Persepsi Kualitas (skripsi dan tesis)

Berbagai ahli mendefinisikan kualitas sebagai “kecocokan
untuk digunakan”,”pemenuhan kebutuhan”, dan seterusnya. Kita akan
menggunakan American Society for Quality Control : Kualitas adalah
totalitas fitur dan karateristik produk atau jasa yang bergantung pada
kemampuan untuk memuaskan produk atau jasa yang bergantung pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
tersirat.
Persepsi kualitas (perceived quality) adalah persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas suatu produk atau jasa layanan
berkenaan dengan maksud yang diharapkan (Durianto, 2001). Dia juga
menyatakan bahwa persepsi kualitas menjadi sangat berperan dalam
keputusan pelanggan yang terkait dengan keputusan niat beli.
Persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan atas atribut
yang dianggap penting baginya (Astuti dan Cahyadi, 2007). Terdapat
lima nilai yang dapat menggambarkan nilai-nilai dari persepsi kualitas
(durianto, dkk, 2004), yaitu sebagai berikut:
a. Alasan untuk membeli
Persepsi kualitas yang baik dapat membantu periklanan dan
promosi yang dilakukan perusahaan menjadi lebih efektif, yang akan
terkait dengan keputusan pembelian oleh konsumen.
b. Diferensiasi atau posisi
Persepsi kualitas suatu merek akan berpengaruh untuk
menentukan posisi merek tersebut dalam persaingan.
c. Harga optimum
Penentuan harga optimum yang tepat dapat membantu
perusahaan untuk meningkatkan persepsi kualitas merek tersebut.

d. Niat saluran distribusi
Pedagang akan lebih menyukai untuk memasarkan produk yang
disukai oleh konsumen, dan konsumen lebih menyukai produk yang
memiliki persepsi kualitas yang baik.
e. Perluasan merek
Persepsi kualitas yang kuat dapat dijadikan sebagai dasar oleh
perusahaan untuk melaksanakan kebijakan perluasan merek.
Persepsi kualitas mempunyai peranan yang penting dalam
membangun suatu merek yang akan dijadikan bahan pertimbangan
pelanggan kemudian akan berpengaruh dalam memutuskan merek
mana yang akan dibeli. Dengan persepsi kualitas yang positif akan
mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap
produk tersebut. Hal itu karena konsumen akan lebih menyukai produk
yang memiliki persepsi kualitas yang baik.
Menurut David A. Garvin dimensi perceived quality dibagi
menjadi tujuh, Darmadi, hal 98, [8]), yaitu:
1. Kinerja: Melibatkan berbagai karakteritik utama misalnya
karakteristik opersional mobil adalah kecepatan, system kemudi, dan
kenyamanan.
2. Pelayanan: Mencerminkan kemampuan memberikan
pelayanan pada produk tersebut.
3. Ketahanan: Mencerminkan umur ekonomis dari produk
tersebut.
4. Keandalan: Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu
produk dari pembelian ke pembelian berikutnya.                                                              5. Karakteristik produk: Bagian-bagian tambahan dari produk
yang biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua
merek produk terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini
memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan
pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan.
6. Kesesuaian dengan spesifikasi: Merupakan pandangan
mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
7. Hasil: Mengarah pada kualitas yang dirasakan yang
melibatkan enam dimensi sebelumnya.
Terdapat lima keuntungan persepsi kualitas yaitu:
1. Alasan untuk membeli.
Persepsi kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting
untuk membeli. Hal ini mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.
2. Diferensiasi / Perbedaan.
Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam
dimensi persepsi kualitas, apakah merek tersebut merupakan merek
terbaik?, atau sama baiknya dengan merek lainnya?, apakah merek
tersebut ekonomis?, super optimum? Atau optimum?.
3. Harga optimum.
Keuntungan ketiga ini memberikan pilihan-pilihan di dalam
menetapkan harga optimum (premium price). Jika harga berperan
sebagai pengarah kualitas maka harga optimum cenderung
memperkuat perceived quality. 4. Perluasan saluran distribusi
Perceived quality mempunyai arti penting bagi para pengecer,
distributor dan saluran distribusi lainnya. Para pengecer dan distributor
akan termotivasi untuk menjadi penyalur produk / merek dengan
perceived quality yang tinggi, yang berarti dapat semakin memperluas
distribusi dari merek tersebut.
5. Perluasan merek
Persepsi kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan
berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu
untuk masuk dalam kategori produk baru. Produk dengan merek yang
perceived quality-nya kuat akan mempunyai kemungkinan sukses yang
lebih besar dibandingkan dengan merek yang perceived quality-nya
lemah.
D. Loyalitas Merek
Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan
kepada sebuah merek. Ukuran ini mempu memberikan gambaran
mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain, terutama
pada merek tersebut didapati banyak perubahan, baik menyangkut
harga atau atribut lain.
Menurut Assel, Loyalitas merek didasarkan atas perilaku
konsisten dari pelanggan untuk membeli sebuah merek sebagai bentuk
proses pembelajaran pelanggan atas kemampuan merek dalam
memenuhi kebutuhannya. Selain sebagai bentuk perilaku pembelian
yang konsisten, loyalitas merek juga merupakan bentuk sikap positif
pelanggan dan komitmen pelanggan terhadap sebuah merek lainnya
(Astuti dan Cahyadi, 2007).
Konsumen dapat dikatakan puas dengan kualitas sebuah produk
handphone, apabila perusahaan tersebut berhasil mempertahankan

konsumennya agar tidak berpindah pada produk pesaing. Usaha yang
dijalankan yaitu dengan cara menciptakan loyalitas merek yang
didukung oleh berbagai asosisasi yang kuat (Humdiana, 2005).
Dalam kaitannya dengan brand loyalty suatu produk, didapati
adanya beberapa tingkatan brand loyalty, Darmadi hal 128 [6] yaitu:
1. Switcher (berpindah-pindah)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan
sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin
tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari
suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai
pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek
tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai
serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan
pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah
mereka membeli suatu produk karena harganya murah.
2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat
dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek yang
digunakan atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan.
Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup
untuk menciptakan keinginan untuk berpindah merek lain terutama
jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun pengorbanan
yang lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu
merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Pada tingkat ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila
mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin
saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan
waktu, uang atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka
beralih merek.
4. Likes the brand (menyukai merek)
Pembeli yang masuk dalam kategori ini merupakan pembeli
yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini
dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka
pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol,
rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya, ataupun oleh
perceived quality yang tinggi.
5. Committed buyer (pembeli yang setia)
Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia.
Mereka memiliki kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan
bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang
dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa
mereka sebenarnya. Salah satu aktualisasi loyalitas pembeli
ditunjukkan dengan tindakan merekomendasikan dan mempromosikan
merek tersebut kepada pihak lain.