Garvin dalam Nasution (2015:5) mengidentifikasi adanya lima alternatif presfektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
a. Transcendental Approach
Menurut pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam seni musik, drama, seni tari dan seni rupa. Fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas karena sulitnya mendisain produk secara tepat yang mengakibatkan implementasinya sulit.
b. Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, dan prefensi individual.
c. User-based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang menggunakannya, dan produk yang paling memuaskan prefensi seseorrang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
d. Manufactiring-based Approach
Presfektif ini bersifat dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan permanufakturan serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal.
e. Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Degan mempertimbangkan trade-off antara kinerja produk dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam presfektif ini bersifat relative, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentuproduk yang paling bernilai. Akan tetapi, yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli