Pengertian Self Identity (skripsi dan tesis)

Carl Jung pernah mengatakan bahwa “pertemuan antara dua kepribadian adala seperti pertemuan antara dua bahan kimia, jika ada reaksi keduanya akan berubah”. Haruskah kita menganggap diri (self) sebagai bahan kimia yang ompleks atau sebagai roh? (Friedman dan Schustack, 2006). Konsep self adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri mengenai diri sendiri yang terorganisasi. Dengan kata lain, konsep self tersebut bekerja sebagai skema dasar. Self memberikan sebuah kerangka berpikir yang menentukan bagaimana kita mengolah informasi tentang diri, kemampuan, dan banyak hal lainnya (Baron & Byrne, 2004). Menurut Carl Rogers, konsep self juga menggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal. Jadi, konsep self itu mungkin kumpulan dari perangkat-perangkat persepsi yang menggambarkan berbagi macam peran (Alwisol, 2009).

Menurut Erikson (teori psikososial), identitas merupakan selama masa-masa sulit yang dialami remaja, ternyata ia berusaha merumuskan dan mengembangkan nilai kesetiaan (komitmen), yaitu kemampuan mempertahankan loyalitas yang diikrarkan dengan bebas meskipun terdapat kontradiksi-kontradiksi yang tidak diinginkan antara sistemsistem nilai (Hidayah & Huriyati, 2016). Identitas diri adalah perasaan subjektif tentang diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu yang melalui proses eksplorasi dan komitmen (Husni & Eko, 2013). Menurut Erikson Self identity atau identitas diri didefinisikan sebagai konsepsi koheran diri, terdiri dari tujuan, nilai dan keyakinan yang dipercayai sepenuhnya oleh orang yang tersebut dan menjadi focus selama masa remaja, (Papalia, Olds, Feldman, 2009). Adams & Gullota dalam (Desmita. 2006), menggambarkan tentang identitas sebagai berikut:

“Identity is a complex psychological phenomenon. It mght be thought of as the person in personality. It includes our own interpretation of early childhood identification with important individual in our lives. It includes a sense of direction, commitment, and trust in a personal ideal. A sense of identity integrates ex-role identification, individual ideology, accepted group norms and standart, and much move”

Dalam hal ini menurut Grotevant & Cooper (dalam Desmita, 2006) identitas merupakan fenomena psikologis yang kompleks dan identifikasi sejak dini berkaitan dengan komitmen, dan kepercayaan terhadap diri. Meskipun pembentukan identitas diri telah diidentifikasikan sejak masa anak-anak, namun pada masa remaja ia menerima dimensi-dimensi baru karena berhadapan dengan perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan relasional. Erikson (dalam Adams, 1998) menjelaskan identitas sebagai perasaan subjektif tentang diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu. Dalam berbagai tempat dan berbagai situasi, seseorang masih memiliki perasaan menjadi orang yang sama. Sehingga, orang lain yang menyadari kontinuitas karakter individu tersebut dapat meresponnya dengan tepat. Sehingga, identitas bagi individu dan orang lain mampu memastikan perasaan subjektif tersebut. Menurut Chaplin (2011), identitas diri merupakan diri atau aku sebagai individu atau sebagai makhluk sadar akan dirinya sebagai aku meliputi sifat karakteristik yang pokok. Berzonsky (dalam Sunarni, 2015) mengembangkan tiga model pembentukan identitas diri sosial-kognitif yang terdiri dari: informative, normatif dan penolakan. Ketiga model ini dikembangkan berdasarkan perbedaan prioses sosial dan kognitif yang dilakukan oleh individu dalam mengatasi konflik identitas dan pengambilan keputusan. Sedangkan menurut Woolfolk (dalam Yusuf, 2006), identitas diri merujuk kepada perorganisaian atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan dan keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan filsafat hidup. Panuju dan Umami (2005) bahwa identitas merupakan suatu persatuan. Persatuan yang terbentuk dari asas-asas, cara hidup, pandangan-pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya. Persatuan ini merupakan inti seseorang yang menentukan cara meninjau diri sendiri dalam pergaulan dan tnjauannya keluar dirinya Rumini & Sundari (2004). Ada beberapa tugas yang harus di diselesaikan dalam perkembangan identitas diri pada remaja, antara lain remaja harus dapat melepaskan diri dari ikatan dan pada remaja, antara lain remaja harus dapat melepaskan diri dari ikatan dan membentuk cara hidup pribadi yang dirasa ada keserasian dantara kebutuhan diri dalam hubungan dengan orang lain serta remaja harus dapat menemukan suatu tempat yang dapat menerimanya dan memilih serta menjalankan peranan sosial sesuai dengan tempat dimana dia berada.

Erikson (dalam Yusuf, 2006) menambahkan bahwa identity merupakan vocal point dari pengalaman remaja, karena semua krisis normative yang sebelumnya telah memberikan kontribusi kepada perkembangan identitas tersebut. hal tersebut menunjukkan pentingnya identitas diri yang baik pada seseorang. Menurut Marcia (1996), identitas diri terdiri atas identitas-identitas status yang didalamnya terdapat krisis dan komitmen. Krisis dalam hal ini merupakan periode perkembangan identitas ketika individu mengeksplorasi alternative, sedangkan komitmen merupakan investasi pribadi dalam identitas. Menurut Stuart & Sundeen, identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (dalam Siniwi, 2016).

Menurut Erikson, Identitas vs Kebingungan Identitas adalah tahap kelima dalam delapan tahap siklus kehidupan. Pada tahap ini, remaja mulai menentukan siapakah mereka, apa keunikannya, mencari tahu siapa dirinya, bagaimana dirinya, dan kemana ia menuju dalam kehidupannya. Selama masa remaja, pandangan-pandangan dunia menjadi penting bagi individu yang memasuki Psychological Moratorium, yaitu kesenjangan antara keamanan masa anak-anak dan otonomi masa dewasa. Namun, selama remaja mau aktif memilih pilihan-pilihan akan mencerminkan keinginan untuk meraih identitas yang bermakna dan berusaha menjadi diri sendiri yang sebenarnya, dibandingkan berusaha menutupi identitas dirinya agar dapat diterima sosial dan dapat mengikuti keingingan sosial  Menurut Adam, Gulotta & Montenayor (dalam Siniwi, 2016) di dalam proses mengekplorasi dan mencari identitas, remaja seringkali bereksperimen dengan berbagai peran. Remaja yang berhasil mengatasi dan menerima peran yang saling berkonflik satu sama lain ini memiliki identitas penghayatan mengenai diri yang baru yang menyegarkan, dapat diterima dan memiliki sifat yang fleksibel dan adaptif, terbuka terhadap perubahan yang berlangsung di dalam masyarakat, dalam relasi dan karir. Menurut Erikson keterbukaan ini menjamin adanya sejumlah reorganisasi identitas sepanjang kehidupan seseorang. Sementara remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan mengalami kebingungan identitas. Mereka akan cenderung menarik diri, mengisolasi diri dari sosial, atau membenamkan diri dalam dunia sosial, dan kehilangan identitasnya sendiri di dalam sosialnya (Santrock, 2007). Jadi, self identity atau identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang membentuk sebuah keyakinan yang bersumber dari pengalaman hidup dan akan menjadi sebuah pandangan atau cara hidup untuk memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan filsafat hidup