparatur kepada posisi kerja. Pengembanagn suatu organisasi pemerintah dilakukan untuk mengembangkan jati diri aparatur untuk menjadikan aparatur tersebut menjadi lebih baik dalam pencapaian tugas. Pembinaan dapat dilihat dari adanya tolak ukur prestasi kerja yang dihasilkan oleh aparatur yang telah mendapatkan pembinaan, kemudian adanya gaji yang diterima oleh aparatur pemerintah atas pekerjaan yang telah dilakukan olehnya dan selanjutnya adanya pengawasan atas pekerjaan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah apa yang telah dicapai. Menurut Stewart dalam buku Empowering People, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, mengemukakan : ”Pemberdayaan , sederhananya merupakan cara amat praktis dan produktif untuk mendapatkan yang terbaik dari diri kita sendiri dan dari staf kita. Dituntut lebih dari sekedar pendelegasian agar kekuasaan ditempatkan secara tepat sehingga dapat digunakan secara efektif. Dan bukan hanya pelimpahan tugas melainkan pengambilan keputusan dan tanggung jawab secara penuh”. (Stewart,1998:77) 16 Pemberdayaan bagi seseorang akan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan setiap tugas, yang akan menghasilkan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya, karena dengan meningkatnya Sumber Daya Manusia didalam suatu organisasi, tentunya akan menghasilkan suatu efektivitas dalam setiap kegiatan organisasi. Konsep pemberdayaan SDM yang dikemukakan Stewart (1998:77) yaitu : 1. Enabling (membuat mampu) adalah memastikan bahwa staf mempunyai segala sumber daya yang mereka perlukan untuk dapat diberdayakan secara penuh, sumber-sumber daya itu pengetahuan dan pengalaman untuk mencapai tujuan yang disepakati. 2. Facilitating (memperlancar) adalah tugas pokok manajemen untuk meniadakan halangan, rintangan atau penundaan yang menghalangi staf untuk melakukan pekerjaan sebaik-baiknya. Halangan itu berupa kurang memadainya informasi dan pendidikan. 3. Consulting (berkonsultasi) adalah manajemen yang memberdayakan ingin menggunakan pengetahuan dan pengalaman itu dan memanfaatkannya. Berarti perlu berkomunikasi dengan staf tidak hanya menyangkut masalah-masalah sehari-hari tetapi juga masalah strategis. 4. Collaborating (bekerja sama) adalah kerja sama antara manajer dengan staf menjadi tujuan terakhir yang akan membuktikan tidak hanya seberapa besar kecakapan manajer dalam pemberdayaan, melainkan juga seberapa kuat kemauannya dan diperlukan koordinasi untuk melaksanakannya secara penuh dari setiap program pemberdayaan. 5. Mentoring (membimbing) adalah bertindak sebagai teladan dan pelatih bagi staf dan rekan-rekan sekerja merupakan tahap hidup dan sekaligus pula merupakan teknik manajemen. Merumuskan permasalah dan menemukan pemecahannya dengan bekerja lewat orang lain daripada berusaha mengerjakannya sendirian. 6. Supporting (mendukung) adalah memberikan dukungan yang tepat, jauh lebih utama daripada peran kepemimpinan tradisional ataupun pengendalian. Dengan cara mempermudah berkonsultasi, melatih dan membimbing. (Stewart 1998:77) Berdasarkan argumentasi dan konsepsi pembedayaan Stewart tersebut dibandingkan dengan konsep pemberdayaan yang dikemukakan pakar lainnya, maka konsep pemberdayaan Stewart ini memiliki enam konsep, yaitu enabling, 17 facilitating, consulting, collaborating, mentoring dan supporting, Keenam dimensi Pemberdayaan itu memiliki keterikatan satu sama lain dalam usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan seseorang. ini yang akan dibahas agar terciptanya aparatur yang kompoten dalam pelaksanaan pembangunan. Menurut Sedarmayanti (2000:120-121) mengemukakan pentingnya pemberdayaan aparatur daerah dilatar belakangi empat hal yaitu : 1. Melalui upaya pembangunan potensi sumber daya nasional diarahkan menjadi kekuatan dibidang ekonomi, sosial budaya, politik harus didukung SDM yang berkualitas. 2. SDM dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan dalam proses pembangunan, terutama dinegara berkembang. 3. Adanya anggapan bahwa SDM lebih penting dari sumber daya alam. 4. Pembangunan yang dikonsentrasikan pada pengembangan dan pendayagunaan SDM akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal. (Sedarmayanti, 2000:120-121) Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu hal yang menentukan dalam upaya meningkatkan pembangunan nasional. Manusia yang merupakan pelaksana pembangunan harus memiliki kemampuan dalam menjalankan dan mengelola apa yang menjadi tanggung jawabnya, dengan kuatnya Sumber Daya Manusia (SDM) didalam suatu negara, maka akan berjalan lurus dengan kemajuan yang dicapai oleh negara tersebut. Lebih lanjut Sedarmayanti menjelaskan, kata pemberdayaan (empowernment) mengesankan arti adanya sikap mental yang tangguh. Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan yaitu : 1. Kecenderungan Primer, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya (survival of the fittes) proses ini dapat dilengkapi dengan upaya 18 membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. 2. Kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan/keberdayaan untuk menentukan yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. (Sedarmayanti, 2000:120-121) Dari dua kecenderungan diatas memang saling mempengaruhi dimana agar kecenderungan primer dapat terwujud maka harus lebih sering melalui kecenderungan sekunder, upaya pemberdayaan aparatur tidak hanya menekankan pada aspek fisik, tetapi juga menyangkut pada segi-segi non fisik, agar tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa depan. Pemberdayaan aparatur merupakan serangkaian kegiaran pendidikan dan pelatiahan,seperti yang disampaikan oleh Rasyid dan Syahril dalam bukunya yang berjudul Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan Dan Politik Orde Baru, menyatakan pemberdayaan sebagai berikut: Pendidikan dan latihan yang merupakan bagian dari upaya pengembangan sumber daya manusia tidak hanya menekankan aspek fisik ( kesegaran atau kesehatan jasmani), tetapi juga menyangkut segi-segi non fisik seperti kualitas kepribadian, kualitas hubungan dengan Tuhan, alam lingkungan dan sesama manusia serta kualitas kekayaan seperti tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa depan. Rasyid dan Syahril (1997:26), Berdsasarkan pengertian diatas, pemberdayaan merupakan sebagian dari upaya pengembangan sumber daya manusia yang tidak hanya menekankan pada aspek fisik seperti kesegaran atau kesehatan tetapi juga menyangkut aspek non fisik seperti kualitas kepribadian, hubungan dengan Tuhan, alam lingkungan sesama manusia seperti tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa depan

Kesejahteraan (skripsi, tesis, disertasi)

Kesejahteraan sosial mencakup segalanya terutama dalam bentuk intervensi sosial memperbaiki situasi secara langsung antara persolalitas manusia dan masyarakat keseluran. Kesejahteraan mencakup semua tindakan dan proses langsung, termasuk tindakan dan pencegahan masalah sosial, pengembangan sumber daya, dan peningkatan kualitas hidup. Pengertian kesejahteraan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan pasal 1 ayat (1): “kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya. Pembangunanllkesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yangridiamanatkan dalam Undang-Undang Dasar NegaraiiRepublik IndonesialkTahun 1945. Sila kelima Pancasila menyatakaniibahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan PembukaaniiUndang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaiiTahun 1945 mengamanatkan negara11untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan11umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,hiperdamaian abadi, dan keadilan sosial. Masalah kesejahteraan merupakan sebuah isu jaminan sosial yang berkembang saat ini menunjukkan bahwa sebagian warga negara tidak benar-benar menyadari haknya atas kebutuhan dasar karena tidak dipenuhi secara manfaat sosial dari negara. Akibatnya, sebagian warga masih menghadapi hambatan dalam fungsi sosialnya dan tidak dapat menjalani kehidupan yang layak dan tidak bermartabat. Menurut Kolle (1974)00bahwa indikator dari kesejahteraan merupakan sebagai berikut, yaitu11pertama dengan melihat kualitas hidup dari aspek materi seperti kualitas rumah, bahan pangan dan lain-lainnya, selanjutnya dengan melihat kualitas hidup dari aspek fisik seperti11kesehatan tubuh lingkungan, dan lain-lainnya,12dan yang 32 terakhir dengan melihat kualitas hidup dari aspek mental seperti fasilitas11pendidikan budaya, dan lain-lainnya; dan dengan melihat kualitas hidup dari aspek spiritualiiseperti moral, etika, dan lain- lainnya. (Mahmud, 2021). Menurut Soetomo (2014)..kesejahteraaniimasyarakat merupakan suatu kondisi yang mengandung unsur atau komponen…dimana masyarakat merasa aman tentram, terdapat fasilitas umum yang dapat menunjang…perekonomian masyarakat, pendapatan…perkapita yang mendorong kemakmuran12masyarakat dan11akses informasi yang mudah dijangkau (Wardani & Utami, 2020). Adapun menurut Soetomo (2014) indikator dalam kesejahteraan…masyarakat adalah sebagai berikut : Pertama, Rasa aman. Masyarakatiiyang merasa aman dan tentram tanpa adanya tekanan dari pihak manapuniimerupakan indikator seseorang yang sejahtera. Kedua,iiFasilitas umum. Keberadaan fasilitasiiumum sebagai penunjang roda perekonomian juga sangat membantu dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Ketiga, Pendapatan. pendapatan perkapita juga merupakan indikator sangat menentukan seberapaiiisejahteranya seseorang,..semakin tinggi pendapataniiseseorang maka akan semakin sejahtera hidupnya. Keempat, Akses informasi. Kemudahan memperoleh informasi yang didapatkan masyarakat juga akan..meningkatkan kesejahteraaniimasyarakat. Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki julukan sebagai negara agraris. Julukan tersebut tersematkan kepada Indonesia ketika masa kepimpinan presiden Soeharto yang mampu membawa nama Indonesia menjadi macan ASEAN dengan swasembada pangannya. Melihat keunggulan Indonesia dimasa lalu membuat iri pada realitas sekarang, pasalnya tingkat kesejahteraan petani di Indonesia mengalami keterpurukan. Keadaan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan wapres “menyebut berdasarkan data BPS tahun 2020 menurut sumber penghasilan utama, jumlah rumah tangga tergolong miskin di Indonesia sebagian besar berasal dari sektor pertanian yaitu 46,30%. Dengan   demikian, peningkatan kesejahteraan petani masih menjadi PR (pekerjaan rumah) Pemerintah yang harus diselesaikan,” (Rusiana, 2021). Dengan fakta keadaan tersebut, memberikan gambaran bahwa pertanian di Indonesia memerlukan seuah teribosan atau sebuah inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Untuk mengatasi permasalahan ini pemerintah bertanggung secara penuh untuk membantu memberikan solusi, pemerintah juga dapat menggunakan berbagai lembaganya terutama yang paling dekat dengan petani untuk mengatahui permasalahan yang dihadapi para petan

Gabungan Kelompok Tani (skripsi, tesis, disertasi)

Gabungan kelompok tani (Gapoktan) merupakan sekumpulan kelompok tani yang diorganisir menjadi lembaga yang memiliki tujuan untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan pertanian dari sektor permodalan hingga pengolahan hasil pertanian. Secara dasar Gapoktan dibentuk melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273 Tahun 2007 tentang pedoman pembinaan kelembagaan petani, dalam pertauran tersebut Gapoktan merupakan kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Pada pedoman tersebut bertujuan untuk melakukan penyuluhan dalam rangka pengembangan kemampuan, pengetahuan, ketarmpian, dan pelaku utama dalam melakukan penyuuhan. Dalam proses penyuluhan yang dilakukan untuk pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.  Dalam proses penumbuh kembanganan pertanian pemerintah membuat pertauran yang lebih jelas mengai proses pelaksaan. Aturan tersebut tersebut kedalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82 tahun 2013 Tentang pedoman penumbuhan dan Pengembangan kelompoktani dan gabungan kelompoktani. Secara fungsi Gapoktan memiliki lima tugas utama, yaitu : a. Unit UsahaiiPenyedia Sarana dan Prasarana Produksi merupakan sebuah divisi penyedia kapasitas dan prasarana. Gabungan Kelompok Tani harus memastikan semua anggota memenuhi kebutuhan sarana produksi (pupuk termasuk pupuk,iibenih bersertifikat, pestisida, dan lain-lainnya) dan mesin pertanian (baik berbasis kredit atau modal petani). untuk menyediakan layanan untuk. Melalui anggota kelompok tani, pengangkut miskin, atau kinerja swadana atau sisa petani. b. Unit Usahatani atauiiProduksi. Gabungan Kelompok Tani yang dapat menjadi entitas yang menghasilkan barang untuk memenuhi kebutuhan anggotanya dan kebutuhan pasar serta menjamin kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan stabilitas harga. c. Unit Usaha Pengolahan.11Gapoktan dapat memberikan layanan baik dalam bentuk penggunaan alat pertanian maupun teknologi untuk memproses produk pertanian yang dapat dijual seperti pengolahan, grading dan pengemasan untuk menambah nilai produk. d. Unit Usaha Pemasaran.iiGabungan Kelompok Tani terafiliasi dapat memberikan pelayanan atau dukungan terhadap pemasaran hasil produksi anggota, baik dalam bentuk pengembangan jaringan, kemitraan dengan pihak lain, maupun pemasaran langsung. Dalam perkembangannya, Gapoktan berpotensi memberikan layanan informasi harga komoditas, memungkinkan Gapoktan tumbuh, berkembang menjadi perusahaan pertanian  yang mandiri, meningkatkan produktivitas, pendapatan dan meningkatkan taraf hidup anggotanya. e. Unit Usaha Keuangan Mikro11(simpan-pinjam). Gabungan Kelompok Tani dapat memberikan jasa permodalan kepada anggotanya melalui iuran keanggotaan dan hasil simpan pinjam dan sisa usaha, serta pinjaman dari bank, mitra usaha, atau dukungan publik dan swasta. Dalam paradigma pelaksanaannya Gapoktan tidak langsung kepada para petani, namun melalui kelompok tani yang secara struktur berada dibawah binaan dari Gapoktan. Keadaan terseut bermaskud untuk lebih baik dalam mengelola dan memberikan fasilitas kepada para petani

Pemberdayaan Petani (skripsi, tesis, disertasi)

Pemberdayaan masyarakat agraris merupakan upaya untuk menjadikan petani mandiri dengan mengenali potensi keterampilan yang telah dimiliki, tergantung bidang keahliannya. Pemberdayaan petani membutuhkan peran serta dan kepemimpinan kelompok tani berdaya dalam kegiatan pertanian. Dalam pemberdayaan petani, selalu ada sinergi yang baik antara dua kelompok yang saling berhubungan antara kelompok yang diberdayakan dan kelompok yang berkuasa atau berwibawa. Proses pemberdayaan petani yang paling efektif adalah oleh kelompok tani yang merupakan kelompok yang paling dekat dengan pengawasan petani. Masyarakat petani yang memiliki ;kekuatan atau kemampuan berdaya terbagi sebgai berikut : (Murdayanti, 2020).aszwszszaaz Pertama. Mereka memiliki bentuk kebebasan karena dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Artinya, mereka bebas berbicara dan bebas dari kelaparan, kebodohan dan kesakitan, dikatakan sebagai bentuk petani yang mampu mengambangkan diri maupun potensi alam yang dimiliki. Kedua. Tercapainya sumber produktivitas yang memungkinkan mereka meningkatkan pendapatan dan memperoleh barang dan jasa yang mereka butuhkan untuk pertanian. Ketiga. Mereka memiliki hak untuk mengelola kepentingan yang terkait dengan pertanian, sehingga berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka. Menurut Undang-undang Nomor 19 Pasal 3 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, pemberdayaan petani memiliki tujuan yaitu a. Mewujudkan kedaulatan dan kemandirian Petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik. 24 b. Menyediakan prasarana dan sarana Pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan Usaha Tani. c. Memberikan kepastian Usaha Tani d. Melindungi Petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen. e. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas Petani serta Kelembagaan Petani dalam menjalankan Usaha Tani yang produktif, maju, modern dan berkelanjutan. f. Menumbuh kembangkan kelembagaan pembiayaan Pertanian yang melayani kepentingan Usaha Tani. Sehingga sesuai dengan UU diatas bahwa negara atau pemerintah bertanggung jawab untuk menyejahterakan para petani. Perlindungan yang dilakukan diharapkan mampu berjalan sesuai dengan angan-angan atau yang tertulis jelas pada peraturan tersebut, karena petani pada saat ini merupakan kelompok yang rentan terhadap perkembangan jaman. Petani di Indonesia memiliki beberapa tipe. Tipe pertama yaitu petani berdasarkan luas lahan, pateni tersebut dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Petani gurem yang disebut sebagai petani yang memiliki lahan pertanian kurang dari 0,50 hektare 2. Petani non gurem merupakan petani yang memiliki luas lahan 0,50 hektare atau lebih. Setelah itu terdapat jenis petani mengacu pada orientasi atau kiblat bertani sesuai dengan angan-angannya. Pada bagian ini dibagi menjadi dua tipe yaitu : 1. Petani yang beriorentasi ekonomi, merupakan salah satu jenis petani yang menggunakan prinsip ekonomi dalam usaha pertaniannya sehingga meminimalkan biaya seefesien mungkin untuk digunakan sebagai metode memperoleh hasil yang maksimal.   2. Petani yang mengacu pada prinsip non ekonomi, pentani ini sering kali melakukan kegiatan pertanian sebagai proses dalam melakukan pemenuhan kebutuhan rumah tangga saja dan tidak diperuntukan diperjual belikan. Selanjutnya terdapat juga petani yang berdasarkan penggunaan teknologi, berikut tipe – tipenya : 1. Petani tradisional, jenis petani yang dalam pengelolaan pertaniannya lebih masih dominan menggunakan peralatan yang bersifat tradisional, seperti cangkul atau membajak sawah menggunakan sapi. 2. Petani modern, petani jenis ini selalu mengacu pada perkembangan teknologi terbaru, karena memahami dan sadar sebuah teknologi adalah bentuk inovasi penting yang dapat melakukan peningkatan produksi pengeloaan sawah dan juga untuk mengurangi biaya. Terakhir merupakan jenis petani berdasarakan karakter atau sifat, berikut tipe-tipenya: 1. Pembelajar, merupakan jenis petani yang menyukai akan sebuah inovasi terbaru. Jenis petani ini tergolong tipe pencoba, rasa ingin tau tinggi, dan menyukai hal yang extreme. Ketika terdapat informasi variasi terbaru atau program terkini, maka rasa ingin mencoba pertama kali pasti muncul meskipun masih terbilang masih dalam pengembangan. 2. Perintis, tipe ini hampir sama dengan tipe pembelajar, bedanya tipe pionir ini bahkan konsultan mungkin menggunakan sesuatu yang belum pernah digunakan orang lain. Dengan adanya informasi yang tersedia dari banyak sumber, termasuk Internet, buku, majalah, dan petani dalam disiplin ilmu lain.  3. Jenis pengikut. Tipe petani ini merupakan kebalikan dari tipe pembelajar dan pionir. Jika tipe pionir adalah petani yang suka menemukan hal baru, tipe pengikut lebih suka pasif. Mereka hanya akan ikut menanam jika temannya berhasil. 4. Jenis debat. Jika tipe pembelajar mendapat informasi baru setiap kali mendengar dan mencoba, maka akan terjadi sebaliknya ketika berhadapan dengan tipe debat. Tipe pendebat adalah tipe petani yang menyukai konflik, terutama pada masalah teknis (Cita, 2016). Dalam mencapai pemberdayaan pertanian yang sesuai menurut Edi Suharto dalam Alfitri pencapaian pelaksanaan secara proses menuntun kearah yang diinginkan, dapat diterapkan melalui pendekatan yang terbagi 5P yaitu sebagai berikut: 1. Pemungkinan, merupakan sebuah proses memunculkan keadaan agar masyarakat dapat berproses kembang dengan sebaik mungkin. Sehingga dari diri masyarakat yang terhambat harus di bebaskan sehingga tidak ada penghalang dari potensi yang ada didiri masyarakat. 2. Penguatan, untuk memecahkan suatu masalah yang ada pada masyarakat maka masyarakat tersebut harus diberi penguatan pengetahuan dan kemampuan. Sehingga masyarakat akan merasa percaya diri atas kemampuan yang dimilikinya dengan demikian akan menciptakan masyarakat yang mandiri. 3. Perlindungan, adanya perlindungan terhadap suatu kelompok yang lemah terhadap kelompok yang kuat sehingga menghindari persaingan yang tidak seimbang. 4. Penyokongan, yaitu adanya dukungan bagi masyarakat untuk mampu melakukan peran dan tugasnya. Pemberdayaan sendiri memang harus memberikan   dukungan kepada masyarakat agar dapat menjalankan tugasnya dan tidak merasa terpinggirkan. 5. Pemeliharaan, memelihara keadaan yang merata agar setiap individu merasa berpotensi untuk mengusahakan dirinya lebih baik. Upaya yang perlu dilakukan dalam memberdayakan masyarakat, dapat dilihat dari tiga sisi menurut Sumodiningrat (Kartasasmita, 1997). Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi (Protecting). Perlindungan untuk kelompok yang lemah untuk tidak di eksploitasi oleh kelompok kuat. Dalam proses pemberdayaan petani dapat dilakukan menggunakan proses penyuluhan. Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari suatu sistem dan proses perubahan untuk individu beserta masyarakat agar apa yang ingin dilakukan atau dilaksanakan dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan. Dalam bukunya Van Den Ban dkk, (1999) dituliskan bahwa penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar (Usman, 2019). Pemberdayaan melalui penyuluhan dapat mengarah kepada pemberdayaan pertanian secara berkelanjutan, karena dengan penyuluhan dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Setiawan (2011:27) tujuan pemberdayaan adalah mencari langkah berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat tak berdaya sehingga mereka memiliki kemampuan otonom mengelola seluruh potensi sumberdaya yang dimilikinya (Kusmana & Garis, 2019).  Selanjutnya proses pemberdayaan petani juga dapat dilakukan menggunakan sebuah progam. Bhinardi (2017.23) Pemberdayaan berarti memberdayakan atau mengupayakan pemberdayaan dengan cara memberdayakan, memberdayakan, atau melimpahkan wewenang kepada pihak lain. Pemberdayaan adalah proses yang kompleks. Artinya, proses aktif antara motivator, fasilitator, dan kelompok masyarakat yang perlu diberdayakan melalui kesempatan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, berbagai alat, dan akses ke sistem sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Guna untuk memberdayakan petani, pemerintah sebagai fasilitator seringkali perlu fokus pada banyak bidang dan mempertimbangkan banyak faktor (Khusna, Fadhilah Kurniati, & Muhaimin, 2019).

Pengertian Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)

Mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia, pemberdayaan secara etimologis berasal dari kata daya yang berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Mendapat awalan bermenjadi ‘berdaya’ artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai akal untuk mengatasi suatu masalah. Mendapat awalan dan akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan yang dapat diartikan sebagai usaha, proses menjadikan untuk mampu membuat, dapat bertindak atau melakukan sesuatu untuk diarahkan menuju kearah yang lebih baik. Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang dilakukan sebuah lembaga untuk menciptakan suasana masyrakat yang lebih baik. Pemberdayaan sendiri dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (Empowerment) atau penguatan (Strengthening) kepada masyarakat. Menurut Sukino (2013) Empowerment artinya merupakan suatu peningkatan kemampuan yang sesungguhnya potensinya ada. Dimulai dari status kurang berdaya menjadi lebih berdaya, sehingga lebih bertanggung jawab. Karena empowerment asalnya dari kata “power” yang artinya “control, authority, diminion”. Awalan “emp” artinya “on put to” atau “to cover with” jelasnya “more power” jadi empowering artinya “is passing on authority and responsibility” yaitu Attention: lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual yang dimilikinya. Dari pengertian tersebut pemberdayaan merupakan 20 sebuah metode yang dilakukan untuk meningkatkan sebuah daya atau potensi yang dimiliki masyarakat secara individu maupun kelompok. Winarmi dalam Suryana (2010:18) mengungkapkan bahwa “Inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan (enabling), memperkuat daya (empowering), dan terciptanya kemandirian”.Oleh karena itu, umumnya sasaran dari pemberdayaan biasanya masyarakat yang tergolong masih atau belum berdaya secara material maupun non material agar dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki hingga masyarakat menjadi mandiri. Keberdayaan masyarakat oleh Sumodiningrat diartikan sebagai kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Secara konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model Model pengembangan dan industrialisasi yang kurang populer dalam kebanyakan kasus, konsep ini dikemukakan oleh Mardikanto dan Poerwako serta didasarkan pada kerangka logis sebagai berikut: 1. Proses pemusatan tenaga dibangun dari pemusatan tenaga faktorfaktor produksi. 2. Pemusatan kekuatan faktor produksi akan menciptakan masyarakat pekerja dan orang-orang yang merupakan pengusaha di daerah sekitarnya. 3. Kekuasaan membangun sistem pengetahuan, membangun sistem sistem politik, hukum dan ideologi operasional untuk memperkuat pembenaran. 4. Pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan idiologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berbudaya dan masyarakat tuna-daya. Akhirnya yang terjadi ialah dikotonom, yaitu masyarakat yang berkuasa dan masyarakat yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pemberdayaan melalui 21 proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the powerles). Dalam proses pemberdayaan, ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan. Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, pemberdayaan memiliki tiga fase. Pertama adalah penyadaran, proses tersebut merupakan keberdayaan yang membuat masyarakat sadar bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk dikerahkan. Kedua adalah pengkapasitasan, merupakan tahapan-tahapan dimana dapat dicapai ketika masyarakat sudah pernah mendapatkan pengalaman penggunaan potensi yang dimiliki. Ketiga adalah pendayaan, tahapan tersebut merupakan proses pemberian berupa kewenangan (otoritas) atau kesempatan untuk mengembangkan potensi untuk mencapai manusia yang mandiri (Endah, 2020). Pemberdayaan merupakan sebuah konsepan yang mengarah keproses perkembangan individu maupun kelompok kestatus hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Taylor da Mc Kenzie mengatakan bahwa tujuan filosofisnya adalah untuk memberikan motivasi atau dorongan kepada masyarakat dan individu agar menggali potensi yang ada pada dirinya untuk ditingkatkan kualitasnya, sehingga akhirnya mampu mandiri. Sedangkan menurut Soeharto (2010) Tujuan utama pemberdayaan adalah untuk memperkuat kekuasaan Masyarakat, terutama kelompok lemah, karena keadaan internal (persepsi mereka sendiri) dan oleh kondisi eksternal (ditekan oleh struktur sosial yang tidak berlaku adil). Untuk sepenuhnya memahami tentang Pemberdayaan perlu diketahui tentang konsep kelompok lemah dan penyebab ketidakberdayaannya. Secara klasifikasi kelompok lemah atau tidak berdaya dapat diindikasikan sebagai berikut : Pertama, masyarakat yang lemah secara struktural. Masyarakat tersebut seringkali merupakan kelompok minoritas karena rentan secara sosial ekonomi, gender dan etnis, dan diskriminatif dalam berbagai aspek yang dapat disalahgunakan, dan seringkali berujung pada ketidakadilan. Kedua, Lemah secara khusus. Merupakan yang sangat rentan adalah mereka yang sering terpinggirkan, seperti orang tua, anak-anak, remaja, kaum gay dan lesbian, serta penyandang disabilitas. Ketiga, Lemah secara personal. Rentan secara pribadi adalah masyarakat dengan masalah di bidang individu atau keluarga (Hamid., 2018). Selanjutnya bagian dari tujuan pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memahami kebutuhan hidupnya. keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politk. Pemberdayaan masyarakat tercermin dari tingkat partisipasi masyarakat yang diberdayakan untuk mendukung pembangunan yang dicapai. Pemberdayaan masyarakat meliputi pengelolaan dan pemanfaatan seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk memperkuat masyarakat (Adisasmita, 2006). Indikator pemberdayaan yang dilakukan untuk pembangunan terbagi dalam beberapa aspek, yaitu Pertama, pada sisi input atau masukan, situasi meliputi bakat, perencanaan, sarana, peralatan atau fasilitas, teknologi dan data yang dibutuhkan untuk pengembangan. Kedua, aspek proses, .meliputi pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan. program pembangunan. Ketiga, aspek keluaran, hasil meliputi tujuan yang ingin dicapai, efektivitas dan efisiensi program pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun untuk mencapai hasil yang diinginkan (Candra, 2019).

