Pengertian Perbuatan Melawan Hukum (skripsi dan tesis)

Hoge Raad di tahun 1919 masih mengartikan perbuatan melawan hukum secara sempit, yaitu setiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul dikarenakan undang-undang atau setiap perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang timbul karena undang-undang. Kemudian pengertian tersebut menjadi semakin meluas semenjak keluarnya putusan Hoge Raad tanggal 31 Juni 1919 dalam perkara Lindebaum melawan Cohen, yang pada saat itu juga Hoge Raad memberi pertimbangan bahwa “dengan perbuatan melawan hukum (onrecht matighedaad) diartikan suatu perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan baik dengan kesusilaan, baik pergaulan hidup dengan orang lain atau benda, sedang barang siapa karena salahnya sebagai akibat dari perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain, berkewajiban membayar ganti kerugian.”[1]

Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)  diatur dalam Pasal 1365 s/d Pasal 1380 KUH Perdata. Gugatan perbuatan melawan hukum didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: “setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Menurut Munir Fuady, perbuatan melawan hukum adalah sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku bahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.[2]

Menurut R Wirjono Prodjodikoro, perbuatan melawan hukum diartikan sebagai perbuatan melanggar hukum ialah bahwa perbuatan itu mengakibatkan keguncangan dalam neraca keseimbangan dari masyarakat yang secara luas meliputi juga suatu hubungan yang bertentangan dengan kesusilaan atau dengan yang dianggap pantas dalam pergaulan hidup masyarakat.[3]