Menurut Alwi (2001: 859) perilaku merupakan tanggapan atau
reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan, sedangkan menurut
Notoatmodjo (2007: 133) perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme dalam hal ini perilaku makhluk hidup terutama manusia, pada
hakikatnya adalah suatu tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri.
Perilaku siswa adalah semua tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh
siswa didalam lingkungan sekolah (Razak dkk, 2019).
Dalam mengelola perilaku siswa di dalam kelas ada berbagai
faktor yang mempengaruhi, yakni faktor guru, faktor peserta didik, dan
faktor lingkungan/sarana. Yang masuk faktor guru adalah pertama, tipe
kepemimpinan guru: guru yang otoriter dan kurang demokratis dapat
menumbuhkan sikap agresif peserta didik. Kedua, format mengajar yang
monoton menimbulkan rasa bosan dan frustasi dari peserta didik. Ketiga,
kepribadian guru yang hangat, adil, objektif da leksibel menimbulkan
suasana emosional menyenangkan dalam proses belajar mengajar.
Keempat, pemahaman guru mengenai peserta didik dan latar belakangnya
sangat menolong dalam mengelola perilaku siswa di dalam kelas. Faktor
peserta didik juga berperan dalam pengelolaam perilaku siswa. Peserta
didik harus sadar bahwa jika mereka mengganggu temannya yang sedang
belajar berarti mereka tidak melakukan kewajiban sebagai anggota
masyarakat dan tidak menghormati hak peserta didik lain untuk
memperoleh manfaat maksimal dari proses belajar mengajar. Sementara
faktor keluarga mencakup sikap orang tua terhadap anaknya. Sikap otoriter
orang tua akan tercermin dari tingkah laku peserta didik yang agresif dan
apatis. Kebiasaan yang kurang baik di lingkungan keluarga seperti tidak
tertib, kurang disiplin dan kebebasan berlebih atau terlalu dikekang akan
menjadi penyebab anak didik melanggar disiplin kelas.
Perilaku adalah kegiatan atau aktivitas makhluk hidup terutama
manusia yang disebabkan karena adanya rangsangan yang berasal dari
internal maupun eksternal (Sari, 2013: 143). Siswa adalah sekelompok
orang dengan usia tertentu yang belajar baik secara kelompok atau
perorangan (Muhaimin dkk dalam Razak dkk, 2019: 97). Perilaku siswa
adalah segala aktivitas yang dilakukan siswa di dalam lingkungan sekolah
disebabkan oleh rangsangan internal maupun eksternal.
Skinner dalam Hergenhahn, B & Olson, H, (2008: 84–85)
menyatakan ada dua jenis perilaku yaitu respondent behavior (perilaku
responden) dan operant behavior (perilaku operan). Perilaku responden
ditimbulkan oleh stimulus yang dikenali atau bergantung dari stimulus
yang mendahuluinya, misalnya gerak refleks. Jenis perilaku yang kedua
adalah perilaku operan yaitu perilaku yang diakibatkan oleh stimulus yang
dikenal, biasanya lebih spontan. Misalnya dalam aktivitas seseorang
sehari-hari. Perilaku merupakan proses perubahan tingkah laku. Perilaku
datang dari sebuah pikiran sehingga memaksa tubuh untuk melaksanakan
aktivitas atau tindakan. Secara psikologi pikiran dan tubuh saling
berhubungan yang mempengaruhi kesehatan. Menurut Laura A. King
(2010: 33-34) hubungan antara pikiran dan tubuh (mind and body)
dibedakan menjadi dua yaitu bagaimana pikiran berdampak pada tubuh
dan bagaimana tubuh berdampak pada pikiran.
Pikiran berdampak pada tubuh, apa yang seseorang pikiran akan
berpengaruh pada tingkah laku seseorang tersebut, Perilaku kesehatan
yang berasal dari pikiran sehingga berdampak pada tubuh misalnya makan
dengan gizi seimbang, menggosok gigi, tidak merokok, tidak
mengkonsumsi NAPZA, akan berdampak pada tubuh seseorang. Pikiran
yang positif menyebabkan perilaku yang baik sehingga menjadikan tubuh
seseorang bugar. Tubuh berdampak pada pikiran. Hal yang saling
berlawanan tetapi memiliki hubungan yang sangat mempengaruhi. Tubuh
yang bugar tentu saja akan membuat pemikiran seseorang nyaman dan
jernih sehingga diharapkan seseorang berfikir positif. Gagasan bahwa
pikiran dan tubuh adalah dua hal terpisah yang mendorong kesadaran
manusia untuk berperilaku. Perubahan perilaku tersebut dapat dilakukan
melalui pendekatan behavioristik (behavioral approach).
Perilaku, apabila sudah menjadi kebiasaan memang kadang susah
untuk diubah, tetapi masih dapat diubah, meskipun membutuhkan waktu
yang lama. Menurut Wahid Iqbal M& Nurul Chayatin. (2009: 365)
perilaku seseorang dapat diubah dengan cara sebagai berikut: (1)
Cognitive dissonance, yaitu adanya suatu gangguan keseimbangan tentang
kemantapan pengertian yang sudah dimiliki oleh seseorang. Gangguan
keseimbangan ini dapat dilihat dari perbedaan pandangan antara sesuatu
yang lama dan penemuan yang baru misalnya penyebab suatu penyakit,
sehingga menyebabkan perubahan sikap dan perilakunya; (2) Perubahan
perilaku menurut Kelman dalam Wahid Iqbal M& Nurul Chayatin. (2009:
365) ada tiga cara yaitu; (a) terpaksa (compliance), perubahan perilaku
yang dikarenakan ada penyebab dan reward, misalnya seseorang
mengubah perilakunya karena akan mendapatkan imbalan, pengakuan dari
seseorang ataupun kelompok. perubahan perilaku karena terpaksa ini tidak
dapat bertahan lama, (b) Peniruan (Identification), individu mengubah
perilakunya karena ingin disamakan dengan seseorang yang dikaguminya.
Guru kadang dijadikan suatu model atau objek oleh siswa dalam
berperiaku sehari-hari, oleh karena itu guru harus menunjukkan sikap dan
perilaku yang baik agar siswa dapat berperilaku baik, (c). menghayati
manfaatnya (Internalization), perubahan perilaku yang mendasar sehingga
sulit untuk diubah karena sudah menjadi bagian dalam hidup seseorang.
Pemahaman tentang perilaku dan bahwa perilaku seseorang itu bisa diubah
sebaiknya dimiliki oleh setiap guru dan siswa itu sendiri, bahkan setiap
orang
Aspek-aspek efikasi diri,
Menurut Bandura (1997) dalam Ghufron
& Risnawita (2010: 80-81), efikasi diri pada diri tiap individu akan
berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan tiga
dimensi. Berikut ini adalah tiga dimensi tersebut.
a. Dimensi tingkat (level)
Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu
merasa mampu untuk melakukannyal. Apabila individu dihadapkan
pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka
efikasi diri individu mugkin akan terbatas pada tugas-tugas yang
mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang sulit, sesuai
dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntunan
perilaku yang dibutuhkan masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki
implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau
dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu
dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas
kemampuan yang dirasakannya.
b. Dimensi kekuatan (strength)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau
pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang
lemah mudah digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak
mendukung. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang
menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi
level, yaitu makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan
yang dirasakan untuk menyelesaikannya.
c. Dimensi generalisasi (generality)
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana
individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasakan
11
yakni terhadap kemampuan dirinya. Apakah sebatas pada sesuatu
aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi
yang bervariasi.
Efikasi diri
Efikasi diri menurut Alwisol dalam Cahyadi (2021: 5) adalah
pandangan atau persepsi pada diri tentang bagaimana diri dapat berfungsi
sesuai situasi yang sedang dihadapi. Efikasi diri secara umum tidak
berkaitan dengan keahlian yang dimiliki individu melainkan lebih kepada
psikologis atau keyakinan individu.
Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri
atau self-knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut
mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan
untuk mencapai suatu tujuan, termasuk didalamnya perkiraan berbagai
kejadian yang akan dihadapi (Ghufron & Risnawita, 2010: 73). Menurut
Widiyanti & Marheni (2013: 72) efikasi diri penting dimiliki oleh
kalangan remaja agar mampu terus menghadapi segala perubahan yang
terjadi. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki
kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Efikasi adalah
penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk,
tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan. Efikasi tidak sama dengan aspirasi (cita-cita) karena
aspirasi menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dapat dicapai
sedangkan efikasi menggambarkan penilaian tentang kemampuan diri
(Widyaninggar, 2014: 92).
Baron dan Byrne (dalam Ariska dkk, 2020: 15) menyatakan dalam
ilmu psikologi, keyakinan dan kepercayaan individu terhadap kemampuan
dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu
tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasikan tindakan untuk
menampilkan kecakapan tertentu disebut dengan efikasi diri. Menurut
Schunk (dalam Purnomo, dkk, 2018:182) efikasi diri merujuk kepada
keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya untuk belajar atau
melakukan sesuatu. Astuti dan Pratama (2020:149) perasaan yakin akan
kemampuan dalam efikasi diri dapat menumbuhkan semangat untuk
belajar menjadi lebih baik. Efikasi diri berperan menentukan bagaimana
seseorang melakukan pendekatan terhadap berbagai saran, tugas dan
tantangan.
Bandura (dalam Ghufron & Risnawita, 2010:73) adalah tokoh yang
memperkenalkan istilah efikasi diri (self-effacy). Ia mendefinisikan bahwa
efikasi adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam
melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil
tertentu. Efikasi diri merupakan unsur kepribadian yang berkembang
melalui pengamatan-pengamatan individu terhadap akibat-akibat
tindakannya dalam situasi tertentu. Persepsi seseorang mengenai dirinya
dibentuk selama hidupnya melalui reward dan punishment dari orang-
orang di sekitarnya. Unsur penguat (reward dan punishment) lamakelamaan dihayati sehingga terbentuk pengertian dan keyakinan mengenai
kemampuan diri. Bandura (1997) dalam (Ghufron & Risnawita, 2010:77)
mengatakan bahwa persepsi terhadap efikasi diri pada setiap individu
berkembang dari pencapaian secara berangsur-angsur akan kemampuan
dan pengalaman tertentu secara terus-menerus. Pietsch, Walkeer, dan
Chapman (2003: 589–603) juga menemukan hasil yang sama, yaitu ada
hubungan antara efikasi diri matematika dengan prestasi matematika.
Menurut Bandura dalam Mahmudi dan Suroso (2014:187) karakter
individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi adalah ketika individu
tersebut yakin bahwa mereka mampu menangani sebuah situasi yang
mereka hadapi secara efektif, tekun dalam menyelesaikan tugas, percaya
diri, memandang kesulitan sebagai tantangan, berkomitmen kuat terhadap
dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang dilakukannya,
meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada tugas dan
memikirkan strategi dalam menghadapinya, cepat memulihkan rasa
mampu setelah mengalami kegagalan , dan menghadapi ancaman dengan
keyakinan
Tahapan Program Psikoedukasi Bersahabat dengan Stroke
Merujuk pada tahapan atau sesi yang sudah dikembangkan
beberapa penelitian sebelumnya terkait dengan pasien pasca stroke
yang mengalami gangguan psikologis yang dapat mempengaruhi
efikasi diri, maka dalam penelitian ini dilakukan psikoedukasi untuk
meningkatkan efikasi diri pada pasien pasca stroke yang dapat
membuat pasien puas dengan keadaannya, mencapai kebebasan
dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari, meningkatkan kualitas
hidup dan menurunkan depresi yang biasanya terjadi pasca stroke
sehingga dapat mempengaruhi motivasi dan berperilaku untuk
mencapai kesembuhan. Adapun sesi-sesi program psikoedukasi
bersahabat dengan stroke yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Sesi 1: video edukasi dan motivasi untuk meningkatkan efikasi
diri
Pada sesi ini responden melihat video yang berisi tentang apakah
stroke dapat disembuhkan, serta kiat-kiat meningkatkan motivasi
pasien pasca stroke. Video yang ditampilkan berdurasi 6 menit 57
detik untuk mempertahankan fokus pasien (Denny et al., 2017).
Sesi 1 dilakukan saat responden pulang dari rumah sakit dan pada
hari yang sama setelah responden mengisi pretest.
2) Sesi 2: video persuasi verbal dan cerita penyintas stroke
Pada sesi ini responden melihat video yang berisi tentang persuasi
verbal dan kata-kata motivasi untuk dapat meningkatkan efikasi
diri, selain itu salah satu penyintas stroke membagikan
pengalamannya saat terkena stroke hingga menjalani rehabilitasi.
Video yang ditampilkan berdurasi 7 menit 7 detik. Sesi 2
dilakukan 3 hari setelah sesi 1, peneliti memberikan video melalui
tautan YouTube yang dibagikan melalui WhatsApp. Tindak lanjut
psikoedukasi melalui telepon sangat berarti bagi responden dan
keluarga karena dapat menghemat biaya dan tenaga untuk pergi
ke rumah sakit.
3) Sesi 3: review video 1 dan 2
Sesi 3 dilakukan 3 hari setelah sesi 2, peneliti meminta
responden untuk melihat kembali video 1 dan 2. Satu minggu
setelah review video, dilakukan evaluasi dengan mengisi
kuesioner (posttest). Posttest menggunakan google formulir
melalui tautan yang dibagikan ke responden menggunakan
WhatsApp dengan dibantu keluarga.
Program atau Modul Psikoedukasi
Program psikoedukasi merupakan suatu rangkaian kegiatan
psikoedukasi untuk membantu kelompok klien sasaran/partisipan
mengembangkan satu atau serangkaian keterampilan hidup tertentu
(Supratiknya, 2011). Program psikoedukasi dapat dikembangkan
menggunakan modul psikoedukasi yang tersusun atas komponen:
1) Topik
Topik menjelaskan jenis keterampilan hidup yang hendak
diberikan dalam modul psikoedukasi dan biasanya digunakan
sebagai judul.
2) Tujuan
Tujuan menjelaskan secara spesifik jenis-jenis keterampilan
hidup yang akan menjadi tujuan modul serta hasil yang
diharapkan akan dicapai oleh peserta psikoedukasi pada akhir
kegiatan.
3) Waktu
Menjelaskan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan modul
dari kegiatan dari awal hingga evaluasi, biasanya dituliskan jam
atau menit
4) Tata ruang
Menjelaskan pengaturan isi ruangan, kondisi ruangan, peralatan
dan perlengkapan dalam pelaksanaan modul psikoedukasi.
5) Materi
Menjelaskan secara konseptual jenis-jenis keterampilan hidup
yang menjadi tujuan pada modul yang dapat disajikan melalui
handouts, booklet, rekaman pidato, video, atau media lain yang
disertai penjelasan lisan oleh fasilitator.
6) Prosedur
Menjelaskan langkah-langkah kegiatan psikoedukasi yang harus
dilakukan oleh peserta dan fasilitator untuk mencapai tujuan
yang diharapkan.
7) Media
Media dalam psikoedukasi dapat berupa:
a) Handouts atau booklet yang berisi materi yang disampaikan
b) Lembar kerja pribadi maupun kelompok
c) Slides-film, rekaman audio seperti pidato, musik, dan
sebagainya
d) Gambar, koran bekas, majalah bekas, dan lain-lain
e) Laptop, komputer, dan reviewer
38
f) Alat tulis
8) Evaluasi
Komponen ini terdiri dari dua macam evaluasi, yaitu evaluasi
hasil dan evaluasi kinerja. Evaluasi hasil
mempertanggungjawabkan hasil penyelenggaraan modul
psikoedukasi yang telah dilaksanakan, sedangkan evaluasi
kinerja mempertanggungjawabkan proses pelaksanaan modul
psikoedukasi yang telah dilaksanakan terkait kinerja fasilitator.
9) Sumber
Memuat berbagai sumber pustaka yang digunakan sebagai acuan
dalam penyusunan modul
Tujuan Psikoedukasi
Tujuan dari psikoedukasi adalah untuk meningkatkan
pengetahuan tentang penyakit anggota keluarga, mengurangi tingkat
kekambuhan, dan meningkatkan fungsi pasien dan keluarga (Stuart,
2009). Intervensi psikoedukasi diharapkan dapat meningkatkan
pencapaian pengetahuan individu tentang penyakit, mengajarkan
bagaimana teknik pengajaran dalam upaya membantu mereka
melindungi individu dengan mengetahui gejala-gejala perilaku dan
mendukung individu
Psikoedukasi. Pengertian
Psikoedukasi adalah pendidikan kesehatan pada pasien baik
yang mengalami penyakit fisik maupun gangguan jiwa yang
bertujuan untuk mengatasi masalah psikologis yang dialami pasien
(Suryani, 2016). Psikoedukasi dapat dilaksanakan secara individual
maupun kelompok/grup dan dapat diberikan dalam satu sesi atau
lebih.
