Kerjasama antar dua negara atau lebih selalu memiliki dasar adanya kepentingan bersama dan adanya kesepakatan bersama untuk memperoleh keuntungan bersama. Namun kondisi dan situsasi dari tiap negara serta posisi relatifnya terhadap engara lain membuat sifat atau bentuk kerjasama akan berbeda satu dengan lainnya. Posisi geografis Indonesia yang diapit oleh Samudera Hindia dan samudar Pasifik mendesak adanya kebutuhan adanya kerjasama baik dengan negara-negara tetangga yang berbatasan langsung maupun dengan negara-negara perikanan dunia lainnya yang memiliki armada perikanan jarak jauh (distant fishing fleet). Namun sebagaiman dikemukakan diatas, keperluan satu negara untuk memperoleh kesepakatan kerja sama yang saling menguntungkan sangat dipengaruhi oleh landasan ataupun kondisi dalam negeri yang memadai. Tanpa adanya fondasi yang kuat maka kerjasama internasional baik regional maupun global hanya akan merugikan kepentingan bangsa dan negara.
Bentuk kerjasama dilakukan Indonesia dalam forum regional dan global dituangkan dalam bentuk perjanjian sebagai salah satu dari kegiatan harmonisasi yang merupakan upaya untuk menyelaraskan suatu bentuk permasalahan dalam suatu bidang yang diperlukan kerjasama dengan negara lain dan diikuti dengan pengakuan atas solusi yang dicapai masing-masing negara. Perjanjian atau kerjasama luar negeri dapat dicapai melalui penyusunan suatu perangkat standar ataupun perangkat standar atau peraturan bersama dengan mengadakan kesepakatan tertentu bahwa dalam mengambil kesepakatan di bidang standar atau peraturan, setiap negara harus mengacu pada peraturan atau standar internasional.
Upaya ini jelas lebih mempermudah penyelesaian bagi ke dua belah pihak ataupun dengan pihak-pihak yang terkait. Proses penyusunan ini pun harus dilanjutkan dalam bentuk spesifik misalnya dengan proses MoU (Memorandum of Understanding) dimana MoU memuat tentang garis besar lingkup kegiatan yang menjadi point kerjasama. MoU ini menjadi payung dan menjadi acuan dalam melaksanakan MRA. Di lain sisi MoU tidak bisa berdiri sendiri, karena MoU tidak dapat terbentuk tanpa Agreement di antara kedua negara yang bekerjasama [1]
Upaya ini jelas lebih mempermudah penyelesaian bagi ke dua belah pihak ataupun dengan pihak-pihak yang terkait. Proses penyusunan ini pun harus didukung dengan proses MoU (memorandum of Understanding) dimana MoU memuat tentang garis besar lingkup kegiatan yang menjadi point kerjasama. MoU ini menjadi payung dan menjadi acuan dalam melaksanakan perjanjian atau kerjasama luar negeri. Di lain sisi MoU tidak bisa berdiri sendiri, karena MoU tidak dapat trbentuk tanpa Agreement di antara kedua negara yang bekerjasama[2].
Dengan kata lain bahwa penjenjangan yang harus dilakukan dari kegiatan harmonisasi standar maupun peraturan yang dituangkan dalam perjanjian atau kerjasama luar negeri adalah :
- Agreement
Agreement dilakukan antar pemerintah dengan pemerintah. Agreement bersifat umum/global antara 2 negara dimana dari perjanjian ini dapat dijadikan acuan yang dapat membuka peluang kepada anggotanya dalam melakukan kerjasama dan harmonisasi sesuai dengan bidang yang dijadikan wilayah kesepakatan.
Agreement ini ditanda tangani dan disahkan oleh kedua negara diwakili oleh Menteri Luar Negeri
- Memorandum of Understanding
Posisi MoU adalah di bawah dan dipayungi oleh Agreement. MoU pada umumnya merupakan kerjasama yang menghasilkan kesepakatan antar badan atau lembaga pemerintahan atau non pemerintah yang dibentuk dengan maksud dan kepentingan yang sama antar anggota. Ruang lingkup dan kerjasama ini lebih mengarah pada bidang atau substansi yang dikerjasamakan.
MoU ini disahkan dan ditandangani pimpinan puncak dari masing-masing negara anggota
- Mutual Recognition Arrangement
Perjanjian saling mengakui (MRA) merupakan perjanjian kesepakatan antara 2 badan, lembaga atau organisasi yang merupakan jabaran serta dipayungi oleh MoU. Pada tahap MRA ini sudah menjurus ke spesifik teknis, baik dari segi administrasi, pelaksanaan maupun substansi yang dikerjasamakan