Keadilan Distributif (skripsi dan tesis)

Penelitian keadilan distributif dalam organisasi saat ini memfokuskan terutama pada persepsi seseorang terhadap adil tidaknya outcome (hasil) yang mereka terima, yaitu penilaian mereka terhadap kondisi akhir dari proses alokasi (lihat Tjahjono, 2008, 2010, dan 2011; Majang Palupi, 2013). Keadilan distributif adalah keadilan yang berkaitan dengan distribusi sumber daya dan kriteria yang digunakan untuk menentukan alokasi sumber daya tersebut. Keadilan jenis ini menyangkut masalah persepsi seseorang terhadap adil tidaknya karir yang mereka terima. Pada awal perkembangan teori dan penelitian keadilan organisasional, lebih fokus pada keadilan distributif. Kajian keadilan memfokuskan diri pada perasaan dan perilaku orang dalam interaksi sosial yang berasal dari penilaian-penilaian keadilan atas hasil yang mereka peroleh ketika bertransaksi dengan pihak lain. Perhatian utama penelitian tersebut pada teori ketidakadilan (inequity theory) (Adams, 1965 dalam Schminke, Ambrose & Noel, 1997). Hipotesis yang menunjukkan peran keadilan distributif yang sangat dominan mendapat dukungan sangat luas. Dalam penelitian eksperimen yang dilakukan Walster, Walster and Berscheid (1978) menunjukkan bahwa orang merasa paling terpuaskan ketika hasil yang mereka peroleh terdistribusi secara adil (Tyler & Blader, 2003). Literatur-literatur tentang teori keadilan distributif menyatakan bahwa individu-individu dalam organisasi akan mengevaluasi distribusi hasil-hasil organisasi, dengan memperhatikan beberapa aturan distributif, yang paling sering digunakan adalah hak menurut keadilan atau kewajaran (Cohen, dalam Gilliland, 1993).

Teori kewajaran (equity theory), mengatakan bahwa manusia dalam hubungan-hubungan sosial mereka, berkeyakinan bahwa imbalan-imbalan organisasional harus didistribusikan sesuai dengan tingkat kontribusi individual (lihat Cowherd dan Levine 1992). Berdasarkan equity theory, teori tentang keadilan distributif berhubungan dengan persepsi karyawan terhadap kewajaran dan keseimbangan antara masukan-masukan (misalnya usaha yang dilakukan dan skill) yang mereka berikan dengan hasil-hasil (misalnya karir) yang mereka terima. Pada saat individu-individu dalam organisasi mempersepsikan bahwa rasio masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan-imbalan yang mereka terima seimbang, mereka merasakan adanya kewajaran (equity). Di sisi lain, ketidakseimbangan rasio antara masukan dan imbalan menggiring mereka pada persepsi akan adanya ketidakwajaran (Cowherd dan Levine, 1992).