GAMBARAN UMUM DESA PAMPANG KAPANEWON PALIYAN

 

 

  • Sejarah Singkat Desa Pampang

Desa Pampang adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Paliyan Kabupaten Gunungkidul dan termasuk dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah 371 Ha. Desa Pampang sangat dikenal dengan sebutan Kampung Perak karena ada banyak sekali pengrajin perak yang bermukim di desa tersebut dan memproduksi perak dengan aneka model. Bahkan kini sudah mulai merambah ke tembaga tentunya dengan biaya modal yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perak. Lokasinya cukup mudah ditemukan karena di sepanjang jalan dari arah Yogyakarta sudah dipasang papan penunjuk arah untuk menuju Desa Pampang.

Masyarakat Desa Pampang bermata pencaharian sebagian besar sebagai petani dengan pekerjaan sampingan sebagai pengrajin perak. Pekerjaan sampingan sebagai pengrajin menjadi salah satu sumber penghasilan ketika lahan bukan sawah sedang tidak bisa menghasilkan panen yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perak yang ada di Desa Pampang mustahil bisa bertahan dan berkembang sejak tahun 1996 sampai sekarang jika tidak ada kelompok pengrajin yang menjadi wadah para pengrajin untuk bisa bekerja dan berkarya. Kelompok pengrajin “Lestari Karya” sebagai wadah berbadan hukum tentu melakukan banyak upaya untuk bisa meningkatkan kesejahteraan para pengrajin. Penjualan perak tentu saja tidak selalu berjalan mulus sehingga menjadi salah satu tantangan yang harus ditanggulangi secara langsung oleh kelompok pengrajin “Lestari Karya”.

  • Letak dan Batas Wilayah

Desa Pampang adalah sebuah kelurahan yang terletak di perbatasan antara daerah kota dengan pesisir pantai selatan. Pampang sangat dikenal baik skala lokal maupun nasional karena ikon kerajinan peraknya yang populer. Desa Pampang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Batas wilayah Bagian Utara : Desa Pulutan Kapanewon  Wonosari

Batas wilayah Bagian Selatan : Desa Mulusan dan Desa Sodo

Batas wilayah Bagian Timur : Desa Wareng Kapanewon Wonosari

Batas wilayah Bagian Barat : Desa Grogol

Pembagian wilayah desa Pampang adalah sebagai berikut :

Tabel 2. 1 Pembagian Wilayah Desa Pampang

 

No Padukuhan Jumlah RW Jumlah RT
1 Kedung Dowo Kulon 1 5
2 Kedung Dowo Wetan 1 6
3 Pampang 1 4
4 Polaman 1 4
5 Jetis 1 4
J u m l a h 5 23

 

Desa Pampang terdiri dari 5 padukuhan dan 5 Rukun Warga, berdasarkan tabel di atas padukuhan Kedung Dowo Wetan memiliki jumlah Rukun Tetangga (RT) paling banyak yaitu berjumlah 6 RT. Hal ini disebabkan karena padukuhan tersebut memiliki wilayah lebih luas dibandingkan dengan padukuhan yang lainnya disusul oleh padukuhan Kedung Dowo Kulon yaitu berjumlah 5 RT. Rata-rata setiap pedukuhan memiliki 4 Rukun Tetangga (RT) yaitu di padukuhan Pampang, Polaman dan Jetis.

  • Struktur Pemerintahan dan Kependudukan

Desa Pampang merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Pampang Kabupaten Gunungkidul dengan luas 371 Ha dengan persentase 6,40 % dari total keseluruhan luas daerah di kecamatan Paliyan. Jarak desa ke kantor kecamatan di Kecamatan Paliyan sekitar 4,4 km. Desa Pampang terdiri dari lima pedukuhan yaitu Kedung Dowo Wetan, Kedung Dowo Kulon, Pampang, Jetis, dan Polaman. Secara umum, kondisi jalan sudah dalam keadaan yang bagus berupa aspal. Namun, ada beberapa jalan yang masih rusak khususnya yang berada di daerah perbatasan ditambah dengan kondisi penerangan jalan juga masih minim. Desa Pampang memiliki beberapa jenis lahan diantaranya tanah sawah 3,9 Ha, tanah kering 332 Ha, tanah perkebunan 20 Ha, dan tanah fasilitas umum 51,45 Ha. Struktur pemerintahan Desa Pampang adalah sebagaimana yang tercantum dalam table di bawah ini.

Tabel 2.2 Struktur Pemerintahan Desa Pampang

 

No Nama Jabatan
1 Iswandi, S. E Kepala Desa
2 Adinda Ayu Sekertaris Desa
3 Sutarjo Kasi Pemerintahan
4 Dwi Hardawanto Kasi Kesra
5 Kuwadi Kasi Pelayanan
6 Taufiq Ridwan Kaur Umum
7 Satno Kaur Perencanaan
8 Pramana Kaur Keuangan
9 Murjiyo Dukuh Kedung Dowo Kulon
10 Sudomo Dukuh Kedung Dowo Wetan
11 Endi Widayatna Dukuh Pampang
12 Herulawan Dukuh Polaman
13 Slamet Dukuh Jetis
14 Iswanto Staff
15 Astuti Rohmah Staff
16 Titi Maryuti Staff

 

  • Kependudukan

Desa Pampang terdiri dari 900 Kepala Keluarga dengan total penduduk 2692 jiwa. Pada tahun 2019, tercatat kepadatan penduduk di Desa Pampang mencapai 7 jiwa/ km2, adapun perinciannya sebagai berikut :

 

 

 

 

Tabel 2.3. Data Kependudukan berdasar Populasi Per Wilayah

No Nama Padukuhan Nama Kepala Padukuhan Jumlah RT Jumlah KK Jiwa Lk Pr
1 Jetis Slamet 4 101 318 157 161
2 Kedungdowo Kulon Murjiyo 5 205 577 290 287
3 Kedungdowo Wetan Sudomo 6 362 1088 545 543
4 Pampang Endi Widayatna 4 158 434 204 230
5 Polaman Herulawan 4 89 275 145 130
TOTAL 23 915 2692 1341 1351

 

Sebagian besar profesi penduduk di Desa Pampang adalah petani atau perkebunan dengan presentase mencapai 28,41% atau 772 jiwa, belum atau tidak bekerja 16,82% atau 457 jiwa, buruh harian lepas 13,43% atau 365 jiwa, wiraswasta 12,29% atau 334 jiwa dan sisanya terdiri dari pelajar, ibu rumah tangga, karyawan, PNS, pensiunan, perangkat desa, buruh tani, pedagang, guru, karyawan honorer, pedagang, mekanik, polisi, pembantu rumah tangga, peternak, kepala desa, sopir, kontruksi, seniman, TNI, perawat dan wartawan.

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

 

No. Usia Jumlah
1. 1-10 tahun 158 orang
2. 11-20 tahun 288 orang
3. 21-30 tahun 299 orang
4. 31-40 tahun 300 orang
5. 41-50 tahun 287 orang
6. 51-60 tahun 282 orang
7. 61-70 tahun 50 orang
Jumlah 2692 orang

 

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk terbanyak di desa Pampang diduduki oleh penduduk usia 31 tahun sampai 50 dengan 40 tahun dengan jumlah total 300 orang dari 2692 orang. Jumlah penduduk usia 61 tahun sampai dengan 70 tahun atau usia lansia memiliki jumlah paling sedikit yaitu 50 orang dari 2692 orang.

  • Kondisi Sosial Politik

Untuk kondisi sosial politik di Desa Pampang dapat dilihat pada jumlah organisasi kemasyarakatan yang terdiri dari 15 organisasi dengan jumlah yang berbeda-beda. Jumlah organisasi paling banyak yaitu pada organisasi kemasyarakatan simpan pinjam yang hampir tersebar di semua padukuhan yang ada di desa Pampang disusul oleh kelompok industri Kerajinan yaitu kelompok “Lestari Karya” yang berpusat di Kedung Dowo dan JPS (Jetis Pengrajin Silver) yang berpusat di Jetis.

 

  • Kondisi Saranan dan Prasarana Fisik

Sarana dan prasarana fisik di Desa Pampang ini sudah cukup lengkap. Hal ini tentunya dijadikan sebagai penunjang agar Desa Pampang bisa berkembang semakin maju dari waktu ke waktu dan melalui potensi yang ada secara berkelanjutan mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat desa setempat. Sarana dan prasarana fisik yang tersedia diantaranya adalah masjid, balai pedukuhan, balai desa, lapangan, gedung sekolah, pasar, dan showroom perak. Masjid yang ada di Desa Pampang berjumlah 11 masjid yang tersebar merata di setiap dusun dan 2 mushola. Lembaga pendidikan yang ada di Desa Pampang terdiri dari 4 sekolah dengan kategori sekolah formal meliputi TK berjumlah dua sekolah dan Sekolah Dasar (SD) Negeri berjumlah dua sekolah.

 

  • Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan di Desa Pampang masih cukup asri dengan banyaknya tumbuhan rindang yang tumbuh di area jalan ditambah dengan banyaknya lahan pertanian dan perkebunan. Selain itu, desa Pampang memiliki cukup potensi alam yang saat ini sudah mulai dikembangkan menjadi tempat untuk rekreasi meliputi rekreasi minat bakat perak, wisata air Bendowo, konservasi burung, dan agrowisata. Kondisi lingkungan di Desa Pampang juga cukup bersih dari sampah-sampah yang bisa di daur ulang. Tentu saja, hal ini disebabkan karena adanya bank sampah yang bisa membantu membangun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih

 

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah konsep yang berkembang dari masyarakat budaya barat sejak lahirnya Eropa modern pada pertengahan abad 18. Dalam perjalanannya sampai kini telah mengalami proses dialektika dan akhirnya menemukan konsep ke-masa kini-an, yang telah umum digunakan. Secara umum pemberdayaan dalam pembangunan meliputi proses pemberian kekuasaan untuk meningkatkan posisi sosial, ekonomi, budaya dan politik dari masyarakat yang bersifat lokal, sehingga masyarakat mampu memainkan peranan yang signifikan dalam pembangunan. Perspektif partisipasi hendaknya diarahkan untuk keberdayaan masyarakat, bukan justru untuk mobilisasi.

Hal tersebut sesuai pernyataan Tjokrowinoto (2017:53) yakni : Partisipasi telah cukup lama menjadi acuan pembangunan masyarakat. Akan tetapi makna partisipasi itu sendiri seringkali samar-samar dan kabur. Partisipasi malahan sering berbentuk mobilisasi dengan pendekatan cetak biru (blueprint) atau pendekatan yang datangnya dari atas. Dengan kondisi ini, peran serta masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program masyarakat tidak dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil. Sehingga makna partisipasi menjadi pasif. Jika partisipasi yang ada ternyata berasal dari atas, maka ia akan menjadi mobilisasi, yakni sekedar alat untuk mencapai apa yang diinginkan. Akan tetapi jika partisipasi sungguh-sungguh berasal dari bawah, maka akan mengarah pada distribusi kekuasaan atau pemberdayaan yang akan memampukan masyarakat memperoleh buah pembangunan yang lebih besar. Dari pemahaman tentang pentingnya mengedepankan proses pembangunan yang memberdayakan masyarakat, maka partisipasi masyarakat menjadi penting guna kelangsungan proses pembangunan itu sendiri.

Sebagaimana Uphoff (dalam Cernea, 2018:112) menyatakan : Bahwa penting menyesuaikan perencanaan dan pelaksanaan program dengan kebutuhan dan kemampuan penduduk yang diharapkan untuk meraih manfaat darinya, sehingga mereka tidak lagi harus diidentifikasikan sebagai “kelompok sasaran”. Harus memandang mereka sebagai “pemanfaat yang diharapkan”. Merekalah yang akan diuntungkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Namun demikian, partisipasi hendaknya diletakkan pada posisi yang proporsional dan sesuai dengan hakikatnya pada masyarakat dalam suasana keberdayaan yang aktif, bukan secara pasif, apalagi sampai dimobilisasi oleh outsider stakeholder.

Lebih jelasnya dapat disimak dari pernyataan Uphoff dalam Cernea (2018:112), yang menyatakan  bahwa salah satu paradoks dalam mendorong partisipasi adalah bahwa dalam mempromosikan pembangunan dari bawah (bottom up planning), justru sering pula membutuhkan upaya dari atas. Hal ini terlihat dalam wacana yang menggunakan pendukung atau promotor yang direkrut, dilatih dan ditempatkan di lapangan dari pusat untuk bekerja dengan penduduk pedesaan dan mengembangkan kapasitas organisasi diantara mereka. Dengan demikian, pemberdayaan adalah partisipasi aktif, nyata dan mengutamakan potensi-potensi masyarakat yang dinamis dan hasilnya benar-benar terukur, sehingga pemberdayaan menjadi upaya korektif terhadap konsep pemberdayaan yang pasif itu.

Pemberdayaan bertujuan menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat dengan mengandalkan daya yang ada padanya. Dengan demikian makna partisipasi sebagaimana dinyatakan diatas, akan mengacu pada proses aktif, dimana masyarakat penerima (beneficiaries) mempengaruhi arah dan pelaksanaan proyek pembangunan daripada hanya sekedar menerima manfaatnya saja.  Kemudian Sumodiningrat (2017:62) menyatakan, bahwa pemberdayaan masyarakat bertalian erat dengan upaya penanggulangan masalah-masalah pembangunan, seperti pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan.

Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat

Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 42/HUK/2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat. WKSBM adalah sistem kerja sama antar keperangkatan pelayanan sosial di akar rumput / masyarakat dalam bentuk usaha kelompok atau lembaga maupun jaringan pendukungnya (misalnya: Kelompok Usaha Ekonomis Produktif, Kelompok Pengajian, Gabungan Kelompok Tani, RT, RW, Dasa Wisma dan lain-lain), baik yang tumbuh melalui proses alamiah dan tradisional maupun lembaga yang sengaja dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat pada tingkat lokal, sehingga dapat menumbuhkan sinergi lokal dalam pelaksanaan tugas di bidang usaha kesejahteraan sosial.

Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) adalah alat, wadah, saran maupun media yang digunakan oleh masyarakat untuk melaksanakan usaha kesejahteraan sosial secara berkelanjut. Wahana ini berupa jaringan kerja kelembagaan sosial komunitas lokal baik yang tumbuh melalui proses alamiah dan tradisional maupun Iembaga yang sengaja dibentuk untuk mensinergikan pelaksanaan tugas di bidang usaha kesejahteraan sosial seperti kelompok arisan, kelompok usaha bersama, lumbung desa dan nilai budaya local (Aminah dan Prasetyo, 2018:41).

Menurut buku panduan pelaksanaan WKSBM yang diterbitkan oleh Direktorat peningkatan peran dan kelembagaan sosial masyarakat dan kemitraan. Tujuan dari Program WKSBM adalah sebagai berikut :

  1. Meningkatkan peran masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial
  2. Meningkatnya kepedulian dan kesetiakawanan sosial
  3. Terciptanya kelembagaan usaha kesejahteraan sosial berbasis inisisiasi lokal
  4. Meningkatnya ketahanan sosial masyarakat
  5. Tumbuhnya jaringan kerja dalam usaha usaha kesejahteraan masyarakat

Prinsip-prinsip Dasar Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM), meliputi :

  1. Tumbuh-kembangnya Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) ditentukan oleh, dari dan untuk masyarakat itu sendiri.
  2. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) meletakkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat sebagai nilai dasar yang bersifat integrative dengan keseluruhan aspek pembangunan kesejahteraan sosial di tingkat masyarakat lokal.
  3. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) merupakan refleksidari kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap perannya dalam mencegah, mengurangi, menekan dan menanggulangi berbagai masalah sosial yang tumbuh dan berkembang di lingkungan sosialnya pada tingkat lokal.
  4. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) berjalan dan berkembang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat, kemampuan, sumberserta kesempatan yang tersedia.
  5. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM tumbuh danberkembang sebagai kerangka pelestarian nilai budaya local antara lain kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
  6. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat WKSBM) tumbuh danberkembang secara terbuka terhadap perubahan dan pengintegrasian lintas budaya.
  7. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) berfungsi jika terjadi interaksi segenap kelompok/lembaga pelaku usaha kesejahteraan sosial di lingkungan lokal.

Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat

Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 42/HUK/2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat. WKSBM adalah sistem kerja sama antar keperangkatan pelayanan sosial di akar rumput / masyarakat dalam bentuk usaha kelompok atau lembaga maupun jaringan pendukungnya (misalnya: Kelompok Usaha Ekonomis Produktif, Kelompok Pengajian, Gabungan Kelompok Tani, RT, RW, Dasa Wisma dan lain-lain), baik yang tumbuh melalui proses alamiah dan tradisional maupun lembaga yang sengaja dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat pada tingkat lokal, sehingga dapat menumbuhkan sinergi lokal dalam pelaksanaan tugas di bidang usaha kesejahteraan sosial.

Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) adalah alat, wadah, saran maupun media yang digunakan oleh masyarakat untuk melaksanakan usaha kesejahteraan sosial secara berkelanjut. Wahana ini berupa jaringan kerja kelembagaan sosial komunitas lokal baik yang tumbuh melalui proses alamiah dan tradisional maupun Iembaga yang sengaja dibentuk untuk mensinergikan pelaksanaan tugas di bidang usaha kesejahteraan sosial seperti kelompok arisan, kelompok usaha bersama, lumbung desa dan nilai budaya local (Aminah dan Prasetyo, 2018:41).

Menurut buku panduan pelaksanaan WKSBM yang diterbitkan oleh Direktorat peningkatan peran dan kelembagaan sosial masyarakat dan kemitraan. Tujuan dari Program WKSBM adalah sebagai berikut :

  1. Meningkatkan peran masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial
  2. Meningkatnya kepedulian dan kesetiakawanan sosial
  3. Terciptanya kelembagaan usaha kesejahteraan sosial berbasis inisisiasi lokal
  4. Meningkatnya ketahanan sosial masyarakat
  5. Tumbuhnya jaringan kerja dalam usaha usaha kesejahteraan masyarakat

Prinsip-prinsip Dasar Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM), meliputi :

  1. Tumbuh-kembangnya Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) ditentukan oleh, dari dan untuk masyarakat itu sendiri.
  2. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) meletakkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat sebagai nilai dasar yang bersifat integrative dengan keseluruhan aspek pembangunan kesejahteraan sosial di tingkat masyarakat lokal.
  3. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) merupakan refleksidari kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap perannya dalam mencegah, mengurangi, menekan dan menanggulangi berbagai masalah sosial yang tumbuh dan berkembang di lingkungan sosialnya pada tingkat lokal.
  4. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) berjalan dan berkembang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat, kemampuan, sumberserta kesempatan yang tersedia.
  5. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM tumbuh danberkembang sebagai kerangka pelestarian nilai budaya local antara lain kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
  6. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat WKSBM) tumbuh danberkembang secara terbuka terhadap perubahan dan pengintegrasian lintas budaya.
  7. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) berfungsi jika terjadi interaksi segenap kelompok/lembaga pelaku usaha kesejahteraan sosial di lingkungan lokal.

Ciri-Ciri Koordinasi

 

Soewarno (2016: 89)  mengemukakan ciri-ciri koordinasi, yaitu sebagai berikut :

  1. Bahwa tanggung jawab dari pada koordinasi adalah terletak pada pimpinan
  2. Adanya proses (continues proses)
  3. Pengaturan secara teratur dari usaha kelompok
  4. Konsep kesatuan tindakan
  5. Tujuan kordinasi adalah tujuan bersama

Penjelasan lebih lanjut tentang ciri-ciri koordinasi tersebut di atas di dasarkan pada pernyataan (Ibrahim, Amin. 2017) yang di uraikan sebagai berikut :

  1. Bahwa tanggung jawab dari pada koordinasi adalah terletak pada pimpinan

Artinya bahwa koordinasi adalah tugas dari pimpinan, dan pimpinan tidak mungkin mengadakan koordinasi apabila mereka tidak mengadakan kerjasama.Oleh karena itu kerjasama merupakan salah satu syarat yang sangat penting dalam melaksanakan koordinasi.Pimpinan yang berhasil adalah pimpinan yang dapat melaksanakan koordinasi dengan baik.

 

  1. Adanya proses (continues proses)

Koodinasi adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang pimpinan yang bersifat secara terus menerus dan berkesinambungan serta dikembangkan sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik.

  1. Pengaturan secara teratur dari usaha kelompok

Koordinasi merupakan suatu konsep yang telah ditetapkan dalam kelompok, bukan terhadap individu atau suatu usaha individu. Maka sejumlah individu yang bekerjasama, dengan koordinasi akan menghasilkan suatu usaha kelompok yang dapat mencapai efesiensi dalam pencapaian tujuan bersama tersebut. Adanya tumpang tindih (over lapping) tugas-tugas pekerjaan dalam suatu organisasi merupakan suatu pertanda kurang sempurnanya koordinasi dalam organisasi tersebut.

  1. Konsep kesatuan tindakan

Kesatuan tindakan adalah inti dari koordinasi. Dalam hal ini pemimpin mengatur usaha-usaha dari setiap kegiatan individu, sehingga terwujud keserasian dalam mencapai tujuan bersama. Kesatuan tindakan adalah salah satu ciri pelaksanaan koordinasi. Dengan pengaturan jadwal, maka kesatuan usaha dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

  1. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama

Koordinasi mencakup usaha-usaha menumbuhkan kesadaran dan pengertian seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, baik itu individu maupun unit-unit kerja, agar seiring, searah dan selaras dalam pencapaian tujuan bersama

 

Pengertian Koordinasi

Istilah    koordinasi    dalam    bahasa Inggris  disebut  “coordination”.  Istilah coordination  terdiri  dari  dua  kata  yaitu “co”  yang  artinya  “bersama”,  dan “ordination” yang berarti “memerintah”. Jadi, coordination   berarti   memerintah bersama.    Secara    etimologis    istilah coordination  berasal  dari  bahasa  Latin yaitu “cum” yang berarti berbeda-beda, dan “ordinare” yang artinya menyusun atau     menempatkan      sesuatu     pada keharusannya   ( Westra,   2012:45). Dalam       ilmu       administrasi       atau manajemen,  koordinasi     merupakan salah                    satu                    fungsi administrasi/manajemen.  Henry  Fayol, Luther  Gullick  dan  beberapa  ahli  ilmu administrasi/manajemen lainnya memasukkan   fungsi   koordinasi   atau pengkoordinasian  ini  sebagai  salah  satu fungsi  organic/pentingdari  administrasi atau        manajemen.        Fungsi-fungsi administrasi/manajemen  menurut Fayol yaitu: planning (perencanaan), organizing                (pengorganisasian), commanding    (pemberian    komando), coordinating   (pengkoordinasian),   dan controlling       (pengawasan). Dalam kamus      besar      bahasa      Indonesia, koordinasi    diartikan    sebagai    perihal mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga  peraturan  dan  tindakan  yang akan      dilaksanakan      tidak      saling bertentangan  atupun  simpang  siur.

Hasibuan (2016:64) mendefinisikan Koordinasi   adalah    kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen    dan    pekerjaan-pekerjaan para  bawahan  dalam  mencapai  tujuan organisasi. Syafiee (2015:53) mendefinisikan Koordinasi adalah penyesuaian   diri   dari   masing-masing bagian   dan   usaha   menggerakan   serta mengoperasikan    bagian-bagian    pada waktu   yang   cocok   sehingga   masing-masing     bagian     dapat     memberikan sumbangan terbanyak pada keseluruhan hasil. Koordinasi merupakan salah satu alat utama bagi        organisasi        untuk mempercepat proses pencapaiaan tujuan.    Koordinasi    diperlukan    pada semua tingkat kegiatan organisasi. Baik pada  tingkat  perumusan  kebijaksanaan maupun  pada  tingkat  pelaksanaan  sejak awal dimasukkan ke dalam rencana atau program     yang     disusun.

Menurut Tery (2016:77) koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Koordinasi adalah mengimbangi dan mengerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri (Hasibuan, 2016:65) Menurut Mc. Farland (dalam Handayaningrat, 2015:42) koordinasi adalah suatu proses dimana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur diantara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama

Hasibuan (2016:64), berpendapat bahwa faktor-faktor yang  mempengaruhi  koordinasi adalah sebagai berikut :

  1. Kesatuan Tindakan

Pada hakekatnya koordinasi memerlukan  kesadaran  setiap  anggota koordinasi  atau  satuan  organisasi  untuk saling  menyesuaikan  diri  agar  anggota atau   satuan   organisasi   tidak   berjalan sendiri-sendiri.  Oleh  sebab  itu,  konsep kesatuan  tindakan  adalah  inti  daripada koordinasi. Kesatuan     tindakan     ini adalah  merupakan  suatu  kewajiban  dari pimpinan    untuk    memperoleh    suatu koordinasi yang baik

  1. Komunikasi

Komunikasi  tidak  dapat  dipisahkan dari    koordinasi    karena    komunikasi sejumlah   unit   dalam   organisasi akan dapat      dikoordinasikan      berdasarkan rentang      dimana      sebagian      besar ditentukan oleh adanya komunikasi.

  1. Pembagian Kerja

Secara   teoritis   tujuan   dalam   suatu organisasi     adalah     untuk     mencapai tujuan bersama  dimana  individu  tidak dapat  mencapainya  sendiri.  Kelompok dua   atau   lebih   orang   yang   bekerja bersama      secara      kooperatif      dan dikoordinasikan   dapat   mencapai   hasil lebih daripada dilakukan perseorangan.

  1. Disiplin

Pada      setiap organisasi     yang kompleks,  setiap  bagian  harus  bekerja secara    terkoordinasi,    agar    masing-masing  dapat  menghasilkan  hasil  yang diharapkan.  Disiplin kerja  adalah  suatu alat  yang  digunakan  para  atasan  untuk berkomunikasi   dengan   bawahan   agar mereka  bersediauntuk  mengubah  suatu prilaku    serta    sebagai    upaya    untuk meningkatkan  kesadaran  dan  kesediaan seseorang   mentaati   semua   peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku

Berdasarkan uraian pendapat mengenai pengertian koordinasi maka dapat disimpulkan bahwa koordinasi adalah mengimbangi dan mengerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masingmasing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri

GAMBARAN UMUM KELURAHAN KALITIRTO KECAMATAN BERBAH

  • Kondisi Geografis Desa Kalitirto

Lokasi daerah merupakan kedudukan daerah di dalam wilayah administrasi tertinggi yang mencakup daerah tersebut. Secara administrasi Desa Kalitirto berada di wilayah Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman. Terletak di ujung utara timur berbatasan dengan Kapanewon Kalasan. Desa Kalitirto merupakan salah satu dari empat desa yang ada di Kecamatan Berbah antara lain: Desa Sendangtirto, Desa Jogotirto, Desa Tegaltirto dan Desa Kalitirto. Secara fisik Desa Kalitirto dibelah oleh jalan provinsi yang menghubungkan Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Gunung Kidul. Batas wilayah Desa Kalitirto sebagai berikut.

Utara : Desa Tirtomartani dan Desa Purwomartani  Kapanewon Kalasan

Timur : Desa Jogotirto Kapanewon Berbah

Selatan : Desa Tegaltirto Kapanewon Berbah

Barat : Desa Tegaltirto Kapanewon Berbah

 

 

Jarak antar kantor Desa Kalitirto dengan kantor yang lebih tinggi adalah sebagai berikut.

Kantor Kecamatan Berbah : 2 Km Kantor

Kabupaten Sleman : 24 Km

Kantor Provinsi DIY : 8 Km

 

  • Kondisi Fisik Kecamatan Berbah

Desa Kalitirto Kecamatan Berbah terletak di ketinggian tempat 124 meter di atas permukaan laut (mdpl). Suhu maksimum di Desa Kalitirto Kecamatan Berbah sebesar 340 C dan suhu minimumnya sebesar 240 C. Desa Kalitirto Kecamatan Berbah memiliki jenis tanah regosol kelabu, lempung berpasir dan tanah cadas keras. Secara umum wilayah Desa Kalitirto Kecamatan Berbah beriklim tropis. Bentuk wilayah Desa Kalitirto Kecamatan Berbah terdiri dari dari daerah datar sampai berombak seluas 95% dan sisanya 5% berbentuk berombak sampai berbukit. Desa Kalitirto Kecamatan Berbah dilintasi jalan utama penghubung Kota Yogyakarta dengan Jawa Tengah.

  • Luas wilayah

Desa Kalitirto adalah 5.227.300 Ha. Wilayah Desa Kalitirto terbagi dalam 16 Dusun, masing-masing dari dusun memiliki karakteristik yang cenderung hampir sama. Perbedaannya yang hampir tidak kelihatan baik mengenai jalan desa, tumbuhan yang ada, sumber mata air maupun ternak yang dipelihara oleh penduduk.

No Nama Padukuhan Nama Dukuh Nama Kampung & Perumahan
1 Mangunan Putri Utha Cahyaningrum Mangunan, Grogol, Ngebruk
2 Kalipentung Mujiharjo Kalipentung
3 Teguhan Sigit Pranowo Teguhan, Perum Tirta Alam Sari
4 Jebresan Jebresan, Perum Griya Dharma Asri, Kebonan
5 Tanjungtirto Ari Eko Wibowo Tanjungtirto, Pondok Wetan, Dadapan
6 Pondok Pondok Kulon
7 Karang Mulharso Karang
8 Sumber Lor Widodo Sarjono Sumber Lor
9 Sumber Kulon Maryanta Sumber Kulon
10 Sumber Kidul Agus Budi Setiawan Sumber Kidul
11 Berbah Lilik Agung Prasetyo Berbah, Perum Alam Saphada, Jabung
12 Baran Budi Purwanto Baran, Kepuh, Cangakan
13 Demangan Nurhidayah Demangan, Tangkisan
14 Bedilan Saryana Bedilan, Karangduren
15 Kaliajir Kidul Kaliajir Kidul
16 Kaliajir Lor Wiewiet Citra Aziz Kaliajir Lor

 

  • Sumber Daya Alam Desa Kalitirto Secara topografis,

Desa Kalitirto relatif pada hamparan dataran yang dialiri dua sungai yaitu Mruwe dan sungai kuning. Sungai ini dimanfaatkan untuk pasokan irigasi lahan persawahan. Berdasarkan karakteristik sumber daya alamnya (SDA), wilayah Desa Kalitirto dapat dikatagorikan dalam empat kawasan, yaitu:

  1. Kawasan pertanian, yang meliputi seluruh padukuhan yang ada di Kalitirto, hal ini merupakan penyangga produksi pertanian untuk Desa Kalitirto dan sekitarnya.
  2. Kawasan Industri
  3. Kawasan pusat perekonomian yaitu terdapat di sepanjang jalan Yogya – Solo, bermunculan pemukiman dan pertokoan baru. Dampak positifnya adalah semakin baik percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat, karena mayoritas pemukim baru adalah masyarakat yang berpenghasilan tetap dan pada level menengah ke atas. Kawasan ini merupakan pusat perekonomian dimana terdapat kios-kios/pertokoan, Rumah Sakit , industri kerajinan meubel, dan pasar yang cukup aktif dengan aktivitas ekonomi dan bisnis.
  4. Kawasan Budaya yaitu terdapat di Padukuhan Wotgaleh. Kawasan sangat memungkinkan dijadikan kawasan wisata budaya.
  • Mata Pencaharian

Penduduk Desa Kalitirto dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya memiliki mata pencaharian beranekaragam. Berbagai sumber mata pencaharian di Desa Kalitirto antara lain pada sektor pertanian, peternakan, perikanan, pemerintah dan beberapa jenis usaha mandiri. Berbagai jenis mata pencaharian penduduk Desa Kalitirto seperti yang dijelaskan pada tabel berikut ini.

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentasi(%)
1 Petani 1.440 20
2 Wiraswasta 1.165 16
3 Buruh Tani 1.024 14
4 Swasta 732 10
5 Pertukangan 476 7
6 PNS 607 8
7 Jasa 287 4
8 Pensiun 261 4
9 TNI/Polri 227 3
10 Pedagang 258 4
   11 Lain-lain 719 10
  Jumlah

                                 

7.196 100

 

                         

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa masyarakat yang bekerja sebanyak 7.196 orang, dari seluruh penduduk Desa Kalitirto yang berjumlah 17.082 jiwa. Mayoritas penduduk Desa Kalitirto bermata pencaharian sebagai petani. Penduduk yang mempunyai pekerjaan sebagai petani sebesar 1.440 orang atau 20%. Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian di Desa Kalitirto paling besar dibandingkan dengan sektor lain. Sebanyak 16 % penduduk Desa Kalitirto bekerja sebagai wiraswasta dan sebanyak 14 % sebagai buruh tani. Selebihnya penduduk Desa Kalitirto bekerja pada sektor pemerintahan, jasa 53 dan pertukangan. Selain memiliki mata pencaharian tetap, masyarakat di Desa Kalitirto juga memiliki kelompok-kelompok usaha. Kelompok usaha tersebut dibentuk oleh prakarsa masyarakat setempat. Selain itu kelompok usaha juga dikelola sendiri oleh masyarakat.

  • Kependudukan

Penduduk suatu wilayah dapat dihitung melalui registrasi, sensus penduduk maupun survei. Setelah hasil perhitungan dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk komposisi penduduk yang menggambarkan susunan yang dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk menurut krakteristik yang sama. Berdasarkan data penduduk yang ada di bagian pemerintahan Desa Kalitirto, pada Bulan Desember 2019 jumlah penduduk Desa Kalitirto tercatat sebanyak 17.082 jiwa. Dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 8.695 jiwa, sendangkan penduduk perempuan sebanyak 8.387 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Kalitirto adalah 5.519 jiwa. Kepala Keluarga laki-laki sebanyak 4.641 jiwa dan Kepala Keluarga perempuan sebanyak 878 jiwa. Jenis-jenis kelompok usaha yang terdapat di Desa Kalitirto diantaranya seperti tabel berikut:

 

 

No Jenis Jumlah

(kelompok)

 

Persentasi(%)

 

1 Kelompok Tani 30 30
2 Kelompok Peternakan 13 13
3 Kelompok Perikanan 9 9
4 Kelompok Industri Kecil 19 19
5 Koperasi 6 6
6 Kube 18 18
7 P3A 4 4
  Jumlah 99 100

 

Pada tabel di atas menunjukan bahwa jenis kelompok usaha yang ada di Desa Kalitirto mayoritas merupakan kelompok usaha tani sebanyak 30 %. Hal ini dikarenakan masyarakat Desa Kalitirto merupakan petani dan buruh. Selanjutnya sebanyak 19 % jenis kelompok usaha industri kecil yang ditekuni oleh masyarakat Desa Kalitirto, 18 % pada jenis usaha kube, pada usaha peternakan sebanyak 13 % dan sisanya kelompok usaha perikanan 9 %, koperasi 6 % dan P3A 4 %.

Definisi Operasional Pemberdayaan pegawai

adalah upaya dalam memberikan wewenang kepada karyawan dalam merencanakan (planning), mengendalikan (controlling) dan membuat keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari atasan diatasnya. Dalam penelitian ini menggunakan pernyataan Stewart dalam Kadarisman (2017 bahwa dimensi pemberdayaan pegawai adalah  Mengembangkan visi bersama (envision), Mendidik pegawai (educate), Meniadakan rintangan-rintangan (eliminate), Menyatakan keinginan (express), Memberikan motivasi (motivation), Memberi perlengkapan (equip), Melakukan evaluasi (evalution) dan Mengharapkan keberhasilan dan permasalahan (expect)

Definisi Operasional Kepemimpinan demokratis

s adalah kemampuan pemimpin yang melibatkan karyawan dalam membuat keputusan, mendelegasikan wewenang dan menggunakan umpan balik sebagai kesempatan untuk melatih karyawan. Dimensi kepemimpinan demokratis menurut Sobri Sutikno (2014) yaitu (a) Pendapatnya terfokus pada hasil musyawarah (b) Tenggang rasa (c) Memberi kesempatan pengembangan karier bawahan (d) Selalu menerima kritik bawahan (e) Menciptakan suasana kekeluargaan (f) Mengetahui kekurangan dan kelebihan bawahan (g) Komunikatif dengan bawahan partisipasif dengan bawahan (h) Tanggap terhadap situasi

Proses Pemberdayaan Pegawai

Menurut Suharto dalam Huraerah (2011) pelaksanaan proses dan pencapaian pemberdayaan masyarakat dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan.

