Terminologi wanprestatie merupakan istilah yang diangkat dari bahasa Belanda yang artinya adalah prestasi buruk. Wanprestasi merupakan istilah yang sangat bertolak belakang dengan adanya kesepakatan dalam sebuah perjanjian. Ketika ada hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan perjanjian maka ada kemungkinan bahwa salah satu dari para pihak tidak dapat melaksanakan perjanjian tersebut, maka peristiwa ini disebut dengan wanprestasi (ingkar janji).
Akibat hukum atas adanya wanprestasi ini, menurut Yahya Harahap maka pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut atas pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau meminta sejumlah ganti rugi. Bahkan wujud ganti rugi di sini bisa melampaui biaya sesungguhnya yang telah dikeluarkan. Hal ini biasanya didasarkan pada hilangnya keuntungan yang sudah diprediksi oleh kreditur (pihak yang dirugikan) apabila prestasi itu ditepati.
Namun permohonan ganti rugi atas suatu wanprestasi tidak serta merta dapat diajukan begitu saja. Hal ini untuk menghindari adanya celah yang dilakukan oleh debitur untuk menghindari gugatan semacam ini, sehingga ada baiknya apabila kreditur membuat suatu pernyataan lalai[1] secara tertulis dan bila perlu melalui suatu peringatan resmi yang dibuat oleh juru sita pengadilan.[2]
Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam suatu perjanjian, yaitu:
- Karena kesalahan pihak debitur, baik karena kesengajaan ataupun kelalaian.
- Karena keadaan memaksa, di luar kemampuan debitur (overmacht)[3]
Sedangkan menurut J. Satrio, ia membedakan ada tiga kemungkinan dalam hal terjadinya suatu wanprestasi, yaitu[4]:
- Debitur sama sekali tidak berprestasi;
- Debitur keliru berprestasi;
- Debitur terlambat berprestasi
Namun bagaimana dasar atas penentuan bahwa debitur itu melakukan ingkar janji. Menurut Subekti, menjelaskan bahwa seseorang dikatakan wanprestasi apabila memenuhi keadaan-keadaan sebagai berikut[5]:
- Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukannya (tidak memenuhi kewajibannya)
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
- Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat (terlambat memenuhi kewajibannya)
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh melakukannya (memenuhi tetapi tidak seperti yang diperjanjikan).”
Wanprestasi ini ada kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa tidak terlaksananya prestasi sebagaimana yang diperjanjikan adalah di luar kesalahannya, jadi wanprestasi itu terjadi karena debitur mempunyai kesalahan.[6]
Akibat hukum atas terjadinya suatu wanprestasi adalah batalnya suatu perjanjian. Namun tidak serta merta perjanjian itu batal begitu saja, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan, kemungkinan pilihan itu adalah sebagai berikut[7]:
- Pemenuhan perjanjian;
- Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;
- Ganti rugi saja;
- Pembatalan perjanjian;
- Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi.
Tuntutan seperti itu tidak lain bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah dari pihak-pihak yang tidak memiliki itikad baik. Terkait siapa yang dilindungi dalam tuntutan semacam ini semuanya tergantung pada bagaimana sudut pandang peran dari subjek hukum tersebut. Karena dalam suatu perjanjian adakalanya ia berperan sebagai kreditur namun dilain sisi ia juga berperan sebagai debitur.