Teori atribusi Fritz Heider dalam Luthans (2005:182) mengacu tentang bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang ditentukan oleh faktor internal seperti sifat, karakter, sikap dll serta faktor eksternal seperti tekanan situasi dan atau keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh terhadap perilaku individu. Independensi merupakan sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti bahwa auditor memiliki kejujuran dalam dirinya dalam mempertimbangkan fakta dan adanya 34 pertimbangan objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik IAI dalam Mulyadi (2002:62) mengatur tentang independensi auditor dimana dalam melaksanakan tugasnya, anggota KAP harus senantiasa mempertahankan sikap mental independen dalam memberikan jasa profesionalnya sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik.
Semakin auditor menegakkan independensinya, maka hal tersebut akan membentuk karakteristik personal auditor tersebut. Karakteristik personal tersebut merupakan suatu faktor internal yang akan mendorong auditor untuk melakukan suatu aktivitas yang kemudian akan meningkatkan kinerjanya. Sedangkan tekanan situasi atau keadaan tertentu disekitar auditor seperti adanya intervensi pimpinan untuk menentukan, mengeliminasi atau memodifikasi bagian-bagian tertentu yang akan diperiksa serta prosedur-prosedur yang akan dipilih auditor atau keadaan auditor yang dibayar oleh klien atas jasanya sehingga menyebakan independensi auditor terganggu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi perilaku auditor selama melaksanakan tugas pemeriksaan. Independensi merupakan bagian dari pengaturan kode etik profesi. Kepatuhan terhadap kode etik profesi membuat masyarakat dapat menilai sejauh mana profesi akuntan publik telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang ditetapkan oleh profesinya yang merupakan bagian dari kinerja auditor dalam menghasilkan audit yang berkualitas (Trisnaningsih, 2007). Hasil penelitian Trisnaningsih (2007) mengindikasikan bahwa auditor yang hanya memahami prinsip good governance tetapi dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak menegakkan independensinya maka tidak akan berpengaruh terhadap kinerjanya. Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Akbar dkk (2015) yang menemukan bahwa independensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Auditor yang memiliki sikap independensi yang tinggi, maka kinerja auditor tersebut tidak mementingkan kepentingan dirinya pribadi atau pihak lain sehingga tidak menutup kemungkinan manajemen perusahaan akan melakukan tekanan terhadap auditor yang menyebabkan laporan audit yang dihasilkan dibuat sesuai dengan keinginan klien. Namun penelitian Sukriah (2009) menunjukkan bahwa independensi berpengaruh negatif terhadap kualitas hasil pemeriksaan auditor. Hal tersebut disebabkan karena pada saat penyusunan progam pemeriksaan masih terdapat intervensi pimpinan untuk menentukan, mengeliminasi atau memodifikasi bagianbagian tertentu yang akan diperiksa serta prosedur-prosedur yang akan dipilih auditor. Kemudian pada saat dilakukan pemeriksaan masih ada auditor yang merasa tidak perlu untuk melakukan kerja sama dengan manajerial dan pada saat penyusunan laporan, auditor masih sering menggunakan bahasa atau istilah yang menimbulkan multi tafsir. Penelitian Sukriah (2009) konsisten dengan hasil penelitian Futri dan Juliarsa (2014) yang membuktikan bahwa tidak ada pengaruh independensi terhadap kinerja auditor dalam menghasilkan audit yang berkualitas dikarenakan keadaan auditor yang dibayar klien atas jasanya seringkali mengganggu independensi auditor sehingga auditor akan cenderung memenuhi keinginan klien. 36 Selain itu, persaingan antar Kantor Akuntan Publik merupakah salah satu pemicu kurangnya independensi auditor sehingga menyebabkan auditor mengikuti kemauan klien agar tidak kehilangan kliennya (Futri dan Juliarsa, 2014).