  1. Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan structural yang menghambat.
  2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Pemberdayaan harus mampu menumbuh kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.
  3. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) Antara yang kuat dan yang lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.
  4. Penyokongan: pemberian bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
  5. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan Antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha. Untuk memperoleh kewenangan dan kapasitas dalam mengelola pembangunan, masyarakat perlu diberdayakan melalui proses pemberdayaan atau empowerment

Dimensi Dalam Pemberdayaan Pegawai

Menurut Stewart dalam Kadarisman (2017) pegawai harus diberikan beberapa kemungkinan untuk dapat mengembangkan kemampuannya yaitu:

  1. Mengembangkan visi bersama (envision)

Adanya visi yang sama, seluruh pegawai mengetahui secara tepat ke mana organisasi ini akan melangkah. Dengan memahami tujuan organisasi, maka sebagian besar kegiatan organisasi akan terkoordinasi dengan sendirinya.

  1. Mendidik pegawai (educate)

Pegawai perlu diberikan pendidikan. Pendidikan di sini lebih bersifat teoritis dan filosofi, dengan tujuan sebagai pembelajaran. Dalam pembelajaran tersebut terdapat pemahaman secara implisit, dan melalui pemahaman, maka pegawai dimungkinkan untuk menjadi seorang inovator, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif, dan menjadi pegawai yang efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan.

  1. Meniadakan rintangan-rintangan (eliminate)

Berikut dikemukakan bahwa pimpinan yang memberdayakan SDM-nya harus meniadakan atau meminimalisasi segala hambatan atau rintangan yang menghadang upaya pemberdayaan yang akan dan sedang dibangun tersebut. Seperti ketentuan-ketentuan yang tidak perlu, orang-orang yang sengaja menghalanginya, berbagai prosedur administratif yang menghambat serta kendala-kendala teknis lainnya.

  1. Menyatakan keinginan (express)

Dinyatakan bahwa dalam pemberdayaan yang berusaha mengungkapkan keinginan-keinginan SDM antara lain tentang apa yang menjadi tujuan SDM atau manfaat-manfaat apa yang diperoleh SDM jika mereka bekerja dengan profesionalisme yang tinggi dan lain-lain.

  1. Memberikan motivasi (motivation)

Letak pentingnya pemberian motivasi kepada para SDM, agar mereka tetap dan mau melaksanakan tugas tadi sesuai dengan kecakapan yang mereka miliki. Oleh karena itu diharapkan mereka bukan saja asal mau bekerja, tetapi juga yang  terpenting adalah pekerjaannya itu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh organisasi.

  1. Memberi perlengkapan (equip)

Memberdayakan pegawai adalah dengan memberikan perlengkapan yang memadai (cukup), yaitu setiap benda atau alat yang dibutuhkan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dengan demikian, pemberdayaan pegawai dengan memberi perlengkapan yang cukup dan memadai baik dari segi kualitas dan kuantitasnya.

  1. Melakukan evaluasi (evalution)

Merupakan kegiatan menilai hasil kerja (output) dari pegawai baik dari segi kuantitas dan kemampuannya dalam pelaksanaan pekerjaan apakah sudah sesuai dengan tujuan organisasi. Kegiatan ini untuk menyelaraskan sasaran dan tujuan organisasi dengan kenyataan yang dihadapi oleh pegawai dalam pelaksanaan tugas.

  1. Mengharapkan keberhasilan dan permasalahan (expect)

Pemberdayaan pegawai yang dilakukan dengan selalu mengharapkan tercapai keberhasilan dan permasalahan yang mungkin muncul dalam praktik pelaksanaan pekerjaan, sehingga pimpinan yang memberdayakan mengharapkan keberhasilan dan permasalahan yang dimiliki cara tertentu untuk menghadapi kemungkinan munculnya permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, antara lain kemungkinan kekurangan sarana dan prasarana, pegawai yang menolak perubahan (resistance to change) dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini menggunakan pernyataan Stewart dalam Kadarisman (2017 bahwa dimensi pemberdayaan pegawai  adalah  Mengembangkan visi bersama (envision),         Mendidik pegawai (educate), Meniadakan rintangan-rintangan (eliminate), Menyatakan keinginan (express), Memberikan motivasi (motivation), Memberi perlengkapan (equip), Melakukan evaluasi (evalution) dan Mengharapkan keberhasilan dan permasalahan (expect)

Pengertian Pemberdayaan Pegawai

Pengertian dari pemberdayaan pegawai adalah upaya dalam memberikan wewenang kepada karyawan dalam merencanakan (planning), mengendalikan (controlling) dan membuat keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari atasan diatasnya (Hansen & Mowen, 2017). Dalam pengertian lain, Spreitzer (2015) mendefinisikan pemberdayaan sebagai suatu proses dimana individu mempunyai kekuasaan untuk berpartisipasi secara langsung untuk mengendalikan dan mempengaruhi suatu kejadian yang memiliki efek langsung terhadap kehidupannya.

Adapun pengertian pemberdayaan sumber daya manusia menurut Sedarmayanti (2017) mengatakan bahwa: Pemberdayaan sumber daya manusia adalah suatu proses kegiatan usaha untuk lebih memberdayakan “daya manusia” melalui perubahan dan pengembangan manusia itu sendiri, berupa kemampuan, kepercayaan, wewenang, dan tanggung jawab dalam rangka pelaksanaan kegiatan-kegiatan organisasi untuk meningkatkan kinerja sebagaimana diharapkan. Menurut Stewart diterjemahkan oleh Haradjana (1998:22) bahwa: “Pemberdayaan sumber daya manusia merupakan cara yang amat praktis dan produktif untuk mendapatkan yang terbaik dari diri kita sendiri dan dari staf kita”.

Menurut Stewart dalam Kadarisman (2017) mengajukan teori pemberdayaan SDM dengan istilah “pegawai” yang dikenal dengan “the eight e’s of empowerment” dikatakan bahwa: “People want to do a good job and will do so if you let them”. (atas dasar uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa bukan berarti meniadakan kontrol sama sekali kepada pegawai, namun memberi keleluasaan serta kewenangan kepada pegawai untuk mengatur dan mengembangkan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya ke arah yang lebih positif).

Beradasrkan pengertian di atas maka pemberdayaan pegawai adalah upaya dalam memberikan wewenang kepada karyawan dalam merencanakan (planning), mengendalikan (controlling) dan membuat keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari atasan diatasnya

Dimensi Kepemimpinan Demokratis

Seorang pemimpin bukanlah hanya seseorang yang dapat memimpin saja, tetapi harus memiliki kekuatan, semangat untuk mengubah sikap sehingga pegawai menjadi conform dengan pemimpin. Berikut ini beberapa dimensi kepemimpinan demokratis menurut Robbins (2019):

  1. Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas.

  1. Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada penerima atau dari pimpinan kepada bawahan dan sebaliknya dengan maksud untuk mengubah tingkah laku penerima.

  1. Kemampuan

Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan suatu aktivitas. d. Kualitas Kualitas adalah suatu nilai yang melekat pada seseorang.

  1. Pengembangan Diri

Pengembangan diri adalah pengembangan potensi diri dan kepribadian seseorang untuk tujuan tertentu yang ingin dicapai

Adapun dimensi kepemimpinan demokratis yang telah disesuaikan dengan ciri-cirinya (Chintia, 2020 serta Lippits dan White yang diambil dari Maryanto dan Ismu (2010)  antara lain sebagai berikut :

  1. Keputusan dibuat bersama

Pemimpin yang demokratis tidak sungkan untuk terlibat bersama-sama dengan bawahan untuk membuat keputusan serta melakukan aktivitas kerja demi pencapaian tujuan organisasi.

  1. Menghargai potensi setiap bawahannya

Kepemimpinan demokratis menghargai setiap potensi individu dan bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat dan kondisi yang tepat.

  1. Mendengar kritik, saran / pendapat dari bawahan

Mendapat kritikan, saran/pendapat dari bawahan merupakan hal yang wajar dalam kehidupan organisasi. Dengan demikian aka nada kecenderungan untuk lebih meningkatkan potensi diri dan bisa lebih baik dari sebelumnya serta belajar dari kesalahan yang telah dilakukan.

  1. Melakukan kerjasama dengan bawahannya

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu bekerja sama/terlibat langsung secara bersama-sama dalam menjalankan tugas demi pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin juga tidak sungkan untuk terjun langsung kelapangan untuk menjalankan tugas.

Adapun indikator gaya kepemimpinan demokratis menurut Sobri Sutikno (2014) adalah:

  1. Pendapatnya terfokus pada hasil musyawarah
  2. Tenggang rasa
  3. Memberi kesempatan pengembangan karier bawahan
  4. Selalu menerima kritik bawahan
  5. Menciptakan suasana kekeluargaan
  6. Mengetahui kekurangan dan kelebihan bawahan
  7. Komunikatif dengan bawahan partisipasif dengan bawahan
  8. Tanggap terhadap situasi.

Dalam penelitian ini akan menggunakan dimensi kepemimpinan demokratis yang diuraikan oleh Sobri Sutikno (2014) yaitu (a) Pendapatnya terfokus pada hasil musyawarah (b) Tenggang rasa (c) Memberi kesempatan pengembangan karier bawahan (d) Selalu menerima kritik bawahan (e) Menciptakan suasana kekeluargaan (f) Mengetahui kekurangan dan kelebihan bawahan (g) Komunikatif dengan bawahan partisipasif dengan bawahan (h) Tanggap terhadap situasi

Karakteristik Kepemimpinan Demokratis

Karakteristik pemimpin yang demokratik (partisipatif) dicirikan dengan kesedian untuk melakukan konsultasi dengan kelompok mengenai masalah yang menarik perhatian mereka. Komunikasi berjalan dengan lancar sehingga saran dapat berasal dari atasan (pimpinan) kebawahan, dan sebaliknya dari bawahan keatasan. Bawahan berpartisipasi dalam menetapkan sasaran dan memecahkan masalah. Keikutsertaan ini mendorong komitmen anggota pada keputusan akhir. Pemimpin demokratis menciptakan situasi dimana individu dapat belajar, mampu memantau kinerja sendiri, mengakui bawahan untuk menentukan sasaran yang menantang, menyediakan kesempatan untuk meningkatkan metode kerja dan pertumbuhan pekerjaan serta mengakui pencapaian dan membantu pegawai belajar dari kesalahan (Rivai,. 2014)

Karakteristik gaya kepemimpinan demokratis menurut Nawawi (2015):

  1. Kemampuan pemimpin mengintegrasikan organisasi pada peranan dan porsi yang tepat.
  2. Mempunyai presepsi yang holistik.
  3. Menggunakan pendekatan integralistik.
  4. Organisasi secara keseluruhan.
  5. Menjunjung tinggi harkat dan martabat bawahan.
  6. Bawahan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
  7. Terbuka terhadap ide, pandangan, dan saran dari bawahan.
  8. Bersifat rasional.
  9. Memelihara kondisi kerja yang kondusif, inovatif dan kreatif

Seorang pemimpin yang memiliki karakteristik gaya kepemimpinan demokratis selalu akan memotivasi para karyawan  untuk dapat meningkatkan kinerja dari karyawan tersebut. Dinamis dalam mengembangkan dan memajukan organisasi. Terarah pada tujuan bersama yang jelas. Pada gaya kepemimpinan ini memungkinkan setiap anggota untuk berpartisipasi secara aktif dalam pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan untuk dapat memecahkan suatu permasalahan yang terjadi pada organisasi. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin mengutamakan hubungan antar manusia yaitu hubungan antara bawahan dan atasan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas pegawai dengan sering mendorong bawahan untuk ikut andil dalam menentukan pengambilan keputusan yang tepat (Ariani, 2015 )

Pengertian Gaya Kepemimpinan Demokratis

Rivai (2014 ) mendefinisikan bahwa pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Menurut Winardi dalam Rivai (2014 ) yang dimaksud dengan pemimpin adalah “seorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat memengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengerahkan upaya bersama kearah pencapaian sasaran-sasaran tertentu”

Kartono (2018) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan kepribadian yang membedakan seorang pemimpin dalam berinteraksi dengan orang lain. Thoha (2015) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh seseorang pada saaat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain atau bawahan. Menurut Herujito (2016) mengartikan gaya kepemimpinan bukan bakat, oleh karena itu gaya kepemimpinan dipelajari dan dipraktekan dalam penerapannya harus sesuai dengan situasi yang dihadapi. Sedangkan menurut Supardo (2016 ), mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara dan porses kompleks dimana seseorang mempengaruhi orang-orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas atau suatu sasaran dan mengarahkan Instansi dengan cara yang lebih masuk akal.

Pemahaman mengenai kepemimpinan demokratis sendiri ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif yang artinya atasan menolak segala bentuk persaingan dan atasan dapat bekerjasama dengan karyawan dalam mengambil keputusan. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri. Kepemimpinan demokratis ialah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah. Aktif dalam menggerakkan dan memotivasi (Rivai, 2014).

Robbins Coulter (2010) menyatakan bahwa gaya demokratis menggambarkan pemimpin yang melibatkan karyawan dalam membuat keputusan, mendelegasikan wewenang dan menggunakan umpan balik sebagai kesempatan untuk melatih karyawan. Kartono (2016) menyatakan bahwa, kepemimpinan demokratis menitik beratkan masalah aktivitas setiap anggota kelompok juga para pemimpin lainnya, yang semua terlibat aktif dalam penentian sikap, pembuatan rencana – rencana, pembuatan keputusan penerapan disiplin kerja (yang ditanamkan secara sukarela oleh kelompok – kelompok dalam suasana demokratis)

Berdasarkan pengertian di atas maka gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan pemimpin yang melibatkan karyawan dalam membuat keputusan, mendelegasikan wewenang dan menggunakan umpan balik sebagai kesempatan untuk melatih karyawan

Pengertian Administrasi  

Administrasi secara arti sempit yaitu dari kata Administratie (bahasa Belanda), yang meliputi kegiatan: catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketikmengetik, agenda, dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan (clerical work). Administrasi dalam arti sempit merupakan penyusunan dan pencatatan data dan informasi secara sistematis dengan maksud untuk menyediakan keterangan serta memudahkan memperolehnya kembali secara keseluruhan dan dalam hubungannya satu sama lain. Menurut Wajong dalam Silalahi (2013) merupakan: “Kegiatan administrasi meliputi pekerjaan tatausaha yang bersifat mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam organisasi untuk menjadi bahan keterangan bagi pimpinan”.

Menurut Newman dalam Hadayaningrat (2015) bahwa pengertian administrasi secara arti luas mengemukakan:

Administration has been defined as the guidance, leadership and control of the effort of a group of individuals towards some common goal.

 

(Administrasi didefinisikan sebagai bimbingan, kepemimpinan dan pengawasan dari pada usaha-usaha kelompok individu-individu terhadap tercapainya tujuan bersama).

Menurut Simon dan kawan-kawan dalam Hadayaningrat (2015) memberikan definisi sebagai berikut:

“Administration as the activities of groups cooperating to accomplish common goals.

 

(Administrasi sebagai kegiatan daripada kelompok yang mengadakan kerja sama untuk menyelesaikan tujuan bersama)”.

Menurut White dalam Hadayaningrat (2015) memberikan definisi sebagai berikut:

Administration is a process common to all group effort, public or private, civil or military, large scale or small scale, etc.

 

(Administrasi adalah suatu proses yang pada umumnya terdapat pada semua usaha kelompok, negara atau swasta, sipil atau militer, usaha yang besar atau kecil dan sebagainya).

Menurut Gie dalam Silalahi (2013) mengemukakan bahwa: “Administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap   pekerjaan pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu“.

Kesimpulan dari pengertian di atas bahwa administrasi merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang ataupun sekelompok orang meliputi pekerjaan seperti ketatausahaan yang bersifat mencatat, mengagendakan, ketik-mengketik yang segala sesuatu berkaitan dalam organisasi untuk dapat mempermudah tujuan yang akan dicapai bersama.

GAMBARAN UMUM SMK MUHAMMADIYAH 1 PLAYEN GUNUNGKIDUL

  • Lokasi SMK Muhammadiyah 1 Playen

SMK Muhammadiyah 1 Playen berada di Jl. Jogja – Wonosari No.Km 38, Siyono Wetan, Logandeng, Kec. Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55861

  • Sejarah Singkat SMK  Muhammadiyah 1 Playen

SMK  Muhammadiyah 1 Playen yang terletak di Jalan Wonosari – Yogya KM. 03 Siyono Wetan, Logandeng, Playen berdiri pada tanggal 29 Juli 1982 (berdasarkan surat keputusan Kepala kantor Wilayah Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi DIY Nomor 193/I.13.1/I.82, Tanggal 22 Desember 1982), tanggal itu selanjutnya ditetapkan sebagai tanggal berdirinya SMK Muhammadiyah 1 Playen. Sekolah ini semula bernama STM Muhammadiyah Wonosari karena pada tahun 1982 – 1987 terletak di pusat kota Wonosari (Kompleks masjid Agung Al Iklas Wonosari). Pada tahun 1988 sekolah ini pindah ke Lokasi baru di Dusun Siyono Wetan, Logandeng, Playen, (lokasi sekarang ini) dengan gedung milik sendiri.

Berdasarkan SK Mendikbud RI tentang Sekolah Menengah Kejuruan dan Surat Edaran Kanwil Depdikbud DIY Nomor : 8/I13/OT/ED/1997, tanggal 26 Mei 1997 tentang Nomerklatur, maka STM Muhammadiyah Wonosari berubah menjadi SMK Muhammadiyah 1 Playen (sesuai lokasinya di Wilayah Kecamatan Playen). Dan masuk kelompok teknologi Industri Rumpun mesin Tenaga dengan program Studi Mekanik Umum. Pada tahun 2000 berubah kembali dan masuk rumpun Teknik mesin Program studi Mekanik Otomotif dan Mesin pembentukan.

Kemudian berdasarkan SK Dirjend Dikdasmen Nomor 251/C/KEP/MN/2008, tanggal 22 Agustus 2008 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan, SMK Muhhammadiyah 1 Playen  mengalami perubahan sebagai berikut :

PROGRAM STUDI KEAHLIAN KOMPETENSI KEAHLIAN
Teknik Otomotif – Teknik Kendaraan Ringan
– Teknik Sepeda Motor
Teknik Mesin – Teknik Fabrikasi Logam
– Teknik Pemesinan
Teknik Elektronika – Teknik Audio Video
Teknik Komputer dan informatika – Teknik Komputer dan Jaringan

Dengan modal tekad, kemauan dan kerja keras serta kerjasama yang erat antara Yayasan Muhammadiyah, masyarakat serta dukungan pemerintah, maka SMK Muhammadiyah 1 Playen berhasil memperoleh sertifikai ISO 9001 – 2008 dari lembaga sertfikasi VEDCA-IQS pada tanggal 21 Maret 2012.

Perkembangan sekolah SMK Muhammadiyah I Playen yang pada awalnya hanya memiliki 3 jurusan yakni Teknik Otomotif, Teknik Mesin dan Teknik Elektronika saat ini telah melakukan pengembangan, Jurusan Teknik Otomotif mengembangkan program keahlian menjadi Teknik Kendaran Ringan dan Teknik Sepeda Motor, Teknik Mesin mengembangkan jurusannya menjadi Teknik Fabrikasi Logam dan Pemesinan. Teknik Elektronika menjadi Teknik Audio Video dan Teknik Komputer Jaringan yang kesemua jurusan tersebut telah terakreditasi “A”.

Dengan semangat profesionalisme dan rasa tanggungjawab yang tinggi, SMK Muhammadiyah I Playen yang memiliki jumlah siswa sebesar 1075 siswa, telah menggandeng beberapa perusahaan ternama di Indonesia, diantaranya PT. Astra Honda Motor (AHM), PT. Astra Daihatsu Motor (ADM), PT. Hartono Istana Teknologi (HIT), dan PT. Mabito Karya (Axioo), untuk mendukung pengembangan sekolah dan pembelajaran peserta didik dengan adannya Kelas Honda kerjasama PT. AHM,  program Pintar Bersama Daihatsu (PBD) kerjasama dg PT. ADM,  Axioo Class Program (ACP)  kerjasama dengan PT. Mabito Karya dan Kelas Polytron kerjasama dengan PT. HIT. Adapun lulusan SMK Muhammadiyah I Playen, sesuai dengan tekat sekolah “Lulus langsung kerja!”, telah banyak yang bekerja di beberapa perusahaan, di antaranya PT. Yamaha, PT Nusa Hadi Citraharmonis, PT. Hartono Istana Teknologi, PT. Honda Prospect Motor dan lain-lain. Selain ada yang bekerja setelah lulus, para siswa SMK Muhammadiyah I Playen juga ada yang memilih melanjutkan ke Perguruan Tinggi, ada yang di UGM, UNY, UAD, UIN, UST dan lain-lain.

Sampai sekarang SMK Muhammadiyah 1 Playen masih tetap konsisten dalam mengemban amanat Persyarikatan Muhammadiyah dan tetap berjuang dalam mencapai visi dan misi yang ditujukan demi terwujudnya lulusan yang unggul dalam prestasi dilandasi Iman dan taqwa. Dengan menumbuhkan semangat keunggulan akademis dan non-akademis, meningkatkan iman dan taqwa dan budi pekerti luhur, meningkatkan kualitas pembelajaran siswa yang aktif, kreatif, dan kompeten

  • Visi dan Misi SMK Muhammadiyah 1 Playen

VISI
Terwujudnya lulusan yang unggul dalam prestasi dilandasi Iman dan taqwa.

MISI

  1. Menumbuhkan semangat keunggulan akademis dan non-akademis.
  2. Meningkatkan iman dan taqwa dan budi pekerti luhur.
  3. Meningkatkan kualitas pembelajaran siswa yang aktif, kreatif, dan kompeten.

 

 

 

 

 

  • Struktur Organisasi SMK Muhammadiyah 1 Playen

 

SMK Muhammadiyah 1 Playen dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah dan dibantu oleh Bagian Tata Usaha dan Bendahara membawahi 6 bidang yaitu Ketangaan, Kurikulum, Humas, Sarpras dan Ismuba. Keenam bidang tersebut masig-masing dipimpin oleh Wakil Kepala Sekolah. Kepala Sekolah juga. Kepala Sekolah juga membawahi semua guru dan tiga Program Studi yaitu Otomotif, Mesin dan AV & TI.

 

 

 

 

  • Jumlah Siswa dan Rombel SMK Muhammadiyah 1 Playen

Sampai dengan Tahun Ajaran 2020/2021 SMK Muhammadiyah 1 Playen memiliki siswa sebanayak 862 siswa yang terbagi dalam 31 Romboangan Belajar (Rombel)

Tingkat Jumlah Siswa Laki-Laki Perempuan Jumlah Rombel
10 324 281 43 11
11 228 198 30 9
12 310 268 42 11
Total 862 747 115 31

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

GAMBARAN UMUM SEKRETARIAT PEMDA GUNUNGKIDUL

 

 

  • Profil Organisasi Perangkat Daerah

Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul, dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Gunungkidul No. 49 Tahun 2016 Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Sekretariat Daerah merupakan unsur Pembantu Pimpinan Pemerintah Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati.

Dengan rumusan Rencana Strategis Sekretariat Daerah diharapkan dapat dijadikan landasan dalam menjawab permasalahan yang dihadapi sehingga dapat diminimalisir. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kesenjangan berkaitan kondisi ideal organisasi Sekretariat Daerah yang diharapkan dengan kendala  yang  dinilai saat ini belum terpenuhi dapat diproyeksikan dengan kondisi-kondisi sebagai berikut :

  1. Rumusan kebijakan yang difasilitasi penyusunannya oleh sekretariat daerah memenuhi kaidah prosedur dan mekanisme yang tepat serta mengandung aspek-aspek regulasi yang jelas, pasti dan adil serta dapat dilaksanakan melalui koordinasi yang sinergis antara unit-unit kerja pemerintah daerah secara efisien dan efektif.
  2. Tersedianya kerangka gerak berupa pedoman yang terstandarisasi dalam rangka menunjang tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang bersifat regulasi (regulation), pelayanan (service) dan pemberdayaan (empowering) dengan ditunjang oleh pelayanan administrasi pemerintahan yang baik
  3. Pelaksanaan kewenangan, baik dalam bidang pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, dilaksanakan secara efektif dengan adanya proses penataan organisasi pemerintahan yang lebih proporsional, efektif dan efisien sesuai kebutuhan secara obyektif.
  4. Kinerja aparatur pemerintah daerah mengarah pada profesionalitas diberbagai bidang yang terlihat dari peningkatan kemampuan teknis dan managerial, sehingga pelaksanaan tugas dan fungsi seluruh unit kerja akan lebih optimal dan berorientasi pada pencapaian tujuan.
  5. Pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat secara esensial menunjang pada implementasi pelaksanaan otonomi daerah dengan membuka ruang partisipasi masyarakat yang dilandasi oleh budaya daerah silih asah, silih asih, silih asuh serta budaya kerja yang tinggi.

Proyeksi tersebut, selain memberikan ukuran dalam pencapaian tujuan sebagaimana uraian dalam penjelasan-pejelasan program dan indikasi kegiatan, juga akan memberikan landasan pada penetapan kebijakan sebagai Suatu Prosedur Operasional (standard operating procedures) untuk meningkatkan efektivitas kinerja seluruh unit kerja.

Dengan proyeksi tersebut ditekankan pula adanya sistem pengawasan yang lebih diarahkan pada pola pengawasan yang efektif dengan pendekatan preventif, dalam arti bukan menjawab pertanyaan “siapa yang salah” tetapi menemukan “apa yang tidak selaras dalam sistem yang berlaku”, yang pada akhirnya akan diperoleh sistem penilaian yang membandingkan hasil yang seharusnya dicapai dengan hasil yang nyata dalam rangka pencapaian proyeksi-proyeksi yang telah ditetapkan.

  • Visi Dan Misi Organisasi
  1. Visi Organisasi

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah maka penyelenggaraan tugas dan fungsi Sekretariat Daerah harus mampu untuk dapat mengantisipasi perkembangan tuntutan masyarakat dan kemajuan sistem informasi serta teknologi dengan menciptakan suatu pola organisasi yang efektif.

Sebagai konsekuensi kondisi tersebut dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan yang ditetapkan, Sekretariat Daerah sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) penyelenggara pemerintahan yang melaksanakan kebijakan pemerintah daerah perlu menyelaraskan kegiatan-kegiatannya sebagai bagian dari tahapan-tahapan guna mencapai Visi Kabupaten Gunungkidul. Sesuai dengan fungsi organisasi pemerintah, termasuk Sekretariat Daerah sebagai organisasi yang diarahkan untuk proporsional dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan penyelenggaraan manajemen pemerintahan dengan adanya suatu arah atau fokus yang jelas untuk menumbuhkan komitmen yang berorientasi pada masa yang akan datang.

Mengacu kepada beberapa gagasan hasil kajian/analisis lingkungan internal dan eksternal Sekretariat  Daerah serta tanggapan yang berkembang, dirumuskan VISI Sekretariat Daerah, yaitu :

 

 

 

“MEWUJUDKAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL SEBAGAI ORGANISASI YANG PROPORSIONAL DALAM MENINGKATKAN PELAYANAN DAN PEMBINAAN PENYELENGGARAAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN”.

Visi tersebut merupakan suatu gambaran mengenai keadaan internal yang diharapkan pada masa yang akan datang serta sejalan dengan kebijakan pengembangan daerah. Rumusan visi tersebut harus tersosialisasikan dan diharapkan mendapat tanggapan berupa masukan kearah perbaikan untuk dapat diwujudkan serta dapat menumbuhkan komitmen seluruh komponen pemerintah, swasta dan masyarakat yang pada akhirnya memperlihatkan suatu keunggulan yang menyeluruh pada setiap kegiatan.

  1. Misi Organisasi

Guna mewujudkan Visi yang telah ditetapkan maka perlu dijabarkan dengan uraian tugas utama yang harus dilakukan organisasi Sekretariat Daerah dalam mencapai tujuan dimana diperlukan pernyataan-pernyataan yang menunjukkan dengan jelas arti penting eksistensi Sekretariat Daerah, yaitu :

  1. Meningkatkan kinerja kelembagaan pemerintahan yang proporsional, transparan dan akuntabel dalam perumusan kebijakan yang efektif dan integral;
  2. Meningkatkan pembinaan kesejahteraan dan perekonomian serta pengendalian kegiatan program pembangunan daerah;
  3. Peningkatan kualitas pelayanan aparatur pemerintahan di bidang kepegawaian, perlengkapan dan keuangan.

 

  • Tugas Pokok Dan Fungsi
    1. Tugas Pokok dan Fungsi Sekretaris Daerah

Berdasarkan Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Gunungkidul No. 49 Tahun 2016 Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Sekretariat Daerah mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan administrasi serta pelayanan administratif kepada seluruh perangkat daerah. Sedangkan fungsinya adalah :

  1. Menyusun kebijakan pemerintah daerah.
  2. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
  3. Pemantauan dan pengevaluasian pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah
  4. Pembinaan administrasi dan aparatur pemerintahan daerah.
  5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Dengan rumusan tersebut akan berkaitan dengan apa dan bagaimana harus dilakukan untuk mencapainya serta harus memberikan dampak pada tanggapan dan partisipasi masyarakat terhadap perkembangan yang menjadi tugas pokok Sekretariat Daerah.

Tugas Pokok dan Fungsi Lingkup Asisten Pemerintahan

  1. Asisten Pemerintahan mempunyai tugas pokok membantu Sekretaris Daerah dalam melaksanakan pembinaan dan mengkoordinasikan kegiatan bidang pemerintahan umum, hukum, organisasi dan  hubungan masyarakat. Sedangkan fungsinya adalah :

 

  1. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
  2. Pengkoordinasian dan pembinaan di bidang pemerintahan umum;
  1. Pengkoordinasian dan pembinaan di bidang hukum;
  2. Pengkoordinasian dan pembinaan di bidang organisasi;
  3. Pengkoordinasian dan pembinaan di bidang hubungan masyarakat.
  4. Bagian Pemerintahan Umum mempunyai tugas pokok membantu Asisten Pemerintahan dalam pengkoordinasian, pembinaan dan pengelolaan kegiatan bidang tata pemerintahan umum, otonomi daerah dan keagrariaan. Sedangkan fungsinya adalah :
    1. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
    2. Pelaksanaan pengkoordinasian dan pembinaan bidang tata pemerintahan umum;
    3. Pelaksanaan pengkoordinasian dan pembinaan bidang pemerintahan otonomi daerah;
    4. Pelaksanaan pengkoordinasian dan pengelolaan bidang keagrariaan.
  5. Bagian Hukum mempunyai tugas pokok membantu Asisten Pemerintahan dalam pengelolaan kegiatan bidang perundang-undangan, bantuan hukum dan evaluasi dokumentasi hukum. Sedangkan fungsinya adalah :
    1. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
    2. Pengkoordinasian perumusan peraturan daerah, keputusan bupati dan produk hukum lainnya;
    3. Pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan dan pembinaan perundang-undangan;
    4. Pelaksanaan kegiatan penyelenggaan bantuan hukum.
    5. Pelaksanaan kegiatan evaluasi dokumentasi hukum.
  6. Bagian Organisasi mempunyai tugas pokok membantu Asisten Pemerintahan dalam pengelolaan kegiatan bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, analisa formasi dan jabatan. Sedangkan fungsinya adalah :
    1. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
    2. Pelaksanaan kegiatan penataan kelembagaan pemerintah daerah;
    3. Pelaksanaan kegiatan penataan ketatalaksanaan pemerintah daerah;
    4. Pelaksanaan kegiatan analisa formasi dan jabatan.
  7. Bagian Hubungan Masyarakat mempunyai tugas pokok membantu Asisten Pemerintahan dalam pengelolaan data dan sistem informasi, dokumentasi serta pengelolaan pemberitaan. Sedangkan fungsinya adalah :
  8. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
  9. Pelaksanaan pengolahan data dan sistem informasi;
  10. Pelaksanaan pengelolaan kegiatan dokumentasi;
  11. Pengelolaan kegiatan pemberitaan.

 

Tugas Pokok dan Fungsi Lingkup Asisten Pembangunan

  1. Asisten Pembangunan mempunyai tugas pokok membantu Sekretaris Daerah dalam pelaksanaan pengkoordinasian dan pembinaan pengelolaan kegiatan bidang perekonomian, pengendalian program dan kesejahteraan rakyat. Sedangkan fungsinya adalah :
    1. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
    2. Pengkoordinasian dan pembinaan di bidang perekonomian;
    3. Pengkoordinasian dan pembinaan di bidang pengendalian program;
    4. Pengkoordinasian dan pembinaan di bidang kesejahteraan rakyat.
  2. Bagian Perekonomian mempunyai tugas pokok membantu Asisten Pembangunan dalam pengkoordinasian dan pembinaan kegiatan di bidang pemberdayaan ekonomi daerah dan ketahanan pangan. Sedangkan fungsinya adalah :
    1. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
    2. Pengkoordinasian dan pembinaan kegiatan pemberdayaan ekonomi daerah;
    3. Pengkoordinasian dan pembinaan kegiatan ketahanan pangan.
  3. Bagian Pengendalian Program mempunyai tugas pokok membantu Asisten Pembangunan dalam pengelolaan kegiatan bidang penyusunan program, pengendalian pembangunan serta evaluasi dan pelaporan. Sedangkan fungsinya adalah :

 

  1. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
  2. Pelaksanaan kegiatan penyusunan program pembangunan daerah;
  3. Pelaksanaan pengendalian pembangunan daerah;
  4. Pelaksanaan kegiatan evaluasi dan pelaporan pembangunan daerah.
  1. Bagian Kesejahteraan Rakyat mempunyai tugas pokok membantu Asisten Pembangunan dalam pengkoordinasian dan pembinaan bidang kesejahteraan rakyat yang meliputi aspek bina keagamaan dan kebudayaan serta bina kesejahteraan sosial. Sedangkan fungsinya adalah :
    1. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
    2. Pengkoordinasian dan pembinaan di bidang bina keagamaan;
    3. Pelaksanaan penyelenggaraan pembinaan di bidang kebudayaan;
    4. Pengkoordinasian dan pelaksanaan penyelenggaraan bina kesejahteraan sosial.

 

Tugas Pokok dan Fungsi Lingkup Asisten Administrasi

  1. Asisten Administrasi mempunyai tugas pokok membantu Sekretaris Daerah dalam pelaksanaan pembinaan dan pengkoordinasian kegiatan bidang perlengkapan, umum dan tata usaha. Sedangkan fungsinya adalah :
  2. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
  3. Pengkoordinasian dan pembinaan di bidang perlengkapan;
  4. Pengkoordinasian dan pembinaan di bidang umum;
  5. Pengkoordinasian dan pembinaan di bidang tata usaha.
  6. Bagian Perlengkapan mempunyai tugas pokok membantu Asisten Administrasi dalam pengelolaan perlengkapan meliputi : analisa kebutuhan dan pengadaan serta pendistribusian. Sedangkan fungsinya adalah :
  7. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
  8. Pelaksanaan pengelolaan perlengkapan di lingkungan Sekretariat Daerah;
  1. Pelaksanaan kegiatan perlengkapan di lingkungan Sekretariat Daerah.
    1. Bagian Umum mempunyai tugas pokok membantu Asisten Administrasi dalam pengelolaan administrasi umum yang meliputi : rumah tangga dan protokol serta sanditel. Sedangkan fungsinya adalah :
    2. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
    3. Pelaksanaan kegiatan analisa kebutuhan rumah tangga;
    4. Pelaksanaan kegiatan keprotokolan;
    5. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan sanditel.
    6. Bagian Tata Usaha mempunyai tugas pokok membantu Asisten Administrasi dalam pengelolaan dan pengendalian urusan tata usaha pimpinan dan tata usaha umum meliputi : keuangan dan kepegawaian serta kearsipan. Sedangkan fungsinya adalah:

 

  1. Penyiapan bahan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
  2. Penyiapan bahan penyusunan petunjuk teknis ketatausahaan meliputi keuangan dan kepegawaian serta kearsipan;
  3. Pelaksanaan kegiatan tata usaha pimpinan dan tata usaha umum meliputi keuangan dan kepegawaian serta kearsipan;
  4. Pengendalian dan pengelolaan ketatausahaan meliputi keuangan dan kepegawaian serta kearsipan;
  5. Pelaksanaan pengelolaan ketatausahaan meliputi keuangan dan kepegawaian serta kearsipan.

