Menurut Glock dan Stark (dalam Jalaluddin, 2016) religiusitas terdiri dari
lima macam dimensi, yaitu:
a. Dimensi keyakinan (ideologi) menunjukkan tingkat keyakinan atau
keimanan individu terhadap kebenaran ajaran agama, terutama terhadap
ajaran-ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik. Walaupun
demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya
diantara agama-agama, tetapi juga seringkali juga diantara tradisi-tradisi
dalam agama yang sama.
b. Dimensi praktik agama (ritualistik) mencakup perilaku pemujaan, ketaatan
dan hal-hal yang dilakukan individu untuk menunjukan komitmen
terhadap agama yang dianutnya. Praktik agama ini terdiri dari ritual dan
ketaatan. Ritual mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan
formal dan praktik-praktik suci yang dilakuakn para pemeluknya.
Sedangkan ketaatan dan ritual bagaikan ikan dalam air.
c. Dimensi pengalaman (eksperiensial) berkaitan dengan pengalaman
keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi
yang dialami individu atau didefenisikan oleh suatu kelompok keagamaan
(atau suatu masyarakat) terhadap komunikasinya terhadap Tuhan.
d. Dimensi pengetahuan (intelektual) menunjukkan tingkat pengetahuan dan
pemahaman individu terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama yang
termuat dalam kitab suci atau pedoman ajaran agamanya.
e. Dimensi pengamalan (konsekuensial) mengacu pada identifikasi dari
akibat-akibat keagamaan, praktik, pengalaman dan pengetahuan individu
dari hari ke hari seperti perilaku individu yang dimotivasi oleh ajaran
agamanya atau seberapa jauh individu menerapkan ajaran agamanya
dalam perilaku hidupnya sehari-hari. Dimensi ini merupakan efek
seberapa jauh kebermaknaan religiusitas individu. Jika keimanan dan
ketaqwaan individu tinggi, maka berdampak positif pada perilaku individu
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut John E. Fetzer (1999) dimensi religiusitas terdiri dari dua belas
dimensi diantaranya yaitu:
a. Daily spiritual experiences
Merupakan dimensi yang memandang dampak agama dan spiritual dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini daily spiritual experiences
merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan hal
yang transenden (Tuhan, sifat-Nya) dan persepsi interaksi dengan
melibatkan transenden dalam kehidupan sehari-hari, sehingga daily
spiritual experiences lebih kepada pengalaman dibandingkan kognitif,
Underwood (dalam Fetzer, 1999). Persepsi “merupakan kesadaran intuitif
mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai
sesuatu” (Chaplin, 2011). Jadi, daily spiritual experiences merupakan
kesadaran individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan hal yang
transenden, yang mampu memberikan pengaruh terhadap kehidupannya
sehari-hari.
b. Meaning
Konsep Meaning dalam hal religiusitas sebagaimana konsep meaning
yang dijelaskan oleh Fiktor Vrankl yang biasa disebut dengan istilah
kebermaknaan hidup. Adapun meaning yang dimaksud disini adalah yang
berkaitan dengan religiusitas atau disebut religion-meaning yaitu sejauh
mana agama dapat menjadi tujuan hidupnya, Pargament (dalam Fetzer,
1999). Individu yang hidupnya dilandasi dengan agama akan merasa
bahwa dirinya mempunyai tanggung jawab untuk menjadi individu yang
bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan berharga di hadapan
Tuhannya.
c. Values
Konsep values menurut Merton (dalam Fetzer, 1999) yaitu
menggambarkan nilai-nilai yang terkandung dalam agama sebagai tujuan
hidup, dan norma-norma sebagai sarana untuk tujuan hidup tersebut. Para
ahli yang lain menganggap bahwa values sebagai kriteria yang digunakan
orang untuk memilih dan membenarkan tindakan (Williams dan
Kluckhohn dalam Fetzer, 1999). Aspek ini menilai sejauh mana perilaku
individu mencerminkan ekspresi normatif atau keimanan agamanya
sebagai nilai tertinggi. Dengan kata lain, konsep values yang dimaksud
adalah pengaruh keimanan terhadap nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai
tersebut mengajarkan tentang nilai agama yang mendasarinya untuk saling
menolong, melindungi dan sebagainya.
d. Beliefs
Konsep beliefs menurut Idler (dalam fetzer, 1999) merupakan sentral dari
religiusitas. Beliefs merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang
dibawa oleh suatu agama. Sebagai contoh dalam ajaran agama Islam,
konsep beliefs dikenal dengan istilah rukun iman, yaitu: iman kepada
Allah, Malaikat, Kitab (Al-Qur’an), Rasul, hari akhir, takdir qodho dan
qodar. Iman adalah “ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan
amalan dengan anggota badan”. Dari pengertian tersebut, maka yang
dimaksud dengan beliefs atau iman yaitu keyakinan yang diucapkan
dengan lisan, dihayati dengan hati, dan diamalkan dengan perilaku.
e. Forgiveness
Dimensi forgiveness menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) mencakup
lima dimensi turunan, yaitu:
1) Pengakuan dosa, yaitu melakukan pengakuan atas kesalahan ataupun
dosa yang telah diperbuat, baik kepada sesama manusia maupun
kepada Tuhan.
