Teori peran (role theory) merupakan penekanan sifat individual sebagai pelaku sosial yang mempelajari perilaku yang sesuai dengan posisi yang ditempati di masyarakat. Peran (adalah konsep sentral dari teori peran. Dengan demikian kajian mengenai teori peran tidak lepas dari definisi peran dan berbagai istilah perilaku di dalamnya. Teori peran adalah teori yang merupakan perpaduan antara teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari sosiologi dan antropologi. Dalam ketiga ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor harus bermain sebagai tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berprilaku secara tertentu. Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian dianologikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dalam teater, posisi orang dalam masyarakat sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan adanya orang-orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandang inilah disusun teori-teori peran.
Dalam teorinya Biddle & Thomas (dalam Sarlito, 2015; 34) membagi peristilahan dalam teori peran dalam 4 golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut: 1) Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial. 2) Perilaku yang muncul dalam interaksi. 3) Kedudukan orang-orang dan perilaku. 4) Kaitan antara orang dan perilaku.
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya tidak ada peranan tanpa kedudukan (Soerjono, 2012;423). Dalam pernyataan lain disebutkan bahwa peran adalah pola perilaku normatif yang diharapkan pada status tertentu. Dengan kata lain, sebuah status memiliki peran yang harus dijalani sesuai aturan (norm) yang berlaku (Nurdin, 2016;17).
Gross, Mason dan McEachern dalam David Berry (2013; 99) mendefinisikan peranan sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal berikut ini: 1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. 2) Peranan merupakan suatu konsep perihal yang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku. Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social position) merupakan unsur statis yang menunjukan pada fungsi,
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori peran menekankan sifat individu sebagai pelaku sosial. Teori ini adalah teori perilaku sesuai dengan posisi yang ditempatinya di lingkungan kerja dan masyarakat (Gratia & Septiani, 2014). Ketika individu menduduki sebuah posisi dalam lingkungan kerjanya, individu tersebut dituntut dapat berinteraksi dengan hal lain atau individu lain sebagai bagian dari pekerjaannya. Seperangkat aktivitas dalam lingkungan pekerjaan mengandung beberapa peran dari individu yang menduduki suatu posisi. Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas yang terdapat saling ketergantungan antar bagian organisasi. Kinerja dari satu individu akan bergantung dari aktivitas individu lain. Adanya hubungan saling kebergantungan ini, terutama berkaitan dengan perilaku individu, terbentuklah ekspektasi peran untuk perilaku yang sesuai (Hambali et al., 2016). Individu dapat mengalami konflik dalam dirinya sendiri ketika dihadapkan pada 3 dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan. Individu yang berhadapan dengan tingkat konflik peran dan ambiguitas peran yang tinggi akan mengalami kecemasan; menjadi lebih tidak puas; melakukan pekerjaan dengan kurang efektif dibanding individu lain (Katz, D & Kahn, 1980)