Uraian tugas dan fungsi tersebut akan dijadikan landasan dalam penyusunan dan penetapan tujuan dari masing-masing unit kerja, dimana ukuran pencapaiannya akan terukur dari implementasi Rencana Kerja dengan pola-pola evaluasi yang obyektif berupa pengukuran indikator-indikator program yang dilaksanakan dalam pencapaian tujuan dan sasaran Sekretariat Daerah.

  • Struktur Organisasi Dan Tata Kerja

Sekretariat Daerah mempunyai tugas pokok dan fungsi yang dituangkan dalam susunan organisasi agar mampu menjamin terlaksananya tugas pokok dan fungsi secara efektif dan efisien. Susunan organisasi Sekretariat Daerah beserta uraian tata kerja yang komprehensif menggambarkan wewenang dan tanggung jawab setiap unsur organisasi mekanisme kondisi internal organisasi guna menjamin kesepahaman, kesatuan arah dan keterpaduan dalam pencapaian tujuan organisasi.

 

Untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul membentuk  Struktur Organisasi, dimana Sekretariat Daerah dipimpin oleh seorang Sekretaris dengan struktur organisasi sebagai berikut:

Sesuai dengan tugas pokok Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul yaitu membantu Bupati dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan administrasi serta pelayanan administratif kepada seluruh perangkat daerah perlu terus dibenahi dan disesuaikan dengan perkembangan pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Menyadari hal tersebut perlu disusun suatu strategi yang dapat memberikan fokus yang jelas terhadap isu-isu yang akan dihadapi serta memberikan antisipasi yang cukup memadai terhadap perubahan-perubahan strategis lain yang mungkin akan dihadapi pada masa yang akan datang. Strategi tersebut hendaknya tercantum dalam suatu perumusan perencanaan kerja yang memadai.

Perencanaan kerja diperlukan sebagai instrumen untuk lebih mengarahkan tujuan organisasi yang akan dicapai dan bagaimana cara mencapainya. Perencanaan kerja merupakan awal dari proses akuntabilitas suatu lembaga kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu proses penyusunan perencanaan dibuat untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan misi organisasi. Perencanaan kerja memberikan gambaran yang jelas mengenai tindakan-tindakan dan pemikiran strategis organisasi, serta memfokuskan perhatian kepada isu-isu penting dan tantangan yang dihadapi oleh organisasi. Perencanaan kerja membantu untuk memformulasikan dan mengkomunikasikan dengan jelas strategi yang diinginkan, serta dengan perhitungan konsekuensi ke masa depan atas keputusan yang dibuat saat ini.

 

Dalam rangka menghadapi perubahan dan isu-isu strategis yang akan dihadapi pada saat ini maupun masa mendatang, maka Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul menyusun Rencana Kerja melalui proses pembahasan secara komprehensif  yang melibatkan unsur Bagian di lingkungan Sekretariat Daerah, dimana dalam pembahasannya didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta didukung oleh beberapa referensi.

GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

 

 

  • Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul

Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan sebagaian urusan rumah tangga daerah dalam bidang kesehatan untuk menunjang tercapainya usaha kesejahteraan masyarakat di bidang Kesehatan dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul atau yang biasa disingkat DKK Medan terletak di Jl. Kolonel Sugiyono No.17, Purbosari, Wonosari, Kec. Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dinas ini membawahi 39 Puskesmas Induk (13 Puskesmas Rawat Inap dan 26 Puskesmas Rawat Jalan) dan 41 Puskesmas Pembantu (Pustu) yang terletak di 21 Kecamatan se Kabupaten Gunungkidul. Disamping itu DKK Medan mempunyai Unit Pelayanan Teknis (UPT) yaitu Gudang Farmasi Laboraturium dan Kesehatan Lingkungan Berikut ini akan dijelaskan visi, misi dan fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul.

  1. Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul

Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul yang merupakan gambaran organisasi yang ingin diwujudkan di masa depan yaitu : “Kesehatan Mantap (Mandiri, Tanggap dan Profesional)”

  1. Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul
    1. Mendorong kemandirian masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
    2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau.
    3. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat agar hidup produktif secara optimal.
    4. Mendukung pembangunan Kabupaten Gunungkidul yang berwawasan kesehatan.
    5. Menggalang potensi dan kepedulian masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
    6. Menyediakan sistem informasi kesehatan yang baik.
  2. Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul yaitu :
    1. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang kesehatan;
  3. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan, pemberantasan, pengawasan penyakit menular dan penelitian kemungkinan terjadinya wabah penyakit;
  4. Melaksanakan pelayanan umum bidang kesehatan;
  5. Melaksanakan pemberian perizinan bidang kesehatan;
  6. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya;
  7. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.

 

  • Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menunjukkan hubungan pada suatu organisasi atau perusahaan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dalam melaksanakan fungsi dan tugas-tugas yang dibebankan terhadap suatu posisi/jabatan tertentu untuk menjamin kelancaran kerja. Oleh karena itu, struktur organisasi dilandasi dengan adanya pembagian tugas dari tiap satuan kerja pada organisasi tersebut. Adapun struktur organisasi terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :

  1. Bentuk organisasi garis, pada organisasi ini semua kekuasaan berjalan dari atas ke bawah menurut garis lurus menuju ke bawah, sebaliknya garis tanggung jawab berjalan dari bawah ke atas.
  2. Bentuk organisasi fungsional, pada organisasi ini kekuasaan tidak langsung, tiap atasan mempunyai bawahan masing-masing, bawahan di sini menunggu perintah atasan dan bertanggung jawab pada atasan tersebut.
  3. Bentuk organisasi garis dan staf, pada organisasi ini merupakan golongan antara garis dan staf, dimana bawahan hanya menerima perintah dari atasan saja sehingga dengan demikian sangat diperlukan struktur organisasi.

Secara umum, struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul adalah organisasi garis, yaitu kekuasaan mengalir dari atas ke bawah. Pada pegawai bertanggung jawab langsung atas suatu kegiatan/pekerjaan yang telah ditetapkan dalam bidangnya masing-masing.

  • Uraian Pekerjaan

Adapun tugas dan tangggung jawab dari struktur organisasi di atas adalah:

  1. Kepala Dinas Kesehatan
  2. a) Perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan
  3. b) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di

bidang kesehatan

  1. c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas pokok di bidang kesehatan,

dan

  1. d) Pelaksanaan tugas pokok lain yang diberikan Bupati sesuai

dengan tugas pokok dan fungsinya

  1. Secretariat
  2. a) Melaksanakan sebagian tugas Dinas lingkup kesekretariatan

meliputi pengelolaan administrasi umum, keuangan, dan

penyusunan program.

  1. b) Pengkoordinasian penyusunan perencanaan program Dinas
  2. c) Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,

pengembangan organisasi, dan ketatalaksanaan

  1. d) Pelaksanaa monitoring, evaluasi pelaporan kesekretariatan
  2. Sub Bagian Umum
  3. a) Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Sub Bagian

Umum

  1. b) Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi

umum

  1. c) Pengelolaan administrasi umum yang meliputi pengelolaan tata

naskah dinas, penataan kearsipan, urusan rumahtangga,

hukum, hubungan masyarakat

  1. d) Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
  2. Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan
  3. a) Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan meliputi

kegiatan penyusunan rencana, penyusunan bahan, pemrosesan,

pengusulan, dan verifikasi

  1. b) Penyiapan bahan / pelaksanaan koordinasi pengelolaan

administrasi keuangan

  1. c) Penyusunan laporan keuangan Dinas
  2. d) Pelaksanaan pengelolaan perlengkapan
  3. Sub Bagian Penyusunan Program
  4. a) Pengumpulan bahan petunjuk teknis lingkup penyusunan

rencana dan program Dinas

  1. b) Penyiapan bahan penyusunan rencana dan program Dinas
  2. c) Penyiapan bahan pembinaan pengawasan, dan pengendalian
  3. Bidang Bina Pelayanan Kesehatan
  4. a) Penyelenggaraan upaya kesehatan khusus meliputi kesehatan

jiwa, kesehatan mata, kesehatan kerja, kesehatan haji,

kesehatan gigi dan mulut

  1. b) Penyelenggaraan upaya kesehatan perkotaan, kesejahteraan

indera, dan usia lanjut

  1. c) Penyelenggaraan upaya kesehatan pada daerah perbatasan
  2. Seksi Kesehatan Dasar
  3. a) Pelaksanaan proses perijinan dan pelayanan lainnya lingkup

kesehatan dasar sesuai urusan pemerintah kota

  1. b) Penyiapan bahan pelaksanaan registrasi, akreditas, dan

sertifikasi sarana pelayanan kesehatan dasar

  1. c) Penyiapan bahan pembinaan upaya kesehatan dasar perkotaan
  2. Seksi Kesehatan Rujukan
  3. a) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup kesehatan rujukan
  4. b) Penyiapan bahan dan data pengelolaan upaya kesehatan

rujukan perkotaan

  1. c) Pelaksanaan proses perijinan dan pelayanan lainnya lingkup

kesehatan rujukan sesuai urusan pemerintahan kota

  1. Seksi Kesehatan Khusus
  2. a) Penyiapan bahan dan data penyelenggaraan upaya kesehatan

khusus meliputi kesehatan jiwa, kesehatan mata, kesehatan

kerja, kesehatan haji, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan

indera, dan lanjut usia

  1. b) Penyiapan bahan dan data penyelenggaraan upaya kesehatan

pada daerah perbatasan dan kerjasama lintas batas

  1. Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan
  2. a) Penyusunan rencana, program, dan kegiatan bidang

pengendalian masalah kesehatan

  1. b) Penyusunan petunjuk teknis lingkup pengendalian dan

pemberantasan penyakit, wabah, bencana, dan kesehatan

lingkungan

  1. Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit
  2. a) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengendalian dan

pemberantasan penyakit

  1. b) Penyiapan bahan dan data penyelenggaraan pengendalian

surveilans epidemiologi, pengendalian penyakit tidak menular,

immunisasi, kesehatan mata, dan penyelidikan kejadian luar

biasa (KLB)

  1. Seksi Wabah Bencana
  2. a) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengendalian

wabah dan bencana

  1. b) Penyiapan rencana, program, dan kegiatan seksi wabah dan

bencana

  1. c) Penyiapan bahan dan data penyelenggaraan pengendalian

wabah dan bencana meliputi kesiapsiagaan, mitigasi dan

kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan

  1. Seksi Kesehatan Lingkungan
  2. a) Penyiapan bahan dan data penyelenggaraan pengendalian

kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air, pengawasan

kualitas lingkungan, penyehatan kawasan dan sanitasi darurat,

sanitasi makanan dan bahan pangan serta pengamanan limbah

  1. b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengendalian

kesehatan lingkungan

  1. Seksi Perencanaan dan Pendayagunaan
  2. a) Penyiapan rencana, program, dan kegiatan seksi perencanaan

dan pendayagunaan

  1. b) Penyiapan bahan dan data pemberian rekomendasi tenaga

kesehatan strategis

  1. Seksi Pendidikan dan Pelatihan
  2. a) Penyiapan bahan dan data pelaksanaan registrasi dan akreditasi,

pendidikan, dan pelatihan sumber daya manusia kesehatan

  1. b) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan

pelaksanaan kegiatan

  1. Seksi Registrasi dan Akreditas
  2. a) Penyiapan bahan dan data proses penyelenggaraan registrasi

dan skreditas serta perijinan lingkup tenaga medis, tenaga para

medis, dan tenaga non medis / tradisional terlatih sesuai urusan

pemerintahan kota

  1. b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup registrasi dan

akreditas

  1. Bidang Kefarmasian Jaminan dan Sarana Kesehatan
  2. a) Penyelenggaraan jaminan kesehatan
  3. b) Pelayanan sarana dan peralatan kesehatan
  4. c) Pelaksanaan proses pelayanan petijinan dan pelayanan lainnya

lingkup kefarmasian, jaminan, sarana, dan peralatan kesehatan

sesuai urusan pemerintahan kota

  1. Seksi Kefarmasian
  2. a) Penyediaan dan pengelolaan bufferstock obat, reagensia,

vaksin, ketersediaan obat, dan perbekalan kesehatan rumah

tangga (PKRT)

  1. b) Pelaksanaan proses perijinan dan pelayanan lainnya lingkup

kefarmasian sesuai urusan pemerintah kota

  1. Seksi Jaminan Kesehatan
  2. a) Penyiapan rencana, program, dan kegiatan seksi jaminan

kesehatan

  1. b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup jaminan kesehatan
  2. c) Penyiapan bahan dan data penyelenggaraan jaminan kesehatan

meliputi kepersertaan, pemeliharaan kesehatan, dan pembiayaan

  1. Seksi Sarana dan Peralatan Kesehatan
  2. a) Penyiapan bahan dan data penyelenggaraan registrasi,

akreditas, dan peralatan kesehatan

  1. b) Pelaksanaan proses rekomendasi ijin Pedagang Besar Alat

Kesehatan (PBAK)

  1. c) Pelaksanaan proses perijinan dan pelayanan lainnya lingkup

sarana dan peralatan kesehatan

  1. Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)
  2. a) Pembentukan dan tugas pokok Unit Pelaksanaan Teknis akan

ditentukan dan ditetapkan dengan peraturan Bupati

GAMBARAN UMUM Bagian Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Gunung Kidul

 

 

Bagian Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam beralamatkan di Kantor Sekretaris Daerah Dan Badan Kepegawaian Gunung Kidul Jalan Brigjen Katamso No. 1, Kepek, Wonosari merupakan bagian di bawah Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul.  Berdasarkan Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 58 Tahun 2011 Tentang Uraian Tugas Sekretariat Daerah, Bagian Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam mempunyai tugas merumuskan kebijakan, melaksanakan pengkoordinasian, pembinaan administrasi, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan industri dan jasa, sumber daya alam, pertanian dan kelautan. Berikut adalah struktur organisasi Bagian Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Bersama bagian lain di Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul

Sumber : Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 58 Tahun 2011 Tentang Uraian Tugas Sekretariat Daerah

 

Untuk menyelenggarakan tugas, Bagian Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam mempunyai fungsi:

  1. penyusunan rencana kegiatan Bagian Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam;
  2. perumusan kebijakan dan pengkoordinasian di bidang industri, jasa, sumber daya alam, pertanian, dan kelautan;
  3. monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang industri, jasa, sumber daya alam, pertanian, dan kelautan;
  4. pengendalian dan pelaksanaan norma, standar, pedoman, dan petunjuk operasional koordinasi di bidang industri, jasa, sumber daya alam, pertanian, dan kelautan; dan
  5. pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Bagian Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam.

Bagian Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam terdiri dari : a) Subbagian Industri dan Jasa; b) Subbagian Sumber Daya Alam; c) Subbagian Pertanian dan Kelautan;

  1. Subbagian Industri dan Jasa mempunyai tugas:
    1. menyusun rencana kegiatan Subbagian Industri dan Jasa;
    2. menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan koordinasi di bidang industri, jasa, perhubungan, pariwisata, kebudayaan, permukiman, prasarana wilayah, perdagangan, koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah serta badan usaha milik daerah;
    3. menyusun kebijakan teknis di bidang industri, jasa, perhubungan, pariwisata, kebudayaan, permukiman, prasarana wilayah, perdagangan, koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah serta badan usaha milik daerah;
    4. menyiapkan bahan pelaksanaan kegiatan di bidang industri, jasa, perhubungan, pariwisata, kebudayaan, permukiman, prasarana wilayah, perdagangan, koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah serta badan usaha milik daerah;
    5. menyusun rencana operasional di bidang industri, jasa, perhubungan, pariwisata, kebudayaan, permukiman, prasarana wilayah, perdagangan, koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah serta badan usaha milik daerah;
    6. menyusun rencana kinerja dan penetapan kinerja di bidang industri, jasa, perhubungan, pariwisata, kebudayaan, permukiman, prasarana wilayah, perdagangan, koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah serta badan usaha milik daerah;
    7. menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas di bidang industri, jasa, perhubungan, pariwisata, kebudayaan, permukiman, prasarana wilayah, perdagangan, koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah serta badan usaha milik daerah;
    8. melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang industri, jasa, perhubungan, pariwisata, kebudayaan, permukiman, prasarana wilayah, perdagangan, koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah serta badan usaha milik daerah;
    9. menyiapkan bahan pengendalian dan pelaksanaan norma, standar, pedoman, dan petunjuk operasional koordinasi di bidang industri, jasa, perhubungan, pariwisata, kebudayaan, permukiman, prasarana wilayah, perdagangan, koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah serta badan usaha milik daerah; dan
    10. melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Subbagian Industri dan Jasa.
  2. Subbagian Sumber Daya Alam mempunyai tugas:
    1. menyusun rencana kegiatan Subbagian Sumber Daya Alam;
    2. menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan koordinasi di bidang energi, sumber daya mineral, kehutanan, dan lingkungan hidup;
    3. menyusun kebijakan teknis bidang energi, sumber daya mineral, kehutanan, dan lingkungan hidup;
    4. menyiapkan bahan pelaksanaan kegiatan di bidang energi, sumber daya mineral, kehutanan, dan lingkungan hidup;
    5. menyusun rencana operasional bidang energi, sumber daya mineral, kehutanan, dan lingkungan hidup;
    6. menyusun rencana kinerja dan penetapan kinerja bidang energi, sumber daya mineral, kehutanan, dan lingkungan hidup;
    7. menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas bidang energi, sumber daya mineral, kehutanan, dan lingkungan hidup;
    8. melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan bidang energi, sumber daya mineral, kehutanan, dan lingkungan hidup;
    9. menyiapkan bahan pengendalian dan pelaksanaan norma, standar, pedoman, dan petunjuk operasional koordinasi di bidang energi, sumber daya mineral, kehutanan, dan lingkungan hidup;
    10. melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Subbagian Sumber Daya Alam
  3. Subbagian Pertanian dan Kelautan mempunyai tugas :
    1. menyusun rencana kegiatan Subbagian Pertanian dan Kelautan;
    2. menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan koordinasi di bidang tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kelautan, perikanan, dan ketahanan pangan;
    3. menyusun kebijakan teknis bidang tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kelautan, perikanan, dan ketahanan pangan;
    4. menyiapkan bahan pelaksanaan kegiatan di bidang tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kelautan, perikanan, dan ketahanan pangan;
    5. menyusun rencana operasional bidang tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kelautan, perikanan, dan ketahanan pangan;
    6. menyusun rencana kinerja dan penetapan kinerja bidang tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kelautan, perikanan, dan ketahanan pangan;
    7. menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas bidang tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kelautan, perikanan, dan ketahanan pangan;
    8. melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan bidang tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kelautan, perikanan, dan ketahanan pangan;
    9. menyiapkan bahan pengendalian dan pelaksanaan norma, standar, pedoman, dan petunjuk operasional koordinasi di bidang tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kelautan, perikanan, dan ketahanan pangan; dan
    10. melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Subbagian Pertanian dan Kelautan

GAMBARAN UMUM UPTD PELAYANAN TERPADU KORBAN KEKERASAN PEREMPUAN DAN ANAK

 

 

  • Sejarah

UPTD PPA Kabupaten Bantul dibentuk pada tahun 2009 dengan nama P2TP2A dan berlokasi di rumah dinas Bupati Bantul. UPTD PPA Kabupaten Bantul mengalami beberapa perubahan nama dan lokasi perkantoran. Pada tahun 2013, berganti nama menjadi PPT Arum Dalu dan berlokasi di rumah dinas wakil Bupati Bantul. Tahun 2016, PPT Arum Dalu berganti nama menjadi UPT PPT KKPA dan berlokasi di Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo 76 Bantul. Dua tahun kemudian, pada tahun 2018 berganti nama menjadi UPT P2TP2A dengan lokasi yang sama.

Berdasarkan Peraturan Bupati Bantul Nomor 52 Tahun 2019, UPT P2TP2A resmi berganti menjadi UPTD PPA Kabupaten Bantul pada Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bantul. Nama menjadi UPT P2TP2A dengan lokasi yang sama. Berdasarkan Peraturan Bupati Bantul Nomor 52 Tahun 2019, UPT P2TP2A resmi berganti menjadi UPTD PPA Kabupaten Bantul pada Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bantul.

 

 

  • Visi dan Misi

VISI :

“Terselenggaranya Layanan Perlindungan Terpadu Serta Pemenuhan Hak Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kabupaten Bantul”

MISI :

  1. Memberikan layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten Bantul;
  2. Memberikan psikoedukasi kepada masyarakat di sekitar lokasi kejadian;
  3. Mengembangkan kemitraan dan jaringan kerjasama dengan LSM, kelompok keagamaan, organisasi sosial wanita dan dunia usaha yang peduli terhadap masalah perempuan dan anak.
  • Struktur Organisasi

Susunan organisasi UPTD Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Perempuan dan Anak, terdiri atas:

  1. Kepala UPTD;

Kepala UPTD adalah Kepala UPTD Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Perempuan dan Anak.

  1. Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha merupakan unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala UPTD. Sub Bagian Tata Usaha dipimpin Kepala Sub Bagian. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan ketatausahaan UPTD Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Perempuan dan Anak. Tugas sebagaimana dimaksud terdiri atas:

  • menyusun rencana Sub Bagian;
  • melaksanakan penatausahaan keuangan dan barang;
  • melaksanakan penatausahaan kepegawaian;
  • melaksanakan penatausahaan administrasi umum;
  • melaksanakan pengelolaan kerumahtanggaan;
  • melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan tugas dan fungsi Sub Bagian; dan
  • melaksanakan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala UPTD sesuai tugas dan fungsinya.
  1. Kelompok Jabatan Fungsional.

Jabatan Fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung

jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan

organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.

Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala UPTD. Kelompok Jabatan Fungsional dapat dibagi ke dalam sub kelompok sesuai kebutuhan dan masing-masing dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior. Jumlah tenaga Kelompok Jabatan Fungsional ditentukan berdasarkan sifat, jenis, dan be ban kerja yang ada. Pembentukan, pengangkatan, pemberhentian, pemindahan dan pembinaan tenaga fungsional diatur sesuai peraturan perundang-undangan.

  • Dasar Hukum, Tugas, dan Fungsi

Mengacu pada Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak Nomor 4 Tahun 2018 pasal 1, yang dimaksud UPTD PPA adalah :

“Unit Pelaksana Tekhnis Daerah yang dibentuk Pemerintah Daerah dalam memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus dan masalah lainnya.”

 

Dasar Hukum Pembentukan UPTDF PPA Kabupaten Bantul adalah

  1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
  3. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 05 Tahun 2010 Tentang panduan Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu.
  4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 12 tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah.
  5. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia nomor 4 tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak
  6. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Perubahan Peraturan daerah Kabupaten Bantul No 15 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Anak dan Perempuan Korban Kekerasan
  7. Peraturan Bupati Bantul Nomor 159 Tahun 2016 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Perempuan dan Anak Kabupaten Bantul
  8. Peraturan Bupati Nomor 09 Tahun 2018 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Perempuan dan Anak Kabupaten Bantul.
  9. Peraturan Bupati Nomor 52 Tahun 2019 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Bantul.

Tugas UPTD PPA:

Adalah untuk melaksanakan kegiatan tekhnis operasional di wilayah kerjanya dalam memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus dan masalah lainnya.

Fungsi UPTD PPA:

  1. Sebagai pusat layanan penanganan korban kekerasan perempuan dan anak yang mudah dijangkau, dan aman;
  2. Bekerjasama dengan Mitra Kerja Peduli Perempuan dan Anak dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Bentuk Pelaksanaan Fungsi UPTD PPA:

  1. Pengaduan masyarakat
  2. Penjangkauan korban
  3. Pengelolaan kasus
  4. Penampungan Sementara
  5. Mediasi
  6. Pendampingan Korban
  7. Kesehatan
  8. Bantuan Hukum seperti pengupayaan diversi atau upaya hukum lainnya.
  9. Layanan pemulihan / psikologi

Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif berkaitan dengan pencatatan dan peringkasan data, dengan tujuan menggambarkan hal-hal penting pada sekelompok data, seperti berapa rata-ratanya, variasi data dan sebagainya. Penelitian data dalam penelitian ini, digunakan peneliti untuk menggambarkan mengenai tingkat kepemimpinan inovatif. Salah satu caranya yang digunakan adalah menggunakan distribusi frekuensi (Santoso, 2014). Distribusi frekuensi merupakan suatu cara untuk meringkas serta menyusun data mentah (raw data) yang diperoleh dari penelitian, dengan didasarkan pada distribusi (penyebaran) nilai variabel dan frekuensi (banyaknya) individu yang terdapat pada nilai variabel tersebut. Langkah-langkah membuat tabel distribusi frekuensi adalah sebagai berikut (Winarsunu, 2006):

  1. Urutkan data dari yang terkecil ke data terbesar.
  2. Hitung rentang yaitu data tertinggi dikurangi data terendah yaitu:

R = Data tertinggi – Data terendah

  1. Hitung banyak kelas dengan aturan Sturges yaitu:

Banyak Kelas = 1 + 3,3 Log N

N = banyak data, hasil akhirnya dibulatkan. Banyak kelas paling sedikit 5 kelas dan paling banyak 15 kelas, dipilih menurut keperluannya.

  1. Hitung panjang kelas interval dengan rumus:

P = Rentang/ Panjang kelas

  1. Tentukan ujung bawah kelas interval pertama. Biasanya diambil data terkecil atau data yang lebih kecil dari data terkecil tetapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas yang telah didapat.
  2. Selanjutnya kelas interval pertama dihitung dengan cara menjumlahkan ujung bawah kelas dengan p tadi dikurangi 1. Demikian seterusnya.
  3. Setelah kelas interval terbentuk kemudian skor setiap responden di kelompokkan berdasarkan kelas interval tersebut.

Kinerja Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Suatu organisasi atau perusahaan jika ingin maju atau berkembang maka dituntut untuk memiliki pegawai yang berkualitas. Pegawai yang berkualitas adalah pegawai yang kinerjanya dapat memenuhi target atau sasaran yang ditetapkan oleh perusahaan. Untuk memperoleh pegawai yang memiliki kinerja baik maka diperlukan penerapan kinerja. Ukuran kinerja dapat dilihat dari sisi jumlah dan mutu tertentu sesuai dengan standart yang telah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan bentuknya dapat bersifat tangible (dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya) atau intangible (tak dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya), tergantung pada bentuk dan proses pelaksanaan pekerjaan itu.

Kinerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam suatu perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor dan kondisi yang baik itu yang berasal dari dalam diri pegawai ataupun yang berasal dari luar individu pegawai. Mangkuprawira dan Hubeis dalam bukunya Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia (2007:153) mengatakan bahwa kinerja adalah hasil dari proses pekerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi bersangkutan

Hasibuan, (2007) menyatakan kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan  atau  organisasi.  Kinerja  yang  baik  merupakan  langkah  untuk tercapainya  tujuan  organisasi.  Sehingga  perlu  diupayakan  usaha  untuk meningkatkan  kinerja.  Tetapi  hal  ini  tidak  mudah  sebab  banyak  faktor  yang mempengaruhi  tinggi  rendahnya  kinerja  seseorang.  As’ad,  (2004)  menyatakan kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan  yang  bersangkutan.  Dharma,  (2001)  menyatakan  sesuatu  yang dikerjakan  atau  produk/jasa  yang  dihasilkan  atau  diberikan  seseorang  atau sekelompok orang.

Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa indonesia dari kata dasar kerjayang berasal dari terjemahan kata performance dalam bahasa inggris yang berartiprestasi atau hasil kerja. Menurut Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014,menyatakan bahwa “Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yangtelah atau hendak dicapai dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dankualitas terukur. Menurut Tim AKIP BPKP dalam Wahid (2016), menyatakan bahwa :Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikankepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaianhasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatuorganisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatukebijakan operasional yang dimiliki.

Menurut Agusta (2013) menyatakan bahwa Pengukuran kinerja merupakan alat untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dengan melakukan pengukuran kinerja maka kita bisa memastikan apakah pengambilan keputusan dilakukan secara tepat dan objektif. Selain itu, kita jugabisa memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkan kinerja periode berikutnya.

Berdasarkan uraian, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu prestasimaupun hasil yang telah dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja khususnya dilingkungan instansi pemerintah daerah diperlukan sebagai alat dalam pengambilankeputusan dan bentuk pertanggungjawaban terhadap publik

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2) merupakan usaha pemerintah dalam rangka melindungi perempuan, mulai dari tingkat pusat sampai daerah dibentuk badan/lembaga yang menangani masalah pemberdayaan perempuan yang dibentuk di tiap pemda kabupaten/kota. Kita mengenal adanya posisi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Di pemerintah provinsi dibentuk wadah semacam Forum Komunikasi Pemberdayaan Perempuan. Forum ini merupakan wadah untuk berurun rembug dalam membuat gagasan, melakukan koordinasi serta rekomendasi-rekomendasi dalam membuat suatu kebijakan program kegiatan pemberdayaan perempuan.

Pusat Pelayanan Terpadu merupakan suatu unit yang menyelenggarakan pelayanan terpadu korban kekerasan terhadap perempuan dan anak yang meliputi pelayanan medis, psikososial dan bantuan hukum yang dilaksanakan secara lintas fungsi dan lintas sektoral. Pusat ini dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama tiga menteri (Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menkes & Mensos) serta Kepolisian Negara RI pada tanggal 23 Oktober 2002 (Supramu).

Tugas dari Pusat Pelayanan Terpadu adalah lembaga penyedia layanan terhadap korban kekerasan yang berbasis kesekretariatan dalam bentuk pelayanan psikososial dan pelayanan hukum, yang meliputi : rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, reintegrasi sosial, bantuan hukum dan pendampingan. PPT memiliki visi memberikan perlindungan terhadap korban dan atau saksi tindak pidana perdagangan orang dan tindak kekerasan khususnya terhadap perempuan dan anak (Rokhmah, 2011).

Sedangkan menurut Prosedur Standar Operasional Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, yang selanjutnya disebut PSO, adalah langkah-langkah standar yang harus dilakukan dalam memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, yang meliputi 5 (lima) jenis pelayanan, yaitu:

  1. Penanganan Pengaduan,

Penanganan Pengaduan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara layanan terpadu untuk menindaklanjuti laporan adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diajukan korban, keluarga atau masyarakat

  1. Pelayanan Kesehatan,

Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang meliputi aspek . promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

  1. Rehabilitasi Sosial,

Rehabilitasi Sosial adalah pelayanan yang ditujukan untuk . memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorangyang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakanfungsi sosialnya secara wajar.

  1. Penegakan dan Bantuan Hukum,

Penegakan Hukum adalah tindakan aparat yang diberikewenangan oleh negara untuk melaksanakan peraturanperundang-undangan. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan olehpendamping hukum dan advokat untuk melakukan proses . pendampingan saksi dan/atau korban kekerasan terhadap perempuan dan anak yang sensitif gender.

 

 

  1. Pemulangan dan Reintegrasi Sosial.

Pemulangan adalah upaya mengembalikan perempuan . dan anak korban kekerasan dari luar negeri ke titikdebarkasi/entry point, atau dari’ daerah penerima ke daerah asal. Reintegrasi Sosial adalah upaya penyatuan kembali korban dengan pihak keluarga, keluarga pengganti, atau masyarakat yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban

Berdasarkan uraian di atas kinerja Pos Pelayanan Terpadu Bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual adalah hasil kerja  nyata  yang  dicapai  Pos Pelayanan Terpadu Bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual dalam  memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, yang meliputi 5 (lima) jenis pelayanan

 

Pendamping Korban Kekerasan Rumah Tangga

Menurut Achie (2000), korban kekerasan dalam rumah tangga akan mengalami penderitaan yang sangat beragam baik fisik, materil, maupun psikis sehingga perlindungan yang diberikan kepada korban pun harus beragam. Perlindungan korban ini diberikan berdasarkan hak yang dimilikinya. Pasal 10 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Korban berhak mendapatkan :

  1. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
  2. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
  3. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
  4. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perun-dang-undangan; dan
  5. pelayanan bimbingan rohani. UU PKDRT juga membagi perlindungan menjadi perlindungan yang bersifat sementara dan perlindungan dengan penetapan pengadilan serta pelayanan.

Berdasarkan (Aroma, 2003) diketahui bahwa perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga sesuai tugas dan fungsinya masing-masing:

  1. Perlindungan oleh kepolisian berupa perlindungan sementara yang diberikan paling lama tujuh hari, dan dalam waktu 1 x 24 sejak memberikan perlindungan, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintahperlindungan dari pengadilan. Perlindunagn sementara oleh kepolisisan ini dapat dilakukan bekerjasama dengan tenaga kesehatan, sosial, relawan pendamping dan pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Pelayanan terhadap korban KDRT ini harus menggunakan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian dengan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang mudah diakses oleh korban.
  2. Perlindungan oleh advokat diberikan dalam bentuk konsultasi hukum, melakukan mediasi dan negosiasi di antara pihak termasuk keluarga korban dan keluarga pelaku melalui mediasi, dan mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemerikasaan dalam sidang pengadilan (litigasi), melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial (kerja sama dan kemitraan).
  3. Perlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk perintah perlindungan yang diberikan selama satu tahun dan dapat diperpanjang. Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat perintah penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 hari apabila pelaku tersebut melakukan pelanggaran atas pernyataan yang ditandatanganinya mengenai kesanggupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari pengadilan. Pengadilan juga dapat memberikan perlindungan tambahan atas pertimbangan bahaya yang mungkin timbul terhadap korban.
  4. Pelayanan tenaga kesehatan penting sekali artinya terutama dalam upaya pemberian sanksi terhadap pelaku KDRT. Tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesinya wajib memberikan laporan tertulis hasil pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau membuat surat keterangan medis lainnya yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti.
  5. Pelayanan pekerja sosial diberikan melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban; memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif; dan melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban.
  6.        Pelayanan relawan pendamping diberikan berupa menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa orang pendamping; mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga korban merasa aman didampingi oleh pendamping; dan memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.
  7. Pelayanan pembimbing rohani dilakukan dengan memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan memberikan penguatan iman dan taqwa kepada korban.

Korban Kekerasan Rumah Tangga

Berbagai pengertian korban banyak dikemukakan baik oleh para ahli, peraturan perundang-undangan, dan juga dari konvensi internasional yang membahas mengenai korban kejahatan, sebagian diantaranya ialah: Ralph de Sola Korban (victim) adalah ”… person who has injured mental or physical suffering, loss of property or death resulting from an actual or attemped criminal offense committed by another.…”

Sedangkan menurut Muladi korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik atau mental, kehilangan barang-barang atau kematian yang merupakan akibat dari perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan orang lain….) Korban (victims) adalah orang-orang yang baik secara individu maupun kolektif telah menderita kerugian,termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi, atau gangguan substansial terhadap hak-haknya yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan.

