Teori Kepuasan Kerja


Rivai (2015: 620), menyebutkan secara umum terdapat 3 teori
mengenai kepuasan kerja, antara lain:
1) Teori Ketidaksesuaian (discrepancy theory)
Teori ketidaksesuaian mengukur kepuasan kerja karyawan dengan
menghitung selisih antara yang seharusnya diterima oleh karyawan
dengan kenyataannya. Apabila yang diperoleh karyawan melebihi
ekspektasinya, maka karyawan akan merasa lebih puas dalam
pekerjaannya sehingga terjadi discrepancy yang bersifat positif.
2) Teori Keadilan (equity theory)
Teori keadilan menyatakan bahwa seorang karyawan akan merasakan
kepuasan atau ketidakpuasan terhadap pekerjaannya berdasarkan pada
ada atau tidaknya perlakuan yang adil terhadap karyawan. Teori
keadilan menyatakan bahwa komponen utama keadilan terdiri atas
input, hasil, keadilan, dan ketidakadilan. Input yaitu faktor yang dapat
menunjang pekerjaan karyawan seperti tingkat pendidikan,
pengalaman kerja, keterampilan, jumlah tugas yang diberikan, serta
peralatan dan perlengkapan. Hasil adalah segala sesuatu yang oleh
karyawan dianggap memiliki nilai, seperti gaji, insentif, pangkat,
penghargaan, kesempatan untuk berhasil atau beraktualisasi diri.
Menurut teori keadilan, karyawan akan membandingkan rasio antara
input dengan hasil dengan karyawan lain. Apabila rasio input dengan
hasil berada di bawah rata-rata karyawan lain, maka karyawan
tersebut akan merasakan ketidakpuasan kerja.
3) Teori Dua Faktor (two factor theory)
Teori dua faktor membagi karakteristik pekerjaan menjadi dua
kelompok yakni satisifies dan dissatisfies. Satisfies adalah faktor-
faktor yang menimbulkan kepuasan kerja seperti jenis pekerjaan yang
dianggap menarik, penuh tantangan, adanya kesempatan untuk
promosi jabatan, dan lain-lain. Apabila faktor-faktor tersebut tidak
terpenuhi, maka akan menyebabkan ketidakpuasan atau dissatisfies.
Faktor yang memicu dissatisfies antara lain gaji, upah, pengawasan,
dan hubungan