Hubungan antara Sensation Seeking dan Entrepreneurship (skripsi dan tesis)

Menurut Zuckerman (1971), sensation seeking adalah sebuah trait
(sifat) yang ditentukan oleh kebutuhan untuk mencari sensasi dan pengalaman
yang bervariasi, baru dan tidak biasa, kompleks juga intens dan keinginan
untuk mengambil resiko sosial, legal dan finansial hanya untuk mendapatkan
sebuah pengalaman. Lebih lanjut Ersche, Turton, Pradhan, Bullmore, dan
Robbins (2010) menyatakan sensation seeking merupakan kebutuhan untuk
mencari sensasi secara intens disertai adanya kemauan untuk mengambil
resiko demi memiliki pengalaman tersebut.
Seseorang dengan sensation seeking tinggi memiliki beberapa
karakateristik, diantaranya antusias, ceria, imaginatif, pemberani, mandiri,
bersemangat, dan menyukai rutinitas yang bervariasi. Sensation seeking
tinggi juga ditandai dengan keinginan mengambil resiko tinggi dalam
aktifitasnya (Zuckerman, 1979). Artinya, sesorang dengan sensation seeking
tinggi akan cenderung mencari hal-hal baru dan penuh tantangan untuk
memuaskan kebutuhannya. Membangun usaha baru merupakan suatu aktifitas
yang sangat beresiko tinggi seperti dalam hal finansial dan memiliki
tantangan yang variatif (Yuliana, 2012). Oleh karena itu seorang entrepreneur
membutuhkan minat yang cukup tinggi dalam dirinya yang merupakan
indikasi kesiapan seseorang untuk menampilkan perilaku tertentu dan minat
diperimbangkan sebagai anteseden langsung perilaku (Ajzen, 1991).
Entrepreneurship adalah proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai
menggunakan waktu dan upaya yang diperlukan, menerima imbalan moneter
yang dihasilkan, serta kepuasan dan kebebasan pribadi, menanggung resiko
keuangan, fisik, serta resiko sosial yang mengiringi (Hisrich, Peters &
Shepperd, 2008). Keberanian untuk mengambil risiko merupakan salah satu
poin yang berasal dari dalam diri individu, yang mana ini merupakan salah
satu faktor psikologis yang mengarah pada sifat sensation seeking, yaitu
kebutuhan untuk mendapatkan pengalaman baru, sifat yang ditentukan oleh
kebutuhan mencari sensasi keinginan untuk mengambil risiko sosial, legal
dan finansial hanya untuk mendapatkan sebuah pengalaman.
Menurut Meredith (2002), seorang entrepreneur adalah individu yang
haus akan tantangan. Entrepreneur memiliki keberanian untuk menanggung
risiko, yang menjadi nilai dari entrepreneurship berupa pengambilan risiko
yang penuh dengan perhitungan dan realistik. Kepuasan yang besar diperoleh
apabila berhasil dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara realistik. Situasi
risiko kecil dan tinggi dihindari karena sumber kepuasan tidak mungkin
didapat pada masing-masing situasi ini. Artinya, entrepreneur menyukai
tantangan yang sukar namun dapat dicapai. Hasan dan Wafa (2012) lebih
lanjut juga menjelaskan bahwa salah satu kunci sukses menjadi entrepreneur
adalah memiliki kemampuan untuk mengambil resiko. Hal seperti ini dimiliki
oleh orang dengan sensation seeking tinggi, berupa kesanggupan mencari
pengalaman-pengalaman baru beserta resiko yang akan dihadapi dalam
mencapai pengalaman tersebut (Ersche, Turton, Pradhan, Bullmore, dan
Robbins, 2010).
Seorang Entrepreneur memiliki Tolerance for ambiguity, yaitu
kemampuan individu ketika berada di situasi yang tidak pasti, maka individu
tersebut mampu mengelola informasi yang tersedia untuk menoleransi
ketidakpastian tersebut (Koh, 1996). Ketidakpastian yang dimaksud dapat
berupa kepastian harga pasar, bahan baku, produksi, maupun kemampuan
penjualan dari usaha yang dimiliki. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam
perkembangan usaha yang ditekuni oleh individu dapat dilewati dengan baik
apabila individu tersebut memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik
pula. Pada Individu yang memiliki sensation seeking yang tinggi, maka
individu tersebut mereka hanya memiliki sedikit rasa cemas terhadap
perubahan dan tantangan baru (Zuckerman, 1979). Selanjutnya, Individu
dengan sensation seeking tinggi juga antipati terhadap pengalaman yang
repetitif, pekerjaan yang rutin, dan reaksi ketidakpuasan terhadap kondisi
yang membosankan tersebut (Zuckerman, 1971).
Sensation seeking yang tinggi pada individu ditandai dengan
karakteristik penuh perhatian, memiliki banyak perencanaan, kompeten dalam
hal yang ditekuni, juga memiliki inisiatif dalam melakukan sesuatu
(Zuckerman, 2005). Hal ini bersesuain dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Koh (1996), bahwa seorang entrepreneur memiliki Karakteristik
diantaranya mampu mengontrol kondisi yang akan dialami, komitmen pada
diri sendiri, mampu memikirkan ide-ide bisnis baru serta mengembangkan ide
tersebut untuk diaplikasikan serta percaya bahwa Ia mampu mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Experience seeking merupakan ekspresi dari pencarian individu
terhadap pengalaman baru melalui pemikiran, penginderaan dan gaya hidup
(Zuckerman, 1971). Individu yang kreatif dan inovatif didorong oleh
keinginan mencapai sebuah pengalaman baru (experience seeking) yang
merupakan bagian dari dimensi sensation seeking. Masfrandy (2015)
menjelaskan, seorang entrepreneur dalam membangun sebuah usaha harus
memiliki sifat kreatif berupa kemampuan memberikan solusi atas
permasalahan dari sudut pandang yang berbeda, unik serta orisinil dan
inovatif berupa kemampuan menciptakan suatu ide, gagasan, produk, atau
jasa baru yang diminati pasar.
Individu yang mampu berhadapan dengan situasi yang tidak pasti
didorong oleh keinginan untuk merasakan pengalaman baru yang belum
pernah dirasakannya pengalaman baru tersebut menyebabkan suatu
ketidakpastian (ambiguitas) pada individu. Seorang entrepreneur memiliki
kemampuan yang mana ketika merasa situasi yang tidak pasti dan mengelola
informasi yang tersedia untuk menoleransi ketidakpastian tersebut (tolerance
for ambiguity) (Koh, 1996).
Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin mengetahui apakah
sensation seeking dapat mempengaruhi entrepreneurship, dimana semakin
tinggi sensation seeking atau rendah memengaruhi entrepreneurship tinggi
atau entrepreneurship rendah. Maka dalam penelitian ini peneliti akan
menguji apakah terdapat hubungan sensation seeking dengan
entrepreneurship pada fresh graduate