Deklarasi PBB dalam The Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power 1985 Korban (victims) means persons who, individually or collectively, have suffered harm, including physical or mental injury, emotional suffering,economic loss or substansial impairment of their fundamental rights, through acts or omission of criminal abuse of power.  Korban ialah orang baik perseorangan atau kelompok yang mengalami penderitaan termasuk penderitaan fisik dan mental, emosi, ekonomi atau hak-hak asasi mereka yang lain melalui dilakukan atau tidaknya kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan).

PP No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM yang berat dan UU No. 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagi akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga Korban ialah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga.

 

Jenis dan Ruang Lingkup Kekerasan Rumah Tangga

Mengacu kepada pasal 5 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud:

  1. kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang;
  2. kekerasan seksual yaitu yaang meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan/atau pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup. rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu;
  3. penelantaran rumah tangga yaitu setiap orang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Dalam hal ini juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Menurut (Harianto 2001) rumah tangga sendiri sendiri memiliki perbedaan pada ruang lingkupnya namun secara umum yang dimaksud dengan lingkup rumah tangga meliputi yaitu :

  1. suami, isteri, dan anak;
  2. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang suami, istri, dan anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
  3. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut (Ghozali, 2016). Pada uji validitas ini menggunakan analisis corrected item-total correlation. Analisis ini dilakukan dengan cara mengorelasikan masing-masing skor item dengan skor total dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang overestimasi. Hal itu dikarenakan agar tidak terjadi koefisien item yang overestimasi (estimasi nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya).

Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut :

  1. Jika r hitung > r tabel (uji dua dengan signifikansi 0,05) maka instrumen atau item-item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
  2. . Jika r hitung < r tabel (uji dua dengan signifikansi 0,05) maka instrumen atau item-item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).

Reabilitas

Uji reliabilitas adalah suatu tingkatan yang mengukur konsistensi hasil jika dilakukan pengukuran berulang pada suatu karakteristik.9 Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut hilang. Metode Alpha sangat cocok digunakan pada skor berbentuk skala (missal 1-4, 1- 5) atau skor rentangan (missal 0-20,0-50).1

Pertimbangannya adalah karena data diambil dari instrumen dalam bentuk skala dengan beberapa pilihan seperti: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) ragu-ragu, (4) setuju, dan 5) sangat setuju. Dengan rumus sebagai berikut:

Uji signifikansi dilakukan pada taraf signifikansi 0,05, artinya instrument dapat dikatakan reliabel bila nilai alpha lebih besar dari r kritis product moment,   bisa menggunakan batasan tertentu seperti 0,6. Reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik (Duwi, 2019).

Analisis Deskriptif

Setelah dilakukan skoring dan tabulasi data, langkah selanjutnya adalah penganalisaan data yang dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif merupakan hasil tanggapan responden berdasarkan instrumen penelitian (isian pada angket) setelah dilakukan tabulasi, proses penskoran yang kemudian dideskripsikan dalam bentuk prosentase setiap item instrumen. Selanjutnya dicari rata-rata dari setiap jawaban responden dengan membuat interval, dimana banyaknya kelas interval adalah 5, dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana (2011) sebagai berikut.

Dimana :

Rentang = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah

Banyaknya kelas interval = 5

Sehingga panjang interval adalah =

Maka kriteria penilaian adalah sebagai berikut

Tabel 3.2  Interval Penilaian Jawaban Responden

Interval Kinerja
1,00 – 1,79

1,80 – 2,59

2,60 – 3,39

3,40 – 4,19

4,20 – 5,00

Sangat Tidak Baik

Kurang Baik

Cukup Baik

Baik

Sangat Baik

Heterokedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual pada satu pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.Metode yang digunakan dalam uji heteroskedastisitas ini adalah dengan korelasi Spearman’s rho yaitu mengorelasikan variabel independen dengan ilai unstandardized residual. Pengujian menggunakan tingkat signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi. Jika korelasi antara variabel independen dengan residual didapat signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas (Ghozali, 2016).

Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan untuk mengukur data skala ordinal, interval, ataupun rasio. Jika analisis ini menggunakan metode parametik, maka persyaratan normalitas harus terpenuhi, yaitu data berasal dari distribusi yang normal

Dalam uji normalitas ini peneliti menggunakan metode uji One Sample Kolmogrov Smirnov. Metode uji One Sample Kolmogrov Smirnov ini digunakan untuk mengetahui distribusi data, apakah mengikuti distribusi normal, poisson, uniform, atau exponential. Dalam hal ini untuk mengetahui apakah distribusi residual terdistribusi normal atau tidak. Residual berdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 (Duwi, 2019).

Definisi Operasional Pengawasan

  1. adalah kegiatan yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan serta hasil yang dihekendaki serta pengambilan tindakan perbaikan bila diperlukan. Tindakan perbaikan diartikan tindakan yang diambil untuk menyeseuaikan hasil pekerjaan dengan standar pelaksanaan kegiatanDalam penelitian ini akan menggunakan pengukuran yang di dasarkan pada menetapkan alat pengukur (standar), menilai (evaluasi) dan mengadakan tindakan perbaikan (corrective action)

Definisi Operasional Disiplin Kerja

  1. adalah tindakan yang dilakukan karyawan dengan sikap tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan, menekankan timbulnya masalah sekecil mungkin, dan mencegah berkembangnya kesalahan yang mungkin terjadi.

Dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan beberapa aspek yaitu kehadiran, ketaatan pada peraturan kerja, ketaatan pada standar kerja, dan tingkat kewaspadaan tinggi, serta bekerja etis.

Aspek Disiplin Kerja

Ukuran disiplin kerja bagi karyawan menurut Rivai (2015) memiliki beberapa aspek yaitu:

  1. Kehadiran, hal ini mencakup kedatangan karyawan untuk bekerja, ketepatan waktu karyawan dating ketempat kerja setiap harinya, dan durasi kerja penuh sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
  2. Ketaatan pada peraturan kerja, hal ini mengenai pemahaman karyawan terhadap peraturan kerja serta mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
  3. Ketaatan pada standar kerja, hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan yang diamanahkan kepadanya, dan karyawan yang bekerja sesuai dengan fungsi serta tugasnya.
  4. Tingkat kewaspadaan tinggi, karyawan yang memiliki tingkat kewaspadaan tinggi akan selalu berhati-hati, penuh perhitungan dan ketelitian dalam bekerja, serta selalu menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien.
  5. Bekerja etis, yaitu menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dalam bekerja, kesopanan dan kejujuran karyawan serta saling menghargai antar sesame karyawan

Indikator disiplin kerja karyawan menurut Dharma (2013) adalah:

  1. Kehadiran karyawan setiap hari: karyawan wajib hadir di perusahaannya sebelum jam kerja, dan pada biasanya digunakan saran kartu kehadiran pada mesin absensi.
  2. Ketepatan jam kerja: penetapan hari kerja dan jam kerja diatur atau ditentukan oleh perusahaan. Karyawan diwajibkan untuk mengikuti aturan jam kerja, tidak melakukan pelanggaran jam isitirahat dan jadwal kerja lain, keterlambatan masuk kerja, dan wajib mengikuti aturan jam kerja per hari.
  3. Mengenakan pakaian kerja dan tanda pengenal: seluruh karyawan wajib memakai pakaian yang rapi dan sopan, dan mengenakan tanda pengenal selama menjalankan tugas kedinasan. Bagi sebagian besar perusahaan biasanya menyediakan pakaian seragam yang sama untuk semua karyawannya sebagai bentuk simbol dari kebersamaan dan keakraban di sebuah perusahaan.
  4. Ketaatan karyawan terhadap peraturan: adakalanya karyawan secara terangterangan menunjukkan ketidakpatuhan, seperti menolak melaksanakan tugas yang seharusnya dilakukan. Jika tingkah laku karyawan menimbulkan dampak atas kinerjanya, para pemimpin harus siap melakukan tindakan pendisiplinan.

Beberapa aspek yang dijabarkan di atas, maka peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek menurut Rivai (2005), sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur disiplin kerja yaitu kehadiran, ketaatan pada peraturan kerja, ketaatan pada standar kerja, dan tingkat kewaspadaan tinggi, serta bekerja etis. Aspek dalam Rivai (2005) lebih sesuai dengan kondisi penelitian dan sesuai dengan aturan yang berlaku di tempat penelitian

Pengertian Disiplin Kerja

Kata disiplin berasal dari bahasa latin “disciple” yang berarti pengikut, atau pelajar dari pemimpin yang berpendidikan. Istilah disiplin berarti juga dikaitkan dengan intruksi sistematik yang diberikan kepada murid untuk melatih mereka sebagai pelajar dalam bidang perdagangan dan kerajinan atau untuk mengikuti suatu kode etik atau aturan tertentu (Wukir, 2013). Dalam pemahaman lain disebutkan bahwa disiplin merupakan tindakan manajer untuk mendorong anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan kata lain, pendisiplinan karyawan adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusah bekerja secara kooperatif dengan para karyawan lain serta meningkatkan prestasi kerjanya ( Siagian, 2018)

Menurut Rivai (2015) bahwa disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari manajemen sumber daya manusia. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

Menurut Hasibuan (2019), kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin adalah sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok, atau masyarakat, yang berupa ketaatan (obedience) terhadap peraturan yang ditetapkan pemerintah atau etik, norma, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu. Disiplin dapat pula diartikan sebagai pengendalian diri agar tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan falsafah suatu bangsa/Negara (Sulistyanti, 2011). Definisi kerja menurut Supriyadi (2013) adalah beban, kewajiban, sumber penghasilan, kesenangan, gengsi, aktualisasi diri, dan lain lain. Pendapat lain dari Brown (dalam Anoraga, 2018) mengatakan bahwa kerja merupakan penggunaan proses mental dan fisik dalam mencapai beberapa tujuan yang produktif.

Pengertian lain juga mengenai disiplin kerja menurut Sinambela (2012) menyatakan bahwa disiplin kerja adalah kemampuan kerja seseorang untuk secara teratur, tekun terus menerus dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan berlaku dan tidak melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Kemudian menurut Nitisemito (dalam Darmawan, 2013) bahwa disiplin kerja diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai peraturan dari organisasi dalam bentuk tertulis maupun tidak.

Berdasarkan perdapat-pendapat tersebut dapat disimpukan bahwa disiplin kerja adalah bilamana karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Pada hakikatnya, pendisplinan merupakan tindakan yang dilakukan karyawan dengan sikap tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan, menekankan timbulnya masalah sekecil mungkin, dan mencegah berkembangnya kesalahan yang mungkin terjadi.

Fungsi Pengawasan

Menurut (Griffin, 2003) menjelaskan bahwa terdapat empat tujuan dari fungsi pengawasan antara lain :

  1. Adaptasi Lingkungan

Tujuan utama dari fungsi pengawasan adalah agar perusahaan dapat terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan yang bersifat internal maupun lingkungan eksternal sehingga fungsi pengawasan tidak saja di lakukan untuk memastikan agar kegiatan perusahaan berjalan sebagaimana rencana yang telah ditetapkan, akan tetapi juga agar yang dijalankan sesuai dengan perubahan lingkungan, karena sangat memungkinkan perusahaan juga mengubah rencana perusahaan yang disebabkan terjadinya berbagai perubahan dilingkungan yang dihadapi perusahaan.

  1. Meminimalkan Kegagalan

Tujuan ini dapat dilihat ketika melakukan kegiatan produksi misalnya, perusahaan tetap berharap agar kegagalan yang terjadi seminimal mungkin. Sehingga fungsi pengawasan agar kegagalan-kegagalan tersebut dapat diminimumkan.

  1. Meminimumkan Biaya

Fungsi pengawasan melalui penetapan standar tertentu dapat diminimumkan biaya dalam melakukan produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan, begitu juga dengan pengawasan yang dilakukan terhadap tenaga kerja yaitu adanya kasus korupsi. Korupsi disini dapat berupa korupsi jam kerja, penggunaan fasilitas yang bukan untuk kepentingan perusahaan dan penggelapan uang.

  1. Mengantisipasi Kompleksitas dari Organisasi

Fungsi pengawasan dapat juga mengantisipasi berbagai kegiatan organisasi yang kompleks, kompleksitas tersebut dari mulai pengelolaan terhadap produk, tenaga kerja, hingga berbagai prosedur yang terkait dengan manajemen organisasi.

Aspek Pengasawan

Menurut Handoko (2018) indikator – indikator dari pengawasan adalah sebagai berikut :

  1. Penetapan standar pelaksanaan atau perencanaan

Dalam pengawasan adalah menetapkan standar pelaksanaan, standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian hasil – hasil.

  1. Pengukuran kerja

Pelaksanaan kegiatan penetapan standar akan sia – sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Ada beberapa cara untuk melakukan pengukuran kerja adalah

  1. Pengamatan
  2. Laporan – laporan hasil lisan atau tertulis
  3. Metode – metode otomatis
  4. Pengujian atau dengan pengambilan sample
  1. Penilaian kinerja

Penilaian kinerja tentunya tak lepas dari motivasi karyawan sebagai penunjang kepuasan dalam melaksanakan tugas sehingga mampu menciptakan kinerja yang baik sehingga menguntungkan bagi perusahaan.

  1. Tindakan koreksi

Pengembalian tindakan koreksi yang diperlukan bila pelaksanaan menyimpang dari standar yang dilakukan oleh pegawasan.

Adapun dalam pernyataan lain disebutkan bahwa pengawasan  empat macam fungsi pengawasan yangdari diuraikan langkah-langkah dari proses pengawasan sehingga berkaitan antara apa yang dikerjakan oleh perusahaan dengan fungsi pengawasan akan lebih dipahami (Griffin, 2013)

  1. Menetapkan Alat Pengukur (Standar)

Idealnya tujuan yang ingin dicapai organisasi bisnis maupun perusahaan sebaiknya ditetapkan dengan jelas dan lengkap pada saat perencanaan. Terdapat tiga alasan mengapa tujuan harus ditetapkan dengan jelas dan memuat standar pencapaian tujuan. Pertama adalah bahwa sering kali tujuan bersifat umum sehingga sulit untuk dinilai pada saat implementasi. Kedua, sebaiknya tujuan yang ditetapkan memuat standar yang lebih jelas dinyatakan. Dan yang ketiga adanya kejelasan dan kelengkapan tujuan memudahkan manajemen dalam melakukan komunikasi dalam organisasi termaksud juga dalam menentukan metode yang akan digunakan dalam mengevaluasi standart yang telah ditetapkan. Maka penetapan standar kerja mengandung arti sebagai satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian dari hasil-hasil, tujuan, sasaran dan target pelaksanaan. Adapun penetapan stndart kerja dapat berupa perusahaan yang memiliki gambaran tugas yang jelas, rencana kerja yang jelas, serta adanya proses/usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari perusahaan tersebut.

  1. Menilai (Evaluasi)

Penilaian kerja adalah upaya untuk membandingkan kinerja yang dicapai dengan tujuan dan standart yang telah ditetapkan semula. Penilaian kerja merupakan proses yang berkelanjutan atau terus-menerus. Terdapat beberapa kegiatan yang hanya dapat dilihat kualitas pengerjaannya pada akhir kegiatan tersebut. Pada tahap ini focus pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan lebih kepada penentuan dengan cara bagaimana atau bentuk penilaian akan dilakukan, waktu yang diberikan untuk menilai pekerjaan memang tidak ditentukan berapa lama namun biasanya yang terjadi di lapangan jangka waktu penilaian yang dilakukan tentunya pada saat itu juga artinya penilaian pekerjaan dilakukan setiap harinya, serta hal-hal yang dinilai pun merupakan salah satu bagian dari pengawasan yang dilakukan oleh seorang pimpinan.

  1. Mengadakan Tindakan Perbaikan (Corrective action)

Melalui perbandingan kinerja dengan standar, kita mendapat informasi dari proses pengawasan yang kita lakukan bahwa kinerja berada diatas standar, sama dengan standar, atau dibawah standar. Oleh karena itu perusahaan harus melakukan pengendalian, yaitu dengan mencari jawaban mengapa masalah itu dapat terjadi yaitu ketika kinerja karyawan berada dibawah standar, kemudian perusahaan melakukan tindakan koreksi terhadap masalah tersebut. Tindakan koreksi dapat berupa tindakan membandingkan hasil dengan standar kerja, kemudian melakukan koreksi terhadap pekerjaan, serta menentukan strategi / langkah apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi maslah yang ada didalam perusahaan.

Pengertian Pengawasan

Pengawasan merupakan suatu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan organisasi. Suatu pengawasan dikatakan penting karena tanpa ada pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan ,baik bagi organisasinya sendiri maupun bagi para pekerjanya. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan sangat diperlukan di setiap organisasi. Dengan adanya pengawasan diharapkan dapat meningkatkan hal – hal yang diawasi. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Siagian (2017 )   bahwa Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa berbagai kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya”. Sedangkan menurut Harold Koontz (2019) “Pengawasan adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana – rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan – tujuan perusahaan dapat terselenggara”.

Pendapat ahli lain menurut menjelaskan bahwa Pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standart yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan pengukur penyimpangan – penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan – tujuan perusahaan (Handoko, 2018 )

Suatu sistem pengawasan yang baik sangat penting dan berpengaruh dalam proses pelaksanaan kegiatan organisasi. Karena pengawasan bertujuan untuk mengamati apa yang sebenarnya terjadi dan membandingkan dengan apa yang seharusnya terjadi dengan maksud untuk secepatnya melaporkan penyimpangan atau hambatan kepada pimpinan yang bersangkutan agar diambil tindakan korektif yang perlu. Pengawasan adalahkegiatan penilaian terhadap organisasi/kegiatan dengan tujuan agar organisasi/kegiatan tersebut melaksanakan fungsinya dengan baik dan dapat memenuhi tujuannya yang telah ditetapkan (Hadibroto,2014).

Definisi Operasional Kinerja

adalah kemampuan karyawan dalam mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan, dimana suatu target kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang disediakan sehingga tujuannya akan sesuai dengan moral maupun etika perusahaan. Dalam penelitian ini akan menggunakan aspek sesuai dengan pernyataan Lazer (2017) yang meliputi Kemampuan teknis, Kemampuan konseptual serta Kemampuan hubungan interpersonal

Definisi Operasional Literasi Digital

  1. adalah perpaduan dan keterampilan teknologi informasi dan komunikasi, berfikir kritis, keterampilan bekerja sama (kolaborasi) dan kesadaran social dengan kata lain, literasi digital bertautan dengan keterampilanketerampilan fungsional yang bertautan dengan pengetahuan dan penggunaan teknologi digital secara efektif kemampuan menganalisis, dan mengevaluasi informasi digital, mengetahui bagaimana bertindak secara aman dan tepat di ruang maya. Dalam penelitian ini akan menggunakan aspek sesuai dengan pernyataan Paul Gilster (dalam Bella, 2018) yaitu meliputi aspek Pandu Arah Hypertext, Evaluasi Konten Informasi dan Penyusunan Pengetahuan

Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Mangkuprawira dan Hubeis (2017) menguraikan faktor-faktor tersebut sebagai berikut :

  1. Faktor Personal, faktor personal pegawai meliputi unsur pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu,
  2. Faktor Kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan kerja kepada karyawan,
  3. Faktor Tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu team, kepercayaan terhadap sesama anggota team, kekompakan, dan keeratan anggota team,
  1. d) Faktor Sistem, meliputi system kerja, fasilitas kerja dan infrakstruktur yang diberikan oleh organisasi, kompensasi dan proses organisasi dan kultur kinerja    dalam organisasi,
    1. Faktor Kontekstual, meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

Aspek Kinerja

Menurut Sutrisno (2009), pengukuran kinerja diarahkan pada enam aspek yaitu:

  • Hasil kerja: tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan.
  • Pengetahuan pekerjaan: tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang ajan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja,
  • Inisiatif: tingkat inisiatif selama menjalankan tugas pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalahmasalah yang timbul
  • Kecakapan mental: tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima insturksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada.
  • Sikap: tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan.
  • Disiplin waktu dan absensi: tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.

Komponen indikator kinerja karyawan menurut Lazer (2017):

  •   Kemampuan teknis
  1. a) Ilmu pengetahuan yang dimiliki karyawan.
  2. b) Kemampuan menggunakan metode.
  3. c) Teknik kerja yang di gunakan karyawan.
  4. d) Peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas.
  5. e) Pengalaman yang pernah dialami karyawan dengan pekerjaan yang sejenis
  6. f) Pelatihan yang diperoleh karyawan.
  •  Kemampuan konseptual
    1. Kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan.
    2. Penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh.
    3. Tanggung jawab sebagai seorang karyawan.
  • Kemampuan hubungan interpersonal
  1. kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain.
  2. memotivasi karyawan
  3. melakukan negosiasi.

Pengertian Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan perlu adanya penilaian dengan maksud untuk memberikan satu peluang yang baik kepada karyawan atas rencana karier mereka dilihat dari kekuatan dan kelemahan, sehingga perusahaan dapat menetapkan pemberian gaji, memberikan promosi, dan dapat melihat perilaku karyawan. Penilaian kinerja dikenal dengan istilah “performance rating” atau “performance appraisal”. Menurut Munandar (2008:287), penilaian kinerja adalah proses penilaian ciri-ciri kepribadian, perilaku kerja, dan hasil kerja seseorang tenaga kerja atau karyawan (pekerja dan manajer), yang dianggap menunjang unjuk kerjanya, yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan tentang tindakan-tindakan terhadap bidang ketenagakerjaan.

Menurut Simamora dikutip dan diterjemahkan oleh Nurhayati (2018) Kinerja karyawan adalah tingkat dimana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Menurut Hasibuan (2016: ) menjelaskan bahwa Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu”. Menurut Prawirosentono (2018)  bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Ukuran kinerja dapat dilihat dari sisi jumlah dan mutu tertentu sesuai dengan standart yang telah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan bentuknya dapat bersifat tangible (dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya) atau intangible (tak dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya), tergantung pada bentuk dan proses pelaksanaan pekerjaan itu. Kinerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam suatu perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor dan kondisi yang baik itu yang berasal dari dalam diri pegawai ataupun yang berasal dari luar individu pegawai (Mangkuprawira dan Hubeis, 2017).

Langkah-Langkah Literasi Digital

Langkah-langkah Literasi Digital Literasi yang dirubah secara fundamental untuk mencerdaskan masyarakat perlu juga membuat kebijakan akselerasi literasi dengan beberapa tahapan yaitu:

  1. Literasi tidak sebatas membaca dari bahan bacaan berupa buku melainkan harus lebih jauh yaitu berupa bahan digital. Literasi tidak melulu sebuah aktivitas baca dan tulis, tetapi juga keahlian berasumsi memakai bahan-bahan pengetahuan berjenis buku cetak, bahan digital dan auditori. Pemahaman pola literasi ini perlu diberikan kepada masyarakat.
  2. Memberikan penelusuran internet diseluruh daerah. Walaupun saat ini adalah eranya ”dunia maya” tetapi tidak sedikit daerah di nusantara ini yang tidak dapat menelusuri melalui piranti komputer dan internet, sehingga literasi akan semakin gampang.
  3. Membangkitkan cinta dan rasa memiliki terhadap fakta, kebeneran, dan ilmu pengetahuan. Hal tersebut wajib 14 terlaksana dalam aktivitas baca tulis yang diselaraskan dengan verifikasi, baik membaca bahan digital atau pun manual. 4. Masyarakat wajib memperbaharui pola kehidupannya yang dimulai dari kebiasaan tutur kata menjadi kebiasaan membaca. Banyak dari masyarakat tidak memiliki budaya baca disebabkan alasan sibuk mencari harta, tidak gemar membaca dan belum menemukan bahan dibaca. Bahkan mereka belum mengetahui bahan bacaan yang bermutu itu seperti apa. (Mustofa, 2019 )

 

Komponen Literasi Digital

Komponen utama literasi digital adalah berkenaan dengan keahlian apa saja yang wajib dimiliki dalam menggunnakan komunikasi dan teknologi informasi. Ada delapan komponen utama dalam dunia literasi digital, yaitu :

  1. Social networking, muncul berbagai macam media social merupakan salah satu gambaran yang terdapat pada social networking atau sering disebut juga fenomena social online. saat ini setiap manusia yang bersinggungan dalam kehidupan maya akan selalu bertemu dengan fasilitas tersebut. Gadget yang dimiliki oleh seseorang bisa dipastikan mempunyai berbagai macam akun social media, misalnya :google, instagram, path, linkedin, twitter, facebook. Menggunakan fasilitas social media diharapakan memiliki sifat selektif dan berhati-hati. Literasi digital menunjukan bagaimana cara untuk menggunakan media social dengan baik. 2. Tramsliteracy. Trasliterasy dimaknai sebagai keahlian menggunakan semua yang berlainan terutama untuk menciptakan konten, menghimpun, menyebarluaskan sampai membicarakan lewat beberapa media social, kelompok diskusi, gadget, dan semua fasilitas online yang ada.
  2. Maintaning, privacy. Hal utama dari literasi digital yaitu tentang menjaga diri dalam kehidupan online. Mempelajari dari semua cubercrime seperti kejahatan didunia maya melalui ATM, kartu kredit, memahami karakteristik situs yang tidak nyata (palsu) kejahatan melalui email dan lain sebagainya.
  3. Managing digital identity, ini berhubungan dengan bagaimana prosedur memakai tanda pengenal yang sesuai dibeberapa situs media social.
  4. Organizing and sharing content, yaitu mengelolah dan mendistribusikan isi berita supaya lebih gampang dibagikan.
  5. Reusing/repurposing content, mampu bagaimana menciptakan isi dari berbagai jenis informasi yang tersedia sehingga memproduksi konten baru dan bisa dipakai kembali untuk beberapa kebutuhan.
  6. Filtering and selecting content, keahlian menelusuri, memilah dan menyaring berita secara pas sesuai dengan hal-hal yang diinginkan dan dibutuhkan, seperti melalui berapa situs di URL disitus internet.
  7. Selfbroadcasting, ini mempunyai tujuan untuk mendistribusikan gagasan-gagasan yang baru atau ide personal dan isi multimedia, seperti lewat wkis, forum atau blog. Hal tersebut merupakan jenis partisipasi di dunia maya. (Mustofa, 2019).

Paul Gilster (dalam Bella, 2018) mengelompokkannya ke dalam empat kompetensi inti yang perlu dimiliki seseorang, sehingga dapat dikatakan berliterasi digital antara lain:  a) Pencarian di Internet (Internet Searching) Kompetensi sebagai suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan internet dan melakukan berbagai aktivitas di dalamnya. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen yakni kemampuan untuk melakukan pencarian informasi diinternet dengan menggunakan search engine, serta melakukan berbagai aktivitas di dalamnya.

  1. Pandu Arah Hypertext (Hypertextual Navigation)

Kompetensi ini sebagai suatu keterampilan untuk membaca serta pemahaman secara dinamis terhadap lingkungan hypertext. Jadi seseorang dituntut untuk memahami navigasi (pandu arah) suatu hypertext dalam web browser yang tentunya sangat berbeda dengan teks yang dijumpai dalam buku teks. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen anatara lain: pengetahuan tentang hypertext dan hyperlink beserta cara kerjanya, pengetahuan tentang perbedaan antara membaca buku teks dengan melakukan browsing via internet, pengetahuan tentang cara kerja web meliputi pengetahuan tentang bandwidth, http, html, dan url, serta kemampuan memahami karakteristik halaman web.

  1. Evaluasi Konten Informasi (Content Evaluation)

Kompetensi ini merupakan kemampuan seseorang untuk berpikir kritis dan memberikan penilaian terhadap apa yang ditemukan secara online disertai dengan kemampuan untuk mengidentifikasi keabsahan dan kelengkapan informasi yang direferensikan oleh link hypertext. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen antara lain: kemampuan membedakan antara tampilan dengan konten informasi yakni persepsi pengguna dalam memahami tampilan suatu halaman web yang dikunjungi, kemampuan menganalisa latar belakang informasi yang ada di internet yakni kesadaran untuk menelusuri lebih jauh mengenai sumber dan pembuat informasi, kemampuan mengevaluasi suatu alamat web dengan cara  memahami macam-macam domain untuk setiap lembaga ataupun negara tertentu, kemampuan menganalisa suatu halaman web, serta pengetahuan tentang FAQ dalam suatu newsgroup/group diskusi.

 

  1. Penyusunan Pengetahuan (Knowledge Assembly)

Kompetensi ini sebagai suatu kemampuan untuk menyusun pengetahuan, membangun suatu kumpulan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber dengan kemampuan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi fakta dan opini dengan baik serta tanpa prasangka. Hal ini dilakukan untuk kepentingan tertentu baik pendidikan maupun pekerjaan. Kompetensi ini mencakup beberapa komponen yaitu: kemampuan untuk melakukan pencarian informasi melalui internet, kemampuan untuk membuat suatu personal newsfeed atau pemberitahuan berita terbaru yang akan didapatkan dengan cara bergabung dan berlangganan berita dalam suatu newsgroup, mailing list maupun grup diskusi lainnya yang mendiskusikan atau membahas suatu topik tertentu sesuai dengan kebutuhan atau topik permasalahan tertentu, kemampuan untuk melakukan crosscheck atau memeriksa ulang terhadap informasi yang diperoleh, kemampuan untuk menggunakan semua jenis media untuk membuktikan kebenaran informasi, serta kemampuan untuk menyusun sumber informasi yang diperoleh di internet dengan kehidupan nyata yang tidak terhubung dengan jaringan

Pengertian Literasi Digital  

Konsep literasi digital sendiri pertama kali dikenalkan oleh Paul Gilster. Paul Gilster pertama kali mengemukakan istilah literasi digital (digital literacy) di bukunya yang berjudul sama (Gilster, 1997 dalam Riel, et. al. 2012: 3). Ia mengemukakan literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks seperti akademik, karir dan kehidupan sehari-hari (Riel, et. al. 2012: 3). Pendapat Gilster tersebut seolah-olah menyederhanakan media digital yang sebenarnya terdiri dari berbagai bentuk informasi sekaligus seperti suara, tulisan dan gambar. Eshet (2004) menekankan bahwa literasi digital seharusnya lebih dari sekedar kemampuan menggunakan berbagai sumber digital secara efektif. Literasi digital juga merupakan sebentuk cara berpikir tertentu. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980an ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan tidak saja di lingkungan bisnis namun juga masyarakat. Sedangkan literasi informasi menyebarluas pada dekade 1990an manakala informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring. Kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat menjadikan adanya kesenjangan pemahaman dan pemanfaatan literasi digital itu sendiri.Salah satu kesenjangan digital adalah kesenjangan antara mereka yang memiliki akses dan dapat memiliki kemampuan untuk menggunakan TIK dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk menggunakannya (Hargittai, 2003; Dewan dkk, 2005).

Dalam kesenjangan digital, terdapat tiga aspek utama yang saling berhubungan dan merupakan fokus yang perlu diperhatikan, sebagai berikut (Camacho, 2005):

  1. Akses/ infrastruktur (access/ infrastructure)

Perbedaan kemampuan antar individu dalam perolehan akses atau infrastruktur TIK yang menyebabkan perbedaan distribusi informasi.

  1. Kemampuan (skill & training)

Perbedaan kemampuan antar individu dalam memanfaatkan atau menggunakan akses dan infrastruktur yang telah diperoleh. Selanjutnya adalah perbedaan antar individu dalam upaya pencapaian kemampuan TIK yang dibutuhkan untuk dapat memanfaatkan akses dan infrastruktur TIK.

  1. Isi informasi (content/ resource)

Perbedaan antar individu dalam memanfaatkan informasi yang tersedia setelah seseorang dapat mengakses dan menggunakan teknologi tersebut sesuai dengan kebutuhannya

Definisi Operasional Etika Birokrasi

adalah nilai-nilai, asas-asas atau norma-norma etika yang mengatur perilaku moral para aparatur birokrasi di dalam menjalankan tugas dan jabatan, yang ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peneltian ini mengunakan enam landasan etika birokrat menurut Adler (2014) yaitu: (1) kebenaran (truth), yang mempertanyakan esensi dari nilai-nilai moral beserta pembenarannya dalam kehidupan sosial, (2) kebaikan (goodness), yaitu sifat atau karakteristik dari sesuatu yang menimbulkan pujian, (3) keindahan (beauty), yang menyangkut prinsip-prinsip estetika mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan, (4) kebebasan (liberty), yaitu keleluasaan untuk bertindak atau tidak bertindak berdasarkan pilihan-pilihan yang tersedia bagi seseorang, (5) persamaan (equality), yaitu adanya persamaan antar manusia yang satu dengan yang lain, dan (6) keadilan (justice), yaitu kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya.

Pengukuran Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik di Institusi Pemerintah

Pemerintah dalam beberapa waktu terakhir terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah. Sebagaimana amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Negara memiliki kewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik. Untuk itu berbagai terobosan dan perbaikan telah dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik baik itu instansi pemerintah pusat maupun daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Oleh karena itu, dalam hal ini perlu untuk mengetahui sejauh mana dampak yang dihasilkan dari perbaikan tersebut melalui pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM).

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 Tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik, penyelenggara pelayanan publik wajib melakukan Survei Kepuasan Masyarakat secara berkala minimal 1 (satu) kali setahun. Survei dilakukan untuk memperoleh Indeks Kepuasan Masyarakat. Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) ini diharapkan dapat mengetahui informasi pengguna layanan yang terdiri dari :

  1. Profil pengguna layanan;
  2. Persepsi pengguna layanan, dan;
  3. Keluhan, saran perbaikan serta aspirasi pengguna layanan.

Survei Kepuasan Masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat. Pedoman ini menggantikan pedoman sebelumnya dalam Permenpanrb No. 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Peraturan sebelumnya dipandang tidak operasional dan memerlukan penjabaran teknis dalam pelaksanaannya. Sehingga perlu untuk disesuaikan dengan metode survei yang aplikatif dan mudah untuk dilaksanakan. Selain itu, Peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan arahan dan pedoman yang jelas dan tegas bagi penyelenggara pelayanan publik.

Dalam Permenpan No. 14 Tahun 2017 disebutkan bahwa  SKM ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai pengguna layanan dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Dengan sasaran :

  1. Mendorong partisipasi masyarakat sebagai pengguna layanan dalam menilai kinerja penyelenggara pelayanan;
  2. Mendorong penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik;
  3. Mendorong penyelenggara pelayanan menjadi lebih inovatif dalam menyelenggarakan pelayanan publik;
  4. Mengukur kecenderungan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik.

Unsur-unsur yang menjadi fokus dalam pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat terdiri dari 9 unsur yang terdiri dari :

  1. Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif
  2. Sistem, mekanisme dan prosedur adalah tata cara pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan
  3. Waktu penyelesaian adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan
  4. Biaya/Tarif adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan Berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat
  5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Produk pelayanan ini merupakan hasil dari setiap spesifikasi jenis pelayanan
  6. Kompetensi Pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan keahlian keterampilan dan pengalaman.
  7. Perilaku Pelaksana adalah sikap petugas memberikan pelayanan
  8. Penanganan pengaduan, saran dan masukan adalah tata cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut
  9. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses(usaha,pembangunan, proyek). Sarana yang digunakan untuk benda yang bergerak (komputer,mesin) dan prasarana untuk benda yang tidak bergerak (gedung)

Prinsip Pelayanan Publik

 

Berdasarkan Undang Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yaitu: Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan dalam rangka pengaturan, pembinaan, bimbingan, penyediaan fasilitas, jasa dan lainnya yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan kepada masyarakat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 Tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pelayanan publik harus selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat, karena masyarakat itu bersifat dinamis. Dalam hal ini pemerintah harus melakukan negosiasi dan mengkolaborasi berbagai kepentingan masyarakat. Sehingga pelayanan publik memiliki kualitas yang sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau.Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan publik yang profesional, kemudian Sinambela, dkk (2011) mengemukakan asas-asas dalam pelayanan publik tercermin dari:

  1. Transparansi

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

  1. Akuntabilitas

Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  1. Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

  1. Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

  1. Kesamaan Hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan status ekonomi.

  1. Keseimbangan Hak dan kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing- masing pihak.

Berdasarkan pengertian di atas, maka pelayanan publik akan berkualias apabila memenuhi asas-asas diantaranya: transparansi, akuntabilitas, partisipasif, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, fasilitas, ketepatan waktu dan kemudahan.