Partisipasi (skripsi, tesis, disertasi)

Pemberdayaan tidak semata-mata menekankan pada hasil (output) namun juga menekankan pada proses. Oleh karena itu ukuran keberhasilan pemberdayaan adalah seberapa besar tingkat partisipasi atau keberdayaan yang dilakukan oleh masyarakat. Semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam proses tesebut, maka semakin berhasil kegiatan pemberdayaan tersebut. Keberdayaan dalam konteks masyarakat merupakan kemampuan individu untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Tingkat partisipasi ini meliputi partisipasi secara fisik, mental, dan juga manfaat yang diperoleh oleh individu yang bersangkutan (Anwas, 2014). Partisipasi secara umum dapat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan (Theresia dkk, 2014).. Partisipasi dapat pula didefinisikan sebagai proses di mana individu, kelompok, ataupun organisasi secara sukarela memilih untuk terlibat aktif di dalam keseluruhan proses kegiatan yang berdampak pada kehidupan mereka mulai dari tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian (pemantauan, evaluasi, pengawasan), pemanfaatan hasil dari kegiatan yang dilakukan, serta menjalin kemitraan dengan berbagai pihak terkait (Reed, 2008; Anwas, 2014; Mardikanto dan Soebiato, 2015). Theresia dkk (2014) menyebutkan bahwa dalam kegiatan pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan perwujudan kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Dengan kata lain, melalui partisipasi maka 23 masyarakat menyadari sepenuhnya bahwa kegiatan pembangunan bukan hanya kewajiban yang harus dilaksanakan oleh aparat pemerintahan sendiri, namun juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki kualitas hidupnya. Berdasarkan tingkatan atau tahapan partisipasi, Wilcox (1998) dalam Theresia dkk (2014) membagi partisipasi dalam lima tingkatan yaitu : 1. Memberikan informasi (Information). 2. Konsultasi (Consultation) yaitu menawarkan pendapat, tetapi tidak terlibat dalam implementasi ide dan gagasan tersebut. 3. Pengambilan keputusan bersama (Deciding together), dalam arti tidak hanya sekedar memberikan pendapat namun terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan seperti memberikan dukungan terhadap ide, gagasan, pilihan, serta mengembangkan peluang yang diperlukan guna pengambilan keputusan. 4. Bertindak bersama (Acting together), dalam arti tidak sekedar ikut dalam pengambilan keputusan tetapi juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam pelaksanaan kegiatannya. 5. Memberikan dukungan (Supporting independent community interest) di mana kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat, dan dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan. Pretty (1995) sebagaimana yang dikutip oleh Iqbal (2007) membedakan partisipasi dalam tujuh tipologi yaitu : 1. Passive participation yaitu masyarakat berpartisipasi berdasarkan informasi yang mereka terima dari pihak luar tentang apa yang sedang atau telah terjadi. 2. Participation in information giving yaitu masyarakat berpartisipasi dengan menjawab pertanyaan penelitian dari pihak luar (seperti kuesioner), di mana akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat dan masyarakat tidak diberi kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi di dalam prosesnya. 3. Participation by concultation yaitu masyarakat berpartisipasi melalui konsultasi dengan pihak luar di mana pihak luar tersebut mengidentifikasi, menganalisis, sekaligus mencari solusinya. Dalam partisipasi ini masih tidak ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. 24 4. Participation for material incentive yaitu masyarakat berpartisipasi dengan menyediakan sumber daya yang dimilikinya atas pertimbangan insentif. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran dan andil atau partisipasi masyarakat akan terhenti seiring dengan berakhirnya pemberian insentif tersebut. 5. Functional participation yaitu masyarakat berpartisipasi dalam bentuk kelompok yang berkaitan dengan tujuan proyek. Keterlibatan pihak luar dan pembentukan kelompok biasanya setelah ada keputusan utama yang disepakati. 6. Interactive participation yaitu masyarakat berpartisipasi melakukan analisis kolektif dalam perumusan kegiatan aksi melalui metode interdisplin yang mencari keragaman perspektif dalam proses pembelajaran yang terstruktur dan sistemik. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atau mengawasi atas pelaksanaan keputusan mereka dan berkepentingan untuk menjaganya sekaligus memperbaiki struktur dan kegiatan yang dilakukan. 7. Self-mobilization yaitu masyarakat berpartisipasi dengan cara mengambil inisiatif sendiri secara bebas dengan tidak dipengaruhi oleh pihak luar untuk mengubah sistem atau nilai yang mereka miliki. Pihak luar hanya diminta bantuan (teknis dan sumber daya) sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumber daya yang ada. Sementara itu dari berbagai definisi atau konsep mengenai partisipasi, Samah dan Aref (2011) mencoba merangkum dan membagi partisipasi menjadi dua tipologi yaitu partisipasi sebagai alat atau cara dan partisipasi sebagai tujuan akhir. Sebagai alat, partisipasi dianggap sebagai medium atau instrumen untuk mencapai tujuan/sasaran yang telah ditentukan sebelumnya yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sebenarnya. Dalam situasi ini, tujuan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya baik oleh pemerintah ataupun lembaga lainnya lebih penting dibandingkan dengan tindakan partisipasi itu sendiri. Masyarakat sebagai partisipan tidak diberikan kesempatan untuk dapat menentukan atau mempengaruhi pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat hanya dalam bentuk pemberian informasi sebagai input dalam program yang direncanakan. 25 Bentuk lainnya dari partisipasi sebagai alat yakni memobilisasi masyarakat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan/program berdasarkan tujuan pembangunan yang diarahkan oleh pemerintah atau pihak eksternal lainnya (pendekatan topbottom). Dalam fenomena tersebut partisipasi berubah menjadi suatu keadaan yang pasif dan statis yang kemudian dapat menjadi partisipasi yang diinduksi atau bahkan dipaksakan, atau partisipasi yang bersifat manipulatif. Adapun sebagai tujuan, partisipasi berfokus sebagai proses di mana masyarakat dilibatkan secara langsung di dalam merumuskan, memutuskan dan mengambil bagian dalam proses pembangunan. Hal ini merupakan bentuk partisipasi yang aktif dan permanen di mana keterlibatan langsung masyarakat tidak hanya untuk membantu mempertahankan atau menjaga kelangsungan dari suatu proyek, namun memperluas keterlibatan individu masyarakat di dalamnya. Ciri dari partisipasi sebagai proses adalah masyarakat diberi kesempatan untuk dapat merumuskan program pengembangan atau pembangunan mereka sendiri atau memiliki pengaruh di dalam proses pengambilan keputusan suatu proyek yang dilakukan untuk mereka. Dalam hal ini, partisipasi sebagai sebuah proses dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan kapasitas atau kemampuannya, mengenali dan meningkatkan potensi yang ada pada diri mereka, dan menyediakan kesempatan bagi mereka untuk dapat memiliki pengaruh dan kendali atas kehidupan mereka sendiri. Pada dasarnya keinginan individu atau masyarakat untuk terlibat dalam suatu kegiatan tertentu didorong oleh persepsi mereka terhadap manfaat yang akan mereka peroleh. Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat turut dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap manfaat yang akan diterimanya dari proyek yang dijalankan (Hedge dan Bull ,2011; Yanto, 2013; Bennett dan Dearden, 2014). Selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat pemahaman mereka terhadap makna yang terkandung dalam kegiatan tersebut seperti apa yang menjadi tujuan serta proses yang berlangsung dalam setiap tahapan kegiatannya. Oleh karena itu setiap aktivitas pemberdayaan perlu didasarkan pada adanya manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat dan kejelasan dalam setiap tahapan kegiatannya (Anwas, 2014). Selain manfaat langsung yang dirasakan, menurut Winarto (2003) sebagaimana 26 dikutip oleh Pujiastuti (2011) masyarakat akan tergerak untuk berpartisipasi apabila partisipasi dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah masyarakat yang bersangkutan, manfaat yang diperoleh dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat, dan dalam proses partisipasi terdapat jaminan kontrol oleh masyarakat. Beberapa faktor yang turut mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan antara lain tingkat pendidikan, umur, jumlah anggota keluarga, pendapatan, dan persepsi masyarakat terhadap program yang ditawarkan (Dipokusumo, 2011; Predo, 2003). Kebiasaan-kebiasaan lama yang ada di dalam masyarakat setempat juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan seperti pengaruh yang diimiliki oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, atau pemuka adat. Keberadaan mereka merupakan komponen yang turut berpengaruh di dalam menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi pada suatu kegiatan. Pemimpin yang bergaya karismatik dapat meningkatkan partisipasi masyarakat di sekitarnya. Sebaliknya pemimpin yang bergaya otoriter dan manipulatif tidak banyak diikuti karena sifatnya yang tidak transparan dan cenderung mengambil keputusan sendiri sehingga menghambat partisipasi masyarakat (Sinha dan Suar, 2005). Slamet (2003) menyebutkan bahwa terdapat tiga unsur pokok yang sangat menentukan tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu :1) adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi; 2) adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi; dan 3) adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi. Sejalan dengan pernyataan tesebut, Suprayitno dkk (2011) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa motivasi dan tingkat kemampuan memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi petani sekitar hutan dalam pengelolaan hutan. Motivasi untuk meningkatkan pendapatan merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi sedangkan untuk faktor kemampuan terdiri dari 3 aspek yang memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi yaitu kemampuan teknis, kemampuan sosial dan kemampuan manajerial.

Persepsi (skripsi, tesis, disertasi)

Persepsi merupakan cara bagaimana seseorang melihat dan menaksirkan suatu obyek atau kejadian. Seseorang akan melakukan tindakan sesuai persepsinya, sehingga persepsi memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang (Chartrand & Bargh 1999). Adapun Myers (2012) mengatakan bahwa persepsi merupakan sebuah arahan seseorang untuk berperilaku. Persepsi dapat menjadi panduan atas tindakan berdasarkan makna yang diberikan pada stimulus yang dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada saat terdapat suatu stimulus yang menarik perhatiannya, maka yang akan terjadi adalah suatu proses perceiving dan meaning. Selain itu terdapat pula interpretasi terhadap simbol-simbol yang ada pda stimulus tersebut. Proses persepsi tersebut dipengaruhi oleh konteks di mana individu tersebut berada. Seseorang yang mengalami suatu persepsi selalu melalui suatu proses tertentu. Proses tersebut dimulai saat diterimanya rangsangan melalui alat penerima, kemudian diteruskan ke otak. Dalam otak terjadi proses psikologis yang menyebabkan seseorang sadar tentang apa yang dialaminya. Sehingga menurut Swanky (2006), suatu proses psikologis merupakan suatu persepsi jika terdapat karakteristik berikut, yaitu adanya obyek yang dipersepsikan, alat indra (reseptor) dan perhatian. Selama proses mempersepsi suatu obyek, individu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang ada dalam diri individu, seperti pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan, dan motivasi serta tujuan. Adapun faktor eksternal yaitu berupa rangsangan itu sendiri dan faktor lingkungan di mana persepsi itu berlangsung. Sehingga dengan demikian pada suatu objek yang sama, setiap individu dapat memiliki persepsi yang berbeda satu sama lainnya. Adapun proses terjadinya persepsi menurut Niven (2002) yaitu dimulai dari: (a) Tahap penerimaan rangsangan yang ditentukan oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar manusia itu sendiri yang meliputi : (1) Faktor lingkungan yaitu sosial, 21 politik, dan ekonomi, (2) Faktor konsepsi yaitu pendapat dari teori seseorang tentang manusia dengan segala tindakannya, (3) Faktor yang berkaitan dengan dorongan dan tujuan seseorang untuk menafsirkan suatu rangsangan, (4) Faktor pengalaman masa lalu atau latar belakang kehidupan yang akan menentukan kepribadian seseorang; (b) Proses seleksi dilakukan karena keterbatasan manusia dalam menerima rangsangan; dan (c) Proses penutupan di mana proses ini terjadi karena keterbatasan tingkat kemampuan seseorang dalam menerima rangsangan dan kemudian kekurangan informasi ditutupi dengan pengalaman sendiri. Berbagai bentuk peran serta masyarakat pada dasarnya sangat dipengaruhi antara lain oleh persepsi masyarakat terhadap lingkungannya yaitu bagaimana masyarakat tersebut memandang lingkungannya. Pemahaman terhadap lingkungan ini diperoleh melalui proses mengamati dengan panca indera yang kemudian diinterpretasikan menjadi suatu pengertian/pengetahuan. Penafsiran yang muncul tersebut dapat pula diperoleh dengan cara membandingkan keadaan sebelumnya dengan keadaan saat ini. Pemahaman yang terbentuk inilah yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat dalam berperan serta terhadap suatu bentuk aktivitas di lingkungannya (Santoso, 2003). Pengelolaan lingkungan menurut Soemarwoto (2008) merupakan usaha secara sadar untuk memelihara dan atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Pengelolaan lingkungan harus bersifat lentur dikarenakan persepsi yang tidak sama untuk semua golongan masyarakat tentang kebutuhan dasar, terutama untuk kelangsungan hidup dan terus berubah dari waktu ke waktu. Para pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan termasuk masyarakat di dalamnya sebagaimana yang dinyatakan oleh Musselwhite & Herath (2004) dan Ngakan dkk (2006) memiliki persepsi dan sikap yang sesuai dengan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Respon pemangku kepentingan dapat berubah dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh dinamisnya kondisi lingkungan. Adapun Yuwono (2006), dan Suryaningsih dkk (2012) menyimpulkan bahwa persepsi masyarakat dipengaruhi oleh karakteristik individu diantaranya umur, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, pengalaman usaha tani, kekosmopolitan, penyuluhan dan pemahaman program.   Merujuk beberapa pengertian mengenai persepsi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat memberi dampak pada sikap dan perilaku seseorang terhadap permasalahan yang ada. Kaitannya dengan pengelolaan lingkungan, persepsi yang negatif terhadap lingkungan kemungkinan akan menyebabkan timbulnya perilaku yang negatif juga dan begitu pula sebaliknya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang antara lain karakteristik individu seperti umur, latar belakang pendidikan, pengalaman, pekerjaan, pendapatan, penyuluhan dan pemahaman program.

Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat (skripsi, tesis, disertasi)

Mardikanto dan Soebiato (2015) membagi tahapan kegiatan pemberdayaan menjadi beberapa tahapan yaitu : 1. Penetapan dan pengenalan wilayah kerja. Sebelum melakukan kegiatan, harus ada kesepekatan antara stakeholder terkait seperti perwakilan masyarakat setempat, aparat pemerintah, akademisi, LSM, dll mengenai penetapan wilayah kerja. Hal itu penting dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan dan membangun sinergi dengan seluruh stakeholder yang ada demi keberhasilan program dan kegiatan yang akan dilakukan. 2. Sosialisasi kegiatan. Merupakan upaya mengkomunikasikan rencana kegiatan pemberdayaan yang akan dilakukan di wilayah tersebut. Dalam sosialisasi kegiatan juga dikemukakan tentang pihak-pihak terkait yang akan diminta partisipasinya, pembagian peran yang diharapkan, pendekatan dan strategi yang akan dilakukan. Proses sosialisasi ini menjadi sangat penting karena akan menentukan ketertarikan masyarakat untuk berpartisipasi dalam program pemberdayaan yang akan dijalankan. 3. Penyadaran masyarakat. Tahapan kegiatan ini dilakukan untuk menyadarkan masyarakat tentang keberadaannya baik sebagai individu dan anggota masyarakat maupun kondisi lingkungannya yang menyangkut lingkungan fisik/teknis, sosial-budaya, ekonomi dan politik. Termasuk juga di dalamnya upaya menunjukkan adanya masalah yang berkaitan dengan keadaan sumber daya dan lingkungan mereka. Selain itu juga dilakukan analisis bersama menyangkut potensi, faktor penyebab terjadinya masalah terutama kelemahan internal dan ancaman eksternal untuk selanjutnya merumuskan alternatif pemecahan terbaik yang  dapat dilakukan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah menunjukkan pentingnya perubahan untuk memperbaiki keadaan. 4. Pengorganisasian masyarakat. Pengorganisasian masyarakat ini penting dilakukan karena untuk melaksanakan perubahan guna memecahkan masalah seringkali tidak dapat dilakukan secara indvidual, tetapi memerlukan pengorganisasian masyarakat. Termasuk dalam tahapan ini adalah pemilihan pemimpin, pembentukan kelompok tugas, pembagian peran, dan pengembangan jaringan kemitraan. 5. Pelaksanaan kegiatan. Tahapan ini terdiri dari berbagai kegiatan pelatihan untuk menambah atau memperbaiki pengetahuan dan kemampuan teknis, ketrampilan manajerial, dan perubahan sikap/wawasan. Pengembangan kegiatan terutama yang berkaitan dengan peningkatan pendapatan penting untuk membangun kemandirian dan menumbuhkan keyakinan masyarakat bahwa pemberdayaan yang dilakukan mampu memperbaiki kehidupan mereka. 6. Advokasi kebijakan. Kegiatan advokasi ini diperlukan guna memperoleh dukungan politik melalui kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat dan juga legitimasi dari elit masyarakat. 7. Politisasi. Politisasi mengandung arti upaya terus menerus memelihara dan meningkatkan posisi tawar melalui kegiatan politik praktis untuk memperoleh legitimasi. Berdasarkan beberapa tahapan pemberdayaan yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai tahapan penting yang harus dilewati dalam kegiatan pemberdayaan yaitu : (1) identifikasi wilayah kerja termasuk karakteristik masyarakat dan tokoh-tokoh penting yang berpengaruh di dalamnya; (2) sosialisasi mengenai rencana kegiatan yang akan dilakukan; (3) penyadaran mengenai permasalahan yang terjadi termasuk analisa faktor penyebabnya, potensi yang dimiliki oleh masyarakat, pentingnya perubahan dan menumbuhkan kepercayaan diri; (4) perumusan pemecahan masalah atau program kegiatan; (5) pengorganisasian masyarakat; dan (7) pemberdayaan dalam bentuk penguatan kapasitas melalui pelatihan maupun pendampingan dan pemberian kesempatan untuk dapat berpartisipasi secara aktif hingga pada akhirnya masyarakat mampu melanjutkan kegiatan atau menyelesaikan permasalahannya secara mandiri.

Definisi Pemberdayaan Masyarakat (skripsi, tesis, disertasi)

Konsep pemberdayaan mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapat akses dan kontrol atas sumber-sumber hidup yang penting. Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah empowerment berkembang di Eropa mulai abad pertengahan, hingga akhir 70-an, 80-an, dan awal 90-an. Konsep pemberdayaan pada dasarnya dibangun dari ide yang menempatkan manusia sebagai subyek dari dunianya sendiri. Terdapat dua kecenderungan proses pemberdayaan yaitu pertama adalah proses pemberdayaan yang menekankan ke proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dilengkapi dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kecenderungan yang kedua adalah lebih menekankan melalui proses dialog. Kecenderungan ini terkait dengan kemampuan individu untuk mengontrol lingkungannya (Kartasasmita, 1996) Pemberdayaan dapat juga diartikan sebagai proses di mana individu atau kelompok mampu meningkatkan kapasitas dan kemampuan mereka untuk memahami, menafsirkan masalah yang mereka hadapi dan kemudian mampu menentukan kebutuhan serta menerjemahkannya ke dalam tindakan dengan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan kegiatan. Komponen utama pemberdayaan dalam hal ini adalah kemampuan individu untuk mendapatkan kontrol atau kendali dalam menentukan kehidupan mereka seperti yang mereka inginkan (Samah dan Aref, 2009). Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunannya sendiri. Subejo dan Narimo (2004) dalam Mardikanto dan Soebiato (2015) mengartikan proses pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang 15 disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan, dan mengelola sumber daya lokal yang dimiliki melalui collective dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Kusumahadi (2007) dalam Sutawa (2012) menyatakan bahwa program pembangunan dapat dikategorikan sebagai proses pemberdayaan jika terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: 1. Peningkatan kapasitas masyarakat yang bertujuan untuk memberikan akses yang lebih baik ke sumber-sumber daya, terpenuhinya kebutuhan dalam rangka peningkatan kesejahteraan, dan memiliki kemampuan untuk melakukan kontrol sosial terhadap aspek lingkungan, 2. Pengembangan kapasitas masyarakat yang bertujuan untuk mengelola organisasi lokal (self-management). 3. Pengembangan pemikiran kritis masyarakat agar mereka memiliki pemikiran yang lebih kritis terhadap diri dan lingkungannya. Meskipun pemberdayaan masyarakat bukan semata-mata konsep ekonomi, namun sering kali ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk mendorong dan meningkatkan semua potensi yang dimiliki masyarakat agar mampu melawan serta melepaskan diri dari jeratan kemiskinan (Mardikanto dan Soebiato, 2015; Anwas, 2014). Pemberdayaan memiliki makna kesetaraan, adil, dan demokratis tanpa adanya tekanan atau dominasi oleh salah satu atau beberapa pihak dalam suatu komunitas masyarakat. Dengan demikian maka pemberdayaan memiliki makna sebagai suatu proses untuk meningkatkan kemampuan individu atau masyarakat yang dilakukan secara demokratis agar mampu membangun diri dan lingkungannya sehingga mampu hidup secara mandiri dan sejahtera. Dalam pengelolaan sumber daya alam, pemberdayaan dimaksudkan agar setiap individu memiliki kesadaran, kemampuan, dan kepedulian untuk mengamankan dan melestarikan sumber daya tersebut. Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan diperlukan untuk menjaga agar manfaat dari sumber daya alam tersebut dapat dirasakan secara terus menerus pada generasi yang akan datang 16 untuk memperbaiki mutu atau kualitas hidup manusia (Mardikanto dan Soebiato, 2015). Beberapa manfaat pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam antara lain membantu mengurangi kemiskinan, perbaikan kualitas lingkungan, dan mengatasi konflik pengelolaan sumber daya di antara para pihak yang berkepentingan (Kullenberg ,2010). Pemberdayaan juga memiliki peranan penting dalam pengelolaan lingkungan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis (Supriyanto, 2005). Beberapa prinsip atau norma yang relevan dengan proses pemberdayaan dalam pembangunan berkelanjutan (Kullenberg, 2010) sesuai dengan Prinsip Rio yaitu : 1. Prinsip tanggung jawab, yaitu pengunaan sumber daya yang berkelanjutan secara ekologi, efisien secara ekonomi dan adil secara sosial. 2. Pengambilan keputusan pada tingkat yang sesuai untuk meningkatkan partisipasi yang demokratis, dan desentralisasi. 3. Prinsip kehati-hatian, yaitu dengan menyediakan pendidikan dan asuransi. 4. Manajemen adaptif, yaitu ketika keputusan harus dibuat dalam kondisi ketidakpastian diperlukan adanya informasi mengenai ekologi, sosial dan ekonomi yang terintegrasi serta digunakan secara terus menerus. 5. Prinsip partisipasi, yaitu dalam prosesnya melibatkan semua kepentingan dan para pihak terkait (stakeholders) dengan hubungan horizontal dan vertikal. Mardikanto dan Soebiato (2015) berpendapat bahwa dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi yaitu pertama, menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan berkembangnya potensi masyarakat (enabling). Setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan sehingga upaya pemberdayaan ditujukan untuk mendorong dan membangkitkan kesadaran masyarakat akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat melalui langkah-langkah nyata dan lebih positif seperti upaya peningkatan taraf pendidikan dan derajat kesehatan serta pembukaan akses ke dalam berbagai 17 peluang (opportunity)yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi yang berarti dalam proses pemberdayaan harus dicegah pihak yang lemah menjadi bertambah lemah. Perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi terhadap pihak yang lemah oleh pihak yang kuat. Dalam kegiatan pembangunan di bidang kehutanan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan pemberdayaan masyarakat setempat dilakukan untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraannya. Bentuk pemberdayaan masyarakat sebagaimana diatur dalam tersebut yaitu melalui hutan desa, hutan kemasyarakatan, atau kemitraan. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari merupakan hal yang mendasar dan positif di mana kesadaran kritis masyarakat dibangun dan dikembangkan sehingga masyarakat dapat menjadi sutradara bagi dirinya sendiri dan dapat melakukan kontrol sepenuhnya terhadap pengelolaan sumber daya hutan. Melalui pemberdayaan diharapkan masyarakat mampu secara mandiri meningkatkan taraf hidupnya dengan tetap mengedepankan kelestarian hutan (Suprayitno, 2008). Pendekatan melalui pemberdayaan merupakan solusi atas permasalahan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang berdampak pada meningkatnya gangguan terhadap kawasan hutan (Arifudin et al, 2013). Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka secara umum pemberdayaan dalam pengelolaan lingkungan dapat diartikan sebagai upaya untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupannya berdasarkan potensi yang dimilikinya dengan tetap mengedepankan prinsip keberlanjutan secara ekologi, ekonomi, dan sosial di dalam pemanfaatan atau pengelolaan sumber daya alam. Pendelegasian kewenangan, peningkatan kapasitas 18 SDM, peningkatan rasa percaya diri, transparansi, dan keadilan sosial adalah beberapa prinsip yang terdapat dalam proses pemberdayaan tersebut.

