Teori personality merupakan bagian ilmu psikologi yang
membahas korelasi antara karakteristik, proses perkembangan
psikologis, perbedaan individu, serta penjabaran sifat manusia
yang diketahui melalui tindakan apa yang akan diambil dalam
situasi tertentu (Boeree dkk., 2006). Personality theory dapat
digunakan untuk melandasi pengaruh sifat kepribadian pada
hubungan stres kerja dengan perilaku disfungsional audit.
Konsep sifat kepribadian dalam penelitian ini
menggunakan The Big Five Personality atau The Big Five
Inventory yang dikembangkan oleh McCrae & Costa (1987).
Konsep ini membagi sifat kepribadian menjadi lima dimensi,
yaitu:
a. Opennes to Experience (O)
Sifat openness to experience atau yang biasa
disimbolkan dengan kepribadian “O” merupakan faktor yang
paling sulit untuk dideskripsikan. Hal tersebut dikarenakan
faktor ini tidak memiliki arti yang sejalan dengan bahasa
yang digunakan. Openness mengarah pada bagaimana
seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu idea
atau situasi yang baru.
Seseorang dengan sifat openness mempunyai ciriciri
mudah bertoleransi, mempunyai kapasitas besar untuk
menyerap informasi, sangat fokus, serta waspada pada
berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang
dengan tingkat openness yang tinggi dideskripsikan sebagai
seseorang yang memiliki nilai imajinasi, broadmindedness,
dan a world of beauty. Sementara itu, seseorang yang
memiliki tingkat openness yang rendah memiliki nilai
kebersihan, kepatuhan dan keamanan bersama. Tingkat
openness yang rendah juga menggambarkan pribadi yang
berpikiran sempit, konservatif dan tidak menghendaki
adanya perubahan.
b. Conscientiousness (C)
Conscientiousness atau disimbolkan dengan
kepribadian “C” dapat disebut sebagai dependability,
impulse control dan will to achieve. Sifat kepribadian ini
menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline
seseorang. Seseorang dengan conscientiousness digambarkan
dengan seseorang yang mempunyai kontrol terhadap
lingkungan sosial, mampu berpikir sebelum bertindak,
dapat menunda kepuasan, mampu mengikuti peraturan dan
norma, memiliki rencana yang terorganisir dan
memprioritaskan tugas. Di sisi lain, seseorang dengan sifat
kepribadian ini juga dapat menjadi sangat perfeksionis,
kompulsif, workaholic dan membosankan. Individu dengan
tingkat conscientiousness yang rendah menunjukkan sikap
ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.
c. Extraversion (E)
Extraversion atau kepribadian “E” bisa juga disebut
sebagai dominancesubmissiveness. Sifat extraversion
dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme
yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif,
energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic
dan ramah terhadap orang lain. Individu dengan sifat
extraversion juga memiliki tingkat motivasi yang tinggi
dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan
biasanya menjadi dominan dalam lingkungannya. Seseorang
yang memiliki faktor extraversion tinggi mempunyai
kemampuan untuk mengingat semua interaksi sosial dan
berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan
dengan seseorang yang memiliki extraversion rendah. Dalam
berinteraksi, individu dengan extraversion juga dianggap
sebagai orangorang yang ramah, funloving, affectionate dan
talkaktive.
d. Agreeableness
Agreeableness atau biasa disimbolkan dengan
kepribadian “A” merupakan sifat kepribadian yang
mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki
kepribadian yang selalu mengalah, lebih suka menghindari
konflik dan memilki kecenderungan untuk mengikuti orang
lain. Seseorang dengan skor agreeableness tinggi
digambarkan sebagai seseorang yang suka membantu,
pemaaf dan penyayang. Namun demikian, ditemukan
beberapa konflik pada hubungan interpersonal orang yang
memiliki tingkat agreeableness yang tinggi, di mana self
esteem mereka akan cenderung menurun ketika berhadapan
dengan konflik.
e. Neuroticism (N)
Neuroticism atau biasa disimbolkan dengan
kepribadian “N” dideskripsikan dengan seseorang yang
memiliki masalah dengan emosi yang bersifat negatif seperti
rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional,
mereka dianggap labil dan suka mengubah perhatian
menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang dengan
tingkat neuroticism rendah cenderung merasa lebih bahagia
dan puas terhadap hidupnya dibandingkan dengan
seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi.
Sementara itu, seseorang dengan tingkat neuroticism yang
tinggi adalah pribadi yang mudah mengalami kecemasan,
marah, depresi dan memiliki kecenderungan emotionally
reactive.Tingkat neurotism tinggi juga dapat membuat
individu kesulitan dalam menjalin hubungan dan
berkomitmen, serta memiliki tingkat self esteem yang
rendah.