Psikoedukasi dapat dilaksanakan di berbagai tempat pada
berbagai kelompok atau rumah tangga. Tindakan psikoedukasi
memiliki media berupa catatan seperti poster, booklet, leaflet, video,
dan beberapa eksplorasi yang diperlukan. Perawat dapat
membangun hubungan saling percaya agar dapat melakukan
pengkajian yang tepat dan memberikan pengertian terhadap
keluarga bagaimana psikoedukasi memberikan keuntungan pada
mereka, dapat mengatasi dan mencegah terjadinya gangguan
emosional dengan strategi koping yang efektif (Supratiknya, 2011).
Terapi psikoedukasi ini bisa dilakukan secara pasif berupa
pemberian informasi dengan leaflet atau melalui email atau website
dan juga dilakukan secara aktif berupa konseling atau pemberian
pendidikan kesehatan secara individu atau kelompok (Suryani,
2016).
Fase Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi pada pasien stroke bertujuan untuk
meminimalkan defisit neurologis beserta komplikasinya,
mendorong keluarga, dan memfasilitasi dan meningkatkan kualitas
hidup pasien stroke (Tan, 2017).
Secara umum rehabilitasi pasien stroke dibagi menjadi 3 fase
sebagai acuan penentuan tujuan dan jenis intervensi rehabilitasi
yang diberikan, yaitu (Wirawan, 2009):
1) Stroke fase akut (2 minggu pertama pasca serangan stroke)
Pada fase akut, biasanya keadaan hemodinamik pasien belum
stabil dan masih menjalani perawatan di rumah sakit. Pasien
stroke dapat dirawat di ruang rawat biasa ataupun unit stroke.
Pasien yang dirawat di unit stroke menghasilkan perawatan yang
lebih baik dibandingkan dengan pasien yang dirawat di ruang
rawat biasa. Pasien cenderung lebih mandiri dan mempunyai
kualitas hidup yang lebih baik. Rehabilitasi pada fase ini
dijalankan oleh tim yang biasanya latihan aktif dimulai sesudah
prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan, kecuali terjadi
perdarahan (Purwanti, 2008).
2) Stroke fase subakut (antara 2 minggu hingga 6 bulan pasca
serangan stroke)
Pada fase subakut, kecuali pasien yang memerlukan perawatan
rehabilitasi intensif, status hemodinamik pasien lebih stabil dan
diperbolehkan pulang. Pada fase ini pasien mulai menunjukkan
tanda-tanda depresi, fungsi bahasa mulai dapat terperinci.
Rehabilitasi pada fase ini dilakukan untuk mencegah hemiplegic
posture dengan mengatur posisi dan stimulasi sesuai kondisi
klien (Purwanti, 2008).
Pasa fase subakut pasien mulai mempelajari kembali aktivitas
perawatan diri dan berjalan. Rehabilitasi diperlukan untuk
memastikan gerakan pasien lebih terarah dan lebih efisien dalam
penggunaan energi. Rehabilitasi dilakukan dengan terapi latihan
yang terstruktur yang berkelanjutan dan berulang serta
mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak. Tujuan
rehabilitasi pada fase ini yaitu untuk mencegah komplikasi
akibat tirah baring, mempersiapkan atau mempertahankan
kondisi yang memungkinkan pemulihan fungsional secara
optimal, mengembalikan kemandirian dalam aktivitas seharihari, serta mengembalikan kebugaran fisik dan mental.
3) Stroke fase kronis (lebih dari 6 bulan pasca serangan stroke)
Program latihan untuk fase stroke kronis hampir mirip dengan
fase subakut, yang berlangsung lebih dari 6 bulan pasca stroke.
Hasil dari rehabilitasi pada fase kronis tergantung pada tingkat
keparahan stroke. Hasilnya terdiri dari beberapa tingkatan
seperti mandiri penuh dan kembali ke tempat kerja seperti
sebelum sakit, mandiri penuh dan bekerja namun berganti
pekerjaan yang lebih ringan sesuai kondisi, mandiri penuh
namun tidak bekerja, aktivitas sehari-hari perlu bantuan minimal
dari orang lain, atau aktivitas sehari-hari sebagian besar atau
sepenuhnya dibantu orang lain.
Tujuan dari program latihan pada fase kronis ini adalah untuk
mengoptimalkan kemampuan fungsional pasien,
mempertahankan kemampuan fungsional yang dicapai,
mengoptimalkan kualitas hidup pasien, dan mencegah
komplikasi. Pada saat fase ini, fokusnya adalah pada terapi
kelompok, keluarga pasien lebih banyak dilibatkan, pekerja
medik sosial, dan psikolog perlu lebih aktif (Purwanti, 2008)
Dampak Stroke
Beberapa dampak stroke yang terjadi pada pasien stroke,
antara lain:
1) Dampak fisik
Stroke dapat menyebabkan beberapa gangguan fisik seperti
kelumpuhan atau cacat (hemiplegia dan hemiparesis), gangguan
berkomunikasi, hilangnya indra perasa, gangguan tidur, nyeri,
kehilangan kemampuan dasar sebagai individu normal, kesulitan
mengunyah dan menelan makanan (disfagia), dan inkontinensia
(Lingga, 2013).
2) Dampak psikososial
Kondisi tidak berdaya oleh pasien akibat stroke dapat
menyebabkan perubahan mental pada pasien, sehingga
mengalami stres, depresi, mudah tersinggung, mudah marah,
dan sedih. Tidak jarang diantara mereka yang putus asa dan
kehilangan semangat hidup. Sebagian besar pasien pasca stroke
juga tidak dapat menerima kehidupan baru yang dialaminya.
Dalam kondisi seperti ini, mereka tidak dapat mengatasi
persoalan yang dialaminya sendirian. Karena itu, perlu
dukungan orang lain agar perubahan emosi dan mental tersebut
tidak berkembang lebih buruk. Konseling yang dilakukan oleh
psikolog atau pemuka agama merupakan sebuah upaya yang jitu
dan terbukti efektif untuk membantu pasien mengatasi persoalan
kejiwaan yang berat (Lingga, 2013).
3) Dampak ekonomi
Stroke digolongkan ke dalam penyakit katastropik karena
mempunyai dampak luas secara ekonomi dan sosial (Kemenkes
RI, 2018). Stroke memerlukan biaya perawatan dan biaya
pengobatan yang tidak sedikit dan dapat mempengaruhi
stabilitas ekonomi keluarga dan dapat mempengaruhi stabilitas
emosi baik pasien maupun keluarga (Muttaqin, 2008
Terapi Stroke
National Institutes of Health (NIH) (2004) menyatakan bahwa
terapi yang dapat diberikan untuk rehabilitasi stroke yaitu:
1) Terapi fisik
Terapi yang diberikan untuk merawat klien dengan gangguan
motorik dan mengembalikan mobilitas klien pasca stroke
2) Terapi okupasi
Layanan kesehatan yang ditujukan pada klien yang mengalami
gangguan motorik atau mental yang dilakukan untuk
meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari dan melatih
kemandirian
3) Terapi wicara
Layanan kesehatan yang diberikan pada klien yang mengalami
gangguan bicara (afasia). Klien stroke kemungkinan mengalami
gangguan dalam komunikasi sehingga membutuhkan terapi
wicara untuk melatih dan meningkatkan kemampuannya dalam
berbicara/komunikasi
Manifestasi Klinis Stroke
Manifestasi klinis stroke beragam tergantung pada jenis stroke
(Ghofir, 2021):
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang muncul secara mendadak
2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
(gangguan hemisensorik)
3) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium,
letargi, stupor, atau koma)
4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan
memahami ucapan)
5) Disartria (bicara pelo atau cadel)
6) Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau
diplopia
7) Vertigo, mual dan muntah, dan nyeri kepala
Klasifikasi Stroke
Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan
stroke meliputi (LeMone et al., 2016):
- Stroke hemoragik
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak pada daerah otak tertentu dan pada umumnya
kesadaran klien menurun (Muttaqin, 2008). Terdapat dua jenis
stroke hemoragik yaitu hemoragi intraserebral dan hemoragi
subarakhnoid.
a) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah dikarenakan hipertensi yang
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak.
b) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan yang berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid
menyebabkan TIK meningkat secara mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasopasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global yaitu
nyeri kepala, penurunan kesadaran maupun disfungsi otak
fokal yaitu hemiparesis, gangguan hemisensorik, afasia, dan
lainnya. - Stroke Nonhemoragik
Stroke yang berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral
yang biasanya terjadi saat setelah lama istirahat, baru bangun
tidur, atau di pagi hari. Stroke nonhemoragik ini tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan edema sekunder
Faktor Risiko Stroke
Faktor risiko stroke diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Faktor
yang dapat dimodifikasi dapat diubah dengan prevensi (LeMone et
al., 2016). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi terdiri dari
usia, jenis kelamin, ras, dan hereditas, sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi terdiri dari hipertensi, penyakit jantung, kolesterol
tinggi, obesitas, diabetes, merokok, penyalahgunaan zat dan alkohol
(Muttaqin, 2008). Faktor risiko lain meliputi stroke sebelumnya atau
serangan iskemia transien (TIA), dan faktor khusus untuk wanita
adalah kontrasepsi oral (khususnya disertai hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi) (LeMone et al., 2016)
PEMANTAUAN KADAR OBAT DALAM DARAH (skripsi dan tesis)
Menurut Usman (2007), pemantauan kadar obat di dalam darah adalah suatu teknik yang digunakan klinisi untuk mengoptimalkan dosis obat dengan memberikan dosis yang ditetapkan berdasarkan konsentrasi target (C target) dengan cara mengukur kadar obat dalam darah dan bila perlu melakukan penyesuaian dosis. Pemantauan kadar obat dalam darah ini bertujuan untuk mem-bantu meningkatkan penggunaan obat yang lebih rasional baik keamanan dan efektifitas dosis pada individu penderita.
Keberhasilan suatu terapi dengan obat terletak pada pendekatan sejauh mana optimalisasi keseimbangan antara efek terapeutik yang diinginkan dengan efek samping atau efek toksik yang tidak diinginkan dapat dicapai. Untuk men-capai hasil terapi yang optimal, pemilihan obat dan rancangan regimen dosis yang tepat perlu dilakukan. Rancangan regimen dosis yang diberikan dokter pada penderita adalah berdasarkan tujuan untuk pengo-batan individu, di mana dosis yang dibe-rikan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing penderita. Cara penentuan dosis ini di kenal dengan “individualisasi dosis”. Di dalam pemberian regimen dosis akan melibatkan tiga pertanyaan yang saling berkaitan, Berapa banyak obat yang diberikan ?. Berapa kali per hari obat diberikan ?. Berapa lama obat diberikan?. Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan ini agar tujuan dan sasaran terapeutik dapat dicapai.
Adanya variabilitas individu baik intra maupun inter individu pada pen-derita, menyebabkan pengaturan dosis yang sesuai dengan penderita diperlukan, terutama untuk obat dengan indek terapi sempit. Pada dasarnya obat-obat yang perlu dilakukan TDM mempunyai kriteria atau kondisi klinik antara lain (Usman (2007).
- Obat yang mempunyai batas keamanan (margin of safety) yang sempit
- Efek toksis sukar diamati atau dipasti-kan secara klinis
- Efek terapinya sukar di pantau secara klinis
- Kadar obat dalam plasma bervariasi antar individu
- Penderita mempunyai gangguan pada salah satu organ ekskresi
- Penderita yang sudah diberi dosis tetapi memperlihatkan tanda toksik atau tidak memperlihatkan efek terapi yang diha-rapkan
- Terjadinya interaksi obat akibat polifar-masi
- Untuk menilai kepatuhan penderita makan obat secara teratur
Salah satu cara pemantauan kadar obat dalam darah adalah dengan menggunakan metode farmakokinetika. Farmakokinetika yaitu suatu cara untuk melakukan pengukuran kuan-titatif keberadaan obat dalam tubuh sebagai suatu sistem yang dinamik, di mana obat berubah setiap saat oleh proses ADME (Absorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekresi). Bila konsep farmakokinetika ini digunakan untuk tujuan keamanan dan efektifitas terapi pada penderita di klinik, di sebut Farmakokinetika Klinik. Dari perubahan kadar obat setiap saat dalam darah (dc/dt) dapat ditentukan parameter kinetik yaitu besarnya absorbsi (Ka), kadar puncak (Cmaks), kadar tunak (Css), klirens, volume distribusi (Vd), waktu paruh (t1/2) dan bioavailabiltas. Dari parameter kinetik diciptakan model farmakokinetik. Model adalah salah satu alat dasar dari ilmu pengetahuan yang sifatnya tiruan dan merupakan sistim riil yang sederhana. Model kompartemen dalam ilmu faal dan ilmu farmakokinetika sering digunakan untuk mengambarkan perilaku zat-zat endo-gen atau eksogen termasuk obat.
Model farmakokinetik ini bertujuan untuk mendapatkan metode yang sesuai dalam menggambarkan dan menginterprestasikan satu data atau beberapa set data yang di peroleh dari percobaan. Model ini me-ngarah kepada pembuatan konsep mate-matika yang disebut model kompartemen. Prinsip dari model kompartemen ini menganggap tubuh terdiri dari bagian-bagian atau kompartemen yang satu dengan yang lain saling berhubungan, di mana distribusi obat di dalam tubuh tidaklah sama, hal ini disebabkan perbe-daan anatomi, faal organ, media cairan tubuh serta proses difusi yang terjadi. Penggunaan model matematika ini dengan parameter farmakokinetik, dapat meng-gambarkan dan meramalkan hubungan antara waktu dan perubahan kadar obat dalam darah setiap saat sebagai fungsi dari dosis serta cara dan frekuensi pemberiaan obat.
atalaksana terapi pada pasien yang menjalani hemodialisis memerlukan perhatian pada manajemenstatus cairan/volume ekstra vaskuler dan penyesuaian terapianti (National Kidney Foundation, 2005). Penyesuaian terapi diperlukan karena adanya jenis obat yang terdialisis serta adanya abnormalitas respon tubuh terhadap hemodialisis. Kadar obat yang terdialisis mengakibat-kan penurunan efektifitas obat atau under dose (Bochler et al, 1999 ; Chen etal, 2006) yang berakibat tidak ter-kontrolnya tekanan darah sehingga meningkatkan risiko penyakit jantungdan pembuluh (Agarwal,1999). Oleh karenanya, kadangkala pasien mem-butuhkankan adanya supplemental dose dari obat yang digunakan setelah dialysis untuk mempertahankan konsentrasi obatdi dalam darah (Quan dan Aweeka,2005; Bochler et al, 1999 ; Keller et al,1999 ). Bahkan berkurangnya kadar obatdi dalam darah dapat berakibat fatal pada pasien dengan kondisi kritis (Keller et al,1999)
Frekuensi hemodialisis (skripsi dan tesis)
Perdede (dalam RS PGI Cikini, 2007) menyatakan bahwa jumlah jam hemodialisis per minggu untuk mencapai adekuasi yaitu 10-15 jam. Adapun jadwal hemodialisis sebagai berikut:
- 2 x 5 jam/ minggu
- 3 x 4 jam/ minggu
- 4 x 3 jam/ minggu
- 5 x 3 jam/ minggu
- Setiap hari selama 2 jam
Untuk pasien baru terapi hemodialisis dapat dilakukan dengan jadwal sebagai berikut :
- Minggu I : 2-3 jam per hemodialisis atau semampu pasien. Hemodialisis dilakukan setiap hari atau setiap 2-3 hari.
- Minggu II : 3-4 jam per hemodialisis → 3-4 jam per minggu.
- Minggu III : 3-4 jam per hemodialisis → 3-4 jam per minggu.
- Minggu IV : 3-5 jam per hemodialisis → 2-3 jam per minggu. Minggu berikutnya diprogramkan kembali sesuai dengan indikasi medik
komplikasi hemodialisis (skripsi dan tesis)
Menurut Smeltzer (2002) komplikasi hemodialisis mencakup hal-hal sebagai berikut :
- Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.
- Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
- Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.
- Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit.
- Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini memungkinkan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
- Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel.
- Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
- Komplikasi hemodialisis menurut Situmorang (dalam RS PGI Cikini, 2007) meliput:
- Jangka Pendek
1) Komplikasi yang sering adalah hipotensi 20-30%, kram 5-20%, mual/ muntah 5-15%, sakit kepala 5%, nyeri dada 2-3%, nyeri punggung 2-5%
2) Kurang sering tapi serius Sindrom disekuilibrium, reaksi hipersensitivitas, aritmia, cardiac tamponade, hemolysis, reaksi dialisis, perdarahan intracainial, emboli udara.
- Jangka Panjang
Terjadi resiko kardiovaskular meningkat,osteodistrofi renal, neuropati uremik, amyloidosis disease, kegagalan akses.
Kelemahan hemodialisis (skripsi dan tesis)
Kelemahan hemodialisis menurut Nuryandari (1999) sebagai berikut:
- Tergantung mesin
- Sering terjadi hipotensi, kram otot, disequilibrium sindrom
- Terjadi activasi: complemen, sitokines, mungkin menimbulkan amyloidosis
- Vasculer access: infeksi, trombosis
- Sisa fungsi ginjal cepat menurun, dibandingkan peritoneal dialisis.
