Risiko adalah sesuatu hal yang harus ditanggung oleh para investor, yang diakibatkan oleh banyak hal yang terjadi di lapangan, dan biasanya akan mempengaruhi perbedaan anatara hasil return yang diharapkan degan hasil return yang didapatkan dari suatu investasi yang dijalankan. Atau dengan kata lain risiko adalah peluang hasil investasi berbeda dengan yang diharapkan. Risiko menurut Reilly dan Brown (2000) menunjukkan adanya perbedaan dalam menentukan tingkat return yang diharapkan akibat adanya ketidakpastian yang terjadi dalam pasar. Riyanto (1995) menerangkan risiko adalah seberapa jauh hasil yang diperoleh menyimpang dari hasil yang diharapkan. Jones (2000) mengkalsifikasikan resiko menjadi dua golongan yang terbagi atas :
1. Risiko Sistematis (Systematic Risk)
Jenis risiko yang satu ini harus dihadapai dan tidak dapat dihindari oleh para investor. Risiko sistematis sendiri teridiri dari risiko tingkat bunga, risiko politik, risiko inflasi, risiko nilai tukar, risiko pasar.
a. Risiko Tingkat Bunga
Risiko yang diakibatkan adanya perubahan suku bunga yang mengakibatkan perubahan return dalam investasi. Di mana ada kecenderungan jika bunga meningkat melebihi return investasi, para investor akan lebih memilih untuk menyalurkan modal dan asetnya pada sektor tabungan. Sejalan dengan fenomena ini, maka biasanya nilai investasi, return investasi, dan harga saham pun akan menurun.
b. Resiko Politik
Kebijakan dan peraturan yang diterapkan dalam suatu negara menjadi pemicu munculnya risiko ini. Risiko ini juga diakibatkan oleh adanya kondisi politik yang sedang berkembang dalam suatu negara. Sebagai contoh pemerintahan Presiden Jokowi mencanangkan kebijakan tentang pembuatan dan perbaikan infrastruktur di Indonesia, sehubungan dengan hal ini, meningkatkan hasrat para investor untuk memiliki saham perusahan-perusahaan infrastruktur yang ada di Indonesia dan menjadikan nilai, prospek serta harga saham perusahaan infrastuktur di Indonesia meningkat.
c. Risiko Inflasi
Inflasi diartikan sebagi keadaan di mana harga-harga secara umum meningkat secara terus menerus (continue). Dengan kata lain inflasi menunjukkan penurunan nilai mata uang secara terus menerus. Jika inflasi meningkat maka nilai uang yang dimiliki semakin menyusut, hal ini juga disertai dengan penurunan daya beli, baik untuk keperluan konsumsi maupun investasi.
d. Risiko Nilai Tukar
Fluktuasi nilai tukar mata uang domestik terhadap nilai mata uang asing (negara lain) yang menjadi pemicu munculnya risiko ini. Nilai tukar memiliki peran yang penting bagi suatu perusahaan yang khusunya bagi perusahaan yang aktivitas operasinya dipengaruhi oleh mata uang asing. Jika mata uang dolar menguat terhadap rupiah maka akan berdampak berkurangnya pendapatan maupun keuntungan bagi perusahaan eksport-import. Hal ini akan mengakibatkan turunnya prospek usaha pada bidang eksport-import yang juga akan mengurangi minat investor untuk berinvestasi pada sektor eksport-import.
e. Risiko Pasar
Keadaan pasar yang berfluktuatif secara aktif menyebabkan timbulnya resiko ini, yang dampaknya akan mempengaruhi indeks pasar saham secara menyeluruh.
2. Risiko tidak sistematis (Unsystematic Risk)
Risiko tidak sistematis adalah resiko yang melekat dalam saham tertentu, dapat dihilangkan dengan mendiversifikasinya ke dalam portofolio saham. Risiko tidak sistematis terbagi ke dalam risiko bisnis, risiko likuiditas, risiko financial. Beta adalah salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur resiko dari suatu investasi. Sedangkan beta saham adalah salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur resiko sistematis dari suatu saham maupun dari portofolio saham relatif terhadap resiko pasar. Selain itu beta juga dapat digunakan sebagai tolok ukur dari volatilitas return saham maupun portofolio saham terhadap return pasar. Di mana volatilitas menunjukkan fluktuasi return saham maupun portofolio saham dalam periode tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, tingkat resiko sistematis juga tergambarkan pada tingkat fluktuasi return suatu saham maupun portofolio saham. Di mana semakin besar fluktuasi return saham terhadap return pasar, maka resiko sistematisnya akan lebih besar. Sebaliknya semakin kecil return saham berfluktuasi terhadap return pasar, maka resiko sistematisnya semakin kecil.
Husnan (2001) berpendapat bahwa penilaian beta (β) dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yang terdiri dari :
a. (β) < 1 menjadikan keuntungan saham z lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan pasar. Berkebalikan dengan saham yang memiliki (β) di atas satu, saham dengan tipe ini memiliki risiko sistematis yang lebih kecil dibandingkan dengan risiko pasar. Saham ini sering disebut sebagai saham defensif (defensive stock).
b. (β) = 1 menandakan bahwa perubahan keuntungan saham y berubah secara proporsional dengan keuntungan pasar. Hal ini menunjukkan bahwa risiko sistematis saham y sebanding dengan risiko sistematis pasar.
c. (β) > 1 yang menunjukkan bahwa saham x memiliki kepekaan tingkat keuntungan terhadap perubahan-perubahan pasar yang tinggi. Tingkat keuntungan saham x lebih besar dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham di pasar. Selain itu juga menandakan tingkat turunnya nilai saham x lebih besar dibandingkan dengan tingkat penurunan di pasar. Ini juga memberi pertanda bahwa risiko sistematis saham x lebih besar dibandingkan dengan risiko pasar, saham yang berciri-ciri demikian lah yang biasa disebut saham agresif (aggressive stock).