Uji diagnostik (skripsi dan tesis)

Sebagian besar penelitian diagnostik termasuk dalam desain cross sectional. Pada uji diagnostik tidak dilakukan intervensi kemudian dilihat pengaruh intervensi tersebut. Pada uji diagnostik sekelompok subyek dilakukan 2 jenis pemeriksaan, pemeriksaan pertama adalah jenis uji diagnostik yang diteliti, sedangkan pemeriksaan kedua adalah pemeriksaan terbaik untuk diagnosis penyakit / keadaan klinis tertentu (disebut sebagai baku emas atau gold standard). Hasil kedua pemeriksaan tersebut dianalisis. Sifat-sifat uji diagnostik mempunyai kemiripan dengan uji prognostik. Perbedaan antara kedua uji ini hanya pada variabel luarannya. Sebagai contoh: uji diagnostik yang bertujuan melihat apakah benturan keras pada kepala dapat merupakan prediktor terjadinya perdarahan intrakranial dan uji prognostik untuk mengetahui apakah benturan keras pada kepala akan dapat memprediksi mortalitas akibat perdarahan intrakranial. Pada contoh ini tampak perbedaan antara kedua desain. Bedanya terletak pada variabel outcome, uji diagnostik berupaya untuk memprediksi ada atau tidaknya penyakit, sedang uji prognostik bermaksud untuk memprediksi kejadian luaran / outcome penyakit.
Penyakit + + Penyakit – a b Risiko (-) c d (+) Risiko (+) a+b c+d 47 Uji diagnostik yang ideal akan selalu memberikan jawaban yang benar (atau hasil positif) pada semua subyek yang sakit dan memberikan hasil negatif pada semua subyek yang tidak sakit. Namun uji diagnostik yang ideal seperti itu jarang ditemukan; hampir pada semua jenis uji diagnostik terdapat kemungkinan untuk diperoleh hasil uji positif pada subyek yang tidak sakit (positif semu), dan sebaliknya mungkin ditemukan hasil negatif pada subyek yang sakit (negatif semu). Selain itu, uji diagnostik yang baik seyogianya mempunyai sifat-sifat hasilnya cepat diperoleh, aman, sederhana, tidak menyakiti/invasif, sahih, reliabel, dan relatif murah. Struktur uji diagnostik secara garis besar sama dengan studi observasional, yaitu memiliki variabel prediktor (hasil uji) dan variabel efek/outcome (ada tidaknya penyakit). Variabel prediktor dapat dalam skala nominal dikotom (positif, negatif), kategorikal (+++, ++, +, -), atau numerik (miligram per desiliter). Bila hasil suatu uji diagnostik berskala kategorikal atau numerik, maka perlu ditentukan titik potong (cut-off point) untuk dapat membedakan subyek yang menjadi sakit atau tidak sakit. Variabel outcome pada uji diagnostik adalah ada atau tidaknya penyakit yang ditentukan dengan baku emas (gold standard). Meskipun struktur uji diagnostik sama dengan studi observasional, namun analisis uji diagnostik sangat berbeda. Apabila pada studi observasional umumnya ditujukan untuk mencari informasi tentang etiologi atau faktor risiko, uji diagnostik dimaksudkan apakah satu uji dapat membedakan subyek dengan penyakit dari subyek yang tidak sakit. Hasil uji diagnostik diringkas dalam tabel 2 x 2, yang terdiri atas sel a, b, c, d. Sel a berisi subyek yang sakit (menurut baku emas) dan didiagnosis sakit oleh uji (positif benar, PB). Sel b berisi subyek yang tidak sakit menurut baku emas namun didiagnosis sakit oleh uji (positif semu, PS). Sel c berisi subyek yang sakit namun didiagnosis sehat oleh uji (negatif semu, NS). Sel d, berisi subyek yang tidak sakit dan didiagnosis sehat oleh uji (negatif benar, NB).