Teori Kepuasan kerja (skripsi dan tesis)

Kepuasan kerja juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang yang merasa puas, lega dan senang karena situasi dan kondisi kerja dapat memenuhi keinginan, kebutuhan dan harapan atau ambisinya. Berdasarkan Pengertian kepuasan kerja adalah kombinasi dari unsur-unsur psikologis, fisiologis dan lingkungan yang menyebabkan seseorang puas dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah perasaan atau respon efektif seseorang terhadap berbagai situasi kerja yang dihadapinya. Kepuasan kerja (job satsifaction) dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2008).

Menurut Handoko (2001) ”kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana karyawan memandang pekerjaan mereka”. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Secara historis, pegawai yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan baik.

Menurut Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan yang seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Kreitner dan Kinicki (2003) menyebutkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Sedangkan Howell dan Dipboye (1986) dalam Ashar Sunyoto Munandar (2008) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Ivancevich (2006) memandang kepuasan kerja suatu sikap yang dimiliki pekerja mengenai pekerjaan mereka. Hal ini dihasilkan dari persepsi mereka mengenai pekerjaan.

Menurut Martoyo (1996) kepuasan kerja merupakan keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antar nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan/ organisasi yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Bila kepuasan karyawan terjadi, maka pada umumnya tercermin pada perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, yang sering diwujudkan dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya. Masalah kepuasan kerja dapat berpengaruh terhadap : 1. Tingkat absensi karyawan.

2. Perputaran tenaga kerja (turn over karyawan).

3. Semangat kerja.

4. Keluhan-keluhan.

5. Masalah-masalah personalia yang vital lainnya.

Menurut Ashar Sunyoto Munandar (2008) ada beberapa faktor penentu kepuasan kerja, antara lain:

1. Ciri-ciri Intrinsik Pekerjaan Terdapat lima ciri yang memperlihatkan keterkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu:

a. Keragaman keterampilan. Banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.

b. Jati diri tugas (task identity). Sejauh mana tugas merupakan kegiatan keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak puas.

c. Tugas yang penting (task significance). Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.

d. Otonomi. Pekerjaan yang memberikan kebebasan, ketidak ketergantungan, dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja.

e. Pemberian balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat kepuasan kerja.

2. Gaji, Penghasilan, Imbalan yang Dirasakan Adil (Equittable Reward)

Siegel dan Lane, 1982 (dalam Ashar Sunyoto Munandar, 2008) mengutip kesimpulan beberapa ahli yang meninjau kembali hasil-hasil  penelitian tentang pentingnya gaji sebagai penentu dalam kepuasan kerja yaitu merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Jika gaji dipersepsikan adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja.

3. Penyeliaan

Locke, 1982 (Ashar Sunyoto Munandar, 2008) memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan kerja karyawan dengan penyeliaan, yaitu hubungan atasan-bawahan yang meliputi hubungan fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.

4. Rekan-rekan Sejawat yang Menunjang

Didalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tinggi mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi, dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka.

5. Kondisi Kerja yang Menunjang

Kondisi kerja yang memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi, kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.

Ada dua pendekatan yang banyak digunakan untuk mengukur kepuasan kerja (Robbins, 2006), yaitu: 1. Peringkat Global Tunggal (Single Global Rating) Metode ini hanya sekedar menanyakan seberapa puas karyawan terhadap pekerjaan dengan lima skala jawaban mulai dari sangat puas sampai sangat tidak puas.

2. Skor Perhitungan yang Terdiri dari Sejumlah Aspek Pekerjaan. Pendekatan ini dikatakan lebih canggih karena mengidentifikasi elemen-elemen pekerjaan tertentu dan menanyakan perasaan karyawan terhadap setiap elemen tersebut. Faktor-faktor yang umumnya disertakan adalah:

a. Suasana pekerjaan

b. Pengawasan

c. Tingkat upah saat ini

d. Peluang promosi

e. Hubungan dengan mitra kerja