(skripsi dan tesis)

  1. Tinjauan Umum DPRD

DPR adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat yang pemilihannya sebagaimana Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 dilakukan melalui pemilihan umum. Berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. anggota DPR terdiri dari anggota partai politik (parpol). Pada masa awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk dengan demikian sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945 dibentuklah KNIP. Komite ini merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia. Legislatif merupakan badan atau lembaga yang memiliki wewenang untuk membuat Undang-Undang (Marwan dan Jimmy, 2019),

Hal ini sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. “Namun pembahasan sebuah RUU harus dilakukan secara bersama-sama dengan pemerintah, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 20 ayat (2)”. Berdasarkan ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 yang kemudian dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 sebagaimana telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, DPR memulai kerjanya di masa orde baru dan pada masa reformasi sampai sekarang. Dalam konsep trias politika, DPR berperan sebagai lembaga legislatif yang berfungsi untuk membuat undang-undang dan mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang yang dilakukan pemerintah sebagai lembaga eksekutif.

Fungsi pengawasan dapat dikatakan telah berjalan dengan baik apabila DPR dapat melakukan tindakan kritis atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Sementara itu, fungsi legislasi dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila produk hukum yang dikeluarkan oleh DPR dapat memenuhi aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.

Berdasarkan undang-undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD juncto Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR DPR DPD dan DPRD ditetapkan sebagai berikut:

  1. Jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang;
  2. Jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyakbanyak 100 orang;
  3. Jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyakbanyaknya 50 orang.

Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili di ibukota negara. Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) dalam sidang paripurna DPR

 

Peran Legislasi DPRD (skripsi dan tesis)

Legislasi merupakan perancangan atau pembentukan undang-undang. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di dalam ketentuan Pasal 1 dijelaskan bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU/2012 secara umum berkaitan dengan optimalisasi peran Dewan Perwakilan Daerah dalam bidang legislasi (Furkon,  2012).

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permintaan pengujian beberapa pasal yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Daerah terhadap UndangUndang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Kedua undang-undang tersebut mengatur secara rinci peran legislasi Dewan Perwakilan Daerah sekaligus yang mereduksi Dewan Perwakilan Daerah sebagai lembaga di bawah Dewan Perwakilan Rakyat dan di bawah Presiden dalam proses legislasi. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU/2012 dapat disimpulkan bahwa peran Dewan Perwakilan Daerah dalam bidang legislasi terdiri atas tiga bagian, yakni pertama, peran Dewan Perwakilan Daerah dalam menyusun program legislasi nasional (Prolegnas), kedua, peran Dewan Perwakilan Daerah dalam mengajukan rancangan undang-undang, ketiga, peran Dewan Perwakilan Daerah dalam membahas rancangan undang-undang (Marwan dan Jimmy, 2019)

Tiga peran tersebut dijabarkan lagi ke dalam bagian-bagian yang lebih spesifik. Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam menyusun program legislasi nasional (Prolegnas) terdiri atas penyusunan program legislasi nasional dan penetapan program legislasi nasional. Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam mengajukan rancangan undang-undang terdiri atas penyusunan rancangan undang-undang, penyampaian rancangan undang-undang dari Dewan  Perwakilan Daerah, penyampaian rancangan undang-undang dari Dewan Perwakilan Rakyat, dan penyampaian rancangan undang-undang dari Presiden. Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam membahas rancangan undang-undang terdiri atas pembahasan undang-undang, penarikan undang undang, pembahasan rancangan undang-undang pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan penyebarluasan program legislasi nasional dan rancangan undang-undang  (Furkon,  2012)..

Menurut Rosseau dalam Abu Daud Busroh (2015) bahwa Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU/2012, Dewan Perwakilan Daerah dilibatkan secara penuh dan berbeda dengan keterlibatan Dewan Perwakilan Daerah sebelum putusan Mahkamah Konstitusi 92/PUU/2012 dikeluarkan. Peran legislasi Dewan Perwakilan Daerah secara rinci dan komprehensif akan dijelaskan di bagian sub pokok pembahasan. Namun, secara umum proses legislasi yang melibatkan Dewan Perwakilan Daerah menyangkut beberapa pokok penting, sebagai berikut:

  1. Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Penyusunan Program Legislasi Nasional;
  2. Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Pengajuan Rancangan Undang-Undang;
  3. Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Pembahasan Rancangan Undang-Undang;
  4. Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Penyebarluasan Program Legislasi Nasional dan Rancangan Undang-Undang;
  5. Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang; dan
  6. Pembahasan Rancangan Undang-Undang secara Tripartit (bukan fraksi tetapi secara kelembagaan)

Donnelly, et al. (dalam Munaf, 2016) mengelompokkan pengawasan menjadi 3 Tipe pengawasan yaitu :

 

 

  1. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control).

Pengawasan yang terjadi sebelum kerja dilakukan. Pengawasan Pendahuluan menghilangkan penyimpangan penting pada kerja yang diinginkan yang dihasilkan sebelum penyimpangan tersebut terjadi. Pengawasan Pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan. Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi-deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya yang digunakan pada organisasi-organisasi. Sumber-sumber daya ini harus memenuhi syarat-syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan.

Dengan ini, manajemen menciptakan kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang ditujukan pada hilangnya perilaku yang menyebabkan hasil kerja yang tidak diinginkan di masa depan. Dipandang dari sudut prespektif demikian, maka kebijaksanaan-kebijaksanaan merupakan pedoman-pedoman yang baik untuktindakan masa mendatang.

  1. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control/interim control)

Pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan. Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran-sasaran telah dicapai. Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para supervisor yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka.

  1. Pengawasan Feed Back (feed back control/post control)

Pengawasan Feed Back yaitu mengukur hasil suatu kegiatan yang telah dilaksakan, guna mengukur penyimpangan yang mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standar. Pengawasan yang dipusatkan pada kinerja organisasional dimasa lalu. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau operasi-operasi aktual. Sifat kas dari metode-metode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang.

Pengertian Peran (skripsi dan tesis)

Definisi tentang peran bisa diperoleh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1051) yang mengartikannya sebagai perangkat tingkah laku yang dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Peranan berarti tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. Kata peran mempunyai makna sama dengan beberapa kata lain seperti fungsi dan wewenang. Fungsi diartikan sebagai jabatan atau pekerjaan yang dilakukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:400). Fungsi dalam bahasa Belanda functie. Functie diartikan sebagai jabatan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1560) mengartikan wewenang sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak.

Dalam pernyataan lain disebutkan bahwa Peranan (role) merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka hal itu berarti dia menjalankan suatu peran. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatankesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya (Soerjono, 2013).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran adalah suatu perilaku atau tindakan yang diharapkan oleh sekelompok orang dan/atau lingkungan untuk dilakukan oleh seseorang individu, kelompok, organisasi, badan atau lembaga yang karena status atau kedudukan yang dimiliki akan memberikan pengaruh pada sekelompok orang dan/atau lingkungan tersebut.

Aspek Dalam Leader Member Exchange (skripsi dan tesis)

Leader Member Exchange sendiri pada dasarnya memiliki beberapa dimensi di dalamnya. Liden dan Maslyn (1998) membagi Leader Member Exchange menjadi empat dimensi, antara lain :

  1. Affect ( Afeksi )

Affect mengacu pada keakraban antara satu individu dengan individu lainnya. Keakraban ini sendiri tidak memandang status sosial. Interaksi dapat terbentuk oleh hubungan karyawan dengan pimpinan, pimpinan dengan pimpinan maupun karyawan dengan karyawan. Liden dan Maslyn (1998, p. 46) menambahkan bahwa aspek afeksi dapat menjadi unsur paling dominan maupun tidaknya dapat bergantung kepada jenis hubungan yang ada di tempat kerja. Waktu yang diperlukan oleh pemimpin dengan bawahan untuk menjalin hubungan cenderung berbeda dari satu dengan yang lainnya, ada yang bisa menjalin hubungan baik dalam waktu yang singkat, namun ada juga yang tidak. Hubungan saling menyukai antara pimpinan dan karyawan sendiri sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan LMX.

  1. Contribution (Kontribusi)

Kontribusi mengacu pada persepsi bahwa tindakan orang lain juga berhubungan tiap individu di perusahaan. Liden dan Maslyn (1998) menyatakan bahwa dimensi kontribusi adalah persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara pemimpin dan karyawan untuk mencapai tujuan bersama. Level  kontribusi dari seseorang dapat dilihat dari seberapa banyak pekerjaan dan informasi yang didapat. Adanya kualitas kontribusi yang tinggi menyebabkan karyawan rela berkorban demi pemimpin, rekan kerja dan perusahaan. Semakin tingginya level kontribusi karyawan maka kualitas hubungan LMX juga semakin baik.

  1. Loyalty (Loyalitas)

Loyalty adalah kesetiaan dan dukungan yang diberikan pada individu lain, baik itu karyawan maupun pemimpin. Liden dan Maslyn (2018) menyatakan bahwa loyalitas adalah bagaimana pemimpin maupun karyawan saling mendukung aksi dan karakter satu sama lainnya dalam segala situasi. Pemimpin akan lebih menyukai untuk memberikan tugas kepada karyawan loyal sebagaimana dikutip dari pernyataan Liden, Graen, Scandura (1986) dalam Liden dan Maslyn (1998, p.46). Loyalitas karyawan maupun pemimpin di sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan LMX yang nantinya berdampak terhadap kinerja perusahaan.

  1. Professional Respect (Respek / Hormat)

Professional respect mengacu pada rasa hormat atau kagum pada pekerjaan yang dilakukan orang lain. Rasa kagum dapat didasarkan berbagai hal seperti keinginan untuk bisa menjadi orang tersebut atau karena pencapaian yang dicapai oleh orang yang dikagumi. Rasa kagum seseorang karyawan dapat disebabkan karena reputasi yang dimiliki oleh pemimpinnya.

Liden dan Maslyn (2018) menyatakan bahwa reputasi dapat terbentuk melalui data sejarah mengenai seorang pribadi seperti pengalaman pribadi, komentar yang didapat melalui perseorangan maupun dari luar organisasi dan penghargaan yang diberikan terhadapnya. Karyawan yang menaruh rasa hormat yang tinggi terhadap performa maupun interaksi dari pemimpin diharapkan dapat menerapkan nilai-nilai baik tersebut dalam kesehariannya bekerja. Seorang karyawan yang mampu menerapkan sesuai dengan yang dilakukan oleh pemimpin dapat mewujudkan transisi yang baik di dalam organisasi

Menurut Graen dan Uhl-Bien (1995) terdapat tiga indikator leader member exchange, yaitu :

  • Respect, Hubungan antar atasan dan bawahan tidak dapat terbentuk tanpa adanya saling menghormati (respect) terhadap kemampuan orang lain.
  • Trust, tanpa adanya rasa percaya yang timbal balik, hubungan antara atasan dengan bawahan akan sulit terbentuk.
  • Obligation, pengaruh kewajiban akan berkembang menjadi suatu hubungan kerja antara atasan dengan bawahan.

Dalam penelitian ini akan menggunakan aspek leader member exchange yang diuraikan oleh Liden dan Maslyn (1998) yaitu meliputi Afeksi, Kontribusi, Loyalitas, Respek / Hormat

Pengertian Leader Member Exchange (skripsi dan tesis)

Pengertian leader member exchange (LMX) sebagaimana pendapat Morrow, (2015) bahwa leader member exchange merupakan peningkatan kualitas hubungan antara supervisi dengan karyawan akan mampu meningkatkan kerja keduanya. Realitasnya, hubungan antara karyawan dan supervisi dapat dikelompokkan pada dua hubungan yaitu hubungan yang baik dan hubungan yang buruk. Hubungan yang baik akan menciptakan kepercayaan karyawan, sikap positif, dan loyalitas, namun hubungan yang buruk berpengaruh sebaliknya.”

Pengertian leader member exchange menurut Organ (2018) bahwa “perilaku karyawan terhadap perusahaan mempunyai peran penting terhadap keberhasilan sebuah organisasi. Perlakuan yang baik terhadap karyawan akan mampu menciptakan perasaan suka rela pada diri karyawan untuk bisa berkorban bagi perusahaan. Selain itu, melalui perlakuan khusus yang positif akan mampu meningkatkan kontribusi karyawan pada perusahaan dimana karyawan bekerja.”

Ivancevich, et al (2006) bahwa leader member exchange (LMX) adalah pendekatan yang mengenali tidak adanya konsisten perilaku atasan kepada seluruh bawahannya. Atasan membina ikatan dan hubungan pribadi terhadap masing – masing bawahannya. Yulk (2018) menjelaskan bagaimana atasan dan bawahan mengembangkan hubungan saling mempengaruhi satu sama lain dan menegoisasikan peran bawahan dalam satu organisasi. LMX tidak hanya melihat perilaku atasannya saja tetapi menekankan pada kualitas hubungan antara atasan dan bawahan.

Robbins dan Judge (2018) membagi bawahan dalam dua kategori in – group members dan out – group members, yaitu :

  1. In – group members

Atasan berpendapat bahwa bawahan yang ada pada kategori ini adalah bawahan yang dapat diandalkan dalam berpartisipasi dan memberikan usaha yang lebih dari yang ditetapkan di gambaran pekerjaan (job description). Atasan akan memperlakukan bawahan dalam kategori ini sebagai bawahan yang memperoleh penilaian kerja yang lebih tinggi, pergantian yang lebih rendah, dan kepuasan kerja yang lebih baik karena hubungan ini memiliki kualitas hubungan yang tinggi.

 

 

  1. Out – group members

Atasan berpendapat bahwa bawahan dalam kategori ini adalah bawahan yang melaksanakan tugas – tugasnya sesuai dengan gambaran pekerjaan formal mereka saja. Atasan akan memperlakukan bawahan dalam kategori ini sebagai bawahan yang memperoleh lebih sedikit waktu, lebih sedikit penghargaan darinya dan mendapatkan sedikit dukungan dari atasan karena hubungan ini memiliki kualitas hubungan

Dari berbagai pendapat para ahli dapat diambil kesimpulan bahwa LMX merupakan hubungan timbal balik yang melibatkan komunikasi antara pemimpin dan karyawan melalui keakraban antar satu dan lainnya, berkontribusi untuk sesama, saling setia dan mempunyai rasa hormat antar individu.yang rendah.

Aspek Dalam Kepemilikan Psikologikal (skripsi dan tesis)

Avey et al. (2009) mengembangkan instrumen kepemilikan psikologikal yang sebelumnya telah didefinisikan oleh Pierce et al. (2003) yaitu efikasi diri (self efficacy), identitas diri (self identity) dan memiliki tempat (having a place/belonging), dan dua tambahan yang diusulkan mereka, yaitu teritorial (territoriality) dan akuntabilitas (accountability).

  1. Efikasi diri (self efficacy) menunjukkan bahwa penting bagi individu untuk mampu mengontrol atau mengendalikan sesuatu. Kemungkinan untuk memiliki kontrol, mampu untuk melakukan sesuatu terkait dengan lingkungan sekitar, dan mampu untuk memengaruhi hasil tindakan yang diinginkan Pierce et al. (2001); Avey et al. (2009)
  2. Identitas diri (self identity) persepsi indvidu tentang kesatuan dengan atau kepemilikan terhadap target (misal, organisasi) menjelaskan bahwa orang menggunakan kepemilikan untuk tujuan menunjukkan dan mengekspresikan identitas diri mereka, termasuk menjadi memahami diri sendiri, mengekspresikan diri kepada orang lain, dan menjaga eksistensi diri
  3. Memiliki tempat (having a place/ belongingness) tingkat sejauh mana individu merasa “at home” dalam organisasi (Porteous, 1976) atau perasaan keterlibatan individu dengan target (misal, organisasil) sehingga individu merasa menjadi bagian tidak terabaikan dan utuh dari target (misal, organisasi tersebut) menunjukkan kebutuhan untuk memiliki sebuah wilayah tertentu, “kebutuhan untuk memiliki sebuah rumah” (untuk dihuni atau didiami)
  4. Akuntabilitas (accountability) menunjukkan kecenderungan individu untuk bertanggung jawab mempertahankan individu dan organisasi yang dapat bertanggung jawab terhadap objek kepemilikannya Avey et al. (2009)
  5. Teritorial (territoriality) ekspresi perilaku individu tentang perasaan kepemilikannya terhadap objek fisik atau sosial menunjukkan bahwa motif kepemilikan psikologikal dapat muncul pada anggota organisasi yang ingin mendapatkan dan berkuasa atas sesuatu baik yang nyata (tangible), seperti tempat dan kepemilikan fisik; sesuatu yang tidak nyata (intangible), seperti ide, peran, dan tanggung jawab; dan atau entitas sosial, seperti orang dan kelompok

Dalam penelitian ini akan pengukuran yang di dasarkan pada aspek sesuai dengan pernyataan Avey et al. (2009) yaitu efikasi diri (self efficacy), identitas diri (self identity) dan memiliki tempat (having a place/belonging), dan dua tambahan yang diusulkan mereka, yaitu teritorial (territoriality) dan akuntabilitas (accountability).

Aspek Dalam Kepuasan Kerja (skripsi dan tesis)

Herzberg (dalam Robbins & Judge, 2018) mengemukakan beberapa aspek kepuasan kerja antara lain:

  1. Prestasi kerja

Keberhasilan karyawan menyelesaikan tugas serta mencapai prestasi yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan karyawan dalam menghasilkan output yang lebih baik bagi perusahaan, berkualitas, dan tepat waktu.

  1. Pengakuan

Besar kecilnya penghormatan atau pengakuan dari atasan yang diberikan kepada karyawan atas kinerjanya. Hal ini berkaitan dengan ada atau tidaknya kemampuan atasan untuk mendengar, memahami, dan mengakui pendapat atas hasil pekerjaan karyawan.

  1. Pekerjaan itu sendiri

Besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karyawan, minat terhadap pekerjaan, perhatian terhadap keselamatan kerja, variasi di dalam pekerjaan, pengaturan waktu kerja, dan rasa memiliki terhadap organisasi.

  1. Tanggung jawab

Besar kecilnya beban dan tanggung jawab yang diemban atau dimiliki karyawan terhadap tugasnya. Karyawan yang diberikan tanggungjawab yang sesuai dengan kemampuannya membuat karyawan merasa dipercaya.

  1. Promosi

Kesempatan untuk maju atau memperoleh peningkatan jabatan dalam karir selama bekerja. Adanya kesempatan yang sama yang diliki oleh seluruh karyawan untuk dapat memperoleh peningkatan jabatan.

  1. Pengembangan potensi individu

Ada atau tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengembangan diri atau peningkatan kemampuan karyawan selama bekerja. Berkaitan dengan ada atau tidaknya pelatihan maupun kegiatan yang diberikan oleh pihak perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan maupun pengalaman karyawan.

Jewell dan Siegall (dalam Prestawan, 2010) beberapa aspek dalam mengukur kepuasan kerja adalah:

  1. Aspek psikologis yaitu kepuasan kerja yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan meliputi minat terhadap pekerjaan, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan.
  2. Aspek fisik yaitu berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, pengaturan waktu istirahat, keadaan ruangan, suhu udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur.
  3. Aspek sosial yaitu berhubungan dengan interaksi sosial, baik antar sesama karyawan dengan atasan maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya serta hubungan dengan anggota keluarga.
  4. Aspek finansial yaitu berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besar gaji, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas dan promosi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan aspek kepuasan kerja yang mengacu pada teori Herzberg (dalam Robbins & Judge, 2018) yaitu prestasi kerja, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, promosi, dan pengembangan potensi individu sebagai acuan untuk membuat alat ukur tentang kepuasan kerja karyawan karena aspek ini dipercaya sebagai sumber kepuasan kerja secara keseluruhan.

Pengertian Kepuasan Kerja (skripsi dan tesis)

Robbins & Judge (2011) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif pada suatu pekerjaan, yang merupakan dampak/hasil evaluasi dari berbagai aspek pekerjaan tersebut. Hal yang senada diungkapkan oleh Koesmono (2015), bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya (Ruvendi, 2015).

Secara sederhana, kepuasan kerja diartikan sebagai persaan seseorang terhadap pekerjaan (As’ad, 2018). Sifat dari kepuasan kerja itu sendiri sangat individual, yang berarti pandangan tentang perasaan puas antara seorang individu dengan individu lain akan sangat berbeda. Hal ini dikarenakan setiap individu adalah makhluk unik yang berbeda satu dengan lainnya sehinga sistem nilai yang dianut untuk mengukur kepuasan kerja yang dimiliki setiap individu akan berbeda pula. Pada umumnya, cara untuk mengukur kepuasan kerja adalah dengan melihat seberapa banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan seseorang. Semakin banyak aspek yang telah terpenui maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja yang dimiliki orang tersebut.

Richard et al., (2012) menegaskan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan perasaan atau sikap seseorang mengenai pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi atau pendidikan, pengawasan, rekan kerja, beban kerja dan lain-lain. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan sikap tersebut adalah segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan seperti pengawasan supervise, gaji, kondisi kerja, pengalaman  terhadap kecakapan, penilaian kerja yang adil dan tidak merugikan, hubungan sosial di dalam pekerjaan yang baik, penyelesaian yang cepat terhadap keluhan dan perlakuan yang baik dari pimpinan terhadap pegawai.

Menurut Mathis dan Jackson (2016) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Wagner dan Hollenbeck (2009) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan senang atau pernyataan emosi yang positif dari hasil pemenuhan suatu pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan. Sedangkan menurut Wilsom (2012) menyatakan bahwa dengan kepuasan kerja seorang pegawai dapat merasakan pekerjaannya apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dikerjakan

Dari penjelasan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaannya. Karyawan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya, sedangkan karyawan yang tidak puas terhadap pekerjaannya cenderung menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya.

 

Masyarakat Petani Miskin (skripsi dan tesis)

Secara umum, petani didefinisikan sebagai orang yang bekerja di sektor pertanian dan sebagian besar penghasilannya berasal dari sektor pertanian. Dalam batasan statistik orang yang bekerja disektor pertanian minimal satu jam seminggu, dapat disebut sebagai petani. Selain itu orang yang tinggal di pedesaan dan secara psikologis menjadi petani, sering pula disebut sebagai petani (Husainassadi,2008).

Petani pedesaan di Jawa menurut lapisan sosial termasuk golongan wong cilik diantara mereka sendiri juga terbagi-bagi secara berlapis. Lapisan tertinggi dalam desa adalah wong baku. Lapisan ini terdiri dari keturunan orang-orang yang dulu pertama-tama datang dan menetap di desa. Mereka ini memiliki sawah, rumah dengan tanah perkarangannya. Lapisan kedua dalam rangka sistem pelapisan sosial di pedesaan adalah kuli gandok atau lindung. Mereka adalah laki-laki yang sudah menikah akan tetapi tidak mempunyai tempat tinggal sendiri, sehingga terpaksa menetap dirumah mertuanya. Namun begitu, tidaklah berarti mereka ini tidak mempunyai tanah-tanah pertanian. Biasanya mereka mendapatkan tanah pertanian yang diperoleh dari warisan atau pembelian (Masri dan Penny, 1980).

Lapisan ketiga ialah lapisan joko dan sinoman atau bujangan. Mereka semuanya belum menikah dan masih tinggal bersama-sama dengan orang tuanya sendiri atau ngenger di rumah orang lain. Golongan bujangan ini bisa mendapatkan atau memiliki tanah-tanah pertanian, rumah, dan perkarangnnya dari pembagian warisan atau pembelian. Sistem pengolongan-penggolongan di atas tersebut selanjutnya menimbulkan hak dan kewajiban yang berbeda-beda dari keluarga-keluarga atau anggota-anggota tiap-tiap ketiga lapisan itu (Masri dan Penny, 1980).

Pada masa sekarang, petani miskin merupakan dikaitkan dengan kepemilikan lahan, akses terhadap teknologi pengelolaan pertanian dan pengetahuan. Menurut Soekartawi (1988), petani miskin dicirikan karakteristik sebagai berikut:

  1. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari 240 kg per tahun atau 20 Kg per bulan
  2. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha di lahan sawah di Jawa atau 0,5 Ha di luar Jawa. Bila petani tersebut juga mempunyai lahan tegal maka luasnya 0,5 Ha di Jawa atau 100 Ha di luar Jawa
  3. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas
  4. Petani yang memiliki pengetahuan yang terbatas.

Faktor Penyebab Kemiskinan (skripsi dan tesis)

Menurut Hadiwigeno dan Pakpahan (Prisma 1993), kemiskinan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber daya alam, teknologi dan unsur pendukungnya, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta kelembagaan. Selanjutnya, menurut Sayogyo dalam Singarimbun (1978), bahwa ada dua penyebab utama kemiskinan pedesaan di Indonesia yaitu adanya kegagalan pasar dan politik. Kegagalan pasar timbul karena: (l) daya beli penduduk pedesaan sangat rendah, upah dan pendapatan sangat kecil sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar; (2) terbatasnya kesempatan dan peluang berusaha di pedesaan; (3) keadaan prasarana yang tidak memadai untuk pengembangan produksi; (4) pola penguasaan tanah sebagai alat produksi vital keadaannya timpang; (5) hambatan dalam pemasaran. Sedangkan kegagalan politik akibat struktur dan institusi ekonomi politik yang ada pada tingkat supra lokal (desa) mengalami distorsi dalam mempresentasikan kepentingan masyarakat desa (Khomsan et al, 2015

Dalam pernyataan (Cox, 2004) disebutkan bahwa Penyebab kemiskinan bersifat kompleks dan terbagi dalam beberapa dimensi peneyebab kemiskinan   yaitu :

  1. Kemiskinan yang diakibatkan oleh globalisasi.

Globalisasi melahirkan negara pemenang dan negara kalah. Pemenang umumnya adalah Negara-negara maju, sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi. Karena negara-negara berkembang terpinggirkan maka jumlah kemiskinan di negara-negara berkembang jauh lebih besar dibandingkan negara-negara maju.

 

  1. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan.

Pola pembangunan yang diterapkan telah melahirkan beberapa bentuk kemiskinan, seperti kemiskinan perdesaan, adalah kondisi wilayah desa yang mengalami kemiskinan akibat proses pembangunan yang meminggirkan wilayah perdesaan; kemiskinan perkotaan, yaitu kondisi kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan ekonomi, dimana tidak semua kelompok memperoleh keuntungan

  1. Kemiskinan sosial,

dimensi ketiga ini melihat pada kondisi sosial masyarakat yang tidak menguntungkan beberapa kelompok dalam masyarakat. Misalnya kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas merupakan kemiskinan yang diakibatkan kondisi sosial yang tidak menguntungkan kelompok tersebut. Kondisi sosial yang dimaksud misalnya bias gender, diskriminasi, atau eksploitasi ekonomi

  1. Kemiskinan konsekuensial.

Dimensi keempat ini menekankan faktor-faktor eksternal yang menyebabkan kemiskinan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk. Faktor-faktor tersebut lah yang menyebabkan munculnya kemiskinan dalam masyarakat.