 

Standar Pelayanan Publik

Kualitas pelayanan pada masyarakat merupakan salah satu masalah yang mendapatkan perhatian serius oleh aparatur pemerintah. Penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Penyusunan standar pelayanan dilakukan dengan pedoman tertentu yang diatur lebih lanjut dalam UU No.25 tahun 2009, adapun komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:

  1. Dasar hukum yaitu Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar.
  2. Persyaratan yaitu syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan baik persyaratan teknis maupun administratif.
  3. Sistem, mekanisme dan prosedur yaitu tata cara pelayanan yang dibekukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.
  4. Jangka waktu penyelesaian yaitu Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
  5. Biaya/tarif yaitu ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
  6. Produk pelayanan yaitu hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
  7. Sarana, prasarana, dan / atau fasilitas yaitu peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.
  8. Kompetensi pelaksanaan. Dimana kKemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan keahlian, keterampilan dan pengalaman.
  9. Pengawasan internal yaitu pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung pelaksana.
  10. Penanganan pengaduan, saran dan masukan dengan melihat tata cara pelaksanaan pengamanan pengaduan dan tindak lanjut.
  11. Jumlah pelaksana yang dilihat dari tersedianya pelaksanaan sesuai dengan beban kerjanya.
  12. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan.
  13. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keragu-raguan, dan
  14. Evaluasi kinerja Pelaksana

Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penyusunan standar pelayanan publik tersebut dipakai sebagai pedoman dalam pelayanan publik oleh instansi pemerintah dan dapat dijadikan indikator penilaian terhadap kualitas pelayanan yang telah diberikan. Dengan adanya standar dalam kegiatan pelayanan publik ini diharapkan masyarakat bisa mendapat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan proses yang memuaskan serta tidak menyulitkan masyarakat sebagai pengguna pelayanan.

Dimensi Dalam Etika Birokrasi

Ada enam landasan etika yang dapat dijadikan pedoman dalam bertindak, yaitu: (1) kebenaran (truth), yang mempertanyakan esensi dari nilai-nilai moral beserta pembenarannya dalam kehidupan sosial, (2) kebaikan (goodness), yaitu sifat atau karakteristik dari sesuatu yang menimbulkan pujian, (3) keindahan (beauty), yang menyangkut prinsip-prinsip estetika mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan, (4) kebebasan (liberty), yaitu keleluasaan untuk bertindak atau tidak bertindak berdasarkan pilihan-pilihan yang tersedia bagi seseorang, (5) persamaan (equality), yaitu adanya persamaan antar manusia yang satu dengan yang lain, dan (6) keadilan (justice), yaitu kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya. (Adler, 2014)

Secara khusus, pelaksanaan etika birokrasi di Indonesia di atur dalam PP.No.42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik ASN, dan dalam undang-undang di bidang kepegawaian. Dalam PP.No.42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik ASN disebutkan bahwa etika birokrasi adalah:

  1. Pemahaman terhadap norma-norma etika birokrasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan; yaitu tingkat pengetahuan dan pengertian aparatur terhadap norma-norma etika yang berlaku bagi aparatur birokrasi.(Widjaja 2003,)
  1. Penghayatan terhadap norma-norma etika birokrasi; yaitu tingkat kesadaran aparatur tentang arti pentingnya etika birokrasi.(Widjaja 2003,)
  2. Pengamalan terhadap norma-norma etika birokrasi; yaitu kepatuhan/ketaatan aparatur/pegawaimelaksanakan dan menerapkan norma-norma etika di dalam menjalankan tugas pekerjaan atau melakukan tindakan jabatan.(Widjaja 2003,)

Pengertian Etika Birokrasi

Etika berasal dari bahasa Yunani, Ethos yang berarti kebiasaan atau watak dan dalam bahasa prancis disebut etiquet atau etiket yang dapat diartikan sebagai kebiasaan atau cara bergaul dan berperilaku yang baik. Secara konsep, etika dipahami sebagai “suatu sistem nilai yang mengatur mana yang baik dan mana yang buruk dalam suatu kelompok atau masyarakat ”. Wahyudi (2018 : 8) mengemukakan bahwa etika (ethics) merupakan salah satu cabang filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis (philosophical judgement). Moral juga bisa merupakan suatu instrumen dalam suatu masyarakat, apabila suatu kelompok sosial menghendaki tuntunan bertindak untuk segala pola tingkah laku yang disebut moral. Frankena (dalam Wahyudi, 2011:78) menyampaikan bahwa etika mencakup filsafat moral atau pembenaran–pembenaran filosofis. Moralitas merupakan instrumen kemasyarakatan yang berfungsi sebagai penuntun tindakan (action guide) untuk segala pola tingkah laku yang disebut bermoral. Dengan demikian, moralitas akan serupa dengan hukum disatu pihak dan dengan etiket dipihak lain. Bedanya dengan etiket, moralitas memiliki pertimbangan yang jauh lebih tinggi tentang ‘kebenaran’ dan ‘keharusan.

Pemikiran  tentang  etika  kaitannya dengan  pelayanan  publik  mengalami perkembangan  sejak  tahun  1940-an melalui  karya  Leys (dalam  Keban, 2014: 50-51). Leys berpendapat: “bahwa seorang administrator  dianggap  etis  apabila  ia menguji  dan  mempertanyakan  standard-standard yang digunakan dalam pembuatan keputusan,  dan  tidak  mendasarkan keputusannya semata-mata pada kebiasaan dan  tradisi  yang  sudah  ada”.  Terkait dengan  pernyatan di  atas,  (Wahyudi, 2011:  7) mendefinisikan  etika  pelayanan publik sebagai suatu  cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang  mengandung  nilai-nilai  hidup  dan hukum  atau  norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik..

Darwin dalam Bisri dan Asmoro, (2019 : 24) juga mengartikan Etika Birokrasi (Administrasi Negara) adalah sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi. Dalam  kaitan  tersebut, (Widodo,  2011:  241)  menyebutkan  etika birokrasi adalah  merupakan wujud  kontrol  terhadap  birokrasi  dalam  melaksanakan  apa  yang menjadi  tugas  pokok,  fungsi  dan kewenangannya.   Dengan demikian apabila aparatur menginginkan sikap,  tindakan dan perilakunya  dikatakan  baik,  maka  dalam menjalankan  tugas  pokok  fungsi  dan kewenangannya harus menyandarkan pada etika birokrasi

 

Definisi Konsep Kesiapsiagaan Bencana Banjir

adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna untuk mencegah menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi akibat tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah. Dalam hal ini kesiapsiagaan meliputi aspek:

  1. Pengetahuan tentang bencana,
  2. Kebijakan dan panduan meliputi kebijakan pendidikan yang terkait dengan kesiapsiagaan keluarga,
  3. Rencana tanggap darurat,
  4. Parameter peringatan bencana dan Parameter mobilisasi sumber daya

Definisi Konsep Partisipasi

Menurut Basrowi (Dwiningrum, 2015), partisipasi masyarakat ditinjau dari bentuknya dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (a) Partisipasi secara fisik dan (b) Partisipasi secara non fisik.

Definisi Konsep partisipasi

 

Menurut Astuti   (2019), partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan

Ukuran Kesiapsiagaan Bencana

Kajian tingkat kesiapsiagaan komunitas keluarga menggunakan framework yang dikembangkan LIPI bekerja sama dengan UNESCO/ISDR tahun 2006. Ada lima parameter yang digunakan dalam mengkaji tingkat kesiapsiagaan keluarga dalam kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana yaitu pengetahuan dan sikap tentang risiko bencana, kebijakan dan panduan, rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana dan mobilisasi sumber daya.(LIPIUNESCO/ISDR, 2006):

  1. Pengetahuan tentang kebakaran serta risiko bencana mencakup pengertian bencana alam, kejadian yang menimbulkan bencana, penyebab terjadinya kebakaran, ciri-ciri terjadinya kebakaran, dampak terjadinya kebakaran.
  2. Kebijakan dan panduan meliputi kebijakan pendidikan yang terkait dengan kesiapsiagaan keluarga, UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Surat Edaran 70a/MPN/2010) kegiatan penyuluhan diharapkan mampu mobilisasi sumber daya di dalam keluarga untuk peningkatan kesiapsiagaan komunitas keluarga.
  3. Rencana tanggap darurat terkait dengan evakuasi, pertolongan dan penyelamatan agar korban bencana dapat diminimalkan. Rencana yang berkaitan dengan evakuasi mencakup tempat-tempat evakuasi, peta dan jalur evakuasi, peralatan dan perlengkapan, latihan/simulasi dan prosedur tetap (protap) evakuasi. Penyelamatan dokumen-dokumen penting juga perlu dilakukan, seperti copy atau salinan dokumen perlu disimpan di tempat yang aman.
  4. Parameter peringatan bencana yang meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadinya bencana. Peringatan dini bertujuan untuk mengurangi korban jiwa, karena itu pengetahuan tentang tanda/bunyi peringatan, pembatalan dan kondisi aman dari bencana sangat diperlukan. Penyiapan peralatan dan perlengkapan untuk mengetahui peringatan sangat diperlukan, demikian juga dengan latihan dan simulasi apa yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana harus menyelamatkan diri dalam waktu tertentu sesuai dengan lokasi di mana keluarga sedang berada saat terjadi bencana.
  5. Parameter mobilisasi sumber daya adalah kemampuan keluarga dalam memobilisasi sumber daya manusia (SDM) kepala keluarga dan anggota keluarga, pendanaan, dan prasarana-sarana penting untuk keadaan darurat. Mobilisasi sumber daya ini sangat diperlukan untuk mendukung kesiapsiagaan. Mobilisasi SDM berupa peningkatan kesiapsiagaan kepala keluarga dan anggota keluarga yang diperoleh melalui berbagai pelatihan, workshop atau ceramah serta penyediaan materi-materi kesiapsiagaan di Keluarga yang dapat diakses oleh semua komponen. (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006)

Kajian tingkat kesiapsiagaan komunitas keluarga menggunakan framework yang dikembangkan LIPI bekerja sama dengan UNESCO/ISDR tahun 2006. Ada lima parameter yang digunakan dalam mengkaji tingkat kesiapsiagaan keluarga dalam kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana yaitu pengetahuan dan sikap tentang risiko bencana, kebijakan dan panduan, rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana dan mobilisasi sumber daya.(LIPIUNESCO/ISDR, 2006):

  1. Pengetahuan tentang bencana serta risiko bencana mencakup pengertian bencana alam, kejadian yang menimbulkan bencana, penyebab terjadinya bencana, ciri-ciri terjadinya bencana, dampak terjadinya bencana
  2. Kebijakan dan panduan meliputi kebijakan pendidikan yang terkait dengan kesiapsiagaan keluarga, UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Surat Edaran 70a/MPN/2010) kegiatan penyuluhan diharapkan mampu mobilisasi sumber daya di dalam keluarga untuk peningkatan kesiapsiagaan komunitas keluarga.
  3. Rencana tanggap darurat terkait dengan evakuasi, pertolongan dan penyelamatan agar korban bencana dapat diminimalkan. Rencana yang berkaitan dengan evakuasi mencakup tempat-tempat evakuasi, peta dan jalur evakuasi, peralatan dan perlengkapan, latihan/simulasi dan prosedur tetap (protap) evakuasi. Penyelamatan dokumen-dokumen penting juga perlu dilakukan, seperti copy atau salinan dokumen perlu disimpan di tempat yang aman.
  4. Parameter peringatan bencana yang meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadinya bencana. Peringatan dini bertujuan untuk mengurangi korban jiwa, karena itu pengetahuan tentang tanda/bunyi peringatan, pembatalan dan kondisi aman dari bencana sangat diperlukan. Penyiapan peralatan dan perlengkapan untuk mengetahui peringatan sangat diperlukan, demikian juga dengan latihan dan simulasi apa yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana harus menyelamatkan diri dalam waktu tertentu sesuai dengan lokasi di mana keluarga sedang berada saat terjadi bencana.
  5. Parameter mobilisasi sumber daya adalah kemampuan keluarga dalam memobilisasi sumber daya manusia (SDM) kepala keluarga dan anggota keluarga, pendanaan, dan prasarana-sarana penting untuk keadaan darurat. Mobilisasi sumber daya ini sangat diperlukan untuk mendukung kesiapsiagaan. Mobilisasi SDM berupa peningkatan kesiapsiagaan kepala keluarga dan anggota keluarga yang diperoleh melalui berbagai pelatihan, workshop atau ceramah serta penyediaan materi-materi kesiapsiagaan di Keluarga yang dapat diakses oleh semua komponen. (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006)

Berdasarkan uraian di atas maka indikator kesiapsiagaan bencana masyarakat dalam penelitian ini mengacu pada framework yang dikembangkan LIPI bekerja sama dengan UNESCO/ISDR tahun 2006 yang meliputi aspek Pengetahuan tentang bencana, Kebijakan dan panduan meliputi kebijakan pendidikan yang terkait dengan kesiapsiagaan keluarga, Rencana tanggap darurat, Parameter peringatan bencana dan Parameter mobilisasi sumber daya

Pengertian Kesiapsiagaan Bencana

Kesiapsiagaan (preparedness) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (BPBD DKI Jakarta, 2013). Menurut BNPB (2008) kesiapsiagaan menghadapi bencana merupakan suatu aktivitas lintas-sektor yang berkelanjutan. Kesiapsiagaan dalam menghadapi banjir terdiri dari kegiatan yang memungkinkan masyarakat dan individu untuk dapat bertindak dengan cepat dan efektif ketika terjadi banjir. Hal ini membantu masyarakat dalam membentuk dan merencanakan tindakan apa saja yang perlu dilakukan ketika banjir (UNESCO, 2008). Tujuan khusus dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa sistem, prosedur, dan sumber daya yang tepat siap ditempatnya masing-masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi  korban bencana sehingga dapat mempermudah langkah-langkah pemulihan dan rehabilitasi layanan (BNPB, 2008).

Dalam pernyataan lain disebutkan bahwa pengertian kesiapsiagaan adalah   serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisispasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Membangun kesiapsiagaan adalah unsur penting, namun mudah dilakukan karena menyangkut sikap dan mental dan budaya serta disiplin di tengah masyarakat kesiapsiagaan adalah tahapan yang paling strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana (Kementerian Sosial RI, 2011).

Berdasrkan uraian di atas maka kesiapsiagaan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna

Jenis Bencana Alam

Bencana alam adalah peristiwa alam yang dapat mengakibatkan dampak bagi kehidupan manusia. Beberapa bencana alam:

  1. Gempa Bumi adalah peristiwa pergeseran lempeng bumi secara tiba-tiba.

Gempa bumi dapat menimbulkan terjadinya kerusakkan tanah, tanah longsor dan runtuhan batuan (Watt & Fiona, 2009).

  1. Tsunami adalah gelombang laut yang disebabkan oleh gangguan implusif dari dalam laut. Gangguan impulsif yang dapat mempengaruhi terjadinya tsunami. Faktor utama terjadinya tsunami adalah gempa bumi yang terjadi di dasar laut, gelombang tsunami yang terjadi besar atau kecil dapat ditentukan oleh karakteristik gempa bumi yang menyebabkan
  2. Tanah Longsor adalah bencana alam yang disebabkan oleh struktur tanah yang mengalami gangguan kestabilan. Faktor terjadinya tanah longsor dapat di akibatkan oleh curah hujan yang tinggi dan gempa
  3. Banjir adalah keadaan dimana suatu wilayah tergenang air, sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba akibat tersumbatnya sungai dan curah hujan yang tinggi (Bakornas PBP, 2005).
  4. Kekeringan adalah kurangnya ketersediaan air yang jauh dibawah kebutuhan, dampakkekeringan muncul sebagai akibat dari kekurangannya air, kekeringan dapat menganggu perekonomian dan kehidupan masyarakat.
  5. Angin puting beliung adalah bencana alam yang disebabakan oleh perbedaan tekanan cuaca, pusaran angin puting beliung sangat kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis (Prahasta, E, 2003).
  6. Letusan Gunung Berapi adalah aktivitas vulkanik atau erupsi, gunung berapi berkaitan dengan zona kegempaan yang diakibatkan oleh batas lempeng. Batas lempeng dapat mengakibatkan perubahan suhu dan tekanan yang tinggi sehingga dapat melelehkan material di sekitarnya yang merupakan cairan pijar (magma). Magma akan meluap ke permukaan melalui rekahan permukaan bumi. Gunung berapi memiliki karakteristik, dapat dilihat melalui muntahan yang dihasilkan (Bakornas PBP, 2005). Gunung meletus terjadi karena magma yang berada di perut bumi mengalami tekanan tinggi oleh gas sehingga terdorong keluar. Letusan gunung berapi ini dapat menyemburkan abu sejauh 60 km lebih dan lavanya dapat membanjiri daerah lereng gunung sejauh 30 km. Dampak dari letusan gunung berapi dapat menimbulkan kerugian harta benda dan korban jiwa (Watt & Fiona, 2009). Berdasarkan pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa bencana gunung berapi merupakan bagian dari aktivitas vulkanik atau erupsi, dari letusan gunung berapi akan membawa bencana bagi

Pengertian Bencana Alam

Pengertian dari bencana adalah gangguan serius terhadap fungsi masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, material, atau lingkungan yang luas melebihi kemampuan masyarakat yang terkena dampak dan harus mereka hadapi menggunakan sumber daya yang ada pada mereka (Asian Disaster Reduction Centre (2003) dan the United Nations (1992) dalam Kusumasari (2014). Ditambahkan oleh Routela, (2006 dalam Kusumasari, 2014)  bahwa bencana merupakan sebuah kondisi kerusakan dan goncangan yang menyebabkan kehancuran pada struktur sosial serta populasi yang terkena dampak bencana tidak mampu mengatasi peristiwa tersebut dan membutuhkan bantuan pihak luar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari bencana yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan menimbulkan kerugian harta benda dan penderitaan. Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah bencana disebabkan oleh alam yang dapat mengganggu penghidupan manusia yang disebabkan oleh faktor non alam dan faktor alam maupun faktor manusia sehingga dapat menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Berpijak dari pengertian di atas maka dapat pengertian bencana alam adalah gangguan yang  disebabkan oleh alam sehingga mengakibatkan kerugian materi, kerusakan lingkungan dan korban jiwa (Bakornas PBP, 2005). Bencana alam geologis adalah bencana yang di akibatkan oleh bumi, bencana alam geologis berdampak pada kehidupan manusia (Nurjanah, et al. 2012)

Bentuk–bentuk Partisipasi Masyarakat

Partisipasi dapat dibagi kedalam beberapa bentuk. Menurut Basrowi (Dwiningrum, 2015) menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat ditinjau dari bentuknya dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

  1. Partisipasi secara fisik

Dimana partisipasi ini merupakan partisipasi yang dilakukan dalam bentuk menyelenggarakan sebuah pendidikan maupun usaha-usaha. Seperti usaha sekolah, membuat beasiswa, dan juga membantu pemerintah dengan cara membangun gedung untuk masyarakat atau dapat juga bentuk bantuan yang lain.

  1. Partisipasi secara non fisik.

Merupakan partisipasi yang melibatkan masyarakat dalam menentukan tujuannya. Seperti dimana harus menempuh pendidikan nasional dan juga meratanya wawasan maupun keinginan masyarakat untuk menuntut ilmu dengan cara melalui pendidikan. Sehingga pemerintah tidak kesulitan dalam memberikan arahan kepada masyarakat untuk bersekolah.

Mubyaro dalam Ndraha (1990:102-104) bahwa dalam suatu partisipasi masyarakat tentunya ada berbagai bentuk partisipasi masyarakat didalamnya. Diantaranya yaitu.

  1. Partisipasi dilakukan dengan cara berkontak langsung antar individu sebagai bentuk awal dari kegiatan sosial dimasyarakat.
  2. Partisipasi mampu untuk menyerap maupun menerima informasi baik menerima maupun menolak informasi yang diterima.
  3. Partisipasi bertujuan dalam ikut serta andil dalam sebuah pengambilan keputusan perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan.
  4. Partisipasi bergerak dengan menggunakan konsep pelaksanaan pembangunan.

Sedangkan Davis dalam jurnal yang ditulis oleh Anthonius Ibori (2013:4) berpendapat bahwa partisipasi masyarakat dibagi kedalam beberapa bentuk, yaitu :

  1. partisipasi dalam bentuk pikiran, ide atau gagasan.
  2. Partisipasi dalam bentuk tenaga
  3. Partisipasi dalam bentuk pikiran dan juga tenaga.
  4. Partisipasi dalam bentuk keahlian.
  5. Partisipasi dalam bentuk barang.
  6. Partisipasi dalam bentuk uang

Menurut Huraerah (2011:116) meyebutkan ada beberapa bentuk partisipasi massyarakat yaitu: partisipasi dalam bentuk pikiran, dalam bentuk tenaga, dalam bentuk harta maupun benda, dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, dalam bentuk sosial.

Berdasarkan pendapat diatas maka dalam penelitian ini indikator partisipasi mengacu pada pendapat Basrowi dalam Dwiningrum (2011 ) yang menyebutkan bahwa bentuk partisipasi masyarakat dibedakan kedalam dua bagian yaitu partisipasi fisik dan juga partisipasi non fisik. Yang mana partisipasi fisik adalah usaha kelompok masyarakat atau orangtua dalam bentuk pendidikan seperti menyelenggarakan dan mendirikan sekolah. Sedangkan partisipasi non fisik merupakan keterlibatan masyarakat dalam mementukan tujuan pendidikan guna untuk memperoleh ilmu pengetahuan melalui lembaga pendidikan.

Tahapan Partisipasi Masyarakat

Mulyadi (2019 ) menyebutkan bahwa didalam partisipasi masyarakat terdapat beberapa tahapan partisipasi yang lebih nyata terjadi dimasyarakat diantaranya yaitu:

  1. Partisipasi di dalam pengambilan keputusan.

Merupakan keterlibatan masyarakat dalam pembentukan keputusan melalui rencana pembangunan. Seperti keikutsertaan dalam menghadiri rapat pembangunan desa, memberikan pendapatnya dalam kegiatan rapat desa, memberikan informasi pada rapat pembangunan desa, dan juga ikut serta dalam proses pembuatan keputusan.

  1. Partisipasi di dalam pelaksanaan.

Merupakan keterlibatan masyarakat didalam kegiatan pelaksanaan pembangunan desa bukan hanya pada tahap perencanaan. Pada tahap pelaksanaan ini masyarakat bisa memberikan kontribusi yang lebih konkrit seperti kontribusi dengan tenaga, kontribusi dengan uang, kontribusi dengan bahan.

  1. Partisipasi di dalam kemanfaatan.

Merupakan wujud dari peran masyarakat dalam keikutsertaan berpartisipasi di desanya. Apakah keikutsertaannya tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih positif bagi perkembangan pemerintah dan masyarakat desa. Bentuk keikutsertaan masyarakat tersebut dapat berupa mengikuti kegiatan dalam memelihara kebersihan rumah dan lingkungan sekitar tempat tinggal, ikut serta dalam kegiatan keagamaan, mengikuti kegiatan memelihara keamanan lingkungan secara suka rela, dan juga mengikuti kegiatan yang diadakan desa seperti kelompok usaha dibidang ekonomi,

  1. Partisipasi pada keikutsertaan dalam melakukan evaluasi.

Merupakan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan dan memberikan penilaian pada pelaksanaan hasil dari mulai tahap perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan. Keikutsertaan masyarakat dalam bentuk kritik terhadap jalannya pembangunan, memberikan argumen maupun saran terhadap jalannya pembangunan, dan yang terpenting adalah memberikan penilaian yang kemudian disampaikan kepada pemerintah desa sebagai bahan untuk evaluasi.

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tahapan partisipasi masyarakat terdiri dari partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan desa, partisipasi dalam kemanfaatan bagi pemerintah desa, dan juga partisipasi dalam keikutsertaan pada pengawasan dan memberikan penilaian pada tahap perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan.

Pengertian Partisipasi

Zamroni (2011) mengatakan bahwa partisipasi merupakan semua anggota masyarakat suatu negara yang memiliki suara didalam pembentukan dan pengambilan keputusan yang bersifat secara langsung maupun melalui organisasi yang mewakili kepentingan masyarakat umum. Partisipasi masayarakat merupakan suatu hak yang dimiliki masyarakat untuk ikut andil dalam pengambilan keputusan di dalam tahapan proses pembangunan, mulai dari awal perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun spelestarian lingkungan. Disini masyarakat tidak hanya sebagai penerima fasilitas maupun manfaat tetapi sebagai subjek pembangunan yang berkesinambungan (Dewi, Fandeli, & Baiquni, 2013). Selain pendapat di atas, Mulyadi (2019:13) mengatakan bahwa Partisipasi Masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan maupun menjalankan suatu proogram, yang mana masyarakat juga ikut merasakan manfaat dari kebijakan program tersebut. Selain itu dalam melakukan sebuah evaluasi masyarakat tentunya juga ikut dilibatkan agar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut   Astuti   (2019), partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan. Pengertian lain tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi Supriadi (2011), di mana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.

Berdasarkan apa yang disampaikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan semua anggota masyarakat dalam pembuatan dan pelaksanaan suatu program atau kebijakan yang mampu memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri.

Upaya Pemerintah Desa

Pengertian Upaya. Menurut Tim Penyusun Departemen Pendidikan Nasional (2008:1787), “upaya adalah usaha, akal atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya”. Menurut Poerwadarminta (1991 : 574), “Upaya adalah usaha untuk menyampaikan maksud, akal dan ikhtisar. Upaya merupakan segala sesuatu yang bersifat mengusahakan terhadap sesuatu hal supaya dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan maksud, tujuan dan fungsi serta manfaat suatu haltersebut dilaksanakan”.Upaya sangat berkaitan erat dengan penggunaan sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan tersebut, agar berhasil maka digunakanlah suatu cara, metode dan alat penunjang yang lain.

Dengan menggunakan pendekatan dari segi bahasa terhadap kata Pemerintah dan Pemerintahan, kedua kata tersebut berasal dari kata “perintah” berarti sesuatu yang harus dilaksanakan. “Di dalam kata “perintah” tersimpul beberapa unsur yang merupakan ciri khasnya, yaitu :

  1. Adanya keharusan, menunjukkan kewajiban untuk melaksanakan apa yang diperintahkan.
  2. Adanya dua pihak, yaitu yang memberi perintah dan yang menerima perintah.
  3. Adanya wewenang atau kekuasaan unruk memberi perintah.” Di dalam bahsa Inggris istilah “pemerintahan dan pemerintah tidak memiliki perbedaan yang disebut dengan “government”. Istilah ini bersumber dari latin yaitu “gubernauculum” yang berarti kemudi. Kata government dapat bermakna. Melaksanakan wewenang pemerintahan, Cara atau sistem memerintah, Fungsi atau kekuasaan untuk memerintah, Wilayah atau Negara yang diperintah, Badan yang terdiri dari orang-orang yang melaksanakan wewenang dan administrasi hukum dalam suatu Negara.”

Upaya pemerintah desa tidak terlepas dari peran pemerintah desa tercantum dalam Undang Undang No 6 Tahun 2014 Pasal 26 Ayat 1 disebutkan bahwa tugas aparatur desa menyelenggarakan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masayarakat desa. Saat ini upaya pemerintah semakin nyata memberikan hak bahwa perencanaan pembangunan harus melibatkan masyarakat.Dengan demikian masyarakat diharapkan aktif dalam perencanaan pembangunan agar cita-cita pembangunan dapat tercapai. Dengan kewenangan yang besar tersebut desa dalam perkembanganya harus mampu menyusun perencanaan pembangunan desa dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di desa supaya tidak terjadi kepincangan. Selama ini, pemerintah pusat sudah banyak mengucurkan berbagai jenis program untuk meningkatkan pembangunan di desa.

Aparatur pemerintah desa sebagai penyelenggara pembangunan harus memiliki tanggung jawab atas perubahan yang akan terjadi, baik perubahan yang terjadi didalam masyarakat maupun perubahan sosial kemasyarakatan. Untuk itu pemerintah desa selaku kepala pemerintahan dalam usaha mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut harus memiliki kemampuan untuk berpikir atau berbuat secara rasional dalam mengambil keputusan yang akan terjadi ditengah-tengah masyarakat. Disamping itu keputusan yang nantinya kan diambil tanpa memberatkan rakyat banyak. Kemudian pemerintah desa juga hams memiliki peran yang cukup baik sebagai dinamisator, katalisator, maupun sebagai pelopor dalam setiap gerak pembangunan yang dilaksanakan untuk memperoleh dukungan (partisipasi) penuh dari masyarakat.

  1. Sebagai dinamisator ; tentunya pemerintah desa dalam hal ini kepala desa harus memiliki kemampuan dalam memberikan bimbingan, pengarahan, maupun dalam mengajak masyarakat dalam berpartisipasi aktif dalam setiap pembangunan.
  2. Sebagai katalisator ; ini berkaitan dengan aparatur pemerintah desa dalam melihat dan mengkoordinir langsung faktor-faktor yang dapat mendorong laju perkembangan pembangunan.
  3. Sebagai Pelopor ; Sebagai aparatur pemerintah yang memiliki kewibawaan tinggi, maka pemerintah desa harus dapat mengayomi masyarakat, memberikan contoh yang baik, memiliki dedikasi (loyalitas) yang tinggi, serta dapat memberikan penampilan yang baik pula terhadap masyarakat agar pemerintah dapat dihargai dan dihormati serta disegani oleh masyarakat.

Definisi Operasional Komitmen Organisasi

adalah suatu keadaan dimana suatu individu memiliki dorongan atau keinginan untuk tetap berada di dalam suatu organisasi dan percaya pada nilai-nilai organisasi. Dalam penelitian ini menggunakan tiga aspek yaitu Komitmen Afektif (Affective Commitment), Komitmen Kontinuans (Continuence Commitment) dan Komitmen Normatif (Normative Commitment)

Definisi Operasional Organizational Citizenship Behavior

  1. adalah perilaku spontan (tanpa perintah) pegawai yang bersedia mengerjakan pekerjaan melebihi dari tugas mereka seperti biasa, mengusahakan kinerja melebihi apa yang diharapkan dan bermanfaat bagi organisasi. Dalam penelitian ini maka Organizational Citizenship Behavior menggunakan aspek obedience, altruism, conscientiousness, civic virtue, courtesy dan sportmanship.

Aspek dalam Komitmen Kerja

Menurut Meyer dan Allen  dalam Luthans (2018) bahwa faktor-faktor penyebab komitmen kerja mengakibatkan timbulnya perbedaan bentuk komitmen organisasi yang dibaginya atas tiga aspek, yaitu: komitmen afektif (affective commitment), komitmen kontinuans (continuence commitment), dan komitmen normative (normative commitment). Hal yang umum dari ketiga aspek komitmen ini adalah dilihatnya komitmen sebagai kondisi psikologis yang: (1) menggambarkan hubungan individu dengan organisasi, dan (2) mempunyai implikasi dalam keputusan untuk meneruskan atau tidak keanggotaannya dalam organisasi.

Meyer dan Allen dalam Luthans (2018) lebih memilih untuk menggunakan istilah aspek komitmen kerja daripada tipe komitmen organisasi karena hubungan karyawan dengan organisasinya dapat bervariasi dalam aspek tersebut. Adapun definisi dari masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut:

  • Komitmen Afektif (Affective Commitment)

Komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, pada siapa karyawan mengidentifikasikan dirinya, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut (Allen dan Meyer, dalam Luthans (2018).

Menurut Morgan dalam (Ahmad, S, K. Shahzad, S. Rehman, N. A. Khan & I.U. Shad 2010) komitmen afektif merupakan perasaan pribadi karyawan dan identifikasi dirinya pada organisasi dikarenakan kepercayaan yang kuat terhadap fungsi dan tujuan organisasi. Komitmen afektif dapat dikelompokkan menjadi empat kategori utama yaitu karakteristik pribadi, karakteristik struktur, karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan dan pengalaman kerja. Walaupun keempat kategori ini mempengaruhi komitmen afektif secara signifikan, kebanyakan literatur mendukung bukti bahwa pengalaman kerja mempunyai hubungan pengaruh yang lebih kuat (Mowder, et al., 1982 dalam Azliyanti, 2019).

  • Komitmen Kontinuans (Continuence Commitment)

Komitmen kontinuans berkaitan dengan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan yang berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans sejalan dengan pendapat Becker yaitu bahwa komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinan memilih identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena adanya ancaman akan kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain (Allen dan Meyer, dalam Luthans, 2018).

Menurut Morgan (1988) dalam Ahmad, et al. (2011) komitmen kontinuans merupakan persepsi seseorang terhadap kerugian yang akan dialaminya apabila meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans berdasarkan pada persepsi karyawan tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Komitmen ini pada saat awal dikembangkan dianggap sebagai aktifitas yang dianggap konsisten. Ketika individu tak melanjutkan lagi aktifitasnya pada suatu organisasi, maka akan timbul di hatinya suatu perasaan kehilangan. Oleh sebab itu selanjutnya komitmen ini disebut juga dengan exchanged oriented commitment atau komitmen yang berorientasi pada pertukaran atau biasa juga disebut komitmen komulatif (Dewayani, 2017).

  • Komitmen Normatif (Normative Commitment)

Komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib bertahan dalam organisasi (Allen dan Meyer, dalam Luthans , 2018). Wiener (dalam Luthans, 2018) mendefinisikan aspek komitmen ini sebagai tekanan normatif yang terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu sehingga memenuhi tujuan dan minat organisasi.

Menurut Morgan (1988) dalam Ahmad, et al. (2010) komitmen normatif adalah perilaku yang ditunjukkan karyawan atas pertimbanan moral dan apa yang benar untuk dilakukan. Chang, C. C., M. C. Tsai dan M. S. Tsai (2011), menyatakan bahwa komitmen normatif mengacu kepada perasaan pekerja bahwa mereka berkewajiban untuk tetap tinggal dalam organisasi. Sedangkan Dewayani (2017) mengatakan bahwa komitmen normatif ini juga disebut sebagai komitmen moral, merefleksikan persepsi individu terhadap norma, perilaku yang dapat diterima, yang timbul sebagai akibat perlakuan organisasi terhadap karyawan. Misalnya dengan gaji yang mereka terima serta pelatihan-pelatihan yang mereka ikuti. Perasaan wajib ini terus tumbuh sampai mereka merasa impas dan tidak mempunyai kewajiban lagi.

Meyer dan Allen dalam Luthans (2018) berpendapat bahwa setiap aspek memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan aspek afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan aspek continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki aspek normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.

Pengertian Komitmen Kerja

Komitmen kerja yang pertama dikemukakan oleh Potter, et al. (2012). Komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Potter, et al. (2012) ini bercirikan adanya: (1) belief yang kuat serta penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi; (2) kesiapan untuk bekerja keras; serta (3) keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi. Komitmen ini tergolong komitmen sikap atau afektif karena berkaitan dengan sejauhmana individu merasa nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi. Semakin besar kongruensi antara nilai dan tujuan individu dengan nilai dan tujuan organisasi maka semakin tinggi pula komitmen karyawan pada organisasi.