Keunggulan hemodialisis (skripsi dan tesis)
- Keunggulan hemodialisis menurut Nuryandari (1999) sebagai berikut :
- Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan
- Waktu dialisis cepat
Dialiser akan mengeluarkan melekul dengan berat sedang dengan laju yang lebih cepat dan melakukan ultrafiltrasi dengan kecepatan tinggi hal ini di perkirakan akan memperkecil kemungkinan komplikasi dari hemodialisis misalnya emboli udara dan ultrafiltrasi yang tidak kuat atau berlebihan (hipotensi, kram otot, muntah).
- Resiko kesalahan teknik kecil
- Adequasy dapat ditetapkan sesegera, underdialisis segera dapat dibenarkan
Adequasy hemodialisis atau kecukupan hemodialisis segera dapat ditetapkan dengan melihat tanda-tanda tercapainya berat badan kering/tidak ada oedema, pasien tampak baik, aktif, tensi terkendali dengan baik, hb >10 gr% demikian juga bila terjadi keluhan-keluhan tersebut berarti tidak terpenuhinya kecukupan dialisis sehinnga dapat di benarkan terjadi underdialisis.
Pengobatan Gagal Ginjal Kronik (skripsi dan tesis)
Terdapat 2 jenis terapi pengganti ginjal yaitu : dialisis dan transplantasi ginjal
- Dialisis yang terdiri dari hemodialisis, dialis peritoneal dan hemofiltrasi
Cuci darah apabila fungsi ginjal untuk membuang zat-zat metabolik yang beracun dan kelebihan cairan dari tubuh sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak mampu lagi menjaga kelangsungan hidup penderita gagal ginjal, maka harus dilakukan dialisis (cuci darah) sebagai terapi pengganti fungsi ginjal. Ada dua jenis dialisis yaitu:
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Cara yang umum dilakukan di Indonesia adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Darah dipompa keluar dari tubuh, masuk ke dalam mesin dialiser untuk dibersihkan melalui proses difusi dan ultrafiltrasi dengan dialisat (cairan khusus untuk dialisis), kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Agar prosedur hemodialisis dapat berlangsung, perlu dibuatkan akses untuk keluar masuknya darah dari tubuh. Akses tersebut dapat bersifat sementara (temporer) Akses temporer berupa kateter yang dipasang pada pembuluh darah balik (vena) di daerah leher. Sedangkan akses permanen biasanya dibuat dengan akses fistula, yaitu menghubungkan salah satu pembuluh darah balik dengan pembuluh darah nadi (arteri) pada lengan bawah, yang dikenal dengan nama cimino. Untuk memastikan aliran darah pada cimino tetap lancar, secara berkala perlu adanya getaran yang ditimbulkan oleh aliran darah pada cimino tersebut.
2) Dialisis peritonial (cuci darah melalui perut).
Adalah metode cuci darah dengan bantuan membran selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin dialisis. Dapat dilakukan pada di rumah pada malam hari sewaktu tidur dengan bantuan mesin khusus yang sudah diprogram terlebih dahulu. Sedangkan continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) tidak membutuhkan mesin khusus tersebut, sehingga dapat dikatakan sebagai cara dialisis mandiri yang dapat dilakukan sendiri di rumah atau di kantor (Pernefri, 2003)
- Transplantasi ginjal yang dapat berasal dari donor hidup atau donor jenazah (cadaver).
Cangkok atau transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal terminal. Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru saja meninggal (donor kadaver). Akan lebih baik bila donor tersebut dari anggota keluarga yang hubungannya dekat, karena lebih besar kemungkinan cocok, sehingga diterima oleh tubuh pasien. Selain kemungkinan penolakan, pasien penerima donor ginjal harus minum obat seumur hidup. Juga pasien operasi ginjal lebih rentan terhadap penyakit dan infeksi, kemungkinan mengalami efek samping obat dan resiko lain yang berhubungan dengan operasi (Alam & Hadibroto, 2008).
Terapi hemodialisis adalah pengobatan dengan menggunakan hemodialisis yang berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti memisahkan darah dari bagian yang lain. Jadi hemodialisis yaitu memisahkan sampah nitrogen dan sampah yang lain dari dalam darah melalui membran semipermiabel. Hemodialisis tidak mampu menggantikan seluruh fungsi ginjal, namun dengan hemodialisis kronis pada penderita gagal ginjal kronis dapat bertahan hidup bertahun-tahun. (Nuryandari, 1999).
Indikasi hemodialisis yaitu BUN (> 100 mg/dl), kreatinin (> 10 mg/dl), hiperkalemia, acidosis metabolik. Secara klinis meliputi (1) Anoreksi, nausea, muntah; (2) Ensepalopati ureikum; (3) Odema paru; (4) Pericarditis uremikum; (5) Pendarahan uremik (Nuryandari, 1999).
Komplikasi Gagal Ginjal Kronik (skripsi dan tesis)
Komplikasi yang sering ditemukan pada penderita penyakit gagal ginjal kronik menurut Alam & Hadibroto (2008) antara lain :
- Anemia
Terjadinya anemia karena gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang bertugas mematangkan sel darah, agar tubuh dapat menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari. Akibat dari gangguan tersebut, tubuh kekurangan energi karena sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan jaringan tidak mencukupi. Gejala dari gangguan sirkulasi darah adalah kesemutan, kurang energi, cepat lelah, luka lebih lambat sembuh, kehilangan rasa (baal) pada kaki dan tangan.
- Osteodistofi ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat gangguan metabolisme mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat dalam darah sangat tinggi, akan terjadi pengendapan garam dalam kalsium fosfat di berbagai jaringan lunak (klasifikasi metastatik) berupa nyeri persendian (artritis), batu ginjal (nefrolaksonosis), pengerasan dan penyumbatan pembuluh darah, gangguan irama jantung, dan gangguan penglihatan.
- Gagal jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam jumlah yang memadai ke seluruh tubuh. Jantung tetap bekerja, tetapi kekuatan memompa atau daya tampungnya berkurang. Gagal jantung pada penderita gagal ginjal kronis dimulai dari anemia yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik jantung kiri (left venticular hypertrophy/ LVH). Lama-kelamaan otot jantung akan melemah dan tidak mampu lagi memompa darah sebagaimana mestinya (sindrom kardiorenal).
- Disfungsi ereksi
Ketidakmampuan seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang diperlukan untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Selain akibat gangguan sistem endokrin (yang memproduksi hormon testeron) untuk merangsang hasrat seksual (libido), secara emosional penderita gagal ginjal kronis menderita perubahan emosi (depresi) yang menguras energi. Namun, penyebab utama gangguan kemampuan pria penderita gagal ginjal kronis adalah suplai darah yang tidak cukup ke penis yang berhubungan langsung dengan ginjal.
Komplikasi Gagal Ginjal Kronik (skripsi dan tesis)
Komplikasi yang sering ditemukan pada penderita penyakit gagal ginjal kronik menurut Alam & Hadibroto (2008) antara lain :
- Anemia
Terjadinya anemia karena gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang bertugas mematangkan sel darah, agar tubuh dapat menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari. Akibat dari gangguan tersebut, tubuh kekurangan energi karena sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan jaringan tidak mencukupi. Gejala dari gangguan sirkulasi darah adalah kesemutan, kurang energi, cepat lelah, luka lebih lambat sembuh, kehilangan rasa (baal) pada kaki dan tangan.
- Osteodistofi ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat gangguan metabolisme mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat dalam darah sangat tinggi, akan terjadi pengendapan garam dalam kalsium fosfat di berbagai jaringan lunak (klasifikasi metastatik) berupa nyeri persendian (artritis), batu ginjal (nefrolaksonosis), pengerasan dan penyumbatan pembuluh darah, gangguan irama jantung, dan gangguan penglihatan.
Gagal ginjal kronik (cronic renal failure) (skripsi dan tesis)
Gagal ginjal kronik (cronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan di tandai dengan uremia(urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau tansplantasi ginjal) (Nursalam, 2002).
Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, glomerulonefretis kronis, pielonefretis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol, obstuksi traktus urinarius, lesi heriditer, lingkungan dan agen berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis seperti timah, kadmium, merkuri, dan kromium. Dialisis atau transplantasi ginjal kadang-kadang diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien (Smeltzer, 2002).
Pengertian Evaluasi (skripsi dan tesis)
Evaluasi adalah serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya. Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang sistematis dari dampak program (Anonim, 2002).
Evaluasi bermanfaat untuk (Anonim, 2002) :
- Menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan.
- Meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya.
- Mengukur kegunaan program-program yang inovatif
- Meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi
- Kesesuaian tuntutan tanggung jawab.
Proses evaluasi akan memberikan lima langkah umpan balik sebagaimana yang diungkapkan oleh Hunger and Wheelen (2000). Kelima langkah umpan balik tersebut adalah :
- Menentukan apa yang diukur
- Menetapkan standar kerja
- Mengukur kinerja aktual
- Membandingkan kinerja aktual standar yang telah ditetapkan
- Mengambil tindakan perbaikan
Tujuan diadakan evaluasi adalah untuk memperbaiki pelaksanaan dan perencanaan program sehubungan dengan perlu adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain: untuk mengecek relevansi dari program dalam hal perubahan -perubahan kecil yang terus-menerus mengukur kemajuan terhadap target yang direncanakan menentukan sebab dan faktor di dalam maupun di luar yang mempengaruhi pelaksanaan program (Subarsono,2005).
ndikator-indikator pengadaan obat Kabupaten/Kota (skripsi dan tesis)
Menurut Departemen Kesehatan RI (Anonim, 2002) melaui penelaahan konsep pada Pedoman Supervisi Dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, maka diukur indikator-indikator pengadaan obat Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
- Alokasi dana pengadaan obat
Ketersediaan dana pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan obat untuk populasi merupakan prasyarat terlaksananya penggunaan obat yang rasional yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dengan indikator ini dapat dilihat komitmen Kabupaten/Kota dalam penyediaan dana pengadan obat sesuai kebutuhannya. Dana pengadaan obat adalah besarnya dana pengadaan obat yang disediakan/dialokasikan oleh pemerintah Kabupaten/Kota untuk memenuhi kebutuhan obat pelayanan kesehatan diwilayah tersebut. Yang dilihat pada indikator ini adalah jumlah dana anggaran pengadaan obat yang disediakan pemerintah daerah Kabupaten/Kota dibandingkan dengan jumlah kebutuhan dana untuk pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan populasi. Angka ideal dana pengadaan obat yang disediakan apabila sangat mendekati dengan kebutuhan sebenarnya.
- Persentase alokasi dana pengadaan obat
Obat merupakan pendukung utama untuk hampir semua program kesehatan di unit pelayanan kesehatan. Untuk itu ketersediaan dana pengadaan obat harus proposional dengan anggaran kesehatan secara keseluruhan. Dana pengadaan obat adalah besarnya dana pengadaan obat yang disediakan/dialokasikan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota untuk mendukung program kesehatan di daerahnya dibandingkan dengan jumlah alokasi dana untuk bidang kesehatan. Angka ideal dana pengadaan obat harus proposional dengan anggaran kesehatan secara keseluruhan.
- Biaya obat perpenduduk
Ketersediaan dana pengadaan obat yang sesuai kebutuhan populasi bervariasi untuk masing-masing Kabupaten/Kota untuk itu perlu diketahui besarnya dana yang disediakan oleh Kabupaten/Kota apakah telah memasukkan parameter jumlah penduduk dalam pengalokasian dananya.
tujuan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan (skripsi dan tesis)
Menurut Departemen Kesehatan RI (Anonim, 2008) tujuan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah :
- Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan.
- Mutu obat dan perbekalan kesehatan terjamin.
- Obat dan perbekalan kesehatan dapat diperoleh pada saat diperlukan.
metode pengadaan obat (skripsi dan tesis)
Terdapat beberapa metode pengadaan menurut WHO (2002) ,yaitu:
- Tender terbuka
Tender terbuka adalah metode penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan pengumuman secara luas mealui media massa dan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Untuk pelaksanaan sistem tender terbuka ini perlu dipersiapkan beberapa hal yang mencakup jadwal lelang, pengumuman lelang, persyaratan peserta, periode lelang, seleksi dan penetapan peserta lelang. Dalam tender terbuka akan banyak penawar yang mengajukan penawaran, untuk mengevaluasi penawar memerlukan waktu yang lama dan terkadang tidak dapat dilakukan sesuai dengan jadwal proses lelang yang berakibat pada terhambatnya proses pengadaan.
- Tender tertutup
Tender hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan mempunyai riwayat yang baik. Tender terbuka biasanya didahului dengan prakualifikasi supplier, tetapi secara keseluruhan beban kerja tender tertutup lebih ringan daripada tender terbuka. Penetapan metode ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pengadaan obat dengan kualitas produk yang akan diperoleh tetap akan terjamin walaupun dengan supplier terbatas.
- Pemilihan langsung
Pemilihan langsung dilaksanakan apabila metode tender terbuka dan tertutup dinilai tidak efisien dari segi biaya tender. Pemilihan dilaksanakan dengan membandingkan sekurang-kurangnya 3 penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun harga serta diumumkan melaui pengumuman resmi. Pengadaan langsung memungkinkan terjadinya penawaran secara rinci kepada pemasok, baik meliputi jumlah, jenis, dan harga. Negosiasi umumnya dilakukan kepada beberapa pemasok terpilih untuk mendapatkan harga yang layak. Keuntungan pemilihan langsung adalah obat dapat segera terpenuhi tanpa harus melaui proses tender yang berkepanjangan.
- Pengadaan langsung,
Pengadaan langsung dilakukan dalam jumlah kecil untuk jenis obat yang harus segera tersedia. Metode pengadaan langsung yang dikombinasikan dengan kontrak negosiasi, akan memberikan keuntungan yang lebih besar karena harga dapat disepakati dengan harga yang lebih murah.
Pengelolaan obat (skripsi dan tesis)
Menurut Quick et al (1997) siklus pengelolaan obat meliputi seleksi, pengadaan, distribusi, serta penggunaan yang didukung oleh struktur organisasi, keuangan, dan sistem informasi manajemen yang layak serta staf yag termotivasi.
Tujuan pengelolaan obat adalah terjaminnya ketersediaan obat yang bermutu baik, secara tepat jenis, tepat jumlah dan tepat waktu serta digunakan secara rasional dan supaya dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat ke Unit Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas) (Anonim,2002). Agar tujuan tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka pada Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan sebaiknya ada pembagian tugas dan peran seperti di bawah ini :
- Perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar disusun oleh tim perencanaan obat terpadu berdasarkan system “bottom up”
- Perhitungan rencana kebutuhan obat untuk satu tahun anggaran disusun dengan menggunakan pola konsumsi dan atau epidemiologi.
- Mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari beberapa sumber dana, agar jenis dan jumlah obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan dan tidak tumpang tindih.
- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan rencana kebutuhan obat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, Pusat, Provinsi dan sumber lainnya.
- Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Puskesmas
- Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ke Puskesmas.
- Melaksanakan Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota
- Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab terhadap pen-distribusian obat kepada unit pelayanan kesehatan dasar.
- Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap penanganan obat dan perbekalan kesehatan yang rusak dan kadaluwarsa.
- Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap jaminan mutu obat yang ada di Instalasi Farmasi dan Unit Pelayanan Kesehatan Dasar.
Instalasi Farmasi di Provinsi/ Kabupaten/ Kota mempunyai tugas pokok melaksanakan semua aspek pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian penggunaan, pencatatan pelaporan, monitoring, supervisi dan evaluasi. Termasuk didalamnya pelatihan pengelolaan obat serta melakukan koordinasi dalam perencanaan dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan.
Instalasi Farmasi di Provinsi/ Kabupaten/ Kota mempunyai fungsi antara lain :
- Melakukan seleksi obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar.
- Melakukan perhitungan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar.
- Pro-aktif membantu perencanaan dan pelaksanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/ Kota.
- Melakukan penerimaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari berbagai sumber anggaran.
- Melakukan penyimpanan obat publik dan perbekalan kesehatan dari berbagai sumber anggaran.
- Melakukan pendistribusian obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari berbagai sumber anggaran sesuai dengan permintaan dari pemilik program atau permintaan unit pelayanan kesehatan.
- Melakukan pencatatan pelaporan obat publik dan perbekalan kesehatan serta obat program kesehatan yang menjadi tanggung jawabnya.
- Melakukan monitoring, supervisi dan evaluasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.
- Melaksanakan kegiatan pelatihan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan serta penggunaan obat rasional bagi tenaga kesehatan di unit pelayanan kesehatan dasar
- Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan serta pengendalian penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan dasar
- Melaksanakan kegiatan administrasi unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan
A.1 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan Quick et al (1997), perencanaan obat merupakan suatu proses kegiatan pengelolaan obat yang memerlukan adanya dukungan sumber daya manusia dan kebijakan obat yang berkaitan erat dengan penyediaan obat sehingga untuk meningkatkan mutu pelayanan maka perencanaan obat harus dikelola secara efektif dan efisien. Dengan adanya efesiensi dalam perencanaan obat dapat menurunkan biaya belanja obat, sehingga dana tersebut dana tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi yang pada gilirannya dapat meningkatkan petumbuhan ekonomi negara (Chan,C.K, 2000).