Jenis Kemiskinan (skripsi dan tesis)

  1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan Mutlak (absolut), adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan perangkat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses pada pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan adalah masalah global,sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang sudah mapan. Kemiskinan dipahami dalam bermacam-macam cara. Pemahaman utamanya mencakup: Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan  kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Gambaran mengenai kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, sebab hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

Kemiskinan absolut terjadi apabila tingkat pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimun, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas agar bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan jenis ini mengacu pada satu standar yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara.

Kesulitan konsep kemiskinan absolut adalah menentukan komposisi tingkat kebutuhan minimum karena dua hal tersebut tidak hanya di suatu negara adat kebiasaan saja tetapi juga oleh iklim tingakat kemajuan suatu negara dan berbagai faktor ekonomi lainya. Kebutuhan dasar dapat di bagi menjadi 2 golongan kebutuhan dasar yang diperlukan sekali untuk mempertahankan hidupnya dan kebutuhan lain yang lebih tinggi. United Nation Research Institute for Social Development menggolongkan kebutuhan dasar manusia atas 3 kelompok yaitu pertama kebutuhan fisik primer yang terdiri dari kebutuhan gizi, perumahan dan kesehatan; kedua kebutuhan cultural yang terdiri dari pendidikan, waktu luang dan rekreasi serta ketenangan hidup dan ketiga kelebihan pendapatan untuk mencapai kebutuhan lain yang lebih tinggi (Khomsan, et al, 2015).

  1. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan. Kemiskinan struktural muncul karena ketidakmampuan sistem dan  struktur sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Struktur sosial tersebut tidak mampu menghubungkan masyarakat dengan sumber-sumber yang tersedia, baik yang disediakan oleh alam, pemerintah maupun masyarakat yang ada disekitarnya. Mereka yang tergolong dalam kelompok ini adalah buruh tani, pemulung, penggali pasir dan mereka yang tidak terpelajar dan tidak terlatih. Pihak yang berperan besar dari terciptanya kemiskinan struktural adalah pemerintah. Sebab, pemerintah yang memiliki kekuasaan dan kebijakan cenderung membiarkan masyarakat dalam kondisi miskin, tidak mengeluarkan kebijakan yang pro masyarakat miskin. Kalau pun ada lebih berorientasi pada proyek, bukan pada pembangunan kesejahteraan, sehingga tidak ada masyarakat miskin yang „naik kelas‟. Artinya jika pada awalanya sebagai buruh, nelayan, pemulung, maka selamanya menjadi buruh nelayan dan pemulung.Kemiskinan ini timbul, karena ada hubungan sosial ekonomi yang membuat kelompok orang tereksklusif dari posisi ekonomi yang lebih baik. Penyebab tereksklusif adalah ketergantungan ekonomi pada negara industry maju, struktur perekonomian nasional jatuh pada segelintir orang (kolusi penguasa dan pengusaha) serta politik dan hubungan sosial yang tidak demokratis (Khomsan et al, 2015).

  1. Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya. Sikap budaya itu, seperti seseorang atau masyarakat yang merasa berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok ini tidak mudah diajak untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan cenderung tidak mau berusaha rnemperbaiki tingkat kehidupannya. Dengan ukuran absolut mereka miskin, tetapi mereka tidak merasa miskin dan tidak mau dikatakan miskin.

Sedangkan, kebudayaan kemiskinan, merupakan kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang  dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dan sebagainya. Ciri dari kebudayaan kemiskinan ini adalah masyarakat enggan mengintegrasikan dirinya dalam lembaga-lembaga utama, sikap apatis, curiga, terdiskriminasi oleh masyarakat luas.Dalam komunitas lokal ditemui ada rumah yang bobrok, penuh sesak dan bergerombol. Di tingkat keluarga, masa kanak-kanak cenderung singkat, cepat dewasa, cepat menikah.Pada individu mereka ada perasaan tidak berharga, tidak berdaya dan rendah diri akut. Pandangan lain tentang budaya miskin merupakan efek domino dari belenggu kemiskinan struktural yang menghinggap masyarakat terlalu lama. Keadaan seperti itu membuat masyarakat apatis, pasrah, berpandangan jika sesuatu yang terjadi adalah takdir. (Khomsan et al, 2015).

  1. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif adalah kondisi dimana pendapatannya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya. Pengukuran kemiskinan relatif didasarkan pada perbandingan pendapatan antara kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah terhadap kelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi. Artinya, sebenarnya kelompok tersebut tidak miskin secara absolut, tetapi lebih miskin dibandingkan kelompok masyarakat lain yang kaya atau makmur. Kemiskinan ini dikatakan relatif karena berkaitan dengan distribusi pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015).

Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya. Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.

Menurut Harniati (2010) bahwa kemiskinan memiliki dimensi yang sangat komplek. Oleh karenanya muncul jenis kemiskinan diantaranya adalah:

  1. Kemiskinan alamiah, merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh kualitas sumber daya alam dan sumber daya manusia yang rendah. Kondisi alam dan sumber daya yang rendah membuat peluang produksi juga rendah. Khusus untuk sektor pertanian, kemiskinan yang terjadi lebih diakibatkan kualitas lahan dan iklim yang tidak mendukung aktivitas pertanian. Dari seluruh wilayah di Indonesia, lahan subur justru banyak dijumpai di pulau Jawa. Sedangkan di luar Jawa, sumber daya alam yang subur jumlahnya terbatas, hal ini membuat petani hanya dapat menanami lahan sewaktu ada hujan, keadaan ini menyebabkan hasil produksi hanya dapat diperoleh sekali dalam satu tahun.
  2. Kemiskinan kultural, kemiskinan yang terkait erat dengan sikap seseorang atau kelompok dalam masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya, sekalipun ada usaha untuk memperbaiki dari pihak lain yang membantunya. Kemiskinan ini dapat pula disebabkan karena Sebagian sistem dalam tradisi masyarakat berkontribusi dalam menyebabkan terjadinya kemiskinan masyarakat. Sebagai contoh adalah sistem waris yang mengakibatkan pembagian lahan, sehingga kepemilikan lahan per keluarga semakin lama menjadi semakin sempit.
  1. Kemiskinan Struktural, kemiskinan yang secara langsung maupun tidak disebabkan oleh tatanan kelembagaan atau struktur sosial dalam masyarakat. Tatanan kelembagaan atau struktur sosial disini dapat diartikan sebagai tatanan organisasi maupun aturan permainan yang diterapkan. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah seringkali menyebabkan Sebagian kelompok dalam masyarakat mengalami kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi lebih disebabkan keterbatasan bahkan tidak dimilikinya akses kelompok miskin kepada sumber daya-sumber daya pembangunan yang ada. (Indra, 2007). Kemiskinan yang disebabkan oleh struktur sosial yang berlaku ini telah menyebabkan terkurungnya kelompok masyarakat tertentu dalam suasana kemiskinan, yang bahkan telah berlangsung secara turun-temurun. Kemiskinan struktural hanya dapat diatasi jika terjadi suatu proses perubahan struktur dalam masyarakat secara mendasar.

Ketiga dimensi menggambarkan bahwa penyebab kemiskinan tidak lah tunggal, bisa berasal dari kondisi alam yang tidak memberikan keuntungan secara ekonomi, seperti yang diperlihatkan kemiskinan alamiah. Namun bisa juga kemiskinan disebabkan karena faktor manusianya, seperti yang digambarkan pada kemiskinan secara kultural, bahkan bisa juga karena kondisi yang dibentuk oleh manusia melalui struktur dan institusi dalam masyarakat, seperti diperlihatkan dimensi kemiskinan struktural. Kemiskinan yang dialami oleh petani diperdesaan selain karena rendahnya kualitas sumber daya manusia juga karena struktur dan kebijakan sektor pertanian yang kurang mengembangkan sektor pertanian. kemiskinan struktural di wilayah perdesaan umumnya dialami oleh para petani yang tidak memiliki lahan atau buruh tani dan buruh penggarap dimana hasil pertaniannya tidak mencukupi untuk memberi makan dirinya dan keluarganya. (Soedjatmoko, 1980 )

Strategi Bertahan Hidup (skripsi dan tesis)

Dalam kehidupannya, manusia tidak terlepas dari berbagai masalah. Untuk menghadapi berbagai masalah tersebut maka manusia mengembangkan strategi untuk memertahankan hidup. Dalam pengertian yang di sampaikan oleh Widiyanto (2009) bahwa secara umum strategi bertahan hidup (survival strategy) didefinisikan sebagai tindakan ekonomi yang disengaja oleh rumah tangga dengan motivasi yang tinggi untuk memuaskan sebagian besar kebutuhan dasar manusia, paling tidak pada level minimum, sesuai dengan norma sosial dan budaya masyarakat”.

Resmi Setia (2005) mengemukakan bahwa strategi bertahan hidup adalah sebagai rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh individu dan rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi. Melalui strategi ini seseorang bisa berusaha untuk menambah penghasilan lewat pemanfaatan sumber-sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat pengurangan kuantitas dan kualitas barang atau jasa. Cara-cara individu menyusun strategi dipengaruhi oleh posisi individu atau kelompok dalam struktur masyarakat, sistem kepercayaan dan jaringan sosial yang dipilih, termasuk keahlian dalam mobilitas sumber daya yang ada, tingkat keterampilan, kepemilikan asset, jenis pekerjaan, status gender, dan motovasi pribadi. Nampak bahwa jaringan sosial dan kemampuan mobilitas sumber daya yang ada termasuk didalamnya mendapatkan kepercayaan dari orang lain membantu individu dalam menyusun strategi bertahan hidup.

Berbagai penelitian (Fadilah, 2019; Anwar, 2015 dan Murtiah, 2019) menyampaikan mengenai bagaimana masyarakat miskin mengembangkan strategi bertahan hidup dalam mengatasi permasalahan ekonomi, diantaranya:

  1. Strategi Aktif

Strategi aktif merupakan strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara memanfaatkan segala potensi yang dimiliki. Menurut Suharto (2009:31) strategi aktif merupakan strategi yang dilakukan keluarga miskin dengan cara mengoptimalkan segala potensi keluarga (misalnya melakukan aktivitasnya sendiri, memperpanjang jam kerja dan melakukan apapun demi menambah penghasilannya). Strategi aktif yang biasanya dilakukan petani kecil adalah dengan diversifikasi penghasilan atau mencari penghasilan tambahan dengan cara melakukan pekerjaan sampingan. Menurut Stamboel (2012:209) diversifikasi penghasilan yang dilakukan petani miskin merupakan usaha agar petani dapat keluar dari kemiskinan, diversifikasi yang bisa dilakukan antara lain berdagang, usaha bengkel maupun industri rumah tangga lainnya. Sedangkan menurut Andrianti (dalam Kusnadi, 2000:192) salah satu strategi yang digunakan oleh rumah tangga untuk mengatasi kesulitan ekonomi adalah dengan mendorong para isteri untuk ikut mencari nafkah. Bagi masyarakat yang tegolong miskin mencari nafkah bukan hanya menjadi tanggungjawab suami semata tetapi menjadi tanggungjawab semua anggota keluarga sehingga pada keluarga yang tergolong miskin isteri juga ikut bekerja demi membantu menambah penghasilan dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud strategi aktif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan seseorang atau 15 keluarga dengan cara memaksimalkan segala sumber daya dan potensi yang dimiliki keluarga mereka.

  1. Strategi Pasif

Strategi pasif merupakan strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara meminimalisir pengeluaran keluarga sebagaimana pendapat Suharto (2009:31) yang menyatakan bahwa strategi pasif adalah strategi bertahan hidup dengan cara mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya biaya untuk sandang, pangan, pendidikan, dan sebagainya). Strategi pasif yang biasanya dilakukan oleh petani kecil adalah dengan membiaskan hidup hemat. Menurut Kusnadi (2000:8) strategi pasif adalah strategi dimana individu berusaha meminimalisir pengeluaran uang, strategi ini merupakan salah satu cara masyarakat miskin untuk bertahan hidup. Pekerjaan sebagai petani kecil yang umumnya dilakukan oleh masyarakat desa membuat pendapatan mereka relatif kecil dan tidak menentu sehingga petani kecil di pedesaan lebih memprioritaskan kebutuhan pokok seperti kebutuhan pangan dari pada kebutuhan lainnya. Pola hidup hemat dilakukan petani kecil agar penghasilan yang mereka terima bisa untuk mencukupi kebutuhan pokok keluarga mereka. Petani kecil biasanya menerapkan hidup hemat dengan cara berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka. Sikap hemat terlihat pada kebiasaan keluarga petani kecil yang membiasakan untuk makan dengan lauk seadanya dan hanya membeli daging ketika hari besar seperti hari raya idul fitri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud strategi pasif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara selektif, tidak boros dalam mengatur pengeluaran keluarga.

  1.  Strategi Jaringan

Strategi jaringan adalah strategi yang dilakukan dengan cara memanfaatkan jaringan sosial. Menurut Suharto (2009:31) strategi jaringan merupakan strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara menjalin relasi, baik formal maupun dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan (misalnya meminjam uang kepada tetangga, mengutang di warung atau toko, memanfaatkan program kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank dan sebagainya). Menurut Kusnadi (2000:146) strategi jaringan terjadi akibat adanya interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat, jaringan sosial dapat membantu keluarga miskin ketika membutuhkan uang secara mendesak. Secara umum strategi jaringan sering dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang tergolong miskin adalah dengan meminta bantuan pada kerabat atau tetangga dengan cara meminjam uang. Budaya meminjam atau hutang merupakan hal yang wajar bagi masyarakat desa karena budaya gotong royong dan kekeluargaan masih sangat kental dikalangan masyarakat desa. Strategi jaringan yang biasanya dilakukan petani kecil adalah memanfaatkan jaringan sosial yang dimiliki dengan cara meminjam uang pada kerabat, bank dan memanfaatkan bantuan sosial lainnya. Bantuan sosial yang diterima petani kecil merupakan modal sosial yang sangat berperan sebagai penyelamat ketika keluarga petani kecil yang tergolong miskin membutuhkan bantuan sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Stamboel (2012:244) yang mengatakan bahwa modal sosial berfungsi sebagai jaring pengaman sosial bagi keluarga miskin. Bantuan dalam skala keluarga besar, komunitas atau dalam relasi pertemanan telah banyak menyelamatkan keluarga miskin. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud strategi jaringan adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara meminta bantuan kepada kerabat, tetangga dan relasi lainnya baik secara formal maupun informal ketika dalam kesulitan, seperti meminjam uang ketika memerlukan uang secara mendadak.

Teori Tindakan (skripsi dan tesis)

Menurut Damsar “upaya mencapai pemenuhan kebutuhan manusia, seseorang melakukan aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi secara sosial didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang dipengaruhi oleh interaksi sosial atau sebaliknya mereka yang mempengaruhinya”.  Weber melihat pokok pembahasan sosiologi pada apa yang disebut sebagai tindakan sosial (social action). Menurutnya sosiologi adalah “Ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Tidak semua tindakan manusia dalam pandangan weber dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat dikatakan sebagai tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain menurutnya tindakan sosial ialah perbuatan manusia yang dilakukan untuk mempengaruhi individu lain didalam masyarakat.

Proses interaksi dalam kehidupan sosial baik secara vertical maupun horizontal tentu diwarnai dengan berbagai macam tindakan. Tindakan ini menunjukkan bahwa manusia selalu aktif dalam menjalani kehidupannya. Mereka bekerja, belajar dan berhubungan dengan manusia lainnya senantiasa didasarkan pada motif tertentu. Dari setiap perbuatan atau tindakan manusia yang dilakukan didasarkan pada maksud dan tujuan tertentu. Mengenai tindakan sosial, Weber dalam Upe secara khusus mengklasifikasi tindakan sosial yang memiliki arti-arti subjektif ke dalam empat tipe. Semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah dipahami. Berikut tipe-tipe tindakan sosial Max Weber dalam Erfan (2021):

  1. Rasional Instrumental (zwerkrational) yaitu suatu tindakan yang ditentukan oleh harapan-harapan yang memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan manusia yang bertujuan untuk mencapai hal tersebut telah dirasionalisasikan sedemikian rupa untuk dapat dikejar atau diraih oleh manusia.
  2. Rasional Nilai (werkrational) Yaitu suatu tindakan yang didasari oleh kesadaran keyakinan mengenai nilainilai yang penting seperti etika, estetika, agama, dan nilai-nilai lainnya yang memengaruhi tingkah laku manusia dalam kehidupannya.
  3. Tindakan yang dipengaruhi emosi (affectual action) Yaitu suatu tindakan yang ditentukan oleh kondisi kejiwaan dan perasaan aktor yang melakukannya. Tindakan ini dilakukan seseorang berdasarkan perasaan yang dimiliki, biasanya timbul secara spontan begitu mengalami suatu kejadian.
  4. Tindakan karena kebiasaan (traditional action) Yaitu suatu tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan yang telah mendarah daging. Tindakan ini lazimnya dilakukan atas dasar tradisi secara turun temurun.

Pengertian Relasi Gender (skripsi dan tesis)

Memahami konsep gender tentu perlu dibedakan antara pengertian gender dengan pengertian seks atau jenis kelamin. Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu (Mansour Fakih, 2010: 8). Artinya secara biologis alat-alat yang melekat pada perempuan seperti alat reproduksi, rahim, vagina, alat menyusui dan laki-laki seperti penis, kala menjing, dan alat untuk memproduksi sperma tidak dapat dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan alat ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat.

Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis merupakan pemberian, kita dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. Jalan yang menjadikan kita maskulin atau feminim adalah gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interprestasi biologis oleh kultur kita. Gender mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga, dan sebagainya (Mosse, 2007: 2)

Gender dapat didefinisikan sebagai pembedaan peran, atribut, sikap tindak atau perilaku, yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat atau yang dianggap masyarakat pantas untuk laki-laki dan perempuan (Helen Tierney (ed.), 1993: 153). Sebagai contoh, di dalam sebuah masyarakat peran laki-laki digambarkan sebagai kepala keluarga, peran perempuan sebagai ibu rumah tangga. Sifat perempuan biasanya digambarkan sebagai feminine, seperti misalnya lemah-lembut, emosional, penurut, dst. Sifat laki-laki digambarkan maskulin, seperti misalnya kuat, tegas, rasional, dst. Padahal dalam kenyataan tidak selalu demikian halnya, karena ada perempuan yang perkasa, rasional, tegas; demikian halnya ada laki-laki yang gemulai, emosional, penurut. Itulah yang disebut pelabelan menurut jenis kelamin (stereotip gender). Peran, tanggung-jawab, relasi sosial antara perempuan dan lakilaki serta semua harapan dipelajari dan disosialisasi sejak dini. Karena didapat dari cara belajar, dari budaya atau tradisi yang dianut secara turun temurun (culturally learned behavior), perilaku itu disahkan oleh masyarakat sebagai budaya setempat (culturally assigned behavior) (Nasaruddin Umar, 2001: 33-35)

Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yaitu:

  • Gender dan Marginalisasi Perempuan

Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak dalam rumah tangga dengan bentuk diskriminasi atas anggota keluarga lakilaki dan perempuan. Salah satu contoh marginalisasi perempuan dalam permainan tradisional pasar-pasaran adalah anak perempuan lebih diarahkan pada pemilihan peran masak-masakan sedangkan anak laki-laki diarahkan pada pemilihan peran menjadi pembeli atau kepala rumah tangga.

 

 

  • Gender dan Subordinasi

Sebagian masyarakat beranggapan bahwa tugas-tugas kerumahtanggaan dan pengasuhan anak adalah tugas wanita, walaupun wanita tersebut bekerja. Ada hal batasan yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh pria dan wanita dalam menjalankan tugastugas rumah tangga (Irwan Abdullah, 2006: 245). Termasuk dalam permainan tradisional pasar-pasaran, anak laki-laki dianggap tidak  pantas untuk memerankan masak-masakan sebab memasak merupakan pekerjaan perempuan.

  • Gender dan Stereotipe

Salah satu jenis stereotipe bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin yang bersumber dari penandaan (streotipe) yang dilekatkan pada mereka. Laki-laki dipersiapkan untuk menjadi tiang keluarga, sedangkan perempuan hanya sebagai pengurus rumah tangga, kalaupun mereka bekerja, hasilnya dianggap tambahan, oleh sebab itu, pendidikan perempuan dinomorduakan (Irwan Abdullah, 2006: 246). Seperti halnya dalam permainan anak, anak perempuan lebih diarahkan pada permainan yang mengarah pada bidang domestik seperti pasar-pasaran, sedangkan anak laki-laki lebih sering diarahkan pada permainan yang mengandung IPTEK.

  • Gender dan Kekerasan

Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan yang terjadi pada perempuan umumnya merupakan kekerasan akibat adanya keyakinan gender. Kekerasan yang berbasis gender, pada dasarnya adalah refleksi dari sistem patriarkhi yang berkembang di masyarakat (Trisakti Handayani, 2001: 17-18). Salah satu contoh bentuk kekerasan gender dalam permainan tradisional pasar-pasaran adalah ejekan atau olok-olok berupa kata banci yang diterima oleh anak laki-laki jika berperan masak-masakan.

  • Gender dan Beban Kerja

Adanya anggapan bahwa perempuan bersifat memelihara, rajin dan tidak akan menjadi kepala rumah tangga, berakibat semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab perempuan. Perempuan menerima beban ganda, selain harus bekerja di sektor domestik, mereka masih harus bekerja membantu suami dalam mencari nafkah (Tri Sakti Handayani, 2001: 18). Oleh sebab itu, pekerjaan memasak sudah mulai dikenalkan kepada anak perempuan sejak kecil salah satunya melalui permainan tradisional pasar-pasaran

Teori Struktural Fungsional (skripsi dan tesis)

Teori atau pendekatan struktural-fungsional merupakan teori sosiologi yang diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas beberapa bagian yang saling memengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur- unsur tersebut dalam masyarakat. Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan menentukan keragaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Poloma, 2018).

Perbedaan fungsi ini bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi, bukan untuk kepentingan individu. Struktur dan fungsi dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat (Megawangi, 2018: 56). Menurut para penganutnya, teori struktural-fungsional tetap relevan diterapkan dalam masyarakat modern. Talcott Parsons dan Bales menilai bahwa pembagian peran secara seksual adalah suatu yang wajar (Nasaruddin, 2019: 53).

Dengan pembagian kerja yang seimbang, hubungan suami-isteri bisa berjalan dengan baik. Jika terjadi penyimpangan atau tumpang tindih antar fungsi, maka sistem keutuhan keluarga akan mengalami ketidakseimbangan. Keseimbangan akan terwujud bila tradisi peran gender senantiasa mengacu kepada posisi semula. Struktur sosial terdiri dari berbagai komponen dari masyarakat, seperti kelompok-kelompok, keluarga-keluarga, masyarakat setempat/lokal dan sebagainya. Kunci untuk memahami konsep struktur adalah konsep status (posisi yang ditentukan secara sosial, yang diperoleh baik karena kelahiran (ascribed status maupun karena usaha (achieved status) seseorang dalam masyarakat). Setiap status memiliki aspek dinamis yang disebut dengan peran (role) tertentu, misalnya seorang yang berstatus ayah memiliki peran yang berbeda dengan seseorang yang berstatus anak Kedudukan seseorang dalam keluarga akan menentukan fungsinya, yang masing-masing berbeda. Namun perbedaan fungsi ini tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan, tetapi untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kesatuan (Karlinawati dan Eko 2010; 3 dan 7).

Tentunya, struktur dan fungsi ini tidak akan pemah lepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat itu (Megawangi, 2001) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Parsons dengan Bales, mereka membuat kesimpulan bahwa institusi keluarga serta kelompok-kelompok kecil lainnya, dibedakan (didiferensiasikan) oleh kekuasaan atau dimensi hierarkis. Umur dan jenis kelamin biasanya dijadikan dasar alami dari proses diferensiasi ini. Parsons menekankan pula pentingnya diferensiasi peran dalam kesatuan peran instrumental-ekspresif. Dalam keluarga harus ada alokasi kewajiban tugas yang harus dilakukan agar keluarga sebagai sistem dapat tetap ada

Teori Peran (skripsi dan tesis)

Teori peran (role theory) merupakan penekanan sifat individual sebagai pelaku sosial yang mempelajari perilaku yang sesuai dengan posisi yang ditempati di masyarakat. Peran (adalah konsep sentral dari teori peran. Dengan demikian kajian mengenai teori peran tidak lepas dari definisi peran dan berbagai istilah perilaku di dalamnya. Teori peran adalah teori yang merupakan perpaduan antara teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari sosiologi dan antropologi. Dalam ketiga ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor harus bermain sebagai tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berprilaku secara tertentu. Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian dianologikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dalam teater, posisi orang dalam masyarakat sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan adanya orang-orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandang inilah disusun teori-teori peran.

Dalam teorinya Biddle & Thomas (dalam Sarlito, 2015; 34) membagi peristilahan dalam teori peran dalam 4 golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut: 1) Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial. 2) Perilaku yang muncul dalam interaksi. 3) Kedudukan orang-orang dan perilaku. 4) Kaitan antara orang dan perilaku.

Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya tidak ada peranan tanpa kedudukan (Soerjono, 2012;423). Dalam pernyataan lain disebutkan bahwa peran adalah pola perilaku normatif yang diharapkan pada status tertentu. Dengan kata lain, sebuah status memiliki peran yang harus dijalani sesuai aturan (norm) yang berlaku (Nurdin, 2016;17).

Gross, Mason dan McEachern dalam David Berry (2013; 99) mendefinisikan peranan sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal berikut ini: 1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. 2) Peranan merupakan suatu konsep perihal yang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku. Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social position) merupakan unsur statis yang menunjukan pada fungsi,

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori peran menekankan sifat individu sebagai pelaku sosial. Teori ini adalah teori perilaku sesuai dengan posisi yang ditempatinya di lingkungan kerja dan masyarakat (Gratia & Septiani, 2014). Ketika individu menduduki sebuah posisi dalam lingkungan kerjanya, individu tersebut dituntut dapat berinteraksi dengan hal lain atau individu lain sebagai bagian dari pekerjaannya. Seperangkat aktivitas dalam lingkungan pekerjaan mengandung beberapa peran dari individu yang menduduki suatu posisi. Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas yang terdapat saling ketergantungan antar bagian organisasi. Kinerja dari satu individu akan bergantung dari aktivitas individu lain. Adanya hubungan saling kebergantungan ini, terutama berkaitan dengan perilaku individu, terbentuklah ekspektasi peran untuk perilaku yang sesuai (Hambali et al., 2016). Individu dapat mengalami konflik dalam dirinya sendiri ketika dihadapkan pada 3 dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan. Individu yang berhadapan dengan tingkat konflik peran dan ambiguitas peran yang tinggi akan mengalami kecemasan; menjadi lebih tidak puas; melakukan pekerjaan dengan kurang efektif dibanding individu lain (Katz, D & Kahn, 1980)

Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Pasar Tradisional (skripsi dan tesis)

Mempertahankan eksistensi pasar ialah langkah-langkah atau strategi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam suatu masyarakat dengan suatu kondisi yang berkesinambungan serta dibatasi oleh waktu dan tempat yang relatif bagi individu atau kelompok tersebut, objek dan tujuan tertentu untuk mempertahankan keberadaannya. Secara sosiologis, konsep strategi bertahan ini dapat diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan diri dengan keberadaan yang ada disertai dengan usaha-usaha untuk menuju kemajuan secara berkesinambungan.

