Faktor-Faktor Psychological Ownership (skripsi dan tesis)

Menurut Pierce, Kostova, Dirks (2002), aspek-aspek psikological ownership sebagai berikut:

a. Sense of place (having a place)

Kebutuhan pertama untuk memiliki tempat atau rumah adalah kebutuhan dasar pada rasa kepemilikan (Dyne & Pierce, 2004). Menurut Weil (dalam Dyne & Pierce, 2004), memiliki sebuah tempat atau having a place sangatlah penting bagi kebutuhan jiwa seseorang. Ardrey, Lorenz dan Leyhausen, porteous (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002) menyebutkan bahwa seseorang memiliki kebutuhan dasar berupa kebutuhan akan wilayah kekuasaan (unnate territorialy need), kebutuhan akan memiliki suatu ruang tertentu. Rumah, atau perasan bahwa sebuah ruang adalah milik seseorang, memberikan kenyamanan, kesenangan dan keamanan (Heidegger, 1967, dalam Dyne & Pierce, 2004). Menurut Porteous (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), ‘rumah’ bukan hanya sebidang tanah dengan dinding-dinding, tapi dapat berupa sebuah pedesaan, senyawa, atau lingkungan. Benda ataupun hal yang dapat membuat seseorang merasa memiliki suatu wilayah tertentu akan membuat individu semakin terikat dengan benda tersebut  (Porteous, 1976, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Semakin seseorang merasakan perasaan yang kuat terhadap suatu objek, maka objek tersebut dapat dipertimbangkan sebagai home atau my place. Menurut Heidegger, Polanyi, Dreyfus (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), ketika seseorang menghuni sesuatu, maka sesuatu bukanlah sebuah objek lagi namun telah berubah menjadi bagian dari seseorang dan akhirnya seseorang akan terikat secara psikologis terhadap benda tersebut.

b. Efficacy dan effectance

Need of efficacy adalah kebutuhan seseorang untuk merasa berpengaruh atau memiliki control atas lingkungannya (Pierce, Kostova, Dirks, 2002), sendangkan effectance motivation adalah kebutuhan untuk berinteraksi secara efektif agar menghasilkan hasil yang diinginkan dalam sebuah lingkungan (White, 1959, dalam Dyne & Pierce, 2004). Menurut Pierce, Kostova, Dirks (2002), setiap manusia memiliki needs of efficacy dan need of effectance. Need of efficacy mengarahkan seseorang untuk memiliki sebuah objek dalam lingkungan. Menurut penelitian White (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), mengontrol sebuah objek kepemilikan menghasilkan kesenangan dan mengarahkan persepsi ke personal efficacy. Furby (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002) menyatakan bahwa kepemilikan menjadi bagian dari extended self karena kepemilikan mengekspresikan kemampuan seseorang untuk mengerahkan kontrol langsung kepada lingkungan sosial dan fisik. Dapat disimpulkan bahwa psychological ownership muncul karena adanya motivasi untuk kompeten di dalam lingkungannya. Oleh karena kebutuhan mendasar tersebut, seseorang terdorong untuk menjajagi dan memanipulasi lingkungan mereka. Untuk melakukan hal tersebut, seseorang perlu memiliki kontrol, yang didapatkan dari perasaan efficacy dan competence pada possessions.

c. Self identity

Self identity adalah kebutuhan uintuk mendapatkan perasaan yang jelas terhadap diri sendiri (Burke & Reitszes, 1991, dalam Dyne & Pierce, 2004). Kepemilikan atau possessions dan sense of ‘mine’ membantu seseorang menegtahui dirinya sendiri. Sejumlah ilmuwan mengemukakan bahwa possession juga menampilkan ekspresi simbolik dari seseorang dan terdapat hubungan erat antara possessions, self-identity, dan individualis (Porteous, dalam Dyne & Pierce, 2004). Psychological ownership membantu seseorang untuk menyadari self identity, mengekspresikan self identity pada orang lain, serta memelihara kelangsungan self identity dari waktu ke waktu. Menurut Pierce Pierce, Kostova, Dirks (2002), seseorang akan menyadari self identity nya  berdasarkan pandangan orang lain. Possession berperan penting dalam proses ini karena orang lain akan memberikan penilaian dan evaluasi terhadap seseorang berdasarkan benda-benda yang dimiliki seseorang (McCracken, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Selain itu, dalam mengekspresikan self identity seseorang. Selain menambahkan kekuasaan pada orang lain, possession juga mengkomunikasikan identitas seseorang kepada orang lain, sehingga mereka mendapatkan pengenalan dan social prestige. Orang seringkali memperhatikan bagaimana orang lain melihat mereka dengan berbagai kepemilikan, (possessions) (Munson & Sprivey, 1980, Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Oleh karena itu, biasanya seseorang akan selalu berusaha untuk mencocokkan kesan tentang dirinya dengan kesan yang dimiliki oleh produkproduk tertentu (Sirgy, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002). Menurut Kamptner, Price, Arnould, Curasi, Rochberg-Halton, 1980, (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002), possessions secara psikologis sanat berarti bagi seseorang sebagai suatu hal yang dapat membuat seseorang memperoleh dan mencapai kontinuitas dirinya. Possessions membuat seseorang merasa nyaman dan secara kontinu terhubung dengan masa lalu dan masa kini seseorang. Cram dan Paton (dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002) memberi contoh bahwa ketika seseorang bertambah tua, mereka merefleksikan kenangan, foto, buku harian, surat, dan hadiah dari orang lain menjadi bagian yang sangat penting dalam self identity mereka. Jika barang-barang tersebut hilang, seseorang akan mengalami erosi pada sense of self yang dimilikinya (Kamptner, 1989, dalam Pierce, Kostova, Dirks, 2002)