Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008), mengungkapkan bahwa
terdapat tiga aspek yang mencirikan komitmen kerja, antara lain:
a. Komitmen afektif (affective commitment)
Aspek ini, merupakan perasaan emosional dan keyakinan-keyakinan dari
anggota/ karyawan terhadap nilai-nilai dan tujuan dari perusahaan, rasa ikut sebagai
bagian dari organisasi, dan rasa keterlibatan dalam organisasi. Komitmen afektif
tercermin dalam perilaku anggota terhadap organisasinya, seperti kesamaan nilai dan
tujuan pribadi dengan nilai dan tujuan organisasi, penerimaan terhadap kebijakan
organisasi, serta anggota memiliki kebanggaan menjadi bagian dari suatu organisasi.
Menurut Allen dan Mayer (1990) pada aspek komitmen afektif dapat menimbulkan
rasa keintiman sebagai keluarga terhadap sebuah organisasi, dan keterlibatan
karyawan pada pekerjaan lebih mendalam dan konsisten.
Kesamaan tujuan atau nilai-nilai dari seorang karyawan dengan perusahaan
akan menumbuhkan kerelaan karyawan dengan mengalokasikan suatu hal demi
tercapainya tujuan perusahaan. Karyawan yang memiliki komitmen afektif
mempunyai anggapan bahwa organisasi akan memberikan keamanan dan
kenyamanan, karena karyawan memiliki ikatan yang kuat dengan perusahaan atau
organisasi. Hal tersebut senada dengan pendapat yang diungkapkan oleh Srimulyani
(2009), mengatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen afektif akan merasa
lebih dekat dengan organisasi tempat karyawan itu berada, sehingga karyawan akan
termotivasi dan memberikan kontribusi yang besar bagi perusahaan.
b. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment),
Aspek ini, berkaitan dengan nilai ekonomis yang didapat seorang karyawan,
yang berarti bahwa seseorang memilih bertahan pada suatu perusahaan karena
mendapat keuntungan-keuntungan tertentu, dibandingkan karyawan tersebut keluar
atau berpindah ke perusahaan lain. Pada aspek ini, terbentuk karena imbalan yang
diberikan oleh perusahaan yang dirasa cukup. Pada aspek ini alasan seorang
karyawan bertahan karena karyawan tersebut merasa membutuhkan imbalan dari
perusahaan.
Karyawan dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi akan memilih untuk
tetap tinggal, dan mempertahankan hubungannya dengan perusahaan/ organisasi. Hal
tersebut terjadi karena karyawan memiliki kebutuhan secara ekonomis. Karyawan
dengan komitmen berkelanjutan yang rendah dapat berdampak pada kurangnya
kinerja, kondisi tersebut dapat terjadi bila karyawan merasa hasil yang diterima
kurang sesuai dengan dirinya (Srimulyani, 2009). Komitmen berkelanjutan
merupakan keadaan karyawan yang memerlukan (need) untuk melakukan sesuatu
pada perusahaan (Allen dan Mayer,1990).
c. Komitmen normatif (normative commitment),
Aspek ini, berkaitan dengan keinginan untuk bertahan dengan organisasi
untuk alasan-alasan moral atau etis. Pada aspek ini, komitmen terbentuk dari
perasaan karyawan yang merasa berkewajiban atau keharusan karyawan untuk tetap
bertahan lebih dari orang lain (Greenberg dalam Kurniawan, 2015).
Karyawan yang berada pada aspek ini, akan mempertahankan hubungannya
dengan organisasi dan memberikan usaha-usaha secara maksimal guna kemajuan
dan tercapainya tujuan perusahaan. Hal tersebut terjadi karena karyawan yang
memiliki komitmen normatif merasa lebih bertanggung jawab untuk melakukan hal
tersebut dibandingkan orang lain. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh
Srimulyani (2009) yang mengungkapkan bahwa karyawan dengan komitmen
normatif yang tinggi memiliki rasa tanggung jawab pada pekerjaannya, rekan
kerjanya, ataupun pada manajemennya, hal tersebut terjadi karena karyawan
memiliki rasa kewajiban untuk membalas apa yang telah organisasi berikan kepada
dirinya, sehingga memberikan loyalitas yang tinggi pada perusahaan atau organisasi.
