Definisi employee engagement (skripsi dan tesis)

Orang yang memiliki engagement akan bekerja dan mengekspresikan dirinya secara kognitif, emosional atau konatif dalam melaksanakan perannya di organisasi. Harter et al.,(2002) mendefinisikan employee engagement sebagai bentuk keterlibatan individu dan kepuasan serta antusiasmenya dalam melakukan pekerjaan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Saks (2006) bahwa employee engagement sebagai sejumlah usaha yang diberikan melebihi apa yang diharapkan oleh organisasi (discretionary effort) dalam bekerja.

Employee engagement atau seringkali diterjemahkan sebagai keterikatan karyawan merupakan kontributor penting dalam upaya retensi karyawan, retensi dan kepuasan pelanggan, serta kinerja (Scheimann, 2010). Hal tersebut mengandung arti bahwa employee engagement merupakan salah satu faktor yang mendukung terciptanya efektivitas dan kinerja optimal dalam sebuah organisasi. Terdapat beberapa ahli yang mencoba merumuskan definisi engagement, ada yang mengaitkan dengan kepuasan pelanggan, sikap positif terhadap perusahaan, komitmen terhadap perusahaan, kepuasan kerja dan juga motivasi untuk berkontribusi. Konsep engagement secara empiris dibedakan dengan konsep mengenai komitmen organisasi dan keterlibatan kerja yang memiliki kesamaan mengenai hal yang positif dalam pekerjaan (Mujiasih, 2011).

Karyawan yang memiliki engagement dengan organisasi akan berkomitmen secara emosional dan intelektual terhadap organisasi. Dengan adanya komitmen tersebut, karyawan akan memberikan usaha terbaiknya melebihi apa yang diharapkan  dalam suatu pekerjaan. Komitmen organisasi berbeda dari engagement yang menunjuk pada sikap dan mengikat seseorang terhadap organisasi mereka. Engagement bukanlah sikap, ini merupakan kadar di mana seseorang memberi perhatian dan memiliki keterikatan terhadap kinerja dalam peran mereka (Welch, 2011). Engagement juga berbeda dengan organizational citizenship behavior, OCB melibatkan kesukarelaan dan perilaku informal yang dapat membantu rekan kerja dan organisasi, sedangkan engagement berfokus pada peran kinerja formal seseorang melebihi extra-role dan perilaku sukarela (Saks, 2006). Rafferty, et.al. dalam Saroyeni (2012) mengungkapkan perbedaaan komitmen dan citizenship behavior dengan keterikatan individu karena komitmen dan citizenship behavior merupakan reaksi searah dari individu karyawan terhadap organisasi sementara keterikatan individu merupakan hasil proses interaksi dua arah antara manajemen dan karyawan Menurut Margaretha et al. (2012) engagement lebih dekat dihubungkan dengan konstruk keterlibatan kerja. Keterlibatan kerja (job involvement) didefinisikan sebagai suatu kognitif atau keyakinan dari identifikasi psikologi. Hal ini sedikit berbeda dari engagement oleh karena lebih terkait dengan bagaimana seseorang memberdayakan dirinya pada waktu mereka bekerja yang meliputi aspek emosi dan perilaku. Employee engagement merupakan hasil dari sebuah keputusan kognitif tentang kemampuan seseorang untuk memuaskan kebutuhan dari pekerjaan dan terikat pada gambaran diri seseorang (Putri, 2013).

Robinson, dkk (2004) mendefinisikan employee engagement sebagai sikap positif yang dimiliki karyawan terhadap organisasi tempatnya bekerja serta nilai- nilai yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Dengan demikian, dalam konsep employee engagement, terdapat hubungan dua arah antara karyawan dengan perusahaan. 13 Employee engagement dapat didefinisikan sebagai tingkat kelekatan emosional yang positif terhadap organisasi, pekerjaan dan rekan kerjanya (Scarlet, 2007). Employee engagement dapat diartikan seberapa positif karyawan berpikir tentang organisasi, merasakan tentang organisasi dalam hubungan yang proaktif untuk mencapai tujuan dan dilakukan individu dengan memperkerjakan diri mereka sendiri untuk mencapai kinerja dalam pekerjaannya. Lebih lanjut, engagement lebih melibatkan emosi dan perilaku secara aktif serta melibatkan aspek kognitif (Welch, 2011). Keterikatan dapat dipikirkan sebagai suatu anteseden dari keterlibatan kerja pada individu dimana pengalaman keterikatan yang dalam dalam peran mereka seharusnya datang untuk mengenal pekerjaan mereka (Saks, 2006).