Proses pemilihan obat sebaiknya mengikuti pedoman seleksi obat yang telah disusun oleh WHO (1993), yaitu: memilih obat yang telah terbukti efektif dan merupakan drug of choice, mencegah duplikasi obat, pemilihan obat yang seminimal untuk suatu jenis penyakit, melaksanakan evaluasi kontra indikasi dan efek samping secara cermat.
Salah satu cara untuk meningkatkan efesiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan cara mengelompokkan obat berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan berdasarkan metode VEN. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok berikut:
- Kelompok V (Vital) adalah kelompok obat-obatan yang sangat esensial, yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat-obatan penyelamat (life saving drugs), obat-obat untuk pelayanan kesehatan khusus (vaksin, dll), obat-obatan untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
- Kelompok E (Esensial) adalah kelompok obat-obatan yang harus ada yang diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan, yang bekerja pada sumber penyakit.
- Kelompok N (Non Esensial) adalah merupakan obat-obat penunjang yaitu obat-obatan yang kerjanya ringan yang biasa digunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatas keluhan ringan contohnya vitamin (Quick et al, 1997)
Analisa perencanaan lain yang dapat digunakan adalah analisa ABC (Always Better Control) yaitu suatu metode pengelompokan obat berdasarkan kebutuhan dana, yaitu:
- Kelompok A adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70 % dari jumlah dana obat keseluruhan
- Kelompok B adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%
- Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana keseluruhan.
Untuk lebih akuratnya perencanaan obat dan untuk menyesuaikan rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia, maka dapat dilakukan analisa ABC-VEN
Beberapa macam metode yang digunakan dalam melakukan perencanaan, antara lain:
- Metode Epidemiologi
Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi dalam masyarakat sekitar. Juga dengan memperhatikan kemampuan dan sosio cultural masyarakat sekitar.
- Metode Konsusmsi
Perencanaa dengan metode ini dibuat berdasarkan data pengeluaran barang metode lalu.
- Metode kombinasi
Merupakan metode gabungan dari metode epidemiologi dan metode konsumsi
Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah sebagai berikut (Anonim,2002a):
- Tahapan pemilihan obat, tahap ini dimulai dengan tahap seleksi atau pemilihan obat bertujuan untuk menentukan apakah obat benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit di daerah.
- Tahap kompilasi pemakaian obat, berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di Puskesmas selama satu tahun sebagai pembanding stok optimum.
- Tahap perhitungan kebutuhan obat dapat menggunakan metode konsumsi, metode epidemiologi atau gabungan dari kedua metode tersebut.
- Tahap proyeksi kebutuhan obat, adalah perhitungan kebutuhan obat secara komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih berjalan dari berbagai sumber anggaran.
- Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat, dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang.
Proses perencanaan obat diawali dengan seleksi obat untuk menentukan obat-obat yang diperlukan berdasarkan obat generik yang tercantum dalam DOEN yang masih berlaku. World Health Organization (WHO) merekomendasikan kriteria seleksi obat-obat esensial berdasarkan bahwa obat-obat tersebut dapat memberikan kepuasan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh mayoritas masyarakat, tersedia setiap saat dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat. Pemilihan obat berdasarkan pola prevalensi penyakit di fasilitas pelayanan dengan personel yang berpengalaman dan terlatih. Obat yang dipilih mempunyai mutu yang terjamin, termasuk bioavailabilitas, stabil dalam penyimpanan dan dengan bahan aktif yang tunggal (Quick et al., 1997).
Tahap kompilasi pemakaian obat dilakukan dengan menentukan jumlah pemakaian obat setiap bulan dari masing-masing sub unit menggunakan format Laporan Pemakain Dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang diajukan oleh Puskesmas dengan mengetahui kepala Puskesmas untuk ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota dan selanjutnya diproses oleh Instalasi Farmasi (IF) (Depkes, 2004). LPLPO merupakan sistem informasi obat yang digunakan Puskesmas untuk meminta dan melaporkan pemakaian obat ke IF. Kegunaan dari LPLPO adalah sebagai bukti penerimaan, pengeluaran dan penggunaan obat di Puskesmas. Informasi yang didapat di dalam LPLPO berupa sisa stok, jumlah pemakaian, jumlah obat yang diterima dan jumlah kunjungan resep tiap bulannya. Format ini juga digunakan sub-sub unit pelayanan untuk memperoleh obat ke Puskesmas (Depkes, 2005).
Menurut Departemen Kesehatan RI (Anonim, 2002) melaui penelaahan konsep pada Pedoman Supervisi Dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, maka diukur indikator-indikator perencanaan obat Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
- Ketepatan perencanaan obat
Ketersediaan perencanaan obat adalah perencanaan kebutuhan nyata obat untuk Kabupaten/Kota dibagi dengan pemakaian obat pertahun. Ketepatan perencanaan kebutuhan obat Kabupaten/Kota merupakan awal dari fungsi pengelolaan obat yang strategis. Angka ideal dari perencanaan kebutuhn adalah 100% dari kebutuhan baik dalam jumlah dan jenis obat.
- Kesesuian item obat yang tersedia dengan DOEN
Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan. Kesesuaian jenis obat dengan DOEN merupakan upaya untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi pemanfaatan dana pengadaan obat. Angka ideal kesesuaian jenis obat adalah 100% dari daftar DOEN. Kesesuaian item obat dengan DOEN adalah total obat yang masuk dalam DOEN dibagi dengan total jenis obat yang tersedia di gudang/instalasi pengelolaan obat.
- Rata-rata waktu kekosongan obat
Rata-rata waktu kekosongan obat menggambarkan kapasits sistem pengadaan dan distribusi dalam menjamin kesinambungan suplai obat dan merupakan salah satu faktor koreksi dalam perencanaan obat khususnya dalam penetapan pemakaian rata-rata per bulan. Angka ideal kekosongan obat adalah 0 (nol). Rata-rata waktu kekosongan obat didefinisikan sebagai jumlah hari obat kosong dalam waktu satu tahun.
- Tingkat ketersediaan obat
Ketersediaan kebutuhan obat adalah kondisi terpenuhinya jumlah obat-obatan yang diperlukan daerah dalam rangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kategori status ketersediaan obat adalah:
- a)Berlebih jika persediaan lebih dari 18 bulan pemakaian rata-rata
- b)Aman jika persediaan antara 12-18 bulan pemakaian rata-rata
- c)Kurang jika persediaan dibawah 12 bulan pemakaian rata-rata
- d)Stok kosong apabila persediaan kurang dari 1 bulan pemakaian rata-rata
Obat yang disediakan untuk tingkat pelayanan kesehatan di Puskesmas harus sesuai dengan kebutuhan populasi berarti jumlah (kuantum) obat yang tersedia minimal harus sama dengan stok selama waktu tunggu kedatangan obat. Kecukupan obat merupakan indikasi kesinambungan pelayanan obat untuk mendukung pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota.
- Persentase obat kadaluwarsa
Terjadinya obat kadaluwarsa mencerminkan ketidaktepatan perencanaan, kurang baik sistem distribusi, kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan obat dan perubahan pola penyakit. Angka ideal persentase obat kadaluwarsa adalah 0%. Persentase obat kadaluwarsa didefinisikan sebagai jumlah jenis obat yang kadaluwarsa dibagi dengan total jenis penyakit.
A.2 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, baik secara langsung atau tender dari distributor, produksi/pembuatan sediaan farmasi baik steril maupun non steril, maupun bersasal dari sumbangan/hibah (Anonim, 2004).
Proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang diatur dalam Keppres No. 80 tahun 2003 untuk proses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan setelah tahun 2003 (sebelumnya proses pengadaan barang/jassa dilaksanakan sesuai Keppres No. 18 tahun 2000), bertujuan agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayi oleh APBN/APBD dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.
Kebijakan Terkait Tentang Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (skripsi dan tesis)
Mineral Untuk Tubuh (skripsi dan tesis)
Pemanis buatan (skrispi dan tesis)
Kafein (skripsi dan tesis)
Vitamin (skripsi dan tesis)
Produk Suplemen (skripsi dan tesis)
Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe II (skripsi dan tesis)
DM tipe II bisa menimbulkan komplikasi. Komplikasi menahun DM merajalela ke mana-mana bagian tubuh. Selain rambut rontok, telinga berdenging atau tuli, sering berganti kacamata (dalam setahun beberapa kali ganti), katarak pada usia dini, dan terserang glaucoma (tekanan bola mata meninggi, dan bisa berakhir dengan kebutaan), kebutaan akibat retinopathy, melumpuhnya saraf mata terjadi setelah 10-15 tahun. Terjadi serangan jantung koroner, payah ginjal neuphropathy, saraf-saraf lumpuh, atau muncul gangrene pada tungkai dan kaki, serta serangan stroke.
Pasien DM tipe II mempunyai risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, kematian akibat penyakit jantung 16,5% dan kejadian komplikasi ini terus meningkat. Kualitas pembuluh darah yang tidak baik ini pada penderita diabetes mellitus diakibatkan 20 faktor diantaranya stress, stress dapat merangsang hipotalamus dan hipofisis untuk peningkatan sekresi hormonhormon kontra insulin seperti ketokelamin, ACTH, GH, kortisol,dan lainlain. Akibatnya hal ini akan mempercepat terjadinya komplikasi yang buruk bagi penderita diabetes mellitus (Nadesul, 2002).
Faktor resiko Diabetes Mellitus Tipe II (skripsi dan tesis)
Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer & Bare, 2002) antara lain kelainan genetik, usia, gaya hidup stress, dan pola makan yang salah. Secara genetis diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Berkaitan dengan usia umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.
Gaya hidup stress cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe II. Hal ini bisa diperparah oleh pola makan yang salah, karena pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk
Terapi Farmakologi diabetes (skripsi dan tesis)
Terapi farmakologi dilakukan apabila penatalaksanaan terapi non farmakologi belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita diabetes mellitus. Menurut PERKENI (2006), terapi farmakologi bagi penderita diabetes mellitus dapat diberikan dalam 2 macam, yaitu:
- Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
1) Pemicu sekresi insulin
- a)Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
- b)Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresikan secara cepat melalui hati.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Golongan tiazolidindion mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Pada pasien yang menggunakan golongan obat ini perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
3) Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin> 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia.
4) Penghambat glukosidase alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
- Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 4 jenis, yaitu:
1) Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2) Insulin kerja pendek (short acting insulin)
3) Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
4) Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Terapi Non Farmakologi Untuk Diabets (skripsi dan tesis)
Dalam penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat/terapi non farmakologi yang berupa pengaturan diet dan olah raga.
- Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat sebanyak 60-70%, protein sebanyak 10-15%, dan lemak sebanyak 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005).
- Olah raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Prinsipnya tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat baik pengaruhnya bagi kesehatan. Olah raga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurence Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan akktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005).
Diagnosis Diabetss (skripsi dan tesis)
Kriteria diagnosis DM menurut Triplitt, et al. (2005):
- Gejala diabetes disertai kadar glukosa dalam plasma darah pada keadaan biasa≥200 mg/dL (11,1 mmol/L). Keadaan biasa ini maksudnya setiap waktu
sepanjang hari tanpa memperhatikan makan terakhir.
b.Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa artinya tidak ada masukan kalori selama minimal 8 jam.
c.Kadar glukosa dalam plasma selama 2 jam setelah pemberian glukosa ≥200 mg/dL ditetapkan dengan oral glucose tolerance test (OGTT). OGTT harus dilakukan dengan proses seperti yang diberikan WHO, yaitu menggunakan cairan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa yang dilarutkan dalam air.
Tanda dan gejala (skripsi dan tesis)
Gejala yang khas pada DM yaitu polidipsi (banyak minum), poliphagia (banyak makan) dan poliuria (banyak kencing) disertai keluhan rasa lelah dan kelemahan otot akibat ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi (Corwin, 2007).
Terjadinya hiperosmolaritas yang parah dapat menyebabkan menurunnya tekanan intraokuler yang dapat menyebabkan bola mata dan lensa mata mengalami perubahan bentuk yang kemudian berakibat pada penurunan penglihatan menjadi buram (blurred vision) (Harris dan Greene, 2000).
Patofisiologi Diabetes (skripsi dan tesis)
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri atas karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme (Misnadiarly,2006).
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukossa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat (Misnadiarly,2006).
Pada Diabetes Melitus tipe 1, terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respons autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri (Misnadiarly,2006).
Pada Diabetes Melitus tipe 2, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat (Misnadiarly,2006).
Epidemiologi Diabetes (skripsi dan tesis)
DM tipe 2 lebih umum terjadi dibandingkan DM tipe 1 dimana lebih dari 75% dari seluruh pasien DM dari suatu populasi menderita DM tipe 2. Kejadian DM tipe 2 meningkat seiring dengan usia dan meningkatnya obesitas dimana DM tipe 2 biasanya terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 45 tahun (Walker, 2003).
Prevalensi di Amerika Serikat 6% sampai 7% pada orang berusia 45 sampai 65 tahun dan 10% sampai 12% pada orang berusia lebih dari 65 tahun; sekitar 16 juta orang di Amerika serikat terdiagnosis diabetes, 90% di antara mereka menderita diabetes tipe II. Terdapat peningkatan epidemi diabetes melitus tipe II pada anak muda sesuai dengan peningkatan obesitas dan gaya hidup nyaman (kurang gerak) pada kelompok usia ini (Brashers, 2008).
Klasifikasi Diabetes (skripsi dan tesis)
Beberapa klasifikasi diabetes mellitus, antara lain DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional dan DM tipe lain. DM tipe 1 terjadi karena adanya destrtuksi sel beta pankreas yang mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin. Diabetes tipe 1 ini dapat muncul disegala usia. DM tipe 2 terjadi karena adanya resistensi insulin atau kekurangan sekresi insulin. DM gestasional merupakan DM yang terjadi karena intoleransi glukosa selama masa kehamilan. DM tipe lain disebabkan oleh kerusakan genetik fungsi sel benta pankreas, endokrinopati, induksi obat atau senyawa kimia, infeksi, atau karena sindrom genetik lainnya (Triplitt, et al., 2005)
Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Corwin, 2007).
Pengertian Diabetes Mellitus (SKRIPSI DAN TESIS)
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelompok gejala penyimpangan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein sebagai akibat dari kurangnya insulin, sentitivitas tubuh terhadap insulin atau keduanya yang ditandai naiknya kadar gula dalam darah (Triplitt, Reasner, dan Isley, 2005).
Diabetes mellitus adalah sekelompok sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia; perubahan metabolism lipid, karbohidrat dan protein; dan peningkatan kompplikasi penyakit kardiovaskular. (Goodman & Gilman, 2003)
Klasifikasi obat generik (skripsi dan tesis)
Obat generik dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkasiat yang dikandungnya (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010) dan obat generik bermerek/bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Obat generik adalah obat yang sama dengan zat berkhasiat yang dikandungnya, sesuai nama resmi International Non Propietary Names yang telah di tetapkan dalam Farmakope Indonesia. Pengertian lain dari Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Wakidi, 2009)
Obat generik merupakan obat yang ketersediaannya dalam jumlah banyak dan jenis yang cukup terjangkau oleh masyarakat serta terjamin mutu dan keamanannya. Obat generik tersebut perlu digerakkan dan didorong penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes /068/I/2010 memuat tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, menimbang :
- bahwa ketersediaan obat generik dalam jumlah dan jenis yang cukup, terjangkau oleh masyarakat serta terjamin mutu dan keamanannya, perlu digerakkan dan didorong penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
- bahwa agar penggunaan obat generik dapat berjalan efektif perlu mengatur kembali ketentuan Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dengan Peraturan Menteri Kesehatan. (Anonim, 2010b)
Permenkes 2010 merupakan penegasan dari Permenkes 1989 yang memuat tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Fakta yang ada, kewajiban ini sering diabaikan oleh tenaga kesehatan (dokter dan apoteker) dalam memberikan pelayanan pada pasien. Dokter dan apoteker tetap memberikan obat generik bermerek pada pasien, tanpa melihat daya beli pasien dan masyarakat pada umumnya (Anonim, 2010).
Harga Obat Generik (skripsi dan tesis)
Menurut Menkes, harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat. (Depkes, 2004) Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) akan merasionalisasikan harga Obat Generik. Menurut Syamsul Arifin Sekretaris Jendral GP Farmasi, itu sudah merupakan kewenangan GP Farmasi untuk melakukan rasionalisasi agar masyarakat umum juga bisa menjangkaunya. (Anonim, 2006)
Produksi dan Distribusi Obat Generik (skripsi dan tesis)
Saat ini obat generik diproduksi oleh perusahaan milik negara, yaitu PT Kimia Farma, PT Indofarma, dan PT Phapros, serta beberapa perusahaan swasta sebanyak 20 perusahaan farmasi swasta yang telah ditunjuk pemerintah dan sudah mendapatkan sertifikat CPOB (Isnawati, 2008) Sebagai produsen obat generik utama, Indofarma dibangun pemerintah untuk melayani kebutuhan rakyat akan obat-obatan dengan harga semurah-murahnya, karena 90 % produknya adalah obat generik (Yanfar, 2006)
Kebijakan pemerintah mengenai obat generik (skripsi dan tesis)
Dalam pemasaran obat di Indonesia, masyarakat dapat memilih antaraobat paten atau obat generik. Namun untuk meningkatkan akses terapi bagi masyarakat yang kurang mampu, pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kebijakan Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah (Menkes,2010). Bila kebijakan penggunaan obat generik dapat diterapkan, maka banyak manfaat yang dapat diperoleh, antara lain dapat menghemat biaya obat.