Selain aspek-aspek yang diungkapkan di atas terdapat pendapat yang senada,
Allen dan Mayer (2003) juga mengungkapkan 3 aspek komitmen kerja, antara lain:
a. Affective comitment
Pada aspek ini, merupakan aspek dasar dari komitmen kerja seorang individu,
karyawan/anggota ingin tetap bertahan atau tetap menjadi anggota, karena memiliki
ikatan emosional dan kesamaan tujuan dengan perusahaan. Pada aspek ini karyawan
sangat bergantung dengan kesesuaian nilai-nilai dan tujuan perusahaan dengan
prinsip dan nilai-nilai yang dianut oleh karyawan tersebut, apabila terjadi perubahan
terhadap tujuan-tujuan perusahaan akan berdampak langsung terhadap karyawan
tersebut. Hal itu dikarenakan karyawan akan kembali mencari kesesuaian antara
nilai-nilai perusahaan dengan prinsip-prinsip yang dianut olehnya, jika dalam hal ini
terdapat kesesuaian maka keinginan untuk tetap bertahan akan terjaga. Namun bila
dalam hal ini tidak terdapat kesesuaian, maka karyawan akan berpikir untuk mencari
alternatif pekerjaan lain. Komitmen afektif merupakan suatu kecenderungan untuk
terlibat dalam aktivitas organisasi yang dilakukan secara konsisten, dan merasa
investasi yang dikumpulkan akan hilang bila kegiatan atau aktivitas dalam
perusahaan dihentikan (Becker dalam Allen dan Meyer, 1990).
b. Continuance comitment
Aspek ini, muncul karena masalah ekonomis, hal tersebut dapat dilihat bila
seorang karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi untuk mendapatkan gaji atau
untuk memperoleh keuntungan-keuntungan lainnya, dan karyawan tidak dapat
menemukan alternatif pekerjaan lain. Tingkat continuance comitment dalam
perkembangannya sangat berhubungan dengan ketersediaan pilihan pekerjaan, yang
akan berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk meninggalkan perusahaan, hal
tersebut menandakan bahwa rendahnya tingkat Continuance comitment (Mayer, dan
Allen, 2003).
c. Normative comitment
Aspek ini, muncul karena kesadaran diri dari seorang karyawan, bahwa
pilihan untuk bertahan dan tetap menjadi anggota organisasi memang merupakan
suatu kewajiban yang harus dilakukan, bila karyawan tersebut memilih
meninggalkan perusahaan, maka pilihannya bertentangan dengan yang seharusnya
dan pendapat umum. Komitmen normatif dapat berkembang dari tekanan-tekanan
yang dirasakan oleh seorang karyawan, pada proses adaptasi dan sosialisasi ketika
karyawan tersebut dalam posisi sebagai karyawan baru (Wiener dalam Meyer dan
Allen, 1990).
Dari kedua paparan tentang aspek komitmen kerja di atas, terlihat adanya
kesamaan makna antar aspek dari masing-masing tokoh, dan saling terkait antara
aspek satu dengan aspek yang lainya. Pada kesimpulannya aspek dari komitmen
menurut kedua tokoh tersebut, yaitu komitmen afektif, komitmen normatif dan
komitmen berkelanjutan.
Pada penelitian ini, agar lebih spesifik peneliti akan mengambil aspek–aspek
komitmen kerja dari Robbins dan Judge (2008), yaitu; Komitmen afektif (affective
commitment), Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) Komitmen
normatif (normative commitment). Alasan peneliti mengambil aspek tersebut sebagai
aspek penelitian karena aspek –aspek yang diungkapkan Robbins dan Judge
merupakan aspek yang lebih baru dan merupakan pengembangan dari aspek aspek
sebelumnya.
