Penilaian beban kerja berdasarkan denyut nadi (skripsi dan tesis)

Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk
menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992). Selain metode 10 denyut tersebut, dapat juga dilakukan penghitungan denyut nadi dengan metode 15 detik atau 30 detik. Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyai beberapa keuntungan. Selain mudah, cepat, sangkil, dan murah juga tidak diperlukan peralatan yang mahal serta hasilnya cukup riliabel. Disamping itu tidak terlalu mengganggu proses kerja dan tidak menyakiti orang yang diperiksa. Kepekaan denyut nadi terhadap perubahan pembebanan yang
diterima tubuh cukup tinggi. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika maupun kimiawi (Kurniawan, 1995).
Grandjean (1993) juga menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri tidak
cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. Beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah kJ (kilo Joulle) yang dikonsumsi, tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima serta tekanan panas dari lingkungan kerjanya yang dapat meningkatkan denyut nadi. Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung indek beban kerja. Astrand dan Rodahl (1977); Rodahl (1989) menyatakan bahwa denyut nadi mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu kerja. Dan salah satu cara yang sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah dengan merasakan pada arteri radialis di pergelangan tangan. Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yang didefinisikan oleh Grandjean (1993) :
a. Denyut nadi istirahat: adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan
dimulai.
b. Denyut nadi kerja: adalah rerata denyut nadi selama bekerja.
c. Nadi kerja: adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi
kerja.
Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting didalam
peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum tersebut oleh Rodahl (1989) didefinisikan sebagai heart rate reserve (HR reserve).
Lebih lanjut, Manuaba dan Vanwonterghem (1996) menentukan klasifikasi
beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load)
Denyut nadi maksimum untuk laki-laki dinyatakan dengan 220 dikurangi
umur dan untuk wanita dinyatakan dengan 200 dikurangi umur. Dari hasil
perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah
ditetapkan sebagai berikut :
<30% = Tidak terjadi kelelahan
30 s.d. <60% = Diperlukan perbaikan
60 s.d. <80% = Kerja dalam waktu singkat
80 s.d. <100% = Diperlukan tindakan segera
>100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas
Selain cara-cara tersebut diatas, Kilbon (1992) mengusulkan bahwa
cardiovasculair strain dapat diestimasi dengan menggunakan denyut nadi pemulihan (heart rate recovery) atau dikenal dengan metode ’Brouha’. Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali tidak mengganggu atau menghentikan pekerjaan, karena pengukuran dilakukan tepat setelah subjek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, kedua dan ketiga. P1, P2, P3 adalah rerata dari ketiga nilai tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jika P1 – P2 ≥ 10, atau P1, P2 dan P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan
normal.
b. Jika rerata P1 yang tercatat ≤ 110, dan P1 – P3 ≥ 10, maka beban kerja
tidak berlebihan (not excessive).
c. Jika P1 – P2 < 10 dan jika P3 > 90, perlu redesain pekerjaan.
Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut nadi pada
ketergantungan pekerjaan (the interruption of work), tingkat kebugaran (individual fitness) dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi pemulihan tidak segera tercapai, maka diperlukan redesain pekerjaan untuk mengurangi tekanan fisik. Redesain tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun variabel keseluruhan dari variabel bebas (tasks, organisasi dan lingkungan kerja) yang menyebabkan beban kerja tambahan.