Visi merupakan mental model masa depan, cara pandang ke depan kemana
instansi pemerintah harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif, dan inovatif
(Soeprapto, 2003). Menurut Soejodibroto (2003) keberadaan satu visi harus secara nyata mampu memberikan fokus perhatian pembangunan sedemikian rupa agar seluruh daya, dana dan perhatian dapat dikonsentrasikan untuk berupaya merealisasikan harapan yang tergambar dalam visi. Soerjodibroto (2003) memberikan satu kriteria visi sebagai SMART, dimana pengertiannya adalah:
- Specific, input yang ada diharapkan menjadikannya berbeda dengan kota lain yang selanjutnya diharapkan dengan perbedaan tersebut akan memberi daya tarik (meningkatkan nilai jual) bagi pihak lain;
- Measureable,dapat terukur atau setidaknya dirasakan, sehingga bukan sepenuhnya berupa khayalan;
- Achieveable, dapat terjangkau setidak-tidaknya memberi makna bahwa dalam menyusun visi perlu melihat kapasitas atau potensi riil atau yang mungkin dapat diciptakan;
- Rational, dalam pengertian tidak terlalu muluk-muluk, erat kaitannya dengan analisis pada butir-butir di atasnya; dan
- Timebound, mengandung makna adanya batas waktu (bukan tak terhingga).
Bryson (dalam Djunaedi, 2007) membedakan misi dan visi, menurutnya misi menjelaskan maksud (purpose) organisasi dan mengapa (why) perlu melakukan yang dikerjakan saat ini; sedangkan visi menjelaskan seperti apa (what) organisasi tersebut akan menjadi (di masa depan) dan bagaimana (how) organisasi tersebut akan berprilaku (behave) ketika misinya tercapai. Menurut Merson dan Qualls (dalam Djunaedi, 2007) dalam kerangka perundangan yang berlaku, suatu lembaga sebaiknya menyatakan misinya dalam ungkapan yang luas dan umum.