Mutu obat generik (skripsi dan tesis)
Masyarakat umumnya berpendapat bahwa obat generik adalah obat kelas dua, artinya mutunya kurang bagus. Obat generik pun kerap dicap obat bagi kaum tak mampu karena harganya yang terbilang murah membuat masyarakat tidak percaya bahwa obat generik sama kualitasnya dengan obat bermerk. Kualitas obat generik tidak kalah dengan obat bermerk karena dalam memproduksinya perusahaan farmasi bersangkutan harus melengkapi persyaratan ketat dalam Cara-cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). (Arif,2004)
Para ahli farmasi menyatakan bahwa obat paten dan obat generik sama sekali tidak berbeda, kecuali pada nama dan harganya, harganya yang jauh lebih murah bukan berarti mutunya rendah, atau dibuat dari baku yang bermutu rendah, tetapi karena banyak factor-faktor biaya yang dapat dipangkas dalam produksi dan pemasaran misalnya pada biaya pengemasan dan juga biaya dalam periklanan, selain itu promosi obat ke dokter membuat obat paten mahal.
Pengertian tentang obat generik (skripsi dan tesis)
Ketika suatu industri farmasi mengembangkan obat baru, yang bersangkutan memiliki hak paten selama 15-20 tahun untuk memasarkan obat produknya tanpa diusik industri farmasi lain. Obat yang memiliki hak paten ini lazim disebut obat originator. Setelah masa paten terlewati, industri farmasi lain boleh memproduksi obat yang kandungan zat aktifnya sama. Ini yang disebut sebagai obat generik. Jika obat generik diberi logo, disebut obat generik berlogo (Dwiprahasto, 2010).
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 085/Menkes/Per.1/ 1989 tanggal 28 Januari 1989, yang dimaksud dengan obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkasiat yang dikandungnya.
Pengertian Kesehatan (skripsi dan tesis)
Kesehatan sangat diperlukan oleh manusia untuk dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa ada gangguan yang menghalanginya. Setiap orang ingin selalu sehat itu merupakan hal yang wajar karena karena sempurna apapun keadaan seseorang, bila terkena sakit pasti tidak akan merasa senang dan tidak dapat memanfaatkan segala kemampuan yang dimilikinya tersebut.
Departemen kesehatan dengan bersumber pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa: Sehat adalah sejahtera jasmani, rohani dan sosial bukan hanya bebas dari penyakit, ataupun kelemahan.
Menurut batasan ilmiah dan teori kesehatan WHO, sehat atau kesehatan telah dirumuskan dalam Undang – Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 sebagai berikut : “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi”. Notoatmodjo (2005:2) menjelaskan kesehatan yaitu: ‘kesehatan adalah keadaan seseorang dalam kondisi tidak sakit, tidak ada keluhan, dapat menjalankan kegiatan sehari – hari, dan sebagainya.’ ‘Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari fisik, mental dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi’ (Poltekes Depkes 2010:64)
Kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Kesehatan (sesuai dengan definisi pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009) adalah keadaaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Hartini dan Sulasmono, 2010).
Rekam Medis (skripsi dan tesis)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa rekam medis adalah kumpulan keterangan tentang identitas, hasil anamnesis, pemeriksaan, dan catatan kegiatan pelayanan kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu. Catatan ini berupa tulisan atau gambar, dan belakangan ini dapat berupa pula rekaman elektronik, seperti komputer, mikrofilm, dan rekaman suara (Tunggal 2010).
Bila ditelusuri lebih jauh, rekam medis mempunyai hukum kedisiplinan dan etik petugas kesehatan, kerahasiaan, keuangan, mutu mutu serta manajemen rumah sakit dan audit medis. Secara umum kegunaan rekam medis adalah sebagai berikut: (Tunggal 2010).
- Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil bagian dalam memberi pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien
- Sebagai dasar untuk perencanaan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada pasien.
- Sebagai bukti tertulis berkunjung/dirawat dirumah sakit.
- Sebagai dasar analisa, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien.
- Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
- Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
- Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis pasien.
- Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan.
Rumah Sakit (skripsi dan tesis)
Rumah sakit adalah institusi (atau fasilitas) yang menyediakan pelayanan pasien rawat inap, ditambah dengan beberapa penjelasan lain. Sementara itu, Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik (Tunggal 2010).
Fungsi rumah sakit berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 5 sebagai berikut :
- Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
- Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
- Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
- Penyelengaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Peresepan Antibiotik Irasional (Rani 2010) (skripsi dan tesis)
Penggunaan obat yang tidak rasional (irasional) merupakan masalah yang kadang-kadang terjadi karena maksud baik dan perhatian dokter. Menurut departemen kesehatan peresepan irasional dapat dikelompokkan menjadi :
1). Peresepan berlebih (over prescribing), yaitu jika memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan, misalnya pemberian vitamin sementara pasien tidak menunjukkan gejala defisiensi vitamin.
2). Peresepan kurang (under prescribing), yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baik dalam dosis jumlah maupun lama pemberian. Tidak diresepkan obat yang tidak diperlukan untuk penyakit yang diderita juga termasuk dalam ketegori ini.
3). Peresepan majemuk (multiple prescribing), yaitu mencakup pemberian beberapa obat untuk indikasi yang sama.
4). Peresepan salah (incorect prescribing), yaitu mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, pada kondisi yang sebenarnya kontra indikasi pemberian obat, memberikan kemungkinan resiko efek samping yang lebih, pemberian informasi yang keliru mengenai obat yang diberikan pada pasien dan sebagainya.
Konsep Penggunaan Obat Yang Rasional (Rational Drug Therapy/RDT (Priyanto 2009) (skripsi dan tesis)
1). Pemilihan obat yang tepat yaitu : efektif, aman, dan dapat diterima dari segi mutu dan biaya serta diresepkan pada waktu yang tepat, dosis yang benar, cara pemakaian yang tepat, dan jangka waktu yang benar.
2). Menurut WHO : penggunaan obat yang efektif, aman, murah, tidak polifarmasi, individualisasi, pemilihan obat atas dasar-dasar obat yang telah ditentukan bersama.
3). Pemberian obat yang rasional adalah pemberian obat yang mencakup hal-hal sebagai berikut (Rani D 2010)
a). Tepat diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat.
b). Tepat indikasi
Setiap obat memiliki spectrum terapi yang spesifik. Antibiotik , misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri.
c). Tepat obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian obat yang dipilih haruslah yang memiliki efek terapi sesuai dengan spectrum penyakit.
d). Tepat dosis
Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbul efek berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada pasien anak-anak, lansia atau orang obesitas. Pada pasien tersebut paramedis harus mengerti cara mengkonversi dosis dari orang dewasa normal.
e). Tepat rute
Jalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk kedalam tubuh. Jalur pemberian yang salah dapat berakibat fatal atau minimal obat-obat yang diberikan tidak efektif.
f). Tepat interval waktu pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien.
g). Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing.
h). Tepat dokumentasi
Aspek dokumentasi sangat penting dalam pemberian obat karena sebagai sarana untuk evaluasi. Dokumentasi pemberian obat yang harus dikerjakan meliputi nama obat, dosis, jalur pemberian, tempat pemberian, alasan kenapa obat di berikan, dan tandatangan yang memberikan.
Dosis Antibiotik Pada Anak (Priyanto 2009) (skripsi dan tesis)
Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau kombinasi faktor-faktor ini dapat digunakan untuk menghitung dosis anak dari dosis dewasa. Dari usia, berat badan (BB), luas permukaan tubuh (LPT), perhitungan dosis berdasarkan LPT adalah yang paling tepat. Kesulitan yang sering timbul dalam menghitung dosis berdasarkan LPT adalah menemukan tinggi badan dan berat badan secara akurat pada anak yang sedang sakit.Selain itu, kebanyakan informasi dosis dari industri untuk kebanyakan obat adalah berdasarkan berat badan.
Dalam menghitung LPT dapat berdasarkan nomogram west atau berdasarkan rumus berikut, yaitu berdasarkan akar hasil perkalian antara tinggi badan (TB) dengan berat badan (BB).
LPT = √TB (cm) x BB (kg)
3600
Selain itu juga dapat digunakan pedoman praktis seperti pada tabel berikut :
Tabel 2. Dosis Neonatus dan Anak Berdasarkan Usia dan Berat Badan (BB)(Priyanto 2009)
Usia | Berat badan (Kg) | Dosis anak *
(% dosis dewasa) |
Neonatus | 3,4 | <12,5 |
1 bulan | 4,2 | <14,5 |
3 bulan | 5,6 | 18 |
6 bulan | 7,7 | 22 |
1 tahun | 10 | 25 |
3 tahun | 14 | 33 |
5 tahun | 18 | 40 |
7 tahun | 23 | 50 |
12 tahun | 37 | 75 |
* Dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh.
* Untuk neonatus sampai 1 bulan gunakan dosis lebih rendah lagi, sesuai keadaan klinik pasien.
Antibiotik Untuk ISPA (skripsi dan tesis)
1). Sefalosforin generasi III
Sefalosforin termasuk antibiotik beta-laktam dengan struktur, khasiat dan sifat yang banyak mirip dengan penisilin.Obat ini umumnya kurang efektif terhadap kuman gram positif dibandingkan sefalosforin generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap Enterobacteriaceaesp dan Pseudomonas aeruginosa (Sukandar 2008). Golongan sefalosforin generasi ketiga yang umum digunakan dalam terapi infeksi saluran pernafasan akut adalah :
- Sefiksim
Sefiksim merupakan antibiotik golongan sefalosforin generasi ketiga yang diberikan secara oral.Obat ini biasa digunakan untuk terapi infeksi saluran kemih, otitis media, dan bronkhitis (Gunawan 2007).
- Seftriakson
Obat ini aktif terhadap kuman gram positif. Waktu paruhnya mencapai 8 jam (Gunawan 2007). Obat ini umum digunakan untuk infeksi saluran pernafasan akut (BPOM RI 2008).
- Sefotaksim
Sefotaksim bersifat anti pseudomonas sedang dan biasa digunakan untuk terapi infeksi karena kuman gram negatif (Tjay dan Kirana 2007). Obat ini umum digunakan untuk infeksi saluran pernafasan akut (Depkes 2005).
2). Kotrimoksazol
Kotrimoksazol merupakan antibiotik golongan sulfonamida.Kombinasi ini dari sulfametoksazol dan trimetoprim bersifat bakterisid (Tjay dan Kirana 2007). Obat ini efektif terhadap bronkhitis, otitis media, dan sinusitis. Tetapi tidak dianjurkan untuk mengobati faringitis karena tidak dapat membasmi mikroba (Gunawan 2007).
3). Klaritromisin
Klaritromisin adalah antibiotik golongan makrolida yang diindikasikan untuk infeksi saluran pernafasan (BPOM RI 2008). Efek samping berupa iritasi saluran pencernaan, lebih jarang dibandingkan eritromisin (Gunawan 2007).
4). Amoksisilin
Amoksisilin memiliki aktivitasyang sama dengan ampisilin. Obat ini diabsorbsi baik bila digunakan per oral dan tidak terganggu dengan adanya makanan, biasanya digunakan untuk penderita bronkhitis dan infeksi saluran kemih (Gunawan 2007).
5). Klindamisin
Clindamycin merupakan antibiotik makrolide yang termasuk ke dalam kelas lincosamide, dan Clindamycin seringkali digunakan untuk infeksi bakteri anaerob. Clindamycin bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri dengan menghambat translokasi ribosomal, Clindamycin dapat digunakan pada infeksi anaerob seperti abses, bisul/furuncle, infeksi pada gigi (pulpitis, abses periapikalis, gingivitis, dan paska operasi / pencabutan gigi), infeksi saluran nafas, infeksi jaringan lunak dan peritonitis. (Gunawan 2007).
Penggolongan Antibiotik (skripsi dan tesis)
Berdasarkan mekanisme kerjanya,antibiotik dibagi dalam lima kelompok yaitu :
- Menghambat metabolisme sel mikroba.
Antimikroba yang termasuk kelompok ini adalah sufonamid dan trimetoprim.
- Menghambat sintesis dinding sel mikroba
Obat yang termasuk kelompok ini ialah penisilin, sefalosforin dan basitrasin.
- Mengganggu permeabilitas membran sel mikroba
Obat yang termasuk kelompok ini ialah polimiksin dan golongan polien.
- Menghambat sintesis protein mikroba
Obat yang termasuk kelompok ini ialah golongan makrolid, tetrasiklin dan kloramfenikol.
- Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba
Obat yang termasuk kelompok ini ialah golongan aminoglikosid, makrolid, tetrasiklin dan kloramfenikol (Gunawan 2007).
Pengertian Antibiotik (skripsi dan tesis)
Antibiotik (Anti = lawan, bios = hidup) adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi atau bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tjay dan Kirana 2007).
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif mungkin.Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Gunawan 2007).
Terapi Antibiotik Untuk ISPA Anak (skripsi dan tesis)
Tabel 1. Terapi Antibiotik untuk Anak ISPA Menurut Dipiro (2009)
Penyakit | Antimikroba |
Bronkitis | Amoksisilin 3×250 mg/kg/hari |
Seftazidim 3x150mg/kg/hari | |
Faringitis | Amoksisilin 40-50 mg/kg/hari (dalam 3 dosis) |
Eritromisin 40mg/kg/hari (dalam 2 dosis) | |
Sefaleksin 25-50 mg/kg/hari (dalam 4 dosis) | |
Otitis media | Amoksisilin 80-90 mg/kg/hari (dalam 2 dosis) |
Klindamycin 30–40 mg/kg /hari (dalam 3 dosis) | |
Seftriakson 50mg/kg/hari | |
Pnemunia | Klaritromisin 15mg/kg/hari |
Seftazidim 150mg/kg/hari | |
Seftriakson 50-75mg/kg/hari | |
Sefotaksim 75mg/kg/hari | |
Sinusitis | Amoksisilin 40-50 mg/kg/hari (dalam 3 dosis) |
Kotrimoksazol 36-48mg/kg/hari ( dalam 2 dosis) | |
Klaritromisin 15mg/kg/hari (dalam 2 dosis) | |
Sefiksim 18mg/kg/hari (dalam 2 dosis) | |
Klindamycin 30–40 mg/kg /hari (dalam 3 dosis) |
Pencegahan ISPA (Dini 2010)
Beberapa upaya untuk mencegah ISPA menurut Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2005 antara lain :
- Pemberian imunisasi, yaitu imunisasi campak pada usia 9bulan.
- Perbaikan gizi anak.
- Menjauhkan anak dari penderita ISPA.
- Menjaga agar lingkungan tempat tinggal tetap bersih dan menjaga kesehatan perorangan.
Penatalaksanaan ISPA (Hera 2010) (skripsi dan tesis)
Menurut pedoman penatalaksanaan penyakit ISPA Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008, klasifikasi ISPA berdasarkan derajat keparahan penyakit, yaitu ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat.
1) Infeksi Saluran Penafasan Akut ringan / non pneumonia :
Penatalaksanaannya cukup dilakukan di rumah tidak perlu dibawa kedokter atau puskesmas, cukup diberi obat yang dijual bebas di toko atau apotik.
2) Infeksi Saluran Pernafasan Akut sedang :
Penatalaksanaannya memerlukan pengobatan dengan antimikroba, tetapi tidak dirawat. Tanda dan gejala : suhu lebih dari 39°C, pernafasan lebih dari 50 kali/menit, tenggorokan berwarna merah, pernafasan berbunyi seperti mendengkur atau mencuit-cuit dan telinga sakit.
3) Infeksi Saluran Pernafasan Akut berat :
Penatalaksanaannya harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas karena perlu mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen dan infus. Tandadan gejala : Bibir atau kulit membiru, tidak sadar atau kesadarannya menurun, pernafasan berbunyi mengorok dan tampak gelisah.
Etiologi ISPA (skripsi dan tesis)
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan ricketsia. Bakteri penyebabnya adalah antara lain Streptococcus, Haemofilus, Bordetelia, dan Corynebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Miscovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, dan Herpesvirus (Kunoli 2013).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bawah (ISPAb) (skripsi dan tesis)
a). Bronkhitis
Inflamasi pada cabang trakheobronkial tidak termasuk alveoli.Tanda dan gejala dari bronkhitis akut adalah batuk, pilek, pusing, demam jarang hingga 390C. Batuk merupakan tanda utama dari bronkhitis, frekuensi batuk non produktif, tetapi berkepanjangan.Bronkhitis disebabkan oleh virus (Rhinovirus, Adenovirus) dan bakteri (Myoplasma pneumonia, Chlamydia pneumonia, Bordetella pertussis) (Sukandar dan Retnosari 2008). Diagnosis bronkhitis dilakukan dengan cara: Tes C-reactif protein (CRP) dengan sensitifitas sebesar 80-100%, namun hanya menunjukkan 60-70% spesifitas dalam mengidentifikasi infeksi bakteri. Metode lainnya adalah pemeriksaan sel darah putih (Depkes RI 2005).
b). Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia merupakan suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk membuat suatu definisi tunggal yang universal. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak.