Dalam pernyataan lain, disebutkan bahwa komitmen organisasi didefinisikan sebagai kekuatan identifikasi dan keterlibatan individu dengan organisasi. Komitmen yang tinggi dicirikan dengan tiga hal, yaitu : kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilainilai organisasi, kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi dan keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. Komitmen nampak dalam tiga bentuk sikap yang terpisah tapi saling berhubungan erat, pertama identifikasi dengan misi organisasi, kedua keterlibatan secara psikologis dengan tugas-tugas organisasi dan yang terakhir loyalitas serta keterikatan dengan organisasi (Dessler, 2014).

Menurut Jewell dan Siegall (dalam Sutrisno, 2011) komitmen kerja dapat didefinisikan sebagai derajat hubungan individu memandang dirinya sendiri dengan pekerjaannya dalam organisasi tertentu. Robbins (dalam Sutrisno, 2010) mengatakan bahwa komitmen terhadap organisasi adalah salah satu sikap di tempat kerja, karena komitmen merefleksikan perasaan seseorang (suka atau tidak suka )terhadap organisasi dimana ia bekerja. Selanjutnya menurut Kreitner (2018) komitmen organisasi mencerminkan tingkat bagi perorangan mengidentifikasikan dengan suatu organisasi dan merasa terikat dengan tujuannya.

Aspek dalam Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Menurut Organ 1988 ( dalam Yuniar, Dkk 2011) OCB terdiri dari lima dimensi:

  1. Altruism, yaitu perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada individu dalam suatu organisasi.
  2. Courtesy, yaitu membantu teman kerja mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjaannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta menghargai kebutuhan mereka.
  3. Sportmanship, yaitu toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh.
  4. Civic virtue, yaitu terlibat dalam kegiatan –kegiatan organisasi dan peduli pada kelangsungan hidup organisasi.
  5. Conscientiousness, yaitu melakukan hal-hal yang menguntungkan organisasi seprti mematuhi peraturan-peraturan di organisasi.

Perilaku organizational citizenship behavior yang dikemukakan oleh dan Farh, dkk (2003) dapat diukur melalui lima faktor, yaitu:

  1. Sikap senang untuk membantu atau menolong orang lain dalam menyelesaikan pekerjaannya.
  2. Kesadaran dalam berorganisasi yaitu suatu perilaku yang sadar dalam melaksanakan pekerjaan yang diisyaratkan, seperti kehadiran, mematuhi peraturan, dan lain-lain.
  3. Sikap sportifitas, yaitu kemauan untuk bersikap toleran dengan keadaan sekitar tanpa mengeluh.
  4. Sikap sopan-santun, yaitu sikap yang cendrung menghindari masalah dengan rekan kerja.
  5. Mendahulukan kepentingan umum (kebaikan), yaitu melakukan sesuatu aktifitas diluar tugasnya, yang mengindikasikan bahwa karyawan turut bertanggung jawab untuk berpartisipasi dalam aktifitas organisasi dan memiliki kepedulian terhadap organisasi, dan tidak ketinggalan informasi tentang berbagai kejadian dalam organisasi serta perubahan yang terjadi.

Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Konsep organizational citizenship behavior (OCB) pertama kali diperkenalkan oleh Bateman & Organ et al. dan telah dibahas secara detail oleh Organ tahun 1988. Namun jauh sebelum tahun tersebut Barnard mempergunakan konsep OCB dan menyebutnya sebagai kerelaan bekerja sama (willingness to coorporate). Pada tahun 1964, Katz menggunakan konsep serupa dan menyebutnya sebagai inovatif dan perilaku spontan (innovative and spontaneous behaviours) (Triyanto, 2009).Organizational citizenship behavior (OCB) adalah perilaku yang melampaui persyaratan formal dari pekerjaan dan bermanfaat untuk organisasi (Spector, 1996).

Organ (dalam Podsakoff, 2010) mendefenisikan OCB sebagai perilaku individu yang bebas memilih, tidak diatur secara langsung atau eksplisit oleh sistem penghargaan formal, dan secara bertingkat mempromosikan fungsi organisasi yang efektif.Johns (dalam Triyanto, 2019) mengemukakan bahwa organizational citizenship behavior (OCB) memiliki karakteristik perilaku sukarela/extra-role behavior yang tidak termasuk dalam uraian jabatan, perilaku spontan/tanpa saran atau perintah tertentu, perilaku yang bersifat menolong, serta perilaku yang tidak mudah terlihat serta dinilai melalui evaluasi kinerja. Organizational citizenship behavior (OCB) juga sering diartikan sebagai perilaku yang melebihi kewajiban formal (ekstra role) yang tidak berhubungan dengan kompensasi langsung. Artinya, seseorang yang memiliki organizational citizenship behavior (OCB) tinggi tidak akan dibayar dalam bentuk uang atau bonus tertentu, namun organizational citizenship behavior (OCB) lebih kepada perilaku sosial dari masing-masing individu untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan, seperti membantu rekan disaat jam istirahat dengan sukarela (Ahdiyana, 2010).  Menurut Ehrhart (dalam Triyanto, 2009) organizational citizenship behavior (OCB) didefinisikan sebagai perilaku yang mempertinggi nilai dan pemeliharaan sosial serta lingkungan psikologi yang mendukung hasil pekerjaan.

Upaya Pemerintah Desa

Pengertian Upaya. Menurut Tim Penyusun Departemen Pendidikan Nasional (2008:1787), “upaya adalah usaha, akal atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya”. Menurut Poerwadarminta (1991 : 574), “Upaya adalah usaha untuk menyampaikan maksud, akal dan ikhtisar. Upaya merupakan segala sesuatu yang bersifat mengusahakan terhadap sesuatu hal supaya dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan maksud, tujuan dan fungsi serta manfaat suatu haltersebut dilaksanakan”.Upaya sangat berkaitan erat dengan penggunaan sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan tersebut, agar berhasil maka digunakanlah suatu cara, metode dan alat penunjang yang lain.

Dengan menggunakan pendekatan dari segi bahasa terhadap kata Pemerintah dan Pemerintahan, kedua kata tersebut berasal dari kata “perintah” berarti sesuatu yang harus dilaksanakan. “Di dalam kata “perintah” tersimpul beberapa unsur yang merupakan ciri khasnya, yaitu :

  1. Adanya keharusan, menunjukkan kewajiban untuk melaksanakan apa yang diperintahkan.
  2. Adanya dua pihak, yaitu yang memberi perintah dan yang menerima perintah.
  3. Adanya wewenang atau kekuasaan unruk memberi perintah.” Di dalam bahsa Inggris istilah “pemerintahan dan pemerintah tidak memiliki perbedaan yang disebut dengan “government”. Istilah ini bersumber dari latin yaitu “gubernauculum” yang berarti kemudi. Kata government dapat bermakna. Melaksanakan wewenang pemerintahan, Cara atau sistem memerintah, Fungsi atau kekuasaan untuk memerintah, Wilayah atau Negara yang diperintah, Badan yang terdiri dari orang-orang yang melaksanakan wewenang dan administrasi hukum dalam suatu Negara.”

Upaya pemerintah desa tidak terlepas dari peran pemerintah desa tercantum dalam Undang Undang No 6 Tahun 2014 Pasal 26 Ayat 1 disebutkan bahwa tugas aparatur desa menyelenggarakan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masayarakat desa. Saat ini upaya pemerintah semakin nyata memberikan hak bahwa perencanaan pembangunan harus melibatkan masyarakat.Dengan demikian masyarakat diharapkan aktif dalam perencanaan pembangunan agar cita-cita pembangunan dapat tercapai. Dengan kewenangan yang besar tersebut desa dalam perkembanganya harus mampu menyusun perencanaan pembangunan desa dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di desa supaya tidak terjadi kepincangan. Selama ini, pemerintah pusat sudah banyak mengucurkan berbagai jenis program untuk meningkatkan pembangunan di desa.

Aparatur pemerintah desa sebagai penyelenggara pembangunan harus memiliki tanggung jawab atas perubahan yang akan terjadi, baik perubahan yang terjadi didalam masyarakat maupun perubahan sosial kemasyarakatan. Untuk itu pemerintah desa selaku kepala pemerintahan dalam usaha mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut harus memiliki kemampuan untuk berpikir atau berbuat secara rasional dalam mengambil keputusan yang akan terjadi ditengah-tengah masyarakat. Disamping itu keputusan yang nantinya kan diambil tanpa memberatkan rakyat banyak. Kemudian pemerintah desa juga hams memiliki peran yang cukup baik sebagai dinamisator, katalisator, maupun sebagai pelopor dalam setiap gerak pembangunan yang dilaksanakan untuk memperoleh dukungan (partisipasi) penuh dari masyarakat.

  1. Sebagai dinamisator ; tentunya pemerintah desa dalam hal ini kepala desa harus memiliki kemampuan dalam memberikan bimbingan, pengarahan, maupun dalam mengajak masyarakat dalam berpartisipasi aktif dalam setiap pembangunan.
  2. Sebagai katalisator ; ini berkaitan dengan aparatur pemerintah desa dalam melihat dan mengkoordinir langsung faktor-faktor yang dapat mendorong laju perkembangan pembangunan.
  3. Sebagai Pelopor ; Sebagai aparatur pemerintah yang memiliki kewibawaan tinggi, maka pemerintah desa harus dapat mengayomi masyarakat, memberikan contoh yang baik, memiliki dedikasi (loyalitas) yang tinggi, serta dapat memberikan penampilan yang baik pula terhadap masyarakat agar pemerintah dapat dihargai dan dihormati serta disegani oleh masyarakat.

Dari beberapa pengertian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan “bahwa pengertian dari upaya pemerintah desa adalah suatu kegiatan atau usaha pemerintah desa dengan seluruh perangkatnya dengan menggunakan segala kekuatan yang ada dalam kewenangannya untuk mengatasi suatu masalah”

 

Skala Likert

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan (Sugiyono, 2018 ). Jawaban yang didapat dari pertanyaan yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Agar dapat dianalisis secara kuantitatif maka jawaban tersebut diberi skor sebagai berikut:

  1. 5 : Setuju
  2. 4 : Cukup setuju
  3. 3 : Kurang setuju
  4. 2 : Tidak setuju
  5. 1 : Sangat tidak setuju

 

Definisi Operasional Kinerja

Kinerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh pegawai dalam pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan. Pengukuran kinerja pegawai dalam penelitian ini merujuk pada pernyataan Robbins (2017), yang meliputi kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektivitas, kemandirian, dan komitmen kerja

 

Definisi Operasional Pemberdayaan

Pemberdayaan atau empowerment adalah membebaskan seseorang dari kendali yang kaku dan memberi orang tersebut kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya dan keputusan-keputusannya, tindakan-tindakannya. Aasek pemberdayaan pegawai sesuai yang disampaikan oleh Khan (2017) yaitu Desire, Trust, Confident, Credibility, Accountability, Comunication

Definisi Operasional Gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan norma yang digunakan sewaktu mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang dilihat oleh orang lain tersebut. Oleh sebab itu ketika seorang pemimpin melakukan proses pemecahan masalah serta pembuatan keputusan. Menurut Paul Hersey dan Ken Blanchard (2017), kepemimpinan dapat dibedakan berdasarkan tipe Gaya Kepemimpinan Instruksi (Telling-Directing), Gaya Kepemimpinan Konsultasi (Selling-Coaching), Gaya Kepemimpinan Partisipasi (Partisipasi-Supporting), Gaya Kepemimpinan Delegasi (Delegating)

Aspek Dalam Pemberdayaan Pegawai

Beberapa kondisi dasar yang harus diciptakan oleh organisasi yang dapat mendukung dilakukannya pemberdayaan pegawai dalam organisasi, yaitu (Luthan, 2016) :

  1. Partisipasi Karyawan diharapkan mempunyai kemauan untuk memeperbaiki hubungan dan proses kerja sehari- hari. Suatu pelatihan dalam pemberdayaan akan sangat berguna bagi karyawan agar mereka dapat berpartisipasi lebih aktif dan mempunyai pandangan yang lebih luas. Pengurangan proses birokrasi perlu dilakukan oleh organisasi agar karyawan tidak terhambat dalam meningkatkan inisiatifnya.
  2. Inovasi Pemberian semangat dan keleluasaan karyawan terhadap inovasi untuk perbaikan dalam organisasi. Pemberian semngat untuk selalu membawa ide dan pemikiran baru untuk perbaikan dalam organisasi
  3. Perhatian terhadap informasi Ketika karyawan mempunyai perhatian terhadap suatu informasi, mereka mempunyai keinginan untuk mempelajari dan menggunakan di dalam usaha meningkatkan pemberdayaan. Organisasi perlu untuk memberikan kemudahan untuk mengakses informasi bagi semua pihak yang terlibat dalam organisasi. Perhatian terhadap informasi merupakan dasar keinginan untuk tahu sesuatu.
  4. Pertanggungjawaban Diharapkan pegawai lebih berperan dalam organisasi dan bertanggungjawab terhadap hasil keputusannya

Pada konsep model pemberdayaan oleh Khan (2017) dapat diambil dimensi dan indikator dari pemberdayaan karyawan itu, di antaranya:

  1. Desire – pemberian kesempatan mengidentifikasi masalah – keterlibatan pekerja diperluas
  2. Trust – kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan. – mendapat pelatihan untuk kebutuhan kerja – dihargai dalam pebedaan pandangan dan kesuksesan yang diraih
  3. Confident – di mintakannya ide dan saran – jaringan antar departemen terbangun luas
  4. Credibility – merasa sebagai partner dari pemimpin – terdapat target disetiap bagian pekerjaan
  5. Accountability – mendapat tugas dan ukuran yang jelas – dilibatkan dalam menentukan penentuan standar dan ukuran – mendapat bantuan oleh pemimpin dalam menyelesaikan beban kerja – mendapatkan feed back dalam pekerjaan
  6. Comunication – pemimpin menyediakan waktu untuk mendiskusikan masalah – terdapat kebijakan open door communication

Dalam penelitian ini akan mengunakan asek pemberdayaan pegawai sesuai yang disampaikan oleh Khan (2017) yaitu Desire, Trust, Confident, Credibility, Accountability, Comunication

Pengertian Pemberdayaan Pegawai

 

Pemberdayaan sebenarnya memiliki banyak definisi, tetapi jika didefinisikan secara umum maka pemberdayaan dapat didefinisikan sebagai sebuah proses pemberian kemampuan kepada karyawan untuk berfikir, bertindak, bersikap, bereaksi dan mengontrol semua pekerjaan mereka tersendiri dan nantinya dapat menimbulkan keterkaitan dan saling kepercayaan antara pihak-pihak yang berada di organisasi tersebut yang tentunya tetap dalam koridor dan pengawasan agar tidak melenceng dari tujuan organisasi. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Lodjo (2013: 748-749), di mana pemberdayaan merupakan pemberian suatu tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan produk dan pengambilan keputusan, dan pemberdayaan itu sendiri merupakan sarana untuk membangun kepercayaan antara sesama karyawan dan pihak manajemen

Pemberdayaan bertujuan menghapus hambatan-hambatan sebanyak mungkin guna membebaskan organisasi dan orang-orang yang bekerja di dalamnya melepaskan mereka dari halanganhalangan yang memperlambat reaksi dan merintangi aksi mereka. Pemberdayaan adalah pemberian tanggung jawab dan wewenang dari atasan kepada pegawai, yang melibatkan adanya sharing informasi dan pengetahuan untuk memandu dan mengembangkan pegawai dalam bertindak sesuai dengan tujuan organisasi yang dinyatakan dalam satuan skor sebagai tolok ukurnya (Hasibuan, 2015).

Conger & Kanungo (2018) mendefinisikan pemberdayaan sebagai sebuah proses meningkatkan keyakinan diri (self efficacy) antara anggota-anggota. Pemberdayaan atau empowerment adalah membebaskan seseorang dari kendali yang kaku dan memberi orang tersebut kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya dan keputusan-keputusannya, tindakan-tindakannya.

Pemberdayaan adalah pemberian tanggungjawab dan wewenang dari manajer kepada karyawan, yang melibatkan adanya sharing informasi dan pengetahuan untuk memandu karyawan dalam bertindak sesuai dengan tujuan organisasi (Baron dan Rue, 2017). Menurut Sudarusman (2014) bahwa pemberdayaan  adalah proses mendorong individu dalam organisasi untuk menggunakan inisiatif, kewenangan dan tanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan.

Ditambahkan oleh Mulyadi dan Setyawan (2019) bahwa pemberdayaan adalah pemberian wewenang kepada karyawan untuk merencanakan, mengendalikan dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari manajer di atasnya. Selain itu pemberdayaan merupakan suatu usaha yang secara signifikan dapat menguatkan keyakinan wewenang untuk membuat keputusan dalam area kegiatan operasi tanpa harus memperoleh pengesahan orang lain (Luthan, 2016).

Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemberdayaan adalah pelibatan pegawai yang benar-benar berarti, sehingga pegawai benar-benar mampu melaksanakan pekerjaan dan terlibat dalam pengambilan keputusan serta dalam pemecahan masalah.

Aspek Dalam Kepemimpinan Situasional

Menurut Paul Hersey dan Ken Blanchard (2017), seorang pemimpin harus memahami kematangan bawahannya sehingga dia akan tidak salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

  1. Gaya Kepemimpinan Instruksi (Telling-Directing)

Kepemimpinan instruktif adalah untuk pengikut yang rendah kematangannya. Orang yang tidak mampu dan tidak mau (R1) memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan sesuatu adalah tidak kompeten atau tidak memiliki keyakinan, dengan demikian gaya pengarahan (S1) memberikan pengarahan yang jelas dan spesifik. Pengawasan yang ketat memiliki tingkat kemungkinan efektif yang paling tinggi. Sekali lagi perlu ditingkatkan bahwa gaya ini dirujuk sebagai instruksi karena dicirikan dengan peran pemimpin yang menginstruksikan bawahan tentang apa, bagaimana, dan dimana harus dilakukan suatu tugas.

  1. Gaya Kepemimpinan Konsultasi (Selling-Coaching)

Kepemimpinan konsultasi untuk tingkat kematangan rendah ke sedang. Orang yang tidak mampu tapi berkeingingan (R2) untuk mengikuti tanggung jawab dan memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki ketrampilan. Dengan demikian gaya konsultasi (S2) yang memberikan perilaku dukungan untuk memperkuat kemampuan dan antusias, tampaknya merupakan gaya yang sesuai dipergunakan bagi individu pada tingkat kematangan seperti ini. Gaya kepemimpinan ini disebut sebagai konsultasi karena hampir seluruh pengarahan masih dilakukan oleh pemimpin namun melalui komunikasi dua arah dan penjelasan pemimpin melibatkan pengikut mencari saran dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Komunikasi ini membantu mempertahankan tingkat motivasi pengikut, untuk kontrol dan pembuat keputusan tetap ada pada pemimpin.

  1. Gaya Kepemimpinan Partisipasi (Partisipasi-Supporting)

Gaya kepemimpinan partisipasi adalah bagi bawahan dengan tingkat kematangan dari sedang ke tinggi. Orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan tetapi tidak berkeinginan (R3) untuk melakukan suatu tugas yang diberikan . Ketidakinginan mereka itu sering disebabkan oleh kurangnya keyakinan. Gaya mendukung, tanpa mengarahkan, partisipatif (S3) mempunyai tingkat keberhasilan tinggi untuk diterapkan bagi individu dengan tingkat kematangan seperti ini. Pemimpin atau pengikut saling menukar ide dalam pembuatan keputusan.

  1. Gaya Kepemimpinan Delegasi (Delegating)

Gaya kepemimpinan delegasi adalah bagi bawahan dengan tingkat kematangan yang tinggi. Orang-orang dengan tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau (R4). Dengan demikian delegasi yang berprofil rendah (S4) yang memberikan sedikit pengarahan dan sedikit dukungan memiliki tingkat kemungkinan efektif yang paling tinggi dalam individu tingkat kematangan seperti ini.

Secara singkat maka aspek dari kepemimpinan adalah

  1. Telling (gaya intruksi pemimpin) yaitu sebagai berikut:
  2. a) Menjelaskan peran masing-masing
  3. b) Komunikasi dua arah yang efektif
  4. c) Pemimpin membuat keputusan
  5. d) Intruksi tambahan untuk memperjelas
  6. Selling (gaya konsultasi pemimpin)
  7. a) keputusan dan peluang untuk klarifikasi
  8. b) Tingkat kemampuan pengikut
  9. c) Dorongan untuk meningkatkan kinerja bawahan
  10. Participating (gaya partisipasi pemimpin)
  11. a) Pendengar yang aktif
  12. b) Mendukung bawahan dalam mengambil resiko
  13. c) Memberi pujian atas keberhasilan tugas bawahan
  14. d) Membangun rasa percaya diri
  15. Delegating (gaya delegasi pemimpin)
  16. a) Memberi gambaran umum tentang tugas
  17. b) Memantau kegiatan bawahannya
  18. c) Mendorong pencapaian tujuan

 

Kepemimpinan Situasional

Teori kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Heresy,yang merupakan penyempurnaan dari studi gaya kepemimpinan sebelumnya. Menurut Heresy dalam Arifin Dkk (2013), pada teori situasional, walaupun seluruh variabel situasional (yaitu manajer, bawahan, atasan, ikatan kelompok organisasi, tuntutan kerja, dan waktu) yang terlibat, akan tetapi penekanan tetap terletak pada hubungan antara pimpinan dan bawahannya. Para bawahan dalam situasi tertentu amat berperan, bukan karena eksistensinya sebagai penerima dan penolak pemimpin, lebih dari itu para bawahan sebagai kelompok sebenarnya menentukan otoritas pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.

Menurut  Hersey dan Blanchard (Thoha, 2013) adalah kepemimpinan yang didasarkan atas hubungan saling mempengaruhi antara lain :

  1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan,
  2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan,
  3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi, atau tujuan tertentu.

Hersey dan Blanchard dalam Thoha (2013) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma yang digunakan sewaktu mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang dilihat oleh orang lain tersebut. Oleh sebab itu ketika seorang pemimpin melakukan proses pemecahan masalah serta pembuatan keputusan

Aspek Kinerja

Mangkunegara (2011) menjelaskan pengukuran kinerja menggunakan aspek sebagai berikut :

  1. Kualitas kerja

Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan.

  1. Kuantitas kerja

Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai itu masing-masing.

  1. Pelaksanaan tugas

Pelaksanaan tugas adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.

  1. Tanggung jawab

Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban karyawan untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan/instansi.

Beberapa indikator lain yang berkaitan terhadap penelitian ini antara lain menurut Robbins (2017), mengemukakan bahwa aspek untuk mengukur kinerja pegawai secara individu sebagai berikut:

  1. Kualitas

Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan.

  1. Kuantitas

Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.

  1. Ketepatan waktu

Ketepatan waktu merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.

  1. Efektivitas

Efektivitas merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.

  1. Kemandirian

Kemandirian merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya

  1. Komitmen kerja

Komitmen kerja merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil, Penilaian SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek sebagai berikut:

  1. Kuantitas

Kuantitas adalah ukuran jumlah atau banyaknya hasil kerja yang dicapai.

  1. Kualitas

Kualitas adalah ukuran mutu setiap hasil kerja yang dicapai.

  1. Waktu

Waktu adalah ukuran lamanya proses setiap hasil kerja yang dicapai.

  1. Biaya

Biaya adalah besaran jumlah anggaran yang digunakan setiap hasil kerja.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas untuk mengukur kinerja pegawai dalam penelitian ini merujuk pada pernyataan Robbins (2017), yang meliputi kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektivitas, kemandirian, dan komitmen kerja

Pengertian Kinerja Pegawai

Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Veithzal, 2015). Kinerja karyawan tidak hanya sekedar informasi untuk dapat dilakukannya promosi atau penetapan gaji bagi perusahaan. Akan tetapi bagaimana perusahaan dapat memotivasi karyawan dan mengembangkan satu rencana untuk memperbaiki kemerosotan kinerja dapat dihindari.

Kinerja karyawan perlu adanya penilaian dengan maksud untuk memberikan satu peluang yang baik kepada karyawan atas rencana karier mereka dilihat dari kekuatan dan kelemahan, sehingga perusahaan dapat menetapkan pemberian gaji, memberikan promosi, dan dapat melihat perilaku karyawan. Penilaian kinerja dikenal dengan istilah “performance rating” atau “performance appraisal”. Menurut Munandar (2018), penilaian kinerja adalah proses penilaian ciri-ciri kepribadian, perilaku kerja, dan hasil kerja seseorang tenaga kerja atau karyawan (pekerja dan manajer), yang dianggap menunjang unjuk kerjanya, yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan tentang tindakan-tindakan terhadap bidang ketenagakerjaan.

Kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas, hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing atau tentang bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya serta kuantitas, kualitas dan waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas (Sutrisno, 2011). Kemudian Robbins (2017) mendefinisikan kinerja yaitu suatu hasil yang dicapai oleh pegawai dalam pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan.

GAMBARAN UMUM DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

 

 

  • Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Gunungkidul

Dinas Perindustrian dan Perdagangan dibentuk sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 70 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan, di mana kedudukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah unsur penunjang pemerintah daerah dalam pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dan tugas pembantuan di bidang  perindustrian dan perdagangan.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkidul mempunyai fungsi sebagai berikut :

  1. Perumusan kebijakan umum di bidang perindustrian dan perdagangan;
  2. Perumusan kebijakan teknis di bidang perindustrian dan perdagangan;
  3. Penyusunan rencana kinerja dan perjanjian kinerja di bidang  perindustrian dan perdagangan;
  4. Pembinaan dan Pengembangan Perindustrian;
  5. Pelaksanaan bimbingan teknologi peningkatan mutu produksi dan diversifikasi/inovasi teknologi;
  6. Pengawasan produk dan pengendalian perindustrian;
  7. Pelaksanaan fasilitasi hak atas kekayaan intelektual;
  8. Pembinaan dan pengembangan usaha perdagangan;
  9. Pelaksanaan pengenalan dan penerapan teknologi informasi perdagangan;
  10. Pembinaan dan pengembangan perdagangan elektronik e-commerce;
  11. Pembinaan dan pengembangan ekspor daerah;
  12. Pembangunan dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan;
  13. Pembinaan sarana distribusi perdagangan masyarakat;
  14. Pemantauan ketersediaan dan harga barang kebutuhan pokok dan barang penting;
  15. Pelaksanaan operasi pasar;
  16. Pengawasan pengadaan, penyaluran, dan penggunaan pupuk bersubsidi;
  17. Pemeriksaan fasilitas penyimpanan bahan berbahaya dan pengawasan distribusi, pengemasan dan pelabelan bahan berbahaya;
  18. Pelaksanaan dan pengawasan metrologi legal;
  19. Penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima;
  20. Pelaksanaan monitoring bidang perindustrian dan perdagangan;
  21. Penyelenggaraan sistem pengendalian intern di bidang perindustrian dan perdagangan;
  22. Penyusunan dan penerapan norma, standar, dan petunjuk operasional di bidang perindustrian dan perdagangan;
  23. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan bidang perindustrian dan perdagangan; dan
  24. Pengelolaan UPT.
  • Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkidul

Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkidul terdiri dari

  1. Kepala : Johan Eko Sudarto, S.Sos., M.H.
  2. Sekretaris: Drs. Virgilio Soriano
  3. Kepala Sub. Bagian Umum : Sasongko HP, SE
  4. Kepala Sub. Bagian Perencanaan : Hartini, SE
  5. Kepala Sub. Bagian Keuangan : Tri Suryani, SE
  6. Kepala Bidang Pengelolaan Pasar : Ari Setiawan, S.IP., M.Si.
  7. Kepala Seksi Bina Pedagang : Wasana, SE
  8. Kepala Seksi Sarana dan Prasarana : Sukarman, ST
  9. Kepala Seksi Pendapatan : R.Ramelan Supama, SE
  10. Kepala Bidang Perdagangan : Ir. Yuniarti Ekoningsih, M.Si.
  11. Kepala Seksi Promosi dan Pengembangan Usaha : Hery Sulistyo, SE., M.Ec.Dev.
  12. Kepala Seksi Distribusi : Sigit Haryanto, SP
  13. Kepala Seksi Perlindungan Konsumen dan Kemetrologian : Sri Andarwati, SH.
  14. Kepala Bidang Perindustrian : Wibawanti Wulandari, SP
  15. Kepala Seksi Industri Makanan, Minuman dan Kimia : Ninin Kristanti, ST
  16. Kepala Seksi Industri Sandang , Kulit, Logam dan Aneka : Kun Muryono, ST., M.M.
  17. Kepala Seksi Industri Hasil Hutan dan Perkebunan : Retna Dewi Wuspada, SP., M.Si.
    • Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Industri

Bidang Perindustrian mempunyai tugas melaksanakan pembinaan, pengendalian, pengembangan produksi, usaha dan sarana industri. Bidang Perindustrian mempunyai fungsi :

  1. Penyusunan rencana kegiatan Bidang Perindustrian;
  2. Perumusan kebijakan teknis di Bidang Perindustrian;
  3. Penyusunan rencana kinerja dan perjanjian kinerja Bidang Perindustrian;
  4. Pelaksanaan pembinaan, pengendalian, pengembangan produksi, usaha, dan sarana industri;
  5. Penyelenggaraan sistem pengendalian intern di bidang perindustrian;
  6. Penyusunan dan penerapan norma, standar, pedoman, dan petunjuk operasional di Bidang Perindustrian; dan
  7. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan bidang perindustrian.

Bidang Perindustrian terdiri dari :

  1. Seksi Industri Makanan, Minuman, dan Kimia  mempunyai tugas :
  1. Menyusun rencana kegiatan Seksi  Industri Makanan, Minuman, dan Kimia;
  2. Merumuskan kebijakan teknis di Seksi Industri Makanan, Minuman, dan Kimia;
  3. Menyusun rencana kinerja dan perjanjian kinerja Seksi Industri Makanan, Minuman, dan Kimia;
  4. Memfasilitasi kemitraan dan kerja sama usaha industri makanan, minuman, dan kimia;
  5. Melaksanakan pembinaan dan pengendalian usaha industri makanan, minuman, dan kimia;
  6. Memfasilitasi hak atas kekayaan intelektual dan gugus kendali mutu usaha industri makanan, minuman, dan kimia;
  7. Menyusun kebijakan teknis pembinaan dan pengembangan sentra-sentra industri dan bengkel kerja industri makanan, minuman, dan kimia;
  8. Melaksanakan pembinaan mutu bahan baku dan produk industri makanan, minuman, dan kimia;
  9. Melaksanakan pengawasan mutu bahan baku dan produk industri makanan, minuman, dan kimia;
  10. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan teknologi, desain, dan diversifikasi produk industri makanan, minuman, dan kimia;
  11. Melaksanakan pembinaan dan penerapan teknologi dan proses produksi industri makanan, minuman, dan kimia;
  12. Mengembangkan dan fasilitasi teknologi informasi industri makanan, Minuman dan kimia;
  13. Menyelenggarakan sistem pengendalian intern Seksi Industri Makanan, Minuman dan Kimia;
  14. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman dan petunjuk operasional di Seksi Industri Makanan, Minuman dan Kimia; dan
  15. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi Industri Makanan, Minuman dan Kimia.
    1. Seksi Industri Sandang, Kulit, Logam dan Aneka mempunyai tugas :
  16. Menyusun rencana kegiatan Seksi Industri Sandang, Kulit, Logam, dan Aneka;
  17. Merumuskan kebijakan teknis di Seksi Industri Sandang, Kulit, Logam dan Aneka;
  18. Menyusun rencana kinerja dan perjanjian kinerja Seksi Industri Sandang, Kulit, Logam dan Aneka;
  19. Memfasilitasi kemitraan dan kerjasama usaha industri sandang, kulit, logam dan aneka;
  20. Melaksanakan pembinaan dan pengendalian usaha industri sandang, kulit, logam dan aneka;
  21. Memfasilitasi hak atas kekayaan intelektual dan gugus kendali mutu usaha industri sandang, kulit, logam dan aneka;
  22. Menyusun kebijakan teknis pembinaan dan pengembangan sentra-sentra industri dan bengkel kerja industri;
  23. Melaksanakan pembinaan mutu bahan baku dan produk industri sandang, kulit, logam dan aneka;
  24. Melaksanakan pengawasan mutu bahan baku dan produk industri sandang, kulit, logam dan aneka;
  25. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan teknologi, desain, dan diversifikasi produk industri sandang, kulit, logam dan aneka;
  26. Melaksanakan pembinaan dan penerapan teknologi dan proses produksi industri sandang, kulit, logam dan aneka;
  27. Mengembangkan dan fasilitasi teknologi informasi industri sandang, kulit, logam dan aneka;
  28. Menyelenggarakan sistem pengendalian intern Seksi Industri Sandang, Kulit, Logam dan Aneka;
  29. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman dan petunjuk operasional di bidang industri sandang, kulit, logam dan aneka;
  30. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan Seksi Industri Sandang, Kulit, Logam dan Aneka.
    1. Seksi Industri Hasil Hutan dan Perkebunan mempunyai tugas:
  31. Menyusun rencana kegiatan Seksi Industri Hasil Hutan dan Perkebunan;
  32. Merumuskan kebijakan teknis di Seksi Industri Hasil Hutan dan Perkebunan;
  33. Menyusun rencana kinerja dan perjanjian kinerja Seksi Industri Hasil Hutan dan Perkebunan;
  34. Memfasilitasi kemitraan dan kerjasama usaha industri hasil hutan dan perkebunan;
  35. Melaksanakan pembinaan dan pengendalian usaha industri hasil hutan dan perkebunan;
  36. Memfasilitasi hak atas kekayaan intelektual dan gugus kendali mutu usaha industri hasil hutan dan perkebunan;
  37. Menyusun kebijakan teknis pembinaan dan pengembangan sentra-sentra industri dan bengkel kerja industri hasil hutan dan perkebunan;
  38. Melaksanakan pembinaan mutu bahan baku dan produk industri hasil hutan dan perkebunan;
  39. Melaksanakan pengawasan mutu bahan baku dan produk industri hasil hutan dan perkebunan;
  40. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan teknologi, desain, dan diversifikasi produk industri hasil hutan dan perkebunan;
  41. Melaksanakan pembinaan dan penerapan teknologi dan proses produksi industri hasil hutan dan perkebunan;
  42. Mengembangkan dan fasilitasi teknologi informasi industri hasil hutan dan perkebunan;
  43. Menyelenggarakan sistem pengendalian intern Seksi Industri Hasil Hutan dan Perkebunan;
  44. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman dan petunjuk operasional di bidang industri hasil hutan dan perkebunan;
  45. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi Industri Hasil Hutan dan Perkebunan.

 

  • Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Perdagangan

Bidang Perdagangan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan sarana perdagangan serta perlindungan konsumen. Bidang Perdagangan mempunyai fungsi :

  1. Penyusunan rencana kegiatan Bidang Perdagangan;
  2. Perumusan kebijakan teknis di Bidang Perdagangan;
  3. Penyusunan rencana kinerja dan perjanjian kinerja di bidang perdagangan;
  4. Pelaksanaan promosi dan pengembangan usaha, distribusi barang kebutuhan pokok dan barang penting, serta perlindungan konsumen dan kemetrologian;
  5. Penyelenggaraan sistem pengendalian intern di bidang perdagangan;
  6. Penyusunan dan penerapan norma, standar, pedoman dan petunjuk operasional di bidang perdagangan; dan
  7. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan bidang perdagangan.

