Konsep diri tidak terbentuk secara kebetulan tetapi melalui proses interaksi dengan orang lain. Setelah orang lain memberikan tanggapan atau respon kepada diri individu tersebut, maka individu akan memberikan penilaian kepada dirinya apakah ia termasuk individu yang diterima atau tidak dalam lingkungannya. Konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.
a. Orang tua
Konsep diri mula-mula terbentuk dalam lingkungan keluarga. Kepercayaan dasar seorang bayi akan terbentuk melalui perlakuan orang tuanya dalam memenuhi berbagai kebutuhannya. Menurut Cony R. Semiawan (1998: 169) “seorang bayi yang kelahirannya tidak diharapkan oleh orang tuanya dan diperlakukan secara tidak wajar akan menumbuhkan sikap tidak percaya diri”. Kemudian pada saat dewasa rasa ketidakpercayaan pada orang lain akan lebih besar, maka akan menjadi frustasi, menarik diri, dan penuh curiga pada lingkungannya. Calhoun & Acocella (1990: 77) mengatakan bahwa “berdasarkan penelitian yang ditemukan pada orang dewasa bahwa orang menilai diri sendiri seperti ketika di miliki oleh orang tuanya”. Dengan demikian, orang tua adalah kontak sosial yang paling awal dan paling kuat yang mempengaruhi konsep diri indiviidu.
b. Teman sebaya
Menurut Desmita (2006: 187). “Interaksi dengan teman sebaya dapat mengembangkan konsep diri anak”. Interaksi tersebut akan mendatangkan umpan balik kepada anak apakah dia di terima dalam kelompok sebayanya atau tidak. Menurut Calhoun & Acocella (1990: 78), “apabila tidak ada penerimaan dari teman sebayanya, hal itu dapat mengganggu konsep diri anak”. Misalnya dikenal ada anak yang disenangi temannya dan ada anak yang kurang disenangi temannya. Dengan interaksi tersebut, anak-anak akan menilai dirinya apakah termasuk anak yang disenangi atau tidak disenangi.
c. Guru
“Interaksi dengan guru dan teman di sekolah memberikan peluang bagi anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif, ketrampilan, dan pengetahuan tentang dunia serta mengembangkan konsep dirinya” (Desmita, 2006: 187). Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penggunaan waktu anak sekolah dasar dihabiskan di sekolah untuk berinteraksi dengan guru dan teman-temannya. Interaksi tersebut menghasilkan pengalaman-pengalaman baik itu keberhasilan maupun kegagalan. “Pengalaman kegagalan atau keberhasilan siswa pada tahun pertama di sekolah dasar, lebih ditentukan oleh interaksinya dengan guru daripada prestasi akademisnya” (Stipek dalam Desmita, 2006: 188). Selama mereka memiliki teman dan guru yang memberikan motivasi, mereka akan merasa senang dan berhasil di sekolah. Untuk itulah guru sebaiknya memberikan penguatan yang positif kepada siswa apabila siswa mengalami kegagalan dan memberikan dukungan apabila anak memperoleh keberhasilan dalam bidang akademik maupun non akademiknya.
d. Pengalaman yang pernah dialami.
Pengalaman yang pernah dialami terutama pengalaman yang berhubungan dengan diri sendiri, seperti perasaan positif dan perasaan berharga akan berdampak positif pada konsep diri seseorang. Studi dari Meichanbeum dalam Slameto (2006:184) mengatakan bahwa “bila siswa dibantu menyatakan halhal positif mengenai dirinya dan diberi penguatan, maka hal itu akan menghasilkan konsep diri yang positif”. Slameto (2003:183) juga berpendapat bahwa “keberhasilan dan kegagalan mempengaruhi diri seseorang”. Bila seseorang mengalami keberhasilan secara teratur, maka kegagalan akan memacu seseorang untuk menjadi lebih giat. Sedangkan kegagalan yang dialami berulang kali, kemungkinan apabila terjadi kegagalan yang baru akan mengurangi motivasinya untuk mencapai tujuan.
Untuk menghindari kegagalan atau ketakutan pada diri siswa, biasanya siswa memakai cara-cara sebagai berikut.
1) Menghindari penilaian diri sendiri, sehingga tidak mengetahui kesahalannya.
2) Membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki kemampuan yang lebih rendah.
3) Hanya memilih tugas-tugas yang sangat muda.
4) Menghindari partisipasi yang dapat menyebabkan kegagalan.
5) Menolak tanggungjawab untuk kegagalan yang terjadi (Slameto, 2006: 183)
Untuk itu guru harus memotivasi siswa agar tidak terjebak dalam perasaan gagal atau mengingat kegagalan di masa lalu. Guru harus mendorong siswa memikirkan hal-hal positif tentang dirinya agar cita-cita yang dahulu pernah diinginkan dapat diperjuangkan.
e. Aktualisasi diri.
Fitts (dalam Hendrianti Agustiani, 2006: 139) berpendapat bahwa “aktualisasi diri berupa implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya”. Potensi diri yang dikembangkan lebih optimal akan mempengaruhi penilaian diri seseorang daripada potensi yang tidak dikembangkan. Seorang siswa yang mengaktualisasikan bakatnya akan membentuk penilaian positif tentang dirinya bahwa dia memiliki kemampuan dalam bidang tertentu