Gejala berupa demam meningkat, batuk produktif sputum berwarna atau berdarah, nyeri dada, dan takikardia. Diagnosis berupa tes thorax dan tes darah (leukositosis meningkat, gas darah O2 arteri rendah). Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5 tahun. Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime (IDAI, 2009).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut atas (ISPA ) (skripsi dan tesis)
a). Sinusitis
Sinusitis adalah infeksi pada sinus yang disebabkan oleh streptococcus pneumonia 30-40% dan haemophilus influenza 20-30%.Gejala umum dari sinusitis yaitu, keluarnya cairan kental berwarna dari hidung, sumbatan di hidung, nyeri pada muka, sakit gigi, dan demam.Gejala tersebut dapat sembuh sendiri dalam 48 jam, bila tidak membaik maka dilakukan pemberian antibiotik dengan lama terapi 10-14 hari (Sukandar dan Retnosari 2008).Penegakan diagnosis adalah melalui pemeriksaan THT, dilanjutkan dengan kultur dan dijumpai lebih dari 104/ml koloni bakteri, pemeriksaan x-ray dan CT scan (Depkes RI 2005).
b). Faringitis
Faringitis adalah inflamasi faring dan jaringan sekitarnya akibat infeksi virusdanbakteri(streptococcus pyogenes).Gejala umum berupa sakit tenggorokan, disfagia (kesulitan menelan), dan demam (Sukandar dan Retnosari 2008). Didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan, kultur swab tenggorokan, pemeriksaan kultur memiliki sensivitas 90-95% dari diagnosis, sehingga diandalkan sebagai penentu faringitis (Depkes RI 2005).
c). Otitis Media
Otitis media adalah peradangan telinga tengah yang gejala dan tanda-tandanya muncul cepat. Manifestasi klinik berupa lebih dari 1gejala: gangguan pendengaran, demam dan adanya cairan pada telinga bagian tengah. Bakteri penyebab berupa streptococcus pneumonia 35% dan haemophilus influenza 25% (Sukandar dan Retnosari 2008). Diagnosis dengan melihat membran timpani menggunakan otoscope.Teslainnya dengan mengukur kelenturan membran timpani dengan tympanometer
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (skripsi dan tesis)
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Kunoli 2013).
Menurut WHO, ISPA adalah suatu penyakit saluran pernafasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya dan lingkungan (WHO 2007).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut :
- Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
- Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ sinus, rongga telinga tengah, dan pleura.
Infeksi akut adalah
Prevalensi TB-HIV (skripsi dan tesis)
Manifestasi klinis TB pada HIV/AIDS (skripsi dan tesis)
HUBUNGAN TB DAN HIV (skripsi dan tesis)
GAMBARAN RADIOLOGI TUBERCOLOSIS (skripsi dan tesis)
PATOFISIOLOGI TUBERKULOSIS (skripsi dan tesis)
TB primer : Mikobakterium
Tuberkulosis (MTB) yang mengalami
inhalasi melalui saluran napas mencapai
permukaan alveoli, MTB tumbuh serta
berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag dan membentuk sarang tuberkel
pneumonik yang disebut sarang primer atau
kompleks primer. Melalui aliran limfe MTB
mencapai kelenjar limfe hilus. Dari sarang
primer akan timbul peradangan saluran
getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal) dan diikuti pembesaran kelenjar getah
bening hilus (limfadenitis regional). Sarang
primer ditambah limfangitis lokal ditambah
limfadenitis regional dikenal sebagai
kompleks primer.
Idea Nursing Journal Mulyadi,dkk
163
TB post primer : Infeksi MTB post
primer akan muncul beberapa bulan atau
tahun setelah terjadi infeksi primer karena
reaktivasi atau reinfeksi. Hal ini terjadi
akibat daya tahan tubuh yang lemah. Infeksi
tuberkulosis post primer dimulai dengan
sarang dini yang umumnya terdapat pada
segmen apikal lobus superior atau lobus
inferior dengan kerusakan paru yang luas
dan biasanya pada orang dewasa.
Patogenesis dan manifestasi patologi
tuberkulosis paru merupakan hasil respon
imun seluler dan reaksi hipersensitiviti tipe
lambat terhadap antigen kuman tuberkulosis,
perjalanan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui 5 tahap.
Wallgreen membuat suatu skema fase
perjalanan dan penyebaran TB primer yang
mengikuti suatu pola tertentu yang meliputi
empat tahapan sebagai berikut :
Tahap pertama : terjadi rata-rata 3-8
minggu setelah masuknya kuman,
memberikan test tuberculin yang positif,
disertai demam dan pada fase ini terbentuk
komplek primer.
Tahap kedua : berlangasung ratarata
3 bulan (1-8 bulan) sejak pertama
kuman masuk. Pada fase ini sering
terjadi penyebaran milier atau terjadi
meningitis TB.
Tahap ketiga : terjadi rata-rata
dalam 3-7 bulan (1-12 bulan), pada fase ini
terjadi penyebaran infeksi ke pleura.
Tahap keempat : rata-rata dalam
waktu 3 tahun (1 – 6 tahun), terjadi setelah
komplek primer mereda, tahap ini
merupakan periode skeletal.
Penyebaran dan perkembangannya
tidak harus mengikuti tiap tahap, adakalanya
dengan cepat menuju tahap lanjut.
Studi kohort retrospektif (skripsi dan tesis)
Studi kohort retrospektif dilakukan dengan menggunakan dua kelompok yaitu kelompok studi (sekelompok orang yang terpajan pada faktor risiko) dan kelompok kontrol (sekelompok orang yang tidak terpajan faktor risiko). Kedua kelompok itu selanjutnya diikuti terus-menerus selama periode waktu tertentu untuk memastikan apakah individu yang terpajan atau tidak terpajan faktor risiko itu terjadi keluaran atau tidak. Kegunaan studi kohort adalah untuk memberikan informasi yang pasti mengenai faktor etiologi, terutama pada penyakit yang kronik, dan untuk mengukur asosiasi berbagai tingkatan faktor risiko dengan penyakit (Chandra, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi outcome terapi. (skripsi dan tesis)
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan baik di Indonesia ataupun di luar negeri didapatkan beberapa hasil.
- Faktor yang mempengaruhi outcome terapi CD4
1). Jenis kelamin
Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan dengan peningkatan jumlah CD4. Gandhi et al., (2006) di Italia melaporkan bahwa perempuan memiliki median jumlah CD4 yang meningkat sebesar 346 sell/mm 3 dibandingkan laki-laki dengan median jumlah CD4 yang meningkat hanya sebesar 282 sell/mm3 (p=0.02) pada minggu ke 144 terapi. Di Indonesia, Yuneti (2014) melaporkan bahwa perempuan lebih besar dalam peningkatan CD4>350 sell/mm3 dibandingkan dengan lakilaki (p=0,001). Sebaliknya Diego et al., (2008) di Peru melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan peningkatan jumlah CD4.
2). Umur
Beberapa penelitian melaporkan bahwa usia yang lebih tua mempunyai peningkatan CD4 yang lebih baik dibandingkan usia yang lebih muda. Kaufman (2005) di Swiss melaporkan bahwa pasien dengan usia 36,5 tahun mempunyai hubungan yang mempengaruhi peningkatan jumlah CD4 >500 sel/mm3 selama 5 tahun pengobatan ARV. Prisilia (2012) di Depok melaporkan bahwa pasien dengan usia >30 tahun mengalami peningkatan CD4 lebih besar dibandingkan usia250 sel/mm3 .
3). Pendidikan
Pendidikan diduga mempengaruhi hasil pengobatan. Berdasarkan penelitian Alvarez (2012) di India melaporkan bahwa pendidikan rendah terkait dengan hasil akhir (peningkatan CD4) pada pasien yang melakukan pengobatan ARV. Yuneti (2014) melaporkan bahwa pendidikan rendah mengalami kenaikan jumlah CD4 lebih besar daripada pendidikan tinggi tapi tidak bermakna.
4). Jumlah CD4 awal
Jumlah CD4 awal yang tinggi pada pasien HIV dengan terapi ARV dihubungkan dengan kenaikan jumlah CD4 yang lebih besar. Boris (2012) di Afrika melaporkan bahwa pasien dengan jumlah CD4 awal 200 sel/m3 dan 2x tidak mengalami peningkatan jumlah CD4 >500 sel/mm3 selama 12-30 bulan terapi ARV. Sebaliknya Muzah (2012) melaporkan bahwa selama 13 bulan terapi ARV, pasien dengan jumlah CD4 ≥200 sel/mm3 berhubungan dengan peningkatan CD4 lebih besar dibandingkan jumlah CD4 ≤200 sel/mm3 .
- Faktor yang mempengaruhi outcome terapi berat badan
HIV yang menyerang sel CD4 menyebabkan sel tersebut menurun secara terus menerus, sehingga jika tidak diobati maka akan terjadi imunocompromised dan mudah terkena infeksi lainnya. Tubuh berada pada kondisi yang sulit untuk mempertahankan metabolismenya karena infeksi itu sendiri, dan akhirnya tubuh kehilangan kalori dan berat badan menjadi turun. Sehingga dengan pengobatan ARV bisa menaikkan jumlah CD4, sel imunitasnya naik sehingga bisa mengurangi infeksi yang terjadi dan berat badan bisa naik kembali (Anonim, 2014). Oktaviani (2011) di Semarang melaporkan bahwa peningkatan berat badan setelah pengobatanARV dapat memperbaiki kondisi infeksi dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan asupan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi outcome terapi berat badan:
1). Umur
Noor (2008) mengatakan bahwa umur merupakan karakteristik yang paling utama karena berhubungan dengan keterpaparan. Umur juga mempunyai hubungan dengan besarnya resiko terhadap penyakit tertentu.
2). Jenis kelamin
Perbedaan kejadian penyakit menurut jenis kelamin dapat timbul karena perbedaan bentuk anatomis, fisiologis, dan hormonal. Jenis kelamin juga mempunyai hubungan yang cukup erat dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan terhadap penyakit.
3). Pendidikan
Pendidikan merupakan sarana untuk medapatkan pengetahuan dan pengaruh perilaku. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pasien HIV/AIDS untuk menyerap informasi mengenai pola hidup sehat, cara pencegahan terhadap penularan penyakit, mampu mengembangkan sikap positif serta dapat mempengaruhi dalam mengambil keputusan untuk mencari pengobatan, dan kepatuhan dalam berobat.
Etiologi HIV/AIDS (skripsi dan tesis)
HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. HIV termasuk virus ribonucleic acid (RNA) dengan berat molekul 9,7 kb (kilobases). Strukturnya terdiri dari lapisan luar atau envelop yang terdiri atas glikoprotein gp120 yang melekat pada glikoprotein gp4 dibagian dalam terdapat lapisan kedua yang terdiri dari protein p17. Setelah itu terdapat inti HIV yang dibentuk oleh protein p24. pada inti terdapat komponen penting berupa dua buah rantai RNA dan enzim reverse transcriptase. Bagian envelope yang terdiri atas glikoprotein, mempunyai peran penting pada terjadinya infeksi karena mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor spesifik CD4 dari sel host.Molekul RNA dikelilingi oleh kapsid berlapis dua dan suatu membran selubung yang mengandung protein (Nasronudin, 2007).
Jenis virus RNA dalam proses replikasinya harus membuat sebuah salinan deoxyribo nucleic acid (DNA) dari RNA yang ada di dalam virus. Gen DNA tersebut yang memungkinkan virus untuk bereplikasi. Seperti halnya virus yang lain, HIV hanya dapat bereplikasi di dalam sel induk. Di dalam inti virus, juga terdapat enzim-enzim yang digunakan untuk membuat salinan RNA yakni antara lain: reverse transcriptase, integrase, dan protease. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri atas sekitar 2000 kopi p24 protein virus. Jumlah limfosit T penting untuk menentukan progresifitas penyakit infeksi HIV ke AIDS. Sel T yang terinfeksi tidak akan berfungsi lagi dan akhirnya mati. Infeksi HIV ditandai dengan adanya penurunan drastis sel T dari darah tepi (Baratawidjaya, 2009).
Infeksi oportunistik (skripsi dan tesis)
Infeksi oportunistik adalah infeksi yang terjadi karena penurunan imunitas tubuh. Infeksi ini terjadi ketika jumlah CD4 <500 sel/mm3. Infeksioportunistik terjadi akibat organisme non patogen (flora normal) maupun organisme patogen yang mengalami reaktivasi dalam tubuh.Ada beberapa jenis infeksi oportunistik yang sering terjadi pada penderita HIV (+), antara lain :
- Pneumonia pneumosistis karinii ( PPK )
Infeksi oportunistik jenis ini merupakan infeksi awal yang sering terjadi pada penderita AIDS. Hal ini terjadi karena organisme kecil (protozoa) penyebab infeksi ini, terdapat pada sebagian besar paru-paru seseorang (Crofton et al., 2001). Pada manusia sehat organisme ini tidak menimbulkan PPK. Hal ini di karenakan daya tahan tubuh yang baik dapat melawan organisme ini. Pada penderita AIDS, daya tahan tubuh rusak berat sehingga organisme ini dapat menimbulkan penyakit. Gejala awal PPK hampir menyerupai gejala umum AIDS, yaitu penurunan berat badan, keringat malam, pembesaran kelenjar getah bening, lelah, kehilangan nafsu makan, diare kronik dan sariawan yang hilang timbul. Terkadang gejala ini tidak ada, tetapi timbul gejala lain seperti batuk kering, demam dan sesak nafas, terutama bila jalan jauh atau naik tangga. Demam hampir selalu ada dengan suhu yangtidak terlalu tinggi, dan biasanya timbul pada sore hari. Gejala tersebut dapat timbul bertahap dan dalam jangka waktu 2-6 minggu menjadi berat. Pleuritis dengan gejala sakit dada dibagian tengah, pernafasan dangkal, dan tidak dapat menarik nafas juga sering dijumpai pada 30% pasien PPK.
PPK dapat diatasi dengan pengobatan yang efektif. Banyak kemajuan yang telah ditemukan mengenai diagnosis awal dan pengobatan penyakit ini. Sebagian besar pasien dapat disembuhkan, namun penyembuhan PPK ini tidak diikuti dengan kembalinya kekebalan tubuh pasien. Diagnosis penyakit ini dipastikan dengan menggunakan foto rontgen paru, analisa gas darah, dan sputum. Cara terbaik diagnosis penyakit ini adalah dengan menggunakan pemeriksaan bonkoskopi disertai dengan biopsi dan bilasan (Crofton et al.,2001).
- Kandidiasis
Kandidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur candida dan sering menimbulkan masalah serius pada penderita AIDS ataupun penderita yang masih dalam tahap HIV. Infeksi ini biasanya terjadi di mulut dan tenggorokan. Kandisiasis mulut sering mendahului infeksi oportunistik lain seperti sarkoma kaposi, sedangkan kandidiasis esofagus sering ditemukan pada pasien AIDS (Crofton et al.,2001).
- Sarkoma Kaposi
Gejala klinik sarkoma kaposi yaitu kelainan pada mulut dan kulit atau pembesaran kelenjar getah bening. Biasanya kelainan berawal dari daerah langit- langit mulut atau muka. Sarkoma kaposi dapat ditemukan juga di kaki, lengan dan badan. Kelainan di kulit bisa dilihat dari adanya palpasi, tetapi jarang menonjol dan berwarna ungu. Bentuk lesi penyakit ini adalah bulat lonjong, tetapi dapat juga berupa garis memanjang bila terletak di lipatan kulit. Pada tingkat awal penyakit tidak disertai rasa nyeri, tetapi pada tingkat lanjut dapat disertai nyeri terutama di kaki dan tungkai bawah. Sarkoma kaposi yang menyerang saluran pencernaan menunjukkan gejala ringan dan tidak ditemukan adanya perdarahan. Penyakit ini juga menyerang paru-paru dengan gejala yang lebih berat dan progresif, jika dibandingkan dengan serangan pada saluran cerna (Crofton et al.,2001).
- Tuberculosis
HIV merupakan faktor risiko yang paling potensial untuk terjadinya TB aktif. TB yang didapat pada penderita HIV bisa berasal dari infeksi laten maupun infeksi baru dan bisa juga terjadi di setiap perjalanan penyakit(Crofton et al.,2001). Penyakit TB ditimbulkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sepertiga dari penduduk dunia pernah terpajan oleh jenis bakteri ini. Risiko orang sehat untuk mengalami penyakit TB adalah sebesar 5-10%, sedangkan pada penderita HIV, risiko untuk mengalami TB adalah sebesar 50 % (Crofton et al.,2001).