Bidang Perdagangan terdiri dari :

  1. Seksi Promosi dan Pengembangan Usaha mempunyai tugas :
  1. Menyusun rencana kegiatan Seksi Promosi dan Pengembangan Usaha;
  2. Merumuskan kebijakan teknis promosi dan pengembangan usaha;
  3. Menyusun rencana kinerja dan perjanjian  kinerja promosi dan pengembangan usaha;
  4. Melaksanakan promosi dagang melalui pameran dagang nasional, pameran dagang lokal dan misi dagang;
  5. Melaksanakan kampanye pencitraan produk;
  6. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan usaha perdagangan;
  7. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan ekspor daerah;
  8. Melaksanakan kegiatan fasilitasi penerapan teknologi informasi perdagangan;
  9. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan perdagangan elektronik/e-commerce;
  10. Melaksanakan monitoring kepemilikan legalitas usaha di bidang perdagangan;
  11. Menyelenggarakan sistem pengendalian intern Seksi Promosi dan Pengembangan Usaha;
  12. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman dan petunjuk operasional di bidang promosi dan pengembangan usaha; dan
  13. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan Seksi Promosi dan Pengembagan Usaha.
    1. Seksi Distribusi  mempunyai tugas :
  14. Menyusun rencana kegiatan Seksi Distribusi;
  15. Merumuskan kebijakan teknis distribusi;
  16. Menyusun rencana kinerja dan perjanjian kinerja distribusi;
  17. Melaksanakan pemantauan ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting;
  18. Melaksanakan monitoring harga dan stok barang kebutuhan pokok dan barang penting;
  19. Melaksanakan publikasi harga barang kebutuhan pokok dan barang kebutuhan pokok;
  20. Melaksanakan operasi pasar dalam rangka stabilisasi harga pangan pokok;
  21. Melakukan pengawasan terhadap pengadaan, penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi;
  22. Melaksanakan pemeriksaan fasilitas penyimpanan bahan berbahaya dan pengawasan distribusi pengemasan dan pelabelan bahan berbahaya;
  23. Melaksanakan pendataan produk ekspor, produk impor dan produk potensial ekspor;
  24. Menyelenggarakan sistem pengendalian intern Seksi Distribusi;
  25. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman dan petunjuk operasional di bidang distribusi; dan
  26. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan Seksi Distribusi.
    1. Seksi Perlindungan Konsumen dan Kemetrologian mempunyai fungsi :
  27. Menyusun rencana kegiatan Seksi Perlindungan Konsumen dan Kemetrologian;
  28. Merumuskan kebijakan teknis di bidang perlindungan konsumen dan kemetrologian;
  29. Menyusun rencana kinerja dan perjanjian kinerja perlindungan konsumen dan kemetrologian;
  30. Melaksanakan pendataan dan pemetaan penyebaran alat ukur dan layanan informasi kemetrologian;
  31. Memfasilitasi kerjasama metrologi legal;
  32. Melaksanakan tera, tera ulang alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya;
  33. Melakukan monitoring dan evaluasi hasil tera dan tera ulang alat ukur takar, timbang dan perlengkapannya;
  34. Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia kemetrologian;
  35. Melaksanakan penyuluhan dan pengamanan penggunaan alat ukur takar, timbang, dan perlengkapannya, barang dalam keadaan terbungkus, serta satuan internasional;
  36. Melakukan pembinaan operasional reparatir ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya;
  37. Menyelenggarakan sistem pengendalian intern Seksi Perlindungan Konsumen dan Kemetrologian;
  38. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman dan petunjuk operasional di bidang perlindungan konsumen dan kemetrologian;
  39. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi Perlindungan Konsumen dan Kemetrologian.

 

  • Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Pengelolaan Pasar

Bidang Pengelolaan Pasar mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan prasarana dan sarana, pendapatan bukan pajak, pasar, serta pembinaan keamanan dan ketertiban pasar. Bidang Pengelolaan Pasar mempunyai fungsi:

  1. Penyusunan rencana kegiatan Bidang Pengelolaan Pasar;
  2. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengelolaan pasar;
  3. Penyusunan rencana kinerja dan perjanjian kinerja di bidang pengelolaan pasar;
  4. Pelaksanaan pengelolaan prasarana dan sarana, pendapatan bukan pajak, pasar, serta pembinaan keamanan dan ketertiban pasar;
  5. Penyelenggaraan sistem pengendalian intern di bidang pengelolaan pasar;
  6. Penyusunan dan penerapan norma, standar, pedoman, dan petunjuk operasional di bidang Pengelolaan pasar; dan
  7. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan bidang pengelolaan pasar.

Bidang Pengelolaan Pasar terdiri dari :

  1. Seksi Prasarana dan Sarana mempunyai tugas :
  1. Menyusun rencana kegiatan Seksi Prasarana dan Sarana;
  2. Merumuskan kebijakan teknis di bidang prasarana dan sarana;
  3. Menyusun rencana kinerja dan perjanjian kinerja Seksi Prasarana dan Sarana;
  4. Melaksanakan pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan prasarana dan saran pasar serta pedagang kaki lima;
  5. Melaksanakan analisis dan penyajian data pengelolaan prasarana dan sarana pasar serta pedagang kaki lima;
  6. Menyelenggarakan sistem pengendalian intern seksi prasaran dan sarana;
  7. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman, dan petunjuk operasional di bidang prasarana dan sarana; dan
  8. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi Prasarana dan Sarana.
    1. Seksi Pendapatan mempunyai tugas sebagai berikut:
  9. Menyusun rencana kegiatan Seksi Pendapatan;
  10. Merumuskan kebijakan teknis di bidang pendapatan;
  11. Menyusun rencana kinerja dan perjanjian kinerja Seksi Pendapatan;
  12. Melaksanakan pengelolaan pendapatan pasar;
  13. Menyelenggarakan sistem pengendalian intern Seksi Pendapatan;
  14. Melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan pasar;
  15. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman, dan petunjuk dan operasional di bidang pendapatan; dan
  16. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi Pendapatan.
    1. Seksi Bina Pedagang, Keamanan, dan Ketertiban mempunyai tugas sebagai berikut :
  17. Menyusun rencana kegiatan Seksi Bina Pedagang, Keamanan, dan Ketertiban;
  18. Memyusun kebijakan teknis di bidang bina pedagang, keamanan, dan ketertiban;
  19. Menyusun rencana kinerja dan perjanjian kinerja Seksi Bina Pedagang, Keamanan, dan Ketertiban;
  20. Melaksanakan penataan dan pembinaan pedagang pasar dan pedagang kaki lima;
  21. Melaksanakan pengelolaan data pedagang pasar dan pedagang kaki lima;
  22. Melaksanakan pemeliharaan  keamanan dan ketertiban pasar dan pedagang kaki lima;
  23. Menyelenggarakan sistem pengendalian intern Seksi Bina Pedagang, Keamanan, dan Ketertiban;
  24. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman, dan petunjuk operasional di bidang bina pedagang, keamanan, dan ketertiban; dan
  25. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi Bina Pedagang, Keamanan, dan Ketertiban.

 

 

Analisis Deskriptif

Setelah dilakukan skoring dan tabulasi data, langkah selanjutnya adalah penganalisaan data yang dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif merupakan hasil tanggapan responden berdasarkan instrumen penelitian (isian pada angket) setelah dilakukan tabulasi, proses penskoran yang kemudian dideskripsikan dalam bentuk prosentase setiap item instrumen. Selanjutnya dicari rata-rata dari setiap jawaban responden dengan membuat interval, dimana banyaknya kelas interval adalah 5, dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana (2011) sebagai berikut.

Dimana :

Rentang = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah

Banyaknya kelas interval = 5

Sehingga panjang interval adalah =

Maka kriteria penilaian adalah sebagai berikut

Tabel 3.2  Interval Penilaian Jawaban Responden

Interval Kinerja
1,00 – 1,79

1,80 – 2,59

2,60 – 3,39

3,40 – 4,19

4,20 – 5,00

Sangat Tidak Baik

Kurang Baik

Cukup Baik

Baik

Sangat Baik

 

Reabilitas

Menurut Arikunto (2015) suatu instrumen dikatakan mempunyai taraf kepercayaan (reliabilitas) yang tinggi jika instrumen tersebut dapat memberikan hasil yang tetap, artinya ajeg memberikan data sesuai dengan kenyataan. Alat pengukur yang reliabel, kalau hasil pengukuran dengan alat tersebut adalah sama jika sekiranya pengukuran tersebut dilakukan oleh orang yang sama dalam waktu yang berlainan atau oleh orang yang berlainan dalam waktu yang sama atau dalam waktu yang berlainan. Jadi yang dimaksud reliabilitas suatu alat pengukur adalah sejauh mana alat pengukur tersebut memiliki ketetapan, keajegan terhadap hasil pengukuran, walaupun pengukuran itu dilakukan dalam waktu yang berlainan oleh orang yang berbeda.

Selanjutnya untuk mengetahui instrumen yang telah disusun tersebut reliabel atau tidak maka akan dilakukan uji reliabilitas instrumen. Pengujian reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas dengan teknik Cronbach’s Alpha. Pertimbangannya adalah karena data diambil dari instrumen dalam bentuk skala dengan beberapa pilihan seperti: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) ragu-ragu, (4) setuju, dan 5) sangat setuju. Dengan rumus sebagai berikut:

Menurut Sekaran (2016) bahwa pengambilan keputusan untuk uji reliabilitas ditentukan sebagai berikut:

(1) Cronbach’s Alpha < 0,60 berarti reliabilitas buruk,

(2) Cronbach’s Alpha 0,60 – 0,79 berarti reliabilitas diterima, dan

(3) Cronbach’s Alpha > 0,80 berarti reliabilitas baik.

Validitas

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Pengertian valid menurut Sugiyono (2018:348) adalah, “Instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur”. Untuk mengetahui instrumen yang telah disusun tersebut valid atau tidak maka perlu dilakukan uji validitas instrumen. Pengujian validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian validitas konstruk (construct validity) yaitu “validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya” (Siregar, 2013).

Untuk menguji validitas kontruk, langkah yang ditempuh adalah meminta pendapat dari ahli (judgment experts). Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tetang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, selanjutnya dikonsultasikan dengan para ahli dalam hal ini dosen pembimbing. Setelah pengujian konstruk dari dosen pembimbing selesai, maka diteruskan dengan uji coba (try out) instrumen kepada responden di luar anggota sampel.

Langkah berikutnya setelah data ditabulasikan adalah pengujian validitas konstruk dengan cara mengkorelasikan antara jumlah skor setiap butir instrumen dengan total skor semua butir instrumen. Teknik korelasi yang digunakan untuk melakukan uji validitas konstruk adalah korelasi Product Moment dari Pearson dengan rumus sebagai berikut:

Menurut Siregar (2013:77) adalah “suatu instrumen penelitian dikatakan valid apabila koefisien korelasi product moment (rhitung) > 0,30 dan rhitung > rtabel”.

Aspek dalam Komitmen Kerja

Komitmen kerja yang pertama dikemukakan oleh Potter, et al. (2012). Komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Potter, et al. (2012) ini bercirikan adanya: (1) belief yang kuat serta penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi; (2) kesiapan untuk bekerja keras; serta (3) keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi. Komitmen ini tergolong komitmen sikap atau afektif karena berkaitan dengan sejauhmana individu merasa nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi. Semakin besar kongruensi antara nilai dan tujuan individu dengan nilai dan tujuan organisasi maka semakin tinggi pula komitmen karyawan pada organisasi.

Menurut Meyer dan Allen  dalam Luthans (2018) bahwa faktor-faktor penyebab komitmen kerja mengakibatkan timbulnya perbedaan bentuk komitmen organisasi yang dibaginya atas tiga aspek, yaitu: komitmen afektif (affective commitment), komitmen kontinuans (continuence commitment), dan komitmen normative (normative commitment). Hal yang umum dari ketiga aspek komitmen ini adalah dilihatnya komitmen sebagai kondisi psikologis yang: (1) menggambarkan hubungan individu dengan organisasi, dan (2) mempunyai implikasi dalam keputusan untuk meneruskan atau tidak keanggotaannya dalam organisasi.

Meyer dan Allen dalam Luthans (2018) lebih memilih untuk menggunakan istilah aspek komitmen kerja daripada tipe komitmen organisasi karena hubungan karyawan dengan organisasinya dapat bervariasi dalam aspek tersebut. Adapun definisi dari masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut:

  • Komitmen Afektif (Affective Commitment)

Komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, pada siapa karyawan mengidentifikasikan dirinya, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut (Allen dan Meyer, dalam Luthans (2018).

Menurut Morgan dalam (Ahmad, S, K. Shahzad, S. Rehman, N. A. Khan & I.U. Shad 2010) komitmen afektif merupakan perasaan pribadi karyawan dan identifikasi dirinya pada organisasi dikarenakan kepercayaan yang kuat terhadap fungsi dan tujuan organisasi. Komitmen afektif dapat dikelompokkan menjadi empat kategori utama yaitu karakteristik pribadi, karakteristik struktur, karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan dan pengalaman kerja. Walaupun keempat kategori ini mempengaruhi komitmen afektif secara signifikan, kebanyakan literatur mendukung bukti bahwa pengalaman kerja mempunyai hubungan pengaruh yang lebih kuat (Mowder, et al., 1982 dalam Azliyanti, 2019).

  • Komitmen Kontinuans (Continuence Commitment)

Komitmen kontinuans berkaitan dengan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan yang berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans sejalan dengan pendapat Becker yaitu bahwa komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinan memilih identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena adanya ancaman akan kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain (Allen dan Meyer, dalam Luthans, 2018).

Menurut Morgan (1988) dalam Ahmad, et al. (2011) komitmen kontinuans merupakan persepsi seseorang terhadap kerugian yang akan dialaminya apabila meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans berdasarkan pada persepsi karyawan tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Komitmen ini pada saat awal dikembangkan dianggap sebagai aktifitas yang dianggap konsisten. Ketika individu tak melanjutkan lagi aktifitasnya pada suatu organisasi, maka akan timbul di hatinya suatu perasaan kehilangan. Oleh sebab itu selanjutnya komitmen ini disebut juga dengan exchanged oriented commitment atau komitmen yang berorientasi pada pertukaran atau biasa juga disebut komitmen komulatif (Dewayani, 2017).

  • Komitmen Normatif (Normative Commitment)

Komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib bertahan dalam organisasi (Allen dan Meyer, dalam Luthans , 2018). Wiener (dalam Luthans, 2018) mendefinisikan aspek komitmen ini sebagai tekanan normatif yang terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu sehingga memenuhi tujuan dan minat organisasi.

Menurut Morgan (1988) dalam Ahmad, et al. (2010) komitmen normatif adalah perilaku yang ditunjukkan karyawan atas pertimbanan moral dan apa yang benar untuk dilakukan. Chang, C. C., M. C. Tsai dan M. S. Tsai (2011), menyatakan bahwa komitmen normatif mengacu kepada perasaan pekerja bahwa mereka berkewajiban untuk tetap tinggal dalam organisasi. Sedangkan Dewayani (2017) mengatakan bahwa komitmen normatif ini juga disebut sebagai komitmen moral, merefleksikan persepsi individu terhadap norma, perilaku yang dapat diterima, yang timbul sebagai akibat perlakuan organisasi terhadap karyawan. Misalnya dengan gaji yang mereka terima serta pelatihan-pelatihan yang mereka ikuti. Perasaan wajib ini terus tumbuh sampai mereka merasa impas dan tidak mempunyai kewajiban lagi.

Meyer dan Allen dalam Luthans (2018berpendapat bahwa setiap aspek memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan aspek afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan aspek continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki a) spek normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.

Dalam penelitian ini maka pengukuran di dasarkan pada aspek Allen dan Meyer (1990) dalam Luthans (2018) yang membagi komitmen kerja menjadi Komitmen Afektif (Af ective Commitment), Komitmen Kontinuans (Continuence Commitment) Komitmen Normatif (Normative Commitment)

Pengertian Komitmen Kerja

Robbins (2010) mendefinisikan komitmen kerja sebagai suatu keadaan dimana seseorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Salancik (1977) dalam Tsai, et al. (2011) menganggap bahwa komitmen organisasi adalah prilaku dari seorang individu dalam ketergantungannnya pada organisasi. Mowday, et al. (1982) dalam Anggi (2008) mendefinisikan komitmen kerja sebagai kekuatan relatif identifikasi individu dengan dan keterlibatan khusunya dalam organisasi, melibatkan kepercayaan dan penerimaan dari sebuah tujuan organisasi dan nilai-nilai, kemauan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi, dan keinginan kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.

Porter dan Smith (Temaluru, 2011) mendefinisikan komitmen kerja ksebagai sifat hubungan antara pekerja dan organisasi yang dapat dilihat dari keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tersebut, kesediaan untuk menjadi sebaik mungkin demi kepentingan organisasi tersebut dan kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai–nilai dan tujuan organisasi.

Berdasarkan uraian di atas, pengertian komitmen kerja adalah suatu keadaan dimana seseorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi sehingga menimbulkan ketergantungan antara individu dan organisasi tersebut.

Aspek dalam Etos Kerja

Tasmara (2012) mendefinisikan etos kerja kedalam 4 aspek antara lain:

 

 

  1. Menghargai waktu

Etos kerja yang tinggi ditandai dengan sikap menghargai waktu. Dalam hal ini waktu dipandang sebagai suatu hal yang sangat bermakna sekaligus berkaitan dengan produktivitasnya.

  1. Tangguh dan pantang menyerah

Individu yang mempunyai etos kerja yang tinggi cenderung suka bekerja keras, ulet dan pantang menyerah dalam menghadapi setiap tantangan maupun dalam sebuah tekanan.

  1. Keinginan untuk mandiri

Etos kerja ditandai dengan upaya individu untuk berusaha mengatualisasikan seluruh kemampuannya dan berusaha memperoleh hasil dari usahanya sendiri tanpa menunjukkan ketergantungan pada pihak lain.

  1. Penyesuaian diri

Etos kerja ditandai dengan kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan kerja, rekan kerja maupun dengan atasan ataupun bawahan, tanpa menimbulkan permasalahan individual maupun masalah bagi lingkungannya.

Husni (2014) membagi aspek etos kerja sebagai berikut:

  1. Mempunyai perilaku seperti kerja keras

Seseorang yang memiliki etos kerja akan menunjukkan perilaku bekerja dengan semaksimal mungkin tanpa merasa mengeluh.

  1. Disiplin, jujur dan tanggung jawab

Sikap disiplin, jujur dan tanggung jawab ini merupakan gambaran dari seseorang yang memiliki etos kerja tinggi. Dicerminkan dari kebiasaannya ketika mendapatkan tugas dalam pekerjaannya.

  1. Rajin dan tekun

Sikap rajin dan tekun ini dapat dilihat dari kinerjanya ketika menyelesaikan setiap tugas dan tanggung jawab yang dimilikinya tanpa pantang menyerah sebelum selesai.

  1. Menggunakan waktu secara tepat

Dalam menyelesaikan setiap pekerjaan, seseorang yang memiliki etos kerja akan menggunakan waktu dengan sebaik mungkin. Sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia- sia ketika menyelesikan suatu pekerjaan.

Pengertian Etos Kerja

Menurut Yousef (2011), etos kerja memandang bekerja adalah sebuah kebajikan, bekerja dilakukan dengan kerjasama, dan konsultasi merupakan cara untuk mengatasi masalah dan mengurangi melakukan kekeliruan dalam bekerja. Hubungan sosial di tempat kerja dapat terjalin dengan menjaga keseimbangan antara kebutuhan individu dengan kebutuhan kelompok. Sebagai tambahan, bekerja merupakan sumber mendapatkan kebebasan dan juga berarti memberikan ruang tumbuh pribadi, respon pribadi, kepuasan dan kebermanfaatan/keberperanan.

Sinamo (2011) etos kerja adalah seperangkat perilaku kerja positif yang berakar pada kerjasama yang kental, keyakinan yang fundamental, disertai komitmen yang total pada paradigma kerja yang integral. Etos kerja yang tinggi seyogyanya harus dimiliki oleh setiap pegewai karena setiap organisasi sangat membutuhkan kerja keras dan komitmen yang tinggi setiap pegawai, kalau tidak organisasi akan sulit berkembang, dan memenangkan persaingan dalam merebut pangsa pasarnya. Setiap organisasi yang selalu ingin maju, akan melibatkan anggota untuk kinerjanya, diantaranya setiap organisasi harus memiliki etos kerja. Individu atau kelompok masyarakat dapat dinyatakan memiliki etos kerja yang tinggi.

Siagian (Tampubolon, 2017) menambahkan bahwa etos kerja ialah norma- norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktek- praktek yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan para anggota suatu organisasi. Karyawan yang memiliki etos kerja dalam pekerjaannya mampu meningkatkan komitmen organisasional mereka, seperti penelitian yang dilakukan oleh Yushak, et al., (2011), Yousef (2001) dan Sulistyo (2010) bahwa variabel Etos kerja secara langsung dan positif mempengaruhi komitmen organisasional. Selain mampu meningkatkan komitmen organisasional, karyawan yang memiliki etos kerja   di dalam tempat mereka bekerja maka kinerja karyawan tersebut akan meningkat.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang menjelaskan pengertian etos kerja tersebut peneliti menyimpulkan bahwa etos kerja adalah suatu sikap atau pandangan serta cara seseorang memandang sesuatu hal secara positif dan bermakna sehingga kemudian diwujudkan dengan sebuah perilaku kerja yang maksimal

 

Prinsip Pelayanan Publik

Dalam menyelenggarakan suatu pelayanan publik yang prima, perludilakukan penerapan pelayanan yang merupakan bagian yang harus diberikan kepadamasyarakat dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini penyelenggaraan pelayanaanpublik merupakan salah satu tugas yang dilaksanakan oleh pemerintah. Sesuai dengan Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 63 Tahun 2003, dalam Mukarom dan Laksana (2018:84) bahwa, prinsip penyelenggara pelayanan publik adalah sebagai berikut:

  1. KesederhanaanKesederhanaan merupakan menyangkut tentang prosedur pelayanan publik yangtidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat.
  2. KejelasanKejelasan yang dimaksud adalah mencakup dalam hal tentang persyaratan teknisdan administrasi pelayanan publik, unit kerja pejabat yang berwenang danbertanggung jawab dalam meberikan pelayanan dan penyelesaian keluhandalampelaksanaan pelayanan publik, rincian biaya pelayanan publik dan tata carapembayaran.
  3. Kepastian waktuPenyelesain dan pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam jangkawaktu yang telah ditetapkan.
  4. AkurasiAkurasi maksudnya adalah produk atau jasa pelayanan publik yang diberikanharus benar, tepat dan sah.
  5. KeamanaanSelama masyarakat dalam proses melakukan layanan publik harus dapatmenerima rasa aman dan kepastian hukum.
  6. Tanggung jawabPimpinan penyelenggara pelayanan publik bertanggung jawab ataspenyelenggaraan pelayanan dan penyelesain keluhan dalam pelaksanaanpelayanan publik.
  7. Kelengkapan sarana dan prasaranaTersedianya peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai untukmembantu menyelesaikan suatu pelayanan publik
  8. Kemudahan aksesTempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai dan mudah dijangkauoleh masyarakat dan memanfaatkan teknologi yang ada.
  9. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahanPemberian pelayanan harus bersikap disiplin, sopan santun, ramah, serta iklasdalam member pelayanan.
  10. KenyamananLingkungan pelayanan harus tertip, teratur, ruang tunggu yang nyaman, bersih,rapi, serta disediakan fasilitas pendukung seperti tempat parker, toilet danlainnya

Indikator Innovative Leadership

Horth dan Vehar (2012) telah mengemukakan bahwa kepemimpinan inovasi dibentuk dari tiga area luas:

  1. seperangkat alat: kumpulan alat dan teknik yang digunakan untuk menghasilkan pilihan baru, mengimplementasikannya dalam organisasi, mengkomunikasikan arah, menciptakan keselarasan, dan menyebabkan komitmen;
  2. seperangkat keterampilan: kerangka kerja yang memungkinkan para pemimpin inovasi menggunakan pengetahuan dan kemampuan mereka untuk mencapai tujuan mereka. Lebih dari sekadar alat dan teknik, ia membutuhkan fasilitas, praktik, dan penguasaan proses; dan
  3. pola pikir: sikap dan perilaku yang dihasilkan yang memungkinkan alat dan keterampilan menjadi efektif. Pola pikir adalah sistem operasi fundamental dari pemikir kreatif dan membedakan para pemimpin yang memungkinkan pemikiran kreatif dan inovasi dari mereka yang menahannya.

Para peneliti telah mengadopsi perilaku kepemimpinan inovasi dari Minnesota Innovation Institute, yang mengusulkan enam perilaku kepemimpinan inovatif sebagai berikut (Alsolami et al., 2016):

  1. Mendorong inisiatif individu;
  2. Memperjelas tanggung jawab individu;
  3. Memberikan umpan balik evaluasi kinerja yang jelas dan lengkap;
  4. Mempertahankan orientasi tugas yang kuat,
  5. Menekankan hubungan kelompok dan,
  6. Menunjukkan kepercayaan pada anggota organisasi.

Sedangkan Kozioł dan Nadolna (2020) menyatakan bahwa kepimpinanan inovatif memiliki dimensi sebagai berikut:

  1. Perilaku pemimpin dan pendekatan untuk berubah, pemecahan masalah dan keterampilan komunikasi, bekerja dalam kondisi ketidakpastian dan menetapkan tujuan;
  2. Gaya manajemen karyawan;
  3. Pendekatan kepada karyawan: merangsang kreativitas mereka, mendorong pembelajaran, kerja tim, mempromosikan dan menghargai perilaku inovatif.

 

 

Definisi Kepemimpinan Inovatif

Kepemimpinan inovatif didefinisikan sebagai proses menciptakan konteks untuk terjadinya inovasi; membuat dan menerapkan peran, struktur pengambilan keputusan, ruang fisik, kemitraan, jaringan, dan peralatan yang mendukung pemikiran dan pengujian inovatif (Porter & Malloch, 2010). Adjei (2013) mendefinisikan kepemimpinan inovasi sebagai sintesis gaya kepemimpinan yang berbeda dalam organisasi untuk mempengaruhi karyawan untuk menghasilkan ide-ide kreatif, produk, layanan dan solusi.

Menurut Adjei, karena kepemimpinan inovasi merupakan konsep yang kompleks, maka tidak ada satupun penjelasan atau formula yang harus diikuti oleh seorang pemimpin untuk meningkatkan inovasi. Pertimbangan lebih lanjut tentang kepemimpinan inovasi penting untuk memperbaiki tubuh teori kepemimpinan perilaku, yang terutama hanya menekankan pada kemampuan individu atau pemimpin (Adjei, 2013). Oleh karena itu, sejalan dengan definisi yang diberikan oleh Van de Ven dan Chu (1989) dalam Alsolami et al. (2016), kepemimpinan inovasi meliputi dorongan inisiatif individu, klarifikasi tanggung jawab individu, penyediaan umpan balik evaluasi kinerja yang jelas dan lengkap, orientasi tugas yang kuat, penekanan pada kualitas kelompok. hubungan dan kepercayaan pada anggota organisasi

Kepemimpinan inovatif merujuk pada semangat kewirausahaan dalam menghasilkan transformasi sosial secara berkelanjutan dan membesar (scalable) (Alvord, Brown, and Letts, 2004). Thompson (2002) menegaskan bahwa kewirsausahaan sosial adalah sarana untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan sosial yang tidak dijawab dan terabaikan oleh pemerintah nasional atau lokal. Semangat kewirausahaan memiliki beberapa karakter: otonomi, inovasi, pro-aktif, berani mengambil risiko dan kompetisi agresif (Lumpkin and Dess, 2001 dalam Pramusinto, 2010).

Oleh karena itu, kepemimpinan inovasi adalah tentang mampu membentuk gambaran inovasi yang terintegrasi dan, pada saat yang sama, memimpin komponen inovasi secara strategis (Ailin & Lindgren, 2008). Jadi, kepemimpinan inovasi bukanlah pengelolaan proyek pengembangan produk inovatif; sebaliknya, ini adalah proses memimpin portofolio inovasi perusahaan secara strategis. Secara khusus, kepemimpinan inovasi sangat penting untuk kinerja organisasi superior yang konsisten (Samad et al., 2015).

Katagorisasi Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan berasal dari bahasa ingris “Style” yang berarti mode seseorang yang selalu nampak yang menjadi ciri khas orang tersebut. Gaya kepemimpinan menurut Thoha (2004:49), merupakan norma prilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain. Stoner (1996) dalam Handoko, (2003) mendefinisikan bahwa gaya kepemimpinan (leadership style) adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan menpengaruhi pekerja.

Berdasarkan dua uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan menpengaruhi pekerja.

Pada dasarnya, ada tiga kategori gaya kepemimpinan seperti yang dikembangkan oleh Lewin, Lippitt dan White, yaitu otokratik, demokratik, dan laissez-faire (Carlislie dalam Salusu : 2003) :

  1. Gaya kepemimpinan otokratik

Gaya kepemimpinan otokratik biasanya dipandang sebagai gaya yang didasarkan atas kekuatan posisi dan penggunaan otoritas dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin. Sedangkan gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan dengan kekuatan personal dan keikutsertan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.

Dalam banyak literatur para ilmuan yang membahas tentang tipologi kepemimpinan mengatakan bahwa yang tergolong sebagai pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang dipandang sebagai kerakteristik yang negatif. Seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois . Egoismenya yang sangat besar akan mendorong memutarbalikkan kenyatan yang sebenarnya sehingga sesuai dengan dengan apa yag secara subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan.

Berdasarkan nilai-nilai demikian, sebagai pemimpn yang otoriter akan menunjukkan berbagai sikap yang menojolkan “ke-akunnya” antara lain dalam bentuk:

  1. Kecenderungn memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat lain dalam organisai, seperti mesin dan dengn demikian kurang menghargai harkat dn martabat mereka.
  2. Pengutamaan orintasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan.
  3. Pengabaian para bawahan dalam proses pengambilan keputusan dengan cara pememberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawhan tu diharpkan dan bahkan dituntut untuk untuk melaksanakannya saja.

Dengan persepsi, nilai-nilai, sikap dan perilaku demikian seorang pemimpin yang otokratik akan menggunakan gaya kepemimpinannya dalam bentuk:

  1. Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya.
  2. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan.
  3. Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi.
  4. Menggunakan pendekatan punitif (pemberian hukuman) dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan.

Dalam kehidupan yang organisasional yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dengan berbagai bentuk kebutuhan, keinginan dan harapannya tipe kepemimpinan yang otokratik bukanlah tipe kepemimpan yang ideal. Bahkan bukan juga tipe yang diinginkan.

Gaya kepemimpinan otokratik mungkin saja mampu menjalankan organisasinya dengan “baik”. Baik dalam artian hanya tercapinya tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditentukan pemimpin yang bersangkutan sebelumnya. Artinya efektifitas kepemimpinan yang otokratik sangat dikaitkan dengan kekuasaan untuk mengambil tindakan punitif. Ketika kekuasaan untuk mengambil tindakan punitif tidak lagi dimilikinya. Ketaatan para bawahan segera mengendor dan disiplin kerjapun semakin merosot.

  1. Gaya kepemimpinan demokratik

Kepemimpinan demokratik adalah gaya yang dikenal pula sebagai gaya partisipatif. Gaya kepemiminan ini memempatkan manusia sebagai faktor terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi. Filsafat demokratis yang mendasari pandangan tipe dan gaya kepemimpinan ini adalah pengakuan dan penerimaan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki harkat dan martabat yang mulia dengan hak asasi yang sama.

Ada beberapa karakteristik utama gaya dasar seorang pemimpin yang demokratik diantaranya adalah:

  1. Kemampuan memperlakukan organisasi sebagai suatu totalitas dengan menempatkan semua satuan organisasi pada peranan dan proporsi yang tepat tanpa melupakan peranan satuan kerja strategik tertentu tergantung pada sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi yang bersangkutan pada kurun waktu tertentu.
  2. Mempunyai persepsi yang holistik mengenai organisasi yang dipimpinnya.
  3. Menggunakan pendekatan yang integralistik dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya.
  4. Menempatkan kepentingan organisasi sebagai keseluruhab diatas kepentingan diri sendiri atau kepentingan kelompok dalam tertentu organisasi.
  5. Menganut filsafat manajemen yang mengakui dan menjunjung tinggi harkat dab martabat para bawahannya sebagai makhluk politik, makhluk ekonomi, makhluk sosial dan sebagai individuyang mempunyai jati diri yang khas.
  6. Sejauh mungkin memberikan kesempatan kepada para bawahannya berperan serta dalam proses pengambilan keputusan.
  7. Terbuka terhadap ide, pabdangan dan saran orang lain termasuk para bawahannya.
  8. Memberikan perilaku keteladanan yang menjadikannya panutan bagi para bawahannya.
  9. Bersifat rasional dan obyektif dalam menghadapi permasalahan terutama dalam menghadapi bawahannya.
  10. Selalu berusaha dan menumbuhkan iklim kerja yag kondusif bagi inovasi dan kreativitas bawahan.

Selain itu, karakteristik penting seorang pemimpin yang demokratik yang sangat positif adalah dengan cepat ia menunjukan penghargaan kepada para bawahan yang berprestasi tinggi. Penghargaan itu dapat mengambil berbagai bentuk separti kata-kata pujian, tepukan pada bahu bawahan itu, mengeluarkan penghargaan, kenaikan pangkat, atau mungkin promosi jika keadaan memungkinkan. Seorang pemimpin yang demokratik akan sengat bangga bila para bawahannya menunjukkan kemampuan kerja yang bahkan lebih tinggi dari kemempuannya sendiri.

Pengimplementasian nilai-nilai demokratis dalam kepemimpinan dialakukan dengan memberikan kesempatan yang luas pada anggota organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan sesuai dengan posisi dan wewenang masing-masing.

Seorang pemimpin yang demokratik dihormati dan disegani dan bukan ditakuti karena perilakunya dalam kehidupan orgaisasi sosial. Perilakunya mendorong para bawahanya menumbuhan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sengguh ia mendengarkan pendapat, dan bahkan kritik orang lain, terutama para bawahannya. Singkatnya, seorang pemimpin yang demokratik melihat bahwa dalam perbedaan-perbedaan yang merupakan kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan.

  1. Gaya kepemimpinan laissez-faire

Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota organisasinya mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing-masing, dengan sesedikit mungkin pengarahan atau pemberian petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok masing-masing sebagai bagian dari tugas pokok orgasisasi.

Seorang pemimpin yang laissez faire baranggapan bahwa para anggota organisasi sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat pada peraturan permainan yang berlaku, sehingga pemimpin cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi serjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi harus dijalankan dan ditegakkan.

Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin laissez faire dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan kepada organisasi, taat kepada norma-norna yang telah disepakati bersama, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang harus diembannya.

Ada beberapa karakteristik dari kepemimpinan Laissez Faire diantaranya adalah:

  1. Pendelegasian wawenang terjadi secara ekstensif (luas)
  2. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatan secara langsung.
  3. Status quo organisasional tidak terganggu.
  4. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.
  5. Sepanjang dan selama anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pemimpin dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum.

Gaya kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari kepemimpinan otoriter, meskipum tidak sama atau bukan kepemimpinan demokratis pada titik ekstrimya yang paling rendah. Kepemimpinn dijalankan tanpa memimpin atau tanpa berbuat sesuatu dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku anggota organisasinya.

Sedangkan Gatto dalam Salusu (2003), mengemukakan empat gaya kepemimpinan yaitu gaya direktif, gaya konsultatif, gaya partisipatif, dan gaya delegasi. Karakteristik dari setiap gaya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Gaya direktif.

Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat keputusan-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Pemimpin banyak memberikan pengarahan. Semua kegiatan terpusat pada pemimpin, dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak yang diizinkan. Pimpinan memberikan instruksi yang spesifik tentang peranan dan tujuan para pengikutnya, dan secara ketat mengawasi pelaksanaan tugas mereka. Komunikasi berlangsung satu arah. Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin. Pemimpin memberikan batasan peranan pengikut dan memberitahukan mereka tentang apa, bagaimana, bilamana, dan di mana melaksanakan tugas. Pada dasarnya gaya ini adalah gaya yang otoriter.