Dengan kata lain, strategi bertahan yang identik dengan bertahan hidup ini merupakan serangkaian tindakan yang dipilih secara sadar oleh individu dan rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi . Dengan demikian, peneliti menyimpulkan, mempertahankan eksistensi pasar adalah cara menentukan strategi agar pasar tetap ada meskipun menghadapi berbagai rintangan yang mengancam keberlangsungan hidup pasar, seperti mempertahankan eksistensi pasar rakyat dalam menghadapi persaingan.

Indikator kelangsungan eksistensi pasar tradisional ditunjukkan dari keminatan atau kelebihsukaan (preference) konsumen dalam berbelanja. Preferensi konsumen tersebut dipengaruhi oleh persepsi seseorang mengenai suatu hal. Selain itu faktor seperti situasi, kebutuhan, keinginan, dan juga kesediaan seseorang terhadap preferensi disebabkan oleh adanya latar belakang serta tujuan seseorang dalam melakukan atau memutuskan seseuatu.(Adinugroho,2009:51). Lebih lanjut Adinugroho (2009) mengemukakan variabel eksistensi pasar tradisional terdiri dari beberapa kajian yang dispesifikkan lagi menjadi beberapa variabel, yang pertama dilihat dari karakteristik pasar tradisional dimana karakteristik pasar tradisional dilihat lagi dari beberapa kajian, yaitu sarana prasarana pasar, karakteristik konsumen (segmen pasar), komoditas dan aktivitas pasar. Variabel dari sarana prasarana pasar terdiri dari kondisi fisik pasar dan kelengkapan dan kualitas prasarana penunjang pasar. Variabel dari karakteristik konsumen (segmen pasar) terdiri dari tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lokasi tempat tinggal, jenis barang kebutuhan, sarana transportasi, dan frekuensi aktivitas. Sedangkan variabel dari komoditas dan aktivitas pasar terdiri dari ragam barang, kualitas barang, dan aktivitas pasar.

Adinugroho (2009) juga menyampaikan bahwa selain dilihat dari karaktersitik pasar tradisonal maka eksistensi pedagang juga dilihat dari persepsi konsumen terhadap eksistensi pasar tradisional dengan variabel yang terdiri dari: faktor kenyamanan, faktor keamanan, harga barang, ragam barang, kemudahan pencapaian, kualitas barang, dan pelayanan. Kajian ketiga adalah persepsi pedagang terhadap eksistensi pasar tradisional dengan variabel yang terdiri dari: perubahan omset, jumlah pembeli, ragam barang, dan harga barang. Sedangkan kajian yang yang terakhir dilihat dari preferensi konsumen dan pedagang terhadap eksistensi pasar tradisional dengan variabel usulan dan masukan konsumen dan pedagang untuk mempertahankan eksistensi pasar tradisional

Pedagang Pasar Tradisional (skripsi dan tesis)

Menurut Santoso, (2017) pasar sebagai tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu, baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pengertian pasar dapat dititik beratkan dalam arti ekonomi yaitu untuk transaksi jual dan beli. Pada prinsipnya, aktivitas perekonomian yang terjadi di pasar didasarkan dengan adanya kebebasan dalam bersaing, baik itu untuk pembeli maupun penjual. Penjual mempunyai kebebasan untuk memutuskan barang atau jasa apa yang seharusnya untuk diproduksi serta yang akan di distribusikan. Sedangkan bagi pembeli atau konsumen mempunyai kebebasan untuk membeli dan memilih barang atau jasa yang sesuai dengan tingkat daya beli. Pasar menurut kajian ilmu ekonomi adalah suatu tempat atau proses transaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan. Pasar adalah satu dari berbagai system institusi, prosedur, hubungan social dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa, dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. Pasar bervariasi dalam ukuran, jangkauan, skala geografis, lokasi jenis dan berbagai komunitas manusia, serta jenis barang dan jasa yang diperdagangkan

Pasar tradisional adalah sebuah tempat yang terbuka dimana terjadi proses transaksi jual beli yang dimungkinkan proses tawar-menawar. Di pasar tradisional pengunjung tidak selalu menjadi pembeli, namun pengunjung bisa menjadi penjual, bahkan setiap orang bisa menjual dagangannya di pasar tradisional. Pasar tradisional merupakan sektor perekonomian yang sangat penting bagi mayoritas penduduk di Indonesia. Masyarakat miskin yang bergantung kehidupannya pada pasar tradisional tidak sedikit, menjadi pedagang di pasar tradisional merupakan alternatif pekerjaan di tengah banyaknya pengangguran di Indonesia (Masitoh, 2013).

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional Serta Penataan Dan Pengendalian Pusat Pembelanjaan dan Toko Modern pasal 1 ayat (10) “pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola baik secara mandiri oleh pemerintah, pemerintah daerah, pihak swasta maupun badan usaha milik daerah/perusahaan daerah atau dalam bentuk kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak swasta, berupa tempat usaha dalam bentuk took, kios, los, dan tenda yang dimiliki/disewa oleh pedagang kecil atau menengah, kelompok masyarakat atau koperasi, dengan proses transaksi usaha dilakukan melalui proses tawar-menawar”.

Menurut Wicaksono dkk. (2011) pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Pasar tradisional cenderung menjual barang-barang lokal dan kurang ditemui barang impor, karena barang yang dijual dalam pasar tradisional cenderung sama dengan pasar modern, maka barang yang dijual pun kualitasnya relatif sama dengan pasar modern.

Secara kualitas, pasar tradisional umumnya mempunyai persediaan barang yang jumlahnya sedikit sesuai dengan modal yang dimiliki pemilik atau permintaan dari konsumen. Dari segi harga, pasar tradisional tidak memiliki label harga yang pasti karena harga yang pasti karena harga disesuaikan dengan besarnya keuntungan yang diinginkan oleh setiap pemilik usaha sendiri-sendiri. Selain itu, harga pasar selalu berubah-ubah, sehingga bila menggunakan label harga lebih repot karena harus mengganti-ganti label harga sesuai dengan perubahan harga yang ada di pasar (Dewi dan Winarni, 2013)

Pasar tradisional di pedesaan juga terhubung dengan pasar tradisional di perkotaan yang biasa menjadi sentral kulakan bagi pedagang pasar – pasar pedesaan dan di sekitarnya. Pasar tradisional merupakan penggerak ekonomi masyarakat. Saat ini pasar tradisional tengah mengalami banyak tantangan. Persaingan menjadi tidak seimbang karena perbedaan modal antara pedagang di pasar tradisional dengan pasar modern (Masitoh, 2013).

Pasar tradisional juga memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan pasar modern. Kelebihan tersebut diantaranya adalah:

  1. Di pasar tradisional pembeli dapat melakukan tawar menawar harga dengan pedagang.
  2. Harga yang ditawarkan cukup terjangkau.
  3. Secara budaya pasar tradisonal merupakan tempat publik dimana terjadi interaksi sosial (Masitoh, 2013)

Teori Tindakan Rasional Max Weber (skripsi dan tesis)

Max Weber (dalam Wirawan. 2015; 79) menyampaikan bahwa individu manusia dalam masyarakat merupakan aktor yang kreatif dan realitas sosial bukan merupakan alat yang statis dari pada paksaan fakta sosial. Artinya tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma, kebiasaan, nila, dan sebagainya yang tercakup di dalam konsep fakta sosial. Dalam hal lain,  Weber juga mengakui  dalam masyarakat terdapat struktur sosial dan pranata sosial, dimana struktur sosial dan pranata sosial merupakan dua konsep yang saling berkaitan dalam membentuk tindakan sosial

Dijelaskan lebih lanjut bahwa interaksi sosial merupakan perilaku yang bisa dikategorikan sebagai tindakan sosial. Dimana tindakan sosial merupakan proses aktor terlibat dalam pengambilanpengambilan keputusan subjektif tentang sarana dan cara untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih, tindakan tersebut mengenai semua jenis perilaku manusia, yang di tujukan kepada perilaku orang lain, yang telah lewat, yang sekarang dan yang diharapkan diwaktu yang akan datang. tindakan sosial (social action) adalah tindakan yang memiliki makna subjektif (a subjective meaning) bagi dan dari aktor pelakunya.Tindakan sosial seluruh perilaku manusia yang memiliki arti subjektif dari yang melakukannya. Baik yang terbuka maupun yang tertutup, yang diutarakan secara lahir maupun diam-diam, yang oleh pelakunya diarahkan pada tujuannya. Dengan demikian tindakan sosial itu bukanlah perilaku yang kebetulan tetapi yang memiliki pola dan struktur tertentudan makna tertentu

Dalam menjelaskan teorinya, Weber memulai dari pernyataan bahwa  setiap tindakan sosial yang dilakukan oleh individu selalu ada alasan atau motifnya”. Weber memisahkan empat tindakan sosial di dalam sosiologi,yaitu:

  • Zweck rational, yaitu tindakan sosial yang melandaskan diri kepada pertimbangan-pertimbangan manusia yang rasional ketika menanggapi lingkungan eksternalnya (juga ketika menanggapi orang-orang lain di luar dirinya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup). Dengan perkataan lain, zwert rational adalah suatu tindakan sosial yang ditujukan untuk mencapai tujuan semaksimal mungkin dengan menggunakan dana serta daya seminimal mungkin.
  • Wert rational, yaitu tindakan yang rasional, namun yang menyandarkan diri kepada suatu nilai-nilai absolute tertentu. Nilai-nilai yang dijadikan sandaran ini bisa nilai etis, estetis, keagamaan atau pula nilai-nilai lain. Jadi di dalam tindakan wert rational ini manusia menyandarkan pada suatu keyakinan terhadap suatu nilai tertentu.
  • Affectual, yaitu suatu tindakan sosial yang timbul karena dorongan atau motivasi yang sifatnya emosional. Ledakan kemarahan seseorang misalnya, atau ungkapan rasa cinta, kasihan, adalah contoh dari tindakan affectual ini.
  • Traditional, yaitu tindakan sosial yang didorong dan berorientasi kepada tradisi masa lampau. Tradisi di dalam pengertian ini adalah suatu kebiasaan bertindak yang berkembang di masa lampau. Mekanisme tindakan semacam ini selalu berlandaskan hukum-hukum normatif yang telah ditetapkan secara tegas oleh masyarakat. (Siahaan, 2016:200-201)

Teori Mekanisme James Scott (skripsi dan tesis)

Moser (1998:77), mendefinisikan Survival sebagai kemampuan   dalam mengelola berbagai aset yang dimilikinya. Sementara itu berbeda dengan Moser, Scott (1981:3) menjelaskan mekanisme survival sebagai upaya yang dilakukan oleh kelompok miskin guna mempertahankan hidupnya. Upaya tersebut diantarannya yakni mereka dengan cara mengikat sabuk lebih kencang dengan mengurangi frekuensi makan, beralih kemakanan yang mutunya lebih rendah. Disamping itu menggunakan alternatif subsisten lainnya dengan melakukan “swadaya” yang mencakup kegiatan- kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, buruh lepas atau bermigrasi serta upaya terakhir menggunakan jaringan-jaringan sosial yang berfungsi sebagai peredam kejut selama masa krisis ekonomi

Scott (Ritzer. 2012: 760-761) melihat bahwasannya individu ataupun kelompok memliki kecenderungan untuk bertahan dari kondisi ataupun situasi yang tidak menguntungkan dengan cara melakukan bentuk mekanisme survival atau strategi bertahan hidup. Yang dimaksud Scott kondisi atau situasi di sini lebih difokuskan terhadap kemiskina yang melanda suatu individu ataupun kelompok. Teori mekanisme survival   memandang bahwa dua tiga cara yang dilakukan masyarakat miskin untuk bertahan hidup, yaitu:

  • Mengurangi pengeluaran untuk pangan dengan jalan makan hanya sekali sehari dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah
  • Menggunakan alternatif subsistem yaitu swadaya yang mencakup kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, sebagai buruh lepas, atau melakukan migrasi untuk mencari pekerjaan. Cara ini dapat melibatkan seluruh sumber daya yang ada di dalam rumah tangga miskin,terutama istri sebagai pencari nafkah tambahan bagi suami
  • Meminta bantuan dari jaringan sosial seperti sanak saudara, kawan-kawan sedesa, atau memanfaatkan hubungan dengan pelindungnya (patron), dimana ikatan patron dan kliennya (buruh) merupakan bentuk asuransi dikalangan petani. Patron menurut definisinya adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu klien-kliennya. Patron dalam kehidupan petani adalah pemilik modal yang dapat membantu kesulitan keuangan yang dihadapi petani. (Scott, 1989:40)

Menurut Chambers dan Conway dalam Rachmawati (2013:24), penghidupan berkelanjutan adalah suatu penghidupan yang meliputi kemampuan atau kecakapan, aset-aset (simpanan, sumber daya, klaim, akses), juga kegiatan yang dibutuhkan untuk sarana hidup. Suatu penghidupan dikatakan bertahan jika dapat mengatasi dan memperbaiki diri dari tekanan dan bencana, menjaga atau meningkatkan kecakapan dan aset-aset, dan menyediakan penghidupan berkelanjutan untuk generasi berikutnya dan yang memberi sumbangan terhadap penghidupan- penghidupan lain pada tingkat lokal dan global dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam bentuk paling sederhana, kerangka kerja penghidupan berkelanjutan ini menggambarkan manusia (individu maupun kelompok) merupakan penggerak berbagai aset dan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengatasi berbagai masalah dan ancaman

Pengertian Skripsi (skripsi dan tesis)

Skripsi adalah karya ilmiah yang ditulis mahasiswa program S1 yang membahas topik atau bidang tertentu berdasarkan hasil kajian pustaka yang ditulis oleh para ahli, hasil penelitian lapangan, atau hasil pengembangan(eksperimen) (Huda, 2011). Dalam pengerjaan skripsi, mahasiswa dibimbing oleh satu atau dua orang dosen pembimbing yang ditunjuk oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Pembimbingan ini dimaksudkan agar hasil skripsi mahasiswa berkualitas baik dari segi isi maupun tekniknya penyampaiannya.

Skripsi adalah karya tulis ilmiah berdasarkan hasil penelitian lapangan dankepustakaan yang disusun oleh seorang mahasiswa sesuai dengan bidang studiyang diambil sebagai tugas akhir studi formal di Prodi di mana dia terdaftar. Sementara propsosal skripsi adalah usulan penelitian yang disusun dan disiapkan sedemikian rupa sebelum melakukan penelitian dan penulisan skripsi.Skripsi merupakan merupakan salah satu karya ilmiah dalam suatu bidang studi yang ditulis oleh mahasiswa program sarjana (S1) pada akhir bidang studi.

Karya ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi program dan dapat ditulis berdasarkan hasil penelitian lapangan, hasil pengembangan atau hasil kajian pustaka.Penulisan skripsi juga merupakan bagian dari kegiatan pendalaman displinilmu lewat kegiatan tulis-menulis bagi mahasiswa program S-1. Bahkan,karena pentingnya kegiatan ini, kadar kelulusan atau ketuntasan program S-1ini ditentukan oleh kualitas hasil skripsi yang disusunnya.

Skripsi merupakan karya akhir atau karya puncak yangdianggap bisa memberikan indikator kadar pemahaman atau ketercapaiandisplin ilmu mahasiswa yang bersangkutan. Bidang kajian yang dapat dijadikan objek kajian penelitian untukmenyelesaikan skripsi harus didasarkan pada mata kuliah yang pernah diikuti mahasiswa (Maryaeni, 2009).

Pengertian Mahasiswa (skripsi dan tesis)

Mahasiswa merupakan masa peralihan dari masa remaja akhir (18-22 tahun) menuju dewasa (diatas 22 tahun). Pada masa ini seseorang akan memiliki sikap yang lebih konkrit terhadap sesuatu (dalam Diana, 2007). Menurut UU No 12 tahun 2012 tentang perguruan tinggi, mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang pendidikan/perguruan tinggi. Dalam peraturan pemerintah RI No. 30 tahun 1990, mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.

Menurut Sarwono (2018) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa adalah anggota masyarakat yang berada pada tataran elit karena kelebihan yang dimiliki, yang mempunyai kekhasan fungsi, peran dan tanggung jawab. Selain itu, mahasiswa juga mempunyai tugas perkembangan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, mahasiswa merupakan individu yang belajar diperguruan tinggi. Mahasiswa memegang peranan yang penting dalam masyarakat, karena keberadaan mereka dapat membantu dalam kehidupan masyarakat.

Definisi Mahasiswa menurut DIRJEN DIKTI, Mahasiswa itu terdaftar diperguruan tinggi dan mengikuti Semester berjalan. Menurut Hurlock (2019) mahasiswa adalah individu yang berada pada masa dewasa awal, dimana mereka mempunyai tugas perkembangan tentang memenuhi harapan mayarakat dengan bekerja sesuai dengan studi yang ditempuh dan mendapat gaji yang dapat mencukupi kebuuhannya sehari-hari. Namun, keberhasila dalam kuliah atau studi mahasiswa dapat dan bahkan sangat mempengeruhi keberhasilannya dalam pekerjaan (Wahyuni, 2017). Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa adalah individu yang mengikuti pelajaran dan terdaftar di sebuah perguruan tinggi dan mempunyai tugas perkembangan

Tipe-Tipe Kelompok Sosial (skripsi dan tesis)

Tipe-tipe kelompok sosial dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian atas dasar berbagai ukuran atau kriteria. Menurut Simmel dalam buku Soekanto (2017: 104), klasifikasi tipe-tipe kelompok sosial berdasarkan ukuran besar kecilnya jumlah anggota kelompok, bagaimana individu mempengaruhi kelompoknya serta interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Ukuran lain yang diambil untuk menentukan tipe-tipe kelompok sosial adalah derajat interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Unsur kepentingan dan juga wilayah, serta berlangsungnya suatu kepentingan yang ada didalam masyarakat.

Tipe-tipe kelompok sosial yang ada di masyarakat antara lain:

  1. In-group dan Out-group

W.G. Sumner dalam buku Soekanto (2017: 108), membagi kelompok sosial menjadi dua yaitu In-group dan out-group. Ingroup adalah kelompok sosial dimana individu mengidentifikasikan dirinya didalam suatu kelompok atau golongan, sedangkan out-group adalah kelompok sosial yang diartikan individu sebagai lawan dari ingroupnya. Sikap out-group selalu ditandai oleh kelainan yang berwujud antagonisme dan antipati. Perasaan in-group dan out-group atau perasaan dalam serta luar suatu kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnosentrisme.

  1. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder

Menurut Charles Horton Cooley dalam buku Soekanto (2017: 109) kelompok sosial terbagi atas kelompok sosial primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group). Kelompok primer atau face to face group adalah kelompok sosial yang paling sederhana dimana anggotanya saling mengenal dekat satu sama lain, saling bekerjasama dan juga mempunyai hubungan pribadi yang sangat erat. Contoh dari kelompok primer adalah keluarga, teman sepermainan, sahabat karib, dan lain sebagainya. Kelompok sekunder adalah kelompok yang terdiri dari banyak orang, sifat hubunganya tidak berdasarkan pengenalan secara pribadi dan juga tidak berlansung dengan langgeng, kelompok ini hanya berdasarkan kepada kepentingan sesaat dan juga tidak mempunyai hubungan secara pribadi atau personal satu sama lain. Contoh hubungan sekunder adalah kontrak jual beli.

  1. Paguyuban (Gemeinshcaft) dan Patembayan (Gesselschaft)

Menurut Ferdinand Tonnies dalam buku Soekanto (2017: 116), kelompok sosial dibagi menjadi dua tipe yaitu paguyuban (gemeinshcaft) dan patembayan (gesselschaft). Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya mempunyai hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta bersifat kekal.

Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah di kodratkan. Paguyuban terbagi dalam tiga tipe yaitu: paguyuban karena ikatan darah (gemeinshcaft of blood), yaitu paguyuban yang didasarkan pada adanya ikatan darah atau ikatan keturunan diantara kelompok tersebut, misalnya keluarga, kelompok kekerabatan (trah). Kedua adalah paguyuban karena tempat (gemeinshcaft of place), yaitu paguyuban yang didasarkan pada orang-orang yang mempunyai tempat tinggal yang berdekatan sehingga bisa selalu menghasilkan kerjasama atau gotong royong, misalnya adalah rukun tetangga, rukun warga, dan lain-lain.

Jenis paguyuban yang ketiga adalah peguyuban karena persamaan jiwa, pemikiran, dan juga ideologi (gemeinshcaft of mind), yaitu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah atau tempat tinggal yang berdekatan tetapi mempunyai jiwa, pemikiran, idealisme, dan juga ideologi yang sama, misalnya adalah organisasi garis keras, dan lain-lain.  Patembayan (gesselschaft) adalah ikatan lahir yang bersifat pokok dan biasanya berjalan dengan jangka waktu yang relatif pendek, dia bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka. Contoh patembayan antara lain ikatan pedagang, ikatan guru, organisasi buruh pabrik, dan sebagainya.

 

 

  1. Kelompok Formal dan Kelompok Informal

Jenis pembagian kelompok sosial juga terdapat jenis kelompok sosial formal dan kelompok sosial informal. Kelompok sosial formal (formal group) adalah kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesama, contohnya adalah organisasi. Kelompok informal (informal group) adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai struktur dan   organisasi yang pasti, kelompok tersebut biasanya terbentuk karena adanya pertemuan yang berulang kali yang didasari oleh keinginan dan juga kepentingan yang sama, contoh dari informal group adalah clique (Soekanto, 2017: 120).

  1. Membership Group dan Reference Group.

Robert K. Merton dalam buku Soekanto (2017: 123), membagi kelompok sosial menjadi membership group dan reference group. Membership group merupakan kelompok dimana orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Reference group adalah kelompok-kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota kelompok tersebut) untuk membentuk pribadi dan perilakunya.

  1. Kelompok Okupasional dan Kelompok Volunter.

Tipe kelompok sosial juga terbagi atas kelompok sosial okupasional dan kelompok sosial volunter. Kelompok okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya kelompok kekerabatan, seperti yang kita tahu bahwa di jaman sekarang ini hubungan kekeluargaan seseorang tidak lagi erat seperti pada jaman dahulu, jadi pada jaman sekarang ini banyak timbul kelompok yang anggotanya didasarkan pada persamaan profesi atau perkerjaan mereka, misalnya saja ikatan dokter Indonesia, ikatan pengusaha, ikatan pengacara, dan lain sebagainya. Kelompok sosial volunter adalah kelompok yang memiliki kepentingan yang sama, namun tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat. Melalui kelompok ini diharapkan akan dapat memenuhi kepentingan anggotanya secara individual tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara umum (Soekanto, 2017: 126).

Kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pendapat para ahli tentang kelompok sosial adalah, bahwa kelompok sosial dapat terbentuk karena didahului dengan adanya interaksi sosial di dalam suatu masyarakat, dari interaksi sosial itulah maka sekumpulan individu akan memiliki kesadaran bahwa dia merupakan anggota dari masyarakat atau kelompok yang bersangkutan. Kesadaran akan keanggotaan kelompok itu akan semakin besar dengan adanya persamaan tujuan bersama yang hendak dicapai, dengan kata lain kelompok sosial merupakan sekumpulan individu yang memiliki ciri-ciri dan pola interaksi yang terorganisir secara berulangulang, sertamemiliki kesadaran bersama akan keanggotaanya. Kelompok sosial memiliki struktur sosial yang setiap anggotanya memiliki status dan peran tertentu, memiliki kepentingan bersama, serta memiliki norma-norma yang mengatur para anggotanya

Ciri-Ciri Kelompok Sosial (skripsi dan tesis)

Ciri-ciri kelompok sosial menurut Santoso (2004: 37) adalah sebagai berikut:

  1. Adanya dorongan/motif yang sama pada setiap individu sehingga terjadi interaksi sosial sesamanya dan tertuju pada tujuan yang sama.
  2. Adanya reaksi dan kecakapan yang berbeda di antara individu satu dengan yang lain akibat terjadinya interaksi sosial.
  3. Adanya pembentukan dan penegasan struktur kelompok yang jelas, terdiri dari peranan dan kedudukan yang berkembang dengan sendirinya dalam rangka mencapai tujuan bersama.
  4. Adanya penegasan dan pengetahuan norma-norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dan kegiatan anggota kelompok dalam merealisasi tujuan kelompok.

Ciri-ciri kelompok sosial menurut Georg Simmel adalah sebagai berikut:

  1. Besar kecilnya jumlah anggota kelompok sosial.
  2. Derajat interaksi sosial dalam kelompok sosial.
  3. Kepentingan dan wilayah.
  4. Berlangsungnya suatu kepentingan.
  5. Derajat organisasi (Santoso, 2004: 37)

Kelompok Sosial (skripsi dan tesis)

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk hidup dengan orang lain disebut gregariuosness sehingga manusia juga juga disebut sebagai social animal. Sejak dilahirkan manusia mempunyai dua hasrat pokok yaitu: a. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya yaitu masyarakat. b. Keinginan untuk menjadi satu dengan alam di sekelilingnya (Soekanto, 2017: 101). Kelompok sosial merupakan salah satu perwujudan dari interaksi sosial atau kehidupan bersama, atau dengan kata lain bahwa pergaulan hidup atau interaksi manusia itu perwujudanya ada di dalam kelompok-kelompok sosial.

Kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan   timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Syarat terbentuknya kelompok sosial adalah:

  1. Adanya kesadaran setiap anggota kelompok bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan .
  2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainya.
  3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antara mereka menjadi erat, yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan lain-lain. Faktor mempunyai musuh yang sama juga dapat pula menjadi faktor pengikat atau pemersatu.
  4. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
  5. Bersistem dan berproses (Soekanto, 2017: 101)

Suatu kelompok sosial cenderung mempunyai sifat yang tidak statis atau berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Suatu aspek yang menarik dari kelompok sosial tersebut adalah bagaimana cara mengendalikan anggota-anggotanya. Para sosiolog akan tertarik oleh cara-cara kelompok sosial tersebut dalam mengatur tindakan anggotaanggotanya agar tercapai tata tertib di dalam kelompok. Hal yang agaknya penting adalah kelompok sosial tersebut merupakan kekuatan-kekuatan sosial berhubungan, berkembang, mengalami disorganisasi, memegang peranan, dan sebagainya (Soekanto, 2017: 102-103).