Kategori pengobatan TB tidak dipengaruhi oleh status HIV pasien TB tetapi mengikuti Buku Pedoman Nasional Program Pengendalian TB (BPN PPTB). Pada prinsipnya pengobatan TB pada pasien ko-infeksi TB HIV harus diberikan segera. Pengobatan ARV baru dimulai setelah pengobatan TB dapat ditoleransi dengan baik, dianjurkan diberikan paling cepat 2 minggu dan paling lambat 8 minggu.
- Pengobatan TB pada ODHA yang belum dalam pengobatan ARV
Pasien yang belum dalam pengobatan ARV, maka pengobatan TB dapat segera dimulai. Jika pasien dalam pengobatan TB, maka pengobatan TB-nya diteruskan sampai dapat ditoleransi dan setelah itu diberi pengobatan ARV. Keputusan untuk memulai pengobatan ARV pada pasien dengan pengobatan TB sebaiknya dilakukan oleh dokter yang telah mendapat pelatihan tata laksana pasien TB-HIV.
- Pengobatan TB pada ODHA yang sedang dalam pengobatan ARV
Pasien yang sedang dalam pengobatan ARV, sebaiknya memulai pengobatan TB di RS yang petugasnya telah dilatih TB-HIV. Ini bertujuan agar pengobatan yang diterima pasien sesuai dengan aturan medis untuk pengobatan ko-infeksi TB-HIV. Hal ini penting karena ada banyak kemungkinan masalah yang harus dipertimbangkan, antara lain: interaksi obat (Rifampisin dengan beberapa jenis obat ARV), kegagalan pengobatan ARV, immune reconstitution syndrome (IRIS) atau perlu substitusi obat ARV.
- Memulai pengobatan ARV pada pasien yang sedang dalam pengobatan TB Terapi ARV diberikan untuk semua ODHA yang menderita TB tanpa memandang jumlah CD4. Namun pengobatan TB tetap merupakan prioritas utama untuk pasien dan tidak boleh terganggu oleh terapi ARV. Seperti telah dijelaskan di atas, pengobatan ARV perlu dimulai meskipun pasien sedang dalam pengobatan TB. Perlu diingat, pengobatan TB di Indonesia selalu mengandung Rifampisin. Oleh karena itu pasien yang menjalani pengobatan TB dan mendapat obat ARV bisa mengalami masalah interaksi obat dan efek samping obat. Pengobatan ARV yang mengandung Efavirenz (EFV) perlu diberikan pada pasien yang sedang dalam pengobatan TB. Jadi, jumlah obat yang digunakan bertambah banyak sehingga diperlukan beberapa perubahan dalam paduan ARV. Setiap perubahan tersebut harus dijelaskan secara seksama kepada pasien dan pengawas menelan obat (PMO).
EFV tidak dapat digunakan pada trimester I kehamilan, sehingga penggunaan pada wanita usia subur (WUS) harus mendapat perhatian khusus. Jika seorang ibu hamil trimester ke-2 atau ke-3 sakit TB, paduan ART yang mengandung EFV dapat dipikirkan untuk diberikan. Paduan yang mengandung NVP dapat digunakan bersama dengan paduan OAT yang mengandung Rifampisin bila tidak ada alternatif lain. Pemberian NVP pada ODHA perempuan dengan jumlah CD4 >250 sel/mm3 harus hati-hati karena dapat menimbulkan gangguan fungsi hati yang lebih berat atau meningkatnya hipersensitifitas.
NVP dapat diberikan kembali setelah pengobatan dengan Rifampisin selesai. Waktu mengganti kembali (substitusi) dari EFV ke NVP tidak memerlukan loading dose (langsung dosis penuh). Mengingat hal tersebut di atas, rencana pengobatan ko-infeksi TB-HIV seharusnya dilakukan minimal oleh dokter di RS yang telah dilatih TB-HIV. Pasien yang akan mendapat pengobatan ko-infeksi TB-HIV perlu diberi pengetahuan tentang efek samping pengobatan baik ringan maupun berat dan tindakan yang harus dilakukan selanjutnya. Petugas kesehatan di Puskesmas dapat melanjutkan pengobatan ko-infeksi TB-HIV setelah paduan pengobatan yang diberikan oleh dokter di RS dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien.
Pasien HIV yang akan memulai pengobatan ARV perlu mendapatkan konseling tentang pengobatan ARV dan implikasinya. Pasien juga perlu difasilitasi untuk mendapatkan akses dukungan nutrisi dan psikososial dari keluarga dan kelompok dukungan sebaya (KDS). Hal ini penting untuk menjamin kesinambungan perawatan dan pengobatan ARV(KemenKes RI, 2012).
Koping terhadap peristiwa kedukaan (skripsi dan tesis)
Pengalaman kehilangan yang begitu nyata terutama melibatkan kematian dari orang yang dikasihi pada waktu yang tidak diharapkan (untimely), menimbulkan gangguan dalam pola hidup sehari-hari. Kematian yang tidak diharapkan dari orang yang dikasihi dapat digolongkan sebagai non-normative life events yang merupakan sumber stress bagi orang yang mengalaminya.
Penyakit Lupus (skripsi dan tesis)
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan1. Penyakit ini menyerang wanita muda dengan insiden puncak usia 15-40 tahun selama masa reproduktif dengan ratio wanita dan pria 5:11. Manifestasi klinik dari LES beragam tergantung organ yang terlibat, dimana dapat melibatkan banyak organ dalam tubuh manusia dengan perjalanan klinis yang kompleks, sangat bervariasi dapat ditandai oleh serangan akut, periode aktif, terkendali ataupun remisi. Berdasarkan berat-ringannya gejala yang muncul, LES dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu ringan, sedang, dan berat3. Untuk menilai aktivitas penyakit LES dapat dilakukan penilaian dengan skor, salah satunya adalah MEX-SLEDAI. Sedangkan, untuk menilai status kesehatan pasien LES dapat dilakukan penilaian dengan kuesioner SF-36 (Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, et al. 2009).
Menurut kriteria MEX-SLEDAI, pasien yang memiliki skor < 2 memiliki aktivitas penyakit LES ringan. Kemudian, pasien yang memiliki skor 2-5 memiliki aktivitas penyakit LES sedang. Terakhir, pasien yang memiliki skor > 5 memiliki aktivitas penyakit LES berat4. Pada SF-36, skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 1005. Setiap pertanyaan memiliki skor maksimal 100 dan skor minimal 0. Setiap pertanyaan dibagi menjadi 8 sub penelitian, antara lain fungsi fisik, peranan fisik, rasa nyeri, persepsi kesehatan umum, vitalitas, fungsi sosial, peranan emosi, dan kesehatan jiwa. Semuanya dirangkum menjadi 2 skor komponen, yaitu gabungan skor komponen mental dan gabungan skor fisik sehingga didapatkan total skor status kesehatan/ kualitas hidup6. Pada beberapa penelitian, aktivitas penyakit pada LES dianggap mempengaruhi status kesehatan pasien LES sehingga akan mempengaruhi prognosis pada tiap pasien LES (McMurry RW, May W, 2003).
Gizi Balita (skripsi dan tesis)
1) Definisi Balita
Menurut Proverawati (2009), balita atau anak bawah lima tahun
adalah anak usia kurang dari lima tahun. Anak dengan usia 1-5 tahun dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga
tahun yang dikenal dengan “batita” dan anak usia lebih dari tiga tahun
sampai lima tahun yang dikenal dengan usia “prasekolah”.
2) Pemenuhan Kebutuhan Gizi Balita
Kalori berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Konsumsi kalori
yang dianjurkan oleh WHO yang bersumber dari karbohidrat 55%-75%,
dari protein 10%-15%, dan dari lemak 15%-30%. Satu gram karbohidrat
setara dengan 4 Kkal, 1 gram protein setara dengan 4 Kkal dan 1 gram
lemak setara dengan 9 Kkal. Konsumsi maksimal per hari untuk kalsium
adalah 1200 mg, fosfor 1200 mg, besi 35 mg, vitamin A 2800 RE, vitamin
B 400 mg dan vitamin C 400 mg.
Menurut Proverawati (2009) kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah
yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya.
Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan
sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi pada masa balita perlu
mendapatkan perhatian yang serius dari para orang tua, karena kekurangan
gizi pada masa ini akan menyebabkan kerusakan yang irreversible (tidak
dapat dipulihkan). Pemenuhan kebutuhan gizi dalam rangka menopang
tumbuh kembang fisik dan biologis balita perlu diberikan secara tepat dan
berimbang. Tepat berarti makanan yang diberikan mengandung zat-zat gizi
yang sesuai kebutuhannya, berdasarkan tingkat usia. Berimbang berarti
komposisi zat-zat gizinya menunjang proses tumbuh kembang sesuai
usianya. Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi secara baik, perkembangan
otaknya akan berlangsung optimal. Keterampilan fisiknya pun akan
berkembang sebagai dampak perkembangan bagian otak yang mengatur
sistem sensorik dan motoriknya.
Pemenuhan kebutuhan fisik atau biologis yang baik, akan berdampak
pada sistem imunitas tubuhnya sehingga daya tahan tubuhnya akan terjaga
dengan baik dan tidak mudah terserang penyakit
Pedoman Umum Gizi Seimbang (skripsi dan tesis)
Pendidikan gizi merupakan salah satu unsur yang berperan dalam
meningkatkan status gizi masyarakat dalam kaitannya mengatasi
permasalahan gizi ganda yaitu gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia.
Pedoman gizi seimbang adalah pedoman untuk memilih jenis dan jumlah
makanan yang sesuai dan cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap
zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral). Adapun tujuan dari
disusunnya pedoman gizi seimbang adalah sebagai berikut:
a. Membantu konsumen dalam memilih makanannya sehari-hari dengan baik
dan benar, sehingga meningkatkan kesehatannya dengan meningkatkan
daya tahan tubuh terhadap penyakit.
b. Membantu pemerintah dan masyarakat dalam menentukan kebijakan
pangan dan gizi dalam menanggulangi masalah gizi.
c. Meningkatkan evektivitas pendidikan gizi dalam membentuk pola hidup
sehat bagi masyarakat dan perorangan.
Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) berprinsip bahwa tiap golongan
usia, jenis kelamin, kesehatan dan aktifitas fisik memerlukan PUGS yang
berbeda, sesuai dengan kondisi masing-masing kelompok tersebut
(Cakrawati,2012)
Angka Kecukupan Gizi (skripsi dan tesis)
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah nilai yang menunjukkan jumlah
zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua
penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis,
seperti kehamilan dan menyusui.
Kegunaan angka kecukupan gizi yang dianjurkan adalah sebagai berikut
(Cakrawati, 2012):
1) Untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi
makanan bagi penduduk /golongan masyarakat tertentu yang didapatkan
dari hasil survey gizi/makanan.
2) Untuk merencanakan pemberian makanan tambahan balita.
3) Untuk merencanakan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional.
4) Untuk patokan label gizi makanan yang dikemas apabila perbandingan
dengan angka kecukupan gizi diperlukan.
5) Untuk bahan pendidikan gizi
Definisi Riwayat Alamiah Penyakit (RAP) (skripsi dan tesis)
Riwayat alamiah penyakit adalah perkembangan penyakit secara alamiah, tanpa ikut campur tangan medis atau intervensi kesehatan lainnya. Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang perjalanan waktu danPerkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik (CDC, 2010c). Riwayat alamiah penyakit perlu dipelajari. Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit sama pentingnya dengan kausa penyakit untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit. Dengan mengetahui perilaku dan karakteristik masing-masing penyakit maka bisa dikembangkan intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi maupun mengatasi problem penyakit tersebut (Gordis, 2000; Wikipedia, 2010) Manfaat yang diperoleh dari riwayat alamiah penyakit, yaitu: 1. Untuk diagnostik: masa inkubasi dapat dipakai sebagai pedoman penentuan jenis penyakit, misalnya jika trejadi KLB (Kejadian Luar Biasa 2. Untuk pencegahan: dengan mengetahui kuman patologi penyebab dan rantai perjalanan penyakit dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam upaya pencegahan penyakit. Dengan mengetahui riwayat penyakit dapat trelihat apakah penyakit itu perlangsungannya akut ataukah kronik. Tentu berbeda upaya pencegahan yang diperlukan untuk penyakit yang akut dibanding dengan kronik 3. Untuk terapi: intervensi atau terapi hendaknya biasanya diarahkan ke fase pasling awal. Pada tahap perjalanan awal penyakit itu terapi tepat sudah perlu diberikan. Lebih awal terapi akan lebbih baik hasil yang diharapkan. Keteralambatan diagnosis akan berkaitan dengan keterlambatan terapi. Pengetahuan mengenai Riwayat Alamiah Penyakit (RAP) merupakan dasar untuk melakukan upaya pencegahan. RAP dan hasil pemeriksaan fisik akan mengarahkan pemeriksa (tenaga kesehatan) untuk menetapkan diagnosis dan kemudian memahami bagaimana perjalanan penyakit yang telah didiagnosis. Hal ini penting untuk dapat menerangkan tindakan pencegahan, keganasan penyakit, lama kelangsungan hidup penderita, atau adanya gejala sisa berupa cacat atau carrier. Informasi-informasi ini akan berguna dalam strategi pencegahan, perencanaan lama perawatan, model pelayan yang akan dibutuhkan kemudian, dan lain sebagainya. Proses penyakit menular dimulai dengan terjadinya pemaparan agen infeksius yang dapat mengakibatkan penyakit. Tanpa tindakan pengobatan, proses perjalanan penyakit dapat berakhir dengan kondisi sembuh sempurna, carrier, cacat, atau meninggal. Sebagian besar penyakit memiliki karakteristik riwayat alamiah tertentu namun beberapa penyakit belum dapat dipahami dengan baik mengenai riwayat alamiah penyakitnya. Karakteristik RAP menular mempunyai kerangka waktu dan manifestasi yang berbeda-beda dan bervariasi antarindividu. Namun dengan pemberian pengetahuan tentang penyakit pada individu, perkembangan penyakit dapat dihambat dengan tindakan pencegahan dan pengobatan, meningkatkan faktor yang berhubungan dengan kesehatan pejamu dan faktor lainnya yang dapat mempengatuhi kejadian penyakit.
Karakteristik Lingkungan (skripsi dan tesis)
a. Topografi: situasi lingkungan tertentu, baik yang natural maupun buatan
manusia yang mungkin mempengaruhi terjadinya dan penyebaran suatu
penyakit tertentu.
b. Geografis: keadaan yang berhubungan dengan struktur geologi dari bumi yang berhubungan dengan kejadian penyakit.
Didalam epidemiologi dekriptif, terdapat tiga variabel determinan yaitu orang,
tempat dan waktu. Frekuensi penyakit berubah menurut perubahan variabel-variabel epidemiologi tersebut
Karakteristik Agen (skripsi dan tesis)
Karakteristik Penjamu (Skripsi dan tesis)
Pejamu adalah tempat yang dinvasi oleh penyakit. Penjamu dapat berupa manusia, hewan atapun tumbuhan. Manusia mempunyai karakteristik tersendiri dalam menghadapi ancaman penyakit, yang bisa berupa: a. Resistensi: kemampuan dari penjamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi. Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, manusia mempunyai mekanisme pertahanan tersendiri dalam menghadapinya. b. Imunitas: kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon imunologis, dapat secara alamiah maupun perolehan (non-ilmiah), sehingga tubuh kebal terhadap suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-jenis penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat menciptakan kekebalan tersendiri. Misalnya campak, manusia mempunyai kekebalan seumur hidup, mendapat imunitas yang tinggi setelah terserang campak, sehingga seusai kena campak sekali maka akan kebal seumur hidup. c. Infektifnes (infectiousness): potensi penjamu yang terinfeksi untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada dalam tubuh manusia dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya.
Trias Epidemilologi (skripsi dan tesis)
Didalam epidemiologi deskriptif dipelajari bagaimana frekuensi penyakit berubah menurut perubahan variabel-variabel epidemiologi yang terdiri dari orang (person), tempat (place) dan waktu (time). Epidemiologi terdapat Hubungan asosiasi dalam bidang adalah hubungan keterikatan atau saling pengaruh antara dua atau lebih variabel, dimana hubungan tersebut dapat bersifat hubungan sebab akibat maupun yang bukan sebab akibat. Dalam kaitanya dengan penyakit terdapat hubungan karasteristik antara Karakteristik Segitiga Utama. Yaitu host, agent dan improvment. Serta terdapat interaksi antar variabel epidemologi sebagai determinan penyakit. Ketiga faktor dalam trias epidemiologi terus menerus dalam keadaan berinteraksi satu sama lain. Jika interaksinya seimbang, terciptalah keadaan seimbang. Begitu terjadi gangguan keseimbangan, muncul penyakit. Terjadinya gangguan keseimbangan bermula dari perubahan unsur-unsur trias itu. Perubahan unsur trias yang petensial menyebabkan kesakitan tergantung pada karakteristik dari ketiganya dan interakksi antara ketiganya
Transisi Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Yang dimaksud dengan transisi epidemiologi adalah perubahan pola kesehatan dan pola penyakit yang berinteraksi dengan demografi, ekonomi, dan sosial. Transisi epidemiologi berkaitan dengan transisi demografi, begitu juga dengan transisi teknologi.