  1. Gaya konsultatif.

Gaya ini dibangun diatas gaya direktif, kurang otoriter dan lebih banyak melakukan interaksi dengan para staf dan anggota organisasi. Pemimpin menunjukkan perilaku yang banyak mengarahkan dan banyak memberikan dukungan. Fungsi pemimpin lebih banyak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, member nasihat dalam rangka mencapai tujuan. Pemimpin dengan gaya ini mau menjelaskan keputusan dan kebijaksanaan yang diambil dan menerima pendapat dari pengikutnya, tetapi pemimpin masih harus tetap memberikan pengawasan dalam penyelesaian tugas-tugas bawahannya serta pengambilan keputusan tetap pada pemimpin. Terjadi komunikasi dua arah antara pimpinan dan bawahan.

  1. Gaya partisipatif.

Gaya partisipatif bertolak belakang dari gaya konsultatif yang bisa berkembang ke arah saling percaya antara pemimpin dan bawahan. Pemimpin menekankan pada banyaknya memberikan dukungan dan sediki dalam pengarahan. Pemimpin cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggung jawab mereka. Pemimpin menyusun keputusan bersama-sama dengan para bawahan dan saling menukar ide/gagasan, serta mendukung usaha-usaha mereka dalam menyelesaikan tugas. Posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Komunikasi lebih ditingkatkan dan peranan pemimpin secara aktif mendengar. Hal ini wajar karena bawahan telah memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas. Sementara itu, kontak konsultatif tetap berjalan terus. Dalam gaya ini, pemimpin lebih banyak mendengar, menerima, bekerja sama, dan memberi dorongan dalam proses pengambilan keputusan. Perhatian diberikan kepada kelompok.

  1. Gaya Free-rein,

Gaya Free-rein atau disebut juga gaya delegasi, yaitu gaya yang mendorong kemampuan staf untuk mengambil inisiatif. Dalam gaya ini, pemimpin memberikan sedikit dukungan dan sedikit pengarahan. Pemimpin dengan gaya ini mendelegasikan secara keseluruhan keputusan-keputusan dan tanggung jawab pelaksanaan tugas kepada bawahannya sehingga bawahanlah yang memiliki kontrol untuk memutuskan tentang bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan kesempatan yang luas bagi bawahannya untuk melaksanakan tugas mereka sendiri karena mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul tanggung jawab. Kurangnya interaksi dan kontrol yang dilakukan oleh pemimpin sehingga gaya ini hanya bisa berjalan apabila staf memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran organisasi

Teori Kepemimpinan

Ki Hajar Dewantoro, tokoh pendidikan yang mewariskan nilai-nilai kepemimpinan dengan prinsip-prinsipnya ing ngarso sun tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ing Ngarso Sun Tulodo maknanya adalah bahwa seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang-orang disekitarnya.  Ia harus dapat memberikan contoh bagi stafnya perilaku jujur, disiplin, terbuka, berfikir positif, dan berintegritas tinggi. Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mangun berarti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari kata Ing Madyo Mangun Karso adalah seorang pemimpin ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat.  Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan Handayani berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat.  Sehingga arti Tut Wuri Handayani ialah seorang pemimpin harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang (Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2011)

Beberapa teori telah dikemukakan para ahli manajemen mengenai timbulnya seorang pemimpin. Teori satu berbeda dengan teori yang lainnya, diantara berbagai teori mengenai lahirnya pemimpin ada tiga diantaranya yang paling menonjol yaitu sebagai berikut (Rivai, 2003:103).

  1. Teori Genetie

Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan “leaders are born and not made“. bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin ada karena ia telah dilahirkan dengan bakat pemimpin. Dalam keadaan bagaimana pun seorang ditempatkan pada suatu waktu ia akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin.

  1. Teori Sosial

Jika teori genetis mengatakan bahwa “leaders are born and not made“, maka penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu “Leaders are made and not born“. Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa setiap orang akan dapat menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu.

  1. Teori Ekologis

Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial. Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin yang baik apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pangalaman-pengalaman yang memungkinkanya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimilikinya itu. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori sosial dan dapat dikatakan teori yang paling baik dari teori-teori kepemimpinan.

BAB II GAMBARAN KALURAHAN KEPEK KAPANEWON SAPTOSARI

 

 

  • Kondisi Geografis

Desa Kepek Kapanewon Saptosari merupakan 1 dari 7 Desa yang ada di Kapanewon Saptosari kabupaten Gunung Kidul. Kapanewon Saptosari sendiri berdiri pada tanggal 28 Febuari 1996, merupakan pengembangan/pecahan dari kecamatan Paliyan.  Luas Desa Kepek Kapanewon Saptosari yaitu 9,81 km2. Desa Kepek Kapanewon Saptosari terletak di sisi selatan kabupaten gunung kidul yang berbatasan dengan Desa Kanigoro.

Adapun batas-batas wilayah Desa Kepek adalah sebagai berikut :

Sisi barat : Desa Jetis, dan Nglora

Sisi timur : Desa Monggol

Sisi utara : Kapanewon Paliyan

Sisi Selatan : Desa Kanigoro

  • Penduduk Desa Kepek

Desa Kepek Kapanewon Saptosari memiliki jumlah penduduk sebanyak 6.312 jiwa pada tahun 2019 yang terdiri dari penduduk 3166 laki-laki dan 3146 penduduk perempuan. Desa yang memiliki penduduk terbanyak yaitu dusun Kepek  sebesar 1.232 jiwa. Desa Kepek Kapanewon Saptosari terdiri dari 6 dusun dimana rata-rata jiwa per dusun yaitu 611 orang dan jumlah RT terbanyak terdapat pada dusun Kepek yaitu sebanyak 10 RT.

Tabel Data Kependudukan berdasar Populasi Per Wilayah

No Nama Padukuhan Nama Kepala Padukuhan Jumlah RT Jumlah KK Jiwa Lk Pr
1 BULUREJO 10 303 1282 636 646
2 GONDANG 9 243 1096 575 521
3 KEPEK 10 354 1232 601 631
4 SUMURAN 9 237 945 467 478
5 TILENG 9 185 808 408 400
6 WARENG 7 254 949 479 470
TOTAL 54 1576 6312 3166 3146

 

 

 

  • Wilayah Administratif

Desa Kepek Kapanewon Saptosari terdiri dari 6 dusun, 54 RT. Dari segi klasifikasi desa Desa Kepek tergolong desa swakarya yaitu desa yang setingkat lebih maju dari desa swadaya, di mana adat-istiadat masayarakat desa sedang mengalami transisi, pengaruh dari luar sudah mulai masuk ke desa, yang mengakibatkan perubahan cara berpikir dan bertambahnya lapangan pekerjaan di desa, sehingga mata pencaharian penduduk sudah mulai berkembang dari sektor primer ke sektor sekunder, produktifitas mulai meningkat dan diimbagi dengan bertambahnya prasarana desa.

  • Iklim Desa Kepek

Wilayah Desa Kepek Kecamatan Saptosari pada musim penghujan tahun 2019/2020 ini termasuk wilayah yang mempunyai curah hujan yang cukup tinggi pada bulan bulan tertentu, hal ini bisa diketahui dari hasil pengukuran curah hujan. Musim penghujan diawali pada bulan Nopember 2019 sebesar 223 mm dan curah hujan tertinggi bulan Pebruari 2020 mencapai 422 mm, kemudian bulan yang tidak ada curah hujan di tahun 2019 ada di bulan Agustus, September dan Oktober.

Gambar 2.1. Curah hujan di Desa Kepek Kecamatan Saptosari (mm)

  • Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan kondisi lahan permukaan, sebagai hasil dari pengelolaan manusia ataupun kondisi secara alami yang belum dipengaruhi oleh bentuk pengelolaan manusia. Penggunaan lahan di Desa Kepek Kecamatan Saptosari bervariasi antara lain meliputi tanah kering, permukiman, sawah, kebun campuran, dan semak belukar. Tanah kering  merupakan bentuk penggunaan lahan yang paling luas terdapat di Desa Kepek Kecamatan Saptosari yaitu 2636 ha. Penggunaan lahan sawah dapat dibedakan menjadi sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Sawah irigasi berada di polje dan sekitar alur sungai sedangkan sawah tadah hujan terdapat pada lembah-lembah antar bukit karst

  • Pemerintah Desa Kepek

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa  bahwa Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa yang terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya. Perangkat Desa yang dimaksud pada terdiri dari :

  1. sekretariat desa; yang terdiri dari
  • urusan umum
  • urusan perencanaan
  • urusan keuangan
    1. pelaksana teknis lapangan; terdiri dari :
  • bagian pemerintahan;
  • bagian kesejahteraan rakyat;
  • bagian pembangunan
    1. unsur kewilayahan. yaitu Padukuhan yang membantu Kepala Desa dalam pelaksanaan tugas.

Kepala Desa berkedudukan sebagai pimpinan Pemerintah Desa dan unsur penyelenggara pemerintahan desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana Kepala Desa mempunyai wewenang :

  1. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;
  2. mengajukan rancangan peraturan desa;
  3. menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD;
  4. menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;
  5. membina kehidupan masyarakat desa;
  6. membina perekonomian desa;
  7. mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
  8. mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan;
  9. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam, Kepala Desa mempunyai kewajiban :

  1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
  3. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
  4. melaksanakan kehidupan demokrasi;
  5. melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme;
  6. menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa;
  7. mentaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
  8. menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
  9. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;
  10. melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;
  11. mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
  12. mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
  13. membina, mengayomi, dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adatistiadat;
  14. memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; dan
  15. mengembangkan potensi sumberdaya alam dan melestarikan lingkungan hidup.

Untuk menyelenggarakan tugas, wewenang, dan kewajiban sebagaimana di atas, Kepala Desa mempunyai fungsi :

  1. pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa;
  2. pelaksanaan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
  3. pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
  4. pelaksanaan tugas pembantuan;
  5. pelaksanaan urusan pemerintahan lainnya.

Bagan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Kepek Kecamatan Saptosari adalah sebagai berikut:

  • Visi dan Misi

Visi dan Misi Pemerintah Desa Kepek adalah :

  1. Visi

Visi dalam hal ini adalah visi pemerintahan desa, yaitu visi Kepala Desa. Visi pemeritahan desa pada dasarnya merupakan gambaran masa depan yang akan diwujudkan oleh pemerintah desa dalam periode 2014 – 2019 fungsi visi pemerintah desa, terutama sebagai arah bagi perjalanan pemerintah desa dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Visi bukan mimpi dan bukan slogan tetapi visi harus diwujudkan dan dapat diarahkan ketercapaiannya.

Berdasarkan masalah potensi dan harapan masa depan maka pemerintah desa Madukara dalam periode 2014-2019 menetapkan visi sebagai berikut :

“Terwujudnya desa.Madukara Mandiri dan sejahtera  ”. dan mempunyai slogan “Nyawiji Mbangun Desa”

  1. Misi

Misi dalam hal ini adalah misi Kepala Desa. Misi pada dasarnya merupakan penjabaran atau operasionalisasi dari visi. Misi merupakan bidang bidang yang akan diarungi untuk menuju tercapainya visi yang telah ditetapkan. Misi juga berapa output  output yang pernah diciptakan terlebih dahulu untuk mewujudkan visi. Misi pada dasarnya merupakan beban yang akan dipikul dan diselesaikan agar visi dapat terwujud.

Untuk mewujudkan visi Kepala Desa sebagaimana rumusan dimuka, maka dirumuskan misi  (beban kinerja yang harus dilaksanakan) sebagai berikut :

  1. Menyelenggarakan pemerintahan desa yang efisien, efektif, dan bersih dengan mengutamakan masyarakat .
  2. Meningkatkan sumber sumber pendanaan pemerintahan dan pembangunan desa.
  3. Mengembangkan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam pelaksanaan pembangunan desa.
  4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan desa yang berkelanjutan.
  5. Mengembangkan perekonomian desa.
  6. Menciptakan rasa aman, tentram, dalam suasana kehidupan desa yang demokratis dan agamis.

 

Pengukuran Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan memiliki banyak dimensi, yakni dapat dilihat dari dimensi materi dan dimensi non materi. Dari sisi materi dapat diukur dengan pendekatan pendapatan dan konsumsi. Mayer dan Sullivan (2003) menyatakan bahwa secara konseptual dan ekonomi data konsumsi lebih tepat digunakan untuk mengukur kesejahteraan dibandingkan dengan data pendapatan karena data konsumsi merupakan pengukuran yang lebih langsung dari kerjahteraan. Kesejahteraan dari dimensi non materi dapat dilihat dari sisi pendidikan dan kesehatan. Pengukiran status kesehatan dapat dilakukan melalui pertanyaan tentang pengukuran kesehatan secara umum, penyakit berdasarkan pelaporan respiden dan pengukuran secara medis, pengobatan yang dijalani, aktivitas fisik, hubungan sosial dan kesehatan psikologi/mental/emosional seperti tetang sulit tidur, perasaan takut/gelisah, dan pertanyaan tentang kebahagiaan (Easterlin, 2001).

Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan di antaranya adalah menurut kriteria Badan Pusat Statistik (BPS), yakni menggunakan kriteria yang didasarkan pada pengeluaran konsumsi rumah tangga, baik pangan maupun non pangan (pendekatan kemiskinan). Disamping itu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam pendekatan kesejahteraan mengukur tingkat kesejahteraan keluarga dengan membagi kriteria keluarga ke dalam lima tahapan, yaitu Keluarga Pra Sejahtera (Pra-KS), Keluarga Sejahtera I (KS I), keluarga Sejahtera II (KS II), Keluarga Sejahtera III (KS III), dan keluarga Sejahtera Plus (KS III Plus) (BPS, 2008).

Selanjutnya Cahyat dkk (2021) dari lembaga CIFOR (Center for International Forestry Research) melakukan pemantauan kesejahteraan dengan mengambil kasus Kutai Barat Kalimantan Timur menemukan bahwa kesejahteraan diukur dengan kriteria (1) kesejahteraan subjektif; (2) kesejahteraan dasar yang dibagi menjadi tiga indeks, yaitu kesehatan dan gizi, kekayaan materi, dan pengetahuan; (3) lingkungan pendukung yang antara lain lingkungan alam, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, lingkungan politik, dan infrastruktur serta pelayanan.

Stiglitz (2011) menyatakan bahwa untuk mendefenisikan kesejahteraan, rumusan multidimensi harus digunakan. Dimensi-dimensi pokok yang harus diperhitungkan adalah

(1) standar hidup materiil (pendapatan, konsumsi, dan kekayaan;

(2) kesehatan;

(3) pendidikan;

(4) aktivitas individu, termasuk bekerja;

(5) suara politik dan tata pemerintahan;

(6) hubungan dan kekerabatan sosial;

(7) lingkungan hidup (kondisi masa kini dan masa depan);

(8) ketidaknyamanan, baik yang bersifat ekonomi maupun fisik.

Semua dimensi tersebut menunjukkan kualitas hidup masyarakat dan untuk mengukurnya diperlukan data objektif dan subjektif. Indikator-indikator objektif kesejahteraan seperti Indeks Pembangunan Manusia.

United Nations Research Institute for Social Development menyusun delapan belas indikator yang apabila digunakan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat maka perbedaan tingkat pembangunan antara negara maju dan negara sedang berkembang tidak terlampau besar. Delapan belas indikator tersebut, antara lain:

1) tingkat harapan hidup;

2) konsumsi protein hewani per kapita;

3) persentase anak-anak yang belajar di sekolah dasar dan menengah;

4) persentase anak-anak yang belajar di sekolah kejuruan;

5) jumlah surat kabar;

6) jumlah telepon;

7) jumlah radio;

8) jumlah penduduk di kota-kota yang mempunyai 20.000 penduduk atau lebih;

9) persentase laki-laki dewasa di sektor pertanian;

10) persentase tenaga kerja yang bekerja di sektor listrik, gas, air, kesehatan, pengakutan, pergudangan, dan transportasi;

11) persentase tenaga kerja yang memperoleh gaji;

12) persentase PDB yang berasal dari industri pengolahan;

13) konsumsi energi per kapita;

14) konsumsi listrik per kapita;

15) konsumsi baja per kapita;

16) nilai per kapita perdagangan luar negeri;

17) produk pertanian rata-rata dari pekerja laki-laki di sektor pertanian;

18) pendapatan per kapita Produk Nasional Bruto.

World Bank pada tahun 2000 merumuskan indikator kesejahteraan masyarakat sebagai indikator pembangunan ekonomi, khususnya pembangunan manusia dan kemiskinan. Rumusan indikator pembangunan ekonomi, khususnya pembangunan manusia dan kemiskinan. Rumusan indikator pembangunan itu disebut sebagai Millenium Development Goals (MDGs). MDGs terdiri dari delapan indikator capaian pembangunan, yaitu penghapusan kemiskinan, pendidikan untuk semua, persamaan gender, perlawanan terhadap penyakit menular, penurunan angka kematian anak, peningkatan kesehatan ibu, pelestarian lingkungan hidup, dan kerja sama global.

Keberhasilan pembangunan manusia diukur dalam beberapa dimensi utama tersebut. Menurut World Bank, tingkat pencapaian pembangunan manusia dapat diamati melalui dimensi pengurangan kemiskinan (decrease in proverty), peningkatan kemampuan baca tulis (increase in literacy), penurunan tingkat kematian bayi (decrease in infant mortality), peningkatan harapan hidup (life expectancy), dan penurunan dalam ketimpangan pendapatan (decrease income inequality).

Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Indeks ini dibentuk berdasarkan empat indikator, yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan kemampuan daya beli. Indikator angka harapan hidup merepresentasikan dimensi umur panjang dan sehat. Selanjutnya, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mencerminkan output dari dimensi pengetahuan. Adapun indikator kemampuan daya beli digunakan untuk mengukur dimensi hidup layak.

Badan Pusat Statistik menggunakan IPM untuk mengukur capaian pembangunan manusia dengan menggunakan tiga dimensi dasar, yaitu mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan serta kehidupan yang layak. Ketiga dimensi dasar tersebut menggambarkan empat komponen dasar kualitas hidup yakni angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan; angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah untuk mengukur capaian pembangunan di bidang pendidikan; dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok hidup masyarakat yang dapat dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup yang layak (Gambar 1.1).

Gambar 1.1

Diagram Perhitungan IPM

Pembangunan manusia merupakan suatu konsep yang mempertimbangkan aspek kuantitatif dan kualitatif untuk menopang hidup, yang memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Dengan pembangunan manusia yang lebih baik, yang akan menciptakan manusia yang lebih terdidik dan sehat, tidak mengalami kelaparan dan memiliki kemampuan berpartisipasi dalam lingkungan sosial (Karmakar, 2006). Selanjutnya, Saharudin (2009) mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indikator- indikator pengujuran indeks pembangunan manusia adalah sebagai berikut:

  1. Pendidikan

Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi suatu bangsa dan merupakan salah satu saran untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat tergantung pada pendidikn. Pentingnya pendidikan tercantum dalam UUD 1945 dan GBHN yang mengatakan bahwa pendidkan adalah hak setiap warga negara yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian pendidikan mempunyai peran penting dalam kemajuan bangsa, ekonomi maupun sosial. Keadaan pendidikan penduduk dapat diketahui dari bebrapa indikator seperti angka pastrisipasi sekolah, tingkat pendidikan yang ditamatkan dan angka melek huruf.

  1. Angka Partisipasi Sekolah

Angka partisipasi sekolah merupakan indikator penting dalam pendidikan yang menunjukan persentase penduduk usia 7-12 tahun yang masih terlibat dalam sistem persekolahan.

  1. Tingkat Pendidikan Teringgi yang Ditamatkan

Rendahnya tingkat pendidikan dapat menghambat jalannya pembangunan, dengan demikian pendidikan yang tinggi sangat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keadaan seperti ini sesuai dengan hakikat pendidikan itu sendiri yaitu merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Tingkat pendidikan tertingi yang ditamatkan sering juga disebut dengan rata-rata lama bersekolah. Rata-rata lama bersekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usi 15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikian formal.

  1. Angka Melek Huruf

Salah satu variabel yang dapat dijadikan ukuran kesejahteraan sosial yang merata adalah dengan melihat tingi rendahnya persentase penduduk yang melek huruf. Tingat melek huruf atau sebaliknya tingkat buta huruf dapat dijadikan ukuran kemajuan suatu bangsa. Karena kemampuan membaca dan menulis yang dimiliki dapat mendorong penduduk untuk berperan aktif dalam proses pembangunan. Angka melek huruf adalah peresentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis.

  1. Kesehatan

Kesehatah merupakan salah satu variabel kesejahteraan rakyat yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat sehubungan dengan kualitas kehidupannya. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal bagi keberhasilan pembangunan bangsa karena dengan penduduk yang sehat, pembangunan diharapkan dapat berjalan dengan lancar. Variabel-variabel yang menggambarkan tingkat kesehatan penduduk pada umumnya adalah:

  1. Tingkat Kesakitan penduduk

Tingkat kesakitan penduduk terhadap penduduk dapat dilihat dari tingkat keluhan penduduk terhadap kesehatannya. Dimana semakin banyak keluhan maka, semakin buruk kesehatan di suatu negara atau daerah.

  1. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan merupakan gambaran jumlah rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta beserta kapasitas daya tampung rumah sakit. Selain itu menjelaskan jumlah puskesmas, puskesmas pembantu, balai pengobatan dan posyandu.

 

  1. Usia Harapan Hidup

Penduduk yang hidup berumur panjang, pada umumnya memiliki tingkat kesehatan yang baik. Usia harapan hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Usia harapan hidup yang rendah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehtan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori, serta pembrantasan kemiskinan. Usia harapan hidup pada umur X adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani sesorang yang telah berhasil mencapai umur X, pada satu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Usia harapan hidup dihitung dengan rumus:

Indeks harapan hidup = LE−25

85−25

Dimana: LE= Angka harapan hidup yang disesuaikan dengan standar global UNDP

  1. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan menggambarkan jumlah dokter umum, dokter gigi, relawan kesehatan, dokter spesialis, bidan dan perawat. 3. Tingkat Konsumsi atau Tingkat Pendapatan Tingkat kesejahteraan penduduk dapat juga diukur dari oleh besarnya pendapatan yang diterimanya. Namun demikian gambaran tingkat kesejahteraan masyarakat melalui pendektan pendapatan sangat sulit dilakukan karena adanya hambatan teknis lapangan terutama pada saat wawancara. Oleh karena itu pendapatan keluarga diperkirakan dari data pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga dibedakan menrut pengeluaran makanan dan bukan untuk makanan.

Di negara berkembang pengeluaran utnuk makanan masih merupakan bagian terbesar dari keseluruhan pengeluaran rumah tangga. Sebaliknya di negara maju pengeluaran untuk aneka barang dan jasa merupakan bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga. Untuk indiktor konsumsi dan pengeluaran umah tangga, variabel yang digunakan adalah besarnya pengeluaran rill perkapita penduduk miskin setiap tahunnya. Konsep pembangunan manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), BPS-UNDP-Bappenas (2004) mengklasifikasikan IPM suatu daerah ke dalam empat kategori, yaitu

  • kategori tinggi (nilai IPM di atas 70),
  • menengah tinggi (nilai IPM 66 – 70),
  • menengah rendah (nilai IPM antara 60 – 65)
  • rendah (nilai IPM di bawah 60).

Indeks pembangunan manusia dihitung dengan menggunakan rumus:

IPM = 1 3 (x(1)+ x(2)+ x(3))

Dimana: X(1) = indeks harapan hidup

X(2) = indeks pendidikan

X(3) = indeks standar hidup layak

Masing- masing indeks komponen IPM tersebut adalah perbandingan antara selisih nilai suatu indikator maksimum dan minimum dari masing- masing indikator tersebut, denga rumus:

x- indeks =         x−min

(x) max (x)−min (x)

Dimana nilai dari maksimum dan minimum dari setiap indikator sesuai dengan standar UNDP

 

Konsep Kesejahteraan Masyarakat

Istilah kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang berarti aman sentosa dan makmur dan dapat berarti selamat terlepas dari gangguan. Sedangkan kesejahteraan diartikan dengan hal atau keadaan sejahtera, keamanan, keselamatan dan ketentraman .

Istilah kesejahteraan erat kaitannya dengan tujuan Negara Indonesia. Negara didirikan, dipertahankan dan dikembangkan untuk kepentingan seluruh rakyat yaitu untuk manjamin dan memajukan kesejahteraan umum. Hal ini secara nyata dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : ”kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesa yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang dasar Negara Indonesia”.

Dengan melihat pembukaan UUD 1945 diatas dapat dikemukakan bahwa tujuan Negara Indonesia adalah melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karenanya Negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup warga negaranya. Sebagaimana dinyatakan oleh Aristoteles bahwa Negara dibentuk untuk menyelenggarakan hidup yang baik bagi semua warganya .

Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2009, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada masyarakat yang belum terjamin kesejahteraanya sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.

Namun demikian, kesejahteraan umum (keadilan sosial) sebagai tujuan Negara bukan berarti kewajiban Negara untuk menciptakan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat, sehingga masyarakat tidak berupaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi dirinya sendiri, akan tetapi masyarakat tersebut mempunyai hak dan kewajiban untuk mencapai kesejahteraannya. Negara hanya bertugas untuk menciptakan suasana atau keadaan yang memungkinkan rakyat dapat menikmati hak-haknya sebagai warga Negara dan mencapai kesejahteraan mereka semaksimal mungkin. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan tersebut komponen utama yang harus dipenuhi adalah adanya kepastian hukum dan tersedianya barang dan jasa kebutuhan hidup bagi semua warga Negara.

Kemiskinan sangat erat dengan kesejahteraan, selama kemiskinan masih membelenggu maka kesejahteraan sosial bagi semua masyarakat sulit untuk dicapai, keterbatasan mengakses layanan pemerintah, kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan, kurangnya media untuk mengembangkan diri, tingkat ekonomi rendah dan minimnya sarana prasarana pendukung lainya. Sehingga dibeberapa wilayah di Indonesia masih jauh dari masyarakat yang adil dan makmur. Perwujudan masyarakat yang adil dan makmur berupa tersedianya ;

  1. Tercukupinya sandang dan pangan dan perumahan yang layak.
  2. Tersedianya fasilitas kesehatan termasuk tenaga medis, obat-obatan, rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat dengan perlengkapan dan tenaga yang memadai dengan biaya yang terjangkau daya beli masyarakat
  3. Kesempatan memperoleh pendidikan dalam segala tingkat baik pendidikan umum atau professional kejuruan, baik sarana pendidikan dan tenaga pendidik yang terampil.
  4. Ketersediaan lapangan kerja yang cukup untuk memudahkan masyarakat mencari nafkah.
  5. Tersedianya sarana prasarana transportasi perhubungan dan komunikasi yang memadai.
  6. Kemudahan mengakses modal usaha untuk meningkatkan ekonomi produktif masyarakat.

 

Konsep Kemiskinan

Kemiskinan merupakan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan memperbaiki keadaan. kemiskinan dapat diartikan secara lebih luas dengan menambahkan faktor-faktor lain seperti faktor sosial dan moral. Secara konvensional, kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan individu atau masyarakat yang berada di bawah garis tertentu. Secara umum pengertian dari kemiskinan sangat beragam, tergantung dasar pemikiran dan cara pandang seseorang. Namun kemiskinan identik dengan ketidakmampuan sekelompok masyarakat yang terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi.

Pada umumnya kemiskinan diidentikkan dengan ketidakmampuan seorang individu untuk memenuhi standart minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Pembahasan ini dimaksud dengan kemiskinan material. Definisi kemiskinan mengalami perkembangan sesuai dengan penyebabnya yaitu pada awal tahun 1990. Definisi diperluas tidak hanya berdasarkan pada tingkat pendapatan, tetapi juga mencakup ketidakmampuan dibidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, seperti sandang, papan, kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.

Kemiskinan juga dapat didefinisikan menurut dua pendekatan. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diukur dengan suatu standart tertentu, sementara kemiskinan relatif  bersifat kondisional, biasanya membandingkan pendapatan sekelompok orang dengan pendapatan kelompok lain. Sedang kemiskinan absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu- atau mereka berada di bawah garis kemiskinan internasional.

Kemiskinan menurut Edi Suharto dalam Abdul Hakim (2002:219) adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi:

  1. Sumber keuangan (mata pencaharian, kredit, modal)
  2. Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, kesehatan, alat produksi)
  3. Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa.
  4. Organisasi sosial dan politik yang digunakan untuk mencapai kepentingan bersama.
  5. Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.
  6. Pengetahuan dan keterampilan.

Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya (Depdiknas, 2003). Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu  sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 2009). Dalam beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas, pemberdayaan masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan kekuasaan agar suara mereka didengar guna memberikan kontribusi kepada perencanaan dan keputusan yang mempengaruhi komunitasnya (Foy, 1994). Pemberdayaan adalah proses transisi dari keadaan ketidakberdayaan ke keadaan kontrol relatif atas kehidupan seseorang, takdir, dan lingkungan (sadan,1997). Menurut Mubarak (2010) pemberdayaan  masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memulihkan atau meningkatkan  kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai dengan harkat dan  martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawabnya selaku  anggota masyarakat.

Pada Pemberdayaan pendekatan proses lebih  memungkinkan pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia. Dalam  pandangan ini pelibatan masyarakat dalam pembangunan lebih mengarah kepada  bentuk partisipasi, bukan dalam bentuk mobilisasi. Partisipasi masyarakat dalam  perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan  sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta  terlibat dalam proses pembuatan dan perumusannya, sehingga masyarakat merasa  ikut memiliki program tersebut dan mempunyai tanggung jawab bagi  keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi partisipasi pada tahaptahap berikutnya (Soetomo, 2006).

Pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata power yang berarti kekuasaan atau keberdayaan. Konsep pemberdayaan berawal dari penguatan modal sosisl di masyarakat (kelompok) yang meliputi penguatan penguatan modal social. Apabila kita sudah mem Kepercayaan (trusts), Patuh Aturan (role), dan Jaringan (networking))iliki modal social yang kuat maka kita akan mudah mengarahkan dan mengatur (direct) masyarakat serta mudah mentransfer knowledge kepada masyarakat. Dengan memiliki modal social yang kuat maka kita akan dapat menguatkan Knowledge, modal (money), dan people. Konsep ini mengandung arti bahwa konsep pemberdayaan masyarakat adalah Trasfer kekuasaan melalui penguatan modal social kelompok untuk menjadikan kelompok produktif untuk mencapai kesejahteraan social. Modal social yang kuat akan menjamin suistainable didalam membangun rasa kepercayaan di dalam masyarakat khususnya anggota kelompok (how to build thr trust).

Oleh karena itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai modal soaial dan kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dan dihubungkan dengan kemampuan individu untuk membuat individu melakukan apa yang diinginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka.

Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial (Sipahelut, 2010). Pemberdayaan merujuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam :

  1. Mememuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan.
  2. Menjangkau sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa yang mereka perlukan.
  3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Definisi Operasional akuntabilitas kinerja

Variabel dalam penelitian ini difokuskan pada akuntabilitas kinerja Aparat Pemerintah Desa terutama dalam kegiatan pelayanan publik kepada masyarakat. Karena begitu luasnya kajian akuntabilitas kinerja bagi suatu organisasi pemerintah, maka dengan mengingat keterbatasan tenaga, waktu dan biaya peneliti, fokus akuntabilitas lebih ditekankan pada jenis Akuntabilitas Manfaat dan Prosedur. Kajian akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban mengenai apakah suatu program atau kegiatan secara efektif telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan manfaatnya serta telah mempertimbangkan masalah moralitas, etika, keadilan, kepastian hukum dan ketaatan pada keputusan politik. Sedangkan dalam pengukurannya digunakan teknik secara umum sebagaimana dikemukakan oleh para ahli di depan yaitu dengan mereview kemajuan indikator kinerja atas pencapaian tujuan dan sasaran. Adapun cara-cara pengukurannya dapat diakukan melalui:

  1. Pembandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan
  2. Pembandingan antara kinerja nyata dengan hasil (sasaran) yang diharapkan
  3. Pembandingan antara kinerja nyata dengan tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mengetahui perkembangan dan trend data kinerja
  4. Pembandingan antara kinerja nyata dengan standarnya.

Dari uraian di atas, variabel penelitian yang dikaji dapat diuraikan sebagaimana matrik berikut ini :

Tabel 1 : Matrik Fokus Penelitian

 

No. Variabel Aspek Sub Aspek
1 Akuntabilitas

 

Kinerja Aparat

 

Pemerintah Desa

-Efisiensi dan

Efektivitas

 

-Keadilan

 

-Daya tanggap

(Responsivitas)

–    Tingkat pencapaian tujuan

–    Tingkat akurasi dan sosialisasi informasi

–    Tingkat kelayakan

–    Kesamaan hak

–    Penghargaan dan hukuman

–     Kemampuan mengenali kebutuhan masyarakat

–    Adanya pemberdayaan akses publik

–    Kemampuan merespon opini publik

2 Pelayanan Publik -Prosedur pelayanan

 

-Manfaat pelayanan

–    Transparansi

–    Kesederhanaan dan kemudahan akses

–    Tingkat kepuasan masyarakat

–    Tingkat kepercayaan masyarakat

 

 

 

Konsep Pelayanan Publik

Pengertian pelayanan publik telah didefinisikan oleh banyak pakar. Salah satunya yang dikemukan oleh Dwiyanto (2006) mendefisinikan pelayanan publik adalah: Serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Pengguna yang dimaksudkan disini adalah warga negara yang membutuhkan pelatanan publik, seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), akta kelahiran, akta nikah, akta kematian, sertifikat tanah, izin usaha, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), izin gangguan (HO), izin mengambil air tanah, berlangganan air minum, listrik dan sebagainya. Moenir (2002 ) menyatakan: “Pelayanan umum adalah suatu usaha yang dilakukan kelompok atau seseorang atau birokrasi untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu” Menurut Litjan Poltak Sinambela, dkk (2011) pelayanan publik diartikan “pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi tertentu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetepkan.

Sedangkan berdasarkan Undang Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yaitu: Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan dalam rangka pengaturan, pembinaan, bimbingan, penyediaan fasilitas, jasa dan lainnya yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan kepada masyarakat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum penyelenggaraan Pelayanan Publik yang kemudian dicantumkan juga dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 25 tahun 2004 tentang pedoman umum Penyusunan indeks kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi pemerintah disebutkan.

  1. Kesederhanaan Pelayanan

Prinsip kesederhanaan ini mengandung arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.

  1. Kejelasan dan Kepastian Pelayanan

Prinsip ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:

  1. Prosedur/tata cara pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif;
  2. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan;
  3. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya;
  4. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
  1. Keamanan dalam Pelayanan

Prinsip ini mengandung arti proses serta hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

  1. Keterbukaan dalam Pelayanan

Prinsip ini mengandung arti bahwa prosedur/tata cara, persyaratan satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.

  1. Efisiensi dalam Pelayanan

Prinsip ini mengandung arti : Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan. Mencegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi Pemerintah lain yang terkait.

  1. Ekonomis dalam Pelayanan

Prinsip ini mengandung arti pengenaan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan :Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran; Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar; dan Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  1. Keadilan yang Merata dalam Pelayanan

Prinsip ini mengandung arti cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

  1. Ketepatan Waktu dalam Pelayanan

Prinsip ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan.

Dwiyanto (2002) mengemukakan ukuran dari tingkat kinerja suatu organisasi publik secara lengkap sebagai berikut :

  1. Produktivitas

Produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi tetapi juga mengukur efektifitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antar input dan output.konsep produktivitas ini kemudian dirasa terlalu sempit dan General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan suatu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang didapatkan yang harapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.

  1. Orientasi layanan kepada pelanggan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik.Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik.Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik.

  1. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula.

  1. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat.Kinerja organisasi publik tidak hanya dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah seperti pencapaian target, tetapi juga harus dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas tinggi kalu kegiatan itu dianggab benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.