Berk (2006) mengungkapkan bahwa masa adolescentia merupakan proses transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yang diawali dengan tanda-tanda pubertas. Pendapat ini diperkuat oleh Santrock (2006) yang menyatakan bahwa dalam memandang dampak masa pubertas, dunia seorang remaja meliputi perubahan fisik, kognitif serta perubahan sosial.
Perkembangan fisik remaja ditandai dengan terjadinya perubahan secara biologis yang ditandai dengan kematangan organ seks primer maupun sekunder yang dipengaruhi oleh kematangan hormon seksual (Dariyo, 2004). Pada remaja putra ditandai dengan berkembangnya testes dan scrotum, diikuti dengan pertumbuhan organ-organ seks primer dan sekunder lainnya. Perubahan fisik pada remaja putri meliputi pertumbuhan payudara, pertumbuhan bulu kemaluan, pertumbuhan badan, menarche, tumbuhnya bulu ketiak Papalia, Olds, Felman, 2005.
Kemampuan kognitif remaja berkembang pada saat remaja tersebut mampu untuk mengembangkan hipotesa pemikirannya dalam memecahkan masalah dan menarik kesimpulan dalam menentukan pemecahan masalahnya (Santrock, 2002). Perkembangan sosial terjadi saat remaja berupaya mencari dan membentuk persahabatan dengan kelompok sebayanya.
Para ahli perkembangan berpendapat bahwa dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja antara lain remaja awal (early adolescene), remaja madya (middle adolescene) dan remaja akhir (late adolescene). Menurut Berk (2006), late adolescene terjadi pada pada usia 16 sampai 18 tahun. Usia ini merupakan masa dimana remaja tersebut sepenuhnya mencapai penampilan orang dewasa dan mengharapkan penerimaan akan peranannya sebagai orang dewasa.
Blos (dalam Sarwono, 1989) menyatakan bahwa late adolescene merupakan masa konsolidasi remaja menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal. Pertama, minat yang makin kuat terhadap fungsi-fungsi intelektual. Kedua, ego untuk mencari kesempatan dan bersatu dengan orang lain dalam mewujudkan pengalaman-pengalaman baru. Ketiga, terbentuk identitas seksual. Keempat, egosentrisme (berpusat pada diri sendiri) yang diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. Kelima, tumbuhnya batasan yang memisahkan diri sendiri dan masyarakat umum.
Perilaku seksual muncul sebagai hasil kematangan seksual pada remaja sehingga memunculkan minat seksual dan keingintahuan remaja terhadap seks. Seksualitas tidak diakui sebagai sesuatu yang alamiah dan hanya sah dibicarakan dalam lembaga perkawinan, seiring derasnya informasi dan perkembangan gaya hidup yang sangat mempengaruhi perkembangan seksualitas remaja yang sedang bergejolak (Iriany, 2005).
Remaja akhir merasa dirinya telah dewasa secara fisik dan mengharapkan adanya pengakuan atau penerimaan dari orang lain akan peranan dan tugas sebagai seorang dewasa (Berk, 2006). Remaja ingin diberi kebebasan tetapi masih bergantung pada orang tua dan ingin dianggap dewasa sementara masih bergantung pada orang tua (Sarwono, 1989). Kondisi inilah yang menimbulkan adanya ketegangan dan kebingungan peran sosial yang tiba-tiba berubah pada diri remaja sehingga remaja cenderung untuk melakukan perilaku seksual yang tidak semestinya (Mu’tadin, 2002)