Dewan komisaris independen dapat meningkatkan fungsi pengawasan
pada perusahaan. Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun
2007, pada pasal 108 ayat (5) dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk
perseroan Terbatas, maka wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua) anggota
Dewan Komisaris. Dewan Komisaris terdiri dari komisaris independen dan
komisaris non independen. Komisaris independen merupakan komisaris yang
tidak berasal dari pihak terafiliasi, sedangkan komisaris non-independen
merupakan komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah
pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang
saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan
perusahaan itu sendiri. Mantan anggota direksi dan dewan komisaris yang
terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk
dalam kategori terafiliasi (KNKG, 2006). Komisaris Independen diatur dalam
peraturan 12 BAPEPAM No: KEP-315/BEJ/06-2000 yang disempurnakan dengan
keputusan No:KEP-339/BEJ/07-2001 yang menyatakan bahwa setiap perusahaan
publik wajib memiliki komisaris independen untuk menciptakan tata kelola
perusahaan yang baik.
Adanya komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan
peranan dewan komisaris sehingga tercipta good corporate governance dalam
suatu perusahaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Salsabila dan
Muhammad Saifi (2017), Yulia dan P. Basuki (2014) yang menunjukkan
komisaris independen memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
(NPM).
Adanya dewan komisaris independen dalam perusahaan dapat
mengurangi masalah keagenan dan mencegah terjadinya perilaku oportunistik.
Puspitasari dan Ernawati (2010) yang menyatakan bahwa, dewan komisaris
dengan lebih banyak anggota independen cenderung akan memberikan
pemantauan yang lebih baik terhadap kebijakan-kebijakan manajemen untuk
meningkatkan kinerja perusahaan (ROA). Berdasarkan hasil ini maka dapat
dikatakan bahwa Komisaris Independen berpengaruh terhadap return on asset.
Terdapat pengaruh dijelaskan, semakin besar proporsi komisaris independen yang
berasal dari luar perusahaan dengan keahlian dan pengalaman yang beragam, akan
memungkinkan menyebabkan kenaikan kemampuan komisaris independen dalam
melakukan pengawasan karena muncul masalah koordinasi, komunikasi dan
pembuatan keputusan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Helfina et al., (2016), yang menyatakan bahwa Komisaris
Independen berpengaruh terhadap Return On Asset. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 33/POJK.04/2014 (OJK, 2014)
menyatakan bahwa dewan komisaris merupakan organ perusahaan yang bertugas
untuk melakukan pengawasan secara umum dan harus sesuai dengan ketentuan
anggaran serta memberi nasihat kepada dewan direksi. Yasser (2011) menemukan
bahwa jumlah komisaris independen yang lebih besar dapat meningkatkan
profitabilitas perusahaan karena komisaris independen dapat meningkatkan
efektivitas perusahaan dan juga dapat mencegah terjadinya agency problem yang
dapat terjadi di perusahaan. Organisasi mampu menjalankan fungsinya masing- masing secara efisien dan efektif. Hal ini disebabkan oleh peran dari komisaris
independen yang bersikap netral dan dapat menjadi penengah dalam memecahkan
masalah diantara pemegang saham yang mengalami konflik kepentingan.
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tetty dan Imam
(2012) yang menunjukkan bahwa ada pengaruh positif yang artinya semakin
tinggi komisaris independen akan dapat meningkatkan tingkat profitabilitas
perusahaan (ROE). Dewan komisaris memainkan peran penting dalam penerapan
tata kelola perusahaan yang baik karena dewan ini adalah inti dari tata kelola
perusahaan untuk memastikan implementasi strategi perusahaan, untuk
mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan dan mewajibkan
akuntabilitas yang efektif. Sehingga kinerja proporsi pengurus independen, jumlah
komisaris, keuntungan perusahaan juga akan semakin meningkat