2) Merasa diampuni oleh Tuhan, yaitu merasa bahwa Tuhan akan
mengampuni kesalahan yang telah diperbuat dengan cara bertaubat
kepada Tuhan.
3) Merasa dimaafkan oleh orang lain, yaitu merasa bahwa individu lain
memberi maaf terhadap dirinya yang pernah melakukan kesalahan.
4) Memaafkan orang lain, yaitu memberi maaf kepada individu lain yang
telah melakukan kesalahan terhadap dirinya.
5) Memaafkan diri sendiri, yaitu memberi maaf kepada diri sendiri atas
kesalahan yang telah diperbuat dengan cara menyesali perbuatan
tersebut.
f. Private Religious Practices
Private religious practices menurut Levin (dalam Fetzer, 1999)
merupakan perilaku beragama dalam praktik beragama yang meliputi
ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan
religiusitasnya. Ibadah merupakan perbuatan untuk menyatakan bakti
kepada Tuhan yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Sedangkan mempelajari kitab disini berarti tidak
hanya sekedar membaca kitab suci, tetapi juga memahami kandungan dari
isi kitab suci tersebut.
g. Religious coping
Religious coping menurut Pargament (dalam Fetzer,1999) merupakan
coping stres dengan menggunakan pola dan metode religious. Bentuk
religious coping diantaranya berdoa, beribadah untuk menghilangkan
stres, dan sebagainya.
h. Religious Support.
Religious support menurut Krause (dalam Fetzer, 1999) adalah aspek
hubungan sosial antara individual dengan pemeluk agama sesamanya.
Religious support juga dapat terjadi antara individual dengan
kelompok/lembaga dalam agamanya.
i. Religious history
Dimensi ini mengukur sejarah keberagamaan tiap individu. Sebagai
perbandingan untuk mengukur partisipasi keberagamaan individu saat ini.
j. Commitment
Konsep commitment menurut Williams (dalam Fetzer, 1999) adalah
seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta
berkontribusi kepada agamanya. Komitmen dalam mementingkan
agamanya dapat dimisalkan dengan kesungguhan individu untuk berusaha
menerapkan keyakinan agama yang dianutnya ke dalam seluruh aspek
kehidupan. Sedangkan kontribusi individu terhadap agamanya dapat
berupa pemberian sumbangan baik moril maupun materil demi syiar
agamanya.
k. Organizational religiousness
Konsep Organizational religiousness menurut Idler (dalam Fetzer, 1999)
merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam
organisasi keagamaan yang ada di masyarakat dan beraktifitas di
dalamnya. Dalam hal ini termasuk perilaku dan sikap terhadap individu
terhadap organisasi keagamaan.Yang termasuk ke dalam perilaku terhadap
organisasi keagamaan misalkan, keaktifan seseorang untuk melibatkan
dirinya dalam kegiatan organisasi keagamaan. Sedangkan yang termasuk
ke dalam sikap terhadap organisasi keagamaan misalkan, seseorang
merasa senang apabila mengikuti organisasi keagamaan bersama orang
lain yang seagama.
l. Religious preference
Konsep Religious preference menurut Ellison (dalam Fetzer, 1999) yaitu
memandang sejauh mana individu membuat pilihan dalam memilih
agamanya dan memastikan pilihan agamanya tersebut, yang termasuk
pandangan individu dalam memilih agamanya misalkan, merasa bangga
ataupun nyaman atas agama yang dianutnya. Sedangkan yang termasuk ke
dalam individu memastikan pilihan agamanya misalkan, dia merasa yakin
bahwa agama yang dianutnya akan menyelamatkan kehidupannya kelak.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa dimensi
religiusitas menurut Glock dan Stark (dalam Jalaluddin, 2016) terdiri dari
dimensi Ideologi, ritual, pengalaman, intelektual dan pengamalan. Menurut
pendapat Fetzer (1999), dimensi religiusitas terdiri dari daily spiritual
experiences, meaning, values, beliefs, forgiveness, private religious practices,
religious coping, religious Support, religious history, commitment,
organizational religiousness, religious preference.
Berdasarkan dimensi-dimensi yang telah dijelaskan di atas, peneliti
memilih untuk menggunakan dimensi dari Glock dan Stark (dalam Jalaluddin,
2016), karena dimensi tersebut lebih relevan dan lebih komprehensif, dimensi
religiusitas Glock dan Stark memberikan penjelasan lebih dalam dan
menyeluruh dari berbagai sisi tentang religiusitas, tidak hanya dalam hal yang
tampak namun juga aktivitas yang tidak tampak seperti orientasi nilai individu.
Selain itu banyak penelitian sebelumnya yang merujuk pada dimensi Glock
dan Stark terkait dengan religiusitas