Misalnya pergantian dari penyakit infeksi ke penyatit man-made disease atau lifestyle disease.
Pergeseran penyakit ini dapat dibuktikan dengan berubahnya pola penyakit
penyebab kematian tertinggi antara tahun 1960, dengan wabah penyakit pneumonia, tuberkulosis, dan diare, dengan 1990 penyakit jantung, neoplasma, dan penyakit otakpembuluh darah.
Penyebab terjadinya transisi epidemiologi antara lain :
1. Teknologi kedokteran
Perubahan standar hidup
3. Angka kelahiran
4. Peningkatan gizi
5. Kontrol vektor dan sanitasi
6. Perubahan gaya hidup
Berikut adalah tiga model transisi epidemiologi :
1. Model Klasik, contohnya di Eropa Barat
2. Model Dipercepat, contohnya di Jepang
3. Model Lambat, contohnya di negara berkembang
Proposisi-proposisi dalam transisi epidemiologi
1. Mortalitas adalah faktor fundamental
2. Pergeseran pola kematian penyakit pandemi penyakit infeksi secara bertahap
diganti penyakit degeneratif
3. Perubahan pola penyakit pada anak-anak dan wanita muda, keselamatan anakanak dan wanita muda meningkat.
4. Pergeseran pola kesehatan dan penyakit pada masa transisi erat hubungannya
dengan transisi demografi dan sosioekonomi.
Pola kematian yang timbul tiga periode transisi epidemiologi :
a. Tahap 1
– Tahap kesengsaraan dan paceklik
– Mortalitas tinggi tidak ada pertambahan penduduk
– Angka harapan hidup 20—40 tahun
b. Tahap 2
– Penyakit infeksi menghilang
– Penurunan mortalitas
– Angka harapan hidup 30—50 tahun
– Pertambahan jumlah penduduk secara eksponensial
c. Tahap 3
– Penyakit degeneratif turun
– Angka pertumbuhan penduduk tergantung angka fertilitas
Transisi epidemiologi yang lambat dapat memicu ledakan penduduk. Faktor transisi
negara berkembang :
a. Faktor Ekobiologi
Terjadi keseimbangan antarkomponen dalam segitiga epidemiologi
b. Faktor Sosial, Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Pada faktor ini kelompok yang rentan menjadi korban adalah kelompok usia
balita
c. Faktor Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan
Peranan Epidemiologi Dalam Pemecahan Masalah Kesehatan Masyarakat (skripsi dan tesis)
Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari pengetahuan ilmu kesehatan
masyarakat yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit dan masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat. Epidemiologi menekankan upaya bagaimana distribusi penyakit dan bagaimana berbagai faktor menjadi faktor penyebab penyakit tersebut.
Epidemiologi mempunyai peranan dalam bidang kesehatan masyarakat berupa:
1. Menerangkan tentang besarnya masalah dan ganguan kesehatan (termasuk
penyakit) serta penyebarannya dalam suatu penduduk tertentu.
2. Menyiapkan data/informasi yang esensial untuk keperluan perencanaan,
pelaksanaan program, serta evaluasi berbagai kegiatan pelayanan (kesehatan)
pada masyarakat, baik bersifat pencegahan dan penanggulangan penyakit
maupun bentuk lainnya serta menentukan skala prioritas terhadap kegiatan
tersebut.
3. Mengidentifikasi berbagai faktor yang menjadi penyebab masalah atau faktor yang berhubungan dengan terjadinya masalah tersebut.
Dalam melakukan peranannya, epidemiologi tidak dapat melepaskan diri dalam keterkaitannya dengan bidang-bidang disiplin Kesmas lainnya seperti Administrasi Kesehatan Mayarakat, Biostatistik, Kesehatan Lingkungan, dan Pendidikan Kesehatan/Ilmu Perilaku. Misalnya, peranan epidemiologi dalam proses perencanaan kesehatan. Tampak bahwa epidemiologi dapat dipergunakan dalam proses perencanaan yang meliputi identifikasi masalah memilih prioritas, menyusun objektif, menerangkan kegiatan, koordinasi dan evaluasi.
Selain itu, dalam mempersiapkan suatu intervensi pendidikan kesehatan,
epidemiologi dapat dipergunakan dalam membuat suatu “Diagnosis Epidemiologi” dari masalah yang memerlukan intervensi itu. Sebagai contoh peranannya sebagai alat diagnosis keadaan kesehatan masyarakat, epidemiologi dapat memberikan gambaran atau diagnosis tentang masalah yang berkaitan dengan kemiskinan (poverty) berupa malnutrisi, overpopulasi, kesakitan ibu, rendahnya kesehatan infant, alcoholism, anemia, penyakit-penyakit parasit dan kesehatan mental.
Peranan Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini
berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya. Epidemiologi, mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang
mempengaruhi penyakit tersebut.
Di dalam batasan epidemiologi, sekurang-kurangnya mencakup 3 elemen, yakni:
1. Mencakup semua penyakit
Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun
penyakit non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi (malnutrisi),
kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya.
Bahkan di negara-negara maju, epidemiologi ini mencakup juga kegiatan
pelayanan kesehatan.
2. Populasi
Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran dari penyakitpenyakit individu maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi penyakit pada populasi (masyarakat) atau kelompok.
3. Pendekatan ekologi
Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada keseluruhan
lingkungan manusia baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Hal inilah
yang dimaksud pendekatan ekologis. Terjadinya penyakit pada seseorang dikaji dari manusia dan total lingkungannya.
Peranan epidemiologi, khususnya dalam konteks program Kesehatan dan
Keluarga Berencana adalah sebagai tool (alat) dan sebagai metode atau pendekatan. Demikian pula pendekatan pemecahan masalah tersebut selalu dikaitkan dengan masalah, di mana atau dalam lingkungan bagaimana penyebaran masalah serta bilaman masalah tersebut terjadi. Kegunaan lain dari epidemiologi khususnya dalam program kesehatan adalah ukuran-ukuran epidemiologi seperti prevalensi, point of prevalence dan sebagainya dapat digunakan dalam perhitungan-perhitungan : prevalensi, kasus
baru, case fatality rate dan sebagainya.
Pengertian Epidemiologi Ditinjau Dari Berbagai Aspek (skripsi dan tesis)
1. Aspek Akademik Secara Akademik
Epidemiologi berarti Analisa data kesehatan, sosial-ekonomi, dan trend yang
terjadi untuk mengindentifikasi dan menginterpretasi perubahan-perubahan
kesehatan yang terjadi atau akan terjadi pada masyarakat umum atau kelompok
penduduk tertentu.
2. Aspek Klinik
Ditinjau dari aspek klinik, Epidemiologi berarti Suatu usaha untuk mendeteksi
secara dini perubahan insidensi atau prevalensi yang dilakukan melalui
penemuan klinis atau laboratorium pada awal timbulnya penyakit baru dan awal
terjadinya epidemi.
3. Aspek Praktis
Secara praktis epidemiologi berarti ilmu yang ditujukan pada upaya pencegahan
penyebaran penyakit yang menimpa individu, kelompok penduduk atau
masyarakat umum.
4. Aspek Administrasi
Epidemiologi secara administratisi berarti suatu usaha mengetahui keadaan
masyarakat di suatu wilayah atau negara agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Kegunaan / Manfaat Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Apabila Epidemiologi dapat dipahami dan diterapkan dengan baik, akan
diperoleh berbagai manfaat yang jika disederhanakan adalah sebagai berikut:3
1. Membantu Pekerjaan Administrasi Kesehatan.
Epidemiologi membantu pekerjaan dalam Perencanaan ( Planning ) dari
pelayanan kesehatan, Pemantauan ( Monitoring ) dan Penilaian ( Evaluation )
suatu upaya kesehatan. Data yang diperoleh dari pekerjaan epidemiologi akan
dapat dimanfaatkan untuk melihat apakah upaya yang dilakukan telah sesuai
dengan rencana atau tidak (Pemantauan) dan ataukah tujuan yang ditetapkan
telah tercapai atau tidak (Penilaian).
2. Dapat Menerangkan Penyebab Suatu Masalah Kesehatan.
Dengan diketahuinya penyebab suatu masalah kesehatan, maka dapat disusun langkah – langkah penaggulangan selanjutnya, baik yang bersifat pencegahan ataupun yang bersifat pengobatan.
3. Dapat Menerangkan Perkembangan Alamiah Suatu Penyakit.
Salah satu masalah kesehatan yang sangat penting adalah tentang penyakit.
Dengan menggunakan metode Epidemiologi dapatlah diterangkan Riwayat
Alamiah Perkembangan Suatu Penyakit (Natural History of Disease).
Pengetahuan tentang perkembangan alamiah ini amat penting dalam
menggambarkan perjalanan suatu penyakit. Dengan pengetahuan tersebut dapat dilakukan berbagai upaya untuk menghentikan perjalanan penyakit sedemikian rupa sehingga penyakit tidak sampai berkelanjutan. Manfaat / peranan Epidemiologi dalam menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit adalah melalui pemanfaatan keterangan tentang frekwensi dan penyebaran penyakit terutama penyebaran penyakit menurut waktu. Dengan diketahuinya waktu muncul dan berakhirnya suatu penyakit, maka dapatlah diperkirakan perkembangan penyakit tersebut.
Perpaduan ciri- ciri ini pada akhirnya memetakan 4 (empat) Keadaan Masalah
Kesehatan yaitu :
1. Epidemi
Keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang
ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada dalam frekwensi yang meningkat.
2. Pandemi
Suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang
ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat memperlihatkan peningkatan yang amat tinggi serta penyebarannya telah mencakup suatu wilayah yang amat luas.
3. Endemi
suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang
frekwensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam waktu yang lama.
4. Sporadik
Suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang ada di suatu wilayah tertentu frekwensinya berubah – ubah menurut perubahan waktu.
Batasan dan Pengertian Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Jika ditinjau dari asal kata (Bahasa Yunani) Epidemiologi berarti Ilmu yang
mempelajari tentang penduduk {EPI = pada/tentang ; DEMOS = penduduk ; LOGOS = ilmu}. Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini EPIDEMIOLOGI adalah : “ Ilmu yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor – factor yang Mempengaruhinya).”
Dari definisi tersebut di atas, dapat dilihat bahwa dalam pengertian epidemiologi terdapat 3 hal Pokok yaitu :
1. Frekuensi masalah kesehatan
Frekuensi yang dimaksudkan disini menunjuk pada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok manusia/masyarakat. Untuk dapat mengetahui frekwensi suatu masalah kesehatan dengan tepat, ada 2 hal yang harus dilakukan yaitu :
a. Menemukan masalah kesehatan yang dimaksud.
b. Melakukan pengukuran atas masalah kesehatan yang ditemukan tersebut.
2. Distribusi ( Penyebaran ) masalah kesehatan
Yang dimaksud dengan Penyebaran/Distribusi masalah kesehatan adalah
menunjuk kepada pengelompokan masalah kesehatan menurut suatu keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang dimaksudkan dalam epidemiologi adalah :
a. Menurut Ciri – ciri Manusia ( MAN ) siapakah yang menjadi sasaran
penyebaran penyakit itu atau orang yang terkena penyakit.
b. Menurut Tempat ( PLACE ) , di mana penyebaran atau terjadinya penyakit.
c. Menurut Waktu ( TIME ) , kapan penyebaran atau terjadinya penyakit
tersebut.
3. Determinan ( Faktor – faktor yang mempengaruhi )
Determinan adalah menunjuk kepada factor penyebab dari suatu penyakit /
masalah kesehatan baik yang menjelaskan Frekwensi, penyebaran ataupun yang menerangkan penyebab munculnya masalah kesehatan itu sendiri. Dalam hal ini ada 3 langkah yang lazim dilakukan yaitu :
a. Merumuskan Hipotesa tentang penyebab yang dimaksud.
b. Melakukan pengujian terhadap rumusan Hipotesa yang telah disusun.
c. Menarik kesimpulan.
Adapun definisi Epidemiologi menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000
menyatakan bahwa EPIDEMIOLOGI adalah : “ Studi yang mempelajari Distribusi dan Determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta penerapannya untuk pengendalian masalah – masalah kesehatan”. Dengan demikian dapat dirumuskan
tujuan Epidemiologi adalah :
1. Mendeskripsikan Distribusi, kecenderungan dan riwayat alamiah suatu penyakit
atau keadaan kesehatan populasi.
2. Menjelaskan etiologi penyakit.
3. Meramalkan kejadian penyakit.
4. Mengendalikan distribusi penyakit dan masalah kesehatan populasi.
Sebagai ilmu yang selalu berkembang, Epidemiologi senantiasa mengalami
perkembangan pengertian dan karena itu pula mengalami modifikasi dalam
batasan/definisinya.
Variabel Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Variabel-variabel yang biasa digunakan dalam epidemiologi deskriptif adalah: 1. Variabel orang
Tujuan dan Kegunaan Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Tujuan dari epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai penyebaran, kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit; menjelaskan penyebab dari suatu penyakit; meramalkan kejadian suatu penyakit; serta mengendalikan penyebaran penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat (Murti, 2003). . Kegunaan epidemiologi adalah untuk memperoleh informasi mengenai riwayat alamiah penyakit, proses terjadinya suatu penyakit, serta informasi mengenai penyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat. Selain itu juga epidemiologi dapat digunakan untuk mengelompokkan penyakit, membuat program pemeliharaan kesehatan, dan membuat cara-cara untuk mengevaluasi program pemeliharaan kesehatan yang dilakukan (Sutrisna, 1994).
Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata epi yang berarti pada atau tentang, demos yang berarti penduduk, serta logos yang berarti ilmu. Jadi, epidemiologi berarti adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk. Definisi ini terlalu luas sehingga dapat diterapkan pada semua hal yang terjadi pada penduduk (Sutrisna, 1994). Pada awalnya, epidemiologi didefinisikan sebagai ilmu yang hanya mempelajari penyebaran atau perluasan suatu penyakit menular pada suatu kelompok atau masyarakat. Namun seiring dengan adanya perubahan kondisi serta masalah yang dihadapi oleh masyarakat, epidemiologi tidak hanya digunakan untuk mempelajari penyakit menular saja, tetapi juga digunakan untuk mempelajari penyakit tidak menular, kecelakaan lalu lintas, bencana alam, dan sebagainya (Sutrisna, 1994). Dengan kata lain epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Azwar, 1988). Dari definisi epidemiologi tersebut, dapat dipahami bahwa epidemiologi mempelajari gambaran penyebaran penyakit berdasarkan orang (siapa yang terserang penyakit), tempat (dimana terjadinya penyakit), dan waktu (kapan terserang penyakit) yang dipelajari dalam epidemiologi deskriptif. Selain itu juga epidemiologi mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit yang dipelajari dalam epidemiologi analitik (Sutrisna, 1994).
Variabel Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Segitiga Epidemiologi (Skripsi dan tesis)
Manfaat Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Ruang Lingkup dan Penerapan Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Tujuan Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Definisi Epidemiologi (skripsi dan tesis)
Peran Desain dalam Penelitian (skripsi dan tesis)
Desain merupakan kerangka acuan bagi pengkajian hubungan antar-variabel. Desain mengacu pada pengukuran dan analisis; misalnya manakah yang ternasuk variabel bebes (variabel independen, prediktor, risiko, atau kausa) dan mana yang merupakan variabel tergantung (variabel dependen, variabel efek, outcome, event). Dari variabel bebeas dapat dilihat mana yang termasuk dalam variabel aktif (misalnya kebiasaan merokok), dan mana yang merupakan variabel atribut (misalnya jenis kelamin).
Beberapa hal penting yang perlu dikaji sebelum jenis desain ditentukan:
- Sejak awal peneliti harus menentukan apakah akan melakukan intervensi, yaitu studi intervensional (eksperimental), atau hanya melaksanakan pengamatan saja tanpa intervensi, yaitu melaksanakan studi observasional.
- Apabila dipilih penelitian observasional, harus ditentukan apakah akan dilakukan pengamatan sewaktu (yaitu studi cross-sectional) atau dilakukan follow-up dalam kurun waktu tertentu (studi longitudinal)
- Apakah akan dilakukan studi retrospektif, yaitu mengevaluasi peristiwa yang sudah berlangsung ataukah studi prospektif yaitu dengan mengikuti subyek untuk meneliti peristiwa yang belum terjadi.
Pemilihan desain bertujuan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian dengan cara yang paling efisien dan dengan hasil yang memuaskan. Hasil suatu penelitian observasional untuk mencari data awal sustu penyakit,yang sering disebut sebagai studi deskriptif , misalnya mengenai gambaran klinis dan laboratorium suatu penyakit, dapat digunakan untuk menyusun studi analitik mengenai hubungan sebab-akibat beberapa variabel, misalnya faktor yang meningkatkan terjadinya penyakit.