Karyawan yang lebih engaged lebih cenderung memiliki motivasi dan mengambil inisiatif yang berdampak positif di tempat kerja (Hongwei et al., 2014). Employee engagement menciptakan motivasi yang lebih besar diantara karyawan untuk pekerjaan yang mereka lakukan dengan meningkatkan komitmen terhadap organisasi. Employee engagement mencakup antara lain; menciptakan antusiasme untuk peran mereka, pekerjaan mereka dan organisasi, memastikan mereka selaras dengan nilai-nilai organisasi, memastikan mereka memperoleh informasi yang cukup dan terintegrasi dengan baik dengan rekan-rekan mereka dengan budaya organisasi (Yadnyawati, 2012). Vazirani (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor penting yang menyebabkan karyawan menjadi engage, yakni adanya kesempatan untuk pengembangan pribadi, manajemen yang efektif atas potensi atau bakat individu, kejelasan dari nilai inti perusahaan, perlakuan organisasi yang penuh hormat kepada karyawan (employee recognition), perilaku etis yang sesuai standar  perusahaan, adanya pemberdayaan, image organisasi, serta faktor-faktor lainnya yang meliputi kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil, penilaian kinerja, gaji dan bonus, kesehatan dan keselamatan kerja, kepuasan kerja, komunikasi, family friendliness serta co-operation.

Gallup (2004) mengelompokkan 3 jenis karyawan berdasarkan tingkat engagement yaitu :

1) Engaged

Karyawan yang engaged (terikat) adalah seorang pembangun di dalam organisasi. Mereka cenderung akan selalu menunjukkan kinerja yang tinggi dan maksimal dalam menyelesaikan setiap pekerjaan yang diberikan kepadanya. Karyawan jenis ini akan bersedia untuk memberikan kekuatan dan mengembangkan talenta mereka secara maksimal dalam bekerja agar organisasi berkembang.

2) Not Engaged

Karyawan dalam tipe ini cenderung fokus terhadap tugas dibandingkan pencapaian tujuan dari pekerjaan itu. Mereka hanya akan mengerjakan tugas sesuai dengan porsi mereka dan sesuai apa yang organisasi bayar kepada mereka. Dalam bekerja, mereka selalu menunggu perintah dari atasan dan cenderung merasa tidak memiliki energi ketika bekerja.

3) Actively Disengaged

Karyawan tipe ini adalah karyawan yang tidak terikat. Mereka akan secara terbuka menunjukkan perasaan tidak bahagia dan ketidakpuasan mereka terhadap pekerjaan yang dilakukan. Mereka juga akan secara konsisten menunjukkan perlawanan dan hanya melihat sisi negatif pada berbagai kesempatan yang ada.

Bowles & Cooper (2009) mengatakan bahwa karyawan yang merasa engaged, akan melakukan beberapa tindakan seperti: advocacy (merekomendasikan organisasinya sebagai tempat bekerja yang baik atau merekomendasikan barang dan jasa yang dihasilkan); “going the extra mile” (tidak langsung pulang ketika jam kerja berakhir, tetap mengusahakan agar kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi); menjadi relawan dalam menyelesaikan suatu tugas; menunjukkan rendahnya penentangan dan sebagainya. Hal ini menggambarkan bahwa karyawan yang merasa engaged dengan organisasinya akan memberikan informasi yang positif pula kepada orang lain. Informasi positif tersebut yang kemudian dapat meningkatkan image organisasi di mata organisasi lain. Tingkat employee engagement pada perusahaan merupakan hal yang penting karena employee engagement menjadi sarana penyelarasan tujuan karyawan dengan tujuan organisasi. Dengan employee engagement, perusahaan dapat mengetahui apakah karyawan memiliki rasa bangga dan rasa memiliki terhadap perusahaan, mengetahui apakah karyawan memiliki keinginan untuk memberikan usaha dan kinerja ekstra terhadap perusahaan (Albrecht, 2010). Dari ciri dan komponen engagement yang dikemukakan para ahli di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa seorang karyawan yang telah engaged dengan perusahaan akan merasa puas dan adil terhadap pekerjaan, memiliki kebanggaan dengan tempatnya bekerja, sehingga berkomitmen terhadap misi perusahaan, 16 memberikan waktu dan tenaga ekstra untuk perusahaan, dan bahkan rela untuk berinvestasi di tempat ia bekerja