Banyak indakator yang dapat mengukur variabel makro dan indikator yang lazim digunakan untuk mem-prediksi fluktuasi harga dan return saham dimasa mendatang adalah variabel moneter yang dikendalikan oleh kebijakan moneter melalui mekanisme transmisi pasar keuangan (Bank Indonesia, 2004). Variabel-variabel antara lain tingkat bunga, laju inflasi, dan kurs valuta asing. Arbitrage Pricing Theory mengemukakan bahwa return saham dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko. Salah satu resiko yang mempengaruhi perubahan pada return saham adalah perubahan tingkat inflasi yang tidak diantisipasi sebelumnya (unanticipated inflation). Kenaikan laju inflasi yang tidak antisipasi tersebut akan meningkatkan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi akan menurun. Selain itu kenaikan harga faktor produksi juga akan meningkatkan biaya modal perusahaan. Sehingga pengaruh dari kenaikan laju inflasi yang tidak antispasi tersebut akan menurunkan harga saham (Berry, 1998). Dornbusch dan Fisher (1980) berpendapat bahwa ada hubungan antara current account saat ini dan perilaku nilai tukar. hal ini diasumsikan bahwa nilai tukar ditentukan oleh current account dan tradebalance performance.
Perubahan dalam kurs mempengaruhi daya saing internasional dan neraca perdagangan, dengan demikian mem-pengaruhi variabel ekonomi riil seperti pendapatan riil dan output. Artinya, model pasar uang menunjukkan bahwa perubahan dalam nilai tukar mempengaruhi daya saing perusahaan, yang pada gilirannya mempengaruhi laba perusahaan dan biaya yang mem-pengaruhi harga sahamnya. Sedangkan dalam teori, saham harus netral inflasi, dan kenaikan inflasi seharusnya tidak berdampak pada penilaian saham. Selain inflasi indikator moneter lain yang menunjukkan bahwa dapat mempengaruhi return saham adalah kurs valuta asing sebagai cerminan fluktuasi pasar valuta asing.
Pengaruh variabel ini dapat dijelaskan melalui mekanisme term of trade. Geske and Roll (1983) men jelaskan bahwa depresiasi mata uang domestik akan meningkatkan volume ekspor. Bila permintaan pasar internasional cukup elastis, hal ini akan meningkatkan cash flow perusahaan domestik, kemudian meningkatkan harga saham ini berarti meningkatnya harga saham dapat meningkatkan return saham. Dalam literatur, antara tingkat bunga dan harga saham berhubungan negatif dengan beberapa alasan. Dalam proses penilaian ekuitas, pada pertama tingkat diskonto yang ditentukan. Tingkat diskonto yang dipilih mencerminkan nilai waktu uang dan keberisikoan saham. Risk free rate merupakan nilai waktu dari uang. Sebuah premi risiko merupakan kompensasi untuk risiko, diukur relatif terhadap risk free rate. Pemilihan tingkat diskonto oleh investor sebagai tingkat pengembalian (Stowe et al. 2007 : 47).