Persepsi Anak Terhadap Kekerasan (skripsi dan tesis)

Persepsi anak terhadap kekerasan adalah proses pemaknaan stimulus yang di tangkap anak lewat inderanya (melihat, mendengar, merasakan kekerasan yang dilakukan orang-orang yang seharusnya menyayangi nya). Proses pemaknaan inilah yang menjadi dasar perilaku anak. (Lating, A. D, 2007) Skala persepsi anak terhadap kekerasan ini dikembangkan berdasarkan aspek-aspek dibawah ini :

a. Kekerasan merupakan pewarisan kekerasan antar generasi (intergenerational transmission of violance). Menurut Gelles (Huraerah, 2007), pewarisan kekerasan antar generasi adalah perilaku kekerasan dipelajari seorang anak dari orangtuanya kemudian mengembangkannya ketika dewasa/ menjadi orangtua nantinya. Orangtua dulunya menjadi patuh, disiplin dan berhasil karena di perlakukan keras oleh orangtua mereka masing-masing, sehingga mereka meyakini bahwa cara pendidikan yang mereka terima dahulu adalah cara yang efektif untuk menghasilkan generasi yang unggul.

b. Kekerasan fisik Menurut Tampubulon, et al (2003) kekerasan fisik adalah semua tindakan yang mengakibatkan luka fisik pada anak. Kekerasan fisik itu meliputi menampar, menjewer, mencubit, memukul dengan dahan pohon, dengan tongkat, cambuk atau benda keras lainnya, melempar dengan benda keras, mendorong, menendang, membenturkan anak ke dinding, mengikat anak di pohon, push up, jalan dengan lutut dan dijemur.

c. Kekerasan emosional Kekerasan emosional adalah semua tindakan yang berpengaruh buruk terhadap perkembangan emosi dan sosial anak.

Menurut Banton (2004) kekerasan emosional seperti memarahi, menghardik, memaki, mengatai anak sebagai anak yang tidak berguna, tidak dicintai, bodoh dan selalu mengecewakan orangtua; dan Vaughan (1996) menambahkannya yaitu membicarakan kegagalan anak terus menerus dan menghinanya. d. Kekerasan seksual Kekerasan seksual adalah semua tindakan yang memaksa atau merayu anak untuk mengambil bagian dalam aktivitas seksual, baik itu yang disadari atau tidak. Menurut Lawson (Huraerah, 2007) kekerasan seksual meliputi kontak fisik, penetrasi/ tidak penetrasi, memegang bagian tubuh yang tidak boleh disentuh, serta aktivitas bukan kontak fisik seperti mengajak anak menonton adegan porno, memperlihatkan gambar-gambar porno, menganjurkan anak untuk berperilaku yang tidak pantas seperti exhibitionism, mengajak anak berbicara porno, tindakan yang menyebabkan anak masuk dalam tujuan prostitusi atau menggunakan anak sebagai model foto porno