Pada penelitian ini menggunakan faktor psikologis investor sebagai tolak ukur untuk menggunakan variabel, sebagai berikut :
a. Overconfidence
Overconfidence yang telah dikemukakan oleh Nofsinger (2014:11) adalah orang yang terlalu percaya diri yang menyebabkan seseorang terlalu mendewakan dan melebih-lebihkan ilmu pengetahuan mereka, mengabaikan risiko dan selalu membesar-besarkan kemampuannya. Sedangkan Overconfidence menurut Sri Utamy Ady (2013:150) bahwa investor cenderung Overconfidence terhadap kemampuan investasi, khususnya investor yang melakukan prediksi investasi terlalu sederhana, tipe Overconfidence ini disebut prediction Overconfidence. Dan investor juga akan selalu melakukan penyesuaian dengan terlalu yakin dan hal ini disebut Certainty Overconfidence. Jadi overconfidence adalah sifat terlalu percaya diri atas kemampuannya dalam menganalisis saham atas informasi yang didapatkannya dan terlalu mengabaikan pendapat orang lain, bahwa orang yang memiliki sifat overconfidence ini sangat percaya diri terhadap kemampuannya namun sifat terlalu percaya diri ini yang menyebabkan investor mengalami kerugian bukan keuntungan. Hal-hal yang melandasi seseorang memiliki sifat overconfidence dalam berinvestasi adalah karena mereka menyakini bahwa segala informasi yang didapatkannya yakni dalam kemampuan menganalisi saham adalah suatu kekuatan yang sangat kuat bagi investor sehingga ia mengabaikan risiko yang didapat/yang akan dialami. Berinvestasi merupakan suatu proses yang sulit karena perlu mengumpulkan sebuah informasi, analisis informasi, dan pengambilan keputusan berdasarkan informasi tersebut. Akan tetapi jika sifat terlalu percaya diri ini yang menyebabkan kita akan salah menafsirkan dari keakrutan informasi dan sekali lagi selalu melebih-lebihkan kemampuan kita dalam menganalisis saham. Hal inilah yang merupakan salah satu faktor dampak dari berinvestasi menjadi buruk dan seringkali pada kenyataan atau praktiknya menjadikan seorang investor terlalu memperdagangkan secara berlebihan dan terlalu banyak mengambil risiko serta akan mendapatkan kerugian dari portofolio.
Contoh dari faktor Overconfidence menurut Sri Utamy Ady (2013:63) ini adalah 1. seseorang/perilaku investor yang melakukan tindakan berinvestasi karena terlalu percaya kepada pendapatnya/ilmunya sendiri dan seringkali melakukan transaksi yang salah, 2. Trader yang sering melakukan transaksi secara berlebihan karena faktor Overconfidence dan keinginan dari seorang trader tersebut ingin cepat mendapatkan keuntungan sehingga mengabaikan resiko-resiko yang merugikan dirinya sendiri.
b. Social Interaction
Social Interaction yang telah dikemukakan oleh Nofsinger (2014:75) adalah interaksi sosial yang biasa dilakukan di pasar modal 36 yang erat kaitannya dengan transaksi di pasar modal baik dari pertukaran informasi, opini yang bisa jadi dapat mempengaruhi investor dalam memutuskan bertransaksi di Pasar Modal. Sedangkan Social Interaction menurut Sri Utamy Ady (2013:60) adalah perilaku investor dimana investor melakukan pembelian dan penjualan saham hanya mengikuti investor lain tanpa melakukan analisis. Jadi dari tulisan diatas bahwa investor di pasar modal tentu saling berinteraksi satu sama lain, interaksi sosial dengan pelaku pasar ini juga berkaitan pada transaksi di pasar yang dapat mempengaruhi keputusan individu dalam melakukan transaksi. Interaksi antar individu atau kelompok akan mempengaruhi investor dalam keputusan bertransaksi individu terhadap instrumen aset yang digunakan untuk berinvestasi. Dan sekarang tidak bisa dipungkiri terdapat banyak group bagi investor untuk mendapatkan informasi baik dari lembaga seperti OJK yang menaungi para investor pemula dan sudah berpengalaman untuk berbagai informasi, selain itu terdapat banyak media sosial untuk menunjang berbagai informasi untuk saham. Investor yang termasuk dalam kategori social interaction yang dapat memilih ataupun mengubah keputusan investasi berdasarkan percakapan ataupun saran yang diberikan oleh sesama investor ataupun pelaku dalam berinvestasi. Menurut teori, interaksi social dan lingkungan mampu mempengaruhi orang lain dalam melakukan pengambilan keputusan investasi. Jadi semakin banyak melakukan berinteraksi dengan orang lain maka semakin besar juga dalam toleransi investor terhadap resiko. Contoh investor yang memiliki faktor Sosial Interaction menurut Sri Utamy Ady (2013:60) ialah: perilaku investor yang dalam membeli dan menjual saham hanya berdasarkan sifat mengikuti dari pendapat investor lain dan biasanya seorang investor tersebut tidak melakukan analisis sendiri.
c. Emotion
Emotion menurut Nofsinger (2014:86) adalah sifat yang terus berkaitan dengan badmood atau goodmood dari seorang investor yang dapat mempengaruhi keputusan investor. Karena faktor emosi ini memiliki faktor ketidakpastian yang tinggi bagi seorang investor sehingga sifat ini merupakan salah satu faktor terpenting dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Sedangkan Emotion menurut Sri Utamy Ady (2013:157) adalah emosi yang dialami oleh investor pada pengambilan keputusan berinvestasi. Jadi dari tulisan diatas dapat disimpulkan bahwa Emotion adalah bagian yang penting dalam proses pengambilan keputusan yang mempunyai tingkat ketidakpastian yang tinggi, pada faktor berkaitan erat dengan keadaan sedang buruk (badmood) maupun keadaan sedang baik (googmood) pada seorang investor. Emotion dapat mempengaruhi keputusan berinvestasi, karena semakin banyak kompleks dan adanya suatu situasi yang tidak pasti, tentunya emosi dapat mempengaruhi investor dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Saat investor mengalami keadaan sedang baik (goodmood), maka dapat mengambil keputusan dengan baik dan benar, akan tetapi ketika seorang investor merasakan keadaan sedang buruk (badmood) maka investor cenderung akan kurang tepat dalam mengambil suatu keputusan yang baik dan benar. Contoh dari seorang investor yag memiliki faktor Emotion menurut Sri Utamy Ady (2013:78) adalah :
1) kecerendungan investor yang berinvestasi di pasar modal yang mengalami ketakutan pada saat rugi (harga saham turun) dan menjadi sangat rakus jika memperoleh keuntungan (harga saham naik). 2) Emosi terjadi ketika investor menghadapi suatu peristiwa yang drastik dimana tidak bisa diperkirakan sebelumnya, sehingga hal tersebut menyebakan investor panik dan overreaction untuk secepatnya melepas saham.
3) Pada saat tidak mood seperti dipengaruhi oleh kondisi tubuh, faktor keluarga, atau keadaan setelah menerima kerugian yang besar, banyak investor tidak melakukan transaksi di pasar modal.