Unsur Pembentuk Solidaritas Sosial (skripsi dan tesis)

Unsur-unsur Pembentuk Solidaritas

  1. Kesatauan Genealogis atau Faktor Keturunan

Kesatuan Genealogis merupakan salah satu yang yang menjadi unsurdalam membangun solidaritas suatu kelompok. Solidaritas yang dibangun berdasarkan kesamaan keturunan mampu membuat suasana kelompok sosial lebihmengarah pada arah persaudaraan. Karena kesamaan keturunan mampu memberikan komitmen yang kuat dalam kelompok sosial agar tidak terputus tali persaudaraannya.

  1. Kesatuan Religius

Setiap agama sudah pasti memiliki atauran-atauran dalam hidupbermasyarakat ataupun berkelompok. Aturan-aturan tersebut tertuang dalamsebuah nilai dan norma. Nilai dan norma inilah yang kemudian mengatur setiapgerak-gerik tingkah laku manusia. Tentu hal yang sangat ide  menjadikan kesamaan agama sebagai pemersatu dalam membentuk suatau kelopok sosialdalam membangun solidaritas sosial

  1. Kesatuan Teritorial (Community)

Terbentuknya suatu kelompok sosial dalam membangun solidaritas yangkuat tentu pula didasari karena adanya kesamaan suatau wilayah atau sering kitasebut dengan persamaan primordial (kedaeraan). Di dalam kesamaan primordialsudah pasti nilai-nilai serta norma-norma yang dianut akan sama. Hal ini akanlebih mudah dalam membangun pola interaksi dalam sebuah kelompok sosial.

  1. Kesatuan Kepentingan (Asosiasi)

Tentu persamaan kepentingan dapat mempermudah tercapainya cita-cita bersama. Karena pada dasarnya individu-individu memiliki keinginan yang ingin dicapai. Oleh karena itu bergabung bersama dengan orang-orang yang memiliki persamaan kepentingan, akan jauh lebih mudah untuk mencapainya.

Solidaritas Sosial (Emile Durkheim ) (skripsi dan tesis)

Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial. Solidaritas sosial merupakan perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Durkheim membagi dua tipe solidaritas mekanik dan organik. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat ini terjadi karena mereka terlibat aktivitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organik bertahan bersama justru karena adanya perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memilki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2018: 90-91).

Teori solidaritas (dalam Ritzer, 2012:145) dari Emile Durkheim menekankan pada keadaan individu atau kelompok yang mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup di masyarakat. Penulis melihat tingkat kebersamaan dalam anggota masyarakat yang berperan dalam meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja memiliki imlikasi yang sangat besar terhadap struktur masyarakat. Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara dimana solidaritas sosial terbentuk, dengan kata lain perubahan cara- cara masyarakat bertahan dan bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh. Untuk menyimpulkan perbedaan ini, Durkheim membagi solidaritas menjad solidaritas mekanik dan organik. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanik menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan masyarakat ini terjadi karena mereka terlibat aktifitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dn memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang dittandai oleh solidaritas organik bertahan bersama justru karena adanya perbedaan yang aa didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda – beda

Menurut Durkheim dalam (Ritzer, 2012:90), solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk yakni solidaritas sosial mekanik dan solidaritas sosial organik. Pandangan Durkheim mengenai masyarakat yang dicirikan oleh solidaritas mekanik adalah suatu yang hidup. Masyarakat berpikir dan bertingkah laku dihadapan kepada gejala-gejala sosial atau fakta-fakta sosial yang seolah-olah berada diluar individu. pada masyarakat, manusia hidup bersama dan berinteraksi sehingga timbul rasa kebersamaan diantar anggota masyarakat. Solidaritas mekanik pada umumnya terdapat pada masyarakat pedesaan, solidaritas mekanik ini terbentuk karena setiap anggota terlibat dalam aktifitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama dan memerlukan keterlibatan secara fisik.

Solidaritas mekanik tersebut mempunyai kekuatan yang sangat besar dalam membangun kehidupan  harmonis antara sesama, sehingga solidaritas tersebut lebih bersifat lama dan tidak tempore(sementara). Solidaritas mekanik juga didasarkan pada tingkat homogenitas yang sangat tinggi. Tingkat homogenitas individu yang tinggi dengan tingkat ketergantungan antara individu yang sangat rendah. Tingkat homogenitas tersebut dapat dilihat misalnya dalam pembagian kerja dalam masyarakat. Solidaritas mekanik dapat menjadikan individu memiliki tingkat kemampuan dan keahlian dalam suatu pekerjaan yang sama sehingga setiap individu dapat mecapai keinginannya tanpa ada ketergantungan kepada orang lain. Berbeda dengan tipikal solidaritas sosial mekanik, solidaritas organik adalah tipe solidaritas yang didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi dari adanya spesialis dalam pembagian kerja (Ritzer, 2012:145).

Solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks, yaitu masyarakat yang mengenal pembagian kerja yang rinci dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian. Setiap anggota menjalankan peran yang berbeda, dan saling ketergantungan seperti pada hubungan antara organisme biologis. Solidaritas organik ini menyebabkan masyarakat yang ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya, karena adanya saling ketergantungan ini maka ketidakhadiran pemegang peran tertentu akan mengakibatkan gangguan pada sistem kerja dan kelangsungan hidup masyarakat. Keadaan masyarakat dengan solidaritas organik ini, ikatan  utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi kesadaran kolektif melainkan kesepakatan yang terjalin diantara berbagai kelompok profesi. Ciri dari masyarakat solidaritas mekanik ini ditandai dengan adanya kesadaran kolektif yang sangat kuat, yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama. Ikatan kebersamaan tersebut terbentuk karena adanya kepedulian diantara sesama.

Menurut Emile Durkheim dalam (Ritzer, 2012:145) indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik ini adalah ruang lingkungan dan kerasnya hukum-hukum yang bersifat represif (menekan). Anggota masyarakat ini memiliki kesamaan satu sama lainnya. Semuanya cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap sistem nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu, apalagi oleh masyarakat yang menjadi tempat penelitian kali ini. Hukuman yang dikenakan terhadap pelanggaran tehadap aturan-aturan represif tersebut pada hakekatnya adalah merupakan manifestasi dari kesadaran kolektif yang tujuannya untuk menjamin masyarakat berjalan dengan teratur dengan baik.

Ikatan yang mempersatukan anggota-anggota masyarakat disini adalah homogenya dan masyarakat terikat satu sama lainnya secara mekanik, jadi perilaku yang disebut melawan hukum jika dipandang mengancam atau melanggar kesadaran kolektif. Jenis dan beratnya hukuman tidak selalu harus mempertimbangkan kerugian atau kerusakan yang diakibatkan oleh pelanggarannya, akan tetapi lebih didasarkan pada kemarahan bersama akibat terganggunya kesadaran kolektif seperti penghinaan, menfitnah, pembunuhan dan lain sebagainya, untuk menjamin supaya masyarakat yang bersangkutan berjalan dengan baik dan teratur. Pembahasan mengenai kedua solidaritas akan digunakan manjadi satu saja, yaitu solidaritas mekanik yang mengambarkan akan keadaan dalam masyarakat pedesaan.

Solidaritas mekanik yang telah diungkapkan oleh Emile Durkheim dalam teorinya; yakni dengan melihat kembali keberadaan masyarakat setempat yang dicirikan dengan kegiatankegiatan yang seragam antar masyarakat setempat. Durkeim dalam (Ritzer, 2012:90) menuturkan bahwa  dalam solidaritas mekaniknya maka anggota dalam kelompok tersebut cenderung memiliki kesadaran kolektif yang lebih kuat; pemahaman, norma dan kepercayaan bersama.  .

Internet Sehat (skripsi dan tesis)

Internet Sehat adalah aktifitas manusia yang sedang melakukan kegiatan online baik browsing, Chating, Social media, upload dan download secara tertib, baik dan beretika sesuai norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa Internet Sehat adalah cara berprilaku yang beretika saat mengakses suatu Informasi dari internet, selain itu juga Pengguna Internet yang sehat tidak melakukan aktifitas internet yang melanggar hukum seperti Pelanggaran Hak Cipta (Ilegal), Hacking Dan Mengakses Konten legal (Situs Dewasa) (ICT Watch, 2017).

Peran orangtua dalam mendampingi anak-anak sangat penting mengingat: walaupun secara fisik Internet adalah interkoneksi antar jaringan komputer namun secara umum Internet harus dipandang sebagai sumber daya informasi. Hal ini memberika penekanan bahwa internet membuka keterbatasan informasi yang terjadi sebelum masa digital. Bahkan Internet dipandang sebagai dunia dalam bentuk lain (maya) karena hampir seluruh aspek kehidupan di dunia nyata ada di Internet seperti bisnis, hiburan, olah raga, politik dan lain sebagainya Sidharta (1996; 38).

Khususnya dalam pengaruh internet terhadap penyebaran pornografi maka kemajuan teknologi dewasa ini memudahkan siswa untuk memperoleh informasi dari internet. Informasi seperti ini cenderung menjerumuskan remaja/siswa pada permasalahan seksual dan tingkah laku seksual yang tidak bertanggung jawab. Hal ini bisa menyebabkan pemahaman yang keliru tentang pendidikan seks, sehingga siswa bisa terjebak dalam perilaku seksual yang menyimpang. Sebagaimana Hurlock (2005), informasi tentang seks coba dipenuhi remaja dengan cara membahas bersama teman-teman, membaca buku-buku tentang seks atau mengadakan percobaan dengan jalan masturbasi, onani, bercumbu atau berhubungan seksual. Oleh karenanya dibutuhkan suatu pendampingan dari orangtua mengenai bagaimana menggunakan internet secara sehat.

Permasalahan yang muncul dalam paparan pornografi dalam internet memiliki perbedaan dibandingkan dalam media massa. Hal ini dikarenakan materi-materi seksual yang dapat ditemukan ditemukan di Internet adalah berbeda dan kerap lebih berani ketimbang yang bisa didapatkan di media cetak. Jika seorang anak melakukan eksplorasi yang mendalam di Internet, bisa saja dia mendapatkan pornografi tidak hanya dari situs namun juga dari chatroom atau mailing-list yang mengeksplorasi fantasi seksual. Internet sendiri tidak hanya digunakan melalui PC atau Laptop bahkan dapat diakses melalui HP sehingga pengaksesan internet dapat dilakukan dengan sangat mudah. Oleh karenanya diperlukan langkah-langkah yang sesuai untuk mengembangkan peran orang tua melalui pelaksanaan internet sehat dalam pencegahan pornografi.

Penekanan pertama dari peran orang tua melalui pelaksanaan internet sehat dalam pencegahan pornografi adalah edukasi bersama antara orangtua, keluarga, guru serta lingkungan komunitas sosial agar tidak menjadi gagap teknologi dan mampu membimbing anak dan peserta didik menggunakan internet yang sehat. Memberdayakan orangtua dan lingkungan merupakan cara yang jauh lebih ampuh ketimbang sekedar membuat regulasi yang mengarah pada pelarangan-pelarangan tanpa memberikan kemampuan dan edukasi pada masyarakat khususnya bagi kelompok sebaya. Dengan demikian penerapan internet sehat dalam pencegahan pornografi dijalankan dengan tujuan agar seluruh anak remaja dapat menyambut baik serta mampu memanfaatkan kehadiran teknologi komunikasi dan informasi global ini secara sehat. Tujuan ini penting agar orangtua dan lingkungan tidak semata hanya “mensterilkan” anak terhadap penggunaan internet namun memahami bagaimana menggunakan internet dengan baik.

Langkah selanjutnya adalah mengembangkan pendekatan partisipatif kepada anak-anak remaja kita agar memanfaatkan internet untuk kepentingan pendidikan dan pengetahuan, tanpa harus membatasi kesempatan anak-anak mendapat informasi dalam mengembangkan dirinya. Berikut merupakan langkah-langkah pendekatan partisipatif yang dapat dikembangkan dalam menerapkan internet sehat dalam pencegahan pornografi oleh orangtua:

  1. Internet sebenarnya dapat berfungsi sebagai sumber ilmu sehingga dapat digunakan secara maksimal mungkin untuk mencari informasi yang menunjang pelajaran, kuliah, penelitian, pekerjaan dan hal-hal yang mencerdaskan lainnya. Fungsi ini seharusnya dapat ditekankan ke anak-anak sedini mungkin sehingga dalam perkembangannya anak-anak dapat memahami fungsi sebenarnya dari internet
  2. Dalam langkah-langkah praktis sehari-hari maka bagi orang tua, dampingi putra-putri saat mengakses internet dan berikan penjelasan serta batasan apa saja yang boleh diakses.
  3. Untuk membatasi putra-putri yang di bawah umur mengakses situs pornografi.pornoaksi, gunakan program-program filter (seperti netnanny, K9 web protection) di komputer sehingga akses internet dapat terbatasi untuk situs-situs yang aman saja.
  4. Mintalah kepada anak dan remaja untuk segera meninggalkan situs yang tidak pantas atau yang membuat mereka tidak nyaman, baik disengaja ataupun tidak sengaja terbuka. Bujuklah agar mereka terbiasa bercerita kepada kita tentang segala sesuatu yang mereka temui di Internet.
  5. Gunakan Internet bersama dengan anggota keluarga lain yang lebih dewasa.Tempatkan komputer di ruang keluargaatau di tempat yang mudah diawasi olehkita. Jika diperlukan, berilah penjadwalan/pembatasan waktu untuk anak dalam menggunakan Internet.
  6. Berikan waktu bersama agar seluruh keluarga dapat mempelajari sarana komunikasi dan kandungan informasi yang ditawarkan oleh Internet, secara bersama dengan anggota keluarga yang lain. Lalu kemudian mengajukan pertanyaan kepada mereka. Dengan banyak bertanya, orangtua bisa menggali sejauh mana mereka memahami Internet, juga tentang cara menggali informasi yang bermanfaat, sekaligus menjauhi informasi yang negatif.
  7. Memberikan pengertian kepada seluruh anggota keluarga untuk tidak menanggapi/menjawab setiap e-mail ataupun private chat dari orang yang tak dikenal, termasuk tidak membuka file kiriman (attachment) dari siapapun dan dalam bentuk apapun
  8. Saat ini, koneksi internet Indonesia yang terhubung ke luar negeri memerlukan kapasitas lebar pita yang besar, untuk itu utamakan membuat dan mengakses konten-konten lokal dan tidak mendownload file-file yang tidak perlu dari situs di luar negeri. Download semacam ini bisa menjadi pintu masuknya akses terhadap pornografi dengan adanya spam, iklan yang sebenarnya bermuatan pornogrfi. Spam sendiri adalah Spam adalah e-mail sampah yang kerap datang bertubi-tubi ke mailbo, tanpa dikehendaki. Isi dari spam tersebut bermacam-macam,dari sekedar menawarkan produk / jasa hingga penipuan berkedok bisnis kerjasama, tawaran multi-level marketing dan iklan-iklan yang tidak dikehendaki (ICT Watch, 2017; 17-18).

Menurut WIdayanti (2018), peran keluarga bersama unsur lingkungan dalam penerapan internet sehat dalam pencegahan pornografi dapat diwujudkan dalam langkah-langkah yaitu: (1) menerangkan fungsi internet (2) mendampingi putra-putri saat mengakses internet dan berikan penjelasan serta batasan apa saja yang boleh diakses (3) menggunakan program-program filter (4) memberikan pengertian bagi anak agar segera meninggalkan situs yang tidak pantas atau yang membuat mereka tidak nyaman, baik disengaja ataupun tidak sengaja terbuka (5) menggunakan Internet bersama dengan anggota keluarga lain yang lebih dewasa (6) memberikan waktu bersama agar seluruh keluarga dapat mempelajari sarana komunikasi dan kandungan informasi yang ditawarkan oleh Internet, secara bersama dengan anggota keluarga yang lain (7) Memberikan pengertian kepada seluruh anggota keluarga untuk tidak menanggapi/menjawab setiap e-mail ataupun private chat dari orang yang tak dikenal, termasuk tidak membuka file kiriman (attachment) dari siapapun dan dalam bentuk apapun (8) mengutamakan membuat dan mengakses konten-konten lokal dan tidak mendownload file-file yang tidak perlu dari situs di luar negeri

Manfaat internet (skripsi dan tesis)

Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila seseorang mempunyai akses ke Internet. Berikut ini hanyalah sebagian dari apa yang tersedia di Internet (Sanjaya,1995):

  1. Informasi untuk kehidupan pribadi : Kesehatan, Rekreasi, Hobby, Pengembangan Pribadi, Rohani, Sosial.
  2. Informasi untuk kehidupan profesional pekerja : Sains, Teknologi, Perdagangan, Saham. Komoditas, Berita Bisnis, Asosiasi Profesi, Asosiasi Bisnis, Berbagai Forum Komunikasi.

Satu hal yang paling menarik ialah keanggotaan internet tidak mengenal batas negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor-faktor lain yang biasanya dapat menghambat pertukaran pikiran. Internet adalah suatu komunitas dunia yang sifatnya sangat demokratis serta memiliki kode etik yang dihormati segenap anggotanya. Manfaat internet terutama diperoleh melalui kerjasama antar pribadi atau kelompok tanpa mengenal batas jarak dan waktu (Sanjaya,1995)

Fasilitas Internet (skripsi dan tesis)

Fasilitas yang terdapat di internet Seluruh komputer yang terhubung dalam Internet saling berkomunikasi menggunakan protokol TCP/IP (Transmision Control Protocol/Internet Protocol), yang dikembangkan oleh DARPA. Tiga fasilitas aplikasi utama dari TCP/IPadalah (Sanjaya,1995): a. Electronic Mail/Email/Messaging. Electronic mail atau surat elektronik adalah fasilitas yang paling sering digunakan di Internet. Dengan fasilitas ini seseorang dapat   membuat dan mengirimkan pesan tertulis kepada seorang atau sekelompok orang lain yang juga terdaftar di Internet. b. Remote Login Dengan fasilitas ini seorang dapat mengakses program atau aplikasi di komputer lain. Misalnya seorang mahasiswa di universitas A dapat menjalankan aplikasi komputer yang terdapat di universitas B tanpa harus datang ke kampus universitas B apabila komputer di universitas A dan B saling berhubungan menggunakan TCP/IP. b. File Transfer Fasilitas ini memungkinkan terjadinya pengiriman file dari satu komputer ke komputer lain. Sebuah file dapat bris dokumen, grafik, program komputer, bahkan video maupun suara yang terekam secara digital.

Pengertian Internet (skripsi dan tesis)

Internet (inter-network) merupakan jaringan yang menggabungkan beberapa komentar yang terhubung dalam sebuah internet protocol (IP) yang mencakup secara luas ke seluruh dunia. Internet terdiri dari ratusan bahkan ribuan jaringan komputer (computer networking) mulai dari jaringan akademik, institusi, perusahaan, pemerintahan dan sebagainya.

Jaringan tersebut membawa informasi dan beberapa layanan seperti email, chatting, transfer file, web (Utomo & Syafrudin, 2009).

Fungsi Keluarga (skripsi dan tesis)

Keluarga merupakan intitusi sosial yang bersifat universal dan multifungsional. Dimana fungsi keluarga mencakup fungsi pengawasan, sosial, pendidikan, keagamaan, perlindungan dan rekreasi dilakukan oleh keluarga terhadap anggota-anggotanya. Oleh karena proses industrialisasi, urbanisasi dan sekuralisasi maka keluarga dalam masyarakat modern kehilangan sebagian dari fungsi- fungsi tersebut di atas. meskipun perubahan masyarakat telah mendominasi namun fungsi utama kelurga tetap melekat yaitu melindungi, memelihara, sosialisasi dan memberikan suasana kemesraan bagi anggotanya. (Abu Ahmadi, 2012 :66) Terbentuknya suatu keluarga secara otomatis akan menjadi suatu kesatuan yang utuh, dimana keluarga akan menjalankan fungsinya demi kelansungan masa depan anggotanya. Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan didalam maupun di luar keluarga.

Menurut Paul B Harton (2017: 274) di identifikasi terdapat tujuh fungsi keluarga antara lain sebagai berikut:

  • Fungsi pengetahuan seksual, keluarga adalah lembaga pokok yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual
  • Fungsi reproduksi, untuk urusan memproduksi anak, sikap masyarakat terutama tergantung pada keluarga, cara lain hanyalah kemudahan teoritis saja dan sebagian besar masyarakat terutama yang tergantung pada keluarga.
  • Fungsi sosialisasi, fungsi ini diberikan bagi anak- anak kedalam alam dewasa yang dapat berfungsi dengan baik dalam masyarakat tersebut.
  • Fungsi efeksi, keluarga berfungsi memberikan kebutuhan akan kasih sayang atau rasa cinta bagi keluarga.
  • Fungsi penentuan status, keluarga berfungsi memberi status dalam keluarga berdasarkan umur, jenis kelamin, dan urutan kelahiran. Keluarga juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi status sosial.
  • Fungsi perlindungan, keluarga memberikan perlindungan baik fisik, ekonomi dan psikologis bagi selutruh anggota keluarga.
  • Fungsi ekonomi, keluaraga memberikan fungsi ekonomis guna memenuhi semua kebutuhan sandang, papan dan pangan

Pengertian Keluarga (skripsi dan tesis)

Dalam kamus besar bahasa sosiologi disebutkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang hidup bersama yang mempunyai hubungan darah, perkawinan atau karena adopsi ( pengangkatan). Keluarga adalah pusat kehidupan yang penting bagi seorang individu , sedangkan yang paling dominan dalam pembinaan anak adalah sikap yang disosialisasikan lansung oleh orang tua. Menurut Dawey bahwa pemikiran seseorang berkembang dalam rangka adanya usahanya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan fikiran tersebut akan dikunjungi oleh interaksi dengan orang lain (Kamanto,2010:25).

Dalam pernyataan lain disampaikan bahwa Keluarga adalah suatu grup sosial (kelompok sosial) yang dicirikan oleh tempat tinggal bersama, kerja sama dari dua jenis kelamin, paling kurang dua darinya atas dasar pernikahan dan satu atau lebih anak yang tinggal bersama mereka melakukan sosialisasi  (Murdock, dalam Abustam, , 2012; 30) Sosialisasi yang diberikan orang tua ini tidaklah tunggal dalam suatu proses sosialisasi yang dilakukan dalam keluarga, misalnya sosialisasi yang diberikan orang tua terhadap anaknya. Sosialisasi dapat berlangsung sempurna karena sosialisasi merupakan proses yang lebih kompleks. Keluarga merupakan satu-satunya lembaga sosial yang diberi tanggung jawab untuk mengubah organisme biologi menjadi manusia, sehingga dapat memberikan sebuah persamaan, bahwa untuk mengubah organisme biologis menjadi organisme sosiologis membutuhkan keluarga sebagai agen tempat mengenal dan mempelajari  peran tingkah laku yang dikehendaki dan modus orientasi penyesuaian diri dengan yang dikehendaki dan modus orientasi penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya Begitu dekatnya peran atau hubungan yang dirasakan anak dengan kelurganya, membuat keluarga menjadi satu-satunya institusi sosial yang relative permanen dalam menjalankan fungsi sosialnya. Hal ini dimungkinkan karena keluarga dibentuk dari ikatan emosional (dorongan yang paling kuat dari sifat organis manusia untuk saling memilih satu dengan yang lainnya) antara anggotanya (Abu Ahmadi, 2012; 60).

Di dalam pasal 1 UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera, berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Anak yang lahir dari perkawinan ini adalah yang sah dan menjadi hak serta tangung jawab kedua orang tuanya. Memelihara dan mendidiknya dengan sebaikbaiknya. Kewajiban kedua orang tua mendidik anak ini terus berlanjut sampai dikawinkan atau dapat berdiri sendiri.

Peran Orang Tua dalam Pendidikan (skripsi dan tesis)

Peran orang tua dalam pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan pendidikan anak-anaknya. Pendidik pertama dan utama adalah orang tua. Nur (2015:22-23) menyatakan bahwa “peran orang tua dalam pendidikan adalah sebagai pendidik, pendorong, fasilitator dan pembimbing”. Berikut ini penjelasan dari peran orang tua : 1) Pendidik : pendidik pertama dan utama adalah orang tua dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak, baik potensi afektif, kognitif dan potensi psikomotor. 2) Pendorong (motivasi) : daya penggerak atau pendorong untuk melakukan sesuatu. Orang tua berperan menumbuhkan motivasi anak.

3) Fasilitator: orang tua menyediakan berbagai fasilitas belajar seperti tempat belajar, meja, kursi, penerangan, buku, alat tulis, dan lain-lain. 4) Pembimbing: sebagai orang tua tidak hanya berkewajiban memberikan fasilitas, akan tetapi orang tua juga harus memberikan bimbingan secara berkelanjutan.

Selain keempat peran orang tua yang dijelaskan diatas, hal yang harus diperhatikan oleh orang tua yaitu perkembangan moral anak. Menurut Gunarsa (2006:62) sikap yang perlu diperhatikan orang tua yaitu “konsisten dalam mendidik dan mengajar anak, sikap orang tua dalam keluarga, penghayatan orang tua akan agama yang dianutnya, dan sikap konsekuen orang tua dalam mendisiplinkan anaknya”.

Orang tua harus memberikan contoh yang baik bagi anaknya. Adanya ketidaksesuaian antara yang orang tua ajarkan terhadap anak dengan apa yang dilihat anak dari keseharian orang tuanya, maka hal itu akan membuat anak berpikir untuk tidak melakukan apa yang diajarkan orang tua. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa antara peran orang tua dalam pendidikan dan sikap yang perlu diperhatikan dalam perkembangan moral anak saling berkesinambungan. Sikap orang tua harus sesuai dengan apa yang diajarkan kepada anak.

Peran Orang Tua dalam Keluarga (skripsi dan tesis)

Peran orang tua dalam keluarga sangat penting terhadap perkembangan anak. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang sering dijumpai anak. Lingkungan keluarga akan mempengaruhi perilaku anak. Oleh karena itu, orang tua harus membimbing dan memberikan contoh yang baik pada anak. Menurut Hadi (2016:105) “keluarga merupakan ikatan laki-laki dan perempuan berdasarkan hukum dan undang-undang perkawinan yang sah dan pondasi utama dalam pendidikan selanjutnya”.

Ki Hajar Dewantara (dalam Tirtarahardja, 2005:169) menyatakan bahwa “suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan individual maupun pendidikan sosial”. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan tempat terbaik untuk melakukan pendidikan dan dalam keluarga terjadi interaksi pendidikan pertama dan utama. Keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Setiap anggota keluarga memiliki peranan masing-masing.

Peran keluarga menurut Jhonson (2010:9) sebagai berikut: “1) ayah berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, serta sebagai kepala keluarga; 2) ibu berperan sebagai pengurus rumah tangga, pelindung, pengasuh, dan pendidik anak-anaknya; 3) anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya”. Tirtarahardja (2005:169) menyimpulkan bahwa “peran orang tua dalam keluarga sebagai panutan, sebagai pengajar, dan sebagai pemberi contoh”

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bawa peran orang tua dalam keluarga yaitu sebagai pendidik, pelindung, pengasuh, dan pemberi contoh. Selain peran yang harus dilakukan oleh orang untuk anak-anaknya , orang tua juga harus memahami tentang fungsi keluarga. Menurut Jhonson (2010:8) “fungsi keluarga terdiri dari fungsi sosialisasi anak, fungsi afeksi, fungsi edukatif, fungsi religius, fungsi protektif, fungsi rekreatif, fungsi ekonomis, dan fungsi status sosial”.

Sedangkan menurut Hadi (2016:7-9) “fungsi keluarga terdiri dari fungsi biologis, fungsi edukatif, fungsi religius, fungsi protektif, fungsi sosialisasi anak, dan fungsi rekreatif”. Berikut penjelasan dari fungsi keluarga yaitu : 1) Fungsi sosialisasi anak : kelurga merupakan tempat untuk membentuk kepribadian anak dan mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. 2) Fungsi afeksi : keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial penuh kasih sayang dan rasa aman. 3) Fungsi edukatif : keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi perkembangan kepribadian anak. 4) Fungsi religius : berkaitan dengan kewajiban orang tua untuk mengenalkan, membimbing dan melibatkan anak mengenai nilai-nilai dan kaidah-kaidah dan perilaku beragama. 5) Fungsi protektif : keluarga berfungsi merawat, memelihara dan melindungi anak baik fisik maupun sosialnya. 6) Fungsi rekreatif : keluarga merupakan tempat yang dapat memberikan ketenangan, kegembiraan, dan melepas lelah.

Pengertian Peran Orang Tua (skripsi dan tesis)

Orang tua yaitu terdiri dari ayah dan ibu. Orang tua memiliki peran penting dalam membimbing dan mendampingi anak-anaknya baik dalam pendidikan formal maupun non-formal. Peran orang tua itu sendiri dapat mempengaruhi perkembangan anak dalam aspek kognitif, efektif, dan psikmotor. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:854) “peran yaitu perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan Hamalik (2011:33) menyatakan bahwa“peran adalah pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua petugas dari pekerjaan atau jabatan tertentu”.

Menurut Lestari (2012:153) “peran orang tua merupakan cara yang digunakan oleh orang tua berkaitan dengan pandangan mengenai tugas yang harus dijalankan dalam mengasuh anak”. Hadi (2016:102) menyatakan bahwa “orang tua memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa peran orang tua yaitu cara yang digunakan oleh orang tua atau keluarga dalam menjalankan tugas dalam mengasuh, mendidik, melindungi, dan mempersiapkan anak dalam keidupan bermasyarakat. Peran orang tua sangat penting dalam perkembangan 1 anak baik dari aspek kognitif, efektif dan psikomotor. Selain itu peran orang tua juga sangat penting dalam keluarga

Peran (skripsi dan tesis)

Peran berarti sesuatu yang dimainkan atau dijalankan (KBBI, 2014). Peran disefinisikan sebagai sebuah aktivitas yang diperankan atau dimainkan oleh seseorang yangmempunyai kedudukan atau status sosial dalam organisasi.Peran menurut terminology adalah seperangkat tingkah yang diharapkandimiliki oleh yang berkedudukan dimasyarakat. Dalam bahasa inggris peran disebut “role” yang definisinya adalah “person’s task or duty in undertaking”. Artinya“tugas atau kewajiban seseorang dalam suatu usaha atau pekerjaan”.

Peran diartikansebagai perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukandalam masyarakat. Sedangkan peranan merupakan tindakan yang dilakukan olehseorang dalam suatu peristiwa (Torang, 2014). Peran adalah aktivitas yang dijalankan seseorang atau suatulembaga/organisasi. Peran yang harus dijalankan oleh suatu lembaga/organisasibiasanya diaturdalam suatu ketetapan yang merupakan fungsi dari lembaga tersebut.Peran itu ada dua macam yaitu peran yang diharapkan (expected role) dan peran yang dilakukan (actual role)

Dalam melaksanakan peran yang diembannya, terdapat faktorpendukung dan penghambat.P eran menurut Koentrajaraningrat,(2009), berarti tinkahlaku individu yangmemutuskan suatu kedudukan tertentu, dengan demikian konsep peran menunjukkepada pola perilaku yang diharapakan dari seseorang yang memiliki status/posisitertentu dalam organisasi atau sistem. Menurut Ahmadi (2012) peran adalah suatukompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuatdalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi sosialnya.Pengertian peran menurut Soekanto (2012) yaitu peran merupakan aspekdinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksankan hak dan kewajibannyasesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.

Karakteristik Pedagang Kaki Lima (skripsi dan tesis)

Rata-rata pedagang kaki lima menggunakan atau perlengkapan yang mudah dibongkar-pasang atau dipindahkan, dan sering kali menggunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usahanya. Beberapa karakteristik khas pedagang kaki lima yang perlu dikenali adalah sebagai berikut (Suyatno, 2005):

  1. Pola persebaran pedagang kaki lima umumnya mendekati pusat keramaian dan tanpa izin menduduki zona-zona yang semestinya menjadi milik publik (depriving public space).
  2. Para pedagang kaki lima umumnya memiliki daya sesistensi sosial yang sangat lentur terhadap berbagai tekanan dan kegiatan penertiban.
  3. Sebagai sebuah kegiatan usaha pedagang kaki lima umumnya memiliki mekanisme involutiv penyerapan tenaga kerja yang sangat longgar.
  4. Sebagian besar pedagang kaki lima adalah kau migran, dan proses adaptasi serta eksistensi mereka didukung oleh bentuk-bentuk hubungan patronase yang didasarkan pada ikatan faktor kesamaan daerah asal (locality sentiment)
  5. Para pedagang kaki lima rata-rata tidak memiliki keterampilan dan keahlian alternatif untuk mengembangkan kegiatan usaha baru luar sektor informal kota.

Menurut Bromley (1979), diantara berbagai usaha sektor informal usaha pedagang kaki lima, tampaknya merupakan jenis pekerjaan yang penting dan relatif khas dalam sektor informal kota. Kekhususan tersebut dikarenakan usaha ini relatif paling mudah dimasuki serta berhadapan langsung dengan kebijaksaan perkotaan. Pengelompokan pedagang kaki lima (biasanya disekitar bangunan pasar yang permanen) secara sosiologis bisa diperjelaskan sebagai suatu pertukaran ekonomi yang mengandung suatu pertukaran sosial. Sejalan dengan perkembangan masyarakat modern perkotaan, bentukbentuk kegiatan sektor informal juga terus berkembang.

Dari berbagai macam pekerjaan pada sektor informal, yang paling dominan dan menonjol aktivitasnya adalah pedagang kaki lima. Kehadirannya dengan jumlah yang cukup besar begitu mendominasi pemenuhan kebutuhan masyarakat perkotaan, terutama pada golongan menengah kebawah, sehingga studi mengenai sektor informal akan lebih lengkap dan menarik bila kita mengkaji pedagang kaki lima.selain itu pedagang kaki lima diperkotaan merupakan jenis usaha sektor informal yang banyak disentuh oleh kebijakan pemerintah di daerah dan jenis usaha informal ini adalah paling monumental (Rachbini, 1994).

Adapun Pengertian pedagang kaki lima sebagai bagian dari sektor informal dapat dijelaskan melalui ciri-ciri secara umum yang dikemukakan oleh Kartono, dkk (1980), sebagai berikut:

  1. Merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus berarti produsen
  2. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain (menggunakan pikulan, kereta dorong, tempat atau stan yang tidak permanen serta bongkar pasang).
  3. Menjajakan bahan makanan, minuman, barang konsumsi lainnya yang tahan lama secara eceran.
  4. Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya.
  5. Kualitas barang yang diperdagangkan relatif rendah dan biasanya tidak berstandar.
  6. Volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli umumnya merupakan pembeli yang berdaya beli rendah.
  7. Usaha skala kecil bisa berupa family enterprise, dimana ibu dan anak anak turut membantu alam usaha tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
  8. Tawar menawar antara penjual dan pembeli merupakan relasi ciri yang khas pada usaha Perwaligangan kaki lima.
  9. Dalam melaksanakan pekerjaanya ada yang secara penuh, sebagian lagi melaksanakan setelah kerja atau pada waktu senggang dan ada pula yang melaksanakan secara musiman.
  10. Barang yang dijual biasanya merupakan convenience goods jarang sekali specialty goods.
  11. Dan seringkali berada dalam suasana psikologis tidak tenang, diliputi perasaan takut kalau tiba-tiba kegiatan mereka dihentikan oleh Tim Penertiban Umum (TEBUM) dan satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah.

Definisi Pedagang Kaki Lima (skripsi dan tesis)

Pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan (perdagangan) sebagai pekerjaannya sehari-hari (Purwosutjipto, 1999). Pedagang kaki lima merupakan pedagang atau orang yang melakukan kegiatan atau usaha kecil tanpa didasari atas ijin dan menempati pinggiran jalan (trotoar) untuk menggelar dagangan. Menurut Evens dan Korff (2002), “definisi pedagang kaki lima adalah bagian dan sektor informal kota yang yang mengebangkan aktivitas produksi barang dan jasa di luar kontrol pemerintah dan tidak terdaftar”.

Banyak penjelasan yang dapat ditemui jika membahas mengenai PKL. Keberadaan PKL disini sangat menarik untuk dibahas satu persatu, misalnya mengenai dampak atas keberadaan PKL maupun mengenai cara pemerintah untuk menata PKL tersebut. Sekilas PKL hanyalah pedagang biasa yang menggelar dagangannya dipinggiran jalan, akan tetapi keberadaannya sangat mengganggu kenyamanan pengguna fasilitas umum dan juga mengganggu ketertiban kota. Seperti penjelasan tentang PKL diatas, dalam hal ini jika kita membuka Kamus Umum Bahasa Indonesia makna istilah kaki lima itu mempunya arti: “lantai (tangga) di muka pintu atau di tepi jalan” dan lantai diberi beratap sebagai penghubung rumah dengan rumah”. Pengertian tersebut lebih mirip dengan trotoar yang luasnya lima kaki atau 1,5 meter yang dibuat masa penjajahan (Belanda dan Inggris). Namun pengertian yang dimaksudkan kamus itu juga bisa diartikan emperan toko. Karenanya, selain trotoar, PKL juga berjualan diemperan toko (Permadi, 2007).

Pendapat lain juga mengatakan bahwa Istilah kaki lima berasal dari zaman Rafles, Gubernur Jenderal pemerintahan Kolonial Belanda, yaitu kata ”five feet” yang berarti jalur pejalan kaki di pinggir jalan selebar 5 (lima) kaki. Ruang yang digunakan untuk kegiatan berjualan pedagang kecil sehingga disebut dengan pedagang kaki lima (Widjayanti, 2000).

Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan Pedagang Kaki Lima (Sektor Informal) adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum, seperti terotoar, pingir-pingir jalan umum, emperan toko dan lain sebagainya. Pedagang yang menjalankan kegiatan usahanya dalam jangka tertentu dengan menggunakan sarana atau perlangkapanyang mudah dipindahkan, dibongkar pasang dan mempergunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usaha.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial (skripsi dan tesis)

Interaksi sosial yang terjadi antara orang perorangan atau orang dengan kelompok mempunyai hubungan timbal balik dan dapat tercipta oleh adanya kontak sosial dan komunikasi yang menimbulkan berbagai bentuk interaksi sosial. Sarwono dan Meinarno (2009) mengemukakan bentuk-bentuk interaksi sosial itu meliputi :

  1. Kerjasama, adalah suatu kegiatan yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan dan ada unsur saling membantu satu sama lain.
  2. Persaingan, yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk meniru atau melebihi apa yang dilakukan atau dimiliki oleh orang lain.
  3. Konflik, merupakan suatu ketegangan yang terjadi antara dua orang atau lebih karena ada perbedaan cara pemecahan suatu masalah.
  1. Akomodasi, suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi ketegangan, perbedaan, dan meredakan pertentangan dengan melakukan kompromi sehingga terjadi suatu kesepakatan dengan pihak lain yang bersangkutan.

Akomodasi ini memiliki berbagai bentuk, yaitu :

  • Coercion, merupakan bentuk akomodasi yang prosesnya dilakukan secara paksaan, terjadi bila individu yang satu lemah dibandingkan dengan individu yang lain dalam suatu perselisihan;
  • Compromise, yaitu pengurangan tuntutan dari pihak-pihak yang terlibat pertentangan agar tercapai suatu penyelesaian;
  • Arbitration, adalah suatu penyelesaian pertentangan dengan menghadirkan individu lain yang lebih tinggi kedudukannya untuk membantu menyelesaikan suatu perselisihan;
  • Meditation, yaitu penengah yang berfungsi hanya sebagai mediator, tapi tidak berwenang untuk memberi keputusan penyelesaian;
  • Conciliation, yaitu suatu usaha mempertumakan pihak yang berselisih agar tercapai persetujuan bersama. Conciliation sifatnya lebih lunak bila dibandingkan dengan Coercion;
  • Tolerantion, atau sering pula dinamakan tolerantion – participation, yaitu suatu bentuk akomodsi tanpa persetujuan formal, terkadang timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan;
  • Stalemate, merupakan suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangan; dan
  • Adjudication, yaitu penyelesaian sengketa di pengadilan. Bentuk-bentuk interaksi tersebut akan timbul tergantung dari stimulus yang diberikan pada seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

Partowisastro (2003) mengemukakan pendapat tentang bentuk-bentuk interaksi sosial itu pada dasarnya terbagi dalam dua proses, yaitu :

  1. Proses-proses asosiasi; yang terbagi menjadi :
    • Akomodasi, merupakan suatu proses penyesuaian aktivitasaktivitas seseorang atau kelompok yang berlawanan menjadi sejalan. Akomodasi itu ada beberapa metode, antara lain : pendesakan, kompromis, peradilan, toleransi, konversi, sublimasi, dan rasionalisasi.
    • Assimilasi, yaitu suatu proses yang memiliki ciri pembentukan persamaan sikap, pandangan, kebiasaan, pikiran dan tindakan sehingga seseorang atau kelompok itu cenderung menjadi satu, mempunyai perhatian dan tujuantujuan yang sama.
    • Akulturasi, dari segi teori kebudayaan merupakan suatu aspek dari perubahan kebudayaan. Akulturasi itu sebagai proses dwiarah, bahwa dua masyarakat mengadakan kontak dan saling memodifikasikan kebudayaan masingmasing sampai tingkatan tertentu.
  2. Proses-proses dissosiasi; yang terbagi menjadi :
  • Kompetisi, merupakan suatu persaingan yang terjadi antara perorangan atau kelompok dalam mencapai dan mendapatkan suatu tujuan tertentu.
  • Kontraversi, merupakan suatu perbedaan-perbedaan pandangan, ide dan tujuan yang terjadi pada satu orang atau lebih sehingga menimbulkan pertentangan.
  • Konflik, yaitu suatu ketegangan yang terjadi perorangan atau kelompok dikarenakan adanya perbedaan pandangan tentang suatu masalah maupun penyelesaiannya.
  1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Interaksi sosial secara umum dapat dipengaruhi oleh perkembangan konsep diri dalam seseorang, terkhusus lagi dalam hal individu memandang positif atau negatif terhadap dirinya, sehingga ada yang menjadi pemalu atau sebaliknya dan akibatnya kepada masalah hubungan interaksi sosialnya. Menurut Monks dkk (2006) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi interaksi sosial yaitu :

  1. Jenis kelamin. Kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi dengan teman sebaya/sejawat lebih besar daripada perempuan.
  2. Kepribadian ekstrovert. Orang-orang ekstrovert lebih komformitas daripada introvert.
  3. Besar kelompok. Pengaruh kelompok menjadi makin besar bila besarnya kelompok semakin bertambah.
  4. Keinginan untuk mempunyai status. Adanya dorongan untuk memiliki status inilah yang menyebabkan seseorang berinteraksi dengan sejawatnya, individu akan menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat atau status terlebih di dalam suatu pekerjaan.
  5. Interaksi orang tua. Suasana rumah yang tidak menyenangkan dan tekanan dari orang tua menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan teman sejawatnya.
  6. Pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam mendorong individu untuk interaksi, karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya.

Menurut Gerungan (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial yaitu :

  1. Imitasi, mempunyai peran yang penting dalam proses interaksi. Salah satu segi positif dari imitasi adalah dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Tetapi imitasi juga dapat menyebabkan hal-hal negatif, misalnya yang ditirunya adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dan mematikan daya kreasi seseorang.
  2. Sugesti, hal ini terjadi apabila individu memberikan suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima pihak lain. Berlangsungnya sugesti bisa terjadi pada pihak penerima yang sedang dalam keadaan labil emosinya sehingga menghambat daya pikirnya secara rasional. Biasanya orang yang memberi sugesti orang yang berwibawa atau mungkin yang sifatnya otoriter.
  3. Identifikasi, sifatnya lebih mendalam karena kepribadian individu dapat terbentuk atas dasar proses identifikasi. Proses ini dapat berlangsung dengan sendirinya ataupun disengaja sebab individu memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.
  4. Simpati, merupakan suatu proses dimana individu merasa tertarik pada pihak lain. Didalam proses ini perasaan individu memegang peranan penting walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk kerjasama.

Aspek-Aspek Interaksi Sosial (skripsi dan tesis)

Louis (Toneka, 2000) mengemukakan interaksi sosial dapat berlangsung apabila memiliki beberapa aspek berikut :

  1. adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini dan akan datang, yang menentukan sifat dan aksi yang sedang berlangsung;
  2. adanya jumlah perilaku lebih dari seseorang;
  3. adanya tujuan tertentu, tujuan ini harus sama dengan yang dipikirkan oleh pengamat.

Soekanto (2015) mengemukakan aspek interaksi sosial yaitu :

  1. Aspek kontak sosial, merupakan peristiwa terjadinya hubungan sosial antara individu satu dengan lain. Kontak yang terjadi tidak hanya fisik tapi juga secara simbolik seperti senyum, jabat tangan. Kontak sosial dapat positif atau negatif. Kontak sosial negatif mengarah pada suatu pertentangan sedangkan kontak sosial positif mengarah pada kerja sama.
  2. Aspek komunikasi. Komunikasi adalah menyampaikan informasi, ide, konsepsi, pengetahuan dan perbuatan kepada sesamanya secara timbal balik sebagai penyampai atau komunikator maupun penerima atau komunikan. Tujuan utama komunikasi adalah menciptakan pengertian bersama dengan maksud untuk mempengaruhi pikiran atau tingkah laku seseorang menuju ke arah positif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek interaksi sosial yang digunakan sebagai skala interaksi sosial yaitu kontak sosial dan komunikasi, dengan alasan kedua aspek sudah mencakup unsur-unsur dalam interaksi sosial serta dianggap dapat mewakili teori-teori yang lain.

Pengertian Interaksi Sosial (skripsi dan tesis)

Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok.

Adapun Basrowi (2005) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok, maupun orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerjasama, tetapi juga berbentuk tindakan, persaingan, pertikaian dan sejenisnya. Menurut Partowisastro (2003) interaksi sosial ialah relasi sosial yang berfungsi menjalin berbagai jenis relasi sosial yang dinamis, baik relasi itu berbentuk antar individu, kelompok dengan kelompok, atau individu dengan kelompok.

Soekanto (2015) mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang meliputi hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Menurut Sarwono dan Meinarno (2009) interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara individu dengan individu lain, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok lain.

Gerungan (2006) secara lebih mendalam menyatakan interaksi sosial adalah proses individu satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastis kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain. Individu yang satu dapat juga menyesuaikan diri secara aloplastis dengan individu lain, dimana individu yang lain itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang pertama.

Mahasiwa Perantau (skripsi dan tesis)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, berada dalam suatu struktur pendidikan tertentu dan merupakan tingkatan pendidikan tertinggi dibandingkan yang lainnya. Sedangkan menurut Hartaji (2012) mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu maupun sedang belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada suatu institusi seperti universitas, politeknik maupun institusi pendidikan lainnya.

Menurut Naim (2013), merantau adalah meninggalkan kampung halaman, dengan kemauan sendiri, memiliki jangka waktu lama, dengan tujuan tertentu, menuntut ilmu dan mencari pengalaman, namun suatu saat akan kembali pulang. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa rantau adalah orang yang meninggalkan kampung halaman dan jauh dari orang tua yang sedang dalam proses belajar dan telah terdaftar di suatu institusi pendidikan. Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada 2 masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup (Yusuf, 2012).

Tipe-Tipe Kelompok Sosial (skripsi dan tesis)

Tipe-tipe kelompok sosial dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian atas dasar berbagai ukuran atau kriteria. Menurut Simmel dalam buku Soekanto (2017: 104), klasifikasi tipe-tipe kelompok sosial berdasarkan ukuran besar kecilnya jumlah anggota kelompok, bagaimana individu mempengaruhi kelompoknya serta interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Ukuran lain yang diambil untuk menentukan tipe-tipe kelompok sosial adalah derajat interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Unsur kepentingan dan juga wilayah, serta berlangsungnya suatu kepentingan yang ada didalam masyarakat.

Tipe-tipe kelompok sosial yang ada di masyarakat antara lain:

  1. In-group dan Out-group

W.G. Sumner dalam buku Soekanto (2017: 108), membagi kelompok sosial menjadi dua yaitu In-group dan out-group. Ingroup adalah kelompok sosial dimana individu mengidentifikasikan dirinya didalam suatu kelompok atau golongan, sedangkan out-group adalah kelompok sosial yang diartikan individu sebagai lawan dari ingroupnya. Sikap out-group selalu ditandai oleh kelainan yang berwujud antagonisme dan antipati. Perasaan in-group dan out-group atau perasaan dalam serta luar suatu kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnosentrisme.

  1. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder

Menurut Charles Horton Cooley dalam buku Soekanto (2017: 109) kelompok sosial terbagi atas kelompok sosial primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group). Kelompok primer atau face to face group adalah kelompok sosial yang paling sederhana dimana anggotanya saling mengenal dekat satu sama lain, saling bekerjasama dan juga mempunyai hubungan pribadi yang sangat erat. Contoh dari kelompok primer adalah keluarga, teman sepermainan, sahabat karib, dan lain sebagainya. Kelompok sekunder adalah kelompok yang terdiri dari banyak orang, sifat hubunganya tidak berdasarkan pengenalan secara pribadi dan juga tidak berlansung dengan langgeng, kelompok ini hanya berdasarkan kepada kepentingan sesaat dan juga tidak mempunyai hubungan secara pribadi atau personal satu sama lain. Contoh hubungan sekunder adalah kontrak jual beli.

  1. Paguyuban (Gemeinshcaft) dan Patembayan (Gesselschaft)

Menurut Ferdinand Tonnies dalam buku Soekanto (2017: 116), kelompok sosial dibagi menjadi dua tipe yaitu paguyuban (gemeinshcaft) dan patembayan (gesselschaft). Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya mempunyai hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta bersifat kekal.

Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah di kodratkan. Paguyuban terbagi dalam tiga tipe yaitu: paguyuban karena ikatan darah (gemeinshcaft of blood), yaitu paguyuban yang didasarkan pada adanya ikatan darah atau ikatan keturunan diantara kelompok tersebut, misalnya keluarga, kelompok kekerabatan (trah). Kedua adalah paguyuban karena tempat (gemeinshcaft of place), yaitu paguyuban yang didasarkan pada orang-orang yang mempunyai tempat tinggal yang berdekatan sehingga bisa selalu menghasilkan kerjasama atau gotong royong, misalnya adalah rukun tetangga, rukun warga, dan lain-lain.

Jenis paguyuban yang ketiga adalah peguyuban karena persamaan jiwa, pemikiran, dan juga ideologi (gemeinshcaft of mind), yaitu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah atau tempat tinggal yang berdekatan tetapi mempunyai jiwa, pemikiran, idealisme, dan juga ideologi yang sama, misalnya adalah organisasi garis keras, dan lain-lain.  Patembayan (gesselschaft) adalah ikatan lahir yang bersifat pokok dan biasanya berjalan dengan jangka waktu yang relatif pendek, dia bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka. Contoh patembayan antara lain ikatan pedagang, ikatan guru, organisasi buruh pabrik, dan sebagainya.

  1. Kelompok Formal dan Kelompok Informal

Jenis pembagian kelompok sosial juga terdapat jenis kelompok sosial formal dan kelompok sosial informal. Kelompok sosial formal (formal group) adalah kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesama, contohnya adalah organisasi. Kelompok informal (informal group) adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai struktur dan   organisasi yang pasti, kelompok tersebut biasanya terbentuk karena adanya pertemuan yang berulang kali yang didasari oleh keinginan dan juga kepentingan yang sama, contoh dari informal group adalah clique (Soekanto, 2017: 120).

  1. Membership Group dan Reference Group.

Robert K. Merton dalam buku Soekanto (2017: 123), membagi kelompok sosial menjadi membership group dan reference group. Membership group merupakan kelompok dimana orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Reference group adalah kelompok-kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota kelompok tersebut) untuk membentuk pribadi dan perilakunya.

  1. Kelompok Okupasional dan Kelompok Volunter.

Tipe kelompok sosial juga terbagi atas kelompok sosial okupasional dan kelompok sosial volunter. Kelompok okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya kelompok kekerabatan, seperti yang kita tahu bahwa di jaman sekarang ini hubungan kekeluargaan seseorang tidak lagi erat seperti pada jaman dahulu, jadi pada jaman sekarang ini banyak timbul kelompok yang anggotanya didasarkan pada persamaan profesi atau perkerjaan mereka, misalnya saja ikatan dokter Indonesia, ikatan pengusaha, ikatan pengacara, dan lain sebagainya. Kelompok sosial volunter adalah kelompok yang memiliki kepentingan yang sama, namun tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat. Melalui kelompok ini diharapkan akan dapat memenuhi kepentingan anggotanya secara individual tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara umum (Soekanto, 2017: 126).

Kelompok Sosial (skripsi dan tesis)

(skripsi dan tesis)

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk hidup dengan orang lain disebut gregariuosness sehingga manusia juga juga disebut sebagai social animal. Sejak dilahirkan manusia mempunyai dua hasrat pokok yaitu: a. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya yaitu masyarakat. b. Keinginan untuk menjadi satu dengan alam di sekelilingnya (Soekanto, 2017: 101). Kelompok sosial merupakan salah satu perwujudan dari interaksi sosial atau kehidupan bersama, atau dengan kata lain bahwa pergaulan hidup atau interaksi manusia itu perwujudanya ada di dalam kelompok-kelompok sosial.

Kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan   timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Syarat terbentuknya kelompok sosial adalah:

  1. Adanya kesadaran setiap anggota kelompok bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan .
  2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainya.
  3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antara mereka menjadi erat, yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan lain-lain. Faktor mempunyai musuh yang sama juga dapat pula menjadi faktor pengikat atau pemersatu.
  4. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
  5. Bersistem dan berproses (Soekanto, 2017: 101)

Suatu kelompok sosial cenderung mempunyai sifat yang tidak statis atau berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Suatu aspek yang menarik dari kelompok sosial tersebut adalah bagaimana cara mengendalikan anggota-anggotanya. Para sosiolog akan tertarik oleh cara-cara kelompok sosial tersebut dalam mengatur tindakan anggotaanggotanya agar tercapai tata tertib di dalam kelompok. Hal yang agaknya penting adalah kelompok sosial tersebut merupakan kekuatan-kekuatan sosial berhubungan, berkembang, mengalami disorganisasi, memegang peranan, dan sebagainya (Soekanto, 2017: 102-103).

Unsur Pembentuk Solidaritas Sosial (skripsi dan tesis)

Unsur-unsur Pembentuk Solidaritas

  1. Kesatauan Genealogis atau Faktor Keturunan

Kesatuan Genealogis merupakan salah satu yang yang menjadi unsurdalam membangun solidaritas suatu kelompok. Solidaritas yang dibangun berdasarkan kesamaan keturunan mampu membuat suasana kelompok sosial lebihmengarah pada arah persaudaraan. Karena kesamaan keturunan mampu memberikan komitmen yang kuat dalam kelompok sosial agar tidak terputus tali persaudaraannya.

  1. Kesatuan Religius

Setiap agama sudah pasti memiliki atauran-atauran dalam hidupbermasyarakat ataupun berkelompok. Aturan-aturan tersebut tertuang dalamsebuah nilai dan norma. Nilai dan norma inilah yang kemudian mengatur setiapgerak-gerik tingkah laku manusia. Tentu hal yang sangat ide  menjadikan kesamaan agama sebagai pemersatu dalam membentuk suatau kelopok sosialdalam membangun solidaritas sosial

  1. Kesatuan Teritorial (Community)

Terbentuknya suatu kelompok sosial dalam membangun solidaritas yangkuat tentu pula didasari karena adanya kesamaan suatau wilayah atau sering kitasebut dengan persamaan primordial (kedaeraan). Di dalam kesamaan primordialsudah pasti nilai-nilai serta norma-norma yang dianut akan sama. Hal ini akanlebih mudah dalam membangun pola interaksi dalam sebuah kelompok sosial.

  1. Kesatuan Kepentingan (Asosiasi)

Tentu persamaan kepentingan dapat mempermudah tercapainya cita-cita bersama. Karena pada dasarnya individu-individu memiliki keinginan yang ingin dicapai. Oleh karena itu bergabung bersama dengan orang-orang yang memiliki persamaan kepentingan, akan jauh lebih mudah untuk mencapainya.

Solidaritas Sosial (Emile Durkheim ) (skripsi dan tesis)

 

Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial. Solidaritas sosial merupakan perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Durkheim membagi dua tipe solidaritas mekanik dan organik. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat ini terjadi karena mereka terlibat aktivitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organik bertahan bersama justru karena adanya perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memilki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2018: 90-91).

Teori solidaritas (dalam Ritzer, 2012:145) dari Emile Durkheim menekankan pada keadaan individu atau kelompok yang mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup di masyarakat. Penulis melihat tingkat kebersamaan dalam anggota masyarakat yang berperan dalam meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja memiliki imlikasi yang sangat besar terhadap struktur masyarakat. Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara dimana solidaritas sosial terbentuk, dengan kata lain perubahan cara- cara masyarakat bertahan dan bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh. Untuk menyimpulkan perbedaan ini, Durkheim membagi solidaritas menjad solidaritas mekanik dan organik. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanik menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan masyarakat ini terjadi karena mereka terlibat aktifitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dn memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang dittandai oleh solidaritas organik bertahan bersama justru karena adanya perbedaan yang aa didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda – beda

Menurut Durkheim dalam (Ritzer, 2012:90), solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk yakni solidaritas sosial mekanik dan solidaritas sosial organik. Pandangan Durkheim mengenai masyarakat yang dicirikan oleh solidaritas mekanik adalah suatu yang hidup. Masyarakat berpikir dan bertingkah laku dihadapan kepada gejala-gejala sosial atau fakta-fakta sosial yang seolah-olah berada diluar individu. pada masyarakat, manusia hidup bersama dan berinteraksi sehingga timbul rasa kebersamaan diantar anggota masyarakat. Solidaritas mekanik pada umumnya terdapat pada masyarakat pedesaan, solidaritas mekanik ini terbentuk karena setiap anggota terlibat dalam aktifitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama dan memerlukan keterlibatan secara fisik.

Solidaritas mekanik tersebut mempunyai kekuatan yang sangat besar dalam membangun kehidupan  harmonis antara sesama, sehingga solidaritas tersebut lebih bersifat lama dan tidak tempore(sementara). Solidaritas mekanik juga didasarkan pada tingkat homogenitas yang sangat tinggi. Tingkat homogenitas individu yang tinggi dengan tingkat ketergantungan antara individu yang sangat rendah. Tingkat homogenitas tersebut dapat dilihat misalnya dalam pembagian kerja dalam masyarakat. Solidaritas mekanik dapat menjadikan individu memiliki tingkat kemampuan dan keahlian dalam suatu pekerjaan yang sama sehingga setiap individu dapat mecapai keinginannya tanpa ada ketergantungan kepada orang lain. Berbeda dengan tipikal solidaritas sosial mekanik, solidaritas organik adalah tipe solidaritas yang didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi dari adanya spesialis dalam pembagian kerja (Ritzer, 2012:145).

Solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks, yaitu masyarakat yang mengenal pembagian kerja yang rinci dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian. Setiap anggota menjalankan peran yang berbeda, dan saling ketergantungan seperti pada hubungan antara organisme biologis. Solidaritas organik ini menyebabkan masyarakat yang ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya, karena adanya saling ketergantungan ini maka ketidakhadiran pemegang peran tertentu akan mengakibatkan gangguan pada sistem kerja dan kelangsungan hidup masyarakat. Keadaan masyarakat dengan solidaritas organik ini, ikatan  utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi kesadaran kolektif melainkan kesepakatan yang terjalin diantara berbagai kelompok profesi. Ciri dari masyarakat solidaritas mekanik ini ditandai dengan adanya kesadaran kolektif yang sangat kuat, yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama. Ikatan kebersamaan tersebut terbentuk karena adanya kepedulian diantara sesama.

Menurut Emile Durkheim dalam (Ritzer, 2012:145) indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik ini adalah ruang lingkungan dan kerasnya hukum-hukum yang bersifat represif (menekan). Anggota masyarakat ini memiliki kesamaan satu sama lainnya. Semuanya cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap sistem nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu, apalagi oleh masyarakat yang menjadi tempat penelitian kali ini. Hukuman yang dikenakan terhadap pelanggaran tehadap aturan-aturan represif tersebut pada hakekatnya adalah merupakan manifestasi dari kesadaran kolektif yang tujuannya untuk menjamin masyarakat berjalan dengan teratur dengan baik.

Ikatan yang mempersatukan anggota-anggota masyarakat disini adalah homogenya dan masyarakat terikat satu sama lainnya secara mekanik, jadi perilaku yang disebut melawan hukum jika dipandang mengancam atau melanggar kesadaran kolektif. Jenis dan beratnya hukuman tidak selalu harus mempertimbangkan kerugian atau kerusakan yang diakibatkan oleh pelanggarannya, akan tetapi lebih didasarkan pada kemarahan bersama akibat terganggunya kesadaran kolektif seperti penghinaan, menfitnah, pembunuhan dan lain sebagainya, untuk menjamin supaya masyarakat yang bersangkutan berjalan dengan baik dan teratur. Pembahasan mengenai kedua solidaritas akan digunakan manjadi satu saja, yaitu solidaritas mekanik yang mengambarkan akan keadaan dalam masyarakat pedesaan.

Solidaritas mekanik yang telah diungkapkan oleh Emile Durkheim dalam teorinya; yakni dengan melihat kembali keberadaan masyarakat setempat yang dicirikan dengan kegiatankegiatan yang seragam antar masyarakat setempat. Durkeim dalam (Ritzer, 2012:90) menuturkan bahwa  dalam solidaritas mekaniknya maka anggota dalam kelompok tersebut cenderung memiliki kesadaran kolektif yang lebih kuat; pemahaman, norma dan kepercayaan bersama.

Pengertian Usaha Angkringan (skripsi dan tesis)

Kata Angkringan berasal dari kata pergaulan jawa, angkring atau nangkring yang memiliki arti duduk santai yang lebih bebas. Para pembeli yang duduk di bangku kayu memanjang di sekitar gerobak dapat mengangkat atau melipat kaki naik ke atas kursi. Angkringan merupakan suatu bentuk variasi dari kaki lima. Penjual kaki lima yang menggunakan pikulan juga dapat di temui di daerah-daerah lain. Kaki lima pikulan yang menjual makanan dengan harga murah seperti angkringan dapat pula di temui di Solo dan klaten. Menurut Klara, “masyarakat setempat menyebut kaki lima tersebut dengan nama HIK (Hidangan Istimewa Kampung). Istilah ini gunakan di Solo, tetapi istilah ini populer di Yogyakarta adalah angkringan (Azizah Risyda, 2015).

Pada awalnya penjual angkringan tidak menggunakan gerobak dorong beroda dua, melainkan pikulan yang terbuat dari belahan batang bambu. Di kedua ujungnya digantung dua set perangkat, serta di lengkapi sebuah bangku untuk penjual. Satu set angkringan dilengkapi dengan alat dan bahan minuman yang akan di olah, termasuk anglo atau tungku berbahan bakar arang. Sementara, set-set yang lain memuat bahan makanan siap saji yang hanya perlu di bakar kembali diatas tungku. Perlengkapan kios berjalan ini masih sangat sederhana mengingatfrekuensi perpindahanya cukup tinggi.Konsep angkringanadalah gerobak dorong dari kayu dan tungku dari arang.Di atasnya ceret besar berjumlah tiga buah sebagai alat untuk menghidangkanbahan minuman. Tak lupa yang menambah suasana remang-remang eksotis adalahlampu minyak yang di sebut teplok yang menerangi di tengah gerobak. Tempat duduk yang menggunakan kursi kayu panjang mengelilingi gerobak yang dinaungi terpal plastik gulung sebagai tenda. Perpaduan yang bersahaja ini menjadiestetika angkringan yang terbentuk melawan waktu dan perkembangan zaman (Nita, 2017).

Meski begitu, inilah yang menjadi daya tarik luar biasa dari warung angkringan.Makanan yang dijual meliputi nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telurpuyuh, dan keripik. Minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk,kopi, tape, wedang jahe dan susu. Semua dijual dengan harga yang sangatterjangkau, mulai dari minuman Rp. 2000 – Rp. 6000, nasi kucing Rp. 3000, Rica-rica ayam Rp. 4000 dan macam-macam sate Rp. 3000. Meski harganya murah,namun konsumen warung ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang bangunan,pegawai kantor, mahasiswa, seniman, bahkan hingga pejabat dan eksekutif. Antarpembeli dan penjual sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana penuh kekeluargaan.

Angkringan juga terkenal sebagai tempat yang egaliter karenabervariasinya pembeli yang datang tanpa membeda-bedakan strata sosial atau sara. Mereka menikmati makanan sambil bebas mengobrol hingga larut malammeskipun tak saling kenal tentang berbagai hal atau kadang berdiskusi tentangtopik-topik yang serius. Harganya yang murah dan tempatnya yang santaimembuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai tempat persinggahanuntuk mengusir lapar atau sekadar melepas lelah. Akrabnya suasana dalamangkringan membuat nama angkringan tak hanya merujuk ke dalam tempat tetapikesuasana, beberapa acara mengadopsi kata angkringan untuk menggambarkansuasana yang akrab saling berbagi dan menjembatani perbedaan

Keberlangsungan Usaha (skripsi dan tesis)

Keberlangsungan (Sustainability) diartikan sebagai suatu bentuk kata kerja yang menerangkan suatu keadaan atau kondisi yang sedang berlangsung terusmenerus dan berlanjut, merupakan suatu proses yang terjadi dan nantinya bermuara pada suatu eksistensi atau ketahanan suatu keadaan (disarikan dari Kamus Lengkap Bahasa Indonesia). Berdasar definisi ini keberlangsungan usaha (Business Sustainibility) merupakan suatu bentuk konsistensi dari kondisi suatu usaha, dimana keberlangsungan ini merupakan suatu proses berlangsungnya usaha baik mencakup pertumbuhan, perkembangan, strategi untuk menjaga kelangsungan usaha dan pengembangan usaha dimana semua ini bermuara pada keberlangsungan dan eksistensi (ketahanan) usaha.

Dalam sumber lain keberlangsungan diartikan sebagai : Sustainability is “using, developing and protecting resources in a manner that enables people to meet current needs and provides that future generationscan also meet future needs, from the joint perspective of environmental, economic and community objectives.” (www.oregon.gov). Ini diartikan bahwa keberlangsungan adalah sesuatu yang dipergunakan untuk mengembangkan dan melindungi sumber daya yang berada didalamnya, dimana memungkinkan orang-orang untuk mendapatkan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan akan datang, dari pandangan gabungan lingkungan, ekonomi dan pandangan masyarakat. Pernyataan-pernyataan ini dapat dianolagkan dan dipakai sebagai definisi konsep dalam penelitian ini, bahwa keberlangsungan usaha merupakan suatu keadaan atau kondisi usaha, dimana didalamnya terdapat cara-cara untuk mempertahankan, mengembangkan dan melindungi sumber daya serta memenuhi kebutuhan yang ada didalam suatu usaha (industri). Cara-cara yang dipergunakan ini bersumber dari pengalaman sendiri, orang lain, serta berlandaskan pada kondisi atau keadaan ekonomi yang sedang terjadi di dalam dunia usaha (Business).

Komponen Dalam Modal Sosial (skripsi dan tesis)

Putnam (2000) menyatakan komponen modal sosial terdiri dari kepercayaan (trust), aturan-aturan (norms) dan jaringan-jaringan kerja (networks) yang dapat memperbaiki efisiensi dalam suatu masyarakat melalui fasilitas tindakan-tindakan yang terkordinasi. Lebih lanjut dikatakan Putman bahwa kerjasama lebih mudah terjadi di dalam suatu komunitas yang telah mewarisi sejumlah modal sosial dalam bentuk aturan-aturan, pertukaran timbal balik dan jaringan-jaringan kesepakatan antar warga. Hal ini diperjelas dengan adanya pernyataan Ridell dalam Suharto, E. & Yuliani. (2005) menyebutkan beberapa parameter modal sosial, antara lain kepercayaan, norma, dan jaringan. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga parameter modal sosial tersebut.

  • Jaringan: Granovetter mengungkapkan bahwa jaringan hubungan sosial adalah suatu rangkaian hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang sama di antara individu-individu atau kelompok-kelompok (Santoso: 2010). Jaringan ini akan menjadi media komunikasi dan interaksi yang menghasilkan kepercayaan dan kekuatan suatu kerja sama. Putnam berargumen bahwa jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerja sama para anggotanya serta manfaaat-manfaat dari partisipasinya itu. Kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun sejumlah asosiasi sekaligus membangun jaringan merupakan salah satu sumber kekuatan modal sosial. Sumber lain adalah pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial.

Pertukaran ekonomi untuk mendapatkan modal dan kepentingan ekonomi juga dapat dilakukan melalui perolehan reputasi lewat pengakuan dalam jaringan atau kelompok. Tahapan tersebut dapat mengoptimasi keuntungan relasional (menjaga hubungan sosial) serta analisis biaya dan keuntungan Hendry juga mengungkapkan bahwa jaringan-jaringan telah lama dilihat sangat penting bagi keberhasilan bisnis.

Terutama pada tingkat permulaan, bahwa fungsi jaringan-jaringan diterima dengan luas sebagai suatu sumber informasi penting, yang sangat menentukan dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang bisnis (Field, 2010). Ben-Porath menambahkan mengenai konsep ‘F-connection’. Konsep ini terdiri dari families (keluarga), friends (teman), dan firms (perusahaan) Bentuk-bentuk koneksi tersebut dalam organisasi sosial dapat mempengaruhi pertukaran ekonomi. Jika dikembangkan secara lebih jauh, hubungan keluarga dan pertemanan bisa bermanfaat bagi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan atau karir yang lebih bagus.

  • Norma: Norma merupakan pemahaman, nilai, harapan, dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang dilengkapi sanksi yang bertujuan mencegah individu melakukan perbuatan menyimpang dalam masyarakat. Sebagian besar norma hanya dipahami tanpa ditulis, sehingga menentukan tingkah laku masyarakat dalam berhubungan sosial. Yustika menyatakan bahwa kerja sama yang dilengkapi dengan sanksi sosial dapat berfungsi sebagai komplementer untuk merangsang mekanisme efek modal sosial terhadap kinerja ekonomi. Dari kegiatan ekonomi tersebut, pelaku dapat mengakumulasi laba, upah, dan pengembalian modal sehingga terdapat insentif untuk berproduksi. Norma yang kuat memungkinkan setiap anggota kelompok atau komunitas saling mengawasi sehingga tidak ada celah bagi individu untuk berbuat ‘menyimpang’ Menurut Putnam dan Fukuyama, norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerja sama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerja sama. North mengungkapkan bahwa norma merupakan sebuah ‘institusi’ yang mengatur interaksi sosial antar manusia. Norma terbentuk oleh interaksi nilai-nilai yang dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat di dalamnya dan sifatnya selalu harus memberikan manfaat positf bagi setiap anggota masyarakat itu. Saat norma tidak bermanfaat atau bahkan merugikan, norma akan hilang dan mati (Leksono, 2009).
  • Kepercayaan: Menurut Fukuyama, kepercayaan merupakan harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerja sama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Fukuyama juga mengklaim bahwa kepercayaan merupakan dasar paling dalam dari tatanan sosial: ”komunitas-komunitas tergantung pada kepercayaan timbal balik dan tidak akan muncul secara spontan tanpanya ( Field, 2010). Sedangkan menurut Putnam (2000), rasa percaya adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya). Yustika menyatakan bahwa modal sosial tergantung dari dua elemen kunci, yaitu kepercayaan dari lingkungan sosial dan perluasan aktual dari kewajiban yang sudah dipenuhi (obligation held). Dari perspektif ini, individu yang bermukim dalam struktur sosial dengan saling kepercayaan tinggi memiliki modal sosial yang lebih baik daripada situsi sebaliknya. Menurut Francois, kepercayaan merupakan komponen ekonomi yang relevan melekat pada kultur masyarakat yang akan membentuk kekayaan modal sosial. Hal ini akan menciptakan suatu siklus sosial yang membuat kepercayaan yang tinggi (diwujudkan dalam tindakan untuk mencapai kepentingan bersama) berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat

Adapun lingkup modal sosial menurut Carrier R Leana dan Van Burren, terdiri dari tiga komponen utama yaitu associability, shared trust, dan shared responsibility. Dalam konteks associability penekanannya adalah sociability, kemampuan melakukan interaksi sosial diikuti dengan kemampuan memacu aksi kolektif yang memadai dalam usaha-usaha bersama. Selain itu dibutuhkan shared trust(kepercayaan timbal balik) dan juga shared responsibility (tanggung jawab timbal balik) dalam usaha kolektif. Dalam perspektif serupa Don Cohen Laurens mengungkapkan bahwa modal sosial dapat terlihat dalam aspek trust, mutual understanding (saling memahami), shared knowledge (pengetahuan bersama), dan cooperative action (aksi bersama). Modal sosial terjelma dari persenyawaaan tiga unsur yaitu pertama, ikatan tradisi dalam wujudnya sebagai keluarga, kekerabatan dan kewilayahan, kedua ketersediaan untuk bekerja keras di bawah pemahaman bahwa mereka yang tidak bekerja tidak berhak memperoleh makanan, ketiga suatu konteks yang disediakan oleh pemegang tampuk kekuasaan berupa ketentraman politik, terbukanya kesempatan ekonomi dan finansial serta jaminan keamanan masa depan yang meyakinkan. Dua faktor pertama bersama-sama dalam bingkai konteks faktor ketiga membentuk apa yang disebut modal sosial. Maka terjadi saling taut fungsional dari persekutuan antar manusia, karya dan modal.

Pendapat lain yaitu Woolcock, M. D. Narayan (2000) yang membedakan tiga tipe modal sosial sebagai berikut:

  1. Sosial bounding, berupa kultur nilai, kultur, persepsi dan tradisi atau adat-istiadat. Modal sosial dengan karakteristik ikatan yang kuat dalam suatu sistem kemasyarakatan dimana masih berlakunya sistem kekerabatan dengan sistem klen yang mewujudkan rasa simpati berkewajiban, percaya resiprositas dan pengakuan timbal balik nilai kebudayaan yang dipercaya. Tradisi merupakan tata kelakuan yang kekal serta memiliki integrasi kuat dengan pola perilaku masyarakat mempunyai kekuatan mengikat dengan beban sangsi bagi pelanggarnya.
  2. Sosial bridging, berupa institusi maupun mekanisme yang merupakan ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya. Stephen Aldidgre menggambarkannya sebagai pelumas sosial yaitu pelancar roda-roda penghambat jalannya modal sosial dalam sebuah komunitas dengan wilayah kerja lebih luas dari pada poin 1, bisa bekerja lintas kelompok etnis maupun kelompok kepentingan. Dapat dilihat pula adanya keterlibatan umum sebagai warga negara, asosiasi, dan jaringan.
  3. Sosial linking, berupa hubungan/jaringan sosial dengan adanya hubungan diantara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat.

Pengertian Modal Sosial (skripsi dan tesis)

Pada awalnya, modal sosial berangkat dari hasil penelitian Robert Putnam (2000) di Italia yang menemukan bagaimana modal sosial berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah. Bagi Robert Putnam modal sosial sebagai “connections among individuals social networks and the norms of reciprocity and trustworthiness that arise from them’. Hasil penelitian ini berkembang dengan hasil penelitian senada sehingga meberikan sudut pandang yang berbeda mengenai pengertian modal sosial. Ahli sosiologi Prancis Pierre Bourdieu (1985) mendefinisikan modal sosial atau social capital sebagai ‘the aggregate of the actual or potential resources which are linked to possession of a durable network of more or less institutionalised relationships of mutual acquaintance and recognition’. Sedangkan James Coleman (2000), ahli sosiologi Amerika, mengatakan bahwa  modal sosial‘is not a single entity, but a variety of different entities, having two characteristics in common: they all consist of some aspect of a social structure,and they facilitate certain actions of individuals who are within the structure’.

Sedangkan menurut Fukuyama (2005) bahwa modal sosial secara sederhana yaitu serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Norma-norma yang menghasilkan sosial capital harus secara substantive memasukkan nilai-nilai seperti kejujuran, pemenuhan tugas dan kesediaan untuk saling menolong, dan komitmen bersama. Norma kooperatif di atas bisa dibagi di antara kelompok masyarakat terbatas dan bukan dengan yang lainnya dalam masyarakat yang sama. Menurut Cohen dan Prusak berpendapat bahwa modal sosial adalah kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia, rasa percaya, saling mengerti dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya kerjasama (Cohen, Don dan Prusak, Laurence, 2001)

Konsep Budaya Berlalu Lintas (skripsi dan tesis)

 

Istilah budaya lalu lintas terdiri dari dua kata yaitu budaya dan lalu lintas. Pengertian budaya sendiri adalah “nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat”. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia (Tagel, 2013).

Sedangkan kata lalu lintas dalam UU No. 22 Tahun 2009 didefenisikan sebagai: “ gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedangkan yang dimaksud dengan ruang lalu lintas adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.” Adapun definisi mengenai lalu lintas lain menyebutkan bahwa menurut adalah “berjalan bolak balik, hilir mudik dan perihal perjalanan di jalan dan sebagainya serta berhubungan antara sebuah tempat dengan tempat lainnya. Secara keseluruhan budaya berlalu lintas adalah nilai sosial dan norma sosial yang ditumbuhkan dalam kehidupan masyarakat berkaitan dengan pengaturan mengenai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan” (Rachma, 2013).

Lalu lintas berarti berbicara mengenai manusia, kendaraan, dan jalan yang masing-masing mempunyai masalah tersendiri dan berkaitan dengan keselamatan hidup orang banyak khususnya para pemakai jalan raya. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, lalu lintas diartikan sebagai : “Berjalan bolak-balik, hilir mudik, perihal perjalanan di jalan dan sebagainya, perhubungan antara sebuah tempat dengan tempat lain”. Sementara. Djajusman dalam bukunya, “Polisi Dan Lalu Lintas”, mengartikan lalu lintas sebagai : “Gerak-gerik pindah manusia dengan atau tanpa alat penggerak dari satu tempat ke tempat lain” (Djajoesman HS, 2006). Sementara UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, memberikan pengertian lalu lintas sebagai gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan. Sedangkan jalan diartikan sebagai jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, dan kendaraan adalah alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.

Konsep budaya berlalu lintas sebenarnya merupakan penggabungan dari berbagai konsep lainnya. Diantaranya adalah safety driving adalah (Ikhsan, 2009):

perilaku mengemudi yang aman yang bisa membantu untuk menghindari masalah lalu lintas. Safety driving merupakan kegiatan untuk keselamatan berkendara. Kegiatan ini mencakup pada kegiatan pendidikan dan pelatihan ketrampilan mengendarai kendaraan bermotor, kiat-kiat aman berkendara. Ketrampilan dan keahlian berkendara yang dilatihkan dan diselenggarakan oleh polisi yang bekerjasama dengan sektor bisnis, media dan LSM yang ditujukan baik dari tingkat pelajar, mahasiswa, pengemudi angkutan umum, club otomotif, masyarakat umum atau siapa saja yang perduli terhadap masalah keselamatan berkendara dengan tujuan meningkatkan kemampuan serta kesadaran berlalu lintas untuk keselamatan para pengguna jalan.

 

Konsep lain yang lekat dengan budaya berlalu lintas adalah safety riding adalah yang mengandung pengertian adalah: “suatu usaha yang dilakukan dalam meminimalisir tingkat bahaya dan memaksimalkan keamanan dalam berkendara, demi menciptakan suatu kondisi, yang mana kita berada pada titik tidak membahayakan pengendara lain dan menyadari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi di sekitar kita serta pemahaman akan pencegahan dan penanggulangan” (Mohamad 2009).

Menurut Canada Safety Council, dalam hal lain budaya berlalu lintas juga berkiatan dengan menyatakan defensiver driving yaitu (Ervina 2012) :

ketrampilan pengemudi bertahan dari kejadian berbahaya selama di jalan raya. Dimana terdapat 3 (tiga) hal rumusan yang diperlukan untuk melakukan pencegahan terjadinya tabrakan yaitu; mengenali bahaya (recognize the hazard), memahami cara bertahan (understand the defence), dan beraksi